BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan atau mereka yang tergolong angkatan kerja 1 tetapi sedang mencari pekerjaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan atau mereka yang tergolong angkatan kerja 1 tetapi sedang mencari pekerjaan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengangguran merupakan masalah yang serius dan merefleksikan kurangnya pemanfaatan tenaga kerja di sebuah negara. Tingginya tingkat pengangguran tidak hanya menghambat seseorang dalam mencapai tingkat kepuasannya tetapi juga memberikan penderitaan ekonomi bagi orang tersebut. Pengangguran merupakan masalah utama yang dihadapi oleh setiap negara, baik negara maju maupun negaranegara dunia ketiga. Terdapat berbagai macam definisi dan konsep dari pengangguran. Dalam konsep yang sederhana pengangguran adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan atau mereka yang tergolong angkatan kerja 1 tetapi sedang mencari pekerjaan (A. Kamran, dkk. 2013). Mengacu pada rekomendasi International Labour Organization (ILO) dalam buku Surveys of Ecomenomically Active Population, Employment, Unemployment and Underemployment: An ILO Manual Concepts and Methods (Hussmann, dkk dalam Mudrajad. 2013), pengangguran adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, 1 Angkatan kerja menurut Badan Pusat Statistik adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sedang tidak bekerja dan pengangguran.

2 atau mereka yang mempersiapkan usaha, atau mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Pengangguran merupakan salah satu penyakit makroekonomi yang diderita oleh hampir semua negara di dunia. Terdapat dua penyakit makroekonomi, pertama pengangguran dan kedua inflasi. Dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkualitas, dua penyakit makroekonomi tersebut harus mampu disembuhkan. Indonesia pada tahun 2013 menduduki peringkat kedua tingkat penganguran tertinggi di negaranegara ASEAN (Grafik 1.1). Grafik 1.1 Tingkat Pengangguran di Negara ASEAN tahun 2013 Sumber: Worldbank (2014) Berita Resmi Statistik yang dilansir oleh Badan Pusat Statisik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia pada bulan Februari 2014

3 mencapai 125,3 juta orang, bertambah sebanyak 5,3 juta orang dari sebelumnya pada bulan Agustus 2013 sebanyak 120,2 juta orang atau bertambah sebanyak 1,7 juta orang dibanding Februari Naiknya jumlah angkatan kerja di Indonesia merefleksikan perbaikan dengan bertambahnya presentase tingkat partisipasi angkatan kerja dari sebelumnya bulan Agustus ,8 persen menjadi 69,2 persen di bulan Februari 2014 dan penurunan presentase tingkat pengangguran terbuka 2 pada Februari 2014 mencapai 5,70 persen, setelah sebelumnya 6,17 persen pada bulan Agustus Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama, Jenis Kegiatan Utama Satuan Februari *) 2014**) Agustus Februari Agustus Februari (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Angkatan Kerja Juta orang 122,74 120,32 123,64 120,17 125,32 Bekerja Penganggur 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Juta orang Juta orang % 115,08 113,01 116,44 112,76 118,17 7,66 7,31 7,20 7,41 7,15 69,60 67,68 69,16 66,77 69,17 3. Tingkat Pengangguran Terbuka % 6,24 6,07 5,82 6,17 5,70 4. Pekerja tidak penuh Juta orang 36,48 35,17 36,65 37,74 36,97 Setengah Penganggur Juta orang 14,88 12,74 13,72 11,00 10,57 2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Badan Pusat Statistik adalah presentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.

4 Paruh Waktu Juta orang 21,60 22,43 22,93 26,74 26,40 * merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan Februari 2014 ** Estimasi ketenagakerjaan Februari 2014 menggunakan penimbang Proyeksi Penduduk Sumber: Badan Pusat Statistika (2014) Penurunan tingkat presentase pengangguran terbuka menunjukan bahwa 5,70 persen dari angkatan kerja di Indonesia tidak mampu diserap oleh lapangan pekerjaan. Penyebab keterbatasan lapangan pekerjaan dalam menyerap tenaga kerja dikarenakan adanya ketidakcocokkan antara permintaan tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja (Ehrenbergh, 2009). Penyebab munculnya pengangguran selain karena faktor internal dari pasar tenaga kerja, juga dikarenakan adanya faktor eksternal, biasanya dikarenakan masuknya teknologi mutakhir ke dalam negeri, kompetisi yang sengit antar para pelamar, serta kebijakan pemerintah. Faktor-faktor eksternal inilah yang menghambat penyerapan angkatan kerja. Linbeck (1999) menyatakan bahwa pengangguran merupakan akibat dari kesalahan kelembagaan dalam instansi pemerintah maupun swasta yang berimbas pada pengaturan pasar, demografis, hukum dan regulasi. Pentingnya fitur kelembagaan dalam kaitannya dengan pengangguran berimplikasi pada permintaan dan penawaran tenaga kerja, pengaturan upah, hingga efektifitas pencarian dan pencocokan di pasar tenaga kerja. Faktor apapun yang menyebabkan angka pengangguran sulit di reduksi, mendesak pemerintah untuk fokus dalam menciptakan peluang lapangan pekerjaan dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia (Maqbool, 2013). Angka

5 penduduk yang tinggi erat kaitannya dengan masalah yang mengkhawatirkan bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Beruntungnya, Indonesia mampu mengendalikan dan menurunkan pertumbuhan populasi sebesar 1,29 persen di tahun 2011, turun 1,25 persen di tahun 2012, dan pada akhir 2013 berada di posisi 1,21 persen (Worldbank, 2013). Banyak ekonom percaya pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini dikarenakan permintaan dari tenaga kerja merupakan turunan dari permintaan konsumen terhadap barang dan jasa yang diproduksi oleh satu unit tenaga kerja (Safrida, 1999 dalam Yaumidin, 2012). Sehingga hal ini menjelaskan hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja, atau hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran di Indonesia. Grafik 1.2 menunjukan trend pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran di Indonesia yang cenderung pergerakannya sama. Pada tahun pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran memiliki trend yang positif. Di tahun 2002, tingkat penganguran di Indonesia masih tinggi di posisi 9,10 persen dikarenakan proses pemulihan dari krisis Selanjutnya di tahun 2005, tingkat pengangguran naik 1,3 persen dari tahun sebelumnya, sebesar 11,20 persen. Naiknya angka pengangguran di Indonesia pada tahun 2005 disebabkan karena naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun pada tahun pertumbuhan ekonomi cenderung berfluktuatif dan tingkat pengangguran semakin tereduksi. Grafik 1.2 menunjukkan bahwa naiknya

6 pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak secara langsung merefleksikan penuruan tingkat pengangguran di Indonesia. Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Indonesia Sumber: Diolah dari BPS dan Worldbank (2014) Pertumbuhan ekonomi di Indonesia setiap tahunnya ternyata tidak selalu memiliki hubungan negatif dengan tingkat pengangguran, seperti yang dikatakan teori Arthur Okun 3. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor yang dapat mengurangi 3 Hukum Okun atau Okun s Law adalah hubungan negatif antara pengangguran dengan Produk Domestik Bruto (PDB), yang diungkapkan oleh Arthur Okun. Hukum ini mengacu pada penurunan pengangguran yang dikaitkan dengan pertumbuhan tambahan PDB rill. (Mankiw, 2006)

7 tingkat pengangguran tidak hanya pertumbuhan ekonomi saja, tetapi banyak faktor lain yang mampu menjelaskannya. Banyak studi yang menunjukkan, Foreign Direct Investment atau Penanaman Modal Asing (PMA) saat ini tidak hanya didefinisikan sebagai transfer uang dalam arti sederhana, tetapi sebagai transfer dari campuran aset-aset keuangan dan benda tidak berwujud seperti teknologi, kemampuan manajerial, keterampilan pemasaran dan aset lainnya. Argumen tradisional mengatakan bahwa PMA yang masuk akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan kesempatan kerja. Kebanyakan studi (Hill dan Athukorala, 1998) menunjukkan bahwa dampak sosial dan distribusi PMA pada negara tuan rumah, umumnya telah menguntungkan negara-negara berkembang. Selain sumber daya produktif yang mereka bawa ke negara berkembang terlihat dampak positif dari penciptaan lapangan pekerjaan, baik di sektor yang menarik untuk ditanamkan PMA maupun industri dalam negeri yang turut mendukung (Rizvi dan Nishat, 2009). Di Indonesia, masuknya PMA biasanya dilakukan bukan oleh penduduk negara terkait, tetapi oleh perusahaan transnasional pada perusahaan-perusahaan yang berlokasi di negara-negara tuan rumah. PMA ini menunjukkan keterlibatan asing secara penuh maupun sebagian dari sistem manajemen perusahaan (Arsyad, 2010). Pada saat ini, Indonesia sedang aktif mencari investor asing dan mengharapkan berbagai manfaat yang nyata dari adanya investasi asing tersebut. Hal ini dibuktikan oleh target yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebesar 15 persen di tahun 2014, dan 13 persen di tahun Kepala BKPM, Mahendra Siregar, dalam pidatonya di

8 Asia-Pacific Economic Cooperation CEO Summit di Nusa Dua Bali, menerangkan bahwa saat ini Indonesia membutuhkan investasi langsung di sektor manufaktur. Tabel 1.2 menjelaskan terdapat trend kenaikan realisasi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di Indonesia dari tahun Trend realisasi PMDN dan PMA cenderung meningkat dari tahun , walaupun realisasi PMA sempat turun negatif di tahun 2009 sebesar -27,3 persen (YoY) pasca krisis global Kenaikan nilai investasi PMA tiap tahunnya dikarenakan meningkatnya minat asing terhadap potensi ekonomi Indonesia, terutama akibat gaya konsumen kelas menangah keatas yang pertumbuhannya besar. Menurut berita yang dilansir oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di tahun 2013 Indonesia mencapai hasil rekor tertinggi baru di Asia Tenggara dalam realisasi penanaman modal. Hal ini didukung pertumbuhan realisasi PMDN sebesar 39,0 persen (YoY) dan PMA sebesar 16,5 persen (YoY). Total realisasi investasi yang diterima sebesar 33 juta USD atau sekitar Rp 398,6 triliun. Nilai investasi ini dianggap sebagai prestasi terbaik di tahun 2013, namun menurut Worldbank kemampuan Indonesia dalam menarik investasi asing dianggap masih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Hal ini dibuktikan pada tahun tingkat investasi Indonesia hanya setara dengan 2 persen terhadap PDB-nya, sementara negara seperti Malaysia dan China mencapai 4 persen terhadap PDB-nya.

9 Tabel 1.2 Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing di Indonesia Tahun Proyek PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) Investasi (Dalam Rp Miliar) Proyek Investasi (Dalam US$ Juta) PMDN , ,4 - - PMA , ,2 85,6% -27,3% , ,8 60,4% 49,9% , ,5 25,4% 20,1% , ,7 21,3% 26,1% , ,5 39,0% 16,5% Sumber: Diolah dari BKPM dan BPS (2014) Alasan lain naiknya realisasi PMDN dan PMA salah satunya karena adanya dukungan dari pemerintah Indonesia yang tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sejak Indonesia masuk dalam keanggotaan WTO (World Trade Organization) pada tahun 1995, diperlukan pembaharuan kepastian hukum tentang penanaman modal, sehingga UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 5 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri diperbaharui karena tidak sesuai dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum, khususnya di bidang penanaman modal. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan pekerjaan, pemerintah menerangkan di pasal 10 Ayat 1 sampai 4 UU Nomor 25 Tahun 2007 bahwa perusahaan yang melakukan penanaman modal harus mengutamakan

10 tenaga kerja Indonesia dan perusahaan asing harus melakukan pelatihan kerja dan alih teknologi dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja Indonesia. Naiknya investasi PMA harus dibarengi dengan peningkatan dan pemerataan penanaman modal di seluruh provinsi Indonesia. Dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi yang merata, pemerintah perlu mengupayakan hal tersebut agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi. Pemerataan penanaman modal asing di Indonesia diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja secara merata di seluruh provinsi di Indonesia. Akan tetapi, tabel 1.3 menunjukan bahwa realisasi investasi PMA pada tahun 2009 sekitar 86,6 persen masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sedangkan berdasarkan lokasi, rata-rata realisiasi investasi terbesar selanjutnya di Sumatera (7,17 persen), Kalimantan (2,63 persen), Bali dan Nusa Tenggara (2,16 persen), Sulawesi (1,31 persen), Maluku (0,05 persen), dan terakhir Papua (0,02 persen). Walaupun konsentrasi PMA masih terfokus pada Pulau Jawa, di tahun Kalimantan dan Papua menunjukkan kenaikan PMA yang tinggi, hal ini dikarenakan investor asing sadar akan potensi yang berada di wilayah Kalimantan maupun Papua. Kondisi kurang meratanya penanaman modal asing mengakibatkan kurang meratanya pertumbuhan ekonomi daerah, yang selanjutnya berimbas pada tingginya angka pengangguran di daerah.

11 Tabel 1.3 Pertumbuhan dan Kontribusi Realisasi Investasi PMA Triwullan II Tahun 2013 Berdasar Lokasi (USD Juta) Lokasi Tahun Sumater a Jawa Bali & Nusa Tenggar a Kalimanta n Sulawes i Maluku Papu a Total ,2 9,370,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , , 8 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , , 8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , 9 Q , ,6 171,6 891,2 208,4 18,7 681, ,0 S , ,1 703, ,7 653,4 48,7 719, , 3 Q , ,0 109,9 805,9 189,6 83,1 539, ,5 S , ,4 334, ,2 909,5 146, , , 8 Pertumbuha n S (YoY) -2,9% 28,6% -52,4% -17,5% 39,2% 201,8 % 91,4% 18,8% Pertumbuha n Q (YoY) -21,5% 39,5% -36,0% -9,6% -9,0% 345,2 % -20,8% 15,0% Pertumbuha n Q (QtQ) -39,9% 26,7% -51,1% 138,3% -73,7% 30,4% -35,6% 1,8% Share 9,2% 66,7% 1,5% 11,2% 2,6% 1,2% 7,5% 100,0% Sumber: Bappenas dan BKPM (2014) Jika dilihat berdasarkan provinsi pada grafik 1.3, rata-rata realisasi PMA di Indonesia cendurung tidak merata dan terjadi ketimpangan antara daerah yang memiliki

12 infrastruktur memadai dengan daerah yang belum memadai. Kecenderungan ini terlihat dari realisasi PMA yang dalam kurun waktu lima tahun terfokus di DKI Jakarta ($4692,6 juta), Jawa Barat ($3760,28 juta), Banten ($2312,88 juta), Jawa Timur ($1839,68 juta) dan Papua ($1041,16 juta). Untuk daerah yang belum memiliki infrastruktur yang cukup baik seperti Bengkulu, Maluku, Gorontalo Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Timur menduduki peringkat lima terbawah untuk realisasi penerimaan PMA yaitu sebesar $24,4 juta, $15,18 juta, $14,94 juta, $9,12 juta dan $6,38 juta. Grafik 1.3 Rata-rata Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di 33 Provinsi Indonesia Tahun dalam Juta USD Provinsi Papua Barat Maluku Utara Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Gorontalo Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Timur Bali DI Yogyakarta Banten DKI Jakarta Bengkulu Sumatera Selatan Kepulauan Riau Sumatera Barat Aceh Juta USD Sumber: Diolah dari BPS (2014)

13 Indonesia yang berpenduduk sekitar 240 juta jiwa dan merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk tertinggi setelah China, India dan Amerika Serikat, harus menghadapi tantangan bahwa setengah dari penduduknya merupakan di bawah usia 30 tahun. Hal ini mengandung arti bahwa Indonesia memiliki permintaan tenaga kerja yang besar, dan akan terus tumbuh lebih besar di masa yang akan datang. Dengan dibukanya keran investasi diharapkan mampu membuka kesempatan kerja yang baru, mereduksi angka pengangguran dan menurunkan angka kemiskinan. Jika kita lihat dari jumlah pengangguran di 33 provinsi di Indonesia pada grafik 1.4 dari tahun , provinsi Banten menduduki rata-rata jumlah pengangguran tertinggi selama kurun waktu 5 tahun, yaitu sekitar 11,62 persen, disusul oleh DKI Jakarta (10,74 persen), Jawa Barat (9,94 persen), Kalimantan Timur (9,72 persen) dan Sulawesi Utara (8,76 persen). Padahal jika kita lihat dari realisasi PMA provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat menduduki peringkat tertinggi. Hal lain yang mempengaruhi tingginya angka pengangguran sering kali dikarenakan tingkat kepadatan penduduk, upah minimum regional (UMR), dan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan demikian, untuk mengetahui upaya memperlemah penyakit pengangguran di Indonesia diperlukan pengetahuan terkait faktor-faktor yang menjadi determinan pengangguran di Indonesia. Dengan menggunakan variabel realisasi PMA, PDRB per kapita, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diharapkan dapat terlihat pengaruhnya terhadap tingkat pengangguran. Agar

14 faktor-faktor yang menjadi determinan pengangguran dapat mewakili Indonesia, penelitian ini dilakukan di 33 provinsi. Grafik 1.4 Jumlah Pengangguran di 33 Provinsi Indonesia tahun (ribu orang) Sumber: Diolah dari BPS (2014)

15 1.2 Rumusan Masalah Pengangguran merefleksikan kurangnya pemanfaatan tenaga kerja di sebuah negara. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia. Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia , penduduk yang besar berpotensi memiliki daya beli yang besar serta penduduk yang besar dengan kualitas SDM yang semakin baik merupakan potensi daya saing yang luar biasa. Disisi lain prestasi yang dicapai oleh pemerintah Indonesia dalam penerimaan realisasi PMA masih menjadi pertanyaan apakah investasi PMA mampu mereduksi angka pengangguran di 33 provinsi di Indonesia. Untuk itu dengan menggunakan data regional provinsi di Indonesia, penelitian ini berupaya menganalisis faktor-faktor determinan penurunan angka pengangguran selain dari penanaman modal asing. Upaya mengobati penyakit pengangguran dalam rangka meningkatkan pemanfaatan tenaga kerja di Indonesia menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini. Oleh karenanya rumusan masalah dalam penelitian kali ini dapat diungkapkan dalam pertanyaan penelitian. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Apakah realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh terhadap tingkat penganguran di Indonesia?

16 2. Apakah Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) per kapita berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Indonesia? 3. Apakah Upah Minimum Provinsi (UMP) berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Indonesia? 4. Apakah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Indonesia? 1.4 Tujuan Penelitian ini adalah: Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian 1. Mengetahui pengaruh realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap tingkat pengangguran di Indonesia; 2. Mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) per kapita terhadap tingkat pengangguran di Indonesia; 3. Mengetahui pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap tingkat pengangguran di Indonesia; 4. Mengetahui pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

17 1. Sebagai sarana berpendapat secara ilmiah dalam menanggapi fenomena ekonomi di Indonesia khususnya di bidang ekonomi pembangunan yang terkait dengan masalah pengangguran; 2. Untuk menambah pengetahuan baru terkait masalah pengangguran dan sebagai tinjauan literatur untuk penelitian selanjutnya; 3. Memperkaya studi empiris yang terkait dengan masalah pengangguran, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan indikator makreoekonomi regional; 4. Sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1). 1.6 Pembatasan Penelitian Penelitian ini difokuskan dari tahun 2009 hingga Alasan pemilihan rentang waktu tersebut dikarenakan ketersediaan serta aktualitas data. Penelitian ini meneliti 33 provinsi di Indonesia, dengan variabel tingkat pengangguran, realisasi penanaman modal asing, Produk Domestik Bruto Regional (PDRB), Upah Minimum Provinsi (UMP), serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Alasan dipilihnya lima variabel tersebut mengacu pada literatur-literatur sebelumnya yang dilakukan di berbagai negara dan di rentang waktu yang berbeda-beda. 1.7 Sistematika Penulisan berikut: Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

18 BAB 1 berisi pendahuluan yang mencakup uraian latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan penelitian dan sistematika penulisan. BAB 2 membahas teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor determinasi pengangguran serta pengaruh PMA terhadap pengangguran. BAB 3 berisi pembahasan mengenai pengaruh realisasi PMA terhadap pengangguran dan hasil temuan berdasarkan metode yang digunakan. BAB 4 merupakan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi Boks 2 REALISASI INVESTASI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU I. GAMBARAN UMUM Investasi merupakan salah satu pilar pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, karena mampu memberikan multiplier effect

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah sebuah usaha meningkatan taraf hidup masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata yang diukur melalui tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Banyak orang mengandalkan

BAB I PENDAHULUAN. menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Banyak orang mengandalkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketiadaan pekerjaan dapat menjadi kejadian ekonomi yang paling menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Banyak orang mengandalkan pendapatan dari pekerjaan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu negara memiliki beberapa tujuan termasuk Indonesia, yang mana salah satu tujuannya ialah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Salah satu ukuran dari

Lebih terperinci

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam pengelompokkan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu yang dapat menjadi acuan dalam mengukur keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu yang dapat menjadi acuan dalam mengukur keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu yang dapat menjadi acuan dalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi yaitu dengan melihat besarnya angka pengangguran. Apabila perekonomian di suatu negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi perkembangan penyerapan tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung semakin membuka penyerapan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk piramida penduduk Indonesia yang expansif menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk piramida penduduk Indonesia yang expansif menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berpenduduk terbanyak nomor empat di dunia setelah China (RRC), India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2010, sebanyak 237.641.326

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah proses terciptanya kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada dapat dikelola untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi pada hakekatnya adalah langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah BAB. 3 AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUATAN IMPLEMENTASI SAKIP PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rencana strategis

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan yang lain. Secara

Lebih terperinci

SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI 2005

SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI 2005 No. 37 / VIII / 1 Juli SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI Jumlah angkatan kerja Februari mencapai 105,8 juta orang, bertambah 1,8 juta orang dibanding Agustus sebesar 104,0 juta orang. Jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state of mind) dari suatu masyarakat yang telah melalui kombinasi tertentu dari proses sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi bervariasi, ada yang menguntungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang cukup serius dihadapi Indonesia dewasa ini adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang saat ini

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

Jakarta, 29 Juli 2016 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas

Jakarta, 29 Juli 2016 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Berita Pers Realisasi Investasi Triwulan II 2016 Naik 12,3 % Jakarta, 29 Juli 2016 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong hari ini di Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengentasan kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari keikutsertaan seluruh komponen masyarakat, tidak terkecuali peranan wanita didalamnya.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2017 Mencapai Rp 170,9 Triliun

SIARAN PERS. Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2017 Mencapai Rp 170,9 Triliun SIARAN PERS Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2017 Mencapai Rp 170,9 Triliun Jakarta, 26 Juli 2017 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempublikasikan data realisasi investasi Penanaman Modal Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bappenas (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 42/07/76/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 SEBANYAK 152,73 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu rangkaian yang terencana menuju keadaan ke arah yang lebih baik. Tahun 1969 pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia mulai melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. populasi dan pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN. Dimana, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. populasi dan pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN. Dimana, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tabel 1.1 menunjukkan data statistik mengenai total pendapatan (PDB), jumlah populasi dan pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN. Dimana, Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga kestabilan harga dengan memperhatikan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 78//35/Th. XIII, 5 November 05 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 05 AGUSTUS 05: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,47 PERSEN Jumlah angkatan kerja di

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah hasil dari perubahan dalam bidang teknis dan tata kelembagaan dengan mana output tersebut diproduksi dan didistribusikan (Adrimas,1993).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional adalah mencapai masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci