KAJIAN IN VITRO REDUKSI EMISI GAS METANA MELALUI PENAMBAHAN EKSTRAK TANIN DAN SAPONIN DALAM PAKAN DENGAN PROPORSI HIJAUAN BERBEDA YOGIANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN IN VITRO REDUKSI EMISI GAS METANA MELALUI PENAMBAHAN EKSTRAK TANIN DAN SAPONIN DALAM PAKAN DENGAN PROPORSI HIJAUAN BERBEDA YOGIANTO"

Transkripsi

1 KAJIAN IN VITRO REDUKSI EMISI GAS METANA MELALUI PENAMBAHAN EKSTRAK TANIN DAN SAPONIN DALAM PAKAN DENGAN PROPORSI HIJAUAN BERBEDA YOGIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian In Vitro Reduksi Emisi Gas Metana Melalui Penambahan Ekstrak Tanin dan Saponin Dalam Pakan dengan Proporsi Hijauan Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 15 September 2014 Yogianto NIM D *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

4

5 RINGKASAN YOGIANTO. Kajian In Vitro Reduksi Emisi Gas Metana Melalui Penambahan Ekstrak Tanin dan Saponin Dalam Pakan dengan Proporsi Hijauan Berbeda. Dibimbing oleh ASEP SUDARMAN, ANURAGA JAYANEGARA, dan ELIZABETH WINA. Sektor peternakan khususnya ternak ruminansia, memegang peranan besar terhadap laju emisi gas metana yang berkontribusi terhadap pemanasan global sekaligus merupakan bentuk representasi dari sejumlah kehilangan energi bagi ternak. Tanin dan saponin merupakan senyawa alami yang berpotensi digunakan sebagai zat aditif pakan dalam upaya mitigasi emisi gas metana ternak ruminansia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh ekstrak tanin, saponin, dan kombinasi keduanya sebagai zat aditif dalam pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda terhadap reduksi emisi gas metana dan terhadap pola fermentasi dalam rumen. Penelitian ini menggunakan teknik fermentasi in vitro. Media inkubasi yang digunakan adalah cairan rumen+larutan buffer bikarbonat yang ditempatkan dalam botol dan diinkubasi dalam water bath bersuhu 39-42ᵒC selama 48 jam. Cairan rumen diambil dari sapi peranakan Friesian Holstein berfistula. Penelitian terdiri dari dua eksperimen. Perbedaan kedua eksperimen terletak pada kualitas substrat pakan konsentrat yang digunakan dan terkait dengan proporsi kombinasi ekstrak tanin dan saponin. Proporsi kombinasi yang digunakan pada eksperimen 1 adalah 1:1, sedangkan proporsi kombinasi pada eksperimen 2 dibuat lebih kompleks. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial. Jika terdapat pengaruh nyata dari faktor perlakuan, akan diuji lanjut menggunakan uji jarak Duncan. Faktor pertama adalah pakan dengan proporsi hijauan konsentrat (HK) berbeda, terdiri dari A: pakan tinggi hijauan (PTH), B: pakan tinggi konsentrat (PTK). Faktor kedua adalah penambahan ekstrak tanin dan saponin (TS) pada dosis 2 mg/ml. Faktor penambahan TS pada eksperimen 1 terdiri dari E0: kontrol, E1: E0 + T(100%), E2: E0 + S(100%), E3: E0 + (T: 50% + S: 50%). Pada eksperimen 2 terdiri dari E0: kontrol, E1: E0 + T(100%), E2: E0 + S(100%), E3: E0 + (T: 75% + S: 25%), E4: E0 + (T: 50% + S: 50%), E5: E0 + (T: 25% + S: 75%). Peubah yang diamati pada eksperimen 1 meliputi: produksi gas, emisi gas metana, kecernaan bahan kering dan bahan organik (KBK dan KBO), dan konsentrasi amonia. Peubah yang diamati pada eksperimen 2 adalah sama dengan eksperimen 1, ditambah dengan peubah Volatile Fatty Acid (VFA) dan populasi mikroba rumen (total koloni bakteri dan total protozoa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penambahan TS pada eksperimen 1 dan 2 secara umum berpengaruh sangat nyata (P<0.01) menurunkan produksi gas metana baik pada saat ditambahkan dalam pakan tinggi hijauan (PTH) maupun pakan tinggi konsentat (PTK). Potensi efek saling menguatkan (sinergistik) antara tanin dan saponin terhadap penurunan gas metana secara umum tidak terlihat, dengan indikator tidak terdapat perbedaan nyata antara nilai emisi gas metana akibat penambahan TS dalam bentuk tunggal dibandingkan dengan penambahan dalam bentuk kombinasi pada kedua eksperimen.

6 Penambahan TS yang berpengaruh positif dalam menurunkan emisi gas metana, diikuti dengan pengaruhnya terhadap peubah yang mencerminkan pola fermentasi di dalam rumen, berupa penurunan KBK/KBO dan konsentrasi amonia pada taraf sangat nyata (P<0.01). Penambahan TS pada eksperimen 2 secara umum berpengaruh tidak nyata terhadap VFA, namun interaksi antara faktor HK dan faktor penambahan TS yang tercermin dari penambahan ekstrak saponin (S) dalam PTK berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap VFA total, sangat nyata (P<0.01) terhadap proporsi propionat, dan cenderung nyata (P<0.10) terhadap rasio asetat/propionat. Faktor penambahan TS pada eksperimen 2, berpengaruh tidak nyata terhadap total koloni bakteri, namun berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap total protozoa yang tercermin dari pengaruh penambahan ekstrak saponin (S) dalam menurunkan populasi protozoa. Beberapa poin simpulan dalam penelitian ini adalah: 1) Secara umum penambahan 2 mg/ml ekstrak tanin dan saponin maupun kombinasi keduanya berpengaruh menurunkan emisi gas metana dalam pakan tinggi hijauan dan pakan tinggi konsentrat, namun masih diikuti dengan penurunan KBK, KBO, dan konsentrasi amonia dalam rumen. 2) Nilai penurunan emisi gas metana akibat penambahan tanin dan saponin pada pakan tinggi hijauan adalah lebih tinggi dibandingkan pada pakan tinggi konsentrat. 3) Kombinasi antara ekstrak tanin dan saponin dalam berbagai proporsi tidak menunjukkan potensi efek sinergistik dalam menurunkan emisi gas metana. Kata kunci: tanin, saponin, hijauan, konsentrat, metana, in vitro

7 SUMMARY YOGIANTO. In Vitro Study of Reduction Methane Gas Emission Due to The Addition of Tannin and Saponin Extracts Into Diet Differing in Roughage Proportion. Supervised by ASEP SUDARMAN, ANURAGA JAYANEGARA, and ELIZABETH WINA. The livestock sector, especially ruminants, play a major role on the rate of methane gas emissions that contribute to global warming as well as a form of representation of a number of energy loss for the animal. Tannins and saponins are natural compounds that could potentially be used as feed additives in an effort to mitigate ruminant methane emissions. The purpose of this study was to examine the effect of extracts tannins, saponins, and a combination of both as feed additives in the proportions of different roughage and concentrates, on the reduction of methane emissions and determine its effect on the pattern of fermentation in the rumen. This study used in vitro fermentation technique. The incubation medium was used buffered rumen fluid + bicarbonate solution. The incubation medium was placed in bottles and incubated in a water bath for 48 hours with 39-42ᵒC temperature. Rumen fluid was taken from the cow breed Frisian Holstein fistulated. This study consisted of two experiments. The difference between the two experiments lies in the quality of the components of concentrates in feed substrate used and associated with to the proportion of combination of extracts tannins and saponins. The proportion combinations used in experiment 1 was 1:1, whereas in experiment 2, made more complex. The design of experiment was randomized block design (RBD) factorial. If any a significant effect of treatment factors, were continued by Duncan's range test. The first factor was the different proportion of roughage and concentrate in the diet (RC), was consisted of A: high roughage feed (HRF), B: high concentrates feed (HCF). The second factor was the addition of extract tannins and saponins (TS) at a dose of 2 mg/ml. The first factor experiment 1 was consisted of E0: control, E1: E0 + T (100%), E2: E0 + S (100%), E3: E0 + (T: 50% + S: 50%). The first factor in experiment 2 was consisted of E0: control, E1: E0 + T (100%), E2: E0 + S (100%), E3: E0 + (T: 75% + S: 25%), E4: E0 + (T: 50% + S: 50%), E5: E0 + (T: 25% + S: 75%). Variables observed in experiment 1 were gas production, methane emissions, digestibility of matter and organic matter (DMD and OMD), and the concentration of ammonia in the rumen. Variables observed in experiment 2 were the same as experiment 1, were added the volatile fatty acids (VFA) and rumen microbial population (total bacterial colony and total protozoa). The results showed that factor at addition TS in experiments 1 and 2 was highly significant (P<0.01) in the lower methane production either when added in high roughage feed (HRF) and high concentrate feed (HCF), but the potential of mutually reinforcing effect (synergistic) between tannins and saponins on reducing methane was generally not visible to the indicators were not significant differences between the decline of methane due to the addition of the TS on its own compared with the addition of a combination on both experiments.

8 The addition of the TS positive effect in reducing methane emissions, followed by variables that reflect the influence on the pattern of fermentation in the rumen, the decline of the DMD/OMD and the concentration of ammonia in the rumen at the level of highly significant (P<0.01). The addition of TS in experiment 2 were generally not significant effect on the VFA, but the interaction between factors of RC and TS additional that reflected the addition of saponin extract (S) in the HFR significantly (P<0.05) on total VFA, highly significant (P<0.01 ) the proportion of propionate, and tend to significantly (P<0.10) against the ratio of acetate/propionate. Factors addition of TS in experiment 2, no effect on the total bacterial colony, but was highly significant (P<0.01) in the total protozoa which reflected the effect of the addition of saponin extract (S) in reducing populations of protozoa. Several points in the conclusions of this study were: 1) In general, the addition of 2 mg/ml extract tannins and saponins or a combination of both were given effect in reducing methane emissions in the high roughage feed and high concentrate feed, but was followed by a decrease in dry matter digestibility (DMD), organic matter digestibility (OMD), and the concentration of ammonia in the rumen. 2) The value of methane emission reduction due to the addition of tannins and saponins in high roughage feed was higher than that at high concentrates feed. 3) a combination of extracts tannins and saponins in various proportions shows not indicate potential synergistic effects in reduce methane emissions. Keywords: tannin, saponin, roughage, concentrate, methane, in vitro

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

10

11 KAJIAN IN VITRO REDUKSI EMISI GAS METANA MELALUI PENAMBAHAN EKSTRAK TANIN DAN SAPONIN DALAM PAKAN DENGAN PROPORSI HIJAUAN BERBEDA YOGIANTO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

12 Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Sri Sruharti SPt MSi

13 HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis Nama NIM : Kajian In Vitro Reduksi Emisi Gas Metana Melalui Penambahan Ekstrak Tanin dan Saponin Dalam Pakan dengan Proporsi Hijauan Berbeda : Yogianto : D Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Asep Sudarman M Rur Sc Ketua Dr Anuraga Jayanegara SPt MSc Anggota Dr Elizabeth Wina MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Dwierra Evvyernie A MS MSc Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014 Dr Ir Dahrul Syah MSc Agr Tanggal Lulus:

14 PRAKATA Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata ala atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga April 2014 ini, bertemakan mitigasi emisi gas metana asal ternak ruminansia, dengan judul Kajian In Vitro Reduksi Emisi Gas Metana Melalui Penambahan Tanin dan Saponin Dalam Pakan Dengan Proporsi Hijauan Berbeda. Sebagian isi dari karya ilmiah ini akan dipublikasikan pada sebuah jurnal nasional terakreditasi bernama Journal Indonesian Tropical Animal Agriculture (JITAA), dengan judul Supplementation Effect of Tannin and Saponin Extracts To Diets With Different Forage To Concentrate Ratio On Rumen Fermentation and Methanogenesis In Vitro. Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan dana beasiswa pada studi Magister melalui Program Beasiswa Unggulan dan dana proyek penelitian melalui Program Desentralisasi atas nama Dr Anuraga Jayanegara SPt MSc. Kepada segenap komisi pembimbing yang terdiri atas Bapak Dr Ir Asep Sudarman M Rur Sc, Bapak Dr Anuraga Jayanegara SPt MSc, dan Ibu Dr Elizabeth Wina MSc, yang telah memberikan bimbingan selama pelaksanaan penelitian hingga penulisan karya tulis ilmiah ini. Kepada Kepala Balai beserta staf Laboratorium Pakan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi Bogor, yang telah memberikan izin dan memfasilitasi penulis dalam melaksanakan penelitian. Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibunda (Ibu Wariyah) dan Ayahanda (Bapak Suwarno), kakak-kakak (Anwar, Yuniati, Yono, Hajah, Yoto, Tia), Tante (Marni) atas segenap doa, kasih sayang dan motivasinya. Kepada teman-teman mahasiswa prodi INP 12 terkhusus (Pristian dan Nanang) atas segenap bantuan dan kerjasamanya. Dan kepada sahabat-sahabat (Ikrom, Eko, M. Maghfuri, Julian Eko, Dimas, dan mas Aris) atas segenap kebaikan, bantuan, dan doanya. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada mas Supri dan ibu Ade selaku tenaga kependidikan pada sekretariat INP yang telah memberikan bantuannya, serta semua pihak yang telah membantu terkait dengan penyelesaian penelitian dan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi pembaca dan menambah khasanah keilmuan. Bogor, 15 September 2014 Yogianto

15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi 2 Metode Percobaan 2 Rancangan Percobaan 4 Prosedur Pengukuran Peubah 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Produksi Gas 8 Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Emisi Gas Metana 10 Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap KBK dan KBO 13 Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Konsentrasi amonia 16 Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap VFA 18 Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Total Koloni Bakteri 21 Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Total Protozoa 23 SIMPULAN DAN SARAN 24 DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN 28 RIWAYAT HIDUP

16 DAFTAR TABEL 1 Kandungan nutrien substrat pakan perlakuan 3 2 Komposisi bahan pakan penyusun konsentrat (eksperimen 2) 3 3 Produksi gas (ml) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1) 9 4 Produksi gas (ml) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1) 9 5 Emisi gas metana (% gas total) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1) 12 6 Emisi gas metana (% gas total) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1) 12 7 Pengaruh penambahan ekstrak tanin dan saponin dalam pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda terhadap VFA total (m.m) dan parsial (mol/100 mol) (Eksperimen 2) 20 DAFTAR GAMBAR 1 Kecernaan bahan kering dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1) 14 2 Kecernaan bahan kering dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2) 15 3 Kecernaan bahan organik dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1) 15 4 Kecernaan bahan organik dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2) 16 5 Konsentrasi amonia dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1) 17 6 Konsentrasi amonia dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2) 18 7 Total koloni bakteri dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2) 22 8 Total protozoa dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2) 23

17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap produksi gas 24 Jam (Eksperimen 1) 28 2 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap produksi gas 48 Jam (Eksperimen 1) 29 3 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap produksi gas 24 Jam (Eksperimen 2) 29 4 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap produksi gas 48 Jam (Eksperimen 2) 30 5 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap emisi gas metana 24 Jam (Eksperimen 1) 31 6 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap emisi gas metana 48 Jam (Eksperimen 1) 31 7 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap emisi gas metana 24 Jam (Eksperimen 2) 32 8 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap emisi gas metana 48 Jam (Eksperimen 2) 33 9 Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap KBK (Eksperimen 1) Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap KBK (Eksperimen 2) Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap KBO (Eksperimen 1) Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap KBO (Eksperimen 2) Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap Amonia (Eksperimen 1) Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap Amonia (Eksperimen 2) Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap VFA total dan parsial (Eksperimen 2) Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap Total Bakteri (Eksperimen 2) Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pengaruh perlakuan terhadap Total protozoa (Eksperimen 2) Produksi gas dan emisi gas metana pada keseluruhan jam pengukuran dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat yang diberi ekstrak tanin dan saponin Dokumentasi uji in vitro dan pengukuran peubah (produksi gas dan emisi gas metana) 49

18

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global (global warming) merupakan permasalahan lingkungan utama yang dihadapi oleh umat manusia khususnya pada abad terakhir ini. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2007 melaporkan bahwa suhu rata-rata permukaan bumi telah meningkat sebesar 0.74 ± 0.18 o C pada abad ke-20 dan merupakan kenaikan suhu terbesar dalam kurun waktu beberapa ribu tahun terakhir. Lebih dari itu, skenario pemodelan yang juga dikembangkan oleh IPCC menunjukkan bahwa suhu permukaan bumi dapat meningkat hingga o C hingga tahun (IPCC 2007). Jika hal ini terus terjadi maka akan sangat berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia. Akar permasalahan pemanasan global telah diketahui berkaitan dengan sangat tingginya laju akumulasi sejumlah gas rumah kaca pada lapisan atmosfer seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), nitrogen oksida (N 2 O) dan kloro fluoro karbon (CFC) sebagai akibat dari semakin tingginya intensitas berbagai aktivitas manusia (Thorpe 2009). Metana merupakan kontributor terbesar kedua gas rumah kaca (sebesar 16% dari total) setelah CO 2. Meskipun demikian, kemampuan gas metana untuk meretensi panas (global warming potential) adalah 21 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan CO 2 (Iqbal et al. 2008). Sektor peternakan, khususnya adalah ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba memegang peranan penting terhadap laju emisi gas metana beserta akumulasinya di atmosfer. Sekitar 28% emisi gas metana antropogenik berasal dari ternak ruminansia (Beauchemin et al. 2008). Hal ini dikarenakan terjadinya proses pembentukan gas metana atau metanogenesis oleh archaea metanogen yang berada di dalam rumen melalui perombakan unsur CO 2 dan H 2 menjadi CH 4 (EPA 2010). Selain berdampak terhadap pemanasan global, emisi gas metana merupakan bentuk representasi dari kehilangan energi. Cottle et al. (2011) meyatakan bahwa energi yang hilang sebagai metana dari ternak ruminansia cukup signifikan, yakni 8-14% dari total digestible energy (DE). Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan upaya mitigasi emisi gas metana asal ternak ruminansia, yang tidak hanya terkait dengan aspek konservasi lingkungan namun juga sebagai upaya mengoptimalkan produktivitas ternak ruminansia. Strategi nutrisi yang telah terbukti efektif dalam mitigasi emisi gas metana adalah melalui inhibisi langsung archea metanogen menggunakan senyawasenyawa ionofor seperti monensin (Grainger et al. 2008). Namun demikian penggunaan monensin ataupun ionofor-ionofor jenis lainnya yang bersifat sebagai antibiotik terkendala dengan semakin luasnya larangan penggunaan antibiotik sebagai zat aditif dalam pakan. Hal ini memicu eksplorasi berbagai senyawa alami untuk mereduksi emisi gas metana (Jayanegara et al. 2009). Senyawa metabolit sekunder tanaman, termasuk di dalamnya adalah tanin dan saponin merupakan senyawa alami yang berpotensi digunakan sebagai zat aditif pakan dalam mitigasi emisi gas metana asal ternak ruminansia. Tanin dapat menurunkan emisi gas metana melalui kinerjanya dalam mereduksi populasi metanogen dalam rumen (Bhatta et al. 2009) dan juga melalui penghambatan pencernaan komponen serat pakan sehingga mengurangi produksi H 2 (Tavendale et al. 2005). Sedangkan kinerja saponin adalah melalui reduksi populasi protozoa rumen (Hess et al. 2003), dikarenakan sebagian populasi metanogen hidup

20 2 bersimbiosis dengan protozoa dan berkontribusi hingga 37% terhadap total emisi gas metana dalam rumen (Finlay et al. 1994), sehingga reduksi populasi protozoa juga dapat menurunkan emisi gas metana. Jika kedua senyawa tersebut digunakan secara simultan dalam pakan, baik pada pakan dengan proporsi hijauan tinggi maupun pakan dengan proporsi konsentrat tinggi, diharapkan akan menghasilkan efek yang lebih signifikan dalam menurunkan emisi gas metana. Tujuan 1. Mengkaji penggunaan senyawa tanin dan saponin dalam bentuk ekstrak, sebagai zat aditif dalam pakan tinggi hijauan dan pakan tinggi konsentrat terkait pengaruhnya terhadap emisi gas metana dan pola fermentasi rumen. 2. Menginvestigasi potensi efek sinergistik antara senyawa tanin dan saponin yang digunakan secara simultan sebagai zat aditif dalam pakan tinggi hijauan dan pakan tinggi konsentrat terkait penurunan emisi gas metana dalam rumen. Manfaat 1. Membantu ditemukannya strategi nutrisi yang efektif dan alami dalam menurunkan emisi gas metana asal ternak ruminansia. 2. Utilisasi efek sinergistik antara tanin dan saponin dalam mitigasi emisi gas metana ternak ruminansia. 3. Berkontribusi terhadap upaya menurunkan efek gas rumah kaca serta meningkatkan efisiensi penggunaan energi pada ternak ruminansia. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013-April Uji in vitro dan pengukuran produksi gas, emisi gas metana, kecernaan, dan konsentrasi amonia dilakukan di Laboratorium Pakan, dan analisa mikroba rumen dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Fisiologi yang bertempat di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK), Ciawi, Bogor. Analisa VFA parsial dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Metode Percobaan Persiapan Ekstrak Tanin dan Saponin Ekstrak tanin diambil dari daun mahoni (Swetenia mahagony), sedangkan ekstrak saponin diambil dari buah lerak (Sapindus rarak) yang dikoleksi dari daerah Bogor. Daun mahoni dan buah lerak dikeringkan dalam oven suhu 60ºC hingga diperoleh bahan kering sekitar 90%, kemudian digiling menjadi bentuk serbuk. Dalam gelas piala, serbuk daun mahoni ditambahkan pelarut organik (70% metanol : 30% air), sedangkan buah lerak ditambahkan 100% metanol (Yuliana 2014). Campuran bahan ekstrak dan pelarut tersebut, diekstraksi dengan gelombang ultrasonik menggunakan sonicator (Bainstead aqua wave 9377) selama 30 menit dan disaring menggunakan kertas whatman hingga terpisah

21 3 antara fraksi padatan dan cairan. fraksi cairan kemudian diuapkan menggunakan ratavapor (Buchi.B.490), dengan tujuan menghilangkan pelarut organik, hingga diperoleh ekstrak dalam bentuk jel. Ekstrak tersebut kemudian dikeringkan secara beku (freeze dry) hingga diperoleh ekstrak tanin dan saponin dalam bentuk kering. Persiapan Substrat Pakan Hijauan dan Konsentrat Substrat pakan yang digunakan dalam uji in vitro terdiri dari 2 tipe pakan yakni 70:30 (pakan tinggi hijauan) dan 30:70 (pakan tinggi konsentrat) dengan komposisi nutrien tersaji pada Tabel 1. Komponen hijauan yang digunakan adalah rumput gajah (Penisetum purpureum) yang diperoleh dari farm hijauan pakan Fakultas Peternakan IPB. Komponen konsentrat yang digunakan adalah konsentrat untuk sapi perah. Pada eksperimen 1 menggunakan konsentrat komersial (Lacto feed) yang diproduksi oleh CV. Tani Mulya Bogor. Pada eksperimen 2 menggunakan konsentrat yang dibuat secara personal melalui teknik formulasi pakan, dengan komposisi bahan penyusun yang tersaji pada Tabel 2. Komponen hijauan berupa rumput, terlebih dahulu dikeringkan dalam oven 50ºC hingga kadar air mencapai sekitar 10%, kemudian kedua komponen pakan baik rumput maupun konsentrat digiling menggunakan alat penggiling hingga halus dan disaring menggunakan siever hingga diperoleh ukuran mes sebesar 1 mm. Tabel 1. Kandungan nutrien substrat pakan perlakuan Komponen Substrat Kandungan nutrien (%) BK Abu PK NDF ADF Lignin Bahan pakan perlakuan Rumput gajah Konsentrat (eksperimen1) Konsentrat (eksperimen 2) Pakan perlakuan PTH (eksperimen 1) PTK (eksperimen 1) PTH (eksperimen 2) PTK (eksperimen 2) Sumber: Hasil analisa proximate dan Van soest pada Lab ilmu dan teknologi pakan IPB dan Lab uji kimia analitik BALITNAK Ciawi (2013). Keterangan: BK= Bahan Kering, PK= Protein Kasar, NDF= Neutral Detergent Fibre, ADF= Acid Detergen Fiber, PTH= Pakan Tinggi Hijauan (70%H:30%K), PTK= Pakan Tinggi Konsentrat (30%H:70%K). Tabel 2. Komposisi bahan pakan penyusun konsentrat (eksperimen 2) Bahan Penyusun Pakan Proporsi (%) Jagung 40 Polard 18.1 Bungkil Kelapa 19.3 Bungkil Kedelai 11 Molases 5 Bungkil inti Sawit 5 Kapur 0.9 Garam 0.5 Premix 0.2 Sumber: Hasil formulasi pakan secara personal

22 4 Pelaksanaan Uji In Vitro Teknik fermentasi in vitro dilakukan berdasarkan metode Theoudorou (1990). Sebanyak 100 mg substrat perlakuan dimasukkan kedalam botol berukuran 100 ml. Kedalam botol tersebut di masukan 100 ml cairan buffer rumen sebagai media inkubasi yang telah dijenuhkan menggunkan gas CO 2. Komposisi (dalam 1000 ml) cairan buffer rumen adalah sebagai berikut: larutan buffer bicarbonat: 241 ml, larutan makromineral: 121ml, larutan mikromineral: ml, resazurin: 0.61 ml, air terdestilasi: 362 ml, larutan pereduksi: 23 ml, dan cairan rumen: 253 ml. Cairan rumen yang digunakan diambil dari sapi perah peranakan Frisian Holstein (PFH) berfistula di kandang Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi Bogor, pada pagi hari sebelum sapi diberi pakan. Cairan rumen kemudian disaring menggunakan kain nilon, dimasukkan kedalam termos dan segera dibawa ke laboratorium. Campuran antara substrat pakan perlakuan dan cairan buffer rumen dalam botol kemudian ditutup menggunakan penutup karet dengan rapat, yang selanjutnya di inkubasikan dalam water bath (Lab master) pada suhu 39-42ºC selama 48 jam. Selama masa inkubasi dilakukan pengocokan botol secara manual setiap satu jam sekali pada 4 jam pertama, dan 2 jam sekali setelahnya hingga masa inkubasi 12 jam. Rancangan Percobaan Penelitian ini terdiri dua percobaan (eksperimen) yakni eksperimen 1 dan 2. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial (2x4) pada eksperimen 1 dan (2x6) pada eksperimen 2 dengan macam perlakuan sebagai berikut: Eksperimen 1 Faktor A (Proporsi hijauan:konsentrat dalam pakan): Substrat 1: 70% hijauan: 30% konsentrat Substrat 2: 30% hijauan: 70% konsentrat Faktor B (ekstrak tanin dan saponin pada dosis 2 mg/ml cairan rumen): E0: kontrol E1: E0 + ekstrak tanin 100% E2: E0 + ekstrak saponin 100% E3: E0 + ekstrak tanin 50% + ekstrak saponin 50% Eksperimen 2 Faktor A (Proporsi hijauan:konsentrat dalam pakan): Substrat 1: 70% hijauan: 30% konsentrat Substrat 2: 30% hijauan: 70% konsentrat Faktor B (ekstrak tanin dan saponin pada dosis 2 mg/ml cairan rumen): E0: kontrol E1: E0 + ekstrak tanin 100% E2: E0 + ekstrak saponin 100% E3: E0 + ekstrak tanin 75%: ekstrak saponin 25% E4: E0 + ekstrak tanin 50%: ekstrak saponin 50% E5: E0 + ekstrak tanin 25%: ekstrak saponin 75%

23 5 Perbedaan antara kedua eksperimen terletak pada dua perbedaan mendasar: perbedaan pertama adalah terkait kualitas substrat pakan konsentrat yang digunakan. Konsentrat berkualitas rendah digunakan dalam eksperimen 1 dan konsentrat berkualitas tinggi digunakan dalam eksperimen 2. Perbedaan kedua adalah terkait dengan penggunaan proporsi kombinasi ekstrak tanin dan saponin. Kombinasi yang diuji pada eksperimen 1 hanya pada proporsi 1:1, sedangkan pada eksperimen 2, proporsi kombinasi dibuat lebih kompleks. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: Eksperimen 1 (1) Produksi gas (2) Emisi gas metana (3) Kecernaan bahan kering (KBK) (4) Kecernaan bahan Organik (KBO) (5) Konsentrasi amonia Eksperimen 2 Peubah yang diamati pada eksperimen 2 adalah sama seperti pada eksperimen 1 dan ditambah dengan beberapa peubah yang meliputi: (6) Konsentrasi VFA (total dan parsial) (7) Total koloni bakteri (8) Total protozoa Prosedur Pengukuran Peubah Akumulasi Produksi Gas Produksi gas diukur pada jam ke 1, 3, 6, 10, 12, 14, 21, 24, 30, 36 dan 48 setelah inkubasi. Total gas diukur menggunakan syringe berbahan kaca dengan volume 50 ml (Van). Bagian ujung dari syringe yang telah dilengkapi dengan kran, dihubungkan dengan jarum. Dalam keadaan kran terbuka dan dengan posisi tegak lurus, syringe tersebut ditusukkan melalui penutup karet kedalam botol menuju ke bagian ruang dari botol tersebut. Secara otomatis, total gas yang dihasilkan dalam botol akan tertarik ke atas. Setelah gas tertarik secara sempurna, kran pada syringe ditutup kembali dan syringe dicabut dari botol. Total volume gas (ml) dapat diketahui melalui pembacaan manual pada skala yang terdapat pada syringe. Emisi Gas Metana Pengukuran emisi gas metana dilakukan pada jam inkubasi yang sama dengan pengukuran total produksi gas. Emisi gas metana diukur menggunakan metode penjeratan CO 2 (CO 2 traping) dengan bahan penjerat yang bersifat alkalis berupa NaOH (Fievez et al. 2005). Pengukuran gas metana dilakukan setelah pengukuran total produksi gas. Setelah volume dari gas total dalam syringe diketahui, kemudian jarum dilepas. Saluran pada bagian ujung syringe dihubungkan dengan saluran masuk pada larutan NaOH 5M yang berada dalam erlenmeyer, sedangkan saluran keluar dari erlenmeyer yang berisi NaOH tersebut

24 6 dihubungkan dengan saluran masuk pada syringe berskala 10 ml yang dipasang pada buret dengan posisi ujung berada dibawah. Setelah Syringe dihubungkan dengan saluran masuk pada larutan NaOH, bagian batang dari syringe didorong secara perlahan hingga total produksi gas akan melalui larutan NaOH. Pada saat total produksi gas melalui larutan NaOH, komponen gas berupa CO 2 yang terdapat dalam total produksi gas tersebut akan dijerat oleh larutan NaOH, sedangkan komponen gas berupa metana (CH 4 ) akan lolos melalui saluran keluar dari erlenmeyer dan masuk kedalam saluran masuk pada syringe berskala 10 ml. Volume gas (ml) metana dapat diketahui melalui pembacaan manual pada skala tersebut. Nilai emisi gas metana pada penelitian ini diekspresikan dalam satuan gas metana relatif yakni nilai proporsi (%) dari total produksi gas yang dihasilkan. Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Bahan Organik (KBO) Setelah 48 jam inkubasi, isi sampel perlakuan dalam botol disaring menggunkan sinter glass yang diletakan pada bagian ujung erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut terhubung dengan saluran vakum. Setelah tersaring sempurna hingga terpisah antara fraksi padatan (residu) dan cairan (supernatan). Residu dalam sinter glass di keringkan pada oven bersuhu 105ᵒC selama 24 jam hingga diperoleh bahan kering (BK). Bahan kering tersebut dimasukkan kedalam eksikator selama kurang lebih 15 menit, kemudian ditimbang. Penetapan KBK diperoleh dari selisih antara BK sampel awal sebelum inkubasi dengan BK residu, proporsional dengan BK sampel awal sebelum inkubasi. Bahan kering (BK) residu yang telah diketahui beratnya dimasukkan kedalam tanur dengan suhu sekitar 500ᵒC selama 6 jam hingga bahan organik dalam residu hilang dan hanya tersisa kadar abu. Abu tersebut dimasukkan kedalam eksikator selama kurang lebih 15 menit, kemudian ditimbang. Selisih antara BK residu dengan abu residu adalah bahan organik (BO) residu. Kecernaan bahan organik (KBO) diperoleh dari selisih antara bahan organik sampel sebelum inkubasi dengan bahan organik residu, proporsional dengan bahan organik sampel awal sebelum inkubasi. Konsentrasi Amonia (NH 3 ) Pengukuran konsentrasi amonia menggunakan teknik mikro difusi Conway (Conway 1962). Cawan Conway berbentuk melingkar, terdiri dari dua bagian yaitu bagian tengah dan tepi. Bagian tepi cawan dibatasi oleh satu sekat. Sebanyak 3 ml asam borat 3% diletakan pada bagian tengah cawan dan ditetesi sekitar 0.01 ml indikator warna BCG:MR. Sebanyak 1 ml larutan NaOH 20% diletakan pada bagian tepi cawan, tepatnya disebelah kiri sekat. Disebelah kanan sekat diletakan sebanyak 1ml supernatan hasil penyaringan sampel setelah inkubasi 48 jam. Cawan kemudian ditutup dengan rapat, larutan NaOH dan supernatan dihomogenisasi dengan cara menggoyangkan cawan hingga keduanya menjadi homogen. Setelah itu, dilakukan inkubasi 24 jam hingga warna pada bagian tengah cawan berubah dari merah jambu menjadi biru. Setelah inkubasi selesai, tutup cawan dibuka dan dilakukan titrasi dengan HCl 0.01 N menggunakan titrator (Methrom Binkman), hingga warna berubah menjadi merah muda Rumus perhitungan amonia (m.m)= ml titrasi x normalitas HCl x 100

25 7 Konsentrasi Volatil Fatty Acid (VFA) Parsial VFA parsial yang meliputi asetat, propionat, butirat, valerat, iso butirat, dan iso valerat diukur menggunakan alat Gas Chromatography (GC 8A, Shimadzu Crop. Kyoto. Japan) dengan kolom berisi 10% SP-1200, 1% H 3 PO 4 on 80/100 Cromosorb WAW. Panjang kolom 1 m, bersuhu 150ºC dan suhu injektor adalah 240ºC. Sebanyak 1.5 ml sampel dimasukkan kedalam microtube dan tingkat keasaman diturunkan hingga mencapai ph 3 yang bertujuan untuk menstabilkan sampel. Kemudian sebanyak 1 µl sampel di injeksikan kedalam GC. Kuantifikasi VFA parsial dilakukan dengan cara membandingkan kurva yang dihasilkan dengan kurva dari standar eksternal yang terdiri atas VFA parsial yang telah diketahui konsentrasinya. Satuan VFA parsial yang diperoleh adalah dalam μmol/ml atau mm. Kandungan total VFA dan total iso-vfa didapatkan melalui penjumlahan masing-masing VFA parsial penyusunnya. Total Koloni Bakteri Analisa total koloni bakteri rumen berdasarkan Ogimoto dan Imai (1987). Media agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri tersusun atas bahan-bahan sebagai berikut: mineral, resazurine 0.1 %, aquades, bacto agar, glukosa, celobiosa, cysteina, Na 2 CO 3 8%, bactocasitone, yeast extract, starch soluble, NaHCO 3, dan sodium laktat. Sebanyak 0.5 ml sampel cairan rumen (hasil inkubasi 48 jam) dimasukkan kedalam tabung pengencer yang berisi 4.5 ml larutan pengencer (10 kali pengenceran), pengenceran diulang hingga 6 kali. Pada pengenceran terakhir diambil 0.5 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 2.5 ml media agar. Tabung reaksi yang berisi sampel dan media tersebut kemudian diputar menggunakan roller hingga kering. Selanjutnya diinkubasi selama 14 Hari, pada hari ke-5 mulai dihitung jumlah koloni bakteri dan diulang pada hari ke-14. Total koloni bakteri/ml cairan rumen merupakan hasil perkalian antara total koloni bakteri terhitung dengan faktor pengenceran. Total koloni bakteri tersebut kemudian ditranformasi kedalam satuan log. Total Protozoa Perhitungan total protozoa didasarkan pada Ogimoto dan Imai (1987). Sebanyak 0.5 ml sampel cairan rumen hasil inkubasi in vitro 48 jam dicampurkan kedalam larutan MFS (Methylgreen Formal-Salin) yang tersusun atas: 100 ml formaldehida 35%, aquades 900 ml, 0.6 gram methilgreen, dan 8 gram NaCl. Dua tetes campuran tersebut ditempatkan pada hemocytometer dengan jumlah kotak pembacaan sebanyak 25 buah dengan total volume Perhitungan populasi protozoa dilakukan menggunakan mikroskop (Olympus) pada perbesaran 10 kali. Total protozoa/ml cairan rumen dihitung dengan cara mengalikan jumlah protozoa terhitung dengan faktor penganceran. Total protozoa tersebut kemudian ditranformasi kedalam satuan log. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Jika terdapat perbedaan nyata dari hasil analisis sidik ragam, dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie 1994).

26 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Produksi Gas Nilai akumulasi produksi gas pada eksperimen 1 dan 2 selama 24 dan 48 jam inkubasi tersaji pada Tabel 3 dan 4. Respon dari pengaruh faktor perlakuan terhadap produksi gas menunjukkan bahwa terdapat pengaruh sangat nyata (P<0.01) dari faktor HK (proporsi hijauan dan konsentrat) pada eksperimen 1 dan 2 yang tercermin dari nilai produksi gas pada PTH (pakan tinggi hijauan) secara umum lebih rendah dibandingkan PTK (pakan tinggi konsentrat). Faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin (TS) dalam pakan secara umum berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai produksi gas pada kedua eksperimen, namun respon yang dihasilkan adalah cukup berbeda. Eksperimen 1 menunjukkan bahwa pada 24 jam inkubasi terjadi penurunan produksi gas pada PTH setelah penambahan TS baik dalam bentuk tungggal yakni ekstrak tanin (T) dan ekstrak saponin (S), maupun bentuk kombinasi (T+S), sedangkan produksi gas pada PTK tetap konstan. Respon ini secara umum relatif konsisten hingga 48 jam inkubasi, kecuali pada penambahan S dan T+S pada PTK yang berpengaruh meningkatkan produksi gas. Pada eksperimen 2, penambahan TS bentuk tunggal dan kombinasi (TS 1, TS 2, TS 3 ) tidak mempengaruhi produksi gas selama 24 dan 48 jam inkubasi pada PTH, namun secara umum berpengaruh meningkatkan produksi gas selama 48 jam inkubasi pada PTK, kecuali pada penambahan S dan TS 3. Penambahan TS dalam bentuk tunggal dan kombinasi pada kedua eksperimen, secara umum tidak menunjukkan nilai produksi gas yang berbeda. Produksi gas yang dihasilkan dari metode ini (in vitro) dapat berasal dari hasil fermentasi substrat pakan secara langsung dan secara tidak langsung melalui mekanisme buffering VFA berupa gas CO 2 yang dilepaskan dari buffer bikarbonat selama proses fermentasi (Getachew et al. 1998). Penambahan TS dalam PTH pada eksperimen 1 yang berpengaruh menurunkan produksi gas selama 24 jam inkubasi adalah sejalan dengan Jayanegara et al. (2009a) yang melaporkan bahwa penambahan tanin murni pada dosis 0.5 mg/ml dalam ransum berbasis hay berpengaruh menurunkan produksi gas in vitro. Sedangkan penurunan produksi selama 24 dan 48 jam inkubasi akibat penambahan ekstrak saponin dalam PTH pada eksperimen 1 adalah sejalan dengan Makkar et al. (1995) bahwa penambahan ekstrak saponin dari Quilaja pada dosis 0.8 dan 1.2 mg/ml dalam ransum berpengaruh menurunkan produksi gas in vitro. Mekanisme tanin dalam menurunkan produksi gas adalah melalui kemampuannya dalam berinteraksi dengan komponen pakan terutama adalah protein dan serat (Makkar 2003; Makkar et al. 2007), sedangkan mekanisme saponin lebih kepada kemampuannya dalam menghambat aktivitas enzim pendegradasi serat kasar (Hristov et al. 2003). Kemampuan tanin dan saponin dalam berinteraksi dengan nutrien pakan dan enzim tersebut, menjadikan degradasi pakan dalam rumen akan berkurang sehingga akan berkorelasi positif dengan berkurangnya produksi gas. Produksi gas pada PTK dalam eksperimen 1 yang tidak mengalami perubahan setelah penambahan TS pada 24 jam inkubasi dapat disebabkan karena laju kecepatan pembentukan gas (fermentabilitas) pada PTK adalah lebih tinggi dibandingkan pada PTH. Hal ini menyebabkan kemampuan tanin atau saponin berinteraksi dengan unsur pakan atau unsur lain yang berperan dalam proses nutrisi di dalam rumen dapat di minimalisasi dengan lebih cepatnya pakan

27 Tabel 3. Produksi gas (ml) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1) W PTH PTK SEM P-Value Ktl T S T+S Ktl T S T+S HK TS INT b 123 a 125 a 134 a 167 c 166 c 169 c 174 c 4.05 ** * * bc 174 ab 169 a 187 c 190 cd 199 d 203 e 207 e 2.94 ** * ** Keterangan: W= waktu inkubasi (jam); PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml); T+S= kombinasi tanin dan saponin (1mg/ml + 1mg/ml); HK= faktor proporsi hijauan konsentrat; TS= faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; INT= interaksi antara faktor proporsi hijauan konsentrat dengan faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; **= sangat signifikan (P<0.01); *= signifikan (P<0.05); ns= non signifikan (P>0.05). Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata. 9 9 Tabel 4. Produksi gas (ml) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2) W PTH PTK SEM P-Value Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 HK TS INT a 164 a 156 a 168 a 166 a 164 a 207 ab 209 c 204 bc 211 c 211 c 195 b 3.38 ** ns ns a 218 a 217a 219 a 222 a 223 a 242 b 252 bcd 249 bcd 257 cd 259 d 245 bc 2.78 ** * ns Keterangan: W= waktu inkubasi (jam); PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml); TS 1 = tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) + saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml) + saponin (1.5 mg/ml); HK= faktor proporsi hijauan konsentrat; TS= faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; INT= Interaksi antara faktor proporsi hijauan konsentrat dengan faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; **= sangat signifikan (P<0.01); *= signifikan (P<0.05); ns= non signifikan (P>0.05). Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata

28 10 tersebut difermentasi sehingga produksi gas tetap konstan. Pada eksperimen yang sama, peningkatan produksi gas akibat penambahan S maupun (T+S) pada PTK selama 48 jam inkubasi adalah sejalan dengan yang dilaporkan oleh Wina et al. (2005b) bahwa terjadi peningkatan produksi gas in vitro secara signifikan pada substrat pakan yang ditambah ekstrak saponin dari Sapindus. rarak oleh karena kontribusi unsur gula. Unsur gula yang terdapat dalam saponin diantaranya glukosa, galaktosa, xylosa, arabiosa, rhamnosa (Wina et al. 2005a). Efek saponin dalam meningkatkan produksi gas dalam penelitian ini tidak terlihat pada PTH. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan fermentabilitas PTH yang lebih rendah dari pada PTK. Meskipun saponin memberikan kontribusi gas dalam PTH namun dikarenakan laju pembentukan gas dari unsur pakan pada PTH tidak lebih cepat dibandingkan pada PTK menyebabkan produksi gas secara akumulatif tetap konstan. Penambahan TS dalam PTH pada eksperimen 2 selama masa inkubasi 24 dan 48 jam yang tidak mempengaruhi produksi gas, hal ini tidak sejalan dengan hasil dari eksperimen 1 yang menunjukkan adanya efek penururan produksi gas secara nyata. Perbedaan respon ini dapat beralasan dengan kualitas konsentrat yang digunakan.penjelasan mengenai hal ini di dasarkan pada Tabel 1 (kandungan nutrien substrat pakan perlakuan). Terlihat bahwa nilai (%) dari komponen fraksi serat baik yang mudah difermentasi (NDF) maupun yang sulit difermentasi (ADF) dan lignin pada substrat konsentrat yang digunakan dalam eksperimen 2 adalah lebih rendah dibandingkan dengan eksperimen 1. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrat yang digunakan pada eksperimen 2 lebih cepat difermentasi. Terkait dengan pengaruh fermentabilitas konsentrat tersebut, dapat dijelaskan bahwa proporsi konsentrat dalam PTH (kontrol) pada eksperimen 2 berkontribusi besar dalam pembentukan gas, sehingga menghasilkan nilai produksi gas secara akumulatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan PTH (kontrol) pada eksperimen 1, selama 24 dan 48 jam inkubasi (Tabel 2 dan 3). Hal ini lebih diperkuat dengan nilai produksi gas selama 48 jam inkubasi pada PTH dalam eksperimen 2 bahkan lebih tinggi dibandingkan PTK pada eksperimen 1. Mekanisme tidak terpengaruhnya produksi gas akibat penambahan TS pada PTH dalam eksperimen 2 adalah sama seperti mekanisme tidak terpengaruhnya produksi gas setelah penambahan TS pada PTK dalam eksperimen 1, yakni kemampuan tanin atau saponin berinteraksi dengan unsur pakan atau unsur lain yang berperan dalam proses nutrisi di dalam rumen dapat di minimalisasi dengan lebih cepatnya pakan tersebut di fermentasi sehingga produksi gas tetap konstan Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Emisi Gas Metana Nilai emisi gas metana selama 24 dan 48 jam inkubasi tersaji dalam Tabel 5 dan 6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa selama 24 dan 48 jam inkubasi, faktor HK berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap emisi gas metana pada eksperimen 1, yang tercermin dari lebih tingginya nilai emisi gas metana pada PTH dibandingkan pada PTK. Hasil tersebut tidak sejalan dengan eksperimen 2 yang menunjukkan pengaruh tidak nyata. Selama masa inkubasi yang sama, faktor penambahan TS berpengaruh nyata (P<0.05) pada eksperimen 1 dan bepengaruh sangat nyata (P<0.01) pada eksperimen 2 terhadap emisi gas metana. Pengaruh tersebut tercermin dari menurunnya nilai emisi gas metana secara umum, akibat penambahan TS dalam bentuk tunggal dan kombinasi baik pada PTH maupun

29 pada PTK. Komparasi nilai emisi gas metana yang dihasilkan dari penambahan TS dalam bentuk tunggal dibandingkan dari penambahan TS dalam bentuk kombinasi secara umum menunjukkan perbedaan yang tidak nyata baik pada PTH maupun PTK. Proses pembentukan gas metana (metanogenesis) di dalam rumen dijelaskan oleh Morgavi et al. (2010) bahwa karbohidrat struktural dari tanaman, protein dan polimer dari bahan organik lain dalam bahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak akan didegradasi menjadi bentuk monomer oleh mikroorganisme an-aerob. Monomer-monomer tersebut kemudian diubah menjadi bentuk VFA (Volatile Fatty Acid) sedangkan CO 2 dan H 2 dihasilkan dari proses fermentasi tersebut. Metanogen menggunakan produk akhir fermentasi berupa CO 2 dan H 2 sebagai substrat utama pembentuk gas metana (CH 4 ). Pengaruh nyata (P<0.05) dari faktor HK yang tercermin dari lebih tingginya emisi gas metana pada PTH dibandingkan pada PTK adalah sejalan dengan beberapa laporan. McAllister et al. (1996) melaporkan bahwa peningkatan asupan konsentrat dari 40 g menjadi 68 g BK berpengaruh menurunkan CH 4 dari 9.2% menjadi 5.3% per gross energy intake. Lovett. et al. (2003) melaporkan bahwa emisi gas metana (per bobot hidup dan karkas) yang dihasilkan dari sapi dara periode akhir mengalami penurunan seiring dengan menurunnya rasio hijauan dan konsentrat (65%:35%, 40%:60% dan 10%:90%) dalam ransum. Mekanisme penurunan CH 4 seiring dengan naiknya proporsi konsentrat dijelaskan oleh Walichnowski dan Lawrence (1982) bahwa peningkatan proporsi pati dalam ransum ruminansia akan merubah konsentrasi VFA. Proporsi asetat akan lebih sedikit dihasilkan dibandingkan dengan propionat, sehingga suplai hidrogen untuk metanogenesis menjadi terbatas. Hegarty (1999) menambahkan bahwa laju kecernaan yang tinggi dari biji-bijian akan menjadikan ph rumen lebih rendah sehingga pertumbuhan bakteri metanogen dan protozoa terhambat. Komparasi antara eksperimen 1 dan 2 terkait dengan nilai emisi gas metana (Tabel 5 dan 6) menunjukkan bahwa nilai emisi gas metana dari perlakuan kontrol pada PTH maupun PTK dalam eksperimen 1 adalah lebih tinggi dibandingkan eksperimen 2. Nilai emisi gas metana (% gas total) dari perlakuan kontrol pada 24 dan 48 jam inkubasi antara eksperimen 1 dan 2 secara berurutan adalah (31.2 dan 31.1) vs (24.9 dan 25.8) pada PTH, sedangkan pada PTK adalah (27.1 dan 27.3) vs (23.7 dan 24.7). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas konsentrat dalam pakan, sebagaimana telah dijelaskan bahwa kualitas konsentrat pada eksperimen 2 adalah lebih baik dari pada eksperimen 1, maka akan berkorelasi negatif dengan semakin rendahnya gas metana yang dihasilkan. Pengaruh nyata (P<0.05) pada eksperimen 1 dan sangat nyata (P<0.01) pada eksperimen 2 dari faktor penambahan TS dalam menurunkan emisi gas metana pada PTH dan PTK adalah sejalan dengan beberapa laporan. Jayanegara (2010) melaporkan bahwa penambahan tanin murni dari Chesnut dan Sumach pada dosis 1mg/ml dalam pakan dengan proporsi 70% hay dan 30% berpengaruh menurunkan emisi gas metana dengan persentase penurunan masing-masing adalah 6.5 dan 7.2%. Guo et al. (2008) melaporkan bahwa penambahan ekstrak saponin dari Camellia sinensis pada dosis 0.4 mg/ml cairan rumen domba menurunkan emisi gas metana sebanyak 8% pada ransum tinggi konsentrat dan Yucca schidigera pada dosis mg/gram substrat pada cairan rumen sapi FH menurunkan emisi gas metana 8-26 % (Holtshausen et al. 2009). 11

30 12 12 Tabel 4. Emisi gas metana (% produksi gas) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi tanin dan saponin (eksperimen 1) PTH PTK SEM P-Value W Ktl T S T +S Ktl T S T+S HK TS INT d 26.6 c 26.2 bc 24.8 abc 27.1 c 25.1 abc 23.9 ab 22.7 a 0.55 ** ** ns c 23.9 a 25.4 ab 24.5 a 27.3 b 25 ab 24.2 a 22.7 a 0.60 * ** ns Keterangan: W= waktu inkubasi (jam); PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml); T+S= kombinasi tanin dan saponin (1mg/ml + 1mg/ml); HK= faktor proporsi hijauan konsentrat; TS= faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; INT= interaksi antara faktor proporsi hijauan konsentrat dengan faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; **= sangat signifikan (P<0.01); *= signifikan (P<0.05); ns= non signifikan (P>0.05). Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata. Tabel 5. Emisi gas metana (% produksi gas) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi tanin dan saponin (eksperimen 2) W PTH PTK SEM P-Value Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 HK TS INT c 22.2 ab 23.2 ab 22.8 ab 22.1 ab 21.8 a 23.7 bc 21.8 a 22.7 ab 22.3 ab 22.5 ab 22.3 ab 0.23 ns ** ns c 23.5 ab 23.3 a 23.5 ab 22.9 a 22.4 a 24.7 bc 22.9 a 23.6 ab 23.1 a 23.2 a 23 a 0.22 ns ** ns Keterangan: W= waktu inkubasi (jam); PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml); TS 1 = tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) + saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml) + saponin (1,5 mg/ml) saponin; HK= faktor proporsi hijauan konsentrat; TS= faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; INT= interaksi antara faktor proporsi hijauan konsentrat dengan faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; **= sangat signifikan (P<0.01); *= signifikan (P<0.05); ns= non signifikan (P>0.05). Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata.

31 13 Perbandingan nilai penurunan emisi gas metana (%) pada akhir inkubasi (48 jam) antara PTH dan PTK akibat penambahan T dan S pada dosis 2 mg/ml secara berurutan adalah (23.15 dan 18.3) vs (8.4 dan 11.3) pada eksperimen 1. Sedangkan pada eksperimen 2 adalah (8.9 dan 9.7) vs (7.3 dan 4.4). Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa nilai penurunan emisi gas metana akibat penambahan TS pada PTH adalah lebih tinggi dibandingkan pada PTK. Hal ini dapat disebabkan karena nilai emisi gas metana pada PTH sebelum ditambahkan ekstrak tanin dan saponin (kontrol) adalah lebih tinggi dibandingkan pada PTK. Hasil ini menjadi sebuah indikator bahwa tanin dan saponin lebih efektif dalam menurunkan produksi gas metana jika ditambahkan pada pakan yang mengandung proporsi hijauan tinggi. Mekanisme tanin dalam menurunkan produksi gas metana ternak ruminansia digagas oleh Tavendale et al. (2005) yakni melalui dua mekanisme: (1) secara tidak langsung melalui penghambatan pencernaan komponen serat pakan sehingga akan mengurangi produksi H 2. (2) secara langsung melalui penghambatan pertumbuhan dan aktivitas dari archea metanogen di dalam rumen. Secara lebih terperinci, Jayanegara (2008) dalam Jayanegara et al. (2009a) menjelaskan bahwa jenis tanin terkondensasi lebih berperan dalam reduksi emisi metana melalui mekanisme pertama, sedangkan tanin terhidrolisis lebih berperan melalui mekanisme kedua dari gagasan Tavendale et al. (2005). Ekstrak tanin yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daun mahoni (swietenia mahagoni) yang termasuk jenis tanin terkondensasi, sehingga perannya dalam mereduksi gas metana lebih kepada penghambatan pencernaan serat kasar sehingga mengurangi suplai H 2 (Jayanegara disitasi Jayanegara et al. 2009). Pengaruh saponin dalam mereduksi emisi gas metana sebagaimana dinyatakan oleh (Hess et al. 2003) yakni melalui mekanisme reduksi populasi protozoa rumen. Sebagian populasi metanogen hidup bersimbiosis dengan protozoa dan berkontribusi hingga 37% terhadap total emisi metana dalam rumen (Finlay et al. 1994). Sehingga reduksi populasi protozoa juga dapat berakibat pada menurunnya emisi gas metana. Peran saponin terhadap inhibisi populasi protozoa yang pada akhirnya akan berkontribusi terhadap penurunan emisi gas metana, telah dibuktikan dalam penelitian ini terkhusus pada eksperimen 2. Gambar 8 menunjukkan bahwa terjadi penurunan sangat nyata (P<0.01) dari total protozoa akibat penambahan ekstrak saponin dalam bentuk tunggal maupun ekstrak saponin yang dikombinasikan dengan ekstrak tanin (TS 2, dan TS 3 ) baik pada PTH maupun PTK. Penurunan total protozoa tersebut secara umum berkorelasi positif dengan turunnya emisi gas metana (Tabel 6). Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Penjelasan terkait respon yang dihasilkan dari pengaruh faktor perlakuan terhadap kecernaan bahan kering (KBK) dan kecernaan bahan organik (KBO) tersaji dalam Gambar 1-4. Beberapa gambar yang mencakup eksperimen 1 dan 2 tersebut menunjukkan bahwa nilai KBK dan KBO pada PTH secara umum adalah lebih rendah dibandingkan pada PTK. Hal ini merupakan cerminan pengaruh sangat nyata (P<0.01) dari faktor HK. Nilai KBK dan KBO setelah penambahan TS terlihat lebih rendah secara keseluruhan dibandingkan kontrol. Hal ini merupakan cerminan dari pengaruh sangat nyata (P<0.01) dari faktor penambahan

32 KBK(%) 14 TS dalam menurunkan KBK dan KBO. Tidak ada perbedaan respon antara penambahan TS dalam PTH dan PTK terhadap KBK dan KBO secara umum, hal ini merupakan cerminan dari tidak adanya pengaruh nyata dari interaksi antara faktor HK dan penambahan TS. Terkait dengan komparasi antara penambahan ekstrak tani dan saponin bentuk terpisah dengan bentuk kombinasi, secara umum keduanya menunjukkan nilai KBK/KBO yang berbeda tidak nyata. Nilai KBK pada eksperimen 1 maupun 2 secara umum memilki korelasi positif secara statistik dengan nilai KBO (Gambar 1-4). Hal ini dikarenakan kandungan bahan organik berada dalam bahan kering. Pengaruh sangat nyata (P<0.01) berupa menurunnya KBK/KBO pada kedua eksperimen akibat faktor penambahan TS adalah sesuai dengan beberapa laporan. Terkait dengan penambahan tanin, Jayanegara et al. (2009) melaporkan bahwa pada uji in vitro penambahan tanin murni dari berbagai sumber tanaman pada dosis 0.5 mg/ml cairan rumen berpengaruh pada penurunan kecernaan bahan organik. Terkait dengan efek saponin, Wina et al. (2005b) melaporkan bahwa penambahan ekstrak saponin dari Sapindus.rarak berpengaruh menurunkan kecernaan pakan (apparent and true) in vitro. Makkar dan Becker (1996) juga melaporkan bahwa saponin dari Quilaja berpengaruh sama dengan yang dilaporkan oleh Wina et al. (2005b) d 60.5 d ab ab 49 c b c a Ktl T S T+S Ktl T S T+S PTH (70%H: 30%K) PTK (30%H: 70%K) Gambar 1. Kecernaan Bahan Kering (KBK) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1). Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= Saponin (2 mg/ml); T+S= kombinasi tanin dan saponin (1 mg/ml + 1mg/ml); PTH= pakan tinggi hijauan; PTK= pakan tinggi konsentrat; H= hijauan; K= konsentrat. Huruf pada superskrip yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perbedaan nyata.

33 KBO (%) KBK (%) c d c b b b c b a a a 47.86a Ktl T S TS1 TS2 TS3 Ktl T S TS1 TS2 TS3 PTH (70%H: 30%K) PTK (30%H: 70%K) Gambar 2. Kecernaan Bahan Kering (KBK) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2). Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= Saponin (2 mg/ml); TS 1 = tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) + saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml)+saponin (1.5 mg/ml); PTH= pakan tinggi hijauan; PTK= pakan tinggi konsentrat; H= hijauan; K=konsentrat. Huruf pada superskrip yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perbedaan nyata d d bc c c 45.3 ab a a Ktl T S T+S Ktl T S T+S PTH (70% H: 30% K) PTK (30% H: 70% K) Gambar 3. Kecernaan Bahan Organik (KBO) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1). Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= Saponin (2 mg/ml); T+S= kombinasi tanin dan saponin (1 mg/ml + 1mg/ml); PTH=pakan tinggi hijauan; PTK= pakan tinggi konsentrat; H= hijauan; K= konsentrat. Huruf pada superskrip yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perbedaan nyata.

34 KBO (%) g fg ef a 50.50bc cd de 56.92de ef ab a 48.29ab Ktl T S TS1 TS2 TS3 Ktl T S TS1 TS2 TS3 PTH (70%H: 30%K) PTK (30%H: 70%K) Gambar 4. Kecernaan Bahan Organik (KBO) dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2). Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= Saponin (2 mg/ml); TS 1 = tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) + saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml)+saponin (1.5 mg/ml); PTH= pakan tinggi hijauan; PTK=pakan tinggi konsentrat; H= hijauan; K= konsentrat. Huruf pada superskrip yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perbedaan nyata. Kemampuan tanin dan saponin dalam menurunkan KBK dan KBO memiliki mekanisme yang sama seperti pada berkurangnya produksi gas akibat penambahan kedua zat aditif tersebut yakni melalui kemampuan tanin dalam berinteraksi dengan unsur protein dan serat (Makkar 2003; Makkar et al. 2007), dan kemampuan saponin dalam menghambat aktivitas enzim pendegradasi serat kasar (Hristov et al. 2003). Kemampuan kedua zat aditif dalam berinteraksi dengan unsur-unsur nutrien pakan dan komponen enzim tersebut, akan berkorelasi positif dengan menurunnya degradasi pakan dalam rumen sehingga menyebabkan menurunnya KBK dan KBO pakan. Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Konsentrasi Amonia Respon yang dihasilkan dari pengaruh faktor perlakuan terhadap konsentrasi amonia dalam rumen pada eksperimen 1 dan 2 tersaji dalam Gambar 5 dan 6. Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai konsentrasi amonia pada PTK secara umum lebih tinggi dibandingkan PTH dalam eksperimen 2. Hal ini merupakan cerminan pengaruh sangat nyata (P<0.01) dari faktor HK. Nilai konsentrasi amonia setelah penambahan TS pada kedua eksperimen terlihat lebih rendah dibandingkan kontrol baik pada PTH maupun PTK. Hal ini merupakan cerminan pengaruh sangat nyata (P<0.01) dari faktor penambahan TS. Terdapat perbedaan nyata nilai konsentrasi amonia yang dihasilkan dari penambahan TS bentuk tunggal dibandingkan dengan bentuk kombinasi. Penambahan TS dalam bentuk kombinasi menghasilkan nilai penurunan konsentrasi amonia yang lebih tinggi. Pengaruh ekstrak tanin dan saponin dalam menurunkan konsentrasi amonia dalam rumen sejalan dengan beberapa laporan. Terkait dengan pengaruh tanin,

35 Amonia (m.m) 17 Bhata et al. (2009) melaporkan bahwa dalam uji aktivitas tanin menggunakan polyethylene glycol (PEG) sebagai determinen, menunjukan bahwa penambahan tanin terhidrolisis dari myrabolam dan chesnut berpengaruh menurunkan konsentrasi amonia, selain itu dalam percobaan lanjut menunjukkan bahwa peningkatan penambahan level tanin (0-25%) dalam ransum dari quebracho yang mengandung tanin terhidrolisis dan terkondensaasi berpengaruh dalam menurunkan konsentrasi amonia. Terkait dengan pengaruh saponin, Makkar et al. (1998) melaporkan bahwa penambahan ekstrak saponin dari Q. saponaria pada dosis 1.2 mg/ml dalam ransum berbasis hay dan (hay+konsentrat) berpengaruh menurunkan konsentrasi amonia %. Thalib et al. (2005) melaporkan bahwa dalam uji in vivo pada domba, penambahan ekstrak saponin dari Sapindus. rarak pada dosis 0.07 % bobot badan menurunkan konsentrasi amonia sebesar 28 %. Konsentrasi amonia dalam rumen berasal dari hasil degradasi pakan dan lisis mikroba. Sebagian amonia diserap oleh dinding rumen dan sisanya digunakan langsung oleh mikroba rumen untuk memenuhi kebutuhan N. Sebesar 50-80% kebutuhan N bagi mikroba berasal dari amonia (Leng 1984). Kemampuan tanin dalam menurunkan konsentrasi amonia adalah melalui mekanisme interaksi tanin terhadap unsur protein dalam pakan (Tanner et al. 1994), sehingga degradasi protein menjadi amonia akan berkurang. Kemampuan saponin dalam menurunkan konsentrasi amonia dijelaskan oleh Wina et al. (2005a) bahwa penurunan amonia terjadi karena mekanisme tidak langsung melalui berkurangnya populasi protozoa. Berkurangnya protozoa berarti mengurangi predator bagi bakteri sehingga mengurangi lisis bakteri. Hal tersebut menyebabkan lebih sedikitnya produk yang berasal dari degradasi protein. selain itu protozoa juga berkontribusi menyumbang 10-40% total N (Vansoest 1994) c b b a c b b a Gambar 5. Ktl T S T+S Ktl T S T+S PTH (70%H: 30%K) PTK (30%H: 70%K) Konsentrasi amonia dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 1). Ktl= kontrol; T=tanin (2 mg/ml); S=Saponin (2 mg/ml); T+S=kombinasi tanin dan saponin (1 mg/ml+1mg/ml); PTH=pakan tinggi hijauan; PTK= pakan tinggi konsentrat; H=hijauan; K=konsentrat. Huruf pada superskrip yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perbedaan nyata.

36 Amoni(m.M) e cd cd a a 18.71b e 21.53d 19.20bc 20.72d 18.80b 16.77a Ktl T S TS1 TS2 TS3 Ktl T S TS1 TS2 TS3 PTH (70%H: 30%K) PTK (30%H: 70%K) Gambar 6. Konsentrasi Amonia dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2). Ktl= kontrol; T=tanin (2 mg/ml); S=saponin (2 mg/ml); TS 1 =tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) + saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml)+saponin(1.5 mg/ml); PTH=pakan tinggi hijauan; PTK=pakan tinggi konsentrat; H=hijauan; K=konsentrat. Huruf pada superskrip yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perbedaan nyata. Nilai konsentrasi amonia (eksperimen 2) setelah penambahan TS pada PTK yang secara umum lebih tinggi dibandingkan pada PTH adalah berkaitan dengan kandungan protein kasar atau PK (Tabel 1) pada PTK yang lebih tinggi dibandingkan pada PTH dan didukung dengan fermentabilitas yang juga lebih tinggi sebagaimana telah dijelaskan pada peubah produksi gas. Kandungan PK dalam pakan menjadi alasan terkait dengan konsentrasi amonia dikarenakan unsur protein di dalam rumen akan didegredasi oleh mikroba menjadi bentuk amonia. Penambahan TS dalam bentuk kombinasi yang mampu menghasilkan nilai penurunan amonia yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk tunggal merupakan indikasi adanya suatu potensi efek saling menguatkan (sinergistik) antara tanin dan saponin dalam menurunkan konsentrasi amonia dalam rumen. Indikasi efek sinergistik ini dimungkinkan disebabkan karena mekanisme yang berbeda dari kedua senyawa tersebut terkait dengan kinerjanya dalam menurunkan konsentrasi amonia sebagaimana telah dijelaskan oleh Tanner et al. (1994), Wina et al. (2005a), dan Vansoest (1994). Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Volatile Fatty Acid (VFA) VFA (Volatile Fatty Acid) merupakan produk yang dihasilkan dari proses fermentasi dalam rumen. Ketersedian VFA merupakan indikator ketersedian energi bagi ternak ruminansia (Jayanegara et al. 2009a). Komponen VFA seperti asetat, propionat, dan butirat akan diabsorbsi melalui dinding rumen dan digunakan sebagai sumber energi di berbagai organ tubuh ternak melalui mekanisme oksidasi dalam siklus asam trikarboksilat (Hungate 1966). Pengaruh faktor perlakuan terhadap nilai konsentrasi VFA total dan parsial serta proporsi asetat/propionat pada eksperimen 2 tersaji dalam Tabel 7. Tabel

37 tersebut menunjukkan bahwa faktor HK dan faktor penambahan TS pada dosis 2 mg/ml berpengaruh tidak nyata terhadap konsentrasi VFA total namun interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata (P<0.05) yang terutama tercermin pada penambahan S dalam PTK yang berpengaruh meningkatkan total VFA. Data mengenai nilai konsentrasi VFA parsial yang meliputi asetat (C 2 ), propionat (C 3 ), butirat (C 4 ), valerat (C 5 ), iso butirat (Iso C 4 ), dan iso valerat (Iso C 5 ) menunjukkan bahwa secara umum faktor HK memberikan pengaruh nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01) terhadap konsentrasi VFA parsial kecuali terhadap komponen C 3, Iso C 4. Faktor penambahan TS secara keseluruhan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai VFA parsial. Interaksi antara faktor HK dan TS secara umum juga tidak berpengaruh nyata terhadap VFA parsial kecuali pada penambahan S dalam PTK yang berpengaruh nyata meningkatkan proporsi C 3, dan penambahan TS 2 dalam PTK yang berpengaruh nyata menurunkan iso C 5. Faktor HK yang berpengaruh tidak nyata terhadap VFA total, berarti bahwa nilai total VFA antara PTH dan PTK adalah sama. Hasil ini bertentangan dengan yang dilaporkan Suharti et al. (2005) bahwa produksi VFA in vitro meningkat ketika level konsentrat dalam ransum ditingkatkan. Russell (1998) juga melaporkan bahwa dalam uji in vitro menggunakan cairan rumen sapi, diperoleh hasil bahwa ransum tinggi konsentrat menghasilkan konsentrasi VFA yang lebih tinggi. Mekanaisme peningkatan VFA dengan penambahan konsentrat berkaitan dengan karakteristik pakan konsentrat yang mudah difermentasi di dalam rumen. Penambahan ekstrak tanin yang secara umum berpengaruh tidak nyata terhadap konsentrasi VFA total dan parsial, bertentangan dengan Jayanegara et al. (2009b) yang melaporkan bahwa penambahan tanin murni jenis terhidrolisis dan terkondensasi pada dosis 0.5 mg/ml cairan rumen secara umum menurunkan VFA parsial dan total. Perbedaan antara hasil dengan pustaka ini dimungkinkan terjadi karena perbedaan jenis ekstrak ditinjau dari kemurniannya. Ekstrak tanin yang digunakan dalam penelitian ini adalah crude extract, sehingga memungkinkan terdapat unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi efek tanin itu sendiri. Iso VFA yang terdiri dari komponen Iso C 4 dan Iso C 5 merupakan produk dari degradasi protein yang berasal dari asam amino bercabang yang bersumber dari pakan dan mikroba rumen, sehingga dapat menjadi indikator degradasi protein dalam rumen (Hoffman et al. 2008). Penambahan ekstrak tanin dan saponin dalam pakan pada penelitian ini berpengaruh tidak nyata terhadap proporsi Iso VFA dan komponennya, namun interaksi antara faktor HK dan TS berpengaruh cenderung nyata (P<0.1), yang tercermin dari penambahan kombinasi tanin dan saponin 50:50 (TS 2 ) dalam PTH berpengaruh menurunkan nilai proporsi Iso C 5. Jayanegara et al. (2009a) melaporakan bahwa penambahan tanin murni pada dosis 0.5 mg/ml dari mimosa, chesnut, dan quebracho dalam ransum berbasis hay berpengaruh menurunkan Iso VFA secara nyata. Pengaruh nyata (P<0.05) dari interaksi antara faktor HK dan faktor penambahan TS terhadap nilai proporsi propionat dalam penelitian ini yang tercermin pada penambahan ekstrak saponin dalam PTK yang berpengaruh meningkatkan proporsi propionat adalah sejalan dengan Suharti et al. (2011) bahwa penambahan ekstrak saponin buah lerak (0.8 mg/ml) dalam ransum tinggi konsentrat berpengaruh meningkatkan proporsi propionat.wina et al. (2005a) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil-hasil penelitian secara umum, penambahan saponin berpengaruh meningkatkan propionat. 19

38 20 20 Tabel 7. Pengaruh penambahan ekstrak tanin dan saponin dalam pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda terhadap VFA total (m.m) dan parsial (mol/100 mol) (Eksperimen 2) P PTH PTK SEM P-Value Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 HK TS INT VFA 84.6bc 80.8 ab 77.7ab 91.5bc 63.1a 83.4abc 79.9ab 76ab 101.7c 86.8bc 90.9bc 84.9bc 2.41 ns ns * C abc 55.7 bc 53.9abc 55.2abc 56.8c 53.5ab 55.4abc 55.4abc 52.4a 53.6ab 52.6ab 53.8abc 0.33 * ns ns C abc 18.7 abc 19.7abc 26bcd 11.8a 21.4abc 17ab 16.6ab 32.2d 18.7abc 27.6cd 22.4bc 1.24 ns ns ** C 4 5.7abc 5.8 abc 5.1ab 6.8bc 3.3a 5.6ab 6.8bc 5.4ab 8.9c 7.1bc 8.1bc 6.6bc 0.35 ** ns ns C 5 0.9abc 0.9 abc 0.7ab 0.8abc 0.4a 0.7ab 0.9bc 0.8ab 1.3c 1.0bc 1.2bc 1.0bc 0.06 ** ns ns I-C 4 2.4abc 2.8 bc 2.3ab 3.1bc 1.4a 2.4abc 2.5abc 2.2ab 3.6c 2.4abc 3.1bc 2.7bc 0.14 ns ns * I- C 5 2.4bc 1.6 abc 1.3ab 1.8abc 0.8a 1.3abc 2.0bc 1.4abc 2.5c 1.9bc 2.2bc 1.8abc 0.12 * ns ns I-VFA 5.6b 5.2 ab 4.5ab 4.4ab 3.4a 4.5ab 5.4b 4.7ab 6.1c 4.8ab 5.5b 5.2ab 0.09 ns ns ns C 2 /C 3 2.6bc 2.5 bc 2.1ab 2.0ab 3.0 c 2.2abc 2.8bc 2.7bc 1.6a 2.2abc 2.1ab 2.2abc 0.18 ns * ns Keterangan: P= peubah; PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; VFA= volatile fatty acid (total); C 2 = asetat; C 3 = propionat; C 4 = butirat; I-C 4 = iso butirat; I-C 5 = iso valerat; I-VFA= iso VFA; C 2 /C 3 = asetat/propionat; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= Saponin (2 mg/ml); TS 1 = tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) + saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml) + saponin (1.5 mg/ml); HK= faktor proporsi hijauan dan konsentrat; TS= faktor penambahan tanin dan saponin; INT= interaksi antara faktor HK dan TS. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata.

39 21 Mekanisme saponin dalam meningkatkan proporsi propionat dalam PTK adalah melalui mekanisme inhibisi populasi protozoa sebagaimana dijelaskan oleh Wina et al. (2005a) bahwa ketika populasi protozoa ditekan oleh saponin maka proporsi propionat lebih tinggi serta proporsi asetat dan butirat akan lebih rendah. Hal ini dikarenakan asetat dan butirat merupakan produk fermentasi utama yang dihasilkan oleh protozoa. Alasan tersebut terlihat sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa populasi protozoa menurun secara signifikan akibat penambahan ekstrak saponin (Gambar 14). Peningkatan propionat dapat berarti meningkat pula efesiensi penggunaan produk akhir fermentasi rumen bagi ternak ruminansia (Kreuzer et al. 1986). Faktor penambahan TS berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap proporsi C 2 /C 3. sedangkan faktor HK dan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap proporsi C 2 /C 3. Pengaruh nyata dari faktor penambahan TS terutama tercermin pada penambahan S yang berpengaruh menurunkan proporsi C 2 /C 3 dalam PTK. Hasil ini bersesuaian dengan yang dilaporkan oleh Suharti et al. (2011) bahwa penambahan ekstrak saponin dari buah lerak pada dosis 0.8 mg/ml dalam pakan tinggi konsentat berpengaruh nyata menurunkan rasio C 2 /C 3. Dijelaskan pula oleh Wina et al. (2005a) bahwa berdasarkan hasil-hasil penelitian, penambahan saponin dalam pakan secara umum berpengaruh menurunkan rasio C 2 /C 3 karena meningkatnya C 3.. Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Total Koloni Bakteri Respon yang dihasilkan dari pengaruh faktor perlakuan terhadap total koloni bakteri rumen disajikan dalam Gambar 7. Gambar tersebut menunjukkan bahwa faktor HK, faktor penambahan TS, dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh tidak nyata terhadap total koloni bakteri. Terkait dengan penambahan tanin, McSweeney et al. (2001); Patra dan Saxena (2009) menyatakan bahwa secara umum tanin memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme. Mekanisme tanin dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah terkait dengan karakteristik tanin (khususnya gugus polifenol) yang reaktif terhadap dinding sel bakteri dan enzim ekstraseluler yang disekresikannya. Hal tersebut menyebabkan terhambatnya transport nutrien sehingga akan memperlambat pertumbuhan dari mikroorganisme (McSweeney et al. 2001). Bhatta et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan tanin terkondensasi dan terhidrolisis pada level 25% BK pakan berpengaruh menurunkan total populasi bakteri secara in vitro. Meskipun secara umum tanin memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, namun terdapat beberapa laporan yang menunjukkan bahwa terdapat sejumlah bakteri yang toleran terhadap tanin, baik jenis tanin terhidrolisis maupun terkondensasi (McSweeney et al. 2001). Hal ini dibuktikan oleh beberapa laporkan yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa bakteri rumen seperti Streptococcus. Bovis, Streptococcus gallolyticus dan jenis bakteri pendegradasi protein (Proteobacteria) yang mampu bertahan dengan perlakuan penambahan tanin terhidrolisis maupun tanin terkondensasi pada dosis tinggi. (Nelson et al dan Brooker et al disitasi McSweeney et al. 2001) Berdasarkan penyataan (McSweeney et al. 2001) terkait dengan terdapat sejumlah bakteri yang toleran terhadap tanin yang dibuktikan dari beberapa hasil penelitian. Hal ini dapat menjadi alasan yang bersifat asumtif terkait dengan tidak

40 Total Bakteri (Log) 22 terpengaruhnya total koloni bakteri akibat penambahan tanin dalam pakan pada penelitian ini. Hasil pada penelitian ini diduga disebabkan karena terdapat sebagian jenis bakteri yang toleran terhadap tanin yang mengakibatkan jumlah koloni bakteri secara keseluruhan relatif tidak mengalami perubahan. Hal ini sekaligus menunjukkan kurang sensitifnya peubah total koloni bakteri untuk dapat mencerminkan efek perlakuan terhadap bakteri Ktl T S TS1 TS2 TS3 Ktl T S TS1 TS2 TS3 PTH (70%H: 30%K) PTK (30%H: 70%K) Gambar 7. Total koloni bakteri dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2). Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= Saponin (2 mg/ml); TS 1 = tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) + saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml) + saponin (1.5 mg/ml); PTH= pakan tinggi hijauan; PTK= pakan tinggi konsentrat; H= hijauan; K= konsentrat. Huruf pada superskrip yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perbedaan nyata. Terkait dengan penambahan ekstrak saponin, beberapa laporan menunjukkan bahwa ekstrak saponin memberikan pengaruh yang berbeda pada spesifik bakteri. Wina et al. (2005c) melaporkan bahwa penambahan ekstrak saponin dari S. rarak tidak mempengaruhi konsentrasi RNA dari Fibrobacter sp secara in vitro. Wallace et al. (1994) menyatakan bahwa penambahan ekstrak saponin dari Y. Schidigera pada dosis 1% dari medium menstimulasi pertumbuhan bakteri Prevotella ruminacola, tidak berdampak terhadap S. ruminantium, menekan pertumbuhan Streptococcus bovis dan Butyro fibriosolvent secara in vitro. Denman dan McSweeney (2006) melaporkan bahwa terjadi peningkatan jumlah Fibrobacter succinogen dan Ruminococus flavevasien dalam pakan yang ditambahkan ekstrak saponin dari tanaman sesbania. Alasan terkait penambahan ekstrak saponin dalam pakan pada penelitian ini yang tidak mempengaruhi total koloni bakteri dapat didasarkan pada beberapa pustaka diatas. Dikarenakan saponin memberikan pengaruh yang berbeda terhadap berbagai jenis bakteri, sehingga diasumsikan terdapat sejumlah bakteri yang menurun, meningkat ataupun konstan setelah penambahan saponin yang menyebabkan total koloni bakteri menjadi tidak berubah secara akumulatif.

41 Total Protozoa (Log) 23 Pengaruh Ekstrak Tanin dan Saponin terhadap Total Protozoa Protozoa rumen diklasifikasikan menjadi dua jenis yakni holitrichs dan entodiniomorph. Jenis entodiniomorphs terdapat dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan holitrichs dan didominasi spesies Entodinium. Holitrich memanfaatkan karbohidrat terlarut sedangkan entodiniomorphs memakan dan mendegradasi pati dalam biji-bijian (Wina et al. 2005a). Respon dari pengaruh faktor perlakuan terhadap total protozoa rumen disajikan dalam Gambar 8. Gambar menunjukkan bahwa faktor HK berpengaruh tidak nyata terhadap nilai total protozoa, yang terlihat dari tidak adanya perbedaan nilai total protozoa antara PTH dan PTK. Faktor penambahan TS berpengaruh sangat nyata (P<0.01) menurunkan nilai total protozoa. Hal ini tercermin dari nilai total protozoa yang lebih rendah pada pakan setelah ditambahkan ekstrak saponin bentuk tunggal (S), dan bentuk kombinasi dengan tanin (TS 2 dan TS 3 ). Dalam penelitian ini, penambahan ekstrak tanin bentuk tunggal (T) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap total protozoa, demikian pula pada bentuk kombinasi TS 1 (75:25) yang proporsi taninnya lebih besar dibandingkan saponin. Namun pada saat bentuk kombinasi antara tanin dan saponin mengandung proporsi yang sama (TS 2 =50:50) ataupun mengandung proporsi saponin yang lebih tinggi (TS 3 =75:25), efek terhadap penurunan protozoa kembali terlihat, dengan nilai penurunan yang lebih rendah dibandingkan akibat penambahan saponin bentuk tunggal (S). Hasil tersebut menunjukkan efektivitas yang sangat kuat dari saponin dalam mereduksi populasi protozoa rumen c 5.98 c 6.03 a 5.26 c 5.94 Ktl T S TS1 TS2 TS3 Ktl T S TS1 TS2 TS3 PTH (70%H: 30%K) b 5.62 b 5.68 c 5.98 c 6.01 a 5.26 c 5.92 PTK (30%H: 70%K) b 5.69 b 5.61 Gambar 8. Total Protozoa dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin (eksperimen 2). Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml); TS 1 = tanin (1.5 mg/ml)+saponin (0.5 mg/ml); TS 2 =tanin(1mg/ml)+saponin(1mg/ml); TS 3 =tanin (0.5 mg/ml)+ saponin (1.5 mg/ml); PTH= pakan tinggi hijauan; PTK= pakan tinggi konsentrat; H= hijauan; K= konsentrat. Huruf pada superskrip yang berbeda antar perlakuan menunjukkan perbedaan nyata.

42 24 Berbagai laporan telah menyebutkan pengaruh saponin dari berbagai sumber tanaman terhadap penurunan populasi protozoa dalam rumen atau dikenal sebagai efek defaunasi baik secara in vitro dan in vivo. penambahan ekstrak saponin dari A. auriculuformis (Makkar et al. 1998) dan Q. saponaria pada dosis 1.2 mg/ml dalam pakan berbasis hijaun dan konsentat berpengaruh dalam menurunkan populasi protozoa secara in vitro. Penurunan populasi protozoa juga terjadi pada penambahan ekstrak saponin dari Sapindus. rarak pada dosis 0.07% bobot badan dalam ransum berbasis rumput gajah dan konsentrat secara in vivo pada domba (Thalib et al. 1996). Mekanisme saponin dalam menurunkan populasi protozoa dalam rumen sebagaimana dijelaskan oleh Goel et al. (2008) yakni melalui kemampuan saponin dalam membentuk ikatan kompleks dengan unsur sterol pada membran sel protozoa. Ikatan kompleks tersebut menyebabkan protozoa mati. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Penambahan ekstrak tanin dari Swietenia mahagony dan saponin dari Sapindus. rarak maupun kombinasi keduanya pada dosis 2 mg/ml cairan rumen sapi secara umum berpengaruh menurunkan emisi gas metana selama 24 dan 48 jam inkubasi, baik pada pakan tinggi hijauan (PTH) maupun pakan tinggi konsentrat (PTK) namun diikuti dengan menurunnya nilai KBK, KBO, dan amonia dalam rumen. 2. Nilai penurunan emisi gas metana akibat penambahan tanin dan saponin pada PTH adalah lebih tinggi dibandingkan pada PTK 3. Penambahan ekstrak tanin dan saponin secara simultan (kombinasi) dalam pakan dibandingkan dengan penambahan secara tunggal secara umum tidak menunjukkan perbedaan terkait nilai produksi metana yang dihasilkan. SARAN Diperlukan observasi lebih lanjut melalui uji in vivo pada ternak, terutama untuk mengkonfirmasi pengaruh ekstrak tanin dan saponin terhadap peubah kecernaan pakan setelah melewati keseluruhan saluran pencernaan (total track digestibility). Hal ini dikarenakan uji in vitro dalam penelitian ini hanya dapat mencerminkan keadaan saat pakan berada dalam rumen, sedangkan keadaan saat pakan melewati saluran pencernaan pasca rumen belum diketahui.

43 25 DAFTAR PUSTAKA Beauchemin KA, Kreuzer M, O Mara M and McAllister MA Nutritional management for enteric methane abatement: a review. J. Aust of Exprm Agric. 48: Bhatta R, Uyeno Y, Tajima K, Takenaka A,Yabumoto Y, Nonaka I, Enishi O, Kurihara M Difference in the nature of tannins on in vitro ruminal methane and volatile fatty acid production and on methanogenic archaea and protozoal populations. J. Dairy Sci. 92: Brooker JD, O'Donovan LA, Skene I, Clarke K, Blackall L, Muslera P, 1994; Nelson KE, Thonney ML, Woolston TK, Zinder SH, Pell AN, Didalam: McSweeney CS, Palmer B, McNeill DM, Krause DO Microbial interactions with tannins: nutritional consequences for ruminants. J. Anim Feed Sci and Technol Chen YF, Yang CH, Chang MS, Ciou YP, Huang YC Foam properties and detergent abilities of the saponins from Camellia oleifera. Int. J. Mol Sci. 11: Conway EJ Microdiffusion Analysis and Volumentric Error. 5th Edition. London. Crosby Lookwood. Cottle DJ, Nolan JV, Wiedemann SG Ruminant enteric methane mitigation: a review. J. Anim Prod Sci. 51: EPA EPA s Global Antrhopogenic Emission of Non CO 2, Greenhouse Gases Report. [Internet]. [diunduh 2013 Mei]. Tersedia pada: Fievez V, Babayemi OJ, Demeyer D Estimation of direct and indirect gas production in syringes: A tool to estimate short chain fatty acid production that requires minimal laboratory facilities. J. Anim Feed Sci and Technol : Finlay DJ, Esteban G, Clarke KJ, Williams AG, Embley TM, Hirt RP Some rumen ciliates have endosymbiotic methanogenesis. FEMS Microbiol Letters. 117: Getachew G, Blummel M, Makkar HPS, Becker K In vitro gas measuring techniques for assessment of nutritional quality of feeds: a review. J. Anim. Feed Sci and Technol. 72: Goel G, Makkar HPS, Becker K Effects of Sesbania sesban and Carduus pycnocephalus leaves and Fenugreek (Trigonella foenum-graecum L) seeds and their extracts on partitioning of nutrients from roughage and concentrate based feeds to methane. J. Anim Feed Sci and Technol. 147: Grainger C, Auldist MJ, Clarke T, Beauchemin KA, McGinn SM, Hannah MC, Eckard RJ, Lowe LB Use of monensin controlled-release capsules to reduce methane emissions and improve milk production of dairy cows offered pasture supplemented with grain. J. of Dairy Sci. 91: Guo YQ, Liu JX, Lu Y, Zhu WY, Denman SE, McSweeney CS Effect of tea saponin on methanogenesis, microbial community structure and expression of mcra gene, in cultures of rumen microorganisms. Lett. Appl. Microbiol. 47: Hegarty, R. S Reducing rumen methane emissions through elimination of rumen protozoa. Aust. J. Agric. Res. 50:

44 26 Hess HD, Kreuzer M, Diaz TE, Lascano CE, Carulla JE, Soliva CR, Machmuller A Saponin rich tropical fruits affect fermentation and methanogenesis in faunated and defaunated rumen fluid. J. Anim Feed Sci and Technol. 109: Hoffmann E M, Selje-Assmann N, Becker K Dose studies on antiproteolytic effects of a methanol extract from Knautia arvensis on in vitro ruminal fermentation. J. Anim. Feed Sci. Technol. 145: Holtshausen L, Chave AV, Beauchemin KA, McGinn TA, McAlilister TE, Odongo NE, Cheeke PR, Benchaar C Feeding saponin containing Yucca schidigera and Quillaja saponaria to decrease enteric methane production in dairy cows. J. Dairy Sci. 92: Hristov AN, Ivan M, Neill L, McAllister TA Evaluation of several potential bioactive agents for reducing protozoal activity in vitro. J. Anim. Feed Sci and Technol Hungate R E The Rumen and Its Microbes. NewYork. Academic Press. IPCC Climate change synthesis report. [Internet]. [Diunduh 2011 September]. Tersedia pada Iqbal MF, Cheng YF, Zhu WY, Zeshan B Mitigation of ruminant methane production: currect strategies, constraints and future options. J. Microbiol and Biotechnol. 24: Jayanegara A dalam Jayanegara A, Makkar HPS, Becker K. 2009a. Emisi metana dan fermentasi rumen in vitro ransum hay yang mengandung tanin murni pada konsentrasi rendah. J.Med Pet. 32: Jayanegara A, Goel G, Makkar HPS, Becker K Reduction in methane emissions from ruminants by plant secondary metabolites: effects of polyphenols and saponins. J. Food and Agric Org Jayanegara A, Togtokhbayar N, Makkar, HPS, Becker K. 2009a. Tannins determined by various methods as predictors of methane production reduction potential of plants by an in vitro rumen fermentation system. J. Anim Feed Sci and Technol. 150: Jayanegara A, Makkar HPS, Becker K. 2009b. Emisi metana dan fermentasi rumen in vitro ransum hay yang mengandung tanin murni pada konsentrasi rendah. J. Med Pet. 32: Kreuzer M, Kirchgessner M, Mu ller HL Effect of defaunation on the loss energy in wethers fed different quantitites of cellulose and normal or steamflaked maize starch. J. Anim. Feed Sci. Technol. 16: Leng RA, Nolan JV Nitrogen metabolism in the rumen. J. Dairy Sci. 67: Lovett D, Lovell S, Stack L, Callan J, Finlay M, Conolly J, O'Mara FP Effect of forage/concentrate ratio and dietary coconut oil level on methane output and performance of finishing beef heifers. J. Livest Prod Sci. 84: Makkar HPS Effects and fate of tannins in ruminant animals, adaptation to tannins, and strategies to overcome detrimental effects of feeding tannin rich feeds. J. Small Rum. 49: Makkar HPS, Blummel M, Becker K In vitro effects of and interactions between tannins and saponins and fate of tannins in the rumen. J. Sci Food Agric. 69:

45 Makkar HPS, Francis G, Becker K Bioactivity of phytochemicals in some lesser known plants and their effects and potential applications in livestock and aquaculture production systems. J. Anim. 1: Makkar HPS, Sen S, Blummel M, Becker K Effect of fractions containing saponins from Yucca schidigera, Quillaja saponaria and ccacia auriculoformis on rumen fermentation. J. Agric. Food Chem. 46: McAllister TA, Newbold CJ Redirecting rumen fermentation to reduce methanogenesis. Aust J. of Exprm Agric. 48: McSweeney CS, Palmer B, McNeill DM, Krause DO Microbial interactions with tannins: nutritional consequences for ruminants. J. Anim Feed Sci and Technol. 91: Morgavi DP, Forano E, Martin C, Newbold CJ Microbial ecosystem and methanogenesis in ruminants. The Anim Consort. 4:7: Ogimoto K, Imai S Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo. Japan Scientific Societies Press. Patra A K, Saxena J Dietary phytochemicals as rumen modifiers: a review of the effects on microbial populations. J. Spring Sci. 96: Russell JB The Importance of ph in the regulation of ruminal acetate to propionate ratio and methane production in vitro. J. of Dairy Sci. 81: Steel RGD, Torrie JH Principles and Procedures of Statistics. London (GB). Mc Graw-Hill Int Book Com. Suharti S, Astuti DA, Wina E, Toharmat T Rumen microbial population in the in vitro fermentation of different ratios of forage and concentrate in the presence of whole lerak (Sapindus rarak) Fruit Extract. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 24: Tanner GJ, Moore AE, Larkin PJ Proanthocyanidins inhibit hydrolysis of leaf proteins by rumen microflora in vitro. J. Nutr. 74: Tavendale MH, Meagher LP, Pacheco D, Walker N, Attwood GT, Sivakumaran S Methane production from in vitro rumen incubations with Lotuspedunculatus and Medicago sativa, and effects of extractable condensed tannin fractions on methanogenesis. J. Anim. Feed Sci and Technol. 123: Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M. The effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and performance of sheep. J. Ilmu Ternak dan Vet. 2: Theodorou MK, Brook AE Evaluation of a New Laboratory Procedure for Estimating the Fermentation Kinetic of Tropical Feeds. UK. Annual Report AFRC Institute. Thorpe A Enteric fermentation and ruminant eructation: the role of methane in the climate change debate. Climate Change. 93: Van Soest P J Nutritional Ecology of the Ruminant. United States. Cornell University Press. Walichnowski Z, Lawrence SG (1982) Studies into the effects of cadmium and low ph upon methane production. J. Hydrobiol :

46 28 Wallace RJ, Arthaud L, Newbold CJ Influence of Yucca schidigera extract on rumen ammonia concentrations and rumen microorganisms. J. Appl. EnViron. Microbiol. 60: Wina E, Muetzel S, Hoffman E, Makkar HPS, Becker K. 2005a. Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro. J. Anim. Feed Sci and Technol. 121: Wina E, Muetzel S, Becker K. 2005b. The impact of saponins or saponincontaining plant materials on ruminant productions: a review. J. Agric Food Chem. 53: Wina E, Muetzel S, Becker K. 2005c. The dynamics of major fibrolytic microbes and enzyme activity in the rumen in response to short and long term feeding of Sapindus rarak saponins. J. Appl. Microbiol.100: Yuliana P Optimasi Ekstraksi Beberapa Tanaman Sebagai Sumber Saponin dan Tanin Terhadap Produksi Metana dan Fermentasi Rumen (Tesis). Institut Pertanian Bogor. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Produksi Gas 24 Jam (Eksperimen 1) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Sumber variasi Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= 0.05 PTH. E1 PTH. E2 PTH. E3 PTH. E0 PTK. E0 PTK. E2 PTK. E1 PTK. E3 Sig

47 29 Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Produksi Gas 48 Jam (Eksperimen 1) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH. E PTH. E PTH. E PTH. E PTK. E PTK. E PTK. E PTK. E Sig Lampiran 3. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Produksi Gas 24 Jam (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total

48 30 Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E Sig Lampiran 4. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Produksi Gas 48 jam (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E Sig

49 31 Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Emisi Gas Metana 24 Jam (Eksperimen 1) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Sumber variasi Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTH.E Sig Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Emisi Gas Metana 48 Jam (Eksperimen 1) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Sumber variasi Jumlah kuadrat DB Kuadrat tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Error Total Corrected Total

50 32 Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E Sig Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Emisi Gas Metana 24 Jam (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTH.E Sig

51 33 Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Emisi Gas metana 48 jam (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan perlakuan N Subset PTH.E PTK.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E Sig

52 34 Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering (Eksperimen 1) Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E Sig Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik (Eksperimen 1) Analisis Sidik Ragam Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Error Total Corrected Total

53 35 Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E Sig Lampiran 11. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E Sig

54 36 Lampiran 12. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E Sig Lampiran 13. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Amonia (Eksperimen 1) Hasil analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total

55 37 Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E Sig Lampiran 14. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Amonia (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK TS HK * TS Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E Sig

56 38 Lampiran 15. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap VFA Total dan Parsial (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) VFA total Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan VFA total Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E Sig Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Asetat Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total

57 39 Hasil Uji Jarak Duncan Asetat Perlakuan N Subset alfa= PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E Sig Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Propionat Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Propionat Perlakuan N Subset alfa= PTH.E3 PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTH.E PTK.E PTK.E Sig

58 40 Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Butirat Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Butirat Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E Sig Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Valerat Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total

59 41 Hasil Uji Jarak Duncan Valerat Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E Sig Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Iso Butirat Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Iso Butirat Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTK.E Sig

60 42 Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Iso Valerat Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Iso Valerat Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E Sig Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Asetat/Propionat Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total

61 43 Hasil Uji Jarak Duncan Asetat/Propionat Perlakuan N Subset alfa= PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E Sig Lampiran 16. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Total Koloni Bakteri (Eksperimen 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model.595 a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E Sig

62 44 Lampiran 17. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Jarak Duncan Pengaruh Faktor Perlakuan Terhadap Total Protozoa (Eksperm 2) Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Kuadrat Sumber variasi kuadrat DB tengah F hitung Sig. Corrected Model a Intercept Kelompok HK (hijauan : konsentrat) TS (tanin dan saponin) HK * TS (interaksi) Galat Total Corrected Total Hasil Uji Jarak Duncan Perlakuan N Subset alfa= PTH.E PTK.E PTK.E PTH.E PTH.E PTK.E PTK.E2 4 PTH.E2 4 PTK.E PTH.E PTK.E PTH.E Sig

63 Lampiran 18. Produksi gas dan emisi gas metana pada keseluruhan jam pengukuran dari pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat berbeda yang diberi ekstrak tanin dan saponin Hasil produksi gas (ml) pada keseluruhan jam pengukuran (eksperimen 1) W PTH PTK P-Value Ktl T S T+S Ktl T S T+S HK TS INT 1 16 a 16 ab 16 ab 21 abc 18 ab 20 ab 21 bc 25 c ** ** ns 3 31 ab 29 a 32 ab 34 ab 35 ab 35 bc 40 cd 41 d ** ** ns 6 46 a 43 a 48 ab 51 abc 60 cde 57 bcd 63 de 69 e ** * ns bc 58 a 69 ab 72 b 99 de 88 cd 97 de 104 e ** * ns bc 68 a 81 b 83 b 117 de 105 cd 120 e 123 e ** ** ns c 77 a 92 b 93 b 132 de 119 cd 137 e 139 e ** ** ns b 110 a 114 a 121 a 159 c 154 c 160 c 164 c ** ** * b 123 a 125 a 134 a 167 c 166 c 169 c 174 c ** * * b 148 a 142 a 152 ab 178 c 180 c 181 c 186 c ** ns * bc 162 ab 156 a 169 a 184 cd 189 d 190 d 195 d ** ns ns bc 174 ab 169 a 187 c 190 cd 199 d 203 e 207 e ** * ** Keterangan: W= waktu inkubasi (jam); PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml) ; T+S= kombinasi tanin dan saponin (1mg/ml + 1mg/ml); HK= faktor proporsi hijauan konsentrat; TS= faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; INT= Interaksi antara proporsi hijauan konsentrat dengan faktor penambahan ekstrak tanin saponin; **= sangat signifikan (P<0.01); *= signifikan (P<0.05); ns= non signifikan (P>0.05). Huruf pada superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukan perbedaan nyata.

64 46 46 Hasil produksi gas (ml) pada keseluruhan jam pengukuran (eksperimen 2) W PTH PTK P-Value Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 HK TS INT 1 12 a 17 b 22 cd 21 cd 21 cd 21 c 19 b 22 cd 21 cd 25 e 26 e 24 de ** ** ** 3 29 a 34 b 39 cde 38 c 38 cd 39 cde 42 def 42 ef 45 fg 47 g 49 g 45 fg ** ** ** 6 50 a 51 b 56 ab 57 ab 58 b 58 b 75 cd 69 c 79 d 77 d 80 d 75 cd ** ** ns b 76 a 80 ab 83 ab 85 b 80 ab 121 de 110 c 120 de 116 cde 121 e 112 cd ** * ns b 106 a 106 a 112 ab 113 ab 112 ab 159 d 150 cd 155 cd 15 cd 157 d 146 c ** * ns a 151 a 144 a 154 a 152 a 151 a 197 c 196 c 194 bc 199 c 198 c 185 b ** ns ns a 164 a 156 a 168 a 166 a 164 a 207 ab 209 c 204 bc 211 c 211 c 195 b ** ns ns a 184 a 176 a 186 a 186 a 186 a 221 b 226 bc 217 bc 230 c 229 c 213 b ** ns ns a 199 a 194 a 202 a 203 a 202 a 231 bc 238 bc 232 bc 242 bc 244 c 228 b ** ns ns a 218 a 217 a 219 a a 242 b 252 bcd 249 bcd 257 cd 259 d 245 bc ** * ns Keterangan: W= waktu inkubasi (jam); PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml) ; TS 1 = tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) +saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml) + saponin (1.5 mg/ml); HK= faktor proporsi hijauan konsentrat; TS= faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; INT= Interaksi antara proporsi hijauan konsentrat dengan faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; **= sangat signifikan (P<0.01); *= signifikan (P<0.05); ns= non signifikan (P>0.05). Huruf pada superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukan perbedaan nyata

65 47 47 Hasil emisi gas metana (% produksi gas) pada keseluruhan jam pengukuran (eksperimen 1) PTH PTK P-Value W Ktl T S T +S Ktl T S T+S HK TS INT c 26 ab 27.5 ab 23.1 ab 29 bc 26.2 ab 25.0 ab 22.1 a ns ** ns d 26.8 bc 25.3 bc 23.1 ab 28.3 c 27.6 c 22.9 ab 20.9 a * ** ns d 28.6 c 26.6 abc 24.4 ab 28.1 bc 27.4 bc 24.1 ab 22.8 a ** ** ns d 28.8 c 28.1 bc 24.5 ab 27.9 bc 26.4 bc 24.4 ab 22.2 a ** ** ns d 27.8 c 27.3 bc 24.7 abc 27.3 bc 25.6 abc 24.1 ab 22.3 a ** ** ns d 27.7 c 26.6 bc 24.7 ab 26.5 bc 25.3 bc 23.9 ab 22.1 a ** ** ns d 26.8 bc 26.5 bc 24.7 abc 27 c 22.7 abc 24.0 ab 22.7 a ** ** ns d 26.6 c 26.2 bc 24.8 abc 27.1 c 25.1 abc 23.9 ab 22.7 a ** ** ns d 24.7 abc 26.3 bc 24.6 bc 27.1 c 25.1 abc 24 ab 22.5 a ** ** ns d 24.3 ab 26 bc 24.2 bc 27.2 c 25.1 abc 24.2 ab 22.5 a * ** ns c 23.9 a 25.4 ab 24.5 a 27.3 b 25 ab 24.2 a 22.7 a * ** ns Keterangan: W= waktu inkubasi (jam); PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml) ; T+S= kombinasi tanin dan saponin (1mg/ml + 1mg/ml); HK= faktor proporsi hijauan konsentrat; TS= faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; INT= Interaksi antara proporsi hijauan konsentrat dengan faktor penambahan ekstrak tanin saponin; **= sangat signifikan (P<0.01); *= signifikan (P<0.05); ns= non signifikan (P>0.05). Huruf pada superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukan perbedaan nyata.

66 Hasil emisi gas metan (% produksi gas) pada keseluruhan jam pengukuran (eksperimen 2) W PTH PTK P-Value Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 Ktl T S TS 1 TS 2 TS 3 HK TS INT a 24.9 a 22.6 a 23.6 a 23.1 a 21.1 a 24.9 a 22.7 a 24.5 a 23.6 a 20.6 a 23.3 a ns ns ns a 23.1 a 23.7 a 24.7 a 22.9 a 22.2 a 23.2 a 23.4 a 24.5 a 24 a 21.8 a 23.4 a ns * ns bc 24.7 abc 25.1 abc 24.9 abc 24 abc 23.5 abc 27 c 24.2 abc 24.1 abc 24.3 abc 22.9 a 22.8 a ns ** ns b 25.3 ab 24.4 ab 23.8 a 23.9 a 23.4 a 25 ab 23.2 a 24 a 23.8 a 23.2 a 23.3 a * * ns b 22.9 a 24 a 22.8 a 23 a 22.5 a 23.9 a 22.1 a 23.1 a 23 a 22.9 a 23.1 a ns ** ns b 22.3 a 23.2 a 22.4 a 21.8 a 21.5 a 23.4 a 21.5 a 22.7 a 22.1 a 22.3 a 22.2 a ns ** ns c 22.2 ab 23.2 ab 22.8 ab 22.1 ab 21.8 a 23.7 bc 21.8 a 22.7 ab 22.3 ab 22.5 ab 22.3 ab ns ** ns c 22.7 ab 23.1 ab 22.9 ab 22.4 ab 21.9 a 24.1 bc 22.2 a 22.7 ab 22.5 ab 22.6 ab 22.4 ab ns ** ns c 23 ab 23.1 ab 23.2 ab 22.5 a 22.2 a 24.4 bc 22.5 a 23.0 ab 22.8 a 22.9 ab 22.7 a ns ** ns c 23.5 ab 23.3 a 23.5 ab 22.9 a 22.4 a 24.7 bc 22.9 a 23.6 ab 23.1 a 23.2 a 23 a ns ** ns Keterangan: W= waktu inkubasi (jam); PTH= pakan tinggi hijauan (70% hijauan : 30% konsentrat); PTK= pakan tinggi konsentrat (30% hijauan : 70% konsentrat); SEM= standart error mean; Ktl= kontrol; T= tanin (2 mg/ml); S= saponin (2 mg/ml) ; TS 1 = tanin (1.5 mg/ml) + saponin (0.5 mg/ml); TS 2 = tanin (1mg/ml) +saponin (1mg/ml); TS 3 = tanin (0.5 mg/ml) + saponin (1.5 mg/ml); HK= faktor proporsi hijauan konsentrat; TS= faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; INT= Interaksi antara proporsi hijauan konsentrat dengan faktor penambahan ekstrak tanin dan saponin; **= sangat signifikan (P<0.01); *= signifikan (P<0.05); ns= non signifikan (P>0.05). Huruf pada superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukan perbedaan nyata 48 48

67 49 Lampiran 19. Dokumentasi uji in vitro dan pengukuran peubah (produksi gas dan emisi gas metana) Dokumentasi uji in vitro Sapi PFH berfistula Penyaringan cairan rumen Penimbangan sampel Memasukkan sampel kedalam botol Buffer + cairan rumen dijenuhkan dengan CO 2 Inkubasi sampel dalam water bath

68 50 Dokumentasi pengukuran produksi gas dan gas metana Syringe Larutan penjerat CO 2 (NaOH 5M) metana Botol sampel dalam water bath Ilustrasi pengukuran produksi gas total Ilustrasi pengukuran gas metana metode CO 2 traping

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH (Camellia sinensis) DAN DAUN KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L) PADA KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS IN VITRO SKRIPSI NUR HIDAYAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Fermentabilitas Pakan Komplit dengan Berbagai Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 2015 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah serta Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

EFEK ASOSIATIF SENYAWA TANIN DAN SAPONIN DENGAN PAKAN BERBASIS JERAMI PADI AMONIASI TERHADAP EMISI GAS METANA DAN FERMENTASI RUMEN SECARA IN VITRO

EFEK ASOSIATIF SENYAWA TANIN DAN SAPONIN DENGAN PAKAN BERBASIS JERAMI PADI AMONIASI TERHADAP EMISI GAS METANA DAN FERMENTASI RUMEN SECARA IN VITRO EFEK ASOSIATIF SENYAWA TANIN DAN SAPONIN DENGAN PAKAN BERBASIS JERAMI PADI AMONIASI TERHADAP EMISI GAS METANA DAN FERMENTASI RUMEN SECARA IN VITRO NANANG KRISNAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI

TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai kecernanan dan fermentabilitas tanaman orok-orok secara in vitro sebagai bahan pakan yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung manis dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Pemeliharaan, pengamatan bobot badan, penyembelihan dan pengamatan sifat non karkas landak dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Januari sampai dengan

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN SKRIPSI HERDI ARIESTANIA PUTRI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea terhadap ketersediaan NH3, volatile fatty acids dan protein total secara in vitro dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai dengan Maret 2010 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Lebih terperinci

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI Oleh : ATTRIA THANESYA 23010110110027 FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

METODE. Materi. Alat. Rancangan

METODE. Materi. Alat. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Lebih terperinci

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK Uji Karakteristik Kandungan VFA Dan ph Hasil Fermentasi Aaerob (Ensilase) Batang Pisang (Musa paradisiaca Val.) Dengan Penambahan Molases Sebagai Bahan Aditif Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

26/09/ Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. Pakan ternak ruminansia di Indonesia:

26/09/ Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. Pakan ternak ruminansia di Indonesia: Pakan ternak ruminansia di Indonesia: 1. Limbah pertanian 2. Limbah perkebunan 3. Limbah agroindustri Jerami padi Limbah sawit Limbah tanaman jagung Pucuk dan ampas tebu Kulit buah kakao Kulit kopi, dsb.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat di kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan Protein Total Fodder Jagung Hidroponik pada Umur Panen Berbeda Secara In Vitro telah dilaksanakan pada

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian (1) Kulit Pisang Nangka Matang Kulit pisang Nangka matang diperoleh dari tiga tempat yang berbeda, yaitu Pasar Tanjungsari Sumedang, Pasar Gede Bage

Lebih terperinci

II. TINJAUAN LITERATUR. Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80-95% diproduksi di

II. TINJAUAN LITERATUR. Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80-95% diproduksi di II. TINJAUAN LITERATUR 1. Pembentukan Gas Metana Pada Ternak Ruminansia Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80-95% diproduksi di dalam rumen dan 5-20% dalam usus besar. Metana yang dihasilkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO Oleh: Adi Susanto Setiawan H0506018 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder jagung hidroponik dengan media perendaman dan penggunaan dosis pupuk yang berbeda dilakukan pada tanggal

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Penefiti Cara Kerja Ditimbang 0,5 gram contoh dan dimasukkan kedalam gelas piala 600 ml, kemudian ditambahkan 60 ml larutan d

Lokakarya Fungsional Non Penefiti Cara Kerja Ditimbang 0,5 gram contoh dan dimasukkan kedalam gelas piala 600 ml, kemudian ditambahkan 60 ml larutan d LEMAK PADA PAKAN TERNAK DAPAT MEMPENGARUHI HASIL ANALISIS SERAT () D Suherman dan Martini Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor PENDAHULUAN Analisis komposisi dari pakan ternak merupakan hal yang diperlukan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 26 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bungkil kedelai, tepung gamal (Gliricidia sepium), dan pucuk tebu (Saccharum

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bungkil kedelai, tepung gamal (Gliricidia sepium), dan pucuk tebu (Saccharum III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian 1) Ransum Ransum yang dibuat terdiri atas dedak halus, onggok, bungkil inti sawit, bungkil kedelai, tepung gamal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. vii

DAFTAR ISI. Halaman. vii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xv I. PENGELOLAAN PAKAN SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI UNTUK MITIGASI GAS RUMAH KACA DARI TERNAK RUMINANSIA Yeni

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS in vitro SERTA PRODUKSI BIOMASSA MIKROBA RANSUM KOMPLIT KOMBINASI RUMPUT LAPANG, KONSENTRAT DAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN SKRIPSI DIMAR SARI WAHYUNI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN

KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT SKRIPSI DIETA PUSPITASARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Proses Amoniasi Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung. Bahan Penelitian (Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung) Dicoper.

Lampiran 1 : Proses Amoniasi Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung. Bahan Penelitian (Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung) Dicoper. Lampiran 1 : Proses Amoniasi Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung Bahan Penelitian (Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung) Dicoper Ditimbang Dikeringkan dengan sinar matahari/dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul kelarutan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul kelarutan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul kelarutan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan daun kelor (Moringa oleifera) di dalam rumen secara in vitro dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 5 bulan (November 2011-Maret 2012). Lokasi pengamatan dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen INTP, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ) dan fraksi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Penambahan Urease pada Inkubasi Zeolit dan Urea

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Penambahan Urease pada Inkubasi Zeolit dan Urea 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian Pengaruh Penambahan Urease pada Inkubasi Zeolit dan Urea serta Potensinya sebagai Sumber Nitrogen Lepas Lambat secara In Vitro dilaksanakan pada 14 Desember 2015-9

Lebih terperinci

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN SUPARJO jatayu66@yahoo.com Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN P enyediaan bahan pakan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan.

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang

Lebih terperinci

PRODUKSI PROTEIN KASAR DAN FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO JERAMI TANAMAN KEDELAI YANG DITANAM DENGAN PENYIRAMAN AIR LAUT DAN MULSA ECENG GONDOK

PRODUKSI PROTEIN KASAR DAN FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO JERAMI TANAMAN KEDELAI YANG DITANAM DENGAN PENYIRAMAN AIR LAUT DAN MULSA ECENG GONDOK PRODUKSI PROTEIN KASAR DAN FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO JERAMI TANAMAN KEDELAI YANG DITANAM DENGAN PENYIRAMAN AIR LAUT DAN MULSA ECENG GONDOK SKRIPSI Oleh: AFNAN FAUZI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TESIS Oleh : NURIANA Br SINAGA 097040008 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL. Tujuan Praktikum Untuk pengambilan sampel yang akan digunakan untuk analisis.

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL. Tujuan Praktikum Untuk pengambilan sampel yang akan digunakan untuk analisis. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL Untuk pengambilan sampel yang akan digunakan untuk analisis. - Sampel harus representatif atau mewakili data - Sampel harus segera diproses agar tidak terjadi kerusakan - Timbangan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika (LAPTIAB, BPPT), Tangerang;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah biji sorgum

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah biji sorgum 9 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Materi Penelitian.. Bahan Penelitian a. Biji Sorgum (Sorghum bicolor) Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah biji sorgum sebanyak 5 kg dengan umur panen yang

Lebih terperinci

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2011 di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pakan Ransum yang digunakan pada penelitian merupakan campuran atara hijauan dan konsentrat dengan perbandingan antara hijauan (rumput gajah) : konsentrat (60:40

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini meliputi penanaman kedelai di Green house

BAB III MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini meliputi penanaman kedelai di Green house 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Pelaksanaan penelitian ini meliputi penanaman kedelai di Green house Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada 8 Mei - 24 Juli 2015 dan penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang (Kandang) B Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO AMPAS AREN YANG DIFERMENTASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SKRIPSI. Oleh: Muhammad Taufiq Akbar

FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO AMPAS AREN YANG DIFERMENTASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SKRIPSI. Oleh: Muhammad Taufiq Akbar FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO AMPAS AREN YANG DIFERMENTASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SKRIPSI Oleh: Muhammad Taufiq Akbar 23010110130169 PROGRAM STUDI S1 - PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi Jul Andayani 1 Intisari Telah dilakukan penelitian guna mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. Kegiatan penelitian ini berlangsung pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci