BAB II PERSEPSI MASYARAKAT DAN KEGIATAN KEAGAMAAN REMAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERSEPSI MASYARAKAT DAN KEGIATAN KEAGAMAAN REMAJA"

Transkripsi

1 BAB II PERSEPSI MASYARAKAT DAN KEGIATAN KEAGAMAAN REMAJA A. Persepsi Masyarakat 1. Pengertian Persepsi Kehidupan individu tidak dapat lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Sejak itu pula individu menerima langsung stimuli atau rangsang dari luar dirinya. Dalam rangka individu mengenali stimulus merupakan persoalan yang berkaitan dengan persepsi. Mengenai persepsi itu sendiri seperti halnya dengan pengertian-pengertiaan lain terdapat pandangan yang bervariasi antara satu orang dengan orang yang lain. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan adalah merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Namun proses tersebut tidak berhenti di situ saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. 1 Proses penginderaan terjadi 1 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hlm

2 20 setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera. Stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, dinterpretasikan, sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya itu. Dengan persepsi individu dapat menyadari, dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya, dan juga tentang keadaan diri individu yang bersangkutan. 2 Persepsi dapat menentukan pola tingkah laku dan perbuatan seseorang, sehingga persepsi berperan sangat penting dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. 3 Menurut Jalaludin rahmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyatakan bahwa persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa-peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan persepsi, maka seseorang dapat menginterpretasikan suatu hal yang ia lihat terhadap objek yang sedang dikajinya. 4 Sedangkan menurut Miftah Toha, persepsi pada hakikatnya merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. 2 Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), hlm James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 51

3 21 Melihat dari beberapa pengertian persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah kognitif yang dialami setiap orang atau individu dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui panca indera. Secara singkat persepsi disimpulkan sebagai cara pandang seseorang terhadap segala sesuatu yang terkesan dalam panca inderanya. 2. Jenis-Jenis Persepsi Proses persepsi merupakan stimulus yang diinderakan oleh individu yang diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu yang bersangkutan menyadari dan mengerti mengenai stimulus yang diinderanya. Arie Arumwardhani menjelaskan bahwa manusia dapat melakukan kegiatan persepsi melalui indera yang dimilikinya. Sedangkan indera yang dimilki manusia ada beberapa jenis, seperti: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan indera kulit atau perasa. jadi manusia dapat melakukan kegiatan persepsi melalui inderainderanya. Sehingga indera yang dimiliki manusia ada beberapa jenis persepsi, yaitu: persepsi melalui penginderaan penglihatan, persepsi melalui penginderaaan pendengaran, persepsi melalui penginderaan penciuman, persepsi melalui penginderaan pengecap dan persepsi melalui penginderaan kulit peraba. 5 Dari beberapa jenis persepsi yang dimiliki manusia yaitu: persepsi melalui indera penciuman, pengecap, kulit, perabaan, auditori dan visual. Sedangkan berdasarkan hasilnya ada beberapa persepsi yaitu: 5 Arie Arumwardhani, Psikologi Kesehatan (Yogyakarta: Percetakan Galang Press, 2011), hlm

4 22 a. Persepsi positif, yaitu persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan dan tanggapan yang selaras dengan objek persepsi yang diteruskan dengan pemanfaatan. b. Persepsi negatif, yaitu persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan dan tanggapan yang tidak selaras dengan objek persepsi. Hal ini diteruskan dengan kepastian untuk menerima atau menolak dan menentang segala objek yang dipersepsikan. c. Persepsi netral, yaitu persepsi yang menganggap dan menggambarkan keberadaan kedua belah pihak saling menguntungkan dan juga tidak ada kerugiannya. d. Persepsi ganda, adalah persepsi yang menganggap dan menggambarkan bahwa keberadaan kedua belah pihak saling menguntungkan dan juga tidak ada kerugiannya Faktor-faktor yang Berperan Dalam Persepsi Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu: a. Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu. 6 Bimo Walgito, op. cit., hlm. 61.

5 23 b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sabagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris. c. Perhatian Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. 7 d. Individu Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi hasil persepsi datang dari dua sumber, yaitu yang berhubungan dengan segi kejasmanian, dan yang berhubungan dengan segi psikologis. Bila sistem fisiologisnya terganggu, hal tersebut akn berpengaruh dalam persepsi seseorang. Sedangkan segi psikologis seperti telah dipaparkan di depan, yaitu antara lain mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, motivasi akan berpengaruh pada seseorang dalam mengadakan persepsi. 7 Ibid., hlm. 101

6 24 e. Stimulus dan Lingkungan Agar stimulus dapat dipersepsi, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran., sudah dapat dipersepsi oleh individu. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh dalam persepsi. Stimulus yang kurang jelas, stimulus yang berwayuh arti, akan berpengaruh dalam ketepatan persepsi. Bila stimulus itu berujud benda-benda bukan manusia, maka ketepatan persepsi lebih terletak pada individu yang mengadakan persepsi, karena benda-benda yang dipersepsi tersebut tidak ada usaha untuk mempengaruhi yang mempersepsi. Hal tersebut akan berbeda bila yang dipersepsi itu manusia. Sedangkan lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila objek persepsi adalah manusia. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek merupakan kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda. 8 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu Faktor Internal dan Faktor Eksternal. 8 Ibid., hlm. 55

7 25 1. Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain : a. Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbedabeda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda. b. Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek. c. Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat. d. Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.

8 26 e. Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas. f. Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah : a. Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi. 9 Jalaluddin Rakhmat, op. cit., hlm. 52

9 27 b. Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit. c. Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan latar belakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian. d. Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi. e. Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam. 10 Menurut Robbins persepsi dapat dipengaruhi oleh karakter seseorang. Karakter tersebut dipengaruhi oleh : 1. Attitudes Dua individu yang sama, tetapi mengartikan sesuatu yang dilihat itu berbeda satu dengan yang lain. 10 Ibid., hlm. 53

10 28 2. Motives Kebutuhan yang tidak terpuaskan yang mendorong individu dan mungkin memiliki pengaruh yang kuat terhadap persepsi mereka. 3. Interests Fokus dari perhatian kita sepertinya dipengaruhi oleh minat kita, karena minat seseorang berbeda satu dengan yang lain. Apa yang diperhatikan oleh seseorang dalam suatu situasi bisa berbeda satu dengan yang lain. Apa yang diperhatikan seseorang dalam suatu situasi bisa berbeda dari apa yang dirasakan oleh orang lain. 4. Experiences Fokus dari karakter individu yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu seperti minat atau interest individu. Seseorang individu merasakan pengalaman masa lalu pada sesuatu yang individu tersebut hubungkan dengan hal yang terjadi sekarang. 5. Expectations Ekspektasi bisa mengubah persepsi individu dimana individu tersebut bisa melihat apa yang mereka harapkan dari apa yang terjadi sekarang. Menurut Nugroho J. Setiadi, Faktor yang mempengaruhi persepsi adalah penglihatan dan sasaran yang diterima dan dimana situasi persepsi terjadi penglihatan.

11 29 Tanggapan yang timbul atas rangsangan akan dipengaruhi sifat-sifat individu yang melihatnya,, sifat yang dapat mempengaruhi persepsi yaitu : 1. Sikap Sikap yang dapat mempengaruhi positif atau negatifnya tanggapan yang akan diberikan seseorang. 2. Motivasi Motif merupakan hal yang mendorong seseorang mendasari sikap tindakan yang dilakukannya. 3. Minat Merupakan faktor lain yang membedakan penilaian seseorang terhadap suatu hal atau objek tertentu, yang mendasari kesukaan ataupun ketidaksukaan terhadap objek tersebut. 4. Pengalaman masa lalu Dapat mempengaruhi persepsi seseorang karena kita biasanya akan menarik kesimpulan yang sama dengan apa yang pernah dilihat dan didengar. 5. Harapan Mempengaruhi persepsi seseorang dalam membuat keputusan, kita akan cenderung menolak gagasan, ajakan, atau tawaran yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

12 30 6. Sasaran Sasaran dapat mempengaruhi penglihatan yang akhirnhya akan mempengaruhi persepsi. 7. Situasi Situasi atau keadaan disekitar kita atau disekitar sasaran yang kita lihat akan turut mempengaruhi persepsi. Sasaran atau benda yang sama yang kita lihat dalam situasi yang berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula Proses Terjadinya Persepsi Proses terjadinya persepsi dimulai dari suatu objek yang menimbulkan stimulus, dan stimulus tersebut mengenai alat indera atau reseptor. Objek dan stimulus adalah sesuatu yang berbeda, tetapi ada kalanya objek dan stimulus itu menjadi satu. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang dinamakan dengan proses fisologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang desebut dengan proses psikologis. Kemudian pada taraf terakhir dari proses terjadinya persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba yaitu stimulus yang 11 Nugroho J. Setiadi. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. (04 Mei 2012). Diakses 27 Oktober 2014.

13 31 diterima melalui alat indera. Proses tersebut merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarya. Respon sebagai akibat dari persepsi yang diambil dari individu dalam berbagai macam bentuk. Tidak semua stumulus akan direspon oleh organisme atau individu. Respon yang diberikan oleh individu terhadap stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik perhatian individu. Dengan demikian terjadi proses persepsi oleh individu tergantung kepada keadaan individu selain tergantung stimulusnya atau juga tergantung kepada keadaan individu yang bersangkutan. 5. Pengertian Masyarakat Perkataan masyarakat berasal dari bahasa Arab, yang secara harfiah artinya pergaulan. Dalam bahasa Latinnya adalah sosius. Perkataan ini berubah bentuknya menjadi sosial yang berarti apa atau segala sesuatu yang berhubungan pergaulan hidup. Dalam butir ini yang dimaksud dengan masyarakat adalah pergaulan hidup manusia yang berinteraksi terusmenerus menurut sistem nilai atau norma tertentu yang terikat pada identitas bersama. 12 Masyarakat bisa diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup di suatu wilayah yang memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan satu sama lain Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 32

14 32 Masyarakat dimaknai juga sebagai kumpulan orang yang di dalamnya hidup bersama dalam waktu yang cukup lama. Selanjutnya orangorang yang membentuk masyarakat harus memiliki kesadaran bahwa mereka satu kesatuan, dimana masyarakat adalah suatu sistem hidup bersama yang di dalamnya menciptakan nilai, norma dan kebudayaan bagi kehidupan mereka Fungsi dan Peran Masyarakat Masyarakat berfungsi sebagai penerus budaya dan generasi ke generasi salanjutnya secara dinamis sesuai situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat, melalui pendidikan dan interaksi sosial yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa kepada anak yang belum dewasa. Masyarakat sering disebut sabagai tempat pendidikan, dan masyarakat juga mewadahi apa yang disebut Community School (sekolah masyarakat). 15 Tiap masyarakat mempunyai sesuatu yang khas, lain dari pada yang lain, walaupun tampaknya sama dari luar, misalnya mengenal hal-hal fisik seperti bentuk rumah, pakaian, bentuk rekreasi, dan sebagainya. Yang memberi kekhasan pada suatu masyarakat adalah hubungan sosialnya. Disamping itu mempunyai perbedaan lain seperti kota industri berbeda dengan daerah pertambangan atau nelayan, kota universitas berbeda dengan kampung pertanian, daerah perkotaan berbeda dengan pemukiman dan 14 Elly M. Setiadi, dkk., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Edisi II, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm Ari Gunawan, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm

15 33 sabagainya. Fungsi kota atau masyarakat turut menentukan sistem sosialnya. 16 Manusia adalah makhluk sosial, ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan hidupnya bergantung pada orang lain. Karena itu manusia tak mungkin hidup layak di luar masyarakat. B. Kegiatan Keagamaan 1. Pengertian Kegiatan Keagamaan Kegiatan keagamaan berasal dari tiga kata dasar yaitu giat, agama. Giat berarti rajin, bergairah dan bersemangat tentang perbuatan atau usaha. 17 Agama berarti sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan (Dewa dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk beragama. Hal ini berawal dari nalurinya untuk mengabdikan kepada suatu objek yang lebih tinggi dari dirinya. Naluri ini merupakan wujud dari adanya dorongan untuk kembali kepada Tuhan akibat adanya perjanjian Illahiya. 18 Dengan demikian pengalaman tersebut sebagai pengalaman spiritual mengendap dibawa sadar dan akan mempengaruhi manusia. Mukti Ali memberikan pengertian agama sangat sulit. Hal ini dikarenakan : Pertama, pengalaman agama adalah bersifat subjektif dan 16 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm Nurcholis Madjid, Cendekiawan dan Religiuitas Masyarakat, (Jakarta: Para Madina dan Tabloid Tekat, 1992), hlm. 92

16 34 batini, kedua, orang dalam pembicaraaan agama akan sangat bersemangat dan emosional, ketiga, konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang memberikan pengertian agama itu. 19 Kegiatan agama merupakan hal yang sangat penting untuk bekal dalam menghadapi masa depan, karena nasib suatu bangsa yang akan datang ada ditangan generasi muda atau remaja. Apabila mereka rusak, maka negara atau bangsa akan mengalami kehancuran atau pembinasaan. Dalam pengertian umum kegiatan keagamaan di sini dapat disamakan dengan Pendidikan Agama Islam yang sering diartikan sebagai usaha pendewasaan manusia. Tetapi merujuk pada informasi Al-Quran pendidikan mencakup segala aspek jagad raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai pendidik yang maha agung. Selain memelihara kondisi dan hubungan tetap dengan Allah dan diri sendiri, dimensi taqwa yang ketiga adalah memelihara dan membina hubungan baik dengan manusia. Hubungan antara manusia ini dapat dibina, dipelihara antara lain dengan Mengembangkan cara gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat dan negara yang sesuai dengan nilai dan norma agama. 20 Masyarakat muslim di Indonesia dalam pendidikan atau perguruan keagamaan sangat signifikan dan bahkan sangat dominan. Sepanjang sejarah pendidikan Islam di kawasan ini, masyarakat muslim dalam skala yang tetap 19 Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 370

17 35 besar bukan hanya berperan serta tetapi bahkan mengambil posisi terdepan dalam pendirian, pengembangan dan pemberdayaan pendidikan keagamaan Dasar Kegiatan Keagamaan Dasar adalah landasan tempat berpijak agar tegak kokoh berdiri. 22 Agama Islam adalah agama yang membawa misi agar umatnya menyelanggarakan pendidikan dan pengajaran. 23 Pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia mempunyai dasar-dasar yang cukup kuat yaitu: a. Al-Quran Umat Islam sebagai suatu umat yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab suci Al-Quran yang letak dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal, sudah barang tentu dasar pendidikan mereka adalah bersumber kepada filsafat kehidupan ynag berdasarkan kepada Al-Quran. 24 b. Al-Hadist Dasar yang kedua selain Al-Quran adalah sunah Rosulullah, amalan yang dikerjakan oleh Rosulullah SAW. Dalam proses perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan Islam karena Allah SWT. Menjadikan Muhammad sebagai teladan bagi umatnya. 21 Azyurmadi Azra, Pendidikan Islam tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 2000), hlm Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm Ibid., hlm Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 24

18 36 Dalam visi religius, dalam hal ini terdapat ayat Al-Quran yang menganjurkan arti penting kegiatan keagamaan Islam, Allah SWT berfirman: Artinya: (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa. (QS. Al-Hajj: 40). Firman Allah SWT. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-nya kepada

19 37 mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At- Tahrim : 6) Firman Allah di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah pendidikan, pemeliharaan, dan bimbingan bagi umat Islam. Allah Wa Jalla menjelaskan sifat-sifat orang yang mau menolong agamanya. Dia berfirman: Artinya: Yaitu orang-orang yang kami tempatkan di muka bumi, mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh yang ma ruf, dan mencegah yang mungkar. Kepada Allahlah di kembalikan semua urusan. (QS. Al-Hajj: 41). 3. Tujuan Kegiatan Keagamaan Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau kelompok orang yang melakukan sesuatu. 25 Kegiatan keagamaan bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman remaja (masyarakat) Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 4. Peranan Keagamaan Islam sebagai gerakan kultural pada dasarnya lebih menekankan keterbukaan dan dialog untuk mencari bentuk sintetik baru yang lebih baik, dan berbasis pada akhlakul karimah yaitu memperkuat dan mempertinggi 25 Djamaludin Abdullah Aly, Kapasita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 1998), hlm. 14

20 38 budi pekerti, sehingga kelangsungan hidup masyarakat lebih terjaga. Kekuatan masyarakat pada hakikatnya tergantung pada budi pekerti. Jika budi pekerti itu jatuh, maka jatuhlah masyarakat itu. 26 Allah SWT berfirman: Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125) 5. Materi dan Metode Kegiatan Keagamaan a. Materi Kegiatan Keagamaan Materi atau bahan merupakan apa yang hendak diajarkan dalam kegiatan remaja IPNU-IPPNU. Dengan sendirinya materi-materi yang diajarkan tidak terlepas dari nuansa ke Islaman. Adapun materi yang diajarkan adalah: 1) Tauhid Tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu menghambakan diri kepada Allah secara murni dan konsekuen, dengan hlm Musa Asy arie, Dialektika Agama untuk Pembebasan spiritual, (Yogyakarta: LESFI, 2002),

21 39 mentaati segala perintah dan menjauhi segala larangan-nya dengan penuh rasa rendah diri, cinta dan takut kepada-nya. 27 Tauhid merupakan pegangan pokok yang sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal ibadah yang dilakukannya. Hanya amal yang dilandasi tauhidlah menurut tuntunan Islam yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan bahagia di dunia maupun di akhirat kelak. Melihat pentingnya tauhid dalam kehidupan manusia, maka sangatlah perlu materi ketauhidan di masukkan ke dalam kurikulum pembelajaran yang ada dalam kegiatan ikatan remaja IPNU-IPPNU guna membentengi dan memelihara kaimanan mereka dari sikap dan perbuatan yang mengarah kepada kemusyrikan yang diakibatkan oleh perubahan yang cepat disegala bidang. 2) Ilmu Tajwid Ilmu tajwid adalah pengetahuan makhrij huruf atau bunyi-bunyi huruf saat diucapkan. Juga merupakan ilmu bacaan seperti izhar (jelas) dan ikhfa (samar), mad (bacaan panjang) yang lazim, wajib dan jaiz, dan ukuran panjang suara saat membacanya, juga pengetahuan tentang wakaf (tanda henti) yang wajib, yang tidak boleh atau yang jaiz (dibolehkan) dan mustahsanah (disukai berhenti). Ilmu tajwid juga mencakup pengetahuan tentang idghom dan huruf-hurufnya(lam, mim, nun, ya, ra, waw), iqlab dan 27 syaikh Muhammad At-Tamimi, Terjemah Kitab Tauhid, (Jakarta: Kantor Urusan Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia, 2003), hlm. 2.

22 40 hurufnya (baa ) serta huruf-huruf halq (hamzah, ha, ha, kho, ain, ghain) dan dari kedua bibir dan lain-lain. Manfaatnya adalah untuk mengetahui bacaan Al-qur an dan membacanya dengan melafazhkan huruf-hurufnya sesuai dengan makna yang dikehendaki sehingga maksud dari firman Allah dapat diketahui dengan jelas. 28 Diharapkan dengan mengajarkan ilmu tajwid kepada remaja IPNU-IPPNU, mereka dapat membaca Al-qur an dengan benar sesuai dengan kaidah yang ada dan dapat melagukan Al-qur an sehingga menjadi lebih indah untuk didengar. 3) Fiqih Fiqih menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan seseorang pembaca. Menurut istilah fiqih ialah mengetahui hukum-hukum syara yang amaliah (mengenal perbuatan, perilaku) dengan melalui dalil-dalil- Nya yang terperinci. Adapun fiqih menurut istilah fuqoha seperti dalam Tajudin As-Subki, adalah ilmu tentang hukum syara yang bersifat amali diambil dari dalil-dalil yang tafsili. 29 4) Akhlak Dilihat dari segi bahasa (etimologi), kata akhlak berasal dari bahasa arab yang terserap ke dalam bahasa indonesia. Dalam bahasa arab, kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluqun yang mempunyai beberapa arti yaitu tabiat, perangai adat kebiasaan, perwira dan agama yang mengandung segi-segi persamaan dengan kata khalqun 28 Abu Bakar Jabir al-jazziry, Ilmu dan Ulama, Pelita Kehidupan Dunia dan Akhirat, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), hlm Syahrul Anwar, Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 13.

23 41 (kejadian) dan erat hubungannya dengan kata kholiq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan). Oleh karena itu, dalam akhlak juga membahas berbagai masalah yang menyangkut hubungan antar manusia (sebagai makhluk) dengan Allah yang maha pencipta (kholik). Hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan mahkluk yang lainnya. Dilihat dari segi istilah (terminologi) akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong timbulnya suatu perbuatan dengan mudah karena dibiasakan sehingga tidak memerlukan pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu. 30 Kedudukan dan martabat orang dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat sangat ditentukan oleh kepribadian dan tingkah lakunya (akhlaknya). Kepribadian dan tingkah laku seseorang bukan merupakan suatu yang bersifat tetap tetapi suatu yang dapat berubah karena terpengaruh oleh berbagai keadaan yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, apabila kepribadian dan tingkah laku tersebut tidak boleh dibiarkan, tetapi harus dijaga dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Caranya dengan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. Mempelajari ilmu akhlak memang tidak langsung menjadikan seseorang berakhlak mulia, walaupun demikian seseorang yang mempelajari ilmu akhlak akan lebih sadar lagi dalam tindak tanduknya. 30 Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Al-qur an dan Al-Hadist, (Jakarta: PT. Pustaka Al- Husna Baru, 2006), hlm. 1.

24 42 Ia lebih mengerti dan memaklumi dengan sempurna apa faedah berlaku baik dan apa pula bahaya jika ia berbuat salah. Besar harapan seseorang mempelajari akhlak akan menjadi orang yang baik, dan akan berbuat amal shaleh, berjuang untuk agama, bangsa dan negaranya. Menjadi satu anggota masyarakat yang berarti dan berjasa. Ia akan berbudi pekerti yang luhur dan mulia terhindar dari sifatsifat yang tercela dan berbahaya. Itulah yang menjadikan materi akhlak sangat penting untuk diberikan kepada remaja IPNU-IPPNU, karena dengan ilmu akhlak diharapkan remaja akan senantiasa memiliki perilaku yang baik, yang dapat dibanggakan dan menjadi contoh bagi masyaraat dilingkungnya. b. Metode Kegiatan Keagamaan Metode adalah salah satu alat untuk mencari tujuan yang telah ditetapkan. 31 Adapun bentuk metode yang digunakan dalam kegiatan keagamaan antara lain: 1) Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didiknya dalam proses belajar mengajar Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.

25 43 Dalam hal ini menggunakan metode tersebut karena tokoh masyarakat (penceramah) memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah para remaja IPNU-IPPNU yang mengikuti kegiatan pada waktu tertentu dan tempat tertentu pula. Dalam metode ceramah ini para remaja IPNU-IPPNU yang mengikuti, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa yang diceramahkan oleh seorang tokoh itu adalah benar. 2) Metode Kisah Qurani dan Nabawi Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai metode pendidikan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut: a) Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya, makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut. b) Kisah qurani dan nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteknya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya. 32 3) Metode Teladan 32 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm

26 44 Metode ini merupakan pedoman untuk bertunduk dalam merealisasikan tujuan pendidikan. Pedoman itu memang diperlukan karena pendidikan tidak dapat ditindak secara alamiah saja agar pendidikan dapat dilakukan lebih aktif dan lebih efisien. Disinilah teladan merupakan salah satu pedoman yang diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari barat maupun dari timur. Seperi yang diakui dalam Islam, umat meneladani Nabi, Nabi meneladani Al-Quran. 33 4) Metode Dialog (Hiwar) Metode ini dilakukan dengan panyajian suatu topik masalah yang dilakukan melalui dialog antara peserta didik dan peserta didik. Metode ini dapat difungsikan dengan baik jika terjadi komunikasi transaksi yang didukung oleh minat yang tinggi bagi pendidik dan peserta didik untuk mengetahui dari masalah yang dihadapi. C. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescerei yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupa. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. 33 Ibid., hlm

27 45 Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua malainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas. Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan. Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja mancapai tahap berpikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya dari pada sekadar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual seperti ini yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan remaja Pertumbuhan dan perkembangan bekerja dalam suatu proses pertumbuhan yag berkaitan dengan aspek-aspek fisik dan psikis individu. 34 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 9-10

28 46 Hal ini berarti berkaitannya antara satu fase pertumbuhan dan perkembangan dengan fase berikutnya, yaitu fase sebelumnya menjadi dasar fase selanjutnya. Berikut ini adalah pertumbuhan dan perkembangan remaja, antara lain: a. Perkembangan fisik Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa rentang kehidupan individu, dimana terjadi perumbuhan fisik yang sangat pesat. Masa yang pertama terjadi pada fase pranatal dan bayi. Bagian-bagian tubuh tertentu pada tahun-tahun permulaan kehidupan secara proporsional terlalu kecil, namun pada masa remaja proporsionalnya menjadi terlalu besar, karena lebih dulu mencapai kematangan dari pada bagian-bagian yang lain. Hal ini tampak jelas pada hidung, kaki dan tangan. Pada masa remaja akhir, proporsi tubuh individu mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya. 35 b. Perkembangan kognitif Pada masa remaja mulai memiliki kemampuan memahami pikirannya sendiri dan pemikiran orang lain, membayangkan apa yang dipikirkan oleh orang tentang dirinya. Ketika kemampuan kognitif mereka mencapai kematangan, kebanyakan anak remaja mulai memikirkan tentang apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat, orang tua, bahkan terhadap kekurangan diri mereka sendiri. Dengan penalaran yang dimilikinya, menjadikan remaja mampu 35 Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 193.

29 47 membuat pertimbangan dan melakukan perdebatan sekitar topik-topik abstrak. 36 c. Perkembangan emosi Masa remaja merupakan puncak emosionalitas yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Walaupun emosi remaja sering menguat, tidak terkendali dan tampak irasional, umumnya dari tahun demi tahun mengalami perbaikan perilaku emosional. d. Perkembangan sosial Remaja sebagai bunga dan harapan bangsa serta pemimpin dimasa depan sangat diharapkan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat. Penyesuaian sosial ini dapaat diartikan sebagai kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini baik dalam lingkungan luar, sekolah, maupun masyarakat. e. Perkembangan moral Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini muncul 36 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 194.

30 48 dorongan untuk melakukan perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya tetapi psikologis. 37 f. Perkembangan kepribadian Masa remaja merupakan masa berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan identity merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa. Dapat juga dikatakan sebagai aspek sentral bagi kehidupan yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain dan mempelajari tujuantujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya. g. Perkembangan kesadaran beragama Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Perkembangan pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Menurut W. Starbuck perkemangannnya antara lain: 1) Pertumbuhan pikiran dan mental Agama yang ajarannya lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajaran agamanya kurang konservatifdogmatif ada agak liberal akan mudah merangsang perkembangan 37 Op. Cit., hlm

31 49 pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. 2) Perkembangan perasaan Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. 3) Pertimbangan sosial Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material, remaja bingung menentukan pikiran itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersifat materialistis 4) Perkembangan moral Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasi berdosa dan usaha untuk mencari proteksi, tipe moral yang juga terlihat pada para remaja yang mencakup: self-directive, adaptive, submissive, unadjusted, deviant. 5) Sikap dan minat Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi merekaa (besar kecil minatnya).

32 50 6) Ibadah Sedikit dari remaja yang mengatakan bahwa ibadah bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sebaliknya kebanyakan remaja menganggap bahwa ibadah hanyalah merupakan media untuk bermeditasi Bambang Syamsul Arifin, Psikolog Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN KEAGAMAAN REMAJA IPNU-IPPNU RANTING DESA PECAKARAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN KEAGAMAAN REMAJA IPNU-IPPNU RANTING DESA PECAKARAN BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN KEAGAMAAN REMAJA IPNU-IPPNU RANTING DESA PECAKARAN Pada bab ini, penulis akan menganalisis persepsi masyarakat terhadap kegiatan keagamaan

Lebih terperinci

01FDSK. Persepsi Bentuk. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

01FDSK. Persepsi Bentuk. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Modul ke: Persepsi Bentuk Fakultas 01FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Fakultas FDSK Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 1 PERSEPSI bagaimana orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Nina Maftukha S.Pd., M.Sn. Program Studi Desain

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Fakultas FDSK Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 1 PERSEPSI bagaimana orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk

Lebih terperinci

PERSEPSI BENTUK. Persepsi Modul 1. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk

PERSEPSI BENTUK. Persepsi Modul 1. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk PERSEPSI BENTUK Modul ke: Persepsi Modul 1 Fakultas Desain dan Seni Kreatif Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Abstract Persepsi dapat diartikan sebagai bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang binasa. 1 Keluarga merupakan satu elemen terkecil dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak ketika pertama kali lahir kedunia dan melihat apa yang ada didalam rumah dan sekelilingnya, tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan. yang terus berkembang sesuai tuntutan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan. yang terus berkembang sesuai tuntutan zaman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan yang begitu cepat telah melahirkan manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan yang terus berkembang sesuai

Lebih terperinci

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA Pengertian dan manfaat Psikologi Agama Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang perjalanan hidup manusia tidak akan terlepas dari apa yang disebut pendidikan dan sebuah proses belajar. Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm, Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid II, Erlangga, Jakarta, 1998, hlm. 7

BAB I PENDAHULUAN. hlm, Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid II, Erlangga, Jakarta, 1998, hlm. 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pendidikan dapat di artikan sebagai usaha membina kepribadiannya sesuai dengan nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Hal ini sesuai peranan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ranah kognitif merupakan ranah psikologis siswa yang terpenting. Dalam perspektif psikologi, ranah kognitif yang berkedudukan pada otak ini adalah sumber sekaligus pengendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.

BAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pembangunan mental dan akhlak. Jika kita mempelajari pendidikan agama, maka akhlak merupakan sesuatu yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pendidikan yang Islami secara tidak langsung telah diajarkan

BAB I PENDAHULUAN. Proses pendidikan yang Islami secara tidak langsung telah diajarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan yang Islami secara tidak langsung telah diajarkan oleh Rasulullah sebagai suri tauladan bagi umatnya. Semua yang dilakukan oleh Rasul adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman modern ini pendidikan keluarga merupakan pendidikan informal yang berperan sangat penting membentuk kepribadian peserta didik untuk menunjang pendidikan

Lebih terperinci

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran dan fungsi ganda, pertama peran dan fungsinya sebagai instrumen penyiapan generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta fungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada konsep al-nas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia dilihat sebagai makhluk yang memiliki dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama merupakan pendidikan yang memperbaiki sikap dan tingkah laku manusia untuk membina budi pekerti luhur seperti kebenaran keikhlasan, kejujuran, keadilan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI SISWA KELAS VIII TERHADAP PROGRAM PEMBELAJARAN BTQ DI SMP NEGERI 12 PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PERSEPSI SISWA KELAS VIII TERHADAP PROGRAM PEMBELAJARAN BTQ DI SMP NEGERI 12 PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PERSEPSI SISWA KELAS VIII TERHADAP PROGRAM PEMBELAJARAN BTQ DI SMP NEGERI 12 PEKALONGAN A. Analisis Pelaksanaan Program Pembelajaran BTQ di SMP Negeri 12 Pekalongan Alquran merupakan kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Qur an dan Hadits, melalui kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Qur an dan Hadits, melalui kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan surat al-fatihah dan di akhiri dengan surat al-anas. 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan surat al-fatihah dan di akhiri dengan surat al-anas. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang memiliki kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia mendapatkan pegangan yang pasti untuk menjalankan hidup dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan perbuatan manusiawi. Pendidikan lahir dari pergaulan antar orang dewasa dan orang yang belum dewasa dalam suatu kesatuan hidup. Tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kedewasaan fisik belaka, akan tetapi dapat dipahami kedewasaan psikis. 1

BAB I PENDAHULUAN. pada kedewasaan fisik belaka, akan tetapi dapat dipahami kedewasaan psikis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya, penyesuaian diri dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua. Manusia mengalami proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia ini sangat dinamis dalam arti perjalanan kehidupan seorang manusia dipengaruhi oleh apa yang terjadi di sekelilingnya dan manusia belajar apa

Lebih terperinci

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin A. Pendahuluan TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM --------------------------------------------------------------------- Oleh : Fahrudin Tujuan agama Islam diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan-nya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ( Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 6. Islami, (Jogjakarta: Darul Hikmah, 2009), hlm. 83

BAB I PENDAHULUAN. ( Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 6. Islami, (Jogjakarta: Darul Hikmah, 2009), hlm. 83 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penulisan Dalam kehidupan yang modern seperti sekarang ini tanggung jawab semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Berdasarkan data yang telah disajikan berkenan dengan persepsi psikolog

BAB IV ANALISIS. Berdasarkan data yang telah disajikan berkenan dengan persepsi psikolog BAB IV ANALISIS Berdasarkan data yang telah disajikan berkenan dengan persepsi psikolog terhadap Praktik Ruqyah Syar iyyah Di Kalimantan Selatan, berikut peneliti memberikan analisis terhadap apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu dan anak. Dalam suatu keluarga, arus kehidupan ditentukan oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. ibu dan anak. Dalam suatu keluarga, arus kehidupan ditentukan oleh orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah ibu dan anak. Dalam suatu keluarga, arus kehidupan ditentukan oleh orang tua. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERSEPSI DAN METODE PENDEKATAN HADIS

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERSEPSI DAN METODE PENDEKATAN HADIS BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERSEPSI DAN METODE PENDEKATAN HADIS A. Persepsi Ada tiga hal yang perlu diurai dalam pembahasan persepsi, antara lain pengertian persepsi, faktor-faktor pembentuk persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suroso Abdussalam, Arah & Asas Pendidikan Islam, Sukses Publising, Bekasi Barat, 2011, hlm. 38.

BAB I PENDAHULUAN. Suroso Abdussalam, Arah & Asas Pendidikan Islam, Sukses Publising, Bekasi Barat, 2011, hlm. 38. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan aspek aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Akan tetapi, suatu proses yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Fadila & Ridho (2013:6), Perilaku Konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai proses dimana sebuah bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAMPAK PERILAKU PERANTAU TERHADAP MORALITAS REMAJA DESA KANDANGSERANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS DAMPAK PERILAKU PERANTAU TERHADAP MORALITAS REMAJA DESA KANDANGSERANG PEKALONGAN BAB IV ANALISIS DAMPAK PERILAKU PERANTAU TERHADAP MORALITAS REMAJA DESA KANDANGSERANG PEKALONGAN A. Analisis Moralitas Remaja Desa Kandangserang Pekalongan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan pedoman yang abadi untuk kemaslahatan umat manusia, merupakan benteng pertahanan syari at Islam yang utama serta landasan sentral bagi tegaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsumen Menurut Dewi (2013:1), konsumen adalah seseorang yang menggunakan produk dan atau jasa yang dipasarkan. Sedangkan kepuasan konsumen adalah sejauh mana harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses multi dimensial yang meliputi bimbingan atau pembinaan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kita tengah berada di pusaran hegemoni media, revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), yang tidak hanya mampu menghadirkan sejumlah kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan di muka bumi ini selain menjadi makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai makhluk sosial harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan setiap manusia untuk memiliki suatu pengetahuan tertentu. Peranan dari pendidikan adalah untuk mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi Perangkat Desa 1. Definisi Persepsi Manusia pada dasarnya merupakan makhluk individu. Dalam melihat masalah manusia memiliki ciri khas atau pandangan yang berbeda sesuai

Lebih terperinci

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia A. Landasan Sosial Normatif Norma berasal dari kata norm, artinya aturan yang mengikat suatu tindakan dan tinglah laku manusia. Landasan normatif akhlak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi Menurut Kotler (2002:198), persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasi dan menginterpretasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti mengadakan hubungan interaksi dengan orang lain, serta dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti mengadakan hubungan interaksi dengan orang lain, serta dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya, gerak dan tangis yang pertama saat dia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar sistematis, dilakukan orang-orang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG A. Analisis relevansi kurikulum dengan perkembangan sosial Perkembangan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat dalam rangka melahirkan manusia beriman dan bertaqwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, yang mana dalam agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan, apabila perubahan tersebut disebabkan pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang

Lebih terperinci

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar a. Pengertian prestasi belajar Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain baik di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan. oleh kelompok atau masyarakat seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain baik di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan. oleh kelompok atau masyarakat seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial dan penyelenggaraan pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan kepribadian setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2004), hlm Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2004), hlm Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhlak adalah gambaran kondisi yang menetap di dalam jiwa. Semua perilaku yang bersumber dari akhlak tidak memerlukan proses berfikir dan merenung. Perilaku baik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang universal dan berlaku untuk semua umat manusia dan semua zaman. Nilai-nilai dan aturan yang terkandung dalam ajaran Islam dijadikan pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat BAB I PENDAHULUAN A. KONTEKS PENELITIAN Pendidikan yang diberikan kepada anak sebagaimana yang dikonsepkan melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat sebuah metode yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. b. Aspek Aqidah: Menjelaskan pengertian Malaikat, Menyebutkan namanama Malaikat, Menyebutkan tugas-tugas malaikat

BAB I PENDAHULUAN. b. Aspek Aqidah: Menjelaskan pengertian Malaikat, Menyebutkan namanama Malaikat, Menyebutkan tugas-tugas malaikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan

Lebih terperinci

( ). BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

( ). BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta munculnya media-media massa yang serba canggih ini, dengan segala kemajuannya menawarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT Pada bab ini, peneliti akan menganalisis kegiatan bimbingan agama Islam anak karyawan PT. Pismatex di desa Sapugarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia pertama, sebagaimana al-qur an menyatakan. berkembang sesuai dengan kondisi dan konteks lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia pertama, sebagaimana al-qur an menyatakan. berkembang sesuai dengan kondisi dan konteks lingkungannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan lahir bersamaan dengan diciptakannya Nabi Adam As sebagai manusia pertama, sebagaimana al-qur an menyatakan Adam berdialog dengan Allah SWT. 1 Dialog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembinaan akhlak sangat penting ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelolah pembelajaran peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan pelaksanaan pembelajaran. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan konseling adalah suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka merubah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi 2.1.1. Definisi Persepsi Menurut Chaplin (2008) persepsi adalah proses atau hasil menjadi paham atas keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

Lebih terperinci

BAB IV DI LAPAS KLAS IIA PEKALONGAN. A. Analisis Tujuan Pendidikan Agama Islam di Lapas Pekalongan

BAB IV DI LAPAS KLAS IIA PEKALONGAN. A. Analisis Tujuan Pendidikan Agama Islam di Lapas Pekalongan BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LAPAS KLAS IIA PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Agama Islam di Lapas Pekalongan Roni Dermawan selaku kasi binadik mengatakan tujuan dari adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling memerlukan adanya bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia dituntut untuk saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks nasional, kebijakan perubahan kurikulum merupakan politik pendidikan yang berkaitan dengan kepentingan berbagai pihak, bahkan dalam pelaksanaannya seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). 2

BAB I PENDAHULUAN. mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dosen merupakan faktor yang sangat dominan dan penting dalam pendidikan formal karena bagi mahasiswa dosen sering kali dijadikan tokoh teladan, bahkan menjadi tokoh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Umum Persepsi 2.1.1. Pengertian Persepsi Dalam Kamus Psikologi dijelaskan bahwa perception berarti persepsi, penglihatan, tanggapan, yaitu proses dimana seseorang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang perjalanan hidup manusia tidak akan terlepas dari apa yang disebut pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah untuk mengembangkan potensi invidual sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral, dalam arti fungsi-fungsi jiwanya saling mempengaruhi secara organik. Karenanya sepanjang perkembangannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen Menurut American Marketing Association (Peter dan Olson, 2013:6), perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan Nasional, eksistensinya sangat urgensif dalam rangka mewujudkan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan-

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan- Nya.. Dalam menanamkan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Suatu lembaga pendidikan akan berhasil menyelenggarakan kegiatan jika ia dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. 1 Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAAN. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2001, hal. 13. hal. 69.

BAB I PENDAHULUAAN. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2001, hal. 13. hal. 69. BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniyah lebih-lebih rohaniyahnya. Karena kesempurnaannya dapat memahami, mengenal secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa salah satunya ditentukan dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka akan memberikan output

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b)

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b) 156 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini diuraikan tentang: a) Pengaruh Kedisiplinan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b) Pengaruh Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persiapan untuk kehidupan yang baik dikemudian hari, oleh karena itu banyak orang tua

BAB I PENDAHULUAN. persiapan untuk kehidupan yang baik dikemudian hari, oleh karena itu banyak orang tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia merupakan makhluk sosial, oleh karena itu manusia sangat memerlukan orang lain untuk berinteraksi dalam memenuhi kebutuhannya. Sekolah dipandang sebagai

Lebih terperinci

Oleh : Muflihah Istiqomah S BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang cepat untuk menghimpun informasi baru yang dibutuhkan sebagai

Oleh : Muflihah Istiqomah S BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang cepat untuk menghimpun informasi baru yang dibutuhkan sebagai 1 Penerapan strategi belajar PQ4R untuk peningkatan minat baca Al-Qur an dan prestasi siswa di SMP Negeri I Bulu kabupaten Sukoharjo ( Penelitian Tindakan Kelas ) Oleh : Muflihah Istiqomah S 810907017

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 2 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn. Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Apakah sensasi = persepsi? Apakah sensasi = persepsi? Sensasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,

BAB I PENDAHULUAN. pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia dalam kehidupannya, yaitu manusia yang beriman

Lebih terperinci

AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012

AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012 122 ISBN: 978-602-70471-1-2 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012 Hana Navi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari. penyesuaian diri dengan pengalaman hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari. penyesuaian diri dengan pengalaman hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari kepribadian yang sebenarnya. 1 Perilaku manusia dapat dikatakan sebagai perwujudan dari kepribadiannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid. Baik secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun diluar sekolah.

Lebih terperinci

1 Mahmud Yunus, Pedoman Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1980), hal. 127.

1 Mahmud Yunus, Pedoman Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1980), hal. 127. Pembahasan A. Pengertian Psikologi Dakwah Secara harfiah, psikologi artinya ilmu jiwa berasal dari kata yunani psyce jiwa dan logos ilmu. Akan tetapi yang dimaksud bukanlah ilmu tentang jiwa. Psikologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemilihan, dan pengaturan informasi indrawi tentang orang lain. Apa yang. (Sarwono dan Meinarno, 2009: 24).

BAB II LANDASAN TEORI. pemilihan, dan pengaturan informasi indrawi tentang orang lain. Apa yang. (Sarwono dan Meinarno, 2009: 24). BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi 1. Definisi Persepsi Persepsi sosial dapat diartikan sebagai proses perolehan, penafsiran, pemilihan, dan pengaturan informasi indrawi tentang orang lain. Apa yang diperoleh,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. satu dari komponen tersebut maka tidaklah akan terjadi proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. satu dari komponen tersebut maka tidaklah akan terjadi proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk pembinaan dan pengembangan diri manusia untuk mencapai tujuan yang diharapkan, baik oleh pendidik maupun peserta didik, oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses mengembangkan pembelajaran potensi dirinya, agar untuk peserta memiliki didik

Lebih terperinci