PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT GABUNGAN CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH PENGHAMPARAN DENGAN JOB MIX FORMULA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT GABUNGAN CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH PENGHAMPARAN DENGAN JOB MIX FORMULA"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT GABUNGAN CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH PENGHAMPARAN DENGAN JOB MIX FORMULA Muthia Anggraini Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lancang Kuning Jl.Yos Sudarso Km.8 Rumbai-Pekanbaru thia.laziva@yahoo.com Abstrak Lapis perkerasan jalan pada sistem perkerasan lentur menggunakan material aspal dan material agregat. Material aspal digunakan sebagai bahan pengikat material agregat, dimana agregat didistribusikan sesuai dengan ukuran diameter partikelnya. Sebelum digunakan sebagai bahan campuran aspal, kedua material ini harus melewati pemeriksaan propertis mengikuti persyaratan dalam buku spesifikasi Dalam campuran beraspal, pada spesifikasi 2010 rancangan dan perbandingan campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang telah diberikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan gradasi agregat gabungan campuran AC-WC sebelum penghamparan (AMP) dengan Job Mix Formula, mengetahui perbandingan gradasi gabungan campurab AC-WC setelah penghamparan ( diambil dari belakang finisher ) dengan Job Mix Formula. Metode yang digunakan dengan cara analisa saringan, dan untuk evaluasi terhadap gradasi agregat gabungan dilakukan dengan extraction test, dengan menguraikan lagi gradasi agregat gabungan dalam campuran, dimana aspal sebagai bahan pengikat sudah lepas dari agregat. Terjadi perubahan gradasi antara sebelum penghamparan (AMP) dengan Job Mix Formula, angka deviasi yang didapat sebesar -3,11 %. Dan perubahan gradasi antara setelah penghamparan (dari belakang finisher) dengan Job Mix Formula, angka deviasi yang didapat sebesar -1,69 %. Kata kunci : Gradasi agregat gabungan campuran AC-WC, Spesifikasi 2010 Abstract Pavement road in flexible pavement systems using asphalt material and aggregate material. Asphalt material is used as a binder material aggregate, where the aggregate is distributed according to the size of the particle diameter. Before being used as a mixture of asphalt, the material must pass the inspection of properties follow the requirements in the specifications book In a mixture of asphalt, the 2010 draft specification and mixing ratio for the combined aggregate gradation must have within the boundaries that have been given. The purpose of this study was to compare the combined aggregate gradation mix AC - WC before paving( AMP ) with the Job Mix Formula, compare the combined gradation campurab AC - WC after paving ( taken from the rear finisher ) with the Job Mix Formula. The method used by means of sieving, and for the evaluation of the combined aggregate grading is done with extraction test, describing again the combined aggregate gradation in the mix, where the asphalt as a binder has been separated from the aggregate. There were changes in gradation between before paving ( AMP ) with the Job Mix Formula, figures obtained deviation of %. And changes in gradation between after paving ( from the rear finisher ) with the Job Mix Formula, figures obtained deviation of %. Keywords : The combined aggregate gradation mix AC - WC, 2010 Specifications

2 A. PENDAHULUAN Material aspal menjadi salah satu pilihan utama untuk dipergunakan sebagai lapis permukaan. Material tersebut mempunyai sifat plastis dan berada dalam keadaan baik dalam suhu normal, tetapi dalam suhu panas material tersebut akan melunak dan berkurang kepadatannya. Proses pencampuran antara material aspal dengan agregat kasar maupun halus dilakukan dalam suhu yang sangat tinggi. Ketika suhu menurun maka campuran beraspal tersebut akan mengeras dan membentuk suatu lapisan permukaan perkerasan.. Pada sistem perkerasan lentur, jalan terdiri dari beberapa lapis perkerasan. Lapis perkerasan ada 2 (dua) macam, yaitu lapis perkerasan tanpa bahan pengikat dan lapis perkerasan dengan bahan pengikat (aspal). Lapis perkerasan tanpa bahan pengikat difungsikan sebagai subbase course dan base course. Subbase course ditempatkan di atas subgrade, dan base course ditempatkan di atas subbase. Lapis perkerasan beraspal dapat difungsikan sebagai base course dan sebagai surface. Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak, karena tidak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga yang terjadi. Hal ini disebabkan rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berukuran lebih kecil. Agregat berperan penting dalam pembentukan lapis perkerasan, dimana daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat. Gradasi merupakan salah satu sifat agregat yang berpengaruh terhadap kualitas campuran aspal. Setiap jenis campuran aspal untuk lapisan perkerasan jalan mempunyai gradasi agregat tertentu. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat dengan menggunakan satu set saringan agregat. Dalam campuran beraspal, pada spesifikasi 2010 rancangan dan perbandingan campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang telah diberikan, yaitu batas atas dan batas bawah, dimana pada batas-batas gradasi tersebut memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap karakteristik campuran Laston. Semakin ke bawah garis gradasi suatu campuran agregat dalam rentang spesifikasinya, semakin kasar susunan agregatnya. Kondisi ini menghasilkan campuran yang dominan terdiri atas agregat kasar dengan sedikit agregat halus dan filler, begitu pula sebaliknya. Untuk mendapatkan campuran agregat yang baik diusahakan menjaga gradasi campuran agregat berada pada pertengahan rentang spesifikasinya. Gradasi tengah merupakan gradasi ideal yang terdiri atas campuran agregat kasar, agregat halus serta filler yang sesuai proporsinya dan memberikan pengaruh yang baik terhadap karakteristik Laston. Namun pada kenyataan di lapangan untuk mendapat kondisi gradasi campuran agregat yang ideal tidak mudah. Hal yang seringkali terjadi di lapangan, gradasi campuran agregat yang didapatkan berada di antara batas atas dan batas ideal serta di antara batas ideal dannbatas bawah. Untuk itu perlu diketahui perbandingannya antara gradasi sebelum dan setelah penghamparan dengan Job Mix Formula. Untuk memisahkan agregat dengan aspal dilakukan dengan cara extraksi test. Dengan mengkaji kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada perbedaan gradasi agregat, sehingga nantinya dapat menjadi acuan bagi orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi jalan, sehingga dapat dicarikan solusi penyelesaiannya. Untuk pengujian gradasi agregat dilakukan dengan pengujian analisa saringan.

3 B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Klasifikasi Agregat Agregat dapat diklasifikasikan menjadi (Sukirman, 2003) : 1. Berdasarkan Proses pengolahannya agregat yang dipergunakan dalam perkerasan lentur dapat dibedakan : a. Agregat alam, agregat yang dapat dipergunakan sebagai mana bentuknya di alam dengan cara sedikit proses pengolahan, yaitu pasir dengan ukuran partikel <1/4 inch tetapi lebih besar dari mm (saringan no.200), kerikil dengan ukuran partikel >1/4 inch (6.35). b. Agregat yang melalui proses pengolahan atau agregat yang melalui proses pemecahan terlebih dahulu supaya diperoleh bentuk partikel bersudut, diusahakan berbentuk kubus, permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik dan gradasi sesuai yang diinginkan. Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga ukuran partikel-partikel yang dihasilkan dapat terkontrol, berarti gradasi yang diinginkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. c. Agregat buatan, agregat yang merupakan mineral filler / pengisi (partikel dengan ukuran <0.075 mm), diperoleh dari terak hasil pencairan pabrik besi dan baja, pabrik semen dan pemecah batu. 2. Berdasarkan ukuran butiran agregat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu : A. Agregat Kasar Agregat kasar adalah butiran yang tertahan saringan No. 4 (4,75 mm). Fungsi agregat kasar dalam campuran aspal beton adalah : a. Memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling mengunci dari masingmasing agregat kasar dan tahanan suatu aksi perpindahan. b. Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan agregat kasar (kubus dan kasar). Agregat yang digunakan dalam pembuatan aspal beton adalah batu pecah atau kerikil dalam keadaan kering dengan persyaratan sebagai berikut : a. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin los angeles pada 500 putaran harus mempunyai nilai maksimum 40%. b. Kelekatan terhadap aspal harus lebih besar dari 95%. c. Indeks kepipihan agregat maksimum 25%. d. Peresapan agregat terhadap air maksimun 3%. e. Berat jenis semu agregat minimum 2,50. f. Gumpalan lempung agregat maksimum 0,25%. g. Bagian-bagian batu yang lunak dari agregat maksimum 5%. h. Fraksi agregat kasar untuk pengujian harus terdiri atas batu pecah dan halus. i. Disediakan dalam ukuran-ukuran nominal tunggal. Fraksi agregat kasar dalam petunjuk ini adalah agregat yang tertahan diatas saringan No.8 (2,38 mm). j. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh menggunakan agregat kasar kotor dan berdebu serta jumlah bahan lolos ukuran 0,075 mm tidak boleh lebih besar dari 1%. k. Agregat kasar harus bersih, keras, awet, bebas dari lempung atau bahanbahan lain yang tidak dikehendaki dan harus memenuhi persyaratan yang diberikan pada Tabel 3.1 Ketentuan Agregat Kasar spesifikasi 2010

4 B. Agregat Halus Agregat halus adalah butiran yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm) dan tertahan No. 200 (0,075mm). Fungsi agregat halus dalam campuran aspal beton adalah : a. Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat kasar dan untuk mengurangi rongga udara agregat kasar. b. Semakin besar tekstur permukaan agregat halus akan menambah stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan perkerasan jalan. c. Agregat halus pada saringan No. 8 sampai dengan saringan No. 30 penting dalam memberikan kekasaran yang baik untuk kendaraan. d. Pada gap graded, agregat halus saringan No. 8 sampai dengan saringan No. 30 dikurangi agar diperoleh rongga udara yang memadai untuk jumlah aspal tertentu sehingga permukaan gap graded cenderung halus. e. Agregat halus pada saringan No. 30 sampai dengan No. 200 penting untuk menaikkan kadar aspal, sehingga akan bertambah awet. Keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar dan halus penting agar diperoleh permukaan yang tidak licin dengan jumlah kadar aspal yang diinginkan. 2. Agregat Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk didalamnya antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90% - 95% dari berat total campuran. Agregat atau batuan didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan solid. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% - 85% agregat berdasarkan persentase volume ( Sukirman, 1999). Sifat dan bentuk agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga (Sukirman, 1999). 1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability). 2. Kemampuan dilapisi aspal yang baik, 3. Kemampuan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman. Tekstur permukaan berpengaruh pada ikatan antara batu dengan aspal. Tekstur permukaan agregat biasanya terdiri atas (Sukirman,1999) : a.licin. Agregat berbentuk bulat pada umumnya mempunyai permukaan yang licin, dan sering dijumpai disungai. Permukaan agregat yang licin menghasilkan daya penguncian antar agregat rendah, dan mempunyai tingkat kestabilan rendah. b. Kasar ( rough ). Permukaan agregat kasar mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan antar butir agregat kuat, sehingga lebih mampu menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Agregat yang berbentuk kasar adalah agregat berbentuk kubus, sehingga agregat ini mempunya stabilitas lapisan yang baik.

5 c.berpori (porous) Dibedakan atas berpori sedikit dan berpori banyak. Agregat berpori banyak mudah pecah, tingkat kekerasan rendah, dan terjadi degradasi. 3. Bentuk dan Struktur Agregat Bentuk dari agregat dapat berpengaruh terhadap kemampuan kerja (workability) dari pada pemadatan juga campuran lapis perkerasan dan jenis perkerasan. Bentuk partikel juga mempengaruhi kekuatan dari suatu lapis perkerasan selama masa layanan. Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut (Sukirman, 1999). Partikel agregat dapat berbentuk a. Bulat (rounded). Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh air sehingga umumnya bebentuk bulat. Partikel agregat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil dan lebih mudah tergelincir. b. Lonjong (elongated). Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai-sungai atau bekas endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya > 1.8 kali diameter rata-rata. Sifat interlocking nya hampir sama dengan yang berbentuk bulat. c. Kubus (cubical). Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu (stone crusher) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga memberikan interlocking / sifat saling mengunci yang lebih besar. Dengan demikian lebih tahan terhadap deformasi yang timbul. Agregat berbentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai bahan konstrusi perkerasan jalan. d. Pipih (flacky). Partikel agregat berbentuk pipih juga merupakan hasil dari mesin pemecah batu ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0.6 kali diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran, pemadatan, ataupun akibat beban lalu lintas. e. Tak beraturan (irregular). Partikel agregat yang tidak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebutkan diatas. 4. Lapis Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt Institute dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai dengan ukuran yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi

6 (filler) dan aspal (bitumen) sebagai pengikat. Ciri lainnya mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku. Menurut spesifikasi campuran beraspal Direktorat Jenderal Bina Marga edisi Desember 2006 maupun edisi November 2010, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base), dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 3,75 mm. Aspal yang dipergunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut (Sukrman, 1999) : 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan sesama aspal. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada dalam butir agregat itu sendiri. Fungsi utama aspal untuk kedua jenis proses pembentukan perkerasan yaitu proses pencampuran prahampar dan pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar aspal yang dicampur dengan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir-butir agregat, mengisi pori antar butir, dan meresap kedalam pori masing-masing butir. Pada proses pascahampar aspal mengisi pori-pori lapisan agregat. Untuk mendapatkan mutu aspal beton yang baik, dalam proses perencanaan campuran harus memperhatikan karakteristik campuran aspal beton, yang meliputi (Sukirman, 2003 ): a. Stabilitas Kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. b.keawetan atau durabilitas Kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. c. Kelenturan atau fleksibilitas kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. d. Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance) Kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadi kelelahan berupa alur dan retak. e. Kekesatan /tahanan geser ( skid resistance) Kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir ataupun slip. f. Kedap air ( impermeabilitas ) Kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. g. Mudah dilaksanakan ( workability) Kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan.

7 5. Analisa Saringan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butiran (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan mengggunakan saringan. Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam), maka volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang kecil, akan mengisi pori diantara butiran yang lebih besar, sehingga pori-porinya menjadi sedikit, dengan kata lain kemampatannya tinggi. 6. Ekstraksi Proses Ekstraksi merupakan proses pemisahan campuran dua atau lebih bahan dengan cara menambahkan pelarut yang bisa melarutkan salah satu bahan yang ada dalam campuran tersebut dapat dipisahkan. Rumus untuk menentukan kadar aspal hasil ekstraksi adalah sebagai berikut : A (E +D ) H= x100 (1) A Keterangan : H = kadar aspal sampel (%) A = Berat sample sebelum ekstraksi (gram) D = Berat masa dari kertas filter (gram) E = Berat samplesetelah ekstraksi (gram) Ada empat faktor penting yang secara dominan mempengaruhi laju ekstraksi: 1. Ukuran Partikel Semakin kecil ukuran solute, akan semakin mudah mengekstraksinya selain itu hendaknya ukuran butiran partikel tidak memiliki range yang jauh satu sama lain, sehingga setiap partikel akan menghabiskan waktu ekstraksi yang sama. 2. Pelarut (Solvent) Pelarut harus mempunyai selektivitas tinggi, artinya kelarutan zat yang ingin dipisahkan dalam pelarut harus besar, sedangkan kelarutan dari padatan pengotor kecil atau diabaikan. Dan viskositas pelarut sebaiknya cukup rendah sehingga dapat bersirkulasi dengan mudah. 3. Temperatur Dalam banyak kasus, kelarutan material yang diekstraksi akan meningkat dengan naiknya temperatur, sehingga laju ekstraksi semakin besar. Koefisien difusi diharapkan meningkat dengan naiknya temperatur untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi. 4. Agitasi fluida Agitasi fluida (solvent) akan memperbesar transfer material dari permukaan padatan ke larutan. Selain itu agitasi dapat mencegah terjadinya sedimentasi. Metode operasi leaching dengan sistem bertahap tunggal, bekerja dengan cara mengontakkan antara padatan dan pelarut sekaligus, dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemui dalam operasi industri, karena perolehan solute yang rendah.

8 Peralatan dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi adalah : 1. Peralatan a. Centrifuge Extractor. b. Saringan Ekstraksi atau Kertas filter. c. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. d. Oven. e. Talam. f. Baskom. 2. Bahan a. Campuran aspal mix design (Mix Design). b. Pertamax plus. Prosedur pelaksanaanya adalah sebagai berikut : 1. Menimbang sampel dan saringan ekstraksi sebelum melakukan ekstraksi aspal. 2. Meletakan mesin centrifuge extractor pada lantai dasar yang keras. 3. Melepaskan pengunci penutup centrifuge extractor lalu memasukan sampel dan bensin sebanyak 500 ml kemudian memasang saringan ekstraksi dan memasang penutup centrifuge ekstractor, serta menguncinya. 4. Menyalakan mesin centrifuge ekstractor dan mengulanginya hingga bersih atau jenuh. 5. Pada proses ke 4, bensin yang terakhir keluarkan yang sudah bersih atau jenuh ditadah di gelas ukur untuk digunakan pada sampel berikutnya. 6. Setelah selesai lalu, mengeluarkan sampel hingga bensinnya melayang atau habis. 7. Setalah itu didiamkan sampai dingin, lalu ditimbang beserta wadahnya. 8. Menghitung nilai kadar aspal. 9. Mengulangi prosedur tersebut untuk sampel berikutnya. C. DATA DAN ANALISIS DATA 1. Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Job Mix Formula Campuran AC-WC gradasi kasar yang nantinya dibandingkan dengan data yang telah diolah dilaboratorium yaitu data gradasi agregat yang didapat dari analisa saringan. 2. Teknik Penelitian Teknik penelitian yang digunakan adalah : a. Studi Literatur. Yaitu mencocokan perolehan data dilapangan dengan hasil Job Mix Design (JMF). Selanjutnya diaplikasikan dengan rumus-rumus yang sesuai yang diperoleh dari beberapa textbook yang berkaitan dengan ekstraksi kadar aspal. Dimana hasilnya disesuaikan dengan Spesifikasi Umum b. Observasi Lapangan. Bertujuan untuk mendapatkan data-data dari sampel yang akan diuji. Pengamatan yang dilakukan yaitu pengambilan aspal dari AMP, pengambilan aspal gembur dari belakang finisher. c. Test Laboratorium.

9 Untuk mendapatkan gradasi agregat dari hasil ekstraksi aspal, sampel yang didapat dilapangan diuji di laboratorium. 3. Tahapan Penelitian a. Persiapan bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini campuran AC-WC gradasi kasar dengan menggunakan Spesifikasi umum Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua), dan agregat yang digunakan dari quary Solok Sumatera Barat. b. Pengujian ekstraksi kadar aspal Selain untuk menentukan kadar aspal, ekstraksi ini fungsinya untuk memisahkan aspal dari agregat. Agregat setelah ekstraksi ini nantinya digunakan untuk perbandingan gradasi agregat. c. Pengujian analisa saringan Untuk mengetahui gradasi agregat dilakukan dengan melakukan pengujian analisa saringan 4. Analisi Data Evaluasi terhadap gradasi agregat gabungan dilakukan dengan extraction test, dengan menguraikan lagi gradasi agregat gabungan dalam campuran, dimana aspal sebagai bahan pengikat sudah lepas dari agregat. Agregat yang tanpa bahan pengikat tersebut sudah lepas satu sama lainnya, dikeringkan kemudian diayak di atas susunan saringan. Susunan ukuran saringan sama dengan ukuran saringan sewaktu membuat percobaan dalam menemukan gradasi agregat gabungan. Gradasi agregat campuran AC- WC dari AMP dibandingkan dengan gradasi agregat Job Mix Formula AC-WC gradasi kasar. Kemudian gradasi agregat dari finisher dibandingkan dengan gradasi agregat Job Mix Formula AC-WC gradasi kasar. Dari sini akan nampak perabandingan gradasi agregat sebelum dan setelah penghamparan dengan Job Mix Formula. Perbandingan gradasi agregat didapat dari hasil analisa saringan agregat setelah ekstraksi sebelum dan setelah penghamparan. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat dengan menggunakan satu set saringan agregat. Nilai yang didapat dimasukkan dalam kurva yang nantinya dibandingkan dengan gradasi gabungan dari Job Mix Formula D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Campuran AC-WC Sebelum Penghamparan (AMP). Sampel yang diambil adalah 6 sampel. Data hasil pengujian ekstraksi kadar aspal dari AMP dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan memasukkan ke dalam rumus ekstraksi, masing-masing sampel akan menghasilkan nilai kadar aspal. Dari keenam sampel diambil nilai ekstraksi rata-rata yang nantinya dibandingkan dengan kadar aspal JMF.

10 Tabel 1. Hasil Pengujian Ekstraksi Kadar Aspal Sebelum Penghamparan (AMP) N o Sample Kadar aspal Hasil Kadar aspal Deviasi (%) Tolerans i Spek Keteranga n Ekstraksi (%) JMF (%) (%) 1 Benda uji 5,57 5,56 0,01 ± 0, 3 Memenuhi -1 2 Benda uji 5,58 5,56 0,02 ± 0, 3 Memenuhi -2 3 Benda uji 5,53 5,56-0,03 ± 0, 3 Memenuhi -3 4 Benda uji 5,56 5,56 0,00 ± 0, 3 Memenuhi -4 5 Benda uji 5,49 5,56-0,07 ± 0, 3 Memenuhi -5 6 Benda uji 5,51 5,56-0,05 ± 0, 3 Memenuhi -6 Rata-rata 5,54 5,56-0,02 Kadar aspal rata-rata didapat 5,54%, kecil dari kadar aspal JMF yaitu 5,56% dengan deviasi -0,02%, tetapi masih masuk dalam toleransi kadar aspal yang disyaratkan dalam spesifikasi 2010 revisi 2 adalah ± 0,3%. Setelah dilakukan ekstraksi, agregat setelah ekstraksi diayak menggunakan analisa saringan untuk mendapatkan gradasi agregat. Jumlah persentase (%) agregat lolos saringan hasil ekstraksi dari benda uji yang diambil dari AMP dapat dilihat pada Gambar 1.

11 Gambar 1. Gradasi agregat % lolos saringan ekstraksi AC-WC dari AMP Dari Gambar terlihat bahwa persentase agregat lolos saringan hasil ekstraksi masih dalam batas nilai gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua) pada. Berbedanya persentase lolos saringan masing-masing sampel disebabkan oleh homogenitas campuran AC-WC pada saat pengujian. Berikut adalah Tabel rekapitulasi gradasi hasil ekstraksi dari AMP, dibandingkan dengan gradasi dari JMF. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pengujian Ekstraksi % Lolos Saringan AC-WC Dari AMP dengan JMF REKAPITULASI GRADASI EKSTRAKSI DARI AMP 1 Ukuran Saringan (mm) Satuan 19 12,5 9,53 4,76 2,38 1,19 0,6 0,3 0,14 2 % Lolos dari AMP % ,51 79,4 1 3 % Lolos Job Mix Formula % ,00 86,2 7 4 Spesifikasi Maks ,0 90,0 0 0 Gradasi Agregat Min ,00 72,0 0 47,3 8 49,7 9 63,0 0 43,0 0 33,1 24, ,11 21,1 9 39,1 25, ,0 19,0 0 0 Pada Tabel.2 diperlihatkan pada saringan 9,53 mm (saringan No.3/8 ) terdapat deviasi positif yang tertinggi yaitu + 6,86% terhadap gradasi JMF, sedangkan deviasi negatif yang tertinggi pada saringan 1,19 mm (saringan No.16) yaitu 3,13%. Secara keseluruhan penjumlahan semua deviasi tersebut menghasilkan deviasi total sebesar 3,11%. Hal ini disebabkan deviasi negatif lebih banyak dan lebih besar dari pada deviasi positif. Deviasi negatif terhadap gradasi JMF berarti kurva gradasi ekstraksi berada di atas gradasi JMF dan berada di bawah batas maksimum spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua). Terlihat perbedaan gradasi ekstraksi dari AMP dengan gradasi JMF yang menandakan terjadi perubahan gradasi menjadi lebih halus dari yang sebelumnya. Gambar perbandingan antara gradasi di AMP dengan gradasi JMF dang dengan batas atas dan batas bawah sesuai dengan spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua) dapat dilihat pada Gambar 2. Perbandingan ini memperlihatkan gradasi agregat setelah ekstrasi yang diambil dari AMP berada di atas garis JMF dan di bawah batas atas. Ini menandakan kalau garadasi agregat susunannya semakin halus. Faktor sumber daya manusia sering diakibatkan oleh sikap para operator sering mengabaikan pentingnya pengukuran dan kalibrasi gradasi gabungan di AMP. 18,0 8 16,4 6 19,1 0 13,0 0 0, ,0 11,19 7, ,8 8,66 6, ,5 13,0 10, ,00 6,00 4,00

12 Gambar 2. Gradasi agregat % lolos saringan ekstraksi AC-WC dari AMP dengan JMF Dari Gambar terlihat bahwa hasil gradasi ekstraksi masih dalam batas nilai gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua). 2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat AC-WC Setelah Penghamparan (Dari Belakang Finisher). Sampel yang diambil adalah 6 sampel. Data hasil pengujian ekstraksi kadar aspal dari belakang finisher dapat dilihat pada Tabel 3. Dengan memasukkan ke dalam rumus ekstraksi, masing-masing sampel akan menghasilkan nilai kadar aspal. Dari keenam sampel diambil nilai ekstraksi rata-rata yang nantinya dibandingkan dengan kadar aspal JMF. Dari hasil ekstraksi nantinya terjadi pemisahan agregat dengan aspal, dimana aspal sebagai bahan pengikat sudah lepas dari agregat. Agregat hasil ektraksi ini nantinya diayak sehingga didapat gradasinya.

13 N o Sampel Tabel 3. Hasil Pengujian Ekstraksi Kadar Aspal Finisher Kadar aspal Hasil Ekstraksi (%) Kadar aspal JMF (%) Deviasi (%) Tolerans i Spek (%) Keteranga n 1 Benda uji 5,47 5,56-0,09 ± 0,3 Memenuhi -1 2 Benda uji 5,43 5,56-0,13 ± 0,3 Memenuhi -2 3 Benda uji 5,56 5,56 0,00 ± 0,3 Memenuhi -3 4 Benda uji 5,42 5,56-0,14 ± 0,3 Memenuhi -4 5 Benda uji 5,38 5,56-0,18 ± 0,3 Memenuhi -5 6 Benda uji 5,55 5,56-0,01 ± 0,3 Memenuhi -6 Rata-rata 5,47 5,56-0,09 Kadar aspal rata-rata didapat 5,47%, kecil dari kadar aspal JMF yaitu 5,56% dengan deviasi -0,09%, tetapi masih masuk dalam toleransi kadar aspal yang disyaratkan dalam spesifikasi 2010 revisi 2 adalah ± 0,3%. Setelah dilakukan ekstraksi, agregat setelah ekstraksi diayak menggunakan analisa saringan untuk mendapatkan gradasi agregat. Jumlah persentase (%) agregat lolos saringan hasil ekstraksi dari benda uji di belakang Finisher dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Gradasi agregat % lolos saringan ekstraksi AC-WC di finisher

14 Dari Gambar terlihat bahwa persentase agregat lolos saringan hasil ekstraksi masih dalam batas nilai gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua). Nilai yang didapat mendekati batas minimum spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua) pada Tabel 3.3. Berbedanya persentase lolos saringan masing-masing sampel disebabkan oleh homogenitas campuran AC-WC pada saat pengujian. Berikut adalah Tabel rekapitulasi gradasi hasil ekstraksi dari finisher, dibandingkan dengan gradasi dari JMF. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Pengujian Ekstraksi % Lolos Saringan AC-WC Dari finisher dengan JMF REKAPITULASI GRADASI EKSTRAKSI DARI FINISHER 1 Ukuran Saringan (mm) Satuan 19 12,5 9,53 4,76 2,38 1,19 0,6 0,3 0,149 0,075 2 % Lolos dari finisher % ,21 78,48 49,83 33,37 24,01 17,83 14,24 10,48 6,68 3 % Lolos Job Mix Formula % ,00 86,27 49,79 31,11 21,19 16,46 12,85 8,66 6,11 4 Spesifikasi Maks ,00 90,00 69,00 53,00 40,00 30,00 22,00 15,00 10,00 Gradasi Agregat Min ,00 72,00 54,00 39,10 31,60 23,10 15,50 9,00 4,00 Pada Tabel.4 diperlihatkan pada saringan 9,53 mm (saringan No.3/8 ) terdapat deviasi posotif yang tertinggi yaitu + 7,79% terhadap gradasi JMF, sedangkan deviasi negatif yang tertinggi pada saringan 1,19 mm (saringan No.16) yaitu 2,82%. Secara keseluruhan penjumlahan semua deviasi tersebut menghasilkan deviasi total sebesar 1,69%. Hal ini disebabkan deviasi negatif lebih banyak dan lebih besar dari pada deviasi positif. Deviasi negatif terhadap gradasi JMF berarti kurva gradasi ekstraksi berada di atas gradasi JMF spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua). Terlihat perbedaan gradasi ekstraksi dari finisher dengan JMF dimana persentase lolos saringan agregat di finisher yang menandakan terjadi perubahan gradasi menjadi lebih halus dari yang sebelumnya. Perubahan gradasi pada ekstraksi finisher disebabkan karena degradasi agregat kasar menjadi halus akibat pelaksanaan pekerjaan di lapangan mulai dari proses keluarnya campuran aspal dari dum truk ke asphalt finisher dan proses blending ( pencampuran ) pada asphalt finisher. Gambar perbandingan antara gradasi di AMP dengan gradasi JMF dapat dilihat pada Gambar 4. Perbandingan ini memperlihatkan gradasi agregat setelah ekstrasi yang diambil dari finisher berada di atas garis JMF dan di bawah batas atas. Ini menandakan kalau garadasi agregat susunannya semakin halus.

15 Gambar 4. Gradasi agregat % lolos saringan ekstraksi AC-WC dari finisher dengan JMF Dari Gambar terlihat bahwa hasil gradasi ekstraksi masih dalam batas nilai gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua). E. KESIMPULAN Dari penelitian dan prmbahasan mengenai Perbandingan gradasi agregat gabungan campuran AC-WC sebelum dan setelah penghamparan dengan Job Mix Formula, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Terjadi perubahan gradasi antara sebelum penghamparan (AMP) dengan Job Mix Formula, angka deviasi yang didapat sebesar -3,11 % dimana nilai gradasi ekstraksi yang didapat masih masuk dalam batas nilai gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua). 2. Terjadi perubahan gradasi antara setelah penghamparan (dari belakang finisher) dengan Job Mix Formula, angka deviasi yang didapat sebesar -1,69 % dimana nilai gradasi ekstraksi yang didapat masih masuk dalam batas nilai gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua). Daftar Pustaka Ariawan, 2010, Pengaruh Gradasi Agregat Terhadap Karakteristik Campuran Laston, Jurnal Rekayasa Sipil Universitas Udayana, Denpasar. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010, Spesifikasi Umum Binamarga 2010 Revisi 2, Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta , Standar Nasional Indonesia. Metode Pengujian Kadar Aspal Dari Campuran Beraspal Dengan Cara Sentrifus, SNI Sukirman, S., 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya,Nova, Bandung. Sukirman, S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Bandung.

16 Utomo, R. Antarikso, 2008, Studi Komparasi Pengaruh Gradasi Gabungan di Laboratorium dan Gradasi Hotbin Asphalt Mixing Plant Campuran Laston AC-Wearing Course Terhadap Karakteristik Uji Marshal, Tesis, Program Magister Universitas Diponegoro, Semarang Wirahaji, I.B., 2011, Analisis Gradasi Agregat Gabungan Laston Binder Pada Ruas Jalan Simpang Tohpati-Simpang Sakah, Jurnal Program Studi Teknik Sipil, FT UNHI.

KAJIAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI PENGHAMPARAN DAN MIX DESIGN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (ACWC) GRADASI HALUS

KAJIAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI PENGHAMPARAN DAN MIX DESIGN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (ACWC) GRADASI HALUS KAJIAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI PENGHAMPARAN DAN MIX DESIGN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (ACWC) GRADASI HALUS Lusi Dwi Putri 1, Sugeng Wiyono 2, dan Anas Puri 3 1 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR PORI AGREGAT CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH EKSTRAKSI Muthia Anggraini 1, 1

PERBANDINGAN KADAR PORI AGREGAT CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH EKSTRAKSI Muthia Anggraini 1, 1 PERBANDINGAN KADAR PORI AGREGAT CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH EKSTRAKSI Muthia Anggraini 1, 1 Universitas lancang kuning Email : muthia@unilak.ac.id Abstrak Kehilangan hasil ekstraksi kadar aspal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton (Laston) Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS Praesillia Christien Ator J. E. Waani, O. H. Kaseke Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR ASPAL HASIL EKTRAKSI PADA CAMPURAN ASPAL AC-BC

PERBANDINGAN KADAR ASPAL HASIL EKTRAKSI PADA CAMPURAN ASPAL AC-BC ISSN 2407-733X E-ISSN 2407-9200 pp. 54-63 Jurnal Teknik Sipil Unaya PERBANDINGAN KADAR ASPAL HASIL EKTRAKSI PADA CAMPURAN ASPAL AC-BC Fitridawati Soehardi 1 1) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI CAMPURAN AC-WC GRADASI KASAR DENGAN CAIRAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN BENSIN

KAJIAN PERBANDINGAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI CAMPURAN AC-WC GRADASI KASAR DENGAN CAIRAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN BENSIN KJIN PERBNDINGN KDR SPL HSIL EKSTRKSI CMPURN C-WC GRDSI KSR DENGN CIRN EKSTRKSI MENGGUNKN BENSIN Fitridawati Soehardi 1, Sugeng Wiyono 2, dan rhan Wanim 3 1 Fakultas Teknik, Universitas Lancang Kuning

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh Departemen Pekerjaan umum adalah Asphalt Concrete - Binder

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 17 BABUI LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 1. Konstmksi perkerasan lentur ("fleksibel pavement"), yaitu perkerasan yang menggunakan

Lebih terperinci

KAJIAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI PENGHAMPARAN CAMPURAN AC-WC GRADASI KASAR DENGAN JOB MIX FORMULA

KAJIAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI PENGHAMPARAN CAMPURAN AC-WC GRADASI KASAR DENGAN JOB MIX FORMULA KJIN KDR SPL HSIL EKSTRKSI PENGHMPRN CMPURN C-WC GRDSI KSR DENGN JOB MIX FORMUL Muthia nggraini 1, Sugeng Wiyono 2, dan rhan Wanim 3 1 Teknik Sipil Universitas Lancang Kuning 2 dan 3 Program Pasca Sarjana

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG Lalu Heru Ph. 1) Abstrak Penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL M. Aminsyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Abstrak Dalam rangka peningkatan dan pengembangan

Lebih terperinci

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA M. Aminsyah 1 ABSTRAK Penyediaan material konstruksi jalan yang sesuai dengan persyaratan

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

BAB II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan BAB II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS Steward Paulus Korompis Oscar H. Kaseke, Sompie Diantje Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah salah satu konstruksi yang terdiri dari beberapa lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengaruh dan Kualitas Drainase Jalan Raya Drainase jalan raya adalah pengeringan atau pengendalian air dipermukaan jalan yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Secara umum struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur perkerasan kaku (Rigid Pavement).

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan Lampiran TA19. Contoh penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan jenis perkerasan dengan aspal sebagai bahan pengikat yang telah banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Menurut Sukirman, (2007), aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan raya dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan perkerasan lentur (flexible Pavement) dan pada perkerasan lentur terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1, Arys Andhikatama 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC Januardi 1) Abstrak Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL Harry Kusharto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG Fergianti Suawah O. H. Kaseke, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL Harry Kusharto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal,aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke badan jalan, supaya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1), Isyak Bayu M 2) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS Prylita Rombot Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS Miristika Amaria Pasiowan Oscar H. Kaseke, Elisabeth Lintong Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jalan Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada di permukaan tanah, diatas permukaan

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN: PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON LAPIS AUS GRADASI SENJANG Risky Aynin Hamzah Oscar H. Kaseke, Mecky M. Manoppo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natural Rubber Natural rubber (karet alam) berasal dari getah pohon karet atau yang biasa dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet mentah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Lentur Perkerasan lentur merupakan perkerasan jalan yang umum dipakai di Indonesia. Konstruksi perkerasan lentur disebut lentur karena konstruksi ini mengizinkan

Lebih terperinci

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4 STUDI KOMPARASI PENGARUH VARIASI PENGGUNAAN NILAI KONSTANTA ASPAL RENCANA TERHADAP NILAI STABILITAS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (HRSWC) TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan

Lebih terperinci

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU (BAGASSE ASH OF SUGAR CANE) SEBAGAI BAHAN PENGISI (FILLER) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS ATB (ASPHALT TREATD BASE) Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL ABSTRAK Oleh Lusyana Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC) PENGARUH PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC) Kiftheo Sanjaya Panungkelan Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan suatu lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut (Sukirman, S 1992) Lapisan perkerasan adalah konstruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan memberikan rasa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Aspal Beton Menurut Sukirman (1999) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci

LAPORAN LABORATORIUM PERKERASAN JALAN RAYA. Ditulis untuk Menyelesaikan. Mata Kuliah Laboratorium Perkerasan Semester V. Pendidikan Program Diploma IV

LAPORAN LABORATORIUM PERKERASAN JALAN RAYA. Ditulis untuk Menyelesaikan. Mata Kuliah Laboratorium Perkerasan Semester V. Pendidikan Program Diploma IV LAPORAN LABORATORIUM PERKERASAN JALAN RAYA Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Laboratorium Perkerasan Semester V Pendidikan Program Diploma IV Oleh: REZEKI FAJRI 1305131045 TPJJ 5A PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT STUDI PENGGUNAAN PASIR PANTAI BAKAU SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON JENIS HOT ROLLED SHEET (HRS) AKHMAD BESTARI Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN: PENGARUH JUMLAH KANDUNGAN FRAKSI BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS BERGRADASI HALUS Windy J. Korua Oscar H. Kaseke, Lintong Elisabeth

Lebih terperinci

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X KAJIAN CAMPURAN PANAS AGREGAT ( AC-BC ) DENGAN SEMEN SEBAGAI FILLER BERDASARKAN UJI MARSHALL Oleh: Hendri Nofrianto*), Zulfi Hendra**) *) Dosen, **) Alumni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah perkembangan jalan di Indonesia yang tercatat dalam sejarah bangsa adalah pembangunan jalan Daendles pada zaman Belanda, yang dibangun dari Anyer di Banten sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 135 STUDI PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL) CAMPURAN ASPAL PANAS JENIS HRS-BASE (STUDI KASUS PAKET KEGIATAN PENINGKATAN JALAN HAMPALIT PETAK BAHANDANG STA. 26+500 s.d.

Lebih terperinci

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji Abstract : Daerah Baturaja merupakan kawasan penghasil batu kapur yang ada

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK Lapis permukaan konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang paling besar menerima beban. Oleh sebab itu

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW) PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW) Vonne Carla Pangemanan Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Jalan Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda berulang, untuk itu perlu adanya lapis tambahan yang terletak antara tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terbentuknya Sejarah Menurut Soedarsono, (1985), menerangakan bahwa sejarah jalan pada hakekatnya dimulai dengan sejarah manusia. Saat mula pertamanya manusia mendiami bumi

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN: PENGARUH PERUBAHAN GRADASI DAN RATIO ANTARA PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO. #200 DENGAN BITUMEN EFEKTIF, TERHADAP BESARAN MARSHALL QUOTIENT PADA CAMPURAN ASPAL LATASTON Maria Rainy Lengkong Oscar H. Kaseke,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi

BAB II KERANGKA TEORITIS. terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Umum Perkerasan jalan (Road Pavement) merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya Sandro Carlos Paulus Kumendong Oscar H. Kaseke, Sompie Diantje Universitas Sam Ratulangi Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 Windi Nugraening Pradana INTISARI Salah satu bidang industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN: PENGARUH PERUBAHAN RATIO ANTARA PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO. #200 DENGAN BITUMEN EFEKTIF, TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LATASTON JENIS LAPIS PONDASI DAN LAPIS AUS Tri Utami Wardahni Oscar H.

Lebih terperinci

Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan

Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan Agregat By Leo Sentosa Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat merupakan butir butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal

Lebih terperinci

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan ICS 93.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

PENGARUH SIFAT FISIK AGREGAT TERHADAP RONGGA DALAM CAMPURAN BERASPAL PANAS

PENGARUH SIFAT FISIK AGREGAT TERHADAP RONGGA DALAM CAMPURAN BERASPAL PANAS Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.3, Februari 2013 (184189) PENGRUH SIFT FISIK GREGT TERHDP RONGG DLM CMPURN BERSPL PNS Fernando Rondonuwu O.H. Kaseke,.L.E. Rumayar, M.R.E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T. PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T. ABSTRAK Hot rolled sheet Wearing Course (HRS WC) adalah campuran lapis tipis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan suatu lapis perkerasan yang berada diantara permukaan tanah dengan roda kendaraan yang berfungsi memberikan rasa aman, nyaman dan ekonomis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam memenuhi kelancaran pergerakan lalu lintas. Perkerasan jalan yang digunakan pada saat sekarang

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1 DAFTAR ISI HALAMAN JIJDUL, EEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR,-,-, DAFTAR ISI v DAFTAR LAMPIRAN vn) DAFTAR TABEL jx DAFTAR GAMBAR x DAFTAR 1STILAH XI NTISARI x, BAB I PENDAHULUAN 1 1 1 Latar Belakang I 1.2

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR INTISARI

NASKAH SEMINAR INTISARI NASKAH SEMINAR PENGARUH VARIASI PEMADATAN PADA UJI MARSHALL TERHADAP ASPHALT TREATED BASE (ATB) MODIFIED MENURUT SPESIFIKASI BINA MARGA 2010 (REV-2) 1 Angga Ramdhani K F 2, Anita Rahmawati 3, Anita Widianti

Lebih terperinci

al akan lebih lama pada gradasi yang memadai/seharusnya.

al akan lebih lama pada gradasi yang memadai/seharusnya. BAB II TUNJAUAN PUSTAKA A. Pengaruh Agregat Kasar Terhadap Beton Aspal Fungsi dari agregat kasar pada campuran beton aspal secara umum adalah untuk memberikan stabilitas campuran dengan kondisi saling

Lebih terperinci

BAB VI AGREGAT. Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun

BAB VI AGREGAT. Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun BAB VI AGREGAT Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun komposisi lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil pengolahan (manufactured aggregate) maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahap tahap pekerjaan pemecahan pada crusher dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahap tahap pekerjaan pemecahan pada crusher dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pemecah Batu (stone crusher) Agregat yang digunakan dalam campuran aspal dapat diambil dari alam (quarry) yang berupa pasir, kerikil atau batuan. Kadang batuan dari alam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Dalam penelitian ini tipe stone crusher yang digunakan adalah tipe stone crusher jaw to jaw yang banyak dan sering digunakan di lapangan dimana jaw pertama sebagai crusher primer

Lebih terperinci

ANALISIS KORELASI ANTARA MARSHALL STABILITY DAN ITS (Indirect Tensile Strength) PADA CAMPURAN PANAS BETON ASPAL. Tugas Akhir

ANALISIS KORELASI ANTARA MARSHALL STABILITY DAN ITS (Indirect Tensile Strength) PADA CAMPURAN PANAS BETON ASPAL. Tugas Akhir ANALISIS KORELASI ANTARA MARSHALL STABILITY DAN ITS (Indirect Tensile Strength) PADA CAMPURAN PANAS BETON ASPAL Tugas Akhir Guna melengkapi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agregat Pipih Agregat pipih yaitu agregat yang memiliki dimensi lebih kecil dari 0,6 kali rata-rata dari lubang saringan yang membatasi ukuran fraksi partikel tersebut. Suatu partikel

Lebih terperinci