MODIFIKASI SELULOSA AMPAS TEBU DENGAN ASETILASI WIDA LESTARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODIFIKASI SELULOSA AMPAS TEBU DENGAN ASETILASI WIDA LESTARI"

Transkripsi

1 i MDIFIKASI SELULSA AMPAS TEBU DENGAN ASETILASI WIDA LESTARI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BGR BGR 2010

2 ABSTRAK WIDA LESTARI. Modifikasi Ampas Tebu dengan Asetilasi. Dibimbing oleh HENNY PURWANINGSIH dan ZAINAL ALIM MAS UD. Ampas tebu mengandung selulosa yang tinggi (52.7%), yang sangat dimungkinkan untuk menghasilkan selulosa asetat melalui asetilasi. Selulosa dipisahkan dari ampas tebu melalui tahapan pencucian dengan air, delignifikasi dengan NaH dan NaCl 2, dan aktivasi H 2 S 4. Analisis mikroskopi elektron susuran menunjukkan bahwa proses delignifikasi menghasilkan selulosa yang berbentuk serat kasar yang bersalut, sedangkan aktivasi H 2 S 4 menghasilkan selulosa yang berbentuk serat mikro tidak bersalut. Spektrum inframerah menunjukkan keberhasilan asetilasi yang dibuktikan dengan keberadaan serapan C= ester pada bilangan gelombang cm -1 dan serapan regangan C pada bilangan gelombang cm -1. Proses asetilasi pada ampas tebu hasil delignifikasi NaH dan NaCl 2 hanya dapat sedikit memodifikasi gugus H selulosa. Nilai derajat substitusi produk asetilasi ampas tebu hasil delignifikasi NaH, delignifikasi NaCl 2, dan aktivasi H 2 S 4 berturut-turut adalah 0.07, 1.01, dan Bobot molekul meningkat sedangkan derajat polimerisasi menurun dengan meningkatnya derajat substitusi. Bobot molekul berkisar antara 58,577 72,516 g mol -1 dan derajat polimerisasi berkisar antara Untuk mengevaluasi kinerja hasil modifikasi ampas tebu digunakan sebagai fase diam pada kolom kromatografi dengan toluena sebagai fase gerak. Pada kromatografi lapis tipis dan spektrum ultraviolet-sinar tampak menunjukkan bahwa hampir semua komponen ekstrak etanol temulawak pada fase diam hasil modifikasi ampas tebu tidak terelusi. ABSTRACT WIDA LESTARI. Modification of Sugarcane Bagasse By Acetylation. Supervised by HENNY PURWANINGSIH and ZAINAL ALIM MAS UD. Bagasse has high cellulose content (52.7%), that can be modified into cellulose acetate by acetylation. Cellulose was isolated from bagasse by treatment with water, delignification with NaH and NaCl 2, and activation with H 2 S 4. Scanning Electron Microscopy analysis showed that cellulose fibers have coated fibers after delignification and cellulose microfiber has not coated fibers after acid treatment. Infrared spectra showed the acetylation succeeded as proved by absorption of C= at cm -1 and absorption of C at cm -1. The degree of substitution for delignified products were 0.07 (NaH delignification) and 1.01 (NaCl 2 delignification). Acetylated product had the highest degree of substitution (2.37). The degree of substitution and the molecular weight increased, meanwhile the degree of polymerization decreased. Molecular weight was 58,577 72,516 g mol -1 and degree of polymerization was To evaluate the modified bagasse performance, it was used as a stationary phase in column chromatography and toluene was used as mobile phase. The extract of Curcuma xanthorrhiza was not eluted in the modified bagasse column.

3 MDIFIKASI SELULSA AMPAS TEBU DENGAN ASETILASI WIDA LESTARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BGR BGR 2010

4 Judul Skripsi : Modifikasi Selulosa Ampas Tebu dengan Asetilasi Nama : Wida Lestari NIM : G Menyetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Henny Purwaningsih, S.Si., M.Si. NIP Dr. Zainal Alim Mas ud, DEA. NIP Mengetahui Ketua Departemen Kimia, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP Tanggal Lulus:

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya dan semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Henny Purwaningsih, S.Si., M.Si. dan Dr. Zainal Alim Mas ud, DEA. selaku pembimbing atas saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian serta dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Muhamad Farid. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Masyarakat Perkebunan atas bantuan dana penelitian yang diberikan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Republik Indonesia. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih pada staf laboran di Laboratorium Kimia Fisik (Pak Mail, Pak Nano, dan Ibu Ai), Kimia rganik (Pak Sobur), Kimia Analitik (Pak Eman), dan analis di Laboratorium Terpadu (Kak Victoria, Kak Ema, dan Kak Yono) atas bantuan serta masukan yang diberikan. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada orang tua dan keluarga atas bantuan materi dan doa. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan penelitian di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Kimia rganik, dan Laboratorium Terpadu atas kerja sama, kritik, dan semangat selama penelitian serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2010 Wida Lestari

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 30 Januari 1988 dari ayah Apipudin dan ibu Syariah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tasikmalaya dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi staf Human Research and Development (HRD) Ikatan Mahasiswa Kimia IPB (IMASIKA) masa jabatan 2007/2008. Bulan Juli Agustus 2009 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Hexpharm Jaya Cipanas dengan judul Analisis Sifat Fisik dan Kimia Produk Dapyrin Tablet Di PT Hexpharm Jaya.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... ii PENDAHULUAN... 1 BAHAN DAN METDE... 1 Alat dan Bahan...1 Metode Penelitian 2 HASIL DAN PEMBAHASAN... 4 Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi...4 Modifikasi Selulosa...5 Derajat Substitusi, Bobot Molekul, dan Derajat Polimerisasi...5 Pencirian Spektrum FTIR...6 Pemisahan Ekstrak Temu Lawak...6 Analisis UV-tampak...9 SIMPULAN DAN SARAN... 9 Simpulan...9 Saran...10 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN...12

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Derajat substitusi, bobot molekul, dan derajat polimerisasi berbagai produk asetilasi Hasil KLT eluat kromatografi kolom ekstrak etanol temu lawak dengan fase diam produk asetilasi ampas tebu hasil aktivasi H 2 S Hasil KLT eluat kromatografi kolom ekstrak etanol temu lawak dengan fase diam silika gel 8 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ampas tebu dengan berbagai perlakuan Morfologi serat selulosa sebelum dan setelah aktivasi Produk asetilasi ampas tebu dari berbagai perlakuan Spektrum FTIR ampas tebu dengan berbagai perlakuan Spektrum FTIR produk asetilasi dari berbagai perlakuan Kromatogram KLT dengan berbagai fase gerak Spektrum UV-tampak ekstrak etanol fase diam produk asetilasi ampas tebu sebelum dan sesudah elusi.9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian Bagan preparasi proses isolasi selulosa ampas tebu Bagan proses asetilasi Data modifikasi ampas tebu Penentuan fase gerak terbaik...20

9 PENDAHULUAN Perkebunan tebu di Indonesia tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar dengan total produksi di tahun 2009 mencapai ± 2.8 juta ton (Ditjen Perkebunan 2010). Dalam industri pengolahan tebu menjadi gula, jumlah ampas tebu yang dihasilkan adalah 90% dari setiap tebu yang diolah, sedangkan kandungan gula yang termanfaatkan hanya sebesar 5% (Wijanarko et al. 2006). Ampas tebu merupakan limbah berserat dari batang tebu setelah melalui proses penghancuran dan ekstraksi. Ampas tebu, seperti halnya biomassa yang lain, terdiri atas tiga penyusun utama, yaitu selulosa (52.7%), hemiselulosa (20%), lignin (24.2%), dan sisanya unsur penyusun lainnya (Samsuri et al. 2007). Selulosa ampas tebu telah dimanfaatkan menjadi etanol (Samsuri et al. 2007) dan sebagai produk kompos (Cahaya & Nugroho 2007). Lignin ampas tebu telah dimanfaatkan oleh Iskandar et al. (2009) sebagai bahan baku pembuatan surfaktan, sedangkan protein ampas tebu telah dimanfaatkan untuk makanan ternak melalui amonifikasi dan fermentasi (Widodo 2006), dan senyawa pentosan ampas tebu telah dimanfaatkan untuk menghasilkan senyawa furfural (Wijanarko et al. 2006). Ampas tebu juga telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel, pulp, bahan bakar, pupuk, dan pakan ternak. Namun, pemanfaatannya bersifat terbatas dan bernilai ekonomi rendah. leh karena itu, dibutuhkan cara modifikasi lain agar ampas tebu bisa bernilai ekonomi tinggi. Salah satunya adalah memodifikasi selulosa ampas tebu menjadi selulosa asetat melalui reaksi asetilasi. Steinmeier (2004), Sassi & Chanzy (1995), Cerquiera et al. (2007), dan Shaikh et al. (2009) telah memodifikasi ampas tebu menjadi selulosa asetat. Selain ampas tebu, limbah industri hasil pertanian seperti rami, ampas sagu (ELA), onggok singkong, dan limbah lain yang mengandung selulosa dapat dimodifikasi membentuk selulosa asetat. Beberapa penelitian telah melaporkan modifikasi selulosa menjadi selulosa asetat. Santi (2006) telah memodifikasi selulosa onggok sagu menjadi selulosa asetat dan Netty (2006) telah memodifikasi selulosa onggok singkong menjadi selulosa asetat dan selulosa nitrat. Telah dilakukan pula modifikasi selulosa ampas sagu menjadi selulosa asetat dengan derajat substitusi menggunakan katalis iodin (Irfana 2010) dan dengan derajat substitusi menggunakan katalis asam sulfat (Cahyani 2010). Selulosa merupakan salah satu polisakarida yang berbentuk homopolimer linear dari D-anhidroglukosa dengan ikatan β- 1,4-glukosida. Senyawa lain dalam ampas tebu seperti hemiselulosa dan lignin perlu dihilangkan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut basa encer (Sastrohamidjojo 1995). Selulosa yang berbentuk kristalin dan amorf sukar larut dalam larutan basa dan akan larut dalam larutan asam. Dalam penelitian ini, ampas tebu yang telah dicuci dengan air kemudian didelignifikasi menggunakan larutan NaH dan NaCl 2. Selanjutnya, untuk mendapatkan serat selulosa yang berukuran mikro dilakukan homogenisasi dan aktivasi dengan larutan asam (Bhattacharya et al. 2008). Hal ini dilakukan agar probabilitas gugus asetil (CH 3 C - ) menggantikan gugus hidroksil (-H) selulosa pada saat reaksi asetilasi berlangsung menjadi lebih besar karena tapak aktif pada serat selulosa semakin banyak. Pereaksi yang lazim digunakan untuk reaksi asetilasi antara lain anhidrida asetat, asetil klorida, dan ketena. Reaksi asetilasi dapat berlangsung cepat melalui aktivasi dengan asam asetat glasial yang dibantu dengan katalis asam sulfat (Fengel & Wegener 1989). Modifikasi selulosa ampas tebu dalam penelitian ini dilakukan melalui asetilasi menggunakan pereaksi anhidrida asetat serta diaktivasi dengan asam asetat glasial dan katalis asam sulfat. Pencirian dilakukan dengan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), mikroskopi elektron susuran (SEM), penentuan derajat substitusi, bobot molekul secara viskometri, dan derajat polimerisasi. Selanjutnya, kinerja selulosa asetat dievaluasi sebagai media separator pada kromatografi kolom untuk memisahkan senyawa kurkuminoid dari senyawa ekstrak etanol temu lawak. BAHAN DAN METDE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah radas kromatografi kolom, radas kromatografi lapis tipis (KLT), viskometer stwald, spektrofotometer FTIR Prestige-21 Shimadzu (Lab. Terpadu, IPB), spektrofotometer UVtampak Shimadzu 1700 (Lab. Terpadu, IPB), dan SEM (Puslitbang Hutan, Bogor). Bahan-bahan yang digunakan adalah ampas tebu (Pabrik Gula Modjopanggung, Jawa Timur), temu lawak (Pusat Studi Biofarmaka, IPB), standar kurkuminoid (Pusat

10 Studi Biofarmaka, IPB), dan lempeng KLT silika gel GF 254 (Merck). Pereaksi yang digunakan adalah anhidrida asetat, asam asetat glasial, H 2 S 4, NaH, NaCl 2, aseton, dan toluena (semua berasal dari Merck). Metode Penelitian Preparasi Ampas Tebu Ampas tebu dibersihkan dengan air keran untuk menghilangkan bau dan kotoran yang masih ada, lalu dikeringkan pada suhu 60 C selama 16 jam. Ampas tebu kering digiling dalam blender selama 5 menit lalu diayak hingga terpisah dari bagian berseratnya. Sebanyak 6 g bagian tepung ditambahkan 400 ml akuades dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 menit. Campuran disaring dan pencucian dilakukan tiga kali. Residu kemudian dikeringkan pada suhu 50 C hingga bobotnya konstan. Contoh tersebut bebas dari komponen polisakarida yang larut dalam air (A 1 ). Delignifikasi Ampas Tebu (Bhattacharya et al dan Sun et al. 2004) Sebanyak 5 g A 1 ditambahkan 95 ml NaH 4% dan dipanaskan pada suhu 80 C selama 4 jam. Campuran kemudian disaring dengan bantuan vakum dan endapannya dicuci dengan akuades hingga ph filtratnya tidak berubah. Residu kemudian dikeringkan pada suhu 50 C hingga bobotnya konstan (A 2 ). Sebanyak 5 g A 2 ditambahkan 35 ml NaCl 2 1.3% yang diasamkan dengan asam asetat glasial sampai ph 3.5 4, lalu campuran dipanaskan pada suhu 75 C selama 2 jam. Campuran kemudian disaring dengan bantuan vakum dan endapannya dicuci dengan NaH 5% dan air hingga ph filtratnya netral. Residu kemudian dikeringkan pada suhu 50 C hingga bobotnya konstan (A 3 ). Preparasi Serat Selulosa Berukuran Mikro (Bhattacharya et al. 2008) Sebanyak 5 g A 3 disuspensikan dalam 95 ml akuades dan dipanaskan hingga suhu 75 C lalu disonikasi selama 10 menit dan disaring. Residu kemudian dikeringkan pada suhu 50 C. Residu tersebut kemudian direfluks dengan H 2 S 4 60% (b/v) pada suhu 60 C selama 2.5 jam. Campuran ditambahkan air es untuk menyempurnakan reaksi. Campuran kemudian dicuci dengan akuades dan didispersikan selama 5 menit. Setelah disaring, residu dikeringkan pada suhu 105 C selama 3 jam (A 4 ). Proses isolasi selulosa disajikan pada Lampiran 2. Modifikasi secara Asetilasi (Cerqueira et al. 2007) Sebanyak 1 g A 2, A 3, dan A 4 masingmasing ditambahkan 25 ml asam asetat glasial dan diaduk selama 30 menit dengan pengaduk magnet. Kemudian campuran ditambahkan 0.08 ml H 2 S 4 dan 9 ml asam asetat glasial dan diaduk kembali selama 25 menit. Sebanyak 32 ml anhidrida asetat lalu ditambahkan dan diaduk lagi selama 30 menit. Campuran selanjutnya didiamkan selama 14 jam pada suhu 28 C, sebelum ditambahkan akuades untuk menghentikan reaksi hingga terbentuk dua lapisan. Campuran kemudian disaring dan endapannya dicuci dengan akuades hingga ph filtratnya netral. Residu kemudian dikeringkan pada suhu 50 C hingga bobot konstan (SA 2, SA 3, dan SA 4 ). Hasil tersebut kemudian dianalisis dengan spektrometer FTIR (Lampiran 3). Penentuan Kadar Asetil (ASTM D ) Kadar asetil ditentukan dengan menentukan jumlah NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh. Sebanyak 0.5 g SA dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang bersih, kering, dan telah diketahui bobot kosongnya. Contoh kemudian dikeringkan pada suhu 105 C selama 3 jam untuk ditentukan kadar airnya. Contoh kering kemudian ditambahkan 20 ml etanol 75% (v/v) dan dipanaskan selama 30 menit pada suhu 60 C. Sebanyak 20 ml NaH 0.5 N ditambahkan ke dalam contoh dan dipanaskan pada suhu yang sama selama 30 menit. Contoh didiamkan selama 72 jam dan kelebihan NaH dititrasi dengan HCl 0.5 N menggunakan indikator fenolftalein sampai warna merah muda hilang. Contoh didiamkan lagi selama 24 jam untuk memberi kesempatan bagi HCl berdifusi. Selanjutnya contoh dititrasi dengan NaH 0.5 N sampai terbentuk warna merah muda kembali. Pengukuran blangko dilakukan sama dengan contoh tanpa penambahan contoh SA. Kadar asetil (KA) dihitung dengan rumus: KA D C N A B a N b W

11 Keterangan: A = volume NaH untuk titrasi contoh N a = normalitas HCl B = volume NaH untuk titrasi blangko N b = normalitas NaH C = volume HCl untuk titrasi contoh F = untuk kadar asetil D = volume HCl untuk titrasi blangko W = bobot contoh Sementara besarnya derajat substitusi dapat dihitung menggunakan rumus: Keterangan: 162 = bobot molekul anhidroglukosa 43 = bobot molekul asetil Pencirian Selulosa Asetat (SNI ) Viskositas. Sebanyak 0.13 g SA dikeringkan pada suhu 105 C selama 2 jam. Contoh kering ditimbang ke dalam Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 50 ml aseton. Larutan disimpan dalam penangas air dengan suhu 25 C. Hal yang sama dilakukan terhadap aseton sebagai blangko. Pengukuran viskositas dilakukan pada suhu 25 C. Viskositas dihitung berdasarkan rumus η nisbi = t contoh t blangko [η] = (K/C) x {antilog [log η nisbi /K]- 1} Keterangan: [η]: viskositas intrinsik larutan selulosa asetat (ml/g) K : 10 (aseton) C : konsentrasi larutan (g/dl) Bobot Molekul. Bobot molekul dihitung berdasarkan rumus: [η] = KM α Keterangan: [η]: viskositas intrinsik K : 2, ml/g (Fenger & Wegener 1989) M : bobot molekul α : 1,0 Derajat Polimerisasi. Derajat polimerisasi dihitung berdasarkan rumus: M = (BM per unit) n dengan n adalah derajat polimerisasi. Ekstraksi Temu Lawak (Santi 2006) Serbuk temu lawak yang telah halus kemudian diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etanol dengan nisbah bahan dan pelarut 1:3 selama 3 21 jam. Ekstraksi dihentikan dan selanjutnya ekstrak disaring menggunakan kertas saring dan dipekatkan dengan penguap putar (rotavapor) pada suhu 40 C. Residu yang diperoleh merupakan ekstrak etanol temu lawak. Fraksinasi Ekstrak Temu Lawak dengan Kromatografi Kolom Kolom kromatografi yang berisi 5 g selulosa asetat disiapkan. Tinggi fase diam di dalam kolom 10 cm, laju alir ± 0.1 ml/menit, dan ekstrak etanol temu lawak yang digunakan adalah sebanyak 0.5 ml. Fase gerak yang digunakan adalah toluena. Ekstrak dielusi dengan mengalirkan pelarut sampai semua fraksi keluar dari kolom. Fraksi yang keluar dari kolom ditampung sebanyak 3 ml di dalam tabung gelap. Fraksi yang diperoleh diuji dengan KLT dan nilai retardation factor (R f ) yang diperoleh dibandingkan dengan dengan nilai R f standar kurkuminoid. Analisis Kromatografi Lapis Tipis KLT dilakukan dengan menotolkan ekstrak etanol temu lawak, standar kurkuminoid, fraksi-fraksi hasil kolom, dan hasil pengocokan fase diam dengan etanol (sebelum dan setelah elusi) pada lempeng KLT silika gel GF 254 berukuran 5 10 cm dengan bantuan pipa kapiler. Selanjutnya dielusi dengan fase gerak toluena lalu dikeringkan. Pola pemisahannya dapat dideteksi dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Analisis Spektrofotometer UV-tampak (Cahyani 2010) Sebanyak 0.3 g SA setelah elusi ditambahkan 5 ml etanol dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 10 menit. Kemudian campuran disaring dengan kertas saring. Penambahan etanol dan penyaringan diulangi dua kali lagi. Filtrat dari ketiga ulangan kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-tampak. Blangko yang digunakan adalah filtrat etanol dari fase diam sebelum elusi.

12 PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung 52.7% selulosa, 20% hemiselulosa, dan 24.2% lignin (berdasarkan bobot kering). Target utama proses asetilasi adalah senyawa selulosa, sehingga senyawa lainnya perlu dihilangkan. Salah satunya melalui proses delignifikasi dengan NaH dan NaCl 2. Sebelum dilakukan delignifikasi, ampas tebu dicuci dengan air untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang larut dalam air (A 1 ). Pencucian tersebut menyebabkan warna ampas tebu yang cokelat menjadi berwarna lebih pudar dibandingkan dengan dengan sebelum pencucian. Bobot contoh ampas tebu hasil pencucian air juga berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa pencucian telah menghilangkan senyawasenyawa yang larut dalam air. Produk delignifikasi dengan larutan NaH (A 2 ) menghasilkan serat yang berwarna kuning muda dan teksturnya sedikit lebih keras sehingga sulit untuk dihaluskan. Warna serat yang pucat menunjukkan hilangnya lignin selama proses delignifikasi. Lignin larut dalam NaH pada suhu tinggi (70 80 C) (Bhattacharya et al. 2008). Tekstur yang sedikit lebih keras disebabkan oleh terbukanya bagian kristalin selulosa sehingga rongga kosong pada serat selulosa akan runtuh yang menyebabkan bahan menjadi lebih padat. Menurut Stevens (2007), ion-ion hidroksida dari NaH diikat oleh ikatan hidrogen sehingga terbentuk interaksi baru yang lebih kuat antara gugus hidroksil selulosa dan NaH yang membuka bagian kristalin selulosa. Produk delignifikasi dengan larutan NaCl 2 (A 3 ) menghasilkan serat yang lebih pucat, tetapi masih berwarna kuning muda dan lebih keras, jika dibandingkan dengan produk sebelumnya, yaitu hasil delignifikasi dengan NaH. Tahapan ini tampaknya dapat menghilangkan sisa-sisa lignin yang tidak hilang dengan larutan NaH (A 2 ). Senyawa NaCl 2 merupakan oksidator yang lazim digunakan dalam pemucatan pulp di industri kertas. Dalam suasana asam, NaCl 2 akan membentuk senyawa Cl 2 yang dapat mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. A 0 A 1 A 2 A 3 A 4 Gambar 1 Ampas tebu dengan berbagai perlakuan. Sebelum pencucian air (A 0 ), tercuci air (A 1 ), terdelignifikasi NaH (A 2 ), terdelignifikasi NaCl 2 (A 3 ), dan teraktivasi H 2 S 4 (A 4 ). Serat selulosa yang diperoleh dari proses delignifikasi diaktivasi dengan H 2 S 4 pada suhu 60 C (A 4 ). Sebelum diaktivasi, serat selulosa disuspensikan dalam air panas dan disonikasi untuk menghomogenkan suspensi tersebut. Setelah diaktivasi, selulosa berwarna cokelat, padat, dan rapuh. Mikrograf SEM memperlihatkan adanya perbedaan morfologi permukaan serat selulosa setelah dan sebelum aktivasi asam (Gambar 2). Morfologi permukaan produk sebelum diaktivasi menggunakan H 2 S 4 berupa serat selulosa kasar dengan ukuran lebih besar dan permukaan serat berselaput (Gambar 2a), sedangkan morfologi permukaan serat selulosa setelah diaktivasi memperlihatkan adanya fragmen-fragmen dengan ukuran yang lebih kecil dan permukaan tidak berselaput (Gambar 2b). Menurut Bhattacharya et al. (2008), serat selulosa berkisar nm dan sering menggumpal sehingga ukuran seratnya terlihat lebih besar, sedangkan serat selulosa tunggal yang berukuran mikro berkisar 3 20 nm. Untuk melihat pengaruh aktivasi terhadap kristalinitas serat selulosa dibutuhkan analisis lebih lanjut menggunakan mikroskopi gaya atom (AFM). Analisis ini dapat menunjukkan bahwa proses aktivasi dengan asam akan menghilangkan sebagian besar bagian amorf dari selulosa tanpa merusak struktur kristal selulosa.

13 sedangkan produk asetilasi dari contoh yang diaktivasi H2S4 (SA4) berbentuk butiran yang rapuh sehingga mudah untuk dihaluskan. SA2 a SA3 SA4 Gambar 3 Produk asetilasi ampas tebu dari berbagai perlakuan. Delignifikasi dengan NaH (SA2), delignifikasi dengan NaCl2 (SA3), dan aktivasi H2S4 (SA4). b Gambar 2 Morfologi serat selulosa sebelum aktivasi (a) dan setelah aktivasi (b) perbesaran 100. Keberhasilan modifikasi dengan asetilasi dapat dipantau secara gravimetri. Produk asetilasi seharusnya memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dengan sebelum asetilasi. Hal ini disebabkan adanya substitusi gugus hidroksil ( H) dengan gugus asetil Hasil yang diperoleh (CH3C-). menunjukkan adanya penurunan bobot produk (Lampiran 4). Penurunan bobot produk ini disebabkan kendala-kendala teknis yang terjadi selama proses pencucian produk. leh karena itu, evaluasi keberhasilan modifikasi dilakukan dengan menentukan derajat substitusi. Derajat Substitusi, Bobot Molekul, dan Derajat Polimerisasi Modifikasi Selulosa Modifikasi selulosa ampas tebu dilakukan dengan cara asetilasi. Contoh yang digunakan untuk modifikasi adalah contoh yang diperoleh dari tahapan delignifikasi dengan NaH, hasil delignifikasi dengan NaCl2, dan hasil aktivasi dengan H2S4. Semua produk asetilasi berwarna pucat (Gambar 3). Sementara itu, tekstur produk yang dihasilkan berbeda-beda. Tekstur produk asetilasi dari contoh yang didelignifikasi NaH (SA2) dan NaCl2 (SA3) masih berbentuk serat kasar dan sedikit keras, Derajat substitusi (DS) diperoleh dengan menentukan kadar asetil produk-produk asetilasi. Penentuan kadar asetil dilakukan secara titrimetri berdasarkan kebutuhan NaH dalam penyabunan gugus ester selulosa asetat pada medium etanol. Tabel 1 menyajikan derajat substitusi, bobot molekul, dan derajat polimerisasi beberapa produk asetilasi. Tabel 1 Derajat substitusi, bobot molekul, dan derajat polimerisasi berbagai produk asetilasi Jenis Produk SA2 SA3 SA4 Kadar air (%) Kadar asetil (%) DS [η] (ml/g) M (g mol-1) 58,577 62,616 72,516 DP Ket: SA2=produk asetilasi dari contoh hasil delignifikasi NaH, SA3=produk asetilasi dari conth hasil delignifikasi NaCl2, dan SA4=produk asetilasi dari contoh hasil aktivasi H2S4, DS=derajat substitusi, η=viskositas intrinsik, M=bobot molekul, dan DP=derajat polimerisasi

14 DS berbagai produk asetilasi memiliki nilai yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap derajat subsitusi. Nilai DS suatu bahan dapat digunakan untuk melihat kelarutan bahan tersebut dalam berbagai pelarut (Brandrup & Immergut 1975, Steinmeier 2004). Derajat substitusi produk asetilasi dari contoh hasil delignifikasi dengan NaH adalah Hal ini disebabkan kandungan lignin dalam contoh masih tinggi. Keberadaan lignin dalam ampas tebu menghalangi proses asetilasi sehingga pereaksi sulit untuk menjangkau gugus hidroksil selulosa yang akan disubstitusi dengan gugus asetil. Produk asetilasi dari contoh hasil delignifikasi dengan NaCl 2 (A 3 ) memiliki DS=1.01. Kandungan lignin yang terdapat dalam contoh ini diharapkan lebih kecil jika dibandingkan dengan contoh hasil delignifikasi dengan NaH, sehingga derajat substitusi produk asetilasinya lebih tinggi daripada produk asetilasi contoh hasil delignifikasi dengan NaH. Derajat substitusi produk asetilasi hasil aktivasi dengan asam adalah Hal ini didukung oleh mikrograf SEM. Tekstur contoh hasil aktivasi memiliki banyak fragmen serat selulosa yang berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan contoh hasil delignifikasi dengan NaCl 2 (contoh sebelum aktivasi asam) yang berbentuk serat kasar berukuran besar. Fragmen-fragmen kecil serat selulosa pada contoh hasil aktivasi H 2 S 4 menyebabkan tapak aktif selulosa menjadi lebih banyak, sehingga probabilitas substitusi gugus asetil pada contoh ini menjadi lebih besar. Keberhasilan modifikasi selulosa dengan asetilasi juga dapat dipantau melalui penentuan kadar air produk asetilasi. Modifikasi dengan asetilasi menyebabkan gugus hidroksil pada selulosa ampas tebu akan tersubstitusi oleh gugus asetil yang bersifat lebih nonpolar sehingga produk asetilasinya menjadi kurang higroskopis karena kemampuan menjerap air dari gugus ester pada selulosa asetat tidak sebaik gugus alkohol pada selulosa. Secara umum, kadar air produk asetilasi sesuai dengan nilai derajat substitusinya. Semakin besar derajat substitusi maka kadar airnya semakin kecil. Nilai derajat substitusi menunjukkan perubahan molekul produk modifikasi. Semakin tinggi nilai derajat substitusi semakin besar molekul produk asetilasi, sehingga hambatan alir molekul tersebut lebih tinggi. Molekul besar memiliki substitusi polimerisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan dengan molekul berbobot kecil. leh karena itu, derajat polimerisasi produk asetilasi menurun dengan meningkatnya derajat substitusi. Pencirian Spektrum FTIR Spektrum inframerah contoh ampas tebu hasil pencucian dengan air (A 1 ) dan aktivasi dengan asam (A 4 ) menunjukkan pola spektrum khas selulosa (Gambar 4). Delignifikasi menurunkan intensitas serapan H pada bilangan gelombang cm -1. Keberadaan lignin pada contoh hasil pencucian dengan air (A 1 ) dan delignifikasi dengan NaH (A 2 ) ditandai dengan serapan pada bilangan gelombang 1470 dan 1651 cm -1 yang merupakan pita serapan vibrasi ulur kerangka aromatik (Silverstein et al. 2005). Hal ini menunjukkan bahwa selulosa pada A 2 masih terlindungi oleh lignin sehingga proses asetilasi terhambat (DS=0.07). Ketidakberadaan serapan lignin pada contoh ampas tebu A 3 dan A 4 menunjukkan bahwa proses delignifikasi dengan NaCl 2 dan aktivasi H 2 S 4 dapat menghilangkan lignin. Keberhasilan modifikasi asetilasi pada contoh A 4 ditunjukkan dengan adanya serapan C= pada bilangan gelombang 1759 cm -1. Hal ini diperkuat dengan adanya serapan C pada bilangan gelombang cm -1 (Gambar 5). Kekuatan serapan ulur C= sesuai dengan besarnya nilai derajat substitusi. Spektrum produk SA 2 dan SA 3 memiliki serapan H pada bilangan gelombang 3200 cm -1 yang menunjukkan bahwa gugus H pada struktur selulosa tidak terasetilasi semua. Hal ini dibuktikan dengan nilai derajat substitusi yang diperoleh SA 2 dan SA 3, yaitu berturut-turut 0.07 dan Spektrum semua produk asetilasi ampas tebu tidak menunjukkan keberadaan anhidrida asetat yang memiliki serapan pada bilangan gelombang 1800, 1750, dan 1020 cm -1 (Pavia et al & Silverstein et al. 2005). Pemisahan Ekstrak Temu Lawak Komponen dalam ekstrak temu lawak dipisahkan dengan cara kromatografi kolom. Fase diam yang digunakan adalah produk asetilasi ampas tebu hasil aktivasi H 2 S 4 (SA 4 ), karena memiliki derajat substitusi yang mendekati pustaka, yaitu 2.46 (Bandrup & Immergut 1975). Fase gerak yang digunakan merupakan fase gerak terbaik, yaitu toluena.

15 cm -1 Gambar 4 Spektrum FTIR ampas tebu: biru=tercuci air, merah muda=delignifikasi dengan NaH, merah=delignifikasi dengan NaCl 2, biru muda=aktivasi dengan H 2 S , , , , , , , ,79 785, ,265 cm -1 Gambar 5 Spektrum FTIR produk asetilasi: merah muda=delignifikasi dengan NaH, biru=delignifikasi dengan NaCl 2, merah=aktivasi dengan H 2 S 4.

16 Pemilihan fase gerak terbaik dilakukan dengan melarutkan SA 4 dalam beberapa pelarut organik yang memiliki sifat kepolaran berbedabeda, di antaranya heksana, toluena, kloroform, dietil eter, etil asetat, etanol, air, aseton, metanol, piridin, dan xilena. Dari semua pelarut organik tersebut, hanya heksana, toluena, piridin, dan xilena yang tidak melarutkan SA 4 (Lampiran 5a). Karena itu, keempat pelarut tersebut dijadikan fase gerak dalam mengelusi ekstrak etanol temu lawak dan standar kurkuminoid dengan KLT. Fase gerak terbaik memiliki daya pisah komponen contoh yang baik, di antaranya menghasilkan bercak banyak dan teratur. Pelarut toluena menghasilkan bercak lebih banyak daripada keempat pelarut yang tidak melarutkan SA 4 tersebut (Gambar 6). a b c d Gambar 6 Kromatog KLT dengan fase gerak (a) heksana, (b) toluena, (c) piridin, (d) xilena. Standar kurkuminoid yang digunakan memiliki konsentrasi 20 mg/25 ml. Berdasarkan Batubara et al. (2004) standar kurkuminoid menghasilkan 3 puncak terpisah dalam analisis kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT). Hal ini menunjukkan bahwa dalam standar kurkuminoid terdapat 3 senyawa, yaitu kurkuminoid, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin. Berdasarkan struktur ketiga senyawa tersebut, senyawa kurkuminoid yang memiliki 2 gugus metoksi ( CH 3 ) bersifat lebih polar daripada senyawa desmetoksikurkumin yang memiliki satu gugus metoksi dan senyawa bis-desmetoksikurkumin yang tidak memiliki gugus metoksi. leh karena itu, senyawa kurkuminoid akan tertahan lebih lama di dalam fase diam sehingga menghasilkan bercak dengan nilai R f lebih rendah. Hasil elusi kolom baik SA 4 maupun silika gel menunjukkan bahwa senyawa kurkuminoid tidak terpisahkan sempurna (Tabel 3 dan 4). Hal ini dimungkinkan fase gerak yang digunakan bukan fase gerak terbaik untuk memisahkan senyawa kurkuminoid dari senyawa lain yang ada pada ekstrak etanol temu lawak. Data tersebut diperkuat dengan hasil elusi toluena pada plat KLT silika gel yang menunjukkan bahwa standar kurkuminoid memiliki 2 bercak. Tabel 2 Hasil KLT eluat kromatografi kolom ekstrak temu lawak dengan fase diam SA 4 Tabung Nilai R f Bercak Ke Ekstrak standar Fase gerak Hasil kolom SA 4 memiliki pengotor yang ditunjukkan pada tabung 14 sampai 20 (Tabel 2). Selain itu, penggunaan toluena sebagai fase gerak menyebabkan sebagian komponen ekstrak etanol temu lawak tidak terelusi pada fase diam SA 4. Hal ini ditunjukkan dengan ketidakberadaan bercak dengan nilai R f terendah pada semua tabung dan hasil analisis UV-tampak pada Gambar 7b. Tabel 3 Hasil KLT eluat kromatografi kolom ekstrak temu lawak dengan fase diam silika gel Tabung Nilai R f Bercak Ke Ekstrak Standar

17 Kolom silika gel berhasil mengeluarkan hampir semua komponen yang ada pada ekstrak etanol temu lawak. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan semua bercak dengan nilai R f terendah sampai tertinggi (Tabel 3). Walaupun demikian, kedua fase diam tersebut masing-masing menghasilkan 3 fraksi, yaitu pada tabung 8, 11, dan 33 untuk fase diam SA 4 (DS=2.37) dan pada tabung 7, 13, dan 30 untuk silika gel. leh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut mengenai fase gerak terbaik untuk menghasilkan pola pemisahan komponen ekstrak etanol temu lawak yang lebih baik. Sebagai perbandingan, pola pemisahan produk asetilasi pada pemisahan komponen ekstrak etanol temu lawak dengan derajat substitusi kurang dari 2 yang menggunakan kloroform:etil asetat (85:15) sebagai fase gerak tidak menghasilkan komponen tunggal (Irfana 2010 & Cahyani 2010). a Analisis UV-tampak Analisis UV-tampak dilakukan terhadap fase diam sebelum dan sesudah elusi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan komponen ekstrak etanol temu lawak yang tertahan dalam fase diam SA 4. Etanol digunakan untuk melarutkan pengotor dan ekstrak etanol temu lawak yang mungkin tertahan di fase diam. Fase diam SA 4 sesudah elusi menunjukkan kenaikan serapan dari sebelum elusi pada panjang gelombang nm (Gambar 7a dan 7b). Serapan tersebut menunjukkan keberadaan ekstrak etanol temu lawak dalam fase diam SA 4. Ekstrak etanol temu lawak memiliki serapan pada panjang gelombang nm (Cahyani 2010). Hal ini membuktikan bahwa sebagian komponen ekstrak etanol temu lawak pada fase diam SA 4 tidak terelusi. b Gambar 7 Spektrum UV-tampak ekstrak etanol fase diam produk asetilasi ampas tebu teraktivasi H 2 S 4 (a) sebelum elusi, (b) sesudah elusi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Modifikasi selulosa ampas tebu dengan cara asetilasi dipengaruhi oleh keberadaan senyawa-senyawa selain selulosa dan morfologi permukaan serat selulosa. Bobot molekul meningkat sedangkan derajat polimerisasi menurun dengan meningkatnya derajat substitusi. Bobot molekul berkisar antara 58,577 72,516 g mol -1 dan derajat polimerisasi berkisar antara Produk asetilasi dari ampas tebu dapat digunakan sebagai media separator pada kromatografi kolom.

18 Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan. Beberapa di antaranya adalah mencari fase gerak terbaik yang tidak melarutkan pelarut produk asetilasi ampas tebu, pencirian lebih lanjut menggunakan AFM dan XRD untuk melihat pengaruh perlakuan aktivasi dengan asam terhadap morfologi permukaan serat selulosa ampas tebu, dan mengevaluasi kinerja media separator untuk pemisahan senyawa bahan alam lainnya. DAFTAR PUSTAKA [ASTM] American Society for Testing Material ASTM D871: Standard Methods of Testing Cellulose Acetate. Philadelphia: ASTM. Batubara I, Yusnira, Darusman LK Penentuan kadar kurkuminoid pada temu lawak menggunakan metode spektroskopi dan kromatografi cair kinerja tinggi. Di dalam: Anam K, editor. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA 2004; Semarang, 4 Des Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro. hlm Bhattacharya D, Germinario LT, Winter WT Isolation, preparation and characterization of cellulose microfibers obtained from bagasse. Carbohydr Polym 73: Brandrup J, Immergut EH Polymer Handbook. Ed ke-2. New York: J Wiley. Cahaya A, Nugroho DA Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Limbah Padat rganik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu). Semarang: Universitas Diponegoro. Cahyani RD Asetilasi selulosa ampas sagu dan aplikasinya sebagai fase diam kromatografi kolom [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Cerqueira DA, Filho GR, Meireles CS ptimization of sugarcane bagasse cellulose acetylation. Carbohydr Polym 69: Direktorat Jenderal Perkebunan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan. [29 Jan 2010] Fengel D, Wegener G Wood Chemistry Ultrastructure Reactions. New York: Walter de Gruyter. Irfana L Asetilasi selulosa ampas sagu dengan katalis I 2 dan aplikasinya sebagai fasa diam kromatografi kolom [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Iskandar L, Heri AP, Enggar H Studi Awal Mengenai Pembuatan Surfaktan dari Ampas Tebu. Semarang: Universitas Diponegoro. Netty MR Pemanfaatan onggok singkong ternitrasi dan terasetilasi sebagai fase diam kromatografi kolom [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS Introduction To Spectroscopy. Ed ke-3. Washington: Thomson Learning. [SNI] Standar Nasional Indonesia SNI : Selulosa Asetat. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Samsuri et al Pemanfaatan selulosa bagas untuk produksi etanol melalui sakarifikasi dan fermentasi serentak dengan enzim xylanase. Makara Teknol 11: Santi nggok sagu termodifikasi sebagai fase diam dalam kromatografi kolom [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sassi JF, Chanzy H Ultrastructural aspects of the acetylation of cellulose. Cellulose 2:

19 Sastrohamidjojo H Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Yogyakarta: Gajah Mada Univ Pr. Shaikh HM et al Utilization of sugarcane baggase cellulose for producing cellulose acetates: Novel use of residual hemicellulose as plasticizer. Carbohydr Polym 76: Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ Spectrometric Identification of rganic Compounds. Ed ke-7. New York: J Will. Steinmeier H Acetate manufacturing, process and technology. Macromol Symp 208: Stevens MP Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Terjemahan dari Polymer Chemistry. Sun JX et al Isolation and characterization of cellulose from sugarcane bagasse. Polym Degrad Stability 84: Widodo Y Penggunaan Bagas Tebu Teramoniasi dan Terfermentasi dalam Ransum Ternak Domba. Lampung: Universitas Lampung. Wijanarko A, Witono JA, Wiguna MS Tinjauan komprehensif perancangan awal pabrik furfural berbasis ampas tebu di Indonesia. Indones il Gas Community 8:1-10.

20 LAMPIRAN

21 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Ampas Tebu Pencirian: Analisis Komposisi Kimia (Proksimat) Pencirian Selulosa: Densitas, Viskositas, DP, dan BM Preparasi Ampas Tebu Modifikasi Asetilasi (Cequeira et al. 2007) Temu lawak Selulosa Asetat (3 prototipe) FTIR, dan penentuan derajat asetilasi Ekstrak Temu lawak Aplikasi Kromatografi Kolom sebagai Fase diam (1prototype terbaik) UV Vis Fraksi-fraksi dari berbagai kolom Analisis KLT (Pelat Silika Gel) Perhitungan R f dan dibandingkan dengan standar

22 Lampiran 2 Bagan preparasi proses isolasi selulosa ampas tebu (Modifikasi Bhattacharya et al dan Sun et al. 2004) Ampas tebu segar Pencucian dengan air keran, pengeringan pada suhu 60 C selama 16 jam Ampas tebu (A 0 ) Pencucian dengan akuades pada suhu kamar hingga filtrat tidak berwarna, pengeringan pada suhu 50 C hingga bobot konstan Ampas tebu (A 1 ) Delignifikasi dengan NaH 4% pada suhu 80 C selama 4 jam, pencucian dengan akuades hingga ph filtratnya tidak berubah, pengeringan pada suhu 50 C hingga bobot konstan Ampas tebu terdelignifikasi NaH (A 2 ) Delignifikasi dengan NaCl 2 1.3% yang diasamkan dengan asam asetat glasial sampai ph 3.5 4, pada suhu 75 C selama 2 jam, pencucian dengan NaH 5% dan air hingga ph air pencucian netral, pengeringan pada suhu 50 C hingga bobot konstan Ampas tebu terdelignifikasi NaCl 2 (A 3 ) Pensuspensian dalam akuades hingga suhu 75 C, sonikasi selama 10 menit, refluks dengan asam sulfat 60% (b/v) pada suhu 60 C selama 2.5 jam, penambahan air es, pencucian dengan akuades, dispersi selama 5 menit, pengeringan pada suhu 105 C selama 3 jam Ampas tebu teraktivasi H 2 S 4 (A 4 )

23 Lampiran 3 Bagan proses asetilasi (Cerqueira et al. 2007) 1 g A 2, A 3, A 4 ditambahkan 25 ml asam asetat glasial (diaduk selama 30 menit dengan pengaduk magnet) ditambahkan 0.08 ml asam sulfat pekat dan 9 ml asam asetat glasial (diaduk selama 25 menit dengan pengaduk magnet) ditambahkan 32 ml anhidrida asetat (diaduk selama 30 menit dengan pengaduk magnet) didiamkan selama 14 jam pada suhu 28 C dicuci dengan akuades hingga ph netral dikeringkan pada suhu 50 C hingga bobot konstan ampas tebu terasetilasi (SA 2, SA 3, SA 4 )

24 Lampiran 4 Data modifikasi ampas tebu, penentuan kadar asetil, pencirian produk asetilasi ampas tebu, dan mekanisme asetilasi dengan katalis H 2 S 4 a) Pembuatan selulosa asetat Tipe Bobot awal (g) Cawan kosong (g) Cawan isi (g) Bobot akhir (g) NaH NaCl H 2 S b) Penentuan kadar asetil Kadar air produk asetilasi ampas tebu Tipe Bobot awal (g) Labu kosong (g) Labu isi (g) Bobot akhir (g) Kadar air (%) Rerata kadar air (%) NaH NaCl H 2 S Perhitungan: Kadar air Bobot awal (g) - Bobot akhir (g) Bobot awal (g) 100% Standarisasi HCl 0.5 N dengan Boraks (Na 2 B 4 10H 2 ) Bobot Boraks : g Volume : 50 ml BE Boraks : g/ekivalen [Boraks] : N Penentuan [HCl] dengan boraks N Volume boraks awal (ml) Volume boraks akhir Volume boraks terpakai (ml) (ml) [HCl] (N) Rataan [HCl] : N Standarisasi NaH 0.5 N dengan Asam ksalat (H 2 C 2 4 2H 2 ) Bobot Asam oksalat : g Volume : 50 ml BE Asam oksalat : g/ekuivalen [Asam oksalat] : N Penentuan [NaH] dengan Asam oksalat N Volume oksalat awal (ml) Volume oksalat akhir Volume oksalat terpakai (ml) (ml) [NaH] (N) Rerata [NaH]: N

25 Kadar asetilasi dan derajat substitusi Tipe Bobot contoh kering (g) Volume HCl N (ml) Volume NaH N (ml) Kadar asetil (%) Derajat substitusi Rerata derajat substitusi Blangko NaH NaCl H 2 S Perhitungan: Kadar Asetil (%) = [Vol blangko Vol contoh] HCl (ml) N HCl + [Vol contoh Vol blangko] NaH (ml) N NaH Bobot contoh kering (g) KA DS [4300 (42 KA)] c) Pencirian produk asetilasi ampas tebu Densitas produk asetilasi ampas tebu Tipe Bobot Bobot larutan & Bobot Volume Densitas piknometer (g) piknometer (g) larutan (g) (ml) (g/ml) NaH NaCl H 2 S Konsentrasi larutan produk asetilasi ampas tebu Bobot Bobot Bobot contoh & Bobot Konsentrasi Tipe wadah (g) contoh (g) wadah (g) kering (g) (g/ml) NaH NaCl H 2 S Perhitungan: Konsentrasi larutan = Bobot contoh kering (g) Volume pelarut (ml) Viskositas intrinsik dan bobot molekul produk asetilasi ampas tebu Tipe Waktu (detik) η nisbi [η] (ml/g) M (g/mol) Blangko NaH , NaCl , H 2 S ,

26 Derajat polimerisasi produk asetilasi ampas tebu Tipe DS DS * asetil BM per unit DP NaH NaCl H 2 S Perhitungan: η nisbi = Waktu contoh (detik) Waktu blangko (detik) [η] = 10 Log η nisbi {antilog C 10-1} [η] = K M α Rumus molekul selulosa asetat: [C 6 H 7 2 (CCH 3 ) x ] y dengan x: derajat substitusi (DS) y: derajat polimerisasi (DP) BM asetil (CCH 3 ): 59 g/mol BM C 6 H 7 2 : 111 g/mol BM per unit = (DS X BM asetil) + BM C 6 H 7 2 DP = M BM per unit

27 d) Mekanisme reaksi asetilasi selulosa dengan katalis H 2 S 4 2. S 3 H S 3 H H 3 S H 3 S S 3 H S 3 H + H 3 C C C CH 3 3. H 3 C C C CH 3 + H S 3 H H 3 C C S 3 H + H 3 C C H H 4. H H H H 2 H H H 2 H 2 H 2 H 2 H H 2 H 3 S S 3 H H 3 S S 3 H S 3 H S 3 H + H 3 C C H 2

28 Lampiran 5 Penentuan fase gerak terbaik a. Uji kelarutan Kelarutan produk asetilasi ampas tebu teraktivasi H 2 S 4 Pelarut Kelarutan Heksana - Toluena - Kloroform ++ Dietil eter + Etil asetat ++ Etanol + Air + Aseton ++ Metanol + Piridin - Xilena - Keterangan: (+): larut (-): tidak larut b. Uji KLT ekstrak etanol temu lawak Bercak hasil KLT ekstrak etanol temu lawak pada berbagai eluen Eluen Bercak ekstrak etanol temu Standar kurkuminoid lawak toluena:heksana 0: ; : ; 0.19; : ; 0.21; 0.22; : ; 0.21; 0.26; : ; 0.07; 0.28; : ; 0.06; 0.29; :0 0.04; 0.12; 0.36; 0.46 piridin:toluena 0: ; 0.56; : ; : ; : ; :50 Pecah :25 Pecah :0 Pecah 0.89 Xilena Pecah Tidak ada

29 15:85 85:15 25:75 50:50 15:18 i) Kromatogram KLT eluen heksana:toluena 25:75 50:50 75:25 80:20 90:10 ii) Kromatogram KLT eluen pirirdina:toluena

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Lampiran 1 Bagan alir penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Ampas Tebu Pencirian: Analisis Komposisi Kimia (Proksimat) Pencirian Selulosa: Densitas, Viskositas, DP, dan BM Preparasi Ampas Tebu Modifikasi Asetilasi (Cequeira

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unila, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA dan Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman AGF yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret Juli 2014, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret Juli 2014, bertempat di 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret 2014 - Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1, Mohammad Shodiq Ibnu 2, Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus champeden Spreng yang diperoleh dari Kp.Sawah, Depok, Jawa Barat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian yang termasuk gabungan dari penelitian jenis eksperimental laboratorik dan eksperimental

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) Hindra Rahmawati 1*, dan Bustanussalam 2 1Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di 22 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) dan Umbi Bawang Sabrang (Eleutherinae

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa. 33 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriftif dan eksperimental, dilakukan pengujian langsung efek hipoglikemik ekstrak kulit batang bungur terhadap glukosa darah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral Puslit Geoteknologi LIPI Bandung. Analisis proksimat dan bilangan organik dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jack) termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor menanam modalnya untuk

Lebih terperinci

SINTESIS POLIMER SUPERABSORBEN ONGGOK TAPIOKA-AKRILAMIDA: PENGARUH KONSENTRASI MONOMER DAN INISIATOR MUHAMMAD IRVAN SAESARIO

SINTESIS POLIMER SUPERABSORBEN ONGGOK TAPIOKA-AKRILAMIDA: PENGARUH KONSENTRASI MONOMER DAN INISIATOR MUHAMMAD IRVAN SAESARIO SINTESIS POLIMER SUPERABSORBEN ONGGOK TAPIOKA-AKRILAMIDA: PENGARUH KONSENTRASI MONOMER DAN INISIATOR MUHAMMAD IRVAN SAESARIO DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci