BAB III. KORUPSI DALAM PEMAHAMAN dan SIKAP GPIB. misi-nya hanya untuk gereja semata. Akan tetapi lebih dari itu GPIB memaknai misi-nya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III. KORUPSI DALAM PEMAHAMAN dan SIKAP GPIB. misi-nya hanya untuk gereja semata. Akan tetapi lebih dari itu GPIB memaknai misi-nya"

Transkripsi

1 BAB III KORUPSI DALAM PEMAHAMAN dan SIKAP GPIB 1. Pendahuluan Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) ialah sebuah lembaga gerejawi yang memiliki area pelayanan cukup luas di Indonesia. Dengan cakupan pelayanan yang cukup luas inilah menandakan bahwa GPIB tidak hanya hadir sebagai sebuah lembaga yang melanjutkan misi-nya hanya untuk gereja semata. Akan tetapi lebih dari itu GPIB memaknai misi-nya sebagai wujud tanggung jawab untuk melihat setiap permasalahan yang terjadi dalam rantai kehidupan sosial di dalam jemaat maupun masyarakat. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada terjadinya perubahan sosial di masyarakat. Mulai dari cara berpikir, berperilaku hingga kebiasaan sehari-hari menjadikan masyarakat sangat mudah bersentuhan dengan praktek-praktek ketidakadilan sosial seperti halnya korupsi. Oleh sebabnya, GPIB turut bertanggung jawab dalam membina warga jemaat dan masyarakat untuk memahami lebih dalam tentang bentuk-bentuk masalah sosial seperti halnya korupsi. Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan pemahaman GPIB tentang korupsi serta sikap GPIB terhadap korupsi itu sendiri berdasarkan hasil informasi yang penulis peroleh selama penelitian yang dilakukan di sinode GPIB. 2. Profil Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) 2.1 Sejarah Gereja Prostestan di Indonesia Bagian Barat Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat GPIB) merupakan salah satu gereja yang sifatnya heterogen. GPIB merangkul warga jemaatnya dari berbagai latar belakang etnis dan 36

2 budaya dalam cakupan wilayah Indonesia Bagian Barat. Inilah yang menjadikan keunikan bagi GPIB semenjak masih ada di bawah payung GPI (Gereja Prostestan Indonesia). Untuk memahami Latar belakang historis terbentuknya GPIB maka perlu juga untuk memahami sejarah lahirnya Gereja Protestan di Indonesia (GPI) sebab, latar belakang historis GPIB sebenarnya merupakan latar belakang historis dari Gereja Protestan di Indonesia. GPI dalam masa VOC disebut sebagai Gereja Gereformeed. Namun ketika pada tahun 1835 namanya diubah menjadi De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie atau De Indische Kerk. 1 Sebelum tahun 1948, dalam naungan GPI telah terbentuk organisasi-organisasi Gereja yang berdiri sendiri. Masing-masing dengan sinodenya serta tata gerejanya sendiri. Organisasiorganisasi Gereja itu ialah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), Gereja Protestan Maluku (GPM), dan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). 2 Sehubungan dengan adanya perkembangan baru tubuh GPI, maka pada tahun 1948 Gereja terdesak untuk berpikir tentang status jemaatjemaat yang ada dalam tubuh GPI, tapi yang tidak termasuk dalam wilayah pelayanan ketiga Gereja yang telah berdiri sendiri itu. 3 Seperti ujung Pandang (Makasar), Sopeng; di pulau Jawa seperti Jakarta, Tanjung Priok, Tugu, Jatinegara, Bogor, Depok, Cimahi, Bandung, Cilacap, Semarang, Surabya, Malang, Jember; di Kalimantan seperti Banjarmasin, Pontianak; di Bangka; di Sumatera seperti Palembang dan Medan, mereka tidak bersedia meleburkan diri dalam salah satu Gereja daerah. 4 Dalam Sidang Sinode Am ke-iii yang dilaksanakan di Bogor tanggal 30 Mei-10 Juni 1948 tentang jemaat-jemaat GPI yang tidak termasuk dalam wilayah ketiga Gereja yang berdiri 1 G.P.H. Locher, Tata Gereja-Gereja Prostestan di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), SW. Lontoh dan H. Jonathans, STh, Bahtera Guna Dharma GPIB, (Jakarta: MS XII GPIB, 1981), Ibid., Ibid. 37

3 sendiri, berakhir dengan satu keputusan, yaitu: segera dalam tahun 1948 juga, jemaat-jemaat tersebut diorganisir dalam satu organisasi gereja yang baru. Untuk itu Sinode Am ke-iii GPI menetapkan: 5 1. Memberi hak pada Badan Pekerja Am (Algemene Moderamen) GPI untuk mensahkan dan melembagakan gereja baru itu sebagai satu gereja yang berdiri sendiri. 2. Membentuk komisi untuk menyiapkan Tata Gereja dan Peraturan-peraturan Gereja. 3. Tata Gereja yang disusun oleh komisi, akan dibicarakan oleh proto sinode secepat mungkin dalam tahun Dengan demikian melalui proto sinode yang dilaksankan pada tanggal Oktober 1948 di Jakarta mempunyai acara pokok: Membahas Tata Gereja dan Peraturan-peraturan Gereja yang telah disiapkan oleh komisi Tata Gereja dan Peraturan Gereja, yang dibentuk oleh sinode Am ke-iii GPI di Bogor maka, lahirlah satu Gereja yang berdiri sendiri, lengkap dengan Sinodenya dan Tata Gereja serta Peraturan-peraturan Gereja yang disebut Gereja Prostestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) tepat tanggal 31 Oktober Visi dan Misi GPIB 3.1.Visi Menjadi satu permulaan bagi GPIB sejak tanggal 31 Oktober 1948 sebagai sebuah Gereja yang bersedia melakukan Pekabaran Injil bagi seluruh umat tanpa terkecuali di wilayah 5 Ibid., Ibid. 38

4 Indonesia Bagian Barat. Dengan mengemban Visi GPIB menjadi gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaannya Misi Adapun yang menjadi misi GPIB adalah sebagai berikut: 8 a) Menjadi Gereja yang terus menerus diperbaharui dengan bertolak dari Firman Allah, yang terwujud dalam perilaku kehidupan warga gereja, baik dalam persekutuan, maupun dalam hidup bermasyarakat. b) Menjadi gereja yang hadir sebagai contoh kehidupan, yang terwujud melalui inisiatif dan partisipasi dalam kesetiakawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat, dengan berbasis pada perilaku kehidupan keluarga yang kuat dan sejahtera. c) Menjadi Gereja yang membangun keutuhan ciptaan yang terwujud melalui perhatian terhadap lingkungan hidup, semangat keesaan dan semangat persatuan dan kesatuan warga Gereja sebagai warga masyarakat. 4. Cara Penatalayanan Gereja Untuk menumbuhkan dan mengembangkan persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengah masyarakat, GPIB menata kehidupannya dengan bersumber dari Firman Allah. Penataan itu dilakukan dengan memberdayakan warga gereja berdasarkan Imamat Am dalam ketaatan kepada Yesus Kristus yang menghendaki segala sesuatu rapih tersusun dan diikat menjadi satu 7 Visi Misi GPIB dalam diunduh pada 16 januari Ibid. 39

5 oleh pelayanan semua bagian dan perangkat, baik warga, wilayah, kepemimpinan dan tata aturan dengan sistem Presbiterial Sinodal. 9 Cara penatalayanan dengan Sistem Presbiterial Sinodal selalu menekankan: 10 Penetapan kebijakan oleh para Presbiter atas dasar permusyawaratan melalui Persidangan Sinode GPIB, yang pelaksanaannya dijabarkan dalam Sidang Majelis Sinode (tingkat sinodal) dan Sidang Majelis Jemaat (tingkat jemaat) Hubungan yang dinamis antara Majelis Sinode dan Majelis Jemaat maupun di antaranya Pelaksanaan pelayanan dan pengelolaan sumberdaya gereja serta bersama dan bertanggung jawab di seluruh jajaran GPIB Bertolak dari pemahaman ini, maka penyelenggaraan pelayanan secara Presbiterial Sinodal hendaknya menjadi tanggung jawab bersama para Presbiter atas kehidupan lembaga GPIB berdasarkan karunia dan talenta yang dipercayakan Tuhan padanya Pemahaman GPIB Tentang Korupsi Selaras dengan pengakuannya GPIB adalah bentuk nyata dari Gereja Kristen Yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli. Kehadirannya di Indonesia untuk mengemban tugas mewujudkan tandatanda Kerajaan Allah yaitu kasih, keadilan, kebenaran dan keutuhan ciptaan. GPIB terpanggil untuk mewujudkan kebaikan Allah dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, dengan ikut membangun nilai-nilai kehidupan yang berkeadaban, inklusif, adil, damai dan demokratis ( civil 9 Tata Gereja GPIB Buku IIII, (Jakarta: Majelis Sinode GPIB, 2010), Presbiterial Sinodal dalam diunduh pada 17 Januari Ibid. 40

6 society ) dengan melaksanakan fungsi kenabian di tengah-tengah simpul kekuasaan yang ada. 12 Dalam rangka itu, GPIB memperjuangkan masalah-masalah kemanusiaan, keadilan dan lingkungan hidup serta masalah-masalah yang berhubungan dengan dampak negatif dari globalisasi dan penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 13 Beranjak dari pemahaman di atas tersebut, GPIB sebagai sebuah lembaga hadir secara penuh dalam memperhatikan dan turut bertanggung jawab terhadap masalah kehidupan sosial warga jemaat maupun masyarakat. Menyadari bahwa GPIB merupakan bagian integral dari Bangsa dan Negara Indonesia. Gereja merasa perlu untuk merumuskan Pemahaman Iman yang berisikan tujuh pokok sebagai dasar teologis Gereja melayani di Indonesia. Salah satu dari ketujuh pokok Pemahaman Iman GPIB sebagai wujud kesadaran akan bagian integral Gereja dari Bangsa Indonesia ialah adanya rumusan tentang Negara dan Bangsa (pokok kelima). Pokok kelima (Negara dan Bangsa) berisikan VII alinea. Kesemuanya berbicara tentang keterlibatan Gereja dalam mewujudkan kesejahteraan tidak hanya bagi Gereja sendiri tetapi juga bagi bangsa dan negara. Namun tiaptiap alinea dalam Pokok Kelima tersebut diuraikan dengan penjelasannya masing-masing. Keseluruhan dari penjelasan tiap-tiap alinea Pokok Kelima tersebut tidak secara spesifik membahas tentang korupsi dan bagaimana gereja bereaksi terhadap masalah korupsi. Namun ada beberapa alinea yang secara implisit menguraikan keterlibatan Gereja terhadap persoalan sosial seperti meniadakan kekacauan, kejahatan, juga ketidakadilan sosial sebab, masalah negara dan bangsa juga merupakan masalah Gereja. Hal-hal ini dibahas dalam alinea pertama dan alinea keempat: Tata Gereja GPIB Buku III,, Ibid. 14 Untuk penjelasan alinea I & IV tentang Negara dan Bangsa, lih. Pemahaman Iman GPIB Buku 1a (2010), 41

7 Alinea pertama; Bahwa Allah, sebagai Sumber Kuasa, memberikan kuasa kepada pemerintah bangsa-bangsa guna mendatangkan keadilan dan kesejahteraan, memelihara ketertiban serta mencegah dan meniadakan kekacauan dan kejahatan. Dengan demikian sebagai hamba Allah, setiap pemerintah wajib mempertanggung jawabkan kuasa tersebut kepada Allah. Alinea keempat; Roh Kudus yang adalah Roh keberanian akan menolong orang percaya untuk lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Seperti yang telah disaksikan oleh para Rasul; oleh karena itu Gereja terpanggil memperdengarkan suara kenabian terhadap masalah negara, bangsa dan masyarakat. Kedua alinea inilah yang mendasari dan menjadi titik berangkat GPIB untuk memahami dan bersikap dengan tegas dalam meniadakan korupsi yang adalah bentuk ketidakadilan sosial dan tidak dapat dibenarkan. 15 Sekali lagi, oleh karena Pemahaman Iman GPIB merupakan dasar teologis yang dirumuskan oleh Gereja untuk melayani di Indonesia sesuai konteksnya maka, korupsi juga secara teologis dipandang sebagai sebuah tindakan ketidakadilan sosial yang tidak berkenan dihadapan Tuhan sebab, sejatinya hal tersebut tidak mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh ciptaan-nya berdasarkan Visi GPIB. Lewat argumentasi-argumentasi ini, muncul penegasan akan ketidakberpihakkan GPIB terhadap tindakan korupsi itu sendiri. GPIB tetap menunjukkan konsistensinya terhadap apa yang telah diputuskan secara bersama dalam persidangan sinode. Tidak hanya berdasarkan Pemahaman GPIB yang secara implisit dalam alinea petama dan keempat Pokok Kelima Negara dan Bangsa menegaskan bahwa korupsi ialah tindakan tidak benar. Kajian pemahaman tentang korupsi oleh GPIB juga didasarkan pada kebenaran Firman Allah yang tertuang dalam Hukum Musa atau Hukum Taurat salah satunya ialah hukum ke-8 Jangan Mencuri (Kel 20:15). Hakikatnya Pemahaman Iman GPIB didasarkan oleh Kebenaran Firman Tuhan. Perintah Jangan Mencuri secara eksplisit disuarakan dalam Hukum Taurat menjadi acuan bagi GPIB untuk menyatakan dengan tegas bahwa tindakan korupsi Hasil wawancara dengan Pdt. O.E.Ch. Wuwungan, (Mantan Ketua Sinode GPIB) pada 26 November 42

8 merupakan bentuk pelanggaran terhadap Firman Allah. 16 Gereja menganggap bahwa siapapun yang hendak melakukan tindakan pencurian berarti ia sedang mempraktekkan tindakan korupsi yang sifatnya menyeleweng dari sebuah sistem regulasi yang sudah ditetapkan. 17 Pemahaman universal tentang korupsi sebagai aksi pencurian dipahami sangat mendalam oleh GPIB. Bagi GPIB mencuri dan korupsi keduanya merupakan tindakan yang salah. Akan tetapi Hukum Taurat ke-8 tersebut tidak semata-mata dipahami secara harafiah mencuri saja namun, ada konsep yang lebih berarti dibalik pemahaman secara harafiah tersebut. Oleh GPIB tindakan korupsi dilakukan dengan gaya yang lebih licik dibandingkan dengan tindakan mencuri. 18 Dengan sederhana, korupsi dan mencuri merupakan dua tindakan yang berbeda bentuk namun, sama-sama melakukan aksi penyelewengan. Mencuri dipahami sebagai sebuah insiden yang kelihatan. Insiden kelihatan dalam situasi ini ialah orang yang dicuri (korban curian) benar-benar menyadari bahwa sesuatu yang dimiliki telah diambil dan hilang. Sedangkan, korupsi dipahami berbeda di mana si korban tidak merasa bahkan tidak sadar bahwa ia telah kehilangan sesuatu yang menjadi miliknya. Mengapa demikian? Karena tindakan yang dilakukan oleh pelaku (koruptor) terlihat baik padahal sebetulnya yang dilakukan ialah buruk. Kaihatu menandaskan bahwa inti diskusi teologi tentang korupsi yang menyatakan tindakan tersebut ialah salah dipahami oleh GPIB bukan hanya sebagai sebuah aksi pencurian tetapi lebih dari itu tidak setuju terhadap tindakan yang seolaholah baik tetapi dalam kenyataanya tidak baik (merusak, merugikan orang lain, menyimpang dari 16 Ibid. 17 Hasil wawancara dengan Pdt. J. Marlene. Joseph (Sekertaris I Sinode GPIB Periode ) pada 25 November Hasil wawancara dengan Pdt. S.Th. Kaihatu (Mantan Ketua Sinode GPIB Periode ) pada 6 Desember

9 aturan ). 19 Dengan bahasa yang sederhana, ada sesuatu yang hilang akibat aksi pencurian maupun korupsi ialah benar. Namun filosofi di belakang kedua aksi ini berbeda. Kaihatu memberi contoh dengan menguraikan perbedaan antara maling dan koruptor. Ketika maling berusaha mencuri barang seseorang, dengan situasi si pemilik tidak melihat aksi tersebut maka, si pemilik barang itulah yang tidak berhati-hati sehingga barang yang dimiliki bisa dicuri. Berbeda dengan koruptor, si pemilik barang (institusi pemerintah dan swasta) sekalipun melihat, ia tidak menyadari bahwa koruptor telah merampas hak miliknya. Dengan bahasa yang sederhana, untuk mencuri maling membutuhkan situasi dimana orang lain tidak melihat tetapi korupsi, koruptor membutuhkan situasi dimana orang lain memujinya seakan-akan ia sedang berbuat baik. Pemahaman yang lain juga diuraikan oleh Ririhena, selain Hukum Taurat ke-8, Hukum Taurat ke-10 Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu 20 juga mendasari pemahaman Gereja untuk menyatakan bahwa tindakan korupsi merupakan sebuah tindakan yang tidak dapat dibenarkan baik secara hukum negara maupun juga berdasarkan nilai-nilai agama. Kalimat terakhir dalam hukum ke-10 atau apapun yang dipunyai sesamamu dipahami oleh GPIB sebagai suatu perintah yang sifatnya melarang umat Tuhan untuk tidak menginginkan, mengambil sesuatu yang bukan merupakan haknya. 21 Menginginkan dan mengambil sesuatu yang bukan merupakan hak oleh Joseph tidak berhenti pada tafsiran yang menyatakan bahwa hal tersebut hanya menyangkut persoalan uang atau barang yang berharga saja. Akan tetapi menginginkan dan mengambil kedudukan dalam satu 19 Ibid. 20 Hasil wawancara dengan Pdt. Rudy. I. Ririhena.(Ketua III Sinode GPIB Periode ), pada 27 November Ibid. 44

10 instansi atas dasar hubungan kekerabatan yang diistilahkan dengan nepotisme. 22 Joseph kembali mempertegas bahwa nepotisme merupakan bentuk tindakan korupsi yang juga dimuat maknanya dalam Hukum Taurat ke-10. Katanya, ketika mendengar istilah korupsi jangan dulu kita membentuk cara berpikir bahwa korupsi ialah persoalan mencuri uang. Tidak hanya itu, tandas Joseph. Sebab tidak selamanya korupsi ialah persoalan uang tetapi, atas alasan kekeluargaan kebanyakkan orang menyalahgunakan kedudukannya untuk melakukan nepotisme yang adalah korupsi tersebut. Lahirnya Hukum Musa atau Hukum Taurat dalam hal ini kedua Hukum (ke-8 dan ke-10) mempunyai alasan tersendiri tandas Wuwungan. Baginya ketika sebuah aturan dikeluarkan itu berarti sebelumnya ada praktek-praktek ketidakadilan yang dilakukan sehingga aturan tersebut diadakan. Hukum Taurat yang mengandung sepuluh Firman tersebut dibuat karena umat Tuhan terlebih para penguasa Bangsa Israel saat itu sedang mempraktekkan tindakan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. 23 Praktek-praktek ketidakadilan tersebut sudah ada ketika zaman Musa hal ini dapat dilihat dalam Keluaran 18:21 saat itu Yitro mertua Musa menasihatinya untuk mencari orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap untuk menjadi pemimpin. Pengejaran suap yang dikatakan Yitro, bagi Wuwungan merupakan satu gambaran bahwa bentuk-bentuk ketidakadilan sosial seperti korupsi sudah merajalela saat itu. 24 Oleh sebabnya Hukum Taurat dikumandangkan bagi seluruh umat Tuhan. Contoh lain, dalam Keluaran 23:8 Suap Janganlah kau terima, sebab suap membuat mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar. Praktek ketidakadilan saat itu dianggap sebagai hal yang keji sebab hanya dengan uang 22 Hasil wawancara dengan Pdt. J.Marlene. Joseph. pada 25 November Hasil wawancara dengan Pdt. O.E. Ch.Wuwungan, pada 26 November Ibid. 45

11 suap dapat membutakan mata orang, walaupun ia seorang yang bijaksana dan hati-hati, dan mengusik keputusan, walaupun ia orang yang adil. 25 Selain contoh-contoh di atas tersebut, contoh lain yang memperlihatkan praktek korupsi dalam cerita Alkitab ialah ketika Yakub merampas hak kesulungan dari kakaknya Esau. Cerita Esau dan Yakub dalam Kejadian 27 menjadi bukti bahwa jauh sebelum korupsi dipraktekkan dalam dunia masa kini. 26 Kehidupan masa lampau sudah terkontaminasi dengan praktek-praktek tersebut. Yakub bersikap tidak adil dengan cara melakukan penipuan terhadap ayahnya Ishak hanya untuk merampas hak kesulungan kakaknya. Tindakan yakub mencerminkan praktek korupsi dalam bentuk pencurian. Ia telah merampas hak milik orang lain serta secara tidak langsung telah melahirkan ketidakadilan dalam kehidupan keluarganya sendiri. 27 Lewat argumentasi-argumentasi ini, dapat disimpulkan bahwa GPIB tidak membenarkan tindakan korupsi. Tidak hanya soal pencurian, suap-menyuap dan sogok-menyogok uang namun, korupsi dalam bentuk apapun seperti nepotisme, korupsi waktu, sama sekali dianggap tidak benar oleh GPIB. Lahirnya pemahaman GPIB ini tidak dibuat-buat atas dasar pemahaman pribadi. Akan tetapi berangkat dari dasar teologis Hukum Taurat Jangan mencuri & Jangan Mengingini gereja membangun sebuah pola berpikir yang baik sebagai alasan secara teologis untuk tidak membenarkan tindakan korupsi dalam bentuk apapun. Hukum Taurat (ke-8 dan ke-10) tersebut tidak hanya berlaku pada masa Musa saja. Akan tetapi kesepuluh Firman tersebut berlaku hingga sekarang. Sebab tindakan korupsi tidak berhenti di masa lampau justru tindakan tersebut semakin menjadi-jadi dan mendapat perhatian publik. Pitoy menguraikan bahwa secara sosiologis hingga sekarang ini di zaman post-modern manusia 25 Ibid. 26 Ibid. 27 Ibid. 46

12 tidak bisa terhindar dari masyarakat koruptif tetapi menghindari diri dari masyarakat korupsi bisa dilakukan oleh setiap orang. 28 Gereja pun demikian. Akan tetapi Gereja wajib memberdayakan manusia serta membina warga jemaat dan masyarakat untuk mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh ciptaan-nya serta kuat spiritual agar bisa menghindari diri dari masyarakat yang koruptif. 6. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi Berdasarkan informasi yang diperoleh, beberapa diantara mengemukakan bahwa korupsi tidak serta merta hadir dalam tatanan kehidupan sosial sebuah bangsa dan negara, bahkan juga di Gereja. Ada beberapa faktor mengapa korupsi bisa terjadi bahkan seolah terpelihara hingga saat ini. Korupsi dapat dikatakan bersifat turun-temurun dari masa lalu. Ketika dikatakan korupsi bersifat turun temurun, Joseph menguraikan bahwa hal menyangkut korupsi dapat dikatakan sebagai budaya yang diwarisi dari masa lalu oleh masyarakat hingga kini. Budaya semacam apa yang dimaksudkan oleh Joseph ialah budaya menguasai seutuhnya apa yang telah ada dalam genggaman sang penguasa. 29 Penguasalah yang menguasai, mengendalikan birokrasi dalam sebuah pemerintahan sehingga memberikan peluang besar untuk terciptanya ketidakadilan sosial dalam bentuk korupsi. Itu berarti faktor pertama yang dimaksudkan Joseph dalam uraiannya ialah faktor budaya. Di sisi lain bagi Joseph ialah faktor alamiah manusia. Setiap manusia terbelenggu oleh sifat kemanusiaannya yang cenderung disalahgunakan sehingga mendatangkan dosa bagi diri sendiri maupun juga bagi orang lain. Sifat kemanusian yang bergejolak dari dalam diri manusia 28 Hasil wawancara dengan Pdt. Adriaan. Pitoy. (Sekertaris Sinode GPIB Periode ) pada 25 November Hasil wawancara dengan Pdt. J. Marlene. Joseph. pada 25 November

13 tersebut dapat diistilahkan sebagai behaviour. 30 Faktor behavior merupakan salah satu penyebab mengapa korupsi bisa terjadi. Rasa ketidakpuasan dalam diri manusia yang mendorong untuk melakukan hal-hal yang tidak benar seperti halnya korupsi. Semakin tinggi pendapatan semakin besar kebutuhan manusia, dan semakin besar kebutuhan semakin tinggi pula ketidakpuasan manusia akibat keserakahan. 31 Ditambahkan oleh wuwungan, sebagaimana dengan uraian di atas, hal yang sama juga tertuang dalam Pemahaman Iman GPIB tentang Manusia terkhusus dijelaskan dalam alinea ke VI; 32 Bahwa karena keinginannya manusia menyalah-gunakan kuasa dan tanggungjawab-nya, sehingga ia jatuh dalam dosa menyebabkan rusaknya hubungan dengan Allah, sesama dan alam. Manusia membiarkan dirinya takluk di bawah keinginan daging sehingga memberontak dan tidak mengakui kedaulatan Allah. Inilah yang menyebabkan rusaknya hubungan manusia dengan Allah juga dengan sesama. Keserakahan manusia disebabkan karena manusia tidak dapat mengendalikan keinginan daging dan hawa nafsu, hingga kesadaran akal budi dan hati nurani tidak berfungsi secara baik dalam mengambil keputusan. 33 Sebab itu, baik akal budi maupun hati nurani manusia telah dibelenggu oleh kuasa dosa. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi ialah sistem yang bocor. Faktor sistem yang bocor dimaksudkan oleh Ririhena ialah berjalannya sebuah sistem dalam organisasi atau instansi tertentu yang tidak baik. Misalnya saja di Gereja, sistem perbendaharaan yang dikelola oleh 30 Ibid. 31 Ibid. 32 Lih. Pemahaman Iman GPIB Buku 1a, (2010), Ibid,

14 BPPJ dan BPPG benar-benar harus diperhatikan sehingga tidak mengakibatkan kebocoran yang bisa merugikan Gereja. 34 Didasarkan atas hasil wawancara terhadap beberapa orang tersebut di atas maka, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang disebutkan dapat mewakili GPIB untuk menyatakan bahwa ketiga faktor itulah menjadi penyebab tindakan korupsi masih dilanggengkan hingga saat ini. Dalam bentuk apapun, dan oleh karena faktor apapun GPIB memahami bahwa korupsi ialah tindakan yang tidak perlu dibenarkan secara teologis bahkan juga sosiologis bahwasanya tindakan tersebut tidaklah memanusiakan manusia. Segala kenyataan yang terjadi memantapkan GPIB untuk lebih intens dalam melakukan pembinaan bagi warga jemaat dan masyarakat dalam rangka memberikan pemahaman terkait dengan persoalan korupsi agar supaya, jemaat dan masyarakat lebih berhati-berhati terhadap gejolak korupsi yang sulit dihindari serta memperhatikan sistem yang berlaku di dalam Gereja guna menciptakan kesejahteraan bagi seluruh ciptaan-nya berdasarkan diskusi teologis yang dilakukan dalam sidang sinode setiap lima tahunnya. 7. Sikap GPIB Terhadap Persoalan Korupsi Ketika GPIB memahami dan menyadari bahwa tindakan korupsi ialah hal yang tidak dapat dibenarkan secara teologis bahkan sosiologis maka, berangkat dari pemahaman itulah GPIB menyikapi tindakan-tindakan korupsi dengan menempuh beberapa langkah seperti membuat aturan yang tertuang dalam dokumen-dokumen GPIB tentang Pemahaman Iman, Tata 34 Hasil wawancara dengan Pdt. Ruddy. I. Ririhena pada 27 November

15 Gereja GPIB tentang Perbendaharaan GPIB, melakukan pembinaan bagi warga jemaat melalui khotbah mingguan, kunjungan pastoral, seminar, pelayanan Kategorial dalam jemaat 35. Sikap-sikap ini ialah tindakan nyata GPIB, menyadari akan tanggung jawab sosialnya terhadap persoalan negara dan bangsa yang juga menjadi persoalan Gereja. Sebab, bagi GPIB persoalan korupsi tidak hanya menjadi tanggungan pemerintah Indonesia semata melainkan Gereja turut terlibat dalam menyikapi persoalan dimaksud. Gereja sebagai Pemerintah tertinggi warga jemaat berkewajiban untuk mendatangkan kesejahteraan secara penuh bukan hanya bagi warga gereja namun bagi warga masyarakat, negara dan bangsa. Mendatangkan kesejahteraan merupakan kalimat yang dimaknai sebagai bentuk sikap dari GPIB terhadap persoalan korupsi. Bentu-bentuk sikap tersebut diwujud nyatakan oleh GPIB melalui kebijakan dalam dokumen-dokumen GPIB antara lain Pemahaman Iman GPIB, Perbendaharaan GPIB, serta pembinaan terhadap warga jemaat dan masyarakat. 7.1 Pemahaman Iman GPIB Sekali lagi ditegaskan bahwa, keseluruhan dari Pemahaman Iman GPIB yang memuat ketujuh pokok tersebut dengan penjelasan tiap-tiap alineanya telah sarat makna akan keterlibatan GPIB terhadap setiap persoalan sosial yang terjadi di Indonesia sesuai dengan konteksnya. Mulai dari pokok pertama tentang Keselamatan sampai pokok ketujuh tentang Firman Allah telah diuraikan secara implisit tentang bagaimana GPIB harus menempatkan diri dalam melihat, menyikapi masalah-masalah gereja juga bangsa dan negara. Dari keseluruhan isi ketujuh pokok Pemahaman Iman GPIB tersebut, pokok kedua tentang Gereja terkhusus dalam alinea keempat 35 Hasi wawancara dengan Pdt. S.Th. Kaihatu pada 6 Desember

16 dianggap sebagai dasar teologis GPIB dalam menyikapi persoalan ketidakadilan sosial dalam hal ini korupsi di Indonesia. Bunyi dari alinea keempat tersebut ialah; 36 Bahwa Yesus Kristus adalah Kepala Gereja 1) dan Gereja sebagai tubuh-nya 2) yang rapih tersusun 3) dan segala sesuatu di dalamnya harus diselenggarakan secara tertib dan teratur 4) Point keempat dari uraian alinea di atas oleh Wuwungan merupakan dasar GPIB bersikap terhadap setiap persoalan sosial. Gereja harus diselenggarakan secara tertib dan teratur. 37 Penjelasan point keempat ini didasarkan pada Firman Tuhan dalam II Timotius 1:7 dan I Korintus 14:40. Kedua Kitab ini menyuarakan hal yang sama bahwa GPIB harus menyelenggarakan gereja-nya dengan tertib dan teratur. Terkait dengan persolan korupsi maka, tindakan korupsi merupakan sebuah tindakan yang tidak tertib dan teratur. Sehingga, perlu bagi GPIB untuk menyikapi persoalan korupsi berdasarkan Pemahaman Iman GPIB yang diuraikan dalam point keempat, alinea keempat, pokok kedua tentang Gereja. Pitoy menambahkan, ketika ada seseorang yang melakukan tindakan korupsi itu berarti dia tidak membantu GPIB dalam menyelenggarakan Gereja secara terib dan teratur. Secara tidak langsung pula, seseorang telah melanggar ketetapan dalam Kebenaran Firman Tuhan yang diyakini oleh GPIB sebagai Pemahaman Iman GPIB dengan keberadaannya di Indonesia Membuat Tata Gereja tentang Perbendaharaan GPIB. GPIB tidak memiliki sebuah aturan dalam Tata Gereja tentang korupsi secara eksplisit yang mengatur tentang korupsi. Akan tetapi peraturan no 6 tentang Perbendaharaan GPIB dibuat 36 Lih. Pemahaman Iman GPIB Buku 1a, (2010), Hasil wawancara dengan Pdt. Wuwungan pada 26 November Hasil wawancara dengan Pdt. Adrian. Pitoy. pada 25 November

17 oleh GPIB sebagai wujud tindakan dalam mengatur dan mengantisipasi segala kemungkinan bentuk ketidakadilan sosial seperti halnya korupsi yang dapat terjadi dalam Gereja. 39 Peraturan Perbendaharaan GPIB mengandung 14 pasal yang secara keseluruhan mengatur keberlangsungan sistem Perbendaharaan di GPIB. Terkait dengan korupsi yang dipahami sebagai tindakan penyelewengan dan tindakan mengambil sesuatu yang bukan merupakan hak milik maka, GPIB menetapkan pasal no 4 dalam peraturan Perbendaharaan GPIB yang mengatur tentang Tata Laksana Pengelolaan seluruh harta milik GPIB berupa harta bergerak dan tidak bergerak. 40 Sekali lagi ditegaskan oleh Pitoy, Gereja tidak bisa mengindari diri dari sifat koruptif masyarakat, akan tetapi, menghindari diri dari korupsi dapat dilakukan. Oleh sebabnya, Gereja membutuhkan satu aturan yang menjadi pengontrol bagi sistem kerja GPIB. Dibuatlah pasal no 4 dalam aturan no 6 Tata Gereja sebagai wujud sikap yang positif dan tegas untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang tidak diinginkan dapat terjadi. Siapapun dan dalam kondisi apapun ketika ditemukan melakukan tindakan penyelewengan, penggelapan dan mengambil harta bergerak dan tidak bergerak milik Gereja, ditegaskan oleh Pitoy bahwa seseorang tersebut telah melakukan tindakan korupsi. 41 Menyadari panggilan Gereja sebagai sebuah institusi. Gereja membutuhkan transparansi dalam pengelolahan Perbendaharaann GPIB. Pasal no 6 yang mengatur tentang Sumber Penerimaan GPIB ditetapkan sebagai aturan yang baku dalam Tata Gereja Buku III menjadi bukti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kas GPIB diatur sedemikian rupa dalam pasal no 6 agar bisa dipertanggung jawabkan dengan baik. Kaihatu bercerita tentang kasus yang sekarang ini terjadi di GPIB yang juga telah terdengar oleh publik berkaitan dengan penggantian 39 Ibid. 40 Lih. Dalam Tata Gereja Buku III, tentang aturan no 6 Perbendaharaan GPIB, (2010), 41 Hasil wawancara dengan Pdt. Adriaan. Pitoy pada 25 November

18 tanah di wilayah belakang Gereja Imanuel oleh Dinas Perhubungan TNI Angkatan Darat. Kami tidak peduli berapa pun yang tentara berikan namun, yang menjadi perhatian kami ialah berapa jumlah yang tentara berikan tersebut bagi sinode GPIB tidak boleh dihilangkan satu sen pun tandas Kaihatu dengan tegas. 42 Bukan menjadi urusan kami berapa jumlah yang harus diberikan oleh tentara. Tetapi, ketika jumlah uang tersebut sudah sampai ke lingkungan Gereja hal tersebut telah menjadi tanggung jawab kami sebab, sudah terhitung sebagai Sumber Penerimaan Gereja yang diatur dalam pasal no 6, peraturan Perbendaharaan GPIB. Oleh sebabnya, jika tindakan menghilangkan terjadi ketika jumlah uang tersebut telah ada dalam lingkungan Gereja bagi Kaihatu hal tersebut dikatakan sebagai korupsi. 43 Jika benar seseorang didapatkan melakukan tindakan korupsi terhadap harta milik Gereja baik yang bergerak maupun tidak bergerak akan ditindak lanjuti berdasarkan pasal no 11, peraturan Perbendaharaan GPIB yang berisikan sanksi. 44 Pasal no 11 dibuat oleh GPIB dengan tujuan untuk menindaklanjuti apabila kedapatan dalam lingkungan Gereja dipraktekkannya tindakan korupsi atas harta milik Gereja bergerak dan tidak bergerak. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa persoalan korupsi turut disikapi oleh GPIB dalam dokumen-dokumen Gereja diantaranya dalam Pemahaman Iman GPIB dan Tata Gereja Buku III. Kesemuanya mencerminkan sikap kepedulian Gereja terhadap praktek ketidakadilan sosial yang sampai sekarang ini masih menjadi ancaman bagi negara dan bangsa terlebih bagi Gereja. Sikap-sikap teknis secara sistematis tersebut dibuat menjadi satu aturan yang baku oleh GPIB dengan tujuan menjalankan Gereja sebagai panggilan institusional secara tertib dan teratur sesuai dengan Kehendak Tuhan. 42 Hasil wawancara dengan Pdt. S. Th. Kaihatu pada 6 Desember Ibid. 44 Lih. Dalam Tata Gereja GPIB Buku III tentang Perbendaharaan GPIB, (2010), 53

19 7.3 Pembinaan Warga Jemaat Tindakan yang ditempuh oleh GPIB terhadap korupsi tidak hanya tertuang dalam dokumen-dokumen Gereja saja. Pitoy menguraikan, GPIB tegas dalam melakukan pembinaan terhadap warga jemaat melalui khotbah-khotbah mingguan bahkan juga di ibadah-ibadah kategorial lainnya.. 45 Untuk maksud dan tujuan pelaksanaan tugas pekabaran Injil, Gereja, berdasarkan tugas pengajaran mempersiapkan warganya melalui pembinaan warga Gereja. 46 Pembinaan Warga Gereja ditujukan untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus (Efs. 4:12). Selain melalui khotbah di ibadah minggu dan di ibadah-ibadah kategorial, kunjungan pastoral pun menjadi langkah aktif oleh GPIB dalam membina warga jemaat dan masyarakat. Kunjungan ini sifatnya pribadi antara pendeta (konselor) dengan konseli. Agar terciptanya suasana yang bebas, aktif dalam melakukan pastoralia. Kaihatu menandaskan, beberapa kali beliau melakukan kunjungan pastoral serta mengadakan ibadah dengan mengundang jemaatnya yang berstatus sebagai anggota DPR/DPRD bahkan pejabat dan pengusaha yang memiliki kedudukan penting dalam sebuah organisasi. Hal ini dilakukan kepada mereka, sebab bagi Kaihatu orang-orang seperti merekalah yang rentan bersinggungan dengan korupsi. 47 Tidak hanya itu GPIB juga mengadakan seminar yang berkaitan dengan isu-isu sosial sekarang ini. Hingga kini seminar tentang korupsi belum dilakukan oleh GPIB akan tetapi, seminar-seminar yang telah dilakukan sebelumnya oleh Gereja mengarahkan warga jemaat dan masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hati Tuhan seperti halnya memupuk ketidakadilan sosial dalam kehidupan bangsa dan negara. 48 Kaihatu juga 45 Hasil wawancara dengan Pdt. Adriaan. Pitoy pada 25 November Pemahaman Iman GPIB Buku 1a, (Jakarta: MS GPIB, 2010), Hasil wawancara dengan Pdt. S. Th. Kaihatu pada 6 Desember Hasil wawancara dengan Pdt. Adriaan. Pitoy pada 25 November

20 menambahkan, sejak masa sekolah minggu anak-anak sudah diajarkan dan dibina untuk menghindari hal-hal yang buruk seperti mencuri. Mungkin untuk pemahaman bahasa korupsi secara mendalam belum begitu dipahami oleh anak-anak akan tetapi esensi dari keduanya ialah sama. Ini dibuktikan dengan materi-materi pengajaran dan pembinaan GPIB. 49 GPIB menyadari tanggung jawabnya secara teologis dan sosiologis sehingga dibuatnyalah pembinaan terhadap warga jemaat dan masyarakat. Menjadi Gereja yang hidup dan dapat berjalan sesuai dengan Visi GPIB tidak hanya dilihat dari berapa banyak jumlah aturan yang dibuat untuk mengatur dan menata Gereja sebagai sebuah lembaga saja. Akan tetapi warga jemaat dan masyarakat membutuhkan pembinaan baik secara moral, spiritual sebagai pendidikan yang berharga demi menciptakan kesejahteraan bagi seluruh ciptaan-nya. 8. GPIB dalam Pergumulan Terhadap Korupsi Dari uraian tentang pemahaman dan sikap GPIB terhadap korupsi tidak bisa disangkal bahwa GPIB menyimpan sebuah harapan untuk masa depan Gereja yang lebih matang. Terkhusus dalam menghadapi setiap perubahan sosial yang terjadi akibat perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang bisa saja beberapa puluh tahun kedepan akan dijadikan sebagai tuhan bagi manusia. Mengingat akan hal itu, GPIB terus bergumul dengan keberadaannya di Indonesia yang diperhadapkan dengan berbagai masalah-masalah sosial yang kompleks seperti korupsi. Dalam alinea ketujuh pokok kedua tentang Gereja Pemahaman Iman GPIB: 50 Bahwa kendatipun Gereja terpanggil menghadirkan tanda-tanda Pemerintahan Allah 1) tetapi Gereja bukanlah Pemerintahan Allah itu sendiri. 49 Hasil wawancara dengan Pdt. S. Th.Kaihatu pada 6 Desember Pemahaman Iman GPIB Buku 1a,,

21 Oleh Ririhena, satu hal yang perlu dipahami bahwa Gereja hadir di dunia sebagai Garam dan Terang guna melanjutkan misi-nya. Otoritas tertinggi diberikan oleh-nya kepada Gereja sebagai sebuah lembaga yang ada di dunia bekerja dan melayani sekuat tenaga untuk menghadirkan tanda-tanda Pemerintahan Allah. Gereja memegang otorits tertinggi di dunia, tidak berarti bahwa Gereja ialah Pemerintahan Allah itu sendiri, tegas Ririhena. 51 Sekalipun Gereja tidak sama persis dengan Pemerintahan Allah akan tetapi Gereja adalah tanda dari kehadiran Pemerintahan Allah di atas bumi. Melalui dan di dalam Gereja Allah memperkenalkan kepada dunia suatu tatanan masyarakat baru berdasarkan pada nilai-nilai Kerajaan Allah, yakni: kebenaran, damai sejahtera dan sukacita (Roma.14:17). Apabila korupsi masih menjadi momok yang menakutkan bagi Gereja bagaimana warga jemaat dan masyarakat bisa merasakan damai sejahtera dan sukacita. Orang yang hidupnya masih dibelenggu dengan praktek-praktek ketidakadilan sosial sesungguhnya tidak merasakan sukacita dan damai. 52 Dan ketika orang belum merasakan sukacita dan damai sejahtera, secara tidak langsung belum sepenuhnya tercipta Pemerintahan Allah yang ditugaskan bagi Pemerintahan Gereja. Hal ini berarti Gereja memiliki tanggung jawab sosial yang besar, pergumulan yang cukup berat dalam menciptakan damai sejahtera dan sukacita bagi seluruh ciptaan-nya. Gereja harus sadar penuh bahwa, untuk menghilangkan sampai ke akar korupsi merupakan hal yang rumit bagi Gereja. Namun Gereja dapat meminimalisir korupsi dengan membentuk pribadi-pribadi warga jemaat dan masyarakat akan kesadaran praktek ketidakadilan sosial tersebut. 53 Tanda Pemerintahan Allah juga bagi Wuwungan ialah menjadi Garam dan Terang. Sebab itu merupakan misi-nya. Terang yang sejati adalah Allah dan firman-nya yang telah menyatakan Diri dalam Yesus Kristus. Gereja bukan Garam dan Terang. Tetapi Gereja diutus 51 Hasil wawancara dengan Pdt. Ruddy. I. Ririhena pada 27 November Ibid. 53 Ibid. 56

22 oleh Kristus Yesus untuk menjadi garam dan terang di dalam dunia (Matius 5:13-16). 54 Hal ini menjadi acuan kedepan bagi GPIB dalam menggumuli persoalan sosial seperti korupsi dengan lebih baik 9. Kesimpulan GPIB menyadari bahwa mereka ialah bagian integral dari Bangsa Indonesia. Hal ini pun diungkapkan secara tersirat dalam Pemahman Iman GPIB sebagai payung Teologi untuk mengeja-wantahkan Gereja Misioner. Lewat Pemahaman Iman juga Gereja bukan hanya memuji dan melayani Tuhan atau sekedar memperjelas jati diri mereka, melainkan juga menjelaskan bagi dunia siapa mereka, apa yang mereka percayai dan akui. Maka Pemahaman Iman juga memiliki signifikansi teologis dan eklesiologis, tetapi juga social politik. 55 Persoalan sosial seperti korupsi menjadi tanggung jawab Gereja dan bukan hanya pemerintah. Sejak berdirinya GPIB memaknai visinya untuk mewujudkan damai dan sejahtera bagi seluruh ciptaan-nya melalui dokumen-dokumen Gereja yang telah disahkan bahkan melalui pembinaan warga jemaat dan masyarakat. Semuanya dilakukan sebagai kerangka gerakan misionaris yang diemban oleh Gereja untuk menciptakan Pemerintahan Allah di atas bumi. Berangkat dari uraian tentang pemahaman dan sikap GPIB terhadap persoalan korupsi maka disimpulkan bahwa GPIB tidak membenarkan korupsi dalam bentuk dan alasan apapun. Sebab secara teologis korupsi merupakan tindakan ketidakadilan sosial yang tidak mencerminkan Pemerintahan Allah di atas bumi serta tidak menciptakan damai sejahtera dan sukacita bagi seluruh ciptaan-nya. Dilain pihak secara sosiologis korupsi merupakan tindakan yang merusak tatanan kehidupan sosial bangsa dan negara, merugikan secara ekonomi 54 Hasil wawancara dengan Pdt. O.E. Ch. Wuwungan pada 26 November Pemahaman Iman GPIB Buku 1a,,7. 57

23 Perbendaharaan sebuah instansi negeri dan swasta serta membutakan mata hati manusia yang berdampak pada rusaknya moral warga jemaat dan masyarakat. Bagi GPIB korupsi ialah tindakan yang tidak memanusiakan manusia. Sehingga siapapun yang melakukannya, akan disikapi oleh GPIB berdasarkan Pemahaman Iman GPIB, Tata Gereja GPIB dan pembinaan warga jemaat dan masyarakat melalui khotbah mingguan, pelayanan pastoral, kegiatan seminar bahkan khotbah-khotbah dalam ibadah kategorial. 58

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian BAB III Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB 1. Sejarah Singkat GPIB GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian dari GPI (Gereja Protestan Indonesia) yang dulunya bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI PASAL 13 : BADAN PENGURUS SINODE Badan Pengurus Sinode adalah pimpinan dalam lingkungan Sinode yang terdiri dari wakil-wakil jemaat anggota yang bertugas menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-alasan itulah surat ini

Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-alasan itulah surat ini Catatan: Bahan ini diambil dari http://www.sabda.org/sabdaweb/biblical/intro/?b=47, diakses tanggal 3 Desember 2012. Selanjutnya mahasiswa dapat melihat situs www.sabda.org yang begitu kaya bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat Dikutip dari buku: UCAPAN PAULUS YANG SULIT Oleh : Manfred T. Brauch Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara - Malang - 1997 Halaman 161-168 BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat Sama

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) TATA GEREJA GKPS 1 GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) Simalungun Protestant Christian Church Pimpinan Pusat : Pdt. Jaharianson Saragih, STh, MSc, PhD Sekretaris Jenderal : Pdt. El Imanson Sumbayak,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Bab ini merupakan pembahasan mengenai analisa suatu studi tentang peranan penatalayanan gereja di dalam usaha pencapaian kemandirian gereja dalam bidang dana di GPIB Kasih Karunia

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (4/6)

Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Juru Selamat dan Tuhan Kode Pelajaran : SYK-P04 Pelajaran 04 - YESUS ADALAH JURU SELAMAT DAN TUHAN DAFTAR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th. Dasar Kebersatuan Umat Kristen Efesus 2:11-22 Pdt. Andi Halim, S.Th. Bicara soal kebersatuan, bukan hanya umat Kristen yang bisa bersatu. Bangsa Indonesia pun bersatu. Ada semboyan Bhineka Tunggal Ika,

Lebih terperinci

MEMPERBAHARUI PIKIRAN KITA

MEMPERBAHARUI PIKIRAN KITA MEMPERBAHARUI PIKIRAN KITA Pengantar Pernahkah Anda berharap bahwa Tuhan tidak memberi kita kehendak bebas? Bahwa Ia mengendalikan saja pikiran kita? Bahwa kita dapat taat kepada-nya tanpa pergumulan atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya

Lebih terperinci

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN I Allah Tritunggal Kami percaya kepada satu Allah yang tidak terbatas, yang keberadaan-nya kekal, Pencipta dan Penopang alam semesta yang berdaulat; bahwa

Lebih terperinci

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS Gereja Tubuh Kristus GEREJA YESUS SEJATI Pusat Indonesia Jl. Danau Asri Timur Blok C3 number 3C Sunter Danau Indah Jakarta 14350 Indonesia Telp. (021) 65304150, 65304151 Faks.

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order Bacaan Alkitab hari ini: 1Tesalonika 1 HARI 1 MENJADI TELADAN Mengingat waktu pelayanan Rasul Paulus di Tesalonika amat singkat, mungkin kita heran saat

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 tentang J E M A A T Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1. Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. Data statistik keagamaan Kristen Protestan tahun 1992, memperlihatkan bahwa ada sekitar 700 organisasi 1 Kristen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kebebasan merupakan hal yang menarik bagi hampir semua orang. Di Indonesia, kebebasan merupakan bagian dari hak setiap individu, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

Dahulu Aku Seorang Pemimpin Buta Dari Orang Buta

Dahulu Aku Seorang Pemimpin Buta Dari Orang Buta Dahulu Aku Seorang Pemimpin Buta Dari Orang Buta Nama saya Salvatore Gargiulo. Saya bertobat kepada Injil Tuhan Yesus pada tahun 1977 dan saya sekarang melayani Dia di tempat yang sama di mana saya sebelumnya

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL Lenda Dabora Sagala STT Simpson Ungaran Abstrak Menghadapi perubahan sosial, Pendidikan Agama Kristen berperan dengan meresponi perubahan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik. BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam bab IV ini akan dipaparkan suatu refleksi teologis tentang PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Refleksi teologis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu PAK keluarga

Lebih terperinci

Seperti Musa, Paulus rela kehilangan keselamatannya sendiri untuk menyelamatkan bangsa Israel.

Seperti Musa, Paulus rela kehilangan keselamatannya sendiri untuk menyelamatkan bangsa Israel. Lesson 10 for December 9, 2017 Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. (Roma 9:1-2)

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI KUNCI MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI BAGI MEREKA YANG MEMBUAT KEPUTUSAN Saudara yang terkasih, pada waktu Saudara menerima Yesus Kristus menjadi Juruselamat pribadi,

Lebih terperinci

Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan...

Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan... Lesson 12 for December 23, 2017 ALLAH Roma 12:1-2 Roma 13:11-14 KEDATANGAN YESUS YANG KEDUA KALI HUKUM TAURAT Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan... GEREJA ORANG LAIN

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI KUNCI MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI BAGI MEREKA YANG MEMBUAT KEPUTUSAN Saudara yang terkasih, pada waktu Saudara menerima

Lebih terperinci

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PENDAHULUAN Allah tertarik pada anak-anak. Haruskah gereja berusaha untuk menjangkau anak-anak? Apakah Allah menyuruh kita bertanggung jawab terhadap anak-anak?

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitab (24-26)

Pertanyaan Alkitab (24-26) Pertanyaan Alkitab (24-26) Bagaimanakah orang Kristen Bisa Menentukan Dia Tidak Jatuh Dari Iman/Berpaling Dari Tuhan? Menurut Alkitab seorang Kristen bisa jatuh dari kasih karunia, imannya bisa hilang.

Lebih terperinci

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat GIDEON Kelapadua Depok TATA IBADAH MINGGU 18 Juni 2017

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat GIDEON Kelapadua Depok TATA IBADAH MINGGU 18 Juni 2017 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat GIDEON Kelapadua Depok TATA IBADAH MINGGU 18 Juni 2017 h a l, 1 PERSIAPAN Doa pribadi warga jemaat Pengenalan lagu-lagu yang akan dinyanyikan dalam

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

Seri Kedewasaan Kristen (3/6)

Seri Kedewasaan Kristen (3/6) Seri Kedewasaan Kristen (3/6) Nama Kursus   : ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) Nama Pelajaran : Bertanggung Jawab untuk Hidup Benar dan Menggunakan                 Karunia-karunia

Lebih terperinci

Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus

Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus Dalam pelajaran dua kita melihat pentingnya mengajar, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Sejarah pengajaran dalam Alkitab merupakan pedoman bagi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 3 SEPTEMBER 2017 Tema: MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH JEMAAT BERHIMPUN

LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 3 SEPTEMBER 2017 Tema: MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH JEMAAT BERHIMPUN LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 3 SEPTEMBER 2017 Tema: MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH PERSIAPAN - Umat bersaat teduh - Lonceng berbunyi - Penyalaan Lilin JEMAAT BERHIMPUN PANGGILAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN

BAB III HASIL PENELITIAN BAB III HASIL PENELITIAN Bab ini berisikan tentang pemaparan hasil hasil penelitian yang didapati oleh penulis. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian deskriptif kualitatif,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masehi Injili di Timor). Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) pada waktu

BAB I PENDAHULUAN. Masehi Injili di Timor). Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) pada waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) merupakan gereja yang dibentuk berdasarkan Keputusan Sidang Sinode Am ketiga Gereja Protestan di Indonesia (GPI) tahun

Lebih terperinci

KITAB PENGKHOTBAH 23 JULI 2012 GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI PDT. ALEX LETLORA.

KITAB PENGKHOTBAH 23 JULI 2012 GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI PDT. ALEX LETLORA. KITAB PENGKHOTBAH 23 JULI 2012 GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI PDT. ALEX LETLORA. PENDAHULUAN. Nama asli dalam bahasa Ibrani adalah Qo Helet, sedangkan bahasa Inggrisnya adalah Ecclesiastes. Qo Helet dapat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

Karunia Karunia Pelayanan Lainnya: 1 Melayani Mengajar Menasihati

Karunia Karunia Pelayanan Lainnya: 1 Melayani Mengajar Menasihati Karunia Karunia Pelayanan Lainnya: 1 Melayani Mengajar Menasihati Kita telah menyelesaikan penelaahan mengenai keempat karunia yang kita sebut karunia pelayanan. Walaupun daftar karunia-dalam Efesus 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan

Lebih terperinci

Seri Iman Kristen (10/10)

Seri Iman Kristen (10/10) Seri Iman Kristen (10/10) Nama Kursus : DASAR-DASAR IMAN KRISTEN Nama Pelajaran : Menang Atas Keinginan Daging Kode Pelajaran : DIK-P10 Pelajaran 10 - MENANG ATAS KEINGINAN DAGING DAFTAR ISI Teks Ayat

Lebih terperinci

Revelation 11, Study No. 38 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No.38, oleh Chris McCann

Revelation 11, Study No. 38 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No.38, oleh Chris McCann Revelation 11, Study No. 38 in Indonesian Language Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No.38, oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pemahaman Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu.

Lebih terperinci

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA 2.1. Manajemen Asset Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan menyelesaikan persoalan bersama-sama dengan orang lain dimana memahami bahwa setiap aktivitas

Lebih terperinci

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS BAB V REFLEKSI TEOLOGIS Menurut Kejadian 1:27, 1 pada dasarnya laki-laki dan perempuan diciptakan dengan keunikan masing-masing. Baik laki-laki dan perempuan tidak hanya diberikan kewajiban saja, namun

Lebih terperinci

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA MTPJ 13-19 Juli 2014 TEMA BULANAN: Berdemokrasi Dalam Ekonomi Yang Berkeadilan TEMA MINGGUAN : Kejujuran Sebagai Senjata Melawan Korupsi Bahan Alkitab: Keluaran 22:1-5; Kisah Para Rasul 5:1-11 ALASAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order HARI 1 JEJAK-JEJAK PEMURIDAN DALAM SURAT 1-2 TIMOTIUS Pendahuluan Surat 1-2 Timotius dikenal sebagai bagian dari kategori Surat Penggembalaan. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN

BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN Persembahan identik secara formal dengan memberikan sesuatu untuk Tuhan. Berkaitan dengan itu, maka dari penelitian dalam bab tiga, dapat disimpulkan bahwa, pemahaman

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG Pada Bab ini, penulis akan menggunakan pemahaman-pemahaman Teologis yang telah dikemukakan pada

Lebih terperinci

KEBENARAN SEDERHANA untuk ORANG PERCAYA BARU (Pertanyaan dan Jawaban)

KEBENARAN SEDERHANA untuk ORANG PERCAYA BARU (Pertanyaan dan Jawaban) KEBENARAN SEDERHANA untuk ORANG PERCAYA BARU (Pertanyaan dan Jawaban) EDISI KEDUA VERSI 2.0 Kata Pengantar Selama bertahun-tahun, umat Allah telah menggunakan sekumpulan pertanyaan dan jawaban untuk membantu

Lebih terperinci

Pertumbuhan Dalam Masyarakat

Pertumbuhan Dalam Masyarakat Pertumbuhan Dalam Masyarakat Pernahkah saudara memikirkan bagaimana seseorang bertumbuh? Seorang bayi yang memulai hidup ini hanya dapat menangis dan makan. Dalam waktu satu setengah tahun ia sudah dapat

Lebih terperinci

Pembaptisan Air. Pengenalan

Pembaptisan Air. Pengenalan Pembaptisan Air Pengenalan Penting sekali bagi kita membaca Alkitab dan mempelajari apa yang Tuhan katakan kepada umatnya. Saya percaya kita perlu meneliti Kitab Suci secara menyeluruh untuk mengetahui

Lebih terperinci

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 01 OKTOBER 2017 emaat GIDEON Kelapadua Depok l. Komjen Pol M. asin Kelapadua, Pasirgunung Selatan Ksatrian Amji Atak (Komp. BRIMOB POLRI) Kelapadua- h

Lebih terperinci

Hukum Taurat Atau Anugerah 1/4 Wednesday, 27 July 2011

Hukum Taurat Atau Anugerah 1/4 Wednesday, 27 July 2011 Hukum Taurat Atau Anugerah 1/4 Wednesday, 27 July 2011 Awal dan akhir dari Hukum Taurat Bab Satu Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada dibawah kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

HUKUM. (peran agama Kristen dalam rangka penegakan hukum yang adil dan benar).

HUKUM. (peran agama Kristen dalam rangka penegakan hukum yang adil dan benar). HUKUM (peran agama Kristen dalam rangka penegakan hukum yang adil dan benar). 1.KOMPETENSI SUBTANSI KAJIAN 2.INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1.Menganalisis situasi penegakan hukum di Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BUAH-BUAH ROH & KARUNIA ROH KUDUS

BUAH-BUAH ROH & KARUNIA ROH KUDUS MAKALAH 3 BUAH-BUAH ROH & KARUNIA ROH KUDUS Oleh Herlianto herlianto@yabina.org (Depok, Indonesia) ( Ya y a s a n b in a a w a m ) *) Makalah ini disampaikan dalam rangka Seminar Pneumatologi yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Hari Minggu XI sesudah Pentakosta 20 Agustus Tata Ibadah HIDUP ADIL DAN BENAR

Hari Minggu XI sesudah Pentakosta 20 Agustus Tata Ibadah HIDUP ADIL DAN BENAR Hari Minggu XI sesudah Pentakosta 20 Agustus 2017 Tata Ibadah HIDUP ADIL DAN BENAR PERSIAPAN - Doa pribadi warga jemaat - Prokantor mengajarkan jemaat menyanyikan lagu-lagu baru - Para pelayan berdoa di

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Masyarakat Karo terkenal dengan sikap persaudaraan dan sikap solidaritas yang sangat tinggi. Namun ironisnya sikap persaudaraan dan kekerabatan yang mewarnai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #34 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #34 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #34 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #34 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Dalam hidup ini mungkinkah kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki kebanggaan-kebanggaan yang tidak bernilai kekal? Mungkinkah orang Kristen

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 04 DESEMBER 2016 Jemaat GIDEON Kelapadua Depok Jl. Komjen Pol M. Jasin Kelapadua, Pasirgunung Selatan Ksatrian Amji Atak (Komp. BRIMOB POLRI) Kelapadua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

TEMA : JADILAH TELADAN DAN TERANG

TEMA : JADILAH TELADAN DAN TERANG Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) TEMA : JADILAH TELADAN DAN TERANG 17 September 2017 Jam 19.00 WIB Jemaat GIDEON Kelapadua Depok Jl. Komjen Pol M. Jasin Kelapadua, Pasirgunung Selatan

Lebih terperinci

Bisa. Mengajar. Merupakan Pelayanan

Bisa. Mengajar. Merupakan Pelayanan Mengajar Bisa Merupakan Pelayanan Tahukah saudara bahwa Allah menginginkan saudara menjadi guru? Dalam pelajaran ini saudara akan belajar bahwa demikianlah halnya. Saudara akan belajar mengapa Allah menghendaki

Lebih terperinci

Taurat dan Kasih Karunia Allah Roma 7:13-26 Pdt. Andi Halim, S.Th.

Taurat dan Kasih Karunia Allah Roma 7:13-26 Pdt. Andi Halim, S.Th. Taurat dan Kasih Karunia Allah Roma 7:13-26 Pdt. Andi Halim, S.Th. Bagian ini adalah bagian yang sering ditafsir berbeda-beda. Watchman Nee, seorang penginjil di Tiongkok, menafsirkan bahwa orang yang

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Gereja Kristen Protestan Indonesia atau yang sering disingkat dengan nama GKPI adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di dunia ini. Sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat. BAB IV ANALISA GPIB adalah sebuah gereja yang berasaskan dengan sistem presbiterial sinodal. Cara penatalayanan dengan sistem presbiterial sinodal selalu menekankan: 1. Penetapan kebijakan oleh presbiter

Lebih terperinci

TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017

TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat GIDEON Kelapadua Depok TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017 h a l, 1 PERSIAPAN Doa pribadi warga jemaat Pengenalan lagu-lagu

Lebih terperinci

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 14 Agustus 2016 Jemaat GIDEON Kelapadua Depok Jl. Komjen Pol M. Jasin Kelapadua, Pasirgunung Selatan Ksatrian Amji Atak (Komp. BRIMOB POLRI) Kelapadua

Lebih terperinci

TAHUN AYIN ALEPH. Minggu I. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

TAHUN AYIN ALEPH. Minggu I. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. TAHUN AYIN ALEPH Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Matius 6:33) Minggu I Pada tanggal 8 September 2010, kalender orang Yahudi berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Seksualitas merupakan pemberian dari Allah. Artinya bahwa Allah yang membuat manusia bersifat seksual. Masing-masing pribadi merupakan makhluk seksual

Lebih terperinci

GKI MENGALAMI PEMBARUAN BUDI Roma 12:1-2

GKI MENGALAMI PEMBARUAN BUDI Roma 12:1-2 GKI MENGALAMI PEMBARUAN BUDI Roma 12:1-2 Tata Ibadah Minggu GKI Kebayoran Baru 27 AGUSTUS 2017 PERSIAPAN a. Saat Teduh b. Sebelum ibadah dimulai, organis/pianis memainkan lagu-lagu gerejawi. c. Lonceng

Lebih terperinci

-AKTIVITAS-AKTIVITAS

-AKTIVITAS-AKTIVITAS KEHIDUPAN BARU -AKTIVITAS-AKTIVITAS BARU Dalam Pelajaran Ini Saudara Akan Mempelajari Bagaimanakah Saudara Mempergunakan Waktumu? Bila Kegemaran-kegemaran Saudara Berubah Kegemaran-kegemaran Yang Baru

Lebih terperinci

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF Kemiskinan adalah suatu masalah besar dan serius yang sedang terjadi ditengahtengah kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak

Lebih terperinci

KELAHIRAN KRISTUS YANG AJAIB

KELAHIRAN KRISTUS YANG AJAIB KELAHIRAN KRISTUS YANG AJAIB Pdt. William Liem Matius 1:18-25 18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu- Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus,

Lebih terperinci

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 01 April 2018 ( Jam 16.00 Wib) Jemaat GIDEON Kelapadua Depok Jl. Komjen Pol M. Jasin Kelapadua, Pasirgunung Selatan Ksatrian Amji Atak (Komp. BRIMOB POLRI)

Lebih terperinci

KEBENARAN SEDERHANA untuk yang BARU PERCAYA. (Pertanyaan dan Jawaban)

KEBENARAN SEDERHANA untuk yang BARU PERCAYA. (Pertanyaan dan Jawaban) KEBENARAN SEDERHANA untuk yang BARU PERCAYA (Pertanyaan dan Jawaban) 1 TUHAN, MANUSIA DAN DOSA * Q. 1 Siapakah yang membuat anda? A. Tuhan yang membuat kita. Kejadian 1:26,27; Kejadian 2:7 Q. 2 Apa lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara

Lebih terperinci

GPIB Immanuel Depok Minggu, 31 Januari 2016 TATA IBADAH MINGGU IV SESUDAH EPIFANI

GPIB Immanuel Depok Minggu, 31 Januari 2016 TATA IBADAH MINGGU IV SESUDAH EPIFANI PERSIAPAN : TATA IBADAH MINGGU IV SESUDAH EPIFANI Doa Pribadi Latihan Lagu-lagu baru Doa para Presbiter di Konsistori (P.1.) UCAPAN SELAMAT DATANG P.2. Selamat pagi/sore dan selamat beribadah di hari Minggu

Lebih terperinci