I. PENDAHULUAN. tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasionaladalah suatu proses multidimensional yang mencakup tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat (masyarakat), pemberantasan kemiskinan dan perubahan struktur ekonomi, sikap hidup dan kelembagaan Negara. Oleh karena itu semua kebijakan yang dilakukan pemerintah selalu diarahkan untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut. Sebagai salah satu tujuan pembangunan nasional, peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan amanat UUD Dalam Keputusan Menteri Sosial Nomor 24/HUK/1996 tentang Sistem Kesejateraan Sosial Nasional (SKSN) dinyatakan bahwa pembangunan kesejahteraan rakyatdiarahkan ke tiga sasaran yaitu: (1) Perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat penyandang masalah kesejateraan sosial; (2) Potensi dan sumber kesejahteraan rakyatyang meliputi sistem nilai sosial budaya yang positif dalam tatanan kehidupan masyarakat dan sumberdaya manusia, alam, ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Organisasi/lembaga sosial dalam masyarakat. Untuk mengetahui keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat perlu tersedia instrumen pengukur, yaitu indikator kesejahteraan rakyat. Dengan indikator ini akan dapat diketahui tingkat kemajuan kesejahteraan rakyat yang telah dicapai sebagai hasil pembangunan baik antar waktu maupun antar wilayah. Ada beberapa indikator kesejahteraan rakyat yang sering digunakan pemerintah untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah,yaitu: (1)

2 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI); (2) Indikator Kemiskinan;(3) Indeks Gini; (4) Indeks Mutu Hidup; (5) Indeks Kerentanan Sosial; dan (6) Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). Dengan adanya indikator-indikator tersebut, diharapkan dapat diketahui tingkat kesejahteraan masyarakat yang telah dicapai serta korelasinya dengan programprogram yang telah dilaksanakan pemerintah (BPS, 2010). Produk Domestik Bruto dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan rakyat sebab PDB memberikan gambaran produksi, pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai suatu wilayah.pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat ini, PDB baru dihitung berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral/lapangan usaha dan dari sisi penggunaan.selanjutnya PDB juga dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. Produk Domestik Bruto menunjukkan seluruh nilai dari barang dan jasa akhir (final product) yang dihasilkan oleh suatu daerah dalam suatu tahun tertentu. Nilai barang dan jasa akhir tersebut sama dengan nilai tambah yang diciptakan oleh serangkaian proses produksi dari barang dan jasa tersebut (Suparmoko, 2008). Menurut Kuncoro (2009),meningkatnya pendapatan di semua daerah, yang ditandai dengan meningkatnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), telah mendorong terkurasnya sumberdaya alam dan rusaknya lingkungan. Semakin menipisnya sumberdaya alam dan rusaknya lingkungan hidup diseluruh penjuru dunia telah menjadi perhatian dari Club of Rome pada tahun 1972 dan juga perhatian para pemimpin negara-negara di dunia dalam Konfrensi Tingkat Tinggi Bumi (KTT

3 BUMI) di Rio de Janeiro pada tahun Untuk menghindari dampak pembangunan yang semakin parah terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, para pemimpin dunia sepakat untuk menganut suatu paradigma baru, yaitu bahwa pembangunan harus berwawasan lingkungan, sehingga pembangunan itu dapat bersifat berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan dapat disebut berkelanjutan apabila memenuhi 3 (tiga) kriteria, yaitu ekonomis, bermanfaat secara sosial, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya terus mengalami perubahan sejak diperkenalkan pada tahun 1970.Pada tahun tujuh puluhan konsep pembangunan berkelanjutan didominasi oleh dimensi ekonomi yang dipicu adanya krisis minyak bumi pada tahun 1973 dan tahun 1979.Harga minyak dunia melambung yang mengakibatkan resesi di negara-negara maju khususnya di negara pengimpor minyak.pada masa ini dimensi lingkungan hidup masih terabaikan.dimensi lingkungan mulai mendapat perhatian pada tahun delapan puluhan. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit)di Rio de Janeiro pada tahun 1992 merupakan titik tolak dipertimbangkannya dimensi sosial dalam pembangunan berkelanjutan. Salah satu hasil penting konferensi ini adalah pembentukan komisi pembangunan berkelanjutan (CSD Commission on Sustainable Development).Komisi ini telah menghasilkan kesepakatan untuk melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Agenda 21. Kesetaraan akses akansumberdaya bagi semua lapisan sosial dan wacana pemberantasan kemiskinan juga menjadi agenda penting dalam konferensi ini (Budimanta, 2005).

4 Produk Domestik Bruto yang selama ini dihitung, sering disebut sebagai PDB konvensional (cokelat) karena hanya mengukur hasil kegiatan ekonomi, tanpa memasukkan dimensi lingkungan didalamnya. Oleh karena itu PDB tersebut kurang tepat dan bersifat misleading dalam penghitungan kontribusinya bagi pembangunan daerah atau nasional. Hal ini disebabkan dalam penghitungan PDB tersebut tidak memasukkan dimensi lingkungan, terutama bagikegiatan ekonomi untuk sektorsektor yang mengelola sumberdaya alam.sumberdaya yang hilang karena dieksploitasi, dan kerusakan (degradasi) lingkungan sebagai akibat kegiatan eksploitasi itu tidak diperhitungkan sebagai kehilangan (loss) atau kerusakan (degredation) yang seharusnya dibayar.sehingga nilai-nilai yang tercantum di dalam PDB konvensional (cokelat) belum menunjukkan nilai kemajuan atau kesejahteraan masyarakat sesungguhnya (Departemen Kehutanan, 2007). Pendapatan hijau atau pendapatan yang berkelanjutan diartikan sebagai pendapatan yang tidak akan mengurangi konsumsi di masa yang akan datang yang diterima oleh generasi yang akan datang. Dengan demikian angka-angka pendapatan nasional yang tercermin dalam nilai Produk Nasional Bruto dan Produk Domestik Bruto perlu direvisi dengan memperhitungkan dan menyesuaikan besarnya nilai deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan. Hal ini dibenarkan karena deplesi sumberdaya alam jelas mengurangi modal alami (natural capital) dan degradasi lingkungan seringkali mengurangi kapasitas produksi dan sekaligus menyerap modal finansial demi memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak akibat adanya suatu kegiatan produksi. Dengan demikian kapasitas produksi pada periode yang bersangkutan akan berkurang. (Retnaningsih et al, 2006).

5 Menurut Suparmoko (2008), PDB konvensional (cokelat) banyak mengandung kelemahan, diantaranya : (a) hanya menghitung produk-produk yang dipasarkan, (b) kehilangan sumberdaya alam dan kerusakan lingkunganbelum dianggap sebagai biaya produksi, (c) biaya perbaikan lingkungan yang rusak dianggap sebagai menciptakan nilai tambah. Dengan PDB hijau (ramah lingkungan) sebagai perangkat perencana pembangunan, diharapkan pembangunan sektoral maupun regional dapat direncanakan secara lebih baik dan akurat karena perencanaan didasarkan pada kinerja perekonomian yang sebenarnya. Hal ini sejalan dengan Pasal 43 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi; penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan. Meskipun konsep PDB hijau terbilang baru, banyak pihak telah mulai menyusun PDB tersebut dalam rangka memberikan faktor koreksi terhadap perhitungan PDB konvensional yang cenderung tidak memperhitungkan faktor kerusakan lingkungan dalam proses produksi barang dan jasa.hasil penelitian di Kabupaten Blora tahun 2006 menunjukkan bahwa nilai penyusutan modal alam sektor kehutanan cukup besar, sekitar 30 (tiga puluh) persen dari nilai PDRB konvensional sektor kehutanan. Jumlah pungutan sektor kehutanan, khususnya dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) yang diperoleh hanya 10,81 persen dari nilai deplesi sumber daya hutan (Suparmoko, 2006).

6 Produk Domestik Regional Bruto konvensional Provinsi Sumatera Utara terus meningkat. Pada tahun 2000, nilai PDRB Provinsi Sumatera Utara atas dasar harga berlaku sebesar milyar rupiah, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi milyar rupiah. Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2000 sebesar 3,98 persen, dan pada tahun 2011 seebsar 6,58 persen (BPS, 2011). Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara juga mengalami peningkatan PDRB konvensional. Pada tahun 2000, PDRB Kota Medan sebesar juta rupiah, dan pada tahun 2011 menjadi juta rupiah. Sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Medan pada tahun 2000 sebesar 4,60 persen, dan pada tahun 2011 sebesar 6,29 persen (BPS Medan, 2011). Peningkatan nilai PDRB Provinsi Sumatera Utara maupun nilai PDRB Kota Medan masih mengandung nilai biaya lingkungan yang harus dikeluarkan untuk mengganti kehilangan sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan. Biaya lingkungan ini menjadi sumber pendanaan lingkungan hidup, sesuai dengan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009: Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagai mana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b meliputi: a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup; b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan c. dana amanah/bantuan untuk konservasi.

7 Sebagai ibu kota provinsi, Kota Medan menjadi tempat tujuan utama wisata baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Oleh sebab itu, penyedian tempat penginapan sangat dibutuhkan.hal ini sejalan dengan meningkatnya wisatawan yang menginap di hotel di Kota Medan. Pada tahun 2000, wisatawan di Provinsi Sumatera Utara yang menginap di hotel sebanyak 1,1 juta orang, dan sebanyak 549 ribu orang menginap di Kota Medan. Pada tahun 2011, wisatawan yang menginap di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1,7 juta orang, dan sebanyak 766 ribu orang menginap di Kota Medan (BPS, 2011). Peningkatan jumlah wisatawan yang menginap di hotel, diikuti juga meningkatnya jumlah hotel di Kota Medan.Pada tahun 2000, jumlah hotel di Kota Medan sebanyak 159 unit dan pada tahun 2011 menjadi 161 unit (BPS, 2010).Peningkatan jumlah hotel di Kota Medan tentu saja berpengaruh positif terhadap peningkatan PDRB Kota Medan, terutama peningkatan PDRB sektor hotel.perkembangan nilai PDRB sektor hotelatas dasar harga berlaku selama periode di Kota Medan dari 121,60 milyar rupiah pada tahun 2000 menjadi 522,4 milyar rupiah pada tahun Sedangkan pertumbuhan ekonomi sektor hotel pada tahun 2000 di Kota Medan sebesar 1,19 persen, meningkat menjadi 6,29 persen, pada tahun Menurut Irianto (2011) kegiatan pariwisata memberikan manfaat yang cukup besar dalam perekonomian suatu negara, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kegiatan sektor-sektor lain secara tidak langsung. Beberapa manfaat pariwisata bagi suatu negara, seperti; (1) Pariwisata adalah faktor penting untuk menggalang persatuan bangsa yang rakyatnya memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat istiadat,

8 dan cita rasa yang beraneka ragam; (2) Pariwisata menjadi faktor penting dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan sektor ekonomi nasional lainnya. Menurut Made (2011) semakin pesatnya pertumbuhan industri pariwisata menghasilkan limbah yang semakin meningkat pula. Sarana pariwisata seperti hotel, membutuhkan air yang sangat banyak. Keterbatasan cakupan layanan air bersih oleh PDAM menimbulkan alternatif lain yang dipilih oleh masyarakat/pelaku industri pariwisata untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya dengan mengambil air tanah. Bila pengambilan air tanah tidak sesuai dengan daya dukungnya, akan mengakibatkan terjadinya penurunan muka air tanah, intrusi air laut. Penurunan kualitas air tanah akan terjadi akibat pencemaran limbah cair hasil dari industri pariwisata yang dibuang ke lingkungan tanpa melalui pengelolaan yang semestinya. Menurut Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan diketahui bahwa setiap tahun terjadi peningkatan angka stakeholder yang menyampaikan permohonan izin pemanfaatan air bawah tanah dan hingga tahun 2009 terinventarisasi sebanyak 306 unit sumur bor yang memiliki izin, sedangkan yang tidak terinventarisir kemungkinan jumlahnya jauh lebih banyak. Meningkatnya pemanfaatan air bawah tanah yang tidak terkendali tanpa adanya upaya pengelolaan dan pengawetannya akan berdampak terjadinya penurunan permukaan air tanah, sehingga rongga-rongga tanah hanya terisi oleh oksigen (BPPT, 2010). Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan wilayah pesisir yang berdekatan dengan pantai, maka kekosongan yang terjadi di dalam tanah secara perlahan-lahan akan terisi oleh air laut. Beberapa daerah

9 di Kota Medan terindikasi telah terjadi intrusi air laut sejauh 13 km dari garis pantai bagian utara Kota Medan (Sastra, 2009). Selain masalah air, masalah sampah perkotaan juga tidak kalah pentingnya. Persoalan sampah kota tidak hanya teknik, tetapi juga sosial, ekonomi dan budaya. Masalah sampah kota umumnya terjadi pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terutama di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan. Masalah tersebut diantaranya adalah keterbatasan lahan TPA, produksi sampah yang terus meningkat, teknologi proses yang tidak efisien dan tidak ramah lingkungan, serta belum dapat dipasarkannya produk sampingan sampah kota. Padahal produk hasil sampingan sampah sebenarnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah, misalnya pupuk organik, biogas, dan tenaga listrik (Sudrajat, 2007). Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu bentuk konsep yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan. Pengembangan RTH di perkotaan diupayakan membuka peluang terciptanya kawasan hijau yang bersifat alami dengan vegetasi jenis tanaman yang merupakan bagian dari penataan ruang kota sebagai kawasan hijau (Purnomo,2001). Fungsi RTH di perkotaan antara lain: (1) sebagai penjaga kualitas lingkungan, (2) sebagai penyumbang ruang bernafas yang segar dan keindahan visual, (3)sebagai paru-paru kota, (4) sebagai penyangga sumber air dalam tanah, (5) untuk mencegah erosi,(6) sebagai unsur dan sarana pendidikan (Simonds, 1983). Tingkat kesadaran global mengenai lingkungan hidup dan perubahan iklim pada beberapa tahun belakangan ini meningkat dengan tajam. Berbagai gerakan hijau

10 pun dilakukan untuk melindungi bumi dengan mengimplementasikan berbagai upaya efisiensi penggunaan energi dan peminimalisiran kerusakan lingkungan. Upaya antisipasi pemanasan global tersebut dilakukan oleh sektor bangunan, mengingat pada kenyataan bahwa bangunan merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di bumi ini. Seluruh emisi CO 2 yang ada di dunia, 30-40% dihasilkan oleh bangunan, sehingga setiap pengurangan emisi pada bangunan akan berdaya ungkit besar terhadap upaya antisipasi pemanasan global tersebut (Firsani, 2012). Hotel merupakan salah satu penggunaan energi terbesar. Seiring dengan meningkatnya tarif biaya energi, untuk memberikan kualitas pelayanan terbaik, biaya operasional hingga 30% diantaranya adalah komponen pembelian energi, juga meningkat dengan signifikan. Sebelum krisis tahun 1997, komponen biaya energi di perhotelan hanya mencapai 10% (Elyza, 2005). Pengaturan pemakaian penerangan listrik yang baik akan membantu mengurangi pemborosan energi listrik. Hotel-hotel besar sering mempunyai koridor yang panjang yang tidak memerlukan penerangan yang banyak. Koridor demikian dapat memakai lampu-lampu yang hemat energi. Kamar tamu dapat dilengkapi dengan peralatan yang menjadi semua lampu akan mati bila tamu meninggalkan ruangan. Otomatisasi gedung akan membawa banyak penghematan energi. Gedung yang serba otomatis itu sering juga dinamakan gedung pintar atau smart building (Kadir, 2010) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, harus dilaksanakan insentif dan/atau disinsentif sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 32 ayat (3) huruf b: Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana

11 dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) huruf c antara lain diterapkan dalam bentuk; penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup. Eksternalitas merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.keberadaannya menyita perhatian karena lingkungan sering menjadi korban dari adanya eksternalitas, terutama eksternalitas negatif (Hidayat 2007). Menurut Fauzi (2004) untuk menyelesaikan kasus eksternalitas, ada tiga alternatif pendekatan yaitu, (1) melalui proses internalisasi; (2) pembebanan pajak; dan (3) pemberian hak kepemilikan.ketiga pendekatan ini pada akhirnya bermuara pada satu persoalan, yaitu nilai eksternalitas, berapa nilai yang harus dibebankan kepada penghasil eksternalitas negatif. Besaran biaya eksternalitas biasanya dihitung berdasarkan proporsi biaya input produksi barang dan jasa (Sundaya, 2009). Proporsi biaya eksternalitas tersebut diwujudkan dalam bentuk sebuah angka yang disebut koefisien eksternalitas. Besaran koefisien eksternalitas tentu saja tidak akan sama pada semua bidang. Besarannya sangat tergantung pada jenis produksi dan limbah yang dihasilkan akibat proses produksi tersebut. Sehubungan dengan pengelolaan di atas, meskipun nilai PDRB sektor hotel di Kota Medan terus meningkat, tetapi masih belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya karena faktor eksternalitas belum diperhitungkan dalam penghitungan PDRB di atas.berapa besar sebenarnya peningkatan PDRB sektor hotel di Kota Medan jika memperhitungkan biaya eksternalitas sebagai biaya pengganti sumber

12 daya alam dan biaya perbaikan lingkungan yang rusak akibat kegiatan sektor hotel di Kota Medan. Dengan mengetahui biaya-biaya tersebut, maka sumbangan kegiatan sektor hotel bagi perekonomian Kota Medan akan dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya. 1.2 Identifikasi Permasalahan Dari fenomena-fenomena di atas dapat diidentifikasi permasalahan yang terjadi yaitu sebagai berikut: Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto konvensional sektor hotel di Kota Medan belum dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya karena biaya pengganti sumberdaya alam dan biaya perbaikan lingkungan yang rusak masih dianggap sebagai menciptakan nilai tambah. Berapa biaya yang harus dikeluarkan dari kegiatan sektor hotel di Kota Medan agar kelestarian sumberdaya alam tetap terjaga dan kegiatan sektor hotel tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.dengan diketahui besaran biaya tersebut di atas, maka dapat ditentukan faktor koreksi terhadap PDRB konvensional menjadi PDRB hijau, dan dapat diketahui besarnya pengaruh biaya eksternalitas terhadap biaya kegiatan sektor hotel di Kota Medan. 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa besarnya biaya eksternalitas sektor hotel sebagai faktor koreksi dari PDRB konvensional menjadi PDRB hijau sektor hotel di Kota Medan?

13 2. Apakah ada perbedaan besarnya biaya eksternalitas negatif menurut klasifikasi hotel di Kota Medan? 3. Berapa perkiraan besarnya biaya eksternalitas negatif yang dibebankan kepada hotel dengan jumlah kamar dan tingkat hunian kamar sebagai variabel penentu di Kota Medan? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan besarnya biaya eksternalitas sektor hotel sebagai faktor koreksi PDRB konvensional menjadi PDRB hijau sektor hoteldi Kota Medan 2. Mengetahui perbedaan besarnya biaya eksternalitas negatif menurut klasifikasi hotel di Kota Medan 3. Menentukan besarnya biaya eksternalitas negatif yang dibebankan kepada hotel dengan jumlah kamar dan tingkat hunian kamar sebagai variabelpenentu di Kota Medan 1.5 Kerangka Konseptual Penghitungan Gross National Product sebagai indikator perekonomian mengabaikan kelangkaan Sumberdaya Alam (SDA), dimana SDA tersebut merupakan faktor dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sedangkan pada sisi lain degradasi dan pengerusakan lingkungan berhubungan dengan aktivitas ekonomi dan aktivitas lainnya. Berdasarkan hal tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan World Bank telah membangun sebuah alternatif indikator secara makro dari perubahan lingkungan, pendapatan dan output. Sebagai hasil dari usaha tersebut,

14 Statistical Division of the United Nations (UNSTAT), mempublikasikan handbook System of National Account (SNA) pada tahun 1993 yang menyediakan konsep dasar dalam mengimplementasikan System for Integrated Environmental and Economic Accounting (SEEA) dan perubahan lingkungan pada GDP (Green GDP) yang mengilustrasikan hubungan antara lingkungan alamiah dan perekonomian. Menanggapi rekomendasi dari PBB, Economic Planning Agency of Japan (EPA) menerbitkan untuk pertama kali pada tahun 1995 estimasi SEEA dan Green GDP untuk tahun 1985 dan tahun Dalam definisi tersebut dapat difahami bahwa konsep pembangunan berkelanjutan didirikan atau didukung oleh 3 pilar, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Secara skematis, keterkaitan antara 3 komponen dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut: (Sugandhy, 2007). EKONOMI SOSIAL LINGKUNGAN Gambar 1.1 Tiga pilar pembangunan berkelanjutan

15 Integrasi dari Gross Regional Domestic Product (GRDP) konvensional atau System Regional Account (SRA) dan lingkungan disebut System of Integrated Environmental and Economic Accounting (SEEA).SEEA adalah basis dari penghitungan green GRDP yang mempertimbangkan SDA sebagai modal yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.oleh karena itu, juga diperhitungkan deplesi dari modal tersebut. Aktivitas produksi memberikan output yang sangat berguna bagi mahluk hidup dan output yang lain. Output jenis ini dapat merusak kehidupan dan konservasi alami. Usaha untuk mencegah dan menyelesaikan masalah tersebut telah menciptakan aktivitas ekonomi yang baru, yaitu di satu sisi hal tersebut meningkatkan GRDP tetapi di sisi lain menghitungbiaya degradasi lingkungan. Penghitungan biaya tersebut menyebabkan pendapatan perkapita menjadi lebih rendah, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.2 berikut.

16 Nilai Tambah = NilaiProduksi - Biaya Input Antara Penghematan Biaya Akuntansi Moneter terhadap Sumberdaya Alami Penambahan - Pengurangan Akuntansi Moneter terhadap kualitas lingkungan Akuntansi Fisik terhadap Sumberdaya Nasional Akuntansi Fisik terhadap kualitas lingkungan Gambar 1.2. Green NRDP regional (Sumber : Muchtar et al, 2004) PDRB Konvensional Depresiasi - = PDRN Konvensional +/- Deflesi Lingkungan = PDRN 1 (PDRN Semi Hijau) +/- Degredasi Lingkungan = PDRN 2 (PDRN Hijau) Skema pada gambar 1.2 menunjukkan penghitungan GRDP pada aspek lingkungan berdasarkan nikai konvensionalnya.hal tersebut bertujuan untuk memudahkan analisis dan penyaringan data.sebenarnya, GRDP adalah konvensional karena tidak memperhitungkan faktor SDA dan lingkungan.net Regional Domestic Product (NRDP) adalah GRDP yang sudah termasuk depresiasi.nrdp 1 (semi green) adalah NRDP yang menghitung deplesi dari SDA dan lingkungan. Deplesi lingkungan dan SDA adalah stock pada tahun t yang dikurangi stock pada tahun t-1. Meskipun, deplesi dapat dihitung stock akhir dikurangi stok awal atau penambahan SDA dikurangi SDA itu sendiri dikurangi faktor-faktor lain. NRDP 2 (green) adalah NRDP 1 yang memasukkan degradasi SDA dan lingkungan.

17 Proses terbentuknya green GRDP yang diperlihatkan oleh gambar 1.2, akanmemperjelas tentang sirkulasi perekonomian. Hubungan timbal balik antara ekonomi dan lingkungan diperkotaan diperkuat oleh sustainable development framework pada gambar 1.1. Berdasarkan framework yang terlihat pada gambar 1.2 dapat dijadikan acuan bahwa, adanya deplesi SDA dan degradasi lingkungan akan menyebabkan nilai PDRB hijau regional akan semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan yang optimal ditunjukkan oleh PDRB yang tinggi yang disertai rendahnya deplesi dan degradasi lingkungan, sehingga dapat tercapai pembangunan kota yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

18 Output Sektor Hotel Biaya Antara Sektor Hotel PDRB Konvensional Sektor Hotel Biaya Eksternalitas Sektor Hotel 1. Biaya Pengolahan Limbah Cair 2. Biaya Pengolahan Sampah 3. Biaya Pengelolaan RTH 4. Penghematan Biaya Energi Listrik PDRB Hijau Sektor Hotel Biaya Eksternalitas Negatif Sektor Hotel 1. Limbah cair 2. Sampah 3. Ruang Terbuka Hijau Gambar 1.3. Kerangka pemikiran 1.6 Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: 1. Nilai PDRB konvensional lebih besar dari nilai PDRB hijau sektor hotel di Kota Medan 2. Tidak ada perbedaan besarnya biaya eksternalitas negatif menurut klasifikasi hotel di Kota Medan

19 3. Besarnya biaya eksternalitas negatif yang dibebankan kepada hotel dengan jumlah kamar dan tingkat hunian kamar sebagai variabel penentu tidaksama menurut klasifikasi hotel. 1.7 Manfaat Penelitian Manfaat Praktis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jika besarnya biaya eksternalitas sektor hotel dapat diketahui maka faktor koreksi PDRB konvensional menjadi PDRB hijau sektor hotel dapat ditentukan di Kota Medan. 2. Jika diketahui ada perbedaan besarnya biaya eksternalitas negatif menurut klasifikasi hotel maka dapat ditentukan kebijakan penanggulangan biaya eksternalitas negatif berdasarkan klasifikasi hotel di Kota Medan. 3. Secara teoritis penelitian ini mengembangkan metode penghitungan PDRB hijau dan menentukan besaran biaya eksternalitas negatif yang ditanggung oleh penghasil eksternalitas negatif di Kota Medan. 1.8 Novelty Indikator Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) konvensional hanya mengukur hasil kegiatan ekonomi tanpa memasukkan dimensi lingkungan di dalamnya.indikator ini perlu direvisi dengan memperhitungkan besarnya nilai deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan. Analisis biaya eksternalitas PDRB hijau untuk pembangunan berkelanjutan sektor hotel di Kota Medan, Sumatera Utarapada penelitian ini, menentukan besarnya faktor koreksi PDRB konvensional sektor hotel yang selama ini digunakan

20 sebagai indikator pembangunan menjadi PDRB hijau sektor hotel sebagai indikator pembangunan berkelanjutan.selain itu, dengan menggunakan model dinamik, hasil penelitian ini dapat menentukan besaran biaya eksternalitas negatif yang dibebankan kepada hotel sesuai dengan klasifikasi hotel.

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi tidak akan pernah ada tanpa sumberdaya alam dan lingkungan karena setiap aktivitas ekonomi pastilah bersentuhan dengan salah satu atau bahkan keduanya sekaligus.

Lebih terperinci

Pengertian Produk Domestik Bruto

Pengertian Produk Domestik Bruto KONTRIBUSI KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO 1 Dodik Ridho Nurrochmat 2 Pengertian Produk Domestik Bruto Neraca pendapatan nasional (national income accounting) merupakan salah satu inovasi penting

Lebih terperinci

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi kutub pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sumber daya lokal, pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi dinegara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim meningkat pesat akhir-akhir ini. Berbagai gerakan hijau dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi, tetapi pembangunan ekonomi juga menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN. Emi Roslinda

PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN. Emi Roslinda PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN Emi Roslinda Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak Email : eroslinda71@gmail.com ABSTRAK Secara konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL

VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL Sektor ekonomi kakao yang sebenarnya merupakan bagian dari sub sektor perkebunan dan bagian dari sektor pertanian dalam arti luas mempunyai pangsa

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni Pemerintah Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni 1972. Pemerintah Indonesia sendiri menaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Perumusan Masalah

BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Perumusan Masalah BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Perumusan Masalah Hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan wilayah yang terdiri dari tegakan pohon dan faktor-faktor abiotis seperti, air, udara, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan isu green accounting tersebut di tahun 1980-an. Di

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan isu green accounting tersebut di tahun 1980-an. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep green accounting sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa, diikuti dengan mulai berkembangnya penelitianpenelitian yang terkait dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Instrumen Ekonomi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiga per empat luas wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI )

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI ) PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI ) Oleh: M. Suparmoko Materi disampaikan pada Pelatihan Penyusunan PDRB Hijau dan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang pada tanggal 4-10 Juni 2006 1 Hutan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan, 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional yang berfokus pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak negara di berbagai penjuru dunia dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di masing-masing

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sambutan dalam Rapat Koordinasi/Temu Karya Nasional Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam Daerah Kemendagri,

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu II. METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dunia industri merupakan salah satu indikator yang memberikan penggambaran untuk menilai perkembangan ekonomi suatu Negara. Kemajuan industri di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki daya tarik yang tinggi. Oleh sebab itu, Yogyakarta menjadi kota

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki daya tarik yang tinggi. Oleh sebab itu, Yogyakarta menjadi kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota wisata favorit di Indonesia. Wisatawan lokal maupun wisatawan asing menganggap alam, sejarah, budaya, dan kuliner di Yogyakarta

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Oleh Dewi Triwahyuni PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

Visi Indonesia Pembangun- an Manusiaa Ekonomi. Infrastruktur. Kelautan. Transportasi dan Konektivitas. Pertanian. Pariwisata. dan.

Visi Indonesia Pembangun- an Manusiaa Ekonomi. Infrastruktur. Kelautan. Transportasi dan Konektivitas. Pertanian. Pariwisata. dan. PATHWAY Efisiensi Sumberdaya dan Pengelolaan Sampah Pembangun- n- an Manusiaa Ekonomi Infrastruktur Transportasi dan Konektivitas Visi Indonesia 2050 Kelautan Pertanian Pariwisata dan Keragaman Budaya

Lebih terperinci

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BERAU 3.1. Tinjauan Umum Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kontribusi dari masing-masing sektor perekonomian. Pada tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. atau kontribusi dari masing-masing sektor perekonomian. Pada tahap-tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari beberapa wilayah yang memiliki struktur perekonomian yang beraneka ragam. Struktur ekonomi dapat dilihat dari peran atau kontribusi dari masing-masing

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DEVELOPMENT THROUGH GREEN ECONOMY AND GREEN JOBS

SUSTAINABLE DEVELOPMENT THROUGH GREEN ECONOMY AND GREEN JOBS SUSTAINABLE DEVELOPMENT THROUGH GREEN ECONOMY AND GREEN JOBS BY : SHINTA WIDJAJA KAMDANI JAKARTA, FEBRUARY 24 TH 2015 APAKAH ITU EKONOMI HIJAU? Ekonomi Hijau : - Peningkatan kualitas hidup & kesetaraan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PEMBANGUNAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK RPJMN PENDEKATAN DUKUNGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PENGUKURAN KINERJA PEMBANGUNAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK RPJMN PENDEKATAN DUKUNGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGUKURAN KINERJA PEMBANGUNAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK RPJMN 2015-2019 PENDEKATAN DUKUNGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Wahyu Marjaka Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

perkembangan semua sektor-sektor ekonomi yang sektor industri, sektor perhubungan, sektor ekonomi bagi sektor-sektor yang mengelola terintegrasi.

perkembangan semua sektor-sektor ekonomi yang sektor industri, sektor perhubungan, sektor ekonomi bagi sektor-sektor yang mengelola terintegrasi. INTEGRASI ANTARA ASPEK LINGKUNGAN DAN EKONOMI DALAM PENGHITUNGAN PDRB HIJAU PADA SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI Made Suyana Utama Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Abstract In

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, adalah menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI (Studi Kasus: PT Coca Cola Bottling Indonesia Divisi Jawa Tengah, PT. Leo Agung Raya, PT Djarum Kudus, dan Sentra Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci