PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salmonella spp. merupakan mikroorganisme yang dikenal sebagai major food borne pathogen pada manusia dan menyebar di seluruh dunia. Di Amerika Serikat dilaporkan setidaknya terdapat sampai 4 juta infeksi Salmonella setiap tahunnya dan sekitar 500 dari kasus tersebut bersifat fatal (Ahmed et al. 2005). Kecenderungan yang berkembang saat ini kasus salmonellosis tidak hanya sebatas pada keracunan makanan tetapi sudah dapat diisolasi dari reptilia dan unggas umur sehari (day old chick, DOC) yang diperjualbelikan untuk mainan anak-anak. Tingkat kejadian ditemukannya Salmonella dalam kasus ini dapat mencapai kasus per tahunnya (Warwick et al. 2001). Secara resmi kejadian luar biasa yang disebabkan oleh Salmonella di Indonesia belum banyak dilaporkan. Kasus salmonellosis di Indonesia diperkirakan sebanyak hingga kasus dengan sedikitnya kematian per tahun (Suwandono et al. 2005). Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat telah banyak dilaporkan adanya kejadian luar biasa salmonellosis. Namun persentase jumlah yang dilaporkan masih terlalu kecil dibandingkan dengan wabah yang sebenarnya terjadi. Salmonella tidak hanya menyerang hewan ternak tetapi juga menyerang hewan piaraan dan dapat diisolasi dari bahan autopsi yang terdiri dari organ, darah dan feses (PAHO 2003). Avian salmonellosis telah ada di berbagai peternakan dengan tingkatan yang berbeda. Pada umumnya penyakit tradisional misalnya fowl typhoid dan pullorum telah dapat dikendalikan dengan baik meskipun penyakit ini masih tetap banyak di beberapa negara di Amerika Selatan dan Amerika Tengah, Eropa Timur, Asia, Afrika. Bagaimanapun juga infeksi paratyphoid salmonellosis masih merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi. Infeksi pada burung/unggas yang mungkin dapat menimbulkan gejala klinis atau unggas tersebut dapat menjadi agen carrier food-borne salmonellosis. Penularan salmonellosis dapat terjadi secara vertikal. Pencemaran silang oleh Salmonella dapat terjadi dalam suatu

2 peternakan pembibitan. Kuman Salmonella dapat ditemukan pada pengumpulan contoh dari peternakan asal atau dari kotak pengangkutan unggas/burung. Peneguhan adanya pencemaran Salmonella dapat diambil dari contoh lingkungan tanpa menyebabkan unggas mengalami cekaman (Zancan et al. 2000). Permasalahan Semua produk pertanian khususnya hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan dari dan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia maupun antar pulau harus memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi karantina, yaitu mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina. Salah satu persyaratan yang dibutuhkan untuk pengangkutan antar area khususnya pemasukan day old chicks (DOC) adalah dilengkapi Surat Keterangan Kesehatan yang didalamnya memuat pernyataan tentang persyaratan yang mengharuskan bahwa dari peternakan asal dalam waktu 6 bulan harus bebas Salmonella yang dibuktikan dengan uji laboratorium dan tidak ada bukti gejala klinis avian salmonellosis. Penentuan adanya pencemaran Salmonella perlu dibuktikan dengan uji laboratorium. Metode pengujian Salmonella untuk sampel yang berasal dari lingkungan dalam hal ini adalah kotak pengangkutan DOC adalah metode yang diambil dari SNI. Metode lain yang telah ada di Badan Karantina Pertanian untuk menguji adanya cemaran Salmonella adalah metode cepat menggunakan Salmonella latex test dengan prinsip aglutinasi. Sampai saat ini belum diketahui metode Salmonella latex test terbukti lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode SNI. Karantina mempunyai wewenang melakukan pemeriksaan terhadap hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan baik dari dalam dan luar negeri maupun antar pulau di pintu pemasukan dan pengeluaran, untuk itu membutuhkan uji cepat dalam mendiagnosis suatu penyakit dan mengidentifikasi adanya kuman patogen.

3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode SNI dengan Salmonella latex test untuk memantau pencemaran Salmonella spp. pada kotak pengangkutan DOC. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat berupa pembuktian penggunaan uji yang efektif dan efisien dalam melacak adanya pencemaran Salmonella spp. khususnya pada kotak pengangkutan DOC, sehingga dapat digunakan sebagai uji baku melacak Salmonella spp. pada instansi karantina. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: H 0 H 1 : metode Salmonella latex test kurang efektif dan efisien untuk memantau pencemaran Salmonella spp. pada kotak pengangkutan DOC dibandingkan metode SNI. : metode Salmonella latex test lebih efektif dan efisien untuk memantau pencemaran Salmonella spp. pada kotak pengangkutan DOC dibandingkan metode SNI. TINJAUAN PUSTAKA Salmonella spp.

4 Salmonella spp. merupakan bakteri berbentuk batang langsing, tidak membentuk spora, bersifat Gram negatif, aerobik atau fakultatif aerobik serta katalase positif dan oksidase negatif. Sifat katalase positif bakteri Salmonella artinya bakteri ini memiliki enzim katalase untuk memecah peroksidase menjadi H 2 O dan O 2. Sifat oksidase negatif Salmonella adalah bakteri ini tidak memiliki enzim superoksida dismutase yang dapat mengubah H 2 menjadi peroksida. Bakteri ini kadang-kadang memproduksi asam dan gas dari fermentasi glukosa atau laktosa. Sifat yang lain adalah mereduksi nitrat menjadi nitrit, tumbuh cepat pada berbagai macam media, hidup pada ph 4-9 dan beberapa pada ph 3,7, dapat tumbuh pada kisaran suhu C dengan suhu optimum C, bertahan pada suhu terendah 5,3 0 C untuk S. Heidelberg dan 6,2 0 C untuk S. Typhimurium. Bakteri ini menghasilkan koloni yang dapat terlihat dengan jelas pada suhu 37 0 C selama 24 jam dan tidak dapat bertahan hidup pada konsentrasi garam di atas 9%, serta memiliki nilai a w optimal yaitu 0,96-0,999. Salmonella pertama kali diisolasi oleh Salmon dan Smith pada tahun 1885 dari seekor babi yang terinfeksi hog cholera, selanjutnya spesies Salmonella tersebut dinamakan S. Cholera-suis (PAHO 2003). Kaufmann dan White (1966) dalam Quinn et al. (2002) membedakan Salmonella berdasarkan sifat antigennya. Salmonella dan jenis Enterobacteriaceae mempunyai beberapa jenis antigen yaitu O (somatik), H (flagella), K dan Vi (Kapsul). Antigen O mengandung glikosamin. Antigen H merupakan protein yang disebut flagellin dan bersifat tidak tahan panas. Antigen K terdapat pada permukaan luar bakteri, terdiri dari polisakarida dan tidak tahan panas. Antigen Vi terdapat pada beberapa galur Salmonella misalnya S. Typhi yang mempengaruhi daya virulensi. Genus Salmonella terbagi menjadi dua spesies besar yang pertama adalah S. enterica dan yang kedua adalah S. bongori. S enterica terdiri dari lebih serotipe. S.enterica var. typhimurium sekarang ini dikenal dengan nama S. Typhimurium dan S. enterica var. enteritidis yang dikenal dengan nama S. Enteritidis (Gray dan Fedorka-Cray 2002). Menurut PAHO (2003) nama spesies yang diterima oleh the International Committee on Systematic Bacteriology adalah sebagai berikut: S. Typhi, S. Cholera-suis, S. Enteritidis, S. Typhimurium dan S. Arizonae. S. Enteritidis dibagi

5 lagi menjadi serotipe tergantung kepada antigen somatik dan flagella yang dimiliki. Serotipe paratifoid dari S. Typhi dan S. Enteritidis, Paratyphi A dan Paratyphi C merupakan spesies Salmonella yang khas pada manusia. Serotipe Paratyphi B dijumpai pada sapi, babi, anjing dan unggas. S. Cholera-suis dan beberapa serotipe S. Enteritidis seperti Gallinarum, Pullorum, Abortus equi dan Dublin teradaptasi pada hewan dan dapat ditularkan juga ke manusia. Sebagian besar serotipe dari S. Enteritidis merupakan bakteri dari berbagai jenis hewan, vertebrata dan invertebrata. S. Arizonae mempunyai kurang lebih 300 serotipe. Terdapat lebih dari serotipe Salmonella yang tersebar di seluruh dunia, diantara serotipe tersebut yang menyerang unggas adalah S. Pullorum dan S. Gallinarum. Serotipe Salmonella mempunyai induk semang khas. S. Thypi dan S. Paratyphi menyerang manusia dan menimbulkan tanda-tanda gangguan pencernaan serta dema tifus dan paratifus. S. Dublin menyerang ternak sapi, S. Abortus equi menyerang kuda, S. Typhimurium terutama menyerang itik dan rodensia, sedangkan S. Pullorum dan S. Gallinarum menyerang ayam (Anonimus 2004). S. Gallinarum dan S. Pullorum merupakan agen penyebab fowl thypoid atau penyakit pullorum yang ditandai dengan diare berwarna kehijauan. Juga, dapat menyebabkan penyakit kronis saluran genitalis yang dapat menurunkan produksi telur dengan tingkat kematian sampai 100% (Proux et al. 2002). S. Enteritidis dikenal sebagai patogen yang penting, baik pada unggas maupun manusia. Kasus keracunan makanan pada manusia berkaitan erat dengan meningkatnya jumlah ayam dan telur ayam yang tercemar oleh serotipe S. Enteritidis (Thorns et al. 1996). Bakteri ini bertahan hidup pada waktu yang lama dalam lingkungan (Hopper dan Mawer 1988). Habitat alami kuman Salmonella adalah saluran pencernaan walaupun dapat ditemukan juga di organ lain seperti kelenjar limfe, limpa, hati, empedu, jantung, paru-paru, urat daging, sumsum tulang dan periosteum. Hewan dan unggas yang menderita salmonellosis dapat menjadi pembawa (carrier) yang menetap (persisten). Kuman Salmonella dapat diisolasi dari tanah, air, limbah yang tercemar dengan material feses (Ray 2001).

6 Penularan Salmonella Penularan Salmonella pada manusia terjadi karena menelan organisme yang ada di dalam makanan yang berasal dari hewan yang terinfeksi atau makanan yang tercemar oleh kotoran hewan atau kotoran orang yang terinfeksi. Penularan juga terjadi dari bahan-bahan makanan seperti telur, produk telur yang tidak dimasak dengan baik, air yang tercemar, daging dan produk daging, unggas dan produk unggas. Salmonellosis juga dapat ditularkan melalui hewan piara seperti kura-kura, iguana, anak ayam atau obat-obatan berbahan dasar hewan yang tidak disucihamakan (Anonimus 2005). hewan carier & sakit hewan rentan feses Pencemaran makanan dan lingkungan termakan Memakan makanan asal hewan Air dan sayuran Rute fekal-oral Gambar 1 Penularan salmonellosis ( kecuali S.Typhi dan Paratyphoid ) Salmonella memperbanyak diri dalam saluran pencernaan hewan yang terinfeksi maupun hewan pembawa selanjutnya akan dikeluarkan melalui feses. Feses yang tercemar akan mencemari makanan dan lingkungan dan akan termakan oleh hewan yang rentan terhadap Salmonella. Manusia terinfeksi Salmonella karena memakan bahan pangan asal hewan, air dan sayuran yang tercemar. Penularan Salmonella dari manusia ke manusia lainnya melalui rute fekal-oral (PAHO 2003).

7 Jalur utama penularan S. Enteritidis secara vertikal melalui telur dan secara horizontal melalui rute fekal oral (Hopper dan Mawer 1988). Penularan parathypoid salmonella secara oral pertama kali karena adanya kolonisasi di dalam saluran pencernaan, dan selalu berakhir pada perlekatan yang menetap dalam feses. Invasi ke dalam saluran pencernaan memicu perbanyakan Salmonella dalam sistem makrofag pada organ hati dan limpa dan menyebar ke seluruh jaringan. Bakterimia dapat terjadi setelah melalui tahap-tahap tersebut dan berakhir kepada kematian (Thiagarajan et al. 1994) PAHO (2003) menyatakan S. Typhi dan S. Paratyphoid merupakan serotipe yang dominan pada manusia, dan hewan berperan sebagai sumber penularan Salmonella. Makanan yang sering menyebabkan infeksi Salmonella pada manusia pada umumnya berasal dari unggas, babi, sapi, telur, susu dan hasil olahannya. Makanan yang berasal dari sayuran yang tercemar oleh produk-produk hewan, kotoran manusia, pengolahan komersil juga merupakan sumber cemaran Salmonella. S. Typhi dan beberapa Salmonella lainnya juga dapat mencemari air yang digunakan sebagai sumber air bersih. Di Amerika Serikat pernah dilaporkan adanya kematian 2 orang anak kecil karena salmonellosis dari reptil yang menjadi hewan piara. Sementara kejadian kasus salmonellosis karena reptil seperti kura-kura mencapai kasus per tahunnya (Warwick et al. 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nakamura di Jepang pada tahun 1986 menunjukkan bahwa 10% dari total produk hewan yang diproduksi tercemar oleh Salmonella dan dari seluruh persentase tersebut mayoritas oleh spesies S. Enteritidis, sedangkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa produk hewan yang tercemar oleh Salmonella sebanyak 24% (Nakamura et al. 1994). Selama tahun 2006, Departemen Kesehatan Amerika Serikat melaporkan adanya tiga kasus wabah infeksi Salmonella pada orang yang pernah kontak dengan anak ayam, anak itik, anak angsa dan anak kalkun yang dijual di toko pertanian (Bidol et al. 2007).

8 Di Indonesia telah dilakukan pemantauan dan surveilans terhadap kasus salmonellosis. Data dari Rumah Sakit yang menangani penyakit infeksius di Jakarta melaporkan bahwa kasus demam tifoid terus meningkat, dari 11,4% menjadi 18,9% selama tahun Pada periode tahun penyakit meningkat dari 22% sampai 36,5%. Kejadian demam tifoid yang dilaporkan oleh Pusat Kesehatan dan Rumah Sakit di Jakarta menyebutkan bahwa penyakit terus meningkat dari 92% menjadi 125% per penduduk per tahun selama tahun (Sujudi 1998). Angka kematian (mortalitas) penyakit menurun dari 3,4% pada tahun 1981 menjadi 0,6% pada tahun Menurunnya angka kematian dipengaruhi oleh adanya perbaikan fasilitas kesehatan (Arjoso dan Simanjuntak 1998). Salmonellosis pada Anak Ayam Umur merupakan salah satu faktor penting ketika terpapar Salmonella. Milner dan Shaffer (1990) dalam Bailey et al. (1994) mengamati bahwa dosis dan jumlah hari mempengaruhi dosis kolonisasi pada anak ayam ketika ditantang secara oral dengan 10 serotipe Salmonella. Anak ayam umur sehari dapat terinfeksi Salmonella kurang dari lima sel dan infeksi lanjutan bersifat tidak terpola dan setelah itu dapat mencapai dosis tertinggi (Bailey et al. 1994). Tingkat infeksi dalam saluran pencernaan dibuktikan oleh perlekatan fekal berkorelasi dengan usia unggas dan dosis inokulum. Rute paparan Salmonella juga memegang peranan penting dalam kolonisasi. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Cox (1992) dalam Corrier et al. (1997) disebutkan suatu hipotesis bahwa rendahnya ph dari saluran pencernaan bagian atas memberikan peranan yang besar pada peningkatan Salmonella pada anak ayam melalui rute oral. Pergerakan dan lokalisasi Salmonella ketika pertama kali pada anak ayam belum dapat dijelaskan secara pasti. Salmmonella mungkin bertranslokasi ke organ lainnya. Salmonella dapat ditemukan pada hati ayam setelah diinokulasi secara oral setelah 22 minggu dan limpa setelah 40 minggu (Corrier et al. 1997). Gejala klinis yang muncul pada unggas adalah lesu, diare dan warna kebiruan pada jengger (Murungkar et al. 2005). S. Enteritidis menyebabkan penyakit klinis pada anak ayam sampai umur enam bulan. Anak ayam yang

9 terinfeksi menunjukkan gejala depresi, lemah dan diare (Wray et al. 1996). Tingkat kematian sangat tinggi pada anak ayam umur di bawah satu minggu. Ayam dewasa yang terinfeksi menunjukkan pertumbuhan yang lamban serta adanya lesi fokal, perikarditis dan septikemia (Lister 1988). Bakteri ini bertahan hidup untuk waktu yang lama dalam lingkungan (Hopper dan Mawer 1988). S. Enteritidis ditemukan pada unggas dan masuk ke dalam peternakan karena adanya populasi rodensia di peternakan ayam. S. Enteritidis dapat menginfeksi ayam tanpa menimbulkan gejala-gejala penyakit khususnya pada ayam petelur (Cogan dan Humphrey 2003). S. Enteritidis dikenal sebagai patogen yang penting, baik pada unggas maupun manusia. Kasus keracunan makanan pada manusia berkaitan erat dengan meningkatnya jumlah ayam yang tercemar oleh serotipe S. Enteritidis (Thorns et al. 1996). Terdapat tiga macam serotipe yang berkaitan dengan food-borne disease yang terjadi di negara-negara Eropa, Amerika dan Inggris. Wabah salmonellosis tersebut disebabkan oleh S. Enteritidis phage tipe 4, 8 dan 23. Dari beberapa tipe tersebut, tipe phage 4 merupakan serotipe yang paling patogen terhadap ayam (Dhillon et al. 1999). Di Indonesia S. Enteritidis tipe phage 4 awalnya ditemukan dari anak ayam umur sehari (DOC) yang berasal dari peternakan pembibitan parent stock maupun grand parent stock (Poernomo 2000). Salmonella secara cepat dapat menembus dinding dan membran telur tetas. Kondisi selama masa inkubasi dapat yang padanya meningkatkan proliferasi sel bakteri ke dalam usus. Setiap orang, binatang, arthropoda, tumbuh-tumbuhan, tanah atau barang-barang, atau kombinasi dari keduanya, yang padanya Salmonella dapat hidup dengan baik, merupakan sumber utama bagi jalur penularan Salmonella ke dalam telur tetas. Reservoir dapat bertahan dalam kondisi yang optimal dan hanya dapat disingkirkan setelah telur-telur tersebut difumigasi (Cox et al. 1991). Salmonella yang telah berproliferasi ke dalam membran telur akan tertelan oleh embrio dan bertahan di dalam tubuh embrio sampai masa penetasan. Anak ayam yang telah ditetaskan dan terinfeksi Salmonella secara cepat dapat menularkan kuman tersebut kepada anak ayam lainnya dalam suatu kelompok (Cason et al. 1994). Infeksi Salmonella pada anak

10 ayam yang baru menetas sangat berbahaya karena anak ayam tersebut belum memiliki mikroflora saluran pencernaan yang matang dan Salmonella akan berkolonisasi secara cepat di dalam saluran pencernaan anak ayam tersebut (Blankenship et al. 1993). Ternak ayam yang tidak memperlihatkan gejala klinis dan mati, atau ayam sembuh dari infeksi, dapat menjadi pembawa menahun yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan bakteri S. Enteritidis melalui fesesnya (Gast 1997). Penularan salmonellosis pada hewan tergantung dari beberapa faktor risiko. Faktor-faktor risiko tersebut diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Observasi studi veteriner terhadap salmonellosis dengan hipotesis faktor risiko berdasarkan spesies Species Penyakit Hipotesa Faktor Resiko Referensi Kuda Infeksi Salmonella spp. Ras, jenis kelamin, penampilan, keluhan, tindakan darurat, status pra operasi, prosedur pemberian (mis. anestesi, antibiotik) Sapi Salmonellosis Tata laksana, faktor produksi dan lingkungan. Rekam medis adanya retensi plasenta Un ggas Salmonellosis Daerah geografi, tipe ventilasi, ukuran kawanan ternak, tipe peternakan, tata laksana dan higienitas sumber pakan Sumber : Thrusfield (1995) Hird et. al ( ) Bendixen, et.al (1986a) Vandegraaff (1980) Rowlands et.al. (1986) Graat et.al. (1990) Menurut Graat et al. (1990) dalam Thrusfield (1995) terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian salmonellosis pada hewan. Daerah geografis, tipe ventilasi peternakan, ukuran atau jumlah hewan dalam suatu peternakan, tipe peternakan serta tatalaksana dan higienitas sumber pakan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi Salmonella pada unggas. Salmonellosis pada Manusia Salmonella mungkin terdapat dalam jumlah yang tinggi pada makanan yang dimakan manusia, walaupun tidak selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau maupun rasa dari makanan tersebut. Pada umumnya, semakin tinggi jumlah Salmonella dalam suatu makanan, semakin besar dan cepat timbulnya gejala infeksi pada manusia yang memakan makanan tersebut. Gejala klinis

11 timbul juga dipengaruhi oleh sifat virulensi dan invasi bakteri, jumlah bakteri yang termakan, daya tahan tubuh inang yang dipengaruhi oleh umur dan kesehatan penderita (Supardi dan Sukamto 1999). Vought dan Tatini (1998) mengemukakan bahwa wabah salmonellosis di Inggris telah terjadi pada orang dewasa akibat memakan es krim yang tercemar S. Enteritidis sebanyak 10 7 colony forming unit (CFU). Pada orang dewasa yang memakan makanan tercemar bakteri tersebut sebanyak CFU dilaporkan tidak menunjukkan gejala klinis penyakit. Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa sejumlah kecil S. Enteritidis dalam makanan ( 10 5 CFU) telah dapat menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi karena produk makanan tersebut mengandung banyak lemak dan atau gula yang dapat melindungi Salmonella dari lambung yang bersifat asam sehingga bakteri tersebut dapat mencapai usus halus dan menimbulkan gejala penyakit. Investigasi Centers for Disease Control (CDC) pada tahun 2006 dalam penelitian yang dilakukan selama 5 tahun terakhir melaporkan rata-rata kejadian salmonellosis mencapai 86 kasus per tahun. Isolat yang paling banyak ditemukan dalam kasus tersebut adalah Typhimurium. Kejadian wabah salmonellosis dilaporkan terdapat 171 kasus di 19 negara yang dilaporkan sejak 1 September Median usia penderita salmonellosis adalah 36 tahun, dan 59% diantaranya adalah wanita. Sebanyak 73 penderita mengalami diare dan 14 (19%) dirawat di rumah sakit. Namun, tidak ada laporan mengenai kematian yang dilaporkan dari kejadian-kejadian sakit tersebut (Anonimus 2006). Salmonellosis menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut dan diare (Anonimus 2002). Menurut Jawets et al. (2001) gejala salmonellosis dibedakan menjadi demam enterik, bakterimia dengan luka fokal dan enterokolitis. Pada demam enterik memiliki masa inkubasi pada hari yang diikuti dengan demam, rasa tidak enak badan, sakit kepala, konstipasi, bradycardia dan myalgia, dan angka kematian dapat mencapai 10-15%. Lesi ditemukan di jaringan organ tubuh seperti hiperplasia dan nekrosis jaringan getah bening, hepatitis, nekrosis dari ginjal, radang limpa, periosteum dan paru-paru. Pada kasus bakterimia yang bersifat lokal yang menyertai infeksi oral, ada invasi awal pada aliran darah dengan luka

12 fokal pada paru-paru, tulang dan meninges. Kasus enterokolitis merupakan manisfestasi infeksi Salmonella yang banyak terjadi dengan gejala klinis berbentuk mual, sakit kepala, muntah, diare. Deman terjadi dalam 2-3 hari, terdapat luka radang pada usus besar dan usus kecil dan kadang-kadang disertai bakterimia dengan tingkat kejadian 2-4%. Salmonella menyebabkan tiga tipe penyakit utama pada manusia. Namun, tipe yang paling sering adalah tipe campuran, yaitu demam enterik, septikemia dan enterokolitis. S. Typhi menyebabkan demam enterik. Pada tipe enterik, Salmonella mencapai usus kecil kemudian masuk ke getah bening dan ke aliran darah. Oleh sel darah bakteri dibawa ke seluruh organ sasaran, termasuk usus. Salmonella meningkat di dalam jaringan getah bening usus dan dikeluarkan melalui tinja. Sesudah masa inkubasi hari, muncul gejala-gejala, seperti demam, rasa tidak enak badan, sakit kepala, konstipasi, bradycardia dan myalgia. Diagnosis dilakukan dengan mengambil contoh dari pembiakan darah dan pembiakan feses. Pada pembiakan darah, positif Salmonella pada waktu 1-2 minggu sakit, sedangkan pada pembiakan feses positif Salmonella setelah dua minggu sakit. S. Cholerasuis menyebabkan tipe septikemia. Gejala klinis yang nampak adalah demam dengan suhu yang meningkat secara tiba-tiba. S. Enteritidis dan S. Typhimurium menyebabkan tipe enterokolitis. Gejala klinis yang menyertai tipe ini adalah demam tingkat rendah dan berlangsung selama 2-5 hari, mual dan muntah pada awal terjadinya diare. Pada pemeriksaan pembiakan feses, ditemukan Salmonella terutama setelah onset penyakit (Jawets et al. 2001). Tabel 2 dibawah ini menjelaskan diagnosis salmonellosis pada manusia. Periode inkubasi Munculnya gejala klinis Tabel 2 Diagnosis salmonellosis Demam enterik Septikemia Enterokolitis 7-20 hari Beragam 8-48 jam Tidak diketahui Tiba-tiba Tiba-tiba

13 Demam Durasi penyakit Simtom gastrointestina l Pembiakan darah Pembiakan feses Sumber : Jawets et al. (2001) Berangsur-angsur naik dengan stadium typoidal Suhu meningkat secara tiba-tiba Suhu tidak terlalu tinggi Beberapa minggu Beragam 2-5 hari Mula-mula konstipasi, selanjutnya diare berdarah Positif pada 1-2 minggu sakit Positif selama 2 minggu, negatif pada awal sakit Tidak ada Positif selama demam tinggi Sering positif Mual, muntah, pada onset diare Negattif Positif secara cepat setelah onset Sementara Supardi dan Sukamto (1999) menjelaskan beragamnya gejalagejala infeksi yang timbul setelah tertelannya sel-sel Salmonella. Hal ini tergantung dari daya virulensi, invasi dari serotipe dan galur bakteri tersebut, jumlah sel yang tertelan dan daya tahan tubuh yang dipengaruhi oleh umur dan kesehatan penderita. Kebanyakan Salmonella menyebabkan demam enterik yang disertai dengan diare, tetapi beberapa serotipe seperti S. Typhi, S Paratyphi A, B dan C, serta S. Cholerasuis sering menimbulkan bakteremia. Gejala infeksi, waktu inkubasi dan tanda-tanda yang ditimbulkan oleh masing-masing serotipe Salmonella dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Serotipe Salmonella beserta gejala klinisnya Gejala Serotipe/Galur Waktu inkubasi & Gejala Gastroenteritis S. cholerasuis Enteritidis, Typhimurium, Heidelberg, Derby Java 5-72 jam, umumnya jam. Sakit perut, menggigil, demam, muntah, dehidrasi, anoreksia, pusing,, malaise, berlangsung beberapa hari, kadang-kadang terjadi infeksi lokal atau enteritis

14 Demam typhoid (demam enterik) Demam paratyphoid (demam enterik) Sumber: Supardi dan Sukamto (1999) infantis Montevideo dsb Typhi (antigen Vi) Paratyphi A Paratyphi B Paratyphi C Sendai 7-28 hari, rata-rata 14 hari Septikemia, malaise, demam tinggi terus-menerus, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, denyut nadi lambat, limpa membesar, hidung berdarah, bercak merah pada dada, perspirasi meningkat, menggigil, diare, perdarahan pada anus, penyembuhan lambat 1-8 minggu hari Infeksi saluran darah, pusing, demam terus menerus, persirasi profus, mual, muntah, sakit perut, limpa membesar, diare, kadangkadang bercak merah, lebih ringan dan lebih singkat (1-3 minggu) Beberapa kebijakan pemerintah terhadap pengamanan pangan asal ternak atau hewan meliputi pengawasan dan pembinaan keamanan terhadap daging, susu dan telur serta unggas. Kewajiban untuk mendapatkan sertifikat bebas Salmonella merupakan salah satu upaya pencegahan penularan infeksi Salmonella. Sertifikat bebas Salmonella merupakan sertifikasi kelayakan dari cara produksi DOC di suatu usaha pembibitan unggas. Pemerintah juga perlu memeriksa pabrik-pabrik makanan ternak, rumah potong unggas atau tempat pemotongan daging, importir/eksportir/penyalur. Peternakan ayam petelur juga harus bebas dari Salmonella sehingga jika akan memasukkan hewan baru sebagai pengganti, hewan tersebut harus benar-benar berasal dari peternakan yang bebas salmonellosis (Dharmojono 2001, Moerad 2003). Diagnosis Salmonella Diagnosis salmonellosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikrobiologik dengan tahapan-tahapan yaitu pembiakan pra-pengayaan, pembiakan pengayaan, media pembeda, pembiakan medium selektif dan uji biokimia. Identifikasi akhir

15 dapat dilakukan dengan uji serologik, yaitu dengan uji aglutinasi untuk mengelompokkan Salmonella dengan antigen O: A, B, C, D dan E. (Jawets et al. 2001). Uji Cepat terhadap Cemaran Salmonella Selain menggunakan metode pembiakan dan serologik, pengujian untuk menduga adanya cemaran Salmonella dalam contoh klinis maupun contoh produk hewan dapat menggunakan uji cepat. Beberapa uji cepat yang ada untuk menduga cemaran Salmonella diantaranya adalah: Salmonella latex test yang menggunakan antigen dan antibodi flagella untuk reaksi aglutinasi (Zancan et al. 2000); enzim substrat 4-methyllumbelliferyl-caprylate (MUCAP) yang didasarkan pada deteksi caprylate esterase; serta medium agar baru yang menggunakan karakteristik novel fenotipe yaitu Rambach Agar (Manafi dan Sommer 1992). Uji cepat lainnya untuk menduga cemaran Salmonella adalah Widal tes yaitu tes aglutinasi pengenceran dalam tabung dan the MicroScreen latex slide agglutination (Jawes et al. 2001). Salmonella latex test adalah suatu uji serologik dengan berdasarkan reaksi aglutinasi untuk mengidentifikasi isolat yang diduga Salmonella spp. Prinsip dari uji ini adalah menghasilkan antisera polyvalent terhadap antigen flagella Salmonella dengan menggunakan hewan kelinci. Antibodi yang telah dipurifikasi digunakan untuk memberikan efek peka terhadap partikel latex. Satu loopful materi diambil, dicampurkan dengan satu tetes reagen latex test. Jika terjadi aglutinasi, berarti Salmonella ada pada material tersebut (Anonimus 2007). MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat

16 Penelitian ini dilakukan dari bulan September-Oktober Tempat penelitian dilakukan di Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, pipet ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml; botol media, gunting, pinset, jarum inokulasi (ose), stomacher, pembakar Bunsen, ph meter, timbangan, magnetic stirrer, pengocok tabung (vortex), inkubator, penangas air, autoklaf, lemari sucihama (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), freezer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lactose broth (LB, Oxoid, England); selenite cystine broth (SCB, Oxoid, England); tetrathionate broth (TTB, Oxoid, England); rappaport vassiliadis (RV, Oxoid, England); xylose lysine deoxycholate agar (XLDA, Oxoid, England); hektoen enteric agar (HEA, Oxoid, England); bismuth sulfite agar (BSA, Oxoid, England), triple sugar iron agar (TSIA, Oxoid, England); lysine iron agar (LIA, Oxoid, England); brain heart infusion broth (BHIB, Oxoid, England); lysine decarboxylase broth (LDB, Oxoid, England); kalium cyanida broth (KCNB, Oxoid, England); methyl redvoges-proskauer (MR-VP,Oxoid, England); tryticase soy tryptose broth (TSTB, Oxoid, England); sulphide indol motility (SIM, Oxoid, England); reagen kovac (Oxoid, England); urea broth (Oxoid, England); malonate broth (Oxoid, England); phenol red (Oxoid, England ); phenol red sucrose broth (Oxoid, England); dulcitol broth (Oxoid, England); phenol red lactose broth (Oxoid, England); simmon s citrate agar (SCA, Oxoid, England); kristal keratin; larutan bromcresol purple dye 0,2%; larutan physiological saline 0,85%; PBS ph 7,4, larutan formalinized physiological saline; Salmonella polyvalent somatic (O) antiserum A-S (Oxoid, England); Salmonella polyvalent flagellar (H) antiserum fase 1 dan 2 (Oxoid, England); Salmonella somatic grup (O) monovalent antisera : Vi (Oxoid, England, Isolat murni S. Enteritidis dari Institut Pertanian Bogor.

17 Metode Pengujian Ada dua macam metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji kualitatif sesuai dengan Metode SNI yang diacu dari Isolation and Enumeration dalam Bacteriological Analytical Manual, Food and Drug Administration. AOAC International (BAM 2001); dan yang kedua adalah Salmonella latex test. Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kualitatif diambil dari Metode Standar Nasional Indonesia yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual, Food and Drug Administration, AOAC International (BAM 2001). Setiap proses pengujian selalu disertai dengan kontrol positif dan negatif. Pra-pengayaan Kotak pengangkutan DOC dengan luas 10 x 10 cm 2 di-swab menggunakan swab sucihama yang sebelumnya telah dibasahi dengan PBS ph 7,4. Swab-swab tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer atau wadah sucihama yang berisi lactose broth. Kemudian diinkubasikan pada suhu 35 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Pengayaan Biakan pra-pengayaan diaduk secara perlahan kemudian diambil, dipindahkan masing-masing 1 ml ke dalam 10 ml media TTB, dan 0,1 ml ke dalam 10 ml media RV. Untuk contoh dengan dugaan cemaran Salmonella spp. tinggi (high microbial load), maka media RV diinkubasikan pada suhu 42 0 C ± 0,2 0 C selama 24 jam ± 2 jam, sedangkan untuk media TTB diinkubasi pada suhu 43 0 C ± 0,2 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Untuk contoh dengan dugaan cemaran Salmonella spp. rendah (low microbial load), maka media RV diinkubasikan pada suhu 42 0 C ± 0,2 0 C selama 24 jam ± 2 jam, sedangkan untuk media TTB diinkubasi pada suhu 35 0 C ± 2 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Isolasi dan Identifikasi

18 Sebanyak dua atau lebih biakan bakteri diambil dengan jarum öse dari masingmasing media pengayaan yang telah diinkubasikan, dan diinokulasikan pada media HE, XLD dan BSA. Selanjutnya media-media tersebut diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Bila masa inkubasi telah tercapai dan koloni yang tumbuh di Media BSA belum jelas, maka inkubasi dilanjutkan lagi selama 24 jam ± 2 jam. Pengamatan dilakukan terhadap koloni Salmonella pada media HE, yakni koloni yang terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam (H 2 S). Pada media XLD pengamatan diarahkan kepada koloni yang terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam. Pada media BSA pengamatan diarahkan kepada koloni yang terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam. Tahap selanjutnya adalah mengambil koloni yang diduga Salmonella dari ketiga media tersebut dan diinokulasikan ke media TSIA dan LIA. Inokulasi dilakukan dengan cara menusukkan jarum inokulasi ke dasar media agar dan selanjutnya digores pada bagian miring agar. Kedua media diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Setelah masa inkubasi tercapai, dilakukan pengamatan terhadap koloni yang mengarah kepada koloni Salmonella dengan menggunakan hasil reaksi seperti yang tercantum pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil uji Samonella spp. pada TSIA dan LIA Media TSIA Bagian Miring Agar (Slant) Alkalin / K (merah) Bagian Dasar Agar (Buttom) Asam / A (kuning) H 2 S Positif (hitam) Gas Negatif/ positif LIA Alkalin / K (ungu) Alkalin / K (ungu) Positif (hitam) Negatif/ positif Uji Biokimiawi - Uji Urease Koloni yang positif Salmonella dari TSIA diinokulasikan dengan öse ke urea broth. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditandai dengan perubahan warna kuning menjadi

19 merah. Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna. Hasil uji khas Salmonella adalah negatif uji urease. - Uji Indole Koloni dari media TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan pada SIM dan diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 24 ± 2 jam. Sebanyak 0,2-0,3 ml Reagen Kovacs ditambahkan ke atas permukaan media setelah masa inkubasi tercapai. Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media. Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning. Hasil uji khas Salmonella adalah negatif uji Indole. - Uji Voges-Proskauer (VP) Biakan dari media TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diambil dengan öse lalu diinokulasi ke tabung yang berisi 10 ml media MR- VP dan diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 48 ± 2 jam. Sebanyak lima mililiter MR-VP dipindahkan ke tabung reaksi dan larutan α-naphthol sebanyak 0,6 ml dan 0,2 ml KOH 40% ditambahkan ke dalamnya setelah masa inkubasi tercapai. Tabung digoyang sampai tercampur merata dan didiamkan. Untuk mempercepat reaksi ditambahkan kristal kreatin. Hasil dibaca setelah empat jam. Hasil uji positif apabila warna larutan berubah menjadi berwarna merah jambu sampai merah delima. Umumnya Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji VP (tidak terjadi perubahan warna pada media). - Uji Merah Metil (Methyl Red, MR) Sebanyak 5 ml media MR-VP, yaitu setengah bagian dari pengujian VP digunakan untuk uji MR. Sebanyak 5-6 tetes indikator merah metil ditambahkan ke dalam larutan setelah masa inkubasi tercapai. Hasil uji positif ditandai dengan adanya difusi warna merah kedalam media. Hasil uji

20 negatif ditandai dengan terjadinya warna kuning pada media. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif untuk uji MR. - Uji Sitrat Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan ke dalam SCA dengan öse. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 96 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan koloni yang diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru. Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau tumbuh sangat sedikit dan tidak terjadi perubahan warna. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif pada uji sitrat. - Uji Lysine Decarboxylase Broth (LDB) Sebanyak satu öse koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diambil dan diinokulasikan k edalam LDB. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan reaksi positif yang ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada seluruh media dan hasil reaksi negatif memberikan warna kuning. Jika hasil reaksi meragukan (bukan ungu atau bukan kuning), maka ke dalam media ditambahkan beberapa tetes 0,2 % bromcresol purple dye dan diamati perubahan warnanya. - Uji Potasium Sianida (KCN) Sebanyak satu öse biakan dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan ke media TB dan diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 24 ± 2 jam. Sebanyak satu öse koloni dari TB diambil dan diinokulasikan ke dalam KCNB. Inkubasi pada suhu 35 0 C selama 48 ± 2 jam. Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Hasil uji negatif ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan pada media. Umumnya Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji KCN. - Uji Gula-Gula

21 a) Phenol Red Dulcitol Broth atau Purple Broth Base dengan 0,5% Dulcitol Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diambil dan inokulasikan pada médium dulcitol broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0 C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam. Reaksi positif oleh Salmonella ditandai dengan pembentukan gas dalam tabung Durham dan warna kuning (ph asam) pada media. Reaksi negatif oleh Salmonella ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada tabung Durham dan pada media terbentuk warna merah (ph basa) untuk indikator phenol red atau ungu untuk indikator bromcresol purple. b) Uji Malonate Broth Sebanyak satu öse dari TB dipindahkan ke dalam malonate broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0 C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Reaksi negatif Salmonella yang ditandai dengan adanya warna hijau atau tidak ada perubahan warna. c) Uji Phenol Red Lactose Broth Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan ke dalam phenol red lactose broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0 C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam. Hasil reaksi positif ditandai dengan dihasilkannya asam (warna kuning) dengan atau tanpa gas. Hasil reaksi negatif Salmonella ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan pembentukan gas. d) Uji Phenol Red Sucrose Broth Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan ke dalam phenol red sucrose broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 48 jam ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Hasil uji positif ditandai dengan adanya asam yang disertai perubahan warna (kuning) dan dengan atau tanpa pembentukan gas. Hasil uji negatif

22 Salmonella ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan pembentukan gas. Uji Serologik - Uji Polyvalent Somatik (O) Sebanyak satu öse koloni dari TSIA atau LIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diletakkan pada gelas obyek dan ditetesi satu tetes larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) sucihama dan diratakan dengan biakan Salmonella spp.. Sebanyak satu tetes antiserum Salmonella polyvalent somatic (O) diberikan di samping suspensi koloni. Suspensi koloni dicampur ke antiserum sampai tercampur sempurna. Gelas objek dimiringkan ke kiri dan ke kanan dengan latar belakang gelap sambil diamati adanya reaksi aglutinasi. Kontrol negatif dibuat dengan mencampur hanya larutan garam fisiologis dan antiserum. - Uji Polyvalent Flagelar (H) Koloni dari TSIA yang memberikan hasil uji urease negatif diinokulasikan ke dalam BHIB dan diinkubasi pada suhu 35 0 C selama 4-6 jam atau ke dalam TSTB dan inkubasi pada suhu 35 0 C selama 24 ± 2 jam. Sebanyak 2,5 ml larutan garam fisiologis berformalin (formalinized physiological saline) ditambahkan ke dalam lima mililiter dari salah satu biakan di atas. Sebanyak 0,5 ml larutan antisera Salmonella Polyvalent flagellar (H) diambil dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung serologik ukuran 10 x 75 mm. Kemudian ditambahkan 0,5 ml antigen yang akan di uji. Larutan garam fisiologis kontrol disiapkan dengan mencampurkan 0,5 ml larutan garam fisiologis berformalin dengan 0,5 ml antigen berformalin (formalinized antigen). Kemudian diinkubasi kedua campuran tersebut dalam penangas air pada suhu C. Pengamatan dilakukan terhadap ada-tidaknya penggumpalan setiap 15 menit selama satu jam. Hasil uji yang positif ditandai dengan adanya penggumpalan, sedangkan pada kontrol tidak terjadi penggumpalan.

23 Interpretasi Hasil Salmonella spp. Interpretasi hasil uji biokimiawi Salmonella spp. terpapar pada Tabel 5. Tabel 5 Reaksi biokimiawi Salmonella No Uji substrat Hasil reaksi Positif Negatif Salmonella 1 Glucose (TSI) Bagian dasar agar kuning Bagian dasar agar merah 2 Lysine decarboxylase Bagian dasar agar ungu Bagian dasar agar (LIA) kuning 3 H 2 S (TSI dan LIA) Hitam Tidak hitam Lysine decarboxylase broth Warna ungu 5 Phenol red dulcitol broth Warna kuning dan atau dengan gas Warna kuning Tanpa berubah warna dan tanpa terbentuk gas 6 KCN broth Ada pertumbuhan Tidak ada pertumbuhan - 7 Malonat broth Warna biru Tidak berubah warna - b 8 Uji Urease Warna merah Tidak berubah warna + 9 Uji Indole Permukaan warna merah Permukaan warna kuning - 10 Uji polyvalent flagelar Aglutinasi Tidak aglutinasi + 11 Uji polyvalent somatik Aglutinasi Tidak aglutinasi + 12 Phenol red lactose broth Warna kuning dengan/tanpa gas Tidak terbentuk gas dan tidak berubah - b) 13 Phenol red sucrose broth Warna kuning dengan/tanpa gas warna Tidak terbentuk gas dan tidak berubah warna 14 Uji voges-proskauer pink sampai merah Tidak berubah warna - 15 Uji methyl red Merah menyebar Warna kuning + menyebar 16 Simmon s sitrat Pertumbuhan warna biru Tidak ada pertumbuhan dan tidak - ada perubahan Keterangan : a ) Mayoritas dari pembiakan S.arizonae adalah negatif b) Mayoritas dari pembiakan S.arizonae adalah positif Sumber : BAM (2001) + + a) - Pengujian Salmonella spp. dengan Salmonella Latex Test Contoh dibiakkan melalui teknik pra-pengayaan dan pengayaan sebelum diuji menggunakan Salmonella latex test kit. Reagen latex dibawa ke suhu ruangan yaitu berkisar ± 27 0 C. Sebanyak satu tetes larutan NaCl fisiologis 0,85% yang terdapat pada kit, dimasukkan ke dalam satu lingkaran tes dalam kartu reaksi. Hal yang sama juga dilakukan untuk kontrol positif dan negatif. Isolat

24 Salmonella spp. dari media Blood Agar diambil dan dilarutkan dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% di kartu reaksi. Kemudian reagen latex diteteskan disamping suspensi tersebut. Kedua larutan dicampurkan dan kartu uji digoyanggoyang dengan gerakan melingkar selama dua menit. Dilakukan pengamatan adatidaknya reaksi aglutinasi Reaksi dinyatakan positif jika terjadi aglutinasi dalam waktu dua menit dan tidak terjadi aglutinasi dalam waktu dua menit pada kontrol latex (Anonimus 2007). Rancangan Penelitian Contoh yang diperiksa adalah kotak pengangkutan DOC yang dilalulintaskan melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode acak berkelompok (cluster random sampling). Jumlah contoh diambil secara proporsional sebanyak 50 kotak yang berasal dari lima perusahaan pembibitan yang berbeda dan 50 kotak yang dicemari S. Enteritidis sebagai kontrol positif. Dari kelima perusahaan pembibitan tersebut diambil masing-masing 10 contoh. Contoh diambil dari dinding bagian dalam dan bagian bawah kotak pengangkutan DOC pada luasan 10 x 10 cm 2 menggunaan gauze swab yang telah dibasahi phosphat buffer saline (PBS) ph 7,4. Kapas tersebut kemudian dimasukkan ke sebuah tabung Erlenmeyer berisi 100 ml lactose broth dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 42 0 C (Wray dan Davies 1994). Terhadap kotak-kotak yang menunjukkan hasil positif adanya cemaran Salmonella spp., selanjutnya dilakukan pemeriksaan identifikasi Salmonella spp. dan keragaman spesies Salmonella yang ada. Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif, yaitu mengumpulkan, menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi dalam bentuk tabel dan gambar (Montgomery 2001) dan dilakukan analisis statistik kappa untuk kesesuaian dua pengujian (Thrusfield 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan September Oktober Tempat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan September Oktober Tempat 21 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September Oktober 2014. Tempat penelitian yaitu pasar tradisional di Bandar Lampung dan di Laboratorium Kesmavet

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC)

PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC) PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC) TATIT DIAH NAWANG RETNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai April 2015. Analisis aspek mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Makanan dan Minuman Dinas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB pada bulan Desember 2009 hingga Februari

Lebih terperinci

Lada hitam SNI 0005:2013

Lada hitam SNI 0005:2013 Standar Nasional Indonesia Lada hitam ICS 67.220.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif. B. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, sebanyak 7 sampel diambil dari pasar tradisional dan 7 sampel diambil dari

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur Untuk mengetahui keberadaan bakteri patogen yang menginfeksi ovarium

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboraturium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1. Materi Penelitian 2.1.1. Lokasi Sampling dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini sampel diambil dari lokasi-lokasi sebagai berikut: 1. Rumah Pemotongan Hewan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171 C selama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium FIKKES Universitas. Muhammadyah Semarang, Jl. Wonodri Sendang No. 2A Semarang.

METODE PENELITIAN. selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium FIKKES Universitas. Muhammadyah Semarang, Jl. Wonodri Sendang No. 2A Semarang. 7 METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. A. Waktu Dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan mulai bulan April 2007 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya, Weleri, Kendal, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi program

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diadakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Pengambilan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis/Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penjelasan atau Explanatory Research karena ingin mengetahui variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Susu Bubuk Skim Impor

MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Susu Bubuk Skim Impor MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian eksperimental labolatorik untuk mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan paramedis di Instalasi

Lebih terperinci

Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya

Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya Standar Nasional Indonesia Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi pada udara di inkubator

Lebih terperinci

Cara uji mikrobiologi - Bagian 2: Penentuan Salmonella pada produk perikanan

Cara uji mikrobiologi - Bagian 2: Penentuan Salmonella pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji mikrobiologi - Bagian 2: Penentuan Salmonella pada produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

Lebih terperinci

SALMONELLOSIS PADA DAGING DAN TELUR AYAM DI PROVINSI BALI, NTB DAN NTT (Salmonellosis On Meat and Chicken Eggs In Bali, NTB and NTT)

SALMONELLOSIS PADA DAGING DAN TELUR AYAM DI PROVINSI BALI, NTB DAN NTT (Salmonellosis On Meat and Chicken Eggs In Bali, NTB and NTT) SALMONELLOSIS PADA DAGING DAN TELUR AYAM DI PROVINSI BALI, NTB DAN NTT (Salmonellosis On Meat and Chicken Eggs In Bali, NTB and NTT) Dewi, A.A.S., A.A.G.Semara Putra., N.Riti., D. Purnawati.,R.C. Saputro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel air sumur diambil di rumah-rumah penduduk

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel air sumur diambil di rumah-rumah penduduk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pada penelitian ini sampel air sumur diambil di rumah-rumah penduduk sekitar Kecamatan Semampir Surabaya dari 5 kelurahan diantaranya Ujung, Ampel,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian Probandus

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian Probandus ENDAHUUAN atar Belakang Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia khususnya negara berkembang. Masalah tersebut dapat terlihat dengan meningkatnya angka penderita dan kematian

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC)

PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC) PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC) TATIT DIAH NAWANG RETNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengambil data berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner serta pengambilan sampel daging kambing di tempat pemotongan hewan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Maret 2012. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu UHT yang diimpor ke Indonesia.

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu UHT yang diimpor ke Indonesia. 20 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisika dan Kimia Air Sumur Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat rumah (M. domestica) merupakan lalat yang paling umum dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. M. domestica

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di Balai Laboratorium Kesehatan Medan. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah garam buffer

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi dan Ilmu Bedah. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian deskriptif. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2012 di Bagian Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera utara.

Lebih terperinci

TEKNIK IDENTIFIKASI BAKTERI (Edwardsiella tarda) PADA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DI BALAI BESAR KARANTINA IKAN SOEKARNO-HATTA.

TEKNIK IDENTIFIKASI BAKTERI (Edwardsiella tarda) PADA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DI BALAI BESAR KARANTINA IKAN SOEKARNO-HATTA. TEKNIK IDENTIFIKASI BAKTERI (Edwardsiella tarda) PADA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DI BALAI BESAR KARANTINA IKAN SOEKARNO-HATTA Epul Saepullah Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan

Lebih terperinci

STATUS MIKROBIOLOGIS DAGING BROILER DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN PRINGSEWU. (Skripsi) Oleh LASMI KEN UTARI

STATUS MIKROBIOLOGIS DAGING BROILER DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN PRINGSEWU. (Skripsi) Oleh LASMI KEN UTARI STATUS MIKROBIOLOGIS DAGING BROILER DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN PRINGSEWU (Skripsi) Oleh LASMI KEN UTARI JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2016 ABSTRAK STATUS MIKROBIOLOGIS DAGING

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 11 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2010, bertempat di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara. Pengujian Mutu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan September tahun 2008. Tempat penelitian di Laboratorium Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian Jenis dan rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian isolasi dan identifikasi bakteri resisten antibiotik dari sampel tanah di Rumah

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara semi terstruktur (semi-structured interview) disertai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara semi terstruktur (semi-structured interview) disertai dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini diawali dengan mengkaji tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku jamu gendong dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

Keragaman Bakteri Endofit Pada Kultivar Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) Leor Dan Duri Di Kabupaten Subang

Keragaman Bakteri Endofit Pada Kultivar Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) Leor Dan Duri Di Kabupaten Subang 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian dengan menggunakan metode deskriptif untuk mengidentifikasi keragaman bakteri endofit pada kultivar nanas (Ananas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan metode difusi Kirby-Bauer (Triatmodjo, 2008). Hasil penelitian diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah 29 sampel ikan yang terdiri dari 10 ikan bawal putih (Pampus argentus), 10 ikan kembung

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171 o C

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 hingga bulan Maret 2012 bertempat di Laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi dan Entomologi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di 18 III. METODE PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2014, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2014, di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2014, di Laboratorium dan Fasilitas Karantina Marine Research Center (MRC) PT. Central Pertiwi Bahari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 94-99, Mei 2016 STATUS MIKROBIOLOGI DAGING BROILER DARI PASAR PASAR TRADISIONAL DI KOTA METRO

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 94-99, Mei 2016 STATUS MIKROBIOLOGI DAGING BROILER DARI PASAR PASAR TRADISIONAL DI KOTA METRO STATUS MIKROBIOLOGI DAGING BROILER DARI PASAR PASAR TRADISIONAL DI KOTA METRO Microbiologi Status of The Broiler Meat in The Traditional Markets of Metro City Muhammad Edwin a, Purnama Edy Santosa b, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. unit perinatologi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek dengan melakukan uji coliform pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. unit perinatologi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek dengan melakukan uji coliform pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang observasi dan pemeriksaannya hanya dilakukan dalam satu waktu untuk memperoleh gambaran kualitas air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo kemudian diteruskan dengan pemeriksaan bakteri Salmonella sp. di

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo kemudian diteruskan dengan pemeriksaan bakteri Salmonella sp. di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian dilakukan pada warung-warung minuman yang menjual Susu Telur Madu Jahe (STMJ) di taman kota Damay kecamatan Kota Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Januari sampai dengan April 2014.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Telur

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Telur TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe ringan yang umumnya menghasilkan telur dengan warna kerabang putih dan tipe medium yang umumnya menghasilkan telur dengan

Lebih terperinci

Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam

Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam (Detection of Salmonella sp in Beef and Chicken Meats) Iif Syarifah 1, Novarieta E 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Padjadjaran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu 8 tetapi aktivitasnya hilang pada ph netral; sedangkan Bifidobacterium maupun E. faecalis tidak memperlihatkan efek penghambatan. Tidak ada strain bakteri yang diuji menghambat adhesi EAggEC pada sel epitel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Yijk = + αi + βj + (αβ) ij + ijk

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Yijk = + αi + βj + (αβ) ij + ijk METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Mikrobiologi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilaksanakan pada bulan Maret Mei Penelitian dilaksanakan di

III. METODE PENELITIAN. dilaksanakan pada bulan Maret Mei Penelitian dilaksanakan di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian mengenai identifikasi bakteri patogen pada ikan badut dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 18 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan September November 2011 yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi Lantai 3 Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lampung,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan dan alat uji coliform yang digunakan dalam penelitian ini adalah

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan dan alat uji coliform yang digunakan dalam penelitian ini adalah 31 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan alat uji coliform yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.1.1. Bahan yang digunakan 1. Feses sapi potong

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penyelidik dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penyelidik dan III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penyelidik dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Mikrobiologi. 1.1 Pengujian E. coli dengan Metode TPC (BAM, 2002)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Mikrobiologi. 1.1 Pengujian E. coli dengan Metode TPC (BAM, 2002) Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Mikrobiologi 1.1 Pengujian E. coli dengan Metode TPC (BAM, 2002) - Sampel ditimbang sebanyak 1 g secara aseptik kemudian dimasukkan ke dalam wtabung reaksi - 9 ml larutan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila

Lampiran 1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila Lampiran 1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila a. Media TSA (Trypticase Soy Agar) Untuk membuat media TSA, dilarutkan 4 gram TSA dalam 100 ml akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer dan dipanaskan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Sampel daging sapi dan ayam diperoleh dari pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar pedagang daging sapi (54.2%)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat pengambilan sampel limbah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci