BAB II TINJUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ADAT. dikemukakan oleh Snocuk Hurgronje dalam bukunya yaitu De Atjehers dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ADAT. dikemukakan oleh Snocuk Hurgronje dalam bukunya yaitu De Atjehers dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ADAT A. Pengertian Umum tentang waris Adat Hukum Adat merupakan terjemahan dari istilah Belanda yaitu Adat-Recht dikemukakan oleh Snocuk Hurgronje dalam bukunya yaitu De Atjehers dan dipakai pula oleh Van Vollenhoven yang menuis buku atau pokok tentang hukum adat dalam 3 jiid yaitu Het-Adar-Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda). 27 Hukum Waris Adat mengatur proses penerusan dan peralihan harta, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris pada waktu masih hidup dan atau setelah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dari dua pendapat di atas juga terdapat suatu kesamaan bahwa, hukum waris adat yang mengatur penerusan dan pengoperan harta waris dari suatu generasi keturunannya. Hal ini menunjukkan dalam hukum adat untuk terjadinya pewarisan haruslah memenuhi 4 unsur pokok, yaitu : (1) Adanya Pewaris; (2) Adanya Harta Waris; (3) Adanya ahli Waris; dan 27 Iman Hidayat, Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar,Yogyakarta,Liberty,1998, hal 1

2 (4) Penerusan dan Pengoperan harta waris. Hukum waris adat Istilah waris di dalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia. Hukum waris adat tidak sematamata hanya akan menguraikan tentang waris dalam hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu. 28 Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikkannya dari pewaris kepada ahli waris. Hukum waris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya. 29 Istilah Hukum Adat dalam Perundang-undangan yaitu : 1. Dalam Algemene Bepalingen Van Wetgeving= Ketentuan-ketentuan dalam Perundang-undangan, Memakai pasal 11 dengan istilah Godsdienstige Wetten, Volksinstellingen En Gebruiken (Peraraturanperaturan Keagamaan, Lembaga lembaga Rakyat dan Kebiasaankebiasaan) Dalam R.R 1854 pasal 75 ayat 3 yaitu Peraturan-peraturan Keagamaan,Lembaga-lembaga dan Kebiasaan-kebiasaan. 28 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat,Bandung;Citra Aditya Bakti,2003, hal 7 29 Ibid, hal 8 30 Ibid, hal 9

3 3. Dalam Indische Staatsregeling yaitu Peraturan Hukum Negara Belanda seperti Undang-undang Dasar bagi Hindia Belanda pasal 128 ayat 4 yaitu Instellingen Des Volks (lembaga-lembaga dari rakyat). 4. Dalam Indische Staatsregeling pasal 131 ayat 2,sub B yaitu Met Hunne Godsdiensten en Gewoonten Samenhangende Recht Regelen yaitu Aturan Aturan hukum yang berhubungan dengan Agama dan Kebiasaankebiasaan Mereka. 5. Dalam R.R 1854 pasal 78 ayat 2 yaitu Godsdienstige Wetten en Oude Herkomsten yaitu PeraturanKeagamaan dan Naluri- naluri). 6. S.1929 Nomor 221jo.nomor 487: Adat Recht. Berikut beberapa pengertian hukum waris adat menurut para ahli : Menurut Van Den Berg hukum adat adalah orang yang mengemukakan sebuah teori sehingga megakibatkan kekeliruan dalam pengertian, dalam praktek dan dalam perundang-undangan pada bagian kedua abad yang lampau,bahkan pada permulaan abad ini dengan teori nya bernamareceptio in complexu. Menurut teori ini istilah adat istiadat dan hukum suatu golongan masyarakat adalah resepsi. 31 Tetapi pendapat dari van den berg ditentang keras oleh Snouck Hurgronje dan van Vollenhoven. Menurut Snouck Hurgronje tidak semua bagian hukum agama diterima diresepsi, dalam hukum adat, hanya beberapa bagian saja yang dipengaruhi oleh hukum islam. 31 Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat,Jakarta:Pradya Pramita,1986 hal 4

4 Bagian yang dipengaruhi oleh hukum islam yaitu : a. Hukum keluarga b. Hukum waris c. Hukum perkawinan Hukum perkawinan yang terdiri dari agama yaitu innerlijke belevenis yaitu suatu kepercayaan dan kehidupan batiniah dengan ketentuan yang mempunyai sifat yang mutlak. Tetapi pendapat Snouck Hurgronje dibantah oleh Ter Haar, menurut pendapat Ter Haar hukum waris tidak dipengaruhi oleh islam, tetapi tetap asli, sebagai contoh pada Masyarakat Minangkabau hukum waris tetap asli yaitu suatu himpunan norma-norma yang cocok dengan susunan dan struktur masyarakat dan alam minagkabau. Dengan kata lain hukum adat masih mempunyai unsur-unsur keagamaan,walaupun pengaruh agama tidak begitu besar dan hanya dibeberapa daerah saja. 32 Tetapi sangat sulit untuk memberikan definisi tentang hukum waris adat karena hanya mengemukakan beberapa kata,keseluruhan pengertian, sifat dan hakikat yang dimaksud. Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan oleh pemiliknya dari 32 Ibid, hal 6

5 pewaris kepada ahli waris. Hukum ini sesungguhnya adalah hukum penerusan serta mengoperkan harta kekayaan dari sesuatu generasi kepada keturunannya. 33 Dengan demikian, hukum waris itu memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para ahli warisnya. Menurut Wirjono : Pengertian warisan ialah, bahwa warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. 34 Jadi warisan menurut Wirjono adalah cara penyelesaian hubungan hukum dalam masyarakat yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seorang manusia, di mana manusia yang wafat itu meninggalkan harta kekayaan,istilah warisan diartikan sebagai cara penyelesaian bukan diartikan bendanya. Kemudian cara penyelesaian itu sebagai akibat dari kematian seseorang. Menurut Iman Sudiyat : Hukum waris adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerus / pengoperan dan peralihan /perpindahan harta kekayaan materiil dan immateriil dari generasi ke generasi. 33 Soerojo Wignojadipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukun Adat,Jakarta,1988, hal Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia,Jakarta, 2012 hal 259

6 Hal yang penting dalam masalah warisan ini adalah bahwa pengertian warisan itu memperlihatkan adanya tiga unsur yang masing-masing merupakan unsur yang esensial (mutlak), yakni: 1. Seorang peninggal warisan yang pada saat wafatnya meninggalkan harta kekayaan. 2. Seorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan ini. 3. Harta warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan in concreto yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli waris itu. Hukum waris adat itu mempunyai corak dan sifat-sifat tersendiri yang khas Indonesia, yang berbeda dari hukum Islam maupun hukum barat. Sebab perbedaannya terletak dari latar belakang alam pikiran bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dengan masyarakat yang Bhineka Tunggal Ika. Latar belakang itu pada dasarnya adalah kehidupan bersama yang bersifat tolong menolong guna mewujudkan kerukunan, keselarasan dan kedamaian di dalam hidup. 1. Hukum Waris Berdasarkan Adat Istilah waris di dalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia. Hukum waris adat tidak sematamata hanya akan menguraikan tentang waris dalam hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu.

7 Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikkannya dari pewaris kepada ahli waris. Hukum waris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya. 2. Hukum waris menurut KHI Berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku II tentang hukum kewarisan Pasal 171 butir a, yang dimaksud dengan: Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.. Maka hukum waris menurut KHI mencakup ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Ketentuan yang mengatur siapa pewaris 2. Ketentuan yang mengatur siapa ahli waris 3. Ketentuan yang mengatur tentang harta peninggalan 4. Ketentuan yang mengatur tentang akibat peralihan harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris.

8 3. Hukum waris menurut KUHPerdata Dalam KUHPerdata hukum waris diatur pada buku II, jumlah Pasal yang mengatur hukum waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari Pasal 830 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1130 KUHPerdata. Dalam KUHPerdata tidak ditemukan pengertian hukum waris, tetapi yang ada hanya konsep-konsep tentang pewarisan, orang yang berhak dan tidak berhak menerima warisan 35. Jadi jelaslah bahwa kematian seseorang tersebut merupakan syarat utama dari terjadinya pewarisan dalam KUHPerdata. Dengan meninggalnya seseorang tersebut maka seluruh harta kekayaannya beralih kepada ahli waris. Pada asasnya dalam konsep KUHPerdata, yang dapat diwariskan hanya hak-hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja. Terjadinya pewarisan (warisan terbuka) dapat dilihat dari Pasal 830 BW yang menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. 36. B. PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT Hukum Waris Adat menurut Ter Haar(1960) adalah aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan penerusan dan peralihan harta warisan baik yang berwujud ataupun tidak berwujud. Menurut Soepomo(1986) Hukum Waris Adat yaitu memuat peraturan yang mengatur proses melanjutkan harta benda baik yang berwujud atau tidak berwujud. 35 Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Jakarta : Sinar Grafika, hal Henny Tanuwidjaja, Hukum Waris menurut BW,Bandung : Refika Aditama, hal 2

9 Perkembangan hukum waris Adat yaitu muncul pada harta bersama dan hak mewariskan kepada anak perempuan yang didapat pada masyarakat pariental, dan kedudukan ahli waris sebelum indonesia merdeka yaitu mereka yang memiliki hubungan darah dengan pewaris 37. Dengan adannya pendapat bahwa yang tidak mempunyai hubungan ahli waris bukan merupakan ahli warisnya. Setelah keluarnya putusan Mahkamah Agung pada tanggal 23 Oktober 1957 No 130/SIP/1957, Mahmakamah Agung menetapkan bahwa janda dari pewaris beserta anak-anaknya berhak atas warisan ayahnya. 38 Dan pada perkembangan zaman janda semakin diakui sebagai ahli waris dengan Putusan Mahmakamah Agung No 387 K/SIP/1958 yang berisi bahwa juga memiliki hak waris yang hanya separuh harta gono-gini suaminya. Didalam Hukum Waris Adat yaitu hukum yang lahir dan berkembang didalam masyarakat dan mempunyai bentuk dan sifat yang tidak tertulis dan sesuai dengan perkembangan zaman status kewarisan hukum adat juga mengalami perkembangan dan perubahan pada bentuk pelaksaanannya terdapat beberapa faktor perkembangan nya yaitu dengan adanya pengaruh ajaran agama dan juga pengaruh putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perkara waris adat yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia dengan pokok permasalahan yang sama akan tetapi mempunyai putusan yang berbeda-beda. 37 Subekti,Trusto.Hukum Waris Adat edisi Ke Dua,Jakarta:2013, hal Ibid,hal 19

10 1. Perkembangan Hukum Waris Adat Dengan Adanya Putusan Mahkamah Agung a. Ahli Waris Ahli Waris adalah mereka yang memeliki hubungan darah dengan Ahli waris atau mempunyai satu keturunan baik untuk anak laki-laki akan tetapi pada masayarakat karo pembagian warisan hanya diberikan kepada anak laki-laki saja dan dengan keluarnya Putusan Mahkamah Agung No 179/SIP/1961 menetapkan bahwa bahwa anak perempuan dan anak lelaki dari seorang peninggal warisan bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti, bahwa bagian anak lelaki sama dengan bagian anak perempuan. Yang dimaksud dengan ahli waris sebelum kemerdekaan adalah mereka yang memiliki hubungan darah dengan pewaris. Dengan demikian pengertian ahli waris selalu dikaitkan dengan hubungan darah. Akibatnya janda bukan menjadi ahli waris karena tidak mempunyai hubungan darah dengan suaminya. Tetapi MA dengan keputusannya 23 Oktober 1957 No.130 K/Sip/1957 menetapkan bahwa janda dari pewaris dengan anak-anak bersama-sama berhak atas harta warisan almarhum suaminya. Meskipun MA belum menggunakan istilah ahli waris bagi seorang janda namun di sini terlihat perkembangan dalam hukum waris adat khususnya tentang kedudukan seorang janda. Menurut putusan ke III dari Raad Yustisi Jakarta dahulu, tanggal 17 Mei 1940 bahwa barang pusaka jatuh kepada silsilah ke bawah. Apabila peninggal

11 harta tidak punya anak maka harta kembali ke tangan silsilah famili, dengan kata lain istri tidak dapat atau tidak berhak atas warisan tersebut. 39 Kemudian pada tahun 1958 MA menetapkan bahwa janda memiliki hak mewarisi separuh harta gono-gini dengan keputusannya tanggal 25 Februari 1958 No. 387 K/Sip/1958. Kemudian status janda sebagai ahli waris dari almarhum suaminya ditetapkan MA pada tahun Keputusan MA tersebut menunjukkan perkembangan menguatnya kedudukan janda dalam keluarga. Daerah Yogyakarta. Di daerah Yogyakarta seorang janda juga mengalami perkembangan dan mewarisi harta dari suaminya. Bahkan para istri mempunyai kedudukan yang sederajat dengan anaknya ketika suaminya meninggal. Bahkan sekarang banyak orang mengasuransikan jiwanya jika yang menjadi tertanggung adalah suami, di dalam polis yang di tunjuk sebagai orang yang akan memperoleh keuntungan adalah ahli warisnya yang tidak lain adalah anak dan istrinya.. Dan jika harta warisan tersebut berupa uang simpanan uang (deposito) di Bank yang hanya boleh di bayarkan kepada ahli waris, sehingga istri berhak menerima uang tersebut. Daerah Negara (Bali) Menurut hukum Adat Bali yang berhak mewaris hanyalah keturunan pria dan pihak keluarga pria dan anak angkat lelaki. Hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Agung : _ol No. 200 K/Sip/ Ibid, hal 20

12 b. Kedudukan janda/duda (balu) terhadap suami/istri. Sesungguhnya kedudukan balu sebagai waris atau bukan waris dipengaruhi oleh sistem kekerabatan dari masyarakat yang bersangkutan dan bentuk perkawinan yang berlaku diantara mereka. Ada balu setelah teman hidupnya wafat namun belum bebas menentukan sikap tindaknya oleh karena itu ia harus masih menetap di tempat kerabat suami atau istri. Dan ada yang dapat kembali ke kerabat asalnya dan atau bebas menentukan pilihannya untuk menikah lagi atau tidak. 40 Daerah Bojonegoro Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung : _ol No. 302 K/Sip/1960 menyatakan dengan alasan bahwa seorang janda perempuan merupakan ahli waris terhadap barang asal dari suaminya dalam arti bahwa sekurang-kurangnya dari barang-barang asal itu sebagian harus tetap di tangan janda sepanjang perlu untuk hidup secara pantas sampai ia meninggal atau kawin lagi, sedang di beberapa daerah Indonesia di samping ketentuan ini mungkin dalam hal barang-barang warisan amat banyak harganya, janda berhak atas bagian warisan seperti seorang anak kandung. Daerah Blitar Seorang janda bila ia memerlukan untuk penghidupannya dapat menguasaibarang-barang tinggalan mendiang suaminya selama hidup dan tidak kawin lagi. Hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Agung : _ol No. 307 K/Sip/ Ibid, hal 25

13 Daerah Tulung agung. Dalam hal seseorang meninggal dengan meninggalkan seorang janda dengan 5 orang anak, yang menjadi akhli warisnya adalah janda dan kelima orang anak itu dengan masing-masing berhak atas bagian yang sama dari harta warisan. Hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Agung : _ol No. 140 K/Sip/1961. b. Hukum WARIS yang berlaku menurut putusan Mahkamah Agung Yaitu terdapat didaerah kabanjahe bahwa Hukum adat yang berlaku atau diperlakukan pembagian waris adat sewaktu ahli waris meninggal dan yang meneruskan warisannya sebagai ahli waris yaitu anak Laki-laki an Anak Perempuan mendapat warisan yang sama dari orang tuanya. Daerah Yogyakarta Di daerah Yogyakarta seorang janda juga mengalami perkembangan dan mewarisi harta dari suaminya. Bahkan para istri mempunyai kedudukan yang sederajat dengan anaknya ketika suaminya meninggal. Bahkan sekarang banyak orang mengasuransikan jiwanya jika yang menjadi tertanggung adalah suami, di dalam polis yang di tunjuk sebagai orang yang akan memperoleh keuntungan adalah ahli warisnya yang tidak lain adalah anak dan istrinya.. Dan jika harta warisan tersebut berupa uang simpanan uang (deposito) di Bank yang hanya boleh di bayarkan kepada ahli waris, sehingga istri berhak menerima uang tersebut. Daerah Makassar.

14 Mahkamah Agung menganggap sebagai hal yang nyata di seluruh Indonesia bahwa dalam hal warisan pada hakikatnya berlaku Hukum Adat, yang di daerah dengan pengaruh agama Islam yang kuat sedikit banyak mengandung unsur-unsur hukum Islam. Daerah Jakarta Karena tidak terbukti bahwa dalam hal warisan disini (daerah Jakarta) hukum Islam telah diterima dalam hukum Adat, dalam hal ini harus diperlakukan hukum Adat. Daerah Kabanjahe Hukum Adat yang harus diperlakukan adalah hukum Adat yang berlaku padasaat dilakukan pembagian warisan jadi hukum Adat yang berlaku pada dewasa ini, bukannya hukum Adat yang berlaku sewaktu meninggalnya orang yang meninggalkan warisan. (Putusan Mahkamah Agung : _ol No. 782 K/Sip/1970). C. Pengaruh Hukum Islam dalam Hukum kewarisan Adat Perkembangan hukum adat terjadi, salah satunya disebabkan adanya hukum atau peraturan-peraturan agama. Pada awal masuknya Islam ke Indonesia, nilai-nilai hukum agama Islam dihadapkan dengan nilai-nilai hukum adat yang berlaku, yang dipelihara dan ditaati sebagai sistem hukum yang mengatur masyarakat tersebut. Sebagai contoh, hukum kewarisan sudah ada dalam hukum adat sebelum Islam memperkenalkannya. Sehingga pada akhirnya, proses penerimaan hukum

15 kewarisan Islam sebagai sistem hukum berjalan bersama dengan sistem hukum kewarisan adat. Di satu pihak hukum kewarisan Islam menggantikan posisi hukum kewarisan adat yang tidak islamiyah dan di pihak lain hukum kewarisan adat yang tidak bertentangan dengan hukum kewarisan Islam mengisi kekosongan hukum kewarisan sesuai budaya hukum yang berlaku d lingkungan adat masyarakat.dan lambat laun, hukum kewarisan adat dalam hal tertentu digeser posisinya oleh hukum kewarisan Islam. dengan demikian, hukum kewarisan Islam menjadi hukum kewarisan adat dan dalam lain hal yang tidak diatur oleh hukum kewarisan Islam atau tidak bertentangan dengan hukum kewarisan Islam, maka hukum kewarisan adat itu tetap berlaku. Adapun persesuaian dan perbedaan antara hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan adat dalam pelaksanaannya di luar dan di dalam Pengadilan Agama dapat dilihat dari tinjauan terhadap Kabupaten Donggala. Dalam kabupaten Donggala terdapat persesuaian antara hukum kewarisan adat dan hukum kewarisan Islam dalam beberapa asas hukum mengenai pewaris ahli waris, harta warisan, pengalihan harta, dan bagian masing-masing ahli waris. Hal tersebut dapat diklasifikasi sebagai berikut Kedudukan orang tua 2. Kedudukan orang tua, baik ayah maupun ibu dalam pelaksanaan hukum kewarisan Islam dan hukum kewarisan adatdalam lingkungan adat masyarakat muslim yang mendiami kabupaten Donggala disebut pewaris 41 Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). Hal. 223

16 bila mereka (ayah dan ibu atau keduanya) meninggal dunia, dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada kepada anaknya yang masih hidup. Penentuan anak sebagai ahli waris didasari oleh hubungan kekerabatan. 3. Kedudukan Anak Kedudukan anak baik laki-laki maupun perempuan di dalam pelaksanaan pembagian harta warisan merupakan ahli waris kelompok utama. Sengketa yang terjadi disebabkan harta warisan dikuasai oleh saudara dan keponakan atau putusan pengadilan negeri dan pengadilan agama di kabupaten Donggala, menetapkan bahwa anak sebagai ahli waris dari orang tuanya. 4. Kedudukan harta asal Mengenai kedudukan harta asal nila pewaris meninggal dunia tanpa anak, melainkan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari orang tua (ayah ibu) dan suami atau istri. Dalam hal harta warisan menjadi sengketa 5. Kedudukan pengalihan harta melalui wasiat Mengenai kedudukan pengalihan harta melalui wasiat pewaris kepada salah seorang atau beberapa orang ahli waris yang tertentu. Dalam hal harta warisan menjadi sengketa, karena dikuasai oleh salah seorang atau beberapa orang ahli waris, maka penyelesaian kasus demikian dilakukan dengan cara hakim melihat silsilah pewaris, bukti-bukti surat wasiat mengenai persetujuan ahli waris lainnya. Apabila terdapat ahli waris yang tidak menyetujuinya dan menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan harta warisannya, maka hakim membatalkan wasiat dan menetapkan pembagian hak warisan kepada seluruh ahli waris.

17 Putusan pembatalan wasiat yang demikian, diuraikan bahwa wasiat yang dilakukan oleh seseorang kepada ahli waris tertentu tanpa persetujuan ahli waris lainnya dibatalkan oleh hakim. 6. Kedudukan hak ahli waris Dari data yang diteliti melalui pengadilan negeri dan pengadilan adama di kabupaten Donggala ditemukan kedudukan hak ahli waris dalam pembagian harta warisan yang dilakukan oleh ahli waris melalui musyawarah di antara merekam kemudian disahkan oleh hakim dalam bentuk putusan Akta Perdamaian. Putusan yang demikian mempunyai persesuaian ganda, yakni di satu pihak hak waris seorang laki-laki sama dengan hak warisan dua orang perempuan dan di pihak lain hak warisan seorang laki-laki sama dengan hak warisan seorang perempuan. Persesuaian di atas juga diiringi adanya perbedaan dalam beberapa asas hukum mengenai penentuan harta warisan, pembagian harta warisan, kelompok keutamaan ahli waris, pengalihan harta warisan, dan pembagian harta warisan. Perbedaan asas hukum tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut. 42 a. Penentuan harta warisan Dalam penentuan harta warisan dalam hukum kewarisan adat masyarakat Donggala terdapat beberapa harta peninggalan yang tidak dibagikan kepada ahli waris. Harta peninggalan itu disebut mbara-mbara nimana, misalnya kavari, geno, lola, dan alat-alat pesta adat lainnya. Dapat juga berupa rumah. Harta warisan tersebut tidak dibagikan kepada ahli waris, tetapi diwakafkan kepada yayasan yang mengurusi anak yatim. 42 Ibid, hal 10

18 b. Pembagian harta warisan Dalam pembagian harta warisan dalam hukum kewarisan adat masyarakat Donggala terdapat beberapa harta peninggalan pewaris yang beralih kepada ahli waris lainnya dalam bentuk pembagian hasil kebun dan pembagian pengolahan sawah secara bergilir kepada setiap ahli waris. c. Kedudukan kelompok keutamaan ahli waris Dalam hukum kewarisan adat masyarakat Donggala belum ditemukan kasus mengenai ayah atau ibu yang mendapat harta warisan bila pewaris meninggalkan anak, sedangkan dalam hukum kewarisan Islam dalam kasus yang sama, anak menjadi ahli waris bersama dengan ibu dan/atau ayah pewaris. d. Penentuan hak warisan Pelaksanaan hukum kewarisan Islam dalam hukum kewarisan adat masyarakat Donggala mengenai porsi pembagian ½, ¼, 1/8, 1/3, 1/6, dan 2/3 harta warisan bagi setiap ahli waris berdasarkan perioritas dekat dan jauhnya hubungan kekerabatan dengan pewaris, namun dalam kasus penambahan hak waris (raad) dan pengurangan hak waris (awl) belum dikenal dalam pelaksanaan hukum adat kewarisan masyarakat muslim kabupaten Donggala. Perkembangan kewarisan waris adat terjadi karena adanya pengaruh peraturan-peraturan agama dan pada awal masuknya agama islam ke Indonesia, dan nilai-nilai hukum agama islam dihadapkan pada hukum adat yang sudah berlaku Indonesia sehingga proses penerimaan kewarisan Islam berjalan bersama dengan kewarisan Adat itu sendiri.

19 Akan tetapi disatu Pihak Kewarisan Islam menggantikan posisi kewarisan Adat yang masih mempunyai sifat yang tidak islamiyah dan pihak lain hukum kewarisan adat yang tidak hanya bertentanggan pada hukum kewarisan Islam mengisi kekosongan hukum kewarisan sesuai dengan sistem kewarisan di dalam ligkungan masyarakatnya 43. D. Sifat Waris Adat Dalam Harta warisan menurut Hukum Waris Adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, akan tetapi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagikan penguasaannya atau pun dapat dibagikan menurut jenis macamnya dan kepentingan para warisannya. Harta warisan adat tidak boleh dijual sebagai suatu kesatuan dan uang penjualan dibagi-bagikan kepada para waris menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana dalam Hukum Waris Islam atau Hukum Waris Barat. 44 Adapun sifat Hukum Waris Adat secara global dapat diperbandingkan dengan sifat atau prinsip hukum waris yang berlaku di Indonesia, di antaranya adalah : a. Harta warisan dalam sistem Hukum Adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat terbagi atau dapat terbagi tetapi menurut jenis macamnya dan kepentingan para ahli waris; sedangkan menurut sistem hukum barat dan hukum Islam harta warisan dihitung sebagai kesatuan yang dapat dinilai dengan uang. 43 Ibid, hal Hilman HadiKusuma, Hukum Waris Adat,Bandung,Mandar Maju,1992 Hal 7

20 b. Dalam Hukum Waris Adat tidak mengenal asas legitieme portie atau bagian mutlak, sebagaimana diatur dalam hukum waris barat dan hukum waris Islam. c. Hukum Waris Adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan segera dibagikan. Harta warisan Adat dapat dikategorikan menjadi dua golongan yaitu : a. Harta warisan yang tidak dapat dibagi-bagi Harta Warisan yang tidak dapat dibagi-bagi yaitu Penguasaan dan pemilikannya kepada ahli waris, ia tidak boleh dimiliki secara perorangan, tetapi juga dapat dipakai dan dinikamati, akan tetapi sangat bertengang dengan pasal 1066 KUHPerdata ang berbunyi : Tidak seorang pun mempunyai bagian dalam harta peninggalan dalam keadaan terbagi-bagi dan juga dapat digadai apabila dalam keadaan sangat mendesak berdasarkan persetujuan para ketua adat dan pada anggota kerabat yang bersangkutan. b. Harta Warisan yang dapat dibagi-bagi Harta Warisan yang dapat dibagi-bagi yaitu apabila dapat diwariskan kepada orang lain harus dimintakan pendapat para pihak.bahkan tidak melanggar hak ketetanggaan(naatingrecht). Hukum Waris Adat juga tidak mengenal adanya hak bagi waris sewaktuwaktu Legitieme portie atau bagian mutlak yang terdapat pada hukum waris

21 barat dimana para waris telah ditentukan hak warisnya atas bagian-bagiannya yang diatur dalam pasal 913 KUH Perdata. 45 Adapun sifat Hukum Waris Adat secara global dapat diperbandingkan dengan sifat atau prinsip hukum waris yang berlaku di Indonesia, di antaranya adalah : 1. Harta warisan dalam sistem Hukum Adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat terbagi atau dapat terbagi tetapi menurut jenis macamnya dan kepentingan para ahli waris; sedangkan menurut sistem hukum barat dan hukum Islam harta warisan dihitung sebagai kesatuan yang dapat dinilai dengan uang. 2. Dalam Hukum Waris Adat tidak mengenal asas legitieme portie atau bagian mutlak, sebagaimana diatur dalam hukum waris barat dan hukum waris Islam. 3. Hukum Waris Adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktuwaktu menuntut agar harta warisan segera dibagikan. Didalam hukum waris adat dikenal beberapa prinsip (azas umum), diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Jika pewarisan tidak dapat dilaksanakan secara menurun, maka warisan ini dilakukan secara keatas atau kesamping. Artinya yang menjadi ahli waris ialah pertama-tama anak laki atau perempuan dan keturunan mereka. Kalau tidak ada anak atau keturunan secara menurun, maka warisan itu jatuh pada ayah, nenek dan seterusnya keatas. Kalau ini juga tidak ada yang mewarisi adalah 45 Ibid, hal 20

22 saudara-saudara sipeninggal harta dan keturunan mereka yaitu keluarga sedarah menurut garis kesamping, dengan pengertian bahwa keluarga yang terdekat mengecualikan keluarga yang jauh. 2. Menurut hukum adat tidaklah selalu harta peninggalan seseorang itu langsung dibagi diantara para ahli waris adalah sipewaris meninggal dunia, tetapi merupakan satu kesatuan yang pembagiannya ditangguhkan dan adakalanya tidak dibagi sebab harta tersebut tidak tetap merukan satu kesatuan yang tidak dapat dibagi untuk selamanya. 3. Hukum adat mengenal prinsip penggantian tempat (Plaats Vervulling). Artinya seorang anak sebagai ahli waris dan ayahnya, maka tempat dari anak itu digantikan oleh anak-anak dari yang meninggal dunia tadi (cucu dari sipeninggal harta). Dan bagaimana dari cucu ini adalah sama dengan yang akan diperoleh ayahnya sebagai bagian warisan yang diterimanya. 4. Dikenal adanya lembaga pengangkatan anak (adopsi), dimana hak dan kedudukan juga bisa seperti anak sendiri (Kandung ). Sifat kewarisan adat terbagi atas tiga corak yaitu : a. Sistem Patrilinial Sistem Patrilinial yaitu suatu sistem yang garis keturunannya ditarik berdasarkan ayahnya, dimana kedudukan ayahnya lebih menonjol dan pengaruhnya dari pada kedudukan wanita dalam pewarisan. Daerah yang dipengaruhi Sistem ini yaitu 1. Gayo 2. Alas

23 3. Batak 4. Nias 5. Lampung 6. Buru 7. Seram 8. Nusa Tenggara b. Sistem Matrilinial Sistem Matrilinial yaitu sistem keturunan yang ditarik berdasarkan garis ibu dimana kedudukan ibu lebih menonjol dibandingkan kedudukan ayah dalam pewarisan. Daerah yang dipengaruhi sistem ini yaitu 1. Minangkabau 2. Enggano 3. Timor c. Sistem Parental Sistem Parental yaitu sistem keturunannya ditarik menurut garis ayah ataupun ibu, dimana kedudukan ayah ataupun ibunya tidak dibedakan dalam pewarisan. Daerah yang dipegaruhi dalam pewarisan yaitu : 1. Aceh 2. Riau 3. Jawa Ibid, hal 30

24 4. Sistem Kewarisan Adat Sistem Hukum Kewarisan yang berlaku bagi Warga Negara Indonesia. Pertama, sistem hukum adat yang beraneka ragam sistemnya, yang dipengaruhi oleh bentuk etnis di pelbagai daerah lingkungan hukum adat. Hukum adat, pada beberapa daerah masih sangat kuat diterapkan oleh masyarakat. Hukum adat berlaku bagi semua orang bumi putera (Indonesia asli), terkecuali mereka yang telah masuk suatu golongan hukum lain. Tergolong juga mereka yang dahulu golongan hukum lain tetapi sejak lama dianggap atau diterima sebagai orang bumi putera. Hukum adat juga tidak berlaku bagi seseorang Indonesia asli yang beragama Kristen dalam hal ordonansi telah menentukan hukum lain 47. Terdapat juga hukum adat Timur asing yang tunduk pada peraturan ini adalah orang Asia lain, misalnya orang Tionghoa, orang Arab, orang India, orang Pakistan. Hukum adat Timur asing tidak berlaku bagi seseorang Timur Asing yang beragama Kristen dalam hal ordonansi telah menentukan hukum lain 48. Sistem Kewarisan Adat dibagi atas tiga kelompok yaitu a. Kewarisan Individual Kewarisan Individual, ciri sistem kewarisan Individual yaitu bahwa harta peninggalan terbagi-bagi atas pemilikannya kepada para waris,sebagaimana diatur dalam Hukum Perundang-undangan KUH Perdata(BW) dan Hukum Islam, begitu pula yang berlaku didalam lingkungan masyarakat adat seperti 47 Ibid, hal Ibid hal 38

25 pada keluarga Jawa yang Parental dan keluarga Batak yang Patrilinial. Sistem ini berlaku pada masyarkat Keluarga Mandiri yang tidak terikat kuat pada hubungan kekerabatan. Pada Masyarakat adat yang modern dimana kekuasaan penghulu adat sudah lemah dan tidak ada lagi harta milik bersama. 49 Kebaikan Sistem individual yaitu dengan adanya pembagian maka Pribadi-pribadi waris mempunyai hak Miik yang bebas atas bagian yang diterimanya.para Waris bebas menentukan kehendaknya atas warisan yang menjadi bagiannya. Kelemahan sistem Individual yaitu bukan saja pecahnya harta warisan, akan tetapi putusnya hubungan kekerabatan antara keluarga waris yang satu dengan keluarga yang seketurunannya. Hal ini kebanyakan berlaku dikalangan masyarakat adat di perantauan, yang telah jauh dari kampung halamannya. b. Kewarisan Kolektif Ciri Sistem kewarisan Kolektif yaitu bahwa harta peninggalan diwarisioleh sekelompok waris dalam keadaan tidak terbagi-bagi yang seoalah-olah merupakan suatu badan Hukum keluarga atau kerabat atau badan Hukum Adat. Harta Peninggalan itu disebut Harta Pusaka.didaerah Minangkabau, atau Harta menyanak Di Lampung, dalam bentuk sebidang tanah atau rumah bersama Hilman Hadikusuma, Sistem Waris Indonesia, Hal Ibid,hal 11

26 Didalam Kewarisan Kolektif harta peninggalan orang tua adalah Pusaka rendah atau harta peninggalan seketurunannya tidak dimiliki secara pribadi oleh anggota keluarga atau kerabat bersangkutan,para anggota keluarga atau kerabat boleh memanfaatkan tanah pusaka untuk digarap bagi keperluan tanah untuk digarap bagi keperluan kelurganya, atau rumah pusaka boleh didiami oleh salah seorang dari mereka dari mereka yang sekaligus mengurusnya, akan tetapi tidak boleh dimiliki sebagai hak Milik Perseorangan.Berdasarkan pada persetujuan dan kesepakatan para anggota kerabatbersangkutan. Dimasa yang sekarang Sistem kewarisan yang kolektif sudah banyak kelemahannya didasarkan sebagai berikut : 1. Sudah banyak diantara anggota kelompok atau kerabat yang pergi merantau meninggalkan kampung halamannya. 2. Tidak adanya anggota keluarga atau kerabat atau tua-tua kerabat yang mau mengurusnya dan memeliharanya. 3. Tanah Pusaka terbengkalai tidak diurus dan diusahakan rumah Pusaka Lambat laun menjadi lapuk dan runtuh. 4. Sering Terjadinya perselisihan diantara anggota kelompok keluarga atau kerabat dikarenakan ada diantaranya yang ingin menguasai dan memiliki secara pribadi atau metransaksikan secara pribadi dengan pihak ketiga c. Ciri Sistem kewarisan Mayorat yaitu bahwa harta peninggalan orang tua Pusaka Rendah atau Harta peninggalan leluhur kerabat Pusaka Tinggi tetap utuh tidak dibagi-bagi kepada ahli warisnya melainkan dikuasai oleh anak laki-laki. Daerah yang menganut sistem ini yaitu :

27 1. Gayo 2. Alas 3. Batak 4. Nias 5. Lampung Sistem Kewarisan Mayorat bersamaan dengan sistem kewarisan kolektif dimana harta peninggalanannya tidak dibagi-bagi kepada ahli waris, melainkan dikuasai secara bersama-sama sebagai hak milik bersama.

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. Pengertian Hukum Waris Berbicara tentang warisan, di Indonesia terdapat tiga hukum waris yaitu menurut Hukum Adat, menurut Kompilasi Hukum Islam, dan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT

BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT Hukum waris adat ialah aturan-aturan hukum yang, mengenai cara bagaimana dari abad-kebad penerasan dan peralihan dari haita kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sistem hukum waris menurut BW dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat 1 Hukum Adat Lanjutan Rabu, 23 November 2016 Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat Pembicara : 1. Hendra Siahaan (2013) 2. Wita Pandiangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal pewarisan. Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris di antaranya, waris menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya): I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Hukum waris yang berlaku di Indonesia hingga saat ini masih bersifat pluralistik, artinya beraneka ragam sistem hukum waris di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016 SISTEM WARIS ADAT PARENTAL Sekar Ayuningtiyas 135010100111085 (03) Denna Ayu P W 135010100111097 (04) Elizhabert Corolia 135010118113006 (15) SOEPOMO Hukum adat waris, membuat peraturanperaturan yang mengatur

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warisnya. Ketika ahli waris masih hidup maka warisannya berarti penujukkan,

BAB I PENDAHULUAN. warisnya. Ketika ahli waris masih hidup maka warisannya berarti penujukkan, BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Pewarisan merupakan suatu halyang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena untuk menyatakan perbuatan meneruskan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA

KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA Suwito Sugiyanto 1 Yuni Purwati 2 Alwi Wahyudi 3 1, 2,dan 3 adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract This Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

Hukum adat-2- PENGERTIAN DASAR DAN GUNA MEMPELAJARI HUKUM ADAT

Hukum adat-2- PENGERTIAN DASAR DAN GUNA MEMPELAJARI HUKUM ADAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG-INDONESIA Hukum adat-2- PENGERTIAN DASAR DAN GUNA MEMPELAJARI HUKUM ADAT Oleh Herlindah, SH, M.Kn (Kelas A) 1 Pokok Bahasan: A. Istilah hukum adat B. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR A. Hukum Waris Di Indonesia 1. Pengertian Hukum Waris Perdata Telah diketahui, bahwa

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh :

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh : TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku

Lebih terperinci

dalam pembagian harta warisan apabila ada anak kandung menurut hukum waris adat

dalam pembagian harta warisan apabila ada anak kandung menurut hukum waris adat KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT DI DESA NGRINGO KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR Oleh: ACHMAD SUPARDI Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB V PARA AHLI WARIS

BAB V PARA AHLI WARIS BAB V PARA AHLI WARIS Para waris adalah semua orang yang (akan) menerima Penerasan atau pembagian warisan, baik ia sebagai ahli waris atau bukan ahli waris, tetapi mendapat warisan 1. Anak Kandung - Anak

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

Hukum Waris Adat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat

Hukum Waris Adat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Makalah Hukum Waris Adat TUGAS MAKALAH Hukum Waris Adat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Dosen Pengampu : A. Turmudi, SH, Msi. Disusun oleh : Handika S. Diputra 122211035 M. Najib Himawan 122211056

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015 PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TERHADAP HARTA WARISAN DAN KAITANNYA DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU VIII/2010 TENTANG MASALAH ANAK LUAR KAWIN 1 Oleh: Erlando

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK A. Pengertian Anak dan Pengangkatan Anak Anak adalah seorang laki-laki dan perempuan yang belum atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah kodifikasi hukum terutama akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia pada suatu saat pasti akan meninggal dunia. Dengan meninggalnya seseorang, maka akan menimbulkan suatu akibat hukum yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO Berdasarkan uraian pada Bab III mengenai sistem pembagian

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN HAK WARIS SERTA PEMBAGIAN HAK WARIS ANAK MURTAD MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ISLAM

BAB II PENGERTIAN HAK WARIS SERTA PEMBAGIAN HAK WARIS ANAK MURTAD MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ISLAM BAB II PENGERTIAN HAK WARIS SERTA PEMBAGIAN HAK WARIS ANAK MURTAD MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ISLAM A. Pengertian Waris Indonesia, hingga saat ini masih terdapat beraneka ragam sistem Hukum

Lebih terperinci

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9 KULIH WRDT 10 pril 12 Pertemuan ke 9 UU No.1/ 1974: Ps. 3: asas monogamy relative Ps. 5: syarat perkawinan Ps.8: Larangan perkawinan Ps. 13: Pencegahan perkawinan Ps. 31: Hak & kewajiban Suami Istri seimbang/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kelestarian kemajemukan adat istiadat ini diperlukan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kelestarian kemajemukan adat istiadat ini diperlukan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan berbagai macam adat istiadat dan berbagai macam corak sistem kekeluargaan. Untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D 101 09 047 ABSTRAK Tulisan ini mengangkat 3 masalah utama, yaitu (a) Bagaimanakah Status Hukum dan Hak Mewaris

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata Oleh KELOMPOK I Dosen Pembimbing : AFRILIAN

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, agama dan adat istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem kekerabatan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN JANDA DALAM HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT PARENTAL

KEDUDUKAN JANDA DALAM HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT PARENTAL KEDUDUKAN JANDA DALAM HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT PARENTAL Eka Susylawati (Dosen Tetap Jurusan Syari ah STAIN Pamekasan dan peserta Program Doktor Ilmu Hukum Untag Surabaya, email: adek.aldy@yahoo.co.id)

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung

Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung No. 1/XXII/2003 Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung Dr.Ranidar Darwis,S.H., M. Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : 1 1. E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia : Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cicero seorang filsuf terkenal dari bangsa Rumawi pernah mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cicero seorang filsuf terkenal dari bangsa Rumawi pernah mengatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cicero seorang filsuf terkenal dari bangsa Rumawi pernah mengatakan bahwa Ubi Societas Ibi Ius, artinya dimana ada masyarakat disitu pasti ada hukum. Masyarakat memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sifat dari hukum adat termasuk hukum waris adat adalah bersifat dinamis, artinya dapat berubah dari waktu kewaktu mengikuti perkembangan masyarakat, dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA A. Analisa Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Bangil Kewenangan Pengadilan

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas membentang dari kota Sabang Provinsi Nanggro Aceh Darussalam hingga kota Merauke Provinsi Papua. Tidak

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015 KEDUDUKAN HARTA BERSAMA SUAMI- ISTERI AKIBAT PERCERAIAN YANG TIDAK MEMPUNYAI KETURUNAN 1 Oleh : Marcella Katuuk 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aturan hukum

Lebih terperinci

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan nomor : 171/Pdt.P/2009/PA.JS diperkenankan? : tidak,anak angkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS Rahmatullah, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS Rahmatullah, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar Abstract This inheritance issues often cause disputes or problems for heirs, because it

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial ataupun mahluk pribadi tidak dapat hidup seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR. Hukum Adat

TUGAS TERSTRUKTUR. Hukum Adat TUGAS TERSTRUKTUR Hukum Adat Pengakuan Hukum Adat dalam Hukum Positif di Indonesia Disusun Oleh : NAMA NIM Kelas : DAHLIA ANDRIANI : E1A012131 : A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci