BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Yogyakarta Berdasarkan Sifat Materinya ini dilakukan di tiga SMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Yogyakarta Berdasarkan Sifat Materinya ini dilakukan di tiga SMA"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dengan judul Ragam Pertanyaan Peserta Didik dalam Pembelajaran Biologi SMA Negeri Kelas XI Pelaksana Kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta Berdasarkan Sifat Materinya ini dilakukan di tiga SMA Negeri yaitu SMA 2 (SMA A), SMA 3 (SMA B), dan SMA 8 (SMA C). Observasi pada ketiga SMA tersebut menghasilkan data sebanyak 330 pertanyaan dari 15 kali pertemuan dengan jumlah 30 jam pembelajaran biologi. Durasi 1 jam pelajaran pada masing-masing sekolah adalah 45 menit. Pertanyaan peserta didik muncul pada saat guru menyampaikan materi di kelas, praktikum, atau pada saat presentasi oleh peserta didik. Hasil observasi materi pelajaran di sekolah yaitu meliputi materi sistem indra, zat adiktif, sistem saraf, sistem hormon, kandungan minuman dalam kemasan, dan sistem imun. Materi pelajaran selanjutnya dibagi dua berdasarkan sifat materinya yaitu materi yang fenomena yang dapat diamati dan fenomena yang tidak dapat diamati secara langsung menggunakan panca indra. Materi pembelajaran yang fenomenanya dapat diamati secara langsung yaitu materi sistem indra, zat adiktif, dan sistem saraf. Sedangkan materi pembelajaran yang fenomenanya tidak dapat diamati secara langsung yaitu sistem hormon, kandungan minuman dalam kemasan, dan sistem imun. Total pertanyaan peserta didik dapat dilihat pada tabel berikut. 47

2 Tabel 2. Rekap Data Pertanyaan Peserta Didik pada Pembelajaran Biologi SMA Negeri Kelas XI Pelaksana Kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta Materi Pelajaran Dapat Diamati Secara Langsung Sifat Materi Tidak Dapat Diamati Secara Langsung Kegiatan Pembelajaran Jumlah Jam Pelajaran Jumlah Pertanyaan Presentasi, mengerjakan Sistem Indra LKS, menonton video mata, dan tanya jawab 193 Praktikum uji buta warna 2 6 Zat Adiktif Presentasi dan tanya jawab 4 56 Sistem Saraf Presentasi dan tanya jawab 2 36 Praktikum uji patella Sistem Mengerjakan LKS dan Hormon tanya jawab 2 15 Kandungan Presentasi dan tanya jawab Minuman Kemasan 2 10 Sistem Imun Diskusi video cara kerja sistem imun manusia 4 14 Total Berdasarkan tabel 2, kegiatan pembelajaran dan alokasi waktu tiap materi berbeda-beda. Materi sistem indra mempunyai alokasi waktu yang paling banyak dengan kegiatan pembelajaran berupa presentasi, praktikum uji buta warna, mengisi LKS (Lembar Kerja Siswa), dan menonton video bagianbagian mata. Materi zat adiktif menggunakan kegiatan pembelajaran berupa presentasi. Materi sistem saraf menggunakan kegiatan pembelajaran berupa presentasi dan praktikum uji refleks patela. Materi sistem hormon menggunakan kegiatan pembelajaran berupa presentasi dan tanya jawab. Materi kandungan minuman kemasan menggunakan kegiatan pembelajaran berupa presentasi dan tanya jawab. Materi sistem imun menggunakan dua 48

3 Persentase kegiatan pembelajaran berupa yaitu presentasi dan diskusi video cara kerja sistem imun manusia. 1. Gambaran Umum Pertanyaan Peserta Didik Hasil analisis menunjukkan bahwa pertanyaan pembelajaran biologi di sekolah menengah atas pelaksana kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta dapat dikategorikan ke dalam pertanyaan ranah kognitif, afektif, dan keterampilan proses sains. Sebagian pertanyaan lainnya tidak termasuk ke dalam ketiga jenis pertanyaan tersebut yaitu dikategorikan sebagai pertanyaan tidak tergolong. Persentase pertanyaan pada masing-masing ranah dapat dilihat pada grafik berikut ini. Persentase Pertanyaan Tiap Ranah 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 70.94% 15.31% 3.75% Kognitif Afektif Keterampilan Proses Sains Ranah 10.00% Tidak Tergolong Gambar 5. Grafik Persentase Pertanyaan Peserta Didik Tiap Ranah Hasil analisis ragam pertanyaan peserta didik dalam pembelajaran biologi SMA Negeri pelaksana kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta 49

4 Jumlah Pertanyaan berdasarkan gambar 5 menunjukkan bahwa pertanyaan yang paling sering muncul yaitu ranah kognitif. Pertanyaan ranah kognitif mendominasi dibandingkan ranah afektif dan ranah keterampilan proses sains. Pertanyaan yang paling sedikit ditanyakan yaitu ranah keterampilan proses sains yang bahkan jauh lebih sedikit dibandingkan pertanyaan tidak tergolong. Penelitian dilakasanakan masing-masing sebanyak lima kali pertemuan di tiap sekolah. Pada masing-masing sekolah peneliti mendapatkan materi yang berbeda-beda sesuai dengan kebijakan tiap guru. Analisis data menggunakan alokasi waktu perpertemuan sehingga didapatkan perbandingan pertanyaan tiap materi sebagai berikut. Perbandingan Banyaknya Pertanyaan Tiap Jam Sistem Indra Zat Adiktif 11 Sistem Saraf 8 Sistem Hormon 5 Kandungan Minuman Kemasan 4 Sistem Imun Gambar 6. Perbandingan Banyaknya Pertanyaan Tiap Jam pada Masing-masing Materi Berdasarkan gambar 6 di atas terlihat bahwa pertanyaan tertinggi pada materi sistem indra dan zat adiktif. Di urutan selanjutnya yaitu materi sistem saraf, sistem hormon, dan kandungan minuman kemasan. Sedangkan pertanyaan paling sedikit yaitu pada materi sistem imunitas. 50

5 Jumlah Pertanyaan 2. Pertanyan Peserta Didik pada Tiap Materi Pelajaran Pertanyaan peserta didik beraneka ragam. Pada masing-masing materi karakteristik pertanyaan berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya, maka pertanyaan peserta didik dianalisis berdasarkan tiap materi. a. Materi Sistem Indra Sistem indra merupakan materi yang diajarkan di ketiga sekolah tersebut. Akan tetapi, alokasi waktu berbeda-beda. Alokasi waktu pada masing-masing sekolah yaitu SMA A sebanyak lima pertemuan, SMA B sebanyak tiga pertemuan, dan SMA C sebanyak dua pertemuan. Hal ini dikarenakan pencapaian tiap sekolah dan kelas berbeda-beda. Kegiatan pembelajarannya yaitu presentasi tiap kelompok dan praktikum uji buta warna. Sebaran pertanyaan sistem indra dapat dilihat pada grafik berikut. Jumlah Pertanyaan Sistem Indra C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Jenjang Kognitif Jenjang Afektif Keterampilan Proses Sains TT Gambar 7. Sebaran Pertanyaan pada Materi Sistem Indra Berdasarkan gambar 7 di atas terlihat bahwa pertanyaan ranah kognitif paling banyak dibandingkan ranah afektif, ranah keterampilan proses sains, dan tidak tergolong (TT). Pertanyaan kognitif tersebar dari C1-51

6 C6 dengan jumlah yang berbeda-beda. Pertanyaan kognitif paling tinggi berada pada C2 yaitu pertanyaan seputar pemahaman diikuti dengan C1 yaitu tentang pengetahuan. Pertanyaan C3 (mengaplikasikan) dan C4 (menganalisis) menempati urutan berikutnya. Sedangkan pertanyaan C5 (mengevaluasi) dan C6 (mambuat) masing-masing hanya ada satu pertanyaan dari 13 pertemuan. Pembelajaran di kelas melalui kegiatan presentasi dari peserta didik dan dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Kegiatan pembelajaran ini memperbesar kemungkinan pertanyaan ranah afektif muncul. Pertanyaan ranah afektif paling tinggi pada A2 (responding). Pertanyaan afektif biasanya diajukan oleh presenter, seperti Ada pertanyaan?. Pertanyaan tersebut dijuakan presenter kepada teman-teman kelas untuk memulai diskusi. Urutan pertanyaan berikutnya yaitu A1 (receiving), A4 (organization), dan A3 (valuing). Sedangkan pertanyaan A5 (characterization) sama sekali tidak muncul. Pertanyaan pada ranah keterampilan proses sains jarang sekali muncul, bahkan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pertanyaan tidak tergolong (TT). Pertanyaan ranah keterampilan proses sains hanya muncul di K1 (mengobservasi/mengamati) dan K5 (merencanakan penelitian/eksperimen). Pertanyaan K1 lebih banyak dibandingkan pertanyaan K5. 52

7 Jumlah Pertanyaan b. Materi Zat Adiktif Materi zat adiktif hanya diajarkan di SMA A. Materi ini diajarkan sebanyak empat kali pertemuan dengan alokasi waktu satu jam pelajaran. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan presentasi tiap kelompok, dan teman-teman yang lainnya sebagai peserta diskusi. Sebaran pertanyaan materi zat adiktif dapat dilihat pada grafik berikut. Jumlah Pertanyaan Zat Adiktif C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Jenjang Kognitif Jenjang Afektif Keterampilan Proses Sains TT Gambar 8. Sebaran Pertanyaan pada Materi Zat Adiktif Di samping materi sistem indra, materi zat adiktif merupakan materi yang pertanyaannya paling banyak muncul. Berdasarkan gambar 8 di atas, pertanyaan hanya muncul pada ranah kognitif dan afektif sedangkan pertanyaan yang lain tidak tergolong. Pertanyaan yang mendominasi yaitu ada pada ranah kognitif. Pertanyaan C1 (mengingat) paling banyak muncul. Kemudian disusul dengan pertanyaan C3 (mengaplikasikan), C2 (memahami), dan paling sedikit C4 (menganalisis). 53

8 Pembelajaran materi zat adiktif dilakukan melalui kegiatan presentasi dari peserta didik dan dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Kegiatan pembelajaran ini memperbesar kemungkinan pertanyaan ranah afektif muncul. Pertanyaan ranah afektif paling tinggi pada A2 (responding). Pertanyaan afektif biasanya diajukan oleh presenter, seperti Ada pertanyaan?. Pertanyaan tersebut diajuakan presenter kepada teman-teman kelas untuk memulai diskusi. Urutan pertanyaan berikutnya yaitu A1 (receiving), dan A3 (valuing) kemudian disusul pertanyaan A4 (organization). Sedangkan pertanyaan A5 (characterization) sama sekali tidak muncul. c. Materi Sistem Saraf Materi sistem saraf hanya diajarkan di SMA C. Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga pertemuan. Alokasi waktu materi sistem saraf yaitu satu pertemuan dengan dua jam pelajaran digunakan untuk presentasi materi oleh kelompok yang bertugas. Kegiatan yang digunakan yaitu presentasi materi sistem saraf oleh kelompok yang bertugas dan teman-teman yang lainnya sebagai peserta. Dua pertemuan berikutnya dilakukan praktikum uji refleks patela dengan masing-masing satu jam pelajaran. Jumlah pertanyaan pada materi sistem saraf dapat dilihat pada grafik berikut. 54

9 Jumlah Pertanyaan Jumlah Pertanyaan Sistem Saraf C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Jenjang Kognitif Jenjang Afektif Keterampilan Proses Sains TT Gambar 9. Sebaran Pertanyaan pada Materi Sistem Saraf Pertanyaan pada sistem saraf berdasarkan gambar 9 muncul di ranah kognitif, afektif, dan ranah keterampilan proses sains, dan beberapa pertanyaan lainnya yang tidak tergolong. Pertanyaan ranah kognitif tersebar di C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (mengaplikasikan), dan C4 (menganalisis). Pertanyan tertinggi yaitu C4, kemudian disusul pertanyaan jenjang C2, dan C1. Sedangkan pertanyaan ranah kognitif yang paling sedikit ada pada jenjang C3. Pertanyaan ranah afektif hanya muncul seputar jenjang A2 (responding) dan A4 (organization). Pertanyaan paling banyak ditanyakan yaitu seputar A2. Sedangkan pertanyaan berikutnya yang muncul yaitu pertanyaan jenjang A4. Pertanyaan ranah keterampilan proses sains muncul pada saat praktikum uji reflek patela. Pertanyaan yang muncul yaitu seputar jenjang K5. Pada jenjang K5 membahas perencanaan penelitian. Peserta didik 55

10 JUmlah Pertanyaan menanyakan seputar menentukan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang diteliti, variabel penelitian, dan prosedur penelitian. d. Materi Sistem Hormon Materi sistem hormon hanya diajarkan di SMA B. Alokasi waktunya yaitu satu pertemuan dengan dua kali jam pembelajaran. Kegiatan pembelajarannya yaitu menggunakan LKS (Lembar Kerja Siswa) mengenai macam-macam hormon yang dibuat oleh guru. Peserta didik diminta untuk mengisi LKS kemudian dilanjutkan konfirmasi dari guru dengan tanya jawab. Keseluruhan pertanyaan peserta didik terangkum dalam grafik berikut ini. Jumlah Pertanyaan Sistem Hormon C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 3 Jenjang Kognitif Jenjang Afektif Keterampilan Proses Sains TT Gambar 10. Sebaran Pertanyaan Materi Sistem Hormon Pertanyaan kognitif berdasarkan gambar 10 mendominasi yang tersebar di jenjang C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C4 (menganalisis). Pertanyaan paling tinggi yaitu pada jenjang C4 yaitu mengenai menguraikan permasalahan atau objek ke dalam unsur-unsurnya 56

11 dan bagaimana keterkaitan antar unsur tersebut. Pertanyaan jenjang kognitif rendah yaitu C1 dan C2 menempti urutan selanjutnya. Pertanyaan ranah afektif sama sekali tidak muncul. Sedangkan pertanyaan pada ranah keterampilan proses sains hanya muncul pada jenjang K1. Pertanyaan K1 seputar keterampilan ilmiah yang mendasar yaitu mengobservasi atau mengamati. Sedangkan pertanyaan yang lainnya termasuk pertanyaan tidak tergolong. e. Materi Kandungan pada Minuman Kemasan Materi kandungan minuman dalam kemasan yaitu membahas seputar bahan-bahan yang terkandung pada minuman kemasan. Pembelajaran materi kandungan minuman dalam kemasan hanya diajarkan di SMA B. Alokasi waktunya yaitu satu kali pertemuan dengan dua jam pelajaran. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok minuman kaca dan minuman kaleng. Kegiatan pembelajaran pada materi kandungan minuman kemasan dimulai dengan tugas mencatat kandungan minuman kemasan yang ada di pasaran. Pada pertemuan berikutnya, peserta didik mempresentasikan di depan kelas dan dilanjutkan dengan tanya jawab. Beberapa pertanyaan yang muncul terlihat pada grafik berikut. 57

12 Jumlah Pertanyaan Jumlah Pertanyaan Kandungan Minuman Kemasan C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Jenjang Kognitif Jenjang Afektif Keterampilan Proses Sains TT Gambar 11. Sebaran Pertanyaan Materi Kandungan Minuman Kemasan Berdasarkan gambar 11 di atas, pertanyaan muncul pada ketiga ranah dengan sebaran yang berbeda-beda. Pada jenjang kognitif pertanyaan muncul pada C1-C5. Presentasi tertinggi berada pada C1 (mengingat) dan C4 (menganalisis). Diikuti dengan C2 (memhami) dan C3 (mengaplikasikan). Sedangkan C6 yaitu mengenai create atau membuat sama sekali tidak muncul. Pertanyaan pada ranah afektif hanya muncul di jenjang A2 yaitu meminta respon (responding). Pada pertanyaan keterampilan proses sains hanya muncul pertanyaan jenjang K1. Pertanyaan K1 yaitu mengenai proses mengamati/mengobservasi. Semenatara itu beberapa pertanyaan termasuk tidak tergolong. f. Materi Sistem Imunitas Materi sistem imunitas hanya diajarkan di SMA C. Pengambilan data dilakukan sebanyak dua pertemuan dengan masing-masing dua jam 58

13 Jumlah Pertanyaan pelajaran pada kelas yang berbeda. Kegiatan pembelajaran yang digunakan pada kedua kelas pun berbeda. Kelas pertama pembelajaran diawali dengan menonton video bagaimana sistem imun bekerja. Selanjutnya dibuka kesempatan untuk peserta didik bertanya. Pada kelas kedua dilakukan presentasi materi sistem imun oleh kelompok yang bertugas dan temanteman yang lainnya sebagai peserta. Dari presentasi dari peserta didik inilah yang memungkinkan pertanyaan dari presenter dan dari peserta diskusi. Pertanyaan materi sistem imun dapat dilihat pada grafik berikut ini. Jumlah Pertanyaan Sistem Imunitas C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Jenjang Kognitif Jenjang Afektif Keterampilan Proses Sains TT Gambar 12. Sebaran Pertanyaan Sistem Imunitas Jumlah pertanyaan pada materi sistem imunitas merupakan yang terkecil dibandingkan dengan materi yang lainnya. Pada materi sistem imunitas, berdasarkan gambar 12 pertanyaan hanya muncul pada ranah kognitif dan afektif. Pertanyaan kognitif yaitu seputar C1-C4. Walaupun jumlah pertanyaan sedikit, namun pertanyaan yang mendominasi pada jenjang C3 (mengaplikasikan) dan C4 (menganalisis). Kemudiaan disusul dengan pertanyaan kognitif tingkat rendah yaitu seputar jenjang C2 (mengingat) dan C1 (memahami). Sedangkan pertanyaan ranah afektif, 59

14 Jumlah Pertanyaan pertanyaan hanya muncul pada jenjang A2 yaitu pertanyaan peserta didik yang meminta respon. 3. Pertanyaan Peserta Didik Berdasarkan Sifat Materi Jumlah pertanyaan tiap materi selanjutnya dianalisis kembali berdasarkan sifat materi biologi. Pertanyaan dibagi menjadi materi yang fenomenanya dapat diamati secara langsung dan tidak dapat diamati secara langsung. Penjelasan selengkapnya sebagai berikut. a. Materi yang Fenomenanya Dapat Diamati Secara Langsung Materi yang fenomenanya dapat diamati secara langsung yaitu materi sistem indra, zat adiktif, dan sistem saraf. Pertanyaan digolongkan menjadi ranah kognitif, afektif, dan keterampilan proses sains. Sementara itu, beberapa pertanyaan termasuk pertanyaan tidak tergolong. Total pertanyaan sifat materi yang fenomenanya dapat diamati secara langsung dapat dilihat pada grafik berikut Total Pertanyaan Materi yang Fenomenanya Dapat Diamati Secara Langsung Gambar 13. Sebaran Pertanyaan Sifat Materi yang Fenomenanya Dapat Diamati Secara Langsung C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Jenjang Kognitif Jenjang Afektif Keterampilan Proses Sains TT 27

15 Jumlah Pertanyaan b. Materi yang Fenomenanya Tidak Dapat Diamati Secara Langsung Materi yang fenomenanya tidak dapat diamati secara langsung yaitu sistem hormon, kandungan minuman kemasan, dan sistem imun. Pertanyaan digolongkan menjadi ranah kognitif, afektif, dan keterampilan proses sains. Sementara itu, beberapa pertanyaan termasuk pertanyaan tidak tergolong. Total pertanyaan sifat materi yang fenomenanya tidak dapat diamati secara langsung dapat dilihat pada grafik berikut Total Pertanyaan Materi yang Fenomenanya Tidak Dapat Diamati Secara Langsung Gambar 14. Sebaran Pertanyaan Sifat Materi yang Fenomenanya Tidak Dapat Diamati Secara Langsung C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Jenjang Kognitif Jenjang Afektif Keterampilan Proses Sains TT 4 Materi yang fenomenanya tidak dapat diamati secara langsung berdasarkan gambar 14 muncul pada semua ranah. Pada ranah kognitif, pertanyaan muncul pada jenjang C1-C5. Pertanyaan yang mendominasi yaitu C4 (menganalisis), disusul dengan C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (mengaplikasikan). Sementara itu jenjang C5 (mengevaluasi) hanya muncul satu pertanyaan. 61

16 Pertanyaan afektif hanya muncul pada jenjang A2. Pertanyaan jenjang A2 yaitu responding atau meminta respon. Pertanyaan peserta didik dapat diajukan kepada guru atau kepada peserta didik lainnya pada proses pembelajaran di kelas. Sementara itu, pertanyaan keterampilan proses sains hanya muncul pada jenjang K1. Pertanyaan K1 yaitu pertanyaan seputar kegiatan mengobservasi atau mengamati. Beberapa pertanyaan yang lainnya termasuk pertanyaan tidak tergolong. B. Pembahasan Proses belajar mengajar adalah kesatuan dua proses antara peserta didik yang belajar dan guru yang membelajarkan. Interaksi antar proses belajar oleh peserta didik dan membelajarkan oleh guru diharapkan dapat terjalin interaksi yang saling menunjang agar hasil belajar peserta didik dapat tercapai secara optimal lewat proses belajar mengajar tersebut (Nuryani, 2005: 5). Salah satu interaksi antara guru dan peserta didik tertuang dalam sebuah pertanyaan. Pertanyaan merupakan pintu gerbang pengetahuan. Dillon (Ari Widodo, 2006: 141) berpendapat bahwa peserta didiklah yang harus banyak bertanya sebab peserta didiklah yang sesungguhnya belajar. Pada penelitian ini terbukti bahwa pada pembelajaran pasti muncul pertanyaan dari peserta didik. Hal ini juga didukung oleh lingkungan ketiga sekolah yang menerapkan kurikulum Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan 62

17 pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran salah satunya adalah menggali informasi melalui bertanya. Pertanyaan peserta didik yang muncul mencangkup ranah kognitif, afektif, dan keterampilan proses sains. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pertanyaan pada ketiga ranah tersebut dikembangkan sebagai usaha mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Sementara itu, beberapa pertanyaan selain ranah kognitif, afektif, dan keterampilan proses sains termasuk pertanyaan yang tidak tergolong. Sesuai dengan pernyataan Ari Widodo (2006: 3) bahwa peserta didik yang bertanya biasanya memiliki tiga tujuan, yaitu untuk mendapatkan penjelasan, sebagai ungkapan rasa ingin tahu, atau bahkan sekedar untuk mendapatkan perhatian. Beberapa pertanyaan yang tidak tergolong dapat merupakan salah satu usaha peserta didik untuk mendapatkan perhatian. Materi pembelajaran biologi pada ketiga sekolah berbeda-beda sesuai dengan kebijakan guru. Berdasarkan rekap data pada tabel 2, materi yang diajarkan yaitu meliputi materi sistem indra, zat adiktif, sistem saraf, sistem hormon, kandungan minuman kemasan, dan sistem imun. Kegiatan pembelajaran dan alokasi waktu tiap materi berbeda-beda. Materi sistem indra 63

18 mempunyai alokasi watu yang paling banyak dengan kegiatan pembelajaran berupa presentasi, praktikum uji buta warna, mengisi LKS (Lembar Kerja Siswa), dan menonton video bagian-bagian mata. Materi zat adiktif menggunakan kegiatan pembelajaran berupa presentasi. Materi sistem saraf menggunakan kegiatan pembelajaran berupa presentasi dan praktikum uji refleks patela. Materi sistem hormon menggunakan kegiatan pembelajaran berupa presentasi dan tanya jawab. Materi kandungan minuman kemasan menggunakan kegiatan pembelajaran berupa presentasi dan tanya jawab. Materi sistem imun menggunakan dua kegiatan pembelajaran berupa presentasi dan diskusi video cara kerja sistem imun manusia. Realita materi biologi tidak terlepas dari sekumpulan pengetahuan di lingkungan sekitar kita. Cara mendapatkan pengetahuan tersebut yaitu dengan mengamati fenomena yang terjadi. Sifat materi pelajaran biologi ada yang fenomenanya dapat diamati secara langsung dengan panca indra, ada yang tidak. Pada penelitian ini yang dimaksud sifat materi yaitu fenomena biologi yang dapat diamati secara langsung dan tidak dapat diamati secara langsung menggunakan panca indra pada proses pembelajaran di kelas saat penelitian berlangsung. Materi sistem indra, zat adiktif, dan sistem saraf termasuk materi yang fenomenanya dapat diamati panca indra secara langsung. Sementara itu, materi sistem hormon, kandungan minuman dalam kemasan, dan sistem imun termasuk materi yang tidak bisa diamati panca indra secara langsung. Materi pelajaran yang fenomenanya tidak dapat ditangkap panca indra secara langsung 64

19 biasanya akan diberi label materi abstrak. Peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA) berusia tahun sehingga perkembangan intelektualnya berada dalam tahap operasional formal. Menurut Jean Piaget (Dwi Siswoyo, 2007: ), pada tahap operasional formal peserta didik telah memiliki kemampuan untuk mempelajari materi pelajaran yang abstrak. Pertanyaan peserta mengilustrasikan adanya ketertarikan peserta didik pada topik yang dipelajari (Martin et al, 2005: 248). Kunci utama dalam pembelajaran menurut Carin & Sund (1964: 42) adalah ketertarikan akan materi yang sedang dibahas sehingga menstimulasi peserta didik untuk berpikir. Analisis pertanyaan peserta didik berdasarkan sifat materi sangat penting dilaksanakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap proses pembelajaran. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran biologi sehingga lebih efektif dalam mencapai tujuan pendidikan. Pertanyaan peserta didik berdasarkan sifat materinya dikelompokkan berdasarkan ranah kognitif, afektif, dan keterampilan proses sains. 1. Pertanyaan Ranah Kognitif Pertanyaan kognitif yaitu peserta didik bertanya seputar ranah pengetahuan. Menurut gambar 5 pertanyaan kognitif merupakan pertanyaan yang sering muncul. Pertanyaan kognitif menjadi fokus utama karena orientasi belajar peserta didik lebih mengutamakan pencapaian ranah kognitif. Hal ini sesuai dengan Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian 65

20 Pendidikan diketahui bahwa pencapaian hasil belajar peserta didik banyak diukur menggunakan ujian maupun tes seperti ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah yang berbentuk ujian kognitif. Pertanyaan pada materi yang fenomenanya bisa ditangkap panca indra langsung yaitu materi sistem indra, zat adiktif, dan sistem saraf. Pertanyaan kognitif yang muncul berdasarkan gambar 13 menunjukkan bahwa pertanyaan tersebar pada jenjang C1-C6. Pertanyaan yang biasanya ditanyakan yaitu seputar C1 (menginat) dan C2 (memahami), dilanjutkan dengan pertanyaan jenjang C3 (mengaplikasikan) dan C4 (menganalisis). Sedangkan jenjang C5 (mengevaluasi) dan C6 (membuat) hanya ada satu pertanyaan pada materi sistem indra. Materi biologi yang fenomenanya tidak bisa ditangkap panca indra langsung yaitu materi sistem hormon, kandungan minuman dalam kemasan, dan materi sistem imun. Berdasarkan gambar 14 jumlah pertanyaan pada materi ini tidak sebanyak materi yang fenomenanya bisa ditangkap panca indra langsung. Pertanyaan tersebar pada jenjang C1 (menginat), C2 (memahami), C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), dan C5 (mengevaluasi). Walaupun pertanyaannya sedikit, namun pada materi dengan sifat fenomena yang tidak mudah ditangkap panca indra pertanyaan yang mendominasi berada pada level tinggi. Berdasarkan gambar 10, 11, dan 12 pertanyaan C4 (menganalisis) merupakan pertanyaan yang mendomiasi di ketiga materi. 66

21 Pertanyaan C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (mengaplikasikan) termasuk pertanyaan kognitif tingkat rendah. Pertanyaan kognitif tingkat rendah merupakan dasar dari berpikir tingkat tinggi (Ari Widodo, 2006: 12). Semantara itu, pertanyaan C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (membuat) termasuk pertanyaan kognitif tingkat tinggi. Apabila pertanyaan tingkat tinggi ini dikembangkan lebih lanjut, maka pembelajaran yang dilaksanakan akan lebih efektif. 2. Pertanyaan Afektif Pertanyaan afektif atau sikap mempunyai jumlah kedua setelah pertanyaan ranah kognitif. Pertanyaan ranah afektif relatif tidak banyak muncul karena pada pelaksanaan pembelajaran lebih banyak dikembangkan guru dengan metode tidak langsung. Hal ini berdasarkan Permendikbud No 18 tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, pengembangan ranah afektif melalui pembelajaran yang tidak langsung. Kurikulum ada dua macam yaitu kurikulum tertulis dan kurikulum tidak tertulis atau biasa disebut hidden curriculum. Hidden curriculum/kurikulum tersembunyi merupakan kurikulum yang tidak terstruktur, tidak direncanakan serta tidak ditulis. Akan tetapi, kurikulum tersembunyi memiliki pengaruh yang besar dalam pendidikan terutama dalam pembentukan karakter peserta didik. Menurut Evi Fadillawati (2013: 7) guru sebagai sentral sistem pendidikan yang bertugas menerjemahkan dan mengembangkan nilai-nilai dari 67

22 kurikulum untuk ditransformasikan kepada siswa melalui aktivitas belajar mengajar di kelas. Pada materi yang fenomenanya dapat diamati panca indra secara langsung, jumlah pertanyaan ranah afektif lebih banyak dibandingkan materi yang fenomenanya tidak bisa ditangkap panca indra. Berdasarkan gambar 13 menunjukkan bahwa sebaran pertanyaan ranah afektif lebih beragam. Pertanyaan tersebar pada jenjang A1-A4. Pertanyaan yang sering muncul yaitu jenjang A2 yaitu pertanyaan meminta respon. Pertanyaan afektif jenjang merespon menurut Popham & Baker (1992: 29) peserta didik sudah lebih dari sekedar memperhatikan fenomena. Peserta didik pada jenjang ini tidak hanya memperhatikan akan tetapi memberikan respon Materi yang fenomenanya tidak bisa ditangkap panca indra secara langsung, berdasarkan gambar 14 mempunyai jumlah pertanyaan ranah afektif yang lebih sedikit dibandingkan materi yang fenomenanya bisa ditangkap panca indra secara langsung. Berdasarkan gambar mengenai grafik pertanyaan materi sistem kandungan minuman kemasan, dan sistem imun pada gambar 11 dan 12 menunjukkan bahwa pertanyaan yang muncul hanya A2. Sementara itu, pertanyaan afektif sama sekali tidak muncul pada materi sistem hormon. Krathwohl (Edy Purnomo, 2013: 2) menyatakan bahwa hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Pembelajaran sains terdapat sikap ilmiah yang merupakan komponen afektif. Pengembangan ranah afektif sangat penting untuk diterapkan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Surachman (1998: 4) menyatakan bahwa tujuan akhir proses belajar adalah 68

23 sistem nilai. Peserta didik yang tidak mengimplementasikan sistem nilai dari proses belajar akan merugi. 3. Pertanyaan Keterampilan Proses Sains Pendekatan keterampilan proses sains menurut Mendoza dalam Rahayu (2011: 106) merupakan pembelajaran penelitian dapat meningkatkan potensi peserta didik dalam proses sains dan sikap ilmiah. Ini merupakan salah satu modal bagi seorang saintifik. Oleh karena itu, ranah keterampilan proses sains juga dikembangkan di pembelajaran. Pertanyaan keterampilan proses sains merupakan pertanyaan yang paling sedikit ditanyakan, bahkan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pertanyaan tidak tergolong. Pertanyaan yang muncul yaitu seputar jenjang K1 (mengobservasi) dan K5 (perencanaan/eksperimen). Pertanyaan ranah keterampilan proses sains hanya muncul di materi sistem saraf, sistem hormon, dan kandungan minuman kemasan. Pada materi sistem saraf yang merupakan materi yang fenomenanya dapat ditangkap panca indra langsung berdasarkan gambar 9 paling banyak muncul pertanyaan keterampilan proses sains dan semua merupakan jenjang K5. Sedangkan untuk materi yang fenomenanya tidak dapat ditangkap panca indra langsung yaitu sistem hormon berdasarkan gambar 10 dan kandungan minuman kemasan berdasarkan gambar 11 pertanyaan hanya ada pada jenjang K1. Pertanyaan keterampilan proses sains K1 yaitu seputar kegiatan mengobservasi pada proses pembelajaran di kelas. Sedangkan pertanyaan K5 69

24 yaitu peserta didik bertanya mengenai kegiatan eksperimen. Pada materi sistem saraf terdapat praktikum yaitu menguji refleks patella. Pertanyaan ranah keterampilan proses sains jarang muncul karena kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif peserta didik melakukan keterampilan proses sains terbatas. Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar kegiatan pembelajaran yang digunakan adalah presentasi materi pelajaran oleh peserta didik. Sementara itu, kegiatan pembelajaran di kelas pun jarang menghadirkan objek pembelajaran riil. Secara kesulurahan, pertanyaan sifat materi biologi yang fenomenanya dapat ditangkap panca indra dan tidak dapat ditangkap panca indra langsung mempunyai beberapa karakteristik yang berbeda. Perbandingan antara kedua sifat materi dapat dilihat berdasarkan jumlah, sebaran, dan pertanyaan yang mendominasi. Karakterisik pada masing-masing sifat materi yaitu sebagai berikut. 1. Perbandingan Jumlah Berdasarkan gambar 5 jumlah pertanyaan tiap jam pada materi biologi yang fenomenanya dapat diamati secara langsung menempati tiga peringkat atas berturut-turut yaitu sistem indra, zat adiktif, dan sistem saraf. Sedangkan materi biologi yang fenomenanya tidak dapat diamati panca indra secara langsung menempati urutan berikutnya yaitu sistem hormon, kandungan minman kemasan, dan paling sedikit sistem imun. 70

25 Menurut Martin et al. (2005: 249), pertanyaan yang disampaikan peserta didik dalam pembelajaran menunjukkan apa yang sebenarnya mereka tahu, mereka tidak tahu, serta tentang apa yang mereka ingin tahu. Berdasarkan jumlah pertanyaan, maka terlihat bahwa antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran materi yang fenomenanya dapat ditangkap panca indra langsung lebih tinggi dibandingkan materi yang tidak dapat ditangkap panca indra langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Edgar Dale (Amin, 2011: 286) menyatakan bahwa semakin konkret peserta didik mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh. Melalui pengalaman langsung dapat diperoleh informasi dan gagasan yang terkandung di dalam objek. Sebaiknya, jika semakin abstrak maka pengalaman peserta didik yang diperoleh semakin sedikit. Oleh karena itu, guru diupayakan untuk dapat memberikan pengalaman sekonkret mungkin kepada peserta didik pada proses pembelajaran biologi. 2. Perbandingan Sebaran Materi biologi yang fenomenanya dapat diamati secara langsung berdasarkan gambar 13 mempunyai distribusi pertanyaan yang lebih merata. Pada jenjang kognitif, pertanyaan tersebar pada jenjang C1 (mengingat), C2 (memahmi), C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (membuat); ranah afektif tersebar pada jenjang A1 (receiving), A2 (responding), A3 (valuing), dan A4 (organization); sedangkan ranah keterampilan proses sains tersebar pada jenjang K1 71

26 (mengobservasi/mengamati) dan K5 (perencanaan penelitian/eksperimen). Sementara itu, pertanyaan pada materi yang fenomenanya tidak dapat diamati secara langsung mempunyai distribusi pertanyaan pada ranah kognitif C1 (mengingat), C2 (memahmi), C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi); ranah afektif muncul pertanyaan A2 (responding); dan pertanyaan keterampilan proses sains muncul pertanyaan K1 (mengobservasi/mengamati). Guru sebagai fasilitator bertugas untuk membuat peserta didik aktif bertanya. Pertanyaan yang muncul diharapkan mempunyai distribusi jenjang pertanyaan yang merata. Dengan demikian, pembelajaran biologi di sekolah benar-benar menjadi pembelajaran yang efektif meningkatkan kualitas peserta didik. 3. Perbandingan Pertanyaan yang Mendominasi Berdasarkan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang standar proses yaitu pendekatan pembelajaran biologi yang digunakan adalah pendekatan ilmiah/saintifik. Pendekatan saintifik mencangkup tiga ranah yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan proses sains. Pertanyaan yang mendominasi pada tiap sifat materi berbeda-beda. Pertanyaan kognitif pada materi yang fenomenanya tidak dapat dilihat secara langsung mempunyai pertanyaan yang mendominasi pada jenjang yang lebih tinggi dibandingkan pertanyaan pada materi yang fenomenanya dapat ditangkap panca indra secara langsung. Materi yang fenomenanya dapat diamati 72

27 secara langsung berdasarkan gambar 13 pertanyaan yang mendominasi pertanyaan kognitif tingkat rendah yaitu jenjang C1 (mengingat) dan C2 (memahami). Sedangkan pertanyaan yang mendominasi pada materi yang fenomenanya tidak dapat diamati secara langsung berdasarkan gambar 14 yaitu jenjang C4 (menganalisis) yang merupakan pertanyaan tingkat tinggi. Pertanyaan ranah afektif pada kedua sifat materi berdasarkan gambar 13 dan 14 yaitu fenomenanya yang dapat diamati dan fenomena yang tidak dapat diamati secara langsung mempunyai pertanyaan mendominasi yang sama yaitu jenjang A2 (responding). Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik dalam pemerolehan respon. Pada pembelajaran di kelas, kegiatan yang menunjang pertanyaan jenjang A2 yaitu kegiatan presentasi yang dilanjutkan dengan tanya jawab. Presentasi dilakukan oleh peserta didik yang bertugas dan teman-teman yang lainnya sebagai peserta. Pertanyaan yang diajukan presenter yang termasuk jenjang A2 yaitu, Ada pertanyaan?. Pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk membangkitkan pertanyaan dari peserta untuk memulai tanya jawab. Pertanyaan ranah keterampilan proses sains pada kedua sifat materi berdasarkan gambar 13 dan 14 mempunyai pertanyaan yang mendominasi yang sama yaitu jenjang K1. Pertanyaan tersebut seputar kegiatan mengobservasi atau mengamati. Kegiatan mengobservasi menggunakan semua indra yang dimiliki, meliputi penglihatan, pendengaran, peraba, pengecap, dan pembau. Namun di samping jenjang K1, pada sifat materi yang fenomenanya dapat diamati secara langsung menggunakan panca indra muncul pertanyaan yang 73

28 mendominasi lainnya yaitu K5. Pertanyaan K5 yaitu seputar perencanaan penelitian/eksperimen. Melalui perencanaan, peserta didik menentukan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang diteliti, variabel penelitian, prosedur penelitian, kriteria keberhasilan sampai cara menulis data dan mengolahnya untuk menarik kesimpulan. 74

RAGAM PERTANYAAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XI SMA NEGERI PELAKSANA KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN SIFAT MATERINYA

RAGAM PERTANYAAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XI SMA NEGERI PELAKSANA KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN SIFAT MATERINYA 414 Jurnal Prodi Pendidikan Biologi Vol 6 No 7 tahun 2017 RAGAM PERTANYAAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XI SMA NEGERI PELAKSANA KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN SIFAT MATERINYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Taniredja (Fira, 2013: 5)

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Taniredja (Fira, 2013: 5) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat bukan saja dari segi hasil tetapi juga proses. Asumsi dasar ialah proses pembelajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktikum biologi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Praktikum biologi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktikum biologi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan Praktik Belajar Mengajar dan memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep yang harus dipahami siswa. Pemahaman dan penguasaan terhadap konsep tersebut akan mempermudah siswa

Lebih terperinci

RAGAM PERTANYAAN GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI MAN KOTAMADYA YOGYAKARTA

RAGAM PERTANYAAN GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI MAN KOTAMADYA YOGYAKARTA 8 Jurnal Pendidikan Biologi Vol 5 No 7 Tahun 2016 RAGAM PERTANYAAN GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI MAN KOTAMADYA YOGYAKARTA THE QUESTION S TYPE OF TEACHER AND STUDENT IN BIOLOGY LEARNING AT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji kehandalan data menurut Krippendorf dengan menghitung koefisien alpha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Observasi Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian

Lebih terperinci

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 proses pembelajaran pada suatu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi struktur, komposisi, dan sifat; dinamika, kinetika, dan energetika yang melibatkan keterampilan

Lebih terperinci

RAGAM PERTANYAAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XI SMA NEGERI PELAKSANA KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN SIFAT MATERINYA

RAGAM PERTANYAAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XI SMA NEGERI PELAKSANA KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN SIFAT MATERINYA RAGAM PERTANYAAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XI SMA NEGERI PELAKSANA KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN SIFAT MATERINYA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan pada kemampuan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia pendidikan diera

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMP... Mata Pelajaran : Matematika Kelas / Semester : VII / 1 Materi Pokok : Perbandingan dan Skala Alokasi Waktu : 1 JP x 30 Menit ( 1 kali pertemuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya termasuk mengenyam pendidikan. Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) tentang sistem pendidikan nasional: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang Nurchafsah dan Mardiah MI Darussalam Palembang japridiah@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : XI / Genap Materi Pokok : Gejala Pemanasan Global Sub Materi Pokok : Penyebab, Dampak dan Upaya untuk

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester Alokasi waktu : SMA Negeri 1 Sukasada : Matematika : X/1 (Ganjil) : 2 x 4 menit (1 pertemuan) I. Standar Kompetensi

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : MAN Pinrang Mata Pelajaran Kelas/ Semester : Biologi : XI/2 Pertemuan : 4 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit Standar Kompetensi : 3. Menjelaskan struktur

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN AFEKTIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS VII-A SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011 Skripsi OLEH:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun demikian pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut sekolah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, khususnya SMA untuk dapat menampilkan lulusan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Laboratorium memiliki arti penting dalam perkembangan pengajaran dan perkembangan kurikulum yang semakin kompleks terutama dalam pengajaran biologi. Keberadaan

Lebih terperinci

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA Linda Aprilia, Sri Mulyaningsih Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional digunakan untuk memberikan persamaan persepsi terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian. Definisi operasional pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Performance assesment merupakan cara penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa saat melakukan sesuatu (Uno, 2012). Performance assesment merupakan penilaian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tahap Pra Siklus Penelitian pada tahap pra siklus ini diawali dengan kegiatan pencarian datadata untuk mengetahui kondisi awal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Alokasi Waktu : SMP Negeri 1 Telagasari : Prakarya (Pengolahan) : VII/1 : Pengolahan Minuman Segar : 1 Pertemuan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : X/I Pokok Bahasan : Kinematika Gerak Alokasi : 4 x 2 JP A. Kompetensi Inti 1. Menghayati dan mengamalkan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Alokasi waktu : SMA/MA : BIOLOGI : XII /II : Bioteknologi : 2 x 45 menit 1. Kompetensi Inti (KI) 1.1 Menghayati

Lebih terperinci

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING Jurnal Pengajaran MIPA, FPMIPA UPI. Volume 12, No. 2, Desember 2008. ISSN:1412-0917 PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kemampuan afektif yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perilaku siswa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kemampuan afektif yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perilaku siswa BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Kemampuan afektif yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perilaku siswa selama kegiatan praktikum uji makanan berlangsung yang dijaring melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal. 1 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN. Lampiran A: Perangkat Pembelajaran. Lampiran B: Instrumen Penelitian. Lampiran C: Data Hasil Uji Coba Instrumen

LAMPIRAN LAMPIRAN. Lampiran A: Perangkat Pembelajaran. Lampiran B: Instrumen Penelitian. Lampiran C: Data Hasil Uji Coba Instrumen LAMPIRAN LAMPIRAN Lampiran A: Perangkat Pembelajaran Lampiran B: Instrumen Penelitian Lampiran C: Data Hasil Uji Coba Instrumen Lampiran D: Data Hasil Penelitian Lampiran E: Hasil Pengumpulan Data Lampiran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA PGRI 1

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA PGRI 1 19 III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA PGRI 1 Tumijajar semester ganjil pada pokok bahasan Impuls dan Momentum tahun pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mivtha Citraningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mivtha Citraningrum, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi ialah ilmu tentang makhluk hidup atau kajian saintifik tentang kehidupan (Campbell et al., 2010). Sebagai ilmu, biologi mengkaji berbagai persoalan yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Kelas/Semester : X/1 Mata Pelajaran : Matematika-Wajib Topik : Determinan dan Invers suatu Matriks Waktu : 2 45 menit A. Kompetensi Inti SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pembelajaran dengan memperkuat

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pembelajaran dengan memperkuat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pembelajaran dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 tiap mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 tiap mata 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (sikap, keterampilan, pengetahuan). Proses belajar yang diterapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan memberikan kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kebutuhan ilmu peserta didik tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seberapa jauh seorang siswa atau sekelompok siswa mencapai tujuan. (Kusaeri dan Suprananto, 2012). Dalam Permendiknas Nomor 20 tahun

I. PENDAHULUAN. seberapa jauh seorang siswa atau sekelompok siswa mencapai tujuan. (Kusaeri dan Suprananto, 2012). Dalam Permendiknas Nomor 20 tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penilaian atau asesmen adalah suatu proses yang sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menginterpretasikan informasi untuk menentukan seberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses pembelajaran banyak guru menggunakan media interaktif ketika menjelaskan materi pelajaran

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : X/I Pokok Bahasan : Kinematika Gerak Alokasi Waktu : 4 x 2 JP A. Kompetensi Inti 1. Menghayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rita Zahara, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rita Zahara, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Jika guru masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga maupun sekolah. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

C. Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah dalam penelitian yang dilakukan, penulis menyusun alur penelitian seperti pada Gambar 3.

C. Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah dalam penelitian yang dilakukan, penulis menyusun alur penelitian seperti pada Gambar 3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010). Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Alokasi Waktu : SMA Barrang Lompo : Fisika : XI/Genap : Fluida : 3 x 45 menit Kompetensi Inti KI.1. Menghayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan upaya sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh berbagai macam kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes) melalui

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester Alokasi waktu : SMA Negeri 1 Sukasada : Matematika : X/1 (Ganjil) : 2 x 45 menit (1 pertemuan) I. Standar Kompetensi

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : X/I Pokok Bahasan : Kinematika Gerak Alokasi Waktu : 1 x 2 JP A. Kompetensi Inti 1. Menghayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas,

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas, yaitu manusia

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN AFEKTIF SISWA MELALUI PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN AFEKTIF SISWA MELALUI PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN AFEKTIF SISWA MELALUI PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING DISERTAI MODUL HASIL PENELITIAN PADA SUB POKOK BAHASAN ZYGOMYCOTINA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individuindividu guna

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Kelas/Semester : X/Ganjil Mata Pelajaran : Matematika-Wajib Topik : Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Waktu : 2 45 menit A. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kegiatan pembelajaran tidak pernah terlepas dari kegiatan membaca dan menulis. Setiap siswa diharapkan dapat melakukan kegiatan tersebut dengan baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal ini terjadi ketika seseorang sedang belajar,

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER RASA INGIN TAHU DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X MIA 3 SMA NEGERI 6 MALANG

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER RASA INGIN TAHU DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X MIA 3 SMA NEGERI 6 MALANG 1 PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER RASA INGIN TAHU DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X MIA 3 SMA NEGERI 6 MALANG Rima Buana Prahastiwi 1, Subani 2, Dwi Haryoto 3 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses perkembangan di semua aspek kehidupan bangsa. Salah satunya adalah aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar mengajar mengandung interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Proses

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Di zaman serba modern seperti saat ini, manusia tidak bisa lepas dari pengaruh informasi yang dibangun oleh data-data matematis baik di kehidupan nyata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif yang ditujukan untuk menilai dan mendeskripsikan fakta sebanyakbanyaknya terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lingkungan pembelajaran kimia tidak hanya terbatas pada penggunaan atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lingkungan pembelajaran kimia tidak hanya terbatas pada penggunaan atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan pembelajaran kimia tidak hanya terbatas pada penggunaan atau penurunan rumus dan teori saja, melainkan merupkan produk dari sekumpulan fakta yang

Lebih terperinci

2015 PROFIL SCIENCE-RELATED ATTITUDES SISWA PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI BERBASIS PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN

2015 PROFIL SCIENCE-RELATED ATTITUDES SISWA PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI BERBASIS PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum yang berlaku di negara Indonesia saat ini adalah kurikulum berbasis KTSP dan kurikulum 2013 yang menuntut siswa untuk dapat mengembangkan kompetensi

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan khususnya sains (IPA) dan teknologi, di satu sisi memang memberikan banyak manfaat bagi penyediaan beragam kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman

Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman SP-002-008 Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 97-101 Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman Muhammad Joko Susilo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Orientasi dan Identifikasi Masalah Penelitian yang dilakukan penulis meliputi tiga kegiatan, yaitu : 1) kegiatan orientasi dan identifikasi masalah, 2) tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam rangka mengembangkan mutu pendidikan terutama pada pembelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama (SMP) lebih ditekankan pada pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Baleendah. Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah unggulan di Kabupaten Bandung. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi pada semua guru yang memiliki tanggung jawab untuk. atas diantaranya adalah siswa harus memiliki kemampuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi pada semua guru yang memiliki tanggung jawab untuk. atas diantaranya adalah siswa harus memiliki kemampuan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah berimplikasi pada semua guru yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan siswa dalam mencapai

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm. 74-82 PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam

Lebih terperinci

RPP 1 (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

RPP 1 (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Pertemuan 1 RPP 1 (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Getaran Harmonik XI SMA kurikulum 2013 Sub Materi 1 : Getaran Pegas dan Bandul Rasdiana Riang 15B08019 dhy [Type the PPS company UNM name] 2016 Pertemuan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMA Negeri Padang Mata Pelajaran : Matematika Peminatan Kelas/ Semester : VII/ I Materi Pokok : Perbandingan Jumlah Pertemuan : 6 Pertemuan (6 2 40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai pembelajaran dengan baik (Fauzan, 2012). pengembangan aspek sensori-motorik, afektif, dan nilai-nilai (value).

BAB I PENDAHULUAN. memaknai pembelajaran dengan baik (Fauzan, 2012). pengembangan aspek sensori-motorik, afektif, dan nilai-nilai (value). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lingkungan belajar yang memiliki potensi untuk menarik perhatian kelima indera dan dikombinasikan dengan aktivitas fisik, akan membantu perkembangan otak

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Kelas/Semester : X/ 1 (Ganjil) Alokasi waktu : 2 x 45 menit I. Standar Kompetensi 1.1 Memecahkan masalah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah hal yang memiliki posisi penting di dalam peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, pencarian suatu metode dan model pembelajaran yang dapat

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap TP yaitu bulan. Mei 2010 di SMA Negeri 5 Bandar Lampung

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap TP yaitu bulan. Mei 2010 di SMA Negeri 5 Bandar Lampung III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap TP. 2009-2010 yaitu bulan Mei 2010 di SMA Negeri 5 Bandar Lampung B. Populasi dan Sampel Populasi dalam

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan uraian pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan model pembelajaran kooperatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. sehingga siswa memperoleh keberhasilan dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. sehingga siswa memperoleh keberhasilan dalam belajar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar mengajar dalam suatu pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa yang saling timbal balik, untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di SD 1. Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut Subariah (2006:1) Matematika merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa kini di seluruh dunia telah timbul pemikiran baru terhadap status pendidikan. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan ilmu pengetahuan sains yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis berupa penemuan dan penguasaan pengetahuan yang

Lebih terperinci