BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR A. Hukum Waris Di Indonesia 1. Pengertian Hukum Waris Perdata Telah diketahui, bahwa di Indonesia berlaku lebih dari satu sistem Hukum Perdata yaitu, Hukum Barat (Hukum Perdata Eropa), Hukum Adat dan Hukum Islam. Ketiga sistem hukum tersebut semuanya antara lain juga mengatur cara pembagian harta warisan. Hukum Waris Perdata ini digunakan bagi orang yang mengesampingkan Hukum Adat Waris dalam mendapatkan penyelesaian pembagian warisan. Hukum Waris Perdata Barat berlaku bagi : a. Orang-orang keturunan Eropa. b. Orang-orang keturunan Timur Asing Tiong Hoa. c. Orang-orang yang menundukan diri sepenuhnya kepada Hukum Perdata Barat. Hukum Waris menurut A. Pitlo yaitu kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai harta kekayaan, karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibatnya dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperoleh baik dalam hubungan antara mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 29

2 30 Sedangkan Hukum Waris Menurut Wirjono Prodjodikoro, Soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Hukum Waris adalah bagian dari Hukum Kekayaan, akan tetapi erat sekali dengan Hukum Keluarga, karena seluruh pewarisan menurut undang-undang berdasarkan atas hubungan keluarga sedarah dan hubungan perkawinan. Dengan demikian ia masuk bentuk campuran antara bidang yang dinamakan Hukum Kekayaan dan Hukum Keluarga. Kemudian Subekti dan Tjitrosoedibio mengatakan Hukum Waris adalah, Hukum yang mengatur tentang apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan dari seorang yang meninggal. 42 Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk terjadinya suatu pewarisan harus dipenuhi 3 (tiga) unsur yaitu : 1) Pewaris, adalah orang yang meninggal dunia meninggalkan harta kepada orang lain. 2) Ahli Waris, adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian. 3) Harta Warisan, adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia. Dalam hal pewarisan, yang dapat diwarisi yaitu hanya hak dan kewajiban yang meliputi bidang harta kekayaan. Namun ada hak-hak yang sebenarnya masuk bidang harta kekayaan tetapi tidak dapat diwarisi. Hak-hak yang masuk bidang harta 42 R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2005, hal. 56

3 31 kekayaan yang tidak dapat diwarisi antara lain, hak untuk menikmati hasil dan hak untuk mendiami rumah. Hak-hak ini tidak dapat diwarisi karena bersifat sangat pribadi. Selanjutnya ada juga hak-hak yang bersumber kepada Hukum Keluarga namun dapat diwarisi antara lain, hak untuk mengajukan tuntutan agar ia diakui sebagai anaknya dan hak untuk menyangkal keabsahan seorang anak. Dengan demikian prinsipnya hanya hak dan kewajiban yang meliputi harta kekayaan saja yang dapat diwarisi, ternyata tidak dapat dipegang teguh dan terdapat beberapa pengecualian. 2. Pengertian Hukum Waris Adat Sehubungan dengan Hukum Waris Adat, akan dikemukakan beberapa pendapat sarjana antara lain, R. Soepomo berpendapat bahwa, Hukum Waris Adat memuat peraturanperaturan yang mengatur proses meneruskan dan mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) pada turunannya. 43 Sedangkan Ter Haar Bzn Hukum Waris Adat adalah, Aturan-aturan hukum yang bertalian dengan proses dari abad ke abad yang menarik perhatian adalah proses 43 R. Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal. 79

4 32 penerusan dan peralihan kekayaan materieel dan immaterieel dari turunan ke turunan. 44 Hukum Waris Adat memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para warisnya. Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan itu dapat berlangsung sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal dunia. Pendapat Soerojo Wignjodipoero mengatakan Hukum Waris Adat adalah, Norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun yang immateriil yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses peralihannya. 45 Kemudian menurut Bushar Muhammad, Hukum Waris Adat meliputi, Aturan-aturan yang bertalian dengan proses yang terus menerus dari abad ke abad, ialah suatu penerusan dan peralihan kekayaan baik materiil maupun immateriil dari suatu angkatan ke angkatan berikutnya. 46 Sehingga Hukum Waris Adat mempunyai arti yang luas berupa penyelenggaraan pemindahan dan peralihan kekayaan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya baik mengenai benda materiil maupun benda immateriil. Dengan pengertian HukumWaris Adat yang telah disebutkan di atas, maka 44 Ter Haar Bzn, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, diterjemahkan oleh K..N.G. Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hal Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1988, hal Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1981, hal. 35

5 33 dapatlah dikemukakan bahwa Hukum Waris Adat itu mengandung beberapa unsur yaitu : a) Hukum Waris Adat adalah merupakan aturan hukum. b) Aturan hukum tersebut mengandung proses penerusan harta warisan. c) Harta warisan yang diperoleh atau diteruskan dapat berupa harta benda yang berwujud dan yang tak berwujud. d) Penerusan atau pengoperan harta warisan ini berlangsung antara satu generasi atau pewaris kepada generasi berikutnya atau ahli waris. 3. Pengertian Hukum Kekeluargaan Belum adanya keseragaman tentang istilah hukum kekeluargaan, sehingga para sarjana memakai istilah yang berbeda. Hilman Hadikusuma menggunakan istilah Hukum Kekerabatan yakni, Hukum yang menunjukkan hubungan-hubungan hukum dalam ikatan kekerabatan termasuk kedudukan orang seorang sebagai anggota warga kerabat (warga adat kekerabatan). 47 Kemudian menurut Djaren Saragih Hukum Kekeluargaan adalah, Kumpulan kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang ditimbulkan oleh hubungan biologis Hilman Hadikusuma, Pokok-pokok Pengertian Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1980, hal. 48 Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Tarsito, Bandung, 1984, hal. 113.

6 34 Hubungan-hubungan hukum antara orang seorang sebagai warga adat dalam ikatan kekerabatan meliputi hubungan hukum antara orang tua dengan anak, antara anak dengan anggota keluarga pihak bapak dan ibu serta tanggung jawab mereka secara timbal balik dengan orang tua dan keluarga. 4. Prinsip-Prinsip Keturunan Dalam Hukum Kekeluargaan Di dalam kehidupan masyarakat di Indonesia terdapat keanekaragaman sifat sistem kekeluargaan yang dianut. Sistem kekeluargaan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu : a. Sistem kekeluargaan patrilineal b. Sistem kekeluargaan matrilinial c. Sistem kekeluargaan parental atau bilateral Dalam sistem kekeluargaan patrilineal yaitu suatu masyarakat hukum adat, dimana para anggotannya menarik garis keturunan ke atas melalui garis bapak, bapak dari bapak terus keatas sehingga kemudian dijumpai seorang laki-laki sebagai moyang. (contoh : Batak, Bali, Seram, Nias dan Ambon). Sistem kekeluargaan matrilinial yaitu sistem dimana para anggotanya menarik garis keatas melalui ibu, ibu dari ibu terus keatas sehingga kemudian dijumpai seorang perempuan sebagai moyangnya. (contoh : Minangkabau dan Enggano). Pada sistem kekeluargaan parental atau bilateral yakni suatu sistem dimana para anggotanya menarik garis keturunan keatas melalui garis bapak dan ibu, terus keatas sehingga kemudian dijumpai seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai

7 35 moyangnya.(contoh : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Aceh, Sulawesi dan Kalimantan). 5. Unsur-Unsur Pewarisan Untuk dapat berlangsungnya suatu proses pewarisan harus dipenuhi tiga unsur menurut Hukum Adat yaitu : a. Adanya pewaris b. Adanya harta warisan c. Adanya ahli waris. Pengertian pewaris didalam Hukum Waris Adat menurut Hilman Hadikusuma, Orang yang mempunyai harta peninggalan selagi ia masih hidup atau sudah wafat, harta peninggalan mana (akan) diteruskan penguasaan atau pemilikannya dalam keadaan tidak terbagi-bagi atau terbagi-bagi. Kedudukan seorang pewaris itu bisa bapak, ibu, paman, kakek dan nenek. Orang itu disebut pewaris karena ketika hidupnya atau wafatnya mempunyai harta warisan, dimana harta warisan tersebut akan dialihkan atau diteruskan kepada ahli warisnya. Harta warisan atau disebut juga harta peninggalan menurut Hilman Hadikusuma, Semua harta berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih penguasaan atau pemilikannya setelah pewaris meninggal dunia kepada ahli waris Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundang-undangan, Hukum Adat, Hukum Agama Hindu, Islam, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal

8 36 Pengertian ahli waris menurut Hilman Hadikusuma adalah, Orang-orang yang berhak mewarisi harta warisan. 50 Artinya bahwa orang tersebut berhak untuk meneruskan penguasaan dan pemilikan harta warisan atau berhak memiliki bagianbagian yang telah ditentukan dalam pembagian harta warisan diantara ahli waris tersebut. Ahli waris itu bisa anak, cucu, bapak, ibu, paman, kakek dan nenek. Pada dasarnya semua ahli waris berhak mewaris kecuali karena tingkah laku atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh ahli waris sangat merugikan si pewaris. 6. Syarat-Syarat Sebagai Ahli Waris Dalam hukum adat waris, anak-anak dari si peninggal warisan merupakan golongan ahli waris yang terpenting dibandingkan dengan golongan ahli waris pengganti lainnya, karena apabila si peninggal harta warisan meninggalkan anak maka anaknya itulah sebagai ahli waris utama. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris digunakan empat macam kelompok keutamaan yakni : 51 a. Kelompok keutamaan I : keturunan pewaris b. Kelompok keutamaan II : orang tua pewaris c. Kelompok keutamaan III : saudara-saudara pewaris dan keturunanya d. Kelompok keutamaan IV : kakek dan nenek pewaris. Sebagai ahli waris utama adalah keturunan pewaris sedangkan ahli waris lainnya baru berhak atas harta warisan, apabila yang meningal itu tidak mempunyai 50 Ibid., hal Soerjono Sooekanto dan Sulaiman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, 1994, hal. 287

9 37 anak, artinya jika seorang anak lebih dulu meninggal dunia daripada si peninggal warisan dan anak tersebut meninggalkan anak-anak maka cucu dari si peninggal warisan ini menggantikan kedudukan orang tuanya. Apabila keturunan pewaris ke bawah sudah tidak ada lagi maka yang sebagai ahli waris adalah orang tua pewaris (bapak dan ibu) sebagai kelompok keutamaan II, kemudian kalau orang tua pewaris sudah meninggal dunia maka sebagai ahli waris adalah kelompok keutamaan III yakni saudara-saudara pewaris dan keturunannya. Demikian seterusnya jika saudarasaudara pewaris dan keturunannya sudah tidak ada lagi sehingga ahli waris penggantinya adalah kakek dan nenek dari si pewaris tersebut. Di dalam pelaksanaan penentuan ahli waris dengan menggunakan kelompok keutamaan maka harus diperhatikan prinsip garis keturunan yang dianut oleh suatu masyarakat tertentu. 7. Cara Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam/ BW Menurut Hukum Adat Waris sistem kewarisan ada tiga yaitu : 52 a. Sistem kewarisan individual, dalam sistem kewarisan harta peninggalan akan diwarisi bersama-sama dibagi-bagi kepada semua ahli waris (individual). Sistem ini dapat dilihat pada masyarakat bilateral di Jawa b. Sistem kewarisan kolektif, dimana harta peniggalan akan diwarisi secara kolektif (bersama-sama) oleh sekumpulan ahli waris, dimana harta warisan tersebut tidak akan dibagi-bagikan seperti pada sistem kewarisan individual. Pada sistem ini harta warisan akan dinikmati secara bersama-sama. Ahli waris hanya mempunyai 1996, hal Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur an Dan Hadist, Tintamas, Jakarta,

10 38 hak pakai atau boleh menikmati saja dari harta warisan dan tidak mempunyai atau tidak dapat memiliki harta warisan dan tidak mempunyai atau tidak dapat memiliki harta warisan tersebut. Hal seperti ini dapat dilihat pada pewarisan harta pusaka. c. Sistem kewarisan mayorat, dalam sistem kewarisan ini, harta peninggalan secara keseluruhan atau sebagian besar akan diwarisi oleh seorang ahli waris. Hal seperti ini dapat dijumpai pada pewarisan terhadap karang desa pada masyarakat Bali. Ketiga sistem kewarisan tersebut dalam pembagian harta warisannya sering menimbulkan sengketa, dimana sengketa itu terjadi setelah pewaris meninggal dunia, tidak saja di kalangan masyarakat yang parental tetapi juga terjadi pada masyarakat patrilinial dan matrilinial. Hal mana dikarenakan masyarakat adat sudah lebih banyak dipengaruhi alam pikiran serba kebendaan sebagai akibat kemajuan jaman dan timbulnya banyak kebutuhan hidup sehingga rasa malu, kekeluargaan dan tolong menolong sudah semakin surut. 53 Dalam mencapai penyelesaian sengketa pembagian warisan pada umumnya masyarakat hukum adat menghendaki adanya penyelesaian yang rukun dan damai tidak saja terbatas pada para pihak yang berselisih tetapi juga termasuk semua anggota almarhum pewaris. Jadi masyarakat bukan menghendaki adanya suatu keputusan menang atau kalah sehingga salah satu pihak tidak merasakan bahwa keputusan itu tidak adil dan hubungan kekeluargaan menjadi renggang atau putus karena perselisihan tidak menemukan penyelesaian. Yang dikehendaki ialah 53 Ibid., hal. 17

11 39 perselisihan yang diselesaikan dengan damai sehingga gangguan keseimbangan yang merusak kerukunan sekeluarga itu dapat dikembalikan. Jalan penyelesaian atau cara pembagian harta warisan menurut Hilman Hadikusuma adalah, Dapat ditempuh dengan cara bermusyawarah, baik musyawarah terbatas dalam lingkungan anggota keluarga sendiri yakni antara anak-anak pewaris yang sebagai ahli waris, atau dapat juga dengan musyawarah keluarga. Jika perselisihan pembagian itu tak juga dapat diselesaikan maka dipandang perlu dimusyawarahkan di dalam musyawarah perjanjian adat yang disaksikan oleh petua-petua adat. Apabila segala usaha telah ditempuh dengan jalan damai dimuka keluarga dan peradilan adat mengalami kegagalan maka barulah perkara itu dibawa ke pengadilan. 54 Selaras dengan pendapat Hilman Hadikusuma, maka Soerojo Wignjodipoero, mengatakan cara pembagian harta warisan yakni, Pembagian harta peninggalan merupakan suatu perbuatan daripada para ahli waris bersama, dimana pembagian ini diselenggarakan dengan permufakatan atau atas kehendak bersama para ahli warisnya. Pembagian itu biasanya dilaksanakan dengan kerukunan diantara ahli waris, apabila tidak terdapat permufakatan dalam menyelesaikan pembagian harta peningalan ini, maka hakim (hakim adat/hakim perdamaian desa atau hakim pengadilan negeri) berwenang atas permohonan ahli waris untuk menetapkan cara pembagiannya. 55 B. Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan 1. Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah Hak milik berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPA dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Menurut K. Wantjik Saleh peralihan hak mengandung dua pengertian yaitu beralih dan dapat dialihkan. Adapun yang diaksud dengan beralih adalah : Suatu 54 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Op.cit., hal Soerojo Wignjodipoero, Op.cit, h. 181

12 40 peralihan hak yang dikarenakan seseorang yang mempunyai salah satu hak meninggal dunia akan hak itu dengan sendirinya menjadi hak ahli warisnya. Dengan kata lain bahwa peralihan hak itu terjadi dengan melalui suatu perbuatan hukum tertentu, berupa jual beli, tukar menukar, hibah wasiat (legaat). 56 Dengan demikian maka peralihan hak dapat terjadi karena perbuatan yang disengaja misalnya jual beli, tukar menukar, hibah wasiat (legaat). Peralihan hak juga dapat terjadi dengan tidak sengaja dengan suatu perbuatan melainkan karena hukum, misalnya hak pewaris pada saat meninggal dunia dengan sendirinya menjadi hak ahli warisnya. Hak milik dapat beralih maksudnya hak milik berpindah dari seseorang kepada orang lain melalui peristiwa hukum. Misalnya hak pewaris berpindah kepada ahli warisnya. Sedangkan hak milik dapat dialihkan maksudnya adalah hak seseorang berpindah kepada orang lain karena perbuatan hukum yang sengaja dilakukan misalnya karena jual beli, hibah, tukar menukar. 2. Pengertian Istilah Dan Batasan Hukum Waris Seperti telah dijelaskan di atas, hak milik dapat beralih dari seseorang kepada orang lain melalui peristiwa hukum pewarisan di mana hak pewaris berpindah kepada ahli warisnya. Berbicara tentang peralihan hak milik karena pewarisan erat kaitannya dengan hukum waris yang berlaku antara pewaris dan ahli warisnya. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris 56 K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, hal. 19

13 41 sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sebab setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum waris. 57 Soepomo menerangkan bahwa hukum waris itu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya. 58 Ter Haar Bzn memberikan rumusan hukum waris sebagai Hukum Waris adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. 59 A. Pitlo dalam bukunya Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda memberikan batasan hukum waris sebagai berikut: Hukum Waris, adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang 1 57 Iman Suparman, Intisari Hukum Waris Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1995, hal. 58 Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Penerbitan Universitas, 1986, hal Ter Haar Bzn, Azas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan K.N.G. Soebekti Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta, 1960, hal. 197

14 42 yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 60 Soepomo dalam bukunya Bab-Bab tentang Hukum Adat mengemukakan sebagai berikut : Hukum waris itu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Proses itu telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi akuut oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak meninggal dunia. Sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam Hukum Perdata yang berlaku bagi pewaris. 62 Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka memberi perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukan keadaan yang mutakhir A. Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Terjemahan M. Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1979, hal Soepomo, Op.cit., hal Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1999, hal Ibid., hal. 505

15 43 Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak waris, atau surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris. Dalam Pasal 111 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun 1997, yang isinya serupa atau paralel dengan Surat Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 8 Mei 1991 No. MA/Kumdil/171/V/K/1991, 64 yang menyebutkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa : a. Wasiat dari pewaris; b. Putusan dari pengadilan; c. Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan; d. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris, dengan disaksikan oleh 2 orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat dari tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia; e. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari notaris; f. Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan. Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah terdaftar sebagaimana yang diwajibkan menurut ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka 64 Syahril Sofyan, Op.cit., hal

16 44 dokumen-dokumen yang wajib diserahkan oleh yang menerima hak sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan yaitu : a. Sertipikat hak yang bersangkutan; b. Surat kematian orang yang namanya tercatat sebagai pemegang haknya; c. Surat tanda bukti sebagai ahli waris. Hal ini diatur dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dilengkapi dengan pengaturan dalam Pasal 111 dan Pasal 112 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen-dokumen yang disebut dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, dokumen-dokumen itu berupa : a. Surat bukti hak sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) atau Surat Keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana disebut dalam pasal 24 ayat (2); dan b. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari kantor pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan kantor pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan. Dokumen-dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah kepada yang mewariskan itu diperlukan, karena pendaftaran peralihan haknya baru dapat

17 45 dilakukan setelah dilaksanakan pendaftaran untuk pertama kali hak yang bersangkutan atas nama yang mewariskan. 65 Jika penerima warisan terdiri dari lebih dari satu orang, pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris yang bersangkutan (Pasal 42 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997). Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan pada waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan, bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dilakukan langsung kepada penerima warisan yang bersangkutan, berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut (Pasal 42 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997). Akta pembagian waris tersebut dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris (Pasal 111 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun 1997). Pencatatan pendaftaran peralihan haknya dilakukan oleh kepala kantor pertanahan menurut ketentuan Pasal 105 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun Pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya dilakukan sebagai berikut : Ibid., hal. 506

18 46 a. Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk; b. Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan, dan besarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang dan besarnya bagian yang ditentukan, dan kemudian ditandatangani oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas kantor pertanahan; c. Pencoretan dan penulisan nama pemegang hak yang lama dan yang baru dilakukan juga pada sertipikat dan daftar umum yang memuat nama pemegang hak yang lama; d. Nomor dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dicoret dari daftar nama pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas dituliskan pada daftar nama penerima hak. Apabila pemegang hak yang baru lebih dari satu orang dan hak tersebut dimiliki bersama, maka untuk masing-masing pemegang hak dibuatkan daftar nama dan di bawah nomor hak atas tanahnya diberi garis dengan tinta hitam. Apabila peralihan hak hanya mengenai bagian dari sesuatu hak atas tanah sehingga hak atas tanah itu menjadi kepunyaan bersama pemegang hak lama dan pemegang hak baru, maka pendaftarannya dilakukan dengan menuliskan besarnya bagian pemegang hak lama di belakang namanya dan menuliskan nama pemegang 66 Hasil wawancara dengan Bapak Ridwan Lubis, Kasubsie Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 24 Mei 2012

19 47 hak yang baru beserta besarnya bagian yang diperolehnya dalam halaman perubahan yang disediakan. Dalam hal yang dialihkan adalah hak yang belum didaftar, akta PPAT yang bersangkutan dijadikan alat bukti dalam pendaftaran pertama hak tersebut atas nama pemegang hak yang terakhir. Demikian ditentukan dalam Pasal 106 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun C. Kecakapan Dalam Melakukan Perbuatan Hukum Meskipun setiap manusia tidak terkecuali sebagai pendukung hak dan kewajiban, namun tidak semuanya cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang dinyatakan tidak cakap adalah orang yang secara umum cakap untuk bertindak, tetapi untuk hal-hal tertentu tidak. Orang yang tidak cakap untuk bertindak adalah pasti orang yang tidak berwenang adalah orang yang pada umumnya cakap untuk bertindak tetapi pada peristiwa tertentu tidak dapat melaksanakan tindakan hukum, dalam hubungannya dengan pembicaraan kita, tidak berwenang menutup perjanjian tertentu (secara sah). Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum, bukan sifat pembawaannya karenanya tidak tertutup kemungkinan bahwa ia tidak sesuai dengan kenyataannya, orang yang secara yuridis tidak cakap, ada kemungkinan dalam kenyataannya adalah orang yang tahu atau sadar betul akan akibat/konsekuensi dari tindakannya. 1. Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata Di dalam Hukum Perdata dijelaskan bahwa setiap anak, berapapun juga umurnya wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. Orang tua wajib

20 48 memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih dibawah umur. Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Selama perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan kedua orang tuanya, sejauh orang tua tersebut tidak dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu. Kekuasaan orang tua itu pada umumnya dilakukan oleh si ayah. Jika si ayah berada di luar kemungkinan melakukan kekuasaan itu yang melakukan kekuasaan adalah si ibu. Orang tua, meskipun mereka itu tidak mempunyai kekuasaan orang tua (karena telah terjadi perceraian), wajib memberi tunjangan bagi pemeliharaan dan penghidupan anak-anak mereka. Dalam KUHPerdata mengenal 3 (tiga) macam anak, yaitu: a. Anak sah; Diatur dalam pasal 250 sampai dengan Pasal 271a KUHPerdata. Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai bapaknya (Pasal 250 KUHPerdata), sedangkan sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut : 1) Bila sebelum perkawinan suami telah mengetahui kehamilan itu;

21 49 2) Bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir dan akta ini ditanda tangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya; 3) Bila anak yang dilahirkan meninggal dunia. Suami tidak dapat mengingkari keabsahan anak atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran anak telah dirahasiakan terhadapnya, dalam hal ini, dia harus diperkenankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak itu (Pasal 253 KUHPerdata), salah satu pembuktian tersebut dapat dilakukan oleh suami istri dengan tes DNA. b. Anak luar kawin yang diakui; Anak luar kawin ada 2 (dua) macam yaitu : 1) Anak yang lahir dari ayah dan ibu, tetapi antara mereka tidak terdapat larangan untuk kawin. Anak ini statusnya sama dengan anak sah, kalau kemudian mereka (orang tuanya) kawin, dan dapat diakui kalau tidak kawin (Pasal 272 KUH Perdata). 2) Anak yang lahir dari ayah dan ibu yang dilarang oleh undang-undang, atau salah satu pihak ada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain. Anak ini disebut anak sumbang atau anak alam atau anak zinah. Dengan adanya pengakuan terhadap anak luar kawin terlahirlah hubungan perdata antara anak tersebut dengan bapak atau ibunya. Pengakuan anak dapat dilakukan dengan cara sebagaimana diatur dalam pasal 281 KUHPerdata, yaitu : a) Dalam akta kelahiran si anak;

22 50 b) Dalam akta perkawinan ayah dan ibu kalau kemudian mereka kawin; c) Dalam akta yang dibuat oleh Kantor Catatan Sipil; d) Dalam akta otentik lain. c. Anak luar kawin yang tidak diakui. Dalam hubungan zinah (overspel), maka menurut Pasal 32 KUHPerdata, perkawinan antara keduanya tidak dapat dilakukan, sedang anak yang dilahirkan dalam hubungan ini sekali-kali tidak boleh diakui (Pasal 283 KUH Perdata). Dalam hubungan incest (perkawinan sedarah), perkawinan ini dapat disahkan kalau ada ijin dari Presiden/Menteri Kehakiman (Pasal 31 KUHPerdata). Anak yang dilahirkan karena hubungan incest tidak dapat diakui kecuali ada dispensasi dari Presiden/Menteri Kehakiman. Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau perkawinan sedarah (incest/sumbang) tidak boleh diakui tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 KUHPerdata terhadap perkawinan sedarah. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 284 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa suatu pengakuan terhadap anak luar kawin selama ibunya masih hidup, meskipun ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, tidak akan diterima jika si ibu tidak menyetujui pengakuan itu. Sehingga dengan demikian untuk mengakui anak luar kawin itu hadir ibunya dalam arti turut hadir dan bertanda tangan dalam akta pengakuan Hasil wawancara dengan Bapak Syahril Sofyan, Notaris/PPAT Kota Medan, Tanggal 1 Juni

23 51 2. Kecakapan Bertindak Dalam Hukum Perdata Kecakapan bertindak (Handelingsbokwaam) menunjukan kepada kewenangan yang umum, kewenangan umum untuk menutup perjanjian-perjanjian lebih luas lagi, untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya, sedang kewenangan bertindak menunjuk kepada yang khusus, kewenangan untuk bertindak dalam peristiwa yang khusus, ketidakwenangan hanya menghalang-halangi untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Adanya orang-orang yang dinyatakan tak cakap bertindak, pada umumnya berkaitan dengan masalah kehendak. Undang-undang berangkat dari anggapan jadi bukan atas dasar kenyataan. Bahwa orang-orang tertentu tidak atau belum dapat menyatakan kehendaknya dengan sempurna, dalam arti belum dapat menyadari sepenuhnya akibat hukum yang muncul dari pernyataan kehendaknya, sehingga atas tindakan hukum mereka yang merupakan pernyataan kehendaknya tidak dapat diberikan akibat hukum sebagaimana biasanya. Dengan perkataan lain, dalam hal ada masalah ketidak-cakapan, ketidak sempurnaan dalam segi kehendaknya lain dari pada apa yang telah kita bicarakan pada kesesatan, paksaan dan penipuan. Dimana orangorang yang merasa tersesat, dipaksa, atau ditipu adalah orang-orang yang memang cakap untuk bertindak, orang yang tahu betul akibat hukum dari pernyataannya, hanya kehendaknya yang cacat dalam arti tidak murni. Disini yang dinyatakan tidak cakap kecuali istri adalah orang-orang yang dalam penyelenggaraan kepentingannya diurus dan diwakili oleh orang lain (orang tua, wali, kurator).

24 52 Prinsip undang-undang tentang kecakapan bertindak adalah undang-undang berangkat dari anggapan, bahwa setiap orang pada asasnya adalah cakap untuk bertindak, cakap melakukan tindakan hukum. Tidak cakap merupakan suatu perkecualian atas asas tersebut diatas dan orang hanya tahu cakap, kalau undangundang menyatakannya demikian. Karenanya untuk mengetahui siapakah orangorang yang tidak cakap untuk bertindak, kita harus melihatnya dalam undang-undang. Orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, ada 3 (tiga) golongan yaitu: a. Orang yang belum dewasa, yaitu anak yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 330 KUH Perdata) sekarang usia dewasa ini ditentukan 18 (delapan belas) tahun (dalam Undang-undang Perkawinan nomor : 1 tahun 1974 Pasal 47), demikian pula Undang-undang tentang Jabatan Notaris (Undang-undang nomor : 30 tahun 2004) menentukan usia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah sebagai syarat untuk menghadap, membuat akta Notaris (Pasal 39 ayat (1 ) butir a); b. Orang yang dibawah pengampuan (Pasal 433 KUH Perdata); c. Perempuan bersuami, sekarang ini perempuan bersuami tidak termasuk lagi, maksudnya seorang perempuan yang masih terikat dalam perkawinan sudah cakap melakukan perbuatan hukum sendiri (SEMA nomor : 3/1963 juncto Pasal 31 Undang-undang nomor 1 tahun 1974).

25 53 3. Arti Dan Fungsi Perwalian Di dalam Hukum Perdata perwalian diatur dalam Pasal 331 sampai dengan Pasal 418 KUH Perdata. Sedangkan arti dari perwalian itu sendiri menurut Hukum Perdata adalah penguasaan terhadap pribadi dan pengurus harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa, jika anak itu tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Dengan demikian anak yang orang tuanya telah bercerai atau jika salah satu dari mereka atau semua (keduanya) telah meninggal dunia, berada di bawah perwalian. Terhadap anak luar kawin, karena tidak ada kekuasaan orang tua, maka anak tersebut selalu di bawah perwalian. Ada 3 (tiga) jenis perwalian : a. Perwalian menurut Undang-undang (Pasal 345 KUH Perdata) Jika salah satu orang tua meninggal dunia, maka perwalian demi hukum, dilakukan oleh orang tua yang masih hidup terhadap anak yang belum dewasa; b. Perwalian dengan wasiat (Pasal 355 KUH Perdata) Setiap orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, berhak mengangkat seorang wali bagi anaknya, jika perwalian itu berakhir pada waktu ia meninggal dunia atau berakhir dengan penetapan hakim; c. Perwalian yang diangkat oleh Hakim (Pasal 359 KUH Perdata) Dalam hal tidak ada wali menurut Undang-undang atau wali dengan wasiat, oleh hakim dapat ditetapkan/diangkat seorang wali. Balai Harta peninggalan, baik sebelum maupun sesudah pengangkatan itu dapat melakukan tindakan-tindakan

26 54 seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak yang belum dewasa sampai perwalian itu mulai berlaku. Menurut Pasal 331 ayat 1 KUH Perdata, dalam setiap perwalian hanya ada seorang wali, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 351 dan 361 KUH Perdata. Dengan kata lain kedudukan dan wewenang perwalian tidak dapat dibagi-bagi dan harus diserahkan kepada satu wali. Asas tidak dapat dibagi-bagi ini mempunyai kekecualian, yakni : 1) Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup terlama, maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi wali peserta (mede-voogd) 68 (Pasal 351 KUH Perdata); 2) Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan yang mengurus barang-barang orang yang belum dewasa di luar Indonesia berdasarkan Pasal 361 KUHPerdata. Perwalian dinyatakan berakhir apabila : (a). Anak yang dibawah perwalian telah dewasa; (b). Anak tersebut meninggal dunia; (c). Wali meninggal dunia, atau dibebaskan atau dipecat dari perwalian. Adapun fungsi dari perwalian itu sendiri adalah menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan terhadap pribadi si anak yang belum dewasa sesuai dengan harta kekayaannya serta mewakili dalam segala tindak perdata atau sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 68 Kawan wali, seorang wali ibu apabila menyeburkan diri kedalam perkawinan baru, maka suaminya demi hukum menjadi kawan wali si ibu, pengikutsertaan si suami sebagai wali berakhir apabila ia dipecat, atau si ibu tidak lagi menjadi wali.

27 55 4. Pengertian Dan Fungsi Balai Harta Peninggalan Selaku Wali Pengawas Balai Harta Peninggalan (BHP), adalah unit pelaksana penyelenggara hukum dibidang harta peninggalan dan perwalian dalam lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang secara administratif berada dibawah Kantor Wilayah Departemen tersebut, sedangkan secara teknis berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Administratif Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Perdata. Balai Harta Peninggalan (BHP) adalah lembaga yang berasal dari pemerintah Belanda yang diberi nama Wees en Boedel Kamer. Pada mulanya lembaga ini didirikan untuk mengurus harta-harta yang ditinggalkan oleh tentara VOC bagi kepentingan para ahli waris yang berada di Nederland, yaitu para anak yatim piatu. Selanjutnya dalam perkembangannya disebut Balai Harta Peninggalan (BHP). Yang mana tugas-tugasnya dari Balai Harta Peninggalan tidak hanya mengurus kepentingan anak yatim piatu dan anak-anak yang belum dewasa, tetapi lembaga tersebut mengurus harta orang yang dibawah pengampuan, harta kekayaan orang yang hilang serta harta kekayaan mereka yang pailit. Dalam pemberian hibah dilakukan semasa orang (penghibah) masih dalam keadaan hidup, suatu ketika penghibah meninggal dunia sehingga anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan orang tuanya lagi, untuk pihak keluarga dari anak tersebut mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menunjuk seorang wali bagi anak dibawah umur untuk mengurus harta peninggalan dari penghibah.

28 56 Orang yang dapat mengajukan permohonan pengurusan terhadap harta peninggalan yang atasnya turut berhak anak di bawah umur adalah : a. Orang tua yang hidup terlama Menurut Pasal 345 KUH Perdata apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak yang belum dewasa diurus oleh orang tuanya yang hidup terlama. b. Perwalian yang diperintahkan bapak atau ibu Berdasarkan ketentuan dari Pasal 355 KUH Perdata, bahwa masing-masing orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua atau wali untuk seorang anaknya atau lebih, berhak mengangkat seorang wali bagi anaknya, jika kiranya perwalian itu setelah orang tuanya meninggal tidak harus dilakukan orang tua lainnya. c. Perwalian yang diperintahkan oleh Pengadilan Negeri dalam Pasal 359 KUHPerdata, dijelaskan bahwa bagi sekalian anak belum dewasa, yang tidak bernaung dibawah kekuasaan orang tua dan perwaliannya tidak diatur dengan sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil keluarga sedarah atau semenda. Dengan demikian wali harus bertanggung jawab atas tindakan-tindakan balai dengan tidak mengurangi hak tuntutan terhadapnya. Adapun tugas perwalian Balai Harta Peninggalan terdiri dari dua macam yaitu : 1) Wali Sementara

29 57 Tugas ini tercantum dalam ayat terakhir Pasal 359 KUH Perdata yaitu perwalian yang diangkat atau ditetapkan oleh hakim atas permohonan yang diajukan oleh keluarga terdekat dari anak tersebut, apabila penetapan pengangkatan wali di Pengadilan Negeri belum ada dan kemungkinan keadaan sudah mendesak agar diadakan tindakan seperlunya demi kepentingan anak belum dewasa tersebut, halnya dalam keadaan demikian Balai Harta Peninggalan akan mengadakan tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak tersebut. Adapun tindakan yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan antara lain mengadakan intervensi atas harta kekayaan anak serta mewakili anak tersebut dalam suatu tindakan-tindakan hukum. 2) Wali Pengawas Dalam Pasal 366 KUH Perdata, dijelaskan bahwa tugas sebagai wali pengawas dikatakan, Balai Harta Peninggalan bertindak sebagai pengawas terhadap wali yang bersangkutan melaksanakan kewajibannya dan diberikan nasehat-nasehat kepada wali untuk melakukan kewajiban dengan sebaik-baiknya sesuai dengan Pasal 370 KUH Perdata yang mengatur kewajiban wali pengawas adalah mewakili kepentingan-kepentingan anak yang belum dewasa. Untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan anak dibawah umur, maka wali mengajukan permohonan kepada Balai Harta Peninggalan (BHP), untuk mengurus harta anak dibawah umur. Dalam hal ini Balai Harta Peninggalan menjadi wali pengawas terhadap anak yang masih dibawah umur yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua serta mengurus harta benda atau kekayaan

30 58 anak tersebut, agar tidak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh wali atau pihak lain yang dapat merugikan anak dibawah umur tersebut. Sebenarnya tugas wali pengawas menurut KUHPerdata tidak ada definisinya, meskipun menurut Pasal 366 KUHPerdata tugas tersebut dibebankan kepada Balai Harta Peninggalan setempat, tetapi untuk singkatnya dapat dijabarkan bahwa tugas dari wali pengawas ini adalah untuk mengawasi para wali. Wujud pengawasannya atau penjabarannya terlihat dari redaksi Pasal 370 KUHPerdata. 69 Berdasarkan Struktur Organisasi Balai Harta Peninggalan, yaitu Keputusan Menteri Kehakiman No. M 01.PR tahun 1980 tanggal 19 Juni 1980, tugas Balai Harta Peninggalan adalah mewakili dan mengurus kepentingan- kepentingan orang-orang yang karena hukum atau keputusan hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam tiap perwalian di Indonesia, Balai Harta Peninggalan menurut Undangundang menjadi wali pengawas Balai Harta Peninggalan itu berada di Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar, sedangkan tempat-tempat lain mempunyai Perwakilan atau perwakilan besar atau anggota utusan. Disamping tiap BHP ada suatu Dewan Perwalian (Voogdij Raad) yang terdiri atas ketua dan anggota. Agar BHP itu dapat melakukan tugasnya, tiap orang tua yang menjadi wali harus segera melaporkan tentang terjadinya perwalian pada BHP. Begitu pula apabila 69 Syahril Sofyan, Op.cit., hal. 69

31 59 hakim mengangkat seorang wali, Panitera Pengadilan harus segera memberitahukan hal itu pada BHP. Dalam hal pemeriksaan yang dilakukan oleh BHP terdapat ahli waris dibawah umur, maka BHP menjadi wali pengawas, ia wajib membuat catatan harta kekayaan anak dibawah umur, rincian harta kekayaan tersebut kemuadian dituangkan dalam akta pemisahan dan pembagian yang dibuat dihadapan Notaris dengan terlebih dahulu harta kekayaan tersebut ditaksir oleh juru taksir. Dalam hal wali akan melakukan penjualan atas harta kekayaan untuk keperluan anak yang dibawah umur, maka wali wajib meminta izin dari pihak Pengadilan. Wali wajib memberikan pertanggungjawaban pengurusan kekayaan anak dibawah umur kepada wali pengawas setiap (enam) bulan. BHP wajib memberikan pertanggungjawaban tentang kepengurusan Wali Pengawas kepada Menteri setiap 6 (enam bulan). Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BHP bersifat sosial, yaitu melindungi, dan mewakili orang-orang yang karena hukum tidak dapat melaksanakan sendiri kepentingannya. Selain fungsi sosial BHP juga berfungsi finansial, yaitu dalam melaksanakan tugas-tugas sosial tersebut BHP juga menarik upah sebagai jasa pelayanan hukum dan pengelolaan terhadap uang pihak ketiga yang diurus menurut Stb. 1897/231, demikian juga menerima uang sebagai imbalan atas jasa pelayanan hukum yang diberikannya dan yang merupakan penghasilan bagi negara yang disebut sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

Upik Hamidah. Abstrak

Upik Hamidah. Abstrak Pembaharuan Standar Prosedure Operasi Pengaturan (SOP) Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah Wasiat Berdasarkan Alat Bukti Peralihan Hak Upik Hamidah Dosen Bagian Hukum Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016 SISTEM WARIS ADAT PARENTAL Sekar Ayuningtiyas 135010100111085 (03) Denna Ayu P W 135010100111097 (04) Elizhabert Corolia 135010118113006 (15) SOEPOMO Hukum adat waris, membuat peraturanperaturan yang mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata Oleh KELOMPOK I Dosen Pembimbing : AFRILIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata 19 BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata Sejak diundangkannya Staatblad. 1917 Nomor 129 tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEWARISAN HAK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 170/Pdt.P/2014/PN.Skt

PELAKSANAAN PEWARISAN HAK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 170/Pdt.P/2014/PN.Skt PELAKSANAAN PEWARISAN HAK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA ( Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 170/Pdt.P/2014/PN.Skt Di Kantor Pertanahan Kota Surakarta ) Yulfitri Nurjanah Sarjana Hukum Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. Pengertian Hukum Waris Berbicara tentang warisan, di Indonesia terdapat tiga hukum waris yaitu menurut Hukum Adat, menurut Kompilasi Hukum Islam, dan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sistem hukum waris menurut BW dengan

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN 1 KUHPerdata 103 106 105 107 KUHPerdata 107 108 110 Akibat perkawinan terhadap diri pribadi masing-masing Suami/Istri Hak & Kewajiban Suami-Istri UU No.1/1974 30

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA

KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA Suwito Sugiyanto 1 Yuni Purwati 2 Alwi Wahyudi 3 1, 2,dan 3 adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract This Research

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Hukum waris yang berlaku di Indonesia hingga saat ini masih bersifat pluralistik, artinya beraneka ragam sistem hukum waris di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

PERWALIAN MENURUT K.U.H.P. PERDATA DAN U.U. NO. 1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO. Program Studi Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

PERWALIAN MENURUT K.U.H.P. PERDATA DAN U.U. NO. 1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO. Program Studi Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara PERWALIAN MENURUT K.U.H.P. PERDATA DAN U.U. NO. 1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO Program Studi Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Perwalian (Voogdij) adalah: Pengawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Oleh : H. Iman Hidayat, SH.MH

SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Oleh : H. Iman Hidayat, SH.MH SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Oleh : H. Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Adat merupakan refleksi dari kepribadian dan salah satu refleksi dari jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau salah satunya sudah meninggal, maka anak yang masih di bawah umur

BAB I PENDAHULUAN. atau salah satunya sudah meninggal, maka anak yang masih di bawah umur BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Anak merupakan harapan orang tua untuk meneruskan keturunan dan kehidupannya. Orang tua hidup dan bekerja demi anak keturunannya. Kesemuanya itu digunakan demi

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN 1 KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN BANGUNAN YANG DIMILIKI OLEH PIHAK LAIN Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D 101 09 047 ABSTRAK Tulisan ini mengangkat 3 masalah utama, yaitu (a) Bagaimanakah Status Hukum dan Hak Mewaris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

dalam pembagian harta warisan apabila ada anak kandung menurut hukum waris adat

dalam pembagian harta warisan apabila ada anak kandung menurut hukum waris adat KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT DI DESA NGRINGO KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR Oleh: ACHMAD SUPARDI Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku atau kelompok-kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sistem garis

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN MELALUI PERAN KEPALA DESA. Ibrahim Ahmad

MENYELESAIKAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN MELALUI PERAN KEPALA DESA. Ibrahim Ahmad MENYELESAIKAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN MELALUI PERAN KEPALA DESA Ibrahim Ahmad Abstrak Sebagai perwujudan sikap saling menghormati dan sikap hidup rukun, maka penyelesaian sengketa diupayakan selalu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D 101 09 389 ABSTRAK Penulisan yang diberi judul Tinjauan Yuridis tentang Penggunaan Surat Keterangan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014. PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014. PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2 PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2 A B S T R A K Hak milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, sangat penting bagi negara, bangsa, dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia pada suatu saat pasti akan meninggal dunia. Dengan meninggalnya seseorang, maka akan menimbulkan suatu akibat hukum yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya): I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK Oleh : Suwardjo Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI Hukum perdata di Indonesia baik hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Hukum Perdata di Indonesia khususnya hukum waris bersifat pluralisme (beraneka ragam). Belum adanya unifikasi dalam hukum waris di Indonesia yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia, antara lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan manusia dan tempat

Lebih terperinci

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS 8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci