DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i. KATA PENGANTAR...ii. PANITIA PENYUSUNAN LAPORAN. iv BAB I PENDAHULUAN. 1. A. Rasionalitas Riset B. Tujuan...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i. KATA PENGANTAR...ii. PANITIA PENYUSUNAN LAPORAN. iv BAB I PENDAHULUAN. 1. A. Rasionalitas Riset B. Tujuan..."

Transkripsi

1

2 i Riset Partisipasi Pemilu 2014 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i KATA PENGANTAR...ii PANITIA PENYUSUNAN LAPORAN. iv BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Rasionalitas Riset B. Tujuan... 3 C. Tema Riset.. 3 BAB II PARTISIPASI PEMILIH... 7 BAB III MEDIA KAMPANYE BAB IV PERILAKU PEMILIH BAB V POLITIK UANG.. 47 BAB VI INTEGRITAS DAN KINERJA KPU.. 69 PENUTUP DAN REKOMENDASI.. 76 LAMPIRAN Metodologi Riset. 81 Daftar Rujukan Guide Question (Pertanyaan Arahan).. 84 Catatan Deskriptif.. 84 Catatan Reflektif. 85 SK Pelaksana riset dan jumlah sample SK Penyusun laporan Dokumentasi

3 ii Riset Partisipasi Pemilu 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya Laporan Riset Partisipasi Masyarakat pada Pemilu 2014 di Kabupaten Boalemo dapat diselesaikan. Riset ini merupakan salah satu amanah yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Boalemo sebagai Penyelenggara Pemilu Tingkat Kabupaten Boalemo yang wajib dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab. Adapun tema riset Partisipasi masyarakat dalam pemilu yakni : Masalah Sosial Ekonomi, Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter turnout), Perilaku memilih (Voting behaviour), Politik uang (Money politics/vote buying), Tingkat melek politik warga (Political literacy), dan Kesukarelaan Warga dalam politik (Political voluntarism) Terselesaikannya laporan hasil riset ini tidak terlepas dari peran Komisi Pemilihan Umum Provinsi Gorontalo dan partisipasi aktif Anggota dan Sekretariat KPU Kabupaten Boalemo beserta rekan-rekan mitra kerja lainnya, mulai dari tahapan persiapan, pengambilan data di lapangan, pengolahan data sampai dengan penyusunan laporan ini. Melalui kesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada masyarakat Kabupaten Boalemo yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi mitra kerja sebagai responden pada pelaksanaan riset partisipasi pemilu di kabupaten Boalemo

4 iii Riset Partisipasi Pemilu 2014 Akhir kata, dengan segala keterbatasan dan kekurangan atas laporan hasil pelaksanaan riset ini, kami haturkan permohonan maaf dan demi kesempurnaan kegiatan riset-riset dimasa depan diharapkan masukan yang sifatnya membangun.. Tilamuta, Oktober 2015 Ketua Amir Dj Koem, S.Ag

5 iv Riset Partisipasi Pemilu 2014 PANITIA PENYUSUNAN LAPORAN LAPORAN RISET PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PEMILU TAHUN 2014 I. PEMBAHAS 1. DR. Razak Umar, S.Ag, M.Pd 2. Ferdiyanto Abas, STP II KETUA PELAKSANA 1. Amir Dj. Koem, S.Ag ( Ketua KPU ) III. WAKIL KETUA PELAKSANA 1. Asra Djibu, S.Pd.I ( Anggota KPU ) IV. PENANGGUNG JAWAB 1. Ismail Amalu, S.Pd,MM.Pub ( Sekretaris KPUD Boalemo) 2. Saiful Kaku, SHI ( Kasubbag Teknis) 3. Haris Sado, SE ( Kasubbag Program & Data ) 4. Yasir Dunda ( Staf Operator ) 5. Sadrin Harmain ( Staf Operator) V. KOORDINATOR 1. Herman Bater ( Anggota KPU ) 2. Drs. Jan P. Tuna ( Anggota KPU ) 3. Noldy Biya, S.AP ( Anggota KPU ) 4. Mukri Kadji, S,IPEM ( Kasubbag Umum) 5. Abd. Haris Pomanto, SH (Kasubbag Hukum) VI. TENAGA PENDUKUNG : Staf dilingkungan Sekretariat KPU Kab. Boalemo

6 1 Ba b I PENDAHULUAN

7 2 PENDAHULUAN A. Rasionalitas Riset Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai suatu substansi pemilu. Riset lebih jauh memberikan pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting demokrasi perwakilan. Ia adalah fondasi praktik demokrasi perwakilan. Persoalannya, terdapat sejumlah masalah menyangkut partisipasi pemilih yang terus menggelayut dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sayangnya, persoalan itu tidak banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap yang terus menyisakan pertanyaan. Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, gejala politik uang, misteri derajat melek politik warga, dan langkanya kesukarelaan politik. Masalah tersebut perlu didedah sedemikian rupa untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu

8 3 berada pada idealitas yang diimajinasikan. Oleh karena itu, program riset menjadi aktivitas yang tidak terhindarkan dalam manajemen pemilu. B. Tujuan Tujuan dari Riset Pemilu 2014 adalah untuk mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan manajemen pemilu serta menjadi Bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya Secara khusus riset ini bermaksud untuk menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dalam pemilu serta terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu C. Tema Riset Terdapat sejumlah persoalan ditemukan dari setiap periode pemilu. Potret persoalan itu dilihat dalam rentang waktu pemilu-pemilu pada masa reformasi sampai dengan saat ini. Persoalan-persoalan yang dapat dijadikan tema potensial untuk diriset menyangkut partisipasi pemilih diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Masalah Sosial Ekonomi menjadi bagian penting dari partisipasi masyarakat. Rasionalitas pemilih untuk ikut serta dalam ivent demokrasi berkorelasi dengan kondisi ekonomi dan social masyarakat, oleh karena itu gambaran kondisi social ekonomi merupakan bagian informasi riset

9 4 yang mengawali pembahasan kajian kajian / tema tentang partisipasi masyarakat pada pemilu 2014 di Propinsi Gorontalo. 2. Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter turnout) Partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10% konsisten terjadi sampai pada pemilu Sementara itu pada pemilu 2014, angka partisipasinya naik sebesar 5%. Pada kasus pilpres, tercatat dalam pemilu 2014 pertama kalinya dalam sejarah angka partisipasinya lebih rendah dibandingkan pemilu legislatif. Pertanyaannya, kenapa angka partisipasi pemilu legislatif naik dibandingkan pemilu sebelumnya? Kenapa angka partisipasi Pilpres menyimpang dari pola pada pemilu-pemilu sebelumnya? Selain itu kenapa golput tetap saja hadir dalam setiap pemilu? Apa penyebabnya? 3. Perilaku memilih (Voting behaviour). Perilaku memilih adalah terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta pemilu tertentu. Tentu beragam alasan yang dapat dikemukakan oleh setiap pemilih. Persoalannya adalah, sejauhmana pilihan-pilihan itu bersifat rasional? Dengan kata lain, sejauhmana pilihan politik mereka berdasarkan pertimbangan rasional menyangkut kandidat atau peserta pemilu itu. Apakah rekam jejak, program atau janji peseta pemilu menjadi bahan pertimbangan atau faktor lain. Riset ini penting untuk mengetahui tingat rasionalitas pemilih dalam pemilu.

10 5 4. Politik uang (Money politics/vote buying) Politik biaya tinggi menjadi keluhan sebagian peserta pemilu. Salah satu penyebabnya adalah fenomena politik uang. Peserta pemilu mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya. Fenomena ini sudah pasti menjadikan demokrasi kita tidak sehat. Pertanyaannya, bagaimana politik uang terjadi? Polanya seperti apa? Kenapa disebagian tempat terjadi politik uang, disebagian tempat kebalikannya? Faktor apa yang mempengaruhi? Kebiajakan apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi mengatasi fenomena politik uang? 5. Tingkat melek politik warga (Political literacy) Terdapat keyakinan bahwa tingkat melek politik warga berpengaruh pada sikap dan perilaku politik warga negara. Muaranya adalah pada tingkat kedewasaan perilaku berdemokrasi. Relasi itu bersifat perbandingan lurus, yaitu semakin tinggi tingkat melek politik warga semakin matang perilaku demokrasinya, dan sebaliknya. Dengan kata lain, wajah demokrasi sebuah negara sebagian ditentukan oleh tingkat melek politik warga. Pertanyaannya adalah seberapa tinggi/dalam melek politik warga negara? bagaimana melek politik warga selama ini terbentuk? faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya melek politik warga? Kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk meningkatkan melek politik warga?

11 6 6. Kesukarelaan Warga dalam politik (Political voluntarism) Kesukarelaan warga dalam politik berpengaruh luas dalam kehidupan politik. Absennya kesukarelaan warga dapat merusak sendisendi demokrasi. Dalam jangka pendek, biaya politik mahal menjadi resiko yang harus ditanggung karena segalanya serba berbayar. Dalam jangka panjang, korupsi menjadi virus endemik yang pasti menyerang. Sebaliknya, tatanan demokrasi semakin kuat apabila kesukarelaan warga tumbuh dan hidup didalam masyarakat. Dari pemilu kepemilu kesukarelaan warga mengalami pasang surut. Kesukarelaan warga yang kehadirannya ditandai dengan munculnya relawan dari berbagai kalangan kuat muncul dalam pemilu Pertanyaannya, apa faktor yang mempengaruhi munculnya kesukarelaan politik warga dan faktor apa yang menghambatnya? Kebijakan apa saja yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan mmperkuat kesukarelaan warga dalam politik? Potensial tema riset lain dapat ditambahkan sepanjang berkaitan dengan partisipasi pemilih dalam pemilu dan dikoordinasikan/disampaikan pilihan temanya dengan KPU pada struktur diatasnya. 7. Media Sosial menjadi tren pelaksanaan pemilu dalam lima tahun terakhir, berbagai kejutan dan efektifitas penggunaan media menjadi hal yang perlu dicermati dalam riset ini berikut efesiensi pemanfaatannya oleh Komisi pemilihan Umum.

12 7 Bab II PARTISIPASI PEMILIH

13 8 Partisipasi Pemilih Hasil Survey partisipasi pemilih kali ini berhasil merekam fakta lapangan bahwa 86 persen responden menyatakan Ikut pada Pemilu 2014 tahun lalu dan hanya 14 persen sisanya tidak ikut. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil faktual Pemilu 2014 KPU Kabupaten Boalemo sebesar 84, 55 persen terdapat selisih 1,45 persen sebagai selisih standar error survey ini. Data ini menunjukan bahwa ekspektasi masyarakat pada pemilu 2014 tahun lalu di Kabupaten Boalemo cukup tinggi diatas tingkat Partisipasi pemilih Propinsi Gorontalo 81, 97 persen. Responden yang ikut Pemilu 2014 tidak 14% ya 86% Tingkat Partisipasi pemilih di Kabupaten Boalemo jika dibandingkan dua pemilu antara Pemilihan Legislatif dan Presiden terjadi penurunan partisipasi sebesar 6.12 persen (lihat Grafik ) angka penurunan ini secara nasional juga terjadi di daerah daerah lainnya di Indonesia. Faktor penyebabnya adanya gap (jarak) kepentingan individual (pemilih)

14 9 dengan calon yang dipilih (Presiden). Pada pemilihan presiden tingkat emosional pemilih relatif rendah sehingga berpengaruh terhadap kerelaan pemilih untuk mendatangi TPS. Sebaliknya pada pemilihan legislatif tingkat pengenalan dan kedekatan calon anggota legislatif dengan calon pemilih cukup tinggi karena adanya kekrabatan, intesitas loby, maupun mobilitas sumberdaya calon untuk mempengaruhi pemilih. Tingkat Partisipasi Pemilih PEMILU LEGISLATIF PEMILU PRESIDEN 84.55% 78.43% Pada level daerah pemilihan di Kabupaten Boalemo, tingkat partisipasi pemilih berdasarkan hasil survey cukup variatif berada pada kisaran persen, tertinggi di Dapil I dan terendah di Dapil 3.

15 1 0 Ikut Pileg (baseline : dapil) Dapil 3 29% Dapil 2 32% Dapil I 39% Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo. Dari hasil penelusuran data, nampak bahwa tingkat partisipasi pemilih tertinggi berada di daerah pemilihan 1, yakni dengan tingkat partisipasi sebesar 39%; sementara di daerah pemilihan 2, tingkat partisipasi pemilih hanya mampu mencapai angka 32%; dan untuk daerah pemilihan 3, tingkat partisipasi pemilihnya merupakan yang terendah, yakni hanya mencapai 29%. Angka ini pada dasarnya hanya menggambarkan persebaran tingkat partisipasi masyarakat ditinjau dari dapil dan bukan merupakan angka partisipasi mutlak pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo.

16 1 1 Alasan Ikut Pileg warga yang baik 70% ada perubahan 16% biasa memilih 8% caleg dipercaya 5% lainnya 0% dapat uang 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan sejumlah alasan yang mendasari masyarakat Kabupaten Boalemo dalam berpartisipasi pada pemilu tahun Dari hasil penelusuran data, didapatkan bahwa masyarakat yang berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo cenderung dilandasi oleh alasan bahwa ikut serta dalam pemilu merupakan tanggung jawab sebagai warga yang baik. Secara statistik, alasan/argumentasi ini ternyata mendasari 70% masyarakat yang berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 kemarin. Hal ini sebagaimana dapat ditelusuri melalui hasil wawancara berikut....oh...jelas kita harus memilih...secara kita kan warga yang baik...pokoknya apapun yang terjadi, yang penting kewajiban memilih sudah terlaksana... (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 9)

17 1 2 Selanjutnya. Dari hasil penelusuran didapatkan pula sejumlah alasan lainnya yang mendasari warga dalam berpartisipasi, yakni harapan bahwa pemilu mampu menghasilkan perubahan dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat yang mendasari 16 persen pemilih; alasan bahwa partisipasi dalam pemilu sudah merupakan kebiasaan, yang mendasari 8 persen pemilih; dan pandangan bahwa figur-figur yang mencalonkan diri merupakan orang/kalangan yang terpercaya turut mendasari 5 persen pemilih. Secara statistik, kecenderungan sebesar 70 persen dari warga masyarakat Kabupaten Boalemo yang memilih karena alasan warga yang baik merupakan hal yang positif bila ditinjau dari term tingkat partisipasi. Hal ini dikarenakan kecenderungan yang terjadi di negara-negara demokrasi pada umumnya, dalam hal ini terdapat anggapan bahwa semakin banyak partipasi masyarakat, maka hal tersebut menunjukkan kondisi yang baik pula bagi kehidupan demokrasi di negara tersebut. Dengan demikian, jika kita hendak meningkatkan partisipasi warga masyarakat Kabupaten Boalemo dalam pemilu, maka sosialiasi dan internalisasi bahwa memilih merupakan perilaku warga yang baik perlu lebih ditekankan dan digalakkan. Dalam perspektif teoritik, dipahami bahwa pada dasarnya partisipasi politik memiliki hubungan yang erat dengan kesadaran politik (Budiardjo, 2008). Warga negara yang terlibat pada proses politik (mis. pemilu) terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan tersebut

18 1 3 kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek politik (political efficacy), dan inilah yang dinamakan partisipasi rasional dalam politik. Mencermati hal ini, maka kecenderungan warga Boalemo yang memilih hanya karena alasan warga yang baik atau sekedar menjalankan peran sebagai warga yang baik masih termasuk dalam kategori partisipasi semu, karena cenderung didorong oleh alasan yang dalam politik kurang dapat dikatakan rasional. Hanya sedikit warga yang memahami/menyadari bahwa keputusannya dalam pemilu sedikit banyak dapat berpengaruh dalam kehidupan politik-pemerintahan, dalam hal ini hanya terdapat 16 persen warga yang sadar bahwa keputusannya dapat menghasilkan perubahan. Dengan demikian, segenap stakeholder politik-pemerintahan Kabupaten Boalemo masih harus bekerja keras, tidak saja dalam meningkatkan angka partisipasi pemilu secara statistik, tetapi terlebih pada kesadaran politik rasional warga masyarakatnya.

19 1 4 Alasan Tidak Ikut Pileg untungkan elit 44%.dak ada gunanya 41% tdk terdapar 7% lainnya 4% parpol tdk dipercaya 4% Gambar grafik di atas menunjukkan sejumlah alasan yang mendasari sebagian responden (masyarakat) yang tidak berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo. Dari penelusuran data, anggapan bahwa pemilu hanya menguntungkan kalangan elit politik merupakan alasan utama, disamping anggapan bahwa pemilu sama sekali tidak ada gunanya bagi perkembangan kehidupan sosial kemasyarakatan, yang masing masing sebesar 44 persen dan 41 persen. Selain itu, tidak terdaftarnya masyarakat secara administratif dan hilangnya kepercayaan terhadap parpol turut mendasari tidak berpartisinya masyarakat, yang masing-masing sebesar 7 persen dan 4 persen. Kecenderungan ini sebagaimana nampak pada hasil wawancara berikut.

20 1 5...tidak ada gunanya kita ikut memilih...hanya calon yang terpilih lah yang diuntungkan dari pemilu ini...kita warga biasa hanya makan janji dari dulu sampai sekarang... (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 15) Dalam perspektif politik, fenomena tidak ikut berpartisipasinya / tidak ikutnya masyarakat dalam pemilu dikenal dengan istilah apati (apathy). Terkait fenomena ini, terdapat dua mainstream dalam tradisi pemikiran scholars politik. Di satu sisi, sikap apati masyarakat merupakan hal yang positif karena karena dapat memberikan fleksibilitas kepada sistem politik (McClosky, 1972); bahkan di negara-negara barat sikap apati justru menunjukkan manifestasi kepuasan/kepercayaan warga terhadap sistem politik, sehingga tidak sikap tidak memilihnya mencerminkan stabilitas politik (Lipset, 1960; Dahl, 1978); dan dalam beber apa keadaan tertentu, rasa puas menyebabkan partisipasi yang lebih rendah (Irwin, 1975). Sementara di sisi lain, sikap apati masyarakat merupakan masalah yang krusial di banyak negara berkembang (Budiardjo, 2008). Di kebanyakan negara tersebut, masyarakat cenderung acuh tak acuh/tidak memilih karena sejumlah alasan, diantaranya tidak tertarik/tidak paham mengenai masalah politik; tidak yakin bahwa usahanya dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah; kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap figur, rezim, dan sistem politik yang ada; buruknya sistem administrasi pemilu; dan sebagainya. Mencermati mainstream di atas, maka dapat dipahami bahwa fenomena apati yang terjadi di Kabupaten Boalemo merupakan masalah

21 1 6 yang krusial. Alasan warga masyarakat Boalemo, yakni untungkan elit, tidak ada gunanya, tidak terdaftar, dan parpol tidak dipercaya pada dasarnya merupakan manifestasi kekecewaan/ketidakpuasan sebagian warga atas sistem politik dan kinerja stakeholder politik-pemerintahan. Dengan demikian, segenap stakeholder politik-pemerintahan perlu berbenah, merefleksi kinerja, dan mewujudkan hasil capaian tersebut dalam bentuk bukti nyata dan bukan janji ; sehingga tingkat apati di Boalemo dapat ditekan seminimal mungkin. Banyak faktor yang menjadi akumulasi kekecewaan responden terhadap pelaksanaan Pemilu 2014 di Kabupaten Boalemo diantaranya Pileg sesuai harapan tidak 18% ya 82% Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan tanggapan responden (masyarakat) terhadap hasil/penyelenggaraan pemilu 2014 di Kabupaten Boalemo. Dari hasil penelusuran data, terdapat sebanyak 82

22 1 7 persen responden (masyarakat) yang menganggap bahwa hasil/penyelenggaraan pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo sesuai dengan harapannya; sementara hanya sedikit, yakni 18 persen masyarakat yang menganggap bahwa hasil/penyelenggaraan pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo yang tidak sesuai dengan harapannya. Ikut Pileg (baseline ; Kondisi Ekonomi lbih buruk dari yg lalu 10% lbh baik dri thn lalu 27% sama saja dari tahun lalu 63% Gambar grafik di atas menunjukkan tingkat ekonomi responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo. Dari hasil penelusuran data, didapatkan bahwa mayoritas masyarakat cenderung merasakan stagnasi terhadap kondisi ekonominya, yang bila dipersentasekan sebanyak 63 persen. Bahkan terdapat 10 persen masyarakat yang justru merasa mengalami penurunan kondisi ekonomi yang jauh lebih buruk dari sebelumnya, sementara hanya 27 persen masyarakat yang menganggap adanya perbaikan kondisi ekonomi dibanding tahun sebelumnya.

23 1 8 Ikut Pileg (baseline : Lk- Prp) Perempuan 47% Laki- Laki 53% Gambar grafik di atas menunjukkan perbandingan jumlah responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo berdasarkan jenis kelamin. Dari hasil penelusuran data didapatkan bahwa responden (masyarakat) yann berjenis kelamin laki-laki jauh lebih banyak, yakni sebesar 53 persen; sementara jumlah responden (masyarakat) yang berjenis kelamin perempuan hanya berjumlah 47 persen.

24 1 9 Wiraswasta 3% Nelayan PNS / Pensiunan 9% 8% Ikut Pileg (baseline : Lk- Prp) Petani 14% Buruh 33% Ibu RumahTangga 29% Masih Sekolah/ kuliah 4% Gambar grafik di atas menunjukkan latar belakang responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pemilu 2014 di Kabupaten Boalemo ditinjau dari jenis pekerjaan. Dari penelusuran data yang ada, secara berturut-turut responden yang berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo terdiri dari masyarakat yang berlatarbelakang buruh (33 persen), ibu rumah tangga (29 persen), petani (14 persen), nelayan (9 persen), PNS/pensiunan (8 persen), pelajar/mahasiswa (4 persen), dan wiraswasta (3 persen).

25 2 0 Sarjana/SI/S2/S3 Tidak Sekolah Diploma/Akdmk 1% 6% 1% SLTA/Sederajat 43% SD Sederajat 23% SLTP/Sederajat 26% Ikut Pileg (baseline : Lk- Prp) grafik di atas menunjukkan latar belakang responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo, ditinjau dari tingkat pendidikan. Dari hasil penelusuran data yang ada, responden yang berlatarbelakang pendidikan SMA/sederajat sebanyak 43 persen, SLTP/Sederajat sebanyak 26 persen, SD/Sederajat sebanyak 23 persen, Sarjana (S1, S2, dan S3) sebanyak 6 persen, dan diploma sebanyak 1 persen; sementara hanya terdapat 1 persen responden (masyarakat) yang sama tidak memiliki latar belakang pendidikan formal.

26 2 1 Ikut Pileg (baseline : Usia) > 55 thn < 17 tahun thn 12% 1% 9% thn 22% thn 25% thn 31% Gambar grafik di atas menunjukkan karakteristik responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo, ditinjau dari usia. Secara berturut-turut, terdapat 31 persen masyarakat yang berada pada rentang usia tahun, 25 persen pada rentang usia tahun, 22 persen pada rentang usia 45-55, 12 persen pada rentang usia > 55 tahun, dan terdapat 9 persen responden (masyarakat) pada rentang usia tahun.

27 2 2 Ikut Pileg (baseline : Pendapatan) > 5 juta 48% < % rahasia/ tdk djwb 0% 1 juta - 5 juta 0% juta 6% % Gambar grafik di atas menunjukkan karakteristik responden (masyarakat) berdasarkan tingkat pendapatan. Dari hasil penelusuran data, terdapat 48 persen masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan >5 juta, terdapat 37 persen yang memiliki pendapatan < , terdapat 9 persen yang berada pada rentang pendapatan , dan hanya terdapat 6 persen responden (masyarakat) yang berada pada rentang pendapatan Juta.

28 2 3 Ikut Pileg (baseline Netralitas KPU) Tidak 12% Ragu- Ragu 17% Ya 71% Gambar grafik di atas menunjukkan tanggapan responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo tentang netralitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu. Dari hasil penelusuran data, mayoritas (71 persen) responden (masyarakat) menilai bahwa KPU berada pada posisi yang netral dalam penyelenggaraan pemilu; sementara hanya 12 persen masyarakat yang menilai bahwa KPU tidak netral, dan hanya terdapat 17 persen masyarakat yang meragukan netralitas KPU. Angka 71 persen yang didapatkan di atas pada dasarnya cukup menggembirakan, mengingat posisi KPU yang memang diharuskan netral selaku penyelenggara pemilu. Hal ini sebagaimana nampak pada hasil wawancara berikut....sejauh ini menurut saya KPU Kabupaten Boalemo berada pada posisi netral...saya berpendapat demikian karena saya saya menilai KPU independen dalam kebijakankebijakannya...selain itu, pada umumnya tidak ada calon/pihak yang merasa keberatan, baik dengan pernyataan maupun kebijakan KPU... (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 12)

29 2 4 Bab III MEDIA KAMPANYE

30 2 5 Media Kampanye Gambar grafik di bawah ini menunjukkan sumber informasi responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pemilu 2014 di Kabupaten Boalemo, terkait partai politik peserta pemilu. Dari hasil penelusuran data, terdapat 37 persen masyarakat yang mendapatkan informasi terkait parpol peserta pemilu dari spanduk, terdapat 25 persen masyarakat yang mendapatkan informasi dari dialog, terdapat 19 persen masyarakat yang mendapatkan informasi dari stiker, terdapat 11 persen masyarakat yang mendapatkan informasi dari TV, serta terdapat 4 persen responden (masyarakat) yang mendapatkan informasi mengenai parpol peserta pemilu dari media radio dan koran. Sumber Informasi Parpol spanduk 36.3% dialog 25.0% s.ker 18.3% TV 11.4% radio 4.6% koran 4.4% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0%

31 2 6 Ikut Pileg (baseline : Sumber Informasi) 4% 4% 11% 25% 19% 37% dialog spanduk s.ker radio koran TV Dari data di atas dapat dipahami bahwa pada umumnya masyarakat Kabupaten Boalemo masih sangat bergantung pada peran media komunikasi politik konvensional, seperti spanduk, dialog, dan stiker; atau dengan kata lain, pengaruh media informasi/komunikasi konvensional tersebut jauh lebih besar kepada masyarakat Kabupaten Boalemo dibanding media informasi/komunikasi modern/elektronik. Hal ini pada dasarnya memiliki sisi positif dan negatif. Secara political economy, sejumlah media konvensional tersebut relatif mudah diakses/dimanfaatkan oleh stakeholder politik, dalam hal ini calon dan parpol, dengan derajat kebebasan dan kesempatan yang sama serta dengan biaya yang relatif terjangkau (Rodee dkk., 2006). Jadi, siapa yang mampu menampilkan bahan/materi yang menyentuh kebutuhan/kepentingan masyarakat (pemilih), maka dialah yang akan memiliki keuntungan/pengaruh jauh lebih besar. Berbeda halnya dengan media elektronik seperti TV dan

32 2 7 Radio, yang salurannya secara relatif didikte/dikendalikan oleh otoritas tertentu. Namun, dalam praktiknya penggunaan media ini tidak sesederhana yang dibayangkan karena jika informasi ingin disampaikan secara efektif kepada khalayak ramai, maka harus dihadirkan dalam jumlah yang banyak, sehingga dibutuhkan upaya ekstra; dan bahkan terkadang terdapat potensi merusak/mengganggu keindahan lingkungan akibat penempatannya yang tidak tepat/tidak bertanggungjawab. Sekalipun demikian, media tersebut tetap efektif khususnya bagi stakeholder politik (termasuk di dalamnya KPU selaku penyelenggara pemilu) dalam mensosialisasikan agenda/informasi politik. Dialogis Hiburan Acara Keagamaan Konvoi Pelayanan Kesehatan Pasar Murah Acara Tradisional lainnya Musik Sembako Kerja Bak. bagi- bagi Uang Olah raga Bulusukan Jalan santai Film Jenis kampanye yang disukai 5% 4% 3% 3% 3% 2% 2% 1% 1% 1% 0% 8% 8% 7% 14% 37% Gambar grafik di atas menunjukkan jenis kampanye yang menjadi favorit responden (masyarakat) di Kabupaten Boalemo. Dari hasil penelusuran data, ternyata jenis kampanye yang paling disukai

33 2 8 masyarakat cenderung berbentuk dialog, dalam hal ini suatu metode sosialisasi antara calon dan pemilih secara langsung dalam bertukar ide, program, dan aspirasi. Jenis kampanye ini menjadi favorit 37 persen responden (masyarakat). Selain itu, secara berturut -turut jenis kampanye yang disukai masyarakat Kabupaten Boalemo yakni berbentuk hiburan sebanyak 14 persen, religi 8 persen, konvoi 8 persen, pelayanan kesehatan 7 persen, pasar murah 5 persen, acara tradisional 4 persen, musik 3 persen, pembagian sembako 3 persen, kerja bakti 2 persen, bagibagi uang 2 persen, olah raga 1 persen, blusukan 1 persen, dan jalan santai 1 persen. Dari data tersebut dapat dilihat kecenderungan masyarakat Kabupaten Boalemo yang masih menyukai model kampanye konvensional. Sekalipun demikian, jika ada calon/parpol yang menghadirkan kampanye dalam bentuk dialog dan hiburan, maka sedikit banyak telah mampu menarik atensi 51 persen masyarakat Kabupaten Boalemo; dan hal tersebut cukup efektif.

34 2 9 Jenis Kampanye Parpol keagamaan 27% Baksos 24% hobi 16% olahraga 15% lainnya 8% budaya 5% wirausaha 5% Gambar grafik di atas menunjukkan jenis/bentuk kampanye yang dilakukan partai politik (parpol) dalam pemilu 2014 di Kabupaten Boalemo. Dari penelusuran data didapatkan bahwa jenis/bentuk kampanye yang dilakukan parpol dalam pemilu 2014 di Kabupaten Boalemo berupa kegiatan keagamaan 27 persen, bakti sosial 24 persen, hobi 16 persen, olahraga 15 persen, budaya 5 persen, dan kegiatan kewirausahaan 5 persen. Selanjutnya. Jika kita membandingkan data tentang jenis kampanye parpol di atas dengan data sebelumnya tentang jenis kampanye yang disukai masyarakat Kabupaten Boalemo, maka kita dapat menilai bahwa model kampanye yang dilakukan parpol peserta pemilu di Kabupaten Boalemo kurang dapat menyentuh/meraih atensi mayoritas pemilih/masyarakat Kabupaten Boalemo, sehingga secara relatif

35 3 0 efektivitasnya dapat dikatakan rendah. Dari 3 model kampanye yang paling banyak dilakukan parpol, hanya model kampanye yang berkaitan dengan religi-lah yang dapat dikatakan efektif, itupun dengan tingkat efektivitas yang rendah karena hanya disukai oleh 8 persen masyarakat sebagaimana yang dikemukakan pada bagian sebelumnya. Jadi, jika parpol ingin kampanyenya lebih efektif, maka parpol peserta pemilu di Kabupaten Boalemo perlu melakukan kampanye dalam bentuk dialog dan hiburan, yang secara relatif disukai 51 persen masyarakat Kabupaten Boalemo. Pengguna Media Sosial ya.dak 34% 34% 32% 46% 29% 25% Dapil I Dapil 2 Dapil 3 Gambar grafik di atas menunjukkan jumlah masyarakat selaku pengguna media sosial berdasarkan daerah pemilihan di Kabupaten Boalemo. Terkait hal tersebut data menunjukkan bahwa pengguna media sosial terbesar berada pada daerah pemilihan 1, yakni sebanyak 46 persen; sementara di daerah pemilihan 2, jumlah pengguna media sosial

36 3 1 hanya sebanyak 29 persen dan untuk di daerah pemilihan 3 hanya sebanyak 25 persen. Dengan jumlah pengguna yang demikian, maka media sosial perlu dijadikan bahan pertimbangan, baik bagi calon, parpol, maupun KPU selaku penyelenggara pemilu dalam menyampaikan informasi/agenda politik kepada masyarakat/pemilih. Strata Pengguna Media Sosial ya.dak 68% 21% 58% 35% 11% 7% lebih baik dari tahun lalu sama sajadari tahun lalu lebih buruk dari yg lalu Gambar grafik di atas menunjukkan strata ekonomi pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo. Dari penelusuran data didapatkan bahwa ternyata mayoritas masyarakat pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo merasa mengalami stagnasi dalam strata ekonominya, yang bila dipersentasekan sebanyak 58 persen. Sementara hanya terdapat 35 persen pengguna media sosial yang merasakan adanya perbaikan strata ekonomi dan hanya terdapat 7 persen pengguna media sosial yang justru merasakan adanya penurunan strata ekonomi ke

37 3 2 arah yang lebih buruk dibanding tahun sebelumnya. Dari data di atas dapat dipahami bahwa masyarakat yang cenderung menggunakan media sosial adalah mereka yang secara relatif mengalami peningkatan strata ekonomi. Hal ini pada dasarnya sejalan dengan hasil survei Kominfo RI dan UNICEF, yang menemukan bahwa media digital (internet) cenderung dimanfaatkan oleh kalangan yang lebih sejahtera (Kominfo, 2014). Pendidikan Pengguna Media Sosial Diploma/Akademik 2% Sarjana/S1/S2/S3 SD Sederajat Tidak Sekolah 13% 0% 6% SLTP/Sederajat 21% SLTA/Sederajat 58% Gambar grafik di atas menunjukkan strata pendidikan pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo. Dari penelusuran data ternyata mayoritas pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo didominasi oleh kalangan strata pendidikan SLTA/sederajat, yakni sebesar 58 persen. Selain itu, secara berturut-turut pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo berstrata pendidikan SLTP/Sederajat (21 persen), Sarjana (13

38 3 3 persen), SD/sederajat (6 persen), dan diploma sebanyak 2 persen. Berdasarkan data ini dapat dipahami bahwa mayoritas pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan menengah ke atas, yang notabene secara relatif memiliki pengetahuan memadai/melek teknologi atau internet. Background Pekerja Media Sosial Wiraswasta 1% Nelayan 12% Petani 16% Buruh 21% PNS / Pensiunan 12% Ibu RumahTangga 28% Masih Sekolah/Kuliah 10% Gambar grafik di atas menunjukkan jenis pekerjaan dari pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo. Dari data tersebut didapatkan bahwa secara berturut-turut pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo berlatarbelakang ibu rumah tangga sebanyak 28 persen, buruh 21 persen, petani 16 persen, PNS/Pensiunan 12 persen, nelayan 12 persen, dan wiraswasta sebanyak 1 persen.

39 3 4 Usia Pengguna Media Sosial >55 thn 4% thn 14% < 17 thn 2% thn 14% thn 29% thn 37% Gambar grafik di atas menunjukkan jumlah pengguna media sosial ditinjau dari segi usia. Dari hasil penelusuran data didapatkan bahwa pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo lebih banyak didominasi oleh kalangan usia tahun sebanyak 37 persen. Sisanya sebanyak 29 persen berada pada rentang usia 35-44, 14 persen masingmasing pada rentang usia dan 17-24, 4 persen pada rentang usia >55, serta 2 persen pada usia <17 tahun. Dari data tersebut dapat dipahami bahwa mayoritas pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo adalah kalangan dewasa yang notabene termasuk dalam kategori wajib pilih. Dengan demikian, media sosial dapat dijadikan salah satu solusi bagi stakeholder politik dalam mensosialisasikan informasi terkait pemilu di Kabupaten Boalemo.

40 3 5 41% Latar Belakang Pendapatan Media Sosial 37% 12% 9% 1% 0% Gambar grafik di atas menunjukkan tingkat pendapatan pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo. Dari hasil penelusuran data didapatkan bahwa pengguna media sosial terbanyak di Kabupaten Boalemo adalah mereka yang berpenghasilan di atas 5 juta, yakni sebesar 41 persen. Sisanya 37 persen berpendapatan < , 12 persen pada rentang pendapatan , 9 persen pada rentang Juta, dan hanya 1 persen pada rentang pendapatan 1-5 Juta. Data ini pada dasarnya kian menjustifikasi hasil penelusuran sebelumnya yang mengemukakan kecenderungan penggunaan media sosial oleh kalangan ekonomi sejahtera atau kalangan menengah ke atas.

41 3 6 Bab IV PERILAKU PEMILIH

42 3 7 Perilaku Pemilih Pengguna Media Sosial tidak 62% ya 38% Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan kecenderungan penggunaan media sosial oleh masyarakat yang merupakan pemilih dalam pemilu di Kabupaten Boalemo. Dari penelusuran data didapatkan bahwa mayoritas pemilih di Kabupaten Boalemo justru tidak menggunakan media sosial, yang bila dipersentasekan sebanyak 62%. Hanya terdapat 38% pemilih di Kabupaten Boalemo yang teridentifikasi menggunakan media sosial. Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan relevansi antara pengguna media sosial dengan partisipasinya dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Boalemo. Dari hasil penelusuran data didapatkan bahwa ternyata mayoritas pengguna media sosial di Kabupaten Boalemo justru tidak menggunakan hak pilihnya/tidak berpartisipasi dalam pemilu

43 3 8 tahun 2014, yang bila dipersentasekan sebesar 62 persen. Hanya terdapat 38 persen responden (masyarakat) yang merupakan pengguna media sosial yang teridentifikasi berpartisipasi dalam pemilu tahun Hasil ini pada dasarnya tidak serta merta menjustifikasi kecenderungan pengguna media sosial sebagai pihak yang potensial untuk apati (apathy), karena realitas menunjukkan justru media sosial banyak digunakan sebagai sarana untuk kampanye. Selain itu, disadari bahwa media sosial dalam derajat tertentu memiliki pengaruh yang relatif kuat dalam membentuk opini publik, yang pada gilirannya menentukan sikap mereka untuk memilih/tidak memilih. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lanjutan guna membuktikan relevansi hal ini. 34% 26% Aktifitas Sosial 13% 12% 8% 3% 3% 1% Gambar grafik di atas menunjukkan aktivitas sosial pemilih dalam pemilu di Kabupaten Boalemo. Dari data yang ada didapatkan bahwa

44 3 9 mayoritas pemilih di Kabupaten Boalemo tergabung dalam kelompok arisan, yakni sebanyak 34 persen. Sisanya tergabung dalam serikat pekerja sebanyak 13 persen, Karang Taruna 12 persen, organisasi pemuda 8 persen, organisasi laba 3 persen, komunitas seni budaya 3 persen, dan hanya 1 persen yang tergabung dalam partai politik. Dalam perkembangan kehidupan demokrasi, disadari bahwa di suatu wilayah/negara yang berpenduduk banyak, suara satu orang (dalam pemilu) relatif kecil pengaruhnya secara langsung dalam kehidupan politik pemerintahan. Pada titik ini lahir suatu gerakan sosial baru ( new social movement) dalam partisipasi politik, atau sederhananya partisipasi politik melalui kelompok-kelompok kepentingan. Tentunya pada derajat tertentu, partisipasi melalui kelompok-kelompok ini jauh lebih besar pengaruhnya dalam menentukan kebijakan/agenda politik pemerintah. Selain itu, tingkat partisipasi kelompok kepentingan yang relatif heterogen di suatu wilayah/negara merupakan salah satu ciri demokrasi yang stabil (Budiardjo, 2008; Rodee dkk., 2006). Dengan demikian, berkembangnya sejumlah kelompok kepentingan di Kabupaten Boalemo merupakan hal yang positif dalam kehidupan demokrasi di wilayah tersebut.

45 4 0 Kinerja Anggota Legislatif Tidak Memuaskan 28% Memuaskan 36% Kurang Memuaskan 36% Gambar grafik di atas menunjukkan tanggapan responden (masyarakat) terhadap kinerja anggota legislatif di Kabupaten Boalemo. Hasil penelusuran data menunjukkan bahwa terdapat 36 persen responden (masyarakat) yang menilai kinerja anggota legis latif kurang memuaskan, terdapat 36 persen yang menilai kinerja anggota legislatif sudah memuaskan, dan terdapat 28 persen masyarakat yang menilai kinerja anggota legislatif Kabupaten Boalemo sama sekali tidak memuaskan. Bila data tersebut dicermati dengan baik, maka dapat dipahami bahwa jumlah masyarakat yang tidak puas dengan kinerja legislatif/parlemen justru jauh lebih banyak, yakni mencapai 64 persen, sekaligus menunjukkan bahwa kinerja legislatif/parlemen di Kabupaten Boalemo rendah/mengecewakan. Hal ini sebagaimana nampak pada hasil wawancara berikut.

46 4 1...menurut saya kinerja anggota dewan di sini (maksudnya kab. Boalemo) sangat mengecewakan...mereka turun ke masyarakat hanya pada saat kampanye...setelah itu entah apa kerjanya...aspirasi kita kurang diperhatikan...janji di awal banyak yang tidak terpenuhi...saya betul-betul kecewa... (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 20) Dalam perspektif politik, terdapat relasi antara menurunnya tingkat kepuasan/kepercayaan (trust) publik/pemilih kepada parlemen/partai politik dengan perkembangan kelompok-kelompok kepentingan pada data sebelumnya. Kebanyakan pengamat politik menganggap bahwa masyarakat cenderung kehilangan simpati/kepercayaan/tidak puas terhadap kinerja parlemen dikarenakan parlemen dianggap tidak lagi mewakili rakyat banyak. Hal ini pada dasarnya disebabkan kehidupan politik modern yang kian kompleks, sehingga parlemen cenderung tidak dapat menyelesaikan beragam masalah. Selain itu, banyak masalah baru yang bermunculan dan kurang mendapatkan perhatian parlemen. Terlebih banyak kritikan bermunculan akibat perilaku parlemen/anggota legislatif yang korup, mengutamakan kepentingan pribadi/golongan/partai, kebijakan yang tidak pro rakyat, serta hanya menegejar kedekatan dengan kekuasaan dan senantiasa melupakan janji. Sejumlah hal inilah yang kemudian mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan/kepercayaan masyarakat, sehingga memicu perkembangan kelompok-kelompok kepentingan guna mengisi kekosongan peran yang tidak mampu dijalankan dengan baik oleh parlemen (Budiardjo, 2008).

47 4 2 Mengikuti Perkembangan Berita kadang- kadang 24% tidak pernah 10% selalu 10% sering 25% jarang 31% Gambar grafik di atas menunjukkan sikap responden (masyarakat) Kabupaten Boalemo terhadap perkembangan berita/informasi khususnya terkait pemilu. Dari hasil penelusuran data didapatkan bahwa terdapat 31 persen masyarakat yang jarang mengikuti perkembangan berita/informasi, terdapat 25 persen yang sering mengikuti, 24 persen yang kadang-kadang mengikuti, 10% yang selalu mengikuti, dan terdapat 10% masyarakat yang sama sekali tidak pernah mengikuti perkembangan berita/informasi. Dari data di atas dapat dipahami bahwa hanya terdapat 35% responden (masyarakat) Kabupaten Boalemo yang selalu/sering mengikuti perkembangan berita/informasi terkait politik/pemilu. Angka ini tentunya cukup rendah dan mengecewakan, mengingat tingkat informasi yang didapatkan masyarakat turut menentukan tingkat pengetahuan atau pemahamannya terkait permasalahan politik/pemilu (melek politik), yang pada gilirannya mempengaruhi kesadaran politik, yang pada tentu saja menentukan partisipasinya. Mencermati hal ini maka wajar jika

48 4 3 kecenderungan partisipasi masyarakat Kabupaten Boalemo dalam pemilu pada umumnya hanya didorong oleh alasan warga yang baik (sebagaimana yang ditunjukkan oleh data sebelumnya) dan bukan karena kesadaran politik/pilihan rasional, karena mayoritas masyarakat/pemilih di Kabupaten Boalemo kurang mengikuti perkembangan berita/informasi politik yang ada. Sumber Informasi (%) 28% 24% 19% 10% 8% 7% 4% radio dialog baliho medsos s.ker lainnya selebaran Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan media yang menjadi sumber informasi masyarakat khususnya berita terkait pemilu di Kabupaten Boalemo. Dari penelusuran data didapatkan bahwa ternyata media yang paling banyak menjadi sumber informasi masyarakat di Kabupaten Boalemo adalah radio, yakni sebanyak 28 persen. Selain itu, secara berturut-turut masyarakat Kabupaten Boalemo mendapatkan informasi dari media dialog (24 persen), baliho (19 persen), media sosial

49 4 4 (10 persen), stiker (8 persen), dan selebaran (4 persen). Dari data di atas dapat dicermati bahwa radio sebagai media komunikasi informasi yang sudah sejak lama digunakan masyarakat Kabupaten Boalemo justru masih menjadi primadona masyarakat dalam mengakses berita sampai sekarang, sehingga perannya tidak dapat dipandang sebelah mata. Begitupula halnya dengan media informasi komunikasi konvensional seperti dialog dan baliho, perannya tetap signifikan dan belum tergantikan. Khusus untuk media sosial, sekalipun hanya terdapat 10% masyarakat yang mendapatkan informasi melalui sumber tersebut, namun perannya tidak dapat dipungkiri mengingat perkembangan modernisasi dan globalisasi yang mulai mengarahkan masyarakat kepada teknologi informasi dan komunikasi digital melalui internet, sehingga ke depannya peran media sosial tetap perlu ditingkatkan. Jenis Radio lainnya 25% Poliyama 9% RRI 65%

50 4 5 Pada bagian sebelumnya telah didapatkan bahwa media yang paling banyak menjadi sumber informasi khususnya terkait politik/pemilu di Kabupaten Boalemo adalah radio. Bila ditelusuri lebih jauh, ternyata informasi mengenai pemilu dari radio diperoleh masyarakat dari saluran resmi pemerintah nasional, yakni Radio Republik Indonesia (RRI) dengan persentase sebesar 65 persen. Mencermati hal ini, RRI dapat dijadikan saluran yang efektif dalam menginformasikan berita/perkembangan politik khususnya seputar Kabupaten Boalemo guna menjadikan masyarakat melek politik. Program Siaran Radio 62% 14% 12% 9% berita keagamaan lainnya musik talkshow 3% Gambar grafik di atas menunjukkan jenis siaran radio yang sering diakses masyarakat Kabupaten Boalemo. Dari hasil penelusuran data nampak bahwa masyarakat Kabupaten Boalemo cenderung menggunakan radio sebagai media untuk mengakses informasi berupa berita (news), yakni sebesar 62 persen. Hal ini tentu saja relevan dengan

51 4 6 data sebelumnya, yang mengungkapkan peran radio sebagai sumber berita politik primadona masyarakat Kabupaten Boalemo. Dengan demikian, informasi terkait politik/pemilu khususnya seputar Kabupaten Boalemo cukup efektif disampaikan melalui siaran berita pada media radio.

52 4 7 Bab V Politik Uang

53 4 8 A. Politik Uang Keadaan ekonomi Lebih buruk dari yg lalu Lebih baik dri thn 10% lalu 26% sama saja dari tahun lalu 64% Gambar grafik di atas menunjukkan keadaan ekonomi responden (masyarakat) di Kabupaten Boalemo. Dari hasil penelusuran data didapatkan bahwa mayoritas masyarakat Kabupaten Boalemo merasakan tidak adanya perubahan dalam kondisi ekonominya, atau terdapat 64 persen responden (masyarakat) yang merasa bahwa keadaan ekonominya sama saja seperti tahun sebelumnya. Sisanya, yakni sebanyak 26 persen masyarakat yang merasakan adanya perbaikan

54 4 9 keadaan ekonomi dibanding tahun sebelumnya dan hanya terdapat 10 persen masyarakat yang merasakan penurunan keadaan ekonomi yang jauh lebih buruk dibanding tahun sebelumnya. Toleransi Money Politik (Base line: Kondisi Ekonomi) Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima 62% 29% 15% Lebih baik dari Tahun lalu 70% Sama Saja dari Tahun lalu 9% 15% Lebih buruk dari yg lalu Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan relasi antara keadaan ekonomi masyarakat dengan perilaku/sikap terhadap money politics. Dari data di atas didapatkan bahwa masyarakat yang merasakan keadaan ekonomi sama saja dengan tahun sebelumnya relatif memiliki sikap menerima/toleran terhadap praktik money politik; sementara masyarakat yang merasakan keadaan ekonomi yang jauh lebih baik dari tahun sebelumnya cenderung memiliki sikap menolak terhadap praktik ini; dan bagi masyarakat yang merasa bahwa keadaan ekonominya jauh lebih buruk dari tahun sebelumnya cenderung menunjukkan sikap menerima terhadap praktik money politics. Hal ini sebagaimana dapat ditelusuri melalui wawancara berikut.

55 5 0...kalau mereka datang memberi uang, jelas saya ambil...bodoh saya kalau tidak mengambilnya...apalagi hargaharga barang naik terus...setidaknya dengan uang yang didapat sedikit banyak dapat menutupi kebutuhan sementara... (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 18) Dari data di atas dapat dicermati bahwa terdapat relevansi yang erat antara kondisi ekonomi masyarakat dengan sikapnya terkait money politics. Berdasarkan analisis kondisional didapatkan relasi yang kuat terkait hal tersebut, yakni kondisi ekonomi seseorang dapat menentukan sikapnya terhadap money politik, dalam hal ini seseorang yang mengalami kondisi ekonomi stagnan atau bahkan memburuk lebih potensial sebagai penerima money politics. Namun, kondisi ekonomi yang dialami seseorang tidak serta merta mengartikan orang tersebut menerima/setuju terhadap praktik money politics. Hal ini berdasarkan perspektif pilihan rasional, yakni kondisi/situasi yang dialami seseorang dapat dikatakan sebagai penyebab keputusan mereka, tetapi akibat yang ditimbulkan oleh situasi penentu tersebut bukan terjadi melalui hukum tetap atau generalisasi statistik yang menghubungkan antara variabel bebas (kondisi ekonomi) dan variabel terikat (sikap terhadap money politics), melainkan melalui bagaimana situasi itu dipahami secara rasional (atau disalahpahami) sebagai situasi pemilihan yang menawari tiap-tiap individu peluang yang lebih baik atau peluang lebih buruk untuk mengejar hal yang dianggapnya baik (Forbes dalam Gaus dan Kukathas, 2012).

56 5 1 Berdasarkan perspektif tersebut, dapat dipahami bahwa masyarakat kondisi ekonomi yang dialami seseorang tidak serta merta menunjukkan persetujuannya/penolakannya terhadap money politik. Hal ini dikarenakan sikap menolak/menerima money politics merupakan prefensi seseorang ; dan jika individu dipandang sebagai makhluk yang rasional, maka yang bersangkutan tentu saja akan memilih mana yang dianggapnya lebih baik atau sederhananya menguntungkan. Selain itu, kita dapat menggeneralisasikan hal tersebut dikarenakan terdapat fakta bahwa orang yang mengalami peningkatan kondisi ekonomi pun ada yang setuju/menerima praktik ini, dalam hal ini data menunjukkan 15 persen. Mencermati hal ini, maka yang dapat ditarik adalah suatu kecenderungan dan bukan suatu statistik kausal, sehingga dipahami bahwa terdapat kecenderungan sikap penerimaan yang lebih besar terhadap praktik money politics, bagi masyarakat yang mengalami kondisi eknonomi stagnan atau bahkan memburuk. Sekalipun demikian, dikarenakan potensi money politics dapat terjadi/dapat diterima oleh masyarakat apapun latar belakang ekonominya, maka praktik money politics di Kabupaten Boalemo telah berada pada taraf yang mengkhawatirkan.

57 5 2 Sikap terhadap Money Politik Ya, Wajar diterima 20% Tidak bisa diterima 80% Gambar grafik di atas menunjukkan sikap masyarakat Kabupaten Boalemo secara umum terhadap kasus money politics. Dari data tersebut dipahami bahwa mayoritas responden (masyarakat) cenderung tidak dapat menerima praktik money politics dalam penyelenggaraan pemilu, yang bila dipersentasekan sebesar 80 persen; sementara hanya terdapat 20 persen masyarakat yang secara terbuka menerima praktik tersebut. Bila ditelusuri lebih jauh, maka masyarakat/individu yang memilih untuk menerima/menganggap wajar terhadap praktik money politics jauh lebih rasional dibanding masyarakat/individu yang menolak/mengambil sikap tidak dapat menerima terhadap praktik tersebut (terkait masyarakat/individu yang menolak akan dibahas pada bagian selanjutnya). Khusus bagi masyarakat yang menerima/cenderung setuju terhadap praktik money politics, hasil penelusuran menunjukkan bahwa terdapat alasan yang bervariasi dan cenderung rasional disamping

58 5 3 alasan ekonomi yang telah teridentifikasi pada bagian sebelumnya, sebagaimana yang nampak pada hasil wawancara berikut....ada tetangga saya yang mengatakan kepada saya bahwa yang bersangkutan menerima uang dari TS (tim sukses) karena memang lagi butuh uang...kalau saya sendiri pasti menerima kalau di kasih, apakah itu uang atau barang, yah namanya di kasih pasti saya ambil...soal memilih itu nanti urusannya di TPS (maksudnya tempat pemungutan suara)... (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 31) Dari hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa masyarakat/informan yang bersangkutan hanya bertindak berdasarkan pilihan yang dianggapnya rasional. Dengan kata lain, tindakan/sikap menerima atau menolak praktik money politics tidak serta merta merupakan konsekuensi logis dari kondisi yang dialami seseorang, melainkan respon individu rasional ketika berhadapan dengan kondisi tertentu, yang notabene individu tersebut cenderung memilih sesuatu yang dianggapnya lebih baik. Lebih jauh. Dari penelusuran data di atas didapatkan pula potensi pengingkaran, yakni dalam fenomena money politik terdapat kemungkinan yang sangat terbuka bagi pihak penerima untuk memenuhi/tidak memenuhi harapan/keinginan pihak pemberi. Hal ini dalam perspektif teoritik dipahami sebagai ketidakpastian dan resiko dalam pertukaran sosial (Ritzer dan Smart, 2011). Dalam perspektif tersebut, dipahami bahwa di dalam setiap pertukaran sosial terdapat potensi ketidakpastian dan resiko, khususnya bagi pertukaran yang yang tidak dinegoisasikan dan tidak memiliki perjanjian yang mengikat. Bila kita

59 5 4 mencermati fenomena money politics, khususnya yang terjadi di Kabupaten Boalemo, hampir dapat dikatakan bahwa antara pihak pemberi dan penerima hampir tidak terdapat negoisasi dan perjanjian yang mengikat. Letak kekuatan pertukaran hanya terletak pada kepercayaan (trust) antara masing-masing pihak. Jadi dalam kondisi pertukaran pada fenomena money politics, pihak penerima memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar di banding pihak pemberi karena pihak pemberi merupakan pihak yang sangat bergantung (berupa harapan) kepada pihak pen erima; atau sebagaimana hasil kajian Cook dan Emerson (dalam Ritzer dan Smart), bahwa dalam lingkungan kekuasaan, terdapat ketergantungan struktural yang mengakibatkan jaringan/hubungan pertukaran yang tidak imbang, sehingga pertukaran yang ada lebih menguntungkan pihak yang ketergantungannya lebih kecil. Toleransi Money Politik(Base line: Kecamatan) 22% 12% 15% 7% Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima 5% 26% 10% 17% Tilamuta Botumoito Mananggu Dulupi Wonosari Paguyaman Paguyaman Pantai 24% 2% 21% 30% 6% 3% Gambar grafik di atas menunjukkan sikap responden (masyarakat

60 5 5 Kabupaten Boalemo terhadap money politics ditinjau dari wilayah kecamatan. Dari data tersebut didapatkan bahwa terdapat 3 wilayah di Kabupaten Boalemo yang masyarakatnya sangat potensial terlibat praktik money politics, yakni Kecamatan Paguyaman (30%), Kecamatan Mananggu (26 persen), dan Kecamatan Dulupi (17 persen). Sementara sisanya merupakan wilayah kecamatan yang masyarakatnya cenderung menolak praktik money politics. Toleransi Money Politik(Base line: Dapil) Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima Dapil I Dapil 2 Dapil 3 Gambar grafik di atas menunjukkan sikap responden (masyarakat) terhadap praktik money politics ditinjau dari daerah pemilihan. Dari penelusuran data didapatkan bahwa pada umumnya masyarakat di masing-masing dapil Kabupaten Boalemo cenderung tidak dapat menerima praktik money politics. Secara khusus perbandingan sikap masyarakat yang menolak-menerima di masing-masing dapil, yakni

61 :58 di dapil 1, 170:23 di dapil 2, dan 136:40 orang di dapil 3; yang kesemuanya itu cenderung menolak praktik tersebut. Alasan penolakan 60% 50% 40% 51% 30% 20% 10% 0% 19% 13% 12% 4% perbaikan Pemberian Uang Fasilitas Umum Pembagian Sembako Pembagian Pakaian Lainnya Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan kecenderungan penolakan responden (masyarakat) Kabupaten Boalemo terhadap praktik money politics. Dari data tersebut didapatkan bahwa masyarakat cenderung menolak praktik money politics yang dilakukan dengan modus perbaikan fasilitas umum, yakni sebesar 51 persen. Sisanya yakni masyarakat cenderung menolak praktik money politics yang dilakukan dalam bentuk pemberian uang (19 persen), pembagian sembako (13 persen), dan pembagian pakaian (12 persen). Dari data hal di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya alasan sebagian masyarakat yang menolak praktik money politics bukanlah merupakan alasan yang rasional dalam menolak praktik tersebut sebagaimana alasan yang seringkali dikemukakan sejumlah pakar, seperti

62 5 7 biaya ekonomi tinggi, potensi koruptif, dan sebagainya; melainkan yang ditolak oleh masyarakat tersebut hanyalah bentuk dari praktik money politics yang terjadi di Kabupaten Boalemo. Mencermati hal ini maka peneliti tidak mendapatkan alasan rasional dari masyarakat yang menolak praktik money politics, dikarenakan secara inheren masyarakat tersebut hanya menolak bentuknya dan bukan praktik itu sendiri. Perbaikan Fasilitas Umum 10% Bentuk Lainnya 7% Pemberian Uang Pembagian Pakaian 9% Pemberian Uang 45% Pembagian Sembako 29% Gambar grafik di atas menunjukkan bentuk praktik money politics yang terjadi di Kabupaten Boalemo. Dari data yang ada ternyata bentuk praktik money politics yang paling banyak terjadi berupa pemberian uang secara langsung/terbuka kepada masyarakat, yang persentasenya sebesar 45 persen. Selain itu, terdapat pula bentuk praktik money politics yang terjadi, seperti pembagian sembako (29 persen), perbaikan fasilitas umum (10 persen), dan pembagian pakaian (9 persen). Dari data ini kita mencermati bahwa praktik money politics di Kabupaten Boalemo telah

63 5 8 dilakukan secara terang-terangan/terbuka dalam bentuk tunai. Selain itu, hal tersebut menunjukkan kecerdasan pihak pemberi dalam pratik money politics, karena hanya terdapat 19 persen masyarakat yang menolak bentuk pembagian uang secara langsung. Tindakan terhadap Money Politik Akan membantu jika dibutuhkan 23% cukup menyaksikan saja 29% menegur & melaporkan kpd pngawas 48% Gambar grafik di atas menunjukkan sikap yang ditunjukkan responden (masyarakat) ketika berada dalam kondisi mengetahui/melihat terjadinya praktik money politics. Dari hasil penelusuran data yang ada didapatkan bahwa tedapat 48 persen masyarakat yang mengambil sikap menegur dan melaporkan terjadinya praktik tersebut kepada pengawas pemilu, terdapat 29 persen masyarakat yang mengabil sikap apatis/cukup menyaksikan saja praktik/kejadian yang sedang berlangsung, dan terdapat 23 persen masyarakat yang dengan senang hati akan membantu melaksanakan praktik tersebut jika dibutuhkan.

64 5 9 Pada dasarnya, data di atas kian menjustifikasi bahwa masyarakat Kabupaten Boalemo memang toleran atau secara tidak langsung menyetujui praktik tersebut, sekali lagi secara rasional. Dari data di atas, secara akumulatif terdapat 52 persen masyarakat yang melakukan pembiaran terhadap praktik tersebut, dan secara spesifik terdapat 23 persen yang berbaik hati/bersedia membantu melakukan praktik tersebut jika diminta. Kondisi ini pada dasarnya merupakan pilihan rasional dari setiap individu ketika berhadapan dengan situasi tertentu, yang tentu saja merupakan pilihan terbaik yang menurut perspektif yang bersangkutan. Hal ini sebagaimana dapat ditelusuri melalui hasil wawancara sebagai berikut....kemarin banyak saya liat TS yang datang ke rumah warga...ada yang memberi sembako, pakaian, dan ada juga yang dalam bentuk uang...saya yang melihat kejadian tersebut sudah menganggap hal itu biasa dalam setiap pemilu...bahkan kalau saya diminta bantuan, tentu saya siap...siapa tau dapat cipratannya... (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 30) Hasil wawancara dengan sumber lainnya kian menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Boalemo memilih secara rasional untuk cukup menyaksikan saja praktik money politics yang terjadi di sekitarnya, sekalipun yang bersangkutan cenderung tidak setuju dengan praktik tersebut. Namun, secara spesifik yang bersangkutan tetap termasuk dalam kategori pihak yang memiliki toleransi terhadap praktik money politics. Hal ini sebagaimana dapat ditelusuri sebagai berikut.

65 6 0...Sebenarnya saya tidak setuju dengan money politics..tapi apa boleh buat...kalau saya laporkan, saya tidak punya bukti...kalaupun ada, saya ragu ditindaklanjuti...jadi, buat apa repot-repot melaporkan...biarkan saja mereka dengan urusannya masing-masing...lagian semua calon melakukan hal yang sama... (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 13) Lebih jauh. Sekalipun terdapat masyarakat yang menegur secara langsung terhadap pihak yagn melakukan praktik money politics dan bahkan melaporkannya kepada pengawas pemilu, namun yang bersangkutan pada dasarnya hanya melakukan tindakan yang termasuk dalam kategori pilihan rasional; yang tentu saja dalam kondisi berbeda tidak bersedia melakukan hal yang sama. Jadi, dengan kata lain, apapun yang dilakukan masyarakat dalam konteks money politics tersebut secara inheren hanya menunjukkan pilihan rasionalnya dan secara tersirat tetap menunjukkan sikap toleransinya terhadap praktik tersebut. Hal ini sebagaimana dapat ditelusuri berikut....kalau saya mendapati secara langsung ada yang melakukan praktik money politics, maka pasti saya tegur...kalau tetap tidak mengindahkan, pasti saya laporkan ke pengawas...tapi kalau ternyata yang melakukan praktik tersebut adalah dari pihak yang juga saya dukung, saya tidak tahu harus bagaimana... (yang bersangkutan memilih menjawab secara diplomatis) (Sumber: Hasil wawancara dengan informan 21)

66 6 1 Money Politik& Medsos Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima 81% 81% 19% 19% ya tidak Gambar grafik di atas menunjukkan relasi antara praktik money politics dengan media sosial. Dari data tersebut didapatkan bahwa baik masyarakat pengguna media sosial, maupun yang tidak menggunakannya cenderung menganggap praktik money politics tidak dapat diterima, yang masing-masing penolakannya sebesar 81 persen. Mencermati data ini, maka dapat dipahami bahwa tidak terdapat relasi kausal/relasi yang signifikan antara penggunaan media sosial dengan sikap terhadap money politics. Satu hal yang pasti adalah baik pengguna media sosial maupun tidak tetap berpotensi terlibat praktik money politik.

67 6 2 Toleransi Money Politik (Base line: Pendidikan) Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima 21% 27% 45% 10% 31% 24% 37% 01% 6% 7% Gambar grafik di atas menunjukkan sikap responden (masyarakat) terhadap money politics, ditinjau dari latar belakang pendidikannya. Dari data tersebut didapatkan bahwa khusus untuk masyarakat yang berlatarbelakang pendidikan SD/sederajat, terdapat 21 persen yang mengambil sikap menolak dan 31 persen yang mengambil sikap menerima; khusus untuk masyarakat berlatarbelakang pendidikan SLTP/sederajat, terdapat 27 persen yang menolak dan 24% yang menerima; khusus untuk latar belakang pendidikan Sarjana (S1, S2, dan S3), terdapat 6 persen masyarakat yang mengambil sikap menolak dan 7 persen yang mengambil sikap menerima. Mencermati data tersebut kian meyakinkan kita bahwa praktik money politics telah merobos batasan tertentu dalam kehidupan masyarakat, terlepas dari apapun status sosialnya. Hal ini dikarenakan baik kalangan pendidikan dasar maupun

68 6 3 kalangan pendidikan tinggi sama-sama menganggap wajar praktik tersebut. Toleransi Money Politik (Base line: Pekerjaan) Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima 28% 34% 7% 10% 34% 4% 26% 16% 10% 6 2% 9% 10% Gambar grafik di atas menunjukkan sikap masyarakat terhadap praktik money politics ditinjau dari latar belakang pekerjaan. Dari data tersebut didapatkan bahwa khusus untuk masyarakat berlatarbelakang PNS/pensiunan, terdapat 7 persen yang mengambil sikap menolak dan 10 persen yang mengambil sikap menerima; khusus untuk yang berlatarbelakang ibu rumah tangga, terdapat 28 persen yang mengambil sikap menolak dan 34 persen yang mengambil sikap menerima; khusus untuk pelajar/mahasiswa, terdapat 4 persen yang menerima dan 4 persen yang menolak; khusus untuk kalangan buruh, terdapat 34 persen yang menolak dan 26 persen yang menerima; khusus untuk petani, terdapat 16 persen yang menolak dan 10 persen yang menerima; khusus untuk wiraswasta, terdapat 2 persen yang menolak dan 6 persen yang

69 6 4 menerima; serta khusus untuk masyarakat yang bekerja sebagai belayan terdapat 9 persen masyarakat yang mengambil sikap menolak dan 10 persen masyarakat yang menbambil sikap menerima praktik money poltics. Mencermati data di atas maka kita dapat melihat tidak adanya relevansi signifikan antara background pekerjaan seseorang dengan sikapnya terhadap money politics, dikarenakan data di atas tetap menunjukkan potensi yang besar bagi praktik tersebut terlepas dari apapun jenis pekerjaan yang bersangkutan. Jadi, data di atas kurang lebih hanya menggambarkan pilihan rasional responden terhadap praktik money politics dan sama sekali tidak ada hubungan dengan pekerjaannya. Toleransi Money Politik(Base line: Pekerjaan) Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima 24% 32% 21% 2% 10% 9% 29% 27% 21% 12% 11% < 17 tahun thn thn thn thn > 55 thn Gambar grafik di atas menunjukkan sikap masyarakat terhadap praktik money politik berdasarkan usia. Dari data tersebut didapatkan bahwa khusus untuk masyarakat yang berusia <17 tahun, terdapat 2

70 6 5 persen masyarakat yang mengambil sikap menerima dan 2 persen masyarakat yang mengambil sikap menolak; khusus untuk masyarakat pada rentang usia tahun, terdapat 10 persen yang mengambil sikap menolak dan 9 persen yang mengambil sikap menerima; khusus untuk rentang usia 25-34, terdapat 24 persen yang menolak dan 29 persen yang menerima; khusus untuk rentang usia 35-44, terdapat 32 persen yang menolak dan 27 persen yang menerima; khusus untuk rentang usia 45-55, terdapat 21 persen yang menolak dan 21 persen yang menerima; sementara khusus untuk masyarakat yang berusia >55 tahun, terdapat 12 persen masyarakat yang mengambil sikap menolak dan 11 persen yang mengambil sikap menerima terhadap praktik money politics. Mencermati data di atas, maka kita dapat memahami bahwa tidak terdapat relevansi signifikan antara usia seseorang dengan sikapnya terhadap money politcs, karena di setiap rentang umur masih terdapat potensi penerimaan dan penolakan terhadap praktik tersebut yang tidak jauh berbeda. Dengan demikian, data ini hanya merupakan deskripsi responden atas sikapnya terhadap money politics, dan sama sekali tidak berhubungan dengan usia yang bersangkutan.

71 6 6 Toleransi Money Politik (Base line: Sumber Informasi) TV 15% 11% koran 2% 5% Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima radio stiker spanduk dialog 3% 5% 20% 27% 33% 18% 23% 39% Gambar grafik di atas menunjukkan relasi antara media yang menjadi sumber informasi masyarakat terkait pemilu dengan sikapnya terhadap praktik money politics. Dari data tersebut didapatkan bahwa khusus bagi masyarakat yang menjadikan TV sebagai sumber utama informasi pemilu, terdapat 15 persen yang mengambil sikap menerima dan 11% yang mengambil sikap menolak terhadap praktik money politics; khusus bagi masyarakat yang menjadikan koran sebagai sumber utama informasi pemilu, terdapat 2 persen yang mengambil sikap menerima dan 5 persen yang mengambil sikap menolak; khusus bagi masyarakat yang menjadikan radio sebagai sumber utama informasi pemilu, terdapat 3 persen masyarakat yang menerima dan 5 persen yang menolak; khusus bagi masyarakat yang mendapatkan informasi utama terkait pemilu dari stiker, terdapat 20 persen yang menerima dan 18 persen yang menolak; khusus bagi masyarakat yang mendapatkan informasi utama terkait

72 6 7 pemilu dari media spanduk, terdapat 27 persen yang menerima dan 39 persen yang menolak; serta khusus bagi masyarakat yang mendapatkan informasi utama terkait pemilu dari forum dialog, terdapat 33% masyarakat yang mengambil sikap menerima dan 23 persen masyarakat yang mengambil sikap menolak terhadap praktik money politics. Mencermati data di atas maka tidak didapatkan pula relasi signifikan antara sumber informasi dengan sikap seseorang terhadap money politics. Toleransi Money Politik (Base line: Pendapatan) Ya, Wajar diterima Tidak bisa diterima rahasia/ tdk djwb 10% > 5 juta 53% 47% 1 juta - 5 juta 10% juta 6% 6% % 9% < % 38% Gambar grafik di atas menunjukkan relasi antara tingkap pendapatan masyarakat dengan sikapnya terhadap money politics. Dari data tersebut didapatkan bahwa khusus bagi masyarakat yang berpenghasilan >5 Juta, terdapat 53 persen yang mengambil sikap menerima dan 47 persen yang mengambil sikap menolak terhadap praktik

73 6 8 money politics; khusus bagi masyarakat yang berpenghasilan Juta Juta, terdapat 6 persen yang mengambil sikap menerima dan 6 persen yang mengambil sikap menolak; khusus bagi masyarakat yang berpenghasilan , terdapat 9 persen masyarakat yang menerima dan 9 persen yang menolak; serta khusus bagi masyarakat yang berpenghaslan < , terdapat 31 persen masyarakat yang mengambil sikap menerima dan 38 persen masyarakat yang mengambil sikap menolak terhadap praktik money politics. Bila kita mencermati secara sekilas terhadap data tersebut, maka kita seakan-akan memahami bahwa kalangan berpenghasilan menengah ke atas cenderung menerima praktik money politics, sementara kalangan ekonomi menengah ke bawah cenderung menolaknya. Namun, secara inheren praktik money politics tidak ada relevansinya dengan tingkat pendapatan seseorang, mengingat data sebelumnya menunjukkan bahwa justru masyarakat yang berada pada kondisi ekonomi stagnan dan bahkan cenderung memburuk menganggap wajar praktik ini.

74 6 9 Laporan Riset Partisipasi Pemilu 2014 Bab VI Integritas & Kinerja KPU

75 7 0 Integritas & Kinerja KPU Integritas KPU Akuntabilitas 97% 3% Proporsional Profesional Keterbukaan Adil Jujur Mandiri 99% 100% 98% 99% 75% 25% 99% 1% 0% 2% 1% 1% Gambar grafik di atas menunjukkan sikap yang diharapkan responden (masyarakat) dimiliki/ditunjukkan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Boalemo selaku penyelenggara pemilu. Dari hasil penelusuran data, secara berturut-turut sikap yang diharapkan masyarakat dimiliki/ditunjukkan KPU, yakni profesional (100 persen); Proporsional, Adil, dan Mandiri yang masing-masing sebesar 99 persen; keterbukaan (98 persen); serta jujur sebesar 75 persen.

76 7 1 Netralitas KPU Baseline Dapil Dapil I Dapil 2 Dapil 3 30% 33% 37% 16% 27% 57% 32% 27% 41% Ya Ragu- Ragu Tidak Gambar grafik di atas merupakan tanggapan responden (masyarakat) terhadap netralitas KPU ditinjau dari masing-masing daerah pemilihan di Kabupaten Boalemo. Dari data tersebut didapatkan bahwa responden (masyarakat) yang berada di dap il 1 cenderung meragukan netralitas KPU dalam pemilu dengan persentase sebesar 57 persen; masyarakat di dapil 2 lebih banyak yang menilai bahwa KPU berada pada posisi yang netral dalam pemilu, yakni dengan persentase sebesar 33 persen; sementara di dapil 3, masyarakatnya cenderung menilai bahwa KPU dalam penyelenggaraan pemilu telah bersikap tidak netral. Hal ini pada dasarnya sangat disayangkan mengingat KPU selaku penyelenggara pemilu dituntut baik secara normatif oleh aturan, maupun secara sosial oleh masyarakat guna berlaku netral/sebagai penengah dalam proses politik. Mencermati hal ini maka dapat dikatakan bahwa sikap netralitas yang ditunjukkan KPU Kabupaten Boalemo sangat mengecewakan, sehingga wajar jika pada data sebelumnya masyarakat

77 7 2 mengharapkan KPU Kabupaten Boalemo untuk lebih bersikap profesional, adil, mandiri, dan proporsional dalam penyelenggaraan pemilu dibanding berlaku jujur. Netralitas KPU ( Baseline : Latar blkng Pendidikan) 1%4 %0% 21% Tidak Sekolah SD Sederajat 45% 29% SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Diploma/Akdmk Sarjana/SI/S2/S3 Gambar grafik di atas menunjukkan tanggapan masyarakat terhadap netralitas KPU ditinjau dari latar belakang pendidikannya. Data tersebut menunjukkan bahwa dari sejumlah masyarakat yang masih memiliki keyakinan bahwa KPU telah bersikap netral, adalah masyarakat dengan latar belakang pendidikan SLTA/Sederajat lah yang paling banyak berpendapat demikian, yakni dengan persentase sebesar 45 persen; sementara yang paling sedikit adalah dari kalangan diploma dan sarjana, yang masing-masing sebesar 1 persen dan 4 persen.

78 7 3 Netralitas KPU Base line : Usia Responden > 55 thn 4% thn < 17 tahun 1% 0% thn 21% thn 45% thn 29% Gambar grafik di atas menunjukkan tanggapan masyarakat terhadap netralitas KPU ditinjau dari usia. Data tersebut menunjukkan bahwa dari sejumlah responden (masyarakat) yang masih memiliki keyakinan bahwa KPU bersikap netral, adalah masyarakat yang berada pada rentang usia yang berpendapat paling banyak tentang hal ini, yakni dengan persentase sebesar 45 persen; sementara yang paling sedikit adalah masyarakat pada rentang usia tahun yang hanya sebesar 1 persen.

79 7 4 Netralitas KPU Base line : Pekerjaan Responden > 55 thn 3% < 17 tahun 7% thn 14% 10% thn 28% thn 34% thn 4% Gambar grafik di atas menunjukkan tanggapan masyarakat terhadap netralitas KPU ditinjau dari Netralitas KPU Base line : Usia Responden < 17 tahun thn 2% 10% thn 22% > 55 thn 10% thn 26% thn 30%

80 7 5 Netralitas KPU Base Line : Sumber Informasi koran radio 5% TV dialog 4% 11% 26% s.ker 18% spanduk 36% Gambar grafik di atas pada dasarnya menunjukkan tanggapan masyarakat terhadap netralitas KPU ditinjau dari media sumber informasi. Dari sejumlah masyarakat yang sekali lagi masih memiliki keyakinan bahwa KPU berposisi netral, adalah masyarakat yang paling banyak mendapatkan informasi mengenai pemilu dari media spanduk, yakni sebesar 36 persen; sementara yang paling sedikit adalah mereka yang mendapatkan sumber informasi pemilu dari media radio, yakni hanya sebesar 4 persen.

81 7 6

82 7 6 Penutup & Rekomendasi Survey ini berupaya memperoleh informasi Ilmiah & terpercaya mengenai tingkat partisipasi pemilih di wilayah Pemilihan Kabupaten Boalemo pada pemilihan umum tahun Meski waktu pelaksanaan survey memiliki jedah waktu yang cukup lama (Agustus 2014 Agustus 2015 ), survey ini memperoleh beberapa temuan penting bagi upaya perbaikan Pemilu tahun mendatang diantaranya : Pertama, Fluktuasi tingkat partisipasi masyarakat pada pemilu ke pemilu menunjukan adanya perubahan akibat regulasi pemilu dan kondisi social ekonomi masyarakat. Partisipasi pemilih dapat dioptimalkan jika seluruh komponen regulasi memadai serta perangkat penyelenggara yang professional, tentunya anggaran yang cukup menjadi factor penting lainnya. Kesadaran masyarakat untuk memilih cukup baik, hal ini dibuktikan oleh mayoritas responden (70 persen ) ingin menjadi warga Negara yang baik meskipun lebih dari separuh (63 persen) responden sadar bahwa hingga saat ini kondisi ekonomi mereka sama saja dengan tahun lalu. Kedua, Kesukarelaan pemilih mendatangi TPS-TPS dalam survey ini ditemukan berkaitan erat dengan tingkat kepuasan terhadap kinerja anggota legislative Kabupaten Boalemo, Hal ini disebabkan karena Calon Anggota Legislatif sangat dekat dengan warganya karena hampir setiap Desa punya calon masing-masing sehingga inilah yang meningkatkan animo masyarkat untuk memilih, karena masyarakat memiliki kedekatan

83 7 7 dengan tokoh-tokoh yang akan dipilih. pemilihan umum legislatif memiliki trend yang lebih tinggi dibandingkan pemilihan presiden dan wakil presiden. Dalam hal ini KPU harus harus bekerjasama dengan partai politik untuk mendorong masyarakat dalam memberikan hak suaranya di TPS. Sehingga trend partisipasi pemilih pada Pemilu pemilu yang akan datang bisa didongkrak sehingga paling tidak menyamai tingkat partisipasi pada pemilihan umum legislative tahun 2014 Ketiga, Perilaku memilih (Voting behaviour). Perilaku memilih adalah terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta pemilu tertentu. Tentu beragam alasan yang dapat dikemukakan oleh setiap pemilih. Persoalannya adalah sejauhmana pilihanpilihan itu bersifat rasional, Dengan kata lain sejauh mana pilihan politik mereka berdasarkan pertimbangan rasional menyangkut kandidat atau peserta pemilu itu. Keikutsertaan masyarakat dalam Pemilu disebabkan beberapa faktor diantaranya : Ingin memilih Calon yang disukai, Fanatik terhadap Partai Politik, ingin memilih pemimpin dan wakil rakyat yang baik dan adil sehingga masa depan bangsa dan negara lebih baik dan sejahtera. KPU Kabupaten Boalemo harus memiliki perhatian serius pada beberapa desa yang secara geografis cukup jauh dari Ibu Kota Kabupaten dan ibu kota kecamatan dengan akses transportasi dan informasi yang kurang memadai yakni: kecamatan dulupi desa tangga barito, kecamatan paguyaman pantai : desa bukit karya, desa towayu, dan kecamatan wonosari yaitu desa saritani.

84 7 8 Hal ini bisa dilakukan oleh KPU Kabupaten Boalemo dengan melakukan sosialisasi yang lebih intensif dan berbagai pendekatan yang lain guna meningkatkan partisipasi yang lebih tinggi. Keempat, Salah satu penyebab rusaknya demokrasi di indonesia adalah fenomena politik uang (Money politics/vote buying) Peserta pemilu mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya. Fenomena ini sudah pasti menjadikan demokrasi kita tidak sehat, dalam hal ini Peran partai politik dan seluruh pemangku kepentingan dalam setiap pelaksanaan pesta demokrasi sangat penting guna memberikan pemahaman dan pendidikan politik uang sangat tidak baik bagi pembangunan demokrasi serta akan merugikan dimana rakyat sebagai pemilik suara sah. Untuk mengatasi hal ini diperlukan regulasi yang memuat sanksi yang jelas dan tegas sehingga dapat memberikan efek jera bagi siapapun yang terlibat dalam dalam politik uang, baik yang memberi maupun menerima sesuatu yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan hak politiknya. Kelima, Tingkat melek politik warga (Political literacy), wajah dem okrasi sebuah negara sebagian ditentukan oleh tingkat melek politik warga. Pendidikan politik seyogyanya dapat dimasukkan dalam suatu kurikulum pendidikan yang dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi sehingga dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berdemokrasi. Dalam hal ini peran partai sebagai sarana politik terus didorong untuk lebih aktif memberikan advokasi kepada masyarakat dalam menambah pengetahuan dan wawasan guna pembanguna demokrasi. Keenam, kesukarelaan Warga dalam politik (Political voluntarism)

85 7 9 Kesukarelaan warga dalam politik berpengaruh luas dalam kehidupan politik. Dari pemilu kepemilu kesukarelaan warga mengalami pasang surut. Kesukarelaan warga yang kehadirannya ditandai dengan munculnya relawan dari berbagai kalangan yang ingin berpatisipasi dalam meningkatkan kualitas pemilu. Hal ini merupakan sumbangsih bagi penyelenggara pemilu dimana dengan hadirnya para relawan tersebut dapat membantu pelaksanaan tugas dalam mewujudkan pemilu yang demokratis, jujur dan adil. Peran relawan yang sangatlah membantu tersebut perlu ditambah dan diperkuat dengan suatu regulasi yang lebih baik sehingga dapat memberikan ruang bagi masyarakat untuk ikut terlibat langsung dalam mensukseskan agenda politik. Relawan yang dibentuk paling tidak mengakomodir semua kepentingan yang terlibat dalam setiap pelaksanaan pemilihan umum yangn disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat yang ingin berpartisipasi. Ketujuh, Media Sosial menjadi tren pelaksanaan pemilu dalam lima tahun terakhir, berbagai kejutan dan efektifitas penggunaan media menjadi hal yang perlu dicermati dalam riset ini berikut efesiensi pemanfaatannya oleh Komisi pemilihan Umum. Media sosialisasi konvensional Radio, spanduk dan Dialog dapat dioptimalkan pelaksanaannya, sebab hampir separuh responden memperoleh informasi calon anggota legislative dan presiden lewat media ini, termasuk menggairahkan kegiatan social keagamaan, bakti social hiburan, panyaluran hobi dan lain-lain. Tak kalah pentingnya adalah penggunaan media social yang cukup fenomenal dalam upaya

86 8 0 penggalangan dukungan dan perolehan suara. Pemanfaatan media social ini terutama bagi kalangan pemilih pemula dan usia produktif, sebab survey ini menemukan mayoritas pengguna media social adalah responden yang pendidikan SLTA / sederajat dan usia antara tahun.

87 8 1 LAMPIRAN Metodologi Riset Survey dilaksanakan tanggal 01 s.d 30 Sept Survey mewawancarai 621 responden target sebagai sampel yang tersebar di 7 kecamatan dan 37 Desa yang dipilih secara Stratifed Random Sampling pada tingkat kecamatan, kelurahan dan acak sederhana bagi kepala keluarga terpilih. Sampling error sebesar -/+ 3.0 persen dengan taraf kepercayaan 95 persen Pengumpulan data lapangan melibatkan 10 surveyor yang berintegritas dan insya Allah amanah. Selain itu 2 orang peneliti politik lokal Gorontalo dilibatkan dalam Focus Group Discussion (FGD). Metode riset dapat dipilih antara kuantitatif, kualitatif, atau campuran. Metode kuantitatif berusaha mencari generalisasi atas masalah yang diteliti. Kerangka teori pada metode kuantitatif dimaksudkan untuk diuji kebenarannya sehingga hasil akhir dari penelitian adalah diterima atau ditolaknya sebuah teori/kerangka pemikiran dan dibangunnya kerangka pemikiran baru atas sebuah permasalahan. Sementara itu pada metode kualitatif, penelitian dimaksudkan untuk mencari pemaknaan atau kedalaman atas sebuah permasalahan. Kerangka teori berfungsi sebagai pisau analisis untuk membantu peneliti merangkai dan memberi makna atas berbagai fakta yang ditemukan dalam penelitian. Pada metode campuran, mengasosiasikan prosedur kerja pada metode kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dilengkapi dengan data kualitatif dan sebaliknya untuk dicapai satu analisis yang lebih komprehensif. Dari berbagai pilihan metode riset tersebut, pilihan metode disesuaikan dengan kebutuhan dan fisibilitas berbagai hal yang menyangkut riset, dengan memperhatikan beberapa hal:

88 Sumber data Sumber data dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh sendiri melalui wawancara, observasi, tes, kuesioner, dsb. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua, seperti buku, dokumentasi, data dari lembaga/institusi, dsb. Sumber data pada metode kuantitatif bersifat random, sedangkan pada kualitatif bersifat purposive atau snowball. 2. Pengumpulan data Pada metode kuantitatif teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui survey, wawancara, FGD, kuesioner, observasi, dsb. Pada metode kualitatif melalui participant observation, in depth interview, dokumentasi, maupun teknik triangulasi. 3. Pengolahan data Bagaimana data diklasifikasikan atau dikumpulkan untuk kebutuhan membangun argumen, serta pemilahan data menurut relevansinya. 4. Analisis/Interpretasi data Analisis data disesuaikan dengan pilihan metode riset yang digunakan. Pada metode kuantitatif, analisis dilakukan dengan menggunakan statistic sedangkan pada kualitatif menginterpretasikan pola, model, atau pun teori yang digunakan.

89 8 3 Daftar Rujukan Budiardjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dahl, Robert Modern Political Analysis. New Delhi: Prentice-Hall of India. Gaus, Gerald F. dan Chandran Kukathas Handbook Teori Politik. Bandung: Nusa Media. Irwin, Galen A Political efficacy, Satisfaction, and Participation, Mens en Maatschappij, Winter. Kementerian Kominfo Republik Indonesia Siaran Pers Tentang Riset Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja dalam Menggunakan Internet, source of content in November 2015, Seacrh Engine: google.com diakses 5 Lipset, Seymour Martin Political Man: The Social Bases of Politics. Bombay: Vakila, Feffer and Simons Private, Ltd. McClosky, Herbert Political Participation, International encyclopedia of The Social Sciences. New York: The Macmillan Company. Ritzer, George dan Barry Smart Handbook Teori Sosial. Bandung: Nusa Media. Rodee dkk Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

90 8 4

91 8 4 GUIDE QUESTION (PERTANYAAN ARAHAN) PENYELENGGARAAN PEMILU 2014 DI KABUPATEN BOALEMO PROPINSI GORONTALO TAHUN 2015 Nara Sumber : Tokoh Politik, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Wanita dan Tokoh Pemuda, lainnya Fokus Pertanyaan Riset ini Adalah untuk menemukenali Esensi permasalahan Partisipasi Warga pada Pemilu 2014 baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden. tema Riset yakni ; Kondisi Sosial Ekonomi, Kehadiran Pemilih Di TPS, Perilaku Pemilih, Politik Uang, Melek Politik Warga dan Kesukarelaan Warga dalam Politik. Catatan Deskriptif ; Pelaksanaan Riset tentang Partisipasi Pemilu di Kabupaten Boalemo dilaksanakan di 37 (Tiga puluh tujuh) Desa yang tersebar pada 7 (tujuh) kecamatan dengan sampel (jumlah Responden) sebanyak 622 (enam ratus dua puluh dua) orang. Dari jumlah responden tersebut sebagian besar masyakat lebih memilih untuk mengisi kuisioner dari pada menjawab langsung pertanyaan arahan yang diajukan, hal tersebut dapat dilihat pada saat proses wawancara; Responden tidak terlalu berminat untuk membahas permasalahan Pemilu, Responden sibuk dengan pekerjaan masing-masing, Responden takut memberikan kritikan terhadap Partai Politik ataupun Pemerintah, dan berbagai alasan lainnya. Wawancara dilaksanakan oleh Komisioner KPU Kabupaten Boalemo dan seluruh Pegawai dilingkungan Sekretariat KPU yang dibentuk dalam 8 (delapan) Tim. Adapun Proses wawancara dilakukan dengan cara menemui langsung responden yang terdiri dari beberapa perwakilan masyarakat yang terdiri dari Tokoh Politik, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Wanita dan Tokoh Pemuda, latar belakang pendidikan yang variatif (SD, SMP, SMA, dan Sarjana) sebagian besar berpendidikan lulusan SMA, wawancara dilakukan dirumah-rumah penduduk, Kantor Desa, Kantor Kecamatan dan pada kegiatan sosial lainnya. Tanggapan ataupun jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh surveyor tentang permasalahan pada Pemilu Legislatif maupun Presiden cukup beragam namun pada intinya masyarakat menginginkan Pemilu yang lebih berkualitas, baik

92 8 5 dari Penyelenggara, Partai Politik, maupun Calon yang diusulkan, sehinggga dapat menghasilkan Pemimpin yang baik dan berkualitas yang menciptakan suasana yang aman dan damai serta kondusif setelah penyelenggaraan Pemilu. Catatan Rekletif ; (a) Kondisi Sosial Ekonomi Pada umumnya kondisi ekonomi rumah tangga di Kabupaten Boalemo berjalan stabil tanpa ada kenaikan ekonomi yang signifikan hal ini disebabkan mata pencaharian sebagian besar adalah petani dan nelayan yang kondisinya masih dipengaruhi atau bergantung pada kondisi alam/cuaca. Menurut Responden kebutuhan yang paling mendesak adalah pembuatan jalan atau akses menuju lahan pertanian karena lahan pertanian berada dipegunungan dan perbukitan sedangkan menurut responden dari Tokoh Agama bahwa perbaikan dan pembangunan sarana ibadah harus diutamakan untuk perbaikan mental masyarakat dan Responden Tokoh Wanita serta Tokoh Pemuda menginginkan Pemerintah membuka pelatihan keterampilan sehingga bisa menciptakan lapangan kerja demi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Kondisi keamanan daerah Kabupaten Boalemo saat ini cukup aman, kondisif dan dinamis sebagaimana yang dikatakan oleh para Responden. Sebagian masyarakat agak kecewa dengan kinerja DPRD Kabupaten Boalemo yang menurut Responden tidak dapat mewakili aspirasi dan tidak merealisasikan janji-janji yang disampaikan pada saat kampanye namun ada juga responden yang memuji kinerja DPRD Kabupaten Boalemo. Menurut Responden, kinerja Pemerintahan Kabupaten Boalemo pada saat ini baik hal ini dapat dilihat dengan adanya program pemerintah yakni peningkatan jalan, bangunan pemerintah serta pembuatan jalan pertanian. (b) Kehadiran Pemilih Di TPS Sebagian besar Responden menganggap pemilihan umum adalah sebagai kewajiban warga Negara dan sebagian lagi dikarenakan sudah biasa memilih untuk memilih calon pemimpin yang menjadi pilihannya namun ada juga masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Umum Anggota Legislatif maupun Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

93 8 6 cukup beragam diantaranya adalah tidak adanya pilihan calon, lebih mengutamakan pekerjaan, lokasi TPS yang agak jauh sehingga memerlukan biaya transportasi. Menurut Responden, kelompok Golongan Putih (Golput) tetap ada pada setiap Pemilihan Umum dikarenakan tidak adanya kepercayaan terhadap calon yang dipilih, binggung dengan jumlah calon dan Partai Politik yang begitu banyak, kecewa dengan hasil pemilu sebelumnya sehingga acuh tak acuh terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum. Keikutsertaan warga dalam pemilu ke pemilu fluktuatif menurut Responden hal ini disebabkan warga tidak mau memberikan hak suara yang bertepatan pelaksanaan Pemilu pada bulan puasa ramadhan sehingga warga sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tidak mengenal latar belakang dari masing-masing calon. Untuk meningkatkan ketertarikan warga mengikuti Pemilihan Umum Legislatif maupun Pemilihan Umum Presiden sebagian besar para responden mengatakan agar dapat memfasilitasi pemilih ke TPS seperti biaya transportasi bagi warga yang rumahnya agak jauh dari TPS, menyediakan makanan ringan dan door prize bagi pemilih, Pembangunan TPS jangan terlalu jauh, memperbaiki sistem metode pemilihan baik itu aturan maupun standar dari calon tersebut. (c) Perilaku Pemilih Calon Legislatif agar disukai dan dipilih oleh pemilih harus berlaku baik dan sopan, membagikan sembako, memberikan bantuan, dekat dengan masyarakat sebagaimana penuturan dari para Responden. Masyarakat dalam hal ini para Responden berbeda alasan atau pertimbangan dalam menentukan pilihan pada Calon Legislatif, diantaranya : Calon tersebut merupakan Keluarga, Teman dekat, Teman sepermainan, Teman semasa sekolah, Orang yang dikenal dimasyarakat, dan orang yang dapat dipercaya, dengan harapan bisa mewakili aspirasi, dan mudah dihubungi. Keikutsertaan masyarakat dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden disebabkan beberapa faktor diantaranya: Ingin memilih Calon yang disukai,

94 8 7 Fanatik terhadap Partai Politik Pengusung, ingin memilih Presiden yang baik dan adil sehingga masa depan bangsa dan negara lebih baik dan sejahtera. (d) Politik Uang Pemberian uang atau barang untuk mempengaruhi pemilih menurut masyarakat adalah hal yang tidak wajar, namun ada yang berpendapat apabila ada barang yang diberikan secara gratis akan diterima apalagi kalau diberikan sejumlah uang. Responden tidak ada yang menyaksikan langsung pembagian uang, namun hanya bantuan barang seperti Kalender, Pembagian Beras, Alat Olah Raga dan kegiatan sosial lainnya. Untuk menghindari Politik uang disarankan untuk meningkatkan pengawasan serta pemberian sanksi yang tegas kepada Partai Politik atau oknum yang terbukti melakukan pelanggaran. (e) Melek Politik Warga Sebagian besar masyarakat dalam hal ini responden mengetahui dan mengikuti perkembangan Informasi Politik di Kabupaten Boalemo melalui siaran Radio, siaran Televisi, Koran maupun Internet, sedangkan yang tinggal di Pedalaman / Daerah terpencil mengaku mengetahui Informasi Politik hanya melalui Sosialisasi KPU, Sosialisasi Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan, maupun Pemerintah Desa atau pemberitahuan pada saat kegiatan-kegiatan sosial atau keagamaan di desa masing-masing. Dalam peningkatan pengetahuan masyarakat tentang Politik, ada responden menyatakan bahwa itu perannya KPU, dan Pemerintah, namun ada juga yang menyatakan bahwa hanya KPU yang mempunyai peran itu, hal ini untuk menghindari intervensi Pemerintah dalam mempengaruhi masyarakat agar memilih Partai Politik, dan/atau Calon tertentu. Menurut Responden, media atau cara yang efektif bagi KPU untuk memberikan informasi Politik kepada warga yakni sering melakukan pertemuan, atau sosialisasi kepada masyarakat sampai ketingkat desa, hal ini mengingat kondisi daerah di Kabupaten Boalemo yang belum seluruhnya dapat dijangkau oleh media informasi. Dalam hal pelaksanaan Pemilu sebagian besar responden menyatakan bahwa KPU sudah bersikap netral,

95 8 8 namun ada juga yang masih meragukan netralitas KPU sebagai penyelenggara yang independen. Untuk Pemilu mendatang diharapkan lebih baik dari sebelumnya, ada responden yang menyarankan agar KPU melakukan seleksi yang ketat dalam rekrutmen PPK, PPS dan terutama KPPS. (f) Kesukarelaan Warga dalam Politik Sebagian besar Responden menyatakan bahwa di Kabupaten Boalemo masyarakatnya secara sukarela membantu pelaksanaan Pemilu apalagi Aparat Desa yang ikut berpartisipasi dalam pendataan wajib pilih, Pembangunan TPS dan pada pasca pemilu dilaksanakan, ikut membantu menjaga keamanan dan ketertiban dilokasi pemilihan, namun menurut responden ada juga masyrakat yang tidak mau peduli atau tidak mau terlibat dalam pelaksanaan Pemilu, karena menurut mereka bahwa sudah ada petugas atau penyelenggara yang bertanggung jawab dalam hal pelaksanaan pemilu, ada juga yang beralasan bahwa mempunyai kesibukan rumah tangga atau pekerjaan yang dianggap lebih penting. Partai Politik menurut responden sangat berperan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu, hal ini dapat dilakukan pada saat Sosialisasi dengan masyarakat atau pada saat kampanye, Partai politik jangan hanya mengajak untuk memilih Partai atau Calon tertentu, tapi harus juga mengajak masyarakat untuk mensukseskan Pemilu. Untuk meningkatkan ketertarikan warga mengikuti Pemilihan Umum Legislatif maupun Pemilihan Umum Presiden adalah memfasilitasi pemilih ke TPS seperti biaya transportasi untuk warga yang tempat tinggalnya agak jauh dengan TPS, menyediakan makanan ringan untuk para pemilih, Pembangunan TPS jangan terlalu jauh, memperbaiki sistem metode pemilihan baik itu aturan maupun standar persyaratan dari bakal calon yang diajukan tersebut.

96 8 9 KOMISI PEMILIHAN UMUM PROPINSI GORONTALO SURVEY PARTISIPASI PEMILU Apakah B/I/S mengikuti berita-berita yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan atau politik di tingkat daerah ataupun nasional? Nomor Kuesioner ; 1. Selalu RESPONDEN ADALAH WAJIB PILIH 2. Sering 3. Jarang 1 Tgl wwcr : Kadang-kadang 5. Tidak pernah 2 Nama Resp : Dari mana B/I/S memperoleh Informasi tersebut? (1) Dialog tatap muka sosialisasi 3 Kec. :. (2) Spanduk/baliho (3) Kalender/stiker/poster 4 Kel / Desa :. (4) Radio/ Majalah / Buletin (5) Media social Internet (FB,Tw,dll) 1. Bagaimana keadaan ekonomi rumah tangga B/I/S saat ini.? (6) Pengumuman / selebaran (1) Lebih baik dari tahun lalu (7) Lainnya (2) Sama saja dari tahun lalu (3) Lebih buruk dari tahun lalu 11. Siaran Radio mana yang Paling Sering di dengar? 1. RRI 2. Menurut B/I/S kebutuhan apa yang paling mendesak untuk ditangani 2. Selebes Radio oleh pemerintah daerah (sebut Daerah Kab/Kota) saat ini? 3. STAR FM (1) Pembukaan Lapangan Kerja 4. POLIYAMA FM (2) Masalah Kesehatan 5. Lainnya (3) Masalah Pendidikan (4) Listrik / PLN 12. Apa jenis acara/program di Radio Yang paling sering B/I/S (5) Perbaikan Jalan dengarkan? (6) Penyediaan Air bersih 1. Berita / Informasi (7) Penyediaan Rumah Layak Huni 2. Acara keagamaan (pengajian dan kerohanian) (8) Lainnya Dialog / talkshow (rumah kopi dll) 4. Musik 3. Menurut B/I/S bagaimana kondisi keamanan daerah setahun terakhir 5. Lainnnya... ini? (1) Cukup aman 13. Apakah selama Pileg 2014 ini B/ I/S menggunakan Hak pilih (2) Aman secara Bebas (tanpa tekanan)? (3) Kurang aman (1) Ya (2) Tidak (4) Tidak Aman 14. Apakah B/I/S menggunakan hak Pilih pada Pemilihan Umum tahun 4. Bagaimana penilaian B/I/S tentang Kinerja Anggota Legislatif 2014 (Pileg) selama ini.? (1) Ya! Pert 15 (2) Tidak! Pert 16 (1) Memuaskan (3) Tidak Memuaskan (2) Cukup Memuaskan (88) TT / TJ 15. Jika YA apa alasan B/I/S memilih.? 1.) Menjadi warga negara yang baik 5. Bagaimana penilaian B/I/S tentang Kinerja Pemerintah Daerah 2.) Ada perubahan Kondisi Bangsa & Daerah selama ini.? 3.) Calon Legislatif baik dan dipercaya (1) Memuaskan (3) Tidak Memuaskan 4.) Sudah biasa memilih (2) Cukup Memuaskan (88) TT / TJ 5.) Karena diberi sejumlah Uang 6.) Lainnya. 6. Apakah B/I/S aktif menggunakan media Sosial? (1) Ya ( 2) Tidak! Pert Jika TIDAK Apa alasan B/I/S tidak IKUT Pemilihan Legislatif 9 April 2014? 7. Jika YA Seberapa sering B/I/S menggunakan Media Sosial tersebut? 1) Pemilu tidak ada gunanya untuk perbaikan ekonomi ( beri tanda (V) pada bagian yang dipilih masyarakat 2) Pemilu hanya menguntungkan calon tertentu dan elit-elit Sering Jarang Kadang- politik No Jenis Media Setiap Hari (Setiap kadang 3) Partai politik tidak bisa dipercaya lagi Sosial /jam (1) Minggu) (sebulan 1-2 (2) kali) (3) 4) Calon Legislatif tidak ada yang dinginkan 5) Tidak terdaftar sebagai pemilih 1 Facebook 6) Lainnya... 2 BBM Apakah B/I/S mengenal Calon Anggota Legislatif yang dipilih 4 Tweeter tersebut? 5 Instagram (1) Ya..sudah lama mengenal dan sangat dekat 6 Fandpage (2) Ya hanya mengenal orangnya 7 Lainnya (3) Hanya Tahu Fotonya & Tidak Mengenal Orangnya (4) Tidak Tahu /mengenal sama sekali 8. Apakah Bapak/Ibu aktif dalam kegiatan sosial-keagamaan berikut 18. Menurut B/I/S Apakah hasil Pemilu Legislatif 2014 lalu sesuai ini? harapan? (1) Arisan Sosial- Keagamaan (Mis ; NU, Muhammadiyah, SI (1) Ya (2) Tidak dll) (2) Serikat pekerja/buruh, tani & nelayan 19. Apakah B/I/S menggunakan hak Pilih pada Pemilihan Umum tahun (3) Perhimpunan /klub olah raga 2014 (Pilpres ) (4) Organisasi Pemuda (5) Karang Taruna (1) Ya (2) Tidak! Pert 20 (6) Kelompok seni-budaya (7) Partai Politik (8) Lainnya

97 Jika TIDAK Apa alasan B/I/S tidak IKUT Pemilihan Presiden 9 Juni 2014? 1) Pilpres tidak ada gunanya untuk perbaikan ekonomi masyarakat 2) Piplres hanya menguntungkan orang-orang tertentu dan elitelit politik 3) Partai politik tidak bisa dipercaya lagi 4) Calon Presiden tidak ada yang dinginkan 5) Tidak terdaftar sebagai pemilih 6) Lainnya Dari mana sumber Informasi Partai Politik & Calon Anggota Legislatif diperoleh? 1) Dialog tatap muka 2) Spanduk/baliho 3) Kalender/stiker/poster 4) Radio 5) Koran 6) Televisi 22 Pada massa kampanye jenis kegiatan mana paling B/I/S sukai? 1) Konvoi 2) Berdialog Dgn Warga 3) Panggung Hiburan 4) Acara Keagamaan 5) Jalan Santai 6) Acara Tradisonal 7) Kerja Bakti 8) Konser Musik / Band 9) Pelayanan Kesehatan 10) Pasar Murah 11) Bagi Bagi Uang 12) Bagi Bagi Sembako 13) Blusukan 14) Acara Olah Raga 15) Pemutaran Film 16) Lainnya 23 Jika ada Partai / Calon yang ingin mengadakan kegiatan berikut ini kegiatan apa yang B/I/S ingin ikuti?. 30. Apakah B/I/S SETUJU bahwa Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu adalah tanggungjawab bersama? (1) Ya (2) Tidak 31 Apakah B/I/S PERCAYA bahwa Penyelenggara Pemilu (KPU) TIDAK terlibat dalam kepentingan Politik? (1) Ya (2) Ragu-ragu (3) Tidak ( 88) TT/TJ 32 Bagaimana Penilaian B/I/S tentang Integritas KPU dalam Penyelenggaraan Pemilu Legislatif 9 April 2014? (beri tanda (V) pada bagian yang dipilih No Aspek Ya (1) Tidak (2) 1 Mandiri 2 Jujur 3 Adil 4 Keterbukaan 5 Profesionalitas 6 Proporsionalitas 7 Akuntabilitas 33. Dari berbagai pihak berikut ini, manakah menurut B/I/S yang melakukan kecurangan PEMILU 2014.? (1) Petugas PPS (5) Partai Politik (2) PPK dan (6) Kepala kelurahan / Desa (3) KPUD (7)Tim Sukses Partai /CALEG (4) Panwas (8) Lainnya 34 Menurut B/I/S Apakah Penyelenggara Pemilu telah bekerja sesuai Harapan? (1) Ya (2) Ragu-ragu (3) Tidak ( 88) TT/TJ 5) Kegiatan Wirausaha 35 Apakah B/I/S YAKIN bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak 1) Kegiatan Bakti Sosial 6) Kegiatan yang sesuai terlibat dalam kepentingan Politik Praktis? 2) Kegiatan Keagamaan dengan Hobi (1) Ya (2) Ragu-ragu (3) Tidak ( 88) TT/TJ 3) Kegiatan Olahraga 7) Kegiatan Budaya Daerah 4) Kegiatan Pendidikan 8) Lainnya PROFIL 1. Jenis kelamin 24. MENURUT B/I/S, Apakah Pemberian sejumlah UANG, RESPONDEN (1) Laki-laki BARANG untuk mempengaruhi pilihan pemilih adalah hal yang (2) Perempuan WAJAR? (1) Ya, wajar di TERIMA (2) Tidak bisa di TERIMA! Pert Jika YA, Apakah B/I/S akan menerima bila ada orang yang memberi UANG atau HADIAH tersebut? (1) Akan menerima dan Memilih Calon yang memberi Uang (2) Akan menerima dan memilih calon yang memberi Uang lebih Banyak (3) Akan menerima dan memilih yang memberikan Uang saat menjelang pemungutan Suara (4) Akan menerima, dan tidak memilih Calonnya (5) Lainnya (TULISKAN) 26 Jika tidak apa alasan B/I/S 1) Saya sudah memiliki pilihan (keluarga / teman dekat) 2) Sudah dari dulu mempunyai pilihan Partai tertentu 3) Saya takut dan/tangkap Panwas 4) Saya tahu bahwa Pemberian sejumlah UANG, BARANG adalah Pelanggaran 5) Lainnya (TULISKAN) 27. Apakah B/I/S pernah melihat, menyaksikan Pemberian sejumlah UANG, BARANG untuk mempengaruhi pilihan pemilih? (1) Ya (2) Tidak! Pert Pendidikan 1.) Tidak sekolah 2.) SD/Sederajat 3.) SLTP/sederajat 4.) SLTA / sederajat 5.) Diploma/Akademik 6.) Sarjana (S1, S2, S3) 3 Pekerjaan 1.) PNS/Pensiunan 2.) Ibu Rumah Tangga 3.) Sekolah / Kuliah 4.) Petani 5.) Swasta 6.) Nelayan 7.) Tak bekerja 4 Usia (1) < 17 tahun (2) tahun (3) tahun (4) tahun (5) tahun (6) > 55 tahun 5. Agama (1) Islam (2) Katholik (3) Protesta (4) Hindu (5) Budha 6. Pendapatan perbulan 1.) ) juta 3.) 1juta 5 juta 4.) 5 juta 5.) Rahasia / tidak jawab 7. Apakah B/I/S mempunyai Kartu Pemilih (1) Ya (2) Tidak 8. Apakah B/I/S mempunyai Handphone (1) Ya (2) Tidak Berkenan kami tahu? No Hp Jika YA, bentuk pemberian tersebut berupa (1) Pemberian Uang (2) Pembagian Sembako (3) Pembagian Pakaian (4) Perbaikan Fasilitas Umum (5) Lainnya Apakah tindakan B/I/S B/I/S Jika melihat, menyaksikan Pemberian sejumlah UANG, BARANG untuk mempengaruhi pemilih? (1) Menegur dan atau Melaporkan kepada Pengawas Pemilu (2) Cukup Menyaksikan saja (3) Tak mempedulikannya (4) Akan membantu jika di butuhkan Surveyor :.Ttd : Kuesioner ini tidak diperkenankan dimiliki dengan cara apapun oleh siapapun, KERAHASIAN RESPONDEN DIJAMIN SEPENUHNYA Terimakasih atas Kerjasama yang Baik

98 9 1

99 91 Riset Partisipasi Pemilu 2014

100 92 Riset Partisipasi Pemilu 2014

101 93 Riset Partisipasi Pemilu 2014

102 94 Riset Partisipasi Pemilu 2014

103 95 Riset Partisipasi Pemilu 2014

104 96 Riset Partisipasi Pemilu 2014

105 97 Riset Partisipasi Pemilu 2014

106 98 Riset Partisipasi Pemilu 2014

107 99 Riset Partisipasi Pemilu 2014

108 1 0 0 KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BOALEMO TIM PELAKSANA RISET PARTISIPASI PEMILU TAHUN 2015 KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BOALEMO NO TIM DESA SAMPEL TOSKA S, MOEDA, S.Ag 1 MUTIARA 21 RAMLI ALI 2 TANGKOBU 23 1 SADRIN 3 MUSTIKA 14 ZAMARDIAN HUKO 4 KARYA MURNI 10 SAIFUL KAKU, SHI 5 BUALO 18 NOLDY BIYA, S.AP 1 HULAWA 13 WIRDA ADAM 2 DILOATO 19 2 YASIR DUNDA 3 HARAPAN 29 TOMI HASAN 4 BONGO TIGA 16 RISNA RUDJUA 5 SUKA MULIA 11 HERMAN BATER, SE 1 PANGEYA 34 3 HARIS SADO, SE 2 RAHARJA 6 MARWAN ADJIBA 3 DIMITO 19 ANTHON MOHAMAD 4 DULOHUPA 8 ISMAIL AMALU, MM.Pub 1 DULUPI 31 4 OLWIN YUSUF 2 KOTARAJA 15 JAMAL DANGKUA, SH 3 TANGGA BARITO 17 YUSRAN DJUPURA ASRA DJIBU, S.Pd I 1 PANGI 8 DARNISA BUNTINA 2 BAJO 12 5 ALBERT LAWANI, S.Sos 3 MOHUNGO 25 REMON BUHANG 4 BONGO NOL 25 RIZAL LAMANE 5 TENILO 7 Drs. JAN P.TUNA 1 LIMBATO 19 DEDI LAREKENG 2 AYUHULALO 21 6 RAMLAH DOMILI 3 MODELOMO 28 MARLINDA GHALIB 4 LAMU 16 HARIS POMANTO, SH 5 POTANGA 16

109 KAARUYAN 7 MUKRI KADJI, S.Ipem 2 BENDUNGAN 21 KARMAN TOLINGGI, SHI 3 MANANGGU 16 BRURI POTALE 4 KRAMAT 13 ERVINA MUKHSIN, SE 5 HUTAMONU 15 AMIR DJ KOEM, S.Ag 1 LITO 20 UDIN AMBO 2 APITALAWO 9 RISAN ADJAMI 3 TOWAYU 5 HERMAN PALANGITAN 4 RUMBIYA 20 5 TAPADAA 15 JUMLAH KETUA AMIR DJ KOEM, S.Ag

110 102 Riset Partisipasi Pemilu 2014 SEKRETARIAT KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BOALEMO Alamat : Jln. Kolonel Martin Liputo Desa Piloliyanga Kecamatan Tilamuta Kab. Boalemo KEPUTUSANSEKRETARIS KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BOALEMO Nomor : 12.a /Kpts SesKab.-KPU Kab. Boalemo/ /VII/2015 T E N T A N G TIM PENYUSUN DAN PELAKSANA RISET PEMETAAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU DI KABUPATEN BOALEMO SEKRETARIS KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BOALEMO Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 8 Angka 1 Huruf (p) bahwa Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yakni melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat. b. Bahwa dalam rangka penyusunan kebijakan dalam merumuskan strategi peningkatan partisipasi masyarakat yang efektif pada pemilu, KPU Kabupaten Boalemo akan melaksanakan Riset Pemetaan Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Di Kabupaten Boalemo. c. Bahwa berdasarkan hal tersebut pada huruf a dan b, demi kelancaran Pelaksanaan Riset dimaksud, maka perlu ditunjuk Tim Penyusun dan Pelaksana Riset Pemetaan Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Di Kabupaten Boalemo. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246);

111 103 Riset Partisipasi Pemilu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5678); 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679;. 4. Peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2008 tentang susunan organisasi dan tata kerja Sekrtariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota; 5. Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik dilingkungan Komisi Pemilihan Umum; 6. Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. 7. DIPA Nomor : SP DIPA / 2015 tanggal 14 November 2014 KPU Kabupaten Boalemo Tahun MEMUTUSKAN MENETAPKAN: TIM PENYUSUN DAN PELAKSANA RISET PEMETAAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU DI KABUPATEN BOALEMO KESATU : Tim Penyusun dan Pelaksana Riset Pemetaan Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Di Kabupaten Boalemo sebagaimana tercantum dalam lampiran I keputusan ini; KEDUA : Tim Penyusun dan Pelaksana sebagaimana diktum KESATU mempunyai tugas :

112 104 Riset Partisipasi Pemilu Menyiapkan materi bahan referensi terkait kuisioner riset; 2. Menyusun dan merancang isi kuisioner sesuai metodelogi riset; 3. Menetapkan waktu pelaksanaan dan Personil yang akan melakukan Riset 4. Melakukan Survey Partisipasi Pemilu di 37 (tiga puluh Tujuh) Desa dengan jumlah Responden sebanyak 622 (Enam ratus dua puluh dua) orang; 5. Melakukan editing terhadap kuisioner Riset; 6. Melakukan publikasi hasil riset tingkat partisipasi pemilih; 7. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan. KETIGA : Dalam melaksanakan tugasnya Tim Penyusun dan Pelaksana Riset Pemetaan Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Di Kabupaten Boalemo bertanggungjawab kepada Ketua dan Sekretaris KPU Kabupaten

113 105 Riset Partisipasi Pemilu 2014

114 106 Riset Partisipasi Pemilu 2014

115 107 Riset Partisipasi Pemilu 2014

116 108 Riset Partisipasi Pemilu 2014

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PENDAHULUAN Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Riset Partisipasi Masyarakat dalam Pemiludi Kab. Gorontalo. Survey Partisipasi Pemilih KABUPATEN GORONTALO

Laporan Akhir Riset Partisipasi Masyarakat dalam Pemiludi Kab. Gorontalo. Survey Partisipasi Pemilih KABUPATEN GORONTALO Laporan Akhir Riset Partisipasi Masyarakat dalam Pemiludi Kab. Survey Partisipasi Pemilih KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN GORONTALO Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Jln. Katili Dulanimo Kel. Kayumerah Kec.

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Partisipasi politik masyarakat merupakan syarat pokok yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terutama pada negara yang menganut paham demokrasi. Tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG

KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG 1. DASAR HUKUM Surat Ketua KPU RI No. 155/KPU/IV/2015 Tentang Pedoman Riset tentang Partisipasi dalam Pemilu 2.LATAR BELAKANG A. Kesukarelaan Warga dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penerbitan Buku Laporan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum. diharapkan dapat menambah hasanah naskah ilmiah akademik

KATA PENGANTAR. Penerbitan Buku Laporan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum. diharapkan dapat menambah hasanah naskah ilmiah akademik KATA PENGANTAR Penerbitan Buku Laporan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 diharapkan dapat menambah hasanah naskah ilmiah akademik terhadap tingkat partisipasi khususnya di Provinsi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan perilaku pemilih memiliki signifikansi yang kuat. Terdapat hubungan positif antara konsumsi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I 1.1.Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Reformasi yang dimulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di segala bidang,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv LATAR BELAKANG DAN TUJUAN RISET... 1 A. LATAR BELAKANG RISET... 1 B. TUJUAN RISET... 4 C. MANFAAT RISET... 4 METODOLOGI RISET... 5 A.

Lebih terperinci

BAB III DATA RESPONDEN

BAB III DATA RESPONDEN BAB III DATA RESPONDEN A. JENIS KELAMIN RESPONDEN Penelitian ini sebagian besar mengambil kelompok laki-laki sebagai responden. Dari 8 responden yang diwawancarai dan yang ikut FGD, terdapat orang responden

Lebih terperinci

Laporan RISET PARTISIPASI

Laporan RISET PARTISIPASI Laporan RISET PARTISIPASI KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BONE BOLANGO TAHUN @ 2015 Chapter- 1 Pendahuluan A. Rasionalitas Riset Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu.riset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penilaian yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen,

BAB I PENDAHULUAN. penilaian yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Audit merupakan suatu kegiatan atau proses pengumpulan data, dan penilaian yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, untuk menilai

Lebih terperinci

HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK

HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK Agustus 2014 Harapan & Ancaman Jokowi - JK Pemerintahan Jokowi JK secara resmi akan dilantik pada Oktober mendatang. Harapan publik pada pemerintahan ini berada di posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. di masyarakat. Individu melakukan kontak sosial berdasarkan adanya rasa percaya,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. di masyarakat. Individu melakukan kontak sosial berdasarkan adanya rasa percaya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kepercayaan (trust) merupakan dasar dari terbentuknya suatu hubungan sosial di masyarakat. Individu melakukan kontak sosial berdasarkan adanya rasa percaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat. Pada pasal 1 ayat 2 Undang-

I. PENDAHULUAN. kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat. Pada pasal 1 ayat 2 Undang- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi, yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat. Pada pasal 1 ayat 2 Undang- Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. - Media Elektronik : Internet, tv, dan radio. - Survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sosialisasi politik merupakan salah satu cara dalam menyebarluaskan informasi politik, sehingga fungsi sosialisasi politik yaitu untuk memberikan pengetahuan dan pembelajaran

Lebih terperinci

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei Sejak reformasi dan era pemilihan langsung di Indonesia, aturan tentang pemilu telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Saat ini, empat UU Pemilu yang berlaku di Indonesia kembali dirasa perlu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilih kelompok pemula di Indonesia dari pemilu ke pemilu terus bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap yang terdaftar tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 14/09/62/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2016 SEBESAR 74,77 IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Sistem politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah organisasi yang tidak berpenghasilan tetapi justru mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah organisasi yang tidak berpenghasilan tetapi justru mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan aktor yang menarik dalam pemerintahan, menarik dalam hal status, fungsi, dan koordinasi partai terhadap aktor-aktor lainnya. Peran partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran-peran pihak terkait, dengan prosedur yang telah ditentukan dalam. dewan perwakilan rakyat daerah (Mashudi, 1993:23).

BAB I PENDAHULUAN. peran-peran pihak terkait, dengan prosedur yang telah ditentukan dalam. dewan perwakilan rakyat daerah (Mashudi, 1993:23). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum merupakan pilar bagi suatu negara yang mengaku dirinya sebagai suatu negara demokrasi, sebab tidak ada demokrasi tanpa adanya pemilihan umum. Terselenggranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi. Pemilu menjadi sarana pembelajaran dalam mempraktikkan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA TIMUR 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA TIMUR 2015 BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 53/08/35/Th. XIV, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA TIMUR 2015 MENCAPAI 76,90 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Jawa Timur 2015 mencapai angka 76,90 dalam skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2015

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2015 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2015 No.46/08/75/Th.X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) GORONTALO 2015 SEBESAR 76,77 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 2,95 POIN DIBANDINGKAN DENGAN

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karakteristik demografi pemilih yang mencakup usia antara 20-49 tahun, berpendidikan SLTA dan di atasnya, memiliki status pekerjaan tetap (pegawai negeri sipil, pengusaha/wiraswasta

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon 95 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon Kepala Daerah dalam pilkada Sidoarjo 2010 Pemilihan kepala daerah secara langsung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17 tahun ke atas atau telah menikah. Responden tersebut telah memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik baik di pemerintah maupun di legislatif. Pelaksanaan pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, DPRD, dan DPD) dan Gubernur Provinsi Lampung. Sedangkan di bulan Juli 2014, masyarakat

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-

Lebih terperinci

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187); -2- Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta

Lebih terperinci

FINAL REPORT RISET PERILAKU POLITIK PEMILIH PADA PEMILU KEPALA DAERAH, PEMILU LEGISLATIF DAN PEMILU PRESIDEN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN

FINAL REPORT RISET PERILAKU POLITIK PEMILIH PADA PEMILU KEPALA DAERAH, PEMILU LEGISLATIF DAN PEMILU PRESIDEN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN FINAL REPORT RISET PERILAKU POLITIK PEMILIH PADA PEMILU KEPALA DAERAH, PEMILU LEGISLATIF DAN PEMILU PRESIDEN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MADIUN Alamat e-mail Website : Jl.Raya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN RISET PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU TAHUN 2015

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN RISET PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU TAHUN 2015 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN RISET PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU TAHUN 2015 KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA MADIUN KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselenggaranya kegiatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Untuk menganalisis mengapa masyarakat memilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pilkades (golput) diuraikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

C. Manajemen Pengelolaan Pelayanan

C. Manajemen Pengelolaan Pelayanan STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN KUNJUNGAN RUMAH PINTAR PEMILU BOENDA TANAH MELAYU KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU A. Latar Belakang Rumah Pintar Pemilu (RPP)

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PAPUA BARAT

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PAPUA BARAT ht tp :// pa pu ab ar at.b p s. go.id Katalog: 4601006.91 KATALOG Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Papua Barat 2015 ISSN/ISBN: - No. Katalog: 4601006.91 No. Publikasi: 91520.16.13 Ukuran Booklet:

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 14/08/62/Th. X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2015 SEBESAR 73,46 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pedesaan di masa demokrasi saat ini, terutama bagi pihak-pihak yang. motor penggerak bagi kesejahteraan masyarakatnya.

I. PENDAHULUAN. pedesaan di masa demokrasi saat ini, terutama bagi pihak-pihak yang. motor penggerak bagi kesejahteraan masyarakatnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan kepala desa atau pilkades adalah sebuah kata yang sudah tidak asing lagi dan diperbincangkan oleh sebagian besar masyarakat khususnya masyarakat pedesaan di masa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dan hiburan. Saat ini begitu banyak media massa yang ada di tengah-tengah masyarakat

Lebih terperinci

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK TEMUAN SURVEI JULI 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id IHTISAR TEMUAN Pada umumnya publik menilai bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi digulirkan akhir Mei 1998, kebebasan media massa di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pemberitaan media tidak lagi didominasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berasal dari dana mereka masing-masing. Di samping itu bantuan finansial dalam

BAB VI KESIMPULAN. berasal dari dana mereka masing-masing. Di samping itu bantuan finansial dalam BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan konsep sumber daya, maka peneliti dapat mendeskripsikan kesimpulan sebagai berikut : sumber daya yang menjadi faktor kekalahan dari caleg perempuan adalah informasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah sejumlah warga di Kelurahan Ujung Menteng

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah sejumlah warga di Kelurahan Ujung Menteng V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah sejumlah warga di Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur Propinsi DKI Jakarta yang berusia 15 tahun

Lebih terperinci

IMAGOLOGI POLITIK SKRIPSI. Oleh : WAHYUDI AULIA SIREGAR NIM : : Drs. P. Anthonius Sitepu, MSi

IMAGOLOGI POLITIK SKRIPSI. Oleh : WAHYUDI AULIA SIREGAR NIM : : Drs. P. Anthonius Sitepu, MSi IMAGOLOGI POLITIK (Studi Deskriptif Tentang Opini Publik Terhadap Pencitraan Politik Dalam Meningkatkan Tingkat Elektabilitas Politik Pada Pemilu Presiden 2009 di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 51/09/75/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) GORONTALO 2016 MENGALAMI PENINGKATAN TIPIS DIBANDINGKAN DENGAN IDI GORONTALO 2015. IDI adalah

Lebih terperinci

Ketua. Asep Kurnia, S.H., M.H

Ketua. Asep Kurnia, S.H., M.H KATA PENGANTAR Pelaksanaan pemilu di Kabupaten Sumedang, khususnya yang berkenaan dengan tingkat kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di TPS (voter turn-out), menyisakan beberapa fenomena yang perlu dikaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang dimulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di segala bidang, terutama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjelang Pemilihan Umum 2014, lahir gerakan-gerakan yang diinisiasi oleh masyarakat untuk mendukung jalannya pemilihan umum. Aktivitas gerakan-gerakan tersebut beragam, mulai

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI. demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan

BAB II DESKRIPSI LOKASI. demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Komisi Pemilihan Umum (KPU) 1. Visi Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel,

Lebih terperinci

FORMAPPI JAKARTA, 3 APRIL 2014

FORMAPPI JAKARTA, 3 APRIL 2014 FORMAPPI JAKARTA, 3 APRIL 2014 DPR hasil Pemilu 2009, akan segera berakhir Kinerja para anggotanya perlu dinilai agar dapat diketahui masyarakat terutama konstituen yang telah memilihnya. Hasil penilaian

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika dan India menjadikan Pemilihan Kepala Daerah sebagai salah satu indikator pelaksanaan demokrasi berbasis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Peran Menurut Abdulsyani (1994) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM,

KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SOSIALISASI DAN PENYAMPAIAN INFORMASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 No. 46/08/17/III, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 SEBESAR 73,60 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet beberapa dekade sebelumnya masih dipandang. sebagai sebuah gaya hidup. Pengguna internet masih didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Internet beberapa dekade sebelumnya masih dipandang. sebagai sebuah gaya hidup. Pengguna internet masih didominasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Internet beberapa dekade sebelumnya masih dipandang sebagai sebuah gaya hidup. Pengguna internet masih didominasi oleh para elit masyarakat yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 41/08/14/Th. XVII, 03 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DI PROVINSI RIAU TAHUN 2015 MENCAPAI ANGKA 65,83. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan pada era kemajuan teknologi, masyarakat lebih cenderung memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

LEMBAR FAKTA SEJUMLAH FAKTA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG. MITOS 1 Biaya Penyelenggaraan Pemilukada Langsung Mahal dan Boros Anggaran.

LEMBAR FAKTA SEJUMLAH FAKTA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG. MITOS 1 Biaya Penyelenggaraan Pemilukada Langsung Mahal dan Boros Anggaran. LEMBAR FAKTA SEJUMLAH FAKTA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG MITOS 1 Biaya Penyelenggaraan Pemilukada Langsung Mahal dan Boros Anggaran. Faktanya:Pemilukada Langsung yang Demokratis Bisa Murah

Lebih terperinci

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN Oleh: PUSAT STUDI DEMOKRASI DAN HAM ( PuSDekHAM ) FISIP UNISDA LAMONGAN 2015 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI....2 PENGANTAR..3 METODE....5 TEMUAN.6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI)

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) No. 52/09/34/Th. XVIII, 1 September 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) IDI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015 SEBESAR 83,19 IDI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2015 mencapai angka 83,19 dalam skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dukungan teknik-teknik marketing, dalam pasar politik pun diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dukungan teknik-teknik marketing, dalam pasar politik pun diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia politik adalah suatu pasar, dalam pasar itu terjadi pertukaran informasi dan pengetahuan. Dan seperti halnya pertukaran dalam dunia bisnis yang perlu

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 51/09/13/Th. XX, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA BARAT 2016 SEBESAR 54,41 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN 13,05 POIN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

S A L I N A N. Lampiran : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 03/Kpts/KPU-Kab/ /2012 Tanggal : 7 Mei 2012

S A L I N A N. Lampiran : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 03/Kpts/KPU-Kab/ /2012 Tanggal : 7 Mei 2012 Lampiran : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 03/Kpts/KPU-Kab/014.329801/2012 Tanggal : 7 Mei 2012 PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN SOSIALISASI PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM BUPATI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 57/08/71/Th. X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 SEBESAR 79,40 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang pelaksanaannya dapat

Lebih terperinci

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Kesimpulan. kualitas dan kuantitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Relawan

BAB VII PENUTUP Kesimpulan. kualitas dan kuantitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Relawan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Relawan Demokrasi merupakan program nasional dari KPU RI yang dirancang untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia dan ditempatkan di bawah supervisi KPU kabupaten/kota setempat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci