I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Global Navigation Satellite System (GNSS) merupakan salah satu teknologi yang digunakan dalam penentuan posisi. Keunggulan dari sistem GNSS adalah dapat digunakan dalam segala cuaca dan waktu serta dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Saat ini keperluan pemakaian GNSS sangat tinggi dan didasarkan berbagai macan kebutuhan. Menurut European Global Navigation Satellite Systems Agency (EGSA) (2017), terdapat 4 miliar perangkat yang menggunakan teknologi GNSS pada tahun 2015 dan akan terus meningkat hingga mencapai 9 miliar perangkat pada tahun Untuk segmen penggunaan survei dan pemetaan sebanyak 5,5 % dari total 4 miliar perangkat dan meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data tersebut kebutuhan akan teknologi GNSS untuk survei pemetaan sangat tinggi dan menciptakan persaingan pasar yang ketat, sehingga peralatan survei pemetaan teknologi GNSS dengan harga yang murah namun dengan ketelitian yang handal menjadi keperluan penting saat ini. Dalam peningkatan ketelitian hasil pengukuran GNSS dapat dilakukan pada sektor perangkat keras (hardware) atau pelangkat lunak (software). Pada sektor hardware salah satu yang dapat diteliti adalah dari sisi antena dan modul receiver. Salah satu alat alternatif untuk melakukan pengukuran GPS dengan biaya murah adalah dengan menggunakan modul GPS yang berbasis Original Equipment Manufacturer (OEM) dengan mengkombinasikannya dengan antena GPS. GPS merupakan salah satu segmen angkasa dari GNSS yang paling banyak digunakan saat ini. Modul GPS OEM merupakan salah satu alternatif karena dalam segi harga terdapat modul GPS OEM dengan harga sekitar 70 atau sekitar Rp 1 juta (Weston dan Schwieger, 2010). Dalam pengukuran GPS menggunakan modul GPS OEM banyak faktor yang mempengaruhi ketelitian hasil pengukuran diantaranya adalah tipe antena yang digunakan dan metode pengukurannya. Modul GPS OEM yang dikombinasikan dengan antena Tallysman TW2410 mampu memenuhi standar ketelitian ISO kelas 1

2 2 RT2 untuk pengukuran realtime kinematic (RTK) dengan simpangan baku horisontal 0,027 meter dan vertikal 0,046 m (Sioulis dkk., 2015). Contoh lain yaitu modul GPS OEM Ublox yang dikombinasikan dengan antena microstrip mampu menghasilkan kepresisian sebesar ±0,1076 m dengan metode pengukuran RTK (Pratiwi, 2015). Hal tersebut membuktikan bahwa faktor penting yang mempengaruhi ketelitian selain dari metode pengukuran adalah antena yang digunakan. Antena merupakan salah satu komponen penting receiver GPS yang berfungsi menghubungkan satelit dengan modul GPS (Tsui, 2000). Kebutuhan antena yang murah dan memiliki kehandalan yang tinggi merupakan suatu hal yang penting dalam penerapan pada modul GPS OEM. Saat ini salah satu antena yang sering digunakan pada modul GPS OEM ini adalah antena tipe microstrip dikarenakan menurut Ublox (2009) antena microstrip memiliki dimensi yang kecil, harganya yang murah dan memiliki gain yang tinggi. Untuk meningkatkan ketelitian hasil pengukuran modul GPS OEM adalah dengan menggunakan antena alternatif dengan tipe antena lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dari suatu antena adalah desain atau tipe dari antena. Salah satu antena yang sering digunakan dalam keperluan pengukuran GPS adalah antena quadrifilar helix. Antena quadrifilar helix menjadi salah satu antena alternatif selain antena microstip. Sama halnya dengan antena microstrip antena quadrifilar helix dapat dibuat dengan mudah dengan harga yang relatif murah. Menurut Ublox (2009) antena quadrifilar helix memiliki polaradiasi omnidireksional. Hal tersebut membuat antena quadrifilar helix memiliki kemampuan penangkapan sinyal satelit yang baik dari berbagai orientasi. Pada penelitian ini dibuat antena quadrifilar helix sebagai alternatif yang setara dalam segi harga namun memiliki kelebihan dalam segi penangkapan sinyal dalam berbagai arah atau omnidirectional. Dari perbedaan kemampuan penangkapan sinyal antara antena quadrifilar helix dan microstrip perlu dibandingkan untuk melihat pengaruh kinerja kedua antena tersebut terhadap kepresisian dan kualitas hasil pengukuran. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas dan kepresisisan hasil pengukuran modul GPS OEM menggunakan antena quadrifilar helix dan microstrip.

3 3 I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian kondisi yang telah dijelaskan pada latar belakang, permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah belum diketahui perbedaan kepresisian hasil pengukuran modul GPS OEM dengan menggunakan antena yang sebanding dalam segi harga dengan antena microstrip yaitu antena quadrifilar helix. I.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Berapa kepresisian koordinat hasil pengukuran modul GPS OEM dengan antena quadrifilar helix dan antena microstrip? 2. Apakah kepresisian hasil pengukuran menggunakan Modul GPS OEM dengan antena quadrifilar helix dan antena microstrip berbeda secara signifikan? I.4. Cakupan Kegiatan Agar permasalahan terjawab dan penelitian yang fokus maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan modul GPS Skytraq NS-RAW. 2. Antena quadrifilar helix yang dihasilkan tidak diuji fisik atau dikalibrasi dan hanya berkerja pada frekuensi L1 yaitu 1575,42 MHz. 3. Pengukuran dilakukan menggunakan pengamatan GPS metode Postprocessing Kinematic (PPK) yang diikat pada titik GMU. I.5. Tujuan Penelitian Tujuan umun dari penelitian ini adalah perbandingan kinerja antena terhadap ketelitian hasil pengukuran menggunakan modul GPS OEM. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain: 1. Pembuatan antena quadrifilar helix untuk modul GPS OEM.

4 4 2. Perhitungan nilai koordinat dan kepresisian hasil pengukuran menggunakan modul GPS OEM dengan antena mircostrip dan quadrifilar helix. 3. Perhitungan signifikansi perbedaan koordinat dan kepresisian antara hasil pengukuran menggunakan Modul GPS OEM dengan antena quadrifiral helix dan antena microstrip. I.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan terkait penentuan posisi, manfaat tersebut antara lain: 1. Dapat memberikan informasi mengenai kinerja dari antena yang akan diteliti. 2. Dapat memberikan pengetahuan mengenai analisis pengaruh antena terhadap ketelitian yang digunakan pada modul GPS OEM. 3. Dapat memberikan solusi atau tindakan yang dapat meningkatkan kinerja dari modul GPS OEM terhadap ketelitian hasil pengukuran. I.7. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Antena GPS sudah banyak dilakukan pada tahun sebelumnya. Hal ini karena antena merupakan salah satu komponen penting receiver GPS yang berfungsi menghubungkan satelit dengan modul GPS (Tsui, 2000) dan dapat mempengaruhi ketelitian hasil pengukuran. Penelitian yang dilakukan oleh Theogarfokk (2007) mengenai proyek pembuatan helix berbasis Right Handed Circular Polarization (RHCP) yang diterapkan pada GPS tipe navigasi dan GPS tipe geodesi. Antena tersebut didesain dapat menerima sinyal GPS pada saluran frekuensi L1 yaitu 1575,42 MHz. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa antena buatan helix dapat berfungsi pada receiver tipe navigasi dan mampu menangkap sinyal dengan stabil dan optimal namun untuk receiver tipe geodetik sinyal yang diterima tidak stabil. Pada penentuan posisi relatif dengan receiver navigasi, antena helix memiliki tingkat

5 5 kedekatan posisi (simpangan) yang lebih tinggi sebesar 0,76601 m terhadap titik acuan dengan antena asli Garmin GPS V. Penelitian ini akan menggunakan modul GPS OEM yang memiliki harga yang murah. Sebelumnya sudah ada penelitian-penelitian mengenai modul GPS OEM. Salah satunya adalah Sioulis, dkk. (2015) yang melakukan penelitian mengenai evaluasi ketelitian modul GPS OEM dengan menggunakan metode realtime kinematic (RTK) mengacu pada standar ISO Penelitian tersebut menggunakan modul GPS Ublox Neo-7P yang dikombinasikan menggunakan antena Ublox Neo-7P yang dikombinasikan menggunakan antena Tallysman. Perangkat yang diuji menghasilkan ketelitian dengan simpangan baku horisontal sebesar ±0,019 m dan simpangan baku vertikal sebesar ±0,032 m. Hasil penelitian tersebut menyebutkan ketelitian hasil pengukuran perangkat yang diuji memenuhi standar ISO kelas RT2 yaitu ketelitian dengan simpangan baku horisontal 0,027 meter dan vertikal 0,046 m. Pada penelitian ini meneliti mengenai antena alternatif yaitu quadrifilar helix salah satu keunggulan dari antena tersebut yaitu memiliki pola radiasi kesegala arah yaitu omnidirectional. Hal tersebut dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Shoaib, dkk. (2010) mengenai desain dan implementasi dari antena quadrifilar helix untuk satelit komunikasi. Pada penelitian tersebut diukur bandwith yang menghasilkan 1204 sampai dengan 1260 MHz sedangkan referensi VSWR 2 cukup untuk frekuensi L2 GPS yaitu 1227,75 ± 10 MHz. Pada pengujian pola radiasi menghasilkan pola direksional (satu arah) pada bidang elevasi dan omnidirectional atau kesegala arah pada bidaang azimut yang disimulasikan pada frekuensi 1230 MHz. Penelitian lainnya mengenai antena quadrifilar helix yaitu yang dilakukan oleh Violita, dkk. (2013) mengenai desain quadrifilar helix pada frekuansi 2.4 GHz untuk perangkat Ground Station Satelit Nano. Penelitian tersebut melakukan simulasi untuk mencari nilai dari beberapa parameter antena yang meliputi: return loss, VSWR, bandwidth, pola radiasi, polarisasi dan gain dari antenna. Hasil penelitian tersebut didapatkan nilai return loss -10 db pada frekuensi GHz dan GHz, bandwidth sebesar 348,72 MHz, hasil pola radiasi menunjukan direksional untuk segala bidang, gain maksimum sebesar 4,6 db, dan polarisasi antena beberntuk elips. Dari hasil penelitian tersebut antena quadrifilar helix tersebut dapat diaplikasikan untuk perangkant ground statin satelit ITS-Sat pada frekuensi 2,4 GHz.

6 6 Antena yang digunakan sebagai antena pembanding pada penelitian ini adalah antena microstrip. Hal tersebut karena antena microstrip memiliki harga yang sebanding dengan antena quadrifilar helix namun memiliki karakteristik yang berbeda. Antena quadrifilar helix memiliki keunggulan pada pola radiasi kesegalah arah (omnidirectional) sedangkan antena microstrip memiliki kemampuan gain yang tinggi (Ublox, 2009). Terdapat penelitian lain yang membandingkan. Terdapat beberapa penelitian yang sudah meneliti mengenai kinerja dari antena microstrip. Takasu dan Yasuda (2008) melakukan penelitian mengenai evaluasi kinerja dari modul GPS OEM single frequency dengan menggunakan metode RTK. Modul GPS yang diuji tersebut diantaranya AEK-4T, EVK-5H, Superstar II, dan Crescent. Keempat modul GPS OEM tersebut dikombinasikan dengan antena microstrip seri ANN-MS. Dari hasil pengujian kinerja yaitu ketelitian dihasilkan nilai root mean square error (RMSE) sebesar 0,44 cm untuk komponen timur dan barat (E-W) sedangkan untuk komponen utara dan selatan (N-S) sebesar 0,65 cm. Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Pratiwi (2015) dengan menggunakan modul GPS OEM Ublox dikombinasikan dengan antena microstrip. Perangkat tersebut diterapkan pada kapal tanpa awak untuk pengukuran titik perum dengan menggunakan metode RTK. Pada tahap pengecekan ketelitian alat dilakukan dengan menggunakan alat tersebut yang diukur secara Real Time Kinematik (RTK) pada titik N0005. Hasil penelitian tersebut didapatkan tingkat akurasi hasil pengukuran perangkat tersebut sebesar ± 0,2 m dan untuk kepresisian sebesar ± 0,1076 m. I.8. Landasan Teori I.8.1. GNSS Global Navigation Satellite System (GNSS) merupakan teknologi yang digunakan untuk menentukan posisi atau lokasi dalam satuan ilmiah di Bumi. Satelit akan mentransmisikan sinyal radio dengan frekuensi tinggi yang berisi data waktu dan posisi yang dapat diambil oleh penerima yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasi tepat mereka dimanapun dipermukaan bumi. Terdapat tiga segmen dalam GNSS yaitu segmen ruang angkasa, segmen kontrol dan segmen pengguna (Charles, 2010). Berikut gambar perlengkapan GNSS dalam penggunaannya.

7 7 Gambar I.1. Perlengkapan GNSS (Charles, 2010) Gambar I.1 merupakan perlengkapan yang digunakan oleh segmen pengguna yang terdapat Antena GNSS yang menangkap sinyal radio sebesar MHz untuk menangkap informasi yang disampaikan satelit yang diteruskan dan diproses oleh receiver GNSS. I.8.2. Sinyal GPS Sinyal GPS merupakan sistem pengiriman data secara pasif (Van Sickle, 2008), pengiriman data dilakukan dengan mengirimkannya memalui bagian gelombang mikro dari spectrum elektromagnetis. Sistem pasif merupakan sistem pengiriman data secara sederhana dengan cara satelit mengirimkan sinyal dan receiver menerimanya. Hal tersebut menyebabkan tidak ada batasan dari jumlah GPS receiver yang menerima sinyal dari satelit pada waktu yang sama. Gambar I.2. Komponen sinyal GPS (Dana, 1994)

8 8 Gambar I.2 adalah gambar dari komponen sinyal GPS serta proses pemodulasin dan penggabungan kode-kode yang akan dikirimkan. Berdasarkan Gambar I.2 terdapat tiga komponen sinyal GPS yaitu : I Penginformasian jarak atau pseudorandom noise code (PRN). Satelit menggunakan kode untuk menyampaikan informasi,untuk informasi jarak menggunakan kode PRN yang untuk saat ini terdiri dari dua kode yaitu kode Coarse/Acquisition (C/A) dan kode Precise (P). Kode-kode ini merupakan suatu rangkaian kombinasi bilangan-bilangan 0 dan 1 (biner). Kode-C/A merupakan rangkaian dari 1023 bilangan biner (chips) yang berulang setiap satu milidetik (msec) (Van Sickle, 2008). Ini berarti bahwa setiap detik chip dari kode-c/a dibangkitkan dengan kecepatan juta chip per detik, dan setiap chip mempunyai durasi waktu sekitar satu mikrodetik (msec), atau sekitar 300 meter dalam unit jarak. Setiap satelit GPS dicirikan dengan satu kode-c/a tertentu yang sifatnya unik (tunggal), dan secara total ada 32 kode yang tersedia untuk satelit-satelit GPS. Kode-C/A hanya dimodulasikan pada gelombang pembawa L1. Kode-P ini dibangkitkan dengan kecepatan yang 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan kode-c/a, yaitu juta chip per detik (Van Sickle, 2008). Ini berarti chip kode-p mempunyai panjang gelombang sekitar 30 meter. Untuk satelit GPS, setiap satelit dicirikan dengan suatu segmen satu mingguan dari kode-p yang sifatnya unik, dan kode ini diinisialisasi kembali setiap minggunya pada tengah malam Sabtu atau Minggu. Kode-P ini dimodulasikan pada kedua gelombang pembawa L1 dan L2. I Penginformasian posisi satelit (navigation message). Navigation Message atau pesan navigasi adalah kode yang berguna untuk memberikan informasi tentang posisi dan kesehatan satelit juga informasi-informasi lainnya seperti koefisien koreksi jam satelit, parameter orbit, almanak satelit, parameter koreksi ionosfer. Format data pesan navigasi dijelaskan pada Gambar I.3.

9 9 Gambar I.3. Format data pesan navigasi (Dana, 1994) Gambar I.3 merupakan struktur dari pesan navigasi dari GPS, pesan navigasi memiliki frekuensi yang kecil yaitu 50 Hz dan akan dimodulasi ke dalam gelombang pembawa. Data pertama setiap subframe adalah telemetry word (TLM) dan handover word (HOW). TLM berisikan informasi untuk proses sinkronisasi yang berguna untuk receiver melakukan proses integrasi dan proses decode atau pemecahan kode. HOW berisikan nilai Z-count yang merupakan unit utama dalam waktu GPS. Terdapat lima subframe pada pesan navigasi pada Gambar I.3 subframe 1 sampai 3 satu halaman subframe sebesar 300 bits sementara subframe 4 dan 5 terdapat 25 halaman subframe sebesar 1500 bits. Berikut penjelasan mengenai subframe pesan navigasi : 1. subframe 1 berisikan informasi mengenai koreksi jam satelit. 2. subframe 2 dan 3 berisikan data epemeris. 3. subframe 4 berisikan data almanak kode PRN untuk satelit dan data lainnya seperti kesehatan satelit, UTC dan lain-lain. 4. subframe 5 berisikan data almanak kode PRN untuk satelit 1-32 dan data lainnya seperti kesehatan satelit dan data lainnya.

10 10 I Gelombang Pembawa (carrier wave). Satelit memancarkan dua jenis gelombang pembawa yaitu frekuensi L1 ( MHz) dan frekuensi L2 ( MHz). Dalam hal ini, gelombang L1 membawa kode-kode P dan C/A beserta pesan navigasi, sedangkan gelombang L2 membawa kode-p dan pesan navigasi. Agar gelombang dapat membawa data kode dan pesan navigasi, maka data tersebut harus ditumpangkan ke gelombang pembawa, dengan cara dimodulasi oleh kode dan pesan navigasi. Dalam proses persiapan data pada sinyal GPS ada dua tahap dapat dilihat pada Gambar I.2 yang terlibat yaitu tahap modulasi dan tahap penggabungan.dalam memodulasikan suatu gelombang ada beberapa parameter yang dapat diubah dalam proses modulasi, yaitu frekuensi (modulasi frekuensi), amplitudo (modulasi amplitudo), dan fase (modulasi fase). Dalam kaitannya dengan sinyal GPS, modulasi yang digunakan adalah modulasi fase. Tahap kedua masing masing kode yang telah membawa pesan navigasi digabungkan ke gelombang pembawa L1 dan L2. I.8.3. Pengukuran Jarak dengan GPS Terdapat dua metode dalam pengukuran jarak dengan GPS terdapat dua metode yaitu metode pseudorange dan metode carrier phase. I Metode pseudorange. Pengukuran jarak ini didasarkan pada perbedaan waktu antara waktu sinyal meninggalkan satelit dan waktu sinyal diterima oleh receiver (Van Sickle, 2008). Pengukuran perbedaan waktu tersebut berdasarkan korelasi antara kode yang dipancarkan oleh satelit dengan replika kode yg dibuat oleh receiver. Apabila diasumsikan bahwa jam receiver dan jam satelit sinkron secara sempurna satu sama lain, ketika sinyal (PRN code) ditransmisikan dari satelit dan diterima oleh receiver, receiver memproduksi replika kode yang diterima. Receiver kemudian membandingkan kode yang diterima dari satelit dengan kode replika dan menghitung selang waktu sinyal merambat dari satelit ke receiver. Selang waktu ini kemudian dikalikan dengan cepat rambat cahaya (3x10 8 atau tepatnya m/s) dan didapatkan jarak antara receiver dan satelit. Asumsi bahwa jam receiver sinkron secara sempurna adalah tidak sepenuhnya benar, atau dengan kata lain proses sinkronisasi yang dilakukan oleh receiver tidaklah sempurna dan masih mengandung

11 11 kesalahan. Hasil pengukuran jarak tersebut masih mengandung kesalahan karena dalam pendefinisian jarak tersebut harga koreksi kesalahan dalam proses sinkronisasi jam satelit-jam receiver belum diperhitungkan. Hasil pengamatan dan hubunganhubungannya dengan parameter lain dapat diformulasikan sebagai persamaan (Fotopoulos, 2000): p = ρ + d ρ + c(dt dt) + d ion + d trop + ε mp + ε p.(i.1) keterangan : p ρ d ρ = jarak pseudorange = jarak sebenarnya = kesalahan orbit satelit c = kecepatan cahaya dt = perbedaan jam satelit dari waktu GPS dt = perbedaan jam receiver dari waktu GPS d ion = bias efek ionosfer d trop = bias efek troposfer ε mp = multipath ε p = noise pada receiver I Metode carrier phase. Salah satu cara menentukan jarak antara satelit ke receiver adalah dengan menggunakan data fase. Pengukuran jarak dengan metode ini diperoleh dengan cara pengurangan antara sinyal pembawa yang dibangkitkan oleh receiver pada saat penerimaan sinyal, dan sinyal pembawa yang dibangkitkan oleh satelit pada waktu pemancaran sinyal. Hanya fase pembawa yang tidak penuh yang dapat diukur ketika sinyal satelit diterima, jumlah integer gelombang penuh N (ambiguitas fase) tidak diketahui. Untuk mengubah data fase menjadi data jarak maka nilai ambiguitas fase harus ditentukan nilainya. Jarak yang ditentukan dengan cara ini jauh lebih teliti jika dibandingkan dengan jarak berdasarkan pseudorange. Hal tersebut dikarenakan resolusi data fase jauh lebih kecil jika dibanding dengan resolusi data kode. Persamaan gelombang pembawa yang teramat pada pengukuran metode carrier phase adalah (Fotopoulos, 2000). φ = ρ + d ρ + c(dt dt) + λn d ion + d trop + ε mφ + ε φ..(i.2) Keterangan : φ ρ : jarak fase : jarak pseudorange

12 12 d ρ : kesalahan orbit satelit c : kecepatan cahaya dt : perbedaan jam satelit dari waktu GPS dt : perbedaan jam receiver dari waktu GPS λ : panjang gelombang pembawa N : ambiguitas integer pada cycles d ion : bias efek ionosfer d trop : bias efek troposfer ε mφ : multipath ε φ : noise receiver I.8.4. Penentuan Posisi dengan GPS Metode Relatif Metode pengukuran ini sering juga disebut dengan metode differential positioning yaitu menetukan posisi suatu titik relatif terhadap titik lain yang telah diketahui koordinatnya. Pengukuran dilakukan secara bersamaan pada dua titik dalam selang waktu tertentu. Pengamatan menggunakan minimal dua buah receiver yang melakukan pengamatan terhadap satelit secara bersamaan. Metode pengukuran ini dapat menghasilkan ketelitian pengukuran yang tinggi. Konsep dasar pengukuran ini adalah dengan menggunakan pengukuran jarak metode carrier phase dengan mengeliminasi atau mereduksi kesalahan-kesalahan dan bias yang terjadi selama pengukuran. Dengan mengurangkan data yang diamati oleh minimal dua buah receiver GPS pada waktu bersamaan maka jenis kesalahan dan bias dari data dapat dieliminasi atau direduksi. Pengeliminasi dan pereduksian data ini meningkatkan akurasi dan presisi dari data hasil pengukuran dan selanjutnya meningkatkan akurasi dan presisi dari posisi yang diperoleh (Abidin, 2007). Penentuan posisi secara relatif dapat diaplikasikan secara statik maupun kinematik dengan menggunakan data pseudorange ataupun fase. Dalam pelaksanaan pengukuran GPS metode relatif salah satu GPS dipasang pada lokasi tertentu dimuka bumi dan secara terus menerus menerima sinyal dari satelit dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai referensi bagi yang lainnya. Pengamatan dilakukan secara bersamaan oleh minimal dua buah receiver yang mengamat satelit secara bersamaan. Berikut gambar prinsip penentuan posisi secara relatif untuk mendapatkan koordinat suatu titik (Gambar I.4).

13 13 Gambar I.4. Penentuan Posisi Relatif (Modifikasi dari Sunantyo, 2000) Keterangan : O : Pusat sistem koordinat Np : Jari-jari kelengkungan vertikal utama P NQ : Jari-jari kelengkungan vertikal utama Q φ P, λ P, h P : Koordinat geodetis titik pengamat P φ Q, λ Q, h Q : Koordinat geodetis titik pengamat Q Xp, Yp, Zp : Koordinat kartesi titik pengamat P XQ, YQ, ZQ : Koordinat kartesi titik pengamat Q Xi, Yi, Zi : Koordinat satelit ke-i RiX : Jarak dari satelit i ke receiver SVi : Satelit ke-i

14 14 Gambar I.4 merupakan ilustrasi dari penentuan posisi menggunakan metode relative. Terdapat dua buah receiver yaitu P dan Q yang mengamat satelit pada waktu yang sama. Posisi titik P (Xp, Yp, Zp) diamat relatif terhadap posisi titik Q (XQ, YQ, ZQ) yang didapatkan dengan mengeliminasi atau mereduksi kesalahan yang terjadi selama pengukuran, sehingga didapatkan koordinat (Xp, Yp, Zp) dengan ketelitian yang tinggi. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai persamaan (I.3) dan (I.4) (Kornhauser, 2006): R i P (t 0 ) = ρ i P (t 0 ) + ρ i P (t 0 ) + cδ i (t 0 ) cδ P (t 0 ) + I P + T P + ε.(i.3) λφ i P (t 0 ) = ρ i P (t 0 ) + ρ i P (t 0 ) + λn i P + cδ i (t 0 ) cδ P (t 0 ) I P + T P + ε..(i.4) Keterangan : R i P (t 0 ) : jarak pseudorange satelit (i) dan receiver (P) pada epok t0 λφ i P (t 0 ) : jarak fase (carrier phase) satelit (i) dan receiver (P) pada epok t0 ρ i P (t 0 ) : jarak geometris antara receiver (P) dengan satelit (i) pada epok t0 ρ i P (t 0 ) : kesalahan jarak akibat kesalahan ephemeris (orbit) pada satelit (i) dan receiver (P) λn P i c λ φ cδ i (t 0 ) cδ P (t 0 ) TP IP ε : ambiguitas fase dari pengamatan sinyal-sinyal L1 dan L2 dari satelit (i) dan receiver (P) : kecepatan cahaya dalam ruang vakum (m/s) : panjang gelombang dari sinyal (m) : fase gelombang yang terukur : kesalahan dan offset dari jam satelit (i) pada epok t0 : kesalahan dan offset dari jam receiver (P) pada epok t0 : bias yang disebabkan oleh refraksi troposfer pada receiver (P) : bias yang disebabkan oleh refraksi ionosfer pada receiver (P) : gangguan (noise) yang disebabkan oleh mutipath I.8.5. Post-processing Kinematic (PPK) Pengukuran metode post-processing kinematic berdasarkan pengukuran metode relatif yang membedakan adalah solusi yang dihasilkan oleh base dan rover akan diproses setelah pengukuran dilaksanakan. Dalam pengukuran metode kinematik terdapat dua komponen yaitu base dan rover (Van Sickle, 2008). Base adalah titik fix

15 15 yang digunakan sebagai referensi dan diamat secara simultan bersama dengan rover. Rover adalah titik yang diamat menggunakan receiver dan biasanya pengukuran dilakukan bergerak secara kontinu. Solusi yang dihasil hasilkan biasanya setiap epoch pengukuran yang diinginkan. I.8.6. Antena GPS Dalam penentuan posisi dengan GPS antenna merupakan bagian yang menghubungkan langsung antara segmen pengguna dengan segmen luar angkasa. Kebutuhan pada antena GPS menyesuaikan pada kebutuhan gain, multipath, phase center, dan stabilitas dari antena. Menurut Rizos pada tahun 1999 dalam pembuatan dan mendesain antena GPS ada beberapa pertimbangan yaitu : 1. Antena harus dapat menangkap dan memilih sinyal yang sangat lemah, untuk itu beberapa desain antena dilengkapi dengan pre-amplifier. 2. Antena didesain untuk dapat menangkap sinyal sesuai besarnya frekuensi yang diterima baik L1 maupun L2. 3. Antena harus didesain berpolarisasi melingkar tangan kanan, karena gelombang yang dikirimkan oleh satelit GPS terpolarisasi melingkar tangan kanan. 4. Desain antena sebaiknya hasur dapat mengurangi efek multipath. 5. Syarat pokok antena adalah pusat fase sama dengan pusat geometri dan tidak sensitive terhadap rotasi dan inklinasi antena, atau dapat diketahui parameter offset antena untuk meningkatkan akurasi hasil pengukuran. 6. Konstruksi ideal suatu system antena terdiri dari elemen antena, preamplifier antena dan groundplane. Kinerja dari antena dalam menerima sinyal dapat disebabkan oleh bentuknya. Bentuk antena akan mempengaruhi karakteristik dari suatu antena diantaranya gain dan pola radiasi. Gain adalah kemampuan antena untuk mengarahkan radiasi sedangkan pola radiasi adalah suatu pola atau bentuk dari radiasi yang terbentuk oleh antena dalam menangkap sinyal. Dalam penelitian ini akan dipelajari dua jenis antena yaitu antena quadrifilar helix dan microstrip.

16 16 I Antena quadrifilar helix. Antena Quadrifilar helix merupakan desain antena yang biasa digunakan untuk Global Positioning System (GPS) yang memerlukan ukuran antena yang kecil dan sifat polarisasi yang bundar (Tranquilla and Best, 1990). Antena quadrifilar helix merupakan salah satu jenis antena yang berasal dari kelas wire antenna. Antena quadrifilar helix adalah kombinasi dua pasang bifilar heliks yang diatur dalam hubungan saling orthogonal. Komponen quadrifilar yang berupa kawat atau lempengan tembaga dibentuk dari kawat yang berbentuk segi empat dengan salah satu sisinya tidak saling tersambung (Violita dkk., 2013) Gambar I.5. Antena quadrifilar helix ( Dimensi dari antena mempengaruhi frekuensi yang dapat diterima oleh antena. Pada Gambar I.5 menentukan dimensi dari antena quadrifilar helix untuk frekuensi L1 GPS yaitu 1575,47 MHz. Berikut spesifikasi untuk antena quadrifilar helix dengan frekuensi L1 dapat dilihat pada tabel berikut : Frequency (MHz) Tabel I.1. Spesifikasi antena quadrifilar helix 1575,42MHz Impedansi masukan (Ω) 50 Right Handed Circular Polarisasi Polaritation (RHCP) Dimensi Tipe konektor Panjang kabel Bahan konduktor Tipe kabel 63,5 x 27,9 mm Diameter Konduktor 2 mm SMA 200 mm Tembaga (Cu) Coaxial RG-58 teflon

17 17 Tabel I.1 merupakan spesifikasi dari antena quadrifilar helix untuk frekuensi L1 1575,42 MHz. Dalam segi bahan antena quadrifilar helix terdiri dari kabel coaxial teflon yang digunakan sebagai pilar antena, tembaga sebagai konduktor dan SubMiniature version A (SMA) male sebagai konektor untuk menghubungkannya ke receiver GPS. Antena tersebut memiliki polarisasi tangan kanan atau Right Handed Circular Polaritation (RHCP) agar dapat menerima sinyal dengan baik hal ini disebabkan sinyal yang dikirimkan oleh satelit berpolarisasi tangan kanan. Polarisasi melingkar tangan kanan bila arah gerak terhadap seorang pengamat yang memandang kearah belakang sepanjang arah perambatan, adalah searah dengan arah perputaran jarum jam. I Antena microstrip. Antena microstrip merupakan desain antena yang paling populer untuk aplikasi penggunaan telekomunikasi dan navigasi. Antena microstrip merupakan antena yang terdiri dari beberapa lapisan dielektrik dengan susunan elemen radiasi (patch) diatas dan dibagian ground plane dibawah (Riyadi dkk, 2015). Antena microstrip banyak digunakan untuk aplikasi pita lebar dengan rentang frekuensi dari 100 MHz sampai dengan 100 GHz (Garg, 2001). Rentang frekuensi tersebut sangat memungkinkan digunakan untuk aplikasi GPS L1 yang mempunyai frekuensi 1575,47 MHz. Gambar I.6. Struktur antena microstrip (Shimu dan Ahmed, 2016) Gambar I.6 merupakan komponen dari antena microstrip yang dapat dibilah cukup sederhana. Komponen terdiri atas konduktor berbentuk patch yang terletak diatas komponen dielektrik dan komponen ground untuk menambah gain dari pengkapan sinyal antena. Pada penelitian ini digunakan antena microstrip yang bekerja

18 18 pada frekuensi L1. Berikut spesifikasi untuk antena microstrip dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel I.2. Spesifikasi antena microstrip Frekuensi (MHz) Bandwidth (MHz) Gain (dbi) MHz±1.023MHz 6MHz -4 dbic, 28dB±3dB Impedansi masukan (Ω) 50 V.S.W.R 1.7 Konsumsi elektrik Polarisasi Suplai voltase Koefisien suara <10mA Right Handed Circular Polaritation (RHCP) DC3.3~5.0V 1.5dB Rasio Axial 3Db Masukan daya maksimum (w) 50 Temperatur pemakaian Temperatur penyimpanan -40 C~+85 C -40 C~+90 C Panjang kabel (mm) 3000 Tipe konektor SMA Berat (g) 69 Dimensi Tipe kabel 48 x 40 x 13 mm Coaxial RG-174 Tabel I.2 merupakan spesifikasi dari antena microstrip untuk frekuensi L1 1575,42 megahertz (MHz). Antena microstrip menggunakan kabel Radio Guide (RG) 174 yang merupakansalah satu tipe kabel coaxial dengan hambatan 50 Ω. Konektor yang digunakan adalah konektor SubMiniature version A (SMA) male. Antena microstrip tersebut juga memiliki polarisasi tangan kanan agar dapat menerima sinyal dengan baik hal ini disebabkan sinyal yang dikirimkan oleh satelit berpolarisasi tangan kanan.

19 19 I.8.7. Modul GPS OEM Original Equipment Manufacturer (OEM) merupakan produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain yang membeli produk dari perusahaan asli produk tersebut (Tracy, 1997). Produk OEM memiliki kualitas yang sama dengan produk buatan perusahaan aslinya. Saat ini Modul GPS OEM sudah tersedia di pasar diantaranya adalah Skytraq dan U-blox. Kedua produsen tersebut merupakan perusahaan yang memproduksi modul GPS OEM. Modul GPS OEM merupakan standard precision receiver GPS single frekuensi L1 yang mampu menangkap sinyal GPS 1575,42 MHz. Modul GPS OEM tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengukuran single, static dan kinematic. Dalam penggunaannya modul tersebut dapat digunakan dengan berbagai macam jenis antena, yang sering digunakan adalah antena patch karena memiliki gain yang tinggi dan harga yang murah. Pada tahun 2016 menurut U-Blox yang merupakan salah satu penyedia modul GPS OEM dengan menggunakan antena microstrip dan mentode pengukuran relatif pada modul GPS U-Blox dapat menghasilkan ketelitian hingga sentimeter. I.8.8. Signal to Noise Ratio (SNR) Signal to Noise Ratio (SNR) adalah informasi hasil pengukuran sinyal GPS relatif terhadap noise yang timbul saat pengukuran. SNR biasanya digunakan untuk menggambarkan kekuatan sinyal GPS pada saat pengamatan. Noise pada sinyal dapat disebabkan oleh peralatan yang digunakan dan kondisi lingkungan saat pengukuran (Langley, 1997). SNR biasanya dinyatakan dalam satuan desibel. SNR merupakan fungsi dari kekuatan sinyal yang dibagi oleh kekuatan derau atau noise. Menurut Northwood Labs LLC (2003) dapat rumuskan sebagai berikut SNR = 10 log ( S )...(I.5) N Atau jika dalam satuan dbw SNR = S dbw N dbw...(i.6) Keterangan : SNR : Signal to Noise Ratio

20 Nilai fungsi distribusi 20 S N : kekuatan sinyal : kekuatan noise dalam bandwidth yang diberikan. I.8.9. Kepresisian Kepresisian merupakan tingkat kedekatan atau kesamaan data dari ukuran ulang untuk besaran yang sama. Tingkat kepresisian dapat dapat dicapai bergantung pada (Ghilani, 2011) : 1. kestabilan dari lingkungan pada saat pengamatan. 2. kualitas alat yang digunakan dalam pengukuran. 3. keahlian dari pengamat terhadap peralatan dan prosedur. Kepresisian merupakan tingkat kedekatan atau kesamaan data dari ukuran ulang untuk besaran yang sama. Apabila hasil ukuran ulang saling dekat mengumpul atau hasil relatif sama yang ditunjukan dengan nilai perbedaan tiap data kecil maka pengukuran memiliki kepresisian tinggi. Berikut gambar kurva distribusi untuk melihat tingkat kepresisian suatu data. Nilai data Gambar I.7. Presisi pada kurva distribusi data (Taylor, 1997) Gambar I.7 merupakan gambar kurva distribusi data, tingkat kepresisian data dapat dilihat dari kurva distribusinya. Kurva dengan garis nyata menunjukan suatu data dengan tingkat kepresisian yang tinggi. Hal tersebut karena distirbusi dari data tersebut saling berdekatan satu sama lain membentuk kurva yang berbentuk lancip. Kurva dengan garis putus-putus menunjukan untuk data dengan tingkat kepresisian yang rendah. Hal tersebut karena persebaran data yang tersebar jauh tidak berdekatan satu sama lain menghasilkan kurva yang melebar. Nilai kepresisian juga ditunjukan dengan simpangan baku, semakin kecil nilai simpangan baku maka tingkat kepresisian

21 21 semakin baik. Nilai simpangan baku dari sampel dapat dirumuskan dengan persamaan berikut (Widjajanti, 2011): S = (x x i) (I.7) n 1 Keterangan: S x x i n : simpangan baku data : rata-rata data : data ke-i : jumlah data I Uji Statistik I Uji normalitas. Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Persamaan kurva distribusi normal menurut Ghilani 2011 adalah sebagai berikut. f(x) = 1 σ 2π e x2 /2σ 2... (I.8) Keterangan : f(x) σ e x : Fungsi distribusi normal : Standar deviasi : Basis dari logaritma natural : Kesalahan data Fungsi I.8 merupakan fungsi distribusi normal yang dapat juga disebut fungsi probabilitas distribis normal. Suatu data yang terdistribusi normal apabila digambarkan menggunakan fungsi tersebut akan memiliki kurva fungsi distribusi data yang simetris seperti pada Gambar I.8.

22 Nilai fungsi distribusi 22 Nilai data Gambar I.8. Kurva fungsi distribusi normal (Ghilani, 2011) Gambar I.8 merupakan kurva distribusi normal, kurva distribusi normal akan memiliki bentuk yang simetris, akan mencapai puncak pada x sama dengan rata-rata dan terletak di atas sumbu x. Ruangan yang dibatasi daerah kurva dengan absisnya disebut daerah kurva normal. Luas daerah kurva normal biasa dinyatakan dalam persen atau proporsi. Sebuah data Uji Normalitas berfungsi untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Menurut Widjajanti (2011) suatu distribusi dari sejumlah variabel dapat dikatakan mendekati distribusi normal apabila memenuhi formulasikan kedalam persamaan berikut : P[ X S < μ < X + S] = 68,26%...(I.9) P[ X 2S < μ < X + 2S] = 95,44%...(I.10) P[ X 3S < μ < X + 3S] = 99,74%...(I.11) Keterangan : P : Nilai probabilitas X : Rata-rata data pengukuran S : Simpangan baku dari data pengukuran μ : Nilai parameter populasi ukuran (nilai data ukuran) Pada rumus I.8, I.9 dan I.10 menggunakan tingkat kepercayaan atau nilai probabilitas berbeda-beda. Contohnya pada rumus I.8 menggunakan tingkat kepercayaan 68,26%, hal tersebut berarti data terdistribusi normal apabila kira-kira 68% dari datanya terletak di dalam interval ( µ - σ ) dan ( µ + σ ). Hal tersebut juga berlaku pada rumus I.9 dan I.10 namun sesuai dengan nilai probabilitasnya. Semakin

23 23 kecil persentasi tingkat kepercayaan yang digunakan akan semakin ketat syarat pengujiannya. I Uji dua varian sampel. Uji perbandingan dua sampel dilakukan untuk menguji varian dua sampel yang berbeda. Uji ini menggunakan tabel distribusi Fisher dua sisi (Two-tailed). Pengujian bertujuan untuk mengevaluasi signifikansi perbedaan kepresisian sampel pertama dan kedua. Dalam penelitian ini, uji perbandingan dua varian sampel dilakukan pada koordinat hasil pengukuran modul GPS OEM dengan menggunakan antena quadrifilar helix dan antena microstrip. Pengujian dimaksudkan untuk mengevaluasi pengaruh antena quadrifilar helix terhadap kepresisian koordinat hasil pengukuran modul GPS OEM. Tahapan pengujian diawali dengan penyusunan hipotesis sebagai berikut untuk pengujian dua sisi (Ghilani, 2011) : H 0 : S 1 2 S 2 2 = 1 H a : S 1 2 S Pengujian statistik untuk menentukan penolakan hipotesis awal adalah sebagai berikut (Ghilani, 2011) : F = S 1 2 S2 atau F = S S2, F = 1 Sampel lebih besar Sampel lebih kecil..(i.12) Nilai distribusi F-hitung ditolak jika perbandingan varian aposteori yang dibandingkan memenuhi persamaan (Ghilani, 2011): F > F (α/2,v1,v2)...(i.13) Keterangan : S 1 2 : varian sampel data pertama S 2 2 v 1, v 2 F : varian sampel data kedua : derajat kebebasan (degree of fredom) : nilai distribusi Fisher

24 24 Dengan tingkat kepercayaan 95%, rentang interval konfidensi dapat dilihat pada tabel distribusi F sesuai dengan derajat kebebasan yang digunakan. Nilai derajat kebebasan adalah jumlah sampel dikurangi satu. I.9. Hipotesis Penelitian Penelitian ini membandingkan kepresisian hasil pengukuran modul GPS OEM menggunakan antena quadrifilar helix dan antena microstrip. Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Kepresisian hasil pengukuran modul GPS OEM menggunakan antena quadrifilar helix memiliki perbedaan kepresisian yang signifikan dibandingkan dengan antena microstrip. 2. Koordinat hasil pengukuran modul GPS OEM menggunakan antena quadrifilar helix memiliki perbedaan kepresisian yang lebih tinggi 0,766 m untuk setiap komponen dibandingkan dengan antena microstrip.

PERANCANGAN ANTENA HELIX PADA FREKUENSI 433 MHz

PERANCANGAN ANTENA HELIX PADA FREKUENSI 433 MHz PERANCANGAN ANTENA HELIX PADA FREKUENSI 433 MHz Disusun Oleh : BUDI SANTOSO (11411552) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK TELEKOMUNIKASI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA Jakarta,

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

Desain Antena Array Mikrostrip Tapered Peripheral Slits Pada Frekuensi 2,4 Ghz Untuk Satelit Nano

Desain Antena Array Mikrostrip Tapered Peripheral Slits Pada Frekuensi 2,4 Ghz Untuk Satelit Nano Seminar Tugas Akhir Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia 25 JUNI 2012 Desain Antena Array Mikrostrip Tapered Peripheral Slits Pada Frekuensi 2,4 Ghz Untuk Satelit Nano Oleh Widyanto Dwiputra Pradipta

Lebih terperinci

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TIPE POLARISASI MELINGKAR MENGGUNAKAN ANSOFT

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TIPE POLARISASI MELINGKAR MENGGUNAKAN ANSOFT STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TIPE POLARISASI MELINGKAR MENGGUNAKAN ANSOFT Denny Osmond Pelawi, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN 4.1. HASIL PENGUKURAN PARAMETER ANTENA Pada proses simulasi dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 24, yang dibahas pada bab tiga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Umum Antena adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara atau sebaliknya dari udara ke media kabel. Sistem Telekomunikasi

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) Global Positioning System (GPS) merupakan sebuah sistem navigasi satelit yang digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat pada permukaan bumi.

Lebih terperinci

: Widi Pramudito NPM :

: Widi Pramudito NPM : SIMULASI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BERBENTUK SEGIEMPAT DAN LINGKARAN PADA FREKUENSI 1800 MHZ UNTUK APLIKASI LTE MENGGUNAKAN SOFTWARE ZELAND IE3D V12 Nama : Widi Pramudito NPM : 18410009 Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

BAB IV PENGUKURAN ANTENA BAB IV PENGUKURAN ANTENA 4.1 METODOLOGI PENGUKURAN PARAMETER ANTENA Parameter antena yang diukur pada skripsi ini adalah return loss, VSWR, diagram pola radiasi, dan gain. Ke-empat parameter antena yang

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Telur (Egg) Dengan Slot Lingkaran Pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB)

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Telur (Egg) Dengan Slot Lingkaran Pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB) Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Telur (Egg) Dengan Slot Lingkaran Pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB) Fitria Kumala Trisna, Rudy Yuwono, ST.,MSc, Erfan Achmad Dahlan,Ir, MT Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz.

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz. TUGAS AKHIR TE 091399 Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz. Tara Aga Puspita NRP 2207100070 Dosen Pembimbing Eko Setijadi,ST.,MT.,Ph.D Ir.Aries

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015 Id paper: SM142

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015 Id paper: SM142 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015 335 Desain Antena Mikrostrip Omnidireksional menggunakan Material Polimida untuk Komunikasi Video pada PUNA (Pesawat Udara Nir

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN 3.1. UMUM Pada bagian ini akan dirancang antena mikrostrip patch segiempat planar array 4 elemen dengan pencatuan aperture coupled, yang dapat beroperasi

Lebih terperinci

Desain Antena Helix Dan Loop Pada Frekuensi 2.4 GHz Dan 430 MHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano

Desain Antena Helix Dan Loop Pada Frekuensi 2.4 GHz Dan 430 MHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 212) ISSN: 231-928X A-13 Desain Antena Helix Dan Loop Pada Frekuensi 2.4 GHz Dan 43 MHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano Muhammad Hasan Mahmudy, Eko Setijadi,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

Desain Antena Log Periodik Mikrostrip Untuk Aplikasi Pengukuran EMC Pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz

Desain Antena Log Periodik Mikrostrip Untuk Aplikasi Pengukuran EMC Pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Desain Antena Log Periodik Mikrostrip Untuk Aplikasi Pengukuran EMC Pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz Tara Aga Puspita [1], Eko Setijadi [2], M. Aries Purnomo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring

BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1. Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring Setelah memperoleh dimensi antenna yang akan dibuat, disimulasikan terlebih dahulu beberapa antenna

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik BAB II ANTENA MIKROSTRIP 2.1 Pengertian Antena Antena merupakan salah satu dari beberapa komponen yang paling kritis dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik akan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Broadband Wireless Access (BWA) merupakan suatu jaringan akses nirkabel pita lebar. Sedangkan yang disebut dengan broadband menurut standar IEEE 802.16-2004

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan

BAB II DASAR TEORI. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan BAB II DASAR TEORI 2.1 Antena Antena merupakan elemen penting yang terdapat dalam sistem telekomunikasi tanpa kabel (wireless). Pemilihan antena yang tepat, perancangan yang baik dan pemasangan yang benar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis,

BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis, BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Antena adalah elemen penting yang ada pada sistem telekomunikasi tanpa kabel (nirkabel/wireless), tidak ada sistem telekomunikasi wireless yang tidak memiliki antena. Pemilihan

Lebih terperinci

DESAIN ANTENA HELIX DAN LOOP PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 430 MHz UNTUK PERANGKAT GROUND STATION SATELIT NANO

DESAIN ANTENA HELIX DAN LOOP PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 430 MHz UNTUK PERANGKAT GROUND STATION SATELIT NANO DESAIN ANTENA HELIX DAN LOOP PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 430 MHz UNTUK PERANGKAT GROUND STATION SATELIT NANO Oleh Muhammad Hasan Mahmudy 2208 100 701 Dosen Pembimbing : 1. EkoSetijadi, ST, MT, Ph.D. 2.

Lebih terperinci

Desain Antena Helix Quadrifilar pada Frekuensi 2,4 GHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano

Desain Antena Helix Quadrifilar pada Frekuensi 2,4 GHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Desain Antena Helix Quadrifilar pada Frekuensi 2,4 GHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano Vivin Violita, Eko Setijadi, dan Gamantyo Hendrantoro

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661 A369 Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech I Gede Brawiswa Putra, Mokhamad Nur Cahyadi Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA Pengukuran terhadap antena dilakukan setelah antena dirancang. Pengukuran dilakukan untuk dua buah antena yaitu antena mikrostrip array elemen dan antena mikrostrip

Lebih terperinci

DESAIN ANTENA MIKROSTRIP RECTANGULAR GERIGI UNTUK RADAR ALTIMETER

DESAIN ANTENA MIKROSTRIP RECTANGULAR GERIGI UNTUK RADAR ALTIMETER DESAIN ANTENA MIKROSTRIP RECTANGULAR GERIGI UNTUK RADAR ALTIMETER Aries Asrianto Ramadian 1) 1) Magister Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti, Jakarta 1) aries.asrianto@gmail.com

Lebih terperinci

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, identifikasi masalah, perumusan masalah, spesifikasi alat, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika

Lebih terperinci

Desain Antena Helix Dan Loop Pada Frekuensi 2.4 GHz Dan 430 MHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano

Desain Antena Helix Dan Loop Pada Frekuensi 2.4 GHz Dan 430 MHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., () -6 Desain Antena Helix Dan Loop Pada Frekuensi.4 GHz Dan 43 MHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano Muhammad Hasan Mahmudy (), Eko Setijadi (), dan Gamantyo Hendrantoro

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) Pembahasan dasar teori GPS pada subbab ini merupakan intisari dari buku Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya oleh [Abidin, 2007] dan SURVEI

Lebih terperinci

DESAIN ANTENA TEKNOLOGI ULTRA WIDEBAND

DESAIN ANTENA TEKNOLOGI ULTRA WIDEBAND DESAIN ANTENA TEKNOLOGI ULTRA WIDEBAND PADA FREKUENSI 5.6 GHz Jodistya Wardhianto 1, Tito Yuwono 2 Fakultas Teknik Elektro, Universitas Islam Indonesia Jl Kaliurang KM 14.5 Yogyakarta, Indonesia 1 12524058@students.uii.ac.id

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz Iswandi, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Jl.

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI. Gbr. 2.1 Grafik Faktor Refleksi Terhadap. Faktor Refleksi

Bab II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI. Gbr. 2.1 Grafik Faktor Refleksi Terhadap. Faktor Refleksi BAB II DASAR TEORI 2.1 Antena 2.1.1 Faktor Refleksi Frekuensi kerja antena menunjukkan daerah batas frekuensi gelombang elektromagnetik yang mampu untuk ditransmisikan dan atau ditangkap oleh antena dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat saat ini dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan dan mengakibatkan perkembangan pada semua aspek kehidupan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR 7 BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR Bagian pertama dari sistem LIDAR adalah Global Positioning System (GPS). Fungsi dari GPS adalah untuk menentukan posisi (X,Y,Z atau L,B,h) wahana

Lebih terperinci

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI 425-890 MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) untuk jaringan WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) atau jaringan generasi ketiga (3G) dari GSM (Global System

Lebih terperinci

BAB III. PERANCANGAN ANTENNA YAGI 2,4 GHz

BAB III. PERANCANGAN ANTENNA YAGI 2,4 GHz BAB III PERANCANGAN ANTENNA YAGI 2,4 GHz 3.1 Perencanaan Suatu Antena Yagi Dari rumus-rumus antena yang diketahui, dapat direncanakan suatu antena yagi. Perancangan antena ini meliputi beberapa hal, diantaranya:

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 54 LAMPIRAN 1 Pengukuran VSWR Gambar 1 Pengukuran VSWR Adapun langkah-langkah pengukuran VSWR menggunakan Networ Analyzer Anritsu MS2034B adalah 1. Hubungkan antena ke salah satu port, pada Networ

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT 3.1. Pendahuluan Antena slot mikrostrip menggunakan slot berbentuk persegi panjang ini merupakan modifikasi dari desain-desain

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA SERTA APLIKASI ANTENA. OMNIDIRECTIONAL 2,4 GHz

BAB IV DATA DAN ANALISA SERTA APLIKASI ANTENA. OMNIDIRECTIONAL 2,4 GHz BAB IV DATA DAN ANALISA SERTA APLIKASI ANTENA OMNIDIRECTIONAL 2,4 GHz 4.1 Umum Setelah melakukan proses perancangan dan pembuatan antena serta pengukuran atau pengujian antena Omnidirectional 2,4 GHz,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Continuously Operating Reference Station (CORS) adalah sistem jaringan kontrol yang beroperasi secara berkelanjutan untuk acuan penentuan posisi Global Navigation

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan antenna saat ini semakin berkembang terutama untuk system komunikasi. Antenna adalah salah satu dari beberapa komponen yang paling kritis. Perancangan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Antena, CCTV, Crown Patch, Slot Lingkaran II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN. 2.1 Antena Mikrostrip

Kata Kunci: Antena, CCTV, Crown Patch, Slot Lingkaran II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN. 2.1 Antena Mikrostrip Perancangan Antena Mikrostrip Crown Patch Dengan Slot Lingkaran Untuk Aplikasi Cctv New 3000 Microwave Image Transmission System Dengan Frekuensi Kerja 2,4 GHz Feby Setyaji Saputro, Dwi Fadilla K., ST.,MT,

Lebih terperinci

Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP

Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP Fandy Himawan [1], Aad Hariyadi [2], Moch.Taufik [3] Program Studi Jaringan Telekomunikasi Digital,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz)

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz) STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz) Apli Nardo Sinaga, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz Ramli Qadar, Ali Hanafiah Rambe Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp & Fax. (0341) 554 166 Malang-65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBILKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI ANTENA MIKROSTRIP DAN WIRELESS LAN

BAB II DASAR TEORI ANTENA MIKROSTRIP DAN WIRELESS LAN BAB II DASAR TEORI ANTENA MIKROSTRIP DAN WIRELESS LAN Pada bagian ini menerangkan mengenai tinjauan pustaka atau teori dasar mengenai antenna dan gambaran umum tentang jaringan wireless. Dalam bab ini

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Antena Double Cross Dipole, Satelit NOAA,, WXtoImg.

ABSTRAK. Kata Kunci : Antena Double Cross Dipole, Satelit NOAA,, WXtoImg. ABSTRAK Pada saat ini terdapat banyak satelit penginderaan jauh yang beroperasi dengan masing-masing misi dan karakteristiknya. Salah satu diantaranya ialah satelit cuaca NOAA (National Oceanic and Atmospheric

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wireless dimana transmisi sinyal tanpa menggunakan perantara konduktor / wire.

BAB I PENDAHULUAN. wireless dimana transmisi sinyal tanpa menggunakan perantara konduktor / wire. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi radio, pengiriman dan penerimaan data dilakukan melalui transmisi ruang udara bebas. Sistem ini disebut juga sebagai teknologi komunikasi wireless

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP SLOT RECTANGULAR DUAL-BAND (2,3 GHz DAN 3,3 GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP SLOT RECTANGULAR DUAL-BAND (2,3 GHz DAN 3,3 GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP SLOT RECTANGULAR DUAL-BAND (2, GHz DAN, GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED Chandra Elia Agustin Tarigan, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1. Hasil Pengukuran Parameter Antena Dari simulasi desain antena menggunakan Ansoft HFSS v11.1, didapatkan nilai parameter antena yang diinginkan, yang selanjutnya difabrikasi

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp & Fax. (0341) 554 166 Malang-65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBILKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI BAB TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI.1 Pendahuluan Secara umum, antena adalah sebuah perangkat yang mentransformasikan sinyal EM dari saluran transmisi kedalam bentuk sinyal radiasi gelombang EM dalam

Lebih terperinci

BAB IV. Perancangan Dan Realisasi Antena Horn

BAB IV. Perancangan Dan Realisasi Antena Horn BAB IV Perancangan Dan Realisasi Antena Horn Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi doubleridged horn antena tanpa adanya aperture horn secara horisontal. Mulai dari perhitungan frekuensi,

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI ANTENA BROADBAND WIRELESS ACCESS (BWA) NOMADIC PADA PITA FREKUENSI

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MEANDER LINE UNTUK SISTEM TELEMETRI ROKET UJI MUATAN

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MEANDER LINE UNTUK SISTEM TELEMETRI ROKET UJI MUATAN PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MEANDER LINE UNTUK SISTEM TELEMETRI ROKET UJI MUATAN Muhammad Harry Bintang Pratama * danwahyul Amien Syafei ** Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. Antena adalah komponen pada sistem telekomunikasi nirkabel yang

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. Antena adalah komponen pada sistem telekomunikasi nirkabel yang BAB II ANTENA MIKROSTRIP 2.1 Umum Antena adalah komponen pada sistem telekomunikasi nirkabel yang berfungsi sebagai pengirim dan penerima gelombang elektromagnetik. Antena menjadi suatu bagian yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global untuk komunikasi bergerak digital. GSM adalah nama dari sebuah group

BAB I PENDAHULUAN. global untuk komunikasi bergerak digital. GSM adalah nama dari sebuah group Laporan Tugas Akhir-BAB I BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Global System for Mobile communication (GSM) adalah sebuah standar global untuk komunikasi bergerak digital. GSM adalah nama dari sebuah group

Lebih terperinci

ANTENA MIKROSTRIP MONOPOLE PITA LEBAR SEGI EMPAT UNTUK APLIKASI DVB-T

ANTENA MIKROSTRIP MONOPOLE PITA LEBAR SEGI EMPAT UNTUK APLIKASI DVB-T ISSN 1412 3762 http://jurnal.upi.edu/electrans ELECTRANS, VOL.13, NO.2, SEPTEMBER 2014, 161-166 ANTENA MIKROSTRIP MONOPOLE PITA LEBAR SEGI EMPAT UNTUK Ratna Nurvitasari, Tommi Hariyadi, Budi Mulyanti Departemen

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition. DAFTAR PUSTAKA 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons.2005. Analysis And Design Antena Theory Third Edition. 2. Pozar,DM. Mikrostrip Antenna. Proceeding of the IEEE,Vol 80.No : 1, January 1992 3.

Lebih terperinci

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY (LPDA) PADA RENTANG FREKUENSI MHZ

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY (LPDA) PADA RENTANG FREKUENSI MHZ DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY (LPDA) PADA RENTANG FREKUENSI 412-810 MHZ LAPORAN TUGAS AKHIR Ditulis untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma 3 oleh : ANA INGIN

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD 2.1. STRUKTUR DASAR ANTENA MIKROSTRIP Antena mikrostrip merupakan sebuah antena yang tersusun atas 3 elemen yaitu: elemen peradiasi (radiator), elemen substrat (substrate),

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1 Umum Dalam bab ini membahas tentang pengukuran antena mikrostrip patch rectangular yang dirancang, pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kinerja apakah antena yang

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

DASAR TELEKOMUNIKASI. Kholistianingsih, S.T., M.Eng

DASAR TELEKOMUNIKASI. Kholistianingsih, S.T., M.Eng DASAR TELEKOMUNIKASI Kholistianingsih, S.T., M.Eng KONTRAK PEMBELAJARAN UAS : 35% UTS : 35% TUGAS : 20% KEHADIRAN : 10% KEHADIRAN 0 SEMUA KOMPONEN HARUS ADA jika ada satu komponen yang kosong NILAI = E

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT 2.1 STRUKTUR DASAR ANTENA MIKROSTRIP Antena mikrostrip merupakan antenna yang tersusun atas 3 elemen : elemen peradiasi ( radiator ), elemen substrat ( substrate

Lebih terperinci

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ)

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ) STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ) Nevia Sihombing, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Egg Dengan Slot Rugby Ball yang Bekerja pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB)

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Egg Dengan Slot Rugby Ball yang Bekerja pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB) Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Egg Dengan Slot Rugby Ball yang Bekerja pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB) Fredrick Yohanes, Rudy Yuwono, ST.,MSc, Sigit Kusmaryanto,Ir, M. Eng. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang BAB II TEORI DASAR 2.1. PROPAGASI GELOMBANG Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang didesain untuk memancarkan sinyal

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Konfigurasi pengukuran port tunggal

Gambar 4.1 Konfigurasi pengukuran port tunggal BAB 4 ANALISA PENGUKURAN ANTENA HASIL PERANCANGAN 4.1 HASIL PENGUKURAN ANTENA Tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui karakteristik antena yang telah dibuat, sehingga bisa diketahui parameter-parameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Televisi pada dasarnya terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu, sisi penghasil sinyal yang disebut sebagai sisi studio, dan sisi penyaluran yang disebut

Lebih terperinci

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY Maria Natalia Silalahi, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit-satelit GPS beredar mengelilingi bumi jauh di atas permukaan bumi yaitu pada ketinggian sekitar 20.200 km dimana satelit tersebut berputar mengelilingi bumi

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOTYPE ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY FREKUENSI 2,76 GHz UNTUK APLIKASI ANTENA RADAR MARITIM

PERANCANGAN PROTOTYPE ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY FREKUENSI 2,76 GHz UNTUK APLIKASI ANTENA RADAR MARITIM PERANCANGAN PROTOTYPE ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY FREKUENSI 2,76 GHz UNTUK APLIKASI ANTENA RADAR MARITIM Akbar Satria Wardhana *), Yuli Christyono, and Teguh Prakoso Jurusan Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI 727.25 MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V. 1.6.2e Andi Azizah andiazizah_az@yahoo.co.id Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG - PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 9 dbi

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG - PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 9 dbi DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG - PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI 430-1000 MHz DENGAN GAIN 9 dbi LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 11 MICROWAVE ANTENNA. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super

BAB 11 MICROWAVE ANTENNA. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super BAB 11 MICROWAVE ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai antenna microwave desain, aplikasi dan cara kerjanya. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP. bahan substrat yang digunakan. Kemudian, menentukan bentuk patch yang

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP. bahan substrat yang digunakan. Kemudian, menentukan bentuk patch yang BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP 3.1 Pendahuluan Perancangan antena mikrostrip sangat bergantung pada spesifikasi antena yang di buat dan bahan atau substrat yang digunakan. Langkah awal

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY 3.1 UMUM Pada Tesis ini akan merancang dan fabrikasi antena mikrostrip array linier 4 elemen dengan pencatu berbentuk T untuk aplikasi WiMAX yang beroperasi di

Lebih terperinci

MODUL 3 GEODESI SATELIT

MODUL 3 GEODESI SATELIT MODUL 3 GEODESI SATELIT A. Deskripsi Singkat Geodesi Satelit merupakan cabang ilmu Geodesi yang dengan bantuan teknologi Satelite dapat menjawab persoalan-persoalan Geodesi seperti Penentuan Posisi, Jarak

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Desain Antena Microstrip dengan Tapered Peripheral Slits Untuk Payload Satelit Nano Pada Frekuensi 436,5 MHz Alan Sujadi (1), Eko Setijadi (2), dan Gamantyo

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

Dasar Sistem Transmisi

Dasar Sistem Transmisi Dasar Sistem Transmisi Dasar Sistem Transmisi Sistem transmisi merupakan usaha untuk mengirimkan suatu bentuk informasi dari suatu tempat yang merupakan sumber ke tempat lain yang menjadi tujuan. Pada

Lebih terperinci