BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian sistem menurut Hall (2001 : 5) Sistem adalah sekelompok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian sistem menurut Hall (2001 : 5) Sistem adalah sekelompok"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Informasi Akuntansi 1. Pengertian Sistem Pengertian sistem menurut Hall (2001 : 5) Sistem adalah sekelompok dua atau lebih komponen komponen yang saling berkaitan atau subsistem subsistem yang bersatu untuk mencapi tujuan yang sama. Maka elemen elemen yang harus ada dalam sebuah sistem adalah, sebagai berikut: a. Komponen ganda. Sebuah sistem harus terdiri atas lebih dari satu bagian. b. Keterkaitan. Adanya tujuan yang sama yang menghubungkan semua bagian dalam suatu sistem. c. Sistem versus Subsistem. Suatu sistem disebut subsistem jika dapat dilihat dalam kaitannya dengan sistem yang lebih besar dimana menjadi sebuah bagian. Sebaliknya subsistem disebut sistem jika menjadi fokus perhatian. d. Tujuan. Sebuah sistem harus melayani setidaknya satu tujuan. Tetapi, dapat pula melayani beberapa tujuan. Pengertian lainnya tentang sistem adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan yang lainnya dan berfungsi bersama sama untuk mencapai tujuan tertentu ( Mulyadi, 2008: 3). 5

2 Dari pengertian tersebut, istilah sistem dimaksudkan untuk mengkoordinasikan sumber daya yang dibutuhkan untuk memproses masukan-masukan (input) menjadi keluaran (Output) yang diproses untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Pengertian Informasi Dalam hal ini, penulis mengambil dua sumber tentang pengertian informasi, yaitu: informasi adalah sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikumpulkan, diproses, dan didistribusikan kepada pemakai (Hall, 2001: 7). Sedangkan pengertian lainnya, informasi adalah data yang telah diorganisasi dan telah memiliki kegunaan dan manfaat (Krismiadji, 2002 : 26). Dari kesimpulan tersebut bahwa informasi berasal dari data data kemudian diolah sedemikian rupa sehingga bisa memberikan suatu hasil yang bermanfaat bagi pengguna maupun pihak lain yang membutuhkan. Berbagai macam karakteristik yang harus ada dalam suatu informasi, antara lain: a. Akurat; menggambarkan kondisi objek yang sesungguhnya. b. Tepat waktu; informasi harus tersedia sebelum keputusan dibuat. c. Lengkap; mencakup semua yang diperlukan oleh pembuat atau pengambil keputusan. Lengkap tidak berarti memberi semua informasi. d. Relevan; berhubungan dengan keputusan yang akan diambil. e. Terpercaya; isi sebuah informasi harus dapat dipercaya (reliable). Hal ini bergantung kepada pemberi informasi. 6

3 f. Terverifikasi; dapat dilacak ke sumber aslinya (verifiable) apabila pemakai laporan tidak yakin dengan informasi yang diterimanya dan ingin mendapatkan sumber informasi yang diperolehnya, untuk memeriksa apakah benar informasi yang telah diterimanya itu. g. Mudah dipahami; informasi harus siap dipahami oleh pembacanya. h. Mudah diperoleh; informasi yang sulit diperoleh bisa todak berguna. Pemakai tidak ingin bersusah payah mancari informasi. Bahkan, bila perlu pemakai tidak perlu membaca informasi agar tahu isinya. 3. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Pengertian Sistem Informasi menurut James A. Hall (2001: 7) adalah sebuah rangkaian prosedur formal di mana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan didstribusikan kepada para pemakai. Tujuan utama sistem informasi menurut James A. Hall (2001: 9) adalah: a. Untuk mendukung fungsi kepengurusan manajemen. Kepengurusan merujuk ke tanggung jawab ke manajemen untuk mengatur sumber daya perusahaan secara benar. Sistem informasi menyediakan informasi tentang kegunaan sumber daya kepemakai eksternal melalui laporan keuangan tradisional dan laporan laporan lainnya. b. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen. Sistem informasi memberikan informasi kepada manajer yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dan mempertanggungjawabkannya. 7

4 c. Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan. Sistem informasi menyediakan informasi kepada personel operasi untuk membantu mereka melakukan tugas secara efektif dan efisien. Pengertian sistem informasi akuntansi lainnya adalah sistem yang memproses data dan transaksi guna menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk merancang, mengendalikan, dan mengoperasikan bisnis (Krismiadji, 2004: 4). Menurutnya, sistem informasi akuntansi terdiri dari tiga subsistem utama, yaitu: a. Sistem pemprosesan transaksi. Sistem ini mendukung operasi bisnis setiap hari dengan sejumlah dokumen dan pesan pesan untuk para pemakai seluruh organisasi. b. Sistem pelaporan buku besar dan keuangan. Sistem ini menghasilkan laporan keuangan seperti laba rugi, laporan arus kas, pengembalian pajak, dan laporan laporan lainnya. c. Sistem pelaporan manajemen. Sistem ini menyediakan manajemen internal dengan laporan keuangan dengan tujuan khusus dan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan, seperti anggaran, laporan varian, dan laporan pertanggungjawaban. B. Sistem Pengendalian Internal 1. Pengertian Sistem Pengendalian Internal Pengertian pengendalian internal dalam Standar Internasional Akuntan Publik (2001, 39 : 2) adalah: Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personal lain entitas yang 8

5 didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan, yaitu keadaan pelaporan keuangan, efektifitas dan efisiensi operasi dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Pengertian pengendalian internal menurut Zaki Baridwan ( 2001 : 13) adalah : Pengendalian internal mempunyai arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pengendalian internal merupakan pengecekan penjumlahan, baik penjumlahan mendatar mapun penjumlahan menurun. Sedangkan dalam arti luas, pengendalian internal tidak hanya meliputi pekerjaan pengeekan tetapi meliputi semua alat alat yang digunakan manajemn untuk mengadakan pengawasan. Pengertian lainnya menurut Mulyadi ( 2001 : 163) yaitu: Sistem pengedalian internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong untk ditaatinya kebijakan manajemen. Dari ketiga pengertian di atas, sistem pengendalian internal dibuat untuk mengawasi kegiatan usaha perusahaan agar dalam setiap kegiatan perusahaan dapat diatur dan ditaatinya seluruh kebijakan dan peraturan tujuan perusahaan tercapai dan tidak terjadi penyelewengan atau kecurangan yang merugikan perusahaan. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai, diperlukan suatu pengendalian internal, dimana pengendalian internal mencakup tindakan yang diambil di dalam suatu perusahaan untuk membantu mengatur aktivitas perusahaan. Manajemen merupakan pihak yang paling berkepentingan dengan adanya pengendalian internal. Oleh karena itu, manajemen bertanggungjawab untuk menyusun dan mengawasi pelaksanaannya. Kepentingan manajemen terhadap pengendalian internal disebabkan oleh ketidakmampuan manajemen dalam 9

6 mengendalikan perusahaan. Untuk itu, manajemn perlu memonitor seluruh kegiatan dan hasil kerja malalui sebuah laporan. 2. Tujuan Sistem Pengendalian Intern Mulyadi (2001 : 180) mengemukakan rincian tujuan pengendalian internal adalah sebagai berikut: a. Menjaga kekayaan perusahaan. 1) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan. a) Pembatasan akses langsung terhadap kekayaan. b) Pembatasan akses tidak langsung terhadap kekayaan. 2) Pertanggung jawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang ada dan sesungguhnya. a) Membandingkan secara periodik antara atatan akuntansi dengan kekayaan yang ada dan sesungguhnya. b) Rekonsiliasi antara catatan akuntansi yang diselenggarakan. b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. 1) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah diterapkan. a) Pemberian otorisasi oleh pejabat yang berwenang. b) Pelaksanaan transaksi sesuai dengan otorisasi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. 2) Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi. a) Pencatatan semua transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi. b) Transaksi yang dicatat adalah benar benar terjadi. 10

7 c) Transaksi yang dicatat dalam jumlah yang benar. d) Transaksi dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya. e) Transaksi dicatat dengan penggolongan yang seharusnya. f) Transaksi dicatat secara ringkas dan teliti. Sedangkan menurut Krismiaji (2006:37), fungsi pengendalian internal adalah melakukan pengawasan yang memadai untuk: a. Menjamin bahwa informasi yang dihasilkan oleh sistem dapat dipercaya. b. Menjamin bahwa aktivitas yang dilaksanankan secara efisien dan sesuai dengan tujuan manajemen. c. Melindungi dan menjaga aktiva perusahaan termasuk data lain yang dimiliki oleh perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dapat digunakan metoda metoda berikut, antara lain: a. Dokumentasi yang memadai untuk seluruh aktivitas bisnis. Salah satu contoh dokumen yang dirancang baik dalam pencantuman nomor urut dokumen yang tercetak. b. Pemisahan fungsi dan tugas. Tujuan dilakukannya pemisahan fungsi dan tugas adalah untuk mencegah seseorang secara penuh melaksanakan sebuah transaksi. Secara umum ada 3 fungsi yang harus dipisahkan, antara lain: 1) Fungsi persetujuan/ otorisasi dilaksanakannya sebuah transaksi. 2) Fungsi pencatatan transaksi. 3) Fungsi pemeliharaan/ perlindungan terhadap aktiva perusahaan. 11

8 3. Unsur Unsur Pengendalian Internal Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001: 319) yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, unsur unsur pengendalian internal: a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment). Merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur. b. Penaksiran Resiko (Risk Assesment). Identifikasi entitas, dan analisi terhadap resiko yang relevan untuk mencapai tujuannya. c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities). Kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. d. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication). Identifikasi, pengungkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka. e. Pemantauan (Monitoring). Proses yang menetukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. 4. Elemen Pengendalian Internal Menurut Hall (2007:87), elemen atau unsur pengendalian internal, antara lain: a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara jelas. Struktur organisasi merupakan rangka (frame work) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan kegiatan pokok perusahaan pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi yang didasarkan pada prinsip prinsip berikut: 12

9 1). Harus dipisahkan fungsi fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah yang memiliki wewenang untuk melakukan suatu kegiatan. Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan. 2) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melakukan semua tahap transaksi. b. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi dalam organisasi. c. Praktik yang sehat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi, pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawab. Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem prosedur dan pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang sehat, tetap semua itu tergantung kepada sumber daya manusia itu sendiri yang melaksanakan. 13

10 C. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 Menurut Agoes dan Trisnawati (2009: 53) adalah sebagai berikut: Pajak Penghasilan pasal 23 adalah pajak penghasilan yang pemenuhan kewajibanya dilakukan dengan cara pemotongan atas pembayaran penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dan Bada Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari penghasilan, modal, penyerahan jasa atau penyelenggara kegiatan selain yang dipotong Pajak Penghasilan pasal Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23 Pajak penghasilan badan atau pasal 23 hanya terjadi apabila ada transaksi dari badan kepada badan atau dari badan kepada orang pribadi. Menurut Wardoyo dan Argo (2010:1) yang dimaksud dengan badan adalah: Sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, pesekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan bentuk badan lainnya. 3. Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 Berdasarkan Undang undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, objek pajak penghasilan pasal 23 antara lain: 1. Dividen Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi, atau SHU koperasi kepada anggota. Dalam Undang Undang pajak penghasilan nomor 36 Tahun 2008 pasal 17, dividen yang dikenakan pajak adalah dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Atas penghasilan berupa dividen dikenakan tarif 15% dari nilai 14

11 bruto dan bersifat tidak final, artinya dapat diperhitungakan dalam PPh kurang/ lebih bayar di akhir tahun pajak. Dividen ini tidak termasuk dividen kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Beberapa bentuk dividen sebagaimana penjelasan pasal 4 ayat 1 (g): a. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor. b. Pemberian saham bonus tanpa penyetoran, termasuk saham bonus dari kapitalisasi agio. c. Pembayaran kembali modal disetor, jika dalam tahun tahun lalu diperoleh keuntungan, kecuali sebagai akibat pengecilan modal dasar yang dilakukan secara sah. d. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Menurut Undang undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3), dividen yang dikecualikan dari objek pajak PPh 23 adalah deviden yang diterima oleh Perseroan Terbatas atas Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, dan BUMN/ BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat dividen yang dibagikan berasal dari cadangan laba ditahan dan untuk PT, BUMN/ BUMD, kepemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor. 2. Bunga Bunga yang dikenakan pajak penghasilan pasal 23 adalah bunga termasuk premium maupun diskonto yang merupakan bunga antarpinjaman dari wajib pajak badan ke wajib pajak badan, dari wajib pajak badan kepada wajib pajak 15

12 orang pribadi, atau sebaliknya, serta bunga obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tarif pajak penghasilan pasal 23 atas bunga adalah 15% dari penghasilan bruto. Pihak yang menerima penghasilan berupa bunga tersebut dapat mengkreditkan pajak yang dibayar di muka atas bunga pada saat menghitung PPh kurang/ lebih bayar pada akhir tahun pajak. Selain itu, dalam PMK 251/ PMK 03/ 2008, bunga yang tidak terutang PPh 23, antara lain: a. bunga/ penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. b. Bunga sewa guna usaha dengan hak opsi. c. Bunga/ penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha jasa keuangan yang menyalurkan pinjaman/ pembiayaan. Syarat syarat badan usaha yang menyalurkan pinjaman/ pembiayaan: 1. Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan. 2. BUMN/ BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro kecil, menengah, dan koperasi, termasuk PT (Persero) Permodalan Nasional Madani. 3. Royalti Menurut Undang undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 royalti dapat berupa: 1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dalam bidang kesusastraan, kesenian/ karya ilmiah, paten, desain/model, rencana, formula/ proses rahasia, 16

13 merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa lainnya. 2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersil/ ilmiah. 3. Pemberian pengetahuan/ informasi dalam bidang ilmiah, teknikal, industrial/ komersial. 4. Pemberian bantuan tambahan/ pelengkap sehubungan dengan penggunaan/ hak menggunakan hak hak tersebut pada angka 1, penggunaan/ hak menggunakan peralatan/ perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan/ informasi tersebut pada angka 3, berupa: a. Penerimaan/ hak menerima rekaman gambar/ rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, setar optik, atau teknologi yang serupa. b. Penggunaan/ hak menggunakan rekaman gambar/ rekaman suara atau keduanya, untuk siara televisi/ radio yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optil, atau teknologi yang serupa. c. Penggunaan/ hak menggunakan sebagian/ seluruh spektrum radio komunikasi. 5. Penggunaan/ hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film/ pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio. 6. Pelepasan seluruhnya/ sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan/ pemberian hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. 17

14 Atas penghasilan yang berupa royalti tersebut, pihak yang menerima royalti dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto dan pajak yang dibayar di muka Pph 23 atas royalti tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima royalti. 4. Hadiah dan Penghargaan Hadiah yang termasuk objek pajak adalah hadiah perlombaan, penghargaan dan prestasi tertentu, dan hadiah terkait pekerjaan atau pemberian jasa. Menurut Kep-395/PJ/2001 hadiah yang bukan menjadi objek pajak adalah: a. Diberikan kepada semua pembeli/ konsumen akhir tanpa diundi, dan b. Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang/ jasa. Tarif PPh 23 atas hadiah adalah 15% dari jumlah bruto. PPh 23 ini dikenakan kepada pihak yang meneruma hadiah dan pajak yang dibayarkan di muka PPh 23 atas hadiah ini dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima hadiah. 5. Sewa Menurut Undang undang PPh No 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c, mulai 1 Januari 2009 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto. Berdasarkan Undang undang PPh Nomor 36 tahun 2008 pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan dibedakan antara wajib pajak yang memiliki NPWP dengan wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Tarif bagi wajib pajak yang tidak ber NPWP lebih tinggi 100% dari pada tarif yang dikenakan kepada wajib pajak ber NPWP. 18

15 Ciri ciri sewa, antara lain: a. memberikan hak menggunakan harta b. selama jangka waktu tertentu c. baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis d. harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak e. selama jangka waktu yang telah disepakati 6. Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konsultasi, dan Jasa Lainnya. a. Jasa Teknik Menurut SE 35/ PJ/ 2010, pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi pelaksanaan suatu proyek, pembuatan suatu jenis produk, dan pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman pengalaman di bidang manajemen. b. Jasa Manajemen Jasa manajemen adalah jasa yang bukan hanya memberikan informasi kepada manajemen perusahaan tetapi juga ikut langsung dalam manajemen perusahaan itu sendiri (SE 35/ PJ/ 2010). c. Jasa Konsultan Jasa mengenai pemberian advise profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, pekerjaan yang dilakukan tenaga ahli yang tidak disertai keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya. (SE 35/ PJ/ 2010). 19

16 d. Jasa Lainnya Berdasarkan PMK-244/ PMK.03/ 2008 tentang jenis jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf c Undang undang PPh Nomor 36 tahun 2008 dikenakan tarif sebesar 2% dari penghasilan bruto tidak termasuk PPN. Jenis jenis jasa tersebut antara lain: 1. Jasa penilai (Appraisal) 2. Jasa aktuaris 3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan 4. Jasa perancang (desaign) 5. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh BUT 6. Bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap (BUT) 7. Jasa penunjang di bidang penambangan migas adalah jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas bumi berupa: a. jasa penyemenan dasar (primary cementing), yaitu penempatan bubur semen secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur. b. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksud maksud. 1.) Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong. 2.) Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air 3.) Perbaikan dari penyemenan yang gagal 4.) Penutupan sumur 20

17 c. Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagain bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa. d. Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan cara menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan. e. Jasa peretakan hidrolika (hidraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misal perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil. f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen and coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemidian menjadi besar sebagai akibat dari nitrogen yang telah dipompa ke dalam cairan buatan dalam sumur. g. Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi. h. Jasa reparasi pompa reda (reda repair) i. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan j. Jasa penggantian peralatan/ material k. Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur l. Jasa mud engineering 21

18 m. Jasa well logging & perforating n. Jasa stimulasi dan secondary decovery o. Jasa well testing & wire line service p. Jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling q. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling r. Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling s. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pengeboran migas 8. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum, berupa: a. Jasa pengeboran b. Jasa penebasan c. Jasa pengupasan dan pengeboran d. Jasa penambangan e. Jasa pengangkutan/ sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum f. Jasa pengolahan bahan galian g. Jasa reklame tambang h. Jasa pelaksanaan mekenikal, elektrikal, manufaktur fabrikasi, dan pengalihan/ pemindahan tanah i. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum 9. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara, berupa: a. bidang aeronautika, termasuk: 22

19 1.) Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara, dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat terbang. 2.) Jasa penggunaan jembatan pintu (aero bridge) 3.) Jasa pelayanan penerbangan 4.) Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh/ sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara di darat. 5.) Jasa penunjang lain di bidang aeronautika. b. bidang non aeronautika, termasuk: 1.) Jasa katering di pesawat dan jasa pembersihan (pantry pesawat). 2.) Jasa penunjang lain di bidang non aeronautika. 10. Jasa penebangan hutan 11. Jasa pengolahan limbah 12. Jasa penyedia tenaga kerja (out sourching services) 13. Jasa perantara dan/ atau keagenan 14. Jasa di bidang perdagangan surat surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI. 15. Jasa kustodian/ penyimpanan/ penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI 16. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/ atau sulih suara 17. Jasa mixing film 23

20 18. Jasa terkait peranti lunak komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan 19. Jasa instalasi/ pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC dan/ TV kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/ atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi. 20. Jasa perawatan/ perbaikan/ pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/ kendaraan dan/ atau bangunan, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/ atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi. 21. Jasa maklon. Adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (subkontrakan), yang spesifik, bahan baku dan/ atau barang setengah jadi dan/ atau bahan penolong/ pembantu yang akan diproses sebagaian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. 22. Jasa penyelidikan dan keamanan. 23. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer. Adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara pameran, konversi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konfrensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan. 24. Jasa pengepakan 24

21 25. Jasa penyedia tempat dan/ atau waktu dalam media masa, media luar ruang/ media lain untuk penyampaian informasi. 26. Jasa pembasmi hama 27. Jasa kebersihan/ cleaning service 28. Jasa katering/ tata boga Pemotong memotong PPh 23 pada saat pembayaran (saat yang terutang). Pemotong memberikan bukti potong PPh 23 kepada pihak yang dipotong. Untuk pihak yang dipotong PPh 23 merupakan bukti pengkreditan pajak, kecuali PPh 23 tersebut bersifat final. Kemudian, pemotong menyetorkan PPh 23 secara kolektif per bulan pemotongan dan disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama pemotong PPh 23. Setelah itu, pemotong melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan menggunakan SPT masa PPh Bukan Objek Pajak Penghasilan 23 Berdasarkan Undang undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), pemotong PPh 23 tidak dilakukan atas: 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi. 3. Dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c). 25

22 4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi. 5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotannya. 6. Bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaliran pinjaman dan/ atau pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis syariah (PMK 251 /PMK.03/ 2008). D. Sistem Pengendalian Internal Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 23. Dalam undang undang perpajakan, pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dikenakan atas jasa dan sewa selain sewa tanah dan bangunan. Selain itu objek pajak penghasilan pasal 23 diantaranya adalah dividen, bungan, royalti, dan hadiah. Sedangkan struktur pengendalian internal atas pembayaran pajak penghasilan pasal 23 terdiri dari: 1. Fungsi akuntansi. Untuk mencatat dan menginput catatan akuntansi mengenai pajak penghasilan pasal 23 ke dalam buku besar. 2. Fungsi keuangan. Berfungsi untuk melakukan pembayaran ke bank atas pembayaran pajak penghasilan pasal Fungsi klaim. Untuk mencatat pajak penghasilan pasal 23 atas jasa bengkel dan adjuster. 4. Fungsi IT. Membantu bagian akuntansi dan bagian pajak untuk menyediakan data mengenai laporan atau catatan produksi. 26

23 5. Fungsi office service. Mencatat jumlah pajak atas jasa dan atau sewa yang dilakukan perusahaan. 6. Fungsi pajak. Menghitung, mencatat, memotong, dan melaporkan pajak penghasilan pasal

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-170/PJ/2002 TANGGAL : 28 Maret 2002

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-170/PJ/2002 TANGGAL : 28 Maret 2002 LAMPIRAN I ATAS BERUPA SEWA DAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA KECUALI SEWA DAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK YANG BERSIFAT FINAL BERDASARKAN

Lebih terperinci

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA Lampiran I PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA No JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO (1) (2) (3) 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan

Lebih terperinci

244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-

244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG- 244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG- Contributed by Administrator Wednesday, 31 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

NO. JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO

NO. JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP- 305/PJ/2001 TANGGAL : 18 April 2001 PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS PENGHASILAN BERUPA SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

Lebih terperinci

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-176/PJ/2000 TANGGAL : 26 JUNI 2000

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-176/PJ/2000 TANGGAL : 26 JUNI 2000 LAMPIRAN I PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS PENGHASILAN BERUPA SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA KECUALI SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 Pajak Penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong pihak lain atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap

Lebih terperinci

PPh pasal 23 dan Contoh Soalnya (1)

PPh pasal 23 dan Contoh Soalnya (1) 1. Pengertian PPh pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23, selanjutnya disingkat PPh Pasal 23, merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi

Lebih terperinci

PER-70/PJ/2007 JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AY

PER-70/PJ/2007 JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AY PER-70/PJ/2007 JENIS JASA LAIN DAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AY Contributed by Administrator Monday, 09 April 2007 Pusat Peraturan Pajak Online JENIS JASA LAIN DAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

Subjek Pajak PPh Pasal 23

Subjek Pajak PPh Pasal 23 DASAR HUKUM PPh 23 PP 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh Dalam tahun Berjalan PMK 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa lain SE-35/PJ./2010 tentang Pengertian Sewa

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Penghasilan 1. Defenisi Pajak Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

Jenis Penghasilan. 1) (migas); j. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan

Jenis Penghasilan. 1) (migas); j. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan 1 Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh 15% 30% 2 Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh; 15% 30% 3 Royalti 15% 30% 4 Hadiah, penghargaan, bonus,

Lebih terperinci

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 41 P5.1 Teori Pajak Penghasilan 23, 25, 26 & Pasal 4 ayat 2 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008 Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008 AGENDA Pengantar Definisi Obyek PPh 23 Pemugut PPh 23 Perhitungan PPh 23 atas jasa, sewa, bunga. SPT PPh 23 Jurnal pembayaran jasa, penerimaan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli Dibawah ini adalah beberapa pengertian pajak menurut para ahli, diantaranya: 1. Menurut P.J.A Adriani (2005), Pajak adalah Iuran kepada Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Definisi Pajak Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : a. Menurut Rochmat Soemitro (Suandy,2008:2) : Pajak

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

2015, No Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana te

2015, No Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana te BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1086, 2015 KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Jenis Jasa Lain. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan PMK-141/PMK.03/2015 tgl 24 Juli 2015

Peraturan Menteri Keuangan PMK-141/PMK.03/2015 tgl 24 Juli 2015 1 of 7 28/08/2015 11:51 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 II.1.1.1 Bank Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Dalam penyelenggaraan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 16 BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 yang berbunyi : "Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

DAFTAR OBJEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN

DAFTAR OBJEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN DAFTAR OBJEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN No. Obyek Tarif I PPh Pasal 4 ayat (2) 1. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI Dasar Hukum : PP No. 131 Tahun 2000 Dasar Perhitungan Sifat Pengecualian:

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Definisi Pajak Penghasilan Pajak penghasilan merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau negara. Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian

Lebih terperinci

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto Lampiran I Perturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-42/PJ/2008 Tanggal : 20 Oktober 2008 Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak

Lebih terperinci

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II Landasan Teori 2.1 Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut

Lebih terperinci

DAFTAR WAWANCARA. 1. Pertanyaan : Apa sajakah yang termasuk kedalam objek PPh pasal 23 di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta?

DAFTAR WAWANCARA. 1. Pertanyaan : Apa sajakah yang termasuk kedalam objek PPh pasal 23 di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta? LAMPIRAN 1 DAFTAR WAWANCARA 1. Pertanyaan : Apa sajakah yang termasuk kedalam objek PPh pasal 23 di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta? Jawaban : Objek PPh pasal 23 di di PT. Kereta Api

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN Α. KETENTUAN UMUM Di Indonesia, pajak dipungut berdasarkan pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa semua

Lebih terperinci

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen). DAFTAR TARIF WAJIB POTONG PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 BAGI BENDAHARA PENGELUARAN 1 Keterangan SSP untuk Pemotong PPh Pasal 21 - Diisi Identitas dan NPWP Bendahara NO. URAIAN Golongan PPh MAP Kode

Lebih terperinci

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE PASAL 04 AYAT 02 1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya a. Obyek PPh Final adalah bunga deposito, bunga tabungan lainnya dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). b. Besar tarif pemotongan adalah 20%

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan, sebagai salah satu sumber dana yang berasal dari dalam Negara untuk membiayai kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR OBJEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN

DAFTAR OBJEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN DAFTAR OBJEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN No Obyek Tarif Dasar Perhitungan Sifat I PPh Pasal 4 ayat (2) 1. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI Dasar Hukum : PP No. 131 Tahun 2000 Pengecualian:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Secara Umum Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah sejak lama ada, dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak dan Fungsi Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirin suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori

BAB II. Landasan Teori BAB II Landasan Teori II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1 Pengertian Pajak Pada mulanya pajak bukan pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja/penguasa dalam memelihara

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

BAB IV KETENTUAN LAINNYA BAB IV KETENTUAN LAINNYA A. PENYUSUTAN 1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, L 1 KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 466/KMK.04/2000 TENTANG PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI DAN PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh. I. PPh Pasal 21 1. Penghasilan yang Diterima oleh Pegawai Tetap PKP = PB (BJ + IP) PTKP 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan PKP = (PB BP) PTKP 3. Pegawai Tidak Tetap yang Penghasilannya Dibayar

Lebih terperinci

I Daftar dan Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 ayat (2) 1. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI Dasar Hukum : PP No. 131 Tahun 2000 Pengecualian: a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum Pajak mempunyai peran sangat penting bagi negara, baik sebagai sumber penerimaan dalam negeri maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa yang akan datang,

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

OBJEK PADA PAJAK PENGHASILAN. .Pengertian Penghasilan.

OBJEK PADA PAJAK PENGHASILAN. .Pengertian Penghasilan. OBJEK PADA PAJAK PENGHASILAN.Pengertian Penghasilan. Rumusan penghasilan yang termasuk objek pajak dalam Psl 4 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008. yang berbunyi : Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN SISTEM DAN PROSEDUR 1. Pengertian Sistem Adanya sistem dalam sebuah organisasi maupun kelompok dalam melakukan kegiatan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2002:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2002:1) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2002:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 Marina Rachmat Kurniawan Lukas Tarigan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : Menurut Rochmat Soemitro

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ. L1 BIAYA "ENTERTAINMENT" DAN SEJENISNYA (SERI PPh UMUM 18) Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE - 27/PJ.22/1986, Tgl. 14-06-1986 Lampiran: 86PJ22_SE27.htm DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 81 BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PENGERTIAN Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007 LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007 PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS IMBALAN JASA TEKNIK, JASA MANAJEMEN, JASA KONSTRUKSI, JASA KONSULTASI DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008

Lebih terperinci

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23 dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23 Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan Oleh Subur Harahap, SE, Ak, MM, CFP Partner SUHA Planner Financial Consulting

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PPh Pasal 23?? Pemotongan penghasilan tertentu dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dipotong atas penghasilan penghasilan yang berasal dari modal penyerahan jasa hadiah dan penghargaan SIAPA PEMOTONG PPH Wajib Pajak

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PENGERTIAN Ketentuan dalam Pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP DN dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi yang bersifat memaksa berdasarkan

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG

Lebih terperinci

Perpajakan Bagi Koperasi

Perpajakan Bagi Koperasi Perpajakan Bagi Koperasi Pendahuluan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ditegaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Inggris disebut Administration artinya To Serve, yaitu melayani

BAB II LANDASAN TEORI. Inggris disebut Administration artinya To Serve, yaitu melayani 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pengertian Administrasi Istilah administrasi berasal dari bahasa latin yaitu Ad dan ministrate yang artinya pemberian jasa atau bantuan, yang dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma).

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma). BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Perpajakan Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma). Tetapi sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan

Lebih terperinci

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN KONFEDERASI SWISS MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERHASRAT untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) kehidupan masyarakat khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) kehidupan masyarakat khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Globalisasi telah menjalar dan berkembang ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Globalisasi juga memberikan dampak yang sangat besar

Lebih terperinci

Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Indonesia Power UBP Saguling

Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Indonesia Power UBP Saguling Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2017-01-07 Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan,

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Terdapat beberapa pengertian pajak yang diungkapkan oleh para ahli, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan menurut Prof. Dr. Djajadiningrat dalam Siti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut : 1. Dr. Soeparman Soemahamidjaja Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) Kita telah memasuki masa milenium dan akan memasuki perdagangan bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II. Tinjauan Pustaka. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Mardiasmo, (2003:1) : BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : Menurut Rochmat Soemitro

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ketentuan Umum Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo (1991: 2), Perpajakan Indonesia, (Waluyo) Edisi 10 Buku

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PAJAK ATAS DANA HIBAH PENELITIAN Walau telah berbasis keluaran, namun kewajiban perpajakan atas

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT)

Lebih terperinci

Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 12, No. 1, Februari 2016, Hal

Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 12, No. 1, Februari 2016, Hal ANALISIS EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 JASA LAINNYA PADA KPP PRATAMA PROBOLINGGO Ahmad Dahlan Ali Irfan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajayana Malang Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

I PPh Pasal 4 ayat ( 2 ) 1 Pejualan saham di Bursa Efek

I PPh Pasal 4 ayat ( 2 ) 1 Pejualan saham di Bursa Efek I PPh Pasal 4 ayat ( 2 ) 1 Pejualan saham di Bursa Efek a. Diterima oleh Penjual Saham 0,1% Nilai Transaksi b. Diterima oleh Pemegang Saham Pendiri: - telah diperdagangkan di Bursa sebelum 31 12 1996 -

Lebih terperinci

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d. 1771 - III/$ LAMPIRAN - III KREDIT PAJAK DALAM NEGERI NO. NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / TRANSAKSI PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Akuntansi Sistem akuntansi merupakan suatu alat yang sangat penting bagi manajemen dalam merencanakan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan organisasi perusahaan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN 1771 PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci