BAB I PENDAHULUAN. berjarak (compression of the world). Dalam bidang ekonomi, globalisasi semakin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berjarak (compression of the world). Dalam bidang ekonomi, globalisasi semakin"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sangat penting bagi peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka perbaikan kesejahteraan, Indonesia memerlukan pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan yang pada dasarnya bersumber dari peningkatan jumlah tenaga kerja, masukan modal dan perbaikan produktivitas dalam ekonomi. Fenomena ekonomi dunia saat ini, membuat negara-negara termasuk Indonesia, dituntut untuk mengikuti kencenderungan globalisasi ekonomi yang mengarah kepadan penduniaan dalam arti perapatan dunia yang semakin tidak berjarak (compression of the world). Dalam bidang ekonomi, globalisasi semakin menemukan ruang dengan adanya liberalisasi perdagangan (trade liberalization) atau perdagangan bebas (free trade) lainnya yang membawa pengaruh bagi hukum setiap negara yang terlibat dalam globalisasi dan perdagangan bebas tersebut. 1 Dinamika kemajuan di era globalisasi dan perdagangan bebas tersebut telah membawa dampak yang signifikan terhadap aktivitas bisnis terutama arus investasi di seluruh negara, khususnya arus investasi dari negara maju ke negara berkembang. Perkembangan ekonomi pada umumnya dan penanaman modal 1 Ramlan, 2003, Eksistensi Hukum Investasi Dalam Menghadapi Ekonomi Global, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol. 3 No. 2 Oktober h. 37 1

2 2 asing pada khususnya telah menjadi perhatian bukan saja dikalangan pemerintah, tetapi juga dikalangan masyarakat atau pihak swasta. Dalam konteks tersebut, perkembangan perekonomian suatu negara khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat ditentukan dari tingkat pertumbuhan penanaman modal asing. Penanaman modal asing atau foreign direct investment sangat diharapkan untuk menggerakkan dan meningkatkan perputaran roda perekonomian di Indonesia. Dalam penjelasan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, ditegaskan : Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia.Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagai sumber hukum materiil.dengan demikian, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menegah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal. Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.

3 3 Lebih lanjut dalam penjelasan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal juga ditegaskan : Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antarisntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan. Perkembangan investasi asing sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia karena keberadaan negara asing memberikan dampak positif dalam pembangunan bangsa dan negara sehingga pemerintah Indonesia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendatangkan investor asing. Para investor asing yang datang ke Indonesia akan membawa dolar. Dengan dolar yang dibawanya tersebut, akan dapat membiayai sejumlah proyek di Indonesia. Proyek yang diinvestasikan oleh investor akan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam berbagai bidang kehidupan, seperti misalnya, terhadap tenaga kerja, ekonomi masyarakat lokal, meningkatnya pendapatan asli daerah, dan meningkatnya devisa negara. Data perkembangan investasi yang diinvestasikan oleh investor asing pada reformasi ini mengalami penurunan yang signifikan.pada masa reformasi ini, jumlah investasi dari tahun ke tahun mengalami penurunan.pada masa kejayaan orde baru yaitu tahun 1997, jumlah investasi asing sebanyak milyar dolar AS dan jumlah proyek 781 proyek. Sementara pada reformasi dari tahun 1998

4 4 sampai dengan 2006 mengalami penurunan, data investasi asing yang masuk ke Indonesia pada masa orde baru lebih tinggi dibandingkan dengan masa reformasi. 2 Untuk meningkatkan jumlah investasi asing, diperlukan langkahlangkah strategis seperti yang telah dilakukan pemerintah, yaitu menetapkan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan memberikan hak istimewa bagi investor asing.dalam penjelasan pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditegaskan bahwa : Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 6 ayat (2) tentang Penanaman Modal dijelaskan bahwa: Yang dimaksud dengan hak istimewa adalah antara lain hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenisnya, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal. Ketentuan Pasal 6 ayat (2) diatas menimbulkan kabur norma, yang menimbulkan implikasi yuridis baik secara normatif maupun empiris. Secara normatif ketentuan tersebut mengandung makna bahwa dalam hak istimewa menimbulkan keragu-raguan atau ketidakpastian hukum. Menanggapi kabur norma dalam pemberian hak istimewa kepada penanam modal yang berasal dari suatu negara yang memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia, pemerintah harus secara tegas membuat aturan-aturan yang mengatur mengenai pemberian hak istimewa tersebut. 2 Salim HS dan Budi Sutrisno, 2008, Hukum Investasi di Indonesia, Raja Grafindo persada, Jakarta, h. 216

5 5 Hal ini bertujuan untuk untuk mengurangi resiko terjadinya konflik di kemudian hari, antara pemerintah Indonesia dengan negara pembuat perjanjian akibat adanya kemungkinan terjadinya penyalahgunaan hak istimewa yang diberikan. Disepakatinya General Agreement on Tarrif and Trade (GATT) di Uruguay Arround pada tahun 1994, yang kemudian menjadi World Trade Organization (WTO) merupakan tanda akan terjadinya arus investasi besarbesaran dari negara-negara maju ke negara-negara lainnya khususnya negaranegara berkembang termasuk Indonesia. Besarnya arus investasi negara maju ke negara-negara berkembang dimasa-masa yang akan datang merupakan tanda dimulainya era globalisasi dalam dunia bisnis. Dalam kesepakatan GATT-WTO khususnya yang berkaitan dengan perdagangan investasi yang disebut Trade Related InvestmentMeasure (TRIMs), ditentukan bahwa setiap negara penanda tangan persetujuan TRIMs tidak boleh membedakan antara pemodal dalam negeri dan pemodal asing. Undang-undang penanaman modal negara peserta GATT-WTO tidak boleh lagi membedakan adanya modal asing dan modal dalam negeri. Pasal 6 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 menyatakan: (1) Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia

6 6 Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) adalah langkah awal pembaharuan hukum investasi karena UUPM ini mencabut Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang- Undang Penanaman Modal Dalam Negeri yang lama. Secara tegas dalam ketentuan penutup Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 menyatakan : a. Undang-Udang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2943); dan b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubhan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini diharapkan dapat mengakomodasi berbagai kendala investasi yang selama ini terjadi demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Alasan filosofis dari Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM) paling tidak terlihat dari konsideransnya, huruf c yang menyatakan : Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupn dari luar negeri ;

7 7 Dalam konsideran huruf d juga dinyatakan: Dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi sosial. Secara spesifik, tujuan utama pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal adalah sebagai berikut ; Memberikan kepastian hukum dan kejelasan mengenai kebijakan penanaman modal dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional sehingga dapat meningkatkan jumlah dan kualitas investasi yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kemampuan teknologi, peningkatan kemampuan teknologi, peningkatan kemampuan daya saing nasional, dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Perlu disadari bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan undang-undang yang keberlakuannya masih relatif baru yaitu kurang dari 8 (delapan) tahun, sehingga upaya penataan hukum investasi dan pranata hukum lainnya sangatlah berperan dalam mencapai tujuan pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal sebagaimana yang diuraikan diatas. Menurut Ida Bagus Rahmadi Supanca terdapat tantangan dan paradigma di bidang investasi yang bersumber dari faktor-faktor yang bersifat intern maupun ekstern.faktor internal yang berpengaruh terhadap iklim investasi adalah 3 : 1. Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke arah desentralisasi (otonomi daerah dan otonomi khusus); 2. Demokratisasi dalam berbagai sendi kehidupan bangsa; 3 Ida Bagus Rahmadi Supancana dalam Dhaniswara K. Harjono, 2007, Hukum Penanaman Modal, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,h. 75

8 8 3. Reformasi dalam tata kelola pemerintahan (ke arah good governance and clean government), termasuk pemberantasan korupsi; 4. Reformasi dalam tata kelola perusahaan ke arah good corporate governance; 5. Perubahan struktur industri ke arah resource based industry; 6. Meningkatkan pemahaman dan perlindungan lingkungan hidup; 7. Meningkatkan perlindungan HAM. Sedangkan faktor eksternal meliputi 4 : 1. Globalisasi tatanan perdagangan, investasi, dan keuangan; 2. Isu-isu global, seperti demokrasi, lingkungan hidup, dan HAM; 3. Perlindungan HAKI; 4. Program pengentasan kemiskinan global; 5. Isu community development dan corporate social responsibility; 6. Perlindungan hak-hak normatif tenaga kerja, tenaga kerja anak-anak, dan perempuan Penataan hukum investasi dalam upaya menciptakan iklim investasi tersebut, telah dimulai dengan kehadiran UUPM yang secara normatif telah mengakomodir berbagai kepentingan para penanam modal asing. Misalnya adanya ketentuan-ketentuan dan perlakuan yang tidak diskriminatif, yang diberikan para pengusaha lokal atau domestik dalam arena memperebutkan pangsa pasar, adanya perlindungan dan jaminan investasi atas ancaman terjadinya resiko nasionalisasi dan eksproriasi, dan adanya jaminan dalam hak untuk dapat 4 Ibid.

9 9 mentransfer laba maupun deviden, serta hak untuk melakukan penyelesaian hukum melalui arbitrase. Untuk mendorong lebih lanjut peningkatan investasi penanaman modal di Indonesia, adalah implementasi UUPM selanjutnya dalam menciptakan iklim investasi dan usaha yang lebih menarik. Dengan kata lain, iklim investasi positif yang perlu ditingkatkan dalam tataran kebijakan implementasi kedepan adalah selaras dengan upaya-upaya berkesinambungan yang dilakukan oleh para birokrat dan para pelaku ekonomi. Dengan berdasarkan atas latar belakang diatas, menarik bagi penulis untuk mengangkat skripsi yang berjudul HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah hak istimewa bagi investor asing dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum hak istimewa bagi investor asing jika terjadi sengketa dalam penanaman modal asing di Indonesia? 1.3 Ruang Lingkup Masalah

10 10 Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang materi yang diuraikan, hal ini disebabkan untuk mencegah agar materi yang dibahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka ruang lingkup yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut 5 : Dalam hubungannya dengan permasalahan pertama, maka disini akan diuraikan tentang bentuk hak istimewa bagi investor asing dalam perspektif Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sedangkan permasalahan yang kedua terbatas pada mekanisme perlindungan hukum hak istimewa bagi investor asing jika terjadi sengketa berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 1.4 Orisinalitas Penelitian Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah penulis lakukan baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan, hingga saat ini belum ada hasil penelitian dalam bentuk skripsi ataupun penelitian lainnya yang berkaitan denganhak Istimewa Bagi Investor Asing Dalam Berinvestasi Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Memang dari penelusuran kepustakaan ditemukan penelitian yang cukup dekat dengan topik penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan Investor Asing Dalam Berinvestasi Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 5 M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43.

11 11 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Adapun topik penelitian yang dimaksud antara lain : Pertama, yang dilakukan oleh Taufiq Effendi (2012) dengan judul : Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Dalam pembahasan dijelaskan bahwa: asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum yang baik menciptakan birokrasi yang baik, birokrasi yang baik akan mampu menumbuhkan iklim investasi. Dalam menjalankan fungsinya dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemerintah dengan inti birokrasi menggunakan instrumen-instrumen birokrasi pemerintahan mencangkup instrumen yuridis, instrumen materiil, instrumen forsonil/kepegawaian, dan instrumen keuangan negara. Dalam konteks penelitian ini yang akan dikemukankan hanyalah instrumen yuridis yang terdiri atas perundang-undangan (legislation) dan peraturan kebijakan (beleidsregeel /atau policy rules). Perundang-undangan mencakup proses pembentukan peraturan-peraturan negara baik di pusat maupun di daerah, serta segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan baik di pusat maupun di daerah. Kedua, yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Provinsi Bali dengan judul : meningkatkan Iklim Investasi Di Provinsi Bali. ditegaskan bahwa : Pemerintah Provinsi Bali telah melakukan berbagai langkah kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi, meskipun belum membentuk lembaga baru. Upaya dan kebijakan lebih difokuskan pada pemberian kemudahan dalam berivestasi, baik berupa penyediaan sarana informasi dan infrastruktur perekonomian maupun bantuan teknis dan percepatan dalam

12 12 pelayanan. Di dalam itu, berbagai insentif juga diciptakan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2008 tentang pedoman pemberian Insetif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Pasal 3 ayat 2). Sistem informasi Manajemen Investasi (SIM Investasi) telah dibangun untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan pelayanan yang cepat, tepat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila terjadi sengketa dalam kegiatan investasi yang melibatkan pemerintah daerah, dibentuk satuan tugas (task force) yang anggotanya terdiri atas berbagai instansi/lembaga terkait. Pengaturan koordinasi yang menyangkut perencanaan kegiatan investasi mengacu pada Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1995 tentang Rapat Koordinasi Perencanaan Penanaman Modal di Daerah (RKPPMD) dan Keputusan Kepala BKPM nomor 57/Sk/2004 tentang prosedur dan Tata Kerja Penanaman Modal dalam rangka PMA dan PMDN. Sektor pariwisata masih menjadi andalan Provinsi Bali dalam kegiatan investasi, terutama perhotelan, restoran, dan jasa transportasi. Selain itu, sektor yang cukup berkembang adalah pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, dan industri pengolahan. Sebagai wujud komitmen untuk meningkatkan iklim investasi, Pemerintah Provinsi Bali telah membentuk Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) dengan mengacu pada : (i) PP No. 41/2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah; (ii) Permendagri No. 57/2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah; dan (iii) Permendagri No. 20/2007.

13 13 Dengan demikian penelitian skripsi yang penulis kerjakan sama sekali belum ada yang membahas, sehingga orisinalitas penelitian ini dapat terjamin. 1.5 Tujuan Penelitian Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa tujuan dari penelitian skripsi ini antara lain: a. Tujuan umum. 1. Untuk mengetahuihak istimewa bagi investor asing dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum hak istimewa bagi investor asing jika terjadi sengketa dalam penanaman modal asing di Indonesia. b. Tujuan khusus: Untuk memahamidan mendalami hak istimewa bagi investor asing dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia serta perlindungan hukum hak istimewa bagi investor asing jika terjadi sengketa dalam penanaman modal asing di Indonesia, disamping itu penulisan ini juga diajukan sebagai tugas akhir dalam meraih gelar sarjana (S1) di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 1.6Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : a. Manfaat Teoritis

14 14 Penelitian skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka mengembangkan ilmu hukum khususnya terkait dengan penanaman modal asing di Indonesia. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini perusahaan atau investor sehingga dapat dijadikan pegangan dalam menginvestasikan modalnya di Indonesia yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan perekonomian nasional. 1.7 Landasan Teoritis Landasan Teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas dan pendapat-pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis, dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstuksi data. Dan karena itu maka terlebih dahulu sangat diperlukan atau dikemukakan beberapa teori berupa pendapat para ahli yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Teori yang dipakai membahas permasalah yang sedang diteliti dalam skripsi ini antara lain : a. Teori Perlindungan Hukum Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa:

15 15 Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya. 6 Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan hukum, yaitu: 7 1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa. 2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul. b. Teori Kepastian Hukum Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum. Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang Ilmu h Ibid h Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Surabaya : Bina

16 16 bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan. 8 Bagi investor asing, hukum dan Undang-Undang menjadi salah satu tolak ukur untuk menentukan kondusif tidaknya kondisi investasi di suatu Negara. Pelaku usaha yang menanamkan modalnya di negara berkembang sangat mempertimbangkan kondisi hukum di negara tersebut. Infrastruktur hukum bagi investor menjadi instrument penting dalam menjamin investasi mereka. Secara umum kepastian hukum sebagai konsep menekankan pada perkataan kepastian dan mengenai kepastian itu sendiri, kepastian hukum mengarah pada deskripsi tentang hukum yang meyakinkan, teliti, tepat dan pasti. Kepastian hukum sangat dibutuhkan oleh investor sebab dalam melakukan investasi selain tunduk kepada ketentuan hukum investasi juga ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa dilepaskan begitu saja. 9 Kepastian hukum dalam hukum investasi positif yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berkaitan erat dengan kebijakan dasar penanaman modal sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) yang menempatkan pemerintah agar: a. Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional; 8 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, h Sentosa Sembiring, 2010, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, Bandung, h.32.

17 17 b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, asas kepastian hukum ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, dalam penjelasannya : Asas dalam Negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa kepastian hukum mengandung persamaan dengan supermasi hukum. Isu supermasi hukum yang berkembang bersamaan dengan urgensi adanya hukum yang pada dasarnya bertujuan mewujudkan keadilan. Keadilan tercapai karena setiap orang diberikan bagian sesuai jasanya sedangkan dilain hal hukum bertujuan mewujudkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Kebahagian ini terwujud apabila setiap orang memperoleh kesempatan sama di barengi penciptaan ketertiban. Oleh karena itu, supermasi hukum dan kepastian hukum tampak memiliki hubungan saling melengkapi. Dapat ditujukan bahwa pengertian terhadap penanaman modal oleh masing-masing Negara penerima modal tergantung atau ada keterkaitan dengan salah satu teori yang dianut ataukah merupakan variasi dari berbagai teori. Hal ini

18 18 dapat dilihat pada masing-masing pengaturan Negara peneriman modal terhadap keberadaan penanaman modal khususnya penanaman modal asing yang dinyatakan dalam berbagai peraturan Perundang-Undangan Penanaman Modal masing-masing Negara. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal sekaligus mengatur 2 (dua) bentuk penerimaan modal : - Penanaman modal asing (foreign investment) dan - Penanaman modal lokal (domestic investment) Namun semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Republik Indonesia no. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1970, dengan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum di atur dengan peraturan pelaksanaan yang baru. (Pasal 37 Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007). Adapun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 1 ayat (1) memberikan definisi penanaman modal sebagai berikut: Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

19 19 Selanjutnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (2) menyebutkan: Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanaman modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (3) menyebutkan: Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Bagi Negara tempat dilakukannya kegiatan penanaman modal (host country) kehadiran penanaman modal asing tidak saja penting dari segi perolehan devisa atau untuk melengkapi keterbatasan biaya pembangunan, tetapi efek lain yang ditimbulkan oleh kegiatan penanaman modal pada pembangunan ekonomi host country, antara lain penyediaan lapangan kerja, penghematan devisa melalui pengembangan industri non-migas, pembangunan daerah-daerah tertinggal alih teknologi dan peningkatan sumber daya manusia. 10 Dengan demikian kehadiran penanam modal asing memberikan sejumlah manfaat bagi tuan rumah (host country). Manfaat secara langsung di peroleh dari pemasukan tambahan devisa yang berasal dari modal yang dibawa dana pajak-pajak yang dibayar kepada Negara. Kegiatan penanaman modal asing dapat pula mengakibatkan sejumlah dampak negatif, misalnya: semakin buruknya distribusi pendapatan karena terjadinya perbedaan tingkat upah antara golongan pekerja, mendorong pola konsumsi mewah pada masyarakat host country, ketidak 10 Erman Rajagukguk, 2005, Hukum Investasi di Indonesia, Fakultas Hukum Indonesia, Jakarta, h

20 20 keseimbangan neraca pembayaran yang dapat saja terjadi karena impor lebih besar dari ekspor, oleh karena itu diperlukan keseimbangan pengaturan. Melihat kondisi Indonesia setidaknya ada lima alasan mendasar mengapa Indonesia membutuhkan penanaman modal asing saat ini: a) Penyediaan lapangan kerja b) Mengembangkan industri substitusi impor c) Mendorong berkembangnya industri barang-barang non-migas d) Pembangunan daerah-daerah tertinggal e) Alih teknologi Kegiatan penanaman modal secara patungan yang di jalin antara penanaman modal dalam negeri dengan penanaman modal dalam negeri dengan penanaman modal asing yang tetap di cantumkan kembali pada Pasal 1 ayat (3) UU No. 25 Tahun 2007 telah berlangsung sejak pemerintahan Indonesia membuka kesempatan penanaman modal asing di Indonesia pada tahun Kerja sama antara penanam modal asing dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti join venture, joint enterprise, kontrak karya, product sharing, maupun bentuk kerja sama lainnya. Joint venture merupakan kerja sama antara penanaman modal asing dengan pengusaha nasional berdasarkan suatu perjanjian/kontrak tanpa membentuk suatu badan hukum baru, sedangkan joint enterprise, mewujudkan kerja samanya dengan pembentukan suatu perusahaan atau badan hukum baru. 11 Jonker Sihombing, 2009, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT. Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Jonker Sihombing II), h.71

21 21 Sedangkan production sharing perjanjian kerja sama kredit antara modal asing dan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada semua pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada Negara pemberi kredit. Sebenarnya perkembangan penanaman modal asing di Indonesia telah dimulai sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rancangan Undangundang penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa kabinet Alisastroamidjojo, tetapi belum sempat diajukan ke parlemen karena jatuhnya kabinet ini. Kemudian pada tahun 1953 rancangan tersebut diajukan kembali tetapi ditolak oleh pemerintah. Secara resmi undang-undang yang mengatur mengenai penanaman modal asing untuk pertama kalinya adalah UU Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing, akan tetapi karena pelaksanaan undang-undang ini banyak mengalami hambatan, UU Nomor 78 Tahun 1958 tersebut pada tahun 1960 diperbaharui dengan UU Nomor 15 Tahun Pada perkembangan selanjutnya, karena adanya anggapan bahwa penanaman modal asing merupakan penghisapan kepada rakyat serta menghambat jalannya revolusi Indonesia, maka UU Nomor 15 Tahun 1960 ini dicabut dengan UU Nomor 16 Tahun Sehingga mulai tahun 1965 sampai dengan tahun 1967 terdapat kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam bidang penanaman modal asing. Baru pada tahun 1967, pemerintah Indonesia mempunyai undang- 12 M. Alfianto Romdoni, Investasi dan Penanaman Modal, diakses pada 10 Juni 2015, pukul WITA

22 22 undang penanaman modal asing dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Januari 1967 dan kemudian mengalami perubahan dan penambahan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Perusahaan Penanaman Modal Asing yang diikuti dengan dikeluarkannya SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 disusul dengan dikeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Nasional.-- Kemudian pada tahun 1987, Pemerintah merubah Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tersebut, diubah dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 demikian pula Ketua BKPM mencabut SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 dicabut dan diganti dengan SK Ketua BKPM Nomor 5 Tahun 1987, yang pada prinsipnya sama dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1986 tentang Pemilikan Saham Nasional dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing Diberi Perlakuan Sama Seperti Perusahaan Pananaman Modal Dalam Negeri yaitu memberikan kelonggaran-kelonggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan dalam keputusan sebelumnya. Selanjutnya, Ketua BKPM sebagai pelaksana teknis penanaman modal asing di Indonesia, mengeluarkan Keputusan sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusan Ketua BKPM Nomor 09/SK/1989. Perkembangan selanjutnya dapat

23 23 dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Indonesia Bagian Timur. Perkembangan selanjutnya adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. PP Nomor 20 Tahun 1994 ini memberikan kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100% saham dari perusahaan asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang yang sebelumnya tertutup sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Perkembangan penanaman modal asing yang lain adalah mengenai Daftar Negatif Investasi (untuk selanjutnya disebut DNI), dahulu disebut Daftar skala Prioritas (DSP) pemerintah telah melakukan perubahan dan menyederhanakan dengan mengatur bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing. DNI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan setiap tahun dilakukan peninjauan untuk disesuaikan dengan perkembangan. Pada tahun 1998, DNI ini diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun 1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998 tentang Usaha yang Dicanangkan untuk Jenis Usaha Kecil dan Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah/Besar dengan Syarat Kemitraan. Kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres Nomor 96 Tahun Keppres Nomor 96 Tahun 2000 Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam Modal ini diubah dengan Keppres Nomor 118 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam Modal. --- Peraturan

24 24 yang terakhir diubah dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Jadi, secara singkat mengenai kebijakan Penanaman Modal di Indonesia bahwa sebelum 2007, Indonesia memiliki 2 undang-undang di bidang penanaman modal, yaitu UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Selanjutnya pada tahun 2007 diperbaharui dengan UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), diikuti dengan serangkaian PP dan peraturan di bawahnya Metode Penelitian Untuk memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa setiap data maupun informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis ilmiah mempunyai susunan yang sistematis dan konsisten, yaitu 13 : a. Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini dipergunakan pendekatan secara yuridis normatif, yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini menggunakan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang menjelaskan tentang aspek-aspek hukum yang terkait dengan pemberian hak-hak istimewa bagi investor asing yang melakukan investasi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. b. Jenis Pendekatan 13 M. Iqbal Hasan. Op.Cit., h. 43.

25 25 Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). 14 Dalam penelitian ini pendekatan Perundang- Undangan dilakukan dengan mengkaji peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang penanaman modal. c. Sumber Bahan Hukum/Data Data yang diteliti dalam penelitian hukum normatif ada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder 15 : 1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang terkait dengan penelitian. Secara khusus dalam penelitian ini bahan hukum primernya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 2. Bahan hukum sekunder Data sekunder,yaitu data yang bersumberdari penelitian kepustakaan, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data data yang 14 Peter Mahmud Marzuki, 2008,Penelitian Hukum Cet.2, Kencana, Jakarta,h M. Iqbal Hasan, Op.Cit, h. 83

26 26 sudahterdokumenkan dalam bentuk bahan bahan hukum 16. Yang termasuk dalam data sekunder antara lain: a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat yaitu: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. b. Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Misalnya karyakarya ilmiah, Rancangan Undang-undang, dan juga hasil dari suatu penelitian yang terkait dengan penanaman modal. c. Bahan hukum tersier, misalnya artikel-artikel, majalah-majalah, surat kabar, internet, kamus, dan ensiklopedia. d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan baik melalui penelusuran peraturan Perundang-Undangan, dokumen-dokumen maupun literatur-literatur ilmiah dan penelitian para pakar yang sesuai dan berkaitan dengan objek dan permasalahan yang akan diteliti. Untuk mendapatkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier tersebut, dilakukan penelusuran kepustakaan dibeberapa tempat antara lain : - Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar. - Perpustakaan Daerah Denpasar. 16 H. Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.

27 27 e. Teknik Analisis Bahan Hukum Setelah data-data baik primer maupun sekunder yang dibutuhkan terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diolah dan dianalisa dengan menggunakan tehnik pengolahan data secara kualitatif yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan pemahaman dan interprestasi data 17. Penggunaan metode analisis kualitatif didasarkan atas pertimbangan : - Data yang dianalisis diperoleh dari berbagai sumber - Sifat dasar bahan hukum yang dianalisis adalah menyeluruh serta memerlukan informasi yang mendalam. Selanjutnya untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini, metode atau cara penyimpulan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari data-data yang sifatnya umum ke khusus untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai bentuk perlindungan dan pemberian hak istimewa bagi investor asing yang melakukan investasi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Bakti, Bandung, h Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Melya Sarah Yoseva I Ketut Westra A.A Sri Indrawati Hukum Bisnis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Investasi, Saham, Sengketa, Perlindungan Hukum

ABSTRAK. Kata Kunci : Investasi, Saham, Sengketa, Perlindungan Hukum ABSTRAK Untuk meningkatkan jumlah investasi asing di Indonesia, diperlukan langkahlangkah yang dilakukan oleh pemerintah yaitu menetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal mengenai

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang sedang membangun. Untuk membangun diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Secara umum investasi atau penanaman modal

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Any Prima Andari I Wayan Wiryawan Desak Putu Dewi Kasih Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA oleh Kezia Frederika Wasiyono I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL PANSUS 15 DES 2011 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN KEGIATAN INVESTASI OLEH BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH DI KALIMANTAN TIMUR

PELAKSANAAN PENGAWASAN KEGIATAN INVESTASI OLEH BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH DI KALIMANTAN TIMUR JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 5 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 PELAKSANAAN PENGAWASAN KEGIATAN INVESTASI OLEH BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA 2. 1 Pengertian dari Investasi, Investor dan Modal Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dalam perkembangannya memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat mewujudkannya terdapat berbagai

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh : Fery Dona (fery.dona@yahoo.com) ABSTRAK Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH JAMBI DALAM LINGKUP PERATURAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak

PERATURAN DAERAH JAMBI DALAM LINGKUP PERATURAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak PERATURAN DAERAH JAMBI DALAM LINGKUP PERATURAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DI INDONESIA Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menginventarisir dan menganalisa Peraturan Daerah Jambi

Lebih terperinci

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH.

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. Oleh: Eka Yatimatul Fitriyah (15053005) M. Bagus Bahtian (15053016)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perdagangan internasional dipengaruhi oleh sistem, ketentuan dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu aturan main adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Hendrik Budi Untung (2010: 48), mengingat akan begitu besarnya peran

I. PENDAHULUAN. Menurut Hendrik Budi Untung (2010: 48), mengingat akan begitu besarnya peran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB III DINAMIKA INVESTASI, OTONOMI DAERAH, DAN KEBIJAKAN INVESTASI

BAB III DINAMIKA INVESTASI, OTONOMI DAERAH, DAN KEBIJAKAN INVESTASI BAB III DINAMIKA INVESTASI, OTONOMI DAERAH, DAN KEBIJAKAN INVESTASI Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001, maka setiap pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengatur

Lebih terperinci

vii ABSTRAK Kata Kunci: Kedudukan Hukum Indonesia, Perjanjian, Penanaman Modal Asing, Perseroan Terbatas, Industri Manufaktur

vii ABSTRAK Kata Kunci: Kedudukan Hukum Indonesia, Perjanjian, Penanaman Modal Asing, Perseroan Terbatas, Industri Manufaktur vii ABSTRAK Industri manufaktur sangat penting dalam tata kehidupan masyarakat, karena dalam banyak hal dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Industri manufaktur mencakup berbagai jenis usaha, sehingga

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA Oleh Komang Hendy Prabawa Marwanto Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam program pembangunan nasional (Propenas), yakni berusaha mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi daerah maupun nasional serta mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia, diperlukan peningkatan penanaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk, tingkat pengangguran, keadaan sosial budaya, kemajuan. per kapita ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk, tingkat pengangguran, keadaan sosial budaya, kemajuan. per kapita ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya suatu negara dapat diukur dari perkembangan banyak aspek. Baik dari kondisi penduduk yang meliputi pertumbuhan penduduk dan kualitas penduduk, tingkat

Lebih terperinci

RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh I Putu Ananta Wijaya A.A Sagung Wiratni Darmadi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

KENDALA PERIZINAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

KENDALA PERIZINAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA KENDALA PERIZINAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA Oleh Andika Wahyu Wibowo Ida Bagus Rai Djaja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Untuk mencapai perekonomian Indonesia yang baik

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia yang mengandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia yang mengandung cita-cita luhur dan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam menjalankan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DASAR PEMERINTAH TERHADAP INVESTOR ASING DAN DOMESTIK BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB II KEBIJAKAN DASAR PEMERINTAH TERHADAP INVESTOR ASING DAN DOMESTIK BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL BAB II KEBIJAKAN DASAR PEMERINTAH TERHADAP INVESTOR ASING DAN DOMESTIK BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Kebutuhan Indonesia Terhadap Penanaman Modal Asing Indonesia

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBANGUN KENYAMANAN BERUSAHA DAN MENINGKATKAN INVESTASI DI INDONESIA DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS

KEPASTIAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBANGUN KENYAMANAN BERUSAHA DAN MENINGKATKAN INVESTASI DI INDONESIA DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS KEPASTIAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBANGUN KENYAMANAN BERUSAHA DAN MENINGKATKAN INVESTASI DI INDONESIA DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS Disampaikan dalam Seminar Yang Diselenggarakan Kamar Dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional disegala bidang, salah satunya dalam sektor ketenagakerjaan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya. Kedua hal tersebut pun

Lebih terperinci

BAB II PERLAKUAN YANG DIBERIKAN PEMERINTAH KEPADA PENANAM MODAL BERDASARKAN UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB II PERLAKUAN YANG DIBERIKAN PEMERINTAH KEPADA PENANAM MODAL BERDASARKAN UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL 30 BAB II PERLAKUAN YANG DIBERIKAN PEMERINTAH KEPADA PENANAM MODAL BERDASARKAN UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Perkembangan Ketentuan Penanaman Modal di Indonesia Sebenarnya perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya modal asing di suatu negara, terutama negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya modal asing di suatu negara, terutama negara-negara berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan salah satu sektor pendukung kemajuan ekonomi di setiap negara. Semua negara memiliki kekurangan dan kelebihan untuk saling mengisi antara

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna meningkatkan kualitas manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Di Indonesia, berbagai macam investasi yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Di Indonesia, berbagai macam investasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dengan menciptakan iklim investasi atau penanaman modal yang kondusif. Di samping itu,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci