BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para perempuan Tionghoa yang menjadi subjek penelitian ini memiliki
|
|
- Inge Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I believe in recognizing every human being as a human being--neither white, black, brown, nor red; and when you are dealing with humanity as a family, there's no question of integration or intermarriage. It's just one human being marrying another human being or one human being living around and with another human being. (El-Hajj Malik El-Shabazz) Para perempuan Tionghoa yang menjadi subjek penelitian ini memiliki beberapa alasan yang kuat ketika memutuskan untuk tetap bersedia melangsungkan upacara perkawinan mereka meskipun tanpa dihadiri oleh orangtua dari pihak perempuan. Pertama, karena mereka berpendapat bahwa perbedaan etnis bukanlah sebuah masalah yang cukup signifikan untuk dibahas di era kontemporer, dimana pembauran etnis Tionghoa dan pribumi telah terjadi dengan baik. Kedua, penting bagi mereka untuk menunjukkan otonomi mereka, bahwa pilihan mereka lebih berorientasi pada hal yang lebih esensial, yakni kualitas personal pasangan, daripada sekedar faktor atribusional yang hanya bersifat nominal seperti etnis. Sehingga, mereka sekaligus dapat melakukan upaya falsifikasi kepada orang-orang yang resisten terhadap mereka, bahwa sekalipun suami mereka adalah non-tionghoa, namun memiliki kualitas personal yang lebih baik daripada laki-laki Tionghoa dambaan orangtua mereka. Ketiga, karena faktor koersi, dimana keyakinan mereka telah memberikan cukup keberanian kepada mereka untuk kawin lari sebagai respon pertentangan terhadap kebijakan orangtua yang mengambil keputusan secara sepihak, tanpa membuka ruang diskusi (ANI1806P2, IDR1505P3, LN1505P3) Di sisi yang lain, para orangtua dari perempuan Tionghoa juga memiliki argumentasi dibalik resistensi yang mereka tunjukkan. Argumentasi-argumentasi 1
2 2 tersebut lebih bernuansa kultural sebagai hasil didikan dan pengajaran Konfusius yang mereka yakini. Pertama, menikah dengan pria Jawa akan membuat anak perempuan mereka kehilangan identitas etnis. Sei (marga atau nama keluarga) tak lagi akan abadi tersemat pada cucu mereka setelah anak perempuan mereka menikah dengan laki-laki Jawa. Kedua, referensi mengenai perkawinan Jawa dan Tionghoa sayangnya lebih banyak menunjukkan fakta negatif mengenai kualitas perkawinan yang melibatkan Tionghoa dan pribumi. Ketiga, resistensi merupakan representasi kekecewaan terhadap anak-anak perempuan mereka, yang alih-alih mengindahkan saran mereka untuk melakukan perkawinan homogami dengan sesama etnis Tionghoa, justru malah membela pria pribumi pilihan mereka, dan bahkan berani untuk kawin lari. Anak-anak dipandang tidak lagi memiliki tanggungjawab kultural untuk mempertahankan identitas sebagai seorang Tionghoa. Konfusius sangat menekankan pentingnya kualitas relasi (Confucianrelationism) dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Ia menjelaskan mengenai pentingnya peranan afeksi positif antara orangtua dan anak, sebagai komponen penting terjadinya kehidupan yang harmonis dan seimbang (yin-yang) pada keluarga Tionghoa. Pentingnya memastikan relasi orangtua dan anak, serta suami dan istri mencapai kualitas yang optimal merupakan bagian dari lima keutamaan Kardinal yang diajarkan oleh Konfusius. Anak harus tetap menjalankan fungsinya sebagai anak yang hormat kepada orangtua, seumur hidupnya (Hwang, 2006). Maka, paparan di atas, yang memotret perbedaan orientasi kultural yang dimiliki oleh dua generasi membuat prospek perkawinan antaretnis, khususnya pada etnis Tionghoa dan suku pribumi sangat rentan dibumbui dengan nuansa konflik (lihat Markus & Kitayama, 1991).
3 3 Konflik pada umumnya terjadi karena adanya prasangka yang muncul dari kedua belah pihak, baik prasangka dari suku pribumi terhadap etnis Tionghoa (Bachrun & Hartanto, 2000; Fischer, 2002; Herlijanto, 2004; Lan, 1998; Setianto, 2010; Sudjarwoko, 2008; Wibowo, 2000), maupun prasangka dari etnis Tionghoa terhadap suku pribumi. Carey (1984), dalam laporan penelitiannya mengenai persepsi masyarakat Jawa terhadap masyarakat Tionghoa, menulis bahwa sebagian besar kaum priyayi masyarakat Jawa memiliki keyakinan bahwa perkawinan antaretnis Tionghoa dan Jawa sebaiknya tidak dilakukan dengan alasan usia abu. Etnis Tionghoa dianggap memiliki abu yang lebih tua daripada abu suku Jawa, sehingga kualitas personal keturunan hasil perkawinan Tionghoa dan Jawa akan diprediksikan lebih cenderung identik dengan etnis Tionghoa. Bahkan beberapa masyarakat Jawa masih percaya bahwa perkawinan kaum pribumi dengan masyarakat Tionghoa adalah hal yang tabu karena dapat membawa kepada musibah besar. Kematian tragis putra mahkota Mangkunegara VIII, Gusti Kanjeng Pangeran Harya Raditya Prabukusuma, dipercaya terjadi karena keputusannya untuk menikah dengan seorang perempuan Tionghoa peranakan (Carey, 1984). Di sisi lainnya, masyarakat Tionghoa pun tidak kalah gencar memberikan prasangka mengenai pandangannya terhadap suku pribumi, terutama Jawa. Stigma tersebut sangat terasa dalam narasi fenomenologis yang diungkapkan oleh subjek pada penelitian ini, misalnya pandangan bahwa laki-laki Jawa yang suka memanfaatkan perempuan Tionghoa dan gegabah dalam mengelola harta (EFN1505P1.109), suka kawin lebih dari satu istri (EFN1505P1.109), dan miskin (ERW1206P ). Bahkan jika menelisik jauh ke belakang, pesimisme mengenai perkawinan Tionghoa dan pribumi, khususnya Jawa telah terlukis
4 4 dalam karya-karya sastra dalam bentuk roman yang ditulis oleh sastrawansastrawan peranakan Tionghoa pada awal abad ke duapuluh (Suryadinata, 1999). Namun demikian, tampaknya pandangan ini bergeser pada generasi yang melaksanakan perkawinan setelah era reformasi, dimana pembauran etnis Tionghoa dan pribumi gencar dilakukan. Ati (1999) mengkompilasi berbagai survey mengenai pandangan masyarakat tentang perkawinan Tionghoa dan Jawa yang hasilnya menjelaskan bahwa lebih dari 50% responden menyatakan cenderung lebih terbuka terhadap perkawinan Tionghoa dan Jawa. Artinya, ada kemungkinan bahwa perkawinan Tionghoa dan Jawa memang cenderung lebih diterima pada era saat ini. Perspektif tersebut pada dasarnya diakui, meskipun dikritisi oleh Maynard dan Merthens (1996). Sekalipun saat ini dunia telah memasuki gelombang keempat (The Fourth Wave) dimana arus teknologi informasi telah mengambil dominasi atas kehidupan manusia, dan seharusnya membawa manusia pada level kesadaran yang lebih tinggi mengenai multikulturalisme, namun apakah kekuatannya cukup mampu meredam kekuatan gelombang sebelumnya? Tingginya resistensi yang terjadi pada perkawinan antaretnis, termasuk pada pasangan Tionghoa-pribumi, membuat isu prospek relasi perkawinan menjadi penting untuk mendapatkan perhatian dari pelaku perkawinan antaretnis. Pasalnya, individu yang menjalani perkawinan antaretnis tidak hanya dituntut untuk mampu menyatukan perbedaan-perbedaan individual yang diakibatkan oleh efek distingsi etnis, namun juga bagaimana mereka dapat bekerja sama mengatasi resistensi yang ditunjukkan oleh publik, terutama orangtua dan elemen-elemen keluarga lingkar satu lainnya.
5 5 Penelitian yang dilakukan oleh Ati (1999) salah satunya mencatat mengenai sedemikian kompleksnya area konflik yang harus dialami oleh pasangan antaretnis Tionghoa dan Jawa. Area tersebut meliputi konflik pada level intrapersonal seperti konflik afeksional yang meliputi perbedaan cara mengungkapkan ekspresi kasih, kesetiaan dan hubungan seksual, perbedaan sifat dan karakter, serta pandangan hidup. Konflik-konflik pada level interpersonal diantaranya adalah tentang pembagian peran dalam rumah tangga, faktor ekonomi, kekuasaan dan komunikasi. Sedangkan pada level antarkelompok adalah mengenai relasi dengan keluarga besar dan hubungan sosial. Kompleksitas konflik tersebut menegaskan pentingnya bagi pasangan untuk dapat bekerjasama dalam berbagai segi. Manajemen konflik yang tidak berhasil diselesaikan dengan tepat akan cenderung membawa akibat adanya rasa kesepian yang mendalam yang dialami oleh pasangan suami-istri yang berasal dari dua budaya yang berbeda (Campfield, Choudhury, & Devine, 2009; Yum, 2003) Penelitian Fiske (2000) mengenai teori relasional komplementer menunjukkan tingginya urgensi bagi individu yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda untuk mampu bekerjasama secara komplementer dalam mengelola diversitas kultural secara kolaboratif, sehingga mampu membuat mereka lebih adaptif dalam mengelola konflik-konflik yang muncul dalam relasi. Ketidakmampuan dalam bekerja sama akan membuat pasangan cenderung gagal dalam memahami diversitas sebagai sebuah keniscayaan, dan terjebak dalam berbagai ekstrimisme kultural yang lebih condong mengarah pada salah satu pihak tertentu.
6 6 Munculnya level intergrup sebagai salah satu unit analisis pada penelitian ini, yakni terkait dengan relasi interdependen pasangan perempuan Tionghoa dan laki-laki Jawa terhadap lingkungan, khususnya orangtua, menunjukkan bahwa relasi perkawinan bukanlah relasi yang semata-mata bersifat diadik, namun metarelasional (lihat Fiske, 2012). Pasangan tidak hanya berfokus pada konflik-konflik pada area intra dan interpersonal, namun juga upaya mengatasi prasangka dan menunjukkan otonomi mereka. Pada perkawinan antaretnis Tionghoa dan Jawa, pentingnya perilaku yang interdependen dalam menghadapi konflik eksternal sangat berkaitan dengan orientasi masyarakat Tionghoa dan Jawa, yang mengedepankan harmoni sosial (Geertz, 1961; Magnis-Suseno, 2003; Yao & Ho, 1993). Maka, pasangan suami-istri yang memiliki latar belakang etnis yang berbeda dituntut memiliki skema relasional yang lebih kuat dan menonjol daripada skema individual. Skema relasional yang kuat cenderung membuat subjek penelitian mengetahui posisi relasinya dengan pasangan, serta posisi relasi mereka di tengah-tengah relasi yang lain (Baldwin, 1992). Pasangan yang memiliki skema relasional akan cenderung lebih mampu secara efektif menunjukkan upaya dalam bekerjasama dengan pasangan. Dengan situasi kontekstual yang dibumbui dengan konflik dengan orangtua dan lingkungan, dan dipertegas dengan hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa individu yang berasal dari etnis Tionghoa dikenal lebih cenderung memiliki asosiasi etnis yang kuat (Hariyono, 2006), cenderung memiliki motif berkuasa yang tinggi (Martaniah, 1982; Solomon, Knobloch & Fitzpatrick, 2004), dan cenderung memiliki perbedaan orientasi nilai-nilai sosial dengan suku pribumi (Ati, 1999; Hariyono,
7 7 1993; Hariyono, 2006), maka sejauhmana pasangan dapat bekerjasama secara interdependen merupakan kajian yang penting untuk dilakukan. Penelitian ini berfokus pada subjek yang spesifik, yakni perempuan Tionghoa yang menikah dengan pria Jawa. Penentuan ini didasarkan pada beberapa alasan. Pertama adalah mengenai tema identitas. Dengan sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal, perkawinan perempuan Tionghoa dengan laki-laki Jawa akan menimbulkan berbagai konflik identitas. Gugurnya sei atau nama keluarga pada generasi selanjutnya menjadi salah satu sorotan pada generasi sebelumnya yang dengan keras menentang dan tidak jarang menjadi akar konflik. Identitas menjadi objek kajian penting mengenai kerjasama yang bersifat interdependen pada perempuan Tionghoa yang menikah dengan laki-laki Jawa. Implikasi dari peleburan identitas tidak hanya berkutat pada atribut legal seperti marga. Lebih dari itu, identitas pada konteks perkawinan antaretnis juga menyoroti respon individu dalam menyingkapi perbedaan identitas etnis dann pelaksanaan ritus-ritus etnis diantara pasangan. Alasan kedua adalah mengenai kuasa relasional (relational power). Penelitian Solomon, Knobloch dan Fitzpatrick (2004) mengenai kekuatan relasi menunjukkan peranan kuasa (power) dalam mengarahkan individu pada kecenderungan salah satu pihak pada pasangan suami istri untuk melakukan dominasi terhadap pasangan. Penelitian Martaniah (1982) mengenai kecenderungan perempuan Tionghoa yang memiliki motif berkuasa yang tinggi mengesankan adanya kecenderungan efek bahwa perempuan Tionghoa memiliki dominasi yang tinggi atas rumah tangga yang dibangun. Di sisi yang lain, budaya Jawa mengajarkan bahwa suami adalah kepala keluarga, dan istri merupakan pihak yang dipercayakan untuk mengurusi hal-hal yang berbau
8 8 domestik atau yang disebut sebagai konco wingking (Ati, 1999; Magnis-Suseno; 2003). Bukti-bukti empirik yang kontradiktif ini membuktikan bahwa interdependensi dalam pertautan relasi kuasa juga merupakan isu krusial yang harus dicermati oleh pasangan pelaku perkawinan antaretnis (Bentley, Galliher, & Ferguson, 2007; Madsen, 2012). Ketidakmampuan dalam mengelola relasi kuasa akan membawa pasangan kepada kecenderungan tidak tercapainya titik ekuilibrium pada pasangan, dan aturan-aturan yang ambivalen dalam rumah tangga (Corra, Carter, Carter, & Knox, 2009; Chen, Fiske & Lee, 2009; Jacobson, 1986). Alasan ketiga berkaitan dengan penggunaan sumber daya. Para subjek penelitian memberikan narasi fenomenologis yang membuktikan bahwa prasangka etnis yang terkait dengan sumber daya memegang peranan penting dalam relasi perkawinan antaretnis Tionghoa dan Jawa (EFN1505P1; OTL1505P1; LN1505P3; ERW.1206P4; HWA1206P4). Prasangka etnis dari lingkungan terhadap pria Jawa yang menikah dengan perempuan Tionghoa pada umumnya terkait dengan persoalan sumber daya. Misalnya mengenai kemampuan manajemen keuangan (EFN1505P1, LN1505P3; HWA1206P4), pengatasnamaan surat kepemilikan harta (OTL1505P1; HWA1206P4), dan isu tudingan terhadap pihak laki-laki dalam memperkaya orangtua melalui harta istri (EFN1505P1). Kemampuan suami-istri dalam menunjukkan kerjasama yang bersifat interdependen dalam hal memanajemen sumber daya (resources) yang dimiliki juga menjadi sorotan yang penting dalam relasi perkawinan antaretnis Tionghoa-Jawa (Ji, 2011; Nelson, 2008; Tallman & Yin-Ling, 2004; Tichenor, 1999), mengingat tidak semua pasangan menerjemahkan perkawinan sebagai integrasi sumber daya dari keduabelah pihak (Lauer & Yodanis, 2007, 2011).
9 9 Hasil-hasil penelitian mengenai perkawinan antaretnis semakin banyak ditemukan seiring dengan semakin menjamurnya fenomena perkawinan antaretnis yang tejadi di Indonesia. Namun demikian, tampaknya pendekatan yang lebih sering digunakan oleh peneliti dalam mengkaji permasalahan perkawinan antaretnis adalah pendekatan antropologi (Hariyono, 2006; Lan, 1961), sejarah (Onghokham, 2009; Noordjanah, 2004), dan sosial-politik (Suryadinata, 1983, 1997). Penulis memandang, dibutuhkan upaya yang lebih sistematis dalam pendekatan multidisipliner untuk memahami masalah perkawinan antaretnis. Salah satu pendekatan yang penting dan belum banyak digunakan di Indonesia adalah pendekatan psikologi. Penelusuran psikologi dalam masalah perkawinan antaretnis banyak difokuskan pada identitas dan pengambilan keputusan pelaku perkawinan antaretnis (Lawskowski, 2006; McNickles, 2009; Orbe, 2004; Tichenor, 2005). Kebanyakan eksplorasi mengenai dinamika psikologis menggunakan pendekatan individu yang pada akhirnya hanya mengkaji salah satu pasangan. Padahal, pernikahan antaretnis merupakan representasi sebuah lembaga yang dikelola dengan sistem relasional yang bersifat intim (Fiske, 2012; Fiske & Haslam, 1996; Fiske & Haslam, 1997). Hal tersebut mengarahkan pada kesimpulan bahwa kajian psikologi untuk persoalan perkawinan antaretnis pada level individual dianggap kurang memadai. Maka, penulis mengambil pendekatan dengan mengkaji fenomena perkawinan antaretnis dengan pendekatan psikologi relasional. Hal ini penulis pandang relevan mengingat para pelaku perkawinan antaretnis pada umumnya mengalami resistensi yang bersumber dari keluarga dan lingkungan sosial terdekat. Artinya, perkawinan antaretnis merupakan jenis perkawinan yang
10 10 rentan mengalami problem-problem relasional (EFN1505P1, LN1505P3; HWA1206P4). Kondisi tersebut menyebabkan penelusuran jalur individu dengan memperhatikan kondisi lingkungan yang spesifik menjadi penting untuk dilakukan. Berkaitan dengan tema tersebut, maka pendekatan psikologi relasional yang berfokus pada manifestasi dan dinamika interdependensi merupakan pendekatan yang paling memungkinkan untuk menjelaskan mengenai relasi perkawinan antaretnis yang dalam penelitian ini spesifik pada etnis Tionghoa-Jawa. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan probematisasi masalah di atas, pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana manifestasi interdependensi pada relasi perkawinan perempuan Tionghoa dengan suami yang memiliki latar belakang etnis Jawa? 2. Bagaimana dinamika interdependensi pada relasi perkawinan perempuan Tionghoa dengan suami yang memiliki latar belakang etnis Jawa? C. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi manifestasi interdependensi pada relasi perkawinan perempuan Tionghoa dengan laki-laki Jawa. 2. Mengidentifikasi dinamika interdependensi pada relasi perkawinan perempuan Tionghoa dengan laki-laki Jawa.
11 11 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah dapat memberikan penjelasan teoritis mengenai manifestasi dan dinamika interdependensi pada pelaku perkawinan antaretnis, yang dalam penelitian ini mengusung seting yang spesifik, yakni pada perempuan Tionghoa yang menikah dengan laki-laki Jawa. Kehidupan masyarakat Tionghoa peranakan di Indonesia memiliki historisitas dan eksistensi yang unik. Maka, keputusan mereka untuk menjalani perkawinan dengan masyarakat pribumi telah menghasilkan sebuah deskripsi relasi perkawinan yang unik dan khas. Berpijak pada alasan tersebut, diharapkan penelitian ini memberikan sumbangsih berupa penjelasan-penjelasan teoritis yang berkaitan dengan interdependensi dengan seting indijenus di Indonesia. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah, diharapkan dapat menjadi bekal dalam penanganan relasi yang berkaitan dengan masyarakat Tionghoa dan pribumi. Mengingat komposisi bangsa Indonesia yang bersifat multikultural memberikan peluang yang besar terhadap terjadinya perkawinan antaretnis. Penelitian ini diharapkan menjadi pegangan yang mampu memberikan ulasan yang komprehensif bagi pelaku maupun pengamat perkawinan antaretnis. D. Orisinalitas Penelitian Penelitian dalam ilmu psikologi mengenai tema-tema interdepedensi dalam konteks perkawinan banyak mendapatkan perhatian dari para peneliti. Surra, Chandler dan Asmussen (1987) telah menaruh perhatian pada efek kehamilan di luar nikah pada pembentukan interdependensi pada pasangan. Penelitian dari Weiss (2000) lebih menyoroti kaitan antara interdependensi pada
12 12 proses pengasuhan pada anak. Sedangkan Mock dan Cornelius (2007) meneliti interdependensi pada pasangan lesbian. Namun demikian, kajian mengenai interdependensi dalam konteks pasangan antaretnis dengan memperhatikan aspek-aspek indijenus, nampaknya tidak banyak ditemukan. Tashima (1985), memang pernah meneliti mengenai interdependensi pada masyarakat Jepang di Amerika dengan menggunakan pendekatan indijenus, yang disebut sebagai amaeru. Namun demikian, ia lebih berfokus pada eksistensi etnis dalam domain ilmu antropologi, sehingga tidak menjadikan aspek-aspek mentalitas individual sebagai fokus penelitian. Beberapa peneliti lainnya telah menyelesaikan penelitian yang menjelaskan mengenai interaksi suku Jawa dan Tionghoa di Indonesia. Diantaranya adalah Pugiyanto (dikutip Ati, 1999) yang menceritakan mengenai pandangan favoritisme terhadap kelompoknya (in-group favoritism). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bagaimana etnis Tionghoa menganggap bahwa etnis Tionghoa (dari varians apapun) adalah yang paling baik, dan secara simultan tidak mengakui (0% dari total responden) bahwa etnis Jawa sebagai etnis terbaik. Penelitian ini juga menceritakan bagaimana perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang memiliki etnis yang sama. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Ati (1999) yang melaporkan bagaimana etnis Tionghoa yang menikah dengan pasangan yang berasal dari suku Jawa tidak mendapatkan dukungan sosial dari keluarga, bahkan sebaliknya mendapatkan kecaman. Haller dan Hadler (2006) mengkaji bagaimana relasi sosial sangat penting dalam menentukan kebahagiaan pasangan. Melalui penelitian survey, mereka menemukan dinamika mengenai peranan relasi dalam menciptakan kebahagiaan bagi pasangan. Relasi yang berkualitas memberikan efek yang bersifat dua arah,
13 13 baik internal dan juga eksternal. Relasi internal menunjukkan bagaimana atribut relasional memberikan kesejahteraan psikologis bagi individu, sedangkan sisi eksternal individu juga membangkitkan kemampuan untuk membangun jaringan sebagai bentuk dukungan sosial. Pada penelitian ini juga ditemukan bagaimana individu-individu yang telah menikah juga cenderung memiliki kualitas relasional yang lebih baik jika dibandingkan dengan individu yang belum menikah. Hal ini disebabkan oleh adanya kemampuan individu yang telah menikah dalam menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dari pengalaman masa lalunya. Smits (2010) juga yang melakukan penelitian di Yugoslavia mengenai perkawinan antar-etnis menemukan bahwa situasi konflik antar etnis yang terjadi di Yugoslavia membuka peluang bagi etnis-etnis untuk melakukan kontak sosial. Berdasarkan hasil survey terhadap anggota kedua etnis yang sedang berkonflik, ditemukan beberapa anggota yang melakukan perkawinan antaretnis. Namun demikian, hal ini justru menjadi determinan bagaimana bias antar kelompok dapat berkurang. Perkawinan antaretnis menjadi salah satu faktor yang mendorong menguatnya kohesivitas sosial yang ada di Yugoslavia. Michell (2010) juga telah melakukan penelitian mengenai seberapa besar etnis memegang peranan penting dalam menentukan kualitas relasi perkawinan pada para penduduk yang tinggal di Kanada, khususnya di Distrik Vancouver yang terdiri dari berbagai etnis, misalnya Britania, Amerika, dan juga Tionghoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etnis tidak menjadi penentu kualitas relasi perkawinan. Hal ini disebabkan oleh karena mayoritas responden memiliki waktu berkualitas dengan keluarga sehingga mereka memiliki sesi untuk bertukar pikiran mengenai hal-hal yang terjadi sepanjang hari. Hal yang lain yang mendorong tetap berkualitasnya relasi perkawinan mereka adalah karena
14 14 kesamaan paham sosial yang mereka miliki. Misalnya sekalipun orang Indonesia menikah dengan berbeda etnis, misalnya Tionghoa, tetap dianggap tidak menjadi masalah karena kedua etnis masih merupakan etnis dengan paham yang menganut relasionisme. Peneliti Eropa dan Amerika lebih menekankan pada kebahagiaan perkawinan yang bersifat personal (Crohan, 1992). Hal ini tidak lepas dengan kepercayaan aliran individualis yang menganggap bahwa kebahagiaan merupakan hasil raihan prestasi individu (Uchida, Norasakkunkit, & Kitayama, 2004). Sehingga sisi orisinalitas dari penelitian ini adalah tinjauan mengenai konsep kebahagiaan yang memperhitungkan budaya kolektivisme tipe relasionisme khas Asia yang berorientasi pada harmoni sosial pada pasangan yang memiliki identitas etnis yang berbeda, namun diharuskan interdependen dalam mencapai tujuan. Yuki (2003) bahkan secara gamblang menjelaskan mengenai karakteristik relasionisme pada masyarakat Asia ini merupakan kunci dari keterhubungan manusia yang satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan sampel dari masyarakat Jepang, Yuki (2003) menjelaskan bagaimana dualisme individualisme dan kolektivisme yang dikemukakan oleh Harry Triandis gagal menjelaskan fenomena keterhubungan relasi pada masyarakat Asia. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Asia tidak hanya sekedar berinteraksi atas dasar kolektivitas, namun lebih kepada relasi. Bretz (2000) menulis disertasi mengenai model interdependensi aktorpartner. Ia meneliti apakah tipe kelekatan ini, bersama dengan beberapa variabel independen lainnya seperti ancaman psikologis, strategi resolusi konflik dan gender terasosiasi dengan kualitas perkawinan, khususnya pada usia-usia awal
15 15 perkawinan. Penelitian yang dilakukan pada 92 pasangan suami-istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi kecemasan, konflik dan ancaman psikologis akan semakin menurunkan kualitas perkawinan. Kondisi tersebut terjadi baik pada subjek penelitian dengan tipe aktor maupun partner. JAWA TIONGHOA Orangtua Orangtua Saudara Laki-laki Perempuan Saudara Status Sosial Pekerjaan Agama Tingkat Pendidikan Anak-anak Keterangan: = Laki-laki = Perempuan = Etnis Jawa = Etnis Tionghoa = Fokus Penelitian Gambar 1.1. Genogram dan Posisi Fokus Penelitian
16 16 Sekalipun penelitian mengenai relasi perkawinan telah banyak dikaji, namun penelitian yang memilih dinamika interdependensi sebagai fokus penelitian dengan konteks perkawinan antaretnis sejauh ini jarang ditemukan. Sebagaimana ditampilkan pada gambar 1.1, penelitian ini berfokus pada manifestasi dan dinamika interdependensi pada relasi perkawinan antara perempuan Tionghoa dengan laki-laki Jawa. Penelitian yang dilakukan akan menitikberatkan pada relasi kedua individu dalam menjalani relasi perkawinan. Gambar 1.1 juga memperlihatkan bahwa relasi perkawinan Jawa dan Tionghoa tidak hanya bersifat diadik atau dua arah, namun lebih bersifat metarelasional. Relasi perkawinan pada perempuan Tionghoa dan laki-laki Jawa juga terkait dengan relasi mereka dengan orangtua masing-masing sebagai representasi relasi antarkelompok, dan juga aspek relasi dengan anak-anak, yang memberikan impresi bahwa fase transmisi kepada generasi selanjutnya terkait dengan penyatuan perbedaan etnis pada pasangan adalah penting. Merujuk kepada gambar 1.1, penelitian ini juga mencakup upaya-upaya yang mereka tempuh sehingga menciptakan nilai dan aturan bersama dalam perkawinan akan menghasilkan gambaran harmonisasi dalam rumah tangga, baik harmoni dengan pasangan dengan latar belakang suku yang berbeda, maupun dengan orangtua dan lingkungan. Sejauhmana mereka kesulitan meminimalisir perbedaan akan menghasilkan konflik dan upaya-upaya koping. Atribut-atribut psikodemografis seperti latar belakang pendidikan, agama, status sosial, dan pekerjaan merupakan aspek-aspek yang juga mewarnai pembentukan manifestasi dan dinamika interdependensi pada relasi perempuan Tionghoa yang menikah dengan pria Jawa.
DAFTAR ISI. BAB 1 PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Pertanyaan Penelitian C. Tujuan dan Manfaat D. Orisinalitas Penelitian...
ix DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv INTISARI...xv ABSTRACT... xvi BAB
Lebih terperinciStudi Fenomenologis: Dinamika Interaksi Identitas Sosial pada Pasangan Perkawinan Beda Etnis
& DAFTAR ISI fony EkoYulianto I Studi Fenomenologis: Dinamika Interaksi Identitas Sosial Pada Pasangan Perkawinan Beda Etnis Ika Febrian Kristiana SarahAndini Keterlibatan AYah, Tingkat Pendidikan, Jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan untuk masa selanjutnya (Desmita, 2012). Hurlock (2004)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa bayi dianggap sebagai periode vital karena kondisi fisik dan psikologis pada masa ini merupakan fondasi bagi perkembangan dan pertumbuhan untuk masa selanjutnya
Lebih terperinci2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. pada pelaku perkawinan beda agama. Pelbagai temuan dan refleksi atas temuan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini mencoba untuk mengurai dinamika persentuhan identitas sosial pada pelaku perkawinan beda agama. Pelbagai temuan dan refleksi atas temuan penulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah kepuasan perkawinan, ialah sesuatu yang merujuk pada sebuah perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna lebih luas daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis didalam keluarga dan masyarakat. Sayangnya, banyak yang tidak bisa memainkan peran dan fungsinya dengan baik
Lebih terperinciKOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.
KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri
Lebih terperinciPENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing
PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah menciptakan dengan sempurna sehingga realitas ini dicetuskan oleh Aristoteles pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah homo socius atau makhluk sosial (Berger & Luckmann, 1966).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo socius atau makhluk sosial (Berger & Luckmann, 1966). Berger & Luckmann (1966) menjelaskan bahwa sejak kelahirannya, manusia telah memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dukungan dan perhatian yang lebih dari orang di sekitar guna membantu remaja
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu membutuhkan dukungan dan perhatian yang lebih dari orang di sekitar guna membantu remaja menghadapi tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinci8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...
Identitas diri: 1. Jenis kelamin : Pria / Perempuan 2. Status pernikahan : Menikah / Tidak Menikah 3. Apakah saat ini Anda bercerai? : Ya / Tidak 4. Apakah Anda sudah menjalani pernikahan 1-5 tahun? :
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Proses pernikahan menjadi salah satu upaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat menciptakan dan mengembangkan kebudayaan sebagai tuntunan yang memandu kehidupan, sesuai dengan lingkungan sosial dan fisik di wilayahnya masing-masing.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.
Lebih terperinciPERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untukmemenuhi berbagai kebutuhan manusia tersebut dalam kehidupan seharihari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yaitu makhluk yang tidak dapat dipisahkan dari berbagai macam kebutuhan pokok terutama dari kebutuhan pokok yang dapat digunakan sebagai alat tukar
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan hubungan dengan manusia yang lain. Kebutuhan itu antara lain saling berkomunikasi, kebersamaaan, membutuhkan pertolongan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Meskipun telah ditetapkannya UU Republik Indonesia No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun kasus KDRT masih saja meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB VII RAGAM SIMPUL
BAB VII RAGAM SIMPUL Komunitas India merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sejak awal abad Masehi. Mereka datang ke Indonesia melalui rute perdagangan India-Cina dengan tujuan untuk mencari kekayaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,
Lebih terperinciBAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran
BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai simpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai
Lebih terperinciMANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA
MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA Penyusun Nama : Asteria Agustin NIM : D2C 007 012 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pertama Kedua
BAB V PENUTUP Bagian ini adalah bab final yang merangkum hasil penelitian tentang framing majalah Tempo terhadap representasi perempuan dalam pemberitaan skandal politik Anatsari Azhar. Penelitian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan, menikah jelas kaitannya dengan rumah tangga. Adapun kuliah hubungannya dengan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa
Lebih terperinci6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
50 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Berdasarkan analisis data penelitian yang dilakukan dengan teknik statistik, maka didapatkan hasil-hasil yang membantu peneliti dalam menjawab permasalahan dalam penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan hubungan yang diakui secara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan hubungan yang diakui secara agama dan sosial antara pria dan wanita. Dalam perkawinan terdapat hak dan kewajiban,
Lebih terperinciKONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR
KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Papalia (2008) menganggap pernikahan sebagai tugas perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan hal yang ingin dilakukan dan merupakan kebutuhan setiap orang. Papalia (2008) menganggap pernikahan sebagai tugas perkembangan individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun rumah tangga melalui perkawinan merupakan hal yang penting bagi sebagian orang. Untuk mewujudkan itu, salah satu yang harus dilakukan adalah memilih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan masyarakat terhadap kelompok berorientasi homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. Mayoritas masyarakat menganggap homoseksual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam batin seseorang (Damono, 2002: 1).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 me 2.1.1 Pengertian me Seligman (1991) menyatakan optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif dan mudah memberikan makna bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Tujuan perkawinan adalah mendapatkan kebahagiaan, cinta kasih, kepuasan, dan keturunan. Menikah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat menjadikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat menjadikan interaksi antar budaya tanpa terbatas ruang dan waktu. Hal ini tentunya meningkatkan pula peluang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di wilayah publik transseksual dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum, tabu, dan dosa. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan menjadi hal yang paling penting dalam fase kehidupan manusia. Tahapan ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki pasangan untuk menikah adalah harapan setiap individu. Pasangan adalah teman hidup di saat senang maupun susah, setiap orang mempunyai ekspektasi tersendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,
Lebih terperinci