BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyampaiannya, kebudayaan dapat divisualisasikan melalui bahasa. Dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyampaiannya, kebudayaan dapat divisualisasikan melalui bahasa. Dengan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keanekaragaman kebudayaan Jawa sangat menarik untuk diteliti. Dalam penyampaiannya, kebudayaan dapat divisualisasikan melalui bahasa. Dengan bahasa, maka kebudayaan dapat dikenal dan berkembang di masyarakat. Para petani mengekspresikan tentang apa yang dirasakan, dipikirkan dan dilihatnya dengan bahasa verbal. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam anggota masyarakat pemakai bahasa dan merupakan dokumentasi kegiatan atau aktivitas hidup manusia. Selain itu, bahasa berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan invetaris ciri-ciri kebudayaan (Nababan, 1993: 38). Petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar masih menggunakan bahasa verbal tertentu dalam aktivitasnya bertani. Setiap daerah memiliki bahasa yang berbeda untuk mengungkapkan bentuk aktivitasnya, begitu pula petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani terutama petani padi karena sebagian besar tanah di desa tersebut merupakan sawah pertanian padi. Pada umumnya bahasa yang digunakan petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar merupakan piranti untuk mencapai sistem pengetahuan masyarakat di daerah tersebut, melalui pengungkapannya dapat diketahui pandangan hidup, pandangan dunia atau pola pikir pendukung budaya

2 2 masyarakatnya. Bahasa dalam budaya Jawa yang berupa istilah-istilah aktivitas pertanian padi biasanya terkandung kearifan lokal berupa pengetahuanpengetahuan. Pentingnya masalah bahasa dalam budaya tersebut dikaji karena dalam ranah pertanian tersimpan sistem pengetahuan tradisional para petani yang diwariskan secara turun temurun. Sistem pengetahuan tersebut menyiratkan kearifan lokal yang perlu diberdayakan dan dikembangkan untuk merevitalisasi keunggulan budaya warisan leluhur. Dewasa ini, banyak generasi muda yang tidak mengetahui tentang bahasa Jawa dan budaya dalam aktivitas pertanian padi seperti: kêrik menghaluskan sawah agar siap untuk ditanami padi, ndhaut mecabut benih padi, ngalisi membersihkan pematang sawah, mberok menanam padi menggunakan bantuan tali, apalagi makna dari bahasa tersebut. Oleh karena hal-hal tersebut, bahasa dalam budaya Jawa terkait istilah-istilah aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar penting untuk dikaji melalui disiplin ilmu etnolinguistik. Alasan penelitian mengenai bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi dapat dikaji secara etnolinguistik berdasarkan pengertian bahwa objek kajian etnolinguistik adalah berusaha mencari hubungan bahasa dan budaya yang terdapat di dalam masyarakat. Berdasarkan fakta dalam masyarakat di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yang masih mengenal dan memakai istilah-istilah aktivitas pertanian padi secara turun temurun tersebut, maka dapat digali hubungan makna bahasa dan budaya Jawa yang terdapat di balik pemakaian istilah aktivitas pertanian padi secara

3 3 linguistik. Dalam penelitian ini, penulis ingin ikut melestarikan budaya sehingga generasi muda dapat memahami budaya yang dimilikinya. Secara linguistik pengkajian bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi tersebut perlu adanya pengkajian dari aspek mikrolinguistik dan makrolinguistik. Mikrolinguistik mempelajari bahasa di dalamnya, dengan perkataan lain, mempelajari struktur bahasa itu sendiri (Kridalaksana, 2008: 154). Objek kajian mikrolinguistik mencakup cabang fonologi, sintaksis, leksikon, dan morfologi (Chaer, 2014: 4). Sedangkan makrolinguistik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, termasuk didalamnya bidang interdisipliner dan bidang terapan (Kridalaksana, 2008: 149). Salah satu bidang terapan yang dikaji makrolinguistik adalah etnolinguistik. Berdasarkan pengertian mengenai aspek mikrolinguistik dan makrolinguistik tersebut, maka dalam penelitian ini aspek mikrolinguistik yang akan dikaji meliputi aspek morfologi dan sintaksis. Pengkajian dari aspek morfologi bertujuan untuk mengklasifikasi bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi, apakah terdiri atas satu morfem (monomorfemis) atau terdiri lebih dari satu morfem (polimorfemis) sedangkan pengkajian dari aspek sintaksis bertujuan untuk mengklasifikasi bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi apakah berbentuk berbentuk frase atau berbentuk klausa. Sedangkan aspek makrolinguistik yang akan dikaji dalam penelitian ini yakni pencermatan terhadap keterkaitan antara makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam bahasa dan budaya terkait aktivitas pertanian padi secara mendalam atas data penelitian yang didapatkan yang

4 4 merupakan cerminan kognisi, pandangan hidup, pandangan dunia dan pola pikir masyarakat di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Hal tersebut terekspresikan dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi yang dapat dideskripsikan melalui interdisipliner etnolinguistik sebagai berikut. Dêrêp [d r p] Satuan lingual dêrêp berbentuk monomorfemis. Satuan lingual dêrêp berkategori verba yang dapat berdiri sendiri, berarti dan belum mengalami proses morfologis. Dêrêp yaiku mèlu nggarap sawah sarta ngênèni (opahane bawon) ikut menggarap sawah dan mengunduh (upahnya bulir-bulir padi) (Poerwadarminta, 1939: 206). Makna leksikal dêrêp adalah ikut menggarap sawah dan memanennya kemudian mendapat upah berupa bulir-bulir padi yang biasa disebut bawon. Makna kultural dêrêp menurut informan berasal dari jarwa dhosok diêrêpêrêp yang bermakna diharap-harapkan, karena dêrêp yang selalu diharapharapkan oleh buruh tani saat panen tiba agar nantinya mendapatkan bawon. Dêrêp dilakukan dengan mengunduh padi dengan cara membantu atau menjadi buruh saat panen pada petani lain saat panen dan mendapat upah yang disebut bawon. Bawon yaitu gabah bulir-bulir padi sebagai upah. Deskripsi makna leksikal dan makna kultural tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar menyebut aktivitas tersebut dengan satuan lingual dêrêp bukan sekedar penamaan belaka namun ada makna yang terkandung di dalamnya. Selain

5 5 itu, istilah aktivitas terkait pertanian padi yang lain dalam bentuk yang berbeda pasti akan memiliki makna yang berbeda pula. Para Petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar memiliki pola pikir yang berupa prinsip dan aturan dalam mempersiapkan benih yang akan disebar, benih yang akan disebar harus dijemur sampai kering kemudian direndam. Cara merendam gabah yang dilakukan petani satu dan petani lainnya berbeda-beda, ada yang setelah dijemur kering langsung dimasukkan ke dalam ember yang berisi air dingin, ada pula yang menggunakan air mendidih saat merendam gabah, yang sebelumnya air mendidih dimasukkan garam sedikit setelah itu gabah dimasukkan, garam dipercaya dapat memperbanyak dan mempercepat tumbuhnya gabah. Gabah direndam selama satu hari satu malam dalam ember atau bak, kemudian setelah itu gabah bisa diangkat untuk selanjutnya dipêp menutup rapat agar tidak terkena angin dalam karung dan di atas gabah diberi daun sarilaya selanjutnya karung bisa ditutup rapat, setelah itu karung yang berisi gabah dimasukkan ke dalam tenggok dan disimpan di tempat yang lembab selama dua hari. Ngêpêp gabah dilakukan agar gabah tidak terkena angin yang nantinya akan membuat gabah menjadi lembab dan dapat tumbuh. Jika sudah dua hari gabah sudah mulai tumbuh maka gabah siap untuk disebar. Gabah yang dijadikan benih tidak boleh sembarangan, gabah harus berkualitas baik, karena masyarakat Desa Bangsri berpandangan bahwa jika menanam benih yang baik maka hasil yang akan diunduh nantinya akan baik pula. Pandangan terhadap dunia masyarakat petani Desa Bangsri yakni masyarakat petani menyebar benih di tanah yang subur, tanah merupakan bagian dari

6 6 dunia, menyebar benih di tanah yang subur dan gembur akan membuat benih dapat tumbuh subur pula, sehingga dapat mempercepat proses menanam padi dengan begitu tanaman padi akan cepat berbuah. Dari deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui pengungkapan bahasa dalam budaya terkait aktivitas pertanian padi dapat diketahui pola pikir berupa prinsip-prinsip dan aturan-aturan, pandangan hidup dan pandangan terhadap dunia masyarakat Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan penelusuran yang telah penulis lakukan, penelitian ini belum pernah dilakukan. Ada pun penelitian sebelumnya yang sejenis sebagai berikut. Penelitian M. V. Sri Hartini H.S. Program Studi Linguistik Deskriptif, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret (2014) untuk disertasi yang berjudul Kategori dan Ekspresi Linguistik sebagai Cermin Kearifan Lokal Etnik Jawa di Kabupaten Kebumen Kajian Etnolinguistik Komunitas Petani yang mengkaji tentang kategori dan ekspresi linguistik yang ditemukan dalam ranah pertanian komunitas petani etnik Jawa yang mencerminkan pemikiran kolektif dan kearifan lokal daerah Kabupaten Kebumen, eksistensi foklor di daerah penelitian yang mencerminkan kearifan lokal petani, pengungkapan pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan dunia komunitas petani Jawa di daerah penelitian di balik ranah bahasa dan budaya yang mencerminkan kearifan lokal, serta alasan ditemukan karakteristik bahasa dan budaya dalam komunitas petani di daerah penelitian sebagai daerah transisi dengan daerah budaya dan daerah periferal.

7 7 Penelitian Dwi Haryanti dan Agus Budi Wahyudi, PBS FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta (2005) yang dimuat dalam jurnal Kajian Linguistik dan Sastra terbitan Fakultas Ilmu Budaya, UGM Vol. 19 no. 1, Juni 2007: yang berjudul Ungkapan Etnis Petani Jawa di Desa Japanan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten Kajian Etnolinguistik. Penelitian ini mengkaji tentang bentuk dan maksud ungkapan para petani di desa tersebut. Inyo Yos Fernandez, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada menulis hasil penelitiannya dalam jurnal terbitan Fakultas Ilmu Budaya, UGM yaitu, jurnal Kajian Linguistik dan Sastra Vol. 20 no. 2, terbit Desember 2008: dengan judul Kategori dan Ekspresi Linguistik dalam Bahasa Jawa sebagai Cermin Kearifan Lokal Penuturnya: Kajian Etnolinguistik pada Masyarakat Petani dan Nelayan. Penelitian ini mengkaji tentang pemakaian kosa kata khusus sebagai cermin kearifan lokal yang terkait dengan pertanian atau nelayan oleh petani di Petungkriyonom, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, petani dataran tinggi di Desa Wonosari, Gunung Kawi, Malang, Jawa Timur, nelayan di Desa Kemadang, Baron, Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta dan Desa Puger di Jember, Jawa Timur. Penelitian Bebetho Frederick Kamsiadi, Bambang Wibisono, Andang Subaharinto, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Jember (2013) menulis hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Publika Budaya terbitan Bidang Ilmu Budaya dan Media, Universitas Jember Vol. 1 no. 1 November 2013: yang berjudul Istilah-Istilah yang digunakan pada Acara Ritual Petik Pari oleh Masyarakat Jawa di Desa Sumberpucung Kabupaten Malang (Kajian Etnolinguistik). Penelitian ini mendeskripsikan dan menjelaskan tentang bentuk,

8 8 makna, dan penggunaan istilah-istilah yang digunakan pada ritual petik pari oleh masyarakat Jawa di Desa Sumberpucung Kabupaten Malang. Penelitian Saharudin dan Syarifuddin, Fakultas Tarbiyah IAI Qamarul Huda Lombok Tengah, NTB yang dimuat dalam jurnal Adabiyyat terbitan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Vol. XI no. 1 Juni 2012 yang berjudul Kategori dan Ekspresi Linguistik dalam Bahasa Sasak pada Ranah Pertanian Tradisional: Kajian Etnosemantik. Penelitian ini mengkaji tentang kategori dan ekspresi linguistik bidang pertanian Sasak tradisional di pulau Lombok yang berupa kosakata-kosakata beserta makna generiknya. Penelitian Nurshopia Agustina, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI (2014) untuk skripsi tentang Cermin Budaya dalam Leksikon Perkakas Pertanian Tradisional di Pengauban, Kabupaten Bandung (Suatu Kajian Etnolinguistik) yang mengkaji tentang konsep cermin budaya dalam leksikon perkakas pertanian bahasa Sunda dan klasifikasinya. Rizal Ari Andani, Program Studi Sastra Daerah, FIB, UNS (2015) untuk skripsi tentang Istilah-Istilah Sesaji Cok Bakal Menjelang Panen Padi di Desa Sidomulyo Kecamatan Wates Kabupaten Kediri (Kajian Etnolinguistik) yang mengkaji tentang istilah-istilah, makna leksikal dan makna kultural sesaji cok bakal menjelang panen padi di Desa Sidomulyo Kecamatan Wates Kabupaten Kediri. Penelitian Fanny Henry Tondo, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dimuat dalam jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, terbitan Badan Penelitian dan Pengembangan

9 9 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 18, no. 2, Juni 2012 yang berjudul Bahasa Minoritas Hamap dalam Perkebunan Jagung (Tinjauan Etnolinguistik). Penelitian ini mengkaji tentang bentuk-bentuk bahasa yang digunakan oleh orang Hamap di perkebunan jagung. Penelitian Intan Arvin Yunaeni, Jurusan Sastra Daerah, FSSR, UNS (2014) untuk skripsi tentang Istilah-istilah Gerak Tari Srimpi Dhempel (Kajian Etnolinguistik) yang mengkaji tentang bentuk, makna leksikal dan makna kultural istilah-istilah gerak tari Srimpi Dhempel di Keraton Kasunanan Surakarta. Penelitian Dwi Lestari, Program Studi Sastra Daerah, FIB, UNS (2015) untuk skripsi tentang Bahasa dan Budaya Jawa dalam Tanaman Berkhasiat Obat Tradisional di Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur (Kajian Etnolinguistik) yang mengkaji tentang hubungan bahasa dan budaya Jawa, makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam nama tanaman berkhasiat obat tradisional di Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Penelitian tersebut digunakan sebagai acuan dalam menganalisis bentuk, makna, pola pikir, pandangan hidup dan pandangan terhadap dunia penuturnya dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas dan hasil pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penelitian yang mengkaji bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar dari perspektif kajian etnolinguistik belum pernah dilakukan. Maka dari itu, penelitian yang akan dilakukan ini mengkaji bahasa dalam budaya Jawa yang berupa istilah-istilah

10 10 aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yang terkait dengan aktivitas, cara kerja, dan cara mengelola hasil. Dalam hal ini peneliti meneliti tentang bentuk bahasa dalam budaya, makna leksikal dan makna kultural serta pola pikir, pandangan hidup dan pandangan terhadap dunia dari bahasa Jawa petani yang terkait dengan aktivitasnya di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Dalam penelitian ini, makna kultural atau makna yang dimiliki oleh penuturnya akan terjaga, sehingga ajaran yang terkandung dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi akan menambah pengetahuan pembaca. Ada pun judul yang dipilih untuk penelitian ini adalah Bahasa dalam Budaya Jawa terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar (Kajian Etnolinguistik). B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam sebuah penelitian sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan yang akan dikaji tidak meluas pada pembahasan lain. Penelitian yang berjudul Bahasa dalam Budaya Jawa terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar (Kajian Etnolinguistik), penulis membatasi permasalahan yang dikaji, yaitu mengenai bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yang berupa monomorfemis, polimorfemis, frase, klausa, mengenai makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, mengenai pola pikir, pandangan hidup dan pandangan

11 11 terhadap dunia masyarakat petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. C. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar? 2. Apakah makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar? 3. Bagaimanakah pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap dunia masyarakat petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar? D. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.

12 12 2. Mendeskripsikan makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. 3. Mendeskripsikan pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap dunia masyarakat petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibedakan bersifat teoretis dan praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoretis yaitu menambah khazanah teoretis tentang etnolinguistik. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat praktis sebagai berikut. a. Terdokumentasikannya istilah-istilah aktivitas terkait pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar beserta cara kerja dan makna kulturalnya. b. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan masyarakat di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar tentang aktivitas-aktivitas terkait pertanian padi. c. Dijadikan sebagai acuan penelitian etnolinguistik selanjutnya.

13 13 F. Landasan Teori 1. Bahasa dan Budaya Jawa a. Bahasa Jawa Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Gorys Keraf, 2004: 1). Bahasa merupakan manifestasi terpenting dari kehidupan mental penuturnya dan dapat digunakan sebagai dasar pengklasifikasian pengalaman (Franz Boas dalam Abdullah, 2014: 5). Bahasa (language) adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 2008: 24). Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam anggota masyarakat pemakai bahasa dan merupakan dokumentasi kegiatan atau aktivitas hidup manusia. Selain itu, bahasa berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan invetaris ciri-ciri kebudayaan (Nababan, 1993: 38). Bedasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi berupa simbol bunyi yang bersifat arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, yang merupakan bagian dari manifestasi terpenting dari kehidupan penuturnya, yang dipergunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Selain itu, bahasa berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan. Bahasa Jawa berarti alat komunikasi berupa simbol bunyi yang bersifat arbitrer yang dihasilkan oleh alat

14 14 ucap orang Jawa, yang merupakan bagian dari manifestasi terpenting dari kehidupan penuturnya, yang dipergunakan oleh anggota masyarakat Jawa untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Selain itu, bahasa tersebut berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan Jawa. b. Budaya Jawa Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990: 180). Kata kebudayaan dan kata culture. Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, dengan demikian kebudayaan dapat diartikan halhal yang bersangkutan dengan budi dan akal (Koentjaraningrat, 1990: 181). Adapun kata culture, yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan kebudayaan berasal dari kata Latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan terutama mengolah tanah atau bertani, dari kata itu berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam (Koentjaraningrat, 1990: 182). Koentjaraningrat membagi kebudayaan atas 7 unsur yaitu sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, dan kesenian. (Koentjaraningrat, 1990: 203).

15 15 Selain itu Koentjaraningrat(1983: 5) juga membagi kebudayaan atas 3 wujud yakni: 1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. 2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Jadi budaya Jawa adalah keseluruhan budi, sistem gagasan, nilainilai, aktivitas, dan hasil karya yang dimiliki manusia Jawa dalam kehidupan masyarakat Jawa yang didapatkan melalui proses belajar. Aktivitas pertanian padi merupakan wujud kebudayaan Jawa. c. Keterkaitan Bahasa dan Budaya Robert Sibarani menjelaskan dalam hubungan bahasa dan kebudayaan, bahasa berperan sebagai alat atau sarana kebudayaan, baik untuk perkembangan, transmisi maupun penginventarisanya. Pengembangan konsep-konsep budaya selalu dilakukan dengan bantuan bahasa. Pola pikir, tingkah laku, adat istiadat, dan unsur kebudayaan lainnya hanya bisa disampaikan melalui bahasa. Selain itu bahasa sebagai suatu sistem komunikasi merupakan wujud kebudayaan yang termasuk sistem sosial yang mendasari tindakan berpola manusia. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa digolongkan sebagai unsur kebudayaan karena pada hakikatnya bahasa mengikuti kebudayaan. Bahasa juga merupakan hasil kebudayaan, artinya bahasa yang digunakan atau diucapkan oleh suatu kelompok masyarakat

16 16 2. Istilah adalah suatu refleksi atau cermin keseluruhan kebudayaan masyarakat tersebut (Sibarani dalam Sri Hartini, 2014: 16 ). Istilah (term) adalah kata atau gabungan kata dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu (Kridalaksana, 2008: 97). Istilah adalah perkataan yang khusus mengandung arti yang tertentu di lingkungan sesuatu ilmu pengetahuan, pekerjaan atau kesenian (Poerwadarminta, 1976: 388). Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa istilah adalah kata atau gabungan kata sebagai penyebutan atau penamaan terhadap sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan yang memiliki maksud tertentu. 3. Makna Makna adalah maksud pembicara, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia, hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, cara menggunakan lambang-lambang bahasa (Kridalaksana, 2008: 148). Makna adalah arti yang dimiliki oleh sebuah kata (leksem) karena hubungannya dengan makna leksem lain dalam sebuah tuturan (Edi subroto, 2011: 23). Penelitian ini akan membahas lebih lanjut makna leksikal dan kultural dari bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.

17 17 a. Makna Leksikal Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun (Chaer, 2014: 289). Makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Kridalaksana, 2008: 149). Makna leksikal (lexical meaning) atau makna semantik (semantic meaning), atau makna eksternal (external meaning) adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu (Pateda, 2001: 119). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa makna leksikal adalah makna yang dimiliki bahasa yang terlepas dari konteks. b. Makna Gramatikal Makna gramatikal adalah makna yang timbul karena relasi satuan gramatikal baik dalam konstruksi morfologi, frase, klausa/kalimat (Subroto, 33: 2011). c. Makna Kultural Makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki bahasa sesuai dengan konteks budaya penuturnya (Subroto dalam Abdullah, 2014: 20). Konsep makna kultural ini dimaksudkan untuk lebih dalam memahami makna ekspresi verbal maupun nonverbal suatu masyarakat yang berhubungan dengan sistem pengetahuan (cognition system) terkait pola-pikir, pandangan hidup (way of life) serta pandangan terhadap dunianya (world view) suatu masyarakat (Abdullah, 2014:

18 18 20). Jadi, makna kultural adalah makna bahasa yang sesuai dengan konteks kebudayaan masyarakat penuturnya. Berikut ini adalah contoh makna leksikal dan makna kultural yang ditemukan dari data tentang bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar ini ditemukan data sebagai berikut. a. Makna Leksikal Kêrik yaiku nyukur sathithik sarta dipacak rêsik memotong sedikit dan menata bersih (Poerwadarminta, 1939: 656). Makna leksikal kêrik adalah memotong sedikit dan menata bersih. b. Makna Gramatikal Mopok yaiku nèmplèkake blêthok lan sapiturute ing menempelkan gumpalan tanah di (Poerwadarminta, 1939: 1027). Mopok berasal dari kata popok kemudian mendapatkan prefix m- menjadi mopok. Makna gramatikal mopok adalah menempelkan gumpalan tanah pada galengan batas petakan pada sawah. c. Makna kultural Makna kultural mopok menurut masyarakat Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar dikarenakan saat melakukan aktivitas ini blêthok gumpalan tanah yang ditaruh di galengan pematang sawah lalu digacrokne dipukul-pukul menggunakan cangkul akan terdengar bunyi pok-pok-pok, jadi dinamakan mopok.

19 19 Mopok dilakukan setelah galengan pematang sawah sudah dialisi. Mopok dilakukan dengan cara menaruh blêthok gumpalan tanah ditaruh di galengan pematang sawah lalu digacrokne dipukulpukul menggunakan cangkul dan dihalus-haluskan. Para petani melakukan mopok untuk memperbaiki pematang sawah agar menjadi baru serta air dapat menggenang dipetakan sawah dan air tidak bocor ke petakan sawah lain. 4. Aspek Mikrolinguistik Mikrolinguistik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa di dalamnya, dengan perkataan lain, mempelajari struktur bahasa itu sendiri atau mempelajari bahan bahasa secara langsung (Kridalaksana, 2008: 154). Objek kajian mikrolinguistik mencakup cabang fonologi, sintaksis, leksikon, dan morfologi (Chaer, 2014: 4). Penelitian ini mempergunakan aspek mikrolinguistik yaitu cabang morfologi yang meliputi teori tentang pengertian monomorfemis, polimorfemis dan cabang sintaksis yang berupa pengertian tentang frase dan klausa. a. Monomorfemis Monomorfemis (monomorphemic) terjadi dari suatu morfem (Kridalaksana, 2008: 157). Morfem (morpheme) merupakan satuan bunyi terkecil yang relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil misalnya (ter-), (di-), dan sebagainya (Kridalaksana, 2008: 158). Morfem terdiri atas dua jenis yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang secara potensial dapat berdiri sendiri dan sudah memiliki makna, misal rumah,

20 20 tanah dan sebagainya sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yang selalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran, misal pe, juang, temu, mayur (Kridalaksana, 2008: 158). Menurut Kentjono (1982: 44-45) satu atau lebih morfem akan menyusun sebuah kata. Kata dalam hal ini ialah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata bermorfem satu disebut kata monomorfemis dengan ciri-ciri dapat berdiri sendiri sebagai kata, mempunyai makna dan berkategori jelas, sedangkan kata bermorfem lebih dari satu disebut kata polimorfemis. Penggolongan kata menjadi jenis monomorfemis dan polimorfemis adalah menggolongkan berdasarkan jumlah morfem yang menyusun kata. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kata dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk monomorfemis apabila kata tersebut berupa morfem bebas yaitu dapat berdiri sendiri dan bermakna. Pentingnya penjelasan tentang monomorfemis untuk penelitian yang berjudul Bahasa dalam Budaya Jawa terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar (Kajian Etnolinguistik) ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di wilayah tersebut yang terdiri atas satu morfem. Dalam penelitian terkait bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten

21 21 Karanganyar ini ditemukan sejumlah satuan lingual yang termasuk kategori bentuk monomorfemis seperti matun, dêrêp, sulam, dsb. b. Polimorfemis Polimorfemis adalah kata bermorfem lebih dari satu. Kata yang dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk polimorfemis adalah hasil kata dari proses morfologis yang berupa perangkaian morfem. Proses morfologis meliputi: 1) Afiksasi Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata (Chaer, 2014:177). Kata berafiks adalah kata yang mengalami proses afiksasi. Penambahan afiks dapat dilakukan di depan (prefiks), di tengah (infiks), di akhir (sufiks) serta dapat di depan dan akhir (konfiks). Afiksasi ialah proses pembubuhan afiks pada suatu bentuk baik berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata-kata baru. (Rohmadi, Muhammad, Yakub Nasucha, Agus Budi Wahyudi, 2012: 41). Afiks ialah suatu bentuk linguistik yang keberadaannya hanya untuk melekatkan diri pada bentuk-bentuk lain sehingga mampu menimbulkan makna baru (baru) terhadap bentuk-bentuk yang dilekati tadi. Bentuk-bentuk yang dilekatinya bisa terdiri atas pokok kata, kata dasar, atau bentuk kompleks (Rohmadi, Muhammad, Yakub Nasucha, Agus Budi Wahyudi, 2012: 41). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

22 22 afiksasi adalah proses penambahan afiks yang berupa morfem terikat pada kata dasar maupun bentuk kompleks yang menimbulkan makna baru. 2) Reduplikasi Reduplikasi adalah perulangan bentuk atas suatu bentuk dasar. Bentuk baru sebagai hasil perulangan bentuk tersebut lazim disebut kata ulang (Rohmadi, Muhammad, Yakub Nasucha, Agus Budi Wahyudi, 2012: 83). Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 2014: 182). Reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologi atau gramatikal (Kridalaksana, 2008: 186). Abdul Chaer (2014: ) membedakan reduplikasi menjadi 3 yaitu: reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian seperti lelaki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik, Sutan Takdir Alisjahbana dalam Abdul Chaer (2014:183) masih mencatat adanya reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang. Jadi, reduplikasi adalah proses pengulangan kata, baik secara keseluruhan, sebagian, maupun dengan perubahan bunyi. 3) Kata Majemuk Kata majemuk ialah dua kata atau lebih yang menjadi satu dengan lainnya erat sekali dan menunjuk atau menimbulkan satu

23 23 pengertian baru (Rohmadi, Muhammad, Yakub Nasucha, Agus Budi Wahyudi, 2012: 103). Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan arti (Keraf, 2004: 124). Kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Makna muncul bukanlah gabungan makna pada tiap unsur, melainkan makna lain dari unsur pembentuknya (Ramlan dalam Pateda, 2001: 145). Jadi, kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk makna baru. Pentingnya penjelasan tentang polimorfemis pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yang mengalami proses morfologi baik karena proses afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. Kata polimorfemis yang ditemukan dalam penelitian ini misalnya istilah pêlakan yang termasuk dalam kelompok kata yang mengalami proses morfologi yaitu afiksasi, pêlakan berasal dari kata dasar pêlak kemudian mendapatkan sufik an. Pêlakan berarti para petani memulai untuk menggarap sawah. c. Frase Frase lazimnya didefinisikan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazimnya juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2014: 222). Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan pada

24 24 umumnya menjadi pembentuk klausa (Kentjono, 1982: 57). Frase pada umumnya dapat diperluas dengan cara menyisipkan kata pada dua unsur kata pembentuk frase tersebut, dengan menambahkan kata di depan, di belakang maupun dengan merubah susunan frase (Kentjono, 1982: 58). Frase dapat didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksud frase tidak melebihi batas fungsi unsur klausa adalah karena frase selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu sebagai subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan (Ramlan, 2001: 139). d. Klausa Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagainya. (Chaer, 2009: 41). Unsur yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah predikat. Unsurunsur lainnya mungkin ada mungkin juga tidak ada. (Ramlan, 2001: 80). Kehadiran predikat adalah wajib dalam sebuah konstruksi klausa (Sidu, 2013: 43). Ramlan, 2001 menggolongkan klausa berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi P. Klausa digolongkan menjadi 4 yaitu: klausa nominal, klausa verbal, klausa bilangan, klausa depan.

25 25 1) Klausa Nominal Klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frase golongan nomina. Misalnya: ia guru 2) Klausa Verbal Klausa verbal ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frase golongan verba. 3) Klausa Bilangan Klausa bilangan atau klausa numerial ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frase golongan bilangan. Misalnya: roda truk itu enam, kerbau petani itu hanya dua ekor 4) Klausa Depan Klausa depan atau klausa yang P-nya terdiri dari frase depan, yaitu frase yang diawali oleh kata depan sebagai penanda. Misalnya: beras itu dari Delanggu, orang tuanya di rumah. Pentingnya penjelasan tentang klausa pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yang berbentuk klausa. Satuan lingual yang berbentuk klausa yang ditemukan dalam penelitian ini misalnya istilah meme gabah, satuan lingual meme gabah berasal dari kata meme (verba) dan kata gabah (nomina). Meme memiliki fungsi sebagai predikat dan gabah berfungsi sebagai objek. meme gabah berarti dikeringkan di bawah terik sinar matahari.

26 26 5. Aspek Makrolinguistik Makrolinguistik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, termasuk didalamnya bidang interdisipliner dan bidang terapan (Kridalaksana, 2008: 149). Salah satu bidang terapan yang dikaji makrolinguistik adalah etnolinguistik. Aspek makrolinguistik yang dipergunakan dalam penelitian dengan kajian perspektif etnolinguistik ini yaitu teori tentang pengertian etnolinguistik, pengkajian etnolinguistik dari aspek bahasa dan budaya serta pengkajian etnolinguistik dari aspek konsep pola pikir, pandangan hidup masyarakat dan pandangan masyarakat terhadap dunia. a. Etnolinguistik Etnolinguistik berasal dari kata etnologi dan linguistik yang lahir karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi dengan pendekatan linguistik. Atas dasar inilah, Ahimsa membagi kajian etnolinguistik dalam dua golongan, yaitu kajian etnolinguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi dan kajian etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik (Shri Ahimsa, 1997: 5). Bidang kajian etnologi mengkaji tentang suku-suku tertentu dan bidang linguistik mengkaji tentang seluk beluk bahasa keseharian manusia atau mengkaji ilmu bahasa (Sudaryanto, 1996:9). Etnolinguistik adalah suatu ilmu bagian yang pada asal mulanya erat bersangkutan dengan ilmu antropologi. Objek penelitiannya yang berupa daftar kata-kata, pelukisan-pelukisan dari ciri-ciri, dan pelukisan-pelukisan tentang tata bahasa dari bahasa-

27 27 bahasa lokal yang tersebar di berbagai tempat di muaka bumi ini, terkumpul bersama-sama dengan bahan tentang unsur kebudayaan sesuatu suku bangsa. (Koentjaraningrat, 1974: 2) Istilah etnolinguistik juga disebut dengan istilah antropological linguistic yang bervariasi dengan linguistic anthropology (Duranti, 1997: 2). Linguistic anthropology over both antropological linguistic and ethnolinguistics is part of a conscious attempt at consolidating and redefining the study of language and culture as one of the major subfields of anthropology Linguistik antropologi baik antropologi linguistik maupun etnolinguistik merupakan bagian dari usaha nyata (sadar) dalam menggabungkan dan menjelaskan bahwa studi bahasa dan budaya sebagai satu dari subbidang utama dari antropologi (Duranti, 1997: 2). Lebih lanjut menurut Hymes (1963: 277) ethnolinguistics, the study of speech and language within the context of anthropology etnolinguistik adalah ilmu yang mempelajari cara berbahasa dan bahasa dalam konteks budaya (Duranti, 1997: 2). Pengertian etnolinguistik yang juga disebut studi linguistik antropologis menurut Kridalaksana adalah cabang linguistik yang mempelajari bahasa dalam konteks budaya, mencoba mencari makna tersembunyi yang ada di balik pemakaian bahasa, merupakan disiplin interpretatif yang mengupas bahasa untuk mendapatkan pemahaman budaya yang bermula dari fakta kebahasaan (Kridalaksana, 2008: 59). Selain itu etnolinguistik juga dipahami sebagai jenis linguistik yang menaruh perhatian terhadap dimensi bahasa (kosakata, frasa, klausa,

28 28 wacana, unit-unit lingual lainnya) dalam dimensi sosial dan budaya (seperti upacara ritual, peristiwa budaya, foklor, dan lainnya) yang lebih luas untuk memajukan dan mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur sosial masyarakat (Abdullah, 2014: 10). Secara konseptual etnolinguistik (anthropological linguistics) memiliki pengertian merupakan jenis linguistik yang menaruh perhatian terhadap posisi bahasa dalam konteks sosial-budaya yang lebih luas untuk memajukan dan mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktul sosial (Foley dalam Abdullah, 2014: 1). Lebih lanjut, etnolinguistik yang dapat disebut juga linguistik antropologi (anthropological linguistics) adalah cabang linguistik yang mengkaji hubungan bahasa dan budaya sebagai sub bidang utama dari antropologi (Richards, Platt, Weber dalam Abdullah, 2014: 4). Etnolinguistik mencoba melakukan klasifikasi kognisi, pandangan hidup, pandangan dunia dan pola pikir masyarakat penuturnya yang bertolak dari data empiris kebahasaan dan sangat bertumpu pada dimensi leksikon berserta dimensi semantik bahasa dan budaya pemiliknya (Abdullah, 2014: 8). Dari beberapa pengertian para ahli mengenai etnolinguistik di atas dapat disimpulkan bahwa etnolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang bahasa dalam konteks budaya. Etnolinguistik mencoba mencari makna tersembunyi yang ada di balik pemakaian bahasa (yang berupa kosakata, frasa, klausa, wacana, unit-unit lingual lainnya) dalam konteks sosial dan budaya (seperti upacara ritual,

29 29 peristiwa budaya, foklor, dan lainnya), mengupas bahasa untuk mendapatkan pemahaman budaya yang bermula dari fakta kebahasaandan yang lebih luas untuk memajukan dan mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur sosial. Pada intinya etnolinguistik mencoba melakukan klasifikasi kognisi, pandangan hidup, pandangan dunia dan pola pikir masyarakat penuturnya yang bertolak dari data empiris kebahasaan dan sangat bertumpu pada dimensi leksikon berserta dimensi semantik bahasa dan budaya pemiliknya. b. Pengkajian Etnolinguistik dari Aspek Bahasa dan Budaya Budaya itu ada di dalam pikiran (mind) manusia, dan bentuk organisasi pikiran berupa fenomena material. Dalam hal ini fenomena material itu dapat dipahami berupa ekspresi verbal (kosa-kata, frase, klausa, wacana, dan unit-unit lingual lainnya) dan ekspesi nonverbal (upacara ritual, mantra, doa, tempat tertentu, kepercayaan, perangkat sesaji, dan sebagainya). Selanjutnya dijelaskan bahwa jalan yang paling mudah untuk memperoleh budaya adalah melalui bahasa, khususnya melalui daftar kata-kata yang ada dalam suatu bahasa. Maka dari itu, bahasa merupakan jalan yang paling mudah untuk sampai pada sistem pengetahuan (cognition system) suatu masyarakat, yang isinya antara lain klasifikasi-klasifikasi, aturan-aturan, prinsipprinsip, dan sebagainya. (Abdullah, 2014: 14).

30 30 c. Pengkajian Etnolinguistik dari Aspek Konsep Pola Pikir, Pandangan Hidup Masyarakat dan Pandangan Masyarakat terhadap Dunia Bahasa dipahami sebagai manifestasi terpenting dari kehidupan mental penuturnya dan sebagai dasar pengklasifikasian pengalaman (Abdullah, 2014: 17). Ahimsa dalam Abdullah (2014: 17) mengemukakan bahwa pola pikir adalah pengetahuan suatu masyarakat yang isinya antara lain klasifikasi-klasifikasi, aturanaturan, prinsip-prinsip, yang sebagaimana dinyatakan melalui bahasa. Dalam konsep Durkheim, konsep pola pikir dapat mengacu pada pikiran kolektif masyarakat, yaitu dipahami sebagai suatu gagasan yang telah dimiliki sebagian besar warga masyarakatnya yang sudah bukan lagi bentuk pikiran tunggal mengenai suatu hal yang khas, tetapi umumnya telah berkaitan dengan gagasan lain sejenis, sehingga menjadi suatu kompleks gagasan (Koentjaraningrat, 1996: 85-86). Pencermatan melalui ekspresi verbal dan nonverbal dalam bahasa dan budaya masyarakat tertentu akan dapat menguak pola pikir yang dimilikinya secara turun-temurun (Abdullah, 2014: 18). Bahasa merupakan jalan yang paling mudah untuk sampai pada sistem pengetahuan (cognition system) suatu masyarakat, yang isinya antara lain klasifikasi-klasifikasi, aturan-aturan, prinsip-prinsip, dan sebagainya. Dalam bahasa inilah tersimpan nama-nama berbagai benda yang ada di lingkungan manusia, sebab melalui proses ini manusia lantas dapat menciptakan keteraturan dalam persepsinya atas lingkungan ekologisnya. Dari nama-nama ini dapat diketahui

31 31 patokan apa yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk membuat klasifikasi, yang berarti juga kita dapat mengetahui pandangan hidup pendukung kebudayaan suatu masyarakat. Selanjutnya klasifikasi ini tidak hanya menyangkut objek-objek atau benda-benda, namun juga mengenai cara-cara, tempat-tempat, kegiatan-kegiatan, pelaku-pelaku, tujuan-tujuan dan sebagainya. (Abdullah, 2014: 14-15). Pandangan hidup itu sendiri adalah konsep yang dimiliki seseorang atau golongan dalam masyarakat yang bermaksud menanggapi dan menerangkan segala masalah di dunia ini (KBBI, 2012: 1011). Oktavianus mengemukakan bahwa cara pandang dunia penuturnya memperlihatkan keterkaitan bahasa dan budaya dalam menafsirkan pandangan dunia. Melalui sistem gramatika, atau melalui unit lingualnya sebagai pembentuk sebuah struktur wacana dapat diamati di balik pola pikir masyarakat yang ditampilkan dalam budaya. Oleh karena itu analisis terhadap unit lingual sangat penting untuk menguak aspek sosiokultural suatu komunitas karena relasi antar unit lingual dengan nilai budaya bersifat multidireksional (Abdullah, 2014: 16-17). Adapun pandangan terhadap dunia adalah bagaimana masyarakat memandang dunia yaitu bumi dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya.

32 32 6. Aktivitas Aktivitas memiliki arti keaktifan, kegiatan, kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian di dalam perusahaan (KBBI, 2012: 31). W.J.S. Poewadarminto menjelaskan aktivitas sebagai suatu kegiatan atau kesibukan ( diakses 3 Desember 2015 pukul 22.11). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah suatu kegiatan atau kesibukan yang dilaksanakan seseorang. Aktivitas pertanian dalam penelitian ini terdiri dari 4 fase yaitu: fase sebelum menanam padi, fase saat menanam padi, fase sesudah menanam padi, fase saat panen dan setelah panen padi. 7. Pertanian Padi Definisi pertanian adalah 1) perihal bertani (mengusahakan tanah dengan tanam-tanaman); 2) segala sesuatu yang bertalian dengan tanammenanam (pengusahaan tanah dsb) (KBBI, 2012: 1409). Di samping itu, pertanian adalah sejenis proses produksi yang khas yang didasarkan atas proses-proses pertumbuhan tanaman dan hewan (Mosher, 1968: 17), sedangkan padi adalah tumbuhan yang menghasilkan beras, termasuk jenis oryza (KBBI, 2012: 996). Padi berarti Oryza sativa L. Genus Oryza, famili Graminear; rumput berumpun; helaian daun memanjang cm, kebanyakan tepi daun kasar, malai panjang cm, tumbuh ke atas dengan ujung menggantung, cabang malai kasar; anak mulai beraneka ragam, tidak berjarum, berjarum panjang atau pendek, berjarum licin atau

33 33 kasar, hijau atau cokelat, gundul atau berambut; merupakan tanaman budi daya terpenting dengan ribuan spesies. (KPU, 2013: 295). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pertanian padi berarti sejenis proses produksi yang khas dengan cara mengusahakan tanah dengan padi (tumbuhan penghasil beras dengan ciri-ciri: helaian daun memanjang cm, kebanyakan tepi daun kasar, malai panjang cm, tumbuh ke atas dengan ujung menggantung), yang didasarkan atas proses-proses pertumbuhan padi tersebut. G. Data dan Sumber Data 1. Data Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti. Data kebahasaan berupa fenomena-fenomena kebahasaan apapun yang sesuai dengan segi-segi tertentu yang diteliti. (Subroto, 1992: 34). Data dalam penelitian etnolinguistik yang berjudul Bahasa dalam Budaya Jawa terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar ini meliputi: (1) Data lisan berupa bentuk ujaran atau tuturan informan yang berwujud kata, frase, klausa yang berkaitan dengan aktivitas pertanian padi (2) Data lisan yang diperoleh dari informan terpilih terkait penjelasan tentang makna kultural bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi (3) Data tulis terkait penjelasan bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi yang termuat dalam buku-buku dan kamus.

34 34 2. Sumber Data Sumber data lisan pada penelitian ini yaitu informan yang mengetahui tentang bahasa dalam budaya terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar dan sumber data tertulis yang berasal dari buku-buku, catatan penting, dan kamus. Informan yang dimaksud memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Mengetahui tentang seluk beluk bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian; 2) mengetahui bahasa dan budaya Jawa; 3) Sehat jasmani dan rohani; 4) Memiliki alat ucap dan ujaran yang baik; 5) Bersedia memberikan informasi tentang bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian dengan jujur; 6) Alat pendengaran masih normal; 7) Usia minimal 30 tahun; 8) Asli penduduk setempat. H. Metode dan Teknik Penelitian 1. Sifat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif berusaha memahami makna dari fenomena-fenomena, peristiwa-peristiwa, dan kaitannya dengan orang-orang atau masyarakat yang diteliti dalam situasi yang sebenarnya (Subroto, 1992: 7). Adapun penelitian ini bersifat kualitatif maksudnya adalah pengkajian atau penelitian suatu masalah tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur statistik (Subroto, 1992: 5). Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif. Peneliti mencatat data yang berwujud kata-kata, kalimat, wacana, gambar-gambar/foto, catatan harian, memorandum, video-tipe (Subroto, 1992: 7). Penelitian dengan metode ini

35 35 dimaksudkan agar dapat menganalisis data dengan semua kekayaan dan wataknya yang penuh nuansa, sedekat mungkin dengan bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat (Sutopo, 2002: 35). Penelitian deskriptif kualitatif bersifat fenomenalogis, artinya penelitian ini berusaha memahami makna dari fenomena-fenomena, peristiwa-peristiwa (yang bersifat verbal maupun nonverbal) dan kaitannya dengan orang-orang atau masyarakat yang diteliti dalam konteks kehidupan, dalam situasi yang sebenarnya bersifat lentur dan terbuka, analisisnya secara induksi dengan meletakkan data-data penelitian bukan saja sebagai alat pembuktian, tetapi sebagai modal dasar untuk memahami fakta yang ada (Sutopo, 2002: 47). 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, alasan pemilihan lokasi penelitian di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar karena di desa tersebut sebagian besar masyarakatnya bermata percaharian sebagai petani padi dan sebagian besar wilayahnya dimanfaatkan untuk tanah pertanian terutama pertanian padi. Selain itu masyarakat tersebut masih menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasinya dan bahasa yang berupa istilah aktivitas pertanian memiliki makna filosofis didalamnya yang penting untuk dipelajari. 3. Alat Penelitian Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri. Berkaitan dengan kedudukan peneliti sebagai alat penelitian utama karena dalam penelitian kualitatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan aspek pandangan yaitu pada tahun 2000 oleh Chatarina dari Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batik adalah budaya Indonesia yang menjadi salah satu ciri khas dan jati diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penamaan, menurut Kridalaksana (2008:160), merupakan proses pencarian lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya. Proses ini biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan berbahasa meliputi mendengar, berbicara, membaca, menulis. Keempat kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang diterapkan dalam melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan bahasa sebagai alat komunikasi masih sangat penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan bahasa sebagai alat komunikasi masih sangat penting. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam interaksi masyarakat, bahasa merupakan alat utama yang digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang kepada orang lain. Dewasa ini peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dan daya tarik wisatawan mancanegara maupun wisatawan. sekaligus peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dan daya tarik wisatawan mancanegara maupun wisatawan. sekaligus peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keindahan alam Indonesia dengan beraneka ragam etnik dan keunikan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dulu menjadi perhatian dan daya tarik wisatawan mancanegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ungkapan adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna. Bahasa bersifat abstrak, bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian (Sudaryanto,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini sengaja dipilih karena Plered diberi julukan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik.

BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik. BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian Leksikon dalam pengobatan tradisional masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan warisan nenek moyang yang mengandung nilainilai kearifan lokal. Usaha masyarakat untuk menjaga kebudayaan melalui pendidikan formal maupun nonformal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang ada dalam dunia ini di bekali kelebihan berupa akal beserta pikiran yang sempurna oleh Allah swt. Dari bekal tersebut manusia mampu melahirkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia

Lebih terperinci

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas Modul ke: Modul Perkuliahan XIII Metode Penelitian Kualitatif Metode Etnografi Fakultas 13ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations Judul Sub Bahasan Pengertian

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Gorontalo (selanjutnya disingkat BG) adalah bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Gorontalo (selanjutnya disingkat BG) adalah bahasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Gorontalo (selanjutnya disingkat BG) adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat Gorontalo untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. BG digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

KONSEP HIDUP DAN MATI DALAM LEKSIKON KHAUL BUYUT TAMBI (KAJIAN ETNOLONGUISTIK DI INDRAMAYU)

KONSEP HIDUP DAN MATI DALAM LEKSIKON KHAUL BUYUT TAMBI (KAJIAN ETNOLONGUISTIK DI INDRAMAYU) KONSEP HIDUP DAN MATI DALAM LEKSIKON KHAUL BUYUT TAMBI (KAJIAN ETNOLONGUISTIK DI INDRAMAYU) Nurul Purwaning Ayu Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia Surel:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, di samping itu bahasa dapat menjadi identitas bagi penuturnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan perasaan, pikiran, ide, dan kemauannya kepada orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan perasaan, pikiran, ide, dan kemauannya kepada orang lain dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, ide, dan kemauannya kepada orang lain dalam masyarakat. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan kepada orang lain. Sering disebut juga bahwa bahasa itu merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan kepada orang lain. Sering disebut juga bahwa bahasa itu merupakan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang menghubungkan antara satu orang dengan orang lain. Melalui bahasa manusia dapat berinteraksi dan menyampaikan pesan yang ingin

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Morfologi Morfologi merupakan suatu cabang linguistik yang mempelajari tentang susunan kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5), secara

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menggunakan bentuk lain yakni dengan menggunakan simbol-simbol.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menggunakan bentuk lain yakni dengan menggunakan simbol-simbol. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi atau alat penghubung antar manusia, yang dapat menggunakan bentuk lain yakni dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut

Lebih terperinci

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK KAJIAN KEBUDAYAAN MELALUI BENTUK-BENTUK LINGUAL ---- MENGKAJI BAHASA MELALUI BUDAYA يم ب س م من

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipergunakan sebagai alat komunikasi antarmasyarakat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang dipergunakan sebagai alat komunikasi antarmasyarakat. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan ucapan, pikiran perasaan seseorang yang teratur serta yang dipergunakan sebagai alat komunikasi antarmasyarakat. Menurut Kridalaksana (dalam Abdul Chaer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ismi Nurul Huda, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ismi Nurul Huda, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa mengambarkan budaya masyarakat penuturnya karena dalam kegiatan berbudaya, masyarakat tidak pernah lepas dari peranan bahasa. Bahasa disebut juga sebagai hasil

Lebih terperinci

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan kata-kata yang mubajir dan terlalu berbelit-belit.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan kata-kata yang mubajir dan terlalu berbelit-belit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Isma, (2013: 29) menyatakan Bahasa tulis adalah bahasa yang digunakan secara tertulis. Bahasa tulis merupakan hasil pengungkapan pikiran atau perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam suasana resmi maupun tidak resmi, selalu terikat oleh suatu alat

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajad Sarjana S-1 Progdi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui berbagai tahap penelitian, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Istilah-Istilah dalam Register Fotografi pada Majalah Digital Camera ini dapat

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1 ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH Diajukan Oleh: AGUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di. peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di. peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia pada dasarnya sangat membutuhkan bahasa dalam bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di lingkungan formal. Bahasa

Lebih terperinci