BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang memiliki dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. 1 Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan atau organ. Kriteria anemia menurut WHO berdasarkan kadar hemoglobin, yaitu <13 gr/dl untuk laki-laki, <12 gr/dl untuk perempuan tidak hamil dan <11 gr/dl untuk wanita hamil. 2 Anemia diklasifikasikan berdasarkan etiologi diantaranya adalah karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang, perdarahan, hemolitik, dan penyebab yang tidak diketahui. 2 Prevalensi anemia tersebar di berbagai negara dan merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. World Health Organization memperkirakan sekitar 40% penduduk dunia menderita anemia. Prevalensi tertinggi anemia yaitu pada ibu hamil dan lansia (50%), bayi dan anak 1-2 tahun (48%), anak usia sekolah (40%), dan anak pra sekolah (25%). Diperkirakan lebih dari 30% jumlah penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Di Indonesia, prevalensi tertinggi anemia diderita oleh perempuan hamil yaitu sekitar 50-70%. 1 Penyebab langsung terjadinya anemia beraneka ragam antara lain: defisiensi asupan gizi dari makanan (zat besi, asam folat, protein, vitamin C, ribovlavin, vitamin A, seng dan vitamin B12), konsumsi zat-zat penghambat penyerapan besi, penyakit infeksi, malabsorpsi, perdarahan dan peningkatan kebutuhan. 2 Zat gizi seperti protein, besi, asam folat dan vitamin B12 diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Pembentukan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. 1

2 Asam folat dan vitamin B12 diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Asam folat dan vitamin B12 penting dalam pematangan akhir sel darah merah. Keduanya penting untuk sintesis DNA karena masingmasing vitamin dengan cara yang berbeda dibutuhkan untuk pembentukan timidin trifosfat, yaitu salah satu zat pembangun esensial DNA. Kekurangan vitamin B12 atau asam folat dapat menyebabkan abnormalitas dan pengurangan DNA yang selanjutnya berakibat pada kegagalan pematangan inti dan pembelahan sel. Vitamin B12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan dalam fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf. 3 Beberapa penelitian membuktikan bahwa vitamin B12 berperan penting dalam kejadian anemia. Oleh karena itu, pada referat ini akan dibahas lebih jauh tentang anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. B. Tujuan Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi, patologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi dan prognosis anemia terutama anemia defisiensi vitamin B12. 2

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia secara praktis ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Kriteria anemia ditentukan berdasarkan kadar hemoglobin, WHO menyebutkan bahwa kriteria anemia untuk laki-laki dewasa <13 g/dl, wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl dan wanita hamil <11 g/dl. 1 Anemia megaloblastik adalah anemia akibat gangguan sintesis DNA yang ditandai dengan sel megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat maupun vitamin B12. Sehingga anemia defisiensi vitamin B12 yaitu anemia yang terjadi akibat gangguan sintesis DNA, ditandai dengan sel megaloblastik dan disebabkan karena kekurangan vitamin B12. 2 B. Epidemiologi Data dari WHO tahun 2008 menunjukkan bahwa anemia akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12 merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Penurunan kadar kedua vitamin tersebut ditemukan pada sebagian besar penduduk di berbagai negara di dunia. Penelitian di Prince of Wales Hospital, Hong Kong menunjukkan 81% dari 124 pasien memiliki kadar vitamin B12 <200 pg/ml. Prevalensi anemia defisiensi vitamin B12 di AS (300 ribu- 3 juta penduduk) dan di Eropa sebanyak 1,6-10% penduduk. 1 Anemia defisiensi vitamin B12 banyak terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan penduduk usia muda. Penelitian oleh Madigan Army Medical Center menunjukkan bahwa 15% orang dewasa diatas 65 tahun menunjukkan defisiensi vitamin B12 setelah dilakukan pemeriksaan 3

4 laboratorium. Data dari Prince of Wales Hospital juga menunjukkan bahwa 7,5-13% pasien geriyatri menderita anemia defisiensi vitamin B12. 2 C. Etiologi 1. Kurang asupan vitamin B12 Vitamin B12 hanya terdapat di dalam makanan hewani seperti daging, susu dan telur. Vitamin B12 juga tidak dihasilkan dalam tubuh, sehingga kebutuhannya secara murni didapatkan dari asupan makanan. Seorang vegetarian yang sama sekali tidak mengkonsumsi protein hewani, beresiko mengalami anemia defisiensi vitamin B Malabsorbsi a. Defisiensi asam lambung, pepsin, faktor intrinsik - Anemia pernisiosa Anemia pernisiosa merupakan penyakit autoimun, dimana sel parietal lambung memproduksi autoantibodi yang menyebabkan sel-sel tersebut atrofi. Sel parietal kehilangan fungsinya untuk menghasilkan faktor intrinsik dan HCl. Autoantibodi dapat menghambat ikatan antara faktor intrinsik dan vitamin B12, menghambat absorpsi kompleks vitamin B12-faktor intrinsik di ileum, serta mengakibatkan ketidakmampuan mereabsorpsi vitamin B12 yang dihasilkan oleh kantung empedu. 4 - Post gastrectomi - Abnormalitas fungsional dan adanya kelainan faktor intrinsik konginetal - Achlorhydria Penurunan kemampuan sel parietal untuk menghasilkan HCl seiring dengan bertambahnya usia. Penurunan HCl mengakibatkan vitamin B12 tidak dapat dilepaskan dari ikatan dengan protein makanan. 4 4

5 b. Gangguan di intestinal Kerusakan pada permukaan absorpsi - Sindrom malabsorpsi - Limfoma, sistemik schlerosis - Reseksi ileum, Crhon disease - Sprue topikal, sprue non tropikal, enteritis regional, reaksi intestinum, neoplasma dan gangguan granulomatosa 5 Infeksi bakteri dan parasit yang berkompetisi dengan kobalamin Diphylobotrium latum, bakteri blind loop syndrome c. Kerusakan pada pankreas Enzim pankreas berfungsi sebagai pemutus ikatan antara kompleks kobalamin - protein R, sehingga kerusakan pankreas dapat mengakibatkan kegagalan proses tersebut. 3. Peningkatan kebutuhan Kehamilan, hipertiroid, keganasan 4. Obat-obatan a. Penghambat sintesis DNA - Analog purin (6-tioguanin, azatioprin), analog pirimidin (5- fluorourasil) - Antivirus (zidovudin) b. p-aminosalisilat, kolkisin, neomisin D. Patogenesis Anemia defisiensi vitamin B12 merupakan salah satu jenis dari anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik ditandai dengan adanya sel megaloblast (prekursor eritrosit) di dalam sumsum tulang akibat dari kekurangan vitamin B12 dan asam folat. Kedua vitamin tersebut berperan penting dalam maturasi semua sel normal, terutama sintesis DNA pada sel yang memilki aktivitas pembelahan sel yang cepat. Sel-sel hematopoiesis sangat peka terhadap perubahan kadar kedua vitamin tersebut, oleh karena itu defisiensi salah satu atau kedua vitamin menyebabkan eritropoiesis terganggu dan berakhir pada anemia. 6 5

6 Vitamin B 12 Vitamin B12 (kobalamin) mempunyai struktur cincin kompleks (cincin corrin) yang serupa dengan cincin porfirin, dimana pada bagian tengah cincin tersebut terdapat ion koblat. Perbedaan vitamin B12 dengan vitamin dan koenzim lainnya adalah strukturnya yang sangat kompleks. Hal ini juga menggambarkan banyaknya tahapan biosintesis dengan melibatkan banyak enzim yang diekspresikan lebih dari tiga puluh gen untuk sintesis lengkap secara de novo. Gambar 1. Struktur Kimia Kobalamin Vitamin B12 disintesis secara eksklusif oleh mikroorganisme, sehingga vitamin ini tidak terdapat dalam tanaman, kecuali apabila tanaman 6

7 tersebut terkontaminasi vitamin B12 yang tersimpan dalam hati binatang. Sumber utama didapatkan dari makanan protein hewani hasil sintesis bakteri di usus, ginjal dan hati. Vitamin B12 ditemukan dalam bentuk metilkobalamin, adenosilkobalamin, dan hidroksikobalamin. Vitamin B12 tidak dapat disintesis dalam tubuh sehingga harus dipenuhi dari makanan. Sumber utama vitamin B12 adalah daging, telur dan susu, dengan kebutuhan tiap hari 2-3 µg. 6 Gambar 2. Metabolisme Vitamin B12 dalam Tubuh 7

8 terminal. 7 Kobalamin selanjutnya berikatan dengan protein transport yaitu Vitamin B12 di dalam makanan ditemukan dalam bentuk koenzim (deoksiadenosilkobalamin dan metilkobalamin) yang terikat oleh protein. Metabolisme diawali ketika kobalamin yang berikatan dengan protein hewani masuk ke dalam gaster. Enzim gaster yaitu pepsin dan HCl memutus ikatan antara kobalamin dan protein, sehingga terbentuklah kobalamin bebas. 7 Kobalamin selanjutnya berikatan dengan protein-r (haptocorin) suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh saliva dan sel-sel parietal gaster. Kompleks kobalamin-protein R selanjutnya meninggalkan gaster bersamasama dengan faktor intriksik yang dihasilkan oleh sel parietal di fundus dan kardiak gaster. Faktor intrinsik tersebut memilki kemampuan berikatan dengan kobalamin yang lebih rendah. 7 Di dalam duodenum, kompleks kobalamin-protein R dari gaster bercampur dengan kompleks kobalamin-protein R yang berasal dari kantung empedu. Enzim pankreas selanjutnya memutus ikatan antara kobalaminprotein R sehingga terbentuk kobalamin bebas. Kobalamin selanjutnya berikatan dengan faktor intrinsik yang tidak dapat dicerna oleh enzim proteolitik dan dapat melintas sampai ke ileum terminal. Ikatan kobalamin dan faktor intrinsik kemudian diserap oleh reseptor- reseptor di vili-vili ileum transkobalamin I,II dan III. Transkobalamin II memiliki peran paling penting karena dapat mengangkut kobalamin ke seluruh sel tubuh melalui sistem porta. Proses selanjutnya adalah pemutusan ikatan kobalamin dengan transkobalamin II oleh enzim lisosom dan menghasilkan kobalamin bebas. Setelah diangkut dalam darah, kobalamin yang bebas dilepas ke dalam sitosol sel sebagai hidroksikobalamin. Hidroksikobalamin ini bisa diubah di dalam sitosol menjadi metilkobalamin atau memasuki mitokondria untuk mengalami konversi menjadi 5-deoksiadenosilkobalamin. 7 Deoksiadenosilkobalamin merupakan koenzim bagi konversi metilmalonil-coa menjadi suksinil-coa. Peristiwa ini merupakan reaksi yang penting dalam lintasan konversi propionat menjadi anggota siklus asam 8

9 sitrat dan dengan demikian memiliki makna yang penting dalam proses glukoneogenesis. Defisiensi vitamin B12 menyebabkan peningkatan jumlah metilmalonil-coa yang selanjutnya didegradasi membentuk methylmalonic acid (MMA). Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan kadar MMA memyebabkan gangguan pertumbuhan pada janin. 7 Metilkobalamin merupakan koenzim dalam konversi gabungan homosistein menjadi metionin dan N5-metiltetrahidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Dalam reaksi ini, gugus metil yang terikat dengan kobalamin dipindahkan pada homosistein untuk membentuk metionin. Kobalamin selanjutnya mengeluarkan gugus metil dari N5-metiltetrahidrofolat untuk membentuk tetrahidrofolat. Pada reaksi ini simpanan metionin akan dipertahankan dan tetrahidrofolat harus tersedia untuk ikut serta dalam sintesis purin, pirimidin, serta asam nukleat. 8 Gambar 3. Reaksi Kimia Kobalamin 9

10 Vitamin B12 dan asam folat saling berhubungan dalam menyebabkan anemia megaloblastik. Kofaktor vitamin B12 (metilkobalamin) berperan dalam konversi metiltetrahidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat merupakan bahan penting untuk pembentukan deoksitimidin monofosfat (dtmp), suatu prekursor sintesis DNA. Sedangkan pada metabolisme asam folat, serin berpindah pada tetrahidrofolat sehingga terbentuk glisin dan N5,10 metilentetrahidrofolat. N5,10 metilentetrahidrofolat menyediakan gugus metil untuk membentuk timidilat. Timidilat merupakan suatu prekursor yang diperlukan untuk sintesis DNA dan pembentukan eritrosit. 8 Defisiensi vitamin B12 dan asam folat dapat mengakibatkan anemia, oleh karena terganggunya sintesis DNA yang menghalangi pembelahan sel dan pembentukan nukleus pada eritrosit yang baru, ditandai dengan penumpukan sel megaloblast dalam sumsum tulang. Vitamin B12 dibutuhkan untuk melepas folat dari gugus metiltetrahidrofolat sehingga dapat kembali dalam lintasan tetrahidrofolat untuk dikonversi menjadi N5,10 metilentetrahidrofolat. 8 10

11 Gambar 4. Peran Kobalamin dan Asam Folat dalam Sintesis DNA 1. Serin atau format akan melepaskan gugus C1 ke dalam folat, yang selanjutnya gugus tersebut digunakan oleh 10-formiltetrahidrofolat untuk membentuk purin. Purin berperan dalam sintesis DNA. 2. Proses selanjutnya yaitu konversi dari 5,10 metilentetrahidrofolat menjadi dihidrofolat yang melepaskan gugus C1. Gugus C1 tersebut kemudian digunakan untuk proses konversi dari urasil (dump) menjadi timidil (dtmp). Proses tersebut menghasilkan pirimidin yang juga berperan dalam sintesis DNA. 3. Kofaktor vitamin B12 (metionin sintase) berperan dalam siklus folat (siklus metil). Siklus tersebut berfungsi untuk mengatur suply S- adenosilmetionil yang berperan dalam metiltransferase untuk 11

12 menghasilkan produk metil berupa lemak metil, protein dasar myelin, DOPA dan DNA. Apabila terjadi gangguan pada siklus tersebut maka produk metil yang dihasilkan akan berkurang. 4. Protein dasar myelin merupakan hasil reaksi siklus metil yang penting, karena merupakan bahan baku pembentukan selubung myelin. Pada keadaan defisiensi vitamin B12, siklus metil mengalami gangguan sehingga tidak terbentuk protein tersebut. Hal itu menyebabkan terjadi demyelinisasi pada neuron-neuron, dan berakhir pada neuropati (ataxia, paralisis, parastesia). Demyelinisasi dan neuropati sering disebut sebagai sub-acute combined degeneration yang menyerang medula spinalis dan saraf perifer Pada hepar, siklus metil juga berfungsi untuk mendegradasi metionin. Metionin merupakan asam amino yang esensial bagi tubuh. Melalui siklus metil tersebut, metionin dipecah menjadi homosistein. Homosistein selanjutnya dapat didegradasi menjadi sulfat dan pyruvat yang digunakan sebagai energi atau diubah kembali menjadi metionin. 6. Anemia megaloblastik terjadi akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Proses terjadinya penyakit ini dikenal dengan the methyl trap hypothesis. a. Enzim metionin sintase dari vitamin B12 berperan untuk mengubah kofaktor folat (5-metiltetrahidrofolat) menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat berperan penting dalam sintesis DNA dan pembelahan sel. Defisiensi vitamin B12 mengakibatkan aktivitas dari enzim metionin sintase terganggu, sehingga folat akan tetap dalam bentuk terikat (5-metiltetrahidrofolat) dan tidak dapat berubah menjadi tetrahidrofolat. Hal ini mengakibatkan kegagalan sintesis DNA dan pembelahan sel. b. Efek pada sintesis DNA berupa kegagalan dalam reaksi biosintesis dan pembelahan sel. Sel yang paling berpengaruh terhadap kegagalan tersebut adalah jenis sel yang memiliki aktivitas pembelahan cepat. 12

13 - Gangguan pada pembentukan eritrosit anemia - Gangguan pembelahan sumsum tulang trombositopenia dan leukopenia - Gangguan pada siklus metil mengakibatkan peningkatan jumlah homosistein. Hal ini karena kegagalan dalam pengubahan kembali homosistein menjadi metionin. Kadar homositein yang tinggi menjadi faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan stroke. E. Tanda dan gejala 1. Anemia Disebut juga sebagai sindrom anemia yang dapat muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom anemia ini terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang-kunang, kaki dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan dibawah kuku Glossitis Glossitis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi pada lidah yang ditandai dengan terjadinya deskuamasi papila filiformis sehingga menghasilkan daerah kemerahan yang mengkilat Gangguan neurologi Metionin sintase berperan dalam siklus folat (siklus metil). Siklus tersebut berfungsi untuk mengatur suply S-adenosilmetionil yang berperan dalam metiltransferase untuk menghasilkan produk metil berupa lemak metil, protein dasar myelin, DOPA dan DNA. Protein dasar myelin merupakan hasil reaksi siklus metil yang penting, karena merupakan bahan baku pembentukan selubung myelin. Pada keadaan defisiensi vitamin B12, siklus metil mengalami gangguan sehingga tidak terbentuk protein tersebut. Hal itu menyebabkan terjadi demyelinisasi pada neuron-neuron, dan berakhir pada neuropati (ataxia, paralisis, 13

14 parastesia). Demyelinisasi dan neuropati sering disebut sebagai sub-acute combined degeneration yang menyerang medula spinalis dan saraf perifer. 9 Tanda dan gelaja yang dapat terlihat adalah sebagai berikut: - Penurunan fungsi sensorik dan motorik (penurunan pergerakan otot dan refleks) - Parestesia - Paralisis - Gangguan keseimbangan - Demensia dan gangguan psikis F. Penegakan Diagnosis 1. Pemeriksaan darah lengkap a. Penurunan kadar hemoglobin b. Penurunan kadar hematokrit c. Penurunan kadar leukosit dan trombosit d. Hitung eritrosit Mean corpuscular volume (MCV) lebih dari 100 fl Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) normal Mean corpuscular hemoglobin (MCH) meningkat 2. Gambaran darah tepi a. Sel eritrosit Sel darah merah memiliki ukuran yang besar dan bentuk oval (macroovalositosis). Sel dapat terlihat paling besar, tebal, dengan inti hiperkromatin. Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi (anisopoikilositosis). Basofilik stippling : badan inklusi di sitoplasma berwarna biru kehitaman yang merupakan endapan dari ribosom RNA 14

15 Gambar 5. Gambaran Darah Tepi pada Anemia Megaloblastik Keterangan : Panah pendek : sel makrositik (oval dan besar) Panah panjang : hipersegmen neutrofril b. Leukosit Jumlah leukosit menurun (leukopenia) dan tampak neutrofil yang bersegmen banyak (5-6 lobus). Ukuran neutrofil membesar (makropolimorfonuklear). c. Trombosit Terjadi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). d. Retikulosit Jumlah retikulosit bervariasi bisa normal atau menurun. 3. Pemeriksaan sumsum tulang a. Sumsum tulang tampak hiperseluler (menandakan meningkatnya proliferasi prekursor eritrosit) dengan eritrosit yang membesar (panah hijau). Lebih dominan sel-sel immatur (proeritroblast & basofilik eritroblast) dibandingkan dengan polikromatofilik dan ortokromatofilik karena proses eritropoiesis yang tidak sempurna. 15

16 Gambar 6. Sel Megaloblast pada Anemia Megaloblastik b. Eritroblas besar, nukleus bentuk bulat, inti kromatin tersebar dan menmadat, kromatin juga terbuka seperti koma. Terjadi ketidaksesuaian antara nukleus dan sitoplasma, hal ini terjadi karena penurunan sintesis DNA pada nukleus, sedangkan sintesis RNA di sitoplasma berlangsung normal. Gambar 7. Nukleus Sel Megaloblast pada Anemia Megaloblastik c. Panah kuning (proeritroblast berukuran besar), panah hitam (pembelahan prekursor eritrosit tidak sempurna), basofilik stippling (granula sitoplasma halus yang tersebar merata) (panah hitam besar). Gambar 8. Sel Megaloblast pada Anemia Megaloblastik d. Prekursor eritrosit displasia (permukaan nukleus abnormal dan bentuk bizarre) (panah hitam besar). Fragmen nukleus di Howel Jolly bodies 16

17 (fragmen kromatin bulat yang tinggal dalam sitoplasma eritrosit dewasa yang diakibatkan pembelahan abnormal dari eritroblas) (panah kuning panjang) Gambar 9. Sel Megaloblast pada Anemia Megaloblastik 4. Pemeriksaan biokimia a. Pemeriksaan kadar kobalamin dalam serum - Normal : pg/ml - Defisiensi : <200 mg/ml b. Pemeriksaan metil malonic acid (MMA) Peningkatan kadar MMA (>500 nmol/l) menunjukkan penurunan aktivitas metilmalonil Coa-A mutase c. Pemeriksaan kadar homosistein Peningkatan homosistein >14 µmol/l d. Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dan laktat dehidrogenase akibat destruksi eritroblast dalam sumsum tulang 5. Pemeriksaan untuk mengetahui etiologi defisiensi vitamin B12 Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan asupan vitamin B12 yang cukup, namun mengalami tanda-tanda defisiensi vitamin B12. Anti faktor intrinsik dan antibodi sel parietal anemia pernisiosa Peningkatan gastrin dan penurunan pepsinogen dalam serum gastritis atrofi kronik Endoskopi Tes Schilling 17

18 Metode yang dipakai adalah dengan memberikan vitamin B12 (0,5 µg) secara oral setelah puasa semalaman, kemudian 2 jam setelah itu dosis tinggi yaitu 1000 µg diberikan secara parenteral. Apabila terdapat gangguan pengeluaran faktor intrinsik dan malabsorpsi vitamin B12, sebanyak 7% dari dosis vitamin yang diberikan akan didapatkan pada urin penderita. G. Alur Penegakan Diagnosis ANEMIA Hapusan darah tepi dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) MCV, MCH, MCHC MCV (N), MCH (N), MCHC (N) MCV, MCH, MCHC Anemia mikrositik hipokromik Anemia normositik normokromik Anemia makrositik 18

19 Anemia makrositik Retikulosit Meningkat Menurun atau normal Riwayat perdarahan akut Sumsum tulang Anemia pasca perdarahan akut megaloblastik Non megaloblastik Anemia def B12 dan asam folat dlm terapi Anemia hipotiroidisme Vit V12 rendah Asam folat rendah Sindrom mielodisplastik Anemia def vit B12 Anemia def asam folat Anemia penyakit kronik Gambar 10. Alur Penegakan Diagnosis Defisiensi Vitamin B12 H. Penatalaksanaan 1. Terapi etiologi Berkaitan dengan penyakit dasar yang melatarbelakangi defisiensi vitamin B12 2. Terapi pengganti Penyebab tersering defisiensi vitamin B12 adalah malabsorpsi, oleh karena itu terapi lebih diutamakan parenteral (im). a. Vitamin B12 intramuskular Dapat menggunakan injeksi sianokobalamin atau hidrokobalamin. Dosis yang diberikan yaitu µg. Pasien dengan defisiensi vitamin B12 berat dapat diberikan injeksi 1000 µg/hari selama

20 minggu, dilanjutkan injeksi per minggu (selama 4 minggu) dan per bulan sesuai dengan perbaikan kondisi. b. Vitamin B12 per oral Terapi oral dengan kristalin B12 2 mg/hari. Penelitian membuktikan bahwa terapi per oral mempunyai manfaat yang sama dengan pengobatan per intramuskuler. 3. Respon terapi Respon terapi memuaskan dan membaik segera setelah pemberian terapi. Morfologi sumsum tulang kembali normal dalam waktu beberapa jam setelah terapi dimulai. Retikulositosis mulai pada hari keempat sampai kelima, mencapai puncak pada hari ketujuh. 4. Indikasi transfusi darah a. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima. b. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium. c. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb 10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat). d. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb 11 g/dl; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dl. Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb 13 g/dl. 20

21 I. Komplikasi Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia dan kejang. Pada setiap tingkat anemia, pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar kemungkinannya mengalami gagal jantung kongestif daripada seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung. Komplikasi dapat terjadi sehubungan dengan jenis anemia tertentu. 12 J. Prognosis Prognosis pada anemia tergantung pada penyebab, tingkat keparahan, dan progresifitas anemia tersebut. 21

22 BAB III KESIMPULAN 1. Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. 2. Anemia defisiensi besi yaitu anemia yang terjadi akibat gangguan sintesis DNA, ditandai dengan sel megaloblastik dan disebabkan karena kekurangan vitamin B Etiologi anemia defisiensi vitamin b12 paling sering adalah malabsorpsi. 4. Tanda dan gejala pada anemia defisiensi vitamin B12 adalah sindrom anemia, glositis, dan neuropati. 5. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, laboratorium darah lengkap, gambaran darah tepi dan biokimia darah. 6. Penatalaksanaan terdiri dari terapi etiologi, pengganti vitamin b12 berupa injeksi dan peroral. 22

23 DAFTAR PUSTAKA Butensky, E., Paul, H., Bertram, L Nutritional Anemia. Nutrition in Pediatrics. Canada: Hemiltan, Ontario. Edisi 4 Stabler, S Vitamin b12 deficiency. The New England Journal of Medicine. 368: Solomon, L., Disorders of cobalamin (Vitamin B12) metabolism: Emerging concepts in pathophysiology, diagnosis and treatment. Blood Reviews. Aslinia, F Megaloblastic anemia and other causes of macrositosis. Clinical Medicine and Research.4: Andres, E., Loukili., Esther, N Vitamin B12 deficiency in elderly patients. Canadian Medical Association or its licencors. 3:171 Mclean E, Allen L, Neumann C Low plasma vitamin B-12 in Kenyan school children is highly prevalent and improved by supplemental animal source foods. J Nutr.137: Stabler S, Allen R Vitamin B12 deficiency as a worldwide problem. Annu Rev Nutr. 24: Lewis SM, Bain BJ, Bates I Dacie and Lewis Practical Haematology.9th ed. Toronto. Price, Sylvia.A., Wilson, L Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC. 23

24 Solomon LR Cobalamin-responsive disorders in the ambulatory care setting: unreliability of cobalamin, methylmalonic acid, and homocysteine testing. Blood. 105(3): Carmel R Reassessment of the relative prevalences of antibodies to gastric parietal cell and to intrinsic factor in patients with pernicious anaemia: influence of patient age and race. Clin Exp Immunol. 89(1): Vidal-Alaball J Oral vitamin B 12 vs. intramuscular vitamin B 12 for vitamin B 12 deficiency. Cochrane Database Syst Rev. (3):CD Stabler SP, Allen RH, Savage DG, Lindenbaum J Clinical spectrum and diagnosis of cobalamin deficiency. Blood. 76(5):

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 1. Megaloblastic change. 3

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 1. Megaloblastic change. 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Gambaran Hematologis Anemia Megaloblastik Defisiensi Vitamin B12 Gambaran hematologis digunakan untuk mendiagnosis anemia megaloblastik defisiensi vitamin B12, terutama dalam menguatkan

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan. depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan. depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan mental yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gangguan kesehatan dapat menimbulkan perasaan cemas dan sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retensio Plasenta 1. Definisi Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir 30 menit setelah bayi lahir pada manajemen aktif kala tiga. 1 2. Patologi Penyebab retensio plasenta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

oleh K/DOQI sebagai suatu keadaan dengan nilai GFR kurang dari 60 ml/men/1,73 m 2, selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

oleh K/DOQI sebagai suatu keadaan dengan nilai GFR kurang dari 60 ml/men/1,73 m 2, selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Ginjal mempunyai fungsi mengatur keseimbangan air dalam tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO ) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Angka kematian ibu ( AKI ) merupakan salah satu indikator yang menggambarkan indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC) Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon

Lebih terperinci

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia A. Topik : Sistem Hematologi B. Sub Topik : Anemia C. Tujuan Instruksional 1. Tujuan Umum : Setelah penyuluhan peserta diharapkan dapat mengtahui cara mengatasi terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat pada eritrosit. Hemoglobin terdiri dari heme yang terdiri dari cincin porfirin sebagai pengikat oksigen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

Nutrition in Elderly

Nutrition in Elderly Nutrition in Elderly Hub gizi dg usia lanjut Berperan besar dalam longevity dan proses penuaan Percobaan pada tikus: restriksi diet memperpanjang usia hidup Menurunkan peny kronis Peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

VITAMIN LARUT DALAM AIR. Oleh dr. Sri Utami B.R. MS

VITAMIN LARUT DALAM AIR. Oleh dr. Sri Utami B.R. MS VITAMIN LARUT DALAM AIR Oleh dr. Sri Utami B.R. MS Vitamin B (vitamin B kompleks) Larut dalam air Terdapat pada, ragi, biji-bijian, nasi, sayuran, ikan, daging Diperlukan sebagai ko-enzym dalam metabolisme

Lebih terperinci

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK Retikulosit merupakan eritrosit muda, sehingga jika terjadi

Lebih terperinci

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan salah satu penyakit dengan penyebab multifaktorial, dapat dikarenakan reaksi patologis dan fisiologis yang bisa muncul sebagai konsekuensi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan adalah peristiwa kodrati bagi perempuan, seorang perempuan akan mengalami perubahan dalam dirinya baik fisik maupun psikologi. Status gizi merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

Metabolisme karbohidrat

Metabolisme karbohidrat Metabolisme karbohidrat Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila PENCERNAAN KARBOHIDRAT Rongga mulut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Anemia Gizi Pada Ibu Hamil BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang

Lebih terperinci

Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi; Anemia

Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi; Anemia Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Anemia Gizi Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi 2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari

Lebih terperinci

SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN

SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN Fakultas : Kedokteran Program Studi : Pendidikan Dokter Blok : Hematologi Bobot : 4 SKS Semester : II Standar Kompetensi : etiologi, patogenesis dan

Lebih terperinci

Kebutuhan : 2 mg/100 mg protein. Farmakokinetik - mudah diabsorbsi - ekskresi dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal

Kebutuhan : 2 mg/100 mg protein. Farmakokinetik - mudah diabsorbsi - ekskresi dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal Joharman adalah sekelompok senyawa organik amina berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap orgisme, yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Dibagi 2 golongan :larut lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Definisi Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang mengalir ke seluruh tubuh melalui vena atau arteri yang mengangkat oksigen dan bahan makanan ke seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik Amaylia Oehadian Sub Bagian Hematologi Onkologi Medik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Kelainan darah pada lupus Komponen darah Kelainan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yang bervariasi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUKAWARNA KELURAHAN SUKAWARNA KECAMATAN SUKAJADI WILAYAH BOJONEGARA BANDUNG Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Asam folat dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan dan jaringan hewan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Asam folat dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan dan jaringan hewan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asam folat dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan dan jaringan hewan, terutama sebagai poliglutamat dalam bentuk metil atau formil tereduksi. Sumber utama asam folat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dunia karena prevalensinya masih tinggi terutama di negara berkembang

PENDAHULUAN. dunia karena prevalensinya masih tinggi terutama di negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu keadaan di dalam tubuh yang ditandai dengan terjadinya defisiensi pada ukuran dan jumlah sel darah merah tidak mencukupi untuk melakukan pertukaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, karena pada dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb atau kadar eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia merupakan kondisi terjadinya penurunan Haemoglobin (hb), hematokrit

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL Nuraenny Ratna Bauw 1, Aryu Candra K. 2 1 Mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. darah merah lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi dari salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. darah merah lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi dari salah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Sedangkan anemia gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci