BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). DAS tersusun oleh komponen-komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan ekosistem. Interaksi yang terjadi termasuk didalamnya pemanfaatan sumber daya yang terkandung dalam DAS tersebut seperti tanah, air, dan vegetasi. Tanah, air, dan vegetasi merupakan sumberdaya yang memiliki arti sangat penting khususnya bagi manusia karena menyokong kelangsungan hidup manusia. Seiring peningkatan pembangunan, pemanfaatan sumber daya tanah, air, dan vegetasi terus bertambah jumlahnya. Kebutuhan manusia semakin bertambah dan mendorong pemanfaatan sumber daya tanah, air, dan vegetasi menjadi melebihi batas eksploitasi. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan ini menyebabkan degradasi lingkungan. Dikatakan degradasi lingkungan karena lingkungan itu sendiri merupakan suatu sistem dimana gangguan pada salah satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya, untuk selanjutnya menimbulkan gangguan baru pada komponen lingkungan yang dipengaruhi tersebut (Asdak, 2012). Sumberdaya tanah termasuk dalam sumberdaya yang mampu diperbaharui. Namun hal ini menjadi salah kaprah ketika pemanfaatan sumberdaya tanah tidak memperhatikan kelestariannya. Sejalan dengan bertambahnya populasi, dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia telah memaksa tanah untuk berproduksi pada tingkat maksimum (Utomo, 1994). Pemanfaatan yang seperti ini menyebabkan degradasi tanah yang jika terus dibiarkan akan merusak tanah itu sendiri hingga menjadi lahan kritis. Erosi tanah merupakan proses yang terjadi secara alami di permukaan bumi. Proses erosi ini merupakan salah satu proses yang membentuk permukaan 1

2 bumi. Proses ini terjadi secara alami dan sangat lambat tanpa disadari oleh manusia, dan hasil/akibatnya baru terlihat setelah berpuluh-puluh bahkan beratusratus tahun kemudian (Utomo, 1994). Proses erosi yang seperti ini merupakan proses menjaga keseimbangan alam karena selain proses kehilangan lapisan tanah juga akan terjadi proses pembentukan tanah yang baru. Berbagai faktor yang ada diantaranya aktivitas manusia telah merubah proses erosi ini menjadi lebih cepat. Akibatnya hal ini mengganggu keseimbangan alam antara proses erosi dan proses pembentukan tanah karena proses erosi lebih intensif. Kecepatan erosi yang melebihi kecepatan proses pembentukan lapisan tanah baru ini menyebabkan penipisan lapisan tanah. Lapisan tanah yang hilang ini merupakan lapisan tanah yang berharga bagi kehidupan. Hilangnya lapisan tanah akibat erosi membawa kerugian yang besar. Hilangnya lapisan tanah yang berharga ini sulit digantikan. Proses pembentukan lapisan tanah adalah proses dari serangkaian aksi dari faktor-faktor pembentuk tanah kompleks dan membutuhkan waktu sangat lama (Sartohadi dkk., 2012). Sehingga memperbaiki tanah yang rusak agar kembali seperti sediakala adalah susuatu yang sulit, baik dari segi waktu dan biayanya. Usaha rehabilitasi dan konservasi tanah untuk menghadapi degradasi lahan ini telah menjadi isu utama belakangan ini, terutama di negara-negara Asia Tenggara. Beberapa negara di Asia Tenggara mengalami peningkatan laju degradasi lahan akibat besarnya laju erosi tanah. Seperti di Indonesia, dari keseluruhan jumlah daerah aliran sungai yang memperoleh perhatian sekitar 458 DAS, 62 DAS dalam kondisi kritis (Asdak, 2012). Kenyataan peningkatan jumlah DAS kritis di Indonesia akibat besarnya laju erosi telah membuktian bahwa harus ada usaha untuk mencegah laju erosi. DAS Siak merupakan salah satu DAS di Indonesia yang memiliki nilai strategis, ekonomis dan ekologis yang tinggi. Sungai Siak sudah berperan penting dari dahulu kala dalam perkembangan Provinsi Riau, khususnya ibukota Pekanbaru. Oleh karena itu pemerintah Provinsi Riau memberikan perhatian besar terhadap kondisi DAS Siak. Hal ini terlihat dimana isu-isu strategis mengenai 2

3 DAS Siak turut dimasukkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 9 tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Riau DAS Siak masuk ke dalam DAS yang berada dalam status kritis. Seiring pembangunan yang pesat, kerusakan lingkungan DAS Siak pun terus meningkat. Berdasarkan data dari sebuah organisasi lingkungan non-pemerintah, salah satu yang utama dari penyebab kerusakan lingkungan DAS Siak ini adalah luasnya lahan hutan yang mengalami alih fungsi lahan (Jikalahari, 2008). DAS Siak termasuk daerah dengan tingkat kerawanan bencana tinggi (BNPB, 2011). Ancaman bencana yang paling utama di DAS Siak adalah banjir. Menurut BPDAS Inderagiri Rokan (2005), DAS Siak merupakan salah satu DAS yang paling menentukan dalam kejadian bencana banjir di Provinsi Riau. Kerugian yang harus ditanggung Provinsi Riau akibat kejadian ini sangatlah besar. Salah satu kejadian banjir besar yang dialami pada tahun 2003 mendatangkan kerugian sebesar Rp 793,3 miliyar. Besar kerugian tersebut jika dibandingkan dengan APBD kurang lebih sebesar 31% dari APBD Provinsi Riau (Walhi, 2003). Bencana banjir ini terjadi akibat tidak ada keseimbangan alam. Kerusakan lingkungan menyebabkan terganggunya daur hidrologis. Air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah menjadi cadangan air tanah justru banyak yang menjadi air limpasan. Hal ini menyebabkan terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Fungsi DAS sebagai penyimpan cadangan air tidak berjalan dengan baik yang pada akhirnya menyebabkan degradasi lahan DAS. Salah satu indikasinya adalah laju erosi sungai siak yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tingginya sedimentasi di Sungai Siak yang mencapai ketebalan 8 meter (Departemen Pekerjaan Umum, 2005). Penginderaan jauh adalah suatu metode penyadapan informasi permukaan bumi dengan menggunakan wahana yang berada di udara. Sebagai metode yang digunakan untuk mendapatkan informasi, penginderaan jauh berevolusi dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi terkini. Penggunaan penginderaan jauh dalam pengumpulan informasi kini mampu menawarkan kelebihan secara waktu dan biaya. Penginderaan jauh mampu memberikan 3

4 informasi dalam waktu cepat sehingga tanggap dalam pengamatan objek yang bersifat dinamis. Seiring perkembangan teknologi saat ini, pengumpulan informasi dengan metode penginderaan jauh juga menjadi suatu metode pengumpulan informasi yang lebih efisien dalam hal pembiayaan. Geographic information system (GIS) merupakan sistem berbasis komputer yang mampu mengolah informasi kebumian. Pengolahan infomasi kebumian menggunakan GIS ini mampu memberikan hasil baru yang merupakan hasil sintesis dari beberapa informasi awal. GIS telah banyak digunakan dalam penelitian yang menganalisis tentang erosi tanah. Salah satunya adalah pemodelan erosi watershed erosion response model (WERM). Penelitian lain yang menggunakan GIS untuk kajian erosi DAS telah banyak dilakukan. Borrelli, P. & Brigitta Schutt (2013) melakukan pemodelan untuk mengukur besarnya erosi yang disebabkan pembukaan lahan hutan terutama di daerah hulu DAS yang memiliki topografi berbukit berdasarkan metode RUSLE. Flyn, et al. (2006) melakukan pemodelan 3 dimensi dengan metode USLE untuk mengukur tingkat erosi dan sedimentasi pada tiap sub-das sehingga dapat diketahui detil tentang tingkat erosi dan sedimentasi keseluruhan DAS. Berbagai pemodelan yang digunakan ini telah menjadi alternatif teknik pengolahan data kebumian dengan teknologi penginderaan jauh dan GIS. Karakteristik fisik DAS sangat diperlukan untuk membangun suatu pemodelan erosi. Informasi karakteristik fisik ini bisa didapat dari ekstraksi data penginderaan jauh. Beberapa informasi karakteristik fisik yang mampu dihasilkan dari ekstraksi data penginderaan jauh seperti tutupan vegetasi, penggunaan lahan, dan topografi. Selain itu juga dilakukan pengukuran langsung ke lapangan untuk evaluasi hasil ekstraksi data penginderaan jauh Rumusan masalah DAS Siak termasuk dalam kategori DAS kritis. Berbagai masalah lingkungan kini timbul di kawasan DAS Siak. Masalah yang paling mendapat perhatian dalam hal ini adalah degradasi lahan akibat erosi. Seperti yang diketahui bahwa erosi merupakan salah satu penyebab utama peningkatan jumlah DAS 4

5 kritis. Sedangkan dalam konservasi dan rehabilitasi tanah di kawasan DAS merupakan suatu langkah yang memerlukan banyak upaya baik dari sisi materi pendanaan, waktu, dan tenaga. Selain itu juga upaya dalam kajian DAS untuk pengelolaan sering terkendala dengan kurangnya data lapangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu kajian. Dengan demikian perlu suatu metode kajian DAS untuk mengatasi permasalahan pada DAS yang memiliki keterbatasanketerbatasan tersebut, agar kajian tentang kondisi DAS khususnya pengukuran tingkat erosi tetap bisa dilaksanakan dan memberikan hasil kajian yang maksimal. Kajian ini menitikberatkan pada kajian tingkat erosi DAS yang efesien dan efektif. Dengan demikian upaya pelaksaan kajian tingkat erosi DAS akan dilakukan dengan pendekatan yang lebih sederhana dalam kuantitas data dengan menyertakan integrasi antara GIS dan teknologi penginderaan jauh. hal ini yang melatarbelakangi rumusan untuk menyusun tingkat potensi erosi sebagai penunjang untuk pengelolaan DAS dengan pertimbangan : 1. Kajian DAS saat ini memerlukan suatu masukan data yang efisien dan efektif. Pengukuran data secara terrestrial membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu keterbatasan data sering menjadi masalah dalam suatu kajian DAS. oleh karena itu penggunaan teknologi penginderaan jauh untuk penyediaan data dapat menunjang kebutuhan data dalam kajian pengukuran tingkat erosi dalam kajian ini. 2. Pengukuran tingkat erosi diperlukan agar segera mengetahui potensi erosi yang ada dalam suatu DAS sebelum menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya. Pengukuran tingkat erosi ini menggunakan informasi spasial karakteristik DAS dengan integrasi antara teknologi penginderaan jauh dan GIS Pertanyaan penelitian Intergrasi antara data penginderaan jauh dan GIS untuk kajian erosi dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tingkat erosi yang efektif dan efisien. Dalam kajian ini pengolahan informasi karakteristik fisik DAS sebagai masukan untuk pemodelan WERM. Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah 5

6 dikemukakan sebelumnya, maka dapat disusun beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan pemodelan WERM dalam meyajikan potensi erosi di sub DAS Tapung kiri, hulu DAS siak? 2. Bagaimana pengaruh variabel erodibilitas tanah terhadap hasil pemodelan WERM dalam menyajikan potensi erosi di sub DAS Tapung kiri, hulu DAS Siak? 1.4. Tujuan penelitian Penelitian pemodelan potensi erosi DAS dengan studi kasus di kawasan DAS Siak ini diperuntukkan sebagai salah bahan evaluasi pendukung dalam perencanaan pengelolaan DAS terpadu. Pengumpulan dan evaluasi data untuk pemodelan ini dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan GIS. Penelitian ini akan dilakukan pada DAS kritis dengan menitikberatkan pengamatan pada potensi erosi DAS. Laju erosi DAS belakangan ini semakin meningkat seiring pembangunan. Kerugian akibat peningkatan laju erosi ini semakin lama semakin besar baik secara fisik maupun secara sosial-ekonomi. Dengan demikian pengumpulan dan evaluasi data tentang kerentanan DAS terhadap erosi sangat diperlukan untuk mendukung upaya konservasi tanah. Selain itu juga penelitian ini akan menentukan luas kawasan yang mengalami erosi dan mengetahui besarnya dampak erosi yang dialami. Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melakukan ekstraksi dan analisis karakteristik fisik DAS Siak bagian hulu menggunakan informasi spasial dari data penginderaan jauh untuk penentuan tingkat erosi. 2. Melakukan analisis tingkat erosi dan persebaran lokasi kejadian erosi yang ada di DAS Siak bagian hulu sehingga dapat menunjang penentuan prioritas pada kawasan hulu DAS Siak untuk pengendalian erosi sebagai upaya konservasi dan rehabilitasi tanah yang termasuk dalam upaya pengelolaan DAS. 3. Melakukan analisis tingkat erosi di kawasan hulu DAS Siak menggunakan pemodelan WERM. 6

7 4. Melakukan analisis terhadap variabel pemodelan WERM dalam menyajikan potensi erosi di kawasan hulu DAS Siak serta menambahkan variabel erodibilitas tanah sebagai masukan dalam proses pemodelan Manfaat penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya : Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian pendukung perencanaan pengelolaan DAS terpadu dan berkelanjutan agar menghasilkan langkah-langkah yang efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan atau hambatan dalam pengelolaan DAS. 1. Metode pada penelitian ini dapat digunakan pada pengelolaan DAS secara umum terutama sebagai dengan menggunakan intergrasi data penginderaan jauh dan GIS berdasarkan tingkat erosi. 2. Metode peda penelitian ini dapat digunakan untuk kajian erosi pada kawasan DAS yang memliki keterbatasan sumberdaya dan ketersediaan data. 3. Data dan informasi yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan mampu menjadi langkah strategis bagi stakeholder dan masyarakat dalam upaya konservasi tanah sehingga mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan sumberdaya alam DAS untuk kepentingan sosial-ekonomi tanpa mengesampingkan nilai-nilai kelestarian lingkungan Penelitian terdahulu Penentuan potensi erosi DAS telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Pada berbagai penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang prioritas pengelolaan DAS, pengukuran potensi erosi, dan tahap monitoring. Pengelolaan DAS mempertimbangkan berbagai aspek di dalamnya mulai dari ketersediaan sumberdaya hingga aspek sosial yang ada. Diantara aspek aspek pertimbangan yang sangat luas dalam pengelolaan DAS, erosi merupakan salah satunya. Erosi menjadi perlu dikaji karena menyentuh konsep utama pengelolaan DAS yaitu pemanfaatan sumberdaya air dan tanah. Pemanfaatan sumber daya tanah dan air harus memperhatikan kelestariannya. Oleh karena itu 7

8 kajian erosi perlu dilakukan dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya air dan tanah. Pengukuran potensi erosi dilakukan dengan pengukuran secara langsung ataupun dengan menggunakan pemodelan. Pemodelan memiliki kelebihan karena meminimalisasi kerja lapangan sehingga mampu memangkas waktu dan biaya. Berbagai metode pemodelan telah digunakan beberapa peneliti dalam upaya estimasi potensi erosi. Selain upaya pengukuran juga dilakukan penyajian dan monitoring potensi erosi. Penyajian informasi secara spasial dan monitoring yang dilakukan tentang potensi erosi akan membantu sebagai masukan dalam analisis pengendalian erosi sebagai upaya konservasi dan rehabilitasi tanah yang termasuk dalam upaya pengelolaan DAS. Berikut beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait pengelolaan DAS, erosi, dan monitoring yang disajikan dalam tabel

9 Tabel 1.1. Perbandingan dengan penelitian terdahulu No. Judul dan Penulis Tujuan Penelitian Metode penelitian Hasil Penelitian 1 Model untuk Pendugaan - Menghasilkan model yang Melakukan identifikasi terhadap Muatan Sedimen dapat digunakan untuk parameter yang mempengaruhi Tersuspensi Menggunakan menduga muatan tersuspensi sedimen melalui data Data Penginderaan Jauh menggunakan data penginderaan jauh. Hasilnya yang Suharsono, Prapto (1998) penginderaan jauh sebagai berupa data spasial tentang data utamanya parameter penentu sedimentasi tersebut kemudian digabungkan dengan data hujan. Data-data yang telah dikumpulkan ini kemudian dianalisis menggunakan tranformasi dan analisis statistic untuk menghasilkan rumus empiris pendugaan sedimen tersuspensi yang akan digunakan sebagai dasar pemodelan. Hasil dari pemodelan ini kemudian divalidasi terhadap sedimen aktual. Terdapat 11 model pendugaan muatan sedimen tersuspensi yang cukup baik ketepatannya, baik untuk pendugaan muatan sedimen tersuspensi total maupun muatan sedimen tersuspensi rata-rata. Penggunaan data penginderaan jauh ditambah dengan data hujan untuk pendugaan muatan sedimen tersuspensi mempunyai ketepatan pendugaan antara 90,65% hingga 72,57%. 9

10 Tabel 1.1. Perbandingan dengan penelitian terdahulu 2 Pemanfaatan Citra ASTER Digital untuk Estimasi dan Pemetaan Erosi Tanah Di Daerah Aliran Sungai OYO Provinsi DIY Arsy, R.F. (2008) 3 Evaluasi Potensi Erosi Tanah Menggunakan Teknologi 4Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi di DAS Bodri Hulu, Jawa Tengah Sukristiyanti (2010) - Mengekstrak perameter lereng dari DEM dan tranformasi indeks vegetasi pada citra ASTER - Mengkaji tingkat efisiensi data dari teknik tranformasi indeks vegetasi antara NDVI dengan TSAVI berdasarkan verifikasi model erosi (E) - Melakukan analisis data menggunakan data penginderaan jauh dari citra Landsat ETM+ dan DEM untuk ekstraksi variabel pengontrol erosi tanah - Melakukan evaluasi potensi erosi tanah berdasarkan pemodelan erosi E 30 dan pendekatan kualitif pada Menggunakan verifikasi model (E) dengan mengekstrak parameter lereng (S) yang diperoleh dari kombinasu saluran 3N dengan 3B yang secara stereoskopik dapat menghasilkan DEM, nilai eksponensial erosi maksimum dan minimum pada lereng 30 0 (E 30 ) dari data sekunder BPDAS Departemen kehutanan dan pengolahan alogaritma dari tranformasi indeks vegetasi dengan teknik penisbahan dan pengurangan citra antara saluran merah dan inframerah dekat untuk NDVI, TSAVI, serta nilai konversi dari tangent 30 0 (S 30 ) Data karakteristik fisik DAS sebagai sumber analisis merupakan hasil interpretasi dari citra ETM+ tahun 2006 dan DEM skala 1: Variabel karakteristik fisik yang digunakan adalah variabel pengontrol erosi yang ditentukan dari metode pemodelan erosi E30 dan pendekatan kualitatif. Variabel 1. Dapat diperoleh data besar laju erosi rata-rata mm/tahun berdasarkan verifikasi model erosi (E) dari hasil ekstraksi parameter lereng (DEM) dan transformasi indeks vegetasi pada citra ASTER. 2. Diperoleh tingkat efisiensi data dari hasil uji interpretasi citra untuk tranformasi indeks vegetasi antara NDVI dan TSAVI berdasarkan verifikasi model erosi (E) Kedua metode menyajikan potensi erosi tanah dengan tingkat kemiripan 79% sehingga tidak jauh berbeda. Sebagian besar daerah penelitian termasuk dalam kelas potensi erosi ringan dengan nilai 0-20 mm/thn. Berdasarkan validasi yang dilakukan secara survey lapangan menunjukkan bahwa metode pendekatan 10

11 Tabel 1.1. Perbandingan dengan penelitian terdahulu skala menengah. - Menguji validasi terhadap pemetaan potensi erosi hasil dari pemodelan erosi dan pendekatan kualitatif. 4 Kajian Kemampuan Model Forest Canopy Density (FCD) Berbasis Citra Landsat ETM+ Multitemporal untuk Memantau Suksesi Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah Yulianto, Santosa (2010) - Mengetahui karakteristik spectral transformasi model FCD untuk menyajikan informasi struktur dari setiap tipe vegetasi penutup hutan rawa gambut. - Menguji tingkat akurasi nilai estimasi kerapatan tajuk dan hasil klasifikasi tipe vegetasi penutup untuk memantau suksesi hutan rawa gambut tersebut diantaranya kerapatan vegetasi, penggunaan lahan, dan kemiringan lereng. Peta potensi erosi tanah yang dihasilkan kedua metode selanjutnya akan dibandingkan secara analisis spasial untuk menentukan tingkat akurasinya. Data penginderaan jauh Landsat ETM+ multitemporal dianalisis berdasarkan pemodelan FCD. Analisis FCD menggunakan data kerapatan vegetasi dan bayangan tajuk untuk menghasilkan data keluaran berupa kerapatan tajuk hutan yang digunakan untuk pemantauan suksesi hutan gambut. Dalam pemantauan mutitemporal ini kualitatif memberikan hasil yang lebih baik dalam penyajian kelas potensi erosi tanah di daerah penelitian dibandingkan dengan hasil penyajian kelas potensi erosi tanah secara metode pemodelan E 30. Variabel yang digunakan dalam metode pendekatan kualitatif mampu merepresentasikan karakteristik fisik DAS lebih baik karena variabel yang digunakan lebih banyak. Oleh karena itu hasil penyajian kelas potensi erosi tanah yang didapat lebih mendekati hasil validasi data spasial dari survey lapangan. Berdasarkan uji akurasi Root Mean Square Deviation hasil pemodelan FCD untuk estimasi nilai kerapatan tajuk tahun 2000 sebesar 53,33% dan tahun 2007 sebesar 60,00%. Sedangkan untuk akurasi pada klasifikasi tipe tutupan hutan rawa gambut menunjukkan hasil 88,52% dengan hasil klasifikasi tipe padang pakis, semak, dan semak 11

12 Tabel 1.1. Perbandingan dengan penelitian terdahulu dengan model FCD berbasis citra Landsat ETM+ mutitemporal yang dipadukan dengan kerja lapangan. - Menghitung luas dan laju suksesi hutan rawa gambut selama periode tahun di lokasi penelitian. menghasilkan informasi tentang tipe vegetasi penutup dan perkembangan suksesi lahan tahun belukar masing-masing 4 kelompok struktur tajuk, dan tipe belukar serta hutan memiliki 5 kelompok struktur kerapatan tajuk. Pada analisis suksesi hutan rawa gambut menunjukan hasil 60,46% tidak terjadi suksesi. 22,04% mengalami suksesi progesif, dan 17,49% mengalami suksesi retrogresif. 5 Waterhed Development Prioritization by Applying WERM Model and GIS Techniques in Vedganga Basin Panhalkar, S. & C.T. Pawar (2011) - Melakukan penentuan prioritas pengelolaan DAS dengan berdasarkan pemodelan WERM menggunakan data penginderaan jauh IRS P6 dan GIS. Penentuan prioritas pengelolaan DAS ini dimulai dengan melakukan identifikasi karakterisrtik fisik DAS menggunakan integrasi data penginderaan jauh dan GIS. Karakteristik DAS yang diidentifikasi adalah variabel pengontrol erosi diantaranya penggunaan/penutup lahan, tutupan vegetasi, kemiringan lereng, dan curah hujan. Variabel pengontrol erosi ini kemudian diformulasikan berdasarkan pemodelan WERM untuk menghasilkan peta kawasan potensi erosi. Berdasarkan besar Analisis variabel karakteristik fisik DAS menggunakan data penginderaan jauh meliputi penggunaan/tutupan lahan, kerapatan vegetasi, dan kemiringan lereng. Sedangkan untuk data curah hujan tahunan menggunakan data sekunder. Hasil pemodelan WERM menunjukan bahwa kawasan yang membutuhkan prioritas pengelolaan paling tinggi sebesar 37,81 km 2 (3,8%), prioritas tinggi 228,85 km 2 (23%), prioritas sedang 585 km 2 (58,81%), prioritas rendah 124,37 km 2 (12,5%) dan tidak terklasifikasi 12

13 Tabel 1.1. Perbandingan dengan penelitian terdahulu 6 Pemodelan Spasial Lahan Kritis Berbasis Raster di DAS Merawu Kabupaten Banjarnegara Melalui Integrasi Citra Landsat 7 ETM+ dan Sistem Informasi Geografis Sulistyo, Bambang (2011) 7 Prioritization of Waterheds Using Multicriteria Evaluation Through Fuzzy Analytical Hierarchy - Menyusun model spasial estimasi erosi USLE berbasis Raster, melalui integrasi citra Landsat ETM+ dan analisis SIG - Menyusun model spasial estimasi erosi model Honda berbasis raster, melalui integrasi citra Landsat 7 ETM+ dan analisis SIG - Mengkaji berbagai indeks vegetasi, selain NDVI, sebagai prediktor utama dalam penentuan estimasi erosi dan pemodelan spasial lahan kritis - Mengkaji perumusan Tingkat Kekritisan Lahan sehingga tidak mengandung duplikasi parameter penentu lahan kritis - Melakukan penentuan prioritas pengelolaan DAS pada level sub DAS berdasarkan evaluasi multi- potensi erosi yang ada di tiap kawasan tersebutlah disusun prioritas pengelolaan ditentukan. Analisis digital terhadap semua data yang mempengaruhi terjadinya lahan kritis (erosi + kemiringan lereng + persentase tajuk + manajemen). Analisis erosi dilakukan berdasarkan metode USLE yang sudah umum dilakukan dan Honda. Kemiringan lereng dianalisis menggunakan data DEM dan flow direction. Analisis persentase tajuk menggunakan tranformasi indeks vegetasi. Dalam penelitian ini akan menggunakan 11 indeks vegetasi. Melakukan analisis data penginderaan jauh dengan menggunakan variabel karakteristik morfologi DAS. (tubuh air)18,8 km 2 (1,89%). 1. Pemodelan erosi model USLE berbasis raster dengan menggunakan 11 indeks vegetasi dengan ketelitian tertinggi yaitu MSAVI 87,35%. 2. Pemodelan erosi model Honda hanya menghasilkan satu ketelitian terbaik menggunakan indeks vegetasi TVI 81,20%. 3. Nilai murni indeks vegetasi tidak dapat digunakan secara mandiri sebagai predictor utama dalam penentuan lahan kritis. 4. Tingkat kekritisan lahan hanya menggunakan parameter erosidalam perumusannya yaitu TKL = erosi. Hasil penelitian ini merupakan aplikasi dari penginderaan jauh, GIS, dan multi-criteria decision yang didapat dari analisis fuzzy 13

14 Tabel 1.1. Perbandingan dengan penelitian terdahulu process Aher, P.D., J. Adinarayana, and S.D. Gorantiwar (2013) 8 Kejian Erosi di Sub DAS Tapung Kiri, DAS Siak Menggunakan Watershed Erosion Response Model (WERM) Mahadi, Agung (2014) criteria dan analisis fuzzy bertingkat dengan menggunakan data penginderaan jauh dari Landsat ETM+ dan GIS. - Melakukan ekstraksi dan analisis karakteristik fisik DAS Siak bagian hulu menggunakan informasi spasial dari data penginderaan jauh untuk penentuan tingkat erosi. - Melakukan analisis tingkat erosi dan persebaran lokasi kejadian erosi yang ada di DAS Siak bagian hulu sehingga dapat menunjang penentuan prioritas pada variabel karakteristik morfologi meliputi penggunaan lahan, suhu musiman, curah hujan tahunan,dan susunan kimia tanah. Variabel tersebut dianalisis menggunakan evaluasi multicriteria. Analisis multi-criteria yang dilakukan menggunakan fuzzy anaytical hierarchy process dengan mempertimbangkan karakteristik topografi dan hidrologi DAS. Penelitian tingkat erosi di Sub DAS Tapung Kiri menggunakan data penginderaan jauh yang terintegrasi dengan GIS. Data penginderaan jauh yang digunakanmerupakan citra Landsat 8 Path/Row : 127/60 tahun Informasi spasial Sub DAS Tapung Kiri akan digunakan dalam pemodelan WERM untuk mengkaji tingkat erosi di kawasan tersebut. pemodelan WERM menggunakan klasifikasi terhadap analytical hierarchy process berupa prioritas pengelolaan yang dibagi dalam lima kelas yaitu : sangat tinggi sebesar 40,64%, tinggi sebesar 9,61, sedang sebesar 10,61%, rendah sebesar 15,88%, dan sangat rendah 23,7%. Metode Fuzzy AnalyticalHierarcy Process yang digunakan untuk keperluan studi DAS ini mampu dengan baik untuk menyusun prioritas DAS dengan mempertimbangkan variabel-variabel hydro-geomorfologi. Hasil pemodelan WERM ini merupakan penentuan tingkat erosi yang digunakan untuk penentuan prioritas pada kawasan hulu DAS Siak untuk pengendalian erosi sebagai upaya konservasi dan rehabilitasi tanah yang termasuk dalam upaya pengelolaan DAS. Tingkat erosi yang dihasilkan pada penelitian ini akan dibandingkan dengan pemetaan erosi yang dilakukan oleh BPDAS Indragiri Rokan 14

15 Tabel 1.1. Perbandingan dengan penelitian terdahulu kawasan hulu DAS Siak untuk pengendalian erosi sebagai upaya konservasi dan rehabilitasi tanah yang termasuk dalam upaya pengelolaan DAS. - Melakukan analisis tingkat erosi di kawasan hulu DAS Siak menggunakan pemodelan WERM. - Melakukan analisis terhadap variabel pemodelan WERM dalam menyajikan potensi erosi di kawasan hulu DAS Siak serta menambahkan variabel erodibilitas tanah sebagai masukan dalam proses pemodelan. variabel karakteristik fisik Sub DAS Tapung Kiri meliputi tutupan vegetasi, kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah hujan. Selain itu akan digunakan variabel lain yaitu erodibilitas tanah pada pemodelan WERM untuk mengkaji pengaruh erodibilitas tanah bagi pemetaan tingkat erosi menggunakan pemodelan WERM.. sebagai dasar untuk mengetahui kemampuan WERM dalam menghasilkan peta tingkat erosi di kawasan hulu DAS Siak. 15

16 1.7. Batasan penelitian Kajian erosi merupakan kajian yang harus dilakukan secara menyeluruh. Peristiwa erosi dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari faktor alam ataupun faktor pengaruh dari kegiatan manusia. Erosi juga mempengaruhi kondisi DAS seperti degradasi lahan, peningkatan sedimentasi, kekeringan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu kajian erosi sangat luas cakupannya serta akan membutuhkan sumber daya (waktu, biaya, tenaga) dan data yang tidak sedikit. Dalam penelitian ini cakupan kajian dibatasi sebagai berikut : 1. Penelitian ini menggunakan integrasi penginderaan jauh dan GIS, dimana penginderaan jauh digunakan dalam upaya yang efektif dan efisien dalam pengumpulan data karakteristik DAS yang dibutuhkan sebagai data masukan GIS dalam pemodelan Watershed Erosion Response Model (WERM). 2. Penelitian ini merupakan upaya pengukuran terhadap tingkat erosi pada suatu DAS yang masih bersifat kualitatif. Pengukuran tingkat ini sebisa mungkin menggunakan data yang sederhana serta mudah didapatkan dengan meminimalisir pengukuran lapangan sehingga mampu digunakan pada kawasan DAS yang memiliki keterbatasan sumberdaya dan data Luaran penelitian Luaran yang dihasilkan dari penelitian ini antara lain : 1. Peta kerapatan tutupan vegetasi Sub DAS Tapung Kiri tahun 2013 skala 1 : Peta kemiringan lereng Sub DAS Tapung Kiri tahun 2013 skala 1 : Peta penggunaan lahan Sub DAS Tapung Kiri tahun 2013 skala 1 : Peta curah hujan tahunan Sub DAS Tapung Kiri tahun 2013 skala 1 : Peta satuan lahan Sub DAS Tapung Kiri tahun 2013 skala 1 : Peta erosi WERM Sub DAS Tapung Kiri tahun 2013 skala 1 : Peta erosi WERM+erodibilitas Sub DAS Tapung Kiri tahun 2013 skala 1 : Analisis Pengelolaan Konservasi dan Rehabilitasi Tanah Sub DAS Tapung Kiri 16

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO Risma Fadhilla Arsy Abstrak : Penelitian di Daerah Aliran Sungai Oyo ini bertujuan mengesktrak parameter

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi. Fenomena alam ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang dikenal dengan sumberdaya alamnya yang sangat melimpah seperti sumberdaya lahan, hutan, air, hasil tambang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan teknologi penyadap dan produksi data citra digital permukaan bumi telah mengalami perkembangan sejak 1960-an. Hal ini dibuktikan dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Kejajar merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Pegunungan Dieng Kabupaten Wonosobo dengan kemiringan lereng > 40 %. Suhu udara Pegunungan Dieng

Lebih terperinci

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai aktivitas manusia memungkinkan terjadinya perubahan kondisi serta menurunnya kualitas serta daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan rumah berbagai

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan aspek fisik, sosial dan ekosistem yang di dalamnya mengandung berbagai permasalahan yang komplek, seperti degradasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lahan yang sangat intensif serta tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan menimbulkan adanya degradasi lahan. Degradasi lahan yang umum terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan timbal balik. Di dalam pembangunan, manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus sesuai dengan kemampuannya agar tidak menurunkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara dengan jumlah kepulauan terbesar didunia. Indonesia memiliki dua musim dalam setahunnya, yaitu musim

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan ruang ekosistem yang menyediakan berbagai sumberdaya alam baik berupa barang, maupun jasa untuk memenuhi segala kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian bencana mewarnai penelitian geografi sejak tsunami Aceh 2004. Sejak itu, terjadi booming penelitian geografi, baik terkait bencana gempabumi, banjir,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar terdapat di hutan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999

Lebih terperinci

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh 1 Hairul Basri, 2 Syahrul, 3,4 *Rudi Fadhli 1 Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image.

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image. Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage SEBARAN SPASIAL LAHAN KRITIS UNTUK PRIORITAS REHABILITASI BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Gerakan konstan air dan perubahan dalam keadaan fisik di planet ini disebut siklus air, juga dikenal sebagai sifat kincir air, atau siklus hidrologi. Kata Siklus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM. APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PEMETAAN ZONA RAWAN BANJIR DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CELENG KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehilangan tanah mendekati laju yang terjadi pada kondisi alami.

BAB I PENDAHULUAN. kehilangan tanah mendekati laju yang terjadi pada kondisi alami. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR PETA... xiv INTISARI... xv ABSTRAK...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

kebutuhannya, masyarakat merambah hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian. Konversi hutan dan lahan juga dilakukan oleh kegiatan pembangunan

kebutuhannya, masyarakat merambah hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian. Konversi hutan dan lahan juga dilakukan oleh kegiatan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan yang dominan disebabkan oleh berubahnya kondisi tutupan lahan hutan akibat pemanfaatan lahan oleh aktivitas manusia yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK Ria Gafuri 1, Ichsan Ridwan 1, Nurlina 1 ABSTRAK. Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci