Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2016"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2016 DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN

2

3 RINGKASAN EKSEKUTIF Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2016 memiliki program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian dengan sasaran strategis adalah : mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan; mewujudkan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan; dan mewujudkan perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Untuk mengetahui capaian sasaran strategis tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut : presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan; presentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan; dan tercapainya target penyaluran kredit berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR). Untuk mendukung capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah dilakukan kegiatan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan, pengendalian pelaksanaan kebijakan; dan pelaporan yang mencakup 5 (lima) unit kegiatan Eselon II, yaitu : Koordinasi Kebijakan Bidang Fiskal; Koordinasi Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran; Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil; Koordinasi Kebijakan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan Koordinasi Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Evaluasi dan analisis capaian kinerja 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah menunjukkan hasil yang signifikan antara capaian realisasi dan target yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kerja pada awal tahun. Hal itu ditunjukkan dengan capaian indikator Sasaran Strategis 1 : Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan yang mencapai 125%; Sasaran Strategis 2 : Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan yang mencapai 125%; dan indikator Sasaran Strategis 3 : Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang mencapai 95% dari target yang ditetapkan sebesar 100 triliun. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, pencapaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2016 telah berhasil dengan baik dalam mendukung program Nawa Cita pemerintahan. i

4 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Ringkasan Eksekutif... ii Daftar Isi... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi... 2 C. Aspek Strategis... 3 D. Isu Strategis... 6 BAB II PERENCANAAN KINERJA... 8 A. Rencana Strategis... 8 B. Rencana Kerja C. Perjanjian Kinerja D. Pengukuran Kinerja BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Organisasi B. Analisis Capaian Kinerja Organisasi C. Analisis Capaian Kinerja dari Waktu ke Waktu D. Realisasi Anggaran BAB IV PENUTUP LAMPIRAN : Lampiran 1. Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan Lampiran 2. Quick Wins Deputi I Tahun 2016 ii

5 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tahun 2016 masih ditandai dengan lesunya pertumbuhan ekonomi secara global, namun demikian perekonomian Indonesia mampu tumbuh mencapai 5,04% secara kumulatif sampai dengan Triwulan III Tahun 2016 yang diikuti dengan penurunan kemiskinan dan pengangguran. Pertumbuhan ekonomi yang sempat melambat pada Kuartal I Tahun 2016 sebesar 4,91% dan terus meningkat pada Kuartal II Tahun 2016 mencapai 5,19%, pertumbuhan ekonomi didorong kuat oleh konsumsi rumah tangga dan dan diikuti dengan kenaikan jumlah investasi yang mulai meningkat. Selain pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, tingkat inflasi dapat terus terjaga pada level 3,02% (year on year) sepanjang Tahun 2016 dan hal ini masih dibawah asumsi makro APBNP 2016 sebesar 4,0%. Pengendalian inflasi tersebut didukung oleh penguatan koordinasi Pemerintah Pusat, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Pertumbuhan ini jauh lebih besar di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia dan negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu pertumbuhan yang tertinggi di Asia. Dalam hal arah kebijakan, sejalan dengan program nawacita yang diusung oleh pemerintahan yang baru, sedikitnya terdapat tiga hal strategis yang berkaitan dengan Unit Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, sebagaimana dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Mengingat semakin pentingnya peran dan fungsi koordinasi dalam mengantisipasi berbagai tantangan, khususnya perlambataan ekonomi dan kebutuhan akan pertumbuhan yang tinggi serta peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah panjang, peran Kementerian Koordinator diperkuat dengan menambahkan fungsi pengendalian yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 Tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Unit Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan mendapat peran dalam mengawal tercapainya 1

6 program pemerintah Tahun 2016 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, meningkatkan investasi, dan menjaga daya beli masyarakat baik melalaui serangkaian program yang telah ditatapkan maupun paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah melalui kegiatan-kegiatan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian. Dalam upaya mengantisipasi tuntutan output yang direncanakan pada tahun 2016, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyusun dan menetapkan Rencana Kerja (Renja) 2016 dengan memperhatikan Rencana Strategis (Renstra) sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Renja yang ditetapkan merupakan tolak ukur keberhasilan maupun kegagalan unit organisasi dan sekaligus menjadi dasar penilaian dalam evaluasi kinerja. Hasil evaluasi atas kinerja Deputi I tergambar pada Laporan Kinerja (LAKIP) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan. LAKIP menjadi potret implementasi Sasaran Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada Deputi I yang meliputi : perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengelolaan kinerja, serta pelaporan dan evaluasi. B. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. Per-5/ M.EKON/05/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dicantumkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan unsur pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di bidang ekonomi makro dan keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan secara struktural membantu pekerjaan dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan tugas pokoknya adalah Menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi makro dan keuangan. dan menjalankan fungsinya untuk : 1. Melakukan koordinasi, dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang ekonomi makro dan keuangan; 2. Melakukan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang ekonomi makro dan keuangan; 3. Melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang ekonomi makro dan keuangan; dan 2

7 4. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan membawahi 5 (lima) lima unit Eselon II yang terdiri dari : 1. Asisten Deputi Fiskal; 2. Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran; 3. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil; 4. Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; 5. Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional. Bagan 1 Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Dan Keuangan DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN Asisten Deputi Fiskal Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara Bidang Penerimaan Negara Bidang Moneter Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah Bidang Pasar Modal dan Lembaga Bidang BUMN Industri Bidang Pengeluaran Negara dan Pembiayaan Bidang Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi Internasional Bidang Sektor Riil Bidang Perbankan Bidang BUMN Usaha Jasa Bidang Program dan Tata Kelola Kelompok Jabatan Fungsional C. ASPEK STRATEGIS Dalam rangka mencapai target kinerja tahunan seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan mewujudkan manajemen pemerintahan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, serta berorientasi pada hasil, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan menuangkannya ke dalam Perjanjian Kinerja dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bentuk tanggung jawab keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian target kinerja. 3

8 Sasaran strategis yang ingin dicapai melalui perencanaan strategis di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan adalah : 1. Mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 2. Mewujudkan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 3. Mewujudkan perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Indikator Kinerja Utama (IKU) Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan dalam mewujudkan sasaran stategis di atas dituangkan dalam : 1. Presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 2. Presentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 3. Tercapainya target penyaluran kredit berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR). Adapun peran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dalam rangka ikut berkontribusi memenuhi harapan stakeholder antara lain : 1. Dalam Rangka Menjaga Stabilitas Ekonomi Mengkoordinasikan dan mensinkronisasikan pelaksanaan program Pengedalian Inflasi baik tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendalian Inplasi (TPI) dan Tim Pengendallian Inflasi Daerah (TPID) melalui pengendalian harga-harga komoditas pangan, menjaga pasokan barang dan jasa, dan menjaga daya beli masyarakat. Kegiatan ini ditujukan agar pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan mayarakat tidak tergerus oleh kenaikan harga-harga komoditas, terutama kelompok komoditas pangan dan komoditas yang harganya diatur pemerintah. Melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama-sama Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian inflasi daerah agar tidak jauh dari angka yang ditetapkan secara nasional (4±1)%. 2. Dalam Rangka Menjaga Pertumbuhan Ekonomi Merekomendasikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tentang Penyusunan Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoral kepada 11 Menteri dan 2 Kepala Badan (Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata, 4

9 Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Tenaga Kerja Indonesia, dan Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, serta Badan Ekonomi Kreatif). Selaku Sekretaris Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri PKLN, Deputi I mengkoordinasikan persetujuan PKLN kepada Ketua Tim Koordinasi Pengelolaan PKLN (Menko Perekonomian) terkait Proses pemberian persetujuan PKLN, ditujukan pada perusahaan-perusahaan yang menanamkan investasi pada produsen listrik. Pada tahun 2016 persetujuan PKLN sebesar USD 50 juta diberikan untuk mendanai proyek Tower Crossing 500 KV TL dari Watudodol-Segara Rupek, persetujuan ini diberikan untuk mendukung program pemerintah dalam menyediakan listrik MW listrik melalui investor swasta, listrik yang dihasilkan selanjutnya dijual dan disalurkan kepada masyarakat melalui PLN dalam skema Independent Power Producer (IPP). Mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga teknis terkait pelaksanaan evaluasi PP No. 18 Tahun 2015 stdtd PP No. 9 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah- Daerah Tertentu (Tax Allowance), dalam upaya memberikan kemudahan dan fasilitas bagi investor dalam memperluas pada cakupan komoditas dan jangkauan pengembangan wilayah, pemerataan pertumbuhan antara daerah jawa dan di luar jawa, serta penyerapan tenaga kerja. Evaluasi juga ditujukan untuk mengeluarkan atau membatalkan pemberian fasilitas pada komoditi yang tidak perlu lagi diproteksi. Koordinasi Tax Holiday merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi serta mengatasi permasalahan struktural perekonomian adalah dengan memberikan fasilitas Tax Holiday, yaitu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Pemberian Fasilitas ini diharapkan dapat mendorong penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan ekternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru dan memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Upaya ini sekaligus memperkuat komitmen Pemerintah untuk tetap berupaya menjaga iklim investasi dunia usaha ditengah langkah-langkah untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan. 5

10 D. ISU STRATEGIS Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, setidaknya terdapat isu strategis yang menjadi bagian dari koordinasi Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan. Pertama, menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi sehingga dapat menciptakan tambahan lapangan pekerjaan yang cukup bagi angkatan kerja baru yang pada akhirnya akan mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan. Selain itu tugas yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga dan mengendalikan inflasi tetap rendah guna menjaga tingkat daya beli masyarakat. Kedua, menjaga kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar optimal dalam memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks ini, perlu dijaga agar penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan tetap tumbuh tinggi namun dengan tetap menjaga keberlangsungan sektor riil dan menjaga iklim investasi tetap kondusif. Ketiga, mendorong peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam kontribusi pembangunan di Indonesia dengan melalui penguatan modal BUMN melalui program penyertaan modal negara dan memfasilitasi BUMN agar mendapatkan sumber dana yang murah dan jangka panjang sesuai dengan karakteristik pembiyaan infratruktur yang memang membutuhkan pembiyaan dalam jangka panjang Keempat, koordinasi dalam meningkatkan arus investasi dengan jalan menjaga iklim investasi tetap kondusif dan memberikan relaksasi fiskal guna lebih meningkatkan daya saing investasi. Kelima, mendorong tumbuhnya UMKM sebagai salah satu pilar utama pembangunan ekonomi Indonesia dengan jalan memberikan dukungan kemudahan akses pembiyaan UMKM dengan proses yang mudah, cepat dan tingkat suku bunga yang kompetitif. Keenam, melakukan harmonisasi kebijakan di tingkat pusat dan daerah sehingga salah satu agenda pembangunan yang tercantum dalam nawacita yakni membangun dari pinggiran dapat terealisasi dengan baik. 6

11 Bagan 2. Peta Strategi Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tujuan : TERWUJUDNYA KEBIJAKAN DI BIDANG EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN YANG INKLUSIF DAN BERKELANJUTAN MELALUI KOORDINASI & SINKRONISASI KEBIJAKAN DI BIDANG EKONOMI MAKRO & KEUANGAN, PENGENDALIAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN DI BIDANG EKONOMI MAKRO & KEUANGAN, PERLUASAN AKSES PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO KECIL (UMK) SS3. Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil (UMK) Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016 MEMENUHI HARAPAN STAKEHOLDER, STRATEGIIC OUTCOME SS1. Terwujudnya Koordinasi & Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro & Keuangan Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi SS2. Terwujudnya Pengendalian Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro & Keuangan STRATEGIC DRIVERS: Koordinasi, SInkronisasi dan Pengendalian Kebijakan PERUMUSAN & PENETAPAN PELAKSANAAN MONITORING & EVALUASI Bidang Koordinasi Fiskal Bidang Koordinasi Moneter & Neraca Pembayaran Bidang Koordinasi Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil Bidang Koordinasi Pasar Modal & Lembaga Keuangan Bidang Koordinasi Badan Usaha Milik Negara Meningkatnya efektivitas telahaan dan kajian untuk mendukung perumusan & Pengendalian Kebijakan Meningkatnya efektivitas pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian / Lembaga Meningkatnya efektivitas monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Meningkatnya efektivitas koordinasi dan sinkronisasi perumusan dan penetapan kebijakan DUKUNGAN DASAR Terwujudnya dukungan administrasi kegiatan dan tata kelola di lingkungan Kedeputian Ekonomi Makro dan Keuangan: 1. SDM berbasis kompetensi 2. Struktur organisasi efektif dan efisien 3. Sistem informasi yang terintegrasi dan ketersediaan data / informasi yang akurat, komprehensif, dan terkini 4. Akuntabilitas kinerja yang baik 7

12 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS Sebagaimana telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan bagian integral dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beserta rencana strateginya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya unit organisaasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan menetapkan Rencana Kerja Tahunan yang berisi sasaran program/kegiatan, indikator kinerja, dan target yang harus dicapai. Pada pelaksanaan program/kegiatan Tahun 2016, target ini dituangkan dalam dokumen Rencana Kinerja (Renja) Tahun 2016 yang ditetapkan untuk setiap indikator kinerja. adalah: Sasaran Strategis yang akan dicapai dalam perencanaan kinerja Tahun Pertama, Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan; 2. Kedua, Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan; dan 3. Ketiga, Terwujudnya Perluasaan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai pencerminan tingkat capaian Sasaran Strategis adalah : 1. Pertama, Persentase Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Target 80%; * 2. Kedua, Persentase Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Target 80%; * dan 3. Ketiga, Tercapainya Target Penyaluran Kredit Berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp. 100 Triliun. Catatan *: Target IKU Tahun 2016 sebesar 80% ditetapkan dengan asumsi bahwa struktur organisasi (jabatan struktural) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan I belum sepenuhnya terisi Sumber Daya Manusia (SDM). 8

13 Rencana Kinerja merupakan penjabaran Rencana Strategis Unit Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun yang merupakan perencanaan jangka menengah organisasi yang berisi gambaran sasaran atau kondisi hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun beserta strategi yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran sesuai dengan tugas, fungsi, dan peran yang diamanahkan. Penyusunan Renstra Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan tersebut mengacu pada Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) Tahun B. RENCANA KERJA 2016 Dengan berpedoman pada Renstra dan memperhatikan rancangan awal Rencana Kerja (Renja), unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah menyusun Renja Tahun 2016 yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai dengan program induk yang didukung. Renja dirinci menurut indikator keluaran, sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta pelaksanaannya. Pagu awal anggaran Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan adalah sebesar Rp ,- namun kemudian terjadi pemotongan dan penghematan anggaran sehingga pagu anggaran 2016 menjadi hanya sebesar Rp ,-. Namun jika memperhitungkan tambahan anggaran KEIN yang disahkan pada Bulan Agustus 2016 total pagu anggaran menjadi sebesar Rp ,- setelah pemotongan dan penghematan anggaran menjadi sebesar Rp ,-. Untuk mencapai sasaran strategis dan sasaran pendukung lainnya yang berkaitan dengan isu strategis, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan melaksanakan beberapa kegiatan Tahun 2016, yaitu : 1. Kegiatan Kebijakan Bidang Fiskal. 2. Kegiatan Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran. 3. Kegiatan Kebijakan Bid. Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill. 4. Kegiatan Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan serta Program Kebijakan Perluasan Akses Pembiayaan Bagi UMK melalui Skema Penyaluran Kredit Berpenjaminan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). 5. Kegiatan Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara. 9

14 C. PERJANJIAN KINERJA Dalam rangka mencapai strategi organisasi dan meningkatkan kinerja, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah melaksanakan penandatangan perjanjian kinerja dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Hal ini diikuti dengan Penandatanganan perjanjian kinerja antara Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan setiap unit eselon II yang dikoordinasikannya melalui kontrak kinerja. Kontrak Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsung yang berisi pernyataan kesanggupan untuk mencapai Indikator Kinerja Utama dengan target yang telah ditetapkan. Penyusunan kontrak kinerja dimulai dari level pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsi serta IKU yang bersifat cascade dari atasan, indikator dalam kontrak kinerja individu tertuang dalam laporan kinerja bulanan pegawai. Penetapan Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja adalah untuk : 1. Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur; 2. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dengan pemberi tugas; 3. Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; 4. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan 5. Sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi. Dokumen perjanjian kinerja merupakan dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Pencapaian sasaran strategis unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) dimana penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan. Oleh karena itu Indikator-indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah indikator kinerja utama tingkat eselon I. 10

15 Rencana Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016 sebagaimana yang telah dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 dan Rencana Kerja Tahun 2016 adalah sebagai berikut : Tabel 3 Perjanjian Kinerja Kedeputian I Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2016 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Persentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. Persentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). 80% 80% Rp. 100 Triliun Untuk mendukung capaian kinerja tersebut, disusun rencana aksi kegiatan sebagaimana pada lampiran. D. PENGUKURAN KINERJA Pengukuran tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016 dengan realisasinya. Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui serangkaian penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akan diperoleh indeks capaian IKU. Formula penghitungan capaian IKU adalah sebagai berikut : Capaian IKU (kinerja) = Realisasi Target 100% 11

16 Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut : Tabel 4 Indeks Capaian IKU Hijau Kuning Merah 100 X 120 (memenuhi ekspektasi) 80 X < 100 (belum memenuhi ekspektasi) X < 80% (tidak memenuhi ekspektasi) Prinsip pengukuran tingkat capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan adalah sebagai berikut : 1. Unit Organisasi Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan bagian integral dari Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2. Deputi menjabarkan Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam Sasaran Program yang menghasilkan rekomendasi yang diharapkan memiliki dampak luas (outcomes). Yang ditindaklanjuti oleh Asisten Deputi dengan menjabarkan Sasaran Program Deputi dalam Sasaran Kegiatan yang menghasilkan rekomendasi (output). 3. Dalam menjalankan Sasaran Kegiatan, Para Asisten Deputi didukung dengan anggaran sesuai dengan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK). Kegiatan yang dilaksanakan Para Asisten Deputi menghasilkan berbagai rekomendasi di tingkat eselon II yang disampaikan kepada Deputi. 4. Rekomendasi menjadi indikator kinerja Asisten Deputi bila : Deputi mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan kepada Menko Perekonomian, Deputi mendisposisikan agar rekomendasi dikoordinasikan dengan instansi terkait untuk ditindaklanjuti, dan hasil koordinasi Asisten Deputi ditindaklanjuti oleh pejabat setingkat di instansi terkait. 5. Rekomendasi menjadi indikator kinerja Deputi bila : Menko Perekonomian mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan kepada Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Kepala Lembaga terkait dan atau Sidang Kabinet; Menko Perekonomian mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan menjadi produk Perundanganundangan, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri; dan Hasil koordinasi Deputi ditindaklanjuti oleh pejabat setingkat diinstansi terkait. 12

17 Tabel 5 Perhitungan Manual IKU Kedeputian I Manual Perhitungan IKU 1 : Peresentase Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Definisi Satuan : % Teknik Menghitung : Implementasi fungsi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan dengan Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rekomendasi yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan : Implementasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan = realisasi dibandingkan target, rekomendasi yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Realisasi Target X 100 % Sifat Data IKU Sumber Data Periode Data IKU : Maksimisasi : Keasdepan Fiskal, Keasdepan Moneter dan Neraca Pembayaran, Keasdepan Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil, Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Keasdepan Badan Usaha Milik Negara : Semesteran Manual Perhitungan IKU 2 Definisi Satuan % Teknik Menghitung : : Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan Implementasi fungsi pengendalian di bidang ekonomi makro dan keuangan oleh Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rekomendasi dan berdampak pada pelaksanaan kebijakan : Implementasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan = realisasi dibandingkan target, rekomendasi dan berdampak pada pelaksanaan kebijakan Realisasi Target X 100 % Sifat Data IKU Sumber Data Periode Data IKU : Maksimisasi : Keasdepan Fiskal, Keasdepan Moneter dan Neraca Pembayaran, Keasdepan Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil, Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Keasdepan Badan Usaha Milik Negara : Semesteran 13

18 Manual Perhitungan IKU 3 Definisi : : Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat/KUR Implementasi Penyaluran Pagu Kredit Berpenjaminan KUR Satuan : % Teknik Menghitung : Realisasi Penyaluran dibagi Pagu Penyaluran X 100% Pagu Sifat Data IKU Sumber Data Periode Data IKU : Maximisasi : Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan : Semesteran Catatan : 1. Jumlah Rekomendasi yang ingin dicapai untuk Sasaran Strategis 1 dan Sasaran Strategis 2 pada tahun 2016 masing-masing adalah 10 (sepuluh) rekomendasi. 2. Target yang ditetapkan untuk Sasaran Strategis 1 dan Sasaran Strategis 2 pada tahun 2016 masing-masing 80%. Artinya, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merencanakan hanya 8 rekomendasi dapat dicapai untuk masing-masing Sasaran Strategis 1 dan 2. Telah disampaikan pada halaman 6 bahwa Target IKU Tahun 2016 sebesar 80% karena struktur organisasi (jabatan struktural) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan I belum sepenuhnya terisi Sumber Daya Manusia (SDM). 3. Namun demikian jika 8 (delapan) rekomendasi dapat dicapai dalam pelaksanaannya, maka perhituangan realisasinya adalah 100%. 14

19 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Pengukuran tingkat capaian kinerja unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana) dengan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah tertuang dalam Penetapan Kinerja Kedeputian I Tahun Tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2016 berdasarkan hasil pengukurannya dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 6 Capaian Kinerja Kedeputian I Sasaran Strategis 1 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Persentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan (10 rekomendasi) Sasaran Strategis 2 80% 100% 125% Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Persentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan (10 rekomendasi) Sasaran Strategis 3 80% 100% 125% Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Rp. 100,- Triliyun Rp. 95,- Triliun 95% Rata-Rata Capaian Kinerja 115% 15

20 Presentase rekomendasi yang direncanakan untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 masingmasing adalah 80% dengan jumlah rekomendasi masing-masing 8 rekomendasi. Adapun target yang ditetapkan untuk masing-masing untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 adalah 80%. Capaian rata-rata atas indikator kinerja Tahun 2016 adalah sebesar 115% merupakan rata-rata penjumlahan dari masing-masing indikator kinerja dibagi tiga. Sehingga status kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan untuk sasaran strategis 1, 2 dan 3 berwarna hijau, sebagaimana telah dijabarkan pada tabel diatas. B. ANALISIS CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Sasaran Strategis 1 : Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan. Sebagai salah satu unit kerja di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan dalam rangka terwujudnya efektifitas koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan kepada stakeholder. Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan yang berdampak luas meliputi rekomendasi kebijakan antara lain sebagai berikut : 1. Rekomendasi terhadap penyusunan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) - (Paket Kebijakan VII : Mendorong Industri Padat Karya). Sebagai upaya untuk meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan serta percepatan pembangunan bagi bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu. Pemerintah memberikan fasilitas Pajak Penghasilan berupa Tax Allowance. Adapun pemberian fasilitas Tax Allowance dimaksud mengacu pada ketentuan Pasal 31A Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008, yaitu meliputi : 1. Pengurangan PPh netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal dan dibebankan selama 6 tahun (5% per tahun). 2. Penyusutan dan amortisasi dipercepat. 16

21 3. Pengenaan PPh atas Deviden yang dibayarkan kepada Subyek Pajak Luar Negeri sebesar 10 % atau tarif tax treaty (tarif normal 20%). 4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun dan tidak lebih dari 10 tahun dengan persyaratan tertentu. Sebagai pelaksanaan amanat UU dimaksud telah diterbitkan peraturan pemerintah yang dalam perjalanannya telah beberapa kali mengalami perubahan. Adapun daftar PP dimaksud yaitu PP Nomor 1 Tahun 2007, PP Nomor 62 Tahun 2008, PP Nomor 52 Tahu 2011 dan PP Nomor 18 Tahu Beberapa dasar pertimbangan dilakukannya perubahan terhadap PP Tax Allowance antara lain dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan ketentuan tersebut di lapangan sepertinya minimnya pemanfaatan fasilitas Tax Allowance karena prosedur pemberian fasilitas yang kurang jelas, perkembangan dunia usaha, dan pertimbangan kondisi perekonomian global dan nasional. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa terhadap PP mengenai fasilitas Tax Allowance telah beberapa kali dilakukan perubahan. Revisi terakhir terhadap PP dimaksud dilakukan berkenaan dengan peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi.Bahwa berdasarkan Paket Kebijakan Ekonomi dimaksud dalam rangka mendorong industri padat karya perlu untuk memberikan kebijakan insentif perpajakan yang salah satunya melalui pemberian fasilitas Tax Allowance. Berkenaan dengan belum tercantumnya industri padat karya ke dalam daftar bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas, maka cakupan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015 meliputi perubahan Lampiran dengan detail sebagai berikut : 1. Memindahkan bidang usaha pada Lampiran II PP Nomor 18 Tahun 2015, yang meliputi Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari, Industri Sepatu Olahraga, dan Industri Sepatu Teknik Lapangan/ Keperluan Industri menjadi bagian dari Lampiran I, dan 2. Menambah bidang usaha pada Lampiran I dengan tambahan Industri Pakaian Jadi dari Tekstil (Garmen) dan Industri Pakaian Jadi dari Kulit. Perkembangan: 1. Telah diundangkan PP Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu Berkenaan pada tanggal 22 April 2016 dan mulai berlaku pada tanggal 7 April

22 2. Berdasarkan perubahan dimaksud, maka perubahan jumlah bidang usaha (KBLI) di dalam Lampiran PP sejak PP Nomor 52 Tahun 2011 hingga PP Nomor 9 Tahun 2016 adalah sebagai berikut : Tabel 7 Perkembangan Jumlah KBLI dalam Lampiran PP Tax Allowance Keterangan PP 52/2011 PP 18/2015 PP 9/2016 Lampiran I Lampiran II Total Sumber: Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Tax Allowance, diolah. 2. Rekomendasi Terhadap Kebijakan Pengurangan PPh Pasal 21 Untuk Indutri Padat Karya Seiring dengan tujuan Pemerintah untuk membantu industri padat karya khususnya dalam rangka meningkatkan daya saing industri pada sektor tertentu yang berorientasi ekspor serta untuk mendukung program penciptaan dan penyerapan lapangan kerja, selain memberikan fasilitas Tax Allowance dipandang perlu memberikan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang dibayarkan oleh pemberi kerja yang memenuhi kriteria tertentu, untuk periode waktu tertentu. Berkenaan dengan hal tersebut di dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VII, selain melakukan revisi terhadap PP Nomor 18 Tahun 2015 juga dilakukan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut: 1. Pegawai yang menerima penghasilan dari pemberi kerja dengan kriteria tertentu dengan jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam 1 tahun paling banyak sebesar Rp ,- dikenai pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif 2,5% dan bersifat final (tarif PPh yang berlaku umum untuk Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp.50 juta adalah 5%), 2. Pemberi kerja tertentu dimaksud harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: - Merupakan Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha pada bidang industri alas kaki dan/atau tekstil dan produk tekstil; - Mempekerjakan pegawai langsung minimal orang; - Menanggung PPh Pasal 21 pegawainya; 18

23 - Melakukan ekspor paling sedikit 50% dari total nilai penjualan tahunan pada tahun sebelumnya; - Memiliki perjanjian kerja bersama; - Mengikutsertakan pegawainya dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan; - Tidak sedang mendapatkan atau memanfaatkan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday. 3. Ketentuan mengenai tarif pemotongan PPh Pasal 21 tersebut berlaku sementara, yaitu untuk Masa Pajak Juli 2016 sampai dengan Masa Pajak Desember Adapun maksud pemberlakuan kebijakan ini untuk periode tertentu ini diharapkan fasilitas yang diberikan Pemerintah dapat membantu industri padat karya sehingga industri tersebut kembali mencapai kondisi yang stabil. Perkembangan : Saat ini terhadap kebijakan untuk mendorong indsutri padat karya dimaksud telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2016 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober Adapun peraturan menteri selaku peraturan pelaksanaan PP dimaksud saat ini sedang dalam tahap penyusunan. 3. Tersusunnya Basis Data Perekonomian (PANDURATA) yang Terbaharui secara Periodik Basis data dan analisis untuk menghasilkan dukungan rekomendasi kebijakan dalam rangka pengambilan keputusan oleh pimpinan. Dengan terwujudnya koordinasi kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dan sinergi para pemangku kepentingan dalam mencapai target dan sasaran pembangunan. Selain itu, agar dapat dihasilkan basis data dan analisis yang berkualitas diperlukan dukungan aplikasi pengolah data, langganan basis data serta analis ekonomi untuk kebutuhan kegiatan pemantauan kondisi perekonomian terkini. Basis data yang telah terbentuk dengan alamat domain : pandurata.ekon.go.id disusun sebagai sumber rujukan cepat dalam memantau perkembangan ekonomi makro. Dengan memanfaatkan aplikasi data Bloomberg, panel data ekonomi yang terbaharui setiap hari juga dibentuk untuk memantau kondisi ekonomi global dan 19

24 domestik serta dampaknya untuk mendukung kebijakan yang akan diambil di dalam negeri. Pada akhirnya dapat dilaksanakan koordinasi kebijakan moneter dan neraca pembayaran yang bersifat real-time sebagai basis penyusunan rekomendasi kebijakan bidang moneter dan neraca pembayaran serta pengendalian pelaksanaan yang terkait dengan bidang moneter dan neraca pembayaran. Pandurata dapat diakses dengan mudah dari seluruh jaringan komputer Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, adapun data yang tersedia dan dapat diakses meliputi : Tabel 8 Basis Data Perekonomian (Pandurata) No Tahunan Kuartalan Bulanan 1 PDB dan Pertumbuhan PDB dan Pertumbuhan Inflasi dan Harga Ekonomi Ekonomi 2 Inflasi dan IHK Moneter dan Perbankan Tenaga Kerja 3 Tenaga Kerja APBN Kemiskinan 4 Kemiskinan Investasi Moneter dan Perbankan 5 Moneter dan Perbankan Pasar Modal APBN 6 APBN Indikator Ekonomi Pasar Modal Negara Mitra Dagang 7 Investasi Neraca Pembayaran Indikator Ekonomi Negara Mitra Dagang 8 Pasar Modal Ekspor dan Impor (Neraca Perdagangan) Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 9 Indikator Ekonomi Negara Mitra Dagang Transaksi Berjalan : Ekspor Barang Menurut Komoditas 10 Neraca Pembayaran Transaksi Berjalan : Impor Barang Menurut Kategori Ekonomi 11 Ekspor dan Impor (Neraca Perdagangan) Ekspor & Impor (Neraca Perdagangan) 4. Tersusunnya Model Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Leading Economic Indicator Salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator ini tidak hanya mengukur pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu. Angka pertumbuhan ekonomi pada periode yang akan datang memegang peranan penting dalam kegiatan perencanaan pemerintah kedepan. Oleh karena itu perlu dibangun sebuah model proyeksi pertumbuhan ekonomi supaya angka proyeksi mendekati nilai aktualnya. 20

25 Model ekonomi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai simplifikasi atas berbagai permasalahan yang kompleks, sehingga dapat diketahui strukturnya secara lebih jelas, berbagai keterkaitan antar variabelnya dan dapat diukur perubahanperubahan di dalamnya. Proses simplifikasi ini perlu dilakukan untuk memudahkan proses komunikasi bagi para stakeholder, terutama oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Penentuan asumsi, pemilihan variabel, penentuan garis hubungan dan sebagainya sangat mungkin terbuka ruang ketidaktepatan. Namun demikian, sebuah model tetaplah berguna sebagai alat bantu analisis. Dengan dilakukannya kajian khusus untuk membuat sebuah model proyeksi pertumbuhan ekonomi maka diharapkan dapat meminimumkan tingkat kesalahan proyeksi. Saat ini sudah terbentuk atau tersusun sebuah proyeksi ekonomi yang dapat digunakan sebagai bahan proyeksi untuk pertumbuhan ekonomi triwulanan dan inflasi setiap bulannya. 5. Koordinasi Pengembangan UMKM Melalui Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT). Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil telah melakukan koordinasi penyusunan Rancangan Kesepakatan Bersama tentang Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK), Petani, Nelayan, dan Pembudi Daya Ikan melalui Sertipikasi Hak Atas Tanah (SHAT) pada tingkat teknis, dalam mendukung Inklusi Keuangan. Latar belakangnya adalah kebijakan reformasi agraria yang terkait dengan pemberdayaan UMK, petani, nelayan, dan pembudi daya ikan melalui SHAT. Langkah reformasi tersebut adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (land reform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan. Diharapkan hal tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan kesepakatan bersama dalam rangka koordinasi dan implementasi program kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui SHAT. Kesepakatan bersama dilakukan antara Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagai landasan kerja sama bagi para pihak dalam pelaksanaan pemberdayaan usaha mikro dan kecil, petani, nelayan, dan pembudi daya ikan melalui kegiatan SHAT. Kesepakatan bersama juga mengatur fasilitasi bagi pemerintah daerah dan menciptakan jejaring kerja dan sinergi kegiatan pemberdayaan usaha sehingga kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui SHAT akan membawa dampak yang luas bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 21

26 Draft kesepakatan bersama telah disetujui oleh para Eselon I kementerian terkait, oleh sebab itu perlu diadakan rapat koordinasi untuk membahas kesepakatan bersama dimaksud. 6. Rekomendasi Kepada Menteri Dalam Negeri perihal Permohonan Penerbitan Surat Edaran kepada Pemda Kabupaten/Kota, sebagai dasar pengurangan BPHTB. Sebagai tindak lanjut amanat Presiden terkait Paket Kebijakan Ekonomi XI tentang Penerbitan KIK (Kontrak Investasi Kolektif) DIRE (Dana Investasi Real Estate) dan Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Pembangunan Perumahan Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), diperlukan dukungan penuh pemerintah daerah berupa fasilitas pengurangan pokok pajak BPHTB. Untuk itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian telah menyampaikan surat kepada Menteri Dalam Negeri, nomor S-319.1/M.EKON/10/2016 tanggal 31 Oktober 2016 tentang Permohonan Penerbitan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri terkait DIRE. Dalam surat tersebut disampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri diharapkan dapat menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, sebagai dasar pengurangan BPHTB dimaksud. Menko Perekonomian menyampaikan himbauan tersebut dengan mempertimbangkan hasil rapat koordinasi yang diselenggarakan Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan pada tanggal 11 Oktober 2016, yang membahas pemberian insentif BPHTB. Dalam rapat tersebut, pemerintah daerah mengharapkan adanya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri sebagai dasar hukum penyusunan peraturan daerah yang memberikan insentif pengurangan BPHTB, sehingga bisa mendukung paket kebijakan ekonomi pemerintah yang terkait DIRE. 7. Peraturan Presiden No. 82 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Dokumen Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) merupakan strategi nasional yang dituangkan dalam dokumen yang memuat visi, misi, sasaran, dan kebijakan keuangan inklusif dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan antarindividu dan antardaerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Keuangan inklusif diwujudkan melalui akses masyarakat terhadap layanan keuangan sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi dan pada akhirnya membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan serta 22

27 mengurangi kesenjangan ekonomi. Berdasarkan data Global Findex tahun 2014, hanya 36 % penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki akses di lembaga keuangan formal. Strategi ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Kementerian/Lembaga dan instansi terkait lainnya dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan melalui kegiatan masing-masing secara bersama dan terpadu. Implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang terpadu diperlukan untuk mencapai target keuangan inklusif yaitu persentase jumlah penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan formal sebesar 75% pada akhir tahun Dalam rangka pelaksanaan SNKI dibentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif. Dewan Nasional diketuai oleh Presiden, Wakil Presiden sebagai wakil ketua, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Ketua Harian, serta Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas jasa Keuangan sebagai Wakil Ketua Harian. Dewan Nasional Keuangan Inklusif mempuyai tugas sebagai berikut : a. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan SNKI; b. mengarahkan langkah-langkah dan kebijakan untuk penyelesaian permasalahan dan hambatan pelaksanaan SNKI; dan c. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SNKI. Dewan Nasional Keuangan Inklusif dibantu oleh kelompok kerja dan sekretariat yang beranggotakan dari kementerian dan lembaga terkait. Sekretariat secara fungsional dilakukan oleh salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tugas dan keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat ditetapkan dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Dewan Nasional. 8. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menimbang pelaksanaan Program KUR tahun 2016 serta memperhatikan pencapaian target Tahun 2016 sebesar Rp. 100 triliun, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melaksanakan Rapat Koordinasi pada tanggal 16 September Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan KUR serta memperluas cakupan penyalurannya, rapat tersebut memutuskan beberapa perubahan Pedoman Pelaksanaan KUR. Sebagai tindak lanjut Rapat Koordinasi Komite Kebijakan tersebut, 23

28 telah ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR pada tanggal 7 November Beberapa perubahan dalam Pedoman Pelaksanaan KUR tersebut adalah : a. Pengaturan KUR skema syariah. Dalam rangka menampung perluasan penyalur KUR dari lembaga keuangan syariah, disusun skema KUR syariah. Dalam skema KUR Syariah, perlu penambahan nomenklatur subsidi margin sebagai komplimenter dari subsidi bunga dan nomenklatur pembiayaan sebagai komplimenter dari kredit. Diperlukan pula pembahasan skema margin untuk akad murabahah yang digunakan pedoman bagi penyalur KUR syariah dalam menyalurkan pembiayaan KUR Syariah. b. Mekanisme penetapan Perusahaan Penjaminan sebagai Penjamin KUR. Perubahan mekanisme penetapan Perusahaan Penjaminan sebagai Penjamin KUR merupakan salah satu langkah pencapaian good governance dalam pengelolaan KUR. Dalam rangka mencapai kesetaraan prosedur antara penetapan Penyalur dengan penetapan Penjamin, maka disusunlah pengaturan mekanisme penetapan penjaminan tersebut. Dalam mekanisme penetapan penjamin KUR, persyaratan yang harus dipenuhi adalah sehat dan berkinerja baik (dibuktikan dengan rekomendasi OJK), melakukan kerjasama penjaminan dengan lembaga keuangan dan/atau koperasi simpan pinjam atau koperasi simpan pinjam pembiayaan syariah (dibuktikan dengan PKS), dan memiliki online sistem dengan Sistem Informasi Kredit Program (dibuktikan dengan rekomendasi Kementerian Keuangan). c. Penambahan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) sebagai Penyalur KUR. Menteri Koperasi dan UKM dengan Ketua Dewan Komisioner OJK telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama terkait dukungan koperasi dalam pembiayaan UMKM yang tercantum dalam Surat Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM No. S- 93/Dep.2/VII/2016 tanggal 27 Juli 2016 perihal Nota Kesepahaman dengan OJK. Berdasarkan surat tersebut serta arahan Presiden dalam Rapat Kabinet Terbatas untuk mendorong koperasi sebagai penyalur KUR, maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM dalam Rapat Koordinasi tanggal 16 September 2016 telah memutuskan untuk menambahkan koperasi simpan pinjam (KSP) atau koperasi simpan pinjam pembiayaan syariah (KSPPS) sebagai calon penyalur KUR. 24

29 Adapun mekanisme penetapan koperasi yang disepakati dalam Rapat Koordinasi tersebut adalah : Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah harus sehat dan berkinerja baik. Persyaratan tersebut harus dibuktikan dengan surat rekomendasi tingkat kesehatan dan kinerja baik dari Kementerian Koperasi dan UKM yang telah berkoordinasi dengan OJK. Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah harus melakukan kerjasama penjaminan dengan Penjamin KUR. Persyaratan tersebut dibuktikan dengan Perjanjian Kerjasama (PKS). Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah harus membangun online sistem dengan Sistem Informasi Kredit Program. Persyaratan tersebut dibuktikan dengan surat rekomendasi online sistem dari Kementerian Keuangan. Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah yang telah memiliki 3 dokumen tersebut diatas, harus melakukan kerjasama pembiayaan dengan pemerintah yang diwakili oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) KUR. Setelah menandatangani PKP tersebut, maka koperasi resmi menjadi penyalur KUR. Selain 3 poin perubahan tersebut, diatur pula persyaratan administrasi penerima KUR seperti kewajiban KTP elektronik bagi seluruh penerima KUR, serta kewajiban NPWP bagi penerima KUR Ritel (diatas Rp. 25 juta sampai dengan Rp. 500 juta). Pengaturan persyaratan tersebut sesuai dengan implementasi kewajiban KTP elektronik bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) serta NPWP bagi penerima kredit diatas Rp. 50 juta. 9. Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 melalui Keputusan Komite Privatisasi dalam rapat sirkuler Nomor: Rakor tanggal 29 Januari 2016 Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 2014 sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2006 tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). Komite Privatisasi diketuai oleh Menko Perekonomian, dengan anggota Menteri BUMN, Menteri Keuangan serta Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. 25

30 Dalam pelaksanaan tugas, Komite Privatisasi dibantu oleh Tim Pelaksana yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian. Dalam rangka pembahasan usulan PTP Tahun 2016 untuk 4 (empat) BUMN yakni PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero), sebagaimana disampaikan Menteri BUMN melalui surat Nomor: S-992/MBU/12/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Usulan Program Tahunan Privatisasi Tahun 2016, telah dilakukan beberapa kali rapat koordinasi yaitu : a. Rapat Tim Pelaksana Komite Privatisasi pada tanggal 13 Januari 2016 membahas usulan PTP Tahun 2016 untuk privatisasi PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero) melalui metode Strategic Partner dengan saham yang dilepas maksimal seluruh saham baru (100%) dan rencana penggunaan dana untuk restrukturisasi dan revitalisasi perusahaan. b. Rapat Komite Privatisasi pada tanggal 29 Januari 2016 membahas usulan PTP Tahun 2016 untuk membahas privatisasi 4 (empat) BUMN yakni PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero) yang dilanjutkan dengan persetujuan sirkuler Komite Privatisasi atas PTP Tahun 2016 melalui Keputusan Komite Privatisasi Nomor: Rakor tanggal 29 Januari c. Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan atas PTP Tahun 2016 yang dituangkan dalam Keputusan Komite Privatisasi Nomor: Rakor tanggal 29 Januari 2016 yaitu: Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan secara prinsip setuju untuk memperivatisasi PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero). Jangka waktu privatisasi diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dilaporkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara kepada Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). 26

31 10. Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Privatisasi diluar PTP Tahun 2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor S-178/M.EKON/07/2016 tanggal 15 Juli Dalam rangka pembahasan usulan privatisasi diluar PTP Tahun 2016 untuk 4 (empat) BUMN yakni PT. Wijaya Karya, (Persero), Tbk, PT. Jasa Marga, (Persero), Tbk, PT. Krakatau Steel, (Persero), Tbk dan PT. Pembangunan Perumahan, (Persero), Tbk sebagaimana disampaikan Menteri BUMN melalui Surat Nomor: S- 352/MBU/06/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Usulan Privatisasi Diluar Program Tahunan Privatisasi (PTP) Perusahaan Perseroan (Persero) Tahun 2016, telah dilakukan rapat koordinasi yaitu : a. Rapat Tim Pelaksana Komite Privatisasi pada tanggal 30 Juni 2016 membahas usulan Privatisasi Diluar Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 untuk privatisasi PT. Wijaya Karya, (Persero), Tbk, PT. Jasa Marga, (Persero), Tbk, PT. Krakatau Steel, (Persero), Tbk dan PT. Pembangunan Perumahan, (Persero), Tbk, melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima untuk melakukan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atas efek baru (right issue) yang diterbitkan agar kepemilikan Pemerintah tetap, rentang jumlah dan harga saham, serta penggunaan dana yang diperoleh dari privatisasi dengan metode right issue.. b. Rapat Komite Privatisasi pada tanggal 12 Juli 2016, pada rapat tersebut membahas usulan Privatisasi Diluar Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 untuk serta dipaparkan rincian usulan privatisasi oleh masing-masing BUMN yang mencakup antara lain Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima untuk melakukan Hal Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atas efek baru (right issue) yang diterbit agar kepemilikan Pemerintah tetap, rentang jumlah dan harga saham, serta penggunaan dana yang diperoleh dari privatisasi dengan right issue tersebut. c. Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Komite Privatisasi tersebut, telah ditetapkan Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan atas Privatisasi diluar PTP Tahun 2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor: S-178/M.EKON/07/2016 tanggal 15 Juli 2016 yaitu: 1) Komite Privatisasi menyetujui peningkatan kapasitas permodalan keempat BUMN dengan melakukan penerbitan saham baru/right issue dan Penyertaan 27

32 Modal Negara (PMN) untuk mempertahankan kepemilikan Pemerintah dengan perincian; PT.Wijaya Karya (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 65,05%; PT.Jasa Marga (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 70,00%; PT.Krakatau Steel (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 80,00%; PT.Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 51,00%; 2) Untuk mempertahankan kepemilikan saham pemerintah sesuai kepemilikan saat ini pada masing-masing BUMN maka penerbitan saham baru dilaksanakan dengan metode Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dengan menggunakan dana PMN; 3) Jadual right issue harus diatur dengan baik, dengan prioritas BUMN yang menyerap dana publik paling besar; 4) Penetapan harga termasuk pemberian discount agar diperhitungkan dengan cermat untuk mendapatkan nilai proceed yang optimal; 5) Penggunaan hasil penerbitan saham baru untuk pembangunan infrastruktur dan perluasan usaha harus dilakukan secara efektif, serta pelaksanaan privatisasi harus juga memperhatikan rekomendasi Menteri Keuangan; Sasaran Strategis 2 : Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan. Analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut : 1. Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan fasilitas Tax Allowance. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP No.9 Tahun 2016, pelaksanaan ketentuan dalam PP dievaluasi dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak PP diundangkan. Adapun evaluasi dimaksud dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Berkenaan dengan amanat di dalam pasal tersebut dan dengan mempertimbangkan hasil pelaksanaan atau implementasi regulasi di lapangan, Kedeputian Bidang 28

33 Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berkoordinasi dengan kementerian/lembaga teknis terkait saat ini tengah mempersiapkan bahan-bahan dan langkah pelaksanaan evaluasi pemberian fasilitas Tax Allowance. Kementerian dan/atau lembaga dimaksud adalah Kementerian Keuangan yang terdiri dari Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Pajak, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan kementerian pembina sektor yang melakukan fungsi pembinaan terhadap bidang-bidang usaha sebagaimana tercakup di dalam lampiran PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP No.9 Tahun 2016, seperti Kementerian Perindustrian. Persiapan evaluasi dilaksanakan melalui rapat pembahasan teknis dalam rangka inventarisasi awal permasalahan penerapan regulasi PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP No.9 Tahun Adapun inventarisasi awal permasalahan dalam implementasi PP dimaksud adalah sebagai berikut : a. Ketentuan Izin Prinsip yang Digunakan dalam Pengajuan Fasilitas Tax Allowance Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Kepala BKPM No. 14 Tahun 2015, Izin Prinsip terbagi menjadi Izin Prinsip Penanaman Modal, Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal, Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, dan Izin Prinsip Penggabungan Penanaman Modal. Sementara itu, salah satu persyaratan dalam rangka pengajuan fasilitas Tax Allowance ditentukan berdasarkan Izin Prinsip Penanaman Modal dan Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal. Menjadi pokok evaluasi berkenaan dengan ketentuan Izin Prinsip adalah sebagai berikut : - Adanya perbedaan pandangan di antara kementerian/lembaga yang tergabung di dalam Tim Trilateral dalam menentukan batasan/kriteria Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal. - Dalam beberapa pembahasan pengajuan permohonan fasilitas terdapat benturan antara nilai strategis proyek atau bidang usaha Wajib Pajak terhadap perekonomian nasional dengan tahun penerbitan Izin Prinsip yang tidak memenuhi ketentuan dalam PP No. 18 Tahun 2015 jo. PP No. 9 Tahun b. KBLI termanfaatkan vs KBLI tidak termanfaatkan Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas pelaksanaan kebijakan fasilitas Tax Allowance adalah melalui jumlah Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan dan analisis sementara yang dilakukan bahwa sebagian besar pemanfaat fasilitas Tax Allowance berasal dari bidang usaha yang sama dari tahun ke tahun. Berdasarkan jumlah pemanfaat dimaksud, bidang usaha yang telah memanfaatkan 29

34 fasilitas Tax Allowance adalah seperti industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam dan batubara, industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, dan industri pembuatan logam dasar bukan besi, dan pembangkitan tenaga listrik. Sehubungan dengan minimnya bidang usaha yang dimanfaatkan dibandingkan dengan bidang usaha yang tercantum di dalam Lampiran PP, salah satu substansi evaluasi dalam waktu mendatang akan mencakup usulan cakupan bidang usaha dari kementerian pembina sektor. Usulan dimaksud akan dibahas dengan mempertimbangkan arah kebijakan industri yang akan dikembangkan oleh kementerian pembina sektor, kekosongan pohon industri, dan pertimbangan lain yang dianggap strategis bagi peningkatan perekonomian nasional. 2. Evaluasi Fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Keuangan, dalam rentang waktu dari tahun 2010 hingga tahun 2013, rata-rata realisasi penyerapan BMDTP berkisar antara 30% hingga 45% di tiap tahunnya. Sehubungan dengan pertimbangan dimaksud dilakukan pembahasan dengan melibatkan kementerian dan/atau lembaga terkait dalam rangka evaluasi penyebab minimnya penyerapan anggaran BMDTP beserta implementasi proses pemanfaatan fasilitas tersebut. Hasil evaluasi implementasi fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah meliputi halhal sebagai berikut : a. Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI) - Produksi alat kesehatan terbesar di Indonesia adalah pada bidang hospital furniture, seperti tempat tidur rumah sakit. - Dalam kaitannya dengan pemanfaatan fasilitas BMDTP, ASPAKI berpendapat bahwa siklus atau proses penerbitan regulasi pendukung pemanfaatan fasilitas seringkali tidak sesuai dengan jadwal/musim produksi sehingga menghambat proses produksi perusahaan. Hal ini dikarenakan proses bisnis industri di bidang alat kesehatan sebagian besar dilakukan dengan dasar pesanan (made by order). - Terhadap pengusulan sektor bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas BMDTP di tahun 2017 mendatang, ASPAKI menyatakan bahwa sampai saat ini pihaknya belum diundang oleh kementerian pembina sektor. 30

35 b. Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) - Realisasi penyerapan anggaran BMDTP pada bidang usaha industri plastik berkisar antara 70% hingga 80%. Jadwal realisasi pencairan anggaran yang biasanya terjadi di bulan Mei atau Juni sudah dapat membantu perusahaan. - Adapun pemanfaat fasilitas BMDTP terbesar berada di sektor hilir. Berkenaan dengan hal tersebut timbul permasalahan baru pada rantai industri sektor hulu karena : Produksi yang dihasilkan industri sektor hulu tidak dapat termanfaatkan secara maksimal karena sektor hilir lebih banyak melakukan impor dari negara tetangga, seperti Singapura dan Thailand. Pada Rencana Impor Barang tahun 2016 misalnya, dari total nilai impor Rp100 Miliar, proporsi 40% diantaranya merupakan impor produk yang tidak diproduksi di dalam negeri, sementara 60% lainnya merupakan impor produk yang mana produk tersebut sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Plastik merupakan produk komoditi yang tinggi rendahnya harga didasarkan pada harga bahan baku. Dalam hal harga bahan baku turun, hal tersebut akan berdampak pada peningkatan volume impor, selain adanya referensi fasilitas BMDTP berupa pagu nominal yang jumlahnya dinilai cukup besar. INAPLAS juga menyampaikan bahwa pelaksanaan tarif impor bahan baku plastik, seperti polipropilena (PP) dan polietilena (PE), yang berasal dari negara-negara ASEAN sudah 0%. Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, INAPLAS mengusulkan hal-hal sebagai berikut : Pengkajian kembali kriteria objek yang dapat diberikan fasilitas BMDTP, yaitu yang semula merupakan barang yang tidak diproduksi di dalam negeri, menjadi termasuk juga barang yang tidak diproduksi di ASEAN. Pengkajian kembali besaran pagu anggaran BMDTP per sektor yang disesuaikan dengan mempertimbangkan harga dan kebutuhan industri sebenarnya. Fasilitas BMDTP diakui sebagai salah satu alternatif kebijakan yang diberikan Pemerintah kepada industri plastik mengingat Pemerintah telah menyediakan berbagai kebijakan lain, seperti pembebasan Bea Masuk 31

36 pada master list dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Namun demikian dalam hal di waktu mendatang Pemerintah berencana untuk menghapus kebijakan BMDTP tersebut, maka dimungkinkan sektor industri akan mengusulkan bentuk fasilitas lain seperti pengenaan tarif Bea Masuk sebesar 0%. c. Asosiasi Produsen Pakan Ternak Indonesia (GPMT) - Perlu dilakukannya koordinasi kementerian/lembaga terkait untuk mempercepat proses fasilitas BMDTP ini, yaitu Kementerian Keuangan (Bea Cukai) maupun Kementerian Perindustrian. - Berharap agar pelaksanaan impor dapat dilakukan sebelum lebaran (sekitar bulan Mei) mengingat harga pakan pada momentum tersebut belum mengalami kenaikan. d. Indonesia National Shipowners Association (INSA) Prosedur/mekanisme fasilitas BMDTP yang beberapa tahun sebelumnya mengalami keterlambatan pencairan, saat ini telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Berdasarkan pembahasan evaluasi dimaksud dapat disimpulkan bahwa pada beberapa industri, fasilitas BMDTP dinilai signifikan untuk membantu perusahaan khususnya dari sisi finansial, sementara bagi beberapa industri lainnya fasilitas BMDTP merupakan suatu alternatif kebijakan yang dapat dimanfaatkan dengan mempertimbangkan tersedianya beberapa fasilitas lain yang diberikan oleh Pemerintah. 3. Koordinasi Nasional TPID Tahun 2016 dan Penyampaian rekomendasi hasil Rakornas oleh Menko Perekonomian kepada Menteri/Pimpinan lembaga. Rakornas TPID ke VII tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2016 dengan mengusung tema Memperkuat Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah guna Mempercepat Pembangunan Infrastruktur dan Pembenahan Tata Niaga Pangan. Rakornas mengundang Menteri dan Pimpinan lembaga melalui surat Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian No. S-88/M/EKON/07/2016 tanggal 29 Juli 2016 perihal Undangan Rakornas VII TPID 2016 serta Kepala Daerah yang telah membentuk TPID melalui surat Menteri Dalam Negeri No /2762/SJ. Pelaksanaan Rakornas telah melalui rangkaian proses yang cukup panjang dengan persiapan-persiapan acara yang didokumentasikan melalui nota dinas dari Deputi 32

37 Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian diantaranya ND-113/D.I.M.EKON/07/2016 tanggal 22 Juli perihal Pelaksanaan Rakornas TPID 2016 dan ND-119/D.I.M.EKON/08/2016 tanggal 2 Agustus perihal Persiapan Pelaksanaan Rangkaian Acara Rakornas VII TPID Rakornas TPID ke VII 2016 ini dibuka dan dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia serta dihadiri oleh Menko Perekonomian, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Bank Indonesia, Menko Polhukam, Menko Maritim Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Sekretaris Kabinet, Panglima TNI, Kapolri, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ketua KPPU. Peserta Rakornas terdiri dari 443 Kepala Daerah, yang terdiri dari 34 Gubernur dan 419 Bupati/Walikota. Dalam acara Rakornas juga diberikan penghargaan TPID Terbaik dan TPID Berprestasi kepada daerah-daerah dengan kinerja terbaik di tahun TPID Terbaik 2015 diberikan kepada TPID Provinsi Sumatera Utara dan TPID Kota Padang untuk Kawasan Sumatera; TPID Provinsi Jawa Tengah dan TPID Kabupaten Jember untuk Kawasan Jawa; dan TPID Provinsi Bali dan TPID Kota Samarinda untuk Kawasan Timur Indonesia. Sementara itu, penghargaan TPID Berprestasi 2015 diberikan kepada TPID Kota Tebing Tinggi untuk Kawasan Sumatera, TPID Kabupaten Lumajang untuk Kawasan Jawa, dan TPID Kabupaten Polewali Mandar untuk Kawasan Timur Indonesia. Penghargaan juga diberikan kepada TPID dengan program Inovatif untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Penghargaan TPID inovatif 2015 diberikan kepada TPID Provinsi Aceh dan TPID Kota Medan untuk Kawasan Sumatera; TPID Provinsi Jawa Timur dan TPID Kota Surakarta untuk Kawasan Jawa; dan TPID Provinsi Gorontalo dan TPID Kota Balikpapan untuk Kawasan Timur Indonesia. Pemberian Penghargaan diatas telah melalui serangkaian proses yang cukup panjang, dimulai dari Pengiriman Surat Permintaan Dokumen Penilaian No. S-27/D.I. EKON/03/2016 tanggal 15 Maret 2016 perihal Pengukuran Kinerja Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2015, dilanjutkan Perhitungan Aspek Proses yang mencakup (penilaian One Page Summary, Kualitas Program Kerja Unggulan dan Review Laporan Kegiatan), Penghitungan aspek keluaran, Verifikasi Lapangan dan terakhir Sidang Penentuan Nominasi dan Pleno Penentuan Pemenang Pada Rakornas TPID ke VII 2016, Presiden RI memberikan pokok arahan yang pada 33

38 prinsipnya untuk memperkuat pengendalian inflasi ke depan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, maupun koordinasi kebijakan secara umum terkait perlunya percepatan realisasi anggaran dan mendorong daerah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi, secara lengkap sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah perlu memberi perhatian tidak hanya pada pencapaian pertumbuhan ekonomi namun juga pengendalian inflasi. 2. pemerintah daerah harus mempercepat realisasi apbd utk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan dalam rangka pengendalian harga. 3. pemerintah daerah agar merumuskan terobosan kebijakan yg diperlukan untuk mendukung pengendalian harga diserta alokasi anggaran yang memadai. 4. pemerintah daerah agar lebih cepat tanggap utk mengatasi masalah infrastruktur distribusi pangan daerah dan segera melakukan perbaikan yang diperlukan. 5. pemerintah daerah agar mengoptimalkan koordinasi antar pemangku kepentingan di daerah untuk stabilisasi harga. 6. pemerintah akan memperkuat kebijakan untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat. Dalam tangka mengakomodasi penyampaian aspirasi Daerah serta Penyampaian Kebijakan sektoral, maka sebelum Penyelenggaraan Rakornas VII telah diselenggarakan sarasehan pada tanggal 3 Agustus 2016, yang dihadiri oleh seluruh Gubernur dan beberapa walikota. Sarasehan sendiri berhasil menghimpun isu strategis di tingkat Pusat maupun daerah dalam kaitannya dengan koordinasi Pengendalian Inflasi nasional dan Daerah Hasil dan rekomendasi yang dihasilkan Rakornas VII 2016 ini disampaikan kepada Menteri dan Pimpinan lembaga melalui surat Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian No. S-255/M/EKON/09/2016 tanggal 5 September 2016 perihal Rakornas VII TPID Rekomendasi Penguatan Dasar Hukum Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional. Koordinasi Pengendalian Inflasi saat ini dilakukan oleh Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) untuk tingkat Pusat dan Tim pemantauan Inflasi Daerah (TPID) di tingkat daerah. Dalam rangka menjembatani Penguatan kelembagaan dibentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID. Penguatan koordinasi pengendalian Inflasi didasari oleh beberapa pertimbangan, diantaranya : 34

39 a. Menindaklanjuti atas arahan Wakil Presiden pada Rakornas IV TPID tahun 2013 b. Menindaklanjuti amanat Rakorpusda TPID tahun 2015 dan c. Dalam rangka meningkatkan efektivitas Transmisi kebijakan dari Pusat ke daerah d. penguatan dasar Hukum dalam rangka penyusunan kebijakan dan program pengendalian inflasi di tingkat pusat maupun daerah, maupun sebagai dasar pengalokasian anggarannya. Proses yang sudah dilaksanakan dalam rangka penguatan dasar hukum Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional cukup panjang, dimulai dengan rapat di tingkat teknis, adalah Audiensi dengan stakeholder (Gubernur Jawa Tengah dan ahli tata negara). Berdasarkan rekomendasi ahli Tata Negara Tahun , dasar hukum yang sesuai adalah Peraturan Presiden. Dalam Perpres tersebut TPI dan Pokjanas TPID akan dilebur menjadi satu lembaga yaitu Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN) dimana TPIN akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Selain itu, Perpres tersebut juga mengatur tentang struktur organisasi dan tugas dari TPIN. Adapun Struktur organisasi yang diusulkan adalah TPIN beranggotakan Kementerian dan Lembaga di bidang perekonomian. TPIN diusulkan diketuai oleh Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian dengan wakilnya adalah Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Bank Indonesia. Menteri dan Pimpinan Lembaga terkait lainnya yang diusulkan menjadi anggota TPIN adalah Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Perhubungan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sekretariat Kabinet, Menteri Sekretaris Negara, Ketua KPPU, Kapolri, dan Kepala Bulog. Dalam pelaksanaan tugasnya, TPIN memiliki dua kelompok kerja yaitu Kelompok Kerja Pengendalian Inflasi Nasional dan Kelompok Kerja Pengendalian Inflasi Daerah yang beranggotakan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya atau setingkat eselon I sebagaimana ditunjukkan pada bagan organisasi sebagai berikut : 35

40 Selain mengatur masalah struktur organisasi dan tugas dari TPIN, Perpres nantinya juga akan mencakup mekanisme koordinasi di tingkat Pusat dan daerah, termasuk didalamnya untuk mengakomodasi hal-hal yang bersifat darurat melalui mekanisme Call For Meeting. Untuk tindak lanjut ke depan, konsep perpres akan dibahas dalam High Level Meeting (HLM) Koordinasi Pengendalian Inflasi tingkat Menteri yang dijadwalkan dilaksanakan pada awal Januari Apabila disetujui di tingkat HLM, maka konsep Perpres nantinya akan diajukan oleh Kemendagri untuk selanjutnya disampaikan ke Kemenko Perekonomian dalam rangka harmonisasi sebelum diundangkan. 5. Peraturan Terkait Ease of Doing Business (EoDB). Sehubungan dengan diterbitkannya Paket Kebijakan XII terkait kemudahan berusaha di Indonesia dan sebagai bentuk dukungan untuk menyukseskan program tersebut, Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil melakukan diseminasi kebijakan dalam bentuk buku kumpulan peraturan yang didistribusikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota di seluruh Indonesia. Buku ini disusun dan disajikan sebagai pedoman bagi Pemerintah Pusat dan Daerah serta kalangan pengusaha pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam menjalankan usaha di Indonesia. Buku Kumpulan Peraturan Terkait Ease of Doing Business ini merupakan penjabaran dari Paket Kebijakan Ekonomi XII yang memuat beberapa indikator di antaranya Izin Kontruksi, Memulai Bisnis, Mendapatkan Kredit, Mendapatkan Listrik, Pembayaran Pajak, Pendaftaran Properti, Penegakkan Kontrak, Penyelesaian Kepailitan. 6. Rekomendasi Kepada Sekretaris Majelis Wali Amanat ICCTF Terkait Tanggapan dan Persetujuan Kegiatan ICCTF. Indonesia Climate Change Trust Fund merupakan lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Indonesia sebagai suatu Lembaga Wali Amanat (MWA) yang bertindak sebagai wadah pengelolaan dana untuk perubahan iklim dalam mendukung pelaksanaan RAN/RAD-GRK dan RAN-API. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian merupakan salah satu anggota Wali Amanat ICCTF tersebut. Pada tanggal 31 Agustus 2016 Sekretariat ICCTF mengirimkan surat No. 6421/Dt.5.5/08/2016 kepada Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan mengenai rencana pengajuan call for proposal oleh Sekretariat ICCTF bagi 36

41 Institusi Pemerintah Lain dan Organisasi Masyarakat Sipil pada bulan September Dalam surat tersebut disebutkan dua tema kajian yang akan dilakukan yaitu terkait dengan mitigasi perubahan iklim oleh UKCCU dan adaptasi perubahan iklim oleh USAID. Berdasarkan surat tersebut, Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan menyampaikan bahwa sebagai anggota Wali Amanat ICCTF, sangat mendukung adanya pelibatan institusi pemerintah lain dan organisasi masyarakat sipil dalam kegiatan terkait perubahan itu. Berkaitan dengan pengajuan proposal, disarankan untuk maksimal tiga proposal bagi masing-masing program untuk setiap Istitusi Pemerintah Lainnya (IPL) atau Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Selanjutnya, pada tanggal 8 Desember 2016 Sekretariat ICCTF mengirimkan kembali surat permohonan tanggapan No. 9258/Dt.3.5/12/2016 terkait pendanaan program ICCTF-USAID 2017 kepada Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan. Berkaitan dengan surat tersebut, sekretariat ICCTF menyampaikan 12 (dua belas) proposal yang dianggap setidaknya memenuhi atau paling tidak mendekati prioritas program dan target program. 7. Rekomendasi Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) No. S- 110/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektoral kepada 11 Menteri dan 2 Kepala Badan. Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas skema pembiayaan Kredit Usaha Rakyat, telah dilakukan beberapa perbaikan regulasi yang dilakukan oleh Komite Kebijakan maupun Kementerian Teknis. Sesuai dengan amanat dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Permenko 13 Tahun 2015 dan Permenko 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR, Kementerian Teknis berkewajiban untuk menetapkan kebijakan serta prioritas bidang usaha yang akan menerima KUR, melakukan pendataan UMKM binaannya, dan melakukan pembinaan serta pendampingan UMKM di sektornya. Kebijakan dari Kementerian Teknis tersebut dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan KUR sesuai dengan sektor dan prioritas dimasing-masing kementerian. Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoral tersebut digunakan sebagai petunjuk teknis bagi penyalur, pemerintah daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait serta stakeholder lainnya agar memiliki acuan dalam pelaksanaan KUR sehingga penyalurannya tepat sasaran. Upaya pengendalian pelaksanaan kebijakan tersebut, 37

42 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan dalam Pembiayaan Bagi UMKM mengeluarkan Surat No. S-110/M.EKON/05/2016 perihal Penyusunan Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoral. Surat tersebut ditujukan kepada Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Perindustrian, Menteri Pariwisata, Menteri Perdagangan, Menteri Koperasi dan Usahas Kecil Menengah, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dan Badan Ekonomi Kreatif. 8. Rekomendasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Nomor S- 112/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Fokus Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disampaikan kepada Gubernur dan Bank Penyalur. Tujuan program KUR adalah untuk meningkatkan dan memperluas penyaluran kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing UMKM dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan sehingga penyaluran KUR diarahkan kepada kelompok masyarakat berpendatapan rendah. Angka Gini Rasio tahun 2016 sebesar 0,39 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 0,40. Namun penurunan Gini Rasio tahun 2016 secara nasional tidak diikuti oleh semua daerah yang dapat dilihat dari beberapa provinsi yang angkanya masih diatas 0,40. Dengan data-data tersebut, maka Penyaluran KUR difokuskan kepada daerah-daerah yang memiliki ketimpangan pendapatan yang masih tinggi agar masyarakat memiliki akses pembiayaan sehingga kapasitas daya saingnya meningkat. Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. S-112/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Fokus Penyaluran KUR yang disampaikan kepada Gubernur di provinsi yang angka rasio gini masih diatas 0,40 agar penyaluran KUR diutamakan kepada UMKM yang produktif dan layak namun belum memperoleh kredit perbankan. Provinsi tersebut terdiri dari Provinsi Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat. Surat tersebut merupakan salah satu outcome terwujudnya pengendalian kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 38

43 9. Pemberian Persetujuan PKLN PT PLN Dalam persetujuan permohonan Pinjaman Komersial luar negeri (PKLN), peran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri (selanjutnya disebut Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri, disingkat Tim PKLN) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1991 Tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri. Selanjutnya sesuai Keputusan Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri Nomor: KEP-02/K.TIM.PKLN/1991 tentang Pembentukan Sekretariat Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri, ditunjuk Sekretaris Tim PKLN yaitu Asisten Menko EKUIN dan Wasbang Bidang Moneter, Neraca Pembayaran dan Keuangan Negara yang saat ini sudah berubah nomenklaturnya menjadi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian. Direktur Utama PT PLN (Persero) melalui surat Nomor: 2288/KEU.05.02/ DIRUT /2015 tanggal 21 Desember 2015 menyampaikan permohonan Persetujuan Pinjaman Luar Negeri. Mengajukan permohonan persetujuan PKLN sebesar USD 50 juta untuk mendanai proyek Tower Crossing 500 kv TL dari Watudodol-Segara Rupek. Permohonan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan rapat pembahasan pada tanggal 15 Januari 2016 dan pemberian tanggapan tertulis dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan bahwa seluruh instansi menyetujui permohonan PT. PLN (Persero), dengan catatan bahwa tidak ada jaminan pemerintah atas PKLN yang diajukan dan dilaksanakan berdasarkan bisnis ke bisnis. Pada tanggal 19 Januari 2016 Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (Perpres 4/2016). Beberapa ketentuan dalam Perpres 4/2016 menyebutkan hal-hal sebagai berikut : Pasal 3 (1) Pemerintah Pusat menugaskan PT PLN (Persero) untuk menyelenggarakan PIK. (2) Pembinaan teknis penyelenggaraan PIK oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. (3) Pembinaan korporasi dan manajemen penyelenggaraan PIK oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang 39

44 menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara. Pasal 44 (1) Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini: a. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit Luar Negeri; dan/atau b. Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1991 tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri, dikecualikan untuk pelaksanaan pinjaman yang dilakukan PT PLN (Persero) dalam rangka penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Dalam rangka pelaksanaan pinjaman komersial luar negeri, PT PLN (Persero) menyampaikan laporannya kepada menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang perekonomian dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara. Dengan berlakunya Perpres tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pinjaman luar negeri PT. PLN (Persero) tidak memerlukan persetujuan dari Tim PKLN. Namun demikian, mengingat permohonan persetujuan PKLN PT PLN diajukan sebelum berlakunya Perpres 4/2016 maka pemberian persetujuan PKLN tetap dilakukan pemrosesan tanpa melalui pemberian persetujuan sirkuler oleh Menteri Keuangan dan Bank Indonesia terlebih dahulu. 10. Masukan terhadap Permintaan Paraf Menko Perekonomian pada Rancangan Reraturan Pemerintah (RPP) Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN/Institusi dibawah Kementerian Keuangan Sesuai dengan UU APBNP 2016, Pemerintah mengalokasikan anggaran PMN untuk 4 BUMN di bawah Kementerian Keuangan yaitu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, PT Sarana Multigriya Finansial, PT Sarana Multi Infrastruktur, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. PMN diberikan dalam rangka penguatan struktur permodalan untuk meningkatkan kapasitas usaha perusahaan. nya dalam menjamin proyek infrastruktur dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur nasional Sebagai tindak lanjut dari UU tersebut, Pemerintah kemudian menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai landasan hukum pemebrian BUMN. RPP PMN dimaksud sudah dilakukan pembahasan intensif beberapa kali termasuk pembahasan 40

45 kajian pendukung RPP PMN yang melibatkan perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kemenko Perekonomian dan BUMN/Institusi yang akan menerima PMN tersebut. Dalam pembahasan disepakati bahwa secara prosedural dan aturan terhadap 4 BUMN/Instansi tersebut dapat diberikan PMN dengan rincian sebagai berikut: a. PT SMF (Persero) menerima PMN sebesar Rp b. PT PII (Persero) menerima PMN sebesar Rp c. PT SMI (Persero) menerima PMN sebesar Rp d. LPEI menerima PMN sebesar Rp Sasaran Strategis 3 : Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas dalam mendukung kebijakan pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pada tahun 2016, Tercapainya Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Sebesar Rp.100 triliun menjadi salah satu target IKU Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan. Target tersebut terpenuhi dengan jumlah penyaluran sampai dengan 31 Desember 2016 sebesar Rp. 95 triliun (95%). Jumlah tersebut dicapai dalam dua belas bulan penyaluran KUR oleh 27 Bank dan 3 Lembaga Keuangan Bukan Bank. Bank dengan kinerja penyaluran KUR tertinggi adalah Bank BRI dengan penyaluran mencapai Rp. 65 triliun. Penyaluran berdasarkan wilayah masih didominasi oleh Pulau Jawa dengan penyaluran tertinggi di Provinsi Jawa Tengah, diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Barat. Capaian output/kinerja 95% pada Tahun 2016 dapat dikategorikan sebagai capaian yang sangat baik. Capaian kinerja ini merupakan hasil koordinasi dan sinergi yang baik dengan para pemangku kepentingan KUR yang tergabung dalam Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan bank pelaksana, perusahaan penjamin, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Pemerintah Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota dibawah koordinasi dan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Output yang dihasilkan berdampak positif khususnya dalam penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Sesuai dengan laporan penyaluran KUR, jumlah debitur yang menerima KUR pada Tahun 2016 mencapai UMKM. 41

46 Pada Tahun 2016, KUR disalurkan pada beberapa sektor yaitu pertanian, perikanan, perdagangan, industri pengolahan, dan juga kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Manfaat Program KUR adalah untuk meningkatkan dan memperluas akses wirausaha seluruh sektor usaha produktif kepada pembiayaan perbankan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan daya saing UMKM. Dalam rangka memperbesar penerima manfaat KUR, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM memperluas kriteria calon penerima KUR yaitu calon pekerja magang di luar negeri, anggota keluarga karyawan berpenghasilan tetap/tki dan pekerja yang kena PHK. Sesuai hasil evaluasi program KUR tahun sebelumnya, diperlukan suatu aplikasi untuk mendorong ketepatan sasaran KUR. Oleh karena itu, Komite Kebijakan Pembiayaan dan Pengembangan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) yang merupakan suatu sistem aplikasi yang dibangun untuk mempermudah pelaksanaan KUR. Berdasarkan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengolaan KUR, Menteri Keuangan yang merupakan anggota dari Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM melalui Direktorat Sistem Manajemen Investasi dan Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan membangun SIKP secara bertahap. Pelaksanaan SIKP merupakan amanat dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 jo. No. 13 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR pasal 7 yang menyatakan bahwa seluruh penyaluran KUR mengacu pada basis data yang tercantum dalam SIKP. Tujuan SIKP adalah mewujudkan basis data UMKM yang terpercaya dan dapat dijadikan rujukan bagi Bank untuk menyalurkan KUR secara efektif. SIKP juga didorong untuk dapat menjadi alat pemercepat proses pembayaran tagihan subsidi KUR. Beberapa perbaikan regulasi untuk pelaksanaan KUR Tahun 2016 yaitu : 1. Permenko No. 13 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenko 8 Tahun 2015 tentang Pedoman pelaksanaan KUR, diundangkan 14 Januari Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat, diundangkan tanggal 17 Februari Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat. 4. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 105 Tahun 2016 tentang Penetapan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat. 42

47 5. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No. S-49/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal 4 Mei 2016 tentang Kajian Subsidi Bunga KUR Super Mikro, kepada Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi, pemerintah melakukan relaksasi kebijakan terkait KUR khususnya pada sektor penyaluran, kriteria penerima KUR, dan jenis penyaluran KUR, beberapa Regulasi terkait Relaksasi KUR antara lain: 1. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No. S-68/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Relaksasi Aturan SIKP kepada Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan. 2. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No. S-48/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal 4 Mei 2016 tentang Rekomendasi Kinerja dan Kesehatan PT. PNM (Persero) kepada Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK. Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No. S-340/M.EKON/11/2016 tanggal 24 November 2016 tentang Perubahan Alokasi Plafon KUR Selain menghasilkan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana telah disebutkan bahwa, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dan unit-unit kerja Eselon II Kedeputian juga menghasilkan rekomendasi yang mendukung kinerja unit organisasi, antara lain : 1. Rekomendasi Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax Holiday). Bentuk fasilitas Pajak Penghasilan lainnya yang diberikan Pemerintah dalam rangka mendorong investasi di Indonesia adalah pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax Holiday). Fasilitas Tax Holiday diberikan berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Pasal 30 PP No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 tersebut perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Adapun dalam perkembangannya telah dilakukan beberapa kali perubahan PMK dengan pokok-pokok perubahan kebijakan sebagai berikut : 43

48 Komite Verifikasi yang dibentuk oleh Menteri Keuangan beranggotakan perwakilan/ lembaga terkait, seperti : Kementerian Keuangan (Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal Pajak), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan), Kementerian Perindustrian (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri), dan BKPM (Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal). Berdasarkan ketentuan terbaru yaitu PMK No.159/PMK.010/2015 jo.pmk No.103/PMK.010/2016, Komite Verifikasi membantu melakukan penelitian dan verifikasi terhadap usulan fasilitas Tax Holiday. Hasil penelitian dan verifikasi tersebut kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi, termasuk rekomendasi mengenai besaran pengurangan PPh badan dan jangka waktu pemberian fasilitas. Adapun pemberian fasilitas Tax Holiday diputuskan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pada pertimbangan dan rekomendasi dari Komite Verifikasi tersebut. 2. Rekomendasi terhadap penyusunan RPP tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estat dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pelemahan nilai tukar Rupiah selama empat tahun terakhir telah menyebabkan kegiatan real estate menurun sejak Tahun Sementara sektor real estate merupakan salah satu sektor padat karya. Dalam rangka penghimpunan dana untuk perluasan usaha, beberapa pengusaha real estate Indonesia menerbitkan Real Estate Investment Trust (REITs) atau DIRE di pasar modal negara tetangga. 44

49 Jumlah DIRE di dalam negeri sangat rendah, yaitu hanya ada 1 DIRE yang diterbitkan sejak Tahun Tidak menariknya DIRE di Indonesia disebabkan pengenaan pajak berganda dan tarif pajak yang lebih tinggi dari negara tetangga. Untuk meningkatkan penerbitan DIRE di dalam negeri, pada Paket Kebijakan tahap V telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200 Tahun 2015 tentang Perlakuan Perpajakan bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang Menggunakan Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu Dalam Rangka Pendalaman Sektor Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan ini menghapus pengenaan pajak berganda dalam penerbitan DIRE. Namun demikian Peraturan Menteri Keuangan No. 200 Tahun 2015 belum meningkatkan daya tarik penerbitan DIRE di Indonesia karena tarif pajak yang dikenakan masih lebih tinggi dari negara tetangga. Berkenaan dengan hal tersebut dengan pokok-pokok kebijakan sebagai berikut : 1. Penerbitan Peraturan Pemerintah mengenai Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Real Estat Dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu yang mengatur pemberian fasilitas Pajak Penghasilan final berupa pemotongan tarif hingga 0,5% dari tarif normal 5% kepada perusahaan yang menerbitkan DIRE. Saat ini terhadap kebijakan pemotongan tarif PPh final bagi DIRE telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estat dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober Penerbitan regulasi mengenai insentif dan kemudahan investasi di daerah yang antara lain mengatur tentang pengenaan tarif BPHTB sebesar 1% bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset DIRE. Penerbitan Peraturan Daerah (Perda) bagi daerah yang berminat untuk mendukung pelaksanaan DIRE di daerahnya. Sementara itu, dalam perkembangan pembahasannya, terdapat beberapa poin penting terkait dengan insentif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk DIRE yang menjadi pertimbangan tindak lanjut berikutnya : - Mengingat kebijakan pengenaan tarif BPHTB sebesar 1% harus diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) dan proses penyusunannya memerlukan proses persetujuan dari DPRD dengan waktu yang cukup lama serta pertimbangan penetapan tarif merupakan kewenangan penuh bagi Pemerintah Daerah berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 45

50 (UU PDRD), maka diusulkan alternatif kebijakan lain berupa pemberian insentif melalui pengurangan dasar pengenaan BPHTB, yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). - Adapun pengaturan pemberian fasilitas NJOP dimaksud akan diatur di dalam Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dengan merujuk pada ketentuan Pasal 79 ayat (1) UU PDRD yang mengatur bahwa penetapan besarnya NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah. - Kebijakan ini diharapkan dapat dilaksanakan oleh seluruh Kepala Daerah dengan mempertimbangkan DIRE sebagai salah satu program strategis nasional yang mana berdasarkan Pasal 67 huruf f Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23/2014), dalam hal terdapat program strategis nasional yang ditetapkan oleh Presiden sebagai program yang memiliki sifat strategis secara nasional dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta menjaga keamanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka Kepala Daerah dan Wakil Kepala wajib melaksanakan program dimaksud. Adapun pertimbangan dan benchmark kebijakan DIRE sebagai program strategis nasional antara lain didasarkan hal-hal sebagai berikut: Kebijakan DIRE sebagai salah satu kebijakan nasional yang masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi XI. Pelaksanaan Rapat Terbatas tanggal 18 Juli 2016 dengan agenda utama pengarahan kepada sejumlah kepala daerah terkait pemberian fasilitas BPHTB untuk DIRE melalui Peraturan Kepala Daerah yang dipimpin langsung oleh Presiden. Berkenaan dengan hal tersebut, Kepala Biro Hukum, Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kemenko Perekonomian berpendapat bahwa pengaturan program strategis nasional sebagai program yang dikeluarkan oleh Presiden selama ini diatur dalam Peraturan Presiden, namun demikian sesungguhnya instrumen hukum untuk menetapkan program tersebut tidak diatur dalam bentuk regulasi tertentu. Dalam hal terdapat risalah maupun salinan pidato Presiden dalam Ratas dimaksud maka dapat dipertimbangkan untuk menjadi dasar penentuan DIRE sebagai salah satu program strategis nasional. 3. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.105 Tahun 2016 tentang Penetapan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat. Sebagai langkah meningkatkan, memperluas, dan mempercepat pelaksanaan Program KUR Tahun 2016, diperlukan peran serta dari pihak swasta yang diimplementasikan 46

51 dengan melibatkan lembaga keuangan swasta baik sebagai penyalur maupun penjamin. Penambahan penyalur dan penjamin KUR telah melibatkan bank dan perusahaan penjaminan milik swasta dan milik pemerintah daerah. Melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.105 Tahun 2016 Tentang Penetapan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat yang mengacu pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.8 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUR, menetapkan perusahaan penjamin KUR sebagai berikut : 1. Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia; 2. PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero); 3. PT Penjaminan Kredit Daerah Riau; 4. PT Penjaminan Kredit Daerah Sumatera Selatan; 5. PT Penjaminan Kredit Daerah Bangka Belitung; 6. PT Penjaminan Kredit Daerah Jawa Tengah; 7. PT Penjaminan Kredit Daerah DKI Jakarta; 8. PT Penjaminan Jamkrindo Syariah; 9. PT UAF Jaminan Kredit; 10. PT Penjaminan Pembiayaan Askrindo Syariah. Disamping itu Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2016 mendapatkan tugas tambahan sebagai penanggung jawab kegiatan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), KEIN adalah sebuah lembaga non-kementerian yang bertugas untuk membantu presiden dalam mempercepat pembangunan perekonomian nasional. Anggaran yang berkenaan dengan kegiatan KEIN dibebankan kepada bagian dari anggaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian khususnya Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan. KEIN sangat diperlukan pemerintah, meski pemerintah telah memiliki peta jalan ke depan untuk ekonomi dan industri, karena KEIN beranggotakan praktisi dan akademisi, sehingga kombinasi itu diharapkan memberikan sebuah perencanaan yang lebih detail, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang untuk memberikan pemikiran yang terhimpun serta dalam rangka menunjang keberhasilan Kabinet Kerja menentukan kebijakan ekonomi dan industri nasional. Tugas dan Fungsi KEIN : melakukan pengkajian terhadap permasalahan ekonomi dan industri nasional, regional, dan global; menyampaikan saran tindak strategis dalam 47

52 menentukan kebijakan ekonomi dan industri nasional kepada Presiden; melaksanakan tugas lain dalam lingkup ekonomi dan industri yang diberikan Presiden. CAPAIAN REKOMENDASI KOMITE EKONOMI DAN INDUSTRI NASIONAL (KEIN) 1. Rekomendasi Industrialisasi Perikanan dan Kelautan Produksi ikan nasional masih sangat rendah baik untuk konsumsi domestik maupun untuk pasokan industri pengolahan. Oleh karena itu KEIN mengajukan beberapa rekomendasi untuk hal ini, antara lain: a. Industri Penangkapan 1) Memperbolehkan penggunaan alat cantrang asli yang tidak di modifikasi dan pukat udang asli. 2) Memperbolehkan kegiatan alih muatan (transhipment) di laut hanya untuk kapal pengumpul dari nelayan kecil dan kapal penangkap untuk diangkut ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan pelabuhan pangkalan. 3) Mengeluarkan ijin kapal penangkap ikan diatas 150 GT dengan daerah operasi penangkapan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) yang tidak terjangkau oleh nelayan tradisional. 4) Memberikan ijin kembali terhadap kapal penangkap ikan ex luar negeri yang sudah berbendera Indonesia dan terbukti benar-benar dimiliki oleh pengusaha Indonesia yang nasionalis untuk dapat menangkap ikan di wilayah ZEEI yang tidak terjangkau oleh kapal nelayan Indonesia dan semua hasil tangkapan ikan harus didaratkan dan diolah di Indonesia. 5) Memperbolehkan kapal berbendera asing untuk mengangkut ikan hidup hasil budidaya nelayan sehingga ada kepastian pasar atau pemerintah menyediakan kapal pengangkut ikan hidup yang memenuhi persyaratan sebagai penggantinya. 6) Menyarankan Pemerintah untuk secepatnya melakukan pengukuran ulang kapal penangkap ikan yang ijinnya banyak yang sudah mati agar nelayan bisa menangkap ikan kembali. b. Industri Budidaya Perikanan Harus dilakukan revitalisasi industri budidaya perikanan terpadu yang efisien, produktif dan berkelanjutan melalui penyediaan benih unggul yang cukup, pakan yang murah, sarana infrastruktur yang memadahi, dukungan pembiayaan yang mudah, murah dan cepat, pemanfaatan lahan pantai yang marginal dan insentif 48

53 pemerintah yang menarik dalam upaya menjamin pasokan bahan baku ikan bagi industri pengolahan dan permintaan pasar domestic dan ekspor. c. Industri Pengolahan Hasil Perikanan Harus dilakukan revitalisasi industri pengolahan hasil perikanan yang berdaya saing global dengan pasokan bahan baku yang cukup dan stabil, kualitas yang memadai dan harga yang kompetitif dan stabil guna meningkatkan nilai tambah produk hasil perikanan untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor. Untuk menggalakkan industri pengolahan hasil perikanan diperlukan : 1) Pemerintah harus memberikan insentif khusus untuk meningkatkan daya saing terhadap industri pengolahan hasil perikanan dan menunda (meninjau kembali) Foreign Direct Investment (FDI) 100% industri pengolahan perikanan mengingat industri perikanan dalam negeri masih kekurangan pasokan bahan baku. 2) Memasukkan industri pengolahan perikanan kedalam industri padat karya sehingga bisa mendapatkan insentif pemerintah dalam kegiatan usahanya. Hasil dari rekomendasi ini adalah terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. 2. Rekomendasi Sistem Aplikasi dan Integrasi Logistik Pangan Dalam Rangka Percepatan Kedaulatan Pangan KEIN merekomendasikan sebuah Model berupa Sistem Aplikasi dan Integrasi Logistik Pangan Dalam Rangka Percepatan Kedaulatan Pangan. Adapun substansi pokok dalam rekomendasi ini adalah sebagai berikut : a. Subsidi Pangan sebesar Rp 75,9 Trilyun lebih baik DIALIHKAN pada subsidi : 1) Bunga KUR SAPRODI (Pupuk, Benih dan Pestisida). 2) Premi Asuransi Usaha Tani (gagal panen). 3) Jaminan Harga Output yang diterima petani (Harga Dasar). 4) Bunga Kredit Pengadaan Pangan kepada Koperasi. 5) Bantuan Pangan bagi petani gurem dan rakyat miskin desa. b. Pemerintah menetapkan harga Pupuk, Benih dan Pestisida, pada setiap tingkatan mulai dari Gudang LINI III Kabupaten/ Kota, di Gudang Koperasi Desa, dan Harga Eceran Tertinggi (HET) di tingkat Petani. Harga Pokok Pupuk Indonesia harus dapat 49

54 bersaing dengan Harga Pupuk Internasional dengan menyesuaikan harga gas bumi ke pabrik pupuk. c. Produsen Pupuk, Benih dan Pestisida ditugaskan oleh Pemerintah, untuk menjamin ketersediaan stok di gudang Kabupaten/ Kota dan mendistribusikannya melalui Koperasi Desa (BUMDes) berdasarkan Rencana Kebutuhan Petani (RKP). d. Petani membeli pupuk, benih, dan pestisida dengan sistem Yarnen (Bayar setelah Panen) dengan menggunakan KUR SAPRODI. e. Pemerintah menetapkan harga pembelian Produk Pangan dengan sistem Harga Dasar (HD) untuk melindungi Petani, dan harga jual dengan sistem Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk melindungi Konsumen. f. Pemerintah menugaskan BULOG untuk menjaga stok nasional dan menjamin stabilitas harga Pangan melalui pengadaan Pangan bekerjasama dengan Koperasi Desa, dan melalui Operasi Pasar bekerjasama dengan Koperasi (Koperasi Pedagang Pasar, Koperasi Karyawan, Koperasi Pegawai, Koperasi Serba Usaha di tiap Kelurahan serta UMKM). g. Pemerintah menugaskan BRI untuk menyediakan Kredit/ KUR SAPRODI kepada Petani dan Kredit Pengadaan Pangan kepada Koperasi dan BULOG. h. Pemerintah menetapkan BUMDes berbadan hukum Koperasi dengan Penugasan Khusus mengumpulkan basis data dan kebutuhan saprodi petani melalui RKP, menyalurkan Saprodi kepada Petani, membeli Gabah Petani dan menjualnya ke BULOG. i. Pemerintah menugaskan BPS sebagai Otoritas untuk melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, verifikasi, dan pengendalian Basis Data Tunggal Pangan dan Pertanian dengan menggunakan Aplikasi Mobile dan Sistem Informasi Teknologi Terpadu bekerjasama dengan PT Telkom Indonesia. j. Pemerintah membentuk Tim Percepatan Pembangunan Kedaulatan Pangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan di lapangan dipimpin langsung oleh Presiden di Tingkat Pusat, Gubernur di Tingkat Provinsi dan Bupati/ Walikota di Tingkat Kabupaten/ Kota. 3. Rekomendasi Usulan Strategi Menghadapi MEA melalui Peningkatan Daya Jangkau Konten Sosialisasi Pemerintah dengan Komunikasi yang Terintegrasi Proses integrasi ekonomi menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah dimulai pada penghujung tahun 2015 lalu. Namun demikian berdasarkan survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dirilis pada Desember 2015, baru 25,9% 50

55 masyarakat yang mengetahui apa itu MEA dan implikasinya terhadap kehidupan mereka. Di antara responden survei tersebut yang berprofesi sebagai pelaku bisnis, angkanya meningkat tipis menjadi 27,8%. Dengan kata lain, tingkat kepekaan masyarakat dan pelaku bisnis kita terhadap MEA masih relatif rendah. Oleh karena itu, KEIN mengusulkan agar pemerintah merumuskan sebuah regulasi di tingkat di bawah Undang-Undang (karena sifatnya yang mengatur persoalan teknis) untuk mewajibkan stasiun televisi baik nasional maupun lokal dapat memberikan slot waktu tayang gratis untuk konten sosialisasi dari pemerintah terkait MEA dan konten layanan masyarakat lainnya. Salah satu dasar hukum bagi hal ini adalah sebagaimana dinyatakan dalam bagian pembukaan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 bahwa frekuensi merupakan sumber daya alam terbatas dan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, termasuk dalam hal ini adalah frekuensi yang digunakan oleh stasiun televisi kita. Dengan kata lain, pemerintah memiliki posisi yang kuat untuk mengatur agar stasiun televisi memberikan sebagian dari slot waktu tayangnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ke depannya dengan kebijakan ini, berbagai program sosialisasi pemerintah dapat dioptimalkan daya jangkaunya. Tidak hanya terkait MEA namun juga berbagai kebijakan strategis dalam rangka mendukung proses Revolusi Mental yang sedang dijalankan oleh pemerintah seperti kampanye penerapan nilai-nilai kejujuran, cinta kebersihan, disiplin, dan lain-lain. 4. Rekomendasi untuk Sidang Kabinet Paripurna 7 April 2016 Beberapa pokok pikiran KEIN untuk Sidang Kabinet Paripurna, yang membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) Tahun 2016 dan Penghematan Pagu Anggaran Tahun 2016, Program Prioritas dan Pagu Indikatif dalam RKP 2017, Percepatan Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EODB) dan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). a. Sampai dengan Triwulan I, KEIN optimis terhadap perkembangan perekonomian Indonesia dengan outlook yang positif. b. Melihat perkembangan ekonomi saat ini, baik global dan dalam negeri, pemerintah perlu melakukan penyesuaian, terutama yang terkait dengan APBN

56 1) Asumsi nilai tukar perlu direvisi, mengingat selama Triwulan I nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap nilai tukar US$. Kami berpendapat, akan berkisar antara Rp Rp (asumsi APBN 2016, Rp /US$) 2) Asumsi harga ICP diperkirakan US$ per barrel (asumsi APBN 2016, 50 US$ per barrel) 3) Penerimaan diperkirakan tidak akan mencapai target, meskipun defisit APBN 2016 dimaksimalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, oleh karena itu perlu dilakukan penghematan belanja dengan pilihan kebijakan yang berdampak minimal terhadap pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat dan gini ratio. c. Program prioritas RKP 2017 hendaknya diprioritaskan untuk program yang menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan melalui : 1) Industrialisasi yang lebih fokus pada penggunaan bahan baku dalam negeri dan menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah (SD, SMP dan SMA). 2) Percepatan pembangunan infrastruktur yang terfokus dan mendukung industrialisasi tersebut. 3) Peningkatan daya beli masyarakat dengan program stabilisasi harga pangan yang konkrit dan komprehensif. d. Dalam kaitannya dengan percepatan kemudahan berusaha, KEIN menyampaikan sebagai berikut : 1) Menurut rilis Bank Dunia, Indonesia masih berada pada rangking 109 (sangat rendah) dalam hal EODB, tetapi banyak lembaga internasional menempatkan Indonesia sebagai tujuan investasi utama (UNCTAD dan JBIC), kedua hal ini saling bertolak belakang. 2) Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan indikator ease of doing business versi pemerintah yang menggambarkan perbaikan kemudahan berusaha yang telah terjadi di Indonesia berdasarkan daerah dan sektor yang dipublikasikan secara reguler baik di dalam maupun luar negeri. e. Mendukung One Map Policy karena akan mempermudah dan memberikan kepastian investasi bagi pelaku usaha. 5. Rekomendasi Pemikiran Awal Normalisasi (Menurunkan) Suku Bunga Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Suku bunga kredit bank di Indonesia relatif tinggi, jauh dibanding negara-negara lain baik di kawasan ASEAN maupun di antara negara-negara berkembang. Diperlukan 52

57 strategi dan kebijakan terobosan yang dapat mendorong penurunan suku bunga kredit bank agar dapat mendorong sektor riil. Dari kajian awal, KEIN berkesimpulan bahwa saat ini yang terjadi adalah kekeringan likuiditas di perekonomian sehingga bank harus berebut dana dan akibatnya muncul nasabah prioritas. Besarnya insentif return yang ditawarkan Bank Indonesia telah menyebabkan lazy bank dan kredit bukan menjadi pilihan utama bagi bank. Kesimpulan ini berkebalikan dengan Bank Indonesia yang selama ini meyakini bahwa saat ini terjadi kelebihan likuiditas atau excess liquiditas, berikut rekomendasi KEIN untuk mengatasi hal ini : a. Perubahan paradigma atau mindset, harus diyakini bahwa perekonomian Indonesia tidak sedang mengalami ekses likuiditas tetapi justru mengalami kekeringan likuiditas, sehingga perlu kerangka kebijakan dan operasi moneter yang bersifat ekspansif. b. Diperlukan solusi perubahan kebijakan moneter dan fiskal yang dapat dilakukan dengan cepat dan tidak memerlukan perubahan aturan perundangan serta tidak menciptakan goncangan terhadap pasar. c. Mekanisme perubahan kebijakan moneter yang diusulkan : 1) Bank Indonesia menghentikan untuk sementara semua instrumen moneter yang memberikan return tinggi kepada bank (baik itu Sertifikat Bank Indonesia, Term Deposit maupun Deposit Facility). 2) Langkah ini segera diikuti dengan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) oleh pemerintah (terutama untuk pembiayaan strategis seperti : Bulog agar dapat menyerap pangan dan dapat mengendalikan inflasi, maupun untuk pembiayaan infrastruktur dan industrialisasi). Tujuan penerbitan SUN adalah untuk menyerap dana perbankan yang selama ini ditempatkan di Bank Indonesia. Dengan kebijakan ini pemerintah diperkirakan akan mendapatkan dana dalam tahap awal sekitar Rp. 300 triliun (dana bank yang selama ini ada di BI) dan manfaat penting lainnya adalah kepemilikan asing di SUN akan turun signifikan. 3) Bila Bank Indonesia telah melakukan lelang pembelian SUN dari perbankan maka langkah ini akan memulai rezim baru di Indonesia dimana suku bunga akan ditentukan oleh pasar (bank). Selanjutnya di pasar juga akan ada tambahan likuidita secara bertahap dari pembelian SUN milik bank oleh Bank Indonesia. 53

58 4) Bank Indonesia diharapkan segera menyusun kerangka kebijakan moneter yang baru dengan menggunakan instrumen ekspansi berdasarkan tingkat bunga pasar (yang akan lebih rendah). 5) Bank Indonesia dan pemerintah menyusun tahapan dalam implementasi. Injeksi likuiditas yang dilakukan secara terencana diiringi program-program pembangunan yang tepat sasaran akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 6) Injeksi likuiditas (semacam program quantitative easing) oleh Bank Indonesia akan membantu pendanaan APBN pemerintah sekaligus meningkatkan peran investasi swasta dalam mendorong pertumbuhan. 6. Rekomendasi mengenai Pekebun Kelapa Sawit (PSI) Indonesia Industri sawit Indonesia adalah salah satu industri andalan karena kontribusinya terhadap pendapatan devisa di 2015 adalah sebesar US$ 18 milyar/tahun (12% dari Total ekspor Indonesia di 2015). 1 Indonesia adalah produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dan mempunyai keunggulan komparatif sekaligus kompetitif (ISPO). Sementara itu ada fenomena menarik di mana telah lahir pengusaha Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) di industri sawit sebagai produk dari reformasi. Walaupun di Indonesia terdapat kelangkaan lahan, sebuah studi yang dilakukan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) RI di 2011 telah mengungkapkan bahwa ada sekelompok Petani Sawit Independen( PSI ) yang memiliki 3,5 juta hektar sawit tertanam namun mereka masih mengalami kesulitan dalam memasarkan tandan buah segar ( TBS ) karena tidak memiliki pabrik kelapa sawit tersendiri ( PKS ). Menurut studi yang dilakukan KPPU tersebut, Pabrik Kelapa Sawit Tanpa Kebun ("PKS-TK") yang perlu dibangun adalah sebanyak 186 buah agar para PSI bisa berkembang ke hilir. Selain masalah pemasaran, para PSI tersebut juga mengalami masalah dalam meningkatkan produktivitasnya yang rendah (cq. hanya 3,01 ton/hektar). Padahal rata-rata produktivitas TBS kebun swasta besar adalah : 3.82 ton/hektar. 2 Hasil evaluasi mengungkapkan bahwa pada garis besarnya persoalan pengembangan PSI ada 3 (tiga) macam, yaitu: a. Kebijakan PSI oleh Para Pemangku Kepentingan PSI yang TIDAK TERPADU; dan 54

59 b. Para PSI belum mempunyai PKS sendiri bahkan masih sulit bekerja sama dengan PKS-TK karena berbagai kendala yang ada di lapangan baik terkait peraturan lama yang melarang pendirian PKS-TK (vide: pasal 10 Permentan No. 26/2007) maupun persyaratan yang diatur dalam peraturan baru (cq. Permentan 98/2013). 3 Padahal pasal 57 ayat 1 UU no.39/2014 telah mengatur : Pemberdayaan Usaha Perkebunan khususnya dalam bentuk Kemitraan Usaha Perkebunan.\ c. Kemampuan implementasi/eksekusi kebijakan/program serta alokasi sumber daya dari para PSI yang tidak memadai. Untuk mengatasi masalah ini maka diusulkan beberapa rekomendasi, antara lain : a. Kebijakan Pemerintah perlu memihak kepada PSI sehingga mereka bukan hanya benar-benar bisa mandiri tapi juga terus berkembang; b. Kebijakan pemerintah agar dapat mempermudah pendirian PKS-TK sehingga bisa menyerap TBS dari PSI sesuai dengan amanah Permentan No. 98/2013. Permentan No. 98/2013 ini memungkinkan Koperasi PSI bisa ikut memiliki saham di PKS-TK tersebut. c. Untuk itu Pemerintah Pusat antara lain perlu melakukan : 1) Meminta pemerintah daerah (PEMDA) agar kepemilikan STD-B (Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan Budidaya) vide: berdasarkan pasal 5 Permentan No. 13/2013) bagi PSI diberlakukan secara bertahap sehingga tidak terlalu membebani PSI. PEMDA seyogyanya tidak menjadikan perolehan STD-B tersebut sebagai prasyarat bagi investor PKS-TK untuk memperoleh perijinan karena ini masuk ke ranah penegakan hukum yang seharusnya TIDAK menjadi tanggung jawab swasta. 2) Untuk pengurusan STD-B agar tidak di bebani biaya-biaya yang memberatkan (cq. Retribusi berkelanjutan). d. Pembinaan dan upaya memfasilitasi dari Pemerintah agar manajemen Koperasi PSI dapat dilakukan secara profesional dan sejalan dengan good corporate governance sehingga PSI benar-benar mendapatkan kemanfaatan; e. Kebijakan Pemerintah untuk juga memberikan fasilitas subsidi bunga bagi PSI dan Koperasi PSI; 55

60 f. Kebijakan Pemerintah dalam pemberian Sarana Produksi (Pupuk, benih, alat kerja dll) serta bantuan teknis budi daya tanam sawit yang baik (Good plantation practices) kepada PSI dan Koperasi PSI; g. Kebijakan Pemerintah yang menjamin agar PSI mendapat peluang yang sama dalam mendapatkan perluasan lahan sawit mereka; h. Kebijakan dalam proses pengurusan alas hak atas lahan yaitu berupa sertifikasi tanah milik PSI melalui PRONA. Program ini juga sesungguhnya akan menambah tax payer base secara signifikan. i. Memberikan seed capital kepada Koperasi PSI agar dapat dibentuk secara massal dan professional. j. Kebijakan Pemerintah Pusat agar mendorong bank-bank untuk membuka pintu dalam pemberian kredit untuk pembangunan PKS milik Koperasi PSI atau PKS- TK yang bekerjasama dengan Koperasi PSI. k. Pemerintah perlu mengajukan kembali Rancangan Undang-undang (RUU) Perkoperasian yang lebih moderen sehingga bukan hanya bisa mengatasi kendala dan permasalahan yang menghambat perkembangan koperasi tapi juga sekaligus memungkinkan koperasi untuk ikut bersaing dan berkembang di tengah perekonomian moderen yang berbasis ICT (Digital economy). l. Untuk pengawasan KSP dan KSU: KSP perlu di bawah pengawasan suatu otoritas pengawasan yang dibentuk khusus untuk itu (semacam OJK). Sedangkan untuk Koperasi Serba Usaha (KSU) bisa tetap beroperasi di bawah pengawasan Kementerian KUKM. m. Merevitalisasi lembaga semacam PRPTE (Program Rehabilitasi Proyek Tanaman Ekspor). 7. Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Industri Mebel dan Kerajinan Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi Permasalahan yang dihadapi Industri mebel dan Kerajinan saat ini antara lain: (1) Keterbatasan teknologi tepat guna, (2) Kurangnya SDM terampil dan terstandar, serta inovasi produk yang belum maksimal, (3) Kurangnya dukungan pemerintah dalam pemasaran dan melakukan penetrasi pasar, (4) Belum didukung oleh infrastruktur, dan (5) Berbagai kebijakan pemerintah tidak mendukung daya saing. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut KEIN memberikan rekomendasi : a. Menjamin pasokan bahan baku berkualitas dan juga bahan pendukung. b. Peremajaan Mesin dan Penggunaan Teknologi Tepat Guna. 56

61 c. Meningkatkan Kompetensi SDM dan Inovasi Produk. d. Meningkatkan Dukungan Pemerintah di Bidang Pemasaran dan Penetrasi Pasar. e. Dukungan permodalan dan program bantuan. f. Membangun infrastruktur dan pelaksanaan kebijakan yang mendukung daya saing. 8. Rekomendasi Pembentukan Kelembagaan Pendidikan Vokasi Pendidikan vokasi belum menjadi solusi pengangguran, pendidikan vokasi (kejuruan) belum mampu mengurangi gap penyediaan ketenagakerjaan yang dibutuhkan industri, buktinya adalah tingkat pengangguran terbuka dari lulusan pendidikan vokasi adalah yang tertinggi (9.84%). Data juga menunjukkan bahwa waktu tunggu bekerja lulusan vokasi/smk jauh lebih panjang daripada waktu tunggu bekerja lulusan SMP dan SD. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah ketiadaan lembaga yang mampu mengintegrasikan sektor swasta dan lintas Kementerian/Lembaga untuk updating kurikulum, sertifikasi, standarisasi dan penyerapan lulusan pendidikan vokasi. Selain itu permasalahan berikutnya adalah ketiadaan insentif bagi industri untuk terlibat aktif dalam pendidikan vokasi yang lebih terstruktur dan masif. KEIN merekomendasikan beberapa kebijakan mengenai hal ini, antara lain : a. Pembentukan kelembagaan untuk mengintegrasikan Pihak Swasta dan Lintas K/L dalam partisipasi pendidikan vokasi : penyusunan kurikulum dan penyerapan lulusan vokasi. b. Revitalisasi sertifikasi keahlian lulusan SMK dan standarisasi lembaga pendidikan vokasi. c. Pemberian insentif fiskal bagi industri. 9. Rekomendasi Bantuan Sosial Non Tunai yang Tepat Sasaran Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan KEIN, terdapat beberapa tantangan dan permasalahan dalam menerapkan kebijakan Penyaluran Non Tunai Bantuan Pangan dan Sosial yang diantaranya adalah : a. Belum terbentuknya tim pelaksana terintegrasi. b. Agen penyalur belum siap. c. Belum ada pesan kunci yang ikut mendukung program. d. Potensi munculnya konflik sosial akibat perubahan pola penyaluran. e. Beban potensi kenaikan harga pangan. f. Suplai bahan pangan belum bisa dipasok penuh oleh potensi lokal. 57

62 KEIN merekomendasikan penyelesaian masalah, antara lain : a. Menyempurnakan tim koordinasi raskin yang sudah ada. b. Menetapkan agen penyalur beserta mekanisme kontrolnya. c. Segera menentukan nama program dan melakukan sosialisasi ke-44 kota sasaran. d. Perlu disegerakan pelaksanaan national payment gateway system. e. Prioritas terhadap produsen lokal untuk suplai bahan pangan. f. Stabilisasi harga komoditas dalam program (beras dan telur). g. Perbaikan data raskin dan antisipasi perbedaan perlakuan antar daerah (penerima raskin dan penerima voucher). 10. Rekomendasi Pengembangan Koperasi dan UKM Permasalahan utama Koperasi dan UMKM di Indonesia adalah (1) Kompetensi Sumber Daya Manusia, (2) Pembiayaan: Modal Sendiri dan Pinjaman, (3) Distribusi dan Pemasaran, (4) Manajemen dan Teknologi, dan (5) Kelembagaan. Berdasarkan permasalahan permasalahn tersebut, KEIN memberikan rekomendasi strategi pemecahan masalah Koperasi dan UMKM sebagai berikut : a. Membangun kemampuan usaha Koperasi dan UMKM melalui pelatihan, loka karya dan pendampingan dengan fokus pada: Usaha Kecil dan Usaha Menengah sejumlah unit usaha. b. Kemitraan berbasis Mata Rantai Bisnis antara Usaha Besar dengan Usaha Kecil dan Usaha Menengah. c. Pencetakan wirausaha muda baru. Target Pertama dalam 3 tahun ke depan : a. Petani Kebun Sawit: 4,5 juta Ha dengan tenaga kerja (anggota keluarga): ± 20 juta orang. b usaha menengah dalam tiga tahun. c. Penjaringan dan penyaringan wirausaha muda. 11. Rekomendasi Langkah Strategis Menuju Pertumbuhan Ekonomi 7% yang Berkualitas Tantangan dalam menuju pertumbuhan ekonomi 7% yang berkualitas diantaranya adalah : a. Struktur ekonomi rentan 56,86% di topang konsumsi rumah tangga. b. Kinerja ekspor belum kuat. c. Ruang fiskal terbatas. d. Inequality masih tinggi dengan gini ratio sebesar 0,4. 58

63 e. Sumber pembiayaan pembangunan terbatas. f. Produktivitas dan daya saing rendah. KEIN memberikan solusi jangka pendek diantaranya : a. Mendorong konsumsi dengan menjaga laju inflasi tetap rendah dan menjaga daya beli kelompok rumah tangga miskin. b. Mendorong investasi dengan mengoptimalkan Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Industri. c. Mendorong ekspor dengan cara : 1. Meningkatkan jaringan promosi dan pemasaran ekspor untuk produk inovatif dan komoditi potensial. 2. Melaksanakan dan memperluas skema pembiayaan bilateral dengan mengefektifkan kerjasama lembaga pembiayaan ekspor antar negara. d. Pengendalian impor dengan cara : 1. Mempermudah impor bahan baku untuk industri padat karya atau nilai tambah tinggi. 2. Meningkatkan non tariff barrier untuk komoditas konsumsi dan memiliki substitusi. KEIN juga memberikan solusi jangka panjang diantaranya adalah : a. Mendorong konsumsi dengan menciptakan lapangan kerja melalui proyek pemerintah yang bersifat padat karya dan berbasis sumberdaya lokal. b. Mendorong investasi dengan cara : 1. Mendorong pengembangan e-commerce. 2. Realokasi belanja modal ke luar Jawa. 3. Pemilihan prioritas industri. 4. Perencanaan terintegrasi; menyesuaikan proyek infrastruktur strategis untuk menjawab kebutuhan industri. 5. Relaksasi fiskal terhadap industri prioritas yang padat karya/bernilai tambah tinggi berbasis agro, sumberdaya alam dan maritim. 6. Mewajibkan perbankan untuk mengalokasikan minimal 20% dari kreditnya untuk UKM. c. Mendorong ekspor dengan cara 1. Peningkatan pengawasan ekspor komoditas tertentu untuk pengamanan penerimaan devisa dan penerimaan negara yaitu untuk CPO, batu bara, serta produk SDA lainnya. 59

64 2. Mendorong ekspor melalui relaksasi perijinan, insentif untuk bahan baku yang tidak tersedia di dalam negeri dan aktif mencari pasar baru tujuan ekspor. 3. Mempercepat pelaksanaan multi moda, mengurangi biaya, waktu, transparansi dan akuntabilitas di pelabuhan, serta optimalisasi peranan dry port. d. Pengendalian impor 1. Mengendalikan impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing produk domestik di pasar dalam negeri. 2. Meningkatkan pengawasan peredaran barang impor di pasar lokal sesuai dengan ketentuan SNI, labelisasi, karantina, dan HAKI. 60

65 C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA DARI WAKTU KE WAKTU Setelah mengetahui capaian kinerja tahun 2016 berdasarkan perbandingan realisasi dan target, maka agar kondisi tersebut dapat menjadi pijakan kinerja tahun-tahun mendatang, perlu dilihat atau dibandingkan dengan capaian tahun-tahun sebelumnya. Pada sub bahasan ini, pola membandingkan capaian kinerja adalah terhadap capaian tahun lalu, capaian beberapa tahun kebelakang, dan keterkaitan dengan Standar Nasional unit kerja pendukung (Kedeputian I), serta tindak lanjut hasil Evaluasi Laporan Kinerja 2016 oleh APIP (Aparat Pemeriksa Instansi Pemerintah) Inspektorat Kemenko Bidang Perekonomian. Tabel 9 Pengukuran Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Fiskal dan Moneter Tahun 2014 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Program/ Kegiatan Anggaran Pagu Realisasi % Meningkatnya efektivitas koordinasi dan sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter. Tersusunnya peraturan yang menunjang pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Terkendalinya inflasi IHK yang lebih rendah dari inflasi nasional. 5 Peraturan 5 Peraturan 100% 50% 56,1% 112,2% Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian Rp. 10,5 milyar Rp ,05% Per 31 Desember 2014 Tercapainya target penyaluran Kredit Usaha Rakyat tahun Rp. 37 Triliun Rp. 37 Triliun 100% Sumber : Laporan Realisasi Indikator Kinerja Utama Kedeputian I Tahun

66 Tabel 10 Capaiam Indikator Kinerja Utama Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2015 SS Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi s/d Desember 2015 Kinerja Keterangan (a) (b) (c) (d) (e)=(d) (f) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. Presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 80% 100% 100% Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. Presentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 80% 100% 100% Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Tercapainya target penyaluran Kredit berpenjamin (Kredit Usaha Rakyat/KUR). Rp. 20 Triliun) Rp. 22,75 Triliun 113,75% Catatan : Realisasi Januari - Desember 2015 Tabel 11 Capaiam Indikator Kinerja Utama Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016 SS Indikator Kinerja Target 2016 Realisasi s/d Desember 2016 Kinerja Keterangan (a) (b) (c) (d) (e)=(d/c) (f) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. Presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 80% 100% 125% Rekomendasi terhadap penyusunan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) - (Paket Kebijakan VII : Mendorong Industri Padat Karya) Rekomendasi terhadap penyusunan RPP Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu (Paket Kebijakan VII: Mendorong Industri Padat Karya) Tersusunnya Basis Data Perekonomian (PANDURATA) yang Terbaharui secara Periodik Tersusunnya Model Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Leading Economic Indicator Rekomendasi Kebijakan terkait Pemberdayaan Pasca Sertifikasi Hak Atas Tanah (SHAT) Surat Menko Perekonomian kepada Menteri Dalam Negeri perihal Permohonan Penerbitan Surat Edaran kepada Pemda Kabupaten/Kota, sebagai dasar pengurangan BPHTB 62

67 Peraturan Presiden No.82 tentangstrategi Nasional Keuangan Inklusif. Dokumen Strategi Nasional Keuangan Inklusif dipaparkan dihadapan Queen Maxima dalam kunjungan ke RI pada 30 Agustus 2016 s/d 1 September 2016 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 melalui Keputusan Komite Privatisasi dalam rapat sirkuler Nomor: Rakor tanggal 29 Januari 2016 Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Privatisasi diluar PTP Tahun 2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor: S-178/M.EKON/07/2016 tanggal 15 Juli Pengendalian pelaksanaan kebijakan fasilitas Tax Allowance 2. Rekomendasi tentang fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah 3. Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID tahun 2016 dan Penyampaian rekomendasi hasil Rakornas oleh Menko Perekonomian kepada Menteri/Pimpinan lembaga 4. Penyusunan Rekomendasi Penguatan Dasar Hukum Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional 5. Buku Kumpulan Peraturan Terkait Ease of Doing Business (EoDB) Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. Presentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan. 80% 100% 125% Surat Deputi I Kepada Sekretaris Majelis Wali Amanat ICCTF Terkait Tanggapan dan Persetujuan Kegiatan ICCTF Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM Nomor S-110/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Penyusunan Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoral kepada 11 Menteri dan 2 Kepala Badan 8. Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM nomor S-112/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Fokus Penyaluran KUR kepada Gubernur Provinsi Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat; Kementerian Keuangan; Kementerian Koperasi dan UKM; dan 19 Direksi Bank Pelaksana KUR 9. Pemberian Persetujuan PKLN PT PLN 10. Masukan terhadap Permintaan Paraf Menko Perekonomian pada Rancangan Reraturan Pemerintah (RPP) Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN/Institusi dibawah Kementerian Keuangan Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Tercapainya target penyaluran Kredit berpenjamin (Kredit Usaha Rakyat/KUR). Rp. 100 Triliun) Rp. 95 Triliun 95% 1. Tahun 2016 Pemerintah telah memutuskan penyaluran KUR sebesar Rp. 100 Triliun 2. Kinerja target penyaluran KUR adalah 95% Catatan : Realisasi Januari - Desember

68 Dari sisi anggaran capaian realisasi anggaran Tahun 2016 sedikit lebih rendah dari target yang ditetapkan, yaitu sebesar 85,06% dari target sebesar 93%. Hal ini disebabkan karena adanya tambahan anggaran pada program koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang perekonomian, dengan sasaran program yang ingin dicapai dalam rangka menunjang keberhasilan Kabinet Kerja untuk menentukan Kebijakan Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN). Latar belakang pembentukan KEIN adalah Pasal 1 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Komite Ekonomi dan Industri Nasional mengamanatkan untuk membentuk Komite Ekonomi dan Industri Nasional yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kebijakan yang dihasilkan KEIN akan dilaporkan secara eksklusif kepada Presiden sehingga dalam pelaporan kinerjanya akan dibuat terpisah dari LAKIP ini, meskipun secara anggaran menjadi salah satu output dalam kegiatan/unit kerja Eselon II, Asisten Deputi Kebijakan Fiskal. Tugas anggota KEIN meliputi : pengkajian terhadap permasalahan ekonomi dan industri nasional, regional, dan global; menyampaikan saran tindak strategis dalam menentukan kebijakan ekonomi dan industri nasional kepada presiden; dan melaksanakan tugas lain dalam lingkup ekonomi dan industri yang diberikan Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, KEIN berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait dan untuk membantu pelaksanaan tugas KEIN, dibentuk kelompok-kelompok kerja (Pokja)yang terdiri dari 17 (tujuh belas) Pokja serta keanggotaan dan tata kerjanya ditetapkan oleh Ketua KEIN. Adapun target rekomendasi yang ditetapkan dalam Rencana Kerja (Renja 2017) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan adalah menghasilkan 20 (duapuluh) rekomendasi program yang diperkirakan memberikan dampak luas pada stakeholder, yaitu 10 (sepuluh) rekomendasi dalam mencapai sasaran : Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro Keuangan; dan 10 (sepuluh) rekomendasi untuk : Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan. Selain menghasilkan rekomendasi (output) bagi Eselon I sebagaimana tersebut diatas, terdapat juga 3 (tiga) output kegiatan unit kerja Eselon II yang menjadi nilai tambahan dalam capaian kinerja organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan. Meskipun fluktuasi beban kerja yang cenderung mengalami peningkatan signifikan, namun belum seimbang dengan sumberdaya manusia yang ada. Disatu sisi capaian sasaran strategis ke-3 (tiga) bagi : Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), dapat dilaksanakan mendekati target 64

69 yang telah ditetapkan. Penyaluran kredit berpenjamin KUR mencapai target yang direncanakan sehingga memberikan dampak luas bagi masyarakat, baik berupa meningkatnya modal kerja maupun perluasan kesempatan kerja. Dari Rp.100 Triliun yang ditetapkan pada awal tahun, realisasi penyaluran KUR sampai akhir tahun diestimasikan sebesar Rp.95,- Triliun (95%), hal ini merupakan prestasi tersendiri bagi unit organisasi Deputi Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan mengingat KUR sebagai salah satu Program Nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam visi presiden dan wakil presiden Nawa Cita yang sesuai dengan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yaitu lebih fokus memastikan terwujudnya pelaksanaan agenda prioritas 3 membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan, agenda prioritas 6 meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan agenda prioritas 7 mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. D. REALISASI ANGGARAN Pagu awal anggaran Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan adalah sebesar Rp ,- namun kemudian terjadi pemotongan dan penghematan anggaran sehingga pagu anggaran 2016 menjadi hanya sebesar Rp ,-. Dengan realisasi pada akhir tahun sebesar Rp ,- atau 97,05%, maka penyerapan aktual lebih tinggi dari yang ditargetkan sebesar 93%, sehingga Selisih Lebih Antar Perhitungan Anggaran (SILPA) hanya sebesar Rp ,- atau 2,95%. Sedangkan pagu awal anggaran Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan memperhitungkan tambahan anggaran KEIN adalah sebesar Rp ,- dan pagu setelah pemotongan dan penghematan anggaran menjadi sebesar Rp ,-. Adapun realisasi akhir tahun dengan memperhitungkan penyerapan anggaran KEIN menjadi sebesar Rp ,- atau 85,06%. Dengan SILPA sebesar Rp ,- atau 14,94%. 65

70 Tabel 12 Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2016 No. Kegiatan Pagu Realisasi Anggaran % 1 Kebijakan Bidang Fiskal , ,- 82,69% Kebijakan Bidang Moneter Neraca Pembayaran Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara , ,- 98,52% , ,- 94,68% , ,- 99,09% , ,- 96,84% Total Realisasi , ,- 85,06% Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2015 maka terjadi kenaikan yang signifikan dalam realisasi anggaran tahun 2016 pada unit organisasi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan memperhitungkan anggaran KEIN. Selain kemampuan unit-unit eselon II memaksimalkan kegiatan-kegiatan dan programnya, faktor yang mempengaruhi peningkatan realisasi itu disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Pusat untuk melakukan penghematan dan pemotongan anggaran tahun Penyerapan anggaran tahun 2016 mencapai Rp ,- (85,06%) dari pagu anggaran sebesar Rp ,- dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2015 sebesar Rp (76,04%) dari total pagu anggaran sebesar Rp ,-. 66

71 Realisasi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016 dalam kerangka biaya per sasaran yang dicapai ditunjukkan dalam tabel 14 sebagai berikut : Tabel 13 Realisasi Anggaran untuk Mencapai Sasaran (cost per outcome) Sasaran Program Jenis Kegiatan Sasaran Kegiatan Pagu Realisasi % Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi di bidang ekonomi makro dan keuangan Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan Rekomendasi hasil koordinasi, sinkronisasi dan sosialisasi Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Rekomendasi hasil telaahan/ kajian Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan , ,- 83,72% Terwujudnya rekomendasi pengendalian pelaksanaan terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan Terwujudnya rekomendasi pengendalian kebijakan yang terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan , ,- 96,55% , ,- 98,91% Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi UMKM Layanan dukungan admnistrasi kegiatan dan tata kelola Terwujudnya layanan dukungan administrasi kegiatan dan tata kelola terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan , ,- 97,64% Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut di atas, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan didukung oleh 32 (tiga puluh dua) Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terdiri dari : satu pejabat eselon I, empat pejabat eselon II, sepuluh pejabat eselon III, tujuh pejabat eselon IV, dan sepuluh pelaksana. Meskipun belum seluruh bagan organisasi terisi dengan pegawai organik, sumberdaya yang ada berupaya memenuhi pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dengan optimal. Dengan keterbatasan dukungan sumberdaya, peralatan dan ruang yang ada, unit organisasi juga berupaya memaksimalkan penggunaannya. Meskipun terdapat keterbatasan ruang, kegiatan rapat dan pembahasan koordinasi, sinkronisasi, maupun pengendalian kebijakan diutamakan dilakukan di dalam Lingkungan Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, adapun rapat-rapat di luar kantor dilakukan apabila ruang dan tempat rapat yang tersedia sudah benar-benar tidak memungkinkan lagi (penuh terpakai oleh jadwal rapat unit kerja lainnya). 67

72 BAB IV PENUTUP Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang digunakan dalam penyusunan Laporan Kinerja unit-unit kerja di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam rangka memenuhi kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan visi dan misi organisasi yang terdiri dari berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan stratejik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja. Laporan kinerja Deputi Bidang Kordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan dokumen yang berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang disusun dan disampaikan secara sistematik, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 12 tahun 2015, tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan Kinerja ini merupakan laporan pertanggungjawaban kegiatan utama Kedeputian I yang dibuat untuk menjadi bahan evaluasi dalam rangka perbaikan, penyempurnaan dan peningkatan kinerja yang lebih baik, terukur, dan terarah. Pertumbuhan ekonomi sebagai indikator ekonomi makro tahun 2016 tumbuh sebesar 5,04 persen. Hal tersebut didorong kuat oleh konsumsi rumah tangga, dan diikuti dengan kenaikan jumlah investasi yang mulai meningkat. Pertumbuhan ini jauh lebih besar diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia dan negara-negara berkembang. Selain itu, pertumbuhan ekonomi di Indonesia mampu menurunkan tingkat ketimpangan, kemisikinan, dan juga pengangguran di Indonesia. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, tingkat inflasi di Indonesia tetap dapat dijaga pada level 3,02 persen (year of year) pada tahun kalender 2016, dan hal ini masih dibawa asumsi makro APBNP 2016 sebesar 4,0 persen. Pengendalian inflasi tersebut didukung oleh penguatan koordinasi antara Pemerintah Pusat, Bank Indonesia, serta Pemerintah Daerah. Capaian kinerja Deputi I pada tahun 2016 menunjukkan hasil yang baik, terhadap target yang telah ditetapkan pada awal tahun. Hal itu ditunjukkan dengan capaian indikator Sasaran Strategis 1 : Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan mencapai 125%; Sasaran Strategis 2 : Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan yang mencapai 125%. Namun demikian, suatu prestasi yang sangat baik dicapai dalam indikator Sasaran Strategis 3 : 68

73 Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang mencapai 95% dari target yang ditetapkan. Masih banyak tantangan yang harus diwujudkan dimasa mendatang yang harus segera disikapi dengan bentuk kerja nyata yang positif dan transparan. Akhirnya dengan disusunnya Laporan Kinerja ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang tranparan kepada pimpinan dan seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi serta kegiatan utama Kedeputian I, sehingga dapat menjadi umpan balik terhadap peningkatan kinerja keasdepan dan kedeputian khususnya, serta berdampak signifikan terhadap peningkatan kinerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan pada masa yang akan datang. 69

74 LAMPIRAN 70

75 Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan KEGIATAN-KEGIATAN Koordinasi Kebijakan Bidang Fiskal 1 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang fiskal Indikator Persentase rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang fiskal yang ditindaklanjuti 2 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan bidang fiskal Indikator Persentase hasil rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang fiskal yang ditindaklanjuti 3 Sasaran Kegiatan Terwujudnya dukungan administrasi kegiatan dan tata kelola di lingkungan Deputi I Indikator Persentase hasil dukungan administrasi kegiatan dan tata kelola di lingkungan Deputi I Target Lap Lap Lap Lap Lap Unit Organisasi Pelaksana Asdep Fiskal Koordinasi Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran 1 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang Moneter dan Neraca Pembayaran Asdep Moneter dan Neraca Pembayaran 71

76 Indikator Persentase rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang Moneter dan Neraca Pembayaran yang ditindaklanjuti 2 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan bidang moneter (inflasi) Indikator Persentase hasil rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan bidang Moneter (inflasi) yang ditindaklanjuti 3 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan Kebijakan Remitansi, Pembiayaan dan Asuransi TKI Indikator Persentase hasil rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan Kebijakan Remitansi, Pembiayaan dan Asuransi TKI yang ditindaklanjuti Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil 1 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang Ekonomi Daerah dan Sektor Riil Indikator Persentase rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang Ekonomi Daerah dan Sektor Riil yang ditindaklanjuti Asdep Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil 72

77 2 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan Pengembangan Ekonomi Daerah Indikator Persentase hasil rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan dengan pengembangan ekonomi daerah yang ditindaklanjuti Koordinasi Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan 1 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang PMLK Indikator Persentase rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang PMLK yang ditindaklanjuti 2 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan bidang PMLK Indikator Persentase hasil rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang PMLK yang ditindaklanjuti 3 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro dan kecil Indikator Persentase hasil rekomendasi kebijakan kebijakan KUR Mikro Asdep Pasar Modal dan Lembaga Keuangan 73

78 Koordinasi Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 1 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang BUMN Indikator Persentase rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang BUMN yang ditindaklanjuti 2 Sasaran Kegiatan Terwujudnya rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan bidang BUMN Indikator Persentase hasil rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang BUMN yang ditindaklanjuti Asdep BUMN Sumber : Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 74

79 Tahap Persiapan Tahap Implementasi Mengukur (Prediksi) Dampak Perubahan Penyaluran plafon KUR 2016 sebesar Rp 100 triliun akan tercapai 100%. Jumlah debitur KUR meningkat. Cakupan sektor debitur KUR meningkat. Jumlah bank dan LKBB penyalur KUR semakin meningkat. Informasi bagi calon debitur KUR semakin Quick Win PenanggungJawab Anggaran QUICK WIN 2016 DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN : Percepatan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan : Rp (Satu Miliar Rupiah) Kriteria keberhasilan : 1. Jumlah plafon KUR yang disalurkan 2. Tingkat kredit bermasalah (NPL) 3. Jumlah debitur yang menerima Aktivitas Target Realisasi Cara Menghitung Aktivitas Target Realisasi Cara Menghitung Koordinasi alokasi plafon penyaluran KUR dan kriteria calon debitur KUR 4 kali kegiatan koordinasisinkronisasi 4 kali Rapat Koordinasi Tingkat Menteri 1) 28/1/2016 Rakor KUR 2) 11/2/2016 Rakor KUR 3) 15/4/2016 Rapat mekanisme plafon KUR 4) 24/6/2016 Rakor KUR Pelaksanaan dibanding target (disertai dengan rekomendasi hasil tiap kegiatan tersebut) Pengendalian pelaksanaan Permenko 13 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR Pengendalian pelaksanaan Permenko 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR 3 kali monitoringpengendalian 1 kali (monitoring pelaksanaan KUR di Surakarta) Pelaksanaan dibanding target (disertai dengan rekomendasi hasil tiap kegiatan tersebut) Koordinasi dan sinkronisasi akomodasi eks. Kredit Program 5 kali kegiatan koordinasisinkronisasi/ 4 kali Rapat Koordinasi Teknis 1) 11/1/2016 Pelaksanaan dibanding target (disertai dengan rekomendasi Sosialisasi Program KUR 2016 dengan pelaksanaan 1 kali sosialisasi 6 kali sosialisasi 1) 11/2/2016 di Bandung 2) 18/2/2016 di Pelaksanaan dibanding target (disertai dengan rekomendasi hasil

80 lengkap dengan pengembanga n SIKP on line. kedalam KUR Koordinasi dan sinkronisasi untuk memberikan kesempatan bagi Bank dan/atau Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), dan koperasi untuk menjadi penyalur KUR Koordinasi penyiapan Sistem Informasi Kredit program (SIKP) 3 kali monitoringpengendalian 3 kali kegiatan koordinasi/ sinkronisasi/ 2 kali monitoringpengendalian 2 kali kegiatan koordinasi/ sinkronisasi/ Rapat penggabung an KKPE dlm KUR 2) 26/1/2016 Rapat KUR sektoral eks KKPE 3) 23/3/2016 Rapat plafon KUR eks KKPE 4) 21/6/2016 Rapat KUR eks KKPE 5 kali Rapat Koordinasi Teknis 1) 3/2/2016 Rapat pembahasa n penyalur KUR 2) 22/2/2016 Rapat keikutsertaa n koperasi dlm KUR 3) 15/3/2016 Rapat kepesertaan koperasi dlm KUR 4) 29/4/2016 Rapat kerjasama Bank,BPR,K operasi 5) 28/6/2016 Rapat kepesertaan koperasi 4 kali Pelaksanaan Kegiatan 1) 19/1/2016 hasil tiap kegiatan tersebut) Pelaksanaan dibanding target (disertai dengan rekomendasi hasil tiap kegiatan tersebut) Pelaksanaan dibanding target (disertai dengan rekomendasi customer gathering Workshop SIKP 1 kali Kajian/ telaahan/fgd Semarang 3) 3/3/2016 di Surabaya 4) 17/3/2016 di Medan 5) 23/3/2016 di Makassar 6) 29/3/2016 di Bali 7 bank penyalur Bank BRI Bank Mandiri Bank BNI Bank NTT Bank Sinarmas Bank Maybank 6 kali workshop 1) 11/2/2016 di Bandung 2) 18/2/2016 di tiap kegiatan tersebut) Pelaksanaan dibanding target (disertai dengan rekomendasi hasil tiap kegiatan tersebut) Pelaksanaan dibanding target (disertai dengan rekomendasi hasil

81 Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan skema subsidi bunga telah disalurkan sejak 14 Agustus 2015 dengan suku bunga 12%. Sejak tahun 2016, KUR disalurkan oleh 7 bank penyalur dengan suku bunga 9%. Penyaluran KUR tersebut dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 tahun 2015 sebagaimana diubah menjadi Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 13 tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan KUR. Sesuai dengan arahan Presiden dalam Rapat kabinet terbatas tanggal 5 Oktober 2015, target penyaluran KUR tahun 2016 adalah sebesar Rp Triliun. Dalam rangka mendukung tercapainya target penyaluran KUR, pemerintah mengalokasikan dana subsidi bunga sebesar Rp 10,5 Triliun. Berdasarkan Rapat Koordinasi Komite Kebijakan KUR tanggal 28 Desember 2015, pada tahun 2016 dibuka kesempatan bagi Bank dan/atau Lembaga Keuangan Bukan Bank untuk menjadi penyalur KUR dengan persyaratan yang diatur dalam Permenko 8 Tahun 2015 jo. 13 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR yaitu lembaga keuangan tersebut harus mendapatkan rekomendasi tingkat kesehatan dari OJK, memiliki online sistem dengan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP), dan memiliki online sistem dengan Perusahaan Penjamin. Berdasarkan persyaratan tersebut, OJK telah merekomendasikan 23 bank (umum, syariah, dan BPD), 4 perusahaan pembiayaan, 1 PT. PNM (Persero), dan 11 Bank khusus sebagai penyalur KUR di sektor eks. KKPE (sektor ekonomi 1 dan 2). Lembaga keuangan yang telah mendapatkan rekomendasi OJK tersebut, 25 diantaranya telah lolos proses online sistem dengan SIKP dan 15 bank telah melakukan Perjanjian Kerjasama Pembiayaan dengan Kuasa Pengguna Anggaran. Sehingga sampai dengan Juli 2016, Penyalur yang telah dapat menyalurkan KUR adalah 15 lembaga keuangan (meningkat 200% dari jumlah penyalur KUR sampai dengan 31 Desember 2015). Peningkatan jumlah penyalur tersebut juga diikuti dengan tren positif dalam penyaluran KUR kepada masyarakat. Sampai dengan 30 November 2016, KUR yang berhasil disalurkan sebesar Rp 87,7 Triliun kepada 4 juta debitur. Jika dilihat dari sebaran penyaluran KUR berdasarkan skemanya, KUR Mikro memiliki penyaluran tertinggi yaitu sebesar Rp 61 Triliun kepada 3,8 juta debitur (69% penyaluran), diikuti dengan KUR Ritel sebesar Rp 26,5 Triliun kepada 188 ribu debitur (30% penyaluran), dan KUR Penempatan TKI sebesar Rp 154 miliar (1% penyaluran). Dengan rata rata penyaluran KUR sebesar Rp 8 Triliun per bulan dan debitur sebanyak 400 ribu debitur per bulan, maka diperkirakan total penyaluran KUR sampai dengan 31 Desember 2016 sebesar Rp 95 triliun kepada 4,4 juta debitur. 2 kali monitoringpengendalian Rapat teknis SIKP 2) 21/1/2016 FGD Launching SIKP 3) 27/4/2016 Rapat SIKP 4) 4/5/2016 Rapat integrasi SIKP hasil tiap kegiatan tersebut) Semarang 3) 3/3/2016 di Surabaya 4) 17/3/2016 di Medan 5) 23/3/2016 di Makassar 6) 29/3/2016 di Bali tiap kegiatan tersebut) Deskripsi/Narasi Laporan Capaian Quick Win:

82 Sejak tahun 2015, SIKP telah dapat menjadi alat bantu pembayaran subsidi bunga KUR dan berhasil membayar Rp 39 miliar tagihan subsidi bunga tahun Sampai dengan November 2016, tagihan subsidi bunga yang telah terbayar adalah sebesar Rp 2,2 triliun. Pada tahun 2016, fungsi SIKP dikembangkan menjadi alat monitoring dan evaluasi program KUR yaitu melalui modul pengunggahan data calon debitur KUR per provinsi oleh masing masing Pemerintah Daerah. Pengembangan fungsi ini diharapkan mampu mengoptimalkan kinerja Program KUR tahun Saat ini telah didistribusikan username dan password kepada 211 Pemerintah Daerah yang kemudian dapat digunakan untuk mengunggah data calon debitur KUR dari UMKM binaannya serta melakukan monitoring pelaksanaan KUR.

83 Laporan Kinerja Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2015 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2015 DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN RINGKASAN EKSEKUTIF Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan SS Indikator Target 2015 Terwujudnya koordinasi

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

Manual Indikator Kinerja Utama

Manual Indikator Kinerja Utama 2017 Manual Indikator Kinerja Utama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indikator kinerja Target 2017 Ket Menjaga Target Indikator Pembangunan Bidang Ekonomi : 1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 2. PDB

Lebih terperinci

Manual Indikator Kinerja Utama. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Manual Indikator Kinerja Utama. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Manual Indikator Kinerja Utama 2016 Kumpulan manual Indikator Kinerja Utama teriri dari IKU tingkat Kementerian dan Unit Eselon I di Lingkungan Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Disampaikan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Tingkat Kementerian dan Eselon I

Tingkat Kementerian dan Eselon I Tingkat Kementerian dan Eselon I IKU KEMENTERIAN 1 Presentase Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian Yang Terimplementasi Definisi : Implementasi program-program koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 014 Asisten Deputi Bidang Pendidikan, Agama, Kesehatan, dan Kependudukan Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 Kata Pengantar Dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016 Dinas Koperasi UKM dan Perindag Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. No.418, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 /PMK.07/2009 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam No. 2005, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Dekonsentrasi. Pelimpahan dan Pedoman. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP)

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) ASISTEN DEPUTI BIDANG MATERI PERSIDANGAN 2014 KATA PENGANTAR Dalam rangka melaksanakan amanah Inpres Nomor 7 Tahun 1999, Asisten Deputi Bidang Materi

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahun 2017

Rencana Kerja Tahun 2017 Rencana Kerja Tahun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian FORMULIR PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG

Lebih terperinci

B. VISI : Terwujudnya Lembaga Koordinasi dan Sinkronisasi Pembangunan Ekonomi Yang Efektif dan Berkelanjutan

B. VISI : Terwujudnya Lembaga Koordinasi dan Sinkronisasi Pembangunan Ekonomi Yang Efektif dan Berkelanjutan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : A. KEMENTRIAN : () KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rancangan Peraturan per-uu-an Baru Rancangan perubahan Peraturan Perundangan

Rancangan Peraturan per-uu-an Baru Rancangan perubahan Peraturan Perundangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sesuai Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015 mempunyai tugas koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan di bidang perekonomian. Adapun keluaran Kemenko

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2015 Nomor 3); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KOMITE NASIONAL KEUANGAN SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal

2016, No Tahun 2015 Nomor 3); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KOMITE NASIONAL KEUANGAN SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal No.235, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Syariah. Nasional. Komite. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE NASIONAL KEUANGAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE NASIONAL KEUANGAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE NASIONAL KEUANGAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE NASIONAL KEUANGAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis BAB II Renstra Tahun 2015 2019 merupakan panduan pelaksanaan tugas dan fungsi pada periode 2015 2019 yang disusun berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L No.1236, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-KEMARITIMAN. SAKIP. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA DI

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI Rahma Iryanti Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang LKj Asisten Deputi Bidang Politik dan Hubungan Internasional 2014 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Akuntabilitas suatu instansi pemerintah merupakan kewajiban bagi instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Satuan Perangkat Kerja Daerah (Renja SKPD) merupakan dokumen perencanaan resmi SKPD yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan publik Satuan Kerja

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERJANJIAN KINERJA DAN INDIKATOR KINERJA

Lebih terperinci

KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2015

KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2015 KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2015 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu menyediakan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RPJMN 2010-2014 Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) menjelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKj) ASISTEN DEPUTI BIDANG PELAKSANAAN DAN PELAPORAN PERSIDANGAN TAHUN 2014

LAPORAN KINERJA (LKj) ASISTEN DEPUTI BIDANG PELAKSANAAN DAN PELAPORAN PERSIDANGAN TAHUN 2014 LAPORAN KINERJA (LKj) ASISTEN DEPUTI BIDANG PELAKSANAAN DAN PELAPORAN PERSIDANGAN TAHUN 2014 SEKRETARIAT KABINET 2015 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja (LKj) Asisten Deputi Bidang Pelaksanaan dan Pelaporan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan dalam acara: Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah Metro Lampung, 30-31 Oktober 2017 Digunakan dalam perumusan: Rancangan awal RPJPD

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI KREATIF, KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI DAN UKM Jl. Medan Merdeka Barat No.7, Jakarta Pusat

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

Rancangan Program/Kegiatan Prioritas Deputi Bidang Pembiayaan Tahun 2017

Rancangan Program/Kegiatan Prioritas Deputi Bidang Pembiayaan Tahun 2017 KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Rancangan Program/Kegiatan Prioritas Deputi Bidang Pembiayaan Tahun 2017 Oleh : Ir. Braman Setyo, M.Si Deputi Bidang Pembiayaan Bali,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-31/M.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-31/M. SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-31/M.EKON/05/2008 TENTANG TIM EVALUASI PERLAKUAN PERPAJAKAN PADA SEKTOR KEUANGAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS ( R E N S T R A ) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( B A P P E D A ) PROVINSI BANTEN TAHUN

RENCANA STRATEGIS ( R E N S T R A ) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( B A P P E D A ) PROVINSI BANTEN TAHUN RENCANA STRATEGIS ( R E N S T R A ) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( B A P P E D A ) PROVINSI BANTEN TAHUN 2012-2017 PEMERINTAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2012 7 KATA PENGANTAR Bismillahhrahmaniff ahim

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh i KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Rencana Strategis (Renstra) merupakan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 JAKARTA, FEBRUARI 2016 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum 1.Sejarah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada jaman orde baru terbentuk pada tanggal 25 Juli 1966

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUKU KUMPULAN PERATURAN TAHUN 2016 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) K R E D I T U S A H A R A K Y A T KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

BUKU KUMPULAN PERATURAN TAHUN 2016 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) K R E D I T U S A H A R A K Y A T KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Buku ini berisi kumpulan Peraturan yang dikeluarkan oleh Komite Kebijakan dalam rangka relaksasi kebijakan terkait Program Kredit Usaha Rakyat Tahun 2016. Peraturan-peraturan dalam buku ini menjadi landasan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP), melalui Keputusan Direktur Jenderal P2HP Nomor KEP.70/DJ-P2HP/2010 tanggal 17

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUN 2015

RENCANA KERJA TAHUN 2015 RENCANA KERJA TAHUN 2015 SEKRETARIAT DPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN JL. KAPTEN A. RIVAI PALEMBANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja Tahun Anggaran 2015 adalah Rencana Operasional

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2010-2014 DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET 2012 SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI MONITORING PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN Ruang Rapat Menko Jumat, 29 Juli 2016

RAPAT KOORDINASI MONITORING PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN Ruang Rapat Menko Jumat, 29 Juli 2016 RAPAT MONITORING PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN 2016 Ruang Rapat Menko Jumat, 29 Juli 2016 Agenda Pagu dan Realisasi s.d. 29 Juli 2016 Upaya pengoptimalan Capaian Realisasi Anggaran dan Kinerja Tahun 2016

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah No.1183, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. SAKIP. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTABILITAS INSTANSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR KEP.99/M.PPN/HK/11/2011 TENTANG RENCANA PEMANFAATAN HIBAH TAHUN 2011-2014 MENTERI

Lebih terperinci

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Lampiran. 200 20 202 203 204 2 3 4 5 6 7 8 9 PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 67,7 68 68,5 7 72,2 DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA. Meningkatkan indek kualitas pembangunan manusia

Lebih terperinci

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Rencana Kerja (Renja) adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) serta disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-22/M.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-22/M. SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-22/M.EKON/10/2009 TENTANG KOMITE KEBIJAKAN PENJAMINAN KREDIT/PEMBIAYAAN KEPADA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI MENTERI KOORDINATOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KINERJA PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' .-» ( */ ji»«*i «HJ inni«r7! V'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN AH UN 2 0 1 7 H f ls I sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"''. EKRETARIAT JENDERAL KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN... 1 A. TUGAS DAN FUNGSI BIRO PERENCANAAN...

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 63/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDO- NESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN 2011 DAN 2012 OLEH : ENDAH

Lebih terperinci