UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR YANG MENGALAMI NYERI PROSEDURAL MELALUI INTERVENSI FACILITATED TUCKING DISERTAI HADIR-BERBICARA BERBASIS TEORI COMFORT KOLCABA KARYA ILMIAH AKHIR NOPI NUR KHASANAH NPM FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN DEPOK, JUNI 2016

2 UNIVERSITAS INDONESIA ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR YANG MENGALAMI NYERI PROSEDURAL MELALUI INTERVENSI FACILITATED TUCKING DISERTAI HADIR-BERBICARA BERBASIS TEORI COMFORT KOLCABA KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Anak NOPI NUR KHASANAH NPM FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN DEPOK, JUNI 2016

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Karya Iimiah Aliirir ini adaiah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama Nopi Nur Khasanah NPM Tanda Tangan Tanggai l1

4 PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISN,IE Yang bertanda tangan di Nama Tempat, Tanggal Lahir NIDN Unit Kerja No. HP Alamat bawah ini: Nopi Nur Kltasanalt Purbalingga, 30 November I 8701 Universitas Islam Sultan Agung Semarang nopi.khasanah@unissula. ac. id Dengan ini menyatakan dengan sebenarnl'a bahrna Karya Ilmiah Akhir saya yang berjudul 'oasuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural melalui Intervensi Fucilitutetl Tucking disertai 'Hadir-Berbicara' berbasis Teori Comfort Kolcaba". betras dari plagiarisme dan bukan hasil karva orang lain. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian dari Karya llmiah Akhir tersebut terdapat indikasi plagiarisme, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikan pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari siapapun. Dibuat di Depok Mengetahui: Pembimbing Karya Ilmiah Akhir k (Yeni Rustina. S.Kp.. lvl.app.sc.. Ph.D) Pada tanggal2s Juni2A1,6 Yang Membuat Pemyataan Kliasanah) lll

5 HALAMAN PENGESAIIAN Karya Ilmiah Akhir iai diajukan oleh: Nopi Nur Khasanah Nama : NPM : Program studi : Spesialis Keperawatan Judul Karya Ilmiah Akhir : Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural melalui Intervensi Facilitated Tucking disertai "Hadit-Berbicma" Berbasis T ean Comfor t Kolcaba Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dalam Sidang Karya Ilmiah Akhir sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Anak pada Program Studi Spesialis Keperawatan Fakultas Ilmu. ::::i:::ti!:iii;::!.i:::::i.::::ii:, Keperaw@Univ :::::i5::::"'' taslndonesia;,..,.. ". :t::.r " :r,:::t:::.:.:.:i:..::::::-::_:i::.=i t, DEWAI TENGUJI... Supervisor Utama Yeni Rustina" Supervisor Fajar,Tti S6-, Wil.ry#; U.epp.$c,.n.Ph.D. r-'' Xs., Sp'Keo An., IBCLa..: dr..& Penguji I Penguji II Teguh Perma Iskandar,,Sp. A. Nurhayati, Ns. Sp.Kep.An. di Tanggal Disetujui 'l : Depok :..&?... Juni V AAMflT,

6 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan ridho-nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Penulisan Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai Tugas Akhir dan syarat untuk mendapatkan gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak. Karya Ilmiah Akhir ini berjudul Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural melalui Intervensi Facilitated Tucking disertai Hadir-Berbicara Berbasis Teori Comfort Kolcaba. Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Saya menyadari bahwa tanpa dukungan sangatlah sulit menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Saya ucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Supervisor Utama yang dengan sabar telah memberikan dukungan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini. 2. Ibu Fajar Tri Waluyanti, Ns., Sp.Kep.An., IBCLC, selaku supervisor yang dengan sabar telah banyak memberikan motivasi dan arahan dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini. 3. Bapak dr. R. Adhi Teguh Perma Iskandar, Sp. A., selaku penguji I yang telah banyak memberikan masukan Karya Ilmiah Akhir ini. 4. Ibu Nurhayati, Ns., Sp.Kep.An., selaku penguji II yang telah memberikan saran dalam Karya Ilmiah Akhir ini. 5. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Dr. Novy Helena CD, S.Kp., M.Sc., selaku Ketua Program Studi Magister dan Spesialis FIK UI yang telah memberikan pengarahan sehingga saya termotivasi untuk menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. 7. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Spesialis Keperawatan yang telah membantu dan memfasilitasi saya selama menjalani proses pendidikan. 8. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Unissula Semarang yang telah memfasilitasi untuk melanjutkan studi di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 9. Teman-teman Peminatan Perina yang selalu saling menguatkan. v

7 10. Suami tercinta, Ns. Iskim Luthfa, S.Kep., M.Kep atas setiap pengorbanan, dukungan, kesabaran, pengertian dan cinta kasihnya sehingga saya mampu menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. 11. Ayah dan Ibu terkasih, Nurhadi dan Rumyati yang selalu mendoakan kemudahan untuk saya, mendukung setiap langkah saya, dan senantiasa mengingatkan pada kebaikan. 12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan. Aamiin. Depok, Juni 2016 Penyusun vi

8 HALAMAN PERNYATAAN PERSBTUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPH,NTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akaciemik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Kekhususan Fakultas Jenis Karya Nopi Nur Khasanah I Spesialis Keperawatan Keperawatan Anak Ilmu Keperawatan Karya llmiah Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Nonexclusive Royulty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural melalui Intervensi Facilitated Tucking disertai "Hadir-Berbicara" Berbasis Teori Comfort Kolcaba beserta perangkat yang acia ljika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat ciengan sebenarnya. dibuat di : Depok Pada tanggal : Juni 2016 Yang $ menyatakan (Nopi Nur Khasanah) vl1

9 ABSTRAK Nama : Nopi Nur Khasanah Program Studi : Spesialis Keperawatan Judul : Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural melalui Intervensi Facilitated Tucking disertai Hadir- Berbicara Berbasis Teori Comfort Kolcaba Karya ilmiah ini merupakan analisis pelaksanaan praktik residensi keperawatan anak selama dua semester. Kegiatan utama yang dilakukan antara lain memberikan asuhan keperawatan pada bayi prematur dan praktik keperawatan berbasis pembuktian. Asuhan keperawatan pada bayi prematur menggunakan teori comfort Kolcaba. Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada bayi prematur adalah nyeri prosedural, gangguan termoregulasi, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko infeksi. Intervensi dengan teknik mengukur kenyamanan, edukasi pada orangtua, dan melalui tindakan menenangkan jiwa. Praktik keperawatan berbasis pembuktian dilakukan melalui facilitated tucking disertai hadir-berbicara untuk menurunkan skor nyeri prosedural. Hasil menunjukkan bahwa intervensi berbasis teori comfort Kolcaba efektif untuk meningkatkan kenyamanan. Disarankan agar teori comfort Kolcaba dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada bayi prematur. Kata kunci: bayi prematur, nyeri prosedural, facilitated tucking, hadir-berbicara, teori comfort ABSTRACT Name : Nopi Nur Khasanah Study Program: Specialist on Nursing Title : Nursing Care on Premature s infant with Pain Procedural by Facilitated Tucking and Being with-talking to interventions based on Kolcaba Comfort s Theory. This scientific paper is an analysis of the implementation of pediatric nursing practice residency during two semesters. Main activities were providing nursing care to premature s infant and doing evidence based nursing practice. Nursing care had been premature s infant using a Kolcaba comfort s theory. Nursing problem usually occured in premature s infant were acute procedural pain, ineffective thermoregulation, imbalanced nutrition: less than body, risk for infection. Intervention done by technical comfort measures, parent s coaching, and comfort food the soul. Evidence done by doing facilitated tucking and talking to-being with to decrease score of acute procedural pain. The result showed the evidence based on Kolcaba comfort s theory effective to increase comfort. It is suggested that Kolcaba comfort s theory can applied in the provision of nursing care to premature s infant. Key words: premature s infant, procedural pain, facilitated tucking, being withtalking to, comfort s theory viii

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iii HALAMAN PERSETUJUAN... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR SKEMA... x DAFTAR GRAFIK... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penulisan Sistematika Penulisan APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Gambaran Kasus Tinjauan Teoritis Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih PENCAPAIAN KOMPETENSI Pencapaian Kontrak Belajar Implementasi Evidence Based Nursing Practice PEMBAHASAN Pembahasan Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Target SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR SKEMA Skema 2.1 Hubungan antar Konsep dari Teori Comfort Kolcaba Skema 2.2 Integrasi Teori Comfort Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural x

12 DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1 Grafik 3.2 Rerata Frekuensi Nadi Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Rerata Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) xi

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Struktur Taksonomi Comfort Kolcaba pada Kasus Lima Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Hipotermia Grade I Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Perilaku Bayi Tidak Terorganisir Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Risiko Infeksi Tabel 2.6 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Nyeri Akut Tabel 2.7 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Gangguan Menelan Tabel 2.8 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Kesiapan Meningkatkan Perilaku Terorganisir Tabel 2.9 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Inefektif Pertahanan Tubuh Tabel 2.10 Catatan Perkembangan Kasus Lima Tabel 3.1 Distribusi Rerata Responden yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Tabel 3.2 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Tabel 3.3 Perbedaan Respon Nyeri Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Tabel 3.4 Perbedaan Frekuensi Nadi Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Tabel 3.5 Perbedaan Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Tabel 4.1 Evaluasi Keperawatan berdasarkan Struktur Taksonomi Kolcaba xii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Posisi Facilitated Tucking untuk Prosedur Isap Lendir Gambar 2.2 Posisi Facilitated Tucking untuk Prosedur Penusukan Tumit Gambar 4.1 Tingkatan Anastesi pada Manajemen Nyeri Neonatus xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Asuhan Keperawatan pada By Ny Sam Asuhan Keperawatan pada By Ny En Asuhan Keperawatan pada By Ny Et Asuhan Keperawatan pada By Ny St Laporan Proyek Inovasi Pemantauan Risiko Trauma pada Neonatus Preterm-Aterm Menggunakan Neonatal Skin Risk Assessment Scale (NSRAS) Pemantauan Nyeri Neonatus Menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP) Lampiran 8 Lembar Observasi Komunikasi Interaksi Modifikasi 2007 Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup xiv

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dilakukan perawatan pada bayi baru lahir adalah mengurangi terjadinya stress akibat lingkungan dan nyeri pada bayi baru lahir terutama bayi yang lahir prematur (Aita, Oberlander, Snider, Johnston, & Ed, 2015). Intervensi dari asuhan perkembangan merekomendasikan bahwa untuk mengurangi stress akibat lingkungan pada bayi prematur dapat dilakukan dengan meminimalkan bayi terpapar cahaya dan kebisingan. Stress yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada bayi prematur juga dapat diminimalkan dengan mengurangi berbagai prosedur yang menyakitkan untuk mengurangi respon nyeri bayi prematur. Namun bayi prematur seringkali mendapatkan pengalaman nyeri secara periodik dari berbagai prosedur menyakitkan yang seringkali dilakukan untuk menentukan diagnosis maupun sebagai tindakan perawatan (Roofthooft, Simons, Anand, Tibboel, & van Dijk, 2014). Prosedur menyakitkan yang sering dilakukan antara lain prosedur penusukan tumit, pemeriksaan Retinophaty of Prematurity (ROP), pemasangan infus dan berbagai prosedur perawatan luka. Gomella, Cunningham, dan Eyal (2013) menambahkan bahwa fokus praktik manajemen nyeri pada ruang perawatan bayi antara lain mengurangi frekuensi prosedur isap lendir melalui endotracheal tube (ETT) dan penusukan tumit, mengembangkan protokol manajemen nyeri yang terstandar, melakukan pengkajian nyeri secara rutin, melakukan strategi untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman bayi misalnya pendampingan selama prosedur penusukan tumit dan pemasangan infus perifer. Nyeri didefinisikan sebagai sebuah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan maupun yang berpotensi mengalami kerusakan jaringan (Mathew & Mathew, 2003). Pengalaman nyeri pada bayi prematur yang berada di ruang perawatan intensif terjadi setiap hari selama perawatan berlangsung. Kondisi 1

17 2 menyakitkan setiap hari yang dirasakan oleh bayi prematur tidak dirasakan oleh bayi normal yang tidak menjalani hospitalisasi. Selain itu perilaku distress yang sering muncul pada bayi prematur dapat menjadi tanda adanya nyeri yang dirasakan oleh bayi prematur. Perbedaan ini dapat menjadi dasar perlunya memperluas cakupan definisi nyeri pada bayi prematur. Ditinjau secara anatomi, fisiologi dan biokimia, persepsi nyeri telah ada pada tahap awal kehidupan intrauterin. Pernyataan ini sejalan dengan Mathew & Mathew (2003) yang menjelaskan bahwa sistem endokrin pada bayi baru lahir berkembang dengan baik. Endokrin mampu melepaskan kortisol dan katekolamin untuk menanggapi pengalaman menyakitkan, selanjutnya menghasilkan perubahan fisiologis-biokimia sehingga tim kesehatan dapat menilai respon bayi terhadap nyeri secara objektif. Namun terdapat beberapa perbedaan mendasar dalam neurofisiologis pada persepsi nyeri bayi. Impuls nosiseptif mulai aktif dan berfungsi sejak usia gestasi 25 minggu. Impuls ini pada bayi lebih banyak yang berjalan ke tulang belakang melalui serabut saraf yang tidak bermielin daripada serabut mielin dan cenderung kekurangan inhibisi neurotransmitter. Bayi juga memiliki bidang reseptif yang lebih besar dan konsentrasi substansi P reseptor yang lebih tinggi. Selain itu, bayi memiliki batas bawah untuk eksitasi dan sensitasi, sehingga mengalami efek yang lebih sentral dari nosiseptif stimuli. Faktor-faktor ini diyakini membuat bayi prematur merasa nyeri yang lebih parah dibandingkan dengan bayi cukup bulan (AAP, 2016). Pengalaman nyeri pada bayi prematur tidak hanya karena faktor fisiologis bayi. Faktor lain seperti prosedur tindakan medis maupun keperawatan, serta lingkungan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dapat meningkatkan terjadinya nyeri bayi. Jeong, Park, Lee, Choi, dan Lee (2014) menyebutkan beberapa prosedur yang sering dilakukan dan menimbulkan nyeri bayi antara lain intubasi dan ekstubasi endotrakeal (ET), pengisapan lendir pada ETT, hidung atau mulut, fisioterapi dada, pengambilan darah vena maupun arteri, pemasangan dan pelepasan infus, injeksi, penusukan tumit, perawatan luka, pemasangan Orogastric tube (OGT), pemeriksaan ROP, dan pemasangan

18 3 nasal kanul. Bayi prematur dapat mengalami dua atau lebih prosedur menyakitkan setiap hari (Badr, 2013). Lingkungan NICU yang kurang kondusif untuk perkembangan bayi prematur juga akan menambah pengalaman nyeri bayi. Prosedur tindakan menyakitkan dan terus berulang yang terjadi pada tahap awal kehidupan dapat merusak perkembangan sistem saraf pusat secara permanen (Hatfield, Myers, & Messing, 2013). Manajemen nyeri yang tidak memadai dan distress yang terjadi selama prosedur invasif pada bayi secara permanen dapat menurunkan toleransi nyeri, meningkatkan respon nyeri sejalan dengan bertambahnya usia dan berkontribusi pada perkembangan nyeri kronis. Tenaga kesehatan perlu melakukan manajemen nyeri pada saat prosedur tindakan sejak saat bayi dilahirkan. Manajemen nyeri pada bayi saat prosedur tindakan dapat dilakukan oleh perawat, dokter, fisioterapis maupun petugas laboratorium. Bayi berbeda dengan anak maupun orang dewasa yang dapat memverbalisasi ketika merasa nyeri. Oleh karena itu untuk dapat memberikan manajemen nyeri dengan tepat, seluruh tim kesehatan perlu melakukan pengkajian nyeri pada bayi prematur, termasuk status perilaku bayi. de Aymar, de Lima, dos Santos, Moreno, dan Coutinho (2014) dalam penelitiannya merekomendasikan untuk melakukan pembelajaran dengan metode kelompok kerja pada profesional kesehatan tentang pengkajian dan penatalaksanaan nyeri agar dapat lebih efektif dalam memberikan manajemen nyeri pada bayi. Teknik manajemen nyeri dapat dilakukan dengan metode farmakologi maupun non-farmakologi. Namun dalam konteks prosedur rutin di ruang perawatan bayi, metode farmakologi untuk menurunkan nyeri pada bayi prematur digunakan hanya jika pengkajian skor nyeri bayi dalam kategori nyeri berat (Gomella, Cunningham, & Eyal, 2013). Beberapa prosedur yang memerlukan manajemen nyeri dengan teknik farmakologi antara lain prosedur intubasi, ventilasi mekanik, lumbal pungsi, sirkumsisi, ligasi Patent Ductus Arteriosus (PDA) dan pemasangan selang peritonium. Oleh karena itu, penggunaan intervensi non-farmakologis untuk manajemen nyeri bayi

19 4 prematur banyak dilakukan pada berbagai prosedur rutin yang menyebabkan nyeri ringan sampai nyeri sedang. Tindakan-tindakan non-farmakologis menawarkan profilaksis dan pendekatan komplementer untuk mengurangi nyeri akut. Intervensi ini mengaktifkan perhatian bayi baru lahir, mengalihkan perhatian bayi dari rasa sakit sehingga dapat mengubah persepsi nyeri. Hasil telusur jurnal menunjukkan beberapa metode non-farmakologi untuk menurunkan nyeri maupun ketidaknyamanan yang dialami oleh bayi prematur. Metode non-farmakologi ini antara lain nonnutritive sucking (NNS), perawatan metode kanguru (PMK), pembedongan, sentuhan, pemberian sukrosa, dan facilitated tucking (fasilitasi menyelipkan ekstremitas/memposisikan fleksi fisiologis) (Liaw et al., 2013; Riddell et al., 2011). Upaya non-farmakologi yang dilakukan oleh residen keperawatan anak untuk menurunkan nyeri bayi prematur yang digunakan pada pasienpasien kelolaan adalah metode facilitated tucking karena beberapa alasan, antara lain belum diaplikasikan oleh tim kesehatan, tidak memerlukan alat dan keluarga tidak harus hadir pada saat intervensi, sehingga lebih mungkin dilakukan untuk berbagai prosedur yang membutuhkan hasil cepat dan berulang. Selain itu, intervensi ini tidak memerlukan biaya, sehingga tidak memberatkan dan membebani keluarga pasien. Gomella, Cunningham, dan Eyal (2013) menyebutkan bahwa metode facilitated tucking dilakukan dengan memegang lembut tangan dan kaki bayi pada posisi fleksi, metode ini efektif pada awal pemasangan infus, pemeriksaan ROP dan pengisapan lendir pada ETT, serta terbukti menurunkan waktu penyembuhan dan denyut nadi cenderung lebih stabil dalam rentang normal ( kali per menit). Intervensi dengan biaya yang efektif dapat menjadi alternatif yang menguntungkan, terutama bagi keluarga. Menurut Zwimpfer dan Elder (2012) intervensi non-farmakologi saat melakukan prosedur menyakitkan pada bayi prematur dengan biaya efektif dapat juga dilakukan dengan intervensi yang berbasis hubungan, yaitu hadir-berbicara pada bayi prematur. Intervensi ini memungkinkan kebutuhan emosional bayi yang harus dipenuhi lebih efektif di NICU. Bidang kesehatan mental menekankan

20 5 pentingnya interaksi yang selaras antara pengasuh dengan bayi untuk pengembangan kapasitas regulasi emosi yang sehat pada bayi. Hawthorne (2005) menyebutkan bahwa kapasitas regulasi emosi ini dapat dinilai menggunakan instrumen Neonatal Behavioral and Assessment Scale (NBAS) yaitu pada item status regulasi, yang diantaranya dinilai dari kemampuan fleksi sendiri, dapat dihibur, tenang dan tangan ke mulut. Selain itu, kehadiran emosional merupakan elemen kunci dari pendekatan psikoanalitik untuk mengelola psikis rasa sakit (Zwimpfer & Elder, 2012). Intervensi hadir-berbicara dilakukan oleh perawat dengan mengajak bicara bayi secara lembut dan secara emosional hadir untuk bayi selama prosedur menyakitkan sebagai alat manajemen nyeri. Perawat harus dalam keadaan selaras, berpikir tentang bayi dan berempati terhadap bayi tersebut. Pada saat observasi di Ruang Perawatan Bayi Baru Lahir, hanya sebagian kecil perawat yang sudah mengaplikasikan intervensi ini. Namun selama observasi, perawat yang mendampingi bayi saat pelaksanaan prosedur menyakitkan tidak disertai hadir-berbicara. Oleh karena itu, agar dapat optimal dilakukan oleh semua perawat maka residen keperawatan anak telah melakukan proyek inovasi dengan mengkombinasikan intervensi facilitated tucking disertai hadirberbicara pada bayi prematur dalam upaya mengurangi nyeri bayi, pada proyek inovasi residen keperawatan anak hanya membatasi saat tindakan penusukan tumit. Hasil intervensi lebih efektif dan dapat dilanjutkan untuk diaplikasikan seterusnya agar perawatan terstandar dan seluruh perawat menyadari pentingnya meningkatkan empati pada pasien-pasien bayi prematur. Selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan maupun asuhan perkembangan pada bayi-bayi prematur yang berada di ruang perawatan bayi baru lahir untuk memperoleh kenyamanan. Kenyamanan merupakan kebutuhan dasar pasien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut sejalan dengan konsep teori Comfort yang dikemukakan oleh Kolcaba yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (Kolcaba & Dimarco, 2005). Terkait dengan peran ners spesialis

21 6 keperawatan anak, residen keperawatan anak mengembangkan profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menerapkan teori Comfort yang dikemukakan oleh Kolcaba untuk mengatasi masalah nyeri dan/atau ketidaknyaman pada bayi prematur yang dirawat di NICU. Kolcaba dalam teorinya menjelaskan bahwa kenyamanan didefinisikan sebagai pengalaman manusia yang segera dilakukan untuk memenuhi kebutuhan relief, ease dan transcendence bertemu dalam empat konteks pengalaman (fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan). Kolcaba menjelaskan bahwa intervensi untuk memberikan kenyamanan pada pasien dapat diterapkan pada berbagai kondisi pasien dengan masalah nyeri, cemas dan takut. Pemberian kenyamanan setidaknya memerlukan tiga jenis intervensi, yaitu teknik pengukuran kenyamanan, pelatihan/bimbingan dan memberikan kenyamanan pada hati/jiwa. Teori Comfort telah diterapkan dan diuji coba pada lingkup keperawatan bayi baru lahir di ruang Neonatal Intensive Care Unit (Williamson, 2013). Kolcaba juga telah menyusun kerangka kerja untuk dapat dipahami dan diimplementasikan dalam penelitian dan praktik keperawatan anak (Kolcaba & DiMarco, 2005). Tenaga kesehatan, terutama perawat bertanggung jawab dalam memberikan rasa nyaman dan aman di lingkungan Perawatan bayi baru lahir yang masih merupakan bagian dari keperawatan anak. Bayi prematur memerlukan rasa nyaman dari lingkungan dan rasa aman dalam menjalani pengalaman nyeri dari berbagai prosedur terapi agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pendekatan keperawatan turut berperan aktif dalam memberikan rasa nyaman dan aman untuk mengatasi masalah nyeri/ketidaknyamanan yang dialami oleh bayi prematur. Aplikasi teori keperawatan Comfort yang dikembangkan oleh Kolcaba dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pengkajian, penegakan diagnosis dan perumusan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri/ketidaknyamanan. Melalui pendekatan teori Comfort diharapkan bayi prematur dapat mencapai kenyamanan dari aspek fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural. Hal ini menjadi latar belakang residen keperawatan anak menerapkan teori

22 7 Comfort untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri/ketidaknyamanan pada bayi prematur di ruang perawatan bayi baru lahir Tujuan Penulisan Tujuan Umum Menganalisis aplikasi teori Comfort Kolcaba sebagai upaya menurunkan ketidaknyamanan: Nyeri pada bayi prematur yang mengalami nyeri prosedural melalui intervensi facilitated tucking disertai hadir-berbicara Tujuan Khusus a. Diperolehnya analisis penerapan asuhan keperawatan pada bayi dengan masalah nyeri akut prosedural. b. Diperolehnya analisis lima kasus terpilih berdasarkan aplikasi teori Comfort Kolcaba pada bayi prematur yang mengalami nyeri prosedural dengan pendekatan proses keperawatan. c. Diperolehnya analisis pencapaian target kompetensi dalam praktik spesialis keperawatan anak Sistematika Penulisan Karya ilmiah akhir ini terdiri dari lima bab yang setiap bab berisi pokok bahasan tertentu. Bab satu pendahuluan mencakup latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. Bab dua berisi aplikasi teori keperawatan pada asuhan keperawatan yang meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dalam proses keperawatan, serta aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih. Bab tiga mencakup pencapaian kompetensi meliputi pencapaian kompetensi dan implementasi evidence based nursing practice. Bab empat adalah pembahasan dari analisa penerapan teori Comfort pada kelima kasus terpilih sesuai tahapan proses keperawatan, serta pembahasan praktik spesialis keperawatan anak dalam pencapaian kompetensi. Bab lima mencakup simpulan dan saran.

23 BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN 2.1. Gambaran Kasus Gambaran kasus merupakan ringkasan riwayat asuhan keperawatan yang diberikan pada lima pasien kelolaan yang terpilih selama praktik residensi. Kasus-kasus yang terpilih ini meliputi asuhan keperawatan pada bayi yang lahir prematur dengan berbagai latar belakang masalah medis yang berbeda. Namun memiliki masalah keperawatan yang sama yaitu ketidaknyamanan: nyeri akut. Kasus Satu By. Ny. Sam, laki-laki usia 3 hari, dengan diagnosis Respiratory Distress Syndrom, Hyalin Membran Disease, trombositopenia, sepsis dan hiperbilirubinemia. Bayi dilahirkan secara Sectio Caesaria atas indikasi gawat janin dan polihidramnion dengan faktor risiko keputihan, ketuban pecah 8 jam, Ibu bayi ada riwayat menderita Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 3 tahun yang lalu dan hasil Cardiotocography bayi adalah Reassuring Fetal State kategori II. Pemeriksaan APGAR Score didapatkan hasil 4/5/8. Pemeriksaan fisik didapatkan berat lahir gram, usia gestasi 35 minggu, bayi termasuk dalam Neonatus Kurang Bulan - Besar Masa Kehamilan (NKB-BMK). Pengkajian awal pada kasus ini bayi mengalami instabilitas suhu sampai 39 o C, hasil laboratorium darah menunjukkan adanya trombositopenia (73.000/mm 3 ), hipokalsemia (0,92 meq/l) yang sudah dikoreksi satu kali, dan hasil foto thorax menunjukkan adanya kardiomegali. Pola napas dangkal dan cepat, frekuensi napas 72 kali per menit, saturasi oksigen 90%, bayi terpasang alat bantu napas Non Invasive Ventilation dengan Peak Inspiratory Pressure (PIP) 40, Positive End Expiratory Pressure (PEEP) 6 dan Fraction of inspired Oxygen (FiO2) 21%. Prosedur penusukan tumit untuk mendapatkan sampel darah perifer sebagai pemantauan gas darah dilakukan setiap pagi dengan rata-rata denyut jantung 186 kali per menit dan saturasi oksigen 89% pada setiap kali penusukan. Sejak hari pertama 8

24 9 produksi mukus berlebih, terdengar ronkhi terutama di paru kiri dan terlihat adanya retraksi dinding dada. Pada usia 6 hari kasus satu terlihat kuning pada area kepala, leher, badan dan tungkai atas (Derajat Kremer III) dengan nilai bilirubin 10 mg/dl. Masalah keperawatan yang muncul dari data pengkajian yang didapatkan oleh residen keperawatan anak antara lain bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, nyeri akut, hipertermia, gangguan kenyamanan, kerusakan integritas kulit, ikterik neonatus, dan perilaku bayi tidak terorganisir,. Selama perawatan, residen keperawatan anak melakukan prosedur isap lendir minimal satu kali setiap shift. Residen keperawatan anak juga mendampingi prosedur penusukan tumit dengan menggunakan metode facilitated tucking disertai hadir-berbicara dan didapatkan ratarata skor nyeri menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP) selama lima hari prosedur penusukan tumit adalah 10 (nyeri sedang, rentang 0-21). Evaluasi hasil interpretasi analisa gas darah pada hari kelima pemantauan analisa gas darah menunjukkan hipoksemia. Pada hari perawatan ke-13 keadaan bayi mulai stabil kemudian dipindahkan ke ruang perawatan level I. Kasus Dua By. Ny. En, perempuan usia 63 hari dengan diagnosis unproven sepsis, riwayat Necrotizing Enterocolitis Grade I, riwayat Apnea of Prematurity, riwayat hiperbilirubinemia, dermatitis kontak iritan et causa hipafix di dagu, pipi, tangan dan kaki, dermatitis kontak iritan et causa urin dan feses di glutea dengan diagnosis pembanding eksodermatik enteropathy. Bayi dilahirkan secara Sectio Caesaria dengan indikasi impending eklampsia pada usia gestasi 30 minggu dengan berat lahir gram (NKB-SMK). Saat pengkajian awal kondisi kesadaran bayi kompos mentis, motorik aktif dan mampu menangis kuat. Luka dermatitis tampak mengelupas basah dan berdarah, dilakukan prosedur perawatan luka setiap hari. Hasil pemeriksaan suhu 36,9 o C, frekuensi napas 65 kali per menit, denyut jantung 187 kali per menit, saturasi oksigen 98%, akral teraba hangat. Bayi minum ASI melalui

25 10 oral sebanyak 27 ml setiap 3 jam, berat badan sekarang gram, tidak ada muntah, tidak ada kembung, toleransi minum baik, dan abdomen supel. Pada hari rawat ke-65 terjadi instabilitas suhu sampai 38,4 o C. Masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah nyeri akut, kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, inefektif pertahanan tubuh, gangguan kenyamanan, risiko gangguan perlekatan orangtua-bayi, dan hipertermia. Intervensi pada masalah nyeri akut dan kerusakan integritas kulit dilakukan melalui prosedur perawatan luka dermatitis yang secara rutin memberikan kompres NaCl 0,9% selama 15 menit dengan frekuensi 2 kali sehari, mupirocin 2% di semua lesi erosi, daktarin diapers setiap ganti popok, area bokong dibersihkan dengan air dan sabun setiap BAB serta mandi dengan sabun batang bayi. Selama empat hari mendampingi prosedur perawatan luka, residen keperawatan anak menggunakan metode facilitated tucking disertai hadir-berbicara dan didapatkan rata-rata skor nyeri dengan menggunakan PIPP adalah 13 (nyeri berat, rentang 0-21). Evaluasi nyeri yang dialami pada kasus dua tidak hanya terjadi saat perawatan luka, jika lesi tersentuh saat pemberian minum melalui oral bayi menangis kuat, alis menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup sehingga residen keperawatan anak perlu berhati-hati saat pemberian minum. Evaluasi pada hari perawatan ke-67 lesi mulai kering, prosedur perawatan luka hanya dilakukan pemberian mupirocin, nyeri telah berkurang. Kasus Tiga By. Ny. Et, laki-laki usia 2 jam, usia gestasi 34 minggu, berat lahir gram (NKB-SMK), diagnosis Gemelli II, Respiratory Distress, Hyalin Membran Disease, Sepsis Neonatorum Awitan Dini, unproven sepsis, risiko Apnea of Prematurity. Bayi lahir spontan atas indikasi inpartu kala I fase aktif, APGAR Score 6/8. Bayi dilahirkan menangis lemah, setelah dihangatkan dan dirangsang bayi merintih, retraksi berat, menggunakan alat bantu napas Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dengan PEEP 7 FiO2 21%.

26 11 Saat pengkajian retraksi dada minimal, saturasi oksigen 95% masih terpasang CPAP dengan PEEP 7 FiO2 21%. Bayi kemudian dilakukan prosedur penusukan tumit untuk evaluasi Gula Darah Sewaktu. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, kondisi bayi aktif, nadi 152 kali per menit, suhu 36,8 o C, napas 48 kali per menit, saturasi oksigen 97%. Pada hari rawat ke-6 bayi tampak kuning di area di kepala, leher, badan atas-bawah, dan tungkai atas (Derajat Kramer III) dengan nilai bilirubin 11 mg/dl. Pada hari rawat ke-8 berat badan mengalami penurunan menjadi gram. Masalah keperawatan yang muncul antara lain pola napas tidak efektif, nyeri akut, perilaku bayi tidak terorganisir, gangguan rasa nyaman, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko infeksi, risiko gangguan termoregulasi, dan ikterik neonatus. Metode facilitated tucking disertai hadir-berbicara digunakan selama prosedur penusukan tumit. Hasil gula darah sewaktu 97 mg/dl, skor nyeri 11 (nyeri sedang, rentang 0-21) menggunakan alat pengkajian nyeri PIPP. Evaluasi masalah nyeri teratasi pada hari rawat pertama. Pada umur 9 hari kondisi bayi stabil, bayi masih mengalami masalah nutrisi, risiko infeksi dan risiko gangguan termoregulasi meskipun selama perawatan tidak terjadi instabilitas suhu pada kasus tiga, rencana bayi akan dipindahkan ke level I. Kasus Empat By. Ny. St, perempuan usia 18 jam, usia gestasi 36 minggu, berat lahir 2700 gram (NKB-SMK). Diagnosis medis hiperbilirubinemia, inkompatibilitas ABO, dan Anemia. Bayi dilahirkan secara Sectio Caesaria dengan indikasi ketuban pecah 20 jam. Bayi rujukan dari RS A, hasil pemeriksaan darah sebelumnya antara lain: Golongan darah ibu O, golongan darah bayi A+, pemeriksaan haemoglobin hasilnya 10,4 g/dl, setelah 6 jam perawatan haemoglobin turun menjadi 9,3 g/dl dengan nilai bilirubin total 15,03 mg%. Saat pengkajian awal berat badan turun menjadi 2690 gram, Haemoglobin 7,7 g/dl, bilirubin total 14,38 mg% dengan bilirubin direk 0,4 mg%. Hasil

27 12 pemeriksaan coomb s test indirect positif yang artinya terdapat antibodi pada permukaan eritrosit dan anti-antibodi eritrosit pada serum. Hari rawat kedua berat badan turun 50 gram (2640 gram), akses intra vena perifer bengkak kemudian perawat melakukan prosedur pemasangan infus ulang. Kesadaran kompos mentis, tampak lemah, malas minum, tidak ada muntah, abdomen supel, bising usus ada. Masalah keperawatan yang muncul antara lain ikterik neonatus, kerusakan integritas kulit, gangguan kenyamanan, nyeri akut, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan inefektif pertahanan tubuh. Residen keperawatan anak mendampingi perawat dengan menggunakan metode facilitated tucking disertai hadir-berbicara saat pemasangan infus. Rerata skor nyeri menggunakan PIPP dalam empat kali penusukan adalah 12 (nyeri sedang, rentang skor 0-21). Terapi sinar diberikan dengan tiga lampu fototerapi, nutrisi diberikan secara enteral dan parenteral. Evaluasi pada hari rawat ke-3 berat badan naik 5 gram (2685 gram), hasil pemeriksaan bilirubin total 10,37 mg% sehingga lampu fototerapi dikurangi satu. Hari rawat ke-14 bayi tidak ikterik, tidak terjadi instabilitas suhu, berat badan naik secara progresif dengan rata-rata kenaikan 15 gram/hari. Kasus Lima By. Ny. Cla, laki-laki, usia 13 hari, usia gestasi 30 minggu, berat lahir 1524 gram (NKB-SMK), riwayat Respiratory Distress Syndrom, riwayat Hyalin Membran Disease Grade I-II, riwayat hiperbilirubinemia, dan Anemia. Bayi lahir secara Sectio Caesaria dengan indikasi gawat janin karena ibu pre eklampsi berat. Bayi lahir dengan nilai APGAR 7/9, kondisi menangis dan diberi bantuan napas melalui Nasal CPAP dengan PEEP 8 dan FiO2 21%. Saat pengkajian awal keadaan bayi stabil, napas spontan tanpa alat bantu, tidak ada distress pernapasan dan bayi berada dalam inkubator. Bayi mengalami distensi abdomen dengan lingkar perut 29 cm, bising usus 1 kali per menit, berat badan mengalami penurunan 15 gram (1372 gram). Suhu tubuh bayi 36,1 o C dengan suhu inkubator 33,5 o C, akral teraba dingin,

28 13 denyut jantung 158 kali per menit, frekuensi napas 52 kali per menit. Tampak respon terkejut berlebihan, jari tangan menyebar, ekstremitas hiperekstensi. Umur 14 hari dilakukan prosedur pemeriksaan Retinophaty Of Prematurity untuk diagnosis adanya retinopati. Umur 24 hari bayi tampak letargi, keadaan bayi lemah, malas minum, dilakukan pemeriksaan darah hasilnya terjadi penurunan hemoglobin, hematokrit, dan neutrofil. Masalah keperawatan yang muncul antara lain ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, hipotermia grade I, perilaku bayi tidak terorganisir, risiko infeksi, nyeri akut, gangguan menelan, kesiapan meningkatkan perilaku terorganisir, dan inefektif pertahanan tubuh. Metode facilitated tucking disertai hadir-berbicara diberikan dalam mendampingi pemeriksaan Retinophaty Of Prematurity. Skala nyeri menggunakan PIPP 9 (nyeri sedang, rentang skor 0-21), bayi tampak menangis dan meringis. Evaluasi untuk masalah nyeri teratasi pada hari rawat ke-15. Pada hari rawat ke-29 nutrisi yang diterima adekuat ditandai dengan tidak muntah, abdomen supel, dan tidak ada residu, lingkar perut tidak meningkat, bising usus 2 kali per menit, berat badan meningkat progresif 25 gram/hari Tinjauan Teoritis Pada subbab ini dibahas dasar-dasar teori mengenai nyeri pada bayi prematur, perkembangan reseptor nyeri, penyebab nyeri pada bayi baru lahir, alat pengkajian nyeri, dan penatalaksanaan nyeri pada bayi prematur, serta landasan konsep pencegahan trauma dalam keperawatan anak Nyeri pada Bayi Prematur Fakta menyebutkan bahwa struktur anatomi, fisiologis dan neurokimia yang menyampaikan rasa sakit berkembang dengan baik pada neonatus. (Hockenberry & Wilson, 2009) mengatakan bahwa nyeri merupakan pengalaman tidak menyenangkan yang bersifat subjektif akibat rusaknya jaringan yang akan mempengaruhi pengalaman individu dalam mempersepsikan apa yang dirasakan. Definisi tersebut jelas menggambarkan bahwa nyeri merupakan mekanisme fisiologis alami untuk

29 14 memperingatkan tubuh akan kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan. Nyeri yang tidak ditangani dan nyeri kronik pada neonatus dapat berefek jangka pendek maupun jangka panjang. Efek jangka pendek dapat menyebabkan keterlambatan penyembuhan, mobilitas dan pola tidur terganggu. Efek jangka panjang dapat menyebabkan perilaku dan kondisi yang abnormal, keterlambatan perkembangan serta kerusakan perkembangan sistem saraf untuk mempersepsikan rasa nyeri (Nimbalkar, Dongara, & Phatak, 2014). Penelitian telah menunjukkan bahwa bayi prematur tidak hanya merasakan dan memahami rasa sakit, tetapi juga merespon lebih intensif dibandingkan dengan neonatus cukup bulan (Badr, 2013). Jumlah dan tipe nosiseptor perifer telah sama dengan dewasa pada usia gestasi 20 sampai 24 minggu, sehingga densitas nosiseptor bayi dan luas kulit lebih besar dibanding dewasa. Sistem saraf pusat janin berkembang dengan baik setelah usia kehamilan 24 minggu. Neonatus memiliki semua komponen nosiseptif walaupun tidak memiliki sistem saraf mielin yang lengkap (Mathew & Mathew, 2003). Selama menjalani perawatan di ruang perawatan bayi baru lahir, bayi prematur memerlukan perawatan rutin dan prosedur yang lebih sering dibandingkan dengan neonatus cukup bulan (Lopez et al., 2015). Oleh karena itu, hipersensitivitas bayi memanjang dan ambang nyeri berkurang. Sebagai hasilnya, rangsangan yang tidak berbahaya seperti mengubah posisi dan melakukan perawatan rutin bisa menyakitkan bagi bayi prematur dan menyebabkan stress. Manajemen nyeri yang tidak memadai pada bayi dapat menyebabkan perubahan permanen dalam proses pengorganisasian otak dan muncul perilaku maladaptif. Nyeri juga dapat memiliki efek yang merugikan pada kemampuan masa depan anak untuk belajar dan mengingat informasi baru (Ranger & Grunau, 2014). Badr (2013) mendokumentasikan sejumlah prosedur yang menimbulkan nyeri pada bayi prematur. Badr menyebutkan sejumlah prosedur per bayi per hari atau sekitar 273 dalam 2 minggu, termasuk aktivitas rutin

30 15 seperti mengganti pampers dan penimbangan berat badan. Intervensi menyakitkan yang sering dilakukan adalah prosedur isap lendir, penusukan tumit, dan merubah posisi/mengganti diapers. Nyeri pada neonatus dimanifestasikan dalam perilakunya seperti ekspresi wajah, pergerakan tubuh, menangis, dan konsolabiliti. Selain itu tanda-tanda fisik seperti hipoksemia, hipertensi, takikardi, kenaikan variabilitas denyut jantung juga merupakan tanda bayi mengalami nyeri Perkembangan Reseptor Nyeri Gomella, Cunningham, dan Eyal (2013) dalam bukunya menjelaskan perkembangan ujung saraf sensori yang telah dimulai sangat dini pada proses nosiseptif, sebagai berikut: a. Usia gestasi 7,5-15 minggu: Reseptor sensori pada area kulit perifer berkembang pada perioral, wajah, palmar, area abdomen dan ekstremitas proksimal. b. Usia gestasi 8-19 minggu: Reflek spinal mampu berespon pada stimulus yang mengganggu dan neuron diliputi oleh akar ganglion dorsal. c. Usia gestasi 20 minggu: membran mukosa dan area kulit diliputi oleh ujung-ujung saraf sensori. d. Usia gestasi minggu: Thalamic afferents terjalin dengan persepsi sadar mencapai area ambang nyeri dan lapisan kortikal. e. Usia gestasi minggu: Thalamic afferents mencapai korteks visual. f. Usia gestasi minggu: Thalamic afferents mencapai lapisan kortikal auditori. Hockenberry dan Wilson (2009) juga menjelaskan bahwa bayi baru lahir dapat menunjukkan nyeri secara non verbal. Respon perilaku bayi tersebut dapat dikatakan sebagai respon stress pada bayi prematur. Khasanah, Rustina, dan Syahreni (2015) tidak merekomendasikan terjadinya interaksi antara pengasuh dengan bayi pada saat bayi menunjukkan respon/perilaku stress tersebut. Oleh karena itu, tim tenaga kesehatan perlu mengetahui dengan tepat bagaimana merespon bayi ketika mengalami stress sehingga bayi tidak bertambah stress yang dapat berakibat meningkatnya rasa nyeri

31 16 bayi. Tim tenaga kesehatan perlu mempunyai instrumen pengkajian untuk dapat mengevaluasi nyeri bayi prematur sehingga dengan pengkajian yang akurat, tim kesehatan mampu menentukan penatalaksanaan yang tepat pada nyeri bayi prematur tersebut. Selanjutnya, perawat maupun tenaga kesehatan lain mampu meminimalkan skor nyeri bayi prematur terutama saat dilakukan tindakan invasif Penyebab Nyeri pada Bayi Baru Lahir Gomella, Cunningham, dan Eyal (2013) mengklasifikasikan tipe nyeri pada bayi baru lahir berdasarkan penyebab terjadinya nyeri, antara lain: a. Nyeri akibat trauma persalinan Nyeri pada bayi baru lahir yang berkaitan dengan trauma persalinan biasanya merupakan hasil dari persalinan yang menggunakan vakum. Beberapa bayi dapat terlihat tanda memar pada wajah dan kepala yang merupakan trauma akibat melewati jalan lahir. Persalinan dengan forsep juga akan meninggalkan tanda temporari atau memar pada wajah dan kepala bayi. Cephalhematom merupakan tanda yang biasanya terlihat pada bayi dengan persalinan forsep atau ekstraksi vakum. Nyeri akibat fraktur saat proses persalinan juga dapat terjadi pada bayi baru lahir. b. Nyeri akut prosedural Frekuensi prosedur menyakitkan di NICU dapat terjadi antara 5 15 prosedur dalam satu hari. Oleh karena itu, metode yang paling optimal untuk mengontrol nyeri adalah dengan membatasi sejumlah prosedur menyakitkan. Prosedur menyakitkan yang berada di ruang NICU antara lain pengisapan lendir melalui ETT, intubasi, ventilasi mekanik, pemasangan chest tube, pemeriksaan ROP, pemasangan akses sentral, pemasangan intra vena, penusukan tumit, lumbal pungsi, sirkumsisi, ligasi PDA dan pemasangan drain peritoneal. c. Nyeri akut postoperatif Protokol nyeri post operasi membantu praktik terstandar antara tim kesehatan profesional. Pengkajian nyeri secara rutin perlu dilakukan menggunakan skala yang khusus untuk post operasi atau nyeri.

32 17 Pengobatan dengan opioid dapat diberikan melalui bolus atau syringe pump. d. Nyeri kronik Beberapa nyeri kronik yang terjadi pada bayi merupakan akibat dari nyeri akut yang tidak terkontrol. Alat pengkajian nyeri seharusnya merupakan alat yang tervalidasi untuk nyeri kronik. Dibutuhkan penelitian untuk meneruskan perkembangan area nyeri kronik ini Pengkajian Nyeri pada Bayi Prematur Terdapat banyak alat pengkajian nyeri pada bayi, diperlukan alat pengkajian yang reliabel untuk mengkaji nyeri bayi secara rutin. Berikut beberapa alat pengkajian nyeri yang sering digunakan pada bayi, yaitu: a. Neonatal infant pain scale (NIPS) Skala ini mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan rata-rata umur kehamilan 33,5 minggu. Skala terdiri dari 6 variabel penilaian dengan total skor 0 untuk tidak ada nyeri sedangkan 7 nilai nyeri hebat. Adapun variabel yang dinilai adalah ekspresi wajah (0-1), tangan (0-1), menangis (0-2), kaki (0-1), pola pernapasan (0-1), dan kepekaan terhadap rangsangan (0-1) (Lawrence et al., 1993 dalam Glasper & Richardson, 2006). b. Pain assessment tool (PAT) Skala digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan umur kehamilan 27 minggu sampai matur. Skala ini terdiri dari 10 variabel penilaian dengan skor total 4 untuk tidak ada nyeri dan 20 untuk nyeri hebat. Adapun variabel penilaian tersebut adalah sikap/ suara (1-2), pernapasan (1-2), pola tidur (0-2), frekuensi jantung (1-2), ekspresi (1-2), saturasi (0-2), warna (0-2), tekanan darah (0-2), menangis (0-2), persepsi perawat (0-2) (Hodgkinson et al., 1994 dalam Hockenberry & Wilson, 2009). c. Crying, Requiring increased oxygen, Increased vital signs, Expession, and Sleeplessness (CRIES) Skala digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan umur kehamilan 32 sampai 60 minggu. Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan

33 18 skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 10 untuk nyeri hebat. Adapun penilaian tersebut adalah menangis (0-2), peningkatan kebutuhan oksigen tambahan (0-2), peningkatan tanda vital (0-2), ekspresi (0-2), tidak bisa tidur (0-2) (Krechel & Bildner, 1995 dalam Glasper & Richardson, 2006). d. Premature Infant Pain profile (PIPP) Skala ini dipakai untuk mengkaji nyeri pada bayi dengan usia gestasi minggu. Terdiri dari 7 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 3 untuk sangat nyeri. Adapun variabel yang dinilai adalah usia kehamilan, mata berkerut, status perilaku, bibir melipat ke dalam, denyut jantung, saturasi Oksigen, dan alis menonjol. Skala ini biasanya digunakan untuk mengkaji nyeri pada prosedur/tindakan perawatan. Pada skoring status perilaku, observasi dilakukan 15 detik segera sebelum prosedur, kemudian observasi berikutnya dilakukan 30 detik segera setelah prosedur (Walden & Gibbins, 2008) Penatalaksanaan Nyeri pada Bayi Prematur Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid (narkotik), nonopioid/ NSAIDs (Nonsteroid Anti Inflamation Drugs) dan adjuvant, serta ko-analgesik. Namun obat ini tidak bisa digunakan sampai fungsi ginjal matur. Tata laksana nyeri yang lain dapat diberikan anestesi topikal seperti Eutetic Mixture of Local Anaesthetics (EMLA) yang merupakan krim dengan dosis pada bayi prematur > 1500 gram 1 cm 2 atau 0.30 gram dan pada neonatus cukup bulan dapat diberikan 2 cm 2 atau 0.50 gram. Selanjutnya anastesi regional, misalnya blok saraf perifer dan blok saraf sentral (spinal, epidural) dimana teknik ini harus dilakukan dengan hati-hati oleh tenaga kesehatan profesional terlatih serta memerlukan observasi yang ketat (Ranger & Grunau, 2014). Penatalaksanaan nyeri non farmakologi pada bayi yang dapat dilakukan antara lain menyusui, pemberian dekstrosa, pemberian sukrosa, metode kanguru, pengaturan posisi, mengisap nonnutritif, pembedongan, pijat bayi, facilitated tucking, musik, multysensory stimulation yang dapat dilakukan

34 19 dengan menatap bayi, sentuhan lembut pada punggung dan wajah bayi, berbicara pada bayi dengan lembut tapi jelas dan intervensi lingkungan misalnya dengan mengendalikan kebisingan dan pencahayaan di lingkungan NICU (Gomella et al., 2013). Metode non-farmakologis yang telah diterapkan pada kelima kasus terpilih adalah facilitated tucking disertai hadir-berbicara. Menurut Yin et al. (2014), kombinasi dua intervensi non farmakologi dapat menjadikan intervensi tersebut lebih efektif untuk menurunkan skor nyeri pada bayi prematur yang mengalami nyeri akut prosedural. a. Facilitated tucking Prosedur invasif yang terjadi secara rutin pada neonatus di ruang perawatan bayi baru lahir menyebabkan rasa sakit dan perkembangan tidak terduga. Neonatus lebih sensitif untuk merasakan rasa sakit dari bayi yang lebih tua, anak-anak, bahkan orang dewasa, dan hipersensitivitas ini lebih diperparah pada neonatus prematur. Beberapa bukti menunjukkan bahwa paparan nyeri yang berulang dan berkepanjangan pada bayi dapat mengubah pengalaman rasa sakit berikutnya, perkembangan jangka panjang, dan perilaku bayi (Gitto et al., 2012). Terjadinya nyeri pada neonatus memiliki konsekuensi fisik dan psikologis, memprovokasi terjadinya hipoksemia, hipertensi, takikardia, kenaikan variabilitas denyut jantung, dan tekanan intrakranial. Nyeri/rasa sakit yang terjadi pada bayi prematur dapat menyebabkan kerusakan otak. Hal ini berkaitan dengan vasoregulasi yang belum matang dari sistem saraf pusat bayi prematur (Ranger & Grunau, 2014). Analgesik farmakologi memiliki efek yang cepat namun dampaknya pada neonatus masih dipertanyakan (Cignacco et al., 2010). Oleh karena itu diperlukan intervensi non-farmakologis yang tepat untuk mengatasi nyeri akut bayi prematur pada saat prosedur diagnostik dan terapeutik. Dampak intervensi non-farmakologis biasanya terbatas pada efektifitas untuk mengurangi rasa sakit namun tidak memperhatikan dari segi waktu, biaya dan kemudahan pelaksanaan intervensi dalam setting klinik.

35 20 Intervensi non-farmakologi membutuhkan paradigma perawatan yang berorientasi pada bayi dan orangtua, didorong oleh empati dan fokus perhatian dari tim kesehatan profesional. Fokus ini memerlukan perubahan sikap dan nilai-nilai yang ada dalam sebuah tim kesehatan di NICU. Facilitated tucking merupakan salah satu intervensi non-farmakologis untuk menurunkan persepsi nyeri bayi prematur yang terbukti efektif dalam menghilangkan nyeri akut pada neonatus (Cignacco & Sellam, 2012; Liaw et al., 2012; Lopez et al., 2015; Sundaram, Shrivastava, Pandian, & Singh, 2013; Yin et al., 2014). Facilitated tucking didefinisikan sebagai penahanan lengan dan kaki bayi dalam tertekuk, posisi garis tengah dekat dengan tenggorokan (posisi fleksi fisiologis/midline position). Teknik memegangnya dapat berbeda tergantung prosedur menyakitkan yang akan dilakukan pada bayi prematur (Kucukoglu et al., 2015). Sebagai contoh untuk prosedur isap lendir (suction) dianjurkan untuk memegang dekat lengan dan kaki bayi (lihat gambar 2.1). Prosedur facilitated tucking untuk penusukan tumit dilakukan dengan cara satu tangan memegang lembut kepala, sementara yang lain memegang tubuh bayi dan lengan dalam keadaan tertekuk (lihat Gambar 2.2). Gambar 2.1. Posisi Facilitated Tucking untuk Prosedur Isap Lendir Sumber: Cignacco et al. (2010)

36 21 Gambar 2.2. Posisi Facilitated Tucking untuk Prosedur Penusukan Tumit Sumber: Cignacco et al. (2010) Pemanfaatan yang efektif dari intervensi ini membutuhkan sekitar 10 menit dari interaksi dengan bayi untuk memberikan dukungan emosional dan mendampingi bayi dalam melalui pengalaman yang tidak menyenangkan dari rasa sakit. Facilitated tucking harus dimulai sekitar 3 menit sebelum prosedur menyakitkan untuk membantu bayi beradaptasi dengan rangsangan taktil, dua tangan orang dewasa menahannya. Relaksasi bayi pada umumnya diamati setelah sekitar 3 menit dari facilitated tucking, sehingga prosedur yang menyakitkan itu sendiri seharusnya tidak dimulai sampai setelah bayi santai. Hal yang sama berlaku untuk periode setelah tindakan, dimana intervensi facilitated tucking perlu terus dilakukan selama setidaknya 3 menit untuk memberikan bayi kesempatan pemulihan dan kembali ke status dasar. b. Hadir-berbicara pada bayi prematur Bidang kesehatan mental bayi yang berfokus pada penelitian, neurologi dan intervensi berbasis hubungan menekankan pentingnya hubungan yang selaras antara interaksi pengasuh dengan bayi, hal ini bertujuan untuk pengembangan emosional yang sehat dan kapasitas regulasi bayi (Zwimpfer & Elder, 2012). Hadir-berbicara pada bayi sebagai bagian dari perawatan neonatal telah diidentifikasi sebagai aspek penting dari manajemen nyeri meskipun belum banyak penelitian tentang hal ini. Namun Schore (1996, dalam Zwimpfer & Elder, 2012) membuktikan

37 22 bahwa hubungan dengan orang dewasa sangat penting untuk memfasilitasi pertumbuhan otak bayi agar mampu mengelola stres. Bayi yang dalam keadaan stres sangat membutuhkan dukungan dari pengasuh dewasa untuk membantu mengatur keadaan emosional mereka. Ketika bayi yang masih belajar dan ditenangkan oleh pengasuh/orang dewasa, kemampuan mereka untuk menenangkan diri mereka sendiri difasilitasi melalui pengembangan jalur saraf untuk pengaturan emosional. Ketika hal ini tidak terjadi bayi berisiko mengalami gejala sisa kesehatan mental di kemudian hari. Artinya perkembangan pengaturan emosional mereka tergantung dari kesediaan orang dewasa untuk bisa berempati dan berkomunikasi dengan bayi. Hal ini menjadi penting karena dalam perkembangannya saat ini NICU tidak hanya dilihat sebagai tempat untuk perawatan fisik saja, tetapi juga asuhan perkembangan termasuk perkembangan emosional bayi. Intervensi hadir-berbicara sesuai dengan penelitian Bellieni et al. (2002) yang mengatakan bahwa intervensi rasa dengan menggunakan glukosa oral menjadi lebih efektif dengan adanya intervensi sentuhan dan bicara pada bayi saat dilakukan prosedur yang menyakitkan. Psikoterapi melalui pendekatan orangtua-bayi umumnya ditujukan untuk mengenali dan menangkap ekspresi emosional bayi. Kenyataannya perawat secara langsung lebih sering berinteraksi dengan bayi prematur tersebut dibandingkan orangtua bayi. Oleh karena itu, menurut Salomonsson (2010) terdapat tiga teknik yang dapat dilakukan petugas kesehatan, dalam hal ini perawat untuk hadir pada bayi prematur, yaitu: 1. Perawat berusaha membangun hubungan terapeutik dengan bayi Peran perawat sangat besar bagi bayi prematur. Hal ini harus disadari oleh seluruh perawat yang bekerja di ruang NICU. Bayi prematur dapat menghabiskan sampai tiga atau empat bulan di NICU. Hanya ada sedikit peluang untuk bayi dapat berinteraksi dengan orangtua.

38 23 Oleh karena itu, perawat yang mengambil peran sebagai orangtua bayi. Perawat bekerja secara langsung dengan bayi dan mengambil tanggung jawab keseluruhan untuk perawatan fisik maupun emosional bayi prematur. 2. Perawat meyakini bayi akan menggunakan intersubjektivitas (kapasitas bawaan untuk berhubungan dengan orang lain) untuk memperoleh containment Bayi prematur mencari komunikasi dan kenyamanan dari pengasuh (seseorang yang menawarkan kepedulian terhadap mereka). Hal ini karena bayi prematur lahir dengan intersubjektivitas yang merupakan bawaan primer. Bayi siap untuk berhubungan dengan manusia lain dan mengharapkan respon terhadap keinginan bayi untuk berkomunikasi. Trevarthen (2001, dalam Zwimpfer & Elder, 2012) mengatakan bahwa tidak perlu harus menjadi ibu biologis yang memenuhi kebutuhan bayi, tapi setiap orang dewasa yang simpatik, bersedia dan mampu masuk dalam dunia emosional bayi dapat memenuhi kebutuhan mereka. Teori dalam aliran pemikiran menekankan pentingnya pengasuh membantu bayi mengelola perasaannya, baik rasa menyenangkan maupun menyakitkan. Proses ini sering digambarkan sebagai containment, yaitu wadah untuk mengekspresikan perasaan bayi dan mendapatkan respon dari orang dewasa terkait apa yang dirasakannya. Bellieni, Tei, Coccina, dan Buonocore (2012) menyarankan pentingnya kehadiran pengasuh bersama bayi selama prosedur menyakitkan, terutama kehadiran empati dari pengasuh/orang dewasa. Oleh karena itu, penting bagi tim kesehatan yang bekerja di NICU mengekspresikan empati dan cinta bagi pasien mereka dan meyakini bahwa hal ini penting untuk memaksimalkan perawatan, serta merupakan suatu intervensi untuk mengurangi stress.

39 24 3. Perawat mengasumsikan bahwa bayi memproses aspek interaksi non leksikal Asumsi disini adalah bahwa meskipun bayi tidak memahami kata-kata yang sebenarnya diucapkan kepada mereka, namun bayi memahami maksud emosional dibalik kata-kata. Jika asumsi ini ada pada setiap perawat, maka akan ada nilai terapeutik dimana perawat menenangkan bayi yang sedang mengalami stress dengan vokal. Berbicara menenangkan pada bayi perlu jujur, misalnya dengan mengakui pengalaman nyeri yang dirasakan oleh bayi agar bermakna untuk bayi dan membantu bayi merasa dimengerti dan meyakinkan, sehingga terbentuk proses containment. Sudut pandang psikoterapi adalah bahwa kehadiran manusia adalah tentang menjadi dengan dan berpikir tentang bayi secara emosional, tidak hanya secara fisik (Zwimpfer & Elder, 2012). Oleh karena itu, tim kesehatan yang bekerja di NICU perlu ditekankan untuk bersikap sensitif dan responsif terhadap kebutuhan bayi. Model vokal yang lembut dan menenangkan diperlukan untuk memberikan intervensi hadir-berbicara pada bayi prematur. Jika secara emosional perawat hadir untuk berkomunikasi dengan bayi dan menyampaikan pada bayi melalui sikap yang selaras, suara yang empatik, lembut dibawah 50 db, dan mirip dengan ibu maka bayi akan mencapai proses containment. Melalui cara ini, perawat responsif untuk berkomunikasi dengan bayi, memahami perasaan nyeri/sakit yang dialami bayi, kemudian menenangkan. Kata-kata yang digunakan oleh perawat merupakan komponen penting dari komunikasi ini. Kata-kata harus benar dan digunakan dalam konteks untuk membantu bayi merasa bahwa pengalaman nyeri mereka telah dipahami dengan baik. Salah satu cara untuk memastikannya adalah dengan mempertimbangkan langkah-langkah untuk manajemen nyeri prosedural berikut (Halimaa, 2003), yaitu: Menciptakan lingkungan yang menguntungkan untuk manajemen nyeri yang efektif, mempersiapkan bayi

40 25 dengan aman untuk dilakukan prosedur, meminimalkan nyeri selama prosedur, dan mengembalikan rasa aman bayi setelah prosedur. Langkah-langkah manajemen nyeri prosedural yang telah disebutkan dalam paragraf sebelumnya bertujuan untuk dapat menghasilkan vokal yang menenangkan. Pertama memberikan peringatan tentang apa yang akan terjadi, maka perawat berbicara pada bayi sebelum prosedur sehingga bayi memiliki waktu setelah peringatan itu. Tujuannya adalah untuk menemani bayi dari awal prosedur sampai akhir, untuk melihat dari sudut pandang bayi, untuk memberikan peringatan atau persiapan tentang apa yang akan dilakukan pemeriksa selanjutnya, untuk menyadari perasaan bayi selama prosedur, dan kemudian melakukan evaluasi apa yang telah terjadi sebelum pindah ke prosedur berikutnya. Selama proses intervensi ini perawat harus selaras dengan pengalaman bayi (Zwimpfer & Elder, 2012). Perawat perlu merasa empati dan yakin bahwa bayi akan mentolerir prosedur dengan baik dan pulih dengan baik dari stress sementara yang mereka alami. Inti dari teori containment adalah bahwa ketika bayi merasa bahwa ada orang lain yang lebih kuat mengerti bagaimana perasaan mereka kemudian orang lain tersebut tetap tenang dan mendukung bayi, maka akan meyakinkan dan menenangkan untuk bayi Pencegahan Trauma Keperawatan anak merupakan suatu cabang ilmu keperawatan yang berangkat dari sebuah filosofi bahwa keyakinan atau pandangan yang dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan anak yang berfokus pada keluarga (family centered care), manajemen kasus, dan pencegahan trauma (atraumatic care) (Hockenberry & Wilson, 2009). Pencegahan trauma sendiri merupakan tindakan yang menjaga perawat untuk tidak menimbulkan trauma baik pada bayi maupun keluarga. Beberapa hal yang dapat menimbulkan trauma pada bayi, antara lain nyeri, kebisingan, pencahayaan dan sikap perawat yang tidak bersahabat. Oleh karena itu, perawat perlu mengidentifikasi hal-hal yang dapat menimbulkan

41 26 nyeri pada bayi untuk dapat dilakukan pencegahan trauma. Hal ini karena dengan melakukan pencegahan trauma dapat mengurangi dampak psikologis bagi perkembangan bayi prematur. Wong et al. (2002) menjelaskan beberapa prinsip untuk mengurangi trauma pada bayi dapat dilakukan dengan cara: Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dengan orangtua, meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengenal isyarat bayi, mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri sebagai dampak psikologis, dan memodifikasi lingkungan Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan Subbab ini akan menjelaskan terkait gambaran model teori Comfort Kolcaba dan proses keperawatan dalam teori Comfort Kolcaba Gambaran Model Teori Comfort Kolcaba Kolcaba menilai bahwa pelayanan kesehatan harus menciptakan rasa nyaman. Kolcaba (1992, dalam Alligood, 2014) mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan perilaku terorganisir bayi), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan telah mampu beradaptasi dengan nyeri). Perawat bertanggung jawab didalam menciptakan kenyamanan bagi pasien dari awal hingga akhir. Seorang perawat yang profesional dapat memberikan dan menghadirkan kenyamanan bagi pasien. Kemampuan perawat dalam memberikan kenyamanan pada pasien ditentukan oleh besarnya tingkat keterampilan dan karakter dari seorang perawat. Kolcaba dan Dimarco (2005) menyatakan bahwa kenyamanan baik dari segi fisik maupun mental adalah tanggung jawab perawat dan seorang perawat dalam memberikan tindakan kenyamanan tidak hanya berakhir dengan kenyamanan dari segi fisik saja. Kenyamanan diletakkan di garis depan pelayanan keperawatan. Kolcaba menganalisis konsep kenyamanan dengan menggambarkan komponen fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial budaya. Kemudian mengevaluasi

42 27 artinya dalam berbagai konteks di mana perawatan kesehatan terjadi, serta menjelaskan bagaimana hal itu dapat diukur. Pendekatan holistik ini dapat membantu dalam menentukan prioritas dan parameter untuk perawatan pasien. Tipe-tipe kenyamaman didefiniskan sebagai berikut (Kolcaba, 2003 dalam Tomey & Alligood, 2010): (1) Relief: kondisi bayi yang membutuhkan penanganan yang spesifik dan segera; (2) Ease: kondisi yang tenteram atau kepuasan hati; dan (3) Transcendence: kondisi dimana bayi mampu mengatasi masalahnya (nyeri). Selain itu, terdapat empat konteks kenyamanan, yaitu: (1) Fisik: berkaitan dengan sensasi jasmani; (2) Psikospiritual: berkaitan dengan status perilaku bayi, serta konsep diri, kepercayaan dan makna hidup orangtua; (3) Lingkungan: berkaitan dengan keadaan sekitarnya, kondisi-kondisi, dan pengaruhnya; dan (4) Sosiokultural: berkaitan dengan keluarga, hubungan sosial, dan budaya yang dianut oleh keluarga. Kolcaba (2003, dalam Alligood & Tomey, 2010) menyebutkan bahwa untuk memberikan kenyamanan memerlukan tiga jenis intervensi kenyamanan, yaitu: a. Teknik mengukur kenyamanan (technical comfort measures) Intervensi ini didesain untuk mempertahankan homeostasis dan manajemen nyeri, seperti pemantauan tanda-tanda vital dan hasil kimia darah. Termasuk juga dalam pemberian obat anti nyeri. Pengukuran kenyamanan didesain untuk membantu bayi mempertahankan atau memulihkan fungsi fisik dan kenyamanan serta mencegah terjadinya komplikasi pada bayi prematur. b. Pembinaan (coaching) Intervensi ini didesain untuk membebaskan rasa nyeri dan menyediakan penenteraman hati dan informasi, membangkitkan harapan, mendengar, dan membantu perencanaan yang realistis untuk pemulihan, integrasi, atau meninggal sesuai budayanya. Pada pasien bayi prematur, pembinaan dilakukan pada orangtua bayi yang nantinya akan merawat bayi di rumah.

43 28 c. Comfort Food for The Soul Intervensi ini meliputi intervensi yang tidak dibutuhkan bayi dan orangtua saat ini tetapi sangat berguna untuk menentramkan jiwa. Intervensi kenyamanan ini membuat orangtua dan bayi merasa lebih kuat dalam kondisi yang sulit diukur secara personal. Target intervensi ini adalah transcendence meliputi hubungan yang mengesankan antara perawat-bayi dan perawat-keluarga. Sugesti kenyamanan ini dapat diberikan dalam bentuk pijatan, lingkungan yang adaptif yang menciptakan kedamaian dan ketenangan, terapi musik, hadir-berbicara, dan sentuhan terapeutik. Teori Comfort Kolcaba menawarkan cara yang efisien untuk membangun pendekatan interdisipliner untuk mengikuti intervensi secara individual. Berikut merupakan asumsi Kolcaba yang diterapkan pada bayi: (1) Bayi/keluarga mempunyai respon holistik terhadap stimulus yang kompleks. Kenyamanan merupakan hasil holistik yang relevan dengan disiplin keperawatan dan pada tingkat dasar relevan dengan disiplin kesehatan lain. (2) Bayi/keluarga berusaha memenuhi kenyamanan dasar dengan bantuan perawat, (3) intervening variables diperhitungkan dalam merancang intervensi dan menentukan keberhasilan intervensi, (4) intervensi yang efektif dan dilakukan dengan caring hasilnya akan langsung terlihat sebagai peningkatan rasa nyaman, (5) Bila kenyamanan tercapai, bayi dan keluarga terikat oleh HSBs yang akan meningkatkan kenyamanan lebih lanjut. Bila bayi dan orangtua telah memiliki HSBs yang kuat sebagai hasil dari comfort care, perawat dan keluarga akan lebih puas dengan pelayanan kesehatan, dan (6) Kepuasan akan berdampak pada perkembangan institusi pelayanan kesehatan karena masyarakat yang merasa puas dengan pelayanan akan mengakui integritas dari institusi tersebut (Kolcaba, 2003; Sitzman dan Eichelberger, 2011; Herlina, 2012).

44 Kebutuhan perawatan kesehatan Pengukuran kenyamanan Variabel variabel intervensi Kenya manan pasien Perila ku pencari kesehatan Integrita s institusi (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perilaku internal Meninggal dengan damai Perilaku eksternal Kebijakan terbaik Praktik terbaik Skema 2.1 Hubungan antar Konsep dari Teori Comfort Kolcaba Sumber: Kolcaba (2003) Definisi dan keterangan dari masing masing gambar secara rinci dijelaskan sebagai berikut : (1) Kebutuhan Perawatan Kesehatan (Health Care Need) Kolcaba mendefinisikan kebutuhan perawatan kesehatan sebagai kebutuhan untuk memperoleh kenyamanan dari situasi yang stressfull. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan, yang semuanya membutuhkan pemantauan, laporan verbal maupun non verbal serta kebutuhan yang berhubungan dengan parameter patofisilogis, membutuhkan edukasi dan dukungan serta kebutuhan akan financial dan intervensi. (2) Pengukuran Kenyamanan (Comforting Intervention) Comfort bisa diartikan suatu keadaan yang dialami oleh penerima yang dapat didefinisikan sebagai suatu pengalaman immediate yang menjadi suatu kekuatan akan kebutuhan relief, ease, transedence yang dapat terpenuhi dalam empat konteks pengalaman yang meliputi aspek fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan. Beberapa tipe comfort yaitu: 1) relief, merupakan suatu keadaan dimana bayi dan orangtua memiliki pemenuhan kebutuhan spesifik, 2) ease, merupakan suatu keadaaan merasa tenang dan senang, 3) transedence, merupakan suatu keadaan dimana bayi mampu beradaptasi dengan ketidaknyamanan.

45 30 (3) Variabel Variabel Intervensi (Intervening variables) Intervening variables ini didefinisikan sebagai kekuatan yang berinteraksi sehingga mempengaruhi persepsi bayi dari comfort secara keseluruhan. Variabel ini meliputi pengalaman nyeri sebelumnya, usia gestasi, status perilaku, sistem pendukung, prognosis, financial dan keseluruhan elemen dalam pengalaman nyeri bayi. (4) Kenyamanan (Enhance comfort) Sebuah luaran yang langsung diharapkan pada pelayanan keperawatan, mengacu pada teori comfort ini. (5) Perilaku Pencari Kesehatan (Health Seeking Behaviors) Merupakan sebuah kategori yang luas dari luaran berikutnya yang berhubungan dengan pencari kesehatan yang diinginkan oleh orangtua saat konsultasi dengan perawat. HSBs ini dapat berasal dari eksternal (aktivitas yang terkait dengan kesehatan), internal (penyembuhan, fungsi imun, dan pertumbuhan perkembangan bayi prematur). (6) Institusi yang Terintegrasi (Institusional Integrity) Merupakan nilai, stabilitas keuangan, dan keseluruhan dari organisasi pelayanan kesehatan pada area lokal, regional, dan nasional. Pada sistem rumah sakit, definisi institusi diartikan sebagai pelayanan kesehatan umum, agensi home care Proses Keperawatan menurut Teori Comfort Kolcaba Aplikasi teori kenyamanan di area keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Kegiatan dimulai dengan langkah-langkah proses keperawatan mulai dari pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi yang diuraikan di bawah ini: a. Pengkajian Keperawatan Kolcaba dan Dimarco (2005) mengungkapkan bahwa dalam menentukan konteks kebutuhan kenyamanan yang terjadi pada bayi dan keluarga, merupakan hal yang penting untuk bisa mengaplikasikan teori secara benar pada empat konteks kebutuhan kenyamanan yang terdiri dari:

46 31 1) Kebutuhan kenyamanan fisik Kenyamanan fisik terdiri dari sensasi tubuh dan mekanisme homeostasis; risiko maupun gangguan dan mekanisme fisiologis akibat dari penyakit dan prosedur invasif; serta kebutuhan fisik yang tidak disadari seperti keseimbangan cairan dan elektrolit, oksigenasi, termoregulasi, nutrisi, imunitas, istirahat dan tidur. 2) Kebutuhan kenyamanan psikospiritual Kebutuhan akan rasa nyaman agar lebih damai menghadapi prosedur yang menimbulkan trauma, serta ketidaknyamanan dan nyeri yang tidak segera sembuh. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan intervensi comfort food for the soul seperti kunjungan dari orangtua, sentuhan dan kata-kata lembut baik dari orangtua maupun tenaga kesehatan profesional. 3) Kebutuhan kenyamanan sosiokultural Kebutuhan kenyamanan sosiokultural merupakan kebutuhan untuk jaminan kebudayaan yang sensitif, bahasa tubuh yang positif terutama pada orangtua bayi, serta caring baik pada bayi maupun orangtua. 4) Kebutuhan kenyamanan lingkungan Kebutuhan kenyamanan lingkungan yang termasuk adalah ketenangan, minimal cahaya, ketertiban, keamanan, perhatian terhadap setting ruang perawatan, serta menjaga kenyamanan tidur. b. Diagnosis Keperawatan Kolcaba mengambil kenyamanan sebagai fokus teorinya. Teori ini menerangkan bahwa kebutuhan pelayanan kesehatan sebagai suatu kebutuhan kenyamanan dari situasi pelayanan kesehatan yang stressfull. Saat ini Kolcaba hanya mengembangkan kuesioner pengkajian sebagai alat untuk menilai kenyamanan pasien, namun untuk diagnosis keperawatan secara khusus belum disebutkan. Akan tetapi Herdman dan Kamitsuru (2014) merumuskan diagnosis keperawatan yang saat ini digunakan yaitu NANDA , kenyamanan disebutkan dalam domain ke-12 yang terdiri dari beberapa kelas, antara lain:

47 32 Kelas 1. Kenyamanan fisik: Gangguan rasa nyaman, kesiapan meningkatkan rasa nyaman, mual, nyeri akut, nyeri kronik, nyeri persalinan, dan sindrom nyeri kronik Kelas 2. Kenyamanan lingkungan: Gangguan rasa nyaman, kesiapan meningkatkan rasa nyaman Kelas 3. Kenyamanan sosial: Gangguan rasa nyaman, kesiapan meningkatkan rasa nyaman, risiko menyendiri, isolasi sosial. c. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan bertujuan meningkatkan kenyamanan. Intervensi kenyamanan menurut Kolcaba dan Dimarco (2005) memiliki tiga kategori yaitu: 1) Intervensi kenyamanan standar/tehnik untuk mengukur kenyamanan dalam mempertahankan homeostasis dan mengontrol rasa sakit 2) Pelatihan/coaching untuk meredakan kecemasan, memberikan jaminan dan informasi, menanamkan harapan, mendengarkan dan membantu merencanakan pemulihan 3) Tindakan yang menenangkan bagi jiwa (comforting) adalah hal-hal yang dilakukan perawat untuk membuat bayi mendapatkan containment dan orangtua merasa diperhatikan serta dikuatkan. d. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan diarahkan kembali untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan menurut standar sehingga homeostasis (Kolcaba & Dimarco, 2005; Hockenberry & Wilson, 2009). e. Evaluasi Keperawatan Evaluasi tidak hanya dilakukan pada saat pasien akan kembali ke rumah, namun juga dilaksanakan selama pemberian asuhan keperawatan (Hockenberry & Wilson, 2009). Beberapa instrumen untuk mengukur kenyamanan telah dikembangkan oleh Kolcaba, seperti behaviour, checklist and children s comfort daisies sesuai dengan usia (Kolcaba & Dimarco, 2005).

48 33 Sistem organ bayi prematur belum matang Kelahiran prematur Faktor risiko: Ibu dengan impending eklampsi, kehamilan gemeli, ketuban pecah dini Kebutuhan pelayanan kesehatan Intervensi + + Keperawatan Variabel yang mempengaruhi Pengalaman: 1. Fisik 2. Psikospiritual 3. Sosiokultural 4. Lingkungan 1. Perubahan pada HR dan RR, Skor nyeri > Adanya stress dan trauma akibat prosedural 3. Orangtua kurang terlibat dalam perawatan 4. Lingkungan: kebisingan, cahaya, suara alat Intervensi Comfort: (Atraumatic care) 1. Standar comfort 2. Coaching 3. Comforting 1. Observasi tanda-tanda vital minimal tiap 3 jam 2. Facilitated tucking saat prosedur terapi 3. Pendidikan kesehatan 4. Lingkungan minimal cahaya dan kebisingan Variable intervening: 1. Pengalaman 2. Usia gestasi 3. Status perilaku 4. Sistem pendukung 5. Lama rawat inap 6. Prognosis 1. Catat riwayat kesehatan 2. Catat usia gestasi, status perilaku, lama perawatan 3. Catat keterlibatan keluarga Kenyamanan pasien Perilaku mencari kesehatan Integritas institusi Outcome Comfort: 1. Rasa nyaman fisik 2. Rasa nyaman psikospiritual 3. Rasa nyaman sosiokultural 4. Rasa nyaman lingkungan 1. Suhu 36,5 o C-37,5 o C; denyut jantung x/menit; RR x/menit; TD 38-61/23-40 mmhg; SaO 2 95% 2. Status perilaku menunjukkan kenyamanan 3. Skor nyeri < Ada dukungan keluarga 1. Tumbuh kembang optimal 2. Daya tahan tubuh kuat 3. Keluarga memahami status perilaku dan isyarat bayi prematur 1. LK, PB, BB sesuai fenton 2. Perkembang-an sesuai usia 3. Bayi tidak menunjukkan isyarat stress 4. Bebas infeksi 5. Tidak terjadi komplikasi penyakit 1. Kepuasan keluarga tercapai 2. Tindakan medis berkurang 3. Perawatan berfokus pada asuhan perkembangan 1. Lama rawat inap berkurang 2. Penggunaan antibiotik berkurang 3. Keluarga puas dengan pelayanan Rumah Sakit Skema 2.2 Integrasi Teori Comfort Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural Sumber: (Kolcaba & Dimarco, 2005); (Alligood & Tomey, 2010); (Hockenberry & Wilson, 2009)

49 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih Aplikasi teori Comfort Kolcaba akan diterapkan pada salah satu kasus kelolaan yang terpilih, yaitu pada kasus Kasus lima dengan diagnosis NKB SMK (30 minggu, 1524 gram); Riwayat RDS ec HMD Grade I-II; Riwayat Hiperbilirubinemia. Proses asuhan keperawatan akan dimulai dari tahap pengkajian menurut Kolcaba (rasa nyaman pada pengalaman fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingkungan). Penentuan masalah keperawatan dianalisis dari struktur taksonomi kenyamanan, selanjutnya dalam merumuskan diagnosis berdasarkan diagnosis NANDA Intervensi keperawatan disusun menggunakan comfort measures, kemudian implementasi dan evaluasi dengan menggunakan instrumen pemantauan nyeri pada bayi prematur (PIPP) Gambaran Umum Kasus Lima a. Identitas pasien By. Ny. Cla, laki-laki, usia 13 hari (hari rawat ke-14), lahir secara sectio caesaria dengan indikasi gawat janin karena ibu mengalami pre eklampsi berat. b. Keluhan utama Bayi mengalami distensi abdomen dengan lingkar perut 29 cm, berat badan mengalami penurunan 15 gram, bising usus 1 kali per menit. c. Riwayat penyakit Bayi lahir dengan nilai APGAR pada menit pertama 7 dan menit kelima 9, menangis dan diberi bantuan napas melalui NCPAP dengan PEEP 8 dan FiO2 21%. Pemeriksaan foto thorax pada tanggal 1 April 2016 terlihat gabara sesuai HMD grade II. Hari kelima bayi mengalami hiperbilirubinemia kemudian diberikan fototerapi selama dua hari dan pada pemeriksaan kimia klinik tanggal 7 April 2016 kadar bilirubin dalam batas normal. Tanggal 14 April 2016 keadaan stabil, napas spontan tanpa alat bantu, tidak tampak adanya distress pernapasan dan bayi berada dalam inkubator. Ibu mengatakan tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya.

50 Pengkajian a. Pengkajian kenyamanan fisik Keadaan umum bayi sadar, aktif. Saat pengkajian terdapat muntah sekitar 3 ml ASI yang belum sepenuhnya dicerna, abdomen tegang, bising usus 1 kali per menit (hipomotilitas), lingkar perut 29 cm, terdapat residu 2 ml, denyut nadi lemah, dan terjadi penurunan BB sebesar 15 gram dari hari sebelumnya, saat ini BB 1387 gram dengan berat lahir 1524 gram. Bayi mendapatkan ASI 24 ml sebanyak 8 kali melalui sonde. Suhu tubuh bayi 36,1 o C dengan suhu inkubator 33,5 o C (Hipotermia Grade I), kulit bayi dan akral teraba dingin, denyut jantung 158 kali per menit, frekuensi napas 52 kali per menit, saturasi oksigen 95%, bayi lahir prematur (stratum korneum masih immatur). Saat terbangun, bayi rewel, susah ditenangkan. Respon terkejut berlebihan, hiperekstensi ekstremitas dan jari tangan menyebar, kemudian tangan menempel ke muka, tatapan penuh perhatian. Hari kedua pengkajian (15 April 2016) dilakukan prosedur pemeriksaan ROP pada Kasus lima dengan skala nyeri 9 (menggunakan PIPP), saat prosedur denyut jantung meningkat > 10% dari baseline (156 kali per menit menjadi 175 kali per menit). Hari kelima pengkajian (18 April 2016) residen keperawatan anak menemukan bahwa bayi menunjukkan perilaku yang berbeda setiap hari, Ibu menunjukkan keinginan untuk mengenal perilaku pengaturan diri dan isyarat bayi prematur. Hari ini (18 April 2016) dokter memberikan advice untuk coba memberikan minum melalui cawan, bayi sempat tersedak saat dicoba minum melalui cawan, tampak mengisap tidak efektif dan ASI jatuh dari mulut, observasi 30 menit berikutnya tampak terdapat bekas muntah di linen. Umur 24 hari (25 April 2016) bayi tampak lemah, letargi, dan hasil pemeriksaan darah menunjukkan penurunan pada Hemoglobin 8,4

51 36 gram/dl; Hematokrit 25,5%; Neutrofil batang 0,0%, Neutrofil segmen 20,4%. Hasil lab darah yang mengalami peningkatan antara lain pada Limfosit 60,6%, Monosit 15%; Trombosit /mm 3. Secara umum Leukosit bayi normal yaitu /mm 3 (N), dengan Basofil 0,4% dan Eosinofil 3,6%. b. Pengkajian kenyamanan psikospiritual Orangtua tampak cemas dan terus bertanya bagaimana perawatan bayi prematur, perkembangan dan pertumbuhan bayi prematur, kondisi bayi dan berat badan bayi setiap hari. Orangtua juga mengatakan cemas dengan kondisi anak, takut berat badan anak tidak bertambah dan turun terus sehingga semakin lama berada di rumah sakit. Orangtua mengatakan selalu berdoa untuk kesembuhan putranya. c. Pengkajian kenyamanan sosiokultural Bayi tampak tenang saat ibu melakukan perawatan metode kaguru dan memberi sentuhan lembut. Tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan. d. Pengkajian kenyamanan lingkungan Ruangan memiliki inkubator untuk membantu bayi mengatur termoregulasi, terdapat penutup inkubator sebagai perlindungan dari cahaya. Namun masih terdengar tingginya suara petugas kesehatan dan suara memindahkan barang. Berikut akan dipaparkan tabel hasil pengkajian berdasarkan struktur taksonomi Kolcaba. Tabel 2.1 menggambarkan keadaan-keadaan bayi yang berada dalam fase relief, ease, maupun transcendence. Selain itu, tabel juga menyajikan tindakan perawatan untuk mencapai fase ease dan fokus perawatan untuk mencapai kenyamanan bayi prematur pada fase transcendence.

52 37 Tabel 2.1 Struktur Taksonomi Comfort Kolcaba pada Kasus Lima Tipe Kenya manan Fisik 14 April Muntah berupa ±3 ml ASI yang belum sepenuhnya dicerna 2. Abdomen tegang, bising usus 1 kali per menit (hipomotilitas) 3. Lingkar perut 29 cm, terdapat residu 2 ml dengan pemberian ASI/SF Prematur 8 x 24 ml melalui sonde 4. Denyut nadi lemah 5. Terjadi penurunan BB sebesar 15 gram, saat ini BB 1387 gram dengan berat lahir 1524 gram 1. Suhu tubuh bayi 36,1 o C dengan suhu inkubator 33,5 o C (Hipotermia Grade I) 2. Kulit bayi dan akral teraba dingin 3. denyut jantung 158 kali per menit, frekuensi napas 52 kali per menit, SaO2 95% 4. Bayi lahir prematur (stratum korneum masih immatur) 1. Susah ditenangkan 2. Respon terkejut berlebihan 3. Jari tangan menyebar 4. Tangan menempel ke muka 5. Hiperekstensi ekstremitas 6. Tatapan penuh perhatian 7. Intoleransi minum 8. Bangun aktif 1. Bayi lahir prematur dengan berat lahir rendah 2. Terdapat gangguan pada peristaltik usus Relief Ease Transedence 15 April Dilakukan prosedur pemeriksaan ROP 2. Skala nyeri 9 (menggunakan PIPP) 3. Saat prosedur denyut jantung meningkat > 10% dari baseline (156 kali per menit menjadi 175 kali per menit) 4. Perilaku ekspresif: menangis 5. Ekspresi wajah menunjukkan nyeri: meringis Meningkatkan suhu inkubator 0,5 o C** Tidak memberikan overstimuli lingkungan** Minimal handling dan hand hygiene 6 langkah 5 moment** - Kebutuhan nutrisi (ingesti): Ketidakseimbang an nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh* Pengaturan termoregulasi: Hipotermia Grade I* Stress neurobehavioral: Perilaku bayi tidak terorganisir* Kebutuhan perlindungan/kea manan (infeksi): Risiko infeksi* - Kebutuhan pemenuhan kenyamanan fsik (minimal nyeri)*

53 38 Tipe Kenya manan Fisik 18 April Bayi menunjukkan perilaku yang berbeda setiap hari Psikos piritua l Sosiok ultural Lingku ngan Relief Ease Transedence 1. Tersedak saat dicoba minum melalui cawan 2. Mengisap tidak efektif 3. ASI jatuh dari mulut 4. Tampak bekas muntah di linen 25 April Hasil pemeriksaan darah: Hb 8,4( ); Ht 25,5( ); L 10,52ribu(N): Basofil 0,4, Eosinofil 3,6, Neutrofil batang 0,0( ), Neutrofil segmen 20,4( ), Limfosit 60,6( ), Monosit 15( ); Trombosit 571ribu( ) 2. Tampak letargi dan lemah Orangtua tampak cemas dan terus bertanya kondisi bayi, serta mengatakan khawatir jika berat badan bayi turun terus Tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan 1. Ruangan memiliki inkubator 2. Terdapat penutup inkubator 3. Tingginya suara petugas kesehatan dan suara memindahkan barang 1. Ibu menunjukkan keinginan untuk meningkatkan*** mengenal isyarat bayi 2. Ibu menunjukkan keinginan untuk mengenal perilaku pengaturan diri bayi*** 1. Proses minum melalui cawan membutuhkan waktu yang lama*** Stress neurobehavioral: Kesiapan meningkatkan perilaku terorganisir bayi* Nutrisi (ingesti): Gangguan menelan* - Promosi kesehatan (manajemen kesehatan): Inefektif pertahanan tubuh* - 1. Kebutuhan kognisi: kesiapan untuk meningkatka n pengetahuan* 2. Kebutuhan dukungan emosi & spiritual* - Kebutuhan akan dukungan keluarga/orang lain yang Menutup telinga bayi dengan earmuff &/ Petugas kesehatan berbicara dengan pelan** Keterangan: *) Fokus perawatan untuk mencapai fase transcendence **) Tindakan perawatan untuk mencapai fase ease ***) Keadaan bayi yang sudah mencapai fase ease berpengaruh* Kebutuhan akan kenyamanan, bebas dari stress*

54 39 Berdasarkan gambaran struktur taksonomi pada tabel 2.1 dapat dirumuskan masalah keperawatan pada Kasus lima (NANDA ) antara lain: 14 April 2016 : a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. Hipotermia Grade I c. Perilaku bayi tidak terorganisir d. Risiko infeksi 15 April 2016 : e. Nyeri akut 18 April 2016 : f. Gangguan menelan g. Kesiapan meningkatkan perilaku terorganisir bayi 25 April 2016 : h. Inefektif pertahanan tubuh Rencana Keperawatan Rencana keperawatan pada Kasus lima berdasarkan konsep teori Comfort Kolcaba disusun dengan menggunakan comfort measures dan intervening variables pada masing-masing diagnosis keperawatan. Rencana keperawatan pada kasus lima adalah: 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh a. Tujuan keperawatan NOC: Nutritional status: Adequacy of nutrient; Nutritional Status : food and Fluid Intake; Weight Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nutrisi teratasi dengan indikator: Nutrisi yang diterima adekuat (tidak ada masalah intoleransi minum), Denyut nadi kali per menit, Bising usus 2-6 kali per menit, Berat badan meningkat rata-rata 15 gram/hari. b. Intervensi keperawatan Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Intervensi Tindakan keperawatan kenyamanan Standar 1. Kolaborasi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang comfort dibutuhkan pasien: ASI/SF Prem 10 x 22 ml 2. Jadwalkan pengobatan minimal 15 menit sebelum makan dan tindakan dilakukan sebelum jam makan 3. Observasi kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht, adanya penurunan BB 4. Observasi mual dan muntah, intake nutrisi, turgor kulit 5. Observasi pucat, kemerahan, dan kekeringan konjungtiva

55 40 Intervensi kenyamanan Standar comfort Coaching Comforting Tindakan keperawatan 6. Atur posisi semi fowler selama makan 7. Berikan posisi lateral kanan/pronasi setelah makan 8. Catat edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral 9. Kolaborasi pemberian vitamin: Ferlin 0,2 ml/24 jam dan Tocoferol 25 iu/24 jam (diberikan pada jam 18.00) 1. Informasikan pada keluarga tentang manfaat nutrisi 2. Bantu ibu untuk melakukan PMK 3. Ajarkan ibu untuk selalu mandi bersih sebelum PMK 1. Letakkan bayi pada dada ibu minimal 1 jam 2. Berikan nutrisi secara gravitasi pada saat dilakukan PMK 2. Hipotermia Grade I a. Tujuan keperawatan NOC: Termoregulasi: bayi baru lahir; Perfusi jaringan: perifer; Tanda-tanda vital; Status kenyamanan: fisik. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x2 jam hipotermia teratasi dengan indikator: Suhu inkubator mampu menghangatkan bayi; Suhu tubuh bayi 36,5 o C 37,5 o C); Denyut nadi kali per menit dan pernapasan kali per menit; Kulit bayi teraba hangat; CRT < 3 ; Saturasi Oksigen 95%. b. Intervensi keperawatan Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Hipotermia Grade I Intervensi Tindakan keperawatan kenyamanan Standar 1. Lakukan tindakan dalam satu waktu, beri waktu istirahat comfort 2. Ciptakan lingkungan yang aman, bersih dan tenang 3. Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan 4. Hindari terkena cahaya lampu secara langsung 5. Posisikan pasien agar merasa nyaman 6. Observasi suhu pasien setiap jam 7. Berikan selimut dan/atau naikkan suhu inkubator 8. Observasi warna dan suhu kulit 9. Observasi tanda hipotermi sedang (aritmia atrial, hipotensi) 10. Observasi status sirkulasi dan saturasi oksigen 11. Observasi tanda-tanda vital Coaching 1. Ajarkan tanda-tanda syok pada Ibu 2. Minta ibu lapor bila terjadi shock saat PMK 3. Bantu ibu melakukan PMK 4. Jelaskan manfaat PMK pada ibu Comforting 1. Berikan nesting 2. Fasilitasi pasien istirahat dengan minimal handling 3. Lakukan skin to skin kontak antara ibu dengan bayi 4. Posisikan pronasi

56 41 3. Perilaku bayi tidak terorganisir a. Tujuan keperawatan NOC: Newborn adaptation; Preterm infant organization; Coordinate movement; Sleep. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 14x24 jam perilaku bayi yang tidak terorganisir teratasi dengan indikator: Toleransi minum baik: Tidak ada muntah, abdomen tidak distensi, tidak ada penambahan lingkar perut melebihi 2 cm, tidak ada residu; Pergerakan terkoordinasi: Teratur tenang; Respon terhadap stimulus tidak berlebihan: Tidak tampak perilaku terkejut; Tangan ke mulut; Tidur tenang; Postur fleksi; Otot relaks; Mampu menatap mata pengasuh, berespon terhadap stimulus yang diberikan oleh pengasuh, mudah ditenangkan. b. Intervensi keperawatan Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Perilaku bayi tidak terorganisir Intervensi Tindakan keperawatan kenyamanan Standar 1. Cegah tindakan yang tidak penting, biarkan bayi istirahat comfort 2. Fasilitasi bonding antara ibu-bayi 3. Berikan posisi yang nyaman 4. Reposisi bayi minimal tiap 3 jam 5. Fasilitasi posisi fleksi agar tangan bayi ke mulut 6. Observasi stimulus (cahaya, bising, handling, prosedur), kurangi jika mungkin 7. Kelompokan tindakan agar interval tidur bayi lebih panjang dan konservasi energi 8. Gunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling, feeding dan merawat bayi 9. Atur stimulus lingkungan untuk menjaga siklus normal pagimalam Coaching 1. Ajarkan orangtua tentang perkembangan bayi prematur 2. Instruksikan orangtua untuk mengenali isyarat bayinya dan keadaan perilaku bayi 3. Beri contoh cara mendapatkan perhatian visual dan auditori bayi 4. Dampingi orangtua dalam merespon isyarat dan keadaan perilaku bayi 5. Dorong ibu untuk berpartisipasi saat memberikan nutrisi Comforting Ciptakan hubungan yang terapeutik dan suportif dengan orangtua klien

57 42 4. Risiko infeksi a. Tujuan keperawatan NOC: Immune Status; Knowledge : Infection control; Risk control. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 14 x 24 jam pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi lokal maupun sistemik: Jumlah leukosit 5500/µL /µL, suhu tubuh 36,5 o C 37,5 o C, Trombosit /µL /µL, kulit tidak kemerahan dan tidak ada lesi. b. Intervensi keperawatan Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Risiko infeksi Intervensi Tindakan keperawatan kenyamanan Standar 1. Pertahankan teknik aseptif comfort 2. Batasi pengunjung 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (5 moment) 4. Gunakan sarung tangan sebagai alat pelindung 5. Tingkatkan intake nutrisi 6. Observasi tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 7. Pertahankan teknik isolasi k/p 8. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan 9. Observasi adanya luka 10. Dorong masukan cairan 11. Kaji suhu badan pasien minimal setiap 3 jam Coaching 1. Ajarkan keluarga tanda dan gejala infeksi 2. Ajarkan ibu mencuci tangan 6 langkah dengan benar Comforting Dorong istirahat 5. Nyeri akut a. Tujuan keperawatan NOC: Pain Level; Pain control; Comfort level Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x60 menit Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (posisi tidur fleksi fisiologis, menangis minimal); Nyeri ringansedang (0-12) dengan menggunakan manajemen nyeri saat dikaji dengan PIPP; Perawat mampu mengenali karakteristik nyeri (usia gestasi, status tidur-terjaga, frekuensi nadi, saturasi oksigen, kerutan dahi, mata tertutup, lipatan nasolabial mendalam); Perawat mengenali rasa nyaman setelah nyeri berkurang (posisi fleksi fisiologis, ekspresi

58 43 relaks); Denyut nadi kali per menit, suhu 36,5 o C-37,5 o C, pernapasan kali per menit; Status tidur aktif-tenang. b. Intervensi keperawatan Tabel 2.6 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Nyeri Akut Intervensi Tindakan keperawatan kenyamanan Standar 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif: Lokasi, comfort karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri dengan minimal handling 4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 5. Fasilitasi teknik non farmakologi: PMK, pembedongan, NNS, pemberian sukrosa, facilitated tucking 6. Observasi vital sign sebelum dan sesudah touching time Coaching 1. Bantu keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 2. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur 3. Ajarkan orangtua mengenali tanda stress/nyeri pada bayi Comforting 1. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 2. Tingkatkan istirahat dengan memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis 6. Gangguan menelan a. Tujuan keperawatan NOC: Status menelan; Status menelan: tahap esopagus, tahap oral, tahap paring. Setelah dilkukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam masalah gangguan menelan dapat diatasi dengan kriteria hasil: Refleks menelan baik; Tidak tersedak, tidak batuk, tidak muntah; Mampu belajar menelan; Tidak ada nyeri menelan; Rongga mulut bersih; Tidak ada refluks nasal. b. Intervensi keperawatan Tabel 2.7 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Gangguan menelan Intervensi Tindakan keperawatan kenyamanan Standar 1. Tentukan kebutuhan pernapasan comfort 2. Observasi tingkat kesadaran, refleks muntah, dan kemampuan menelan 3. Observasi status paru-paru 4. Pertahankan jalan napas 5. Observasi status nutrisi dngan tepat 6. Observasi fungsi gastrointestinal dengan tepat

59 44 Intervensi kenyamanan Standar comfort Coaching Comforting Tindakan keperawatan 7. Observasi pola eliminasi secara tepat 8. Bantu pasien untuk duduk pada posisi lurus selama menetek 9. Bantu perlekatan antara ibu-bayi saat pemberian ASI 10. Bantu pertahankan kalori yang adekuat dan pemasukan cairan 11. Observasi berat badan 12. Observasi hidrasi badan (pemasukan,pengeluaran, turgor kulit dan membran mukosa) 13. Berikan perawatan mulut 1. Dorong ibu untuk memberikan ASI 2. Ajarkan ibu cara meneteki dan beri semangat untuk belajar meneteki setiap hari atau bahkan setiap kali bayi mandi 3. Beri reinforcement positif saat ibu mampu meneteki 1. Beri double selimut pada bayi saat belajar menetek 2. Jaga privasi ibu saat belajar meneteki 3. Ijinkan ayah untuk ikut serta dalam belajar menetek 7. Kesiapan meningkatkan perilaku terorganisir bayi a. Tujuan keperawatan NOC: Discomfort level; Parent infant attachment; Sensory function: hearing; Sensory function: vision; Knowledge: preterm infant care. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam perilaku terorganisir bayi meningkat, dengan kriteria hasil: Kecemasan ibu berkurang, ibu menjadi lebih tenang; Ibu memahami penyebab dan faktor risiko terjadinya kelahiran prematur, karakteristik bayi prematur, pola tidur-bangun bayi, kebutuhan termoregulasi, kebutuhan nutrisi dan strategi manajemen nyeri; Ibu menyentuh, membelai dan menepuk bayi dengan lembut, memegang bayi selama pemberian nutrisi, berespon baik terhadap isyarat bayi, bermain dan berbicara dengan bayi, bayi melihat ibu dan berespon terhadap isyarat ibu; Bayi menoleh ke sumber suara, berrespons pada stimulus dengar. b. Intervensi keperawatan Tabel 2.8 Intervensi Keperawatan untuk Kesiapan Meningkatkan Perilaku Terorganisir Bayi Intervensi Tindakan keperawatan kenyamanan Standar 1. Tentukan pengetahuan, kesiapan dan kemampuan ibu comfort 2. Observasi kebutuhan pembelajaran ibu 3. Diskusikan kemampuan interaksi bayi prematur 4. Observasi kemampuan ibu dalam mengenal kebutuhan bayi

60 45 Intervensi kenyamanan Coaching Comforting Tindakan keperawatan 1. Tunjukkan cara melakukan stimulasi perkembangan bayi 2. Dorong orangtua untuk menyentuh, memberi pijatan lembut pada bayi 3. Dorong orangtua untuk berbicara dan membaca isyarat bayi 4. Dorong orangtua untuk memberikan rangsangan auditori dan visual yang membuat nyaman bayi 5. Dorong orangtua untuk bermain dengan bayi saat bayi dalam keadaan siap 6. Berikan informasi tentang karakteristik perilaku bayi 7. Dorong untuk rutin melakukan PMK 8. Ajarkan ibu tentang penyebab dan faktor risiko terjadinya kelahiran prematur, karakteristik bayi prematur, pola tidur-bangun bayi, kebutuhan termoregulasi, kebutuhan nutrisi dan strategi manajemen nyeri 9. Ajarkan cara menenangkan bayi 1. Fasilitasi privasi ibu saat bersiap untuk melakukan PMK 2. Berikan edukasi dengan metode diskusi, tidak menggurui 3. Berikan reinforcement positif jika ibu berhasil 8. Inefektif pertahanan tubuh a. Tujuan keperawatan NOC: Kontrol infeksi; Status nutrisi. Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x24 jam, pertahanan tubuh pasien dapat efektif dengan kriteria hasil: Hasil pemeriksaan darah: Jumlah leukosit per µl, Haemoglobin 10,3-17,9 gram/dl, Hematokrit persen, Trombosit per µl; Bayi tidak malas minum; Peningkatan berat badan minimal 15 gram/hari; Bayi tampak segar. b. Intervensi keperawatan Tabel 2.9 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Inefektif Pertahanan Tubuh Intervensi Tindakan keperawatan kenyamanan Standar 1. Bersihkan lingkungan tempat tidur pasien comfort 2. Ganti linen kotor 3. Batasi pengunjung 4. Instruksikan pada orang tua untuk mencuci tangan 6 langkah saat ingin memegang bayi 5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 6. Tingkatkan intake nutrisi 7. Observasi tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 8. Pertahankan tehnik asepsis 9. Dorong istirahat

61 46 Intervensi kenyamanan Standar comfort Coaching Comforting Tindakan keperawatan 10. Laporkan tanda infeksi awal 11. Kolaborasi pemberian transfusi PRC 2 x 20ml 1. Ajarkan cara cuci tangan 6 langkah dan evaluasi setiap hari 2. Dorong ibu memberikan ASI 1. Ganti linen bayi setiap hari 2. Dorong istirahat, buatkan nesting untuk meningkatkan kenyamanan Implementasi dan Evaluasi Implementasi dan evaluasi keperawatan terangkum dalam tabel 2.10 yang berisi catatan perkembangan bayi pada kasus lima Evaluasi Sumatif Evaluasi akhir secara keseluruhan dilakukan pada hari Jumat (29 April 2016) berdasarkan tipe kenyamanan, adalah: a. Fisik Berdasarkan evaluasi tipe kenyamanan bayi berada di transcendence dengan data: Lingkar perut tidak meningkat, bising usus dalam rentang normal 2 kali per menit, jika dilakukan spooling keluar bab dalam jumlah yang cukup banyak, denyut nadi dalam rentang normal 145 kali per menit, berat badan mengalami peningkatan prgresif setiap hari ratarata naik 25 gram/hari. Toleransi minum baik, pergerakan mulai terkoordinasi, dan saat ini bayi bebas dari tanda dan gejala infeksi. b. Psikospiritual Bayi pada kasus lima berada pada fase transcendence ditandai dengan status perilaku tidur tenang. c. Sosiokultural Bayi pada kasus lima berada pada fase transcendence ditandai dengan adanya interaksi ibu-bayi. d. Lingkungan Bayi pada kasus lima sudah di dalam box, tidak berada di inkubator, termoregulasi sudah mulai baik.

62 47 Jam Tabel 2.10 Catatan Perkembangan Kasus Lima Implementasi pada Kamis, 14 April 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Tipe Evaluasi (Jam 14.00) Kenyamanan Relief Ease Transendence Mempertahankan Fisik - Muntah ± 3 Suhu - teknik aseptif (S) ml, berupa 36,8 o C Mencuci tangan ASI yang dalam setiap sebelum dan belum inkubator sesudah tindakan dicerna 33,5 o C keperawatan (S) sepenuhnya Menggunakan - Abdomen pergerakan yang tegang, lembut dan lambat bising usus ketika handling dan 1 kali per feeding sambil menit mengamati isyarat - BB bayi (S) menurun 15 Menciptakan gram lingkungan yang - HR 158 kali mendukung per menit, istirahat, aman, RR 52 kali bersih dan tenang per menit, (Co) SaO2 95% Mengkaji adanya - Tampak tanda gejala infeks respon i(s) terkejut Mengukur suhu, HR berlebihan dan RR (S) Meningkatkan suhu inkubator 0,5 o C (S) Memberikan ASI 22 ml/ sonde (S) Memberikan posisi Psikospiritual - Ibu tampak - - pronasi (S) cemas dan Mencatat adanya terus kekeringan, rambut bertanya kusam, dan - Ibu penurunan BB (S) mengatakan Mengukur suhu, HR takut jika dan RR (S) BB bayi Memberikan ASI 22 terus turun ml/ sonde (S) Memberikan posisi Sosiokultural - Mudah - Ibu pronasi (S) marah didampingi Mencatat warna dan ayah bayi saat suhu kulit (S) kunjungan Menciptakan hubungan yang Lingkungan - Bayi tampak - - terapeutik dan terkejut saat suportif dengan terdengar orangtua klien(co) suara Mengajarkan ibu memindahk mencuci tangan 6 an barang langkah dengan dan suara benar (Ca) petugas Mencatat asupan yang nutrisi, turgor kulit nyaring (S)

63 48 Jam Implementasi pada Jumat, 15 April 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Tipe Evaluasi (Jam 14.00) Kenyamanan Relief Ease Transendence Mempertahankan Fisik - Abdomen - Tidak ada - Tidak ada teknik aseptif (S) tegang muntah tanda adanya Menciptakan - Residu 1ml - Kulit bayi nyeri lingkungan yang - Denyut nadi dan akral - Ibu mendukung lemah teraba mengatakan istirahat, aman, - BB naik 35 hangat akan bersih dan tenang gram - Suhu melakukan (Co) (BBS=1372 tubuh bayi PMK pada Mengkaji tanda gram) 36,9 o C kunjungan gejala infeks i(s) - HR 160 kali berikutnya Mengukur suhu, HR per menit, dan RR (S) RR 50 kali Memberikan per menit, ASI+HMF 24 ml/ SaO2 96% sonde (S) - Tampak Memberikan posisi sesekali pronasi (S) hiperekstens Mencatat adanya i ekstremitas kekeringan, rambut - Jari tangan kusam, dan menyebar penurunan BB (S) terutama Mendampingi bayi selama saat prosedur ROP dilakukan dengan metode FT- prosedur HD (S) pemeriksaan Mengobservasi ROP reaksi non verbal (S) - Status tidur: Mengukur suhu, HR Bangun dan RR (S) aktif Memberikan - Skala nyeri ASI+HMF 24 ml/ 9 (nyeri sonde (S) sedang) saat Memberikan posisi prosedur pronasi (S) Mencatat warna dan Psikospiritual - - Ibu - Ibu suhu kulit (S) tampak mengatakan Mengajarkan ibu senang akan terus manfaat PMK (Ca) saat berdoa untuk Mengajarkan ibu mengetahu kesembuhan untuk selalu mandi i BB anak bayinya bersih sebelum naik PMK (Ca) Mengajarkan pada Sosiokultural - - Bayi - Ibu tampak keluarga tentang terjaga senang dapat tanda dan gejala tenang berbincang infeksi (Ca) dengan ibuibu Mencatat asupan lain yang nutrisi, turgor kulit bayinya lahir (S) prematur juga Membatasi pengunjung (Co) Lingkungan - - Bayi - Meningkatkan tampak istirahat dengan waspada memberikan nesting fokus (Co)

64 49 Jam Implementasi pada Senin, 18 April 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Tipe Evaluasi (Jam 14.00) Kenyamanan Relief Ease Transendence Mempertahankan Fisik - Tampak - Tidak ada - Ibu teknik aseptif (S) bekas residu menunjukkan Menciptakan muntah di - Selama 3 keinginan lingkungan yang linen ± 5 ml hari ratarata untuk mendukung - Abdomen mengenal istirahat, aman, tegang, peningkata isyarat bayi bersih dan tenang bising usus n BB 26 dan status (Co) ada gram perilaku bayi Mengkaji tanda - Laporan (BBS=145 gejala infeks i(s) data 2 hari 0 gram) Mengukur suhu, HR BAB sedikit - Suhu bayi dan RR (S) - HR 156 kali 36,7oC Memberikan ASI 2 per menit, - Kulit bayi ml/ cawan (S) RR 48 kali dan akral Mengobservasi per menit, teraba tingkat kesadaran, SaO2 98% hangat refleks muntah dan - Sesekali jari - Tampak kemampuan tangan tenang menelan (S) menyebar saat PMK Memberikan - Tersedak ASI+HMF 26 saat dicoba ml/sonde (S) minum Memberikan posisi melalui lateral kanan (S) cawan Mencatat adanya penurunan BB (S) Psikospiritual - - Ibu Mengukur suhu, HR mengataka - dan RR (S) n cemas Membantu ibu mulai melakukan PMK berkurang, Memberikan ingin ASI+HMF 28 ml/ yakin saja sonde (S) Meminta ibu untuk Sosiokultural - Bayi sulit - menyentuh ditenangkan - lembut(ca) Meminta ibu berbicara dan Lingkungan - - Menjaga mengenali isyarat pintu - bayi (Ca) ruangan Meminta ibu rutin tetap melakukan PMK tertutup (Ca) saat Menentukan minimal pengetahuan, handling kesiapan dan kemampuan ibu untuk belajar tentang perawatan bayi prematur (S) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Memberikan nesting (Co)

65 50 Jam Implementasi pada Kamis, 21 April 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Tipe Evaluasi (Jam 14.00) Kenyamanan Relief Ease Transendence Mempertahankan Fisik - Setelah - Tidak ada - Ibu teknik aseptif (S) spooling, muntah mengatakan Mengkaji tanda abdomen - Berat mengerti jika gejala infeks i(s) lunak, badan naik bayinya Mengukur suhu, HR bising usus 20 gram menatap dan RR (S) ada (BBS=147 tenang maka Memberikan - Tidak ada 0 gram) Ibu bisa ASI+HMF 8 ml/ residu berinteraksi cawan (S) - Hipereksten mengajak Mengobservasi si bayi bicara tingkat kesadaran, ekstremitas refleks muntah dan - Bayi tampak kemampuan malas menelan (S) mengisap Memberikan ASI+HMF 20 Psikospiritual - Ibu tampak - ml/sonde (S) sedih karena Memberikan posisi bayi malas - pronasi (S) mengisap Mencatat adanya kekeringan, rambut Sosiokultural - Bayi sulit - kusam, dan ditenangkan penurunan BB (S) - Ayah bayi Mengukur suhu, HR menemani ibu dan RR (S) Lingkungan - - Menjaga saat Membantu ibu pintu kunjungan melakukan PMK ruangan Memberikan tetap - ASI+HMF 28 ml/ tertutup sonde (S) saat Menunjukkan cara minimal melakukan stimulasi handling perkembangan (Ca) - Tampak Memberikan memaling informasi tentang kan muka karakteristik bayi prematur (Ca) Mengajarkan cara menenangkan bayi (Ca) Memberikan reinforcement positif (Co) Membatasi pengunjung (Co) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Melakukan spooling dengan NaCl 20ml(S) Memberikan nesting (Co)

66 51 Jam Implementasi pada Senin, 25 April 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Tipe Evaluasi (Jam 14.00) Kenyamanan Relief Ease Transendence Mempertahankan Fisik - Malas - Tidak ada - teknik aseptif (S) minum muntah Menggunakan - Tampak - Tidak ada pergerakan yang letargi residu lembut dan lambat - Tampak - Abdomen ketika handling dan lemah supel feeding sambil - Hasil - BB naik mengamati isyarat pemeriksaan 20 gram bayi (S) darah (BBS=149 Mengkaji tanda tanggal 19 0 gram) gejala infeksi (S) April Suhu Mengukur suhu, HR Jam ,5 o C dan RR (S) WIB: Memberikan - Hb 8,4( ); ASI+HMF 28 Ht 25,5( ); ml/sonde (S) L Memberikan posisi 10,52ribu(N pronasi (S) ): Basofil Mencatat adanya 0,4, penurunan BB, Hb, Eosinofil Ht (S) 3,6, Memberikan PRC II Neutrofil 20ml/syringe (S) batang Mengukur suhu, HR 0,0( ), dan RR (S) Neutrofil Memberikan segmen ASI+HMF 28 ml/ 20,4( ), sonde (S) Limfosit Membantu ibu 60,6( ), melakukan PMK Monosit Memberikan 15( ); informasi tentang Trombosit risiko infeksi (Ca) 571ribu( ) Memberikan informasi tentang Psikospiritual - Ibu tampak - - tanda-tanda cemas terjadinya syok pada dengan bayi (Ca) kondisi bayi Memberikan informasi tentang Sosiokultural - - Status - pentingnya tidur: tidur pemberian PRC saat aktif Hb, Ht bayi mengalmi Lingkungan - - Menjaga - penurunan (Ca) pintu Memberikan ruangan reinforcement tetap positif (Co) tertutup Membatasi saat pengunjung (Co) minimal Mencatat warna dan handling suhu kulit (S) - Postur Mencatat asupan tampak nutrisi, turgor kulit fleksi (S)

67 52 Jam Implementasi pada Rabu, 27 April 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Tipe Evaluasi (Jam 14.00) Kenyamanan Relief Ease Transendence Mempertahankan Fisik - - Minum - Tidak ada teknik aseptif (S) per cawan muntah Menggunakan lambat - Tidak ada pergerakan yang residu lembut dan lambat - Lingkar perut ketika handling dan dalam rentang feeding sambil normal mengamati isyarat - Bising usus bayi (S) ada Mengkaji tanda - Abdomen gejala infeksi (S) supel Mengukur suhu, HR - BB meningkat dan RR (S) 34 gram Memberikan (BBS=1524 ASI+HMF 28 gram) ml/cawan (S) - Ibu Memberikan posisi mengatakan pronasi (S) ingin belajar Mencatat adanya meneteki kekeringan, rambut - Tangan kusam, dan menempel ke penurunan BB (S) muka Mengukur suhu, HR - Menatap dan RR (S) Psikospiritual - - penuh Memberikan perhatian ASI+HMF 28 ml/ cawan (S) Membantu ibu - Ibu melakukan PMK Sosiokultural - - mengatakan Memberikan senang informasi tentang dengan perkembangan bayi kondisi bayi prematur (Ca) saat ini Memberi contoh Lingkungan - - Menjaga cara mendapatkan pintu - Ayah perhatian visual dan ruangan mendampingi auditori bayi (Ca) tetap ibu saat Mendampingi ibu tertutup berkunjung dalam berespon saat terhadap isyarat dan minimal - Tangan dan status perilaku handling mulut ke bayi(ca) - Bayi wajah Memberikan terjaga, - Mengisap reinforcement tampak - Kaki dan positif (Co) waspada tumit tampak Membatasi saling pengunjung (Co) menopang Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis(co)

68 53 Jam Implementasi pada Jumat, 29 April 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Tipe Evaluasi (Jam 14.00) Kenyamanan Relief Ease Transendence Mempertahankan Fisik - - Bayi mulai - Tidak ada teknik aseptif (S) belajar muntah Mencuci tangan menetek - Tidak ada setiap sebelum dan - Nafas residu sesudah tindakan halus - Lingkar perut keperawatan (S) - sikap dalam rentang Menggunakan relaks normal pergerakan yang - Bising usus lembut dan lambat ada ketika handling dan - Abdomen feeding sambil supel mengamati isyarat - BB meningkat bayi (S) 26 gram Menciptakan (BBS=1550 lingkungan yang gram) mendukung istirahat, aman, Psikospiritual - - Ibu - Ibu bersih dan tenang tampak mengatakan (Co) memberik merasa puas Mendorong ibu an bisa meneteki memberikan ASI kenyaman meskipun (Ca) an dengan bayi belum Mengajarkan ibu memberik bisa menetek cara meneteki (Ca) an PMK maksimal Memberi semangat - Ibu untuk belajar mengatakan meneteki setiap hari merasa (Ca) senang dan Menjaga privasi ibu akan saat belajar bersedekah meneteki (Co) jika bayinya Mendorong ayah sudah untuk terlibat (Ca) dibolehkan Memberikan pulang reinforcement positif (Co) Sosiokultural - - Bayi - Bayi tampak Membatasi tampak siap pengunjung (Co) tidur lelap berinteraksi Mencatat warna dan ditandai suhu kulit (S) dengan Mencatat asupan terjaga nutrisi, turgor kulit tenang, sikap (S) rileks Memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis(co) Lingkungan - - Menjaga pintu ruangan tetap tertutup saat minimal handling - Bayi tampak mengisap - Bayi terkadang menggengga m jari pengasuh

69 BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI 3.1. Pencapaian Kompetensi Pelaksanaan praktik residensi keperawatan anak melalui dua tahapan yaitu praktik residensi I dan praktik residensi II. Dalam praktik ini residen keperawatan anak memilih ruang infeksi, non infeksi, dan perinatologi dengan area peminatan utama adalah ruang perinatologi. Praktik residensi keperawatan anak I dilaksanakan selama 16 minggu mulai tanggal 14 September 2015 sampai 1 Januari Enam minggu pertama residen keperawatan anak praktik di ruang Infeksi RSUP Fatmawati Jakarta Selatan. Praktik di ruang non infeksi RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat selama enam minggu dan empat minggu terakhir residensi I di ruang perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat. Praktik residensi keperawatan anak II dilaksanakan sesuai dengan area peminatan utama yaitu perinatologi yang dilalui selama 11 minggu dimulai pada tanggal 15 Februari 2016 sampai tanggal 29 April Lahan praktik klinik selama menjalani kegiatan praktik residensi II adalah RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat selama enam minggu pertama, selanjutnya pada lima minggu terakhir praktik residensi II berada di RSAB Harapan Kita Jakarta Barat. Selama praktik, residen keperawatan anak juga melakukan kegiatan proyek inovasi baik individu maupun kelompok berdasarkan evidence based nursing practice yang disosialisasikan dan diaplikasikan di ruangan tempat praktik residensi. Residen keperawatan anak juga melakukan presentasi kasus kelolaan selama pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat infeksi Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Infeksi Praktik di ruang rawat infeksi dilaksanakan pada residensi tahap I yang berlangsung mulai tanggal 14 September 2015 sampai 23 Oktober Residen keperawatan anak telah melakukan praktik di ruang rawat selama 6 minggu dengan target kompetensi yang dicapai oleh residen keperawatan 54

70 55 anak adalah kompetensi pemberian asuhan keperawatan dan kompetensi prosedural, serta melakukan presentasi kasus By CL dengan Bronchiolitis. Target kompetensi terkait pemberian asuhan keperawatan selama praktik di ruang rawat infeksi adalah merawat anak dengan kasus-kasus infeksi selama dua minggu. Selama praktik, residen keperawatan anak mengelola 3 kasus kelolaan yang terdiri dari asuhan keperawatan pada gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit pada anak dengan diare, asuhan keperawatan pada gangguan kebutuhan oksigenasi pada kasus Bronchiolitis dan asuhan keperawatan pada gangguan termoregulasi pada kasus kejang demam. Selama dua minggu memberikan asuhan keperawatan, secara umum keadaan pasien membaik. Residen keperawatan anak melakukan observasi secara rutin pada kasus kelolaan, terutama tanda-tanda vital pada pasien-pasien tersebut. Implementasi yang diberikan juga berupa tindakan keperawatan yang sesuai untuk kasus, antara lain memberikan Virgin Coconut Oil (VCO) secara rutin setiap An. Z (1 tahun 1 bulan) mengganti pampers karena BAB, melakukan fisioterapi dada pada By. CL (6 bulan) dengan Bronchiolitis, serta melakukan kompres hangat pada An. N (1 tahun 8 bulan) dengan kejang demam. Selain itu, residen keperawatan anak juga memberikan edukasi pada orangtua dengan sebelumnya mengidentifikasi kebutuhan edukasi dari masing-masing orangtua pasien. Tindakan kolaboratif juga dilakukan oleh residen keperawatan anak selama proses pemberian asuhan keperawatan, antara lain pemberian cairan melalui intra vena, nebulisasi, serta pemberian stesolid. Target residen keperawatan anak terkait kompetensi prosedural juga tercapai selama praktik di ruang rawat infeksi. Kompetensi prosedural yang telah dicapai selama 6 minggu praktik di ruang rawat infeksi antara lain mengukur tanda-tanda vital, saturasi oksigen dan antropometri (BB, PB, Lingkar kepala, Lingkar lengan, lingkar perut dan lingkar dada), melakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi oksigen menggunakan berbagai macam alat bantu napas, melakukan inhalasi, melakukan fisioterapi dada,

71 56 melakukan prosedur isap lendir, menilai GCS anak, memonitor dan menilai tanda-tanda peningkatan TIK, memasang OGT maupun NGT, melakukan pemasangan infus dan mengoperasikan infus pump, memberikan nutrisi melalui sonde, melakukan water tapid sponge, menilai status dehidrasi dan menghitung kebutuhan cairan, menghitung balance cairan, serta membantu posisi pemeriksaan maupun prosedur pengambilan spesimen. Target presentasi kasus kelolaan berdasar model aplikasi teori keperawatan dicapai oleh residen keperawatan anak selama praktik di ruang rawat infeksi RSUP Fatmawati. Kasus kelolaan yang dipresentasikan adalah By CL dengan Bronchiolitis. By CL datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, hasil pengkajian lebih lanjut didapatkan beberapa penyakit penyerta antara lain adanya gizi buruk baik dinilai dari antropometri maupun tanda klinis, adanya Complete Atrio Ventriculer Septal Defect (CAVSD), ditemukan pertumbuhan dan perkembangan yang tidak sesuai dengan usia By. CL, serta riwayat lahir prematur pada usia gestasi 34 minggu. Hasil pengkajian pada By CL memunculkan beberapa masalah keperawatan yaitu 1) Pola napas tidak efektif; 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh; 3) Penurunan curah jantung; 4) Intoleransi aktivitas; 5) Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan; 6) Risiko infeksi; dan 7) Kecemasan orangtua. Hasil evaluasi pada kasus By CL menunjukkan masalah ketidakefektifan jalan napas teratasi sebagian. Masalah ketidakadekuatan nutrisi dan gangguan pertumbuhan perkembangan juga belum teratasi, karena pencapaian berat badan ideal pada bayi dengan gizi buruk dan CAVSD serta riwayat lahir prematur tidak akan dapat dicapai dalam waktu yang cepat. Namun asupan nutrisi sudah adekuat dan pasien terpasang NGT serta orangtua telah mandiri dalam pemberian diet lewat NGT. Evaluasi akhir yang diharapkan setelah masalah pola napas teratasi dan asupan nutrisi adekuat, serta telah dilakukan repair CAVSD pasien akan dapat mengejar keterlambatan pertumbuhan perkembangannya dan

72 57 mencapai tumbuh kembang sesuai usia. Tindak lanjut pada 18 minggu setelah pengkajian awal, orangtua memberi kabar bahwa setelah repair CAVSD di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, By CL tidak bisa bertahan untuk hidup lebih lama Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Non Infeksi Praktik di ruang rawat non infeksi dilaksanakan pada residensi I selama 6 minggu. Lahan praktik residen keperawatan anak adalah RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang berlangsung mulai tanggal 26 Oktober 2015 sampai 4 Desember Target kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak selama enam minggu praktik di ruang non infeksi adalah kompetensi pemberian asuhan keperawatan, kompetensi prosedural, serta pelaksanaan proyek inovasi secara kelompok mengenai manajemen fatigue pada pasien anak yang menjalani kemoterapi. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan selama dua minggu pada masingmasing pasien kelolaan yang berada di ruang rawat non infeksi. Selama 6 minggu praktik, residen keperawatan anak mengelola tiga kasus kelolaan. Kasus kelolaan pertama adalah asuhan keperawatan pada By. MSF (8 bulan) dengan hidrosefalus, Penyakit Jantung Bawaan, dan Post VP Shunt. Pada kasus ini muncul tiga masalah keperawatan, yaitu 1) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan; 2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh; dan 3) Risiko tinggi infeksi. Kasus kelolaan kedua adalah pada By. S (2 bulan) dengan sindroma nefrotik yang mengalami bengkak di seluruh tubuh. Masalah keperawatan yang muncul dalam kasus ini yaitu 1) Bersihan jalan napas tidak efektif; 2) Kelebihan volume cairan; 3) Hipertermia; dan 4) Kerusakan integritas kulit. Kasus kelolaan ketiga adalah pada An. B (14 tahun) yang menderita Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) dengan diagnosis keperawatan yang muncul selama dua minggu perawatan adalah 1) Bersihan jalan napas tidak efektif; 2) Nyeri akut; 3) Hipertermia; 4) Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh; 5) Kelelahan; 6) Risiko tinggi infeksi; 7) Kurang pengetahuan; dan 8) Gangguan pola tidur. Selama pemberian asuhan keperawatan pada setiap kasus, residen keperawatan anak

73 58 melakukan implementasi yang berupa observasi, tindakan keperawatan, edukasi dan kolaborasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien. Target kompetensi prosedural yang telah dicapai selama 6 minggu praktik di ruang rawat non infeksi antara lain 1) Melakukan pain management dengan cara kompres hangat, kompres dingin, distraksi melalui menonton film kartun; 2) Melakukan manajemen persiapan kemoterapi baik persiapan psikis maupun alat; 3) Memantau efek kemoterapi seperti mukositis, fatigue, muntah, kerontokan rambut; 4) Manajemen efek kemoterapi dengan mendorong kumur nistatin/geramicyn sesuai dosis, mengatur aktivitas fisik anak, kolaborasi pemberian ondansentron 6 mg, mendorong istirahat, memberikan kumur dengan madu murni+air hangat dengan perbandingan 1:1, mendukung anak untuk tidak malu jika rambut terus rontok dan anjurkan pemakaian jilbab/wig nantinya; 5) Mengukur tanda-tanda vital, saturasi oksigen dan antropometri (BB, PB, LK, LiLa, LP, LD); 6) Memberikan terapi injeksi intravena; 7) Mengambil darah vena dan arteri; 8) Memasang infus; 9) Membantu persiapan Lumbal Pungsi. Target kompetensi selanjutnya selama enam minggu di ruang non infeksi adalah menyusun proyek inovasi secara kelompok serta implementasi di ruang rawat. Pada kesempatan ini residen keperawatan anak menyusun proyek inovasi terkait manajemen fatigue yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan penerapan manajemen fatigue yang tepat sesuai usia pada kondisi anak berdasarkan EBNP. Adapun latar belakang dari proyek inovasi ini adalah ditemukannya fenomena di ruang rawat non infeksi RSPAD banyak anak yang dirawat untuk menjalani kemoterapi, beberapa anak dirawat karena relaps (post kemoterapi), yang lain dirawat untuk menentukan diagnosis dan ada diantara pasien yang dapat dikatakan berada dalam fase akhir kehidupan. Hospitalisasi yang dijalani oleh anak dengan kanker dalam berbagai kondisi tersebut memicu perasaan fatigue pada anak, dari total seluruh anak yang dirawat, 95% diantaranya melaporkan adanya perasaan fatigue.

74 59 Implementasi proyek inovasi dilakukan dengan membuat algoritma/alur manajemen fatigue yang terdiri dari 4 tahap, yaitu Skrining, Pengkajian lanjut, Intervensi dan Evaluasi ulang. Pada tahap 1, tenaga kesehatan melakukan skrining fatigue pada setiap pasien yang menjalani kemoterapi, jika pasien melaporkan adanya kelelahan maka kaji level dari kelelahan tersebut. Jika level fatigue yang dirasakan pasien lelah sedang sampai berat/sangat lelah maka tenaga kesehatan melanjutkan pengkajian untuk menentukan data fokus dan faktor yang berkontribusi pada kelelahan. Tahap selanjutnya memberikan intervensi fatigue berdasarkan status klinis pasien yang dapat berupa farmakologi dan non farmakologi. Tahap terakhir melakukan evaluasi ulang level fatigue pada setiap pasien yang menjalani kemoterapi. Evaluasi hasil dari proyek inovasi di ruang rawat non infeksi menunjukkan adanya kepuasan baik dari tenaga kesehatan maupun anak-anak dan orangtua yang menjalani perawatan. Hal tersebut karena pengkajian level fatigue yang cepat dan tepat sehingga penanganan/intervensi tepat diberikan pada anak. Satu bulan setelah selesai praktik, Ketua tim ruang rawat non infeksi mengatakan bahwa alur manajemen fatigue tersebut masih digunakan Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Perinatologi Ruang rawat perinatologi merupakan area peminatan utama yang dipilih, total pelaksanaan praktik di ruangan ini selama 15 minggu. Empat minggu pada residensi I dan enam minggu pada residensi II di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, serta lima minggu terakhir pada residensi II di RSAB Harapan Kita Jakarta. Target kompetensi berupa pemberian asuhan keperawatan dan komptensi prosedural, serta residen keperawatan anak menyusun dan melakukan proyek inovasi di ruang rawat Perinatologi secara individu dengan tema Upaya mengurangi nyeri saat penusukan tumit dengan menerapkan praktik keperawatan berbasis bukti: Facilitated tucking disertai hadir-berbicara pada Bayi Prematur di Ruang Perinatologi. Pada minggu terakhir residensi II, residen keperawatan anak diuji oleh supervisor

75 60 dan supervisor utama terkait ketrampilan klinis maupun pemberian asuhan keperawatan pada bayi. Pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat perinatologi dilakukan oleh residen keperawatan anak pada kasus-kasus bayi prematur masing-masing selama 2 minggu perawatan. Total kasus kelolaan selama praktik di ruang rawat perinatologi sebanyak 8 kasus kelolaan dan selanjutnya lima kasus yang terpilih akan dibahas pada bab 4 dalam Karya Ilmiah Akhir ini. Variasi kasus yang dirawat antara lain bayi prematur dengan masalah keperawatan sistem pernapasan, pencernaan, gangguan termoregulasi, gangguan imunitas, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, gangguan perilaku, gangguan menelan, kerusakan integritas kulit, defisit volume cairan/elektrolit, dan gangguan rasa nyaman: nyeri. Hampir setiap kasus yang dirawat oleh residen keperawatan anak mengalami masalah keperawatan gangguan rasa nyaman dan/atau nyeri. Hal inilah yang menjadi latar belakang residen keperawatan anak melakukan proyek inovasi untuk berupaya menimimalkan pengalaman nyeri pada bayi prematur, implementasi proyek inovasi ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab 3.3. Target kompetensi prosedural selama praktik di ruang rawat perinatologi telah banyak yang tercapai. Kompetensi tersebut antara lain 1) Menilai masa gestasi dengan menggunakan Ballard Score dan menilai usia koreksi bayi prematur; 2) Mengukur tanda-tanda vital, saturasi oksigen dan antropometri (BB, PB, LK, LiLa, LP, LD); 3) Mengkaji reflek primitif bayi; 4) Memberi nutrisi enteral melalui OGT, syringe pump maupun melalui cawan/dot; 5) Mengatur pemberian nutrisi parenteral melalui syringe pump; 6) Melakukan pencegahan infeksi; 7) Memberikan terapi injeksi intra vena; 8) Mengambil darah vena; 9) Asistensi pemasangan PICC; 10) Melakukan perawatan metode kanguru; 11) Menerapkan asuhan perkembangan; 12) Manajemen laktasi; 13) Membantu resusitasi bayi; 14) Perawatan inkubator; 15) Asistensi berbagai prosedur invasif maupun diagnosis; 16) Melakukan perawatan luka; 17) Stabilisasi termoregulasi bayi; 18) Merangkai CPAP; 19) Mengoperasikan berbagai alat bantu napas dan melakukan kalibrasi alat

76 61 bantu napas; 20) Menghitung kebutuhan kalori dan cairan pada bayi prematur; 21) Mengkaji intoleransi minum bayi prematur; 22) Spooling pada bayi prematur yang mengalami distensi abdomen; 23) Asistensi pemasangan Cereblal Function Monitor (CFM); 24) Asistensi intubasi dan ekstubasi ETT; 25) Asistensi perawatan ostomi; 26) Asistensi perawatan spina bifida; 27) Melakukan isap lendir; 28) Asistensi fisioterapis pada masalah sistem pernapasan dan perkembangan termasuk reflek isap bayi prematur; 29) Pengambilan sampel darah vena; 30) Auskultasi pada berbagai masalah pada sistem kardiorespirasi dan pencernaan Implementasi Evidence Based Nursing Practice (EBNP) Selama praktik, residen keperawatan anak berusaha menerapkan EBNP di ruangan tempat praktik, terutama di ruang praktik yang menjadi area peminatan utama. Dalam hal ini akan dijelaskan pelaksanaan EBNP yang telah diterapkan di ruang perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Implementasi EBNP ini adalah tentang manajemen nyeri non-farmakologis dengan teknik facilitated tucking disertai hadir-berbicara pada bayi prematur saat penusukan tumit. Sebelum implementasi EBNP di residensi II, residen keperawatan anak melakukan observasi selama 4 minggu serta penyusunan proposal pada saat residensi I. Implementasi EBNP di ruang perina melalui beberapa tahap, yaitu: Tahap persiapan, pelaksanaan, study/cek, serta tahap tindak lanjut dari implementasi EBNP yang telah dilakukan pada bayi prematur yang mendapatkan nyeri prosedural akibat prosedur penusukan tumit. Penyusunan proposal dilakukan melalui proses bimbingan dan konsultasi dengan supervisor utama serta konsultasi dengan pembimbing dan kepala ruang Perina. Proposal dipresentasikan setelah mendapatkan persetujuan dari supervisor utama, pembimbing dan kepala ruang Perina. Pelaksanaan presentasi proposal dilakukan pada tanggal 17 Maret 2016, pada pukul WIB di Gedung PJT Lt.3 Ruang Perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Presentasi dihadiri oleh 24 orang peserta yang terdiri dari supervisor utama, pembimbing ruang perina, perawat primer (PP), perawat

77 62 associate (PA), serta rekan residen keperawatan anak. Kegiatan dimulai dengan pemaparan proposal EBNP kemudian dilanjutkan dengan acara diskusi. Pelaksanaan EBNP manajemen nyeri non-farmakologis menggunakan teknik facilitated tucking disertai hadir-berbicara pada bayi prematur saat penusukan tumit dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Melakukan identifikasi sampel yang sesuai kriteria inklusi (bayi prematur dengan usia gestasi 37 minggu, sedang dalam perawatan hari ke-2 sampai 16, mendapatkan prosedur penusukan tumit). Selanjutnya residen keperawatan anak melakukan pengkajian nyeri saat dilakukan tindakan penusukan tumit dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP) pada 20 bayi prematur dan 10 bayi diantaranya tidak dilakukan intervensi FT-HD. Evaluasi skor nyeri pada pasien yang dilakukan prosedur penusukan tumit dilakukan dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP). Penilaian dilakukan oleh rekan residen keperawatan anak saat dilakukan prosedur penusukan tumit. Residen keperawatan anak mengumpulkan data selama 4 minggu praktek di ruang perinatologi, didapatkan 10 bayi prematur di kelompok kontrol dan 10 bayi prematur untuk kelompok intervensi. Berikut akan dipaparkan data demografis dan analisis skor nyeri saat penusukan tumit pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi. 1) Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden pada tabel 3.1 dan 3.2 Tabel 3.1. Distribusi Rerata Responden yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Variabel n Mean SD 95% CI Usia gestasi (minggu) Kontrol Intervensi Berat badan lahir (gram) Kontrol Intervensi Hari perawatan Kontrol Intervensi ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

78 63 Hasil analisis yang ditampilkan pada tabel 3.1 menunjukkan bahwa rerata usia gestasi responden pada kelompok kontrol adalah 32,3 minggu, dengan standar deviasi 2,751 dan pada interveal kepercayaan 95% berada pada rentang 30,33 sampai 34,27. Pada kelompok intervensi rerata usia responden adalah 30,9 minggu. Tabel juga menunjukkan rerata berat badan lahir respoden pada kelompok intervensi adalah 1844 gram lebih besar dibandingkan keompok kontrol yang rerata beratnya adalah 1668 gram. Rerata hari perawatan menunjukkan pada kelompok intervensi 10,10 hari; sedangkan pada kelompok kontrol 9,8 hari. Artinya pada kelompok intervensi lebih lama hari perawatannya jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tabel 3.2. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Variabel Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Intervensi (n=10) Frek (%) 5 (55.6) 5 (45.5) Kontrol (n=10) Frek (%) 4 (44.4) 6 (54.5) Total (n=20) Frek (%) 9 (45) 11 (55) Hasil analisis pada tabel 3.2 menunjukkan jenis kelamin bayi prematur secara umum lebih banyak bayi dengan jenis kelamin perempuan yaitu 11 (55%), dimana pada kelompok intervensi perbandingan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan sama, sedangkan pada kelompok kontrol lebih banyak bayi prematur dengan jenis kelamin perempuan. 2) Perbedaan respon nyeri bayi prematur pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi terlihat pada tabel 3.3 Tabel 3.3. Perbedaan Respon Nyeri Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Variabel Kelompok n Mean SD Median (Min-Maks) 95% CI Respons Intervensi (8-12) nyeri p Value 0,002 Kontrol (11-17) Tabel 3.3 menunjukkan rerata respon nyeri bayi prematur pada kelompok kontrol adalah 13,9 yang artinya masuk dalam kategori nyeri berat. Sedangkan pada kelompok intervensi rerata respon nyeri bayi adalah 10,7 yang artinya masuk dalam kategori nyeri sedang. Hal ini

79 64 menunjukkan bahwa secara klinis terdapat perbedaan rerata antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi atau kelompok yang diberikan perlakuan facilitated tucking dan hadir-berbicara. Selanjutnya tabel 5.3 juga menunjukkan data statistik yang diolah dengan komputer menggunakan Uji T Tidak berpasangan (Pooled T Test) dan didapatkan nilai p value (0,002) < 0,05 yang artinya secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi. 3) Perbedaan frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok kontrol dan intervensi terlihat pada tabel 3.4 Tabel 3.4 Perbedaan Frekuensi Nadi Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Variabel Detik ke- Kelompok n Mean SD Frekuensi Nadi Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol p Value 0,365 5,700 9,200 4,700 1,800 5,100 Intervensi Tabel 3.4 menunjukkan rerata frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok kontrol saat detik ke-0, detik ke-30, dan detik ke-60 mengalami peningkatan dari denyut nadi normal ( kali per menit). Pada kelompok intervensi rerata frekuensi nadi bayi prematur saat detik ke-0 sampai detik ke-120 berada dalam rentang normal ( kali per menit). Hasil ini menunjukkan bahwa teknik facilitated tucking disertai hadir-berbicara efektif untuk menjaga stabilisasi frekuensi nadi bayi prematur agar berada dalam rentang normal. Tabel 3.4 juga menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara frekuensi nadi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi saat detik ke-0 sampai detik ke-120 (p Value > 0,005).

80 65 4) Perbedaan saturasi oksigen bayi prematur pada kelompok kontrol dan intervensi terlihat pada tabel 3.5 Tabel 3.5 Perbedaan Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) Variabel Detik ke- Kelompok n Mean SD Saturasi Oksigen Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol p Value 0,545 0,123 0,088 0,514 0,799 0,468 Intervensi Tabel 3.5 menunjukkan rerata saturasi oksigen bayi prematur pada kelompok kontrol saat detik ke-0 mengalami penurunan dibawah 90%. Pada kelompok intervensi rerata saturasi oksigen bayi prematur saat detik ke-0 sampai detik ke-120 berada di atas 90%. Hasil ini menunjukkan bahwa teknik facilitated tucking disertai hadir-berbicara cukup efektif untuk menjaga stabilisasi saturasi oksigen bayi prematur agar berada di atas 90%. Tabel 3.5 juga menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara saturasi oksigen pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi saat detik ke-0 sampai detik ke-120 (p Value > 0,005). 5) Rerata frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi Rerata frekuensi nadi bayi prematur ditampilkan pada grafik 3.1 yang menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol dan intervensi, frekuensi nadi paling tinggi di detik ke-30 setelah penusukan dan frekuensi nadi kelompok kontrol lebih cepat dibandingkan kelompok intervensi.

81 66 Frekuensi Nadi (x/menit) Detik ke- Grafik 3.1. Rerata Frekuensi Nadi Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) 6) Rerata saturasi oksigen bayi prematur pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi Rerata saturasi oksigen bayi prematur dapat dilihat dalam grafik 3.2. Grafik 3.2 menunjukkan bahwa saturasi oksigen pada kelompok intervensi paling rendah terjadi di detik ke-90, sedangkan pada kelompok kontrol terjadi di detik ke-60. Secara umum terlihat bahwa saturasi oksigen pada kelompok intervensi lebih tinggi jika dibandingkan pada kelompok kontrol Intervensi 150,6 156,4 157,7 158,4 155,1 150,3 Kontrol 145,8 162,1 166,9 163,1 156,9 155,4 Saturasi Oksigen (%) Detik ke Intervensi 96,4 92,8 95,8 92, ,3 Kontrol 95 89,5 92,1 91,4 91,5 92,8 Grafik 3.2. Rerata Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)

82 67 Tindak lanjut dari pelaksanaan EBNP ini adalah bahwa teknik facilitated tucking disertai hadir-berbicara pada bayi prematur dapat diimplementasikan oleh perawat ruangan sebagai standar dalam mendampingi bayi yang mendapatkan prosedur penusukan tumit. Teknik ini juga dapat dilakukan pada bayi prematur yang mendapatkan prosedur rutin lain seperti pemeriksaan ROP, hisap lendir, pemasangan infus, awal pemasangan ETT dan prosedur rutin lainnya. Perawat ruangan dapat melibatkan keluarga untuk melakukan facilitated tucking sebagai implementasi family centered care. Rekomendasi residen keperawatan anak terkait intervensi ini selanjutnya agar dikaitkan dengan pencapaian berat badan bayi prematur. Hal ini karena tercapainya stabilisasi denyut nadi dan saturasi oksigen pada kelompok intervensi. Selain itu, perlu dilakukan uji efektifitas dengan intervensi lain yang hampir serupa yaitu Gentle Human Touch (GHT). Perbedaan mendasar dari kedua intervensi ini adalah adanya usapan lembut di area punggung bayi pada intervensi GHT; sedangkan pada intervensi ini hanya memposisikan fleksi fisiologis. Selain itu, intervensi facilitated tucking yang telah dilakukan oleh residen keperawatan anak selama praktik residensi disertai hadirberbicara yang dapat memenuhi kebutuhan emosional bayi prematur.

83 BAB 4 PEMBAHASAN Bab ini berisi pembahasan aplikasi teori Comfort Kolcaba dalam asuhan keperawatan bayi prematur dengan masalah ketidaknyamanan: Nyeri akut. Pembahasan aplikasi teori dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan, mulai dari pengkajian sampai evaluasi serta pembahasan praktik spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target kompetensi Pembahasan Penerapan Teori Comfort Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan Karya ilmiah ini menggunakan teori keperawatan Comfort Katherine Kolcaba yang dikembangkan dalam asuhan keperawatan mulai dari melakukan pengkajian sampai evaluasi pada bayi prematur yang mengalami masalah nyeri/ketidaknyamanan. Konsep utama yang dikembangkan dalam teori Comfort adalah dengan melakukan penilaian terhadap struktur taksonomi antara tiga tingkat kenyamanan (relief, ease, transcendence) yang dikaitkan dengan empat pengalaman kenyamanan (fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingkungan) serta pemberian kenyamanan pada pasien melalui teknik mengukur kenyamanan (technical comfort measures), pembinaan (coaching) dan comfort food for the soul. Asuhan keperawatan dilakukan oleh residen keperawatan anak pada lima kasus kelolaan terpilih. Nyeri/ketidaknyamanan pada kelima kasus terlihat secara fisik dari perubahan frekuensi pernapasan maupun nadi. Secara psikospiritual tercermin pada kecemasan keluarga terhadap kondisi bayi prematur dan isyarat perilaku bayi. Ketidaknyamanan secara sosiokultural terlihat dari seringnya kunjungan dari orangtua dan interaksi antara orangtuabayi. Aspek lingkungan dikaji dari pencahayaan, kebisingan dan suara alat di ruang perawatan bayi baru lahir. Keadaan yang kurang mendukung tumbuh kembang bayi prematur tersebut menyebabkan ketidaknyamanan bayi. 68

84 69 Penerapan teori Comfort dalam bentuk rangkaian proses keperawatan dari masalah nyeri/ketidaknyamanan yang disebabkan oleh berbagai prosedur perawatan, diagnosis maupun prosedur invasif dilakukan oleh residen keperawatan anak mulai dari tahap pengkajian, analisis data untuk menentukan diagnosis keperawatan yang tepat, penyusunan intervensi, tahap implementasi dari intervensi yang telah disusun sebelumnya, serta tahap evaluasi yang mengacu pada outcome dari masing-masing diagnosis keperawatan Pengkajian Keperawatan Kolcaba dan Dimarco (2005) menyusun struktur taksonomi untuk melakukan pengkajian keperawatan terkait kenyamanan. Tipe kenyamanan tersebut antara lain kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan. Berikut pembahasan terkait analisis lima kasus dalam tipe kenyamanan menurut Kolcaba. 1) Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman fisik Pengkajian kenyamanan ini meliputi pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi serta pemeriksaan fisik. Residen keperawatan anak melakukan pengkajian kenyamanan fisik terkait dengan keluhan utama, dan isyarat perilaku bayi prematur yang menunjukkan ketidaknyamanan secara fisik. Data yang diperoleh residen keperawatan anak melalui observasi isyarat perilaku bayi maupun pemeriksaan fisik pada kelima kasus kelolaan bervariasi terlihat dari jenis kelamin, usia gestasi, kondisi bayi, berat badan lahir maupun berat badan saat pengkajian, lama rawat inap, serta karakteristik nyeri akut prosedural. Jenis kelamin pada lima kasus terpilih paling banyak laki-laki. Badr (2013) menyebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat berpengaruh pada respon perilaku bayi prematur. Bayi prematur laki-laki cenderung kurang ekspresif dibandingkan bayi prematur yang berjenis kelamin perempuan.

85 70 Usia gestasi bayi prematur yang terpilih dalam kasus ini berkisar antara 30 minggu sampai 36 minggu. Jika merujuk pada Ball, Bindler, dan Cowen (2010) Kasus dua dan Kasus lima dengan kelahiran pada usia gestasi 30 minggu termasuk dalam kategori prematuritas berat, Kasus tiga (34 minggu) termasuk dalam kategori prematuritas sedang, serta Kasus satu (35 minggu) dan Kasus empat (36 minggu) termasuk dalam kategori prematuritas ringan. Carbajal, Rousset, dan Danan (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa prosedur menyakitkan paling banyak dilakukan pada bayi dengan usia gestasi termuda. Pernyataan ini sesuai dengan kasus Kasus dua yang termasuk dalam kategori prematuritas berat dan memiliki riwayat penyakit yang banyak dan lama rawat inap yang lama, sehingga berbagai prosedur menyakitkan pernah didapat oleh Kasus dua. Kondisi bayi prematur berkaitan dengan kemampuan bayi untuk berespon terhadap nyeri. Kondisi bayi saat pengkajian juga berbeda pada masing-masing kasus, tidak hanya masalah ketidaknyamanan: Nyeri akut prosedural yang terjadi pada bayi. Data observasi dan pemeriksaan fisik pada Kasus satu didapatkan adanya produksi mukus dari hari pertama pengkajian, terjadi ketidakseimbangan asam basa, suhu tubuh meningkat dari normal serta tampak ikterik dengan derajat kremer III. Peningkatan suhu tubuh juga dialami oleh Kasus dua; sedangkan pada Kasus lima mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia Grade I). Adanya infeksi didalam tubuh juga berkontribusi dalam terjadinya ketidaknyamanan bayi, data adanya infeksi ditemukan pada Kasus dua dengan unproven sepsis dan penyebaran luka dermatitis. Temuan pada analisis kasus ini sesuai dengan Gibbins et al. (2007) yang menyebutkan bahwa bayi dengan sakit parah mempunyai sedikit kemampuan untuk menunjukkan respon perilaku terhadap nyeri. Pada kelima kasus terpilih, Kasus satu menggunakan alat bantu napas NIV dengan PIP 40 PEEP 6 dan FiO 2 21%, mempunyai gangguan bersihan jalan napas dan pertukaran gas serta mengalami hiperbilirubinemia dan

86 71 hipertermia. Jika dibandingkan dengan Kasus tiga yang mendapat karakteritik prosedural yang sama, Kasus satu memiliki kondisi yang lebih parah dan memiliki skor nyeri lebih rendah. Berat badan bayi prematur juga perlu diperhatikan sebagai indikator penting dalam menentukan kondisi bayi sakit. Pemantauan berat badan pada grafik fenton dapat mengidentifikasi status nutrisi bayi. Nutrisi yang tercukupi berhubungan dengan kemampuan adaptasi endokrin, peningkatan fungsi imun dan penurunan lama rawat inap (Gomella, Cunningham, & Eyal, 2013). Oleh karena itu, pemantauan pada grafik fenton perlu dilakukan dengan ketat minimal dua kali setiap minggu. Berat badan lahir dari kelima kasus rata-rata sesuai dengan masa kehamilan, kecuali pada Kasus dua yang masuk dalam kategori berat lahir sangat rendah. Rerata berat badan pada saat pengkajian masih sama dengan berat badan lahir, kecuali pada Kasus dua yang meningkat dari 1450 gram menjadi 2390 gram. Namun jika melihat grafik fenton, berat badan Kasus dua tidak sesuai dengan usia koreksi karena seharusnya berat badannya diatas 2800 gram. Rustina (2015) dalam bukunya menyebutkan bahwa pada tahun pertama kehidupan, pola kenaikan berat badan bayi prematur lambat, mulai meningkat pada usia 18 bulan namun meskipun demikian disarankan untuk menjaga berat bayi sesuai grafik fenton. Ketidaksesuaian yang terjadi pada Kasus dua merupakan indikasi adanya keterlambatan pertumbuhan dan gangguan sistem imun yang dapat mempengaruhi lama rawat inap. Lama rawat inap dari kelima kasus terpilih sesuai dengan usia kronologis bayi karena rerata bayi mendapatkan perawatan sejak dilahirkan. Lama rawat inap pada tiap bayi prematur dalam lima kasus terpilih berbeda. Rentang lama rawat inap pada kelima kasus terpilih adalah hari perawatan pertama sampai hari perawatan ke-64. Lama rawat inap ini berhubungan dengan pengalaman bayi prematur terhadap respon nyeri dari berbagai stressor yang didapat sebelumnya, baik nyeri akibat prosedural, perawatan rutin maupun lingkungan. Ranger dan

87 72 Grunau (2014) menyebutkan bahwa nyeri berulang yang terjadi pada bayi prematur dapat menyebabkan kerusakan perkembangan otak. Hal inilah yang menjadi dasar agar tim kesehatan di ruang rawat neonatus menerapkan asuhan perkembangan sehingga perkembangan bayi dapat optimal dan menurunkan lama rawat inap. Kasus dua adalah bayi yang menjalani perawatan terlama pada saat pengkajian oleh residen keperawatan anak, namun memiliki skor nyeri tertinggi di antara kasus terpilih lainnya. Temuan ini bertolak belakang dengan Grunau et al., (2005) yang menyebutkan jika lebih dari 20 prosedur menyakitkan didapat oleh bayi, maka bayi akan memiliki respon yang rendah terhadap nyeri. Perbedaan ini menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi skor nyeri bayi prematur. Residen keperawatan anak merekomendasikan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait analisis faktor yang menimbulkan terjadinya nyeri pada bayi prematur. Jenis prosedur menyakitkan yang didapat oleh bayi prematur pada kelima kasus terpilih juga perlu menjadi catatan residen keperawatan anak. Jenis prosedur tersebut termasuk dalam pengalaman fisik bayi prematur yang memunculkan ketidaknyamanan: Nyeri akut. Studi terkait prosedur menyakitkan yang paling sering menjadi penyebab nyeri pada bayi prematur antara lain pengambilan sampel darah kapiler melalui penusukan tumit atau penusukan vena, isap lendir pada hidung maupun ETT, memasang NGT, melepas plester, penimbangan berat badan dan pemeriksaan mata (Badr, 2013). Pada lima kasus terpilih seluruhnya mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman: Nyeri akibat berbagai prosedur menyakitkan. Prosedur tersebut antara lain prosedur diagnostik yaitu pemeriksaan ROP, prosedur perawatan yaitu perawatan luka dermatitis, serta prosedur invasif yaitu penusukan tumit dan pemasangan infus. Residen keperawatan anak menggunakan metode facilitated tucking disertai hadir-berbicara pada semua prosedur menyakitkan yang didapat oleh kelima bayi pada kasus

88 73 terpilih. Meskipun intervensi yang dilakukan sama, namun skor nyeri berbeda. Berbagai prosedural tersebut antara lain: a. Prosedur pemeriksaan Retinophaty of prematurity (ROP) ROP merupakan kelainan pada mata yang seringkali terjadi pada bayi-bayi prematur (Ball et al., 2010). Kelainan ini disebabkan oleh pertumbuhan pembuluh darah retina yang tidak sempurna yang dapat menyebabkan perlukaan dan ablasi retina. Pada kasus Kasus lima (30 minggu; 1524 gram), pemeriksaan dilakukan pada usia kronologis dua minggu dengan riwayat pemakaian alat bantu nafas CPAP PEEP 8 FiO2 21% selama 6 hari dan hasilnya menunjukkan belum ada tanda-tanda ROP, retina sesuai dengan perkembangan bayi prematur, kemudian oleh pemeriksa direncanakan akan dilakukan pemeriksaan ulang dua minggu lagi. AAP (2013) merekomendasikan waktu pemeriksaan mata pertama dilakukan saat usia kronologis 4 minggu untuk bayi prematur yang lahir pada usia gestasi 27 minggu atau lebih. Meskipun demikian penggunaan oksigenasi juga perlu menjadi pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan ROP. Rekomendasi ini dapat menjadi catatan tim kesehatan untuk lebih bijaksana dalam memilih prosedur pemeriksaan yang perlu dan/atau bisa ditunda untuk meminimalkan pengalaman nyeri bayi prematur. Intervensi yang diberikan oleh residen keperawatan anak pada kasus ini cukup efektif, terbukti skor nyeri pada kasus ini paling rendah diantara skor nyeri pada kasus terpilih lainnya. Hasil ini sesuai dengan Gomella, Cunningham, dan Eyal (2013) yang menyebutkan bahwa facilitated tucking efektif sebagai teknik manajemen nyeri non-farmakologis pada bayi yang menjalani pemeriksaan ROP. Intervensi ini juga disertai hadir-berbicara sehingga bayi mendapat dukungan secara emosional serta dapat bersiap dalam menghadapi tahap pemeriksaan selanjutnya.

89 74 Rendahnya skor nyeri ini juga dapat dipengaruhi dari durasi pemeriksaan dan karakteristik nyeri yang didapat oleh bayi. Durasi pemeriksaan relatif singkat dibandingkan dengan prosedur pemasangan infus dan perawatan luka. Selain itu karakteristik nyeri yang didapat adalah nyeri tumpul sehingga tidak sampai merusak jaringan bayi prematur. Pemeriksa juga dapat mempengaruhi skor nyeri, pemeriksaan ROP pada Kasus lima dilakukan oleh dokter spesialis yang telah berpengalaman sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat dan hasil yang akurat. b. Prosedur invasif penusukan tumit dan pemasangan infus Prosedur penusukan tumit seringkali dilakukan pada pasien bayi prematur. Gomella et al., (2013) menyebutkan beberapa indikasi prosedur penusukan tumit antara lain untuk pengambilan sampel darah jika yang dibutuhkan sedikit, menentukan gas darah kapiler dengan hasil memuaskan pada ph dan pco2, kultur darah jika akses vena/sumber lain tidak memungkinkan, dan skrining metabolik bayi baru lahir yang idealnya dilakukan pada jam pertama kehidupan. Alat yang direkomendasikan adalah lancet otomatis dengan ukuran 2mm untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram, dan 4mm untuk bayi dengan berat lahir lebih dari 1500 gram. Lancet otomatis lebih direkomendasikan karena berhubungan dengan komplikasi yang sedikit, respon nyeri bayi lebih minimal, risiko terjadinya hemolisis lebih rendah, kesalahan hasil laboratorium lebih minimal, dan kedalaman insisi jelas/terukur. Sedangkan lancet manual tidak direkomendasikan karena cenderung menimbulkan bayi merasa lebih nyeri, masuk terlalu dalam dan risiko injuri petugas lebih tinggi. Pada kedua kasus terpilih prosedur dilakukan oleh orang yang sama namun menggunakan lancet manual. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi terjadinya perbedaan skor nyeri pada kedua bayi yang

90 75 mendapatkan prosedur penusukan tumit. Pada Kasus tiga (usia 2 jam, UG=34 minggu, BBL=1840 gram) skor nyeri yang didapat lebih tinggi dibandingkan Kasus satu (usia 3 hari, UG=35 minggu, BBL=3740 gram). Perbedaan juga terlihat pada frekuensi dan jumlah sampel darah yang dibutuhkan. Pada kasus tiga prosedur yang dilakukan hanya satu kali dan sampel darah yang dibutuhkan lebih sedikit karena hanya diperlukan untuk pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS). Pada Kasus satu prosedur dilakukan setiap hari selama 5 hari dan sampel darah yang dibutuhkan cukup banyak karena untuk menentukan gas darah kapiler. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi dan jumlah sampel darah berbanding terbalik dengan skor nyeri. Meskipun tidak bisa digeneralisasikan namun temuan ini dapat membuktikan studi yang dilakukan oleh Grunau et al. (2005) bahwa bayi yang menerima lebih banyak prosedur menyakitkan akan memiliki respon yang rendah terhadap nyeri. Selain itu pengambilan sampel darah yang lebih banyak juga akan memperpanjang perilaku stress yang dapat meningkatkan ambang nyeri bayi. Prosedur pemasangan infus merupakan salah satu prosedur yang terkait dengan keseimbangan cairan, pengobatan maupun dukungan nutrisi (Wilson & Hockenberry, 2012). Selanjutnya dijelaskan bahwa alat untuk kateter intravena (venocath) pada bayi prematur sebaiknya menggunakan jarum kateter dengan ukuran yang paling kecil yaitu 24G atau 26G dan untuk pemberian nutrisi parenteral dalam jangka panjang sebaiknya dilakukan pemasangan Peripherally Inserted Central Catheter (PICC), midline catheter, atau Central Venous Catheter (CVC). The Infusion Nurses Society (2006, dalam Wilson & Hockenberry, 2012) merekomendasikan penggunaan chlohexidine/povidone-iodine saat pemasangan infus pada bayi prematur dan aquabides/normal salin pada saat melepas untuk mencegah terjadinya absorpsi desinfektan.

91 76 Pada kasus empat, prosedur penusukan dilakukan dengan menggunakan jarum ukuran 24G. Hal ini telah sesuai dengan teori, namun kesulitan pemasangan mengakibatkan bayi harus dilakukan penusukan hingga empat kali dalam durasi yang singkat. Hal ini dapat menjadi salah satu yang membedakan skor nyeri Kasus empat dengan kedua kasus terpilih pada prosedur penusukan tumit sebelumnya. Skor nyeri Kasus empat lebih tinggi dibandingkan kasus-kasus yang telah dibahas sebelumnya karena frekuensi penusukan yang sampai empat kali dilakukan dalam waktu cukup singkat. Gomella et al. (2013) menyebutkan bahwa teknik facilitated tucking hanya efektif pada prosedur pemasangan infus saat awal penusukan. Meskipun residen keperawatan anak menyertai intervensi tersebut dengan hadir-berbicara dan telah menyampaikan dengan lembut pada bayi bahwa akan dilakukan penusukan lagi namun masih belum cukup efektif. Hal ini juga dikarenakan perawat yang melakukan prosedur penusukan berbeda. Pada penusukan pertama sampai ketiga dilakukan oleh perawat dengan pendidikan vokasi dan pengalaman 3 tahun; sedangkan pada penusukan ke-empat dilakukan oleh perawat dengan pendidikan sarjana dan memiliki pengalaman 10 tahun di ruang rawat bayi risiko tinggi. c. Prosedur perawatan luka dermatitis Prosedur perawatan luka merupakan teknik aseptik yang bertujuan membersihkan luka dari debris untuk mempercepat proses penyembuhan luka (Ball et al., 2010). Salah satu kasus terpilih yang mengalami nyeri akibat prosedural adalah Kasus dua yang mengalami luka dermatitis di bagian wajah dan ekstremitas. Prosedur perawatan yang merupakan hasil kolaborasi dengan dokter spesialis kulit pada Kasus dua ini dilakukan dengan kompres NaCl 0,9% selama 2x15 menit, oles mupirocin 2% di semua lesi erosi, daktarin diapers setiap ganti popok, dan area bokong dibersihkan

92 77 dengan air dan sabun setiap BAB serta mandi dengan sabun batang bayi. Skor nyeri yang paling tinggi terjadi pada kasus bayi ini, dengan skor yang didapat masuk dalam kategori nyeri berat meskipun residen keperawatan anak telah melakukan intervensi facilitated tucking disertai hadir-berbicara. Temuan pada kasus dua membuktikan bahwa intervensi facilitated tucking disertai hadir-berbicara terbukti kurang efektif untuk diterapkan pada prosedur perawatan luka dermatitis. Hal ini sesuai dengan Witt, Coynor, Edwards, & Bradshaw (2016) yang membuat tingkat penggunaan analgesik untuk berbagai prosedur yang seringkali dilakukan pada neonatus (Gambar 4.1). Witt et al. menyebutkan bahwa teknik non-farmakologi yang salah satu intervensinya adalah facilitated tucking dapat diberikan pada bayi yang mendapatkan perawatan luka. Namun akan lebih efektif jika menggunakan analgesik farmakologi seperti anastesi topikal atau Acetaminophen. Sedasi dosis tinggi/anastesi 5 Perawatan luka, insisi dan drainase, LP, intubasi trakea, pemasangan chest tube & akses sentral Anestesi topikal Nonfarmakologi:PMK, NNS, NS, sukrosa, Anastesi lokal Acetaminophen 4 Perawatan luka, insisi dan drainase, LP, akses arteri perifer, pemasangan PICC, chest tube, & sirkumsisi 3 Penusukan tumit dan jari, ganti balut, perawatan luka, pengambilan sampel arteri & vena, sirkumsisi 2 Perawatan luka, pengambilan sampel arteri & vena, injeksi subkutan & intramuskular, pemasangan infus, akses sentral, LP, PICC, sirkumsisi 1 Penusukan tumit dan jari, perawatan luka, ganti balut, pengambilan sampel arteri & vena, LP, ekstubasi, pemasangan OGT, injeksi, pemasangan infus Base line Hindari prosedur menyakitkan, antisipasi kebutuhan studi berikutnya, gunakan monitoring non-invasif (NIRS, saturasi O2, monitor EtCO2, bilirubin transkutan) Gambar 4.1. Tingkatan Anastesi pada Manajemen Nyeri Neonatus Sumber: Witt et al. (2016)

93 78 2) Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman psikospiritual Pengkajian ketidaknyamanan yang berkaitan dengan pengalaman psikospiritual mencakup kepercayaan diri dan motivasi orangtua untuk merawat bayi prematur secara mandiri, serta kepercayaan orangtua bayi terhadap Tuhan. Hal ini karena psikis orangtua berperan dalam meningkatkan kenyamanan bayi. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Zwimpfer dan Elder (2012) bahwa bayi membutuhkan containment yang hanya dapat terjadi jika pengasuh mampu memahami apa yang dibutuhkan oleh bayi prematur. Artinya jika pengasuh percaya diri dan termotivasi dalam merawat bayi terutama dalam hal mengenali isyarat bayi maka dapat terbentuk containment dan bayi akan mencapai kenyamanan. Pada kelima kasus terpilih, residen keperawatan anak dapat melakukan pengkajian psikospiritual pada semua kasus. Namun pada kasus satu dan kasus empat, residen keperawatan anak hanya bertemu dengan ayah bayi karena ibu belum mampu menjenguk. Selama pengkajian terhadap ayah, residen keperawatan anak mengalami kesulitan karena ayah cenderung terfokus pada kesehatan bayi secara fisik dibandingkan dengan mengamati perilaku bayi. Berbeda dengan para ibu yang berkeinginan memahami isyarat bayi untuk dapat memberi kenyamanan. Seluruh orangtua mengatakan selalu berdoa dan percaya pada Tuhan, namun juga menyampaikan bahwa orangtua membutuhkan perawat maupun dokter yang bersahabat dan mendukung serta melibatkan mereka dalam perawatan bayinya. Oleh karena itu hadir-berbicara juga dapat diberikan oleh perawat pada keluarga terutama ibu bayi prematur. Saat pengkajian, orangtua telah dilibatkan dalam perawatan terutama ketika bayi menjelang pulang. Ibu diajarkan dan dibiasakan mengganti pampers, mengukur suhu bahkan memandikan. 3) Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman sosiokultural Pengkajian kenyamanan sosiokultural dilihat dari sosial bayi yang meliputi hubungan interpersonal maupun intrapersonal. Lingkungan

94 79 sosial yang akan banyak berinteraksi dengan bayi adalah keluarga terutama ayah dan ibunya. Secara intrapersonal, residen keperawatan anak melakukan pengkajian pada perilaku bayi dalam pengaturan/regulasi diri serta kemampuannya untuk berinteraksi dengan pengasuh. Pengkajian status perilaku bayi dan kondisi keluarga merupakan hal penting selama perawatan. Hal ini karena kondisi keluarga termasuk kesiapan ibu dapat menimbulkan ketidaknyamanan sosial pada bayi saat perawatan maupun setelah bayi dirawat sendiri oleh keluarga. Pada lima kasus terpilih, orangtua telah berusaha terlibat dalam perawatan kecuali pada Kasus satu dan Kasus empat. Pada Kasus lima setiap hari mendapat kunjungan dari ibu dan seringkali lengkap dikunjungi oleh kedua orangtua. Kasus tiga dan Kasus dua hanya dikunjungi oleh ibu. Seluruh ibu mampu berinteraksi dengan bayinya meskipun mengalami kecemasan akibat kurangnya pengetahuan dan informasi terhadap kondisi saat ini maupun perkembangan bayi prematur selanjutnya. Pengkajian secara kultural pada kelima kasus terpilih didapatkan data bahwa tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan. 4) Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman lingkungan Pengkajian kenyamanan lingkungan mencakup respon adaptasi bayi dan keluarga terhadap lingkungan fisik di rumah sakit. Cahaya lampu, kebisingan dan suhu ruangan dapat menjadi stressor bagi bayi, Kolcaba dan Dimarco (2005) menyebutkan bahwa kegagalan adaptasi akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan terhadap lingkungan. Ketidaknyamanan yang terlihat pada bayi adalah adanya kebisingan dari suara alat/inkubator yang dipindahkan maupun yang berbunyi dan suara tim kesehatan sendiri. Bayi seringkali tampak menunjukkan status perilaku terkejut yang berlebihan saat mendengar ada kebisingan. Ketidaknyamanan pada ibu terlihat pada saat ibu ingin melakukan PMK dan/atau belajar meneteki karena dalam satu ruangan seringkali ada pria

95 80 yang bukan suaminya tetapi salah satu tim kesehatan maupun ayah dari bayi lain yang satu ruangan dengan bayinya Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan dilakukan dengan identifikasi masalah berdasarkan struktur taksonomi Comfort Kolcaba. Residen keperawatan anak menentukan diagnosis secara mandiri dengan melihat batasan karakteristik masalah keperawatan berdasarkan buku diagnosa keperawatan NANDA Hal tersebut karena pada teori Comfort Kolcaba belum mempunyai standar pengelompokkan diagnosis keperawatan, namun dalam NANDA dapat ditemui diagnosis ketidaknyamanan pada domain dua belas. Pada kelima kasus terpilih muncul diagnosis keperawatan nyeri akut saat dilakukan tindakan/prosedur menyakitkan. Masalah lain yang muncul adalah adanya gangguan rasa nyaman, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada hampir semua kasus serta munculnya masalah gangguan termoregulasi baik yang masih risiko maupun yang aktual telah mengalami hipertermi/hipotermi. Diagnosis keperawatan terkait sistem pernapasan juga ditemukan pada dua kasus kelolaan. Diagnosis keperawatan lain yang terdapat pada kasus kelolaan adalah inefektif pertahanan tubuh dan kerusakan integritas kulit termasuk luka dermatitis dan munculnya ikterik. Masalah-masalah keperawatan yang muncul pada bayi prematur dalam lima kasus kelolaan dapat meningkatkan terjadinya ketidaknyamanan: Nyeri akut. Hal tersebut karena alat pengkajian nyeri pada bayi prematur mengkaji secara non verbal. Diagnosis keperawatan yang kompleks terjadi pada bayi prematur juga dapat berpengaruh pada lama rawat inap. Diagnosis ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terjadi pada lima kasus terpilih. Selama perawatan, residen keperawatan anak dapat menyimpulkan bahwa rerata lama rawat inap untuk diagnosis ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh minimal dua minggu selanjutnya peningkatan berat badan dapat dicapai dengan rawat jalan melalui konseling nutrisi dan

96 81 pendampingan dari konselor laktasi. Masalah gangguan termoregulasi juga ditemui pada hampir seluruh kasus yang dapat teratasi pada minimal tiga hari perawatan. Namun diperlukan studi lebih lanjut antara keterkaitan lama rawat inap dengan berbagai diagnosis keperawatan. Hal ini karena kompleksitas diagnosis yang muncul pada bayi prematur dan keluarga juga dapat mempengaruhi lama rawat inap. Kompleksitas diagnosis keperawatan tersebut terjadi jika Ners melakukan pengkajian secara mendalam pada satu kasus dapat muncul lebih dari tujuh diagnosis keperawatan dalam waktu bersamaan Intervensi Keperawatan Residen keperawatan anak menentukan intervensi keperawatan dengan berfokus pada peningkatan rasa nyaman anak dan keluarga. Teori Comfort Kolcaba memegang prinsip bahwa perawat harus berinteraksi secara intens serta berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal pada bayi prematur sebagai pasien. Intervensi kenyamanan pada teori ini berpedoman pada tiga tipe kenyamanan yang dikelompokkan berdasarkan kebutuhan rasa nyaman pasien meliputi intervensi yang diberikan melalui teknik mengukur kenyamanan untuk mempertahankan kenyamanan fisik, intervensi pelatihan/ajakan (coaching) untuk kenyamanan sosiokultural, serta intervensi comforting untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman psikospiritual dan lingkungan. Selain berpedoman pada tiga tipe kenyamanan, intervensi yang diberikan oleh residen keperawatan anak juga melihat standar Nursing Intervention Classification (NIC) sebagai buku tentang kumpulan intervensi keperawatan yang telah diklasifikasikan berdasarkan diagnosa keperawatan. Sehingga, intervensi dari tiga tipe kenyamanan akan berbeda pada masing-masing diagnosa keperawatan yang ditemukan pada setiap pasien. Penyusunan intervensi keperawatan juga memperhatikan hasil yang diharapkan (outcome) dari masing-masing diagnosa keperawatan. Residen keperawatan anak berpedoman pada Nursing Outcome Classification (NOC) untuk menentukan hasil yang diharapkan oleh perawat pada setiap diagnosa

97 82 keperawatan. NOC yang telah disusu perlu memperhatikan prinsip SMART yaitu Spesific, Measurable, Achievable, Rasional, Time. Sebagai contoh pada kasus lima untuk diagnosis perilaku tidak terorganisir dengan target waktu 14 hari. Sesuai usia koreksi, 14 hari merupakan waktu yang tepat untuk kasus lima, namun keadaan yang memungkinkan ibu setiap hari dapat berinteraksi dengan bayi, pencapaian ternyata bisa kurang dari 14 hari. Pada lima kasus kelolaan intervensi utama yang dilakukan oleh residen keperawatan anak adalah facilitated tucking disertai hadir berbicara. Intervensi ini kemudian disosialisasikan pada perawat ruangan setelah terbukti efektif. Namun, observasi selama praktik belum semua perawat melakukan intervensi ini saat mendampingi pasien kelolaannya. Jeong, Park, Lee, Choi, dan Lee (2014) dalam penelitiannnya terhadap perawat NICU di Korea menyebutkan bahwa perawat sering meremehkan perlunya manajemen nyeri termasuk menggunakan alat pengkajian nyeri. Residen keperawatan anak merekomendasikan perlunya melakukan studi lebih lanjut terkait persepsi perawat NICU di Indonesia terhadap nyeri bayi prematur agar dapat dilakukan upaya untuk memaksimalkan manajemen nyeri. Pendekatan sistematis juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan perawat dalam manajemen nyeri, seperti sosialisasi untuk semua staff NICU tanpa terkecuali, dan/atau menjadikan intervensi non-farmakologis sebagai SOP yang harus dilakukan setiap dilakukan tindakan pada bayi prematur Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan intervensi yang telah direncanakan sebelumnya. Implementasi yang dilakukan oleh residen keperawatan anak pada lima kasus terpilih berfokus pada pemenuhan kebutuhan rasa nyaman saat bayi prematur mendapatkan prosedur yang menyakitkan. Prosedur menyakitkan dapat berupa prosedur diagnosis, prosedur perawatan maupun prosedur invasif yang bertujuan sebagai terapi. Bayi prematur sering mendapatkan berbagai prosedur yang menimbulkan ketidaknyamanan ini terutama bayi yang dirawat di NICU. Perawat perlu

98 83 memperhatikan adanya ketidaknyamanan yang dirasakan oleh bayi ini karena secara tidak langsung dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan bayi prematur selanjutnya. Implementasi oleh residen keperawatan anak sesuai dengan intervensi berbasis teori Comfort yang telah disusun sebelumnya. Pada standar comfort residen keperawatan anak memulai implementasi dengan melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, skor nyeri dan faktor presipitasi. Pengkajian nyeri ini dilakukan oleh residen keperawatan anak dengan observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. Reaksi nonverbal pada kelima kasus antara lain adanya peningkatan laju jantung, penurunan saturasi oksigen, kerutan dahi, mata menutup, lipatan nasolabial serta beberapa tanda stress pada bayi seperti jari tangan berusaha menyebar, tubuh melengkung dan usaha menangis kuat. Residen keperawatan anak juga melakukan tindakan keperawatan pada standar comfort ini dengan facilitated tucking disertai hadir berbicara dengan sebelumnya melakukan observasi pada laju jantung dan saturasi oksigen serta status perilaku bayi sebelum prosedur dimulai. Faktor presipitasi terjadinya nyeri pada kelima kasus antara lain akibat benturan/tekanan yaitu pada prosedur pemeriksaan ROP dengan karakteristik nyerinya seperti luka tekan, lokasi di area mata dan dengan durasi yang cukup lama sekitar 15 menit untuk pemeriksaan kedua mata bayi. Skor nyeri ditentukan oleh residen keperawatan anak dengan melihat alat pengkajian nyeri Premature Infant Pain Profile (PIPP). Skor nyeri bayi yang dilakukan prosedur pemeriksaan ROP ini termasuk yang paling rendah dibandingkan lima kasus yang lain. Faktor presipitasi yang kedua adalah akibat rangsangan mekanik yaitu adanya tusukan benda tajam dari jarum lancet untuk pemeriksaan AGD perifer dan jarum ukuran 24G untuk pemasangan infus. Lokasi nyeri pada prosedur pemeriksaan AGD dilakukan di tumit, sedangkan pemasangan infus dilakukan di akses vena perifer yaitu tangan dan kaki. Durasi selama prosedur penusukan tumit hanya membutuhkan waktu sekitar satu menit

99 84 sedangkan pada pemasangan infus membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 20 menit dengan empat kali tusuk baru dapat terpasang di akses vena perifer bagian tangan kanan. Skor nyeri pada kedua prosedur ini paling tinggi pada prosedur pemasangan infus meskipun sama berada dalam rentang nyeri sedang. Faktor presipitasi yang ketiga adalah akibat rangsangan kimia (bradikinin) yang diperparah dengan dilakukannya prosedur perawatan dengan kompres NaCl pada seluruh area luka. Terjadi pada satu bayi yang mengalami luka dermatitis yang telah menyebar ke area dagu, pipi, ekstremitas, selangkangan dan glutea. Jaringan yang mengalami kerusakan akan membebaskan zat mediator yang berikatan dengan reseptor nyeri. Bradikinin adalah mediator yang paling berperan dalam menimbulkan nyeri karena rusaknya jaringan. Puncak nyeri terjadi pada saat dilakukan prosedur perawatan luka karena bayi juga mendapatkan rangsangan mekanik yang berupa tekanan saat kompres NaCl. Lokasi nyeri berada di seluruh area luka dengan durasi 2x15 menit setiap harinya. Skor nyeri dengan menggunakan PIPP pada kasus ini termasuk dalam kategori nyeri berat dan merupakan skor tertinggi diantara kasus terpilih lainnya. Teori Comfort Kolcaba menyebutkan bahwa untuk memenuhi kenyamanan diperlukan juga intervensi yang berupa pembinaan/edukasi (coaching). Implementasi yang dilakukan oleh residen keperawatan anak pada kategori ini dilakukan dengan membantu keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan. Residen keperawatan anak berusaha memperkenalkan dengan ibu lain yang memiliki bayi prematur serta mendorong ayah untuk sebisa mungkin sering mendampingi ibu saat berkunjung menjenguk bayi. Residen keperawatan anak juga memberikan informasi tentang nyeri antara lain penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi yang dilakukan oleh residen keperawatan anak saat terjadi ketidaknyamanan dari prosedur. Residen keperawatan anak juga mengajarkan orangtua untuk mengenali tanda stress/nyeri pada bayi. Residen keperawatan anak beharap, meskipun

100 85 tidak ada residen keperawatan anak minimal ibu akan melakukan facilitated tucking disertai hadir-berbicara saat ibu mengenali tanda stress pada bayi ketika berkunjung. Axelin, Salantera, dan Lehtonen (2007) dalam penelitiannya juga telah mengidentifikasi efektifitas metode facilitated tucking oleh orangtua selama pengisapan lendir endotrakeal pada bayi prematur. Artinya, orangtua juga dapat melakukan tindakan antisipasi yang efektif saat terjadi ketidaknyamanan pada bayi prematur. Oleh karena itu, perawat perlu memegang prinsip family centered care termasuk dengan melibatkan orangtua pada pengkajian ketidaknyamanan agar dapat mengenali adanya tanda stres/ketidaknyamanan pada bayinya sehingga dapat segera melakukan antisipasi ketika terjadi stres/ketidaknyamanan tersebut. Kategori ketiga dari intervensi yang berbasis teori Comfort Kolcaba adalah comforting. Implementasinya residen keperawatan anak melakukan kontrol terhadap lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri antara lain menjaga suhu bayi stabil antara 36,5 o C 37,5 o C, mengatur pencahayaan agar tidak terlalu terang dengan menutup inkubator menggunakan kain, serta mengurangi kebisingan dengan menutup ruang perawatan bayi prematur saat minimal handling. Namun di rumah sakit yang memiliki kapasitas cukup besar untuk perawatan bayi prematur, residen keperawatan anak mengalami kesulitan untuk mengurangi kebisingan. Hal tersebut karena banyaknya tim kesehatan yang terlibat dalam perawatan bayi prematur, sehingga kurang bisa mengontrol suara. Pada kategori comforting residen keperawatan anak juga meningkatkan istirahat bayi dengan memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis. Hockenberry dan Wilson (2009) menyebutkan bahwa nesting dapat mengurangi stres fisiologis dan perilaku selama prosedur rutin yang dapat dilakukan dengan menempatkan gulungan kain di bagian bawah sprei untuk mempertahankan sikap fleksi saat posisi prone maupun miring. Selain akibat prosedural, ketidaknyamanan pada lima kasus bayi prematur juga terjadi karena adanya gangguan termoregulasi, nutrisi dan pernapasan.

101 86 Pada gangguan termoregulasi, residen keperawatan anak berupaya menjaga suhu tubuh bayi stabil dengan mengatur suhu inkubator dan membantu ibu untuk perawatan metode kanguru (PMK). Pada gangguan pernapasan, residen keperawatan anak melakukan isap lendir dengan meminta bantuan rekan residen keperawatan anak untuk melakukan facilitated tucking disertai hadir-berbicara. Pada masalah nutrisi, residen keperawatan anak memberikan posisi lateral kanan dan/atau pronasi setelah pemberian nutrisi serta memfasilitasi ibu untuk PMK agar tercipta bonding, melatih reflek isap serta terjadi keseimbangan termoregulasi Evaluasi Keperawatan Kolcaba telah menyusun evaluasi kenyamanan untuk pediatrik, antara lain Comfort Behaviors Checklist (CBC) yang memiliki 30 item pernyataan dengan rentang skor 0-4 dan Comfort Daisies yang berupa gambaran wajah anak yang mengalami nyeri (Kolcaba & Dimarco, 2005). Namun dalam evaluasi yang dilakukan pada kelima kasus terpilih, residen keperawatan anak menggunakan empat tipe pengalaman kenyamanan dikaitkan dengan tiga tingkat kenyamanan serta PIPP (terlampir) sebagai evaluasi untuk skor nyeri akut prosedural. Williamson (2013) menggambarkan evaluasi keperawatan pada lingkup perawatan bayi baru lahir berdasarkan taksonomi Kolcaba yang tergambar pada tabel 4.1. Tabel menunjukkan gambaran perilaku bayi maupun orangtua yang berada dalam tingkat kenyamanan menurut Kolcaba dikaitkan dengan empat konteks kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan. Hasil evaluasi berbasis teori Comfort Kolcaba menunjukkan bahwa setelah perawatan, keadaan bayi prematur pada kelima kasus terpilih menunjukkan pada tingkat transcendence. Teori Comfort Kolcaba ini, menurut residen keperawatan anak memudahkan dan komunikatif untuk dapat diterapkan di lingkup perawatan neonatal. Hal ini karena tidak membutuhkan waktu yang lama dan terfokus pada kenyamanan bayi prematur serta mendukung asuhan perkembangan

102 87 Tabel 4.1. Evaluasi Keperawatan berdasarkan Struktur Taksonomi Kolcaba Tipe Kenyamanan Konteks Kenyamanan Fisik Lingkungan Sosiokultural Psikospiritual Relief Ease Transcendence - Desaturasi - Menangis - Lengan dan kaki menggapaigapai - Kebisingaan peralatan medis - Pencahayaan terlalu terang - Banyaknya tim kesehatan Mudah marah dan sulit ditenangkan Ibu merasa cemas berpisah dengan bayinya - Nafas halus - Sikap relaks - Mengisap - Perilaku menenangkan diri: memalingkan muka, waspada dengan tenang dan fokus - containment (postur tucked/ menyelip, tonus otot seimbang) - Mata cerah - Status tidur: tidur lelap - Status terjaga: tenang Ibu mampu menenangkan/ memberikan kenyamanan Sumber: Williamson (2013); Vandenberg et al. (2003) Status terbaik dari manajemen regulasi diri: tenang, relaks, pergerakan halus mulai dari lengan,kaki, wajah dan dengan pola teratur, tangan dan mulut ke wajah, menyelipkan (tucking) tubuh, kaki dan tumit saling menopang, mengisap, menggenggam dan memegang Bayi siap berinteraksi Orangtua mendapat dukungan spiritual, dan penentraman hati dari tim NICU dan keluarga/teman 4.2. Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi Praktik yang telah dijalani oleh calon Spesialis Keperawatan Anak selama 27 minggu di beberapa Rumah Sakit Umum yang menjadi rujukan Nasional berjalan dengan lancar. Residen keperawatan anak melaksanakan praktik klinik di ruang rawat infeksi, non infeksi dan perinatologi. Selama praktik, residen keperawatan anak mendapatkan banyak pengalaman dengan adanya tambahan pengetahuan dari mengikuti ronde dengan dokter spesialis anak dan konsultan, serta diperbolehkan mengikuti pelatihan NICU yang sedang berlangsung di RS saat praktik residensi.

103 88 Residen keperawatan anak mendapatkan materi dari dokter spesialis anak terkait ventilasi mekanik pada bayi prematur, kebutuhan nutrisi pada bayi prematur, nutrisi pada anak, cairan dan elektrolit, serta hematoonkologi. Hal tersebut merupakan aspek positif yang residen keperawatan anak dapatkan selain mengelola beragam kasus anak pada area infeksi, non infeksi dan perinatologi. Berbagai pembelajaran dan pengalaman tersebut menjadi dasar bagi residen keperawatan anak dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada pasien. Secara umum residen keperawatan anak telah mencapai target kompetensi sebagai calon spesialis keperawatan anak. Khususnya dalam menjalani peran sebagai seorang perawat primer dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak di ruang infeksi, non infeksi dan perinatologi. Capaian kompetensi selama praktik menjadi standar kompetensi inti lulusan Ners Spesialis Keperawatan Anak yang mencakup lima ranah (PPNI, 2015). Lima ranah tersebut antara lain praktik etik dan legal, praktik keperawatan profesional, praktik kepemimpinan dan manajemen, praktik pendidikan dan penelitian, serta praktik pengembangan kualitas personal dan profesional. Residen keperawatan anak telah melaksanakan praktik keperawatan dengan prinsip etis dan peka budaya, antara lain dengan menulis dokumentasi keperawatan dan melakukan informed consent. Secara profesional, memegang prinsip perawatan berfokus pada keluarga dan pencegahan trauma pada bayi. Residen keperawatan anak juga melaksanakan upaya promotif dalam asuhan keperawatan yang diberikan dengan memberikan edukasi pada orangtua pasien kelolaan serta menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal. Selain itu, residen keperawatan anak melakukan diskusi dengan perawat vokasi maupun Ners serta mengaplikasikan hasil penelitian sebagai kompetensi pada ranah pendidikan dan penelitian. Pengembangan kualitas personal dilakukan residen mengikuti pelatihan. Pengembangan kualitas profesional dilakukan dengan memotivasi Ners untuk lebih peka terhadap fenomena di klinik/pelayanan agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga tercapai integritas institusi serta

104 89 meningkatnya kualitas pelayanan. Pengembangan kualitas ini menjadi perhatian penting dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan mendukung program pemerintah yang menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyatnya, yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). MEA adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan dengan tujuan menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, serta terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas (Siswaningsih, 2015). Perawat sebagai profesi dapat berpeluang besar dalam menghadapi MEA dengan menjadi tenaga kesehatan yang terampil. Standar kompetensi inti dari Ners Spesialis dapat dijadikan kerangka kerja untuk pengembangan peran Ners Spesialis, pendidikan dan praktik keperawatan di Indonesia. Baldwin, Clark, dan Fulton (2009) menyebutkan bahwa dibutuhkan survei validasi kompetensi untuk memastikan bahwa Ners Spesialis dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan. Ners di Indonesia juga menghadapi tantangan dari dalam, yaitu adanya program JKN. Putri (2014) menyebutkan bahwa tujuan dari JKN adalah memberikan kepastian jaminan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera. Tuntutan kualitas pelayanan kesehatan ini juga perlu diimbangi dengan pembiayaan kesehatan yang sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing tim kesehatan. Pembiayaan JKN menggunakan Indonesia Case Base Group s (INA CBG s) yang merupakan suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis. Model tarif didasarkan pada klasifikasi diagnosis (ICD X) dan klasifikasi prosedur/tindakan (ICD IX-CM). Profesi Ners juga memiliki nomenclatur Diagnosis Perawatan yang di tingkat Internasional sebanding dengan ICD X, yaitu NANDA-I serta nomenclatur tindakan yang sebanding dengan ICD IX-CM, yaitu NIC yang didalamnya terdapat 540 tindakan.

105 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan simpulan dan saran terkait asuhan keperawatan pada bayi prematur dengan masalah nyeri prosedural yang berbasis teori Comfort Kolcaba, serta penerapan intervensi facilitated tucking disertai hadir-berbicara berdasarkan pembuktian ilmiah Simpulan Teori Comfort Kolcaba dapat diterapkan pada asuhan keperawatan bayi prematur dengan masalah nyeri prosedural karena memenuhi semua aspek kebutuhan rasa nyaman. Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman tersebut meliputi kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan Analisis penerapan teori Comfort Kolcaba melalui intervensi facilitated tucking disertai hadir-berbicara pada kelima kasus terpilih mampu memberikan rasa nyaman pada bayi prematur yang mengalami nyeri prosedural. Pada akhir perawatan pada kelima kasus kelolaan, bayi prematur berada dalam tahap kenyamanan transcendence Terdapat beberapa masalah keperawatan lain yang menimbulkan gangguan rasa nyaman pada kelima kasus kelolaan. Masalah keperawatan lain yang muncul tersebut antara lain adanya gangguan pada sistem pernafasan, gangguan nutrisi serta gangguan termoregulasi. Residen keperawatan anak melakukan intervensi dengan berbagai kategori yaitu standard comfort, coaching, dan comforting. Evaluasi dilakukan dengan melihat kembali taksonomi Kolcaba Standar kompetensi lulusan Ners Spesialis Keperawatan Anak mencakup lima ranah yang telah dicapai oleh residen keperawatan anak selama proses praktik residensi keperawatan di area infeksi anak, non infeksi anak, dan perinatologi. 90

106 Saran Melalui pengembangan teori Comfort Kolcaba yang telah dilakukan oleh residen keperawatan anak di ruang perinatologi diharapkan kenyamanan bayi prematur perlu menjadi perhatian agar pelayanan keperawatan kepada bayi prematur mengalami peningkatan dan tercapai asuhan perkembangan bayi prematur yang optimal Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang berada dekat dengan bayi selama 24 jam diharapkan dapat memunculkan perasaan empati dalam setiap intervensinya. Intervensi yang disertai hadir-berbicara dapat menciptakan containment untuk bayi prematur sehingga bayi akan merasa lebih nyaman. Perawat juga secara profesional harus berpegang pada prinsip etik, legal, dan peka budaya Pengembangan format pengkajian dengan menggunakan teori Comfort Kolcaba dapat dijadikan sebagai kerangka berfikir yang efektif dalam memberikan asuhan keperawatan kepada bayi prematur dengan masalah nyeri prosedural Sebagai Ners Spesialis Keperawatan Anak diharapkan akan selalu melakukan inovasi berdasarkan evidence based nursing practice, sehingga kualitas asuhan keperawatan pada pasien di pelayanan rumah sakit dapat mengalami peningkatan, khususnya asuhan keperawatan dan asuhan perkembangan pada bayi prematur Penelitian-penelitian terkait intervensi keperawatan anak juga perlu dilakukan oleh Ners Spesialis Keperawatan Anak sehingga intervensi yang diberikan akan lebih efektif dan tepat diberikan pada setiap pasien bayi prematur.

107 92 DAFTAR PUSTAKA AAP. (2013). Screening examination of premature infants for retinopathy of prematurity. Pediatrics, 131(1), doi: /s (97) AAP. (2016). Prevention and management of procedural pain in the neonate: An update. Pediatrics, 137(2). doi: /peds Aita, M., Oberlander, T. F., Snider, L., Johnston, C., & Ed, D. (2015). A randomized controlled trial of eye shields and earmuffs to reduce pain response of preterm infants, Journal of Neonatal Nursing, 21, doi: /j.jnn Alinejad-Naeini, M., Mohagheghi, P., Peyrovi, H., & Mehran, A. (2014). The effect of facilitated tucking during endotracheal suctioning on procedural pain in preterm neonates: A randomized controlled crossover study. Global Journal of Health Science, 6(4), doi: /gjhs.v6n4p278. Alligood, M. R. (2014). Nursing theory: Utilization & application (5th ed.). St. Louis Missouri: Elsevier. doi: /cbo Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2010). Nursing theorist and their work. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. Axelin, A., Salantera, S., & Lehtonen, L. (2007). Facilitated tucking by parents in pain management of preterm infants: A randomized crossover trial. Early Human Development, 82, Badr, L. K. (2013). Pain in premature infants: What is conclusive evidence and what is not. Newborn and Infant Nursing Reviews, 13(2), doi: /j.nainr Baldwin, K. M., Clark, A. P., & Fulton, J. (2009). National validation of the NACNS clinical nurse specialist core competencies. Journal of Nursing Scholarship, 41(2), doi:10.111/j x. Ball, J., Bindler, R., & Cowen, K. (2010). Child health nursing, partnering with children & families (2nd ed.). New Jersey: Pearson Education inc. Bellieni, C. V., Bagnoli, F., Perrone, S., Nenci, A., Cordelli, D. M., Fusi, M., Buonocore, G. (2002). Effect of multisensory stimulation on analgesia in term neonates: A randomized controlled trial. Pediatric Research, 51(4), doi: /

108 93 Bellieni, C. V, Tei, M., Coccina, F., & Buonocore, G. (2012). Sensorial saturation for infants pain. Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, 25 Suppl 1(November), doi: / Carbajal, R., Rousset, A., & Danan, C. (2008). Epidemiology and treatment of painful procedures in neonates in intensive care units. JAMA, 300(1), Cignacco, A. E. L., & Sellam, G. (2012). Oral sucrose and facilitated tucking for repeated pain relief in preterms: A randomized controlled trial. Pediatrics, 129(2), doi: /peds Cignacco, E., Axelin, A., Stoffel, L., Sellam, G., Anand, K. J. S., & Engberg, S. (2010). Facilitated tucking as a non-pharmacological intervention for neonatal pain relief: Is it clinically feasible?. International Journal of Paediatrics, 99(12), doi: /j x. Cooper, S., & Petty, J. (2012). Promoting the use of sucrose as analgesia for procedural pain management in neonates: A review of the current literature. Journal of Neonatal Nursing, 18(4), doi: /j.jnn Denhaerynck, K., Nelle, M., & Engberg, S. (2009). Variability in pain response to a non-pharmacological intervention across repeated routine pain exposure in preterm infants: A feasibility study. Acta Pediatrica, doi: /j x. Gibbins, S., Stevens, B., McGrath, P. J., Yamada, J., Beyene, J., Breau, L., Ohlsson, A. (2007). Comparison of pain responses in infants of different gestational ages. Neonatology, 93(1), doi: / Gitto, E., Pellegrino, S., Manfrida, M., Aversa, S., Trimarchi, G., Barberi, I., & Reiter, R. J. (2012). Stress response and procedural pain in the preterm newborn: The role of pharmacological and non-pharmacological treatments. European Journal of Pediatrics, 171(6), doi: /s Glasper, E. A., & Richardson, J. (2006). A textbook of children s and young people's nursing. Churchill Livingstone: Elsevier. Gomella, T., Cunningham, M., & Eyal, F. (2013). Neonatology: Management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs (7th ed.). New York: Mc Graw Hill Education. Grunau, R. E., Holsti, L., Haley, D. W., Oberlander, T., Weinberg, J., Solimano, A., Yu, W. (2005). Neonatal procedural pain exposure predicts lower cortisol and behavioral reactivity in preterm infants in the NICU. Pain, 113(3), doi: /j.pain

109 94 Halimaa, S. (2003). Pain management in nursing procedures on premature babies. Journal of Advanced Nursing, 42(6), Hatfield, L. A., Myers, M. A., & Messing, T. M. (2013). A systematic review of the effects of repeated painful procedures in infants: Is there a potential to mitigate future pain responsivity? Journal of Nursing Education and Practice, 3(8), doi: /jnep.v3n8p99. Hawthorne, J. (2005). Using the neonatal behavioural assessment scale to support parent-infant. Infant, 1(6), Retrieved from Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA international nursing diagnoses: Definitions and classification, Oxford: Wiley- Blackwell. Herlina. (2012). Aplikasi teori kenyamanan pada asuhan keperawatan anak. Bina Widya, 23, Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong s essentials of pediatric nursing (8th ed.). St. Louis Missouri: Mosby Elsvier. Jeong, I. S., Park, S. M., Lee, J. M., Choi, Y. J., & Lee, J. (2014). Perceptions on pain management among Korean nurses in Neonatal Intensive Care Units. Asian Nursing Research, 8(4), doi: /j.anr Khasanah, N. N., Rustina, Y., & Syahreni, E. (2015). Improving interaction between mother and premature infant through educational video and identification practice of premature infant s cues. International Nursing Conference, September, Jakarta. Kolcaba, K. (2003). Comfort theory and practice: A vision for holistic health care and research. New York: Springer Publishing Company. Kolcaba, K., & Dimarco, M. A. (2005). Comfort theory and its application to pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3), Kucukoglu, S., Kurt, S., & Aytekin, A. (2015). The effect of the facilitated tucking position in reducing vaccination-induced pain in newborns. Italian Journal of Pediatrics, 41(1), 61. doi: /s Liaw, J. J., Yang, L., Katherine Wang, K. W., Chen, C. M., Chang, Y. C., & Yin, T. (2012). Non-nutritive sucking and facilitated tucking relieve preterm infant pain during heel-stick procedures: A prospective, randomised controlled crossover trial. International Journal of Nursing Studies, 49(3), doi: /j.ijnurstu

110 95 Liaw, J. J., Yang, L., Lee, C., Fan, H., Chang, Y. C., & Cheng, L. (2013). Effects of combined use of non-nutritive sucking, oral sucrose, and facilitated tucking on infant behavioural states across heel-stick procedures : A prospective, randomised controlled trial. International Journal of Nursing Studies, 50(7), doi: /j.ijnurstu Lopez, O., Subramanian, P., Rahmat, N., Theam, L. C., Chinna, K., & Rosli, R. (2015). The effect of facilitated tucking on procedural pain control among premature babies. Journal of Clinical Nursing, 24(1-2), doi: /jocn Mathew, P., & Mathew, J. (2003). Assessment and management of pain in infants. Postgrad Med J, 79, Moreno, E. A. C., & Coutinho, S. B. (2014). Pain assessment and management in the NICU: Analysis of an educational intervention for health professionals. Journal de Pediatria, 90(3), doi: /j.jped Nimbalkar, A. S., Dongara, A. R., Phatak, A. G., & Nimbalkar, S. M. (2014). Knowledge and attitudes regarding neonatal pain among nursing staff of Pediatric Department: An Indian experience. Pain Management Nursing, 15(1), doi: /j.pmn Obeidat, H., Kahalaf, I., Callister, L. C., & Froelicher, E. S. (2009). Use of facilitated tucking for nonpharmacological pain management in preterm infants: A systematic review. The Journal of Perinatal & Neonatal Nursing, 23(4), doi: /jpn.0b013e3181bdcf77. PPNI. (2015). Draf Standar Kompetensi Perawat. Putri, A. E. (2014). Paham JKN: Jaminan kesehatan nasional. Jakarta: Friedrich- Ebert-Stiftung, Kantor Perwakilan Indonesia Ranger, M., & Grunau, R. E. (2014). Early repetitive pain in preterm infants in relation to the developing brain. Pain Manage, 4(1), ISSN Ranger, M., Johnston, C. C., & Anand, K. J. S. (2007). Current controversies regarding pain assessment in neonates. Seminars in Perinatology, 31(5), doi: /j.semperi Riddell, R. P., Racine, N., Turcotte, K., Uman, L. S., Horton, R.,... & Stevens, B. (2011). Nonpharmacological management of procedural pain in infants and young children: An abridged Cochrane review. Pain Research & Management: The Journal of the Canadian Pain Society, 16(5),

111 96 Roofthooft, D. W., Simons, S. H., Anand, K. J., Tibboel, D., & van Dijk, M. (2014). Eight years later: Are we still hurting newborn infants? Neonatology, 10(5), Rustina, Y. (2015). Bayi prematur: Perspektif keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Salomonsson, B. (2010). Baby worries: A randomized controlled trial of motherinfant psychoanalytic treatment. Stockholm: Karolinska Institutet. Siswaningsih, D. (2015). Peluang dan tantangan Indonesia: Pasar bebas Asean. Warta Ekspor, Januari, pp Jakarta. Sundaram, B., Shrivastava, S., Pandian, J. S., & Singh, V. P. (2013). Facilitated tucking on pain in pre-term newborns during neonatal intensive care: A single blinded randomized controlled cross-over pilot trial. Journal of Pediatric Rehabilitation Medicine, 6(1), doi: /prm Vandenberg, K., Browne, J. V, Ph, D., Perez, L., Ph, D., & Newstetter, A. (2003). Getting to know your baby. Oakland: Mills Collage, Department of Education. Walden, M., & Gibbins, S. (2008). Pain assessment and management guideline for practice (2nd ed.). National Association of Neonatal Nurses. Williamson, K. (2013). Comfort theory: A guided for practice of neonatal nursing. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), doi: /cbo Wilson, D., & Hockenberry, M. J. (2012). Wong s clinical manual of pediatric nursing (8th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier. Witt, N., Coynor, S., Edwards, C., & Bradshaw, H. (2016). A Guide to Pain Assessment and Management in the Neonate. Current Emergency and Hospital Medicine Reports, 4(1), doi: /s y. Wong, D. L., Perry, S. E., & Hockenberry, M. J. (2002). Maternal child nursing care. St. Louis: Mosby Elsvier. Yin, T., Yang, L., Lee, T. Y., Li, C. C., Hua, Y. M., & Liaw, J. J. (2014). Development of atraumatic heel-stick procedures by combined treatment with non-nutritive sucking, oral sucrose, and facilitated tucking: A randomised, controlled trial. International Journal of Nursing Studies, 52(8), doi: /j.ijnurstu Zwimpfer, L., & Elder, D. (2012). Talking to and being with babies: The nurse infant relationship as a pain management tool. Neonatal, Paediatric and Child Health Nursing, 15(3),

112

113 PENGKAJIAN PADA KASUS SATU I. DATA BIOGRAFI 1.1.Identitas Pasien Nama : By Ny sam Jenis kelamin : Laki-laki Tgl lahir/usia : 26 Februari 2016/ 3 hari Tgl masuk RS : 26 Februari 2016 Tgl masuk ruangan: 28 Februari 2016 Tgl pengkajian : 29 Februari 2016, Jam WIB No. Register : Diagnosa Medis : NKB BMK (35 minggu, 3740 gram); RD ec HMD; Trombositopenia ec Sepsis; Hiperbilirubinemia 1.2.Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu) Nama : Tn. Y/ Ny. S Pendidikan : SMK/ S1 Pekerjaan : Karyawan / Karyawati Penghasilan /bulan: Rp ; Alamat rumah : Bekasi No. Telp/HP : II. DATA PENGKAJIAN 2.1.Gambaran umum pasien Keluhan utama : By. Ny. S saat ini mengalami instabilitas suhu sampai 39 o C; hasil lab darah menunjukkan adanya trombositopenia (73.000) dan hipokalsemia (0,92); hasil foto thorax menunjukkan adanya kardiomegali. Riwayat penyakit saat ini : Bayi lahir SC atas indikasi gawat janin dan polihidramnion dengan faktor resiko keputihan, ketuban pecah 8 jam, Ibu penderita DM tipe 2 sejak 3 tahun yang lalu, hasil CTG bayi Reassuring Fetal State kategori II. Bayi lahir dengan presentasi kepala terlebih dahulu, tidak menangis, tidak ada usaha napas, dirangsang, dihangatkan, suction tidak ada respon. Bayi belum bernapas DJJ > 100 kali per menit, dilakukan VTP dengan PIP 25/5 FiO 2 21% selama 30 detik. Usia 1 menit bayi mulai kemerahan, napas spontan, merintih, DJJ > 100 x/menit, Saturasi O 2 62% diberikan CPAP PEEP 5 FiO 2 21%, masih terdapat distress napas, CPAP naik bertahap hingga PEEP 8 FiO 2 40%, Saturasi O 2 76%. Usia 10 menit suhu bayi 36,7 o C, CRT < 3, masih merintih dan takipnea kemudian intubasi dengan FiO2 40% PIP 25/5, ETT 3,5 kedalaman 10 cm, saturasi O2 99%. turun FiO2 menjadi 30% 1

114 Riwayat penyakit keluarga: Ibu mempunyai penyakit DM tipe II sejak 3 tahun yang lalu Riwayat kelahiran : a. Antenatal care Perawatan antenatal (ANC) : Teratur/Tidak teratur* Tempat pemeriksaan ANC : Bidan Komplikasi kehamilan : Diabetes/Toksemi/Eklampsi/... Terpapar radiasi : Tidak pernah/pernah:...kali b. Natal Jenis persalinan : Spontan/Ekstraksi forcep/ekstraksi vacum/sc* Komplikasi persalinan : KPD/Infeksi intrapartum/perdarahan/... c. Postnatal Kondisi bayi saat lahir : tidak menangis, tidak ada usaha napas APGAR Score : 1 (4) 5 (5) 10 (8) Usia gestasi : 34 minggu Berat badan lahir : 3740 gram Panjang badan lahir : 48 cm d. Riwayat persalinan sebelumnya Sex BB Kondisi Lahir bayi No Tgl/Thn kelahiran Hamil ini Komplikasi kehamilan/ persalinan Jenis persalinan Imunisasi 2.2.Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort) a. Kondisi Umum Panjang badan : 48 cm Berat badan : 3740 gram b. Nyeri (Pain Relief) Waktu terjadi : saat prosedur invasif dan handling Lokasi : tidak teridentifikasi Durasi : 3-5 menit 4 kali/sift Skala (PIPP) : 12 c. Kulit Warna kulit : Pink/Pucat/Kuning/Mottled* Sianosis : Tidak Kemerahan : Ada/Tidak ada * Tanda lahir : Ada/Tidak ada* Turgor kulit : Elastis/Tidak elastis* Skoring (NSRAS) : 12 Suhu kulit : 37,5 o C 2

115 d. Kepala/leher Lingkar kepala : 35 cm Fontanel anterior : Lunak/Tegas/Datar/Menonjol/Cekung* Sutura sagitalis : Tepat/Terpisah/Menjauh/Tumpang tindih* Gambaran wajah : Simetris/Asimetris* Caput succedanum : Ada/Tidak ada* Cephalhematom : Ada/Tidak ada* Telinga : Normal/Abnormal,sebutkan... Hidung : Simetris/Asimetris* Keluaran dari hidung : Tidak ada/ada, sebutkan... Napas cuping hidung : Ada/Tidak ada* Frekuensi napas : 74 x/menit Mata : Bersih/Keluaran, sebutkan... Jarak interkantus : 2,5 cm Sklera : Ikterik/Perdarahan* Mulut : Normal/Bibir sumbing* Mukosa mulut : Lembab/Kering* e. Dada dan paru-paru Bentuk : Simetris/Asimetris* Down score : 5 Nilai Frekuensi napas < 60 kali/menit kali/menit > 80 kali/menit Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat Sianosis Tidak ada Hilang dengan Menetap dengan O2 O2 Air entry Ada Menurun Tidak terdengar (Udara masuk) Merintih Tidak ada Terdengar dengan Terdengar tanpa stetoskop alat bantu Keterangan. Skor < 4 : Gangguan pernapasan ringan Skor 4-5 : Gangguan pernapasan sedang Skor > 5 : Gangguan pernapasan berat (Lakukan pemeriksaan AGD) Suara napas : Kanan kiri sama/tidak sama* Bersih/Ronchi/Wheezing* Respirasi : Spontan dengan alat bantu, NIV 6/40/21% f. Jantung Waktu pengisian kapiler (CRT) : < 3 Denyut nadi : 145x/menit Kuat/Lemah* Teratur/Tidak teratur* g. Abdomen Lingkar perut : 27 cm Lunak/Tegas/Datar/Distensi* Bising usus 3x/menit Muntah : Tidak ada/ada, sebutkan... h. Umbilikus Basah/Kering/Bau/Warna, sebutkan... i. Genital Perempuan normal/laki-laki normal/abnormal, sebutkan... 3

116 j. Anal Anatomis : Ada/Tidak ada* Pengeluaran mekonium, hari ke 2 Konsistensi feses : Lunak/Cair/Lendir/Darah Warna feses : Hijau gelap/kuning/lainnya, sebutkan... Konstipasi : Ya/Tidak* k. Ekstremitas Gerakan : Bebas Ekstremitas atas : Normal Ekstremitas bawah : Normal l. Muskuloskeletal Kelainan tulang : Tidak ada m. Spina/tulang belakang Anatomis : Normal n. Reflek Tonick Neck : Ada Menggenggam: Lemah Rooting : Lemah Mengisap : Lemah Menelan : Lemah Babinski : Lemah Moro : Kuat Berkedip : Ada o. Tonus/aktivitas Aktivitas : Aktif Menangis : Kuat 2.3.Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Phsycospiritual Comfort) a. Kondisi bayi Status tidur : Tidur aktif Status terjaga : Terjaga aktif b. Kondisi orangtua Psikologis : Tenang Dampak penyakit pasien pada keluarga: Ayah mengatakan bahwa keluarga sedih Harapan keluarga setelah pasien menjalani perawatan: Dapat sembuh dan bisa merawatnya sendiri Aktifitas keagamaan selama mendampingi pasien: Sholat 5 waktu dan berdoa 2.4.Pengkajian Kenyamanan Sosiokultural (Sociocultural Comfort) Pengasuh : Ayah/Ibu Dukungan sibling : Tidak ada Keterlibatan orangtua : Berkunjung (Ya)* Kontak mata (Tidak)* Menyentuh (Ya)* PMK (Tidak)* 4

117 Berbicara (Ya)* Menggendong (Tidak) Ekspresif (Ya) Skor interaksi ibu-bayi : 18 (Gunakan lembar OCI) Budaya yang dianut keluarga: Tidak ada Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi bayi: Cukup Informasi yang dibutuhkan keluarga: Kondisi bayi setiap harinya 2.5.Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Enviromental Comfort) Penerangan : Cukup Inkubator tertutup kain (Ya) Kebisingan : Pintu inkubator tertutup (Ya) Bunyi alarm kecil (Tidak) Tenaga kesehatan berbicara terlalu keras (Ya) Ada suara saat memindahkan peralatan (Ya) Mempertahankan suhu lingkungan (Ya) Memfasilitasi tidur: Tindakan non-emergensi saat bangun (Ya) Mengelompokkan prosedur pada satu waktu (Ya) Memberikan posisi yang tepat (Ya) Memanggil nama bayi dengan lembut (Ya) Memberikan pembatas/nesting (Ya) Mengupayakan posisi fleksi (Ya) Melakukan pembedongan/swaddling (Tidak) Melindungi permukaan kulit selama perawatan (Ya) Melakukan FCC : Menawarkan keluarga hadir selama prosedur (Ya) Mendorong keluarga melakukan PMK (Ya) Melakukan diskusi perawatan BBLR (Ya) Tanggal 29/2/2016 Jam 15.30WIB Perawat yang melakukan pengkajian, (Ns. Nopi Nur Khasanah) 5

118 ANALISA DATA PENGKAJIAN BERDASARKAN STRUKTUR TAKSONOMI KENYAMANAN KOLCABA PADA KASUS SATU Tipe Relief Ease Transedence Kenyam anan Fisik 1. Penusukan tumit dilakukan setiap pagi untuk cek AGD 1. Anak tampak menangis, alis Kebutuhan pemenuhan 2. Handling dilakukan untuk mengganti pampers, isap lendir dan pemberian nutrisi melalui OGT menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup, frekuensi nadi meningkat. kenyamanan fisik (minimal nyeri) 3. Durasi nyeri 3-5 menit terjadi 4 kali dalam satu shift jaga pagi 2. Posisi tidur melengkung, tangan 4. Skala nyeri 7 menggapai-gapai 1. Produksi mukus berlebih 2. Terdengar ronkhi (paling banyak di paru kiri) 1. Pola napas dangkal dan cepat, RR 72 kali/menit 2. Hasil AGD 29/2/2016 jam 05.51: ph (n/cenderung ); pco2 38 mmhg (N); po ( ); SO2 86.3% ( ); Na mmol/l ( ); K ( ); Cl mmol/l ( ); HCO mmol/l (n/cenderung ); BEb +3.3 mmol/l ( ) Kesan: normal dengan hipoksemia Laporan dinas malam: jam suhu 39 o C; jam suhu 38 o C; jam suhu 37.5 Bayi tampak menunjukkan perilaku distress: jari menyebar, tubuh melengkung, tidur aktif, gelisah, frekuensi napas lebih dari 60 kali per menit 2/3/ Usia 6 hari tampak kuning di kepala, leher, badan atasbawah, dan tungkai atas 2. Derajat Kramer III 3. Nilai bilirubin 10 mg/dl 2/3/ Dilakukan terapi sinar 2. Usia gestasi 35 minggu 3. Kelembaban berkurang 4. Perubahan metabolik 1. Susah ditenangkan 2. Respon terkejut berlebihan 3. Jari tangan menyebar 4. Tangan menempel ke muka 5. Hiperekstensi ekstremitas 6. Tatapan penuh perhatian 1. Terlihat retraksi 2. Prosedur isap lendir dilakukan minimal 1kali/shift 1. Terpasang NIV- CPAP, Pressure 6, RR 40 kali/menit, FiO2 21%, IT Minimal handling Suhu inkubator diturunkan dari 31 menjadi 30, kemudian diturunkan lagi menjadi 29.5 Pemberian nesting Terapi sinar 1. Diberikan kassakarbon sebagai penutup mata dan alat genital 2. Linen harus tetap bersih, tanpa lipatan Tidak memberikan overstimuli lingkungan Kebutuhan oksigenasi: Bersihan jalan napas tidak efektif Kebutuhan oksigenasi: Gangguan pertukaran gas Kebutuhan rasa aman/proteksi: Hipertermi Kebutuhan kenyamanan: Gangguan kenyamanan Kebutuhan metabolisme: Ikterik neonatus Kebutuhan rasa aman/proteksi: Kerusakan integritas kulit Stress neurobehavior al: Perilaku bayi tidak terorganisir 6

119 Psikospi ritual Sosiokul tural Lingkun gan 7. Intoleransi minum 8. Bangun aktif Orangtua tampak tenang dan aktif bertanya Tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan 1. Ruangan memiliki inkubator untuk masing-masing bayi 2. Terdapat penutup inkubator 3. Tingginya suara petugas kesehatan Cemas kondisi anak, ketakutan kehilangan bayi pertama Menutup telinga bayi dengan earmuff &/ Petugas kesehatan berbicara dengan pelan PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN PADA KASUS SATU 1. Bersihan jalan napas tidak efektif 2. Gangguan pertukaran gas 3. Nyeri akut 4. Hipertermia 5. Gangguan kenyamanan 6. Kerusakan integritas kulit 7. Ikterik neonatus 8. Perilaku bayi tidak terorganisir 1. Kebutuha n kognisi: kesiapan untuk meningka tkan pengetahu an 2. Kebutuha n dukungan emosi dan spiritual Kebutuhan akan dukungan keluarga/orang lain yang berpengaruh Kebutuhan akan kenyamanan, bebas dari stress Hari/Tgl Senin, RENCANA KEPERAWATAN KENYAMANAN KASUS SATU No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Rencana Keperawatan Dx Kriteria Hasil I Bersihan jalan napas tidak NOC: NIC: efektif berhubungan Respirator 1. Tehnik dengan obstruksi jalan y status : Pastikan kebutuhan oral / napas: banyaknya mukus, Ventilation tracheal suctioning 1 sekresi bronkus Respirator kali/shift Data Subjektif: y status : Berikan Oksigenasi dengan - Airway CPAP pressure 6, RR set Data Objektif: patency 40, FiO2 21%, Insp time 1. Produksi mukus Aspiration 0.45 berlebih Control Posisikan pasien untuk 2. Penurunan suara napas Setelah memaksimalkan ventilasi (air antry) terutama di dilakukan (semi fowler 30 o ) paru kiri tindakan Lakukan fisioterapi dada 3. Bayi tampak gelisah keperawatan jika perlu 4. Terdengar ronkhi selama 2 Auskultasi suara napas, (paling banyak di paru menit pasien catat adanya suara kiri) menunjukkan tambahan 5. Terlihat retraksi keefektifan Monitor status 7

120 Senin/ II dinding dada 6. Frekuensi napas 72 x/menit, irama irreguler Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi Data Subjektif: jalan napas dibuktikan dengan kriteria hasil : Mendemon strasikan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukk an jalan napas yang paten (klien tidak sesak napas, irama napas dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal) Perawat mampu mengidenti fikasikan dan mencegah faktor penyebab. Saturasi O2 dalam batas normal (dbn) Foto thorak dbn NOC: Respiratory Status : Gas exchange Keseimbang hemodinamik Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Kolaborasi pemberian antibiotik : Piptazobactam 2 x 280 mg (3) Amikasin 28 mg/18 jam Ampicilin Sulbactam 2 x 190 mg (2) Monitor respirasi dan status O2 Pertahankan hidrasi adekuat untuk mengencerkan sekret 2. Coaching Jelaskan pada keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction. 3. Comforting Fasilitasi pasien untuk istirahat NIC: 1. Tehnik Berikan Oksigenasi dengan CPAP pressure 6, RR set 40, FiO2 21%, Insp time 8

121 - Data Objektif: 1. Pola napas dangkal dan cepat, RR 72 kali/menit 2. Terlihat retraksi dinding dada, irama napas irreguler 3. Hasil AGD 29/2/2016 jam 05.51: ph (n/cenderung ); pco2 38 mmhg (N); po ( ); SO2 86.3% ( ); Na mmol/l ( ); K ( ); Cl mmol/l ( ); HCO mmol/l (n/cenderung ); BEb +3.3 mmol/l ( ) Kesan: normal dengan hipoksemia 3. Terpasang NIV-CPAP, Pressure 6, RR 40 kali/menit, FiO2 21%, IT 0.45 an asam Basa, Elektrolit Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Gangguan pertukaran gas pada pasien teratasi dengan kriteria hasil: Mendemon strasikan peningkata n ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Memelihar a kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernapasan Mendemon strasikan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (sputum berkurang, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda tanda vital dalam rentang normal 0.45 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (semi fowler 30 o ) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara napas, seperti dengkur Monitor pola napas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Auskultasi suara napas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental Observasi sianosis khususnya membran mukosa Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung Kolaborasi atur intake untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan elektrolit ASI/SF 8 x 3ml PG2 14 ml/jam IL ml/jam D10 + Ca 15 ml/jam 2. Coaching Beri dukungan emosional dan spiritual Tumbuhkan keyakinan orangtua terhadap terapi Dengarkan keluhan orangtua 3. Comforting Turunkan stimulus lingkungan Lakukan minimal handling 9

122 Senin/ III Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur invasif berulang) Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Penusukan tumit dilakukan setiap pagi untuk cek AGD 2. Handling dilakukan untuk mengganti pampers, isap lendir dan pemberian nutrisi melalui OGT 3. Durasi nyeri 3-5 menit terjadi 4 kali dalam satu shift jaga pagi 4. Skala nyeri 7 5. Anak tampak menangis, alis menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup, frekuensi nadi meningkat. 6. Posisi tidur melengkung, tangan menggapai-gapai 7. Napas sesak, tampak retraksi, nadi meningkat 10% dari baseline (sebelum tindakan) AGD dalam batas normal Status neurologis dalam batas normal NOC : Pain Leve l, pain contr ol, comfort level Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3menit Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (posisi tidur fleksi fisiologis, menangis minimal) Nyeri berkurang dengan menggunaka n manajemen nyeri saat dikaji dengan PIPP Perawat mampu mengenali nyeri (usia gestasi, status tidurterjaga, frekuensi nadi, saturasi oksigen, kerutan dahi, mata tertutup, lipatan nasolabial mendalam) Perawat NIC: 1. Tehnik Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Kurangi faktor presipitasi nyeri dengan minimal handling Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Fasilitasi teknik non farmakologi: PMK, pembedongan, NNS, pemberian sukrosa, facilitated tucking Monitor vital sign sebelum dan sesudah touching time 2. Coaching Bantu keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Ajarkan orangtua mengenali tanda stress/nyeri pada bayi 3. Comforting Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Tingkatkan istirahat dengan memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis 10

123 Senin, IV Hipertermia berhubungan dengan penyakit Data Subjektif: (hasil laporan/operan dinas malam) 1. Jam suhu 39 o C; jam suhu 38 o C; jam suhu Suhu inkubator telah diturunkan dari 31 menjadi 30, kemudian diturunkan lagi menjadi 29.5 Data Objektif: 1. Suhu saat ini Kulit masih tampak kemerahan, teraba hangat 3. Frekuensi napas meningkat (72 kali/menit) mengenali rasa nyaman setelah nyeri berkurang (posisi fleksi fisiologis, ekspresi relaks) Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur (status tidur aktiftenang) NOC: Thermoregula si Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 60 menit pasien menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil: Suhu o C Nadi dan RR dalam rentang normal Tidak ada perubaha n warna kulit dan tampak nyaman NIC: 1. Tehnik Monitor suhu sesering mungkin (minimal tiap jam) Monitor warna dan suhu kulit Monitor tekanan darah, nadi dan RR Monitor penurunan tingkat kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan output Berikan anti piretik jika perlu Kolaborasi kelola Antibiotik (ssi Dx.1) Kolaborasi pemberian cairan intravena (ssi Dx.2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa) 2. Coaching Jelaskan kemungkinan penyebab hipertermia Yakinkan orangtua bahwa petugas kesehatan akan memberikan terapi/perawatan yang terbaik untuk pasien 3. Comforting Turunkan suhu 11

124 Senin, 29 Februari 2016 Rabu, V Gangguan kenyamanan berhubungan dengan stimulus lingkungan yang mengganggu VI Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Tampak merintih 2. Muncul gejala distress 3. Menangis Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (terapi sinar, usia gestasi 35 minggu, kelembaban berkurang) dan internal (perubahan metabolisme, perubahan pigmentasi/ikterik) Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Dilakukan terapi sinar NOC: Comforting Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, gangguan kenyamanan tidak terjadi pada bayi dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1. Terjadi peningkatan status kenyamanan fisik, lingkungan, psikospiritual, dan sosiokultural 2. Penurunan level stress ditandai dengan: postur tubuh rileks, tangisan berkurang, wajah tidak menyeringai, rewel berkurang, dapat tidur minimal dalam durasi 90 menit tanpa gangguan NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Wound Healing : primer dan sekunder Setelah dilakukan inkubator secara bertahap Posisisikan fleksi fisiologis NIC: 1. Tekhnikal a. Ciptakan lingkungan yang tidak bising dengan mengurangi suara alat dan kontrol suara tenaga kesehatan b. Minimalkan pencahayaan ruangan c. Lakukan facilitated tucking 2. Coaching a. Ajarkan orang tua untuk meningkatkan kenyamanan anak dengan sentuhan b. Ajarkan orang tua untuk berinteraksi dengan anak c. Ajarkan orang tua tentang posisi fleksi fisiologis 3. Comforting a. Ganti laken dan nest secara teratur NIC: 1. Tehnik Hindari kerutan pada tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap tiga jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada 12

125 2. Usia gestasi 35 minggu 3. Kelembaban berkurang 4. Perubahan metabolik tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil: Integritas kulit yang baik bisa dipertaha nkan (sensasi, elastisita s, temperat ur, hidrasi, pigmenta si) Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi jaringan baik Menunju kkan proses perbaika n kulit dan mencega h terjadiny a sedera berulang Mampu melindun gi kulit dan mempert ahankan kelemba ban kulit dan perawata n alami Menunju kkan terjadiny a proses penyemb uhan derah yang tertekan Monitor status nutrisi pasien (ssi Dx.2) Cegah kontaminasi feses dan urin 2. Coaching Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya terapi sinar dan efek sampingnya pada bayi Yakinkan pada orangtua tentang terapi sinar yang diberikan 3. Comforting Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka Dengarkan keluhan orangtua Pahami keadaan pasien/bayi 13

126 Rabu, 02 Maret 2016 VII Ikterik neonatus berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin serum di dalam darah Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Usia 6 hari tampak kuning di kepala, leher, badan atasbawah, dan tungkai atas 2. Derajat Kramer III 3. Nilai bilirubin 10 mg/dl NOC : Normal blood profile Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam bayi tidak menunjukkan ikterik dengan kriteria hasil: Membra n mukosa, kulit dan sklera tidak berwarna kuning Bilirubin serum total dalam batas normal yaitu < 10 mg/dl Bayi tidak mengala mi komplika si karena fototerap i dengan indicator: tidak ditemuka n adanya iritasi mata, dehidrasi, ketidakst abilan suhu dan kerusaka n kulit NIC: 1. Technical Evaluasi kadar bilirubin Observasi tanda-tanda terjadinya ensefalopati bilirubin meliputi: kesadaran, tonus otot, dan tangisan Pantau kesimbangan intake dan haluaran Observasi adanya tanda kekurangan cairan seperti urin pekat, mukosa mulut kering Observasi pelaksanaan fototerapi Pantau suhu per tiga jam Berikan terapi cairan Pasang tirai pemantul sinar 2. Coaching Berikan informasi adanya kuning pada kulit bayi Berikan informasi tentang pelaksanaan fototerapi, Adanya penutup mata, dan sinar yang diberikan 3. Comforting Tutup mata bayi selama fototerapi (pastikan kelopak mata tertutup sebelum memasang penutup mata untuk mencegah iritasi kornea) Periksa mata tiap shift untuk melihat adanya drainase atau iritasi Tempatkan bayi di bawah sinar, dengan jarak minimal 45 cm Ubah posisi bayi tiap 3 jam Rabu, 02 Maret 2016 VIII Perilaku bayi tidak terorganisir berhubungan dengan overstimulasi lingkungan, prematuritas dan imaturitas fungsi neurologi NOC: a. Newborn adaptatio n b. Preterm infant organizati NIC: Tehnik: Cegah tindakan yang tidak penting, biarkan bayi istirahat Fasilitasi bonding antara ibu-bayi 14

127 Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Susah ditenangkan 2. Respon terkejut berlebihan 3. Jari tangan menyebar 4. Tangan menempel ke muka 5. Hiperekstensi ekstremitas 6. Tatapan penuh perhatian 7. Intoleransi minum 1. Bangun aktif on c. Coordinat e movemen t d. Sleep Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 14x24 jam perilaku bayi yang tidak terorganisir teratasi dengan indikator: Toleransi minum baik Pergerakan terkoordina si Respon terhadap stimulus tidak berlebihan Tangan ke mulut Tidur tenang Postur fleksi Otot relaks Dapat berinteraks i dengan pengasuh Berikan posisi yang nyaman Reposisi bayi minimal tiap 3 jam Fasilitasi posisi fleksi agar tangan bayi ke mulut Monitor stimulus (cahaya, bising, handling, prosedur), kurangi jika mungkin Kelompokan tindakan agar interval tidur bayi lebih panjang dan konservasi energi Gunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling, feeding dan merawat bayi Atur stimulus lingkungan untuk menjaga siklus normal pagi-malam Coaching: Ajarkan orangtua tentang perkembangan bayi prematur Instruksikan orangtua untuk mengenali isyarat bayinya dan keadaan perilaku bayi Beri contoh cara mendapatkan perhatian visual dan auditori bayi Dampingi orangtua dalam merespon isyarat dan keadaan perilaku bayi Dorong ibu untuk berpartisipasi saat memberikan nutrisi Comforting: Ciptakan hubungan yang terapeutik dan suportif dengan orangtua klien 15

128 CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN KASUS SATU Implementasi pada Senin, 29 Februari 2016 No. Dx Jam Tindakan Keperawatan dan Respon Tipe Kenyamanan Relief Ease Transe ndence I Melakukan auskultasi Fisik SaO2 suara napas 96% R/ Terdengar suara ronkhi di paru sebelah kiri dan kanan Melakukan fisioterapi dada sederhana sebelum isap lendir R/ Membantu merontokkan sekret Memberikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab R/ Memudahkan isap lendir Melakukan suctioning 15 detik dalam 1 menit R/ Sekret berkurang, suara ronkhi berkurang saat auskultasi ulang Memberikan Oksigenasi dengan CPAP pressure 6, RR set 40, FiO2 21%, Insp time 0.45 R/ Bayi terpasang CPAP dengan menggunakan binasal Memposisikan pasien semi fowler 30 o R/ Membantu memaksimalkan ventilasi Memonitor status hemodinamik R/ RR 74 kali/menit, HR 145 kali/menit, SaO2 96% Memberikan antibiotik : Piptazobactam 280 mg (2) sudah diberikan jam12 Amikasin 28 mg Ampicilin Sulbactam 190 mg (1) Memonitor respirasi dan status O2 R/ Tampak sesak, SaO2 98% Menjelaskan pada keluarga tentang penggunaan O2, Suction R/ Ayah tampak memahami Fasilitasi pasien untuk Masih terlihat retraksi dan napas sesak, irama napas irreguler, frekuensi napas 68 x/menit Ayah mengat akan memah ami kenapa anakny a harus dilakuk an prosed ur isap lendir dan dipasa ng alat bantu napas Suara ronkhi berkur ang, tidak tampak adanya sianosi s dan dyspne a Perawa t melaku kan suction minim al 1x/shif 16

129 II istirahat R/ Bayi tampak tidur aktif Mencatat pergerakan dada, mengamati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot R/ Tampak retraksi, simetris Monitor pola napas R/ Tachipnea Mengauskultasi suara napas R/ area paru kiri mengalami penurunan ventilasi Mengobservasi output dari BAB/BAK R/ 90cc + meconium Monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental R/ hasil AGD alkalosis metabolik ringan dengan hipoksemia TTV: suhu 36.6; HR 145 x/menit; RR 74 x/menit Status mental compos mentis Hasil elektrolit tgl 28/2/2016: Na/K/Cl = 121/5.56/84 Ca 0.92 sudah dikoreksi 1kali Mengobservasi sianosis khususnya membran mukosa R/ Tidak tampak adanya sianosis Mengauskultasi bunyi jantung, jumlah, irama,denyut jantung R/ S1 S1 jernih, 145x/menit, irama reguler Melakukan kolaborasi atur intake untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan elektrolit R/ Memberikan SF 3ml tiap 3 jam, memastikan: PG2 14 ml/jam, IL ml/jam, D10 + Ca 15 ml/jam Fisik masih terlihat retraksi, sesak napas Bayi terpasa ng O2 NIV PIP 29/+5, FiO2 21%, RR set 40 x/meni t Keseim bangan cairan elektrol it dalam 6 jam: Intake (189.6), Output (90+me co), IWL (18.7), maka Balanc e = ( ) = dengan diuresis = 70/3.74 /6 = 3.12 cc/kg BB/jam, Hasil AGD normal dengan hipokse mia Ayah mengu capkan terima kasih atas perawa tan terhada p anakny a kesada ran compo s mentis. Intake baik, toleran si minum baik tidak ada kembu ng atau muntah status neurol ogis dbn 17

130 III Memberi ayah dukungan emosional dan spiritual R/ Ayah mengucapkan terimakasih atas dukungannya Menumbuhkan keyakinan orangtua terhadap terapi R/ Ayah yakin dengan kompetensi perawat dan dokter Mendengarkan keluhan orangtua R/ Ayah menceritakan kondisi istrinya saat ini Menurunkan stimulus lingkungan (mengecilkan suara alarm) R/ Menjaga bayi agar tidak kaget dengan suara bising Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi R/ Nyeri terjadi terutama saat prosedur perawatan, skala 7 dengan durasi 3-5 menit sekitar 4kali/shift Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan R/ Tampak menggeliatgeliat, gelisah,tubuh melengkung Mengurangi faktor presipitasi nyeri dengan minimal handling R/ Touching time dilakukan minimal 2kali/shift untuk observasi dan pemberian nutrisi Mengkaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi R/ Sumber nyeri dari prosedur invasif maka intervensi nonfarmakologis dilakukan dengan kempeng Memfasilitasi teknik non farmakologi R/ melakukan facilitated tucking Fisik Orangt ua mengat akan menger ti penyeb ab nyeri pada bayi, dan mulai memah ami cues bayi Saat dilakuk an facilita ted tucking dan hadirberbica ra pada saat prosed ur suction ing, skor nyeri berkur Perawa t melaku kan pengka jian nyeri setiap sebelu m tindaka n 18

131 IV, V Memonitor vital sign sebelum dan sesudah touching time R/ nadi dan rr meningkat pada saat perawatan Membantu keluarga mencari dan menemukan dukungan R/ Memfasilitasi dengan menjawab pertanyaan orangtua Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur R/ Orangtua mengatakan mengerti Mengajarkan orangtua mengenali tanda stress/nyeri bayi R/ Orangtua mulai belajar mengenali cues bayi Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Meningkatkan istirahat dengan memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis R/ Bayi tampak tidur aktif Memonitor suhu setiap 3 jam R/ Laporan dinas pagi (jam o C; jam o C; jam o C; jam o C; jam o C) Memonitor warna dan suhu kulit R/ warna kulit sudah tidak merah, teraba hangat Monitor tekanan darah, nadi dan RR R/ RR 74x/menit, HR 145x/menit Memonitor penurunan tingkat Fisik Psikospiritual Sosiokultural ang menjad i 6 status tidur aktif setelah prosed ur perawa tan - RR 68x/me nit, tidak ada peruba han warna kulit PICC terpasa ng di axilla dextra, stopper terpasa ng di axilla sinistra Orangt ua mengat akan memah ami terjadi nya pening katan suhu tubuh bayi Tidak terjadi instabil itas suhu, suhu 19

132 No. Dx Jam kesadaran R/ Tidak ada penurunan kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct R/ Hasil laboratorium tgl 28/2/2016 HB/Ht/Leucosit/Tro mbosit = 13.5/46/16640/ ( ) Hasil kultur darah tgl 26/2/2016 : Steril, CRP sebelumnya 0.1 menjadi 1 Memonitor tekanan darah, nadi dan RR R/ RR 68x/menit, HR 146x/menit Memonitor hidrasi R/ Turgor kulit cukup, kelembaban membran mukosa cukup Menjelaskan kemungkinan penyebab hipertermia R/ Orangtua memahami terjadi infeksi sistemik Meyakinkan orangtua bahwa petugas kesehatan akan memberikan terapi/perawatan yang terbaik untuk pasien R/ Orangtuaa meyakini Menurunkan suhu inkubator secara bertahap R/ Suhu inkubator diturunkan dari 31, 30, kemudian bertahan di 29.5 Memposisisikan fleksi fisiologis R/ Memberikan konservasi energi I Melakukan auskultasi suara napas R/ Terdengar suara ronkhi di paru sebelah kiri Lingkungan Suara alat dan suara tim kesehatan Ibu tidak pernah mengu njungi bayi berada dalam retang Bayi tampak nyama n Orangt ua tidak merasa cemas Implementasi pada Selasa, 01 Maret 2016 Tindakan Keperawatan Tipe Relief Ease Transe dan Respon Kenyamanan ndence Fisik Masih Perawa Suara terlihat t napas retraksi melaku bersih, dan napas kan tidak sesak, suction tampak 20

133 Melakukan fisioterapi dada sederhana sebelum isap lendir R/ Membantu merontokkan sekret Memberikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab R/ Memudahkan isap lendir Melakukan suctioning 15 detik dalam 1 menit R/ Suara napas bersih saat auskultasi ulang Memberikan Oksigenasi NIV dengan PIP 24/+6, RR set 40, FiO2 21%, Insp time 0.45 R/ Bayi terpasang CPAP dengan menggunakan binasal Memposisikan pasien semi fowler 30 o R/ Membantu memaksimalkan ventilasi Memonitor status hemodinamik R/ RR 80 kali/menit, HR 157 kali/menit, SaO2 98% Memonitor respirasi, nadi dan status O2 R/ Tampak sesak, RR 76x/menit, HR 170 x/menit, SaO2 97% Memberikan antibiotik : Piptazobactam 280 mg (3) Fasilitasi pasien untuk istirahat R/ Bayi tampak tidur aktif irama napas irreguler, frekuensi napas 76 x/menit Foto thorax hasil kardiome gali adanya sianosi s dan dyspne a SaO2 97%, II Laporan dinas malam terjadi desaturasi sampai 82% (FiO2 25%) Mencatat pergerakan dada, mengamati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot R/ Tampak retraksi, simetris Monitor pola napas R/ Tachipnea Mengauskultasi suara napas Fisik Masih terlihat retraksi, sesak napas Bayi terpasa ng O2 NIV PIP 24/+6, FiO2 21%, RR set 40 x/meni t Kesei mbang Kesada ran compo s mentis Intake baik, toleran si minum baik tidak ada kembu 21

134 R/ area paru kiri mengalami penurunan ventilasi Mengobservasi output dari BAB/BAK R/ 80cc + meconium Monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental R/ hasil AGD alkalosis metabolik belum terkompensasi & hipoksemia ph ( ); pco mmhg; po mmhg ( ); HCO mmol/l ( ); BEb 5.1 mmol/l ( ) Status mental compos mentis Hasil elektrolit: Na/K/Cl = 132.9/5.56/105 Mengobservasi sianosis khususnya membran mukosa R/ Tidak tampak adanya sianosis Melakukan kolaborasi atur intake untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan elektrolit R/ Memberikan SF 9ml tiap 3 jam, memastikan: PG2 14 ml/jam, IL ml/jam, D10 + K 2.3 ml/jam Menurunkan stimulus lingkungan (mengecilkan suara alarm) R/ Menjaga bayi agar tidak kaget dengan suara bising an cairan elektro lit dalam 6 jam: Intake (129.6), Output (80+me co), IWL (18.7), maka Balanc e = ( ) = dengan diuresis = 60/3.74 /6 = 2.67 cc/kg BB/jam Hasil AGD alkalos is metabo lik belum terkom pensasi & hipoks emia ng atau muntah Status neurol ogis dbn IV Memonitor suhu setiap 3 jam R/ jam o C; jam o C Memonitor warna dan suhu kulit R/ warna kulit Fisik Warna kulit tampak kuning PICC terpasa ng di axilla dextra, stopper terpasa Tidak terjadi instabil itas suhu, suhu berada 22

135 No. Dx II, V Jam tampak kuning, ng di dalam teraba hangat Memonitor penurunan tingkat axilla sinistra retang kesadaran Bayi R/ Tidak ada tampak penurunan kesadaran Memonitor hidrasi nyama n R/ Turgor kulit cukup, kelembaban membran mukosa cukup Menurunkan suhu inkubator secara bertahap R/ Suhu inkubator diturunkan dari 29.5 menjadi 29 Memposisisikan fleksi fisiologis R/ Memberikan konservasi energi Implementasi pada Rabu, 03 Maret 2016 Tindakan Keperawatan Tipe Relief Ease Transe dan Respon Kenyamanan ndence Laporan dinas malam Fisik Masih tidak terjadi desaturasi terlihat Mencatat pergerakan retraksi, dada, mengamati sesak kesimetrisan, napas penggunaan otot tambahan, retraksi otot R/ Tampak retraksi, simetris Monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental R/ hasil AGD alkalosis metabolik belum terkompensasi & hipoksemia ph ( ); pco2 40 mmhg (N); po mmhg ( ); HCO mmol/l ( ); BEb 7.2 mmol/l ( ) Status mental compos mentis Hasil elektrolit: Na/K/Cl/Ca = 140/6.14( )/110.7( )/ 0.99( ) Memberikan Oksigenasi NIV dengan PIP 26/+2, PEEP 6 RR set 40, FiO2 21%, Insp time 0.45 R/ Bayi terpasang CPAP Bayi terpasa ng O2 NIV PIP 26/+2, FiO2 21%, RR set 40 x/meni t Keseim bangan cairan elektrol it dalam 6 jam: Intake (143.6), Output (40), IWL (18.7), maka Balanc e = ( ) = Kesada ran compo s mentis Intake baik, toleran si minum baik tidak ada kembu ng atau muntah Status neurol ogis dbn 23

136 IV, VI dengan menggunakan binasal Memposisikan pasien semi fowler 30 o R/ Membantu memaksimalkan ventilasi Memonitor status hemodinamik R/ RR 82 kali/menit, HR 175 kali/menit, SaO2 97% Mengobservasi output dari BAB/BAK R/ 40cc, tidak ada BAB Memonitor respirasi, nadi dan status O2 R/ Tampak sesak, RR 80x/menit, HR 175 x/menit, SaO2 97% Memberikan antibiotik : Amikasin 28 mg Mengobservasi sianosis khususnya membran mukosa R/ Tidak tampak adanya sianosis Melakukan kolaborasi atur intake untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan elektrolit R/ Memberikan SF 25ml tiap 3 jam, memastikan: PG2 14 ml/jam, Lipid 1.6 ml/jam Menurunkan stimulus lingkungan (mengecilkan suara alarm) R/ Menjaga bayi agar tidak kaget dengan suara bising Memonitor suhu setiap dua jam R/ jam ,5 o C; jam o C; jam o C; jam o C Memonitor warna dan suhu kulit R/ warna kulit tampak kuning, teraba panas Memonitor penurunan tingkat kesadaran R/ Tidak ada penurunan kesadaran Memonitor hidrasi R/ Turgor kulit kurang, Fisik Terjadi instabilita s suhu sampai 38.4 o C Warna kulit tampak kuning dengan diuresi s = 40/3.7 4/6 = 1.78 cc/kg Hasil AGD alkalos is metabo lik belum terkom pensasi & hipoks emia PICC terpasa ng di axilla dextra, stopper terpasa ng di axilla sinistra Suhu terakhi r berada dalam retang

137 VII, VIII membran mukosa kering Menurunkan suhu inkubator secara bertahap R/ Suhu inkubator diturunkan dari 31, 31.5, 30 menjadi 29 Memposisisikan fleksi fisiologis R/ Memberikan konservasi energi Menghindari kerutan pada tempat tidur R/Alas tempat tidur tidak ada kerutan Mengubah posisi pasien setiap tiga jam sekali R/ Lebih meminimalkan terjadi penekanan pada tonjolan tulang Memonitor kulit akan adanya kemerahan R/ Teraba panas dan tampak merah Memonitor status nutrisi pasien R/ Perut supel, nutrisi sudah naik: dari tgl 01/03/2016 3x9,3x14,3x18 menjadi 3x25,3x30,3x32 Mengajarkan pada keluarga tentang pentingnya terapi sinar dan efek sampingnya pada bayi Meyakinkan pada orangtua tentang terapi sinar yang diberikan R/ Orangtua mengatakan paham manfaat dari terapi sinar Fisik Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan Bayi sempat mengalam i hipertermi Suara alat dan tim kesehatan Elastisi tas kulit kurang, tidak ada luka/le si Ayah mengu njungi bayi Orangt ua mengat akan paham dengan kondisi anakny a yang harus dilakuk an terapi sinar Ayah mengat akan percay a bayiny a dapat sembu h dan segera dibawa pulang 25

138 I. DATA BIOGRAFI 1.1.Identitas Pasien Nama Jenis kelamin PENGKAJIAN PADA KASUS DUA : By Ny En : Perempuan : 24 Desember 2015/ 63 hari Tgl lahir/usia Tgl masuk RS : 24 Desember 2015 Tgl masuk ruangan: 8 Februari 2016 Tgl pengkajian : 25 Februari 2016 No. Register : Diagnosa Medis : NKB-SMK, Unproven Sepsis, NEC Gr. I, Apnea of Prematurity 1.2.Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu) Nama : Tn. N/ Ny. En Pendidikan : S1 / S1 Pekerjaan : Karyawan swasta / Ibu Rumah Tangga Penghasilan /bulan: Rp ; Alamat rumah : Kedoya, Jakarta Barat No. Telp/HP : II. DATA PENGKAJIAN 2.1.Gambaran umum pasien Keluhan utama : Terdapat luka dermatitis yang menyebar ke dagu, pipi, pergelangan tangan, dan glutea. Riwayat penyakit saat ini : Kondisi kesadaran klien kompos mentis, motorik aktif dan mampu menangis kuat. Luka dermatitis tampak mengelupas basah dan berdarah, dilakukan prosedur perawatan luka setiap hari. Hasil pemeriksaan suhu 36,9 o C, frekuensi napas 65 kali per menit, denyut jantung 187 kali per menit, SaO2 98%, akral teraba hangat. Bayi Ny En minum ASI per oral 27 ml sebanyak 8 kali sehari, berat badan sekarang gram, tidak ada muntah, tidak ada kembung, toleransi minum baik, dan abdomen supel. Pada hari rawat ke-65 terjadi instabilitas suhu sampai 38,4 o C Riwayat penyakit keluarga: Ny En mengatakan sebelumnya pernah mengalami impending eklampsia, namun sebelumnya bayi tidak bisa selamat. Riwayat kelahiran : a. Antenatal care Perawatan antenatal (ANC) : Teratur/Tidak teratur* Tempat pemeriksaan ANC : Dokter spesialis Komplikasi kehamilan : Diabetes/Toksemi/Eklampsi/... 1

139 Terpapar radiasi : Tidak pernah/pernah:...kali b. Natal Jenis persalinan : Spontan Komplikasi persalinan : KPD c. Postnatal Kondisi bayi saat lahir : menangis APGAR Score : 1 (6) 5 (8) Usia gestasi : 30 minggu Berat badan lahir : 1450 gram Panjang badan lahir : 38 cm d. Riwayat persalinan sebelumnya No Tgl/Thn kelahiran Sex BB Lahir Kondisi bayi Komplikasi Jenis persalinan Imuni sasi P 2600 Sehat - Spontan Lengk ap Meninggal Impending SC - eklampsi 3. Hamil ini 2.2.Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort) a. Kondisi Umum Panjang badan : 38 cm Berat badan : 2390 gram b. Nyeri (Pain Relief) Waktu terjadi : Saat perawatan Lokasi : Area luka dermatitis Durasi : 15 menit 2 kali/sift Skala (PIPP) : 13 c. Kulit Warna kulit : Pink Sianosis : Tidak Kemerahan : Tidak ada Tanda lahir : Tidak ada Turgor kulit : Elastis Skoring (NSRAS) : 13 Suhu kulit : 36,3 o C d. Kepala/leher Lingkar kepala : 27,5 cm Fontanel anterior : Lunak Sutura sagitalis : Terpisah Gambaran wajah : Simetris Caput succedanum : Tidak ada Cephalhematom : Tidak ada Telinga : Normal Hidung : Simetris Keluaran dari hidung : Tidak ada Nafas cuping hidung : Tidak ada 2

140 Frekuensi nafas : 52 x/menit Mata : Konjunctiva pucat Jarak interkantus : 2,5 cm Sklera : Normal, Bersih Mulut : Normal Mukosa mulut : Lembab e. Dada dan paru-paru Bentuk : Simetris Down score : 1 Nilai Frekuensi nafas < 60 kali/menit kali/menit > 80 kali/menit Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat Sianosis Tidak ada Hilang dengan Menetap dengan O2 O2 Air entry (Udara masuk) Ada Menurun Tidak terdengar Merintih Tidak ada Terdengar dengan Terdengar tanpa stetoskop alat bantu Keterangan. Skor < 4 : Gangguan pernafasan ringan Skor 4-5 : Gangguan pernafasan sedang Skor > 5 : Gangguan pernafasan berat (Lakukan pemeriksaan AGD) Suara nafas : Kanan kiri sama Bersih Respirasi : Spontan tanpa alat bantu f. Jantung Waktu pengisian kapiler (CRT) : < 3 Denyut nadi : Frekuensi 158x/menit Kuat, Tidak teratur g. Abdomen Lingkar perut : 30 cm Supel Bising usus 2x/menit Muntah : Tidak Ada h. Umbilikus Kering i. Genital Perempuan normal j. Anal Anatomis : Ada Pengeluaran mekonium, hari ke 1 Konsistensi feses : Lunak Warna feses : Kuning Konstipasi : Tidak k. Ekstremitas Gerakan : Terbatas Ekstremitas atas : Normal Ekstremitas bawah : Normal l. Muskuloskeletal Kelainan tulang : Tidak ada 3

141 m. Spina/tulang belakang Anatomis : Normal n. Reflek Tonick Neck : Belum ada Menggenggam: Kuat Rooting : Lemah Menghisap : Lemah Menelan : Lemah Babinski : Kuat Moro : Kuat Berkedip : Ada o. Tonus/aktivitas Aktivitas : Aktif Menangis : Kuat 2.3.Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Phsycospiritual Comfort) a. Kondisi bayi Status tidur : Tidur aktif Status terjaga : Terjaga gelisah b. Kondisi orangtua Psikologis : Panik Dampak penyakit pasien pada keluarga: Semenjak bayi di rumah sakit, ibu mengatakan aktivitas rutin menjadi berubah karena datang menjenguk. Harapan keluarga setelah pasien menjalani perawatan: Cepat sembuh luka tidak menyebar, segera pulang dan berkumpul bersama keluarga Aktifitas keagamaan selama mendampingi pasien: Banyak melakukan sholawat, dzikir dan sholat 2.4.Pengkajian Kenyamanan Sosiokultural (Sociocultural Comfort) Pengasuh : Ayah/Ibu Dukungan sibling : Ada Keterlibatan orangtua : Berkunjung (Ya) Kontak mata (Ya) Menyentuh (Ya) PMK (Tidak) Berbicara (Ya) Menggendong (Tidak) Ekspresif (Ya) Skor interaksi ibu-bayi : 28 (Gunakan lembar OCI) Budaya yang dianut keluarga: Tidak ada Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi bayi: Cukup Informasi yang dibutuhkan keluarga: Perawatan luka dermatitis, cara pencegahan penyebaran infeksi 4

142 2.5.Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Enviromental Comfort) Penerangan : Cukup Inkubator tertutup kain (Ya) Kebisingan : Pintu inkubator tertutup (Ya) Bunyi alarm kecil (Ya) Tenaga kesehatan berbicara terlalu keras (Tidak) Ada suara saat memindahkan peralatan (Ya) Mempertahankan suhu lingkungan (Ya) Memfasilitasi tidur: Tindakan non-emergensi saat bangun (Ya) Mengelompokkan prosedur pada satu waktu (Ya) Memberikan posisi yang tepat (Ya) Memanggil nama bayi dengan lembut (Ya) Memberikan pembatas/nesting (Ya) Mengupayakan posisi fleksi (Ya) Melakukan pembedongan/swaddling (Tidak) Melindungi permukaan kulit selama perawatan (Ya/Tidak)* Melakukan FCC : Menawarkan keluarga hadir selama prosedur (Ya) Mendorong keluarga melakukan PMK (Ya) Melakukan diskusi perawatan BBLR (Ya) Tanggal 25/Februari/2016 Jam WIB Perawat yang melakukan pengkajian, (Nopi Nur Khasanah) 5

143 ANALISA DATA PENGKAJIAN BERDASARKAN STRUKTUR TAKSONOMI KENYAMANAN KOLCABA PADA KASUS DUA Tipe Relief Ease Transedence Kenyamanan Fisik 1. Prosedur perawatan luka dilakukan setiap hari 1. Anak tampak menangis, alis Kebutuhan pemenuhan 2. Handling dilakukan untuk mengganti pampers dan pemberian nutrisi melalui OGT menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup, frekuensi nadi meningkat. kenyamanan fisik (minimal nyeri) 3. Durasi nyeri 15 menit terjadi 4 kali dalam satu shift jaga pagi 2. Posisi tidur melengkung, tangan menggapai-gapai 4. Skala nyeri 13 Psikospiritual 1. Luka dermatitis menyebar mengelupas dan berdarah 2. Usia koreksi 39 minggu 3. Kelembaban berkurang 4. Perubahan metabolik 1. Abdomen supel, bising usus 2x/menit 2. BB jika dilihat di fenton berada dibawah persentil 3 3. Denyut nadi lemah 4. BB saat ini 2390 gram dengan usia koreksi 39 minggu 5. Tampak lemah 1. Bayi tampak lemah 2. Hasil pemeriksaan darah: CRP 14,2, albumin 2,99 Bayi tampak menunjukkan perilaku distress: jari menyebar, tubuh melengkung, tidur aktif, gelisah, frekuensi napas lebih dari 60 kali per menit 26/2/2016 Laporan dinas sore: terjadi instabilitas suhu sampai 38,4 o C Orangtua tampak cemas dan terus bertanya 1. Diberikan kassakarbon sebagai penutup mata dan alat genital 2. Linen harus tetap bersih, tanpa lipatan Mendapatkan ASI/SF Prematur 8 x 27cc/ oral Tampak letargi Minimal handling Suhu inkubator diturunkan dari 30 menjadi 29 Cemas kondisi anak, takut berat badan anak tidak bertambah dan turun terus Kebutuhan rasa aman/proteksi: Kerusakan integritas kulit Kebutuhan nutrisi (ingesti): Ketidakseimba ngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Promosi kesehatan (manajemen kesehatan): Inefektif pertahanan tubuh Kebutuhan kenyamanan: Gangguan kenyamanan Kebutuhan rasa aman/proteksi: Hipertermi 1. Kebutuhan kognisi: kesiapan untuk meningkatk an pengetahuan 2. Kebutuhan dukungan emosi & spiritual 6

144 Sosiokultural Tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan Sejak saat dilahirkan bayi berada di rumah sakit selama 63 hari Orangtua hanya sesekali menjenguk, tidak bisa 24 jam dekat dan merawat bayi Lingkungan 1. Ruangan memiliki inkubator 2. Terdapat penutup inkubator 3. Tingginya suara petugas kesehatan dan suara memindahkan barang Menutup telinga bayi dengan earmuff &/ Petugas kesehatan berbicara dengan pelan Kebutuhan akan dukungan keluarga/orang lain yang berpengaruh Kebutuhan peran orangtua: Risiko gangguan perlekatan orangtua-bayi Kebutuhan akan kenyamanan, bebas dari stress Prioritas Masalah Pada Kasus Dua 1. Nyeri akut berhubungan 2. Kerusakan integritas kulit 3. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh 4. Inefektif pertahanan tubuh 5. Gangguan kenyamanan 6. Risiko gangguan perlekatan orangtua-bayi 7. Hipertermia Hari/Tgl RENCANA KEPERAWATAN KENYAMANAN KASUS DUA No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Rencana Keperawatan Dx Keperawatan Hasil NOC : NIC: Pain Level, 1. Tehnik pain control, Lakukan pengkajian nyeri comfort level secara komprehensif Setelah dilakukan termasuk lokasi, tindakan karakteristik, durasi, keperawatan selama frekuensi, kualitas dan faktor 3menit Pasien tidak presipitasi mengalami nyeri, Observasi reaksi nonverbal dengan kriteria dari ketidaknyamanan hasil: Kurangi faktor presipitasi Mampu nyeri dengan minimal mengontrol nyeri handling (posisi tidur fleksi Kaji tipe dan sumber nyeri fisiologis, untuk menentukan intervensi menangis Fasilitasi teknik non minimal) farmakologi: PMK, Nyeri berkurang pembedongan, NNS, dengan pemberian sukrosa, menggunakan facilitated tucking manajemen nyeri Monitor vital sign sebelum saat dikaji dengan dan sesudah touching time PIPP Perawat mampu mengenali nyeri 25/2/2016 I Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur perawatan luka) Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Prosedur perawatan luka dilakukan setiap hari 2. Handling dilakukan untuk mengganti pampers dan pemberian nutrisi melalui OGT 3. Durasi nyeri 15 menit terjadi 4 kali dalam satu shift jaga pagi 4. Skala nyeri Coaching Bantu keluarga untuk mencari dan menemukan 7

145 25/2/2016 II Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (luka dermatitis, kelembaban berkurang) Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Luka dermatitis menyebar mengelupas dan berdarah 2. Usia koreksi 39 minggu 3. Kelembaban berkurang 4. Perubahan metabolik (usia gestasi, status tidurterjaga, frekuensi nadi, saturasi oksigen, kerutan dahi, mata tertutup, lipatan nasolabial mendalam) Perawat mengenali rasa nyaman setelah nyeri berkurang (posisi fleksi fisiologis, ekspresi relaks) Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur (status tidur aktiftenang) NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Wound Healing : primer dan sekunder Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil: Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi jaringan baik Menunjukkan proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera dukungan Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Ajarkan orangtua mengenali tanda stress/nyeri pada bayi 3. Comforting Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Tingkatkan istirahat dengan memberikan nesting dan memposisikan fisiologis fleksi NIC: 1. Tehnik Hindari kerutan pada tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap tiga jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor status nutrisi pasien (ssi Dx.2) Cegah kontaminasi feses dan urin 2. Coaching Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya terapi sinar dan efek sampingnya pada bayi Yakinkan pada orangtua tentang terapi sinar yang diberikan 3. Comforting Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka Dengarkan keluhan orangtua Pahami keadaan pasien/bayi 8

146 25/2/2016 III Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena faktor biologis Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Abdomen supel, bising usus 2x/menit 2. BB jika dilihat di fenton berada dibawah persentil 3 3. Denyut nadi lemah 4. BB saat ini 2390 gram dengan usia koreksi 39 minggu 5. Tampak lemah berulang Mampu melindungi kulit dan mempertahank an kelembaban kulit dan perawatan alami Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan NOC: a. Nutritional status: Adequacy of nutrient b. Nutritional Status : food and Fluid Intake c. Weight Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam nutrisi kurang teratasi dengan indikator: Konjunctiva tidak anemis Nutrisi yang diberikan adekuat (tidak ada masalah intoleransi minum) Denyut nadi normal Bising usus dalam rentang normal Berat badan meningkat ratarata 15 gram/hari NIC: Tehnik: Kolaborasi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien: ASI/SF Prem 8 x 27cc Jadwalkan pengobatan minimal 15 menit sebelum makan dan tindakan dilakukan sebelum jam makan Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht, adanya penurunan BB Monitor mual dan muntah, intake nutrisi, turgor kulit Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Atur posisi semi fowler selama makan Berikan posisi lateral kanan/pronasi setelah makan Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval Kolaborasi pemberian cairan dan nutrisi parenteral: PG2 (3) 7,6 ml/jam IL 20% (2) 0,83 ml/jam Dx 10% + Ca (2) 0.83 ml/jam Kolaborasi pemberian vitamin: Aktavol 0,3 ml/24 jam Vitamin E 10 iu/24 jam Ferlin 0,3 ml/24 jam Coaching: Informasikan pada keluarga tentang manfaat nutrisi 9

147 25/2/2016 IV Inefektif pertahanan tubuh berhubungan dengan hasil pemeriksaan darah abnormal, prematuritas Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Bayi tampak lemah 3. Bayi tampak lemah 2. Hasil pemeriksaan darah: CRP 14,2, albumin 2,99 3. Tampak letargi 25/2/2016 V Gangguan kenyamanan berhubungan dengan stimulus lingkungan yang mengganggu Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Tampak merintih 2. Muncul gejala distress 3. Menangis NOC Kontrol infeksi Status nutrisi Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x24 jam, pertahanan tubuh pasien dapat efektif dengan kriteria hasil: Hasil pemeriksaan darah dalam batas normal Bayi tidak malas minum Peningkatan berat badan minimal 15 gram/hari Bayi tampak segar NOC: Comforting Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, gangguan kenyamanan tidak terjadi pada bayi dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1. Terjadi peningkatan status kenyamanan fisik, lingkungan, psikospiritual, dan sosiokultural 2. Penurunan level stress ditandai Comforting: Minimal Handling NIC Tehnik: Bersihkan lingkungan tempat tidur pasien Ganti linen kotor Batasi pengunjung Instruksikan pada orang tua untuk mencuci tangan 6 langkah saat ingin memegang bayi Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan Tingkatkan intake nutrisi Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pertahankan tehnik asepsis Dorong istirahat Laporkan tanda infeksi awal Kolaborasi pemberian antibiotik cefepine 3x110 mg (5), metronidazol 3 x 20 mg (3) Coaching: Ajarkan cara cuci tangan 6 langkah dan evaluasi setiap hari Dorong ibu memberikan ASI Comforting: Ganti linen bayi setiap hari Dorong istirahat, buatkan nesting untuk meningkatkan kenyamanan NIC: 1. Tekhnikal a. Ciptakan lingkungan yang tidak bising dengan mengurangi suara alat dan kontrol suara tenaga kesehatan b. Minimalkan pencahayaan ruangan c. Lakukan facilitated tucking 2. Coaching a. Ajarkan orang tua untuk meningkatkan kenyamanan anak dengan sentuhan b. Ajarkan orang tua untuk berinteraksi dengan anak c. Ajarkan orang tua tentang posisi fleksi fisiologis 10

148 25/2/2016 VI Gangguan perlekatan orangtua bayi berhubungan dengan hospitalisasi Data Subjektif: Ibu mengatakan tidak bisa menjenguk bayi setiap hari karena jarak cukup jauh, sehingga menjeguk paling sering 2hari sekali Data Objektif: Tampak ibu sedih dengan kondisi anaknya yang naik level perawatan lagi Ibu meneteskan air mata saat bercerita riwayat kondisi bayinya 26/2/2016 VII Hipertermia berhubungan dengan penyakit dengan: postur tubuh rileks, tangisan berkurang, wajah tidak menyeringai, rewel berkurang, dapat tidur minimal dalam durasi 90 menit tanpa gangguan NOC: Role relationship Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, orang tua mampu mendemonstrasikan tingkah laku perlekatan positif dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1. Orang tua mengunjungi bayi dengan interval yang sering 2. Orang tua mampu berinteraksi dengan bayi dengan cara: memanggil nama bayi, memandang dan menyentuh bayi, menggendong, mengusap-usap, mencium, tersenyum, berbicara dengan bayi, menanangkan bayi, menjaga bayi agar tetap kering, bersih, dan hangat. 3. Orang tua mampu mengidentifikasi tanda stress pada bayi 4. Bayi berinteraksi dengan orang tua denggan memberi respon kepada orang tua NOC: Thermoregulasi 3. Comforting a. Ganti laken dan nest secara teratur NIC: 1. Tekhnikal a. Kaji kebutuhan pembelajaran orang tua b. Kaji faktor yang menyebabkan masalah perlekatan c. Amati adanya indicator perlekatan orang tua bayi d. Identifikasi kesiapan orang tua mengenai perawatan bayi e. Kaji kemampuan orang tua untuk mengenali kebutuhan fisiologis bayi 1. Coaching a. Ajarkan dan demostrasikan perawatan bayi bari lahir b. Ajarkan orang tua tentang perkembangan bayi c. Ajarkan orang tua tentang isyarat bayi d. Ajarkan teknik menangkan bayi e. Promosi perlekatan: informasikan kepada orang tua tentang perawatan yang diberikan pada bayi, peralatan yang digunakan, demonstrasikan cara menyentuh bayi 2. Comforting a. fasilitasi orang tua untuk melakukan kontak kulit ke kulit dengan bayi NIC: 1. Tehnik Monitor suhu sesering 11

149 Data Subjektif: (hasil laporan/operan dinas sore) 1. Terjadi instabilias suhu 2. Suhu inkubator telah diturunkan dari 30 menjadi 29, Data Objektif: 1. Suhu saat ini Kulit masih tampak kemerahan, teraba hangat 3. Frekuensi napas meningkat (60 kali/menit) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 60 menit pasien menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil: Suhu o C Nadi dan RR dalam rentang normal Tidak ada perubahan warna kulit dan tampak nyaman mungkin (minimal tiap jam) Monitor warna dan suhu kulit Monitor tekanan darah, nadi dan RR Monitor penurunan tingkat kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan output Berikan anti piretik jika perlu Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa) 2. Coaching Jelaskan kemungkinan penyebab hipertermia Yakinkan orangtua bahwa petugas kesehatan akan memberikan terapi/perawatan yang terbaik untuk pasien 3. Comforting Turunkan suhu inkubator secara bertahap Posisisikan fleksi fisiologis Jam CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN KASUS DUA Implementasi pada Kamis, 25 Februari 2016 (Dinas Sore) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang Tipe Kenyamanan Fisik Evaluasi (Jam 21.00) Relief Ease Transen dence Skor nyeri saat perawatan 13 Tampak menangis saat diberikan minum melalui oral Luka engelupas dan berdarah Luka menyebar terutama akibat penggunaan Suhu 36,9 o C dalam inkub ator 29 o C - 12

150 Jam (Co) Mengkaji adanya tanda gejala infeksi(s) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Mengkaji karakteristik luka (S) Memberikan ASI 27 ml/ oral (S) Memberikan posisi pronasi (S) Melakukan perawatan luka sekaligus menyibin bayi dengan sabun, menggunakan teknik FT- HD(S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 27 ml/ oral (S) Memberikan posisi pronasi (S) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Menciptakan hubungan yang terapeutik dan suportif dengan orangtua klien(co) Mengajarkan ibu mencuci tangan 6 langkah dengan benar (Ca) Menginformasikan pada keluarga tentang manfaat nutrisi(ca) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Membatasi pengunjung (Co) Meningkatkan istirahat dengan memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis(co) Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan hipafix BB dalam fenton berada di bawah persentil 3 Tampak letargi Tangan menempel ke muka Menatap penuh perhatian Ibu tampak cemas dan terus bertanya tentang luka bayinya Ibu mengatakan takut jika bayi tidak kunjung sembuh Bayi menangis saat terdengar suara memindahkan inkubator Implementasi pada Minggu, 28 Februari 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang Tipe Kenyamanan Fisik - - Ibu berku njung sendir ian, tanpa ayah Ibu meng ataka n suami nya kerja di luar jawa Evaluasi (Jam 14.00) Relief Ease Transen dence Abdomen supel Denyut nadi lemah HR 158 kali per menit, RR 54 kali per menit, SaO2 96% Tampak sesekali hiperekstensi ekstremitas - Nyer i telah berk uran g Kuli t bayi dan akral terab a Tidak ada tanda adanya nyeri Ibu mengata kan akan melaku kan PMK pada 13

151 (Co) Mengkaji adanya tanda gejala infeks i(s) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 27 ml/ oral (S) Memberikan posisi pronasi (S) Mencatat adanya kekeringan, rambut kusam, dan penurunan BB (S) Mendampingi bayi saat prosedur perawatan luka dengan teknik FT-HD (S) Mengobservasi reaksi non verbal (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 27 ml/ oral (S) Memberikan posisi pronasi (S) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mengajarkan pada keluarga tentang tanda dan gejala infeksi (Ca) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Membatasi pengunjung (Co) Meningkatkan istirahat dengan memberikan nesting (Co) Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan Jari tangan menyebar terutama selama dilakukan prosedur peperawatan luka Status tidur: Bangun aktif Skala nyeri 9 (nyeri sedang) saat prosedur hang at Suh u tubu h bayi 36,9 o C Luk a der mati tis mula i keri ng Ibu tamp ak sena ng saat meli hat luka men geri ng kunjung an berikutn ya Ibu mengata kan akan terus berdoa untuk kesemb uhan bayinya - - Ibu men gata kan sua mi min ggu ini pula ng dan akan men gunj ungi 14

152 Jam Implementasi pada Sabtu, 5 Maret 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang (Co) Mengkaji adanya tanda gejala infeks i(s) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 32 ml/ cawan (S) Mengobservasi tingkat kesadaran, refleks muntah dan kemampuan menelan (S) Memberikan posisi lateral kanan (S) Mencatat adanya kekeringan, rambut kusam, dan penurunan BB (S) Mengoleskan mupirocin ke area luka (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan vitamin Memberikan ASI 32 ml/ cawan (S) Meminta ibu untuk menyentuh lembut(ca) Meminta ibu berbicara dan Tipe Kenyamanan Fisik Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan bayi nya Mini mal hand ling Men ghin dari suar a bisin g alat Evaluasi (Jam 14.00) Relief Ease Transen dence Abdomen supel Tidak ada muntah Luka kering HR 156 kali per menit, RR 48 kali per menit, SaO2 98% Sesekali jari tangan menyebar Mampu minum per oral Suh u bayi 36,7 o C Kuli t bayi dan akral terab a hang at Pera wata n luka mini mal Skor nyer i berk uran g Ibu men gata kan cem as mula i berk Ibu mengata kan ingin belajar mengen al isyarat bayi dan status perilaku bayi

153 mengenali isyarat bayi (Ca) Menentukan pengetahuan, kesiapan dan kemampuan ibu untuk belajar tentang perawatan bayi prematur (S) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Membatasi pengunjung (Co) Memberikan nesting (Co) uran g, ingi n yaki n saja - Mini mal hand ling 16

154 I. DATA BIOGRAFI 1.1.Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Tgl lahir/usia Tgl masuk RS Tgl pengkajian PENGKAJIAN PADA KASUS TIGA : By Ny Et : Laki-laki : 7 Maret 2016/ 2 Jam : 7 Maret 2016 Pkl WIB : 7 Maret 2016 Pkl WIB No. Register : Diagnosa Medis : NKB-SMK (34 minggu, 1840 gram), Gemelli II, RD ec HMD, SNAD, Unproven sepsis, risiko AOP 1.2.Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu) Nama : Tn G/Ny Et Pendidikan : SMA/SMP Pekerjaan : Karyawan/Ibu Rumah Tangga Penghasilan /bulan: Rp ;/Tidak ada Alamat rumah : Johor Baru No. Telp/HP : II. DATA PENGKAJIAN 2.1.Gambaran umum pasien Keluhan utama : Lahir menangis lemah Riwayat penyakit saat ini : Bayi lahir spontan pukul atas indikasi inpartu kala I fase aktif. APGAR Score 6/8. Faktor risiko ibu Leukosit /µL, keputihan sedikit tidak gatal/bau, ketuban pecah inpartu. Bayi lahir menangis lemah, setelah dihangatkan dan dirangsang bayi merintih, retraksi berat diberikan CPAP PEEP 7 FiO2 21%. Pada menit ke-5 masih retraksi berat kemudian PEEP dinaikkan menjadi 8. Pada menit ke 10 masih retaksi dan merintih kemudian dilakukan VTP 25/5 FiO2 21%. Pada menit ke 12 masih retraksi SaO2 87%, DJJ 170 kali per menit, intubasi kemudian lakukan VTP manual 25/5 FiO2 21%.pada menit ke-25 saturasi Oksigen 99%, HR 150 kali per menit, retraksi minimal. Riwayat kelahiran : a. Antenatal care Perawatan antenatal (ANC) : Teratur Tempat pemeriksaan ANC : Bidan Komplikasi kehamilan : Tidak ada Terpapar radiasi : Tidak pernah b. Natal Jenis persalinan : SC Komplikasi persalinan : Perdarahan c. Postnatal 1

155 Kondisi bayi saat lahir : Lahir menangis lemah APGAR Score : 1 (6) 5 (8) Usia gestasi : 34 minggu Berat badan lahir : 1840 gram Panjang badan lahir : 34 cm d. Riwayat persalinan sebelumnya No Tgl/Thn kelahiran Sex BB Lahir Kondisi bayi Komplikasi kehamilan/ persalinan Jenis persalinan Imunisasi L 2700 Hidup - Spontan - 2 Hamil ini Gemelli 2.2.Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort) a. Kondisi Umum Panjang badan : 34 cm Berat badan : 1840 gram b. Nyeri (Pain Relief) Waktu terjadi : saat prosedur penusukan tumit Lokasi : tumit Durasi : 1 menit Skala (PIPP) : 12 c. Kulit Warna kulit : Pink Sianosis : Tidak Kemerahan : Tidak ada Tanda lahir : Tidak ada Turgor kulit : Elastis Skoring (NSRAS) : 10 Suhu kulit : 37.3 o C d. Kepala/leher Lingkar kepala : 26 cm Fontanel anterior : Datar Sutura sagitalis : Tepat Gambaran wajah : Simetris Caput succedanum : Tidak ada Cephalhematom : Tidak ada Telinga : Normal Hidung : Simetris Keluaran dari hidung : Tidak ada Nafas cuping hidung : Tidak ada Frekuensi nafas : 68 x/menit Mata : Bersih Jarak interkantus : 2.5 cm Sklera : Bersih Konjuctiva : Pucat Mulut : Normal Mukosa mulut : Lembab e. Dada dan paru-paru 2

156 Bentuk : Simetris Down score : 5 Nilai Frekuensi nafas < 60 kali/menit kali/menit > 80 kali/menit Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat Sianosis Tidak ada Hilang dengan Menetap dengan O2 O2 Air entry Ada Menurun Tidak terdengar (Udara masuk) Merintih Tidak ada Terdengar dengan Terdengar tanpa stetoskop alat bantu Keterangan. Skor < 4 : Gangguan pernafasan ringan Skor 4-5 : Gangguan pernafasan sedang Skor > 5 : Gangguan pernafasan berat (Lakukan pemeriksaan AGD) Suara nafas : Kanan kiri sama Bersih Respirasi : Spontan dengan alat bantu, sebutkan CPAP dengan PEEP 7 FiO2 21% f. Jantung Waktu pengisian kapiler (CRT) : < 3 Denyut nadi : Frekuensi 168x/menit Kuat, Teratur g. Abdomen Lingkar perut : 24 cm Lunak Bising usus 1 x/menit Muntah : Tidak ada h. Umbilikus Basah i. Genital Laki-laki normal j. Anal Anatomis : Ada Konsistensi feses : Belum ada Warna feses : Belum ada Konstipasi : Tidak k. Ekstremitas Gerakan : Bebas Ekstremitas atas : Normal Ekstremitas bawah : Normal l. Muskuloskeletal Kelainan tulang : Tidak ada m. Spina/tulang belakang Anatomis : Normal n. Reflek Tonick Neck : Tidak ada Menggenggam: Lemah 3

157 Rooting : Lemah Menghisap : Lemah Menelan : Lemah Babinski : Lemah Moro : Kuat Berkedip : Ada o. Tonus/aktivitas Aktivitas : Aktif Menangis : Kuat 2.3.Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Phsycospiritual Comfort) a. Kondisi bayi Status tidur : Tidur aktif Status terjaga : Terjaga aktif b. Kondisi orangtua Psikologis : Tenang Dampak penyakit pasien pada keluarga: Ibu mengatakan berusaha menjenguk anak walaupun 2 hari sekali dengan ditemani ayah, dan ayah merelakan untuk libur bekerja saat jadwal jenguk. Harapan keluarga setelah pasien menjalani perawatan: Tumbuh kembang baik Aktifitas keagamaan selama mendampingi pasien: Sholat dan berdoa 2.4.Pengkajian Kenyamanan Sosiokultural (Sociocultural Comfort) Pengasuh : Ayah/Ibu/Nenek Dukungan sibling : Ada Keterlibatan orangtua : Berkunjung (Ya) Kontak mata (Ya) Menyentuh (Ya) PMK (Belum) Berbicara (Ya) Menggendong (Belum) Ekspresif (Ya) Skor interaksi ibu-bayi : 30 (Gunakan lembar OCI) Budaya yang dianut keluarga: Tidak ada Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi bayi: Cukup Informasi yang dibutuhkan keluarga: Manfaat PMK dan perkembangan kondisi bayi 2.5.Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Enviromental Comfort) Penerangan : Cukup Inkubator tertutup kain (Ya) Kebisingan : Pintu inkubator tertutup (Ya) Bunyi alarm kecil (Ya) Tenaga kesehatan berbicara terlalu keras (Ya) 4

158 Ada suara saat memindahkan peralatan (Ya) Mempertahankan suhu lingkungan (Ya) Memfasilitasi tidur: Tindakan non-emergensi saat bangun (Ya) Mengelompokkan prosedur pada satu waktu (Ya) Memberikan posisi yang tepat (Ya) Memanggil nama bayi dengan lembut (Ya) Memberikan pembatas/nesting (Ya) Mengupayakan posisi fleksi (Ya) Melakukan pembedongan/swaddling (Tidak) Melindungi permukaan kulit selama perawatan (Ya) Melakukan FCC : Menawarkan keluarga hadir selama prosedur (Belum) Mendorong keluarga melakukan PMK (Belum) Melakukan diskusi perawatan BBLR (Belum) Tanggal 07/03/2016 Jam WIB Perawat yang melakukan pengkajian, (Nopi Nur Khasanah) 5

159 ANALISA DATA PENGKAJIAN BERDASARKAN STRUKTUR TAKSONOMI KENYAMANAN KOLCABA PADA KASUS TIGA Tipe Relief Ease Transedence Kenyamanan Fisik 7/3/ Penurunan tekanan inspirasi Tampak retraksi ringan Terpasang CPAP PEEP Kebutuhan respon pulmonal: Pola nafas 2. Pernafasan irreguler 7 FiO2 21% tidak efektif 3. Pernafasan 68 x/mnt 4. Bayi lahir prematur dengan otot pernafasan yang masih immatur 1. Penusukan tumit dilakukan untuk cek gula darah sewaktu 2. Durasi nyeri 1 menit 3. Skala nyeri 12 Saat dilakukan touching (mengukur suhu, oral care, mengganti pampers, mengkaji adanya distensi abdomen dan frekuensi bising usus), bayi: 1. Menangis 2. Menunjukkan tanda ketidaknyamanan/distr ess dengan menggeliat, mengangkat tangan ke atas, tidak relaks 1. Susah ditenangkan 2. Respon terkejut berlebihan 3. Jari tangan menyebar 4. Tangan menempel ke muka 5. Hiperekstensi ekstremitas 6. Tatapan penuh perhatian 7. Intoleransi minum 8. Bangun aktif Bayi prematur (imunosupresi) Bayi prematur, kulit imatur 1. Anak tampak menangis, alis menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup, frekuensi nadi meningkat. 2. Posisi tidur melengkung, tangan menggapaigapai Facilitated tucking Tidak memberikan overstimuli lingkungan Minimal handling Hand hygiene Kebutuhan pemenuhan kenyamanan fisik (minimal nyeri) Kebutuhan rasa nyaman: Gangguan rasa nyaman Stress neurobehavioral: Perilaku bayi tidak terorganisir Kebutuhan perlindungan/keaman an (infeksi): Risiko infeksi Kebutuhan termoregulasi: Tercapai keseimbangan termoreguasi 6

160 Psikospiritual 1. Terjadi hipomotilitas usus (1x/menit) 2. Denyut nadi lemah 3. Bayi lahir prematur 12/3/ Usia 5 hari tampak kuning di kepala, leher, badan atasbawah, dan tungkai atas 2. Derajat Kramer III 3. Nilai bilirubin 11 mg/dl Orangtua tampak tenang dan aktif bertanya Sosiokultural Tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan Lingkungan 1. Ruangan memiliki inkubator untuk masing-masing bayi 2. Terdapat penutup inkubator 3. Tingginya suara petugas kesehatan Puasa, namun mendapat nutrisi total parenteral Terapi sinar Menutup telinga bayi dengan earmuff &/ Petugas kesehatan berbicara dengan pelan Kebutuhan nutrisi (ingesti): Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kebutuhan metabolisme: Ikterik neonatus 1. Kebutuhan kognisi: kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan 2. Kebutuhan dukungan emosi dan spiritual Kebutuhan akan dukungan keluarga/orang lain yang berpengaruh Kebutuhan akan kenyamanan, bebas dari stress PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN PADA KASUS TIGA 1. Pola nafas tidak efektif 2. Nyeri akut 3. Gangguan kenyamanan 4. Perilaku bayi tidak terorganisir 5. Risiko infeksi 6. Risiko gangguan termoregulasi 7. Risiko ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh 8. Ikterik Neonatus (12/3/2016) Hari/Tgl Senin, 7 Maret 2016 RENCANA KEPERAWATAN KENYAMANAN KASUS TIGA No. Diagnosa Tujuan & Rencana Keperawatan Dx Keperawatan Kriteria Hasil I Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan Data Subjektif: - NOC: Respiratory status: Ventilation Respiratory status: Airway patency NIC: Tehnik: Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Atur intake untuk mengoptimalkan 7

161 II Data Objektif: 1. Penurunan tekanan inspirasi 2. Pernafasan irreguler 3. Pernafasan 68 x/mnt 4. Bayi lahir prematur dengan otot pernafasan yang masih immatur Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur invasif berulang) Vital sign Status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil: Mendemon strasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluark an sputum, mampu bernafas dg mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukk an jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal NOC : Pain pain Leve l, keseimbangan cairan. Monitor respirasi dan status O2 Pertahankan jalan nafas yang paten Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor vital sign Monitor pola nafas Kolaborasi cegah apnea dengan pemberian Aminofilin Coaching: Jelaskan pada keluarga tentang penggunaan alat bantu nafas dengan CPAP Beri dukungan dan semangat untuk selalu datang mengunjungi pasien Comforting: Fasilitasi pasien untuk istirahat NIC: 1. Tehnik Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, 8

162 Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Penusukan tumit dilakukan untuk cek gula darah sewaktu 2. Durasi nyeri 1 menit 3. Skala nyeri Anak tampak menangis, alis menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup, frekuensi nadi meningkat. 5. Posisi tidur melengkung, tangan menggapaigapai 6. Napas sesak, tampak retraksi, nadi meningkat 10% dari baseline (sebelum tindakan) contr ol, comfort level Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3menit Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (posisi tidur fleksi fisiologis, menangis minimal) Nyeri berkurang dengan menggunaka n manajemen nyeri saat dikaji dengan PIPP Perawat mampu mengenali nyeri (usia gestasi, status tidurterjaga, frekuensi nadi, saturasi oksigen, kerutan dahi, mata tertutup, lipatan nasolabial mendalam) Perawat mengenali rasa nyaman setelah nyeri berkurang (posisi fleksi fisiologis, ekspresi relaks) Tanda vital dalam rentang normal kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Kurangi faktor presipitasi nyeri dengan minimal handling Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Fasilitasi teknik non farmakologi: PMK, pembedongan, NNS, pemberian sukrosa, facilitated tucking Monitor vital sign sebelum dan sesudah touching time 2. Coaching Bantu keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Ajarkan orangtua mengenali tanda stress/nyeri pada bayi 3. Comforting Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Tingkatkan istirahat dengan memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis 9

163 III IV Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ketidakadekuatan mengontrol situasi Data Subjektif: - Data Objektif: Saat dilakukan touching (mengukur suhu, oral care, mengganti pampers, mengkaji adanya distensi abdomen dan frekuensi bising usus), bayi: 1. Menangis 2. Menunjukkan tanda ketidaknyamana n/distress dengan menggeliat, mengangkat tangan ke atas, tidak relaks 3. Denyut nadi meningkat sampai 10% Perilaku bayi tidak terorganisir berhubungan dengan overstimulasi lingkungan, prematuritas dan imaturitas fungsi neurologi Data Subjektif: - Tidak mengalami gangguan tidur (status tidur aktiftenang) NOC: a. Anxiety reduction : Calming technique b. Environme ntal managem ent: Comfort (Positioni ng) Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan rasa nyaman teratasi dengan indikator: Bayi tidak menunjukk an adanya distress/ket idaknyama nan Denyut nadi normal Skor PIPP dalam rentang nyeri ringan Saturasi dalam batas normal NOC: a. Newborn adaptatio n b. Preterm infant organizati on c. Coordinat e movemen NIC Tehnik: Jaga kontak mata dengan pasien Kurangi stimulus yang dapat menimbulkan perasaan takut/cemas dengan melakukan touching secara tepat dan cepat Monitor status oksigenasi sebelum dan setelah perubahan posisi Coaching: Instruksikan ibu untuk menenangkan pasien dengan berbicara pada bayi, memegang lembut bayi, memberikan posisi fleksi dan menggendong/pmk Mengajarkan cues bayi pada ibu Comforting: Memberikan nesting untuk kenyamanan bayi Mengganti linen yang kotor Dekat dengan pasien Bicara dengan pasien Lakukan facilitated tucking Pegang/beri sentuhan bayi dengan lembut Bicara dengan lembut atau bernyanyi untuk bayi Beri NNS jika ada Memberikan posisi prone Berempati, hadir dan dekat dengan bayi Merespon setiap cues bayi Berbicara pada bayi selama touching dan mengatakan apa yang dilakukan pada bayi NIC: Tehnik: Cegah tindakan yang tidak penting, biarkan bayi istirahat Fasilitasi bonding antara ibubayi Berikan posisi yang nyaman Reposisi bayi minimal tiap 3 jam Fasilitasi posisi fleksi agar tangan bayi ke mulut 10

164 Data Objektif: 1. Susah ditenangkan 2. Respon terkejut berlebihan 3. Jari tangan menyebar 4. Tangan menempel ke muka 5. Hiperekstensi ekstremitas 6. Tatapan penuh perhatian 7. Intoleransi minum 8. Bangun aktif t d. Sleep Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 14x24 jam perilaku bayi yang tidak terorganisir teratasi dengan indikator: Toleransi minum baik Pergerakan terkoordina si Respon terhadap stimulus tidak berlebihan Tangan ke mulut Tidur tenang Postur fleksi Otot relaks Dapat berinteraks i dengan pengasuh Monitor stimulus (cahaya, bising, handling, prosedur), kurangi jika mungkin Kelompokan tindakan agar interval tidur bayi lebih panjang dan konservasi energi Gunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling, feeding dan merawat bayi Atur stimulus lingkungan untuk menjaga siklus normal pagi-malam Coaching: Ajarkan orangtua tentang perkembangan bayi prematur Instruksikan orangtua untuk mengenali isyarat bayinya dan keadaan perilaku bayi Beri contoh cara mendapatkan perhatian visual dan auditori bayi Dampingi orangtua dalam merespon isyarat dan keadaan perilaku bayi Dorong ibu untuk berpartisipasi saat memberikan nutrisi Comforting: Ciptakan hubungan yang terapeutik dan suportif dengan orangtua klien V Risiko infeksi dengan faktor risiko imunosupresi Subjektif: - Objektif: 1. Bayi lahir prematur (imunosupresi) NOC : Immune Status Knowledg e : Infection control Risk control Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Klien bebas dari tanda dan gejala NIC : Tehnik: Pertahankan teknik aseptif Batasi pengunjung Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (5 moment) Gunakan sarung tangan sebagai alat pelindung Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Tingkatkan intake nutrisi Kolaborasi pemberian terapi antibiotik: Ampicilin 2,95 mg (1) Gentamicin 9,5 mg/36 jam Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pertahankan teknik isolasi k/p 11

165 VI Risiko gangguan termoregulasi berhubungan dengan imaturitas stratum korneum Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Suhu tubuh bayi 36,5 o C dengan suhu inkubator 32,5 o C 2. Kulit bayi teraba dingin 3. HR 158 x/mnt, RR 52 x/mnt, SaO2 92% 4. Bayi lahir prematur (stratum korneum masih immatur) infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Status imun, gastrointe stinal, genitourin aria dalam batas normal NOC: a. Termoregu lasi: bayi baru lahir b. Perfusi jaringan: perifer c. Tandatanda vital d. Status kenyama nan: fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x2 jam hypothermia teratasi dengan indikator: Suhu inkubator mampu menghanga tkan bayi Suhu tubuh bayi dalam rentang normal (36,5 o C 37,5 o C) Denyut nadi dan pernafasan dalam rentang normal Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Monitor adanya luka Dorong masukan cairan Kaji suhu badan pasien minimal setiap 3 jam Coaching: Ajarkan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan ibu mencuci tangan 6 langkah dengan benar Comforting: Dorong istirahat NIC Tehnik: Cegah melakukan tindakan tidak dalam satu waktu, biarkan bayi istirahat Ciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan Hindari terkena cahaya lampu secara langsung Posisikan pasien agar merasa nyaman Monitor suhu pasien setiap jam Berikan selimut dan/atau naikkan suhu inkubator Monitor warna dan suhu kulit Monitor tanda gejala yang berhubungan dengan hipotermi sedang (aritmia atrial, hipotensi, apati, koagulopati, dan penurunan refleks) Monitor status sirkulasi Monitor saturasi oksigen Monitor tanda-tanda vital Coaching: Ajarkan tanda-tanda syok pada Ibu Minta ibu lapor bila terjadi shock saat PMK Bantu ibu melakukan PMK Jelaskan manfaat PMK pada ibu Comforting: Berikan nesting 12

166 Kulit bayi teraba hangat CRT < 3 Saturasi Oksigen dalam batas normal Fasilitasi pasien istirahat dengan minimal handling Lakukan skin to skin kontak antara ibu dengan bayi Posisikan pronasi VII Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena faktor biologis (hipomotilitas usus) Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Terjadi hipomotilitas usus (1x/menit) 2. Denyut nadi lemah 3. Lahir prematur 4. Berat badan sesuai masa kehamilan NOC: a. Nutritional status: Adequacy of nutrient b. Nutritional Status : food and Fluid Intake c. Weight Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi kurang teratasi dengan indikator: Konjunctiv a tidak anemis Nutrisi yang diberikan adekuat Denyut nadi normal Bising usus dalam rentang normal Berat badan meningkat NIC: Tehnik: Kolaborasi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien: puasa ganti TPN PG1 (1,5) 3,5 ml/jam IL20 (1) 0,4 ml/jam D10+Ca (2) 0,8 ml/jam Monitor adanya penurunan BB Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht Monitor mual dan muntah Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor intake nuntrisi Atur posisi semi fowler selama makan Berikan posisi lateral kanan setelah makan Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval Coaching: Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi Bantu ibu untuk melakukan PMK Ajarkan ibu untuk selalu mencuci bersih kain PMK dan mandi bersih sebelum PMK 12/3/2016 VIII Ikterik neonatus berhubungan dengan peningkatan kadar NOC : Normal blood profile Comforting: Letakkan bayi pada dada ibu minimal 2 jam Berikan nutrisi secara gravitasi pada saat dilakukan PMK NIC: 1. Technical Evaluasi kadar bilirubin 13

167 bilirubin serum di dalam darah Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Usia 5 hari tampak kuning di kepala, leher, badan atasbawah, dan tungkai atas 2. Derajat Kramer III 3. Nilai bilirubin 11 mg/dl Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam bayi tidak menunjukkan ikterik dengan kriteria hasil: Membra n mukosa, kulit dan sklera tidak berwarna kuning Bilirubin serum total dalam batas normal yaitu < 10 mg/dl Bayi tidak mengala mi komplika si karena fototerap i dengan indicator: tidak ditemuka n adanya iritasi mata, dehidrasi, ketidakst abilan suhu dan kerusaka n kulit Observasi tanda-tanda terjadinya ensefalopati bilirubin meliputi: kesadaran, tonus otot, dan tangisan Pantau kesimbangan intake dan haluaran Observasi adanya tanda kekurangan cairan seperti urin pekat, mukosa mulut kering Observasi pelaksanaan fototerapi Pantau suhu per tiga jam Berikan terapi cairan Pasang tirai pemantul sinar 2. Coaching Berikan informasi adanya kuning pada kulit bayi Berikan informasi tentang pelaksanaan fototerapi, Adanya penutup mata, dan sinar yang diberikan 3. Comforting Tutup mata bayi selama fototerapi (pastikan kelopak mata tertutup sebelum memasang penutup mata untuk mencegah iritasi kornea) Periksa mata tiap shift untuk melihat adanya drainase atau iritasi Tempatkan bayi di bawah sinar, dengan jarak minimal 45 cm Ubah posisi bayi tiap 3 jam 14

168 Jam CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN KASUS TIGA Implementasi pada Senin, 7 Maret 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang (Co) Mendampingi dengan metode FT-HD saat dilakukan penusukan tumit Mengkaji adanya tanda gejala infeks i(s) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Mengobservasi tingkat kesadaran (S) Membatasi pengunjung (Co) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Memberikan nesting (Co) Jam Tipe Kenyamanan Fisik Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan Evaluasi (Jam 14.00) Relief Ease Transende nce Abdomen buncit. bising usus ada Hipereksten si ekstremitas Bayi tampak malas mengisap Implementasi pada Selasa, 8 Maret 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang (Co) Mengkaji adanya tanda gejala infeksi (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Mencatat adanya Tipe Kenyamanan Fisik Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan mini mal hand ling - - Ayah bayi berkunjung mengataka n sendirian Evaluasi (Jam 14.00) Relief Ease Transende nce Malas minum Tampak letargi Tampak lemah Hasil pemeriksaa n darah tanggal 7 Maret 2016 Jam WIB: Hb 19,5; Ht 56,8; L 10,89ribu( N); Trombosit 162ribu, it Tida k ada mun tah Abd ome n supe l Suh u 37,5 o C

169 Jam kekeringan, rambut kusam, dan penurunan BB, Hb, Ht (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Membatasi pengunjung (Co) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis(co) 0,2, CRP 0,1, albumin 3,23 - Implementasi pada Senin 14 Maret 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang (Co) Mengkaji adanya tanda gejala infeksi (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 25 ml/ogt (S) Memberikan posisi pronasi (S) Mencatat adanya kekeringan, rambut kusam, dan penurunan BB (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 25 ml/ OGT (S) Memberikan informasi tentang perkembangan bayi prematur (Ca) Memberi contoh cara mendapatkan perhatian visual dan auditori bayi (Ca) Mendampingi ibu dalam berespon terhadap isyarat dan status perilaku bayi(ca) Tipe Kenyamanan Fisik Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan - Mini mal hand ling Evaluasi (Jam 14.00) Relief Ease Transende nce Min um per caw an lamb at - - Mini mal handl ing Tidak ada muntah Tidak ada residu Lingkar perut dalam rentang normal Bising usus ada Abdomen supel Ibu mengatak an ingin belajar meneteki Ibu mengatak an senang dengan kondisi bayi saat ini Ayah mendamp ingi ibu saat berkunjun g 16

170 PENGKAJIAN PADA KASUS EMPAT I. DATA BIOGRAFI 1.1.Identitas Pasien Nama : By Ny St Jenis kelamin : Perempuan Tgl lahir/usia : 29 Maret 2016 pkl /18 jam Tgl masuk RS : 29 Maret 2016, pkl Tgl pengkajian : 30 Maret 2016, pkl No. Register : Diagnosa Medis : Hiperbilirubinemia, inkompatibilitas ABO, dan Anemia 1.2.Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu) Nama : Tn. M/Ny. St Pendidikan : S1/SMA Pekerjaan : Karyawan/Ibu Rumah Tangga Penghasilan /bulan: Rp ; Alamat rumah : Jl. Kelapa Tiga, Jakagarsa No. Telp/HP : /08 II. DATA PENGKAJIAN 2.1.Gambaran umum pasien Keluhan utama : Ikterik pada 24 jam pertama Riwayat penyakit saat ini : Bayi Ny St dilahirkan secara SC dengan indikasi ketuban pecah 20 jam. Bayi rujukan dari RS A, hasil pemeriksaan darah sebelumnya antara lain: Golongan darah ibu O, golongan darah bayi A+, pemeriksaan haemoglobin hasilnya 10,4 g/dl, setelah 6 jam perawatan haemoglobin turun menjadi 9,3 g/dl dengan nilai bilirubin total 15,03 Riwayat kelahiran : a. Antenatal care Perawatan antenatal (ANC) : Teratur Tempat pemeriksaan ANC : Bidan Komplikasi kehamilan : Ketuban pecah 20 jam Terpapar radiasi : Tidak pernah b. Natal Jenis persalinan Komplikasi persalinan c. Postnatal Kondisi bayi saat lahir APGAR Score : 1 (7) 5 (9) Usia gestasi : 36 minggu : SC : Ibu mengeluh pusing sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit, keluar cairan dari vagina : Lahir tunggal, langsung menangis, ketuban jernih 1

171 Berat badan lahir : 2700 gram Panjang badan lahir : 35 cm d. Riwayat persalinan sebelumnya No Tgl/Thn kelahiran Sex BB Lahir Kondisi bayi Komplikasi kehamilan/p Jenis persalinan ersalinan P - Sehat P - Sehat Hamil ini Imunisasi 2.2.Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort) a. Kondisi Umum Panjang badan : 36 cm Berat badan : 2690 gram b. Nyeri (Pain Relief) Waktu terjadi : Saat pemasangan infus Lokasi : ekstremitas Durasi : ± 25 menit Skala (PIPP) : 12 c. Kulit Warna kulit : Ikterik Sianosis : Tidak ada Kemerahan : Tidak ada Tanda lahir : Tidak ada Turgor kulit : Kurang elastis Skoring (NSRAS) : 10 Suhu kulit : 36.6 o C d. Kepala/leher Lingkar kepala : 22 cm Fontanel anterior : Lunak Sutura sagitalis : Tepat Gambaran wajah : Simetris Caput succedanum : Tidak ada Cephalhematom : Tidak ada Telinga : Normal Hidung : Simetris Keluaran dari hidung : Ada, sebutkan sekret Nafas cuping hidung : Ada Frekuensi nafas : 66 x/menit Mata : Bersih Jarak interkantus : 2.5 cm Sklera : Bersih Mulut : Normal Mukosa mulut : Lembab e. Dada dan paru-paru Bentuk : Simetris Down score : 1 2

172 Nilai Frekuensi nafas < 60 kali/menit kali/menit > 80 kali/menit Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat Sianosis Tidak ada Hilang dengan Menetap dengan O2 O2 Air entry Ada Menurun Tidak terdengar (Udara masuk) Merintih Tidak ada Terdengar dengan Terdengar tanpa stetoskop alat bantu Keterangan. Skor < 4 : Gangguan pernafasan ringan Skor 4-5 : Gangguan pernafasan sedang Skor > 5 : Gangguan pernafasan berat (Lakukan pemeriksaan AGD) Suara nafas : Kanan kiri sama Respirasi : Spontan tanpa alat bantu f. Jantung Waktu pengisian kapiler (CRT) : < 3 Denyut nadi : Frekuensi 142x/menit Kuat Tidak teratur g. Abdomen Lingkar perut : 32 cm Tegas Bising usus 6 x/menit Muntah : Tidak ada h. Umbilikus Kering i. Genital Perempuan normal j. Anal Anatomis : Ada Pengeluaran mekonium, hari ke 1 Konsistensi feses : Lunak Warna feses : Hijau kehitaman Konstipasi : Tidak k. Ekstremitas Gerakan : Terbatas Ekstremitas atas : Normal Ekstremitas bawah : Normal l. Muskuloskeletal Kelainan tulang : Tidak ada m. Spina/tulang belakang Anatomis : Normal n. Reflek Tonick Neck : Tidak ada Menggenggam: Lemah Rooting : Lemah 3

173 Menghisap : Lemah Menelan : Lemah Babinski : Lemah Moro : Kuat Berkedip : Tidak ada o. Tonus/aktivitas Aktivitas : Letargi Menangis : Lemah 2.3.Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Phsycospiritual Comfort) a. Kondisi bayi Status tidur : Tidur aktif Status terjaga : Mengantuk b. Kondisi orangtua Psikologis : Cemas Dampak penyakit pasien pada keluarga: Ayah mengatakan seluruh keluarga bersedih, terutama istrinya Harapan keluarga setelah pasien menjalani perawatan: Dapat mengasuhnya seperti bayi normal lain Aktifitas keagamaan selama mendampingi pasien: Sholat, berdzikir 2.4.Pengkajian Kenyamanan Sosiokultural (Sociocultural Comfort) Pengasuh : Ayah/Ibu Dukungan sibling : Tidak ada Keterlibatan orangtua : Berkunjung (Ya) Kontak mata (Tidak) Menyentuh (Tidak) PMK (Tidak) Berbicara (Tidak) Menggendong (Tidak) Ekspresif (Tidak) Skor interaksi ibu-bayi : 18 (Gunakan lembar OCI) Budaya yang dianut keluarga: Tidak ada Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi bayi: Kurang Informasi yang dibutuhkan keluarga: Kondisi pasien 2.5.Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Enviromental Comfort) Penerangan : Cukup Inkubator tertutup kain (Ya) Kebisingan : Pintu inkubator tertutup (Ya) Bunyi alarm kecil (Tidak) Tenaga kesehatan berbicara terlalu keras (Ya) Ada suara saat memindahkan peralatan (Ya) Mempertahankan suhu lingkungan (Ya) Memfasilitasi tidur: Tindakan non-emergensi saat bangun (Ya) 4

174 Mengelompokkan prosedur pada satu waktu (Ya) Memberikan posisi yang tepat (Ya) Memanggil nama bayi dengan lembut (Ya) Memberikan pembatas/nesting (Ya) Mengupayakan posisi fleksi (Ya) Melakukan pembedongan/swaddling (Tidak) Melindungi permukaan kulit selama perawatan (Ya) Melakukan FCC : Menawarkan keluarga hadir selama prosedur (Ya) Mendorong keluarga melakukan PMK (Tidak) Melakukan diskusi perawatan BBLR (Ya) Tanggal 30/3/2016 Jam WIB Perawat yang melakukan pengkajian, (Ns. Nopi Nur Khasanah, M.Kep) 5

175 ANALISA DATA PENGKAJIAN BERDASARKAN STRUKTUR TAKSONOMI KENYAMANAN KOLCABA PADA KASUS EMPAT Tipe Kenyamanan Relief Ease Transedence Fisik 30/3/2016 Terapi sinar Kebutuhan 1. Usia < 24 jam tampak kuning di kepala, leher, badan atasbawah, lengan, lutut dan tungkai bawah metabolisme: Ikterik neonatus 2. Derajat Kramer IV 3. Nilai bilirubin total 14,38 mg%, bilirubin direk 0,4 mg%, bilirubin indirek 13,98 mg% 1. Dilakukan terapi sinar 2. Usia gestasi 36 minggu 3. Kelembaban berkurang 4. Perubahan metabolik Saat dilakukan touching (mengukur suhu, oral care, mengganti pampers, mengkaji adanya distensi abdomen dan frekuensi bising usus), bayi: 1. Menangis 2. Menunjukkan tanda ketidaknyamanan/distr ess dengan menggeliat, mengangkat tangan ke atas, tidak relaks 31/3/ Pemasangan infus ulang dilakukan dengan empat kali tusuk 2. Durasi nyeri 25 menit 3. Skala nyeri Bayi malas minum 2. BB menurun: Hari I turun 10 gram, hari ini turun 50 gram (2700 menjadi 2640) 3. Denyut nadi lemah 4. Bayi lahir prematur 5. Pemeriksaan Hb 7,7 g/dl, Ht 25,1 % 1. Bayi prematur (imunosupresi) 2. Hasil tes coomb s 1. Diberikan kassakarbon sebagai penutup mata dan alat genital 2. Linen harus tetap bersih, tanpa lipatan Facilitated tucking 1. Anak tampak menangis, alis menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup, frekuensi nadi meningkat. 2. Posisi tidur melengkung, tangan menggapaigapai ASI 8 x 20 ml/cawan PRC 2 x 40ml Nutrisi parenteral D10% 4cc/jam Minimal handling Hand hygiene Kebutuhan rasa aman/proteksi: Kerusakan integritas kulit Kebutuhan rasa nyaman: Gangguan rasa nyaman Kebutuhan pemenuhan kenyamanan fisik (minimal nyeri) Kebutuhan nutrisi (ingesti): Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kebutuhan perlindungan/keam anan (infeksi): 6

176 indirek positif 3. Leukosit /µL, Trombosit /µL Psikospiritual Orangtua tampak cemas Orangtua menanyakan kondisi anaknya Sosiokultural Tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan Lingkungan 1. Ruangan memiliki inkubator untuk masing-masing bayi 2. Terdapat penutup inkubator 3. Tingginya suara petugas kesehatan Menutup telinga bayi dengan earmuff &/ Petugas kesehatan berbicara dengan pelan Inefektif pertahanan tubuh 1. Kebutuhan kognisi: kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan 2. Kebutuhan dukungan emosi dan spiritual Kebutuhan akan dukungan keluarga/orang lain yang berpengaruh Kebutuhan akan kenyamanan, bebas dari stress karena lingkungan PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN PADA KASUS EMPAT 1. Ikterik neonatus 2. Kerusakan integritas kulit 3. Gangguan kenyamanan 4. Nyeri akut 5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 6. Inefektif pertahanan tubuh RENCANA KEPERAWATAN KENYAMANAN KASUS EMPAT Hari/Tgl No. Dx Diagnosa Keperawatan 30/3/2016 I Ikterik neonatus berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin serum di dalam darah Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Usia < 24 jam tampak kuning di kepala, leher, badan atasbawah, lengan, lutut dan tungkai bawah Tujuan & Kriteria Hasil NOC : Normal blood profile Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam bayi tidak menunjukkan ikterik dengan kriteria hasil: Membran mukosa, kulit dan sklera Rencana Keperawatan NIC: 1. Technical Evaluasi kadar bilirubin Observasi tanda-tanda terjadinya ensefalopati bilirubin meliputi: kesadaran, tonus otot, dan tangisan Pantau kesimbangan intake dan haluaran Observasi adanya tanda kekurangan cairan seperti urin pekat, mukosa mulut kering Observasi fototerapi Pantau suhu per tiga jam Berikan terapi cairan Pasang tirai pemantul sinar pelaksanaan 7

177 2. Derajat Kramer IV 3. Nilai bilirubin total 14,38 mg%, bilirubin direk 0,4 mg%, bilirubin indirek 13,98 mg% tidak berwarna kuning Bilirubin serum total dalam batas normal yaitu < 10 mg/dl Bayi tidak mengalami komplikasi karena fototerapi dengan indicator: tidak ditemukan adanya iritasi mata, dehidrasi, ketidaksta bilan suhu dan kerusakan kulit 2. Coaching Berikan informasi adanya kuning pada kulit bayi Berikan informasi tentang pelaksanaan fototerapi, Adanya penutup mata, dan sinar yang diberikan 3. Comforting Tutup mata bayi selama fototerapi (pastikan kelopak mata tertutup sebelum memasang penutup mata untuk mencegah iritasi kornea) Periksa mata tiap shift untuk melihat adanya drainase atau iritasi Tempatkan bayi di bawah sinar, dengan jarak minimal 45 cm Ubah posisi bayi tiap 3 jam II Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (terapi sinar, usia gestasi 35 minggu, kelembaban berkurang) dan internal (perubahan metabolisme, perubahan pigmentasi/ikterik) Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Dilakukan terapi sinar 2. Usia gestasi 35 minggu 3. Kelembaban berkurang 4. Perubahan metabolik NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Wound Healing : primer dan sekunder Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil: Integritas kulit yang baik bisa dipertahan kan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi NIC: 1. Tehnik Hindari kerutan pada tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap tiga jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor status nutrisi pasien Cegah kontaminasi feses dan urin 2. Coaching Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya terapi sinar dan efek sampingnya pada bayi Yakinkan pada orangtua tentang terapi sinar yang diberikan 3. Comforting Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada 8

178 ) Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi jaringan baik Menunjuk kan proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang Mampu melindung i kulit dan mempertah ankan kelembaba n kulit dan perawatan alami Menunjuk kan terjadinya proses penyembu han luka Dengarkan keluhan orangtua Pahami keadaan pasien/bayi III Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ketidakadekuatan mengontrol situasi Data Subjektif: - Data Objektif: Saat dilakukan touching (mengukur suhu, oral care, mengganti pampers, mengkaji adanya distensi abdomen dan frekuensi bising usus), bayi: 1. Menangis 2. Menunjukkan tanda ketidaknyaman an/distress dengan menggeliat, mengangkat NOC: a. Anxiety reduction: Calming technique b. Environment al manageme nt: Comfort (Positionin g) Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan rasa nyaman teratasi dengan indikator: Bayi tidak menunjukka n adanya distress/ketid aknyamanan Denyut nadi normal NIC Tehnik: Jaga kontak mata dengan pasien Kurangi stimulus yang dapat menimbulkan perasaan takut/cemas dengan melakukan touching secara tepat dan cepat Monitor status oksigenasi sebelum dan setelah perubahan posisi Coaching: Instruksikan ibu untuk menenangkan pasien dengan berbicara pada bayi, memegang lembut bayi, memberikan posisi fleksi dan menggendong/pmk Mengajarkan cues bayi pada ibu Comforting: Memberikan nesting untuk kenyamanan bayi 9

179 tangan ke atas, tidak relaks 3. Denyut nadi meningkat sampai 10% 31/3/2016 IV Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur invasif berulang) Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Pemasangan infus ulang dilakukan dengan empat kali tusuk 2. Durasi nyeri 25 menit 3. Skala nyeri Anak tampak menangis, alis menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup, frekuensi nadi meningkat. 5. Posisi tidur melengkung, tangan menggapaigapai 6. Napas sesak, tampak retraksi, nadi meningkat 10% dari baseline (sebelum tindakan) Skor PIPP dalam rentang nyeri ringan Saturasi dalam batas normal NOC : Pain Level, pain control, comfort level Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3menit Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (posisi tidur fleksi fisiologis, menangis minimal) Nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri saat dikaji dengan PIPP Perawat mampu mengenali nyeri (usia gestasi, status tidur-terjaga, frekuensi nadi, saturasi oksigen, kerutan dahi, mata tertutup, lipatan Mengganti linen yang kotor Dekat dengan pasien Bicara dengan pasien Lakukan facilitated tucking Pegang/beri sentuhan bayi dengan lembut Bicara dengan lembut atau bernyanyi untuk bayi Beri NNS jika ada Memberikan posisi prone Berempati, hadir dan dekat dengan bayi Merespon setiap cues bayi Berbicara pada bayi selama touching dan mengatakan apa yang dilakukan pada bayi NIC: 1. Tehnik Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Kurangi faktor presipitasi nyeri dengan minimal handling Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Fasilitasi teknik non farmakologi: PMK, pembedongan, NNS, pemberian sukrosa, facilitated tucking Monitor vital sign sebelum dan sesudah touching time 2. Coaching Bantu keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Ajarkan orangtua mengenali tanda stress/nyeri pada bayi 3. Comforting Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Tingkatkan istirahat dengan memberikan nesting dan 10

180 V Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena faktor biologis (hipomotilitas usus) Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Bayi malas minum 2. BB menurun: Hari I turun 10 gram, hari ini turun 50 gram (2700 menjadi 2640) 3. Denyut nadi lemah 4. Bayi lahir prematur 5. Pemeriksaan Hb 7,7 g/dl, Ht 25,1 % nasolabial mendalam) Perawat mengenali rasa nyaman setelah nyeri berkurang (posisi fleksi fisiologis, ekspresi relaks) Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur (status tidur aktiftenang) NOC: a. Nutritional status: Adequacy of nutrient b. Nutritional Status : food and Fluid Intake c. Weight Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi kurang teratasi dengan indikator: Konjunctiva tidak anemis Nutrisi yang diberikan adekuat Denyut nadi normal Bising usus dalam rentang normal Berat badan meningkat memposisikan fleksi fisiologis NIC: Tehnik: Kolaborasi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien: ASI 8 x 20 ml/cawan PRC 2 x 40ml Nutrisi parenteral D10% 4cc/jam Monitor adanya penurunan BB Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht Monitor mual dan muntah Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor intake nuntrisi Atur posisi semi fowler selama makan Berikan posisi lateral kanan setelah makan Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval Coaching: Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat 11

181 nutrisi Bantu ibu untuk melakukan PMK Ajarkan ibu untuk selalu mencuci bersih kain PMK dan mandi bersih sebelum PMK VI Inefektif pertahanan tubuh berhubungan dengan hasil pemeriksaan darah abnormal, prematuritas Data Subjektif: - Data Objektif: 1. Bayi prematur (imunosupresi) 2. Hasil tes coomb s indirek positif 3. Leukosit /µL, Trombosit /µL 4. Tampak lemas NOC Kontrol infeksi Status nutrisi Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x24 jam, pertahanan tubuh pasien dapat efektif dengan kriteria hasil: Hasil pemeriksaan darah dalam batas normal Bayi tidak malas minum Peningkatan berat badan minimal 15 gram/hari Bayi tampak segar Comforting: Letakkan bayi pada dada ibu minimal 2 jam Berikan nutrisi secara gravitasi pada saat dilakukan PMK NIC Tehnik: Bersihkan lingkungan tempat tidur pasien Ganti linen kotor Batasi pengunjung Instruksikan pada orang tua untuk mencuci tangan 6 langkah saat ingin memegang bayi Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan Tingkatkan intake nutrisi Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pertahankan tehnik asepsis Dorong istirahat Laporkan tanda infeksi awal Kolaborasi pemberian transfusi PRC 2 x 40ml Coaching: Ajarkan cara cuci tangan 6 langkah dan evaluasi setiap hari Dorong ibu memberikan ASI Comforting: Ganti linen bayi setiap hari Dorong istirahat, buatkan nesting untuk meningkatkan kenyamanan 12

182 CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN KASUS EMPAT Jam Implementasi pada Rabu, 30 Maret 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang (Co) Mengkaji adanya tanda gejala infeks i(s) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Melakukan sibin dan mengganti pampers (S) Mengobservasi karakteristik mekonium (S) Memberikan ASI 20 ml/cawan (S) Memposisikan lateral kanan (S) Memastikn mata tertutup karbon (S) Memberikan foto terapi, dengan kain putih (S) Memfasilitasi istirahat (S) Mengobservasi tidur bayi (Co) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 20 ml/cawan (S) Memposisikan lateral kanan (S) Memastikn mata tertutup karbon (S) Memberikan foto terapi, dengan kain putih (S) Memfasilitasi istirahat (S) Mengobservasi tingkat kesadaran (S) Membatasi pengunjung (Co) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Memberikan nesting (Co) Tipe Kenyamanan Fisik Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan Evaluasi (Jam 14.00) Relief Ease Transe ndence - Abdomen supel, bising usus ada - Minum per cawan habis namun dalam waktu yang lama - Ikterik masih tampak di seluruh tubuh - Berat badan turun 10 gram Bayi tampak tidur tenang minimal handling

183 Jam Implementasi pada Kamis, 31 Maret 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang (Co) Mengkaji adanya tanda gejala infeksi (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 28 ml/cawan Memberikan posisi lateral Mendampingi bayi dengan teknik FT-HD saat dilakukan pemasangan infus ulang Mengkaji respon nyeri bayi Memberikan PRC yang kedua 40ml Mencatat adanya kekeringan, rambut kusam, dan penurunan BB, Hb, Ht (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 28 ml/cawan (S) Memberikan posisi lateral kanan (S) Membatasi pengunjung (Co) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Memberikan nesting dan memposisikan fleksi fisiologis(co) Tipe Kenyamanan Fisik Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan Evaluasi (Jam 14.00) Relief Ease Transe ndence Malas minum Tampak lemah Hasil pemeriksa an Hb 7,7 g/dl, Ht 25,1 % Skor nyeri dengan PIPP 12 Infus terpasang di ekstremit as kanan atas BB turun 50 gram - - Tidak ada muntah Abdom en supel Suhu 37,5 o C Ayah mengata kan sedih karena cobaan dalam keluarg anya (ayah terkena DB baru saja keluar dari rumah sakit, sehingg a tidak bisa menda mpingi istri dalam masa sulitnya saat melahir kan dan saat anak harus dirujuk ke RSABH K) namun ayah mengata kan pasrah

184 dengan takdir Allah Ayah berkunj ung namun tidak mau memega ng, hanya melihat dari jauh Jam Implementasi pada Senin 11 April 2016 (Dinas Pagi) Implementasi Mempertahankan teknik aseptif (S) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (S) Menggunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling dan feeding sambil mengamati isyarat bayi (S) Menciptakan lingkungan yang mendukung istirahat, aman, bersih dan tenang (Co) Mengkaji adanya tanda gejala infeksi (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 32 ml/cawan (S) Memberikan posisi pronasi (S) Mencatat adanya kekeringan, rambut kusam, dan penurunan BB (S) Mengukur suhu, HR dan RR (S) Memberikan ASI 32 ml/ cawan (S) Memberikan informasi tentang perkembangan bayi prematur (Ca) Memberi contoh cara mendapatkan perhatian visual dan auditori bayi (Ca) Tipe Kenyamanan Fisik Psikospiritual Sosiokultural Lingkungan Minimal handling Evaluasi (Jam 14.00) Relief Ease Transe ndence Minum per cawan - - Minimal handling Tidak ada munta h Tidak ada residu Lingka r perut dalam rentan g norma l Bising usus ada Abdo men supel Ibu menga takan ingin belajar menet eki Ibu menga takan senan g denga n 15

185 Mendampingi ibu dalam berespon terhadap isyarat dan status perilaku bayi(ca) Memberikan reinforcement positif (Co) Membatasi pengunjung (Co) Mencatat warna dan suhu kulit (S) Mencatat asupan nutrisi, turgor kulit (S) Memberikan nesting dan memposisikan fleksi (Co) kondis i bayi saat ini Ayah menda mping i ibu saat berku njung 16

186 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PROYEK INOVASI UPAYA MENGURANGI NYERI SAAT PENUSUKAN TUMIT BERDASARKAN EVIDENCE BASED NURSING: FACILITATED TUCKING DISERTAI HADIR-BERBICARA PADA BAYI PREMATUR Oleh: Nopi Nur Khasanah NPM : FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN RESIDENSI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK TAHUN 2016

187 KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat-nya proposal proyek inovasi Residensi Keperawatan Anak II, Program Ners Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2016 dapat diselesaikan dengan baik. Namun mungkin masih banyak kekurangan dan membutuhkan masukan dari berbagai pihak terkait. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian tugas ini. 1. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., PhD selaku supervisor utama Praktek Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Tahun 2015/ Ibu Elfy Syahreni, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An selaku supervisor Praktek Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Tahun 2015/ Ibu Ns. Nining Caswini, S.Kep selaku Head Nurse Ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 4. Ibu Ns. Nurhayati, S.Kep selaku Nurse Educator Ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 5. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN selaku koordinator Praktek Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Tahun 2015/ Teman-teman Praktek Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Tahun 2015/2016 Semoga laporan proyek inovasi ini dapat memberikan manfaat. Salemba, Maret 2016 Nopi Nur Khasanah ii

188 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri didefinisikan sebagai sebuah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial (Mathew & Mathew, 2003). Sebenarnya definisi ini tidak mudah diterapkan pada bayi prematur yang berada di ruang perawatan intensif. Pengalaman nyeri pada bayi prematur terjadi dari hari ke hari selama perawatan berlangsung, berbeda dengan bayi normal yang tidak berada dalam kondisi yang menyakitkan setiap hari. Oleh karenanya perlu memperluas cakupan definisi nyeri termasuk distress pada bayi prematur yang terkait juga dengan adanya nyeri yang dirasakan bayi prematur. Bayi prematur seringkali mendapatkan pengalaman nyeri. Ditinjau secara anatomi, fisiologi dan biokimia, persepsi nyeri telah ada pada tahap awal kehidupan intrauterin. Oleh karenanya, bayi prematur dapat merasakan nyeri yang sebanding dengan bayi cukup bulan. Selain itu, sistem endokrin pada bayi baru lahir berkembang dengan baik yang mampu melepaskan kortisol dan katekolamin untuk menanggapi pengalaman menyakitkan, selanjutnya menghasilkan perubahan fisiologis-biokimia sehingga tim kesehatan dapat menilai respon bayi terhadap nyeri secara objektif. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan mendasar dalam neurofisiologi pada persepsi nyeri bayi (Mathew & Mathew, 2003). Impuls nosiseptif pada bayi lebih banyak yang berjalan ke tulang belakang melalui serabut saraf yang tidak bermielin daripada serabut mielin dan cenderung kekurangan inhibisi neurotransmitter. Bayi juga memiliki bidang reseptif yang lebih besar dan konsentrasi substansi P reseptor yang lebih tinggi. Selain itu, bayi memiliki batas bawah untuk eksitasi dan sensitasi, sehingga mengalami efek yang lebih sentral dari 2

189 nosiseptif stimuli. Faktor-faktor ini diyakini membuat bayi prematur merasa nyeri yang lebih parah dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Pengalaman nyeri pada bayi prematur tidak hanya karena faktor fisiologis. Faktor lain seperti prosedur tindakan medis maupun keperawatan, serta lingkungan NICU sendiri dapat meningkatkan respon nyeri bayi. Jeong, Park, Lee, Choi, dan Lee (2014) menyebutkan beberapa prosedur yang sering dilakukan dan menimbulkan nyeri bayi antara lain intubasi dan ekstubasi endotrakeal (ET); suction pada endotracheal tube (ETT), hidung dan mulut; fisioterapi dada; pengambilan darah vena maupun arteri; pemasangan dan pelepasan infus; injeksi; penusukan tumit; perawatan luka; pemasangan Orogastric tube (OGT); pemeriksaan Retinopaty of Prematurity (ROP); pemasangan nasal kanul. Satu bayi prematur dapat mengalami dua atau lebih prosedur tindakan menyakitkan tersebut dalam satu hari. Ditambah lingkungan NICU yang kurang kondusif untuk perkembangan bayi prematur akan menambah pengalaman nyeri bayi. Oleh karena itu, tenaga kesehatan perlu melakukan manajemen nyeri pada saat prosedur tindakan invasif sejak saat bayi dilahirkan. Manajemen nyeri pada bayi saat prosedur tindakan dapat dilakukan oleh perawat, dokter, fisioterapis maupun petugas laboratorium. Selama 7 minggu praktek di Ruang Perina, prosedur tindakan yang cukup sering dilakukan adalah penusukan tumit untuk pengambilan darah perifer yang diperlukan dalam pemeriksaan analisa gas darah (AGD) maupun glukosa darah. Pemeriksaan tersebut hampir dilakukan setiap hari terutama pada bayi-bayi yang terpasang alat bantu nafas. Dari hasil telusur jurnal, terdapat beberapa metode non-farmakologi untuk menurunkan nyeri pada saat penusukan tumit. Metode non-farmakologi ini antara lain non-nutritive sucking (NNS/kempeng), perawatan metode kanguru (PMK), pembedongan, sentuhan, pemberian sukrosa, dan facilitated tucking (memposisikan fleksi fisiologis) (J. Liaw et al., 2013; Riddell et al., 2011). Pada proyek inovasi ini 3

190 akan digunakan metode facilitated tucking karena beberapa alasan, antara lain belum diaplikasikan oleh tim kesehatan, tidak memerlukan alat dan tidak harus mendatangkan keluarga sehingga lebih mungkin dilakukan untuk tindakan penusukan tumit yang membutuhkan hasil cepat dan berulang setiap hari. Selain itu, intervensi ini tidak memerlukan biaya yang tinggi sehingga tidak memberatkan keluarga pasien. Intervensi dengan biaya yang efektif dapat menjadi alternatif yang menguntungkan bagi pasien dan keluarga. Menurut Zwimpfer dan Elder (2012) intervensi non-farmakologi saat melakukan prosedur menyakitkan pada bayi prematur dengan biaya efektif dapat juga dilakukan dengan intervensi yang berbasis hubungan, yaitu hadir-berbicara pada bayi prematur. Intervensi ini memungkinkan kebutuhan emosional bayi yang harus dipenuhi lebih efektif di NICU. Bidang kesehatan mental menekankan pentingnya interaksi yang selaras antara pengasuh dengan bayi untuk pengembangan kapasitas regulasi emosi yang sehat pada bayi. Selain itu, kehadiran emosional merupakan elemen kunci dari pendekatan psikoanalitik untuk mengelola psikis rasa sakit. Intervensi hadir-berbicara dilakukan oleh perawat dengan mengajak bicara bayi dengan lembut dan secara emosional hadir untuk bayi selama prosedur menyakitkan sebagai alat menejemen nyeri. Perawat harus dalam keadaan selaras, berpikir tentang bayi dan berempati terhadap bayi tersebut. Pada saat observasi di Ruang Perina, beberapa perawat sudah mengaplikasikan intervensi ini. Oleh karena itu, agar dapat optimal dilakukan oleh semua perawat perina maka residen berencana menyusun proyek inovasi dengan mengkombinasikan intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur dalam upaya mengurangi nyeri bayi saat penusukan tumit. Apabila hasil intervensi lebih efektif maka dapat dilanjutkan untuk diaplikasikan seterusnya agar perawatan terstandar dan seluruh perawat menyadari pentingnya meningkatkan empati pada pasienpasien bayi prematur. Selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas 4

191 asuhan keperawatan maupun asuhan perkembangan pada pasien bayi-bayi prematur yang berada di ruang perawatan intensif. Proyek inovasi ini akan dilakukan dengan pendekatan P-D-S-A (Plan, Do, Study, Act) Identifikasi Prioritas Masalah Bayi prematur yang dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) membutuhkan berbagai pemeriksaan baik untuk menegakkan diagnosis maupun sebagai prosedur perawatan. Salah satu pemeriksaan yang paling sering adalah penusukan tumit, prosedur invasif yang dilakukan berulang ini akan menimulkan persepsi/pengalaman nyeri bayi prematur yang akhirnya dapat mengganggu perkembangannya. Oleh karenanya, masalah nyeri pada bayi prematur menjadi prioritas untuk segera ditangani. Perawat dapat membantu mengurangi nyeri bayi dengan memberikan intervensi non-farmakologis. Intervensi non-farmakologis yang belum diterapkan saat penusukan tumit adalah facilitated tucking, selain itu perawat perlu meningkatkan empati terhadap pasien yang mendapatkan prosedur penusukan tumit dengan memberikan intervensi hadir-berbicara pada bayi prematur Tujuan Penerapan EBN Tujuan Umum Melakukan intervensi keperawatan berdasarkan evidence based nursing practice, tentang teknik non-farmakologis: facilitated tucking dan hadirberbicara pada bayi prematur untuk mengurangi nyeri saat prosedur penusukan tumit di Ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tujuan Khusus Mengidentifikasi respon nyeri bayi prematur yang mendapatkan prosedur penusukan tumit pada kelompok kontrol 5

192 Mengidentifikasi respon nyeri bayi prematur yang mendapatkan prosedur penusukan tumit pada kelompok intervensi Menganalisis respon nyeri bayi prematur yang mendapatkan prosedur penusukan tumit pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol Mengidentifikasi karakteristik data pasien pada kelompok kontrol dan intervensi Meningkatkan kompetensi perawat dalam memberikan intervensi nonfarmakologis dengan facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur saat prosedur penusukan tumit 1.4. Manfaat Bagi Rumah Sakit Penerapan proyek inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dalam manajemen nyeri non-farmakologis saat prosedur menyakitkan pada bayi prematur Bagi Perawat Memberikan informasi kepada perawat sekaligus meningkatkan kompetensi dalam manajemen nyeri non-farmakologis saat melakukan prosedur menyakitkan pada bayi prematur Bagi Keluarga dan Pasien Memberikan perawatan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan karena berdasarkan evidence-based practice. Selain itu meminimalkan pengalaman nyeri bayi prematur yang dapat berefek pada kualitas kehidupan selanjutnya. 6

193 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Nyeri Bayi Prematur Nyeri pada Bayi Prematur Fakta menyebutkan bahwa struktur anatomi, fisiologis dan neurokimia yang menyampaikan rasa sakit berkembang dengan baik pada neonatus. Huda, Rustina, dan Agustini (2015) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang bersifat subjektif akibat rusaknya jaringan yang akan mempengaruhi pengalaman individu dalam mempersepsikan apa yang dirasakan. Penelitian telah menunjukkan bahwa bayi prematur tidak hanya merasakan dan memahami rasa sakit, tetapi juga merespon lebih intensif dibandingkan dengan neonatus cukup bulan (Badr, 2013). Jumlah dan tipe nosiseptor perifer telah sama dengan dewasa pada usia gestasi 20 sampai 24 minggu, sehingga densitas nosiseptor bayi dan luas kulit lebih besar dibanding dewasa. Sistem saraf pusat janin berkembang dengan baik setelah usia kehamilan 24 minggu. Neonatus memiliki semua komponen nosiseptif walaupun tidak memiliki sistem saraf mielin yang lengkap (Mathew & Mathew, 2003). Selama menjalani perawatan di ruang perawatan bayi risiko tinggi, bayi prematur memerlukan perawatan rutin dan prosedur yang lebih sering dibandingkan dengan neonatus cukup bulan (Lopez et al., 2015). Oleh karena itu, hipersensitivitas bayi memanjang dan ambang nyeri berkurang. Sebagai hasilnya, rangsangan yang tidak berbahaya seperti mengubah posisi dan melakukan perawatan rutin bisa menyakitkan bagi bayi prematur dan menyebabkan stress. Manajemen nyeri yang tidak memadai pada bayi dapat menyebabkan perubahan permanen dalam proses pengorganisasian otak dan muncul perilaku maladaptif. Nyeri juga dapat 7

194 memiliki efek yang merugikan pada kemampuan masa depan anak untuk belajar dan mengingat informasi baru (Ranger & Grunau, 2014). Badr (2013) mendokumentasikan sejumlah prosedur yang menimbulkan nyeri pada bayi prematur. Dalam artikelnya menyebutkan sejumlah prosedur per bayi per hari atau sekitar 273 dalam 2 minggu, termasuk aktivitas rutin seperti mengganti pampers dan penimbangan berat badan. Sedangkan intervensi menyakitkan yang sering dilakukan adalah suction, penusukan tumit, dan merubah posisi/mengganti diapers. Nyeri pada neonatus dimanifestasikan dalam perilakunya seperti ekspresi wajah, pergerakan tubuh, menangis, dan konsolabiliti. Selain itu tanda-tanda fisik seperti hipoksemia, hipertensi, takikardi, kenaikan variabilitas dnyut jantung juga merupakan tanda bayi mengalami nyeri Respon Nyeri pada Neonatus Wong, Perry, dan Hockenberry (2002) menjelaskan bahwa bayi baru lahir dapat menunjukkan nyeri secara non verbal yang terlihat dalam tabel 2.1 berikut. Perubahan fisiologis Perubahan perilaku Perubahan biokimia Denyut jantung Ekspresi wajah Sekresi kortisol Tekanan darah Meringis Katekolamin Pernafasan Lekuk nasolabial dalam Glokagon Konsumsi O 2 Jari mengepal Hormon pertumbuhan Mean Airway Mengangkat kepala Renin Pressure Keuatan otot Pipi bergetar Aldosteron Tekanan intrakarnial Ektensi Sekresi insulin Respon perilaku bayi tersebut dapat dikatakan sebagai respon stress pada bayi prematur. Khasanah, Rustina, dan Syahreni (2015) tidak merekomendasikan terjadinya interaksi antara pengasuh dengan bayi pada saat bayi menunjukkan respon/perilaku stress tersebut. Oleh karena itu, tim tenaga kesehatan perlu mengetahui dengan tepat bagaimana merespon bayi ketika mengalami stress sehingga bayi tidak bertambah stress yang 8

195 dapat berakibat meningkatnya rasa nyeri bayi. Tim tenaga kesehatan perlu mempunyai instrumen pengkajian untuk dapat mengevaluasi nyeri bayi prematur sehingga dengan pengkajian yang akurat, tim kesehatan mampu menentukan penatalaksanaan yang tepat pada nyeri bayi prematur tersebut. Selanjutnya, perawat maupun tenaga kesehatan lain mampu meminimalkan skor nyeri bayi prematur terutama saat dilakukan tindakan invasif Pengkajian Nyeri Terdapat banyak tool pengkajian nyeri pada bayi, diperlukan alat pengkajian yang reliabel untuk mengkaji nyeri bayi secara rutin. Proyek inovasi ini akan menggunakan skala nyeri Premature Infant Pain profile (PIPP). Skala ini dipakai untuk mengkaji nyeri pada bayi dengan usia gestasi minggu. Skala ini terdiri dari 7 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 3 untuk sangat nyeri. Adapun variabel yang dinilai adalah (1) Usia kehamilan; (2) Mata berkerut; (3) Status perilaku; (4) Bibir melipat ke dalam; (5) Denyut jantung; (6) saturasi Oksigen; (7) Alis menonjol. Skala ini biasanya digunakan untuk mengkaji nyeri pada prosedur/tindakan perawatan. Pada skoring status perilaku, observasi dilakukan 15 detik segera sebelum prosedur, kemudian observasi berikutnya dilakukan 30 detik segera setelah prosedur (Walden & Gibbins, 2008) Penatalaksanaan Nyeri Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid (narkotik), nonopioid/ NSAIDs (Nonsteroid Anti Inflamation Drugs) dan adjuvant, serta ko-analgesik. Namun obat ini tidak bisa digunakan sampai fungsi ginjal matur. Tata laksana nyeri yang lain dapat diberikan anestesi topikal seperti Eutetic Mixture of Local Anaesthetics (EMLA) yang merupakan krim dengan dosisi pada bayi prematur > 1500 gram 1 cm 2 atau 0.30 gram dan pada neonatus cukup bulan dapat diberikan 2 cm 2 atau 9

196 0.50 gram. Selanjutnya anastesi regional, misalnya blok saraf perifer dan blok saraf sentral (spinal, epidural) dimana teknik ini harus dilakukan dengan hati-hati oleh tenaga kesehatan profesional terlatih serta memerlukan observasi yang ketat (Ranger & Grunau, 2014). Penatalaksanaan nyeri non farmakologi pada bayi yang dapat dilakukan antara lain menyusui, pemberian dekstrosa, pemberian sukrosa, metode kanguru, pengaturan posisi, menghisap non nutritif, pembedongan, pijat bayi, musik, multysensory stimulation yang dapat dilakukan dengan menatap bayi, berbicara pada bayi dengan lembut tapi jelas dan intervensi lingkungan misalnya dengan mengendalikan kebisingan dan pencahayaan di lingkungan NICU (Gomella, Cunningham, & Eyal, 2013). Pada proyek inovasi ini, metode non-farmakologis yang akan diterapkan adalah facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur. a. Facilitated tucking Facilitated tucking merupakan salah satu intervensi non-farmakologis untuk menurunkan persepsi nyeri bayi prematur yang terbukti efektif dalam menghilangkan nyeri akut pada neonatus (Cignacco & Sellam, 2012; Liaw et al., 2012; Lopez et al., 2015; Sundaram, Shrivastava, Pandian, & Singh, 2013; Yin et al., 2014). Facilitated tucking didefinisikan sebagai penahanan lengan dan kaki bayi dalam tertekuk, posisi garis tengah dekat dengan tenggorokan (posisi fleksi fisiologis/midline position). Teknik memegangnya dapat berbeda tergantung prosedur menyakitkan yang akan dilakukan pada bayi prematur (Kucukoglu et al., 2015). Sebagai contoh untuk prosedur hisap lendir (suction) dianjurkan untuk memegang dekat lengan dan kaki bayi. Prosedur facilitated tucking untuk penusukan tumit dilakukan dengan cara satu tangan memegang lembut kepala, sementara yang lain memegang tubuh bayi/lengan dalam keadaan tertekuk. Intervensi ini berbeda dengan intervensi memegang klasik (lihat Gambar 2.1) 10

197 Gambar 2.1. Memegang bayi dengan posisi facilitated tucking (kiri); Memegang bayi dengan posisi klasik (kanan) Sumber: (Kucukoglu et al., 2015) Pemanfaatan yang efektif dari intervensi ini membutuhkan sekitar 10 menit dari interaksi dengan bayi untuk memberikan dukungan emosional dan mendampingi bayi dalam melalui pengalaman yang tidak menyenangkan dari rasa sakit. facilitated tucking harus dimulai sekitar 3 menit sebelum prosedur menyakitkan untuk membantu bayi beradaptasi dengan rangsangan taktil dua tangan orang dewasa menahannya. Relaksasi bayi pada umumnya diamati setelah sekitar 3 menit dari facilitated tucking, sehingga prosedur yang menyakitkan itu sendiri seharusnya tidak dimulai sampai setelah bayi santai. Periode setelah tindakan intervensi terus dilakukan selama setidaknya 3 menit untuk memberikan kesempatan pemulihan dan kembali ke status dasar. b. Hadir-berbicara pada bayi prematur Bidang kesehatan mental bayi yang berfokus pada penelitian, neurologi dan intervensi berbasis hubungan menekankan pentingnya hubungan yang selaras antara interaksi pengasuh dengan bayi, hal ini bertujuan untuk pengembangan emosional 11

198 yang sehat dan kapasitas regulasi bayi (Zwimpfer & Elder, 2012). Hadir-berbicara pada bayi sebagai bagian dari perawatan neonatal yang telah diidentifikasi sebagai aspek penting dari manajemen nyeri meskipun belum banyak penelitian tentang suara pengasuh. Namun Schore (1996, dalam Zwimpfer & Elder, 2012) membuktikan bahwa hubungan dengan orang dewasa sangat penting untuk memfasilitasi pertumbuhan otak bayi agar mampu mengelola stress. Pada saat stress bayi sangat membutuhkan dukungan dari pengasuh dewasa untuk membantu mereka mengatur keadaan emosional mereka. Ketika bayi yang masih belajar dan ditenangkan oleh pengasuh/orang dewasa, kemampuan mereka untuk melakukan hal ini untuk diri mereka sendiri difasilitasi melalui pengembangan jalur saraf untuk pengaturan emosional. Ketika hal ini tidak terjadi bayi beresiko mengalami gejala sisa kesehatan mental di kemudian hari. Artinya, perkembangan pengaturan emosional mereka tergantung dari kesediaan orang dewasa untuk bisa berempati dan berkomunikasi dengan bayi. Hal ini menjadi penting karena dalam perkembangannya saat ini NICU tidak hanya dilihat sebagai tempat untuk perawatan fisik saja, tetapi juga asuhan perkembangan termasuk perkembangan emosional bayi. 12

199 BAB 3 IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH 3.1. Identifikasi Masalah dengan Analisis PICO a. Population Bayi prematur b. Intervention Facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur saat penusukan tumit c. Comparation Intervensi yang biasa dilakukan ruangan pada bayi prematur saat penusukan tumit d. Outcome Intervensi yang tepat dan efektif untuk mengurangi nyeri bayi saat penusukan tumit 3.2. Pertanyaan Masalah Apakah intervensi yang tepat, mampu tata laksana, dan efektif untuk mengurangi nyeri bayi prematur saat penusukan tumit. a. Kata Kunci 1) Pain management 2) Facilitated tucking 3) Infant s pain b. Batasan Penelusuran Jurnal 1) 5 tahun terakhir 2) Penelitian dengan menggunakan metode Randomized Control Trial, Methaanalysis, Systematic Reviews, Case Study, Prospektive, Retrospektive. c. Data Base Penelusuran Jurnal 13

200 Data base penelusuran jurnal berasal dari PubMed, Medline, Ebscho, Proquest, Springer Link. d. Hasil Penelusuran Jurnal 1: Sundaram, et al. (2013) berjudul Facilitated tucking on pain in pre-term newborns during neonatal intensive care: A single blinded randomized controlled cross-over pilot trial. Pada penelitian ini menggunakan desain RCT cross-over yang melibatkan 20 bayi prematur dengan usia gestasi antara 28 dan 38 minggu saat dilakukan tindakan penusukan tumit sebagai salah satu prosedur yang dilakukan di NICU. Nyeri diukur dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP). Hasilnya, bayi yang difacilitated tucking memiliki skor nyeri yang rendah yaitu pada detik ke- 30 (Mean, SD: 8.80, 3.82), pada detik ke-60 (Mean, SD: 7.55, 3.28), pada detik ke-90 (Mean, SD: 7.25, 3.06) dan pada detik ke-120 (Mean, SD: 6.65, 3.05). Sedangkan pada prosedur yang sama tanpa difacilitated tucking, skor nyeri bayi pada detik ke-30 (Mean, SD: 11.20, 3.44), pada detik ke-60 (Mean, SD: 10.75, 3.24), pada detik ke-90 (Mean, SD: 10.60, 3.22), dan pada detik ke-120 (Mean, SD: 10.50, 3.15). Secara statistik pada uji ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan pada setiap waktu penilaian selama tindakan, yaitu detik ke-30 (p = 0.044), detik ke-60 (p = 0.004), detik ke-90 (p=0.002), dan detik ke-120 (p<0.0001). Prosedur Facilitated Tucking (FT) pada penelitian ini dilakukan dengan memegang bayi, meletakkan tangan pada tangan dan kaki bayi, memfasilitasi agar posisi tangan dan kaki bayi fleksi serta tetap dalam posisi midline baik pada saat bayi miring, telentang maupun tengkurap (Sundaram et al., 2013). 14

201 Jurnal 2: Cignacco, et al. (2012) yang berjudul Oral sucrose and facilitated tucking for repeated pain relief in preterms: A randomized controlled trial. Pada penelitian ini menggunakan desain multicenter RCT yang dilakukan pada 3 NICU di Switzerland. Responden yang mendapatkan nyeri berulang (5 kali penusukan tumit pada postnatal hari ke-2 dan 16) dibagi dalam 3 kelompok, yaitu intervensi pemberian sukrosa, FT, serta kombinasi antara sukrosa dan FT. Terdapat 71 bayi prematur yang terlibat dalam penelitian ini, dengan rerata usia gestasi antara 24 dan 32 minggu. Data dikumpulkan pada 14 hari pertama bayi berada di NICU. Penilaian skor nyeri menggunakan Bernese Pain Scale for Neonates (BPSN). Penilaian nyeri pada masing-masing prosedur dilakukan tiga kali, yaitu sebelum prosedur, selama prosedur dan fase pemulihan (3 menit setelah prosedur penusukan tumit berulang dilakukan). Hasilnya, intervensi FT saja kurang efektif untuk menurunkan nyeri pada prosedur berulang (p<.002) dibandingkan intervensi pemberian sukrosa (0.2 ml/kg). Sedangkan pada kelompok yang mendapatkan intervensi FT dan pemberian sukrosa pada fase pemulihan didapatkan skor nyeri yang lebih rendah dan berbeda signifikan (p=.003) jika dibandingkan dengan intervensi tunggal. Prosedur FT pada penelitian ini dilakukan dengan memposisikan tangan dan kaki bayi fleksi dan posisi midline, serta tetap memberi kesempatan pada bayi untuk dapat mengontrol tubuhnya sendiri ( Cignacco & Sellam, 2012). 15

202 Jurnal 3: Yin, et al. (2014) berjudul Development of atraumatic heel-stick procedures by combined treatment with non-nutritive sucking, oral sucrose and facilitated tucking: A randomised, contolled trial. Penelitian ini menggunakan desain prospektif, RCT yang dilakukan di NICU level III Taipei. Jumlah total 110 sampel dilibatkan dalam penelitian ini yang terdiri dari bayi dengan usia gestasi 27 sampai 37 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari kombinasi tiga intervensi nonfrmakologis pada perilaku bayi saat mendapatkan prosedur yang menyakitkan. Bayi dalam penelitian ini terbagi menjadi 5 kelompok intervensi, yaitu: (1) perawatan standar; (2) NNS + FT; (3) sukrosa + FT; (4) NNS + sukrosa; (5) NNS + sukrosa + FT. Penilaian dalam intervensi ini adalah stress bayi (ekspresi wajah, menggeliat) dan perilaku menenangkan diri (menghisap, memegang tangan, meletakkan tangan di mulut). Penilaiannya dilakukan 4 kali, yaitu pada saat sebelum intervensi, saat intervensi, saat pnusukan tumit dan setelah penusukan tumit. Hasilnya, kombinasi intervensi non-farmakologis efektif dalam mengurangi perilaku stress bayi. Prosedur FT pada penelitian ini dilakukan dengan memegang lembut tubuh bayi dengan tangan hangat kemudian memposisikan ekstremitas bayi fleksi pada posisi midline. Dalam prosedur ini, peneliti melakukan minimum restrain baik pada kepala maupun tubuh bayi (Yin et al., 2014). Jurnal 4: Liaw, et al. (2012) berjudul Non-nutritive sucking and facilitated tucking relieve preterm infant pain during heel-stick proedures: A prospective, randomised controlled crossover trial. Penelitian ini menggunakan desain prospektif, RCT yang dilakukan di NICU level III. Terdapat 34 bayi prematur yang terlibat dalam penelitian ini dengan usia gestasi 29 sampai 37 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas dari 16

203 dua intervensi non-farmakologis (NNS dan FT) dengan perawatan rutin terhadap nyeri bayi, perilaku dan respon fisiologis sebelum, selama dan setelah prosedur penusukan tumit. Penilaian skor nyeri menggunakan PIPP. Hasilnya, bayi yang mendapatkan NNS (Mean, SD: 6.39, 3.35) maupun FT (Mean, SD: 7.15, 3.88) secara signifikan skor nyeri rendah selama penusukan tumit. Artinya, kedua intervensi ini efektif untuk menurunkan skor nyeri bayi selama prosedur penusukan tumit. Prosedur FT dalam penelitian ini dilakukan dengan tangan yang hangat kemudian satu tangan memegang kepala bayi, satu tangan memberikan menyelipkan dengan untuk memberikan rangsangan sensorik (Liaw et al., 2012). Jurnal 5: Zwipfer dan Elder (2012) berjudul Talking to and being with babies: The nurse-infant relationship as a pain management tool. Jurnal ini mengemukakan bahwa hadir-berbicara pada bayi prematur merupakan elemen kunci dari pendekatan psikoanalitik untuk mengelola rasa sakit. Interaksi tenaga kesehatan dengan bayi dapat berguna bagi perawat untuk digunakan selama memberikan prosedur yang menyakitkan pada bayi prematur. 17

204 BAB 4 HASIL PELAKSANAAN PROYEK INOVASI 4.1. Pelaksanaan dan Hasil Pelaksanaan implementasi inovasi manajemen nyeri non-farmakologis dengan teknik facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur saat penusukan tumit di ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama 6 minggu, melalui beberapa tahap, yaitu: Plan (Tahap persiapan) Penyusunan proposal inovasi dilakukan oleh mahasiswa berdasarkan evidence based nursing practice dan jurnal-jurnal penelitian ilmiah. Penyusunan proposal dilakukan melalui proses bimbingan dan konsultasi dengan supervisor utama serta konsultasi dengan pembimbing dan kepala ruang Perina. Proposal dipresentasikan setelah mendapatkan persetujuan dari supervisor utama, pembimbing dan kepala ruang Perina. Pelaksanaan presentasi proposal dilakukan pada tanggal 17 Maret 2016, pada pukul WIB di Gedung PJT Lt.3 Ruang Perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Presentasi dihadiri oleh 24 orang peserta yang terdiri dari supervisor utama, pembimbing ruang perina, perawat primer (PP), perawat associate (PA), serta residen spesialis keperawatan anak. Kegiatan dimulai dengan pemaparan proposal proyek inovasi kemudian dilanjutkan dengan acara diskusi. Hasil dari presentasi proposal proyek inovasi adalah sebagai berikut: a. Proposal inovasi berdasarkan evidence based nursing practice dan jurnal ilmiah tentang manajemen nyeri non-farmakologis dengan teknik facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur saat penusukan tumit disetujui dan diijinkan oleh supervisor utama maupun pembimbing serta perawat primer (PP) untuk diimplementasikan di ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 18

205 b. Waktu pengambilan data kontrol telah dimulai dari tanggal 8 Maret 2016 sampai 15 maret 2016 didapatkan 10 bayi prematur, sedangkan pelaksanaan intervensi manajemen nyeri non-farmakologis dengan teknik facilitated tucking dan hadir-berbicara dimulai dari tanggal 18 Maret 2016 sampai 26 Maret 2016 dan didapatkan 10 bayi prematur. c. Pelaksaaan evaluasi dilakukan langsung setiap selesai implementasi proyek inovasi Do (Tahap pelaksanaan) Pelaksanaan proyek inovasi manajemen nyeri non-farmakologis dengan teknik facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur saat penusukan tumit dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Melakukan identifikasi sampel yang sesuai kriteria inklusi (bayi prematur dengan usia gestasi 37 minggu, sedang dalam perawatan hari ke-2 sampai 16, mendapatkan prosedur penusukan tumit). b. Melakukan identifikasi karakteristik demografi bayi (usia gestasi, berat badan lahir, hari perawatan, jenis kelamin) c. Mencatat denyut nadi per menit dan saturasi oksigen sebelum dilakukan intervensi dan penusukan tumit d. Melakukan pengkajian nyeri saat dilakukan tindakan penusukan tumit dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP). Pada 10 bayi prematur sebagai kelompok kontrol, residen tidak melakukan intervensi, hanya mengobservasi perawat yang bertanggung jawab pada bayi tersebut saat penusukan tumit dan merekam wajah bayi prematur sebagai dasar untuk menentukan skor nyeri bayi yang akan dilakukan oleh rekan residen lain. Pada saat pengambilan data kontrol, terdapat 2 bayi prematur yang dikeluarkan karena masuk kriteria eksklusi, yaitu pada bayi pertama dilakukan dua kali penusukan, sedangkan pada bayi kedua dilakukan penusukan menggunakan jarum spuit 3 cc. Selanjutnya prosedur intervensi yang akan dilakukan pada proyek inovasi ini, 10 bayi prematur diberikan intervensi facilitated tucking disertai hadir- 19

206 berbicara saat penusukan tumit (Residen mencuci tangan kemudian menghangatkan kedua telapak tangan, lalu berbicara lembut pada bayi dan secara emosional hadir untuk bayi kemudian menjelaskan prosedur yang akan dilakukan, selanjutnya tangan pertama memegang kepala bayi dengan lembut, tangan yang lain memposisikan kedua tangan bayi dalam posisi fleksi-midline sambil terus mengajak bicara bayi sampai perawat/petugas laboratorium selesai mengambil sampel darah yang dibutuhkan). Pada pengambilan data kelompok intervensi tidak ada sampel yang dikeluarkan karena semua masuk dalam kriteria inklusi. e. Prosedur penusukan tumit dilakukan dengan memegang lembut kaki bayi, melakukan desinfektan pada area penusukan dengan menggunakan alkohol swab, menusuk dengan jarum ukuran 23G/spuit 1 cc, mengumpulkan sampel darah bayi, menutup luka dengan kassa dan fiksasi dengan hipafix. f. Mencatat denyut jantung bayi dan saturasi oksigen pada detik ke-30, 60, 90, dan detik ke-120. g. Melakukan evaluasi skor nyeri setiap bayi prematur yang masuk ke dalam kriteria inklusi Study/Check (Evaluasi proyek inovasi) Evaluasi skor nyeri pada pasien yang dilakukan prosedur penusukan tumit dilakukan dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP). Penilaian dilakukan oleh rekan residen dari hasil rekaman video wajah bayi saat dilakukan prosedur penusukan tumit. Residen mengumpulkan data selama 4 minggu praktek di ruang perinatologi, didapatkan 10 pasien di kelompok kontrol dan 10 pasien untuk kelompok intervensi. Berikut akan dipaparkan data demografis dan analisis skor nyeri (sebelum-saat-setelah) penusukan tumit pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi. a. Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden pada tabel 4.1 dan

207 Tabel 4.1. Distribusi Rerata Responden yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM Tahun 2016 (n=20) Variabel N Mean SD 95% CI Usia gestasi (minggu) Kontrol Intervensi Berat badan lahir (gram) Kontrol Intervensi Hari perawatan Kontrol Intervensi ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Hasil analisis yang ditampilkan pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa rerata usia gestasi responden pada kelompok kontrol adalah 32,3 minggu, dengan standar deviasi 2,751 dan pada interveal kepercayaan 95% berada pada rentang 30,33 sampai 34,27. Sedangkan pada kelompok intervensi rerata usia responden adalah 30,9 minggu. Tabel juga menunjukkan rerata berat badan lahir respoden pada kelompok intervensi adalah 1844 gram lebih besar dibandingkan keompok kontrol yang rerata beratnya adalah 1668 gram. Rerata hari perawatan menunjukkan pada kelompok intervensi 10,10 hari sedangkan pada kelompok kontrol 9,8 hari. Artinya pada kelompok intervensi lebih lama hari perawatannya jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin pada Bayi Prematur yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Ruang Perina RSCM Tahun 2016 (n=20) Variabel Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Intervensi (n=10) Frek (%) 5 (55.6) 5 (45.5) Kontrol (n=10) Frek (%) 4 (44.4) 6 (54.5) Total (N=20) Frek (%) 9 (45) 11 (55) Hasil analisis pada tabel 4.2 menunjukkan jenis kelamin bayi prematur secara umum lebih banyak bayi dengan jenis kelamin perempuan yaitu 11 (55%), dimana pada kelompok intervensi perbandingan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan sama, sedangkan pada kelompok kontrol lebih banyak bayi prematur dengan jenis kelamin perempuan. 21

208 b. Perbedaan respon nyeri bayi prematur pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi terlihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3. Perbedaan Respon Nyeri Bayi Prematur yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM Tahun 2016 (n=20) Variabel Kelompok n Mean SD Median (Min-Maks) 95% CI Respon Intervensi (8-12) nyeri p Value 0,002 Kontrol (11-17) Tabel 4.3 menunjukkan rerata respon nyeri bayi prematur pada kelompok kontrol adalah 13,9 yang artinya masuk dalam kategori nyeri berat. Sedangkan pada kelompok intervensi rerata respon nyeri bayi adalah 10,7 yang artinya masuk dalam kategori nyeri sedang. Hal ini menunukkan bahwa secara klinis terdapat perbedaan rerata antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi atau kelompok yang diberikan perlakukan facilitated tucking dan hadir-berbicara. Selanjutnya tabel 5.3 juga menunjukkan data statistik yang diolah dengan SPSS 17.0 menggunakan Uji T Tidak berpasangan (Unpaired T Test) dan didapatkan nilai p value (0,002) < 0,05 yang artinya secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi. c. Rerata frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi Grafik 4.1. Rerata Frekuensi Nadi Bayi Prematur yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM Tahun 2016 (n=20) Frekuensi Nadi (x/menit) Detik ke Intervensi 150,6 156,4 157,7 158,4 155,1 150,3 Kontrol 145,8 162,1 166,9 163,1 156,9 155,4 22

209 Grafik 4.1 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol dan intervensi, frekuensi nadi paling tinggi di detik ke-30 setelah penusukan dan frekuensi nadi kelompok kontrol lebih cepat dibandingkan kelompok intervensi. d. Rerata saturasi oksigen bayi prematur pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi Grafik 4.2. Rerata Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM Tahun 2016 (n=20) Saturasi Oksigen (%) Detik ke Intervensi 96,4 92,8 95,8 92, ,3 Kontrol 95 89,5 92,1 91,4 91,5 92,8 Grafik 4.2 menunjukkan bahwa saturasi oksigen pada kelompok intervensi paling rendah terjadi di detik ke-90, sedangkan pada kelompok kontrol terjadi di detik ke-60. Secara umum terlihat bahwa saturasi oksigen pada kelompok intervensi lebih tinggi jika dibandingkan pada kelompok kontrol Act (Tindak lanjut) Tindak lanjut dari pelaksanaan inovasi ini adalah bahwa intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi diimplementasikan oleh perawat ruangan sebagai standar perlakuan bayi yang mendapatkan prosedur penusukan tumit. Hal ini sangat mudah dilakukan oleh perawat karena ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki petugas laboratorium yang setiap hari dapat diminta untuk melakukan pengambilan sampel darah pasien. 23

210 4.2. Waktu Pelaksanaan No Kegiatan 1 Observasi dan studi literature 2 Penyusunan proposal, pengambilan data kontrol 3 Presentasi dan sosialisasi 4 Persiapan dan pelaksanaan implementasi Waktu dalam minggu Penanggun g jawab Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa, supervisor, HN, PP, PA Mahasiswa, PP dan PA 5 Implementasi Mahasiswa, PP, dan PA 6 Evaluasi Mahasiswa, PP, dan PA 7 Penyusunan laporan 8 Presentasi hasil proyek inovasi Mahasiswa Hasil PICO, dan jurnal EBP Proposal EBN Mahasiswa: menyiapkan format penilaian yang akan digunakan untuk menilai skor nyeri bayi Penilaian tanda klinis nyeri, fisiologis bayi Evaluasi penilaian skor nyeri dilakukan setelah dilakukan intervensi Laporan hasil proyek inovasi Laporan hasil proyek inovasi 4.3. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Inovasi Pelaksanaan proyek inovasi facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi yang menjalani prosedur penusukan tumit mengalami beberapa kendala, antara lain: a. Alat saturasi yang terpasang terkadang pada layar monitor tidak menunjukkan nilai frekuensi nadi dan saturasi O2 pasien yang sedang menjalani prosedur penusukan tumit, sehingga residen memerlukan pulse oximeter portable yang dipasang di ekstremitas lain pasien untuk mengantisipasi tidak terbacanya data frekuensi nadi dan saturasi pasien selama pengambilan darah perifer melalui penusukan tumit tersebut. b. Intervensi berbicara pada bayi prematur tidak bisa maksimal hanya suara residen yang terdengar oleh bayi karena residen kurang optimal dalam mengendalikan lingkungan perawatan, sehingga suara alarm maupun suara petugas kesehatan lain mempengaruhi kenyamanan bayi. 24

211 4.4. Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Inovasi a. Pelaksanaan inovasi ini mendapatkan dukungan dari supervisor, kepala ruang, perawat primer, perawat associate dan petugas laboratorium, sehingga dalam proses pengambilan data dan penilaian skor nyeri menggunakan PIPP dapat dengan mudah dilaksanakan. b. Setelah mendapatkan penjelasan terkait manfaat intervensi, teknik pelaksanaan intervensi yang akan dilakukan dan penilaian skor nyeri, orangtua dengan senang sangat menerima untuk dilakukan intervensi tersebut pada bayinya. Dalam memenuhi prinsip keadilan, intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara pada kelompok kontrol dilakukan segera setelah selesai prosedur pengambilan darah dan/atau pada pengambilan darah/penusukan yang kedua, jika sampel yang didapat dirasa masih kurang oleh petugas laboratorium. c. Rekan-rekan residen yang telah membantu dalam pelaksanaan intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi. Bantuan tersebut dalam proses penilaian skor nyeri bayi prematur, pengambilan video wajah bayi selama prosedur penusukan tumit, pencatatan frekuensi nadi dan saturasi oksigen, serta bantuan dari rekan perawat dalam penimbangan berat badan bayi secara rutin serta dokumentasi data demografi lain dari pasien (usia gestasi, berat badan lahir, hari perawatan, jenis kelamin) d. Sarana dan prasarana di ruangan untuk membantu dalam penilaian skor nyeri bayi prematur (pulse oximeter, monitor yang menunjukkan frekuensi nadi dan saturasi oksigen) e. Petugas laboratorium yang keliling di setiap level/ruangan perina untuk melakukan prosedur penusukan tumit, sehingga sangat memudahkan residen maupun perawat nantinya dalam intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur saat prosedur penusukan tumit. 25

212 4.5. Evaluasi Evaluasi Proses Proses pelaksanaan intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi untuk menilai skor nyeri bayi prosedur penusukan tumit menggunakan PIPP terlaksana dengan lancar sesuai jadwal yang ditentukan. Responden pada kelompok intervensi yang terkumpul selama 2 minggu didapatkan 10 pasien, sedangkan dua minggu sebelumnya responden melakukan penilaian skor nyeri pada 10 pasien yang mendapatkan prosedur penusukan tumit untuk dijadikan sebagai data kontrol Evaluasi Hasil Intervensi yang dilakukan dengan facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur, secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan bayi prematur yang tidak mendapatkan intervensi tersebut (p value=0,002 < 0,05). Secara klinispun menunjukkan terdapat perbedaan rerata pada respon nyeri bayi prematur pada kelompok kontrol adalah 13,9 yang artinya masuk dalam kategori nyeri berat. Sedangkan pada kelompok intervensi rerata respon nyeri bayi adalah 10,8 yang artinya masuk dalam kategori nyeri sedang. 26

213 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Analisis (Pembahasan Hasil Inovasi) Hasil analisis dari proyek inovasi ini menunjukan bahwa facilitated tucking efektif untuk menurunkan nyeri baik pada perilaku maupun fisiologis bayi saat prosedur penusukan tumit pada bayi prematur yang berada di NICU. Respon nyeri terendah terlihat pada satu bayi prematur (UG: 36minggu, BBL: 2610gram) yang dinilai dengan PIPP pada hari perawatan ke-16. Pengukuran respon nyeri dilakukan pada detik ke-30 setelah dilakukan penusukan pada tumit bayi prematur. Penemuan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Grunau et al. (2005) yang mengungkapkan bahwa bayi yang menerima lebih dari 20 prosedur menyakitkan akan memiliki respon yang rendah terhadap nyeri. Bayi ini memiliki lebih banyak penyakit neonatal, antara lain riwayat hiperbilirubinemia, sepsis neonatorum awitan dini, Apnea of Prematurity, PDA, instabilitas suhu, sindrom gangguan pernafasan karena Hyalin Membran Disease Grade II, NEC Grade II dibandingkan dengan bayi lainnya, kecuali pada satu bayi (UG: 28minggu, BBL: 920gram, usia kronologis: 11hari) yang mengalami masalah gangguan pernafasan karena HMD Grade II-III, PJB non-sianotik (PDA 3mm, efusi perikardial), AOP dan hasil kultur PICC menunjukkan adanya Metchillin Resistent Staphilococcus Epidermidis (MRSE). Skor nyeri terendah yang dinilai menggunakan PIPP terjadi pada bayi yang paling sakit, hal tersebut mungkin terjadi karena bayi prematur telah banyak mengalami prosedur nyeri selama menjalani perawatan di NICU terlihat dari hari perawatan, lama rawat bayi ini paling lama jika dibandingkan dengan responden lainnya. Selain itu, Gibbins et al. (2007) mengatakan bahwa bayi yang sakit parah mempunyai sedikit kemampuan untuk menunjukkan respon perilaku terhadap nyeri. Seringnya terpapar dengan 27

214 rasa sakit dan stress selama perawatan di NICU mengubah tanggapan/respon nyeri bayi prematur. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pada status perilaku dan keparahan penyakit berkorelasi negatif terhadap skor PIPP, artinya ketika bayi terjaga akan lebih mungkin untuk menunjukkan respon perilaku terhadap nyeri (Cooper & Petty, 2012; Ranger, Johnston, & Anand, 2007). Fakta tersebut menunjukkan bahwa keparahan penyakit bukan satu-satunya faktor yang signifikan. Sebaliknya, faktor-faktor lain seperti usia gestasi, jenis jarum, dan status perilaku awal bayi sebelum penusukan adalah prediktor kuat dari skor PIPP. Hasil temuan ini harus diinterpretasikan secara hati-hati karena dari temuan ini dapat merekomendasikan agar prosedur penusukan tumit dilakukan saat bayi tertidur, hal tersebut bertentangan dengan teori perkembangan (Ranger et al., 2007). Oleh karenanya, penelitian selanjutnya perlu menyertakan faktor-faktor tersebut ketika menginterpretasikan skor nyeri menggunakan PIPP. Obeidat, Kahalaf, Callister, dan Froelicher (2009) melakukan sebuah review sistematik untuk membuktikan efektifitas facilitated tucking sebagai manajemen nyeri non-farmakologis pada bayi prematur dan menemukan temuan awal yang menunjukkan bahwa facilitated tucking bermanfaat untuk bayi prematur agar menghaluskan respon mereka terhadap prosedur yang menyakitkan. Selanjutnya Alinejad-Naeini, Mohagheghi, Peyrovi, dan Mehran (2014) membuktikan bahwa dengan melakukan intervensi facilitated tucking selama prosedur perawatan rutin dapat menurunkan tingkat stress pada bayi prematur yang dirawat di NICU. Namun demikian, perawat tetap perlu mengingat bahwa konsep penanganan minimal (minimal handling) tetap harus ditegakkan di NICU. Konsep penanganan minimal ditegakkan karena bayi prematur yang lebih sering dipegang akan semakin stress (Lopez et al., 2015). Dengan demikian, 28

215 meskipun hasil analisis menunjukkan adanya penurunan respon nyeri yang signifikan dengan intervensi facilitated tucking, perawat tetap harus berupaya untuk mengurangi sejumlah prosedur yang menyakitkan. Upaya ini dapat dilakukan dengan mengkoordinasikan beberapa permintaan pemeriksaan diagnostik termasuk pengambilan sampel darah agar dapat dilakukan dalam satu waktu. Bayi berkomunikasi melalui perilaku dan terukur secara fisiologis, artinya perawat neonatal harus mampu mengidentifikasi isyarat dan membuat keputusan. Meskipun, terapi sentuhan merupakan intervensi yang baik, menyentuh dengan tangan dingin dan tekanan yang tidak memadami dapat merubahnya menjadi stimulus fokal. Oleh karenanya, untuk melakukan facilitated tucking yang efektif, tangan perawat harus hangat dan mengatur tekanan, serta perawat harus mengamati indikator perilaku dan fisiologis bayi apakah dalam keadaan adaptasi atau maladaptasi. Hal ini menegaskan bahwa perawat perlu mendapatkan ketrampilan untuk menilai dan memutuskan intervensi terbaik untuk bayi. Ketrampilan ini dapat diasah dengan terus menumbuhkan rasa empati terhadap bayi, sehingga dalam intervensi facilitated tucking perawat perlu hadir secara emosional dan berbicara terkait setiap tindakan yang akan dilakukan dan rasa yang mungkin akan dialami oleh bayi prematur agar bayi semakin merasa nyaman karena merasa dimengerti dan didampingi. Untuk itu, intervensi facilitated tucking akan lebih efekttif jika disertai dengan intervensi hadir-berbicara oleh perawat Implikasi Keperawatan Intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara dapat dilakukan pada bayi prematur yang mendapatkan prosedur perawatan intensif. Bayi prematur cenderung mendapatkan pengalaman menyakitkan dan ketidaknyamanan dari berbagai tindakan diagnosis maupun tindakan keperawatan. Dengan adanya proyek inovasi ini, semakin membuktikan bahwa kehadiran dan peran perawat sangat berarti untuk pasien bayi prematur. 29

216 BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan a. Rerata respon nyeri bayi prematur saat penusukan tumit pada kelompok kontrol adalah 13,9 (nyeri berat) b. Rerata respon nyeri bayi prematur saat penusukan tumit pada kelompok intervensi adalah 10,8 (nyeri sedang) c. Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi dengan nilai p value 0,002 (<0,05) d. Pelaksanaan proyek inovasi menunjukkan efektifitas intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara sehingga dapat meningkatkan kompetensi perawat dalam memberikan intervensi non-farmakologis Saran a. Pelayanan Kesehatan Hasil pelaksanaan proyek inovasi ini sebagai bagian dari intervensi keperawatan dalam pemberian intervensi non farmakologis untuk menurunkan respon nyeri bayi prematur saat prosedur penusukan tumit. b. Pendidikan Keperawatan Proyek inovasi melalui intervensi facilitated tucking dan hadirberbicara pada bayi prematur saat penusukan tumit bisa menjadi dasar dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien bayi prematur. c. Penelitian Keperawatan Hasil proyek inovasi ini dapat menjadi data dasar dan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan penatalaksanaan nyeri non farmakologis menggunakan intervensi facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur saat dilakukan prosedur yang menyakitkan. 30

217 DAFTAR PUSTAKA Alinejad-Naeini, M., Mohagheghi, P., Peyrovi, H., & Mehran, A. (2014). The effect of facilitated tucking during endotracheal suctioning on procedural pain in preterm neonates: A randomized controlled crossover study. Global Journal of Health Science, 6(4), doi: /gjhs.v6n4p278 Badr, L. K. (2013). Pain in premature infants: What is conclusive evidence and what is not. Newborn and Infant Nursing Reviews, 13(2), doi: /j.nainr Cignacco, A. E. L., & Sellam, G. (2012). Oral sucrose and facilitated tucking for repeated pain relief in preterms: A randomized controlled trial, Pediatrics, 129(2), doi: /peds Cooper, S., & Petty, J. (2012). Promoting the use of sucrose as analgesia for procedural pain management in neonates: A review of the current literature. Journal of Neonatal Nursing, 18(4), doi: /j.jnn Gomella, T., Cunningham, M., & Eyal, F. (2013). Neonatology: Management, proceures, on-call problems, diseases, and drugs (7th ed.). New York: Mc Graw Hill Education. Huda, M. H., Rustina, Y., & Agustini, N. (2015). Efektifitas pemberian sukrosa dan pembedongan terhadap respon nyeri neonatus dalam tindakan pengambilan darah melalui tumit di RSUD Tarakan. International Nursing Conference, September, Jakarta Jeong, I. S., Park, S. M., Lee, J. M., Choi, Y. J., & Lee, J. (2014). Perceptions on pain management among Korean nurses in Neonatal Intensive Care Units. Asian Nursing Research, 8(4), doi: /j.anr Khasanah, N. N., Rustina, Y., & Syahreni, E. (2015). Improving interaction between mother and premature infant through educational video and identification practice of premature infant s cues. International Nursing Conference, September, Jakarta Kucukoglu, S., Kurt, S., Aytekin, A., S., K. K., S., K. K., & A., A. (2015). The effect of the facilitated tucking position in reducing vaccination-induced pain in newborns. Italian Journal of Pediatrics, 41(1), 61. doi: /s

218 Liaw, J. J., Yang, L., Katherine Wang, K. W., Chen, C. M., Chang, Y. C., & Yin, T. (2012). Non-nutritive sucking and facilitated tucking relieve preterm infant pain during heel-stick procedures: A prospective, randomised controlled crossover trial. International Journal of Nursing Studies, 49(3), doi: /j.ijnurstu Liaw, J., Yang, L., Lee, C., Fan, H., Chang, Y., & Cheng, L. (2013). Effects of combined use of non-nutritive sucking, oral sucrose, and facilitated tucking on infant behavioural states across heel-stick procedures : A prospective, randomised controlled trial. International Journal of Nursing Studies, 50(7), doi: /j.ijnurstu Lopez, O., Subramanian, P., Rahmat, N., Theam, L. C., Chinna, K., & Rosli, R. (2015). The effect of facilitated tucking on procedural pain control among premature babies. Journal of Clinical Nursing, 24(1-2), doi: /jocn Obeidat, H., Kahalaf, I., Callister, L. C., & Froelicher, E. S. (2009). Use of facilitated tucking for nonpharmacological pain management in preterm infants: a systematic review. The Journal of Perinatal & Neonatal Nursing, 23(4), doi: /jpn.0b013e3181bdcf77 Ranger, M., Johnston, C. C., & Anand, K. J. S. (2007). Current Controversies Regarding Pain Assessment in Neonates. Seminars in Perinatology, 31(5), doi: /j.semperi Sundaram, B., Shrivastava, S., Pandian, J. S., & Singh, V. P. (2013). Facilitated tucking on pain in pre-term newborns during neonatal intensive care: A single blinded randomized controlled cross-over pilot trial. Journal of Pediatric Rehabilitation Medicine, 6(1), doi: /prm Yin, T., Yang, L., Lee, T. Y., Li, C. C., Hua, Y. M., & Liaw, J. J. (2014). Development of atraumatic heel-stick procedures by combined treatment with non-nutritive sucking, oral sucrose, and facilitated tucking: A randomised, controlled trial. International Journal of Nursing Studies, 52(8), doi: /j.ijnurstu Zwimpfer, L., & Elder, D. (2012). Talking to and being with babies: The nurse infant relationship as a pain management tool, 15(3). 32

219 Lampiran 6 PEMANTAUAN RISIKO TRAUMA KULIT PADA NEONATUS PRETERM-ATERM MENGGUNAKAN NSRAS (Neonatal Skin Risk Assessment Scale) Parameter Kriteria Skor Usia gestasi < 28 minggu 4 28 < 33 minggu minggu 2 > 38 minggu 1 Status mental Koma/ tidak respon thd stimulus 4 nyeri Sopor/ hanya berespon pada 3 nyeri Apatis/Letargi 2 Compos mentis/ sadar dan aktif 1 Mobilisasi Tidak mampu gerak 4 Bergerak dgn bantuan 3 Bergerak tanpa bantuan 2 Bergerak aktif 1 Aktivitas Dalam radiant warmer dgn 4 plastik transparan Dalam radiant warmer tanpa 3 plastik transparan Dalam inkubator 2 jendela 2 Dalam boks terbuka 1 Nutrisi Hanya melalui intravena 4 Melalui OGT (susu formula/asi) 3 dan cairan iv Melalui OGT 2 Menyusu langsung/dot 1 Kelembaban Kulit lembab, linen sering diganti 4 Kulit lembab, linen diganti tiap 3 shift Kulit lembab, linen diganti 2 minimal sehari sekali Kulit kering, linen diganti hanya 1 sekali sehari TOTAL SKOR NAMA & TTD PERAWAT Nama By.... Bulan/Thn.... Tanggal/Jam *) Jika skor 13 = Risiko trauma kulit pada neonatus

220 Lampiran 7 PEMANTAUAN NYERI NEONATUS MENGGUNAKAN PREMATURE INFANT PAIN PROFILE (PIPP) Nama By.... Bulan/Thn.... Proses Indikator Kriteria Skor Tanggal/Jam Skor 15 detik sebelum mulai Rerata frekuensi nadi:...x/menit Evaluasi 30detik (...) x/menit Rerata saturasi Oksigen:...% Evaluasi 30detik (...) % Observasi bayi setelah 30 detik Observasi bayi setelah 30 detik Observasi bayi setelah 30 detik Usia Gestasi 36 minggu 0 32 minggu 35 minggu 6 hari 1 28 minggu 31 minggu 6 hari 2 28 minggu 3 Status tidurterjaga Laju jantung maksimal Saturasi oksigen minimal Kerutan dahi Mata tertutup rapat Lipatan nasolabial mendalam Aktif/bangun, mata terbuka, ada gerakan 0 wajah Tenang/terbangun, mata terbuka, tidak ada 1 gerakan wajah Aktif/tertidur mata tertutup, ada gerakan 2 wajah Tenag/tertidur, mata tertutup, tidak ada 3 gerakan wajah Meningkat 0-4 denyut per menit 0 Meningkat 5-14 denyut per menit 1 Meningkat denyut per menit 2 Meningkat 25 denyut per menit 3 Turun % 0 Turun % 1 Turun % 2 Turun 7,5 % 3 Tidak ada (<9% waktu observasi) 0 Minimal (10-39% waktu observasi) 1 Sedang (40-69% waktu observasi) 2 Maksimal ( 70% waktu observasi) 3 Tidak ada (<9% waktu observasi) 0 Minimal (10-39% waktu observasi) 1 Sedang (40-69% waktu observasi) 2 Maksimal ( 70% waktu observasi) 3 Tidak ada (<9% waktu observasi) 0 Minimal (10-39% waktu observasi) 1 Sedang (40-69% waktu observasi) 2 Maksimal ( 70% waktu observasi) 3 INTERPRETASI SKOR NYERI: Skor nilai 6 = Tidak nyeri/nyeri minimal Skor nilai 7-12 = Nyeri sedang Skor nilai 12 = Nyeri hebat

221 Lampiran 8 Lembar Observasi Komunikasi Interaksi Modifikasi 2007 Lakukan pengamatan interaksi orangtua-bayi setiap 30 detik selama 10 menit. 1 = Tidak pernah/jarang, jika hasil pengamatan menunjukkan skor = Kadang-kadang, jika hasil pengamatan menunjukkan skor = Sering, jika hasil pengamatan menunjukkan skor = Selalu, jika hasil pengamatan menunjukkan skor n/a, jika tidak dapat dinilai 1 Memberikan sentuhan dan rangsangan kinestetik yang sesuai n/a Sentuhan lembut, tepukan, usapan, pelukan atau menggoyang bayi 2 Ibu menunjukkan rasa senang saat berinteraksi dengan bayi n/a Ibu tersenyum dan tampak senang saat berinteraksi dengan bayi 3 Respon terhadap distress yang dialami bayi n/a - Perubahan verbalisasi - Merubah posisi bayi, mencoba untuk mengalihkan perhatian - Memberikan rangsangan yang positif (membelai, goyangan) - Menghindari respon fisik atau verbal yang negatif 4 Memposisikan dirinya dan bayi sehingga memungkinkan adanya kontak n/a mata - Berusaha membuat kontak mata - Membalas tatapan bayi 5 Ibu tersenyum pada bayi n/a - Ibu membalas senyuman bayi - Tersenyum untuk merespon suara atau gerakan bayi 6 Variasi ritme suara n/a - Menggunakan nada bicara lebih tinggi - Berbicara lebih pelan - Meninggikan intonasi - Berbicara dengan lembut pada bayi 7 Mendorong bayi untuk berkomunikasi n/a - Menggunakan intonasi yang semakin meningkat saat bertanya - Memberi jeda setelah mengucapkan sesuatu, melihat penuh harap, memberi bayi kesempatan membalas - Menirukan suara-suara yang dikeluarkan bayi - Mengulangi suara, kata, atau kalimat yang dibuat sendiri - Menjawab ketika bayi mengeluarkan suara 8 Ibu merespon perilaku bayi n/a - Menyentuh atau berespon dengan ekspresi wajah dalam 2 detik setelah bayi bergerak - Bersuara dalam 2 detik setelah bayi menggerakan lengan atau kepala - Bersuara dalam 2 detik setelah bayi mengeluarkan suara - Menghentikan kegiatan/percakapan dalam menanggapi gangguan saat bayi tiba-tiba bersuara atau bergerak 9 Memodifikasi interaksi sebagai respon atas isyarat/perilaku negatif bayi n/a - Merubah aktivitas - Mengurangi intensitas interaksi - Mengakhiri usaha untuk berinteraksi 10 Menggunakan komunikasi untuk mengajarkan bahasa dan konsep n/a - Menggunakan nama bayi - Memberikan komentar pada perhatian bayi terhadap lingkungan sekitar dan nama-nama benda - Mengulang kalimatnya sendiri JUMLAH SKOR NAMA & TTD PERAWAT

222 Lampiran 9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Nopi Nur Khasanah Tempat/Tanggal lahir : Purbalingga, 30 November 1987 Agama Alamat Institusi Alamat Institusi Riwayat Pendidikan : : Islam : Kembangarum Rt.07 Rw.04 Mranggen, Demak : Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA : Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Semarang No Jenjang Pendidikan Bidang Ilmu dan Institusi Tahun Mulai Tahun Lulus 1 SD SDN 3 Kutawis SMP SMPN 1 Bukateja SMA IPA/SMAN 1 Purbalingga Sarjana Keperawatan/Universitas Diponegoro Profesi Keperawatan/Universitas Diponegoro Magister Keperawatan/Universitas Indonesia Riwayat Penelitian : No Judul Penelitian Tahun 1 Perilaku sexualitas dalam kehidupan remaja SMA di wilayah 2005 Purbalingga 2 Studi fenomenologis: Perilaku ibu usia remaja dalam mengasuh 2009 anak di sebuah desa wilayah Purbalingga 3 Perilaku perawat dalam pemantauan status nutrisi anak sakit 2010 kritis di ruang PICU 4 Pengaruh Pemberian Edukasi tentang Isyarat Bayi Prematur terhadap Interaksi Ibu-Bayi Prematur di Ruang Perawatan Bayi Risiko Tinggi 2015

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian sebagai berikut : A. Latar Belakang Kelahiran seorang bayi merupakan peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Nyeri Guide to Physical Therapist Practice menyatakan nyeri adalah sensasi yang mengganggu yang disebabkan penderitaan atau sakit. 3 Sejak awal tahun 1980, pemahaman

Lebih terperinci

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur Asfiksia Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur 1 Tujuan Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin Menjelaskan persiapan resusitasi bayi baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering

Lebih terperinci

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun MANUAL KETERAMPILAN KLINIK TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU Tim Penyusun Prof. Dr. Djauhariah A. Madjid, SpA K Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A. IBCLC dr. A. Dwi Bahagia Febriani, PhD, SpA(K) CSL SIKLUS HIDUP

Lebih terperinci

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun MANUAL KETERAMPILAN KLINIK TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU Tim Penyusun Prof. Dr. Djauhariah A. Madjid, SpA K Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A. IBCLC dr. A. Dwi Bahagia Febriani, PhD, SpA(K) CSL SIKLUS HIDUP

Lebih terperinci

Menurunkan Skala Nyeri Bayi Prematur melalui Facilitated Tucking disertai Hadir-Berbicara sebagai Upaya Penerapan Teori Comfort Kolcaba

Menurunkan Skala Nyeri Bayi Prematur melalui Facilitated Tucking disertai Hadir-Berbicara sebagai Upaya Penerapan Teori Comfort Kolcaba ISSN 2354-7642 (Print), ISSN 2503-1856 (Online) Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia Tersedia online pada: http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/jnki INDONESIAN JOURNAL OF NURSING AND MIDWIFERY Menurunkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang penting di seluruh dunia khususnya pada negara berkembang terutama di Afrika dan Asia Selatan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lakukan pada bayi yang digunakan untuk pemeriksaan darah. Bayi kurang bulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lakukan pada bayi yang digunakan untuk pemeriksaan darah. Bayi kurang bulan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengambilan darah kapiler lewat tumit bayi adalah prosedur yang biasa di lakukan pada bayi yang digunakan untuk pemeriksaan darah. Bayi kurang bulan cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman subjektif yang umum terjadi pada anakanak, baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada anak-anak sulit untuk diidentifikasi

Lebih terperinci

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 1. PENGERTIAN Bayi dari ibu diabetes Bayi yang lahir dari ibu penderita diabetes. Ibu penderita diabetes termasuk ibu yang berisiko tinggi pada saat kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan menggariskan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bayi yang dilahirkan sebelum masa gestasi 38 minggu dianggap sebagai bayi prematur. Ada banyak alasan yang menyebabkan kelahiran prematur, beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuian fisiologi agar diluar

BAB 1 PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuian fisiologi agar diluar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelahiran seorang bayi merupakan peristiwa yang menggembirakan namun pada masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuian fisiologi agar diluar kandungan dapat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009). BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas asuhan kebidanan pada bayi S dengan ikterik di RSUD Sunan Kalijaga Demak menggunakan manajemen asuhan kebidanan varney, yang terdiri dari tujuh langkah yaitu

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PEMENUHAN RASA NYAMAN BAYI BARU LAHIR DENGAN NON-NUTRITIVE SUCKING DAN PIJAT EKSTREMITAS MELALUI PENERAPAN MODEL KONSERVASI LEVINE KARYA ILMIAH AKHIR HALIMAH NPM. 1306345882 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah hingga saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah hingga saat ini masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kelahiran bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah hingga saat ini masih merupakan masalah diseluruh dunia, karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada

Lebih terperinci

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR 1. Penilaian Awal Untuk semua bayi baru lahir (BBL), dilakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien BAB III TINJAUAN KASUS Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien post Sectio Caesaria dengan indikasi Preeklamsia di Ruang Baitu Nisa RS Sultan Agung pada tanggal

Lebih terperinci

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA Lampiran 1 INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA A. Judul Penggunaan linen putih sebagai media pemantulan sinar pada fototerapi. B. Pengertian Foto terapi yaitu pemberian lampu fluoresen (panjang gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan persalinan dengan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang persalinan dengan sectio

Lebih terperinci

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP dr. Kariadi/FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri terhadap prosedur pemasangan infus dan membandingkan antara teori yang sudah ada dengan kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN SATUAN ACARA PENYULUHAN PERAWATAN METODE KANGURU DI RUANG NEONATUS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA Oleh: Kelompok C Program Profesi B13 1. Jehan Eka Prana S 131131174 2. Devi Hairina L 131131175 3. Silvia Risti

Lebih terperinci

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) DEFENISI PDA kegagalan menutupnya duktus arteriosus ( arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal ) pd minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah. Catatan untuk fasilitator.

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah. Catatan untuk fasilitator. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah Catatan untuk fasilitator Rangkuman kasus Maya, 19 tahun yang hamil pertama kali (primi gravida), dibawa ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut hasil SDKI 2007 yang dikutip Wahdi (2007) Indonesia yaitu 307 per kelahiran hidup, menempatkan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut hasil SDKI 2007 yang dikutip Wahdi (2007) Indonesia yaitu 307 per kelahiran hidup, menempatkan upaya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya penurunan angka kematian ibu (AKI) serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan jangka panjang bidang kesehatan.

Lebih terperinci

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A Deskripsi Umum 1. Setiap Bayi Baru Lahir (BBL) senantiasa mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bagi bayi untuk menggambarkan pengalaman nyerinya, namun

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bagi bayi untuk menggambarkan pengalaman nyerinya, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman kortikal subjektif. Walaupun tidak mungkin bagi bayi untuk menggambarkan pengalaman nyerinya, namun terkait bukti baik dari respon fisiologik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu

Lebih terperinci

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA A. Definisi: Keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bangsa yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan pembangunan kelak di kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis dilakukannya

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia Pendahuluan Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu : 1. Perdarahan pasca persalinan 2. Eklampsia 3. Sepsis 4. Keguguran 5. Hipotermia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR Mei Vita Cahya Ningsih D e f e n I s i Sejak tahun1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby ( bayi berat lahir

Lebih terperinci

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun. DIARE AKUT I. PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti mengukur hubungan asfiksia neonatorum dengan daya reflek sucking bayi baru lahir umur 0 hari di RSUD Karanganyar menggunakan instrumen data rekam medis dan

Lebih terperinci

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil LBM 1 Bayiku Lahir Kecil STEP 1 1. Skor Ballard dan Dubowitz : penilaian dilakukan sebelum perawatan bayi, yang dinilai neurologisnya dan aktivitas fisik 2. Kurva lubschenko dan Nellhause : 3. Hyaline

Lebih terperinci

MODEL TEORI KENYAMANAN (COMFORT) OLEH KATHARINE KOLCABA. By: Setiadi

MODEL TEORI KENYAMANAN (COMFORT) OLEH KATHARINE KOLCABA. By: Setiadi MODEL TEORI KENYAMANAN (COMFORT) OLEH KATHARINE KOLCABA By: Setiadi Asumsi-asumsi Perawat Menyediakan kenyamanan ke pasien dan keluarga-keluarga mereka melalui intervensi dengan orientasi pengukuran kenyamanan

Lebih terperinci

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: a. Menentukan diagnosa kehamilan dan kunjungan ulang. b. Memonitori secara akurat dan cermat tentang kemajuan

Lebih terperinci

BUKU REGISTER PARTUS DI RUMAH SAKIT

BUKU REGISTER PARTUS DI RUMAH SAKIT BUKU REGISTER PARTUS DI RUMAH SAKIT Cetakan Keempat : ver.23 Juni 2015 No.Buku Periode Nama RS Kabupaten Petunjuk Pengisian Buku Register Partus di Rumah Sakit Kolom Nama Kolom Cara Pengisian Definisi

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

Membantu Bayi Bernapas. Buku Kerja Peserta

Membantu Bayi Bernapas. Buku Kerja Peserta Membantu Bayi Bernapas Buku Kerja Peserta 1 2 Untuk mereka yang merawat bayi pada saat kelahiran Membantu Bayi Bernapas mengajarkan kepada penolong persalinan untuk merawat bayi pada saat kelahiran. -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan alatalat tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama. digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap Dari data subjektif didapatkan hasil, ibu bernama Ny. R umur 17 tahun, dan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sedini mungkin sejak anak masih didalam kandungan. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sedini mungkin sejak anak masih didalam kandungan. Upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya pembangunan masyarakat seutuhnya antara lain melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih Lampiran 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prematuritas merupakan persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu atau berat badan lahir antara 500 2499 gram. Kejadiannya masih tinggi dan merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu proses yang alami dan normal. Selama hamil seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun psikologis. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri. Kejadian letak sungsang berkisar

Lebih terperinci

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU 1 Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu unit yang telah dirancang untuk memberikan perawatan pada pasien dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan masalah terbanyak pada neonatus (50%-80% neonatus mengalami ikterus neonatorum) dan menjadi penyebab dirawat kembali dalam 2 minggu pertama

Lebih terperinci

Merawat Bayi Prematur

Merawat Bayi Prematur Merawat Bayi Prematur Kontribusi dari didinkaem Saturday, 24 February 2007 Perawatan bayi prematur ternyata tidaklah sesulit yang dibayangkan. Asal tahu langkah-langkahnya, kondisi si mungil akan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu

Lebih terperinci

BUKU REGISTER PERINATOLOGI DI RUMAH SAKIT

BUKU REGISTER PERINATOLOGI DI RUMAH SAKIT BUKU REGISTER PERINATOLOGI DI RUMAH SAKIT Cetakan Keempat : ver.23 Juni 2015 No.Buku Periode Nama RS Kabupaten Petunjuk Pengisian Kolom Nama Kolom Cara Pengisian Definisi 1. No Urut Angka Nomor Urut Pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) rentan terhadap masalah kesehatan. BBLR adalah bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram pada waktu lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS Asuhan segera pada bayi baru lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah persalinan. Aspek-aspek penting yang harus dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 sampai 68 per 1000 kelahiran hidup dimana negara Kamboja dan Myanmar memiliki angka kematian bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

LAMPIRAN. b. NIP : e. Fakultas / Program Studi : Kedokteran / PPDS IKA

LAMPIRAN. b. NIP : e. Fakultas / Program Studi : Kedokteran / PPDS IKA LAMPIRAN 1. Personal Penelitian 1. Ketua Penelitian a. Nama : dr.ira silvia b. NIP : 197810192005042001 c. Pangkat/ Golongan : Penata Tk I / IIId d. Bidang keahlian : Divisi Perinatologi e. Fakultas /

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefenisikan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefenisikan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi nyeri The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefenisikan nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas.

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Varney (2006) dijelaskan bahwa Asuhan Kebidanan Komprehensif merupakan suatu tindakan pemeriksaan pada pasien yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan

DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan Termoregulasi Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 1 Pendahuluan MASALAH YANG

Lebih terperinci

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS 1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung kirakira 6 minggu. Anjurkan

Lebih terperinci

Ditetapkan Tanggal Terbit

Ditetapkan Tanggal Terbit ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sisitem retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang mengandung heme

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri

Lebih terperinci

Pain Relief/Bebas Nyeri pada Neonatus

Pain Relief/Bebas Nyeri pada Neonatus Pain Relief/Bebas Nyeri pada Neonatus Sangat sulit dipercaya bahwa butuh waktu yang lama untuk komunitas kedokteran untuk meyadari bahwa neonates juga merasakan nyeri. Sudah merpakan hak dasar untuk setiap

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE )

SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE ) Jl.K.H. ZainalMustofa No. 310 Tasikmalaya Telp. ( 0265 ) 322333, Fax. ( 0265 ) 326767, E-Mail : rumahsakit.tmc@gmail.com www.rstmc.co.id SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi

BAB I PENDAHULUAN. tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS 1. Ketuban pecah Dini 2. Perdarahan pervaginam : Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta Intra Partum : Robekan Jalan Lahir Post Partum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar. R, 2002). dengan jalan pembedahan atau sectio caesarea meskipun bisa melahirkan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar. R, 2002). dengan jalan pembedahan atau sectio caesarea meskipun bisa melahirkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio caesarea merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum 37 minggu usia kehamilan), dan angka ini terus meningkat. Persalinan prematur merupakan kelainan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post

BAB V PENUTUP. Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post BAB V PENUTUP Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post ovarektomi dextra atas indikasi kista ovarium yang merupakan hasil pengamatan langsung pada klien yang dirawat di ruang Bougenvile

Lebih terperinci

SOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

SOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR Status Revisi : 00 Halaman : 1 dari 6 Disiapkan Oleh: Diperiksa Oleh: Disetujui Oleh: Ka. Laboratorium Gugus Kendali Mutu Ka. Prodi Pengertian : Usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian

Lebih terperinci

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut: A. lisa Data B. Analisa Data berikut: Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai No. Data Fokus Problem Etiologi DS: a. badan terasa panas b. mengeluh pusing c. demam selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup

Lebih terperinci