UPACARA TANPA SULINGGIH DI PURA GERIA SAKTI MANUABA KAJIAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPACARA TANPA SULINGGIH DI PURA GERIA SAKTI MANUABA KAJIAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU"

Transkripsi

1 UPACARA TANPA SULINGGIH DI PURA GERIA SAKTI MANUABA KAJIAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU oleh: Ida Bagus Gede Bawa Adnyana Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah Fakultas Pendidikan Bahasa Dan Seni, IKIP PGRI Bali Abstrak Upacara dewa yadnya merupakan salah satu bagian dari ajaran panca yadnya. Seperti yang dilaksanakan di Pura Geria Sakti Manuaba pada umumnya upacara yadnya terlebih lagi dalam tingkatan utama akan di pimpin oleh seorang sulinggih, namun berbeda halnya di Pura Geria Sakti Manuaba di mana pelaksanaan upacara yadnya tidak boleh dipimpin oleh sulinggih. Mengapa demikian? Hal tersebut akan dikaji untuk menemukan suatu nilai-nilai pendidikan Agama Hindu. Maka dari itu penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan tersebut dengan menggunakan metode observasi, wawancara Dokumntasi. Dengan teknik analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan analisis tersebut, maka diperoleh kesimpulan sebagai hasil penelitian sebagai berikut : 1) alasan pelaksanaan upacara yadnya tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba dikarenakan adanya bisama dari Ida Pedanda Sakti Manuaba yang diyakini Masyarakat secara turun temurun. 2) Pelaksanaan upacara Yadnya tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba tidak dapat terlepas dari keberadaan perjalanan sejarah Ida Pedanda Sakti Manuaba.yang berasrama di Desa Pakeraman Manuaba 3) Nilai-nilai pendidikan Agama Hindu yang terkandung didalamnya adalah nilai Pendidikan Tattwa, Nilai pendidikan Upakara, dan Nilai Pendidikan karakter. Kata Kunci : Upacara Yadnya Tanpa Sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba (Kajian Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu) Abstract Dewa Yadnya ceremony is a part of Panca Yadnya teachings. As it was implemented in the temple of Geria Sakti Manuaba. In general, Yadnya ceremony in the main levels will be led by a Sulinggih, but unlike the case in the temple of Geria Sakti Manuaba, where the Yadnya ceremony may not be led by Sulinggih. Why is it so? It will then be studied to find educational values of Hinduism. Therefore, the study was implemented to address those problems by using the method of observation, interviews, and documentation. The techniques of data analysis were conducted by qualitative descriptive. 53

2 Based on the analysis, it could be concluded as the following results: 1) the reason of Yadnya ceremony implementation without Sulinggih in the temple of Geria Sakti Manuaba due to the Bisama of Ida Pedanda Sakti Manuaba who believed by the society for generations. 2) The implementation of Yadnya ceremony without Sulinggih in Pura Geria Sakti Manuaba cannot be separated from the history of Ida Pedanda Sakti Manuaba.who lived in the Manuaba village 3) The educational values of Hinduism contained therein are the value of Tattwa education, the value of Upakara education, and the value of character education. Keywords: Yadnya ceremony Without Sulinggih in the temple of Geria Sakti Manuaba (The Study of Hinduism Educational Values) 1 PENDAHULUAN Di Indonesia terdapat enam agama dan masing-masing memiliki ciri khas mengenai pelaksanaan upacara keagamaan. Ciri-ciri itu meliputi berdoa secara khu suk dan diikuti dengan lagu-lagu pujian, melakukan persembahyangan menurut arah tertentu sesuai dengan ajaran agamanya, sebagian lagi melaksanakan dengan menggunakan sajian-sajian. Semua cara yang dilakukan tersebut sebagai jalan yang dikaruniai oleh Tuhan. Ajaran Agama Hindu memberikan kebebasan kepada umat Hindu terutama tentang cara dan jalan yang ditempuh dalam melaksanakan hubungan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sudah tentu cara dan jalan yang ditempuh selalu mendapat pertimbangan dari segi-segi kebenaran Agama Hindu. Salah satu jalan yang ditempuh dengan melaksanakan Upacara Yadnya, yang terdiri dari : Dewa Yadnya, Manusia Yadnya, Buta Yadnya, Pitra Yadnya dan Rsi Yadnya. Sehubungan dengan pelaksanaan Yadnya di dalam (Bhagawadgita Bab III sloka 10 dan 11) disebutkan sebagai berikut : Sana Yadjanah Prajah Srstvā Purovaca Prajapatih Anena Prasavisyadhvam Esa Vo'Stv Ista Kāma-Dhuk. Artinya : Pada awal ciptaan, Penguasa semua mahluk mengirim generasi-generasi manusia dan Dewa, beserta korban-korban suci untuk Wisnu, dan memberkati mereka dengan bersabda Berbahagialah engkau dengan yadnya (Korban suci) ini sebab pelaksanaannya akan menganugrahkan kepadamu segala sesuatu yang dapat diinginkan untuk hidup secara bahagia dan mencapai pembebasan. 54

3 Di samping itu Agama Hindu memiliki kerangka dasar agama yang disebut Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yang meliputi Tattwa (Filsafat Agama), Etika (Kesusilaan Agama) dan Ritual (Upacara Agama). Ketiga kerangka dasar tersebut dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lainnya, untuk tercapainya kehidupan yang sempurna, selaras, serasi dan seimbang antara jasmani dan rohani. Dalam pelaksanaan kerangka dasar Agama Hindu yang paling tampak dalam kehidupan sehari-hari adalah pelaksanaan upacara ritualnya, karena merupakan kulit terluar ajaran Agama Hindu yang nyata tampak dan dominan dllaksanakan oleh sebagian besar umat Hindu. Dalam melaksanakan Panca Yadnya umat hindu khususnya di Bali juga memiliki tradisi atau pedoman di dalam melaksanakan Upacara Panca Yadnya tersebut yang lumrah di sebut dengan dresta. Adapan dresta tersebut di antaranya adalah : Sastra dresta merupakan kebiasaan melaksanakan upacra panca yadnya dengan mengikuti sastra-sastra agama, Kuno dresta yang merupakan kebiasaankebiasaan dalam melaksanakan upacara panca yadnya dengan mengikuti trsdisi secara turun temurun, Desa dresta merupakan kebiasaan-keiasaan dalam melaksanakan upacara panca yadnya dengan mengikuti kebiasaan di setiap desa, Kula dresta merupakan kebiasaan-kebiasaan dalam melaksanakan upacara panca yadnya berdasarkan kebiasaan yang di warisi dalam setiap keluarga. (Sudarsana, 2003) Dalam melaksanakan upacara yadnya umat hindu akan di pimpin oleh seorang pemagku atau pinandita dan juga di pimpin oleh seorang pendeta atau seseorang yang telah melaksanakan upacara dwijati. Sebagai pemimpin sebuah upacara yadnya baik pandita ataupun pinandita memiliki etika tertentu di dalam memimpin sebuah upacara yadnya khususnya bagi para pinandita atau pemangku karena masih ternasuk ekajati sehingga ada batasan-batasan yang dimiliki di dalam memimpin upacara yadnya seperti salah satunya tidak boleh memimpin atau menyelesaikan upacara panca yadnya yang menggunakan sarana upakara dengan tingkatan besar atau sering di sebut ayaban bebangkit di Bali. Ketika upakara yang di persembahkan besar maka umat hindu di sarankan menggunakan sulinggih atau pendeta sebagai pemimpin upacara yang di persembahkan. (Natha, 2003). Namun 55

4 hal tersebut tidak berlaku di pura geria sakti manuaba yang terletak di kawasan kecamatan Tegalalang kabupaten Gianyar Bali. Pura geria sakti Manuaba ini memiliki sebuah tradisi unik di dalam setiap pelaksanaan upacara Agama Hindu di mana upacara yadnya di pura ini tidak menggunakan sulinggih atau Pendeta dalam melaksanakan upacara yadnya atau puja wali namun hanya menggunakan pemangku atau pinandita saja. Kebiasaan-kebiasaan ini sangat berkembang di lingkungan masyarakat karena hal ini menjadi suatu ciri khas dari daerah tersebut. Pada umumnya suatu upacara Panca Yadnya yang dilaksanakan oleh Umat Hindu menggunakan seorang sulinggih untuk memimpin sekaligus memuput suatu pujawali. Karena seorang pemangku mempunyai suatu peraturan (wewenang) yang telah disepakati berdasarkan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu IX tahun 1986 bahwa seorang pemangku hanya boleh memimpin upacara bhuta yadnya sampai tingkat pancasata, dalam upacara dewa yadnya hanya sampai piodalan alit dengan upakara ayaban sampai tingkat pulagembal, dalam upacara manusa yadnya dari bayi lahir sampai dengan otonan biasa, pitra yadnya wewenang diberikan sampai pada mendem sawa dan disesuaikan dengan desa mawacara. Dari sumber di atas pada umumnya suatu upacara Panca Yadnya yang dilaksanakan umat Hindu terlebih lagi memiliki tingkatan tingkatan upacara yang uttama seharusnya menggunakan seorang sulinggih sebagai pamuput yadnya. Hal ini berbeda pada pura geria sakti Manuaba, yang terletak di Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar. Pada upacara Yadnya yang dilaksanakan di pura geria sakti manuaba ini tidak menggunakan sulinggih sebagai pamuput karya atau upacara, upacara ini diselesaikan oleh pemangku. Mengapa demikian? Hal ini yang akan penulis kaji untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Alasan penulis untuk mengkaji hal ini adalah karena fenomena tersebut sangat unik. Maka dari hal tersebut penulis tertarik untuk melaksanakan suatu penelitian dengan sebuah judul Upacara Tanpa Sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba Kajian Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu 56

5 2 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data meliputi: Observasi, Wawancara, Dokumntasi. Teknik analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Pura Geria Sakti Manuaba yang terletak di Desa pakraman Manuaba adalah sebuah desa yang terletak di desa Kenderan Kecamatan Tegalalang Kabupaten Gianyar. Daratan Desa Pakraman Manuaba membentang dari utara ke selatan dan dengan ketinggian antara meter dari permukaan laut dan luas wilayahnya 7,18 km 2 dengan rincian sebagai berikut: Tanah pekarangan 34,465 Ha, fasilitas jalan 33,98 Ha tanah sawah 364,330 Ha, tegalan 270,835 Ha, tempat suci (pura) 11,66 Ha, balai banjar 0,34 Ha, sekolah 0,99 Ha dan kuburan 1,38 Ha. Adapun batas wilayah Desa Pakraman Manuaba antara lain sebagai berikut: 1) Sebelah Utara : Desa Pakraman Delodblumbang 2) Sebelah Timur : Kecamatan Tampaksiring 3) Sebelah Selatan : Desa Pakraman Kenderan 4) Sebelah Barat : Desa Tegalalang Bentuk dataran wilayah desa Pakraman Manuaba merupakan pegunungan yang memanjang dari utara ke selatan. Daratan ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, persawahan, perkebunan, tempat suci, kuburan, jalan umum, sekolahdan lain-lain. Desa Pakraman Manuaba memiliki iklim tropis dengan temperature minimum 22 0 Celcius dan maksimum 28 0 Celcius, dengan kelembapan udara ratarata di atas 80%. Curah hujan paling rendah 2,800Mm dan paling tinggi 3,293 Mm. dengan ketinggian dari permukaan laut meter. Data ini diperoleh berdasarkan rasio dengan desa-desa lain yang ada di lingkungan Desa Pakraman Manuaba. Sumber: Profil pembangunan desa tahun

6 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Latar belakang tidak diperkenankan menggunakan sulinggih Dari informasi di lapangan tentang larangan sulinggih tidak diperkenankan untuk memimpin pelaksanaan upacara yadnya di Pura Geria Sakti Manuaba tidak ada literature secara tertulis mengenai hal yang dimaksud. Namun, masyarakat memiliki cerita secara turun temurun yang diyakini sebagai asal mula setiap pelaksanaan upacara yadnya tidak menggunakan sulinggih. Dari informasi yang peneliti dapatkan dilapangan yang di ceritakan oleh I Nyoman Sibang selaku pemangku di Desa Pakraman Manuaba yang juga merupakan tokoh masyarakat di Desa Pakraman Manuaba. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 12 Juli 2016 I Nyoman Sibang menyebutkan sebagai berikut : Latar belakang tidak diperkenankan sulinggih untuk memimpin upacara yadnya yaitu terkait pada cerita kerajaan Gelgel di Klungkung yang akan berperang melawan kerajaan Blambangan. Mengutus patihnya I Gusti Ngurah Watulepang untuk pergi berperang mengalahkan kerajaan Blambangan. Patih I Gusti Ngurah Watulepang berjanji akan mengalahkan raja Blambangan dalam waktu kurang dari tiga bulan. Akan tetapi dalam kenyataannya I Gusti Ngurah Watulepang tidak kunjung dating dalam waktu yang telah disepakati kehadapan sang raja. Karena merasa khawatir terhadap patihnya tersebut, sang raja mendengar bahwa Ida Pedanda Sakti Manuaba dapat meneropong kejadian dari kejauhan maka sang raja meminta untuk melihat kejadian peperangan yang dilaksanakan oleh patih I Gusti Ngurah Watulepang. Terlihatlah I Gusti Ngurah Watulepang kalah perang dan bersembunyi di hutan sambil menyusun strategi perang dan pada akhirnya barulah patih I Gusti Ngurah Watulepang memenangkan peperangan. Dengan menangnya dari perang barulah I Gusti Ngurah Watulepang berani menghadap ke kerajaan setelah delapan bulan. Hal ini yang dipertanyakan oleh sang raja mengapa setelah delapan bulan baru menghadap. Patih I Gusti Ngurah Watulepang mengatakan bahwa dia hanya beristirahat setelah berperang, alasan inilah yang membuat sang raja marah karena sang raja mengetahui kejadian yang sebenarnya melalui peneropongan Ida Pedanda Sakti Manuaba, sehingga dipecatlah I Gusti Ngurah 58

7 Watulepang dari jabatan patihnya. Dari pecatnya menjadi patih, I Gusti Ngurah Watulepang menaruh dendam kepada Ida Pedanda Sakti Manuaba karena menganggap beliaulah yang menjadi sebab dipecatnya patih di Kerajaan Gelgel. Karena dendamnya tersebut I Gusti Ngurah Watulepang mengetahui bahwa beliau memiliki saudara Ida Pedanda Teges. Dimana kedua bersaudara ini memiliki hubungan yang tidak harmonis. Patih I Gusti Ngurah Watulepang menghasut Ida Pedanda Teges untuk merencanakan pembunuhan Ida Pedanda Sakti Manuaba. Suatu ketika Ida Pedanda Sakti Manuaba sedang membajak sawahnya, datanglah pasukan I Gusti Ngurah Watulepang dan Ida Pedanda Teges untuk membunuh Ida Pedanda Sakti Manuaba, ditusuklah Ida Pedanda Sakti Manuaba oleh Watulepang, karena sudah dianggap meninggal. Patih Watulepang pun pergi bersama pasukkannya sambil mengobrak-abrik dengan cara membakar rumah para penduduk dan geria Ida Pedanda Sakti Manuaba. Kemudian ketika Ida Pedanda Sakti Manuaba bersimbah darah dilihat oleh petani yang sedang mengembala sapinya. Diperintahlah petani tersebut untuk mengambil bungkak kelapa gading untuk membasuh luka beliau dan beliaupun melakukan pembersihan diri. Merasa beliau tidak kuat lagi, petani tersebut diberikan bisama oleh Ida Pedanda Sakti Manuaba untuk bertanggung jawab atas merajan dan jenazah beliau. Petani itupun menannyakan apakah tulang beliau dapat dijadikan pertiwimba, Ida Pedanda Sakti Manuaba menyarankan agar gelang dan slakanya sebagai symbol tulang (galih) dan diserahkan merajan beliau kepada petani tersebut, dan di hari berikutnya tidak boleh lagi wiku-wiku lain yang boleh menyelesaikan segala upacara di merajan karena Ida Pedanda Sakti Manuaba yang akan menyelesaikan sendiri, maka petani tersebut langsung menjadi pamangku, tempat beliau meninggal dibuatlah sebuah pura yang bernama pura Hyang Sakti. Merajan beliau tersebut diberi nama Pura Geria Sakti Manuaba. Dari munculnya bisama itu dikarenakan terlibatnya saudara beliau Ida Pedanda Teges sehingga bisama itu menggambarkan wujud sakit hati beliau terhadap saudaranya itu sehingga dari bisama tersebut seluruh sulinggih yang ada kena bisama tersebut untuk tidak memimpin segala macam yadnya di Pura Geria Sakti Manuaba. 59

8 Dari apa yang di paparkan oleh jero mangku Pura Geria Sakti Manuaba bahwa alasan tidak diperkenankan sulinggih untuk memimpin pujawali dikarenakan bisama Ida Pedanda Sakti Manuaba terhadap pamangku terdahulu sehingga hal ini diyakini oleh masyarakat sekitar secara turun temurun. Namun latar belakang adanya bisama tersebut tidak diketahui secara pasti oleh masyarakat sekitar. Dari paparan sejarah tersebut di atas terdapat suatu kebohongan I Gusti Ngurah Watulepang terhadap sang raja. Dari kebohongan yang dilaksanakan oleh patih I Gusti Ngurah Watulepang diberhentikan sebagai patih kerajaan Gelgel. Dengan diberhentikan sebagai patih I Gusti Ngurah Watulepang pada akhirnya menaruh dendam terhadap Ida Pedanda Sakti Manuaba karena menganggap bahwa beliaulah yang menjadi sebab diberhentikannya sebagai patih di kerajaan Gelgel. Dari paparan di atas terlihatlah dendamnya I Gusti Ngurah Watulepang terhadap Ida Pedanda Sakti Manuaba, sehingga memanfaatkan persaudaraan yang kurang baik antara Ida Pedanda Teges dan Ida Pedanda Sakti Manuaba. I Gusti Ngurah Watulepang menghasut saudara beliau Ida Pedanda Teges sehingga menghasilkan persekutuan antara I Gusti Ngurah Watulepang dan Ida Pedanda Teges dan selanjutnya menyerbu ke Desa Manuaba tempat Ida Pedanda Sakti Manuaba menetap. Dalam penyerbuan tersebut mengakibatkan terbunuhnya Ida Pedanda Sakti Manuaba di tengah sawah pada saat beliau sedang membajak sawahnya. Dari sinilah muncul bisama Ida Pedanda Sakti Manuaba bahwa tidak diperkenankan sulinggih untuk melakukan upacara di merajan beliau (sekarang Pura Geria Sakti Manuaba). 3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Dalam pelaksanaan upacara yadnya tanpa sulinggih dilaksanakan di pura geria sakti manuaba yang terdapat dalam teritorial Desa pakraman Manuaba. Karena pelaksanaan upacara yadnya tanpa sulunggih di pura geria sakti manuaba desa pakeraman manuaba maka, peneliti mendalami permasalahan tersebut dengan melakukan penelitian saat dilaksanakan Piodalan di Pura Geria Sakti Manuaba yang upacara atau piodalan di Pura Geria Sakti Manuaba dilaksanakan setiap enam 60

9 bulan sekali berdasarkan perhitungan pawukon dalam Agama Hindu di Bali yakni dilaksanakan pada anggara kliwon medangsia yang pada saat peneliti melakukan penelitian piodalan dilaksanakan pada tanggal 27 oktober tahun Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Upacara Tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba Dalam pelaksanaan upacara tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba tentunya ada nilai-nilai positif yang perlu dikaji, khususnya yang berkaitan dengan nilai pendidikan Agama Hindu. nilai-nilai pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam upacara tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba adalah 1) Nilai pendidikan tattwa; 2) Nilai Pendidikan Upacara ; 3) Nilai pendidikan Karakter. a. Nilai Pendidikan Tattwa Tattwa adalah hakekat dari suatu obyek yang nyata yang terdapat sari-sari ajaran ke-tuhanan. Menurut I Nyoman Sibang selaku pamangku di Pura Geria Sakti Manuaba mengatakan bahwa: di pura ini tidak memperkenankan sulinggih untuk memimpin upacara nista maupun yang uttama. Hal ini merupakan tradisi turun temurun yang bermula dengan adanya bisama oleh Ida Pedanda Sakti Manuaba bahwa segala macam upacara yang dilaksanakan di pura maupun di seluruh desa Manuaba beliau yang memuput dari niskala dengan perantara saya sebagai pamangku Pura Geria Sakti Manuaba sebagai pamuput sekala, tetapi saya sebagai pamangku Geria Sakti harus terlebih dahulu meminta maklum kepada Ida Betara dalam hal ini Ida Pedanda Sakti Manuaba untuk menyelesaikan upacara yang akan di selesaikan setelah itu saya memohon tirta pamuput (wawancara pada tanggal 19 April 2016). Dari apa yang diutarakan oleh jero mangku I Nyoman Sibang dapat ditarik kesimpulan bahwa yang muput (menyelesaikan) pujawali di Pura Geria Sakti Manuaba ialah Ida Pedanda Sakti Manuaba sendiri yang berstana di pura ini. Jero mangku hanya sebatas perantara untuk bertindak sebagai pemimpin pujawali yang dilaksanakan di Pura Geria Sakti Manuaba. 61

10 Di sisi lain yang di ungkapkan oleh Ida Bagus Putu Sudarsana selaku tokoh praktisi agama Hindu (wawanara pada tanggal 19 April 2016) mengatakan bahwa: di Pura Geria Sakti Manuaba yang tidak memperkenankan sulinggih untuk memimpin suatu upacara tertuang dalam sebuah Purana Ida Pedanda Sakti Manuaba menjelaskan asal mula bisama tersebut. Dimana pada saat I Gusti Ngurah Watulepang dan Ida Pedanda Teges membunuh Ida Pedanda Sakti Manuaba di sawah dan di lihat oleh pengembala sapi. Pengembala sapi itu menolong Ida Pedanda Sakti sehingga pada saat itulah Ida Pedanda Sakti Manuaba memberikan bisama kepada pengembala sapi bahwa dia diberi wewenang untuk bertanggung jwab keberlangsungan tempat suci beliau, dan pada selanjutnya tidak boleh lagi wiku-wiku untuk menyelesaikan upacara di Pura Geria Sakti Manuaba beliaulah yang akan menyelesaikan secara niskala dan pengembala sapi itu langsung dipakai sebagai pamangku Pura Geria Sakti Manuaba. Hal ini dikarenakan saudara beliaulah yang ikut terlibat dalam perencan aan pembunuhan beliau sehingga bisama tersebut merupakan ungkapan sakit hati beliau kepada saudaranya tersebut. Dari paparan cerita tersebut terdapat nilai-nilai keyakinan (sradha) yang dipercaya oleh masyarakat berupa sebuah sejarah tentang keberadaan bisama Ida Pedanda Sakti Manuaba secara turun temurun sebagai sulinggih niskala sehingga pujawali yang dilaksanakan di Pura Geria Sakti Manuaba tidak diperkenankan sulinggih pada umumnya untuk memimpin pujawali karena sudah diselesaikan oleh Ida Pedanda Sakti Manuaba sebagai sulinggih niskala. Dari kepercayaan berupa bisama tersebut pujawali tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba dapat berlangsung dengan ikmat yang dipimpin oleh pamangku pura yang merupakan keturunan dari pemangku terdahulu yang mendapatkan bisama secara langsung oleh Ida Pedanda Sakti Manuaba. b. Nilai Pendidikan Upacara Upacara tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba Desa Pakraman Manuaba, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar dilaksanakan setiap enam bulan sekali yang jatuh pada setiap rahina anggara kliwon medangsia. Pujawali tanpa sulinggih ini mengacu pada ajaran raja yoga yang telah dijabarkan dalam 62

11 pelaksanaan upacara tersebut berupa ketulusan hati umat untuk beryadnya, yang penuh dilandasi oleh rasa pengendalian diri ataupun tujuan upacara pujawali ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar beliau menganugrahkan kekuatan tapa (satyam) terhadap alam semesta beserta segala isinya dan menganugrahkan kesejahteraan (sundaram) terhadap makhluk ciptaannya. 2) Memberikan kesempatan kepada umatnya untuk berkarma yang subha karma sebagai sarana peleburan dosa. 3) Untuk dapat mengamalkan wahyu Sang Hyang Widhi, melalui tuntunan para Maha Rsi dengan cara mengundang, penghormatan dan memberikan suguhan kepada para leluhur. 4) Memberikan kesempatan kepada umatnya agar dapat melaksanakan penyupatan terhadap makhluk di luar kehidupannya. 5) Dapat dipakai sebagai media pendidikan baik bersifat moral maupun spiritual dalam proses pembuatan sarana upakara sampai menghaturkan upakara tersebut. c. Nilai Pendidikan Karakter Menurut kemendiknas 2010 dalam wibowo, mengatakan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang berpikir, bersikap dan bertindak. Tidaklah sulit menemukan nilai-nilai pendidikan karakter dalam budaya kita karena bangsa kita dikenal masih menjungjung adat dan budaya leluhut timuran. Singkatnya nilai-nilai karakter mulia itu dapat kita temukan dalam adat dan budaya hampir diseluruh suku bangsa di negri ini. Menurut kemendiknas nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam adat budaya suku bangsa kita telah dikaji dan dirangkum menjadi satu. Berdasarkan kajian 63

12 tersebut telah teridentifikasi butir-butir nilai luhur yang diinternalisasikan terhadap generasi bangsa melalui pendidikan karakter. Ada 18 nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam pendidikan karakter diantaranya adalah : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tau, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Simpulan 1) Alasan di Desa Pakraman Manuaba tidak diperkenankan sulinggih untuk memimpin piodalan yang dilaksanakan di Pura Geria Sakti Manuaba Desa Pakraman Manuaba dikarenakan adanya bisama. Bisama ini merupakan bentuk kekecewaan Ida Pedanda Sakti Manuaba kepada saudara beliau Ida Pedanda Teges yang ikut merencanakan pembunuhan Ida Pedanda Sakti Manuaba. Jadi dari cerita tersebutlah Piodalan atau upacara yadnya yang dilaksanakan di Pura Geria Sakti Manuaba pada khususnya dan di Desa Pakraman Manuaba pada umumnya tidak menggunakan sulinggih karena dalam bisama tersebut Ida Pedanda Sakti Manuaba yang akan menyelesaikan secara niskala, 2) Tempat dan pelaksanaan upacara tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba dilaksanakan setiap enam bulan sekali yakni pada anggara kliwon medangsia yang pada saat peneliti melakukan penelitian piodalan dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober tahun ) Nilai-nilai pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam upacara yadnya tanpa sulinggih di Pura Geria Sakti Manuaba pada khususnya dan di Desa Pakraman Manuaba pada umumnya terdiri beberapa hal sebagai berikut: 1) nilai pendidikan Tattwa; 2) Nilai pendidikan Upacara; 3) Pendidikan karakter. 64

13 DAFTAR PUSTAKA Arniati, Ida Ayu Komang. Dkk, Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi. Berdasarkan SK DIKTI No.38/ DIKTI/ KEP/ Surabaya: Penerbit Paramita. Agastia, I.B.G Eksistensi Sadhaka Dalam Agama Hindu. Denpasar: Pustaka Manik Geni. Kajeng, I Nyoman, dkk Sarasamuccaya dengan teks Bahasa Sanskerta dan Jawa Kuna. Surabaya: Penerbit Paramita. Moleung, Lexy Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja rosada Karya. Ngurah, I Gusti Made, dkk Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: penerbit Paramita Parisada Hindu Dharma Indonesia.1983.Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tapsir Aspek-Aspek Agama Hindu I-XV. Pudja, Gede. 1982/1983. Siwa Sesana. Jakarta: Mayasari Cv Gunung Jati. Punyatmaja, Ida Bagus Dharma Sastra, Jakarta : Yayasan Dharma Santi. Rangga Natha Agem-agem Kepemangkuan. Surabaya: Penerbit paramita. Sudarsana, Ida Bagus Putu Ajaran Agama Hindu (sila kramaning pemangku Denpasar.Yayasan Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra. Sugiono Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&G. Bandung: Alfabeta. Surayin, Ida Ayu Putu Dewa Yadnya. Surabaya: Paramita Swami Prabupada, Bhagawadgita Menurut Aslinya. Jakarta: Timpenerjemah bhagawadgita menurut aslinya Wibowo, Agus Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi.Yogyakarta. Pustaka Belajar. 65

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL.

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. H DISUSUN OLEH: I WAYAN AGUS PUJAYANA ORANG SUCI Orang suci adalah

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari I Ketut Sudarsana > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari Ajaran Tri Kaya Parisudha dapat dilaksanakan dengan cara memberikan arahan

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI PERSEMBAHYANGAN TANPA MENGGUNAKAN API DI PURA KAHYANGAN ALAS KEDATON DESA PAKRAMAN KUKUH KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar UPACARA NILAPATI BAGI WARGA MAHA GOTRA PASEK SANAK SAPTA RSI DI BANJAR ROBAN DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Ni Putu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Salah satu di antaranya adalah suku Bali yang

Lebih terperinci

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR (Analisis Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Made Agus Sutrisna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK Dosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H OLEH: I PUTU CANDRA SATRYASTINA 15.1.2.5.2.0800 PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR Oleh : Ni Komang Ayu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar I Ketut Sudarsana Institut Hindu

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Manusia pada zaman modern ini mungkin patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih manusia hingga sampai pada saat ini dan kemajuan dalam segala

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) Oleh I Wayan Agus Gunada Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Ngaben merupakan

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Hindu adalah agama yang telah menciptakan kebudayaan yang sangat kompleks di bidang astronomi, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain-lain sehingga timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

Lebih terperinci

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayuk Denyka Mayrina Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu 4.1 Dasar Kepercayaan Hindu Bersumber Pada Atharwa Weda Dasar kepercayaan (keimanan) dalam agama Hindu disebut Sraddha, yang dinyatakan di dalam ayat suci Atharwa Weda berikut.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG Ni Made Sri Windati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar sriwindati95@gmail.com

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA - 446 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 I. PENDAHULUAN. Lingsar adalah sebuah Desa yang terletak di Wilayah Kecamatan Lingsar Lombok Barat, berjarak

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU PEMBELAJARAN AGAMA HINDU I KETUT SUDARSANA iketutsudarsana@ihdn.ac.id www.iketutsudarsana.com Secara etimologi agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu dari kata a dan gam. a berarti tidak dan gam berarti

Lebih terperinci

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1254 - D. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Kawasan Pura Agung Besakih

Lebih terperinci

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) I Putu Gede Buda Adnyana Institut Hindu Dharma Negeri

Lebih terperinci

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA BULU GELES DI PURA PENGATURAN DESA PAKRAMAN BULIAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA BULU GELES DI PURA PENGATURAN DESA PAKRAMAN BULIAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA BULU GELES DI PURA PENGATURAN DESA PAKRAMAN BULIAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG Oleh Ni Komang Dewi Pradani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract

Lebih terperinci

CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN

CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN Abstract Oleh Dewa Made Pancadana A.A. Gede Oka Parwata Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Gede Ari Duarsa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK : ANALISIS TERHADAP PERAN GURU DALAM MEMBANGUN KARAKTER ANAK DIDIK MELALUI REVITALISASI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DI SEKOLAH

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK : ANALISIS TERHADAP PERAN GURU DALAM MEMBANGUN KARAKTER ANAK DIDIK MELALUI REVITALISASI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DI SEKOLAH PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK : ANALISIS TERHADAP PERAN GURU DALAM MEMBANGUN KARAKTER ANAK DIDIK MELALUI REVITALISASI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DI SEKOLAH Oleh Ni Luh Putu Novita Martiani Institut Hindu Dharma

Lebih terperinci

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT PURA TAMAN NARMADA BALI RAJA DI DESA PAKRAMAN TAMANBALI, BANGLI, BALI (Sejarah, Struktur, dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal) Oleh : Ni Wayan Eka Krisna Yanti, (NIM 0914021029), (niwayanekakrisnayanti@yahoo.com)

Lebih terperinci

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Putu Ayu Ariastuti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar ayu_aryastuti@yahoo.com

Lebih terperinci

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI Oleh : DEWA AYU EKA PUTRI 1101605007 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68 PERKAWINAN GAMYA GAMANA ANTARA MASYARAKAT TIONG HOA DENGAN MASYARAKAT BATUR DI SESA BATUR KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Kajian Aksiologi) Oleh Ni Luh Ginanti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI Oleh I Wayan Budeyasa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Caru palguna tradition which

Lebih terperinci

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG 1 AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG 2007-2014 I Ketut Winata Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya winatasejarah11@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari makhluk hidup yang lainnya. Oleh sebab itu, perlu adanya pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu ESENSI LINGGA YONI DI PURA BATUR NING DESA PAKRAMAN SAYAN, KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR OLEH: I NYOMAN SUDIANA Email : sudiana_syn@yahoo.com Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembimbing I I Ketut

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS oleh I Wayan Sudiana, (NIM 0814021029), (Email : Sudiana_ IWayan@yahoo.com) Desak Made Oka

Lebih terperinci

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu )

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu ) CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu ) Oleh : NI MADE SURATNI NIM : 09.1.4.4.1.0181 Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembimbing I Drs.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM 0501215003 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BALI JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2009 GEGURITAN

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENERAPKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI TATANAN TEMPAT IBADAH (PURA)

BAGAIMANA MENERAPKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI TATANAN TEMPAT IBADAH (PURA) BAGAIMANA MENERAPKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI TATANAN TEMPAT IBADAH (PURA) Pura, di samping sebagai tempat untuk beribadah juga merupakan tempat berkumpul banyak orang sehingga pura juga

Lebih terperinci

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) OLEH: KOMANG HERI YANTI email : heryan36@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI Wahyu Nur Aida Universitas Negeri Malang E-mail: Dandira_z@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19 EKSISTENSI TARI BARIS IDIH-IDIH DI DESA PAKRAMAN PATAS, DESA TARO, KECAMATAN TEGALLALANG, KABUPATEN GIANYAR Oleh Ni Nyoman Muliartini Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Hinduism is the oldest

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar EKSISTENSI TRADISI NEKAANG TUMPENG PADA HARI RAYA GALUNGAN DI DESA PAKRAMAN TEMESI KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (PERSPEKTIF PENDIDIKAN SOSIO RELIGIUS) Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma

Lebih terperinci

MEMBANGUN KARAKTER MELALUI INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DI LINGKUNGAN KELUARGA. Listyaningsih

MEMBANGUN KARAKTER MELALUI INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DI LINGKUNGAN KELUARGA. Listyaningsih MEMBANGUN KARAKTER MELALUI INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DI LINGKUNGAN KELUARGA Listyaningsih Emai: listyaningsih@unesa.ac.id Universitas Negeri Surabaya ABSTRAK Dalam rangka membangun karakter setiap

Lebih terperinci

NGAYAH PADA UPACARA PAMELASPASAN AGUNG PURA SANTI DHARMA, DI DUSUN RAJAN, DESA SENEPOREJO, KECAMATAN SILIRAGUNG, KABUPATEN BANYUWANGI

NGAYAH PADA UPACARA PAMELASPASAN AGUNG PURA SANTI DHARMA, DI DUSUN RAJAN, DESA SENEPOREJO, KECAMATAN SILIRAGUNG, KABUPATEN BANYUWANGI LAPORAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT NGAYAH PADA UPACARA PAMELASPASAN AGUNG PURA SANTI DHARMA, DI DUSUN RAJAN, DESA SENEPOREJO, KECAMATAN SILIRAGUNG, KABUPATEN BANYUWANGI Oleh Tri Haryanto, S.Kar., M.Si.

Lebih terperinci

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis karya Sastra Jawa Kuno yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Menurut Soebadio (1985: 3), tutur merupakan pelajaran

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI. Corresponding Author

TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI. Corresponding Author TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI Gusti Ayu Putu Ardiyanti 1*, Ida Bagus Rai Putra 2, I Nyoman Supatra 3 [123] Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya Unud 1

Lebih terperinci

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI. Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI. Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Every human being is obliged to pay the debt

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Wayan Kartini Pratiwi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar iwickpratiwi@gmail.com

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Luh Made Ari Chandra Yuni Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si Art Exhibition Indonesian Institute of the Arts Denpasar Okinawa Prefectural University of Art OPUA

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Komang Samiasih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Pura Kawitan yang

Lebih terperinci

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Yulia Ardiani Staff UPT Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Perayaan kemenangan dharma melawan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007.

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007. DAFTAR PUSTAKA Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007. Kasiran, Moh. 2010. Metodologi Penelitian, Malang: UIN Maliki Press. Sugiono.2011.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak Tri Hita Karana pada hakikatnya adalah sikap hidup

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu ABSTRAK Perancangan Pasraman Hindu di Buleleng merupakan suatu upaya dalam memberikan pembinaan serta pendidikan secara mental dan fisik baik jasmani maupun rohani kepada seluruh masyarakat Hindu, khususnya

Lebih terperinci

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah 1. Pengertian Atman adalah. a. Percikan terkecil dari Sang Hyang Widhi Wasa b. Tidak terlukai oleh api c. Tidak terlukai oleh senjata d. Tidak bergerak e. Subha Karma Wasa 2. Fungsi Atman dalam mahluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai salah satu penyimpanan naskah-naskah kuna warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai penyimpanan naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- I Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- I Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR SERIBU PENA BAHASA INDONESIA UNTUK SMA/MA KELAS XII KARANGAN PUDJI ISDRIANI TERBITAN ERLANGGA TAHUN 2009 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU I KETUT SUDARSANA 1. Pengertian Pendidikan Sanjana (2006:2) menyatakan bahwa adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar proses pembelajaran yang efektif,

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara religius yang menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk menganut agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Sesuai dengan pernyataan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Abstrak Program IPTEKSS bagi Masyrakat (IbM) di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten

Lebih terperinci