UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PEMENUHAN RASA NYAMAN BAYI BARU LAHIR DENGAN NON-NUTRITIVE SUCKING DAN PIJAT EKSTREMITAS MELALUI PENERAPAN MODEL KONSERVASI LEVINE KARYA ILMIAH AKHIR HALIMAH NPM FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN DEPOK, JUNI 2016

2 UNIVERSITAS INDONESIA PEMENUHAN RASA NYAMAN BAYI BARU LAHIR DENGAN NON-NUTRITIVE SUCKING DAN PIJAT EKSTREMITAS MELALUI PENERAPAN MODEL KONSERVASI LEVINE KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak HALIMAH NPM FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN DEPOK, JUNI 2016

3 PE RNYATAAN ORISINALITAS Karya Ilmiah Ahhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dimir,rk telah saya nyatakan dengan benar. Nama NPM Halimah Tanda tangan Tanggal 20 lwi 2016

4 PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Yang bertanda tangan di bawah ini: Nar-na 'I'empat. Tanggal Lahir NIP Unit Kerja No. HP Alamat Halimah : Jarnbi. l7.lanlrari 1982 : : RSUD Ahrnad Ripin Kabr"rpaten Muaro Jambi : : hali n"rah1'ard i i ambir@gm ai I. con-t Dengan ini menlatakan clengan sebenarnl,a baht,t.a Karl'a Ilnriah Akhir sa)'a )'an-s berjrijul "Pemenuhan Rasa Nl,aman Bay'i Baru Lahir cletrgan Non-ntrtrilive Sucking dan Piiat Ekstremitas mclalui Penerapan Model Konsen'asi l.evine". bebas dari plagiarisme clar.r blrkan hasil karl'a orang lain. Apabila diker.r,udiar-r hari diternukan seluruh atau sebagian dari Karl'a Ihriah Akhir tersebut terdapat indikasi plagiarisme. sava bersedia nrenerit-na sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikan pernyataan ini sa_v'-a buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari siapapun. Dibuat di Depok Mengetahui: Pembimbing Karya Ilmiah Akhir Pada tanggal 28.Iuni 2016 Yang Membuat Perni'at'.ran (Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D) (Halimah) iv

5 HALAMAN PENGESAHAN Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh: Nama NPM Program Studi Judul Karya Ilmiah Akhir Halimalr Spesialis Keperawatan Pemenuhan Rasa Nyaman Bayi Baru Lahir dengan Non-Nutritive Sucking dan Pijat Ekstemitas melalui Penerapan Model Konservasi Levine Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Program Studi Spesialis Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Supervisor Utama Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D Supervisor Fajar Tri Waluyanti, Ns., Sp.Kep.An., IBCLC Penguji I dr. R. Adhi Teguh Perma Iskandar, Sp.A Penguji 2 Nurhayati, Ns., M.Kep., Sp.Kep.An ( fla,\aq ) Ditetapkan di Tanggal : Jakarta :201rru2016

6 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata ala, karena berkat rahmat dan kemudahan dari Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir dengan judul Pemenuhan Rasa Nyaman dengan Non-Nutritive Sucking dan Pijat Ekstremitas melalui Penerapan Model Konservasi Levine. Banyak pihak yang terlibat dan membantu dalma proses penyusunan Karya Ilmiah ini, untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada: 1. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Koordinator MA Karya Ilmiah Akhir dan supervisor utama yang dengan sabar membimbing mahasiswa serta menyediakan waktu, pikiran, dan tenaga untuk menghasilkan karya ilmiah akhir yang lebih baik; 2. Ibu Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An., selaku supervisor yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan karya ilmiah akhir; 3. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia; 4. Ibu Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., selaku Ketua Departemen Keperawatan Anak; 5. Supervisor ruang Infeksi RSUP Persahabatan, Non Infeksi dan Perinatologi RSAB Harapan Kita, dan Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta serta seluruh staf (tenaga kesehatan dan non kesehatan) yang membantu dalam pelaksanaan praktik ners spesialis; 6. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran praktik ners spesialis dan penulisan karya ilmiah akhir; 7. Suami dan keluarga tercinta yang selalu menemani, mendukung, dan mendo akan selama proses hingga terselesaikannya penulisan karya ilmiah akhir; 8. Teman-teman Angkatan 2013 Magister Keperawatan Anak, teman-teman residensi Keperawatan Anak angkatan 2015, dan sahabat sepeminatan v

7 perinatologi yang telah bersedia berbagi hingga terselesaikannya karya ilmia akhir; 9. Teman-teman Jambi yang memberikan dukungan dengan berbagai caranya serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran praktik ners spesialis dan penulisan karya ilmiah akhir ini. Semoga Allah Subhanahu Wata ala membalas kebaikan semua pihak dengan kemudahan urusan dunia dan akhirat. Penulis berharap semoga karya ilmiah akhir ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan anak. Depok, 20 Juni 2016 Penulis vi

8 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Kekhususan Fakultas Jenis Karya Halimah s882 Ners Spesialis Keperawatan Anak Ilmu Keperawatan Karya Ilmiah Akhir demi pengembangan ihnu pengetahuan. rnenyetujui untuk rnemberikan kepada IJniversitas Indonesia Hak Bebas Rcyaiti Noneksklusif (Arone.xclusit,e Royoh.;- Frce Right) atas karya ilmiah saya vang berjudul: Pemenuhan Rasa Ekstremitas melalui Nyaman dengan Non-Nutritive Sucking dan Pijat Penerapan Model Konservasi Levine Beserta perangkai yarrg ada fjika. diperlukan). Hak Bebas R.oyalti ini memberikan Universitas Indonesia hak untuk nenyirnpan, mengalihmedia/fonnatkan, mcngelola dalan-r bentuk pangkalan clata (database), merawat, dan rnetnpublikasikan tugas akhir saya selama tctap ilencantumkan nama saya sebagai pemilik Hak Cipta. Dernikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tatggal : Juni Yang menyatakan vii

9 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Halimah : Ners Spesialis Keperawatan Anak : Pemenuhan Rasa Nyaman dengan Non-Nutritive Sucking (NNS) dan Pijat Ekstremitas melalui Penerapan Model Konservasi Levine Nyeri merupakan salah satu ketidaknyamanan yang sering dialami bayi yang dirawat di rumah sakit. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk menganalisis pemenuhan rasa nyaman neonatus dengan NNS dan pijat ekstremitas berdasarkan penerapan Model Konservasi Levine. Hasil dari pemenuhan rasa nyaman bayi dengan NNS atau pijat ekstremitas adalah terjadi penurunan skor nyeri dengan PIPP (Premature Infant Pain Profile), penurunan perubahan nilai saturasi oksigen, dan perubahan frekuensi nadi pada bayi yang dilakukan prosedur invasif. Penerapan Model Konservasi Levine pada masalah nyeri akut yang dialami bayi mendukung untuk konservasi energi, integritas struktur, integritas personal, dan integritas sosial. Studi tentang manajemen nyeri neonatus penting selalu dikembangkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan neonatus secara optimal. Kata kunci: pemenuhan rasa nyaman, neonatus, Non-nutritive Sucking, pijat ekstremitas, Model Konservasi Levine viii

10 ABSTRACT Name Study Program Title : Halimah : Pediatric Nurse Specialist : Fulfill Comfort with Non - Nutritive Sucking (NNS) and Extremities Massage based Levine Conservation Model Application Pain is a discomfort sensational that felt by hospitalized neonates. The purpose of this case study is to analyze the fulfill comfort of neoantus with NNS and extremities massage based Levine Conservation Model application. The results are decrease neonates pain score with PIPP (Premature Infant Pain Profile), decrease in oxygen saturation changes, and heart rate changes in infants with invasive procedures. Application of Levine Conservation Model in acute pain by infants support for energy conservation, structural integrity, personal integrity, and social integrity. The study of pain management for neonates need to always be developed to support neonatal growth and development optimally. Keywords: fulfill of comfort, neonates, Non-Nutritive Sucking, extremities massage, Levine Conservation Model ix

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ABSTRAK... ABSTRACK... DAFTAR ISI... DAFTAR SKEMA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii viii ix x xii xiii xiv xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penulisan Sistematika Penulisan... 6 BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN 8 KEPERAWATAN Gambaran Kasus Kasus Kelolaan 1 (Hiperbilirubinemia) Kasus Kelolaan 2 (Sepsis Neonatorum) Kasus Kelolaan 3 (Respiratory Distress Syndrome) Kasus Kelolaan 4 (Apnoe of Premturity) Kasus Kelolaan 5 (Kejang Neonatal) Tinjauan Teoritis Konsep Nyeri Neonatus Pengukuran Nyeri pada Neonatus Penatalaksanaan Nyeri pada Neonatus Aplikasi NNS dan Pijat Ekstremitas Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan Model Konservasi Levine Proses Keperawatan berdasarkan Model Konservasi Levine Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih Apnoe of Premturity Pengkajian Trophicognosis Hipotesis Intervensi dan Respons Organismik x

12 BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI Target Kompetensi Perawat Klinik Spesialis Target Kompetensi selama Praktik Residensi Pencapaian Target Kompetensi Ruang Infeksi Pencapaian Target Kompetensi Ruang Non Infeksi Peencapaian Target Kompetensi Ruang Perinatologi Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam 49 Pencapaian Kompetensi Praktik Etik dan Legal Praktik Keperawatan Profesional Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan dan Penelitian Pengembangan Kualitas Personal dan Profesional BAB 4 PEMBAHASAN Penerapan Teori Konservasi Levine dalam Asuhan 61 Keperawatan Neonatus (Kasus Terpilih) Konservasi Energi Konservasi Integritas Struktur Konservasi Integritas Personal Konservasi Integritas Sosial Pembahasan Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam 71 Pencapaian Target... BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

13 DAFTAR SKEMA 2.1 Integrasi Model Levine dan Proses Keperawatan dengan Nyeri pada Neonatus... 22

14 DAFTAR TABEL 2.1 Tabel Hipotesis By. Ny. M sesuai Trophicognosis Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis 31 Ketidakefektifan Pola Napas Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Risiko 33 Cidera Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis 35 Ketidakefektifan Termoregulasi Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Nyeri Akut Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis 39 Ketidakcukupan ASI Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Risiko 41 Keterlambatan Perkembangan... xiii

15 DAFTAR GRAFIK 3.1 Grafik Perubahan Nilai Saturasi Oksigen pada Bayi dengan Prosedur 57 Nyeri Grafik Perubahan Nilai Frekuensi Nadi Bayi pada Prosedur Nyeri Grafik Perubahan Skor Nyeri Bayi dengan Prosedur Nyeri xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran Kasus 1-4 Lampiran 2. Laporan Penerapan Evidence Based Nursing Lampiran 3. Biodata Penulis xv

17 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus merupakan kelompok usia dengan risiko tinggi mengalami masalah kesehatan. Masalah yang sering dialami neonatus dimulai dari proses adaptasi awal neonatus dari lingkungan intra uterin ke ekstra uterin. Perubahan fisiologis terberat bagi neonatus adalah ketika terjadi perubahan dari sirkulasi janin atau plasenta ke respirasi bayi secara mandiri. Bayi prematur tentunya mengalami kesulitan besar dalam adaptasi karena imaturitas organ tubuhnya. Kesulitan ini pun dapat dialami oleh bayi-bayi matur karena berbagai kemungkinan gangguan pada sistem atau organ tubuhnya. Masalah yang dialami setiap neonatus baik matur maupun prematur menyebabkan kebutuhan terhadap hospitalisasi dan berbagai bantuan tindakan untuk mempertahankan kehidupannya. Kebutuhan akan tindakan invasif baik dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi atau cairan serta pemeriksaan penunjang pun menjadi hal yang pasti dialami oleh bayi (Hockenberry & Wilson, 2009; Buonocore & Bellieni, 2008). Hospitalisasi merupakan pengalaman yang traumatik yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi bayi dan orang tuanya. Bayi dan anak dengan hospitalisasi di ruang rawat intensif berisiko terhadap gangguan perilaku saat dewasa (Peebles-Kleiger, 2000). Bayi-bayi dengan riwayat hospitalisasi lama memiliki kemungkinan keterlambatan tidak hanya pada pertumbuhan tetapi juga masalah perkembangan. Risiko ini muncul pada setiap bayi yang menjalani hospitalisasi akibat stimulasi yang berlebihan dan meningkat terutama pada bayi-bayi prematur. Masalah perkembangan yang sering dialami antara lain cerebral palsy, retardasi mental, kerusakan sensori seperti gangguan penglihatan atau pendengaran hingga disfungsi serebral seperti gangguan bahasa, gangguan belajar, hiperaktif, masalah penurunan perhatian dan masalah perilaku. Hal ini menyebabkan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas asuhan pada bayibayi berisiko tinggi terutama yang menjalani hospitalisasi (Cloherty, 1

18 2 Eichenwald, Hansen, & Stark, 2012; Rustina, 2015). Lahti et al. (2011) menyatakan dalam studinya bahwa hospitalisasi pada bayi dan anak-anak meningkatkan angka kejadian gangguan pertumbuhan dan perkembangan saat mereka dewasa. Hasil penelitiannya yang diambil dari hampir 9 ribu sampel didapatkan bahwa neonatus, bayi dan anak yang mengalami hospitalisasi berisiko lebih besar 42-47% mengalami masalah berat badan yang tidak sesuai (kurus) hingga usia 11 tahun dan 27-36% mengalami gangguan personal seperti anti sosial dan masalah emosi saat dewasa. Semua neonatus yang menjalani hospitalisasi terutama di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) akan mengalami prosedur yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan (Walter-Nicolet, Annequin, Biran, Mitanchez, & Tourniaire, 2010). Yamada et al. (2008) menyatakan bahwa bayi merasakan prosedur nyeri secara berulang selama dirawat. Bayi-bayi yang menjalani hospitalisasi rata-rata mengalami prosedur nyeri yang berulang sekitar prosedur sehari dengan hampir 53 prosedur pada 2 minggu pertama setelah kelahiran. Semua bayi bahkan bayi sehat pada awal kehidupan menerima pengalaman nyeri dengan injeksi vitamin K dan imunisasi (Nicolet, Annequin, Biran, Mitanchez & Tournitire, 2010). Prosedur nyeri akan lebih banyak dirasakan oleh bayi-bayi berisiko tinggi seperti pengambilan sampel darah vena dan arteri, penusukan tumit, pemasangan infus baik perifer atau sentral, intubasi, pemasangan ventilasi mekanik, lumbal pungsi, pemeriksaan Retinophaty of Prematurity (ROP) atau sirkumsisi (Yamada et al., 2008; Mitchell, 2003). Saat melakukan praktik di RSAB Harapan Kita, perawat melihat terjadi penurunan saturasi oksigen hingga 50% pada bayi yang dilakukan pengambilan sampel darah vena. Hal ini menunjukkan respons ketidaknyamanan bayi terhadap prosedur yang dilakukan, sementara perawat melihat bahwa hampir setiap hari bayi mendapat prosedur nyeri akibat pemasangan infus atau pengambilan sampel darah untuk memenuhi kebutuhan atau evaluasi dari terapi yang sudah diberikan. Martins et al. (2013) menyatakan bahwa desaturasi yang sebagai respons bayi terhadap

19 3 nyeri dapat menyebabkan konsekuensi negatif seperti memperburuk prognosis penyakit dan kegagalan intervensi bahkan gangguan perkembangan. Pengalaman nyeri pada neonatus dapat menyebabkan perubahan persepsi terhadap nyeri sehingga bayi berkemungkinan kelak merasakan episode nyeri kronik yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Hal ini berkontribusi terhadap konsekuensi jangka panjang untuk mempengaruhi perkembangan fisiologis, sosial dan kognitif yang tidak baik (Yamada et al., 2008). Buonocore dan Bellieni (2008) menambahkan bahwa stressor pada neonatus terutama yang disebabkan oleh nyeri yang terjadi berulang kali berisiko menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Akibat lanjut yang dapat ditimbulkan dari nyeri pada neonatus menjadikannya satu hal penting yang harus diperhatikan tenaga kesehatan terutama perawat. Pemahaman perawat tentang pengkajian dan manajemen nyeri neonatus sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan neonatus (Martins, Dias, Enumo, & Paula, 2013). Manajemen terhadap nyeri neonatus juga dimasukkan sebagai salah bagian penting dalam akreditasi pelayanan kesehatan internasional atau dikenal dengan Joint Comission Internasional (JCI). Berbagai rumah sakit besar bertaraf internasional pun memasukkan manajemen nyeri pada neonatus sebagai salah satu hal penting untuk meningkatkan kualitas asuhan bayi baru lahir (Yamada et al., 2008). Manajemen nyeri neonatus dapat dilakukan melalui beberapa metode yaitu metode non farmakologis dan farmakologis seperti analgesik topikal, dan analgesik sistemik. Beberapa studi telah menyatakan keefektifan dari masingmasing metode untuk jenis prosedur invasif yang dilakukan. Opioid terbukti efektif digunakan untuk nyeri akibat ventilasi mekanik, premedikasi untuk intubasi endotrakeal, sedangkan sukrosa atau non-nutritive sucking (NNS) efektif menurunkan nyeri pada prosedur penusukan tumit. Intervensi menggunakan musik, pembedongan, facilitated tucking, sentuhan positif, stimulasi multisensori, Perawatan Metode Kangguru (PMK), dan pemberian suplemen ASI juga dapat digunakan sebagai upaya manajemen nyeri akut pada neonatus (Yamada et al., 2008; Buonocore & Bellieni, 2008). Campbell-

20 4 Yeo (2011) dalam studinya menambahkan bahwa intervensi co-bedding pada bayi kembar dapat meningkatkan kenyamanannya saat dilakukan prosedur nyeri. Pengembangan manajemen nyeri non farmakologis penting bagi perawat untuk meningkatkan kualitas asuhan terhadap bayi yang menjalani hospitalisasi. Beberapa studi membuktikan bahwa NNS terbukti efektif menurunkan nyeri dan beberapa alternatif penggunaan metode lain untuk manajemen nyeri neonatus. Penggunaan NNS sebelum dan selama penusukan tumit dapat menurunkan nyeri bayi secara signifikan. Efek mengisap merupakan stimulus bagi mulut dan reseptor mekanik untuk menurunkan transmisi implus nyeri (noseptif) yang merangsang sistem non opiod tubuh untuk menghasilkan analgesia sehingga berefek menurunkan nyeri (Liaw et al., 2010; Liaw et al., 2012). Hal ini didukung dengan kondisi lapangan yang didapatkan selama observasi. Beberapa bayi memiliki empeng sendiri yang biasa digunakan perawat pada saat bayi menangis untuk menenangkan bayi. Tetapi beberapa ada beberapa bayi yang tidak memiliki empeng. Setelah diklarifikasi ke perawat penanggung jawab pasien, ternyata ada sebagian orang tua yang tidak setuju dengan penggunaan empeng pada bayinya. Selain itu selama observasi residen keperawatan anak juga menemukan beberapa bayi dengan usia gestasi di bawah 30 minggu yang memiliki refleks isap sangat lemah. Kondisi menyebabkan perawat membutuhkan alternatif sebagai manajemen nyeri non farmakologis untuk bayi selain NNS. Hasil studi dari Mirzarahimi, Mehrnoush, Shahizadeh, Samadi, dan Amani (2013) tentang penggunaan NNS dan pijat ekstremitas sebelum prosedur penusukan tumit memberikan kemungkinan alternatif manajemen nyeri selain NNS. Didukung dengan sumber daya yang ada bahwa sebagian besar perawat perinatologi telah mengikuti pelatihan pijat bayi maka residen keperawatan anak menjadikan pijat ekstremitas sebagai alternatif manajemen nyeri selain NNS. Pijatan lembut dapat mentransmisikan nyeri dan menutup gerbang nyeri, atau dengan menurunkan transmisi nosiseptif sehingga terjadi penurunan nyeri. Studi ini membuktikan bahwa bayi yang mendapat pijat

21 5 kaki maupun NNS memiliki skor nyeri lebih rendah dibanding bayi kelompok yang dilakukan prosedur standar. Skor nyeri pada bayi dengan NNS didapatkan lebih rendah dibandingkan skor nyeri bayi yang mendapatkan intervensi pijat ekstremitas (Mirzarahimi et al., 2013). Intervensi ini sesuai dengan prinsip model keperawatan dari Myra E. Levine tentang konservasi. Model konservasi yang dijelaskan dalam teori ini membimbing perawat dalam melakukan asuhan yang menerapkan konservasi energi, konservasi integritas struktur, integritas personal dan sosial (Alligood, 2014). Nyeri yang dirasakan oleh neonatus tentunya dapat meningkatkan kehilangan energi sehingga dapat menyebabkan penurunan berat badan. Nyeri pada neonatus juga dapat mempengaruhi perkembangan kognitif seperti risiko kerusakan pada jaringan otak sehingga merusak integritas struktur bayi (Yamada et al., 2008; Buonocore & Bellieni, 2008). Efek dari rasa ketidaknyamanan bayi dapat mengganggu integritas personal dan sosial yang dibuktikan pada studi Lahti et al. (2011) bahwa nyeri dapat menyebabkan gangguan personal seperti anti sosial dan masalah emosi saat dewasa. Teori Levine sangat populer hingga banyak diaplikasikan dalam berbagai area pelayanan keperawatan termasuk perhatiannya dalam konservasi terhadap neonatus (Alligood, 2014). Intervensi NNS dan pijat ekstremitas sebagai metode manajemen nyeri ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam upaya pemenuhan rasa nyaman pada neonatus demi meningkatkan kualitas asuhan keperawatan sesuai prinsip penerapan Model Konservasi Levine. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan Umum Memberikan gambaran pemenuhan rasa nyaman dengan NNS dan pijat ekstremitas berdasarkan penerapan Model Konservasi Myra E. Levine dalam asuhan keperawatan neonatus.

22 Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengkajian pemenuhan rasa nyaman neonatus dengan penerapan Model Konservasi Myra E. Levine di Ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta b. Mendeskripsikan trophicognosis tentang pemenuhan rasa nyaman neonatus dengan penerapan Model Konservasi Myra E. Levine di Ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta c. Mendeskripsikan hipotesis tentang pemenuhan rasa nyaman neonatus dengan penerapan Model Konservasi Myra E. Levine di Ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta d. Mendeskripsikan intervensi tentang pemenuhan rasa nyaman neonatus dengan penerapan Model Konservasi Myra E. Levine di Ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta e. Menganalisis respons bayi pada setiap kasus dengan masalah pemenuhan rasa nyaman di Ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta f. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi residen keperawatan anak sebagai ners spesialis keperawatan anak di Ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1.3 Sistematika Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam 5 bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut; (1) bab 1 berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan, (2) bab 2 berisi aplikasi teori meliputi gambaran singkat tentang kasus yang dikelola residen keperawatan anak selama praktik residensi II, tinjauan teori terkait konsep asuhan keperawatan neonatus, manajemen nyeri neonatus serta aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine pada satu kasus kelolaan, (3) bab 3 berisi

23 7 kompetensi ners spesialis keperawatan anak selama pelaksanaan praktik residensi, (4) bab 4 berisi pembahasan berupa analisis penerapan Model Konservasi Myra E. Levine pada kelima kasus kelolaan, dan (5) bab 5 berisi kesimpulan dan saran tentang pelaksanaan praktik residensi selanjutnya.

24 8 BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Gambaran Kasus Kasus Kelolaan 1 (Hiperbilirubinemia) By. A usia gestasi (UG) 39 minggu lahir melalui proses seksio sesarea (SC) atas indikasi hipertensi pada ibu. Bayi lahir dirawat karena riwayat gangguan pernapasan, dengan berat lahir yaitu 2079 gram. Setelah 2 hari dirawat diketahui bahwa terdapat leukositosis dan hiperbilirubin dengan kadar bilirubin 14,2 mg/dl. Saat pengkajian usia kronologis 3 hari hasil pengukuran suhu 36,2 o C, ASI belum ada sehingga bayi diberi susu formula BBLR 8x20 ml, saat dilakukan pengambilan sampel darah vena, bayi menangis keras, denyut nadi meningkat dan saturasi oksigen turun hingga 7-10 %. Saat hari pengkajian, orang tua belum berkunjung karena masih lemah dan dirawat di ruang rawat ibu pasca bersalin. Trophicognosis yang dapat disimpulkan pada by. A antara lain, ketidakefektifan termoregulasi, ikterik neonatus, ketidakcukupan ASI, nyeri akut, dan risiko keterlambatan perkembangan. Intervensi untuk trophicognosis di atas antara lain mencegah kehilangan panas, mengoptimalkan pemberian terapi sinar dan pemenuhan kebutuhan cairan, memotivasi ibu untuk memberi ASI dan fasilitasi untuk PMK, meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi, meningkatkan istirahat bayi, memposisikan bayi dan memberikan sentuhan untuk mengurangi nyeri saat bayi dilakukan pengambilan sampel darah, dan meningkatkan interaksi orang tua dan bayi. Setelah dilakukan perawatan selama 4 hari, respons bayi yang dapat diobservasi yaitu suhu bayi stabil pada rentang 36,5 37,5 o C, nilai bilirubin total bayi turun menjadi 10,9 mg/dl, ibu bersedia memompa ASI dan produksi ASInya meningkat sehingga mampu mencukupi seluruh kebutuhan enteral bayinya, skor nyeri dengan Prematuer Infant Pain 8

25 9 Profile (PIPP) menurun dari 7 menjadi 5 saat dilakukan tindakan invasif, orang tua sering berkunjung dan terlibat dalam perawatan bayi Kasus Kelolaan 2 (Sepsis Neonatorum) Bayi F dengan UG 33 minggu (berat lahir 1508 gram) dan usia koreksi (UK) 36 minggu dirawat sejak tanggal 4 Maret 2016 dengan pasca operasi laparatomi akibat meconium plug yang menyebabkan perforasi intestinal saat usia 3 hari karena sepsis dan perburukan kondisi. Saat pengkajian tanggal 8 Maret 2016 bayi menangis lemah, ada apnea 1 kali selama 1 shift dan desaturasi berulang, trombositopenia /µl, saat dilakukan tindakan invasif terjadi penurunan saturasi oksigen hingga 75% dan peningkatan nadi hingga 180x/menit yang kemudian kembali semula setelah kurang lebih 1 menit setelah tindakan selesai. Berat bayi saat ini 1361 gram dan terpasang kolostomi. Perawat juga mengatakan bahwa orang tua hanya berkunjung di awal untuk mengurus administrasi saja. Trophicognosis yang dapat disimpulkan dari kasus di atas adalah masalah ketidakefektifan pola napas, risiko cidera, risiko pertumbuhan tidak proporsional, nyeri akut, dan risiko keterlambatan perkembangan. Intervensi yang dilakukan antara lain upaya peningkatan kemampuan bernapas bayi, menerapkan kewaspadaan terhadap infeksi, memberikan tranfusi trombosit 2x25 ml dalam 12 jam, memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, memberlakukan manajemen nyeri non farmakologis dengan NNS dan pijat ekstremitas, meminimalkan stimulasi negatif dan meningkatkan kenyamanan bayi antara lain dengan menutup inkubator untuk meminimalkan stimulasi cahaya, melakukan tindakan pada satu waktu dan memberikan periode istirahat. Evaluasi berdasarkan respons bayi setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari yaitu apnea sudah tidak ada lagi, tidak ditemui adanya tandatanda infeksi tambahan dan perdarahan, desaturasi hanya terjadi 1 kali, bayi dapat mentoleransi nutrisi enteral yang diberikan, terjadi peningkatan

26 10 skor PIPP minimal yaitu sebelum penusukan skor nyeri 5 dan sesudah penusukan skor nyeri 6. Residen keperawatan anak belum dapat mengikutsertakan orang tua dalam perawatan bayi karena orang tua belum berkunjung Kasus Kelolaan 3 (Respiratory Distress Syndrome) Bayi D dengan UG 32 minggu dan berat lahir 1495 gram. Bayi lahir melalui SC atas indikasi gawat janin, ketuban pecah 6 jam, dan oligohidramnion. Bayi lahir tidak segera menangis kemudian diberi bantuan pernapasan dengan dipasang CPAP 7 FiO 2 30%. Hasil wawancara dengan perawat penanggung jawab bahwa bayi sebelumnya sering mengalami periode apnea dengan desaturasi hingga 40% dan bradikardia hingga 80x/menit saat dilakukan penusukan tumit oleh perawat. Suhu bayi saat ini 36,8 0 C, namun sebelumnya ada riwayat 36,3 0 C dan akral dingin. Trophicognosis pada kasus di atas adalah ketidakefektifan pola napas, risiko cidera, ketidakefektifan termoregulasi, nyeri akut, dan risiko keterlambatan perkembangan. Intervensi yang dilakukan adalah upaya mendukung pernapasan bayi, memberikan posisi pronasi untuk meningkatkan saturasi, mencegah kehilangan panas dari dan ke lingkungan, memberikan NNS dan pijat ekstremitas saat prosedur nyeri, menerapkan asuhan perkembangan. Evaluasi dari respons bayi dan orang tua setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari antara lain tidak ada apnea, saturasi oksigen stabil pada 88-92%, suhu terjaga dalam rentang normal 36,5 C 37,5 C, penurunan skor nyeri bayi dengan PIPP dari 16 menjadi 11, bayi dapat mencapai tidur dalam (tenang) yaitu mata tertutup, tidak ada gerakan kecuali kedutan tubuh, dan tidak ada gerakan mata. Ayah bayi berinteraksi dengan bayi setiap hari karena ibu masih dirawat.

27 Kasus Kelolaan 4 (Apnoe of Prematurity) By. M (laki-laki) dengan UG 35 minggu lahir melalui SC atas indikasi preeklampsia berat pada ibu dan takikardi janin. Saat lahir, bayi lahir tidak segera menangis, Apgar skor 9/10 kemudian diberi alat bantu napas CPAP dengan PEEP 7 FIO2 30%. Berat badan lahir bayi 1900 gram. Bayi sering mengalami apnea diiringi dengan desaturasi dan bradikardia yang butuh stimulasi perawat untuk kembali bernapas. Saat pengkajian tanggal 11 April 2016 bayi mengalami apnea 3 kali dengan desaturasi hingga 40% dan bradikardia hingga 90x/menit meski sudah menggunakan alat bantu napas, suhu bayi 38,8 o C. Bayi mendapat susu BBLR, saat berkunjung ayah mengatakan ASI tidak disimpan karena sedikit. Saat bayi dilakukan tindakan invasif reaksi bayi menangis kemudian terjadi desaturasi hingga 60%, bradikardia hingga 90x/menit, dan skor nyeri bayi dengan PIPP adalah 10. Trophicognosis yang dapat disimpulkan pada kasus di atas adalah ketidakefektifan pola napas, risiko cidera, ketidakefektifan termoregulasi, nyeri akut, ketidakcukupan ASI, dan risiko keterlambatan perkembangan. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah upaya meningkatkan kemampuan pernapasan, memberikan posisi supinasi/pronasi, mencegah kehilangan panas dari dan ke lingkungan, menjelaskan pentingnya ASI dan cara meningkatkan produksi ASI, memfasilitasi ibu untuk PMK, memberikan NNS atau pijat ekstremitas untuk manajemen nyeri non farmakologis saat prosedur nyeri, dan menerapkan asuhan perkembangan. Respons bayi dan orang tua setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari antara lain apnea tidak ada lagi, saturasi oksigen rata-rata 94%, frekuensi nadi perifer 160x/menit, suhu bayi stabil dalam rentang normal 36,5 o C 37,5 o C pada suhu inkubator 29 o C, bayi sudah mendapat ASI meski masih dibantu susu BBLR, skor nyeri bayi menurun, bayi dapat tidur tenang saat PMK dan waktu istirahat.

28 Kasus Kelolaan 5 (Kejang Neonatal) By. Z, laki-laki, dengan diagnosis medis Sepsis Nenonatorum Awitan Dini (SNAD), kejang neonatal ec. Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE), edema serebri. Lahir spontan dengan induksi pada usia kehamilan 42 minggu dan ketuban hijau lumpur di puskesmas dengan keadaan bayi lahir tidak menangis dengan apgar skor 2/3/6 diberi alat bantu napas CPAP PEEP 8 kemudian dirujuk oleh bidan ke RSCM. Setelah 5 hari rawat bayi mengalami perburukan dengan adanya episode apnea sehingga digunakan alat bantu pernapasan dengan ventilator dengan mode pressure assisst control. Bayi tampak lemah, suhu 37, 6 0 C, dan cenderung tidur meskipun dilakukan tindakan invasif, namun terjadi penurunan saturasi oksigen dan peningkatan nadi, skor nyeri dengan PIPP 8. Pergerakan bayi tidak aktif dan tidak toleransi terhadap perubahan posisi, kulit di bawah lengan tampak merah, sesekali bayi membuka mata saat sebentar saat dilakukan pengisapan lendir dengan skor nyeri 5. Bayi saat ini tidak ada kejang tetapi masih dalam terapi kejang. Trophicognosis yang dapat diangkat pada kasus di atas adalah ketidakefektifan pola napas, risiko hipertermia, risiko dekubitus, nyeri akut, dan risiko keterlambatan perkembangan. Intervensi yang diberikan adalah memantau pernapasan bayi dan respons terhadap seting alat bantu napas, memantau tanda-tanda infeksi atau kemungkinan penyebaran infeksi, mengubah posisi bayi setiap 3 jam sesuai toleransi, memberi bantalan pada bagian-bagian yang mengalami tekanan, memberikan NNS atau pijat ekstremitas saat prosedur nyeri atau ketidaknyamanan, dan menerapkan asuhan perkembangan. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, respons yang didapat antara lain menurunnya ketergantungan bayi terhadap ventilator, napas spontan 5-6x/menit, suhu normal 37,2 o C (berkisar pada rentang 37,1 0 C - 37,4 0 C), tidak terdapat luka lecet ataupun dekubitus, skor nyeri dengan PIPP menurun dari skor 8 menjadi skor 7, bayi dapat mencapai fase tidur tenang.

29 Tinjauan Teoritis Asuhan keperawatan merupakan tugas utama perawat melalui pelaksanaan proses keperawatan. NANDA menjadi pegangan perawat untuk menegakkan diagnosis keperawatan sesuai dengan hasil pengkajian yang dilakukan. Taksonomi NANDA mengklasifikasikan diagnosis keperawatan berdasarkan domain-domain sesuai kebutuhan klien yaitu individu dan keluarga. Pemenuhan rasa nyaman berada dalam domain kenyamanan dalam taksonomi NANDA. Berdasarkan NANDA-I taksonomi II yang diadaptasi dari kerangka penilaian pola kesehatan fungsional Gordon, manajemen nyeri termasuk dalam upaya mencapai kenyamanan fisik (NANDA International, 2015). Nyeri didefinisikan oleh International Association for the Study of Pain sebagai suatu sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berpotensi atau aktual menyebabkan kerusakan jaringan (Gomella, Cunningham, & Eyal, 2013) Nyeri pada Neonatus Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan ketidakmampuan bayi dalam berrespons secara verbal terutama pada bayi prematur menyebabkan orang menyimpulkan bahwa bayi prematur tidak merasakan nyeri. Anand dan Hickey (1980 dalam Walter-Nicolet et al., 2010) menyatakan bahwa bayi tidak dapat merasakan nyeri dan tidak akan mengingatnya saat ia dewasa sehingga bukan menjadi masalah yang perlu dipertimbangkan. Pandangan tradisional ini tidak sesuai dengan hasil studi riset yang menunjukkan bahkan bayi prematur mampu bereaksi dan mempersepsikan nyeri hampir sama dengan anak-anak bahkan pada dewasa (Walter-Nicolet et al., 2010; Wilson & Hockenberry, 2012). Nyeri pada neonatus berbeda dengan orang dewasa. Pada neonatus aterm dan preterm terjadi immaturitas neurofisiologi dan kognitif. Impuls nyeri pada neonatus ditransmisikan oleh serabut C yang belum termielinisasi. Hal ini berbeda dengan impuls nyeri pada orang dewasa yang ditransmisikan oleh serabut delta A. Impuls nyeri ditransmisikan lebih

30 14 lambat dan jarak antara lokasi nyeri dan otak pada neonatus lebih pendek, sehingga neonatus baik preterm dan aterm lebih sensitif berrespons terhadap nyeri (Ball, Blinder, & Cowen, 2010). Persepsi nyeri memiliki komponen fisiologis dan psikologis yang sudah diterima bayi baru lahir dengan berrespons terhadap rangsangan nyeri (Wilson & Hockenberry, 2012). Saat bayi merasakan nyeri maka ini berarti sudah terjadi proses biokimia, reaksi fisiologis dan perilaku neonatus. Stimulus berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan, merangsang pelepasan biokimia seperti prostaglandin, serotonin, bradikinin dan histamin yang merangsang terjadinya refleks tubuh dan timbulnya persepsi nyeri (Gomella et al., 2013). Pengetahuan berhasil membuktikan bahwa neonatus bahkan fetus mampu merasakan nyeri. Perkembangan saraf sensori untuk menghantarkan impuls nyeri sudah berkembang sejak usia gestasi 7,5 minggu. Kemampuan janin atau neonatus mempersepsikan nyeri semakin berkembang seiring dengan perkembangan fungsi sistem sarafnya. Hal ini menyebabkan pentingnya manajemen nyeri karena neonatus yang mengalami stimulus berat secara berulang akan menyebabkan gangguan fisiologis dan perilaku, serta mengubah sistem perkembangan saraf bayi (Gomella et al., 2013). Hal ini sejalan dengan hasil studi oleh Yamada et al. (2008) yang menyatakan bahwa nyeri yang dirasakan akan mempengaruhi fungsi fisiologis, sosial dan kognitif anak. Martins, Dias, Enumo, dan Paula (2013) menyatakan bahwa respons bayi terhadap nyeri dapat dinilai melalui perubahan fisiologis seperti perubahan frekuensi denyut jantung dan pernapasan, perubahan perilaku seperti menangis, ekspresi wajah, dan pergerakan tubuh Pengukuran Nyeri pada Neonatus Pengkajian nyeri pada neonatus tidak bisa didapatkan melalui respons verbal, sehingga dikembangkan beberapa alat pengkajian nyeri yang menggunakan perubahan respons fisiologis dan observasi tingkah laku

31 15 bayi. Adapun alat pengukuran nyeri neonatus yang sering digunakan antara lain CRIES (Crying, Requiring, Increased, Expression, dan Sleeplessness), PIPP (Premature Infant Pain Profile), dan NIPS (Neonatal Infant Pain Scale) (Cloherty et al., 2012). CRIES merupakan alat pengkajian nyeri neonatus yang biasa digunakan untuk menilai skala nyeri neonatus pasca operasi. Skala ini dapat digunakan pada neoantus dengan rentang usia gestasi atau koreksi minggu. Setiap indikator dinilai dengan rentang 0-2 sehingga nyeri terberat adalah 10. Skor nyeri 4 sudah dikategorikan dalam nyeri berat. Skala nyeri PIPP awalnya dikembangkan hanya untuk menilai nyeri pada bayi prematur namun beberapa studi membuktikan bahwa skala nyeri dengan PIPP terbukti efektif untuk pengukuran nyeri bayi aterm. Penilaian nyeri berdasarkan 7 hal yang diamati dengan rentang skor 0-3 sehingga total skor 21 merupakan nyeri terberat. NIPS merupakan alat pengukur nyeri untuk bayi dengan usia gestasi minggu yang melibatkan observasi pada ekspresi wajah, tangisan, pola napas, tungkai dan tingkat kesadaran. Hampir semua hal yang diobservasi memiliki rentang skor 0-1 kecuali menangis yang memiliki rentang skor 0-2 sehingga total skor yang menunjukkan nyeri terberat adalah 7 dan 0 berarti tidak ada nyeri (Cloherty et al., 2012) Penatalaksanaan Nyeri pada Neonatus Tujuan penatalaksanaan nyeri pada neonatus adalah menggunakan intervensi untuk meminimalkan intensitas dan durasi nyeri, membantu neonatus mengelola dan mengatasi pengalaman nyeri yang dirasakan. Motta dan Cunha (2014) juga mengatakan bahwa manajemen nyeri yaitu upaya pencegahan dan pengontrolan nyeri seharusnya menjadi prioritas bagi setiap neonatus yang dirawat. Martins et al. (2013) menyatakan bahwa manfaat penatalaksanaan nyeri neonatus antara lain untuk meminimalkan konsekuensi negatif yang dapat ditimbulkan seperti

32 16 ketidakstabilan fisiologis bayi, memperburuk prognosis penyakit dan kegagalan intervensi bahkan gangguan perkembangan. Teknik penatalaksanaan nyeri neonatus terdiri dari penatalaksanaan nyeri farmakologi dan non farmakologi. Metode farmakologi meliputi penggunaan EMLA pada sirkumsisi dan sukrosa pada prosedur nyeri tunggal. Penggunaan EMLA terbukti efektif pada sirkumsisi namun tidak terbukti efektif pada nyeri akut pada prosedur penusukan tumit dan lumbal pungsi (Tadido, Ohlson, & Ohlson, 2000 dalam Yamada et al., 2008). Pemberian sukrosa secara oral dua menit sebelum prosedur nyeri terbukti dapat mengurangi intensitas nyeri yang dibuktikan pada menurunnya durasi menangis, ekspresi nyeri pada wajah yang lebih sedikit, meminimalkan peningkatan nadi dan skor nyeri. American Academic of Pediatric merokemandasikan 0,05-0,5 ml cairan sukrosa 24% efektif dua menit sebelum prosedur dan 1-2 menit setelah prosedur (Motta & Cunha, 2014). Metode non farmakologi lainnya meliputi non-nutritive sucking, pembedongan, memeluk, sentuhan, kontak kulit dengan kulit, posisi, memasukkan jari ke dalam mulut, menyusui dan pemberian asi tambahan (Yamada et al., 2008). Setiap unit pelayanan neonatus seharusnya menjalankan metode penatalaksanaan nyeri non farmakologis karena dapat digunakan dalam setiap pelayanan rutin dan mendukung kenyamanan neonatus (Motta & Cunha, 2014). Upaya penatalaksanaan nyeri diharapkan dapat mendukung perkembangan bayi yang optimal karena bayi yang dirawat mengalami tantangan terhadap perkembangan dari lingkungan rumah sakit. Faktor lingkungan yang meningkatkan risiko gangguan perkembangan neonatus seperti kebisingan, pencahayaan, manipulasi bayi. Salah satu stimulus yang sering dirasakan neonatus yang menjalani hospitalisasi adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan neonatus dalam jangka panjang dapat menyebabkan aktivitas sel saraf yang abnormal dan perubahan proses somatosensori, bahkan pada bayi yang amat sangat prematur dapat menyebabkan keterlambatan

33 17 perkembangan dan perilaku saat usia anak (Raeside, 2013). Penting bagi perawat untuk memahami perannya salah satunya dengan meminimalkan nyeri yang dirasakan neonatus sehingga, mendukung perkembangan bayi yang optimal (Rustina, 2015) Aplikasi Non-nutritive Sucking dan Pijat Ekstremitas sebagai Intervensi Menurunkan Nyeri pada Neonatus Mengisap merupakan refleks alami bayi yang dapat digunakan tidak hanya sebagai analgesik namun juga meningkatkan kenyamanan dan ketenangan bayi. Penggunaan Non-nutritive sucking atau NNS atau jari dibungkus dengan sarung tangan terbukti dapat menurunkan aktivitas bayi yang berlebihan serta meningkatkan kenyamanan bayi. Hal ini juga berefek terhadap peningkatan oksigenasi, mendukung respirasi dan fungsi gastrointestinal, menurunkan denyut nadi dan meminimalkan penggunaan energi (Motta & Cunha, 2014). Banyak studi yang membuktikan keefektifan NNS untuk menurunkan nyeri pada neonatus. Penelitian yang dilakukan oleh Liaw et al. (2011) berjudul Nonnutritive sucking (NNS) and oral sucrose relieve neonatal pain during intramuscular injection of hepatitis vaccine menunjukkan bahwa NNS mempunyai efek analgesik terhadap prosedur yang dapat menimbulkan nyeri seperti injeksi intramuskular, vaksin, dan pengambilan darah. NNS menurunkan durasi menangis sebelum, selama, dan setelah prosedur. Meski terdapat kontroversi penggunaan empeng terkait efek jangka panjang yang dapat ditimbulkannya yaitu kelainan gigi dan masalah pengucapan bahasa, namun empeng terbukti dapat digunakan untuk mengurangi nyeri (Sexton & Natale, 2009). Kemampuan bayi menyusu langsung pun terbantu dengan penggunaan empeng. Studi oleh Jenik dan Vain (2009) menyatakan bahwa bayi-bayi yang menggunakan empeng selain memiliki risiko lebih rendah terhadap Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) juga mencapai kesuksesan menyusui pada usia rata-rata 2 minggu. Sexton & Natale (2009) menambahkan bahwa penggunaan

34 18 empeng baik sebelum usia 6 bulan untuk mencegah kemungkinan risiko jangka panjang yang dapat ditimbulkan. Mirzarahimi et al. (2013) melakukan studi tentang penggunaan NNS dan pijat kaki sebelum prosedur penusukan tumit. NNS digunakan karena efek mengisap merupakan stimulus bagi reseptor mekanik di mulut yang kemudian mentransimisikannya ke dalam sistem non opiod, sehingga terjadi penurunan nyeri. NNS terbukti efektif terhadap penurunan nyeri pada penusukan tumit neonatus yang diketahui melalui pemeriksaan skala nyeri dan perubahan denyut nadi serta saturasi oksigen. Intervensi keperawatan lainnya yang telah dibuktikan meningkatkan kenyamanan bayi antara lain adalah sentuhan baik berupa sentuhan positif atau pijat. Kebanyakan penelitian tentang pijat bayi masih berkisar tentang efektifitas pijat untuk meningkatkan berat badan bayi. Juneau, Aita, dan Heon (2015) membuktikan bahwa pijat pada bayi matur dapat meningkatkan berat badan, pertumbuhan, lama tidur dan menurunkan kadar bilirubin darah. Efektifitas pijat juga dibuktikan pada bayi prematur selain dapat meningkatkan berat badan juga menurunkan respons nyeri dan meningkatkan interaksi dengan orang tua. Coyle (2008) melakukan studi tentang efek pijat terhadap perilaku tidur. Pijat berefek relaksasi yang diukur dari penurunan frekuensi nadi, tekanan darah sistolik maupun diastolik, dan skor Visual Analog Scale-Anxiety Scale. Jain, Kumar, dan McMillan (2006) membuktikan bahwa pijat kaki menurunkan skor nyeri dan frekuensi denyut nadi neonatus secara signifikan. Hal ini sesuai dengan studi Mirzarahimi et al. (2013) yang melakukan studi tentang efek NNS dan pijat kaki terhadap fisiologis dan indikator nyeri penusukan tumit pada neonatus. Hasil studi Mirzarahimi et al. (2013) menunjukkan bahwa pijat kaki mampu menurunkan nyeri penusukan tumit secara signifikan meski bila dibandingkan dengan NNS, signifikansi penurunan nyeri lebih besar.

35 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan Model Konservasi Levine Model Konservasi Levine adalah suatu model keperawatan yang menjembatani antara teori dengan praktik keperawatan. Teori ini mengajak perawat untuk memahami rasional setiap tindakan yang dilakukan. Model ini dapat digunakan pada berbagai pasien dengan berbagai dan berbagai seting klinis. Hal ini dibuktikan dari berbagai studi yang menggunakan Model Konservasi Levine dalam berbagai seting klinis (Alligood, 2014). Beberapa contoh studi yang menggunakan Model Konservasi Levine yaitu pada proses penyapihan penggunaan ventilator lama pasien dewasa, pada studi tentang efek benadril terhadap tidur pasien anak dengan luka bakar, dan untuk mengevaluasi pola kerja perawat Neonatal Intensive Care Unit (NICU) (Dellmore, 2003; Yangzom, 2012; Mefford & Alligood, 2011). Ada tiga konsep utama dari Model Konservasi Levine yaitu meliputi konservasi, adaptasi dan keutuhan. Levine mendefenisikan konservasi yang berarti melindungi, menyelamatkan dan mempertahankan kehidupan (Alligood, 2014). Model ini menerapkan konservasi dalam praktik asuhan keperawatan melalui konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan sosial. Konservasi energi pada neonatus meliputi konservasi energi terkait lingkungan internal (proses fisiologis) dan lingkungan eksternal. Adaptasi didefenisikan sebagai sebuah proses perubahan integritas karena lingkungannya. Adaptasi antara lingkungan internal dan eksternal menyebabkan pengeluaran energi yang besar pada neonatus. Bayi membutuhkan bantuan perawat untuk mencapai adaptasi dengan manajemen neonatus untuk meminimalkan pengeluaran energi dan upaya peningkatan energi dari pemberian nutrisi untuk mencapai keutuhan (wholeness) (Mefford & Alligood, 2011). Cong (2006) mengaplikasikan Model Konservasi Levine pada studinya tentang efektifitas PMK sebagai penurun nyeri pada bayi prematur yang

36 20 mendapat prosedur penusukan tumit. Penggunaan metode nyeri ini sesuai dengan prinsip konservasi energi Levine karena respons bayi terhadap nyeri dapat mengakibatkan peningkatan frekuensi nadi dan konsumsi oksigen sehingga penggunaan energi lebih banyak. Efek jangka panjang nyeri juga dipercaya dapat mengakibatkan gangguan perkembangan sarafsaraf sehingga berisiko terhadap keterlambatan perkembangan. Studi oleh Tessier et al. (2003 dalam Cong, 2006) membuktikan bahwa ada keterlambatan perkembangan pada bayi yang mendapatkan prosedur nyeri secara berulang pada usia 6 bulan. Studi Cong (2006) menunjukkan bahwa nyeri dapat mengganggu konservasi energi karena penggunaan energi yang lebih besar saat nyeri dan konservasi integritas struktur karena efek nyeri yang mempengaruhi fungsi fisiologis dan risiko terhadap kerusakan otak. Gangguan terhadap konservasi integritas personal dan sosial dijelaskan oleh Yamada et al. (2008) yang menyatakan bahwa nyeri jangka panjang dapat mempengaruhi perkembangan fisiologis, sosial, dan kognitif. Pendapat ini diperkuat oleh hasil studi Lahti et al. (2011) yang menyatakan bahwa nyeri dapat menyebabkan gangguan personal, pribadi anti sosial, dan masalah emosi saat dewasa. Model Konservasi Levine sangat bermanfaat untuk mengeksplorasi efek pada bayi yang dirawat di ruang NICU, hubungan perawat dan orangtua, kemampuan orangtua mengatasi hingga beradaptasi dengan stres yang dirasakan selama bayi dirawat hingga pulang ke rumah. Prinsip konservasi yang dijalankan perawat dalam memberikan asuhan ditujukan untuk mencapai keutuhan individu, sehingga teori ini sangat tepat untuk dijadikan standar perawatan pada neonatus terutama bayi prematur (Foy, 2013).

37 Proses Keperawatan berdasarkan Model Konservasi Levine Proses keperawatan memberikan panduan sistematis bagi perawat untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Model keperawatan digunakan di dalam proses keperawatan sebagai kerangka rujukan dan penggunaan keterampilan berfikir kritis sesuai dengan fokus dan tujuan model keperawatan yang digunakan (Christensen & Kenney, 2009). Tahapan proses keperawatan berdasarkan Model Konservasi Levine meliputi pengkajian yang terdiri dari pengumpulan data baik melalui wawancara ataupun obervasi terhadap tantangan dari lingkungan berdasarkan prinsip konservasi energi, integritas struktural, integritas personal dan integritas sosial. Tugas perawat pada tahap pengkajian adalah mengobservasi respons pasien terhadap kondisi sakitnya, membaca rekam medis, dan mengevaluasi pemeriksaan diagnostik. Perawat mengkaji tantangan yang dihadapi pasien baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Data dari hasil pengkajian yang dikumpulkan akan membimbing perawat dalam membuat keputusan untuk diagnosis keperawatan yang disebut trophicognosis. Proses selanjutnya adalah hipotesis yaitu perawat membuat intervensi keperawatan terhadap masalah yang dihadapi pasien untuk membantu proses adaptasi pasien dan mencapai kondisi sehat. Hipotesis yang dirumuskan kemudian diuji dengan cara perawat melakukan intervensi yaitu menggunakan hipotesis dalam perawatan langsung kepada pasien sesuai dengan prinsip konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial. Akhir proses keperawatan dilakukan evaluasi dengan melihat respons individu terhadap intervensi yang diberikan. Evaluasi dilakukan dengan melihat hasil dari respons individu terhadap mendukung atau tidak mendukung hipotesis. Hasil yang dapat dicapai berupa peningkatan kondisi kesehatan dan meningkatkan kenyamanan individu. Bila hasil evaluasi tidak mendukung hipotesis maka perawat dapat mengusulkan hipotesis atau rencana tindakan keperawatan lainnya (Alligood, 2014).

38 22 Skema 2.1 Integrasi Model Levine dan Proses Keperawatan Nyeri Neonatus Bayi sakit: Hiperbilirubinemia, Sepsis neonatorum, Sindrom distres pernapasan, Apnoe of prematurity, Kejang neonatal, dll Hospitalisasi Penerapan Model Konservasi Levine Pengkajian: Pengkajian tantangan lingkungan internal dan eksternal, konservasi energi, integritas struktur, integritas personal, dan integritas sosial Mengalami berbagai prosedur nyeri akut berulang Mengalami berbagai prosedur nyeri akut berulang Respons stres bayi Trophicognosis: Risiko keterlambatan perkembangan Peningkatan frekuensi napas Trophicognosis: ketidakefektifan pola napas Perubahan nadi dan saturasi O Trophicognosis: Risiko cidera Peningkatan skor nyeri Trophicognosis: Nyeri akut Hipotesis: Rencana keperawatan meningkatkan kenyamanan bayi untuk menurunkan risiko keterlambatan perkembangan akibat nyeri dengan manajemen nyeri non farmakologis (penggunaan NNS dan pijat ekstremitas) Intervensi keperawatan dengan menerapkan prinsip konservasi: - Memberikan empeng 2 menit sebelum dan selama prosedur nyeri - Memberikan pijat ekstremitas 2 menit sebelum prosedur nyeri kemudian membungkus ekstemitas dengan kassa hangat 1 menit sebelum penusukan Proses adaptasi Tercapainya wholeness (keutuhan) dengan tanda-tanda peningkatan kenyamanan bayi saat prosedur nyeri yang ditandai dengan: - Perubahan fisiologis tubuh akibat nyeri minimal - Nyeri yang dirasakan lebih ringan

39 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih Apnoe of Prematurity (AOP) Neonatus sering mengalami episode henti napas (apnea) dan bradikardia. Pola bernapas yang berbeda-beda dapat ditemui pada bayi prematur yaitu terdapat 3 atau lebih henti napas lebih dari 3 detik dalam waktu kurang dari 20 detik pernapasan (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Kategori apnea ada dua yaitu apnoe of prematurity (AOP) dan apnoe of infant (AOI) yang masing-masing memiliki karakteristik masing-masing. AOP adalah tidak adanya napas setidaknya 20 detik atau lebih atau yang berhubungan dengan bradikardia atau sianosis (desaturasi) pada bayi usia gestasi < 37 minggu sedangkan AOI adalah tidak adanya napas selama 20 detik atau lebih lama, atau dalam waktu yang lebih singkat namun diiringi dengan bradikardia, sianosis, pucat, atau hipotonia pada bayi dengan usia gestasi lebih dari 37 minggu. AOP sering terjadi pada neonatus usia gestasi minggu yang akan hilang pada usia 38 minggu. Apnea pada bayi prematur sering terjadi karena obstruksi jalan napas atas dan immaturitas mekanisme pusat pengontrolan pernapasan (James et al., 2013; Gomella et al., 2013) Pengkajian a. Data umum: By. Ny. M lahir tanggal 9 April 2016 berjenis kelamin laki-laki dengan usia gestasi 35 minggu. Pengkajian oleh perawat dilakukan tanggal 11 April Diagnosis medis adalah neonatal pneumonia dan apnoe of prematurity. b. Riwayat kesehatan orang tua: Ny. M mengatakan ini kehamilan pertama. Riwayat penyakit yang pernah ia derita sebelumnya yaitu Ny. M didiagnosis hipertensi 2 tahun yang lalu, namun kemudian sehat setelah mengkonsumsi obat secara rutin selama hampir 1 bulan dan tidak pernah kambuh. Kehamilan ini adalah kehamilan yang pertama. Saat hamil, ibu menderita thypoid pada usia 7 bulan dan telah mendapat pengobatan. Tidak ada masalah saat hamil hingga pada usia kehamilan 34 minggu tekanan darah ibu meningkat hingga 160/100

40 24 mmhg hingga diputuskan harus segera SC saat usia bayi 35 minggu karena mulai takikardia pada bayi c. Riwayat kesehatan sebelumnya: Bayi lahir melalui sectio sesarea atas indikasi PEB, bradikardia janin. Kondisi bayi saat lahir bayi lahir dengan berat badan 1900 gram dan tidak segera menangis, apgar skor menit ke 1 dan menit ke 5 adalah 9/10. Terlihat retraksi dada ringan, sianosis, frekuensi napas 70x/menit dan merintih kemudian diberi alat bantu napas CPAP dengan PEEP 7 FIO2 30%. d. Konservasi energi 1) Pernapasan: Frekuensi napas bayi rata-rata 52 x/ menit, irama napas ireguler, bunyi napas vesikuler, pola napas terdapat apneu. Perawat mengatakan bayi sebelumnya sering mengalami apnea diiringi dengan desaturasi dan bradikardia yang butuh stimulasi perawat untuk kembali bernapas dengan baik. Pemantauan selama satu shift dinas ditemukan adanya apnea 3x dengan desaturasi hingga 60% dan bradikardia hingga 90x/menit. Saat ini bayi menggunakan alat bantu pernapasan yaitu nasal CPAP dengan PEEP 6 FiO 2 21%. Tidak ditemukan tanda-tanda gawat napas seperti retraksi dan pernapasan cuping hidung. 2) Sirkulasi: Frekuensi nadi 155 x/ menit dengan irama ireguler. Nadi teraba kuat pada ekstremitas, waktu pengisian kapiler kurang dari 3 detik, tidak ada sianosis perifer dan sentral namun akral teraba dingin. Pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan bunyi jantung tambahan. Suhu bayi pada pemeriksaan aksila adalah 38,6 0 C dengan suhu inkubator 30 0 C. 3) Nutrisi dan Cairan: Abdomen teraba supel dan tidak ada distensi, bising usus bayi 5x/menit, dengan ukuran lingkar perut 25 cm. Bayi saat ini mendapat nutrisi enteral ASI/BBLR 4x2,5 ml dan 4x75 ml melalui OGT dan nutrisi parenteral, PG1 (1,5) 3,6 ml/jam, IL20(1) 1,1 ml/jam, D 10 + Ca 2,3 ml/jam. Berat badan saat ini masih sama dengan berat badan lahir yaitu 1900 gram.

41 25 4) Eliminasi: Bayi buang air besar mekonium dengan frekuensi 2-3 x sehari, urin berwarna kuning jernih sebanyak 140 ml dalam 24 jam. Tidak ditemukan adanya edema, diuresis 140/24/1,9= 3 ml/kgbb/jam. Keseimbangan cairan: intake ouput = (26x1,9) +140) = 0,6 ml 5) Istirahat tidur: Bayi tidur ringan, sesekali terbangun tetapi tidak menangis e. Integritas struktur 1) Pemeriksaan kepala: Bentuk kepala normal dengan fontanel terbuka dan normal, tidak cekung atau membonjol. Lingkar kepala 31 cm. 2) Aktivitas kejang tidak ada 3) Integumen: tidak ada kemerahan atau luka lecet pada kulit f. Integritas personal 1) Fungsi sensoris reaksi terhadap nyeri menangis kemudian terjadi desaturasi dan bradikardia dengan skor nyeri dengan PIPP 8 2) Fungsi motorik kasar: pergerakan dan tonus otot baik. Tidak ditemukan gerakan abnormal. 3) Fungsi motorik halus: kemampuan mengisap ada tetapi tidak kuat g. Integritas sosial: dari hasil observasi ayah hanya melihat bayinya dari luar inkubator saat berkunjung dan tidak menyentuh bayi. Hasil wawancara didapatkan data subjektif: 1) Ayah mengatakan takut menyentuh bayinya 2) Ayah mengatakan istrinya belum berkunjung karena ayah bayi khawatir kondisi bayinya akan menyebabkan kecemasan bagi istrinya 3) Ayah mengatakan tidak menyimpan ASI yang keluar karena ASI hanya keluar sedikit sekali Trophicognosis Terdapat 6 trophicognosis yang dapat diidentifikasi berdasarkan data-data di atas antara lain: a. Ketidakefektifan pola napas, b. Risiko cidera,

42 26 c. Ketidakefektifan termoregulasi, d. Nyeri akut, e. Ketidakcukupan ASI, dan f. Risiko keterlambatan perkembangan Hipotesis Rencana keperawatan yang dikembangkan sesuai trophicognosis untuk kasus By. Ny. M dengan menggunakan Model Konservasi Levine. 2.1 Tabel Hipotesis By. Ny. M sesuai Trophicognosis No Trophicognosis Hipotesis 1. Ketidakefektifan pola Tujuan: napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah ketidakefektifan pola napas teratasi dengan kriteria hasil: - Tidak ada periode apnea >20 detik - Frekuensi napas dalam rentang normal 40-60x/menit Hipotesis: Konservasi energi - Berikan posisi yang mendukung pernapasan bayi - Kolaborasi untuk penggunaan alat bantu napas yang sesuai Integritas struktur - Pantau pernapasan bayi yaitu upaya, irama, pola, frekuensi dan jalan napas - Bersihkan jalan napas dari lendir/sekret - Periksa adanya tanda-tanda gawat napas - Periksa kemungkinan penyebab apnea dan yang mempengaruhinya seperti imaturitas otot pernapasan, infeksi, distensi abdomen, kelainan jalan napas, posisi menyebabkan tekukan pada jalan napas - Kolaborasi dalam pemberian obatobatan untuk kematangan paru atau membantu perbaikan pernapasan bayi Integritas sosial Fasilitasi untuk PMK untuk kestabilan tanda-tanda vital bayi

43 27 No Trophicognosis Hipotesis 2. Risiko cidera Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah risiko cidera berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil: - Saturasi oksigen 88-92% - Tidak ada sianosis - Akral hangat, kulit tidak pucat, nadi perifer teraba jelas - Pengisian pembuluh kapiler < 3 detik - Pemeriksaan analisa gas darah dalam batas normal Hipotesis: Integritas stuktur - Pantau tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi dan saturasi oksigen bayi - Kaji tanda gangguan perfusi jaringan perifer seperti akral dingin, pengisian pembuluh kapiler lebih dari 3 detik - Posisikan bayi dengan telentang dan kepala ditinggikan derajat atau prone untuk meningkatkan saturasi oksigen - Kolaborasi untuk pemeriksaan gas darah - Kolaborasi untuk rontgen thorak melihat kemampuan pengembangan alveoli paru yang berperan dalam pertukaran gas - Hindari elevasi ekstremitas terlalu tinggi saat penggantian popok Integritas personal - Ganti posisi setiap handling dan periksa toleransi bayi terhadap posisi melalui pemantauan napas, nadi dan saturasi oksigen Integritas sosial - Fasilitasi untuk PMK untuk kestabilan tanda-tanda vital bayi

44 28 No Trophicognosis Hipotesis 3. Ketidakefektifan termoregulasi Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah ketidakefektifan termoregulasi teratasi dengan kriteria hasil: - Suhu tubuh dalam batas normal 36,5 0 C - 37,5 0 C - Nilai laboratorium leukosit, CRP, IT ratio dan pemeriksaan penunjang lainnya dalam batas normal Hipotesis: Konservasi energi - Hindari perpindahan suhu dari dan ke lingkungan - Buka penutup inkubator seperlunya - Hangatkan benda-benda dan tangan sebelum disentuhkan ke bayi - Pastikan kain yang digunakan bayi dalam keadaan kering Integritas struktur - Lakukan cuci tangan sesuai standar baik bagi petugas maupun keluarga - Pantau suhu bayi - Kaji kemungkinan penyebab masalah termoregulasi pada bayi - Gunakan teknik aseptik dalam melakukan tindakan - Pantau adanya tanda-tanda infeksi baik yang tampak: panas, kemerahan pada bekas tusukan, tanda plebitis pada tempat akses vena - Lakukan perawatan terhadap akses vena: mengganti perban dan plester dengan teknik steril - Kaji penyebab gangguan termoregulasi - Kolaborasi untuk pemberianobatobatan yang sesuai seperti antipireti atau antibiotik bila perlu Integritas sosial Fasilitasi untuk PMK untuk kestabilan suhu bayi

45 29 No Trophicognosis Hipotesis 4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah nyeri akut berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil: - Terjadi penurunan skor nyeri dengan PIPP Hipotesis: Konservasi energi - Lakukan manajemen nyeri dengan NNS atau pijat ekstremitas saat prosedur nyeri atau ketidaknyamanan - Berikan periode istirahat bila prosedur berlangsung lama atau prosedur nyeri lebih dari satu Integritas struktur - Perhatikan respon bayi saat prosedur nyeri - Hentikan prosedur saat terjadi apnea dan desaturasi di bawah 80% Integritas personal - Tingkatkan kenyamanan bayi melalui kegiatan pijat ekstremitas atau NNS Integritas sosial - Lakukan tindakan dengan tetap berinteraksi dengan bayi dan berbicara dengan suara yang lembut 5. Ketidakcukupan ASI Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah ketidakcukupan ASI berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil: - Terjadi peningkatan produksi dan asupan ASI Hipotesis: Konservasi energi - Hitung kebutuhan nutrisi bayi M dan memberikan nutrisi sesuai kebutuhan baik enteral maupun parenteral - Beri motivasi orang tua untuk memberikan ASI - Cegah kehilangan energi berlebihan dengan memposisikan bayi dengan baik dan minimal handling - Pantau berat badan Integritas struktur - Periksa refleks isap bayi - Beri stimulus oral - Pantau toleransi bayi setelah pemberian nutrisi per oral

46 30 No Trophicognosis Hipotesis Integritas personal - Inisiasi pemberian nutrisi per oral bila memungkinkan Integritas sosial - Beri kesempatan orang tua untuk terlibat dalam pemberian nutrisi bayi - Persiapkan untuk menyusu langsung bila memungkinkan - Ajarkan dan fasilitasi untuk PMK untuk meningkatkan produksi ASI 6. Risiko keterlambatan perkembangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah risiko keterlambatan perkembangan berkurang dengan kriteria hasil: - Bayi menunjukkan perilaku tenang saat waktu handling dan tidur saat periode istirahat - Orang tua mau belajar cara merawat bayinya Hipotesis: Konservasi energi - Berikan posisi bayi yang nyaman dengan tangan dan kaki difleksikan dengan nesting untuk mempertahankan posisi bayi - Pantau toleransi bayi selama dilakukan PMK Integritas struktur - Pantau perubahan berat badan bayi. Berat badan bayi pada minggu awal kehidupan cenderung turun tetapi tidak lebih dari 10% dari berat badan lahir Integritas personal - Memeriksa refleks isap bayi serta kemampuan koordinasi antar mengisap, menelan dan bernapas - Pantau toleransi bayi terhadap nutrisi seperti tidak adanya distensi abdomen, muntah atau residu lambung - Menginisiasi nutrisi per oral jika memungkinan atau dukungan nutrisi parenteral jika dibutuhkan - Menghitung kebutuhan cairan bayi dan nutrisi bayi Integritas sosial - Ajarkan orang tua menyentuh bayi - Motivasi orang tua untuk sering berinteraksi dengan bayinya - Fasilitasi untuk PMK untuk meningkatkan kedekatan ibu dan bayinya

47 Intervensi dan Respon Organismik Intervensi merupakan realisasi dari hipotesis yang telah dibuat. Perawat melakukan tindakan berdasarkan prinsip konservasi untuk mendukung proses adaptasi bayi dan mencapai keutuhan (kondisi sehat). Gambaran intervensi dan respon bayi terhadap asuhan selama 3x24 jam dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.2 Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Ketidakefektifan Pola Napas Waktu 11 April Intervensi - Memantau pernapasan bayi yaitu upaya, irama, frekuensi dan jalan napas: tidak ada napas cuping hidung, retraksi tidak ada, frekuensi napas 56x/menit, irama ireguler, terlihat sekret pada mulut - Mengauskultasi bunyi napas: bunyi napas bersih, vesikuler - Membersihkan lendir dari mulut dengan kassa: terdapat lendir berwarna putih bening - Mengobservasi toleransi bayi terhadap terapi oksigen yang diberikan : bayi mendapat alat bantu napas PEEP 6 dengan dengan FiO 2 diturunkan menjadi 21% - Bayi mengalami apnea 3x selama shift dinas pagi: perawat menstimulasi pernapasan bayi dan memberikan posisi telentang dengan kepala lebih tinggi 30 o - Memberikan aminophilin injeksi 11 mg - Mempertahankan pemberian alat bantu napas dengan CPAP PEEP 6 dengan FiO 2 21% dengan tetap memantau toleransi pasien Evaluasi Respons Organismik Jam S: - Perawat jaga malam mengatakan memang bayi M 3x O: - Apnea 3x selama dinas pagi - Napas cuping hidung tidak ada - Retraksi iga tidak ada - Frekuensi napas 60x/menit dengan bantuan alat bantu napas CPAP PEEP 6 FiO 2 21% A: Masalah pola napas belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan

48 32 Waktu 12 April April Intervensi - Melakukan operan dengan perawat dinas malam: perawat dinas malam mengatakan bayi tidak ada apnea tetapi beberapa kali mengalami desaturasi yang naik sendiri tanpa stimulasi - Memeriksa kebersihan jalan napas bayi M: bunyi napas vesikuler, tidak terlihat sekret di hidung, sedikit sekret di mulut - Membersihkan sekret di mulut bayi dengan kassa - Menghitung frekuensi napas bayi: RR 52x/menit - Memberikan aminophilin 11 mg dan mempertahankan pemberian CPAP PEEP 5 FiO2 21% - Melakukan operan dengan dinas malam: bayi tidak ada apnea dan mengalami 1x desaturasi - CPAP diganti high flow nasal dengan flow oksigen 4 L/menit, residen memantau adanya tanda gawat napas: tanda gawat napas tidak ada, RR sedikit meningkat tetapi dalam batas normal RR 58 x/menit - Memposisikan bayi dengan kepala lebih tinggi dengan memfleksikan tangan dan kaki - Memantau adanya perubahan pola napas dan peningkatan frekuensi napas: tidak ada apneu, RR 52x/menit - Aminophilin diganti dengan kafein sitrat. Residen memberikan kafein sitrat melalu oral 38 mg selanjutnya dosis maintenance 2x9,5 mg - Memfasilitasi ibu PMK dan memantau toleransi bayi selama PMK: bayi dilakukan PMK selama 1 jam 15 menit, saturasi oksigen stabil 95-98%, RR Evaluasi Respons Organismik Jam S: - Perawat dinas malam mengatakan bayi bayi tidak ada apnea tetapi beberapa kali mengalami desaturasi yang naik sendiri tanpa stimulasi O: - RR stabil 46-56x/menit - Apnea tidak ada A: Masalah ketidakefektifan pola napas teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan Jam S: - Perawat dinas malam mengatakan bayi bayi tidak ada apnea tetapi beberapa kali mengalami desaturasi yang naik sendiri tanpa stimulasi O: - RR dalam batas normal rata-rata 52x/menit - Apnea tidak ada A: Masalah ketidakefektifan pola napas teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan

49 33 Waktu Intervensi - 52x/menit, dan nadi x/menit - Menurunkan flow oksigen menjadi 3 L/menit - Memantau toleransi bayi: tidak ada perubahan tanda-tanda vital yang signifikan RR 52-54x/menit, saturasi 94%, nadi 152x/menit Evaluasi Respons Organismik Tabel 2.3 Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Risiko Cidera Waktu 11 April Intervensi - Memantau saturasi oksigen bayi: saturasi oksigen turun hingga 40% - Membersihkan sekret bayi di mulut - Melihat kemampuan - Pengembangan paru bayi saat inspirasi dan ekspirasi: compliance paru baik - Memposisikan bayi telentang dengan kepala ditinggikan 30 0 untuk memperbaiki pertukaran gas - Memeriksa tanda gangguan perfusi jaringan perifer: akral bayi teraba dingin, pengisian pembuluh darah kapiler 3 detik, sianosis sirkumoral dan ujungujung jari tangan dan kaki tidak ada - Mempertahankan pemberian alat bantu napas dengan CPAP PEEP 6 dengan FiO 2 21% dengan tetap memantau toleransi pasien Evaluasi Respons Organismik Jam S:- O: - Akral dingin - Saturasi oksigen rata-rata 94% - Nadi perifer 160x/menit - Desaturasi berulang hingga 60% yang naik sendiri dengan stimulasi - Pengisian pembuluh darah kapiler < 3 detik A: Masalah perfusi jaringan teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan

50 34 Waktu 12 April April Intervensi - Memeriksa perfusi jaringan : akral hangat, pengisian pembuluh darah kapiler < 3 detik, nadi perifer kuat dengan frekuensi 160x/menit, tidak ada sianosis - Memantau adanya perubahan saturasi oksigen perifer: desaturasi terjadi 3x hingga 70% namun naik sendiri tanpa stimulasi - Memposisikan bayi pronasi dan memantau toleransi bayi terhadap posisi yang diberikan: saturasi oksigen meningkat dan stabil pada pada rentang 94-96% - Memantau keadekuatan perfusi jaringan: akral hangat, tidak ada desaturasi dari laporan dinas malam, DPJP menganjurkan untuk mengganti alat bantu napas CPAP menjadi High flow nasal - Menghindari elevasi ekstremitas terutama saat penggantian diapers - Mengganti CPAP dengan HFN flow 4 L/menit - Memposisikan bayi telentang dengan kepala ditinggikan 30 dan memeriksa toleransi bayi - Melihat hasil AGD setelah 1 jam CPAP dilepas dan diganti dengan HFN 4 L/menit: hasil analisa AGD dalam batas normal - Memposisikan bayi pronasi dan memantau toleransi bayi terhadap posisi yang diberikan - Memfasilitasi ibu untuk PMK - Menurunkan flow oksigen menjadi 3 l/menit dan memantau toleransi bayi terutama pada perubahan saturasi oksigen: saturasi 94% dan nadi perifer teraba kuat dengan frekuensi rata-rata 160x/menit Evaluasi Respons Organismik Jam S:- O: - Akral hangat - Saturasi oksigen rata-rata 94-96% - Nadi perifer 160x/menit - Desaturasi 3x hingga saturasi oksigen 70% - Pengisian pembuluh darah kapiler < 3 detik A: Masalah perfusi jaringan teratasi sebagian P:Intervensi dilanjutkan Jam S:- O: - Akral hangat - Saturasi oksigen rata-rata 94% - Nadi perifer 160x/menit - Desaturasi 1x hingga saturasi oksigen 75% yang naik sendiri tanpa stimulasi - Pengisian pembuluh darah kapiler < 3 detik A: Masalah perfusi jaringan teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan

51 35 Tabel 2.4 Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Ketidakefektifan Termoregulasi Waktu 11 April Intervensi - Mencuci tangan sesuai standar - Membuka jendela inkubator seperlunya saat handling - Menghangatkan semua benda-benda yang akan disentuhkan kepada bayi termasuk tangan perawat, diapers, kassa, termometer, dan stetoskop - Memeriksa suhu bayi: suhu 38,8 o C pada suhu inkubator 30 o - Menurunkan suhu inkubator 29 o C - Menggunakan teknik aseptik dalam melakukan tindakan - Memantau adanya tandatanda infeksi baik yang tampak: kemerahan pada bekas tusukan tidak ada, tidak ada tanda plebitis pada tempat akses vena - Memeriksa kembali suhu bayi: suhu 37,5 0 C, perawat menurunkan suhu inkubator menjadi 28,5 o C - Memeriksa suhu bayi: suhu bayi 37,4 o C - Memberikan injeksi ampisilin 100 mg Evaluasi Respons Organismik Jam S: Perawat jaga malam mengatakan tidak ada instabilitas suhu O: - Suhu bayi 37,4 0 C A: Masalah risiko gangguan termoregulasi teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan

52 36 Waktu 12 April Intervensi - Operan dengan dinas malam terkait instabilitas suhu: perawat jaga malam mengatakan tidak ada instabilitas suhu suhu berkisara antara 36,7 37,4 0 C - Mencuci tangan sesuai standar - Membuka jendela inkubator seperlunya saat handling - Menghangatkan semua benda-benda yang akan disentukan kepada bayi termasuk tangan perawat, diapers, kassa, termometer, - Mengukur suhu aksila bayi: Suhu 37,7 pada suhu inkubator 29 0 C perawat kemudian menurunkan suhu inkubator menjadi 28,5 0 C - Memantau adanya tandatanda infeksi baik yang tampak: kemerahan pada bekas tusukan tidak ada, tidak ada tanda plebitis pada tempat akses vena - Melakukan perawatan pada bekas tusukan dengan teknik aseptik - Memeriksa suhu bayi: suhu bayi 37,4 o C - Memberikan injeksi ampisilin 100 mg 13 April Operan dengan dinas malam terkait instabilitas suhu: perawat jaga malam mengatakan tidak ada instabilitas suhu - Mencuci tangan sesuai standar - Membuka jendela inkubator seperlunya saat handling - Menghangatkan semua benda-benda yang akan disentukan kepada bayi termasuk tangan perawat, diapers, kassa, termometer Evaluasi Respons Organismik Jam S: - Perawat jaga malam mengatakan tidak ada instabilitas suhu suhu berkisara antara 36,7 37,4 0 C O: - Ada instabilitas suhu dengan rentang 37,4 37,7 0 C - Tidak ada tanda plebitis pada area penusukan vena A: Masalah termoregulasi teratasi sebagain P: Intervensi dilanjutkan Jam S: - Perawat jaga malam mengatakan tidak ada instabilitas suhu O: - Tidak ada instabilitas suhu - Suhu bayi 37 0 C pada suhu inkubator 29 0 C A: Masalah termoregulasi suhu teratasi sebagian P:Intervensi dilanjutkan

53 37 Waktu Intervensi - Mengukur suhu aksila bayi: Suhu 37,2 0 C - Memantau adanya tandatanda infeksi baik yang tampak: kemerahan pada bekas tusukan tidak ada, tidak ada tanda plebitis pada tempat akses vena - Melakukan perawatan pada bekas tusukan dengan teknik aseptik - Memeriksa suhu bayi: suhu bayi 37 o C - Memberikan injeksi ampisilin 100 mg dan gentamisin 10 mg - Melihat hasil laboratorium darah CRP normal (0,3 mg/l) Evaluasi Respons Organismik Tabel 2.5 Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Nyeri Akut Waktu 11 April Intervensi - Melakukan tindakan invasif saat jam handling - Memberikan pijat ekstremitas 2 menit sambil melihat respons bayi terhadap pemijatan: bayi tampak tetap tidur dalam fase tidur ringan, ada gerakan mata cepat di bawah kelopak mata - Membungkus ekstremitas dengan kassa hangat sebelum penusukan tumit - Memantau skor nyeri, perubahan saturasi oksigen dan frekuensi nadi saat prosedur nyeri: saturasi oksigen turun 7%, frekuensi nadi meningkat 12x/menit, skor nyeri dengan PIPP 6 (nyeri sedang) Evaluasi Respons Organismik Jam S:- O: - Skor nyeri dengan PIPP turun (dari 8 sebelum intervensi menjadi 6 dengan intervensi pijat) A: - Masalah nyeri teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan

54 38 Waktu 12 April April Intervensi - Memeriksa kepatenan jalur intravena saat jam handling: jalur intravena tampak bengkak - Melakukan pemasangan infus pada jam handling dengan menerapkan teknik penurunan nyeri non farmakologi dengan memberikan NNS 2 menit sebelum dilakukan pemasangan infus - Memantau respons bayi saat tindakan invsif: skor nyeri dengan PIPP 5 - Memposisikan bayi dengan posisi pronasi setelah tindakan selesai - Memberikan istirahat bayi: bayi dapat tidur tenang ditandai dengan mata tertutup, napas teratur, tidakak gerakan mata - Melakukan tindakan invasif saat jam handling: bayi akan dilakukan pengambilan sampel darah perifer untuk pemeriksaan analisa gas darah - Memberikan NNS 2 menit sebelum dilakukan penusukan tumit untuk pengambilan sampel darah: saturasi oksigen bayi tetap stabil, nadi meningkat dari 152x/menit menjadi 164x/menit, dengan skor nyeri dengan PIPP 4 - Memberikan periode istirahat setelah dilakukan penusukan dengan memberikan posisi sim kanan dan fleksi ekstremitas Evaluasi Respons Organismik Jam S: O: - Skor nyeri dengan PIPP 5 (nyeri ringan) A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan Jam S: O: - Saturasi oksigen bayi tetap stabil, nadi meningkat dari 152x/menit menjadi 164x/menit, dengan skor nyeri dengan PIPP 4 A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian P:: Intervensi dilanjutkan

55 39 Tabel 2.6 Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Ketidakcukupan ASI Waktu 11 April Intervensi - Menghitung kebutuhan nutrisi bayi M: memberi nutrisi disesuaikan dengan kebutuhan total cairan yaitu 100 ml x 1,9 kg = 190 ml kebutuhan cairan. Pemberian per oral dimulai dari 10 ml/kg BB dalam 8 kali pemberian total = 19 ml - Memeriksa refleks isap bayi: refleks isap ada tapi lemah - Memberikan susu BBLR 2,5 ml per OGT - Memantau toleransi bayi setelah pemberian nutrisi per oral: tidak ada kembung dan muntah - Memberikan susu BBLR 2,5 ml - Mengkaji pengetahuan ayah tentang pentingnya ASI: ayah mengatakan mereka sangat ingin memberikan ASI hanya saja ASInya memang belum ada - Memotivasi ayah untuk tetap memberikan ASI berapapun yang dihasilkan dan menganjurkan ayah untuk berkunjung kembali dengan ibu Evaluasi Respons Organismik Jam S: - Ayah mengatakan juga ingin bayinya mendapatkan ASI - Ayah mengatakan akan mendukung istrinya memberikan ASI pada bayinya O: - Bayi masih mendapat nutrisi enteral susu BBLR karena ASI ibu belum ada - Toleransi minum bayi baik: tidak ada kembung dan muntah - Refleks isap bayi ada tetapi lemah A:Masalah ketidakcukupan ASI belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan

56 40 Waktu 12 April April Intervensi - Memberi stimulus oral pada bayi saat jam handling - Melaporkan toleransi bayi dan berkolaborasi untuk rencana peningkatan nutrisi per oral: dokter meningkatkan asupan per enteral menjadi 30 ml/kg BB= 30 ml x 1,9 kg= 57 ml dalam 8 kali pemberian (2x5,2x7,5, 4x8) - Memberian susu BBLR 5 ml - Menjelaskan pentingnya ASI dan memotivasi ibu untuk memberikan ASI ibu berkunjung - Menjelaskan keadaan bayi tentang toleransinya yang baik terhadap susu yang dimasukkan lewat OGT - Menganjurkan ibu untuk memompa ASI pada fasilitas yang disediakan rumah sakit dan menganjurkan ibu memompa ASI setiap 3 jam dan mengajarkan ibu teknik penyimpanannya: ibu mengatakan akan coba untuk melakukan yang disarankan perawat agar ASInya lebih banyak - Memberi stimulus oral pada bayi saat jam handling - Memeriksa refleks isap bayi: refleks isap bayi semakin kuat - Dokter meningkatkan asupan per enteral menjadi 60 ml/kg BB= 60 ml x 1,9 kg= 114 ml dalam 8 kali pemberian (4x13, 4x15) - Memberian ASI 1 ml per oral dan 12 ml per OGT: bayi mengisap ASI per oral dengan baik - Memberi dukungan dan memotivasi ibu untuk bersemangat memberikan ASI pada bayinya Evaluasi Respons Organismik Jam S: - Ibu mengatakan akan berusaha memberikan ASI pada bayinya - Ibu mengatakan akan memompa ASI seperti yang dianjurkan perawat O: - Bayi masih mendapat susu BBLR enteral selama shift pagi - Ibu memberikan ASI 20 ml untuk pemberian berikutnya - Refleks isap bayi ada dan lebih kuat dari sebelumnya A: Masalah ketidakcukupan ASI teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan Jam S: - Ibu mengatakan akan berusaha mencukupkan ASI untuk kebutuhan bayinya - Ibu mengatakan sudah membeli pompa sendiri dan memompa ASI setiap 3 jam - Ibu mengatakan setiap 4 jam ibu dapat mengumpulkan ml ASI

57 41 Waktu Intervensi - Memberi zink 2 mg per oral - Memfasilitasi ibu PMK untuk meningkatkan produksi ASI Evaluasi Respons Organismik O: - Bayi mendapat nutrisi enteral ASI 13 ml - Nutrisi enteral sebagian masih dicukupi dengan susu formula BBLR - Bayi sudah mampu dicobakan untuk mengisap ASI 1 ml sisanya per OGT - Toleransi bayi terhadap nutrisi enteral baik dengan tidak ada kembung dan muntah A: Masalah kecukupan ASI teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan Tabel 2.7 Intervensi dan Respons Organismik untuk Trophicognosis Risiko Keterlambatan Perkembangan Waktu 11 April Intervensi - Memposisikan bayi telentang dengan kaki difleksikan dengan nesting untuk mempertahankan posisi bayi - Memberikan periode istirahat dan minimalkan gangguan dengan menutup inkubator dengan kain penutup inkubator yang berwarna gelap, menjauhkan alat-alat yang berisiko menimbulkan bunyi dari kepala bayi: bayi sesekali terbangun karena stimulasi saat apnea atau desaturasi - Menganjurkan ayah berinteraksi dengan bayinya: mengajarkan ayah bayi untuk mencuci tangan dan mengajarkan menyentuh bayinya Evaluasi Respons Organismik Jam S: - Ayah mengatakan senang dapat menyentuh bayinya - Ayah mengatakan akan mengajak istrinya untuk dekat dengan bayinya O: - Refleks isap ada tetapi lemah - Bayi sesekali terbangun karena stimulasi saat apnea atau desaturasi - Ibu belum berkunjung A: Risiko keterlambatan perkembangan belum teratasi

58 42 Waktu 12 April April Intervensi - Memberi kesempatan ayah bayi untuk berinteraksi dengan bayinya - Menganjurkan ayah untuk kembali berkunjung bersama ibu untuk berinteraksi dan terlibat dalam perawatan bayi: ayah mengatakan akan kembali besok bersama istrinya jika memungkinkan karena istrinya belum sembuh benar dan masih dalam perawatan - Menganjurkan ibu untuk berinteraksi dengan bayinya: mengajarkan ibu cara menyentuh bayi, prosedur cuci tangan, menghangatkan tangan sebelum menyentuh bayi dan menyentuh bagian kepala, sebagian punggung dan bokong bayi pada posisi bayi miring ke kanan dengan kaki dan tangan fleksi - Memberikan kesempatan ibu berinteraksi dengan bayinya: ibu tampak senang saat berinteraksi dengan bayinya - Menjelaskan tentang manfaat PMK bagi ibu dan bayi: Ibu memutuskan akan melakukan PMK pada kunjungan berikutnya - Memberikan periode istirahat dengan minimal handling - Memposisikan bayi sim kiri dengan memfleksikan tangan dan kaki - Tetap memberlakukan minimal handling berupaya melakukan tindakan pada jam handling - Memposisikan bayi prone dan memantau toleransi bayi terhadap posisi - Meningkatkan periode istirahat bayi dengan dengan menutup inkubator dengan kain penutup inkubator yang berwarna gelap, menjauhkan Evaluasi Respons Organismik P: Intervensi dilanjutkan Jam S: - Ibu mengatakan senang dapat menyentuh bayinya - Ibu mengatakan akan melakukan PMK pada kunjungan berikutnya O: - Bayi dapat tidur tenang diluar jam handling A: Risiko keterlambatan perkembangan teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan Jam S: - Ibu mengatakan senang sekali dapat menggendong dan menempelkan bayinya - Ibunya ingin besok melakukan PMK lagi O: - Ibu tampak senang dan terharu saat melakukan PMK - Tanda-tanda vital

59 43 Waktu Intervensi alat-alat yang berisiko menimbulkan bunyi dari kepala bayi - Memfasilitasi ibu untuk PMK dan memantau tanda-tanda vital bayi selama PMK Evaluasi Respons Organismik bayi stabil saat PMK - Bayi tidur tenang saat PMK dan diluar jam handling A: Masalah risiko keterlambatan perkembangan teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan

60 44 BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI 3.1. Target Kompetensi Perawat Klinik Spesialis UU keperawatan nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki kompetensi (UU Keperawatan, 2014). Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar yang ditetapkan. Standar kompetensi perawat merefleksikan atas kompetensi yang dimiliki individu di bidang pelayanan keperawatan. Standar kompetensi disusun oleh Organisasi Profesi Perawat dan Konsil Keperawatan dan ditetapkan oleh Menteri (PPNI, 2005). Kompetensi bagi perawat spesialis menurut National Association of Clinical Nurse Specialist (NACNS) tahun 2004 meliputi dua bagian yaitu kompetensi perawat klinik spesialis dalam ruang lingkup pasien/klien dan kompetensi perawat dalam ruang lingkup organisasi/sistem yang masing-masing terdiri dari 50 dan 25 kompetensi sedangkan kompetensi perawat yang ditetapkan oleh PPNI terdiri dari 65 kompetensi yang meliputi 3 ranah yaitu ranah praktik profesional, legal, dan etis, ranah pemberian asuhan dan manajemen, ranah pengembangan profesional, personal dan kualitas (Baldwin, Clark, Fulton & Mayo, 2009; PPNI, 2005). Pendidikan spesialis keperawatan sendiri membuat standar kompetensi yang harus dicapai oleh seorang ners spesialis yang meliputi 5 ranah yaitu praktik etik dan legal, praktik keperawatan profesional, kepemimpinan dan manajemen, pendidikan dan penelitian, serta pengembangan kualitas personal dan profesional. Penting bagi perawat di Indonesia untuk memenuhi standar kompetensi yang harus dipenuhinya untuk meningkatkan kualitas asuhan. Pemenuhan kompetensi dapat dilakukan tidak hanya melalui jenjang pendidikan formal namun juga melalui pelatihanpelatihan demi tercapainya kualitas sumber daya perawat yang berkualitas (Suba, & Scruth, 2015). 44

61 Target Kompetensi selama Praktik Residensi Keperawatan Anak Praktik residensi keperawatan anak terdiri dari 2 bagian yaitu praktik residensi keperawatan 1 dan praktik residensi keperawatan 2. Praktik residensi 1 sebelumnya diawali dengan pembekalan dan ujian klinik terkait kompetensi yang harus dimiliki residen keperawatan anak, kemudian dilanjutkan dengan praktik di rumah sakit yang telah ditentukan. Praktik residensi keperawatan 1 berlangsung selama 16 minggu yaitu tanggal 15 September 2015 sampai 15 Januari Praktik residensi 1 dilaksanakan pada tiga ruangan (area keperawatan) yaitu di ruang infeksi (ruang rawat anak bougenvile bawah) RSUP Persahabatan, ruang non infeksi (ruang anggrek) RSAB Harapan Kita, dan ruang perinatologi (ruang seruni) RSAB Harapan Kita Jakarta. Praktik residensi keperawatan anak 2 diawali dengan tahap pembekalan yang kemudian dilanjutkan dengan praktik klinik pada rumah sakit yang telah ditentukan sesuai area peminatan yang dipilih oleh residen keperawatan anak. Praktik klinik residensi keperawatan 2 dimulai tanggal 15 Feburari hingga 29 April 2016 di ruang perinatologi RSAB Harapan Kita selama 6 minggu dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 5 minggu Pencapaian Target Kompetensi Ruang Infeksi Mata ajar praktik klinik keperawatan anak lanjut II memiliki beban studi 4 sks dan berfokus pada asuhan keperawatan pada anak dengan masalah akut. Kompetensi yang diharapkan pada residen keperawatan anak terkait asuhan keperawatan anak dengan masalah akut meliput kompetensi terhadap keterampilan, intelektual, interpersonal dan teknikal. Praktik klinik untuk area infeksi dilaksanakan selama 6 minggu di ruang infeksi anak Bougenville bawah RSUP Persahabatan Jakarta Timur. Asuhan keperawatan dilakukan pada anak dengan kasus infeksi seperti masalah gastrointestinal (diare), masalah infeksi sistem pernapasan (pneumonia) dan masalah infeksi sistem perkemihan (infeksi saluran kemih/isk). Kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak selama praktik

62 46 termasuk kompetensi ketrampilan dasar dan lanjutan pada anak dengan masalah infeksi seperti pemasangan infus untuk pemenuhan kebutuhan cairan, menilai tanda-tanda dehidrasi pada bayi dan anak, resusitasi pada kondisi kritis anak, melakukan manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi napas dalam pada anak yang lebih besar, memberikan terapi bermain pada anak sesuai kebutuhan perkembangannya, manajemen penyebab dan penularan infeksi melalui menggalakkan program cuci tangan bagi tenaga kesehatan, anak dan orang tua, berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk pemenuhan nutrisi dan manajemen infeksi. Selama proses melakukan asuhan keperawatan pada kasus kelolaan, residen keperawatan anak memfasilitasi anak dan keluarga tentang kebutuhan informasi terkait tindakan, penyakit, maupun terapi yang diberikan. Proses belajar juga dilakukan melalui diskusi dengan dokter penanggung jawab terkait proses penyakit serta hasil pemeriksaan penunjang serta ahli gizi terkait masalah nutrisi yang dialami anak. Saat praktik residensi keperawatan di ruang rawat anak Bougenvile bawah RSUP Persahabatan, residen keperawatan anak melakukan tugas sebagai pendidik dengan melakukan pembimbingan bagi mahasiswa keperawatan lain yang dinas di tempat yang sama saat itu yaitu mahasiswa D3 Poletekkes Kemenkes Jakarta, mahasiswa Ners FIK UI, dan teman-teman mahasiswa tahap aplikasi Program Magister Keperawatan Anak FIK UI Pencapaian Target Kompetensi Ruang Non Infeksi Praktik klinik residensi keperawatan juga meliputi mata ajar praktik klinik keperawatan lanjut III dengan beban studi 4 SKS yang berfokus pada asuhan keperawatan anak dengan masalah/kondisi kronik. Praktik dilaksanakan selama 6 minggu di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita Jakarta yaitu ruang anak khusus penyakit kronik ataupun keganasan. Residen keperawatan anak melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Acute Myeloid Leukemia, Neuroblastoma, sindroma nefrotik dan

63 47 menjalankan asuhan paliatif. Prosedur klinis yang dipelajari residen keperawatan anak selama praktik meliputi prosedur pengambilan sampel darah, pemasangan infus dengan menerapkan manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi napas dalam. Prosedur lain yaitu melakukan melakukan pemeriksaan penunjang EKG dan mendampingi pasien dalam pemeriksaan ECHO serta USG abdomen dengan menerapkan peningkatkan kenyamanan untuk menurunkan ansietas pada anak selama prosedur, memberikan asuhan pada masalah hipotermia dengan tepid sponge, upaya pencegahan infeksi dengan dengan melakukan tindakan dengan teknik aseptik dan mengajarkan orang tua dan pengasuh tentang cuci tangan yang benar serta pendidikan kesehatan dan motivasi untuk anak dan orang tua tentang nutrisi. Pencapaian kompetensi selama praktik difasilitasi juga oleh pembimbing lapangan yang membantu memahami protokol-protokol kemoterapi serta perawat-perawat ruangan yang membantu pendekatan terhadap berbagai kondisi mental anak dengan penyakit kronik. Diskusi residen keperawatan anak dengan pembimbing di lapangan juga terkait aturan manajemen ruangan pada keluarga pasien dan perawat yang dalam kondisi hamil dan menyusui serta berbagi informasi terkait jurnal penelitian yang membahas dampak yang akan ditimbulkan serta teknik pembatasan untuk meminimalkan risiko dari obat-obatan kemoterapi Pencapaian Target Kompetensi Ruang Perinatologi Praktik klinik di ruang perinatologi melalui dua tahap yaitu praktik klinik pada periode residensi keperawatan 1 dan dilanjutkan pada periode residensi keperawatan 2 karena residen keperawatan anak memilih perinatologi sebagai area peminatan. Pada residensi keperawatan 1 area perinatologi masuk pada mata ajar praktik klinik keperawatan anak lanjut 1 dengan beban studi 3 sks dan mata ajar praktik klinik khusus dalam keperawatan anak dengan beban studi 6 sks.

64 48 Praktik residensi keperawatan 1 dilaksanakan pada ruang perinatologi di RSAB Harapan Kita di ruang Seruni (ruang rawat level 1 dan 2). Kompetensi yang dilaksanakan residen keperawatan anak meliputi memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan necrotizing enterocolitis, patent ductus arteriosus, dan hiperbilirubinemia. Pengelolaan pasien juga dipenuhi dengan memenuhi kompetensi baik kompetensi dasar maupun kompetensi lanjutan dimulai dari melakukan pengkajian fokus pada masing-masing kasus, menegakkan masalah keperawatan serta melakukan intervensi keperawatan berupa prosedur pencegahan infeksi seperti mencuci tangan, memandikan, dan melakukan tindakan invasif dengan teknik aspetik, mengukur perubahan hemodinamik dari pemeriksaan tanda-tanda vital, mempromosikan pemenuhan nutrisi dan cairan secara enteral dengan ASI, memfasilitasi interaksi orang tua dan bayi, melakukan edukasi dan penyebaran informasi kepada orang tua, perawat dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain terkait pemenuhan kebutuhan pasien. Pemberian informasi kepada perawat ruang Seruni dilakukan dengan menyampaikan hasil bacaan artikel terkait manajemen apnea dan bradikardia pada neonatus. Topik ini dipilih karena saat itu ada 2 bayi yang sedang dirawat dengan gejala klinis apnea dan bradikardia sehingga residen keperawatan anak memilih membacakan artikel tentang hal-hal yang mempengaruhi kejadian apnea serta cara mengatasinya baik secara medis dan keperawatan. Praktik residensi keperawatan 2 dilakukan di tiga ruang perinatologi di dua rumah sakit yaitu RSAB Harapan Kita di ruang Seruni (ruang rawat bayi level 1 dan 2) dan ruang Kemuning (ruang rawat bayi level 3) pada tanggal 15 Febuari sampai 25 Maret 2016 serta ruang Peristi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tanggal 28 Maret sampai 29 April Residen keperawatan anak memberikan asuhan keperawatan kepada 5 kasus kelolaan sesuai dengan yang telah disepakai bersama dengan supervisor dan supervisor utama dalam pembekalan awal sebelum memulai praktik residensi keperawatan. Kelima kasus tersebut meliputi kasus neonatus

65 49 dengan hiperbilirubinemia, sepsis neonatorum, respiratory distress syndrome, Apnoe of Prematurity (AOP), dan kejang neonatal. Adapun kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak selama praktik residensi keperawatan 2 antara lain memberikan asuhan keperawatan pada neonatus dengan gangguan metabolisme (hiperbilirubinemia), penyakit infeksi (sepsis neonatorum), masalah sistem pernapasan (respiratory distress syndrome, AOP), dan masalah sistem neurologis (kejang neonatal). Proses belajar yang didapat residen keperawatan anak saat melakukan asuhan yaitu mempelajari tentang masalah yang sering dialami bayi terutama bayi prematur, upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan bayi baik secara enteral dan parenteral, serta alat-alat yang digunakan oleh bayi yang membutuhkan perawatan khusus seperti penggunaan alat bantu ventilator, CPAP, dan alat bantu napas High Flow Nasal (HFN). Pencapaian kompetensi lain yaitu dengan melakukan inovasi terkait upaya perbaikan kualitas asuhan pada neonatal yaitu penggunaan NNS dan pijat ekstremitas untuk meningkatkan kenyamanan neonatus pada saat prosedur yang tidak menyenangkan Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi Target yang diharapkan dari akademik adalah seorang ners spesialis keperawatan anak setelah menyelesaikan program residensi mampu berperan dalam 5 ranah yaitu ranah praktik etik dan legal, praktik keperawatan dan profesional, kepemimpinan dan manajemen, pendidikan dan penelitian, serta pengembangan kualitas personal dan profesional. Hal ini yang menjadi target pencapaian residen keperawatan anak dengan bimbingan dari supervisor dan supervisor utama selama praktik klinik. Terkait target pertama yang disampaikan untuk dicapai dalam praktik spesialis keperawatan anak yaitu sebagai praktisi asuhan keperawatan maka residen keperawatan anak belajar untuk melakukan mampu melaksanakan peran sebagai perawat profesional khususnya perawat anak. Residen

66 50 keperawatan anak mendapatkan kemudahan dalam upaya mencoba melaksanakan praktik keperawatan secara profesional. Residen keperawatan anak diberi kewenangan untuk melaksanakan baik tindakan mandiri perawat, tindakan delegasi ataupun berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Selama praktik residensi keperawatan 1, residen keperawatan anak dapat belajar sesuai dengan target yang ingin dicapai termasuk belajar ketrampilan klinik dasar dan lanjutan di bawah pengawasan perawat penanggung jawab seperti pemasangan infus, pengambilan sampel darah, skin test, injeksi intravena, mengaplikasikan penggunaan ice pack untuk nyeri anak dengan pungsi vena, hingga resusitasi pada anak. pencapaian lain yaitu mempelajari dan memberikan terapi kanker, memandikan bayi, memposisikan bayi, memasang OGT, memfasilitasi orang tua untuk PMK, pijat bayi, hingga upaya-upaya konseling untuk meningkatkan produksi ASI dan persiapan pulang bayi-bayi prematur dan BBLR. Saat praktik residensi keperawatan 2 residen keperawatan anak menambah pengetahuan dengan belajar tentang ventilasi mekanik, membaca nilai analisa gas darah, dan penerapan NNS dan pijat ekstremitas pada prosedur invasif untuk meningkatkan kenyamanan bayi Praktik Etik dan Legal Praktik etik dan legal yang dilakukan residensi keperawatan selama praktik salah satunya adalah dengan menjalankan peran sebagai advokat. Advokat adalah seseorang yang memberi informasi terkait manfaat dan risiko dari suatu tindakan agar klien dan keluarga dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi tersebut. Peran ini sangat penting dilakukan ketika terjadi perbedaan antara kebutuhan dan keinginan anak dan keluarga sehingga membantu anak dan keluarga memahami kebutuhannya terkait peningkatan kesehatan (James et al., 2013; Bowden & Greenberg; 2010).

67 51 Upaya advokasi yang dilakukan residen keperawatan anak termasuk dengan menginformasikan berbagai alternatif yang dapat membantu keluarga mencapai derajat kesehatan anak misalnya dengan memberitahukan tentang fasilitas kesehatan lain yang dapat digunakan seperti layanan poli tumbuh kembang untuk melanjutkan stimulasi tumbuh kembang pada anak dengan keterlambatan perkembangan, menginformasikan tentang fasilitas yang dimiliki rumah sakit dan hak anak serta orang tua untuk memanfaatkannya, menginformasikan terkait program pemerintah tentang pembiayaan kesehatan, serta memperkenalkan anak dan orang tua dengan kelompok penderita kanker dan yayasan peduli kanker. Peran lain termasuk melakukan pendokumentasian yang memenuhi syarat legalitas. Residen keperawatan anak diberikan izin untuk melakukan pendokumentasian terhadap pasien yang diberikan asuhan dengan memberikan tanda tangan serta dikomunikasikan serta ditanda tangani oleh perawat penanggung jawab pasien Praktik Keperawatan Profesional Peran perawat profesional dilakukan dengan memberikan asuhan keperawatan langsung dengan prinsip asuhan berpusat pada klien dan keluarga. Asuhan diberikan dengan melaksanakan proses keperawatan mulai dari pengkajian, penegakan diagnosis, penyusunan rencana, pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil. Pelaksanaan asuhan melibatkan pengkajian secara menyeluruh tentang riwayat klien dan keluarga yang dibutuhkan termasuk latar belakang budaya, mempertimbangkan tahapan perkembangan anak, serta mempertimbangkan kondisi fisik dan emosi anak saat memberikan asuhan (James et al., 2013). Asuhan yang diberikan selama praktik residensi 1 antara lain asuhan pada area infeksi anak di RSUP Persahabatan yaitu asuhan pada anak dengan diare, pneumonia dan infeksi saluran kemih. Asuhan anak pada area akut

68 52 seperti area infeksi sering menemukan kondisi anak dan orang tua yang cemas, bingung atau bahkan emosi. Anak cenderung gelisah dan takut dengan perawat sehingga perawat melakukan pendekatan terhadap orang tua terlebih dahulu, menggunakan rompi bermotif, dan meminta orang tua membawa mainan atau salah satu barang kesukaan untuk meningkatkan kenyamanan anak selama dirawat. Setelah anak tenang, perawat dapat melakukan asuhan dengan menerapkan filosofi asuhan keperawatan anak yaitu berpusat pada keluarga, asuhan atraumatik dan pengelolaan kasus. Hal ini juga berlaku pada pemberian asuhan yang diberikan pada area kronik yaitu ruang Anggrek RSAB Harapan Kita. Asuhan keperawatan pada area kronik meliputi pemberian asuhan pada anak dengan AML, Sindroma Nefrotik, dan Neuroblastoma. Pertimbangan khusus pada area kronik adalah anak merasakan nyeri yang kronik, kecemasan pada anak dan orang tua lebih besar sehingga kadang anak dan keluarga ada yang menutup diri atau bahkan sangat terbuka karena sudah terbiasa dengan perawat dan hospitalisasi. Masalah nutrisi jadi masalah yang hampir ada pada setiap kasus yang dikelola. Efek program pengobatan dari obat-obatan kanker menimbulkan gejala mual muntah yang dirasakan anak juga berakibat pada penurunan nafsu makan. Perawat berupaya memenuhi kebutuhan nutrisi anak baik secara oral, enteral ataupun parenteral. Kondisi kronis pada anak membutuhkan kesiapan mental anak dan orang tua sehingga perawat perlu menerapkan asuhan perawatan paliatif. Asuhan keperawatan pada ruang neonatus pada residensi 1 dan 2 dalam waktu 17 minggu di RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dilaksanakan pada neonatus dengan necrotizing enterocolitis, patent ductus arteriosus, dan hiperbilirubinemia, sepsis neonatorum, sindrom distres pernapasan, AOP, dan kejang neonatal. Asuhan yang diterapkan tidak hanya fokus kepada masalah kesehatan yang dialami neonatus tetapi juga pada asuhan perkembangan bayi.

69 53 Kompetensi keterampilan yang dicapai residen keperawatan anak yaitu memandikan bayi, melakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik untuk pemenuhan nutrisi dan cairan bayi, melakukan pemasangan OGT (orogastric tube) dengan benar, memposisikan bayi sesuai kebutuhan, mempelajari tentang penggunaan ventilator dengan berbagai mode dan CPAP sesuai kebutuhan neonatus. Perawat juga menerapkan tindakantindakan untuk menurunkan risiko keterlambatan perkembangan terutama pada bayi prematur dengan melakukan stimulasi perkembangan, meminimalkan stimulasi, dan meningkatkan kenyamanan bayi dengan manajemen nyeri serta meningkatkan interaksi bayi dan orang tua. Peran lain sebagai perawat profesional yang tidak dapat dipisahkan dalam memberikan asuhan keperawatan adalah kompetensi residen keperawatan anak dalam berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Kualitas asuhan keperawatan akan meningkat bila perawat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, dokter, pekerja sosial dan berbagai disiplin ilmu terkait. Kolaborasi yang paling sering dilakukan adalah dengan dokter yaitu terkait perkembangan penyakit, saran untuk pemeriksaan penunjang dan terapi obat-obatan yang diberikan untuk mengatasi penyakit bayi dan anak. Residen keperawatan anak juga berkolaborasi dengan ahli gizi untuk upaya pemenuhan nutrisi bayi dan anak yang mendukung tercapainya kondisi sehat. Kolaborasi dengan ahli gizi di ruang infeksi dan non infeksi terkait nutrisi yang diberikan untuk menjaga berat badan bayi dan anak tidak menurun selama dirawat, bentuk dan jenis sajian makanan yang dapat meningkatkan selera makan anak. Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi di ruang perinatologi terkait penghitungan kebutuhan nturisi neonatus dalam upaya menjaga penurunan berat badan yang tidak diinginkan atau peningkatkan berat badan pada bayi dengan kondisi yang lebih stabil. Selain dengan ahli gizi dan dokter, residen keperawatan anak melakukan kolaborasi terhadap pemenuhan belajar pada anak-anak dengan penyakit

70 54 kronis dengan sukarelawan melalui kegiatan hospital schooling di ruang Anggrek RSAB Harapan Kita sehingga anak tetap dapat memenuhi kebutuhan belajarnya meski sering dirawat dan meningkatkan percaya diri anak Kepemimpinan dan Manajemen Pelaksanaan asuhan keperawatan secara menyeluruh membutuhkan pengelolaan yang baik mengingat kerja perawat yang terbagi menjadi 3 waktu dinas serta jumlah perawat yang banyak. Pengelolaan terkait upaya kerjasama dan saran pemecahan masalah yang ditemui demi tercapainya asuhan keperawatan yang diharapkan. Fungsi pemimpin selama praktik residensi dilakukan terbatas pada pemberian saran terhadap manajemen ruangan dan tentang manajemen pasien ketika diminta. Residen keperawatan anak melewati tahap akreditasi saat praktik klinik di RSUP Persahabatan, RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Residen keperawatan anak membantu proses manajemen ruangan untuk memisahkan anak dengan penyakit infeksi menular dengan infeksi yang tidak menular, manajemen ruangan pada rentang usia yang tidak terlalu jauh jika memungkinkan, manajemen ruangan pada anak kanker dengan kebutuhan pemantauan sering dan kondisi kritis Pendidikan dan Penelitian Peran pendidik merupakan peran penting bagi perawat untuk mempersiapkan anak dan orang tua dalam pelaksaan prosedur selama dirawat. Informasi pendidikan yang diberikan selama praktik residensi terkait promosi kesehatan seperti cara pencegahan infeksi, cara mencuci tangan, tentang pentingnya nutrisi, prosedur keselamatan (risiko jatuh) dan informasi-informasi terkait tindakan atau penyakit. Informasi atau pendidikan kesehatan yang diberikan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti anak dan orang tua tergantung masa perkembangan anak, bahasa, budaya, pengalaman sebelumnya dan kemampuan memahami orang tua serta lingkungan. Informasi yang bersifat umum seperti

71 55 pencegahan infeksi, risiko jatuh, dan nutrisi dapat diberikan secara terbuka. Perawat dapat memberikan informasi pada klien dan keluarga di ruang rawatnya meski pada ruang rawat terdapat beberapa pasien lain. Namun pada informasi yang bersifat individual yang membutuhkan privasi anak atau orang tua seperti pada pendidikan tentang seksualitas atau penyakit anak yang tidak ingin diketahui oleh orang lain dapat disampaikan pada ruang konsultasi yang biasanya disediakan pada ruang rawat inap anak. Peran perawat sebagai pendidik pun dapat dilakukan pada mahasiswa keperawatan yang ditemui saat praktik residensi terkait informasi dan peran penting perawat. Residen keperawatan anak mengajarkan mahasiswa perawat D3 keperawatan Muhammadiyah terkait cara pengkajian, menghitung kebutuhan cairan anak serta mengaplikasikannya dalam tetesan infus. Residen keperawatan anak melaksanakan peran pendidik dengan membimbing mahasiswa praktik ners Universitas Indonesia tentang pendidikan kesehatan pada orangtua anak dengan penyakit campak, mendampingi mahasiswa dalam pemasangan infus dan pengambilan sampel darah, menghitung pemenuhan kebutuhan cairan neonatus, dan pemberian nutrisi enteral dengan OGT. Target kompetensi lainnya adalah kompetensi dalam upaya pengembangan ilmu keperawatan. Kontribusinya dilakukan dengan melakukan penelitian dalam upaya peningkatan kualitas asuhan keperawatan anak. Selama praktik residensi, residen mencoba untuk mengaplikasikan hasil penelitian-penelitian keperawatan terkait intervensi keperawatan yang disebut dengan pelaksanaan inovasi keperawatan. Pelaksanaan inovasi saat residensi 1 dilakukan di ruang infeksi RSUP Persahabatan tentang penggunaan kantong jeli dingin (ice pack) untuk penurunan nyeri saat pungsi vena pada anak. Pelaksanaan inovasi saat residensi 2 dilakukan di ruang perinatologi RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tentang penggunaan Non-nutritive sucking (NNS) dan

72 56 pijat ekstremitas untuk penurunan nyeri tindakan invasif pada neonatus usia gestasi atau koreksi > 35 minggu. Pelaksanaan praktik evidence based nursing (EBN) oleh residen keperawatan anak yaitu dengan melakukan proyek inovasi dalam rangka melaksanakan peran perawat sebagai peneliti atau sebagai pembaharu dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada neonatus. Inovasi keperawatan yang dilakukan adalah intervensi keperawatan untuk nyeri neonatus dengan non-nutritive sucking (NNS) dan pijat ekstremitas pada bayi dengan usia gestasi/koreksi 35 minggu. Pelaksanaan inovasi dilakukan mulai tanggal 17 Maret sampai 6 April 2016 melibatkan dua rumah sakit yaitu ruang Kemuning RSAB Harapan Kita dan ruang perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Total jumlah responden pada implementasi EBN adalah 15 bayi yang terdiri dari 5 bayi yang mendapatkan perlakuan standar rumah sakit, 5 bayi yang mendapat intervensi pijat ekstremitas sebelum prosedur penusukan, dan 5 bayi yang mendapat intervensi NNS sebelum dan selama prosedur penusukan. Cara kerja yang dilakukan untuk menerapkan EBN ini adalah dengan mengukur frekuensi nadi, saturasi oksigen dan skor nyeri sebelum dilakukan prosedur invasif seperti pemasangan infus, pengambilan sampel darah dengan fungsi vena atau penusukan tumit. Intervensi prosedur pijat ekstremitas dilakukan pada 5 orang responden dengan melakukan pemijatan pada bagian eksremitas yang akan dilakukan penusukan secara lembut selama 2 menit mulai bagian kaki hingga tumit untuk menjaga kenyamanan bayi. Lalu bagian yang akan ditusuk dibungkus dengan kassa hangat selama 1 menit kemudian dilakukan. Intervensi dengan NNS dilakukan pada 5 orang responden dengan memberikan kesempatan bayi mengisap empeng standar berbahan silikon yang disesuaikan dengan ukuran bayi. Bayi diberi empeng untuk diisap selama 2 menit sebelum awal prosedur pungsi vena hingga akhir prosedur.

73 57 Lima bayi lainnya hanya dilakukan pengukuran saja tanpa pemberian intervensi pijat ekstremitas ataupun NNS. Perekaman sebelum penusukan hingga 1 menit setelah penusukan untuk mengukur nyeri saat penusukan dengan PIPP baik untuk bayi prematur ataupun bayi cukup bulan. Hal ini dikarenakan PIPP telah dibuktikan mampu mengkaji nyeri neonatus. Setelah prosedur selesai dilakukan dilakukan pengukuran nadi dan saturasi oksigen kembali. Berikut adalah grafik hasil pengukuran saturasi oksigen, frekuensi nadi dan skor nyeri. Grafik di atas menunjukkan perubahan nilai saturasi oksigen pada bayi yang mendapat intervensi NNS lebih rendah dibandingkan pada kelompok bayi yang mendapat intervensi pijat ekstremitas. Pada kelompok bayi yang mendapat perlakuan standar tanpa diberikan intervensi pijat ekstremitas atau NNS terdapat 2 bayi yang tidak memiliki perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan setelah dilakukan penusukan meski terdapat 2 dari 5 bayi pada kelompok dengan perlakuan standar yang memiliki perubahan nilai saturasi oksigen yang lebih tinggi dibandingkan pada bayi di kelompok pijat ekstremitas ataupun NNS.

74 58 Grafik di atas menunjukkan perubahan frekuensi nadi pada bayi dengan intervensi NNS paling rendah dibandingkan pada kelompok bayi dengan intervensi pijat ekstremitas dan kelompok dengan perlakuan standar. Perubahan frekuensi nadi pada kelompok pijat cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok dengan perlakuan standar meski terdapat 1 bayi pada kelompok standar yang memiliki perubahan frekuensi nadi yang lebih rendah dibandingkan kelompok pijat ekstremitas.

75 59 Grafik di atas menunjukkan bahwa perubahan skor nyeri pada kelompok bayi dengan intervensi NNS cenderung paling rendah dibandingkan dengan skor nyeri bayi dengan pijat ekstremitas dan kelompok standar. Perubahan skor nyeri pada kelompok pijat ekstremitas lebih rendah dibandingkan dengan skor nyeri pada kelompok kontrol dengan perlakuan standar. Hasil yang diperoleh pada 15 bayi yang terlibat yaitu perubahan saturasi oksigen, frekuensi nadi, dan skor nyeri pada kelompok intervensi NNS cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok pijat sedangkan perubahan saturasi oksigen, frekuensi nadi, dan skor nyeri pada kelompok pijat cenderung lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol/yang mendapat perlakuan standar di rumah sakit. Namun ada 2 bayi yang tidak mengalami perubahan nilai saturasi oksigen tersebut adalah bayi dengan stenosis pylorus dengan usia gestasi 39 minggu dan usia koreksi 40 minggu. Bayi ini tidak mendapat terapi oksigen dan saturasinya selama diobervasi selalu stabil pada 100%, namun bayi menunjukkan respons nyeri lainnya dengan perubahan frekuensi nadi dari 155 menjadi 174x/menit dan skor nyeri dari 0 menjadi 4 setelah prosedur pemasangan infus. Bayi lainnya adalah dengan diagnosis medis gastroschizis dengan usia gestasi 30 minggu dan usia koreksi 35 minggu yang mendapatkan terapi morphin untuk mengurangi nyeri post operasi penutupan gastroschizis sehingga saat dilakukan prosedur nyeri tidak terjadi perubahan baik pada saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Saat dilakukan pemeriksaan skor nyeri terjadi perubahan skor PIPP dari skor nyeri 3 sebelum penusukan menjadi skor nyeri 6 setelah penusukan tanpa intervensi NNS dan pijat ekstremitas. Saat dilakukan observasi bayi ini memiliki nilai saturasi oksigen dan frekuensi nadi yang stabil meski saat diberikan stimulus.

76 60 Bayi dengan stenosis pylorus dan gastroscyzis diketahui mendapat terapi morfn untuk mengurangi nyeri post operasi. Efek morfin sebagai sedasi yang menurunkan nyeri juga dapat meningkatan ventinasi sehingga oksigenasi juga semakin meningkat. Morfin digunakan pada nyeri post operatif karena dapat mengurangi perilaku dan respons hormonal akibat stres atau nyeri yang dirasakan (Kesavan, 2015). Hal ini sesuai dengan reaksi yang ditunjukkan pada bayi E dengan gastroschizis yang mendapat terapi morfin, tidak menunjukkan respons stres meski dilakukan tindakan invasif. Namun perlu dilakukan kewaspadaan terhadap efek dari obatobatan farmakologis. Namun efek morfin jangka panjang dapat meningkatkan risiko perilaku internal, gangguan ingatan dan belajar (Kesavan, 2015) Pengembangan Kualitas Personal dan Profesional Upaya residen keperawatan anak dalam mengembangkan kualitas personal dan profesional adalah dengan membekali diri untuk mengikuti pelatihan dan seminar yang mendukung upaya pengembangan diri sebagai ners spesialis keperawatan. Pelatihan yang telah diikuti antara lain pelatihan pijat bayi, pelatihan resusitasi neonatus, pelatihan konseling ASI, pelatihan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK), seminar tentang penerapan akreditasi internasional rumah sakit (JCI) dan seminar tentang hukum dalam praktik keperawatan.

77 61 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Penerapan Teori Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Neonatus (kasus terpilih) Lima kasus yang terpilih adalah kasus neonatus dengan diagnosis medis hiperbilirubinemia, sepsis neonatorum, Respiratory Distress Syndrome, AOP, dan kejang neonatal. Kelima bayi memiliki usia gestasi yang berbeda-beda namun 3 dari 5 bayi adalah bayi prematur dengan rentang usia gestasi/koreksi minggu sedangkan 1 bayi matur dengan usia gestasi 39 minggu dan 1 bayi adalah bayi post matur usia gestasi 42 minggu. Jika dibandingkan dengan bayi matur, bayi prematur sangat rentan dengan masalah distres pernapasan, gangguan termoregulasi, hipoglikemia, kern ikterus, apnea, kejang, masalah pemberian nutrisi serta rentan terhadap hospitalisasi berulang, meski tidak menutup kemungkinan bayi matur mengalami hal yang sama (Michello, 2013). Semua bayi merupakan bayi yang sedang dirawat atau pernah dirawat di ruang neonatus level III, sehingga rentan terhadap masalah gangguan rasa nyaman yaitu nyeri akibat tindakan invasif (Yeo, 2011). Pada kelima kasus neonatus yang terpilih, masalah nyeri akut bukan merupakan masalah utama. Namun residen keperawatan anak tertarik untuk melakukan fokus terhadap intervensi pemenuhan rasa nyaman terutama pada masalah nyeri karena banyak studi literatur yang membuktikan bahwa ketidaknyamanan atau nyeri pada bayi dapat berakibat terhadap perubahan fisiologi dan nyeri berulang dapat berakibat jangka panjang terhadap perkembangan kognitif dan soaial bayi kelak (Yamada et al., 2008; Canadian paediatric society statement, 2000; Marchant, 2014; Buonocore & Bellieni, 2008; Mirzarahimi et al., 2013; Lahti et al., 2011). Salah satu contoh yaitu saat residen juga menemukan pada bayi D dengan respiratory distress syndrome yang mengalami apnea diiringi dengan desaturasi hingga 40% dan bradikardia saat dilakukan penusukan tumit serta banyaknya tindakan yang meningkatkan ketidaknyamanan bayi seperti pemasangan alat bantu napas, pemasangan infus, pengambilan sampel darah, pengisapan lendir dll. Taddio 61

78 62 & Katz, (2005 dalam Kesavan, 2015) menyatakan bahwa efek langsung dari nyeri dapat menyebabkan perubahan fisiologis secara akut dan perubahan biokimia yang menyebabkan gangguan pada ventilasi, perubahan tekanan arteri, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan perdarahan intraventikular dan periventrikular leukomalasia. Hal ini membuktikan bahwa pemenuhan kenyamanan adalah hal penting dalam upaya kestabilan fungsi fisiologis tubuh bayi sehingga tidak memperberat masalah (trophicognosis) lainnya. Ketidaknyamanan pada neonatus dapat disebabkan karena nyeri atau stres pada bayi. Sulit membedakan respons nyeri atau stres karena bayi tidak mampu berrespons secara verbal. Penanda nyeri sendiri secara biologis tidak dapat dideteksi sehingga respons diambil dari perilaku, perubahan fisiologis sebagai tanda stres pada bayi (Canadian paediatric society statement, 2000; Marchant, 2014)). Bayi yang menjalani hospitalisasi di NICU mengalami prosedur nyeri yang berulang yaitu rata-rata 14 prosedur per hari yang menimbulkan nyeri dan ketidaknyamanan (Walter-Nicolet, 2010). Kesavan (2015) menyatakan bahwa manajemen nyeri pada neonatus sangatlah penting karena tidak hanya dapat menurunkan stres pada bayi sakit namun juga dapat berefek terhadap penurunan risiko gangguan sistem neurologi secara permanen. Manajemen nyeri neonatus dapat dilakukan dengan metode farmakologis dan non farmakologis. Penggunaan analgesik topikal (EMLA) tidak efektif pada semua nyeri yang dirasakan (Cloherty et al., 2012). Yamada et al. (2008) menyatakan bahwa EMLA efektif pada nyeri sirkumsisi dan tidak efektif pada nyeri penusukan tumit. Cloherty et al., (2012) menyatakan bahwa anestesi topikal efektif digunakan untuk pungsi vena, pemeriksaan ROP, lumbal pungsi, dan pemasangan peripherally inserted central catheter (PICC). Penggunaan obat-obatan opioid memiliki efek samping jangka pendek seperti gangguan ventilasi, hipotensi, waktu yang lebih lama untuk dapat mencapai nutrisi secara total, dan potensi kejang. Efek jangka panjang

79 63 dari opioid antar lain peningkatan aktivitas locomotor, gangguan memori dan belajar, perubahan perilaku internal, dan perubahan persepsi nyeri. Terbatasnya efek pada analgesik topikal dan besarnya efek samping pada pemberian opioid sebagai pereda nyeri meningkatkan kebutuhan manajemen nyeri secara non farmakologis yang tetap efektif namun aman bagi bayi (Kesavan, 2015). Hal ini memperkuat bahwa upaya peningkatan kenyamanan dengan manajemen nyeri sangatlah penting untuk menurunkan angka morbiditas bayi, terutama upaya pengembangan manajemen nyeri dengan metode non farmakologis. Cloherty et al. (2012) menyatakan bahwa Pacifier/NNS merupakan rekomendasi utama sebagai pereda nyeri non farmakologis karena terbukti efektif pada berbagai prosedur seperti penusukan tumit, pungsi vena, pemeriksaan ROP, pungsi lumbal, pemasangan PICC, pemasangan dan melepas selang dada, dan sirkumsisi. Studi tentang pijat pada bayi lebih banyak digunakan untuk membuktikan bahwa pijat dapat meningkatkan kenyamanan bayi, meningkatkan waktu tidur, dan berat badan BBLR. Saat ini pijat sudah dikembangkan sebagai intervensi pada nyeri akut neonatus. Jain, Kumar dan McMillan (2006) membuktikan dalam studinya bahwa bayi yang mendapat pijat kaki pada prosedur penusukan tumit memiliki skor nyeri dan denyut nadi lebih rendah secara signifikan dibandingkan pada bayi tanpa intervensi pijat. Esfahani, Sceykhp, Abdeyazdan, Jadakee, dan Boroumandfar (2013) juga membuktikan efektifitas pijat terhadap penurunan nyeri pada injeksi vaksinasi pada bayi usia 6-12 bulan. Mirzarahim et al. (2013) dalam studinya membuktikan efektifitas NNS dan pijat kaki pada prosedur penusukan tumit. Kedua intervensi ini dapat dijadikan alternatif bagi perawat dalam asuhan keperawatan untuk masalah nyeri pada neonatus Konservasi energi Konservasi energi terjadi ketika terjadi keseimbangan antara energi yang masuk dan yang dikeluarkan. Konservasi energi terjadi ketika individu mampu beradaptasi dengan terhadap tantangan dari lingkungan baik

80 64 internal maupun eksternal (Alligood, 2014). Tantangan dari lingkungan eksternal yang dialami semua bayi adalah prosedur yang menimbulkan nyeri (Yamada et al., 2018). Semua bayi pada kasus terpilih mengalami masalah kenyamanan yaitu nyeri akut. Respons bayi terhadap nyeri awalnya terjadi penurunan saturasi oksigen, peningkatan denyut jantung hingga bradikardia pada prosedur nyeri yang lama. Nyeri yang dirasakan bayi dapat berakibat pada perubahan fisiologis seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan konsumsi oksigen serta perilaku bayi. Jika tidak dilakukan manajemen nyeri maka akan terjadi pengeluaran energi yang berlebihan yang dapat menyebabkan keletihan bayi hingga penurunan berat badan (Simmon, 2005; Cong, 2006). Model Konservasi Levine dapat digunakan perawat dalam praktik keperawatan untuk membantu bayi beradaptasi terhadap lingkungan baik internal maupun eksternal dengan respons yang hanya mengeluarkan sedikit energi (Simmons, 2005). Penggunaan NNS dan pijat ekstremitas dapat menjadi alternatif yang sebagai strategi konservasi dengan menurunkan respons nyeri dan akhirnya menurunkan pengeluaran energi sehingga bayi dapat menggunakan energinya untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya (Cong, 2006). Upaya manajemen nyeri yang diberikan untuk nyeri bayi A dengan hiperbilirubinemia adalah dengan posisi yang meningkatkan kenyamanan bayi dengan memfleksikan tangan dan kaki dan penggunaan NNS untuk menurunkan pengeluaran energi berlebihan serta menurunkan nyeri. Terjadi peningkatan denyut jantung dan skor nyeri pada penggunaan NNS lebih rendah dibandingkan dengan posisi. Aplikasi NNS terhadap 5 bayi terbukti efektif pada 4 orang bayi dengan menurunnya respons fisiologis yang tidak diinginkan saat bayi merasakan nyeri atau ketidaknyamanan saat prosedur rutin dan menurunkan periode menangis yang menyebabkan pengeluaran energi berlebihan. Pijat ektremitas diterapkan sebagai manajemen nyeri non farmakologis sejak kasus terpilih yang kedua.

81 65 Aplikasi pijat ekstremitas pada 4 dari 5 bayi dilakukan saat prosedur penusukan tumit, pemasangan infus, dan pengambilan sampel darah. Prosedur ini terbukti dapat menurunkan nyeri saat tindakan invasif pada 3 bayi dan tidak terjadi penurunan nyeri pada bayi Z dengan kejang neonatal. Kedua intervensi tersebut (NNS dan pijat ekstremitas) menunjukkan perubahan denyut jantung, saturasi oksigen, dan skor nyeri yang lebih rendah namun tidak begitu berbeda pada bayi Z dengan kejang neonatal karena memiliki refleks isap yang lemah serta penurunan sensitifitas karena pengaruh obat anti kejang (midazolam). Masalah tantangan internal terhadap konservasi energi lainnya adalah masalah pernapasan yang dialami 4 dari 5 kasus terpilih. Peningkatan upaya bernapas hingga adanya apnea meningkatkan kebutuhan energi bayi dan penurunan suplai oksigen jaringan untuk metabolisme sehingga rentan terhadap keletihan pada bayi dan berakibat jangka panjang terhadap peningkatan hari rawat bahkan mortalitas dan morbiditas. Intervensi yang dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya dampak yang lebih lanjut akibat ketidakefektifan pola napas adalah dengan upaya memenuhi kebutuhan bayi dengan memberikan posisi pronasi atau supinasi dengan kepala lebih tinggi yang mendukung perbaikan fungsi pernapasan. Posisi pronasi dapat meningkatkan oksigenasi dan ventilasi, mengurangi pengeluaran energi dan mengurangi risiko aspirasi (Atkinson & Fenton, 2009). Hampir semua bayi berrespons baik pada posisi supinasi dengan kepala lebih tinggi ataupun pronasi, hanya satu bayi tidak toleransi terhadap posisi pronasi yaitu terjadi penurunan saturasi oksigen. Hal ini dialami bayi D dengan sindrom distres pernapasan karena terdapat distensi abdomen. Bayi mengalami desaturasi 5-10% saat diposisikan pronasi sehingga dikembalikan ke posisi supinasi dengan kepala ditinggikan. Bayi tampak lebih nyaman dan mampu beristirahat diluar jam handling dengan tanda-tanda vital lebih stabil.

82 66 Ada beberapa hal yang menjadi standar perawatan bayi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang optimal antara lain pemenuhan nutrisi, menjaga termoregulasi dan persiapan dan pemantauan bayi saat di rumah agar tidak terjadi hospitalisasi kembali (Foy, 2013). Pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi sangat penting diupayakan untuk mendukung peningkatan berat badan bayi sehingga bayi lebih mampu beradaptasi dengan tantangan lingkungan yang dihadapinya (Foy, 2013). Semua bayi memiliki risiko terhadap masalah nutrisi dengan 2 bayi teridentifikasi mengalami ketidakcukupan ASI ibu, 2 bayi masih dipuasakan karena intoleransi terhadap nutrisi enteral, dan satu bayi dengan risiko pertumbuhan tidak proporsinal karena terjadi penurunan berat badan dari berat badan lahir (9,7% dari berat lahir pada usia 3 minggu). Pada bayi yang belum toleransi terhadap nutrisi enteral maka upaya pemenuhan nutrisi dipenuhi dengan nutrisi parenteral. Namun pada bayi yang toleransi dengan nutrisi enteral, residen mengupayakan pemenuhan nutrisi enteral dengan ASI dan menggunakan NNS sebagai stimulasi motorik oral untuk meningkatkan asupan per oral secara perlahan dengan mempertimbangkan risiko keletihan pada bayi. Pemberian susu dapat menggunakan botol dengan aliran yang perlahan sehingga tidak menyebabkan keletihan bayi (Foy, 2013). By F dengan sepsis neonatorum meskipun penurunan berat badannya hanya 9,7% dibandingkan berat badan lahir tetapi pada grafik pencatatan berat badan bayi, terlihat kecenderungan penurunan atau tidak ada peningkatan berat badan meskipun bayi F sudah berusia 3 minggu. Meskipun upaya konservasi energi telah dilakukan dan pemenuhan nutrisi melalui parenteral sudah sesuai kebutuhan bayi, namun faktor lain dapat mempengaruhi tidak adanya peningkatan berat badan pada bayi F. Lopez- Alarcon et al. (2006) menyatakan bahwa sepsis menyebabkan risiko tinggi masalah nutrisi terutama pada bayi. Semakin berat sepsis yang dialami maka semakin besar risiko terjadinya masalah nutrisi. By F terdiagnosa

83 67 sepsis sejak usia 3 hari yang hingga saat ini sepsis belum dapat teratasi. Keadaan sepsis pada by. F diperkirakan menyebar ke infeksi otak yang ditunjang oleh dengan hasil pemeriksaan cairan serebrospinal terjadi peningkatan protein dan uji pandy positif. Hal ini kemungkinan menjadi penyebab rendahnya status nutrisi by. F. Masalah konservasi energi lainnya adalah ketidakefektifan termoregulasi yang terjadi pada 4 dari 5 kasus terpilih. Hampir 50% bayi mengalami stres dingin setelah lahir dan angka ini lebih tinggi pada bayi prematur. Faktor perawatan terpisah dari ibu juga merupakan hal yang meningkatkan risiko stres dingin pada bayi (Viral, 2008). Tiga dari 4 bayi mengalami instabilitas suhu yaitu kadang terjadi hipotermi pada rentang 36ºC - 36,3ºC dan 2 bayi cenderung mengalami hipertermia dengan suhu 38,6ºC dan 37,6ºC. Satu bayi yang tidak mengalami ketidakefektifan termoregulasi tetap diberikan lingkungan dengan suhu yang stabil di dalam inkubator untuk mencegah terjadinya ketidakefektifan termoregulasi. Termoregulasi pada bayi dapat dipengaruhi oleh imaturitas, BBLR, status infeksi, dan faktor lingkungan. Perubahan suhu baik hipotermia atau hipertermia menyebabkan pengeluaran energi yang lebih banyak sehingga menjaga bayi tetap kering dan hangat pada suhu inkubator yang sesuai penting untuk menjaga suhu bayi dalam rentang normal yaitu 36,5ºC 37,5ºC. Tindakan lain yang perawat lakukan adalah dengan memfasilitasi orang tua melakukan PMK pada bayi. PMK sudah dibuktikan pada studi Lawn, Mwansa-Kambafwile, Horta, Barros, dan Cousens (2010) terkait keefektifannya dalam menjaga kestabilan suhu tubuh dan penurunan risiko infeksi sehingga baik digunakan pada semua bayi terutama bayi-bayi yang rentan pada masalah termoregulasi dan infeksi Konservasi Integritas Struktur Tantangan bagi integritas struktural bayi mengacu pada imaturitas organ pada bayi prematur atau kerusakan struktur organ pada bayi matur karena

84 68 proses penyakit. Masalah pada integritas struktur bayi menyebabkan fisiologis tubuh yang tidak normal dan berisiko terjadinya kerusakan struktur tubuh yang lebih lanjut seperti penyakit paru kronik, periventricular leukomalacia, ROP, dan kerusakan organ lainnya sehingga membutuhkan penanganan (Spilker, 2015). Bayi terutama bayi prematur sangat sensitif dan bereaksi terhadap nyeri dengan mekanisme yang immatur. Nyeri berat atau berulang yang tidak mampu diatasi dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang menyebabkan ancaman bagi sistem organ sehingga dibutukan manajemen nyeri untuk mencegah kerusakan integritas struktur dan fungsi sistem organ (Fitzgeral & Beggs, 2001 dalam Cong, 2006). Kelima bayi mengalami masalah nyeri akut sehingga residen keperawatan anak menerapkan manajemen nyeri non farmakologis berupa NNS, sentuhan dan pemberian posisi pada bayi A dengan hiperbilirubinemia dan empat bayi lainnya dilakukan manajemen nyeri dengan NNS dan pijat ekstremitas. Peningkatan kenyamanan yang dirasakan bayi diukur melalui terjadinya perubahan frekuensi nadi, saturasi oksigen, dan skor nyeri dengan PIPP. Bayi prematur lebih sensitif terhadap stimulus dibandingkan dengan bayi matur karena proses imaturitas sensori pada sumsum tulang belakang menyebabkan eksitasi dan sensitisasi sel saraf yang lebih rendah sehingga berisiko lebih besar terhadap kerusakan jaringan (Taddio et al., 2002 dalam Cong, 2006). Tiga dari 5 kasus terpilih adalah bayi prematur dengan satu bayi mengalami peningkatan kadar bilirubin dalam darah dan satu bayi dengan penurunan kadar trombosit dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin dapat meningkatkan risiko terjadi encephalophati, kern ikterus, serta penurunan kemampuan berfikir anak. Peningkatan pemecahan trombosit sering ditemui pada bayi sepsis dan meningkatkan risiko perdarahan pada mukosa, gastrointestinal, hingga perdarahan intrakranial pada trombositopenia berat (Gomella et al., 2013).

85 69 Upaya yang dilakukan perawat pada peningkatan kadar bilirubin adalah dengan meningkatkan asupan cairan, mempertahankan pemberian terapi sinar seoptimal mungkin dengan memberikan pengalas kain dan penutup kain putih saat terapi sinar, mencegah cidera dengan menutup kelamin dan mata saat terapi sinar, menghitung kecukupan pemberian cairan dan keseimbangan cairan bayi, serta memantau tanda-tanda kern ikterus. Risiko cidera akibat penurunan kadar trombosit pada bayi F dengan sepsis neonatorum dilakukan intervensi antara lain memeriksa tanda-tanda perdarahan, memenuhi kebutuhan cairan parenteral, memberikan tranfusi trombosit 2x25 ml dalam 12 jam, dan upaya pencegahan terjadinya perdarahan akibat tindakan saat perawatan. Masalah konservasi integritas struktur lainnya ditemukan pada 4 bayi memiliki karakteristik yang sama yaitu akral dingin, dan sering terjadi desaturasi. Sands et al. (2009) menyatakan bahwa bayi yang mengalami penurunan saturasi oksigen dalam jangka waktu lama, berisiko meningkatkan terjadinya cidera jaringan termasuk jaringan otak. Intervensi yang dilakukan residen adalah pemberian posisi pronasi karena posisi ini terbukti meningkatkan saturasi oksigen dibandingkan posisi lainnya (Closhen, Engelhard, Dette, Erner, & Schramm, 2015). Namun pada 2 bayi yang tidak toleransi terhadap posisi pronasi maka dilakukan upayaupaya peningkatan kenyamanan dengan pemberian posisi fleksi tangan dan kaki dan NNS saat prosedur rutin ataupun saat bayi menangis. Kegiatan mengisap terbukti dapat meningkatkan kenyamanan bayi yang berefek terhadap peningkatan oksigenasi (Motta & Cunha, 2014) Konservasi Integritas Personal Meski bayi belum dapat menunjukkan identitas diri, konsep diri, dan kekawatiran terhadap diri namun pondasi dari integritas personal sudah mulai dibentuk saat bayi lahir (Spilker, 2015). Asuhan perkembangan yang diterapkan perawat sangatlah penting untuk mencegah stres pada bayi dan memberikan lingkungan yang mendukung agar bayi dapat mulai

86 70 tahap perkembangannya dengan fase trust (percaya). Asuhan perkembangan diterapkan perawat pada semua bayi secara umum antara lain dengan memberi penutup inkubator, mengurangi risiko kebisingan dengan mengatur alarm alat dengan benar, berbicara dengan suara pelan, manajemen nyeri dan pemenuhan rasa nyaman dengan NNS dan pijat ekstremitas, serta meningkatkan interaksi antara orang tua dan bayi. Residen keperawatan anak mengangkat masalah risiko keterlambatan perkembangan pada semua bayi pada kasus terpilih karena risiko dapat muncul akibat hospitalisasi, perpisahan dengan orang tua, tantangan lingkungan seperti stimulus berlebihan termasuk stimulus nyeri, dan gangguan pada sentral otak (edema serebri) pada satu kasus. Peran kolaboratif diberikan pada bayi dengan risiko keterlambatan perkembangan akibat masalah kejang dengan memberikan obat-obatan anti kejang dan untuk mengatasi edema serebri. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko keterlambatan perkembangan adalah dengan menurunkan kebisingan, mengurangi cahaya, manajemen nyeri, peningkatan kenyamanan dengan NNS dan PMK, dan meningkatkan periode istirahat bayi. Peran perawat dalam pelaksanaan asuhan perkembangan sangat penting. Studi oleh Rick (2006 dalam Valizadeh, Asadollahi, Gharebaghi, dan Gholami (2013) menyatakan bahwa bayi yang mendapatkan asuhan perkembangan memiliki perkembangan saraf yang lebih baik hingga usia 2 tahun serta lebih rendah terhadap masalah perilaku hingga usia 5 tahun Konservasi Integritas Sosial Ruang perawatan intensif merupakan ruangan yang menegangkan baik bagi pasien ataupun keluarganya. Bayi atau anak yang dirawat di ruang NICU terbukti menyisakan trauma saat dewasa. Trauma yang muncul berupa perubahan perilaku dan ketidakmampuan mengelola emosi. Orang tua dari bayi atau anak yang dirawat pun mengatakan tetap akan

87 71 mengingat pengalaman perawatan bayi atau anaknya sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan bahkan menakutkan (Peebles-Kleinger, 2000). Lahti et al. (2011) bahwa nyeri dapat menyebabkan gangguan personal seperti anti sosial dan masalah emosi saat dewasa. Peningkatan interaksi keluarga dan penerapan asuhan perkembangan sangat penting dalam melakukan perawatan sehingga risiko terhadap masalah sosial yang mungkin timbul dapat berkurang (Valizadeh et al., 2013) Pembahasan Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Target Secara umum residen keperawatan anak telah mencapai kompetensi sesuai target yang telah ditentukan dan disepakati dengan pembimbing dari akademik baik supervisor ataupun supervisor utama. Residen telah melaksanakan asuhan keperawatan pada neonatus secara langsung menggunakan penerapan Model Konservasi Levine, baik pada bayi prematur maupun bayi matur pada kasus terpilih yaitu hiperbilirubinemia, sepsis neonatorum, Respiratory Distress Syndrome, AOP, dan kejang neonatal. Mefford dan Alligood (2011) mengevaluasi perawat yang menggunakan model konservasi Levine di ruang NICU. Aplikasi teori ini pada ruang NICU terbukti dapat menurunkan terjadinya morbiditas neonatal, penurunan lama hari rawat, penggunaan ventilasi mekanik, pemberian oksigen, serta nutrisi parenteral. Hal ini tentu saja berdampak pada peningkatan kualitas kesehatan, peningkatan keefektifan organisasi pelayanan kesehatan, kepuasan perawat, dan keluarga. Bayi yang dirawat sebagian besar menggunakan jaminan kesehatan pemerintah yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diprogramkan pemerintah sejak Penurunan lama hari rawat, penurunan penggunaan ventilasi mekanik, penggunaan oksigen, dan nutrisi parenteral tentunya berdampak terhadap penurunan penggunaan biaya yang dikeluarkan pemerintah (Peraturan Menkes RI, 2014). Efek lain dari penurunan lama hari rawat dapat menurunkan terhadap risiko masalah psikologis pada ibu dan bayi. Carvalho, Linhares, Padovani, dan Martinez (2009) menyatakan bahwa

88 72 ibu dengan bayi yang dirawat di NICU memiliki masalah emosional berupa kecemasan hingga depresi. Dampak hospitalisasi pada bayi juga disampaikan Varella (2012) tentang hubungan hospitalisasi dengan perkembangan kognitif bayi. Hasil studinya menyatakan bahwa bayi yang menjalani hospitalisasi memiliki rata-rata Intelligence Quotient (IQ) 100 dengan standar deviasi 15 pada usia 4 tahun. Meskipun angka ini termasuk dalam kategori IQ rata-rata namun perlu diwaspadai efek hospitalisasi terhadap perkembangan kognitif anak. Residen keperawatan anak dalam menjalankan perannya sebagai perawat, selain memberikan asuhan keperawatan, juga melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam pemenuhan kebutuhan bayi yang dirawat. Residen memiliki kesempatan berdiskusi dengan perawat penanggung jawab dalam melaksanakan asuhan, perawat-perawat senior, perawat primer, kepala ruangan, Dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), dan tenaga kesehatan lainnya. Peran lainnya memberikan edukasi bagi orang tua, memberikan advokasi kepada orang tua terkait tindakan atau terapi yang diberikan, dan saling bekerja sama serta berbagi informasi terkait upaya peningkatan kualitas keperawatan neonatus pada peserta didik lainnya dan perawat ruangan. Teknik pencapaian kompetensi juga dilakukan residen dengan cara melakukan refleksi pada setiap hal-hal menarik yang butuh pendalaman dalam rangka upaya residen meningkatkan pengetahuan dan kualitas asuhan keperawatan pada neonatus. Refleksi dilakukan residen ketika menemui kesenjangan antara teori yang pernah residen dapat selama proses pembelajaran dengan kenyataan saat di lahan praktik. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mencari sumber-sumber dari hasil-hasil penelitian yang menjawab keraguan residen terkait fenomena yang ditemukan di lapangan praktik sehingga residen mampu memutuskan tindakan yang akan dilakukan bila menemukan fenomena yang sama.

89 73 Target kompetensi berikutnya adalah menerapkan EBN di ruang perinatologi. Residen keperawatan anak menerapkan EBN dalam upaya pemenuhan rasa nyaman neonatus berupa manajemen nyeri non farmakologis dengan NNS dan pijat ekstremitas. Aplikasi NNS dan pijat ekstremitas dilakukan pada setiap tindakan invasif atau tindakan yang diperkirakan menimbulkan ketidaknyamanan. Residen keperawatan anak memantau perubahan fisiologis (denyut jantung dan saturasi oksigen) dan pemantauan skor nyeri dengan PIPP sebelum dan setelah tindakan ketidaknyamanan. Residen keperawatan anak melibatkan perawat atau petugas laboratorium saat melakukan penggunaan manajemen nyeri non farmakologis dengan NNS dan pijat ekstremitas. Perawat mengatakan penggunaan NNS untuk penurunan nyeri sudah pernah diperkenalkan namun pijat ekstremitas menjadi hal baru sebagai alternatif manajemen nyeri non farmakologis. Hasil yang diperoleh pada 15 bayi yang terlibat yaitu perubahan saturasi oksigen, frekuensi nadi, dan skor nyeri pada kelompok intervensi NNS cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok pijat sedangkan perubahan saturasi oksigen, frekuensi nadi, dan skor nyeri pada kelompok pijat cenderung lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol/yang mendapat perlakuan standar di rumah sakit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mirzarahhimi, Mehrnoush, Shahizadeh, Samadi, dan Amani (2013) bahwa pada bayi dengan intervensi NNS memiliki nilai saturasi oksigen, frekuensi nadi dan skor nyeri lebih rendah dibandingkan dengan pijat ekstremitas begitu pula dengan kelompok pijat ekstremitas terhadap kelompok kontrol (standar). Studi oleh Liaw, Zeng, Yang, Yuh, Yin, & Yang (2011) menunjukkan bahwa NNS mempunyai efek analgesik terhadap prosedur yang dapat menimbulkan nyeri seperti injeksi intramuskular, vaksin, dan pengambilan darah. NNS menurunkan durasi menangis sebelum, selama, dan setelah prosedur. Post- White et al. (2008) menyatakan bahwa terapi pijat juga terbukti dapat menurunkan nyeri pada anak dengan kanker. Studi lain yang mendukung

90 74 bahwa pijat meningkatkan kenyamanan dan menurunkan nyeri pada bayi dengan kolik abdomen yang diobaservasi dari durasi menangis dan skala nyeri bayi (Arikan, Alp, Gozum, Orbak, & Cifci, 2007). Manajemen nyeri pada neonatus juga berdampak pada peningkatan berat badan dan penurunan hari rawat (Diesel, 2009). Namun ada 2 bayi yang tidak mengalami perubahan nilai saturasi oksigen tersebut adalah bayi dengan stenosis pylorus dengan usia gestasi 39 minggu dan usia koreksi 40 minggu. Bayi ini tidak mendapat terapi oksigen dan saturasinya selama diobservasi selalu stabil pada 100%, namun bayi menunjukkan respons nyeri lainnya dengan perubahan frekuensi nadi dari 155 menjadi 174x/menit dan skor nyeri dari 0 menjadi 4 setelah prosedur pemasangan infus. Bayi lainnya adalah dengan diagnosis medis gastroschizis dengan usia gestasi 30 minggu dan usia koreksi 35 minggu yang mendapatkan terapi morphin untuk mengurangi nyeri post operasi penutupan gastroschizis sehingga saat dilakukan prosedur nyeri tidak terjadi perubahan baik pada saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Saat dilakukan pemeriksaan skor nyeri terjadi perubahan skor PIPP dari skor nyeri 3 sebelum penusukan menjadi skor nyeri 6 setelah penusukan tanpa intervensi NNS dan pijat ekstremitas. Efek penurunan nyeri sudah didapat dari obat-obatan opioid seperti morfin atau fentanil yang menjadi terapi medis unntuk nyeri pasca operasi sehingga bayi tidak begitu berrespons terhadap nyeri penusukan saat pemasangan infus (Maitra et al., 2014). Upaya pencapaian kompetensi juga difasilitasi dengan adanya pembimbingan dari supervisor. Proses pembimbingan dilakukan 2 minggu sekali untuk mendiskusikan tentang hal-hal yang ditemui serta solusi dari masalah yang dialami saat praktik Tambahan pengetahuan didapat dari materi pelatihan perawat NICU yang diberikan oleh DPJP atau perawat pada kegiatan pelatihan perawat NICU. Pembelajaran tidak hanya secara teori tetapi juga praktik mengenai teori dan cara seting ventilator, perakitan dan penggunaan CPAP, analisa gas darah, praktik penghitungan kebutuhan cairan, dan cara

91 75 pemberian posisi yang benar pada bayi. Berbagai fasilitas dari akademik dan lahan praktik sangat membantu residen keperawatan anak mencapai target praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak. Banyak hal yang dapat dipelajari di lahan praktik. Hal ini memotivasi residen keperawatan anak untuk tetap belajar dengan membaca, memahami, dan mencoba mengaplikasikan hasilhasil penelitian pada asuhan keperawatan neonatus serta tetap saling bertukar pikiran dengan rekan-rekan sejawat serta tenaga kesehatan lain yang mendukung.

92 76 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan a. Pengkajian pada kelima kasus disesuaikan dengan Model Konservasi Levine yaitu meliputi ancaman dari lingkungan internal dan eksternal, ancaman pada konservasi energi, integritas struktur, personal, dan sosial. b. Hasil pengkajian pada kelima kasus mengarah pada trophicognosis ketidakefektifan pola napas, risiko cidera, ketidakefektifan termoregulasi, hipertermia, ikterik neonatus, nyeri akut, ketidakcukupan ASI, risiko pertumbuhan tidak proporsional, risiko dekubitus, dan risiko keterlambatan perkembangan. c. Hipotesis untuk masalah pemenuhan rasa nyaman adalah dengan mengaplikasikan NNS dan pijat ektremitas pada prosedur invasif atau yang berisiko menimbulkan ketidaknyamanan pada bayi d. Intervensi dilakukan dengan memberikan NNS selama 2 menit sebelum prosedur ketidaknyamanan dan selama prosedur berlangsung, sedangkan intervensi pijat ekstremitas dilakukan dengan melakukan pemijatan pada ekstremitas yang akan dilakukan prosedur invasif selama 2 menit kemudian dilanjutkan dengan membungkus ekstremitas yang akan dilakukan penusukan dengan kassa hangat selama 1 menit. e. Intervensi NNS dan pijat ekstremitas dapat menurunkan skor nyeri dengan PIPP, perubahan frekuensi nadi, dan saturasi oksigen pada bayi baik prematur maupun bayi matur namun keefektifannya dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lain seperti kemampuan bayi mengisap, kondisi penyakit bayi, dan penggunaan obat-obat yang mempengaruhi kerja otot. f. Residen keperawatan anak telah melaksanakan kompetensi sebagai perawat dengan menjalankan praktik etik dan legal, praktik keperawatan profesional, peran kepimpinan dan manajemen, 76

93 77 pendidikan dan penelitian, serta pengembangan kualitas personal dan profesional Saran Bagi Pelayanan Keperawatan Dibutuhkan kesamanan persepsi dalam penerapan teori keperawatan dan aplikasi EBN demi meningkatkan kualitas asuhan keperawatan neonatus antara residen keperawatan anak sebagai mahasiswa dan perawat di lahan praktik Bagi Keilmuan Keperawatan a. Model Konservasi Levine dapat dikembangkan untuk masalah keperawatan lainnya pada area neonatus b. Diharapkan laporan ini dapat menjadi perbandingan penerapan teori keperawatan lainnya untuk memenuhi rasa nyaman neonatus c. Dilakukan uji coba intervensi NNS dan pijat ekstremitas pada sampel yang lebih besar untuk melihat signifikansi dari intervensi terhadap penurunan nyeri Bagi Institusi Pendidikan Pendidikan diharapkan dapat membuat pedoman target kompetensi ners spesialis keperawatan anak secara rinci untuk memudahkan residen keperawatan anak mengevaluasi pencapaian kompetensi.

94 DAFTAR PUSTAKA Alligood, M. R. (2014). Nursing theory: Utilization and applicaiton (5 th Edition). St. Louis: Mosby Elsevier. Arikan, D., Alp, H., Gozum, S., Orbak, Z., & Cifci, E. K. (2007). Effectiveness of massage, sucrose solution, herbal tea or hidrolised formula in the treatment of infantile colic. Journal of Clinical Nursing, 17, Atkinson, E., & Fenton, A.C. (2009). Management of apnoea and bradycardia in neonates. Paediatrics and child health, 19(12), Baldwin, K. M., Clark, A. P., Fulton, J., & Mayo, A. (2009). National validation of the NACNS clinical nurse spesialist core competencies. Journal of Nursing Scholarship, 41(2), Blauer, T. (1996). A simultaneous comparison of three neonatal pain scales during common newborn intensive care unit procedures. Thesis of The University of Utah. Buonocore, G., & Bellieni, C. V. (2008). Neonatal pain: Suffering, pain, and risk of brain damage in the fetus and newborn. Italy: Springer. Campbell-Yeo, M. (2011). Co-bedding as a comfort measure for twins undergoing painful procedures. Thesis of McGill University. Canadian Paediatric Society Statement. (2000). Prevention anda mangement pain anda stress in the neonate. Paediatr Child Health, 5(1), Carvalho, A. E. V., Linhares, M. B. M., Padovani, F. H. P., & Martinez, F. E. (2009). Anxiety and depression in mothers of preterm infants and psychological intervention during hospitalization in neonatal ICU. The Spanish Journal of Psychology, 12(1), Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (2009). Proses keperawatan: Aplikasi model konseptual (Edisi 4). (Yuyun Yuningsih, & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC. Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Hansen, A. R., & Stark, A. R. (2012). Manual of neonatal care (7 th edition). Philadepphia: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer bussiness. Closhen, D., Engelhard, K., Dette, F., Werner, C., & Schramm, P. (2015). Changes in cerebral oxygen saturation following prone positioning under general anaesthesia: A prospective observational study. Eur J Anaesthesi, 32 (6), Cong, X. (2006). Kangaroo care for analgesia in preterm infants undergoing heel stick pain. Dissertation Frances Payne Bolton School of Nursing

95 Delmore, B. A. (2003). Fatigue and prealbumin levels during the weaning process in long-term ventilated patients. Dissertation Program in Nursing Theory and Research Division of Nursing, New York University. Diesel, H. J. (2009). Soothability and growth in preterm neonates. Dissertation University of Missouri St. Louis. Foy, M. S. (2013). Standardized care of the late preterm infant in upper midwest hospital. Theses, Dissertations, and Other Capstone Projects, paper 202 Gomella, T. L., Cunningham, M. D., & Eyal, F. G. (2014). Neonatology: Management, prosedures, on-call problems, diseases, and drugs (7 th Edition). USA: McGraw-Hill Education LLC. Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong s essential of pediatric nursing (8 th Edition). St. Louis: Mosby Elsevier. Jain, S., Kumar, P., & McMillan, D. D. (2006). Prior leg massage decrease pain responses to heel stick in preterm babies. Journal of Paediatrics and Child Health, 42, Jenik, A. G., & Vain, N. (2009). The pacifier debate. Early Human Development, 86, Juneau, A. L., Aita, M., & Heon, M. (2015). Review and critical analysis of massage studies for term and preterm infants. Neonatal network, 34 (3), Kesavan, K. (2015). Neurodevelopmental implication of neonatal pain and morphine exposure. Pendiatr Ann, 44(11), Lahti, M., Raikkonen, K., Wahlbeck, K., Hetnonen, K., Forsen, T., Kajantie, E.,... & Eriksson, J.G. (2011). Growth in infancy and childhood and hospitalization for personality disorders in adulthood: The helsinki birth cohort study. Journal of Personality Disorder, 5(3), Lawn, J. E., Mwansa-Kambafwile, J., Horta, B. L., Barros, F. C., & Cousen, S. (2010). Kangaroo mother care to prevent neonatal deaths due to preterm birth complications. International Journal of Epidemiology, 39, Liaw, J. J., Yang, L., Ti, Y., Blacburn, S. T., Chang, Y. C., & Sun, L. W. (2010). Non-nutritive sucking relieves pain for preterm infants during heel stick procedures in Taiwan. Journal of Clinical Nursing, Liaw, J. J., Zeng, W. P., Yang, L., Yuh, Y.S., Yin, T., & Yang, M. H. (2011). Nonnutritive sucking and oral sucrose relieve neonatal pain during intramuscular injection of hepatitis vaccine. Journal of Pain and Symptom Management, 42(6), Liaw, J., Yang, L., Wang, K. K., Chen. C., Chang, Y., & Yin, T. (2012). Nonnutritive sucking and facilitated tucking relieve preterm infant pain during

96 heel-stick procedures: A prospective, randomised controlled crossover trial. International Journal of Nursing Studies, 40, Maitra, S., Baidya, D. K., Khanna, P., Ray, B. R., Panda, S. S., & Bajpai, M. (2014). Acute perioperatife pain in neonates: An evidence-based review of neurophysiology and management. Acta Anaesthesiologica Taiwanica, 1-8 Marchant, A. (2014). Neonates do not feel pain: a critical review of the evidence. Bioscience Horizons, 7, 1-9. Martins, S. W., Dias, F. S., Enumo, S. R. F., & Paula, K. M. P. (2013). Pain assessment and control by nurses of an neonatal intensive care unit. Rev Dor Sito Paulo, 1(2), Mefford, L. C. (2004). A theory of health promotion for preterm infants based on Levines s conservation model of nursing. Nursing Science Quarterly, 17(3), Mefford, L. C., & Alligood, M. R. (2011). Evaluating nurse staffing patterns and neonatal intensive care unit outcomes using Levine s conservation model of nursing. Journal of Nursing Management, (19), Mirzarahimi, M., Mehrnoush, N., Shahizadeh, S., Samadi, N., & Amani, F. (2013). Effect of non-nutritive sucking and leg massage on physiological and behavioral indicators of pain following heel blood sampling in term neonates. International Journal of Advanced Nursing Studies, 2(3), Mitchel, A. (2003). The effects of oral sucrose and nonnutritive sucking on the relief of pain experienced by preterm infants during eye examinations performed to detect or monitor retinopathy of prematurity. Dissertation of University of Mississippi Medical Center. Motta, G. C. P., & Cunha, M. K. C. (2014). Prevention and non-pharmacolgical management of pain in newborns. Rev Bras Enferm, 68 (1), Nanda International. (2015). Diagnosis keperawatan: Defenisi & klasifikasi (Edisi 10). (Budi Anna Keliat, Heni Dwi Windarwati, Akemat Pawirowiyono, & M. Arsyad Subu, Penerjemah). Jakarta: EGC. Peebles-Kleiger, M. J. (2000). Pediatric and neontatal intensive care hospitalization as traumatic stressor: Implication for intervention. Bulletin of the Menninger Clinic Spring, 64(2), Peraturan Menteri Kesehatan RI. (2014). Standar tarif pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Jakarta, Menkes RI. PPNI. (2005). Standar Kompetensi. diakses tanggal 29 Mei 2016

97 Raeside, L. (2013). Neonatal pain: Theory and concepts. Working Papers in Health Sciences, 1(4), 1-6 Rustina, Y. (2015). Bayi prematur: Perspektif keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Sands, S.A., Edwards, B.A., Kelly, V.J., Davidson, M.R., Wilkinson, M.H., & Berger, P.J. (2009). A model analysis of arterial oxygen desaturaiton during apnea in preterm infants. Plos Computational Biology, 5(12), 1-14 Sexton, S., & Natale, R. (2009). Risks and benefits of pacifiers. Am Fam Physician, 79(8), Simmons, J.D. (2005). Comparison of preterm infant pain tools: The PIPP and the NFCS. Master s and Doctoral Project Paper 37 Spilker, A. (2015). The effectiveness of a standardized positioning tools and bedside education on the developmental positionning proficiensi of NICU nurses. Master s Theses and Graduate Research, San Jose State University. Suba, S., & Scruth, E. A. (2015). Legal and ethical: A new era of nursing in Indonesia and a vision for developing the role of the clinical nurse specialist. Clinical Nurse Specialis, Valizadeh, L., Asadollahi, M., Gharebaghi, M. M., & Gholami, F. (2013). The congruence of nurses performance with developmental care standars in neontal intensive care units. Journal of Caring Science, 2(1), Varella, M. H. (2012). Patterns of growth in children born small for gestasional age: Relationship with hospitalization risk and cognition during childhood. Dissertation Doctor o Philosophy Baltimore. Viral, D. A., & Campbell, D. E. (2008). In care of the late preterm infant. Diunduh dari Pediatric-Care tanggal 6 Juni 2016 Walter-Nicolet, E., Annequin, D., Biran, V., Mitanchez, D., & Tourniaire, B. (2010). Pain management in newborn: From prevention to treatment. Pediatric Drugs, 12 (6), Yamada, J., Stinson, J., Lamba, J., Dickson, A., McCrath, P.J., & Steven, B. (2008). A review of systematic reviews on pain interventions in hospitalized infants. Pain Res Manage, 4(13), Yangzom, N. (2012). The effect of benadryl on sleep in pediatric burn patients. Master of Science in Nursing, Nothern Kentucky University.

98 LAMPIRAN: 1. EMPAT LAPORAN KASUS TERPILIH 2. LAPORAN PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING 3. BIODATA PENULIS

99 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN KASUS TERPILIH HALIMAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JUNI 2016

100 1 Kasus 1 Asuhan Keperawatan pada Bayi A dengan Hiperbilirubinemia Menggunakan Levine Conversation Model 1. Pengkajian a. Data umum: By. A lahir tanggal 26 Febuari 2016 berjenis kelamin perempuan dengan usia gestasi 39 minggu. Pengkajian oleh perawat dilakukan tanggal 29 Febuari Diagnosis medis adalah NCB KMK, Pasca Respiratory Distress Syndrome (RDS), dan Hiperbilirubinemia. Usia kronologis 3 hari. b. Riwayat kesehatan orang tua: Ibu mengatakan terdeteksi tekanan darah tinggi 1 minggu sebelum melahirkan, TD ibu 190/90 mmhg Riwayat kesehatan sebelumnya: bayi lahir melalui proses seksio sesarea. Bayi lahir tidak segera menangis dengan apgar skor menit pertama 6 dan menit kelima 7. Berat lahir bayi 2079 gram. Sebelumnya bayi A dirawat di ruang perinatologi level III pada hari pertama lahir dengan diagnosa medis RDS dan hiperbilirubinemia pada hari kedua kelahiran. Riwayat leukositosis yaitu 26,06x 10 3, bilirubin 14,2 mg/dl, mendapat terapi antibiotik dan terapi sinar kemudian dipindah ke ruang rawat post NICU di ruang Seruni karena kondisi pernapasan sudah stabil. c. Konservasi energi 1) Pernapasan: Frekuensi pernapasan bayi rata-rata 44x/menit dengan irama ireguler. Tidak ada tanda-tanda gangguan pernapasan, tidak ada retraksi, dan pernapasan cuping hidung. 2) Sirkulasi: Tekanan darah 91/67 mmhg, frekuensi nadi 140 x/menit dengan irama reguler. Nadi teraba pada kuat pada ekstremitas, waktu pengisian pembuluh kapiler kurang dari 3 detik, tidak ada sianosis perifer dan sentral namun akral teraba dingin. Pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan bunyi jantung tambahan. Suhu bayi pada pemeriksaan aksila adalah 36,2 C dengan suhu inkubator 30 C. 3) Nutrisi dan Cairan: Abdomen teraba supel dan tidak ada distensi, bising usus bayi 6x/menit. Bayi saat ini mendapat nutrisi enteral ASI/susu 1

101 2 formula BBLR 8x20 ml diberikan dengan cawan per oral. Berat badan saat ini yaitu 2137 gram (naik 58 gram dari berat lahir). 4) Eliminasi: Bayi buang air besar mekonium dengan frekuensi 3-4 kali sehari, urin berwarna kuning jernih sebanyak 60 ml dalam 7 jam (diuresis 4 ml/jam). Tidak ditemukan adanya edema, warna urin kuning jernih. 5) Istirahat tidur: Bayi tidur gampang terbangun dan menangis sebelum tiba waktu handling, gerakan bayi aktif d. Integritas struktur 1) Pemeriksaan kepala: Bentuk kepala normal dengan fontanel terbuka dan normal, tidak cekung atau membonjol. Lingkar kepala 33 cm. 2) Aktivitas kejang tidak ada 3) Integumen: tidak ada kemerahan atau luka lecet pada kulit 4) Pemeriksaan penunjang: - Rontgen thorax: Kesan jantung dan paru dalam keadaan normal (tgl 26/2/2016) - USG Kepala: Kesan normal tidak ada tanda-tanda perdarahan intrakranial (29/2/2016) - Laboratorium darah: 26/ / / / Hemoglobin 19,9 17,9 Hematokrit 59,,7 51 Leukosit 26,06 9,9 Trombosit Dif 0,7/0,3/0/ 73/20,8/5, 2 0,2/1,6/0/55,1/32,7/10,4 CRP 0,1 0,1 Bilirubin total 14,2 12,1 8,74 Na/K/CL/Ca/P 137/3,6/102 /10,2 ITR 0,06 Kultur darah Steril Enzim G6PD 6,9 (N: >5 U/gHb) N-TSH 2,3 (N. <10 µiu/ml)

102 3 e. Integritas personal 1) Fungsi sensoris: Bayi gampang terganggu dengan stimulus sentuhan tindakan yang dilakukan perawat, bayi bereaksi dengan menangis. Saat dilakukan pengambilan sampel darah vena, bayi menangis keras, denyut nadi meningkat dan saturasi oksigen turun hingga 7-10% 2) Fungsi motorik kasar: Pergerakan dan tonus otot baik. Tidak ditemukan gerakan abnormal. 3) Fungsi motorik halus: Kemampuan mengisap kuat tetapi bayi hanya mampu menghisap sebentar kemudian diam dan tampak lelah f. Integritas sosial: Orang tua belum berkunjung saat pengkajian karena ibu masih lemah dan dirawat di ruang bersalin 2. Trophicognosis Terdapat 5 trophicognosis yang dapat diidentifikasi berdasarkan data-data di atas antara lain: a. Ketidakefektifan termoregulasi, b. Ikterik neonatus, c. Nyeri akut, d. Ketidakcukupan ASI, dan e. Risiko keterlambatan perkembangan. 3. Hipotesis Rencana keperawatan yang dikembangkan untuk kasus By. A dengan menggunakan Model Konservasi Levine antara lain: a. Cegah kehilangan suhu dari dan ke lingkungan dengan membuka jendela inkubator seperlunya, menghangatkan semua benda-benda yang akan disentukan ke bayi termasuk tangan perawat, dan mengatur suhu inkubator sesuai kebutuhan bayi b. Optimalkan pemberian terapi sinar c. Penuhi kebutuhan cairan bayi dengan menghitung kebutuhan cairan, pantau tanda-tanda pemenuhan kebutuhan cairan, hitung keseimbangan

103 4 cairan, pengeluaran urin, dan tanda-tanda dehidrasi. Pantau pengeluaran mekonium. d. Posisikan bayi selalu dengan fleksi tangan dan kaki dan mempertahankan posisi dengan nesting, memberikan posisi pronasi atau supinasi dan memantau toleransi terhadap posisi e. Penuhi kebutuhan nutrisi dengan menghitung kebutuhan nutrisi, periksa kesiapan nutrisi per oral dengan memeriksa refleks isap, memberi stimulus oral, dan memantau toleransi bayi terhadap nutrisi f. Tingkatkan asupan ASI dengan memotivasi orang tua untuk memberikan ASI, menjelaskan pentingnya ASI dan cara meningkatkan produksi ASI, g. Tingkatkan kenyamanan bayi dengan memberikan sentuhan terapeutik, suara yang lembut selama interaksi dengan bayi, memposisikan bayi sesuai toleransi, dan penggunaan NNS h. Asuhan perkembangan dengan menjauhkan alat-alat yang berisiko menimbulkan bunyi dari kepala bayi, memberikan periode istirahat dan minimalkan gangguan dengan menutup inkubator dengan kain penutup inkubator yang berwarna gelap, i. Tingkatkan interaksi orang tua dan bayi dengan mengajarkan cara menyentuh bayi memfasilitasi ibu untuk melakukan PMK 4. Intervensi Intervensi merupakan realisasi dari hipotesis yang telah dibuat. Perawat melakukan tindakan berdasarkan prinsip konservasi untuk mendukung proses adaptasi bayi dan mencapai keutuhan (kondisi sehat). a. Konservasi energi - Menghindari pengeluaran energi akibat peningkatan atau penurunan suhu tubuh dari rentang normal yaitu 36,5ºC - 37,5ºC dengan memantau suhu tubuh dan menyesuaikan suhu inkubator sesuai kebutuhan. Menjaga suhu tetap dalam rentang normal dengan memantau suhu tubuh dan menyesuaikan inkubator dengan kebutuhan suhu bayi. Saat dilakukan pemeriksaan suhu inkubator dengan termometer ternyata suhunya 28ºC. Residen keperawatan

104 5 mengkoordinasikan dengan perawat penanggung jawab dan petugas teknisi medis kemudian inkubator diganti dengan inkubator lain yang lebih baik. Mencegah perpindahan suhu dari dan ke lingkungan, membuka penutup inkubator seperlunya, menghangatkan benda-benda dan tangan sebelum disentuhkan ke bayi, mencegah kehilangan panas dari kain yang digunakan bayi, mandikan bayi di dalam inkubator dengan air hangat dan keringkan segera setiap bagian yang sudah dibersihkan, memberikan bedong dua lapis dan topi saat bayi dikeluarkan dari inkubator untuk diberi susu. Bayi berrespons baik terhadap tindakan dan suhu terjaga dalam rentang normal. - Memenuhi kebutuhan nutrisi bayi sebagai asupan energi yang dibutuhkan bayi dengan cara menghitung kebutuhan nutrisi bayi A dan memberikan nutrisi sesuai kebutuhan. Perawat melakukan pemantauan terhadap kehilangan energi berlebihan dengan memantau penurunan atau peningkatan berat badan gram/kg BB/hari. - Upaya meningkatkan asupan nutrisi melalui peningkatan pemberian ASI per oral dengan cara memotivasi ibu meningkatkan produksi ASI dengan PMK. - Cegah kehilangan energi berlebihan dengan memposisikan bayi dengan sesuai toleransi, minimal handling, tingkatkan kenyamanan dan istirahat bayi dengan pemberian NNS, dan sentuhan positif. b. Integritas struktur - Memantau warna kulit bayi dan memeriksa tanda-tanda kern ikterus. - Mencegah nyeri akibat pengambilan sampel darah dengan NNS untuk mencegah terjadinya kerusakan integritas otak akibat penurunan oksigenasi saat prosedur nyeri - Mendukung perkembangan struktur bayi dengan melakukan pemeriksaan refleks isap bayi, memberi stimulus oral, memantau perubahan berat badan bayi. c. Integritas personal - Tingkatkan kenyamanan bayi dengan sentuhan positif, memberikan NNS saat bayi gelisah dan dilakukan tindakan invasif.

105 6 - Tingkatkan asupan per oral sesuai kebutuhan bayi dan inisiasi untuk menyusu langsung ke ibu atau dot sesuai kemampuan bayi untuk meningkatkan kepuasan bayi. Pantau toleransi bayi baik toleransi terhadap asupan nutrisi maupun toleransi terhadap pemberian nutrisi per oral. d. Integritas sosial - Meningkatkan interaksi antara orang tua dan bayi dengan memotivasi orang tua untuk sering berkunjung dan berinteraksi dengan bayinya, mengajarkan orang tua untuk menyentuh bayi memberi kesempatan orang tua untuk terlibat dalam pemberian nutrisi bayi, memfasilitasi untuk PMK untuk meningkatkan kenyamanan dan kedekatan antara orang tua dan bayi. 5. Respons Organismik Respons bayi setelah dilakukan intervensi 4x24 jam berdasarkan hasil observasi antara lain: a. Termoregulasi suhu bayi stabil dengan suhu bayi selalu berada dalam rentang normal pada hari ketiga diberikan asuhan yaitu pada rentang 36,5ºC 37,5ºC pada suhu inkubator 29ºC. b. Kulit bayi tidak lagi tampak kuning, nilai bilirubin turun menjadi 10,9 mg/dl pada hari ketiga setelah pemberian terapi sinar sehingga terapi sinar dihentikan. c. Terjadi peningkatan kenyamanan bayi yang ditandai dengan bayi tidur tenang diluar jam handling, skor nyeri saat dilakukan tindakan invasif menurun yaitu skor nyeri dengan PIPP saat intervensi NNS adalah 5 dengan skor nyeri sebelumnya tanpa intervensi adalah 7. d. Nutrisi enteral bayi sudah terpenuhi sepenuhnya dengan ASI. Ibu memerah ASInya setiap 3 jam. Ibu mencoba untuk menyusui langsung pada hari ke dua perawatan dan bayi berhasil menyusu langsung pada upaya menyusui yang kedua pada salah satu payudara. e. Ibu datang setiap jam menyusui dan berupaya menyusui bayi langsung sesuai kemampuan bayi, saat bayi tampak lelah proses menyusui

106 7 dihentikan dan asupan diberikan per oral dengan cawan. Hari keempat bayi terpenuhi kebutuhan nutrisinya dengan menyusu langsung tanpa dibantu pemberian nutrisi per oral dengan cawan atau dot. Hari pertama perawatan tidak terjadi peningkatan berat badan namun hari berikutnya selalu terjadi peningkatan berat badan. Berat badan hari ke empat dirawat 2260 gram (meningkat 123 gram atau rata-rata 19 mg/kg BB/hari mulai dari hari kedua perawatan hingga hari ke empat perawatan). Bayi dapat tidur tenang diluar jam handling.

107 8 Kasus 2 Asuhan Keperawatan pada Bayi F dengan Sepsis Neonatorum Menggunakan Levine Conversation Model 1. Pengkajian a. Data umum: By. F lahir tanggal 12 Febuari 2016 berjenis kelamin perempuan dengan usia gestasi 33 minggu. Pengkajian oleh perawat dilakukan tanggal 8 Maret Diagnosis medis adalah NKB KMK, Sepsis neonatorum. Usia kronologis 3 minggu 4 hari. b. Riwayat kesehatan keluarga: By. F adalah anak ketiga. Anak pertama laki-laki lahir usia 20 tahun, status sehat dan riwayat lahir normal dengan berat badan lahir 3 kg. Anak kedua berjenis kelamin laki-laki berusia 11 tahun juga sehat dengan riwayat lahir normal dan berat badan lahir 3 kg. Kondisi keluarga yang lain sehat. Ibu sakit Dengue Hemoragic Fever (DHF) dan mengalami trombositopenia saat hamil 32 minggu. c. Riwayat kesehatan sebelumnya: Bayi F dirujuk dari rumah sakit lain dengan sepsis ec e. cloacal, pasca operasi mekonium intestinal perforasi. Operasi dilakukan pada hari ketiga kelahiran karena ada riwayat perut kembung setelah 3 hari pemasangan CPAP yang ternyata terjadi perforasi mekonium. Pasca operasi terdapat trombositopenia berulang, kultur darah e. cloacae dan hasl USG kepala infeksi belum dapat disingkirkan. d. Konservasi energi 1) Pernapasan: Frekuensi pernapasan 23x/menit dengan irama ireguler. Perawat shift malam mengatakan bayi ada periode apnea 1x jam diiringi dengan desaturasi dan bradikardia, tidak ada retraksi, dan pernapasan cuping hidung. Terdapat lendir berwarna putih pada hidung dan mulut. Saat ini bayi menggunakan bantuan O 2 dengan nasal kanul 0,5 L/menit. 2) Sirkulasi: Tekanan darah 80/64 mmhg, frekuensi nadi 109 x/menit dengan irama ireguler. Nadi teraba pada kuat pada ekstremitas, waktu pengisian pembuluh kapiler 3 detik, tidak ada sianosis perifer dan sentral namun akral teraba dingin. Pada pemeriksaan jantung tidak Pemenuhan rasa..., 8 Halimah, FIK UI, 2016

108 9 ditemukan bunyi jantung tambahan. Suhu bayi pada pemeriksaan aksila adalah 36,8 C dengan suhu inkubator 31 C. 3) Nutrisi dan Cairan: Abdomen teraba keras dan distensi, bising usus bayi 5x/menit. Bayi saat ini dipuasakan dan mendapat nurisi dari parenteral amino acid 6% 6 ml/jam. Berat badan saat ini yaitu 1361 gram (lebih rendah 147 gram dibandingkan berat badan lahir atau 9,7%). Residu lambung ±1 ml berwarna hijau. 4) Eliminasi: Bayi buang air besar melalui kolostomi, dengan warna feses kuning, karakteristik feses encer, jumlah ±5 ml setiap shift dinas. Pengeluaran feses lewat anus tidak ada. Jumlah urin dalam 24 jam 117 ml, diuresis 3,58 ml/kgbb/jam. 5) Istirahat tidur: Bayi dapat tidur dengan baik e. Integritas struktur 1) Pemeriksaan kepala: Bentuk kepala normal dengan fontanel terbuka dan normal, tidak cekung atau membonjol. Lingkar kepala 29 cm. 2) Aktivitas kejang tidak ada 3) Integumen: terdapat luka post operasi laparotomi yang sudah kering, kemerahan dan lecet disekitar ostomi 4) Hasil pemeriksaan penunjang - Rontgen thorax tanggal 7 Maret 2016 Minimal ventrikulomegali lateralis kiri dd variasi normal, hasil kontras enema pasase kontras lancar hingga refluk ke dalam ileum distal. Masih tampak meconium plug

109 10 - Analisa feses tanggal 7 Maret 2016 : FOB positif (Normalnya negatif) 7/ / Hemoglobin 13, ,3-17,9 g/dl Hematokrit 40,8 40, vol% Leukosit 9,39 7, /ul Trombosit /ul Dif 0,3/6,4/0/4 9,4/22,5/21,4 0,1/4,5/61, 9/15,8/17,7 /4,7 LED 0-15 mm CRP 12,6 12,3 0-3,0 mg/l LCS: - Protein mg/dl - Glukosa mg/dl - Klorida mmol/l - Sel pandy 61 f. Integritas personal 1) Fungsi sensoris: Bayi menangis lemah, terlihat gerakan wajah menunjukkan adanya nyeri pada awal penusukan kemudian bayi diam, terjadi penurunan saturasi oksigen hingga 75% dan peningkatan nadi hingga 180x/menit, skor PIPP 9 2) Fungsi motorik kasar: Pergerakan dan tonus otot baik. Tidak ditemukan gerakan abnormal. 3) Fungsi motorik halus: Kemampuan mengisap kuat g. Integritas sosial: Orang tua belum kembali berkunjung saat pengkajian. Perawat mengatakan orang tua hanya berkunjung diawal untuk mengurus surat menyurat terkait administrasi. h. Terapi 1) Mikasin 10 mg/jam 2) Caffein 4 mg/12 jam 3) Micostatin 0,4 ml/6 jam 4) Meropenem 60 mg/8 jam mulai tanggal 10 Maret 2016

110 11 2. Trophicognosis Terdapat 5 trophicognosis yang dapat diidentifikasi berdasarkan data-data di atas antara lain: a. Ketidakefektifan pola napas, b. Risiko cidera, c. Risiko pertumbuhan tidak proporsional, d. Nyeri akut, dan e. Risiko keterlambatan perkembangan. 3. Hipotesis Rencana keperawatan yang dikembangkan untuk kasus By. F dengan menggunakan Model Konservasi Levine antara lain: a. Monitor pernapasan (upaya, frekuensi, irama, kebersihan jalan napas, dan bunyi napas) dan pantau tanda-tanda gawat napas seperti pernapasan cuping hidung, retraksi, takipnea, apnea, grunting, sianosis, saturasi oksigen rendah, b. Tingkatkan upaya perbaikan pernapasan dengan memposisikan, membersihkan lendir pada jalan napas, berkolaborasi dalam memberikan obat-obatan yang meningkatkan fungsi pernapasan, c. Lakukan tindakan pencegahan infeksi baru dan upaya mengatasi infeksi dengan pemberian obat-obatan yang sesuai, d. Kolaborasi dalam pemberian tambahan trombosit untuk mencegah perdarahan, pantau tanda-tanda perdarahan, e. Konsultasi dengan ahli gizi dan dokter penanggung jawab pasien (DPJP) terkait upaya peningkatan berat badan bayi dan pemenuhan nutrisi sesuai kebutuhan. Penuhi kebutuhan nutrisi dengan menghitung kebutuhan nutrisi, periksa kesiapan nutrisi per oral dengan memeriksa refleks isap, memberi stimulus oral, dan memantau toleransi bayi terhadap nutrisi, f. Tingkatkan kenyamanan bayi dengan memposisikan bayi selalu dengan fleksi tangan dan kaki dan mempertahankan posisi dengan nesting, memantau toleransi terhadap posisi, NNS dan pijat ekstremitas saat tindakan invasif atau tindakan yang mengganggu kenyamanan bayi,

111 12 g. Asuhan perkembangan dengan menjauhkan alat-alat yang berisiko menimbulkan bunyi dari kepala bayi, memberikan periode istirahat dan minimalkan gangguan dengan menutup inkubator dengan kain penutup inkubator yang berwarna gelap, h. Tingkatkan interaksi orang tua dan bayi dengan mengajarkan cara menyentuh bayi memfasilitasi ibu untuk melakukan PMK. 4. Intervensi Intervensi merupakan realisasi dari hipotesis yang telah dibuat. Perawat melakukan tindakan berdasarkan prinsip konservasi untuk mendukung proses adaptasi bayi dan mencapai keutuhan (kondisi sehat). a. Konservasi energi - Melakukan pembersihan jalan napas, memberikan posisi prone, memantau terjadinya apnea, dan memberikan kafein sitrat melalui OGT 4 mg, memberikan terapi O 2 0,5 L/menit. Menghindari pengeluaran energi dari upaya bernapas yang berat. Pantau kemampuan bernapas bayi. - Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemenuhan nutrisi bayi F. Perawat melakukan pemantauan terhadap kehilangan energi berlebihan dengan memantau penurunan atau peningkatan berat badan gram/kg BB/hari. Bayi diberikan nutrisi parenteral berupa AA 6% 6 ml/jam. Bayi tidak toleransi terhadap nutrisi enteral terlihat dari residu yang dihasilkan dari OGT berwarna hijau dengan jumlah ±1 ml. Berkolaborasi dengan DPJP tentang upaya peningkatan nutrisi bayi karena terjadi penurunan berat badan pada bayi F 9,7% dibandingkan berat badan lahir dan tidak terjadi peningkatan berat badan sejak kemarin meski tidak ada penurunan berat badan. - Cegah kehilangan energi berlebihan dengan memposisikan bayi dengan sesuai toleransi, minimal handling, tingkatkan kenyamanan dan istirahat bayi dengan pemberian NNS.

112 13 b. Integritas struktur - Mencegah terjadinya cidera akibat trombositopenia dan seringnya terjadi desaturasi dengan memantau tanda-tanda perdarahan, memberikan tranfusi trombosit, memantau adanya plebitis, dan memberikan posisi pronasi untuk meningkatkan saturasi oksigen bayi. - Meningkatkan kenyamanan bayi saat pemeriksaan nilai trombosit pasca transfusi trombosit dengan aplikasi NNS dan pijat ekstemitas untuk mencegah terjadinya kerusakan integritas otak akibat penurunan oksigenasi saat prosedur nyeri. NNS juga diberikan saat prosedur lainnya untuk meningkatkan kenyamanan bayi seperti saat prosedur rutin, perawatan kolostomi, dan upaya meningkatkan istirahat bayi saat bayi terbangung diluar jam handing. - Memberikan zink salep saat perawatan kolostomi disekitar kulit yang lecet. Membersihkan dengan kassa yang sudah diberi vaselin untuk mencegah lecet pada mukosa bagian kolostomi yang tampak merah. - Mendukung perkembangan struktur bayi dengan memantau perubahan berat badan bayi. c. Integritas personal - Tingkatkan kenyamanan bayi dengan memberikan NNS saat bayi gelisah dan dilakukan tindakan invasif serta pijat ekstremitas saat dilakukan tindakan invasif. NNS diberikan selama 2 menit sebelum prosedur dan selama tindakan ketidaknyamanan, sedangkan pijat ekstremitas dilakukan 2 menit kemudian dilanjutkan 1 menit ekstremitas dibungkus dengan kassa hangat sebelum penusukan. - Tingkatkan asupan per oral sesuai kebutuhan bayi dan inisiasi untuk menyusu langsung ke ibu atau dot sesuai kemampuan bayi untuk meningkatkan kepuasan bayi. Pantau toleransi bayi baik toleransi terhadap asupan nutrisi maupun toleransi terhadap pemberian nutrisi per oral. Bayi dicobakan diberi minum dengan dot saat inisiasi minum per oral. Pantau toleransi bayi terhadap asupan per oral.

113 14 d. Integritas sosial - Meningkatkan interaksi positif antara bayi dan perawat dengan berbicara pelan dan sentuhan positif dengan tangan yang hangat saat melakukan prosedur rutin. Berikan sentuhan kenyamanan dan posisi fleksi ekstremitas untuk meningkatkan kenyaman bayi. Buka pintu inkubator dengan perlahan, hindari kebisingan akibat alat, dan kurangi stimulus cahaya, tutup inkubator dengan kain. 5. Respons Organismik Respons bayi setelah dilakukan perawatan selama 4x24 jam didapatkan hasil observasi yaitu: a. Apnea sudah tidak ada lagi pada hari ketiga perawatan b. Tidak ditemui adanya tanda-tanda infeksi tambahan dan perdarahan, nilai trombosit meningkat /µl, namun ada perdarahan pada sedikit pada ostomi pada hari kedua perawatan. Hari ke empat perdarahan pada ostomi tidak ada lagi setelah perawatan ostomi dengan kassa yang diberi vaselin dan pemberian zink pada bagian luka yang lecet c. Terjadi penurunan nilai CRP meski hanya sedikit dari 12,6 menjadi 12,3 mg/l. d. Berat badan tetap pada 1361, pada hari ke tiga perawatan residu bayi tidak ada lagi dan bayi mulai diberikan minum 4x1 ml per oral. Bayi dapat mentoleransi nutrisi enteral yang diberikan kemudian pemberian susu pregistimil ditingkatkan menjadi 8x2,5 ml pada hari ke empat dan bayi dapat mentoleransi nutrisi yang diberikan. e. Terjadi peningkatan kenyamanan bayi yaitu bayi tidak menangis dan dapat tampak tenang saat diberikan NNS. NNS diberikan saat bayi tampak gelisah, prosedur rutin, dan saat tindakan invasif. Skor nyeri bayi dengan PIPP saat dilakukan pengambilan sampel darah menggunakan intervensi NNS adalah skor 6, sedangkan skor nyeri bayi menggunakan intervensi pijat ekstremitas saat pemasangan infus adalah skor 8. f. Residen keperawatan belum dapat mengikutsertakan orang tua dalam perawatan bayi karena orang tua belum berkunjung.

114 15 15 Kasus 3 Asuhan Keperawatan pada Bayi Ny. D dengan Respiratory Distress Syndrome Menggunakan Levine Conversation Model 1. Pengkajian a. Data umum: By. Ny. D lahir tanggal 5 April 2016 berjenis kelamin lakilaki dengan usia gestasi 32 minggu. Pengkajian oleh perawat dilakukan tanggal 5 April Diagnosis medis adalah NKB SMK, RDS ec. HMD ec. Tersangka SNAD. Usia kronologis 6 jam. b. Riwayat kesehatan keluarga: Tidak ada masalah kesehatan sebelumnya namun ibu merupakan wanita bekerja dan sering merasakan kontraksi pada rahimnya selama 2 minggu terakhir. Saat ditemukan adanya indikasi gawat janin, ketuban pecah berwarna jenih selama 6 jam, oligohidramnion, kemudian dilakukan seksio secasera. Ditambah riwayat SC 1x pada anak sebelumnya dengan indikasi gagal induksi. c. Riwayat kesehatan sebelumnya: Bayi lahir dengan tidak segera menangis, Apgar skor menit 1 adalah 1, menit ke-5 adalah 6, dan menit ke-10 adalah 8. Pertolongan yang diberikan yaitu dengan VTP 25/5, setelah dievaluasi usaha napas tidak ada & nadi kurang dari 60 x/menit dilakukan VTP dan kompresi, evaluasi bayi menangis lemah dengan nadi lebih dari 100x/menit dipasang CPAP 7 FiO 2 30%, pengisian pembuluh darah kapiler memanjang lebih dari 3 detik, loading NaCl 0,9% 15 ml, suhu 36,8 C, SpO %. d. Konservasi energi 1) Pernapasan: Frekuensi pernapasan 52x/menit dengan irama ireguler, ada wheezing saat ekspirasi, tidak ada retraksi, dan pernapasan cuping hidung. Saat ini bayi menggunakan alat bantu napas nasal CPAP dengan PEEP 6 FiO 2 21%. Ada apnea saat dilakukan tindakan penusukan tumit diikuti desaturasi dan bradikardia. 2) Sirkulasi: Tekanan darah 90/54 mmhg, frekuensi nadi 165 x/menit dengan irama ireguler. Nadi teraba kuat pada ekstremitas, waktu pengisian kapiler kurang dari 3 detik, tidak ada sianosis perifer dan

115 16 sentral namun akral teraba dingin. Suhu bayi pada pemeriksaan aksila adalah 36,8 C dengan suhu inkubator 31,5 C. Dari catatan keperawatan sebelumnya bayi suhunya 36,3ºC. 3) Nutrisi dan Cairan: Saat ini bayi masih dipuasakan karena usia masih 6 jam dan pemantauan kestabilan pernapasan. Abdomen teraba supel dan tidak ada distensi, lingkar perut 25 cm, bising usus bayi 5x/menit. Bayi saat ini dipuasakan dan mendapat nurisi dari parenteral PG1(2) 4,9 ml/jam. Berat badan saat ini yaitu 1495 gram. 4) Eliminasi: Bayi buang air besar 1x sehari mekonium sedikit ±1 ml, urin dari jam ml/jam. Diuresis 20 ml/6 jam/1,495 kg = 2,2 ml/kg BB/jam. 5) Istirahat tidur: Bayi sering terbangun dan menangis. e. Integritas struktur 1) Pemeriksaan kepala: Bentuk kepala normal dengan fontanel terbuka dan normal, tidak cekung atau membonjol. Lingkar kepala 24 cm. 2) Aktivitas kejang tidak ada 3) Integumen: Kulit tidak kering, tidak ada luka lecet atau kemerahan akibat tekanan 5) Hasil pemeriksaan penunjang - Rontgen abdomen (7 April 2016): Kesan NEC - Laboratorium darah: 5/4 6/4 Nilai Normal Hematologi Hemoglobin 12,5 10, g/dl Hematokrit 41,1 34, % Eritrosit 3,71 3-5, /µl MCV/VER 110, fl MCH/HER 33, pg MCHC/KHER 30, g/dl Trombosit µl Leukosit 21,96 8,43 9, µl Hitung jenis Basofil 0,5 0-1% Eosinofil 0,3 1-3% Neutrofil 68, % Limfosit 11, % Monosit 19,5 2-8%

116 17 5/4 6/4 Nilai Normal RDW-CW 20 <18% RDW-SD 80,9 RNF I/T ratio 0,18 0,08 0-0,20 Bilirubin total 8,95 Bil Direk/Indirek 0,59/ 8,36 Kimia Klinik Albumin 3,24 3,07 2,8 4,4 g/dl Imunoserologi CRP kuantitatif 0,7 2,2 <0,6 mg/l AGD: - ph - pco2 - po2 - HCO3 - BE - O2 Saturation 7,43 45, ,4 5,8 74 7,34-7, mmhg mmhg 19-23mEq/L mmol/l % Kultur darah steril f. Integritas personal 1) Fungsi sensoris: Saat tindakan invasif penusukan tumit, bayi menangis kemudian terjadi apnoe yang diiringi desaturasi hingga 40% dan bradikardia 80x/menit 2) Fungsi motorik kasar: Pergerakan dan tonus otot baik. Tidak ditemukan gerakan abnormal. 3) Fungsi motorik halus: Kemampuan mengisap ada tetapi lemah g. Integritas sosial: Orang tua belum berkunjung h. Terapi 1) Ampisilin 2x75 mg/iv 2) Gentamisin 7,5 mg/36 jam 2. Trophicognosis Terdapat 5 trophicognosis yang dapat diidentifikasi berdasarkan data-data di atas antara lain: a. Ketidakefektifan pola napas,

117 18 b. Risiko cidera, c. Ketidakefektifan termoregulasi, d. Nyeri akut, dan e. Risiko keterlambatan perkembangan. 3. Hipotesis Rencana keperawatan yang dikembangkan untuk kasus By. D dengan menggunakan Model Konservasi Levine antara lain: a. Monitor pernapasan (upaya, frekuensi, irama, kebersihan jalan napas, dan bunyi napas) dan pantau tanda-tanda gawat napas seperti pernapasan cuping hidung, retraksi, takipnea, apnea, grunting, sianosis, saturasi oksigen rendah b. Tingkatkan upaya perbaikan pernapasan dengan memposisikan, membersihkan lendir pada jalan napas, memantau kesesuaian seting penggunaan alat bantu napas melalui nilai analisa gas darah c. Mencegah kehilangan panas dari dan ke lingkungan, hangatkan alat-alat termasuk tangan yang akan menyentuh bayi, beri penutup kepala jika perlu, buka penutup inkubator seperlunya. d. Tingkatkan kenyamanan bayi dengan memposisikan bayi selalu dengan fleksi tangan dan kaki dan mempertahankan posisi dengan nesting, memantau toleransi terhadap posisi, NNS dan pijat ekstremitas saat tindakan invasif atau tindakan yang mengganggu kenyamanan bayi. e. Asuhan perkembangan dengan menjauhkan alat-alat yang berisiko menimbulkan bunyi dari kepala bayi, memberikan periode istirahat dan minimalkan gangguan dengan menutup inkubator dengan kain penutup inkubator yang berwarna gelap, Penuhi kebutuhan nutrisi dan cairan dan memantau toleransi bayi terhadap nutrisi. 4. Intervensi Intervensi merupakan realisasi dari hipotesis yang telah dibuat. Perawat melakukan tindakan berdasarkan prinsip konservasi untuk mendukung proses adaptasi bayi dan mencapai keutuhan (kondisi sehat).

118 19 a. Konservasi energi - Melakukan pembersihan jalan napas, memberikan posisi prone, memantau terjadinya apnea, memantau keefektifan nasal CPAP dengan PEEP 6 FiO 2 21%. Menghindari pengeluaran energi dari upaya bernapas yang berat. Pantau tanda-tanda gawat napas. Memeriksa kemungkinan penyebab apnea seperti ketidaknyamanan. Berikan intervensi kenyamanan dengan NNS, pijat atau posisi. - Cegah kehilangan energi berlebihan dengan memposisikan bayi dengan sesuai toleransi, minimal handling, tingkatkan kenyamanan dan istirahat bayi dengan pemberian NNS dan posisi. Pantau toleransi bayi terhadap posisi - Gunakan NNS atau pijat ekstremitas saat prosedur invasif, pantau perubahan skor nyeri bayi dengan PIPP. Bila tindakan membutuhkan waktu yang lama, beri kesempatan bayi beristirahat dengan memposisikan bayi fleksi dan sentuhan positif. Lakukan kembali tindakan saat pernapasan, nadi, dan saturasi oksigen sudah kembali stabil. b. Integritas struktur - Mencegah terjadinya apnoe dan desaturasi akibat stimulasi berlebihan. Memberikan posisi pronasi untuk meningkatkan saturasi oksigen bayi. Hindari tekukan pada daerah leher dan gangguan pernapasan akibat distensi abdomen. Alirkan OGT untuk mencegah distensi abdomen. Pantau warna dan jumlah sekresi lambung. - Meningkatkan kenyamanan bayi dengan aplikasi NNS dan pijat ekstemitas untuk mencegah terjadinya kerusakan integritas otak akibat penurunan oksigenasi saat prosedur nyeri. - Mendukung perkembangan struktur bayi dengan mencukupi kebutuhan nutrisi bayi. c. Integritas personal - Tingkatkan kenyamanan bayi dengan memberikan NNS saat bayi gelisah dan dilakukan tindakan invasif serta pijat ekstremitas saat

119 20 dilakukan tindakan invasif. NNS juga dapat merangsang peningkatan refleks isap bayi untuk mempersiapkan bayi pada nutrisi per oral. d. Integritas sosial - Meningkatkan interaksi positif antara bayi dan perawat dengan berbicara pelan dan sentuhan positif dengan tangan yang hangat saat melakukan prosedur rutin. Berikan sentuhan kenyamanan dan posisi fleksi ekstremitas untuk meningkatkan kenyaman bayi. Buka pintu inkubator dengan perlahan, hindari kebisingan akibat alat, dan kurangi stimulus cahaya, tutup inkubator dengan kain. 5. Respons Organismik Respons bayi setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam didapatkan hasil observasi sebagai berikut: a. Apnea sudah tidak ada lagi pada hari kedua perawatan, alat bantu napas dilepas. Kemudian dilakukan analisa gas darah setelah 1 jam bayi tanpa alat bantu napas. Hasil analisa gas darah terlihat kesan alkalosis respiratorik terkompensasi. Bayi tampak retraksi, perawat memposisikan bayi supinasi dengan kepala ditinggikan dan alat bantu napas CPAP dengan PEEP 6 FiO2 21% kembali dipasang. Bayi terlihat tenang setelah 2-3 menit namun masih terlihat sedikit retraksi. Konsultasi dengan DPJP, PEEP ditingkatkan menjadi 7 FiO2 21%. Saturasi oksigen bayi meningkat pada rentang 88-92% dan retraksi tidak ada, napas cuping hidung tidak ada, apnea tidak ada. b. Hari kedua bayi mulai dicobakan untuk diberikan nutrisi per oral 1 ml, bayi tidak toleransi, tampak distensi abdomen dengan lingkar perut 31 cm kemudian nutrisi per oral dihentikan. Distensi abdomen memperburuk keadaan pernapasan bayi kemudian dilakukan pemeriksaan rontgen abdomen, dan terdapat kesan NEC. Antibiotik tetap diberikan, dan hari ketiga residu berwarna bening dengan jumlah 1,5 ml sehari, distensi abdomen berkurang dengan lingkar perut 29 cm. c. Terjadi peningkatan kenyamanan bayi dengan bayi tenang saat diberikan NNS. NNS diberkan saat bayi tampak gelisah, saat prosedur rutin dan saat tindakan

120 21 invasif dilakukan. Skor nyeri tanpa intervensi 16 dan dengan prosedur NNS menjadi 11 saat prosedur penusukan tumit. d. Berat badan turun 20 gram pada hari ketiga perawatan (1,3% dari berat badan lahir) e. Residen keperawatan belum bisa mengikutsertakan orang tua dalam perawatan bayi karena orang tua belum bisa berkunjung.

121 22 Kasus 4 Asuhan Keperawatan pada Bayi Z dengan Kejang Neonatal Menggunakan Levine Conversation Model 1. Pengkajian a. Data umum: By. Z lahir tanggal 8 April 2016 berjenis kelamin laki-laki dengan usia gestasi 42 minggu. Pengkajian oleh perawat dilakukan tanggal 18 April Diagnosis medis adalah Sepsis Neonatorum Awitan Dini (SNAD), kejang neonatal ec. Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE), edema serebri. Usia kronologis 10 hari. b. Riwayat kesehatan sebelumnya: Bayi lahir spntan dengan induksi pada usia kehamilan 42 minggu di puskesmas. Saat lahir bayi tidak segera menangis, ketuban hijau lumpur dengan apgar skor menit pertama 2, menit kelima 3, dan menit kesepuluh 6. Bayi diberi alat bantu napas CPAP PEEP 8, terdapat retraksi, suhu 38,7 o C kemudian dirujuk ke RSCM. Dalam perjalanan bayi diberi terapi O 2 ½ L/menit, terpasang IVFD NaCl 20 cc/jam. Saat dating kadar gula darah sewaktu adalah 24 mg/dl, takipnea RR 75x/menit, retraksi, letargi, pengisian kapiler kurang dari 3 detik. Berat badan lahir 2675 gram. c. Konservasi energi 1) Pernapasan: Bayi menggunakan alat bantu napas ventilator dengan mode pressure assisst control seting frekuensi napas 50x/menit, FiO2 21%, PEEP 5, PIP 13/5, I:E 1:2. Tidak ada retraksi, napas cuping hidung. Terlihat sekret kental pada selang ETT dan mulut bayi. 2) Sirkulasi: Frekuensi nadi 135 x/menit dengan irama reguler. Nadi teraba kuat pada ekstremitas, waktu pengisian pembuluh kapiler kurang dari 3 detik, tidak ada sianosis perifer namun akral teraba dingin. Perawat jaga malam mengatakan desaturasi berulang yang kembali normal tanpa stimulus perawat. Pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan bunyi jantung tambahan. Suhu bayi pada pemeriksaan aksila adalah 37,6 C dengan suhu inkubator 31,5 C. 3) Nutrisi dan Cairan: Saat ini bayi masih dipuasakan, residu berwarna bening sedikit kehijauan dengan jumlah ±2 ml. Abdomen teraba agak 22

122 23 keras, tidak supel namun tidak ada distensi, lingkar perut 30 cm, bising usus bayi 1x/menit. Bayi saat ini dipuasakan dan mendapat nurisi dari parenteral PG1(2) 6,7 ml/jam, IL 20 (1) 1,1 ml/jam, D 10 +Ca (2) 5,7 ml/jam. Berat badan saat ini yaitu 2645 gram 4) Eliminasi: Bayi buang air besar 1x sehari mekonium sedikit, urin 210 ml sehingga diuresis 210/24 jam/2.645 = 3,3 ml/kgbb/jam. 5) Istirahat tidur: Bayi lebih banyak tidur, sesekali bayi membuka mata saat dilakukan tindakan yang menyebabkan ketidaknyamanan seperti saat pengisapan lendir dan dilakukan penusukan tumit. d. Integritas struktur 1) Pemeriksaan kepala: Bentuk kepala normal dengan fontanel terbuka dan normal, tidak cekung atau membonjol. Lingkar kepala 29 cm. 2) Aktivitas kejang tidak ada, bayi sedang dalam terapi obat-obatan anti kejang 3) Integumen: Kulit kering dan bersisik, tampak kemerahan pada area tertentu yang tertekan peralatan atau selang PICC 4) Hasil pemeriksaan penunjang - USG abdomen (12 April 2016), kesan sesuai HIE - Laboratorium darah: 17/4 20/4 Nilai Normal Hematologi Hemoglobin 12, g/dl Hematokrit % Eritrosit 3-5, /µl MCV/VER fl MCH/HER pg MCHC/KHER g/dl Trombosit µl Leukosit 9, µl Hitung jenis Basofil 0-1% Eosinofil 1-3% Neutrofil 52-76% Limfosit 20-40% Monosit 2-8% RDW-CW <18% RDW-SD RNF

123 24 17/4 20/4 Nilai Normal I/T ratio 0-0,20 Bilirubin total 20,0 4 Bil Direk/Indirek 15,9/ 4,1 Kimia Klinik Natrium 136,4 133, 9 Kalium 4,18 2,84 Kalsium Clorida 0,29 98,3 Albumin 2,8 4,4 g/dl e. Integritas personal 1) Fungsi sensoris: Saat tindakan invasif penusukan tumit, bayi menangis kemudian terjadi apnoe yang diiringi desaturasi hingga 40% dan bradikardia 80x/menit 2) Fungsi motorik kasar: Pergerakan dan tonus otot baik. Tidak ditemukan gerakan abnormal. 3) Fungsi motorik halus: Kemampuan mengisap ada tetapi lemah f. Integritas sosial: Orang tua belum berkunjung g. Terapi 1) Ampi-sulbac 3x135 mg/iv (hari kelima) 2) Amikasin 3x20 mg/iv (hari kelima) 3) Furosemid 3x2,5 4) Fenobarbital 2x6,5 mg/iv 5) Fenitoin 2x6,5 6) Midazolam 8 mg+ D5 25 ml 0,5 ml/jam 2. Trophicognosis Terdapat 5 trophicognosis yang dapat diidentifikasi berdasarkan data-data di atas antara lain: a. Ketidakefektifan pola napas, b. Risiko hipertermia,

124 25 c. Risiko dekubitus, d. Nyeri akut, dan e. Risiko keterlambatan perkembangan. 3. Hipotesis Rencana keperawatan yang dikembangkan untuk kasus By. Z dengan menggunakan Model Konservasi Levine antara lain: a. Monitor pernapasan (upaya, frekuensi, irama, kebersihan jalan napas, dan bunyi napas) dan pantau tanda-tanda gawat napas seperti pernapasan cuping hidung, retraksi, takipnea, apnea, grunting, sianosis, saturasi oksigen rendah b. Tingkatkan upaya perbaikan pernapasan dengan memposisikan, membersihkan lendir pada jalan napas, memantau kesesuaian seting penggunaan alat bantu napas melalui nilai analisa gas darah dan respons klinis bayi, memberikan posisi yang mendukung pernapasan dan obatobatan yang sesuai c. Mencegah kehilangan panas dari dan ke lingkungan, hangatkan alat-alat termasuk tangan yang akan menyentuh bayi, beri penutup kepala jika perlu, buka penutup inkubator seperlunya, menyesuaikan suhu inkubator sesuai kebutuhan tubuh bayi d. Memeriksa kemungkinan penyebab peningkatan suhu tubuh seperti kejadian infeksi dan kekurangan cairan. Lakukan kewaspadaan terhadap infeksi, kolaborasi dalam pemberian antibiotik, memantau tanda-tanda penyebaran infeksi, dan penuhi kebutuhan cairan, pantau tanda-tanda kekurangan cairan tubuh pada bayi melalui eliminasi urin dan perubahan berat badan yang cepat. e. Lakukan pencegahan terhadap masalah kulit dan risiko dekubitus dengan mengubah posisi tiap 3 jam, pantau toleransi terhadap perubahan posisi. Hindari penekanan pada area tertentu dengan memberikan bantalan kain atau kassa lembut pada tonjolan tulang. Beri pelembab pada kulit yang kering untuk menghindari peningkatan resiko gangguan integritas kulit.

125 26 f. Tingkatkan kenyamanan bayi dengan memposisikan bayi selalu dengan fleksi tangan dan kaki dan mempertahankan posisi dengan nesting, memantau toleransi terhadap posisi, NNS dan pijat ekstremitas saat tindakan invasif atau tindakan yang mengganggu kenyamanan bayi. g. Asuhan perkembangan dengan menjauhkan alat-alat yang berisiko menimbulkan bunyi dari kepala bayi, memberikan periode istirahat dan minimalkan gangguan dengan menutup inkubator dengan kain penutup inkubator yang berwarna gelap, Penuhi kebutuhan nutrisi dan cairan dan memantau toleransi bayi terhadap nutrisi serta tingkatkan interaksi orang tua. 4. Intervensi Intervensi merupakan realisasi dari hipotesis yang telah dibuat. Perawat melakukan tindakan berdasarkan prinsip konservasi untuk mendukung proses adaptasi bayi dan mencapai keutuhan (kondisi sehat). a. Konservasi energi - Melakukan pembersihan jalan napas, memberikan posisi supinasi atau prone, pantau toleransi bayi terhadap perubahan posisi dengan melihat dari perubahan tanda-tanda vital bayi setelah dilakukan perubahan posisi. Menghindari pengeluaran energi dari upaya bernapas yang berat. Pantau tanda-tanda gawat napas. - Cegah kehilangan energi akibat peningkatan suhu tubuh, sesuaikan kebutuhan inkubator dengan suhu tubuh bayi. Pantau perubahan suhu, dan upayakan suhu selalu dalam rentang normal yaitu 36,5 C 37,5ºC. - Hindari pengeluaran energi dengan memberikan posisi yang nyaman bagi bayi, minimal handling, tingkatkan kenyamanan dan istirahat bayi dengan pemberian NNS dan posisi. Pantau toleransi bayi terhadap posisi - Gunakan NNS atau pijat ekstremitas saat prosedur invasif, pantau perubahan skor nyeri bayi dengan PIPP. Bila tindakan membutuhkan waktu yang lama, beri kesempatan bayi beristirahat dengan memposisikan bayi fleksi dan sentuhan positif. Lakukan kembali

126 27 tindakan saat pernapasan, nadi, dan saturasi oksigen sudah kembali stabil. 6) Integritas struktur - Melihat keefektifan alat bantu napas yang digunakan, pantau perubahan pernapasan bayi Hindari tekukan pada daerah leher dan gangguan pernapasan akibat distensi abdomen. Alirkan OGT untuk mencegah distensi abdomen. Pantau warna dan jumlah sekresi lambung. - Memberikan pelembab pada kulit, mengubah posisi setiap 3 jam sesuai toleransi bayi, dan berikan bantalan pada area yang mengalami penekanan. Hindari kerusakan integritas kulit atau kerusakan jaringan akibat penekanan lama pada satu area tubuh. Pantau adanya kemerahan atau kematian jaringan. Pantau oksigenasi hingga ke perifer. - Catat kejadian desaturasi dan hal yang menyebabkan. Hindari desaturasi berulang dan tingkatkan kenyamanan bayi dan hindari penurunan oksigenasi terutama ke otak dengan aplikasi NNS dan pijat ekstemitas saat prosedur nyeri. Kolaborasi dalam pemberian obatobatan untuk mencegah peningkatan TIK akibat edema serebri. 7) Integritas personal - Tingkatkan kenyamanan bayi dengan memberikan NNS saat bayi gelisah dan dilakukan tindakan invasif serta pijat ekstremitas saat dilakukan tindakan invasif. NNS juga dapat merangsang peningkatan refleks isap bayi untuk mempersiapkan bayi pada nutrisi per oral. 8) Integritas sosial - Meningkatkan interaksi positif antara bayi dan perawat dengan berbicara pelan dan sentuhan positif dengan tangan yang hangat saat melakukan prosedur rutin. Berikan sentuhan kenyamanan dan posisi fleksi ekstremitas untuk meningkatkan kenyaman bayi. Buka pintu inkubator dengan perlahan, hindari kebisingan akibat alat, dan kurangi stimulus cahaya, tutup inkubator dengan kain. Tingkatkan interaksi bayi dengan orang tua dengan mengajarkan orang tua memberikan sentuhan positif. Motivasi orang tua untuk sering berkunjung.

127 28 5. Respons Organismik Respons bayi setelah dilakukan intervensi 3x24 jam berdasarkan hasil observasi antara lain: - Pada hari kedua bayi tampak ada napas spontan 2-3x dalam seting ventilator RR 50x/menit dan analisa gas darah dalam batas normal. Perawat bersamap DPJP mencoba menurunkan RR menjadi 45x/menit. Bayi tetap tampak nyaman dan tenang, tidak ada apnea, desaturasi, napas cuping hidung, dan retraksi. Pada hari ketiga napas spontan semakin banyak, dan terlihat peningkatan volume tidal l/kg BB sehingga mode ventilator diubah mode SIMV yang menunjukkan ketergantungan bayi terhadap alat semakin rendah. Bayi terlihat gelisah, napas cepat, perawat membantu dengan memberikan tindakan kenyamanan dengan memberikan posisi supine dengan kepala lebih tinggi 20º dan fleksi tangan dan kaki. Bayi tampak lebih tenang, retraksi tidak ada, napas dalam rentang normal setelah 5 menit. - Bayi diberikan ASI untuk perawatan oral 4x1 ml, namun bayi tidak mampu mentoleransi asupan ASI ke lambung sehingga terjadi distensi, lingkar perut meningkat menjadi 33 cm. OGT dialirkan untuk mengurangi distensi. Hari kedua distensi berkurang, dan bayi masih dipuasakan. Pemenuhan nutrisi melalui parenteral. Hari kedua perawatan, pemberian midazolam dihentikan dan berakibat pada peningkatan bising usus bayi menjadi 4 kali/menit, bayi tampak lebih aktif dan refleks isap meningkat produksi OGT tidak ada. Bayi dicobakan untuk pemberian nutrisi per oral pada hari ketiga perawatan setelah tidak ada produksi OGT, bising usus 5x/menit, perut sedikit keras namun tidak ada distensi. Bayi menghisap 1 ml ASI yang diberikan meski hisapan belum kuat. - Meski bayi saturasi oksigen dan frekuensi nadi dengan atau tanpa intervensi NNS dan pijat ekstremitas tetapi terjadi penurunan nyeri diukur dengan PIPP dari 8 menjadi 7 saat dilakukan intervensi ketidaknyamanan baik pada intervensi dengan NNS ataupun pijat ekstemitas.

128 29 - Ayah berkunjung setiap hari sepulang kantor namun ibu belum berkunjung karena masih lemah dan tidak diizinkan oleh ayah bayi Z karena kawatir akan membuatnya semakin cemas melihat kondisi bayinya. Ayah berjanji akan mengajak istrinya besok setelah melihat bayinya semakin baik.

129 UNIVERSITAS INDONESIA EFEK NON NUTRITIVE SUCKING DAN PIJAT EKSTREMITAS PADA BAYI DENGAN PROSEDUR INVASIF DI RUANG PERINATOLOGI LAPORAN PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING HALIMAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JUNI 2016

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian sebagai berikut : A. Latar Belakang Kelahiran seorang bayi merupakan peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa semua bayi baru baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lakukan pada bayi yang digunakan untuk pemeriksaan darah. Bayi kurang bulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lakukan pada bayi yang digunakan untuk pemeriksaan darah. Bayi kurang bulan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengambilan darah kapiler lewat tumit bayi adalah prosedur yang biasa di lakukan pada bayi yang digunakan untuk pemeriksaan darah. Bayi kurang bulan cenderung

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang penting di seluruh dunia khususnya pada negara berkembang terutama di Afrika dan Asia Selatan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan menggariskan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Balita merupakan anak dengan usia dibawah lima tahun (Depkes RI 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Balita merupakan anak dengan usia dibawah lima tahun (Depkes RI 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Balita merupakan anak dengan usia dibawah lima tahun (Depkes RI 2009). Periode tersebut merupakan periode penting selama fase tumbuh dan kembang anak. Pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 sampai 68 per 1000 kelahiran hidup dimana negara Kamboja dan Myanmar memiliki angka kematian bayi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri terhadap prosedur pemasangan infus dan membandingkan antara teori yang sudah ada dengan kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium Development Goals/MDGs

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Nyeri Guide to Physical Therapist Practice menyatakan nyeri adalah sensasi yang mengganggu yang disebabkan penderitaan atau sakit. 3 Sejak awal tahun 1980, pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) rentan terhadap masalah kesehatan. BBLR adalah bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram pada waktu lahir

Lebih terperinci

Daftar Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosasis Keperawatan Indonesia (SDKI)

Daftar Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosasis Keperawatan Indonesia (SDKI) Daftar Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosasis Keperawatan Indonesia (SDKI) Gustinerz.com Desember 2016 Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah menerbitkan secara resmi Standar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010) BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asfiksia neonatal merupakan masalah global yang berperan dalam meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Insidensi asfiksia di negara maju 1,1 2,4 kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih Lampiran 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prematuritas merupakan persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu atau berat badan lahir antara 500 2499 gram. Kejadiannya masih tinggi dan merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan pertama kehidupan merupakan masa paling kritis dalam kelangsungan kehidupan anak. Dari enam juta anak yang meninggal sebelum ulang tahunnya yang ke lima di tahun

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR YANG MENGALAMI NYERI PROSEDURAL MELALUI INTERVENSI FACILITATED TUCKING DISERTAI HADIR-BERBICARA BERBASIS TEORI COMFORT KOLCABA KARYA ILMIAH AKHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu unit yang telah dirancang untuk memberikan perawatan pada pasien dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus merupakan komponen utama penyebab

Lebih terperinci

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 1. PENGERTIAN Bayi dari ibu diabetes Bayi yang lahir dari ibu penderita diabetes. Ibu penderita diabetes termasuk ibu yang berisiko tinggi pada saat kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan di negara-negara sedang berkembang (Unicef-WHO, 2004). BBLR

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan di negara-negara sedang berkembang (Unicef-WHO, 2004). BBLR 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah angka kematian bayi pada suatu negara, akan menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat negara itu. Data statistik bisa menampilkan secara jelas tentang banyaknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuian fisiologi agar diluar

BAB 1 PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuian fisiologi agar diluar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelahiran seorang bayi merupakan peristiwa yang menggembirakan namun pada masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuian fisiologi agar diluar kandungan dapat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti mengukur hubungan asfiksia neonatorum dengan daya reflek sucking bayi baru lahir umur 0 hari di RSUD Karanganyar menggunakan instrumen data rekam medis dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP dr. Kariadi/FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

Merawat Bayi Prematur

Merawat Bayi Prematur Merawat Bayi Prematur Kontribusi dari didinkaem Saturday, 24 February 2007 Perawatan bayi prematur ternyata tidaklah sesulit yang dibayangkan. Asal tahu langkah-langkahnya, kondisi si mungil akan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan Eklampsia P2KS PROPINSI SUMATERA UTARA 1 Tujuan Membahas praktek terbaik untuk mendiagnosis dan menatalaksana hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia Menjelaskan strategi untuk mengendalikan

Lebih terperinci

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur Asfiksia Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur 1 Tujuan Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin Menjelaskan persiapan resusitasi bayi baru

Lebih terperinci

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

MAKALAH KOMUNIKASI PADA IBU NIFAS

MAKALAH KOMUNIKASI PADA IBU NIFAS MAKALAH KOMUNIKASI PADA IBU NIFAS DI SUSUN OLEH: KELOMPOK : 10 1. REVIA MONALIKA 2. RIA PRANSISKA 3. RENI 4. RIKA DOSEN PEMBIMBING : VERA YUANITA, SST SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA ADIGUNA PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lebih dari 20 juta bayi diseluruh dunia (15,5%) dari seluruh kelahiran merupakan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan 95,6% diantaranya merupakan bayi yang dilahirkan

Lebih terperinci

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: a. Menentukan diagnosa kehamilan dan kunjungan ulang. b. Memonitori secara akurat dan cermat tentang kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman subjektif yang umum terjadi pada anakanak, baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada anak-anak sulit untuk diidentifikasi

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS 1. Ketuban pecah Dini 2. Perdarahan pervaginam : Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta Intra Partum : Robekan Jalan Lahir Post Partum

Lebih terperinci

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR 1. Penilaian Awal Untuk semua bayi baru lahir (BBL), dilakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan?

Lebih terperinci

Pengaruh penerapan Developmental care terhadap stres fisiologis pada BBLR di Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta. Abstrak

Pengaruh penerapan Developmental care terhadap stres fisiologis pada BBLR di Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta. Abstrak Pengaruh penerapan Developmental care terhadap stres fisiologis pada BBLR di Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta CH. Tri Andar Utami 1), Happy Indri Hapsari 2), Anissa Cindy Nurul Afni 2) Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 sampai 68 per 1000 kelahiran hidup dimana negara Kamboja dan Myanmar memiliki angka kematian bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bangsa yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan pembangunan kelak di kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan persalinan dengan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang persalinan dengan sectio

Lebih terperinci

Metodologi Asuhan Keperawatan

Metodologi Asuhan Keperawatan Metodologi Asuhan Keperawatan A. Pendahuluan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara gram,

BAB I PENDAHULUAN. Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara gram, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bagi bayi untuk menggambarkan pengalaman nyerinya, namun

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bagi bayi untuk menggambarkan pengalaman nyerinya, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman kortikal subjektif. Walaupun tidak mungkin bagi bayi untuk menggambarkan pengalaman nyerinya, namun terkait bukti baik dari respon fisiologik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayi Berat Badan Lahir Rendah 2.1.1 Pengertian Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia kehamilan. Berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah hingga saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah hingga saat ini masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kelahiran bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah hingga saat ini masih merupakan masalah diseluruh dunia, karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, disiplin ilmu yang dipakai adalah obstetri dan ginekologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia Pendahuluan Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu : 1. Perdarahan pasca persalinan 2. Eklampsia 3. Sepsis 4. Keguguran 5. Hipotermia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti ditingkatkan melalui sikap respontif dan efektif dalam melakukan suatu tindakan untuk memberi kenyamanan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan alatalat tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bayi yang dilahirkan sebelum masa gestasi 38 minggu dianggap sebagai bayi prematur. Ada banyak alasan yang menyebabkan kelahiran prematur, beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. BATASAN Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas.

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Varney (2006) dijelaskan bahwa Asuhan Kebidanan Komprehensif merupakan suatu tindakan pemeriksaan pada pasien yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth 2.2 Pengertian WaterBirth

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth 2.2 Pengertian WaterBirth BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth Selama tahun 1960, peneliti Soviet Igor Charkovsky melakukan penelitian yang cukup besar ke keselamatan dan manfaat yang mungkin lahir air di Uni Soviet Pada akhir

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar

BAB I PENDAHULUAN. fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adaptasi neonatal (bayi baru lahir) merupakan proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus (Marmi, 2012). Bayi baru

Lebih terperinci

PROSES KELAHIRAN DAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG KAMI INGINKAN

PROSES KELAHIRAN DAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG KAMI INGINKAN PROSES KELAHIRAN DAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG KAMI INGINKAN PROSES KELAHIRAN NORMAL Proses Kelahiran bayi kami harap dapat dilakukan sealami mungkin. Apabila dibutuhkan Induksi, Pengguntingan, Vakum,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perawatan BBLR Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada bayi yang bila tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan kematian. Bayi berat lahir rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tatanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sedini mungkin sejak anak masih didalam kandungan. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sedini mungkin sejak anak masih didalam kandungan. Upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya pembangunan masyarakat seutuhnya antara lain melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. PMK RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. PMK RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan. KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH TENTANG SURAT PENUGASAN KLINIS (SPK) TENAGA KEPERAWATAN NOMOR:.../RSNH/SK-DIR/XII/2013 DIREKTUR RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH Menimbang : 1. Bahwa setiap tenaga keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa gagal nafas secara spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enterokolitis nekrotikans (EKN) adalah penyakit yang umum sekaligus membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai dengan kematian jaringan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA 64 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA 10-59 BULAN YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

PANDUAN MEDIK BLOK KEHAMILAN DAN MASALAH REPRODUKSI 3.1 PARTOGRAF. Tujuan Belajar : Mahasiswa mampu melakukan pengisian partograf

PANDUAN MEDIK BLOK KEHAMILAN DAN MASALAH REPRODUKSI 3.1 PARTOGRAF. Tujuan Belajar : Mahasiswa mampu melakukan pengisian partograf PANDUAN MEDIK BLOK KEHAMILAN DAN MASALAH REPRODUKSI 3.1 PARTOGRAF Tujuan Belajar : Mahasiswa mampu melakukan pengisian partograf Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan.

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan sklera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama. digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap Dari data subjektif didapatkan hasil, ibu bernama Ny. R umur 17 tahun, dan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu proses yang alami dan normal. Selama hamil seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun psikologis. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7-9 Agustus 2014 di Ruang Prabu Kresna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pendengaran dapat terjadi pada neonatus. Prevalensi gangguan pendengaran bilateral kongenital sedang sampai sangat berat pada neonatus berkisar antara 1 dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, 2,8 juta kematian neonatus terjadi secara global. Penurunan angka mortalitas neonatus menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah tumbuh kembang merupkan masalah yang masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. Masalah tumbuh kembang merupkan masalah yang masih perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah tumbuh kembang merupkan masalah yang masih perlu diperhatikan tidak hanya pada bayi lahir normal melainkan juga pada bayi lahir prematur. Dikarenakan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persalinan 1. Definisi Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan lahir spontan dengan presentase belakang kepala, tanpa

Lebih terperinci

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A Deskripsi Umum 1. Setiap Bayi Baru Lahir (BBL) senantiasa mengalami

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA NIKEN ANDALASARI Pengertian Eklampsia Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang (Helen varney;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

BAB I PENDAHULUAN. janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehamilan merupakan masa konsepsi sampai dengan lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari mulai hari pertama

Lebih terperinci