BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat universal yang memiliki visi dan misi untuk menjaga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat universal yang memiliki visi dan misi untuk menjaga"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sejak lama masyarakat internasional ingin mewujudkan suatu organisasi internasional yang bersifat universal yang memiliki visi dan misi untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Hal ini disebabkan sebagai reaksi terhadap banyaknya sengketa maupun konflik yang terjadi antar negara di dunia ini. Masyarakat internasional memerlukan sebuah wadah yang mampu menghimpun semua negara ke dalam suatu badan yang terorganisir untuk mencegah atau mengatasi masalah-masalah internasional tersebut. Rasa aman suatu negara dapat dinilai dengan tidak adanya bahaya ancaman dan tekanan bersifat militer, politik, serta pemaksaan kebijakan ekonomi, sehingga setiap negara mampu untuk melakukan pembangunan khususnya bagi negara-negara berkembang agar mampu mengejar ketertinggalan mereka dari negara maju. Keamanan internasional merupakan kumulatif daripada keamanan nasional setiap bangsa dan negara. Kemanan internasional mustahil dapat diwujudkan jikalau tidak adanya integrasi kerjasama internasional. 1 Seluruh negara di dunia memiliki hak atas keamanan serta berhak untuk mempertahankan keamanan nasional mereka. Negara dapat mempergunakan kebijakan nasional mereka yakni dengan penggunaan kekuatan militer, namun 1 Berbagai Konsep Keamanan, (New York : PBB, 1986), terjemahan, Nana. S. Sutresna, Dirjen Politik Deplu. hal. 9.

2 hanya untuk melindungi dan mempertahankan diri. Selain tujuan tersebut, penggunaan kekuataan militer dianggap tidak sah. 2 Didalam pasal 2 ayat (4) Piagam PBB secara tegas melarang penggunaan kekuatan militer terhadap sebuah negara yang berdaulat, kecuali semata-mata untuk kepentingan self defense dari serangan militer negara lain. Prinsip nonintervensi dalam hukum internasional ini harus diterapkan demi menghormati prinsip kedaulatan sebuah negara (state sovereignty principle). Dengan prinsip non-intervensi ini maka semua negara dilarang keras melakukan intervensi terhadap permasalahan dalam negeri sebuah negara yang berdaulat. Ketentuan mengenai hal tersebut bukanlah dipandang sebagai ketentuan yang mutlak. Dalam kondisi-kondisi tertentu, Bab VI dan VII Piagam PBB memberikan kewenangan kepada Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan nondefensive use of force untuk menanggapi segala bentuk ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia. Pada kasus Libya, pengeluaran Resolusi Dewan Keamanan PBB No untuk Libya berdasarkan pada Bab VII Piagam PBB. Konflik Libya terjadi pada tanggal 15 Februari 2011 yang diawali dengan demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Benghazi yang ingin menuntut digulingkannya rezim pemerintahan Moammar Qadhafi yang sedang berkuasa. Terjadinya demonstrasi besar-besaran yang ingin menggulingkan rezim Qadhafi menjadi awal dari pemberontakan anti pemerintah. Hal ini ditanggapi 2 Ibid, hal. 10.

3 Qadhafidengan jalan kekerasan. Ia memerintahkan para tentara untuk menembak mereka. Jikalau mereka menolak maka tentara tersebut akan dibunuh, demikianlah pengakuan tentara yang ditangkap para demonstran. Pihak oposisi yang selama ini di kekang bersama kekuatan rakyat segera mendeklarasikan 17 Februari 2011 sebagai Hari Kemarahan. Moammar Qadhafi mulai mengerahkan tentara sewaan dari Chad untuk menembak para demonstran. 3 Pada awal bulan Maret 2011, masyarakat internasional mulai tidak tahan dengan sikap pemimimpin Libya tersebut. Banyaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia serta tindakan keji yang dilakukan Qadhafi mendapat respon amarah dari dunia internasional. Negara-negara Barat seperti Inggris, Amerika serikat dan Perancis mulai melakukan tindakan pengancaman militer dengan cara melakukan pengiriman ratusan penasihat militer mereka ke Libya serta mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Libya yakni di kota Benghazi dan Tobruk yang telah dikuasai oleh penduduk anti- Qadhafi. 4 Sebelumnya juga Amerika Serikat dan Inggris telah lebih dahulu memasuki kota Benghazi dan Tobruk pada tanggal 24 Februari lalu. Bahkan Pentagon dalam konfirmasinya melalui juru bicara Departemen Pertahanan AS, telah mengkerahkan pasukan Angkatan Laut dan Udara ke wilayah dekat Libya. Banyaknya jatuh korban selama berlangsungnya konflik di Libya, memaksa Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk turut campur terhadap kedaulatan 3 Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah : Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah, (Yogyakarta : Narasi, 2011). hal Pasukan AS disiagakan Dekat Libya, Media Indonesia. 01 Maret 2012.

4 negara yang tengah mengalami krisis tersebut. 5 Desakan masyarakat internasional yang mengecam tindakan yang dilakukan pemerintah Libya yang represif disambut hangat oleh PBB. Akhirnya, pada tanggal 17 Maret 2011, Dewan Keaman PBB melakukan sidang ke , lalu mengeluarkan serta mengesahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1973 terkait dengan situasi di Libya yang semakin memburuk. Resolusi tersebut secara garis besar antara lain mengatur mengenai penerapan gencatan senjata (cease-fire) dan penghentian seluruh tindakan kekerasan serta penyerangan terhadap penduduk sipil dalam waktu sesegera mungkin, perlunya upaya-upaya yang intensif untuk merumuskan suatu solusi politik yang damai dan berkelanjutan atas krisis di Libya, kewajiban bagi Otoritas Libya untuk mematuhi hukum internasional, perlindungan atas penduduk sipil (Protection of Civillians), pelaksanaan Zone Larangan Terbang (No Fly Zone), pelaksanaan Embargo Senjata (Enforcement of the Arms Embargo), dan pembekuan sejumlah aset perorangan, instansi pemerintah maupun perusahaan Libya. NATO yang diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB tanggal 24 Maret 2011 dengan nama operasi ''Operation Unified Protector'' mengintervensi Libya dari darat laut dan udara demi melindungi warga sipil. 6 Setelah pemberontakan rakyat yang dimulai di Benghazi pada tanggal 17 Februari 2011, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1970 pada 17 Maret. Resolusi PBB dilakukan dengan embargo senjata, membekukan aset pribadi Qadhafi dan 5 PBBSiap Melakukan Intervensi, Media Indonesia, 18 Maret 2011,hal NATO and Libya - Operation Unified Protector, NATO, diunduh tanggal 2November2011http://

5 menerapkan larangan perjalanan tokoh politik Libya. 7 Bahkan Dewan Keamanan PBB berdasarkan Resolusi No. 1973, yang menyetujui negara anggota dan organisasi regional untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi warga sipil di Libya. Sebagaimana telah dinyatakan diatas, PBB memberikan mandat kepada NATO untuk mengintervensi Libya bertujuan untuk menegakkan zona larangan terbang serta demi melindungi penduduk sipil. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama berlangsungnya konflik di Libya, NATO tidak sedikit memberikan peluang bagi rakyat Libya untuk bebas dari rezim yang selama ini telah membatasi hak konstitusi mereka. Namun dalam kenyataannya di lapangan, NATO gagal dalam melindungi penduduk sipil. 8 Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Kemanan PBB tentang konflik di Libya yang bertujuan untuk melindungi rakyat sipil bukan hanya berlaku pada pemerintahan Libya melainkan juga kepada seluruh negara-negara anggota yang melakukan tindakan yang diperlukan guna mencapai perdamaian dan kemananan di negara tersebut. Serangan NATO yang membabi-buta dan sistematis telah menodai mandat yang diberikan PBB kepadanya. Dalam hukum humaniter internasional dinyatakan bahwa,yang dapat dijadikan sasaran tembak ialah 7 Ibid. 8 NATO Serang Rumah Sakit di Libya., tempur NATO membom pusat medis di Sirte, yang terletak 400 kilometer (250 mil) timur ibukota Tripoli, pada hari Kamis. Jumlah korban masih belum diketahui. NATO telah melakukan lebih dari serangan udara di Libya sejak Maret, menurut Associated Press. Ratusan warga sipil Libya telah kehilangan nyawa mereka sejak NATO mengambil alih serangan udara pada 31 Maret.Serangan udara NATO telah merusak infrastruktur Libya. Diakses tanggal 03 Maret 2012.

6 hanyalah kombatan, sementara penduduk sipil serta tempat pemukiman penduduk tidak dapat dijadikan sasaran tembak. Sebagai salah satu subjek hukum intermasional, NATO yang merupakan organisasi internasional harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum Internasional. 9 Pemilikan personalitas yuridik NATO sebagai suatu organisasi intetnasional yang merupakan salah satu subjek hukum internasional bukan berarti menjadikan NATO kebal dari hukum. Ia harus menghormati hukum internasional. Tiap-tiap perbuatan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan hukum internasional merupakan suatu pelanggaran yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini tanggung jawab internasional yang dirumuskan untuk negara dengan sedikit adaptasi kiranya dapat berlaku bagi organisasi internasional. 10 Berdasarkan uraian diatas inilah yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini untuk meneliti tanggung jawab NATO terkait situasi di Libya. B. Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Bagaimana kekuatan mengikat suatu Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam pelaksanaannya? 2. Pelanggaran seperti apa yang dilakukan NATO sehingga menimbulkan dampak di Negara Libya? 9 Ibid. 10 Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi Ke-2, ( Bandung : P.T.Alumni, 2005), hal. 483.

7 3. Bagaimana pertanggungjawaban NATO sebagai subjek hukum internasional terhadap pelanggaran yang dilakukannya menurut hukum internasional? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini selain daripada untuk melengkapi tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Hukum adalah : 1. Agar dapat mengetahui serta memahami resolusi yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa khususnya kekuatan hukum mengikatnya ditinjau dari hukum internasional. 2. Mampu mengetahui, menganalisis serta mengkategorikan pelanggaran seperti yang yang dilakukan NATO selama melakukan intervensi di negara Libya ditinjau dari sudut pandang hukum internasional. 3. Agar mengetahui pertanggungjawaban NATO terhadap pelanggaran yang dilakukannya selaku organisasi internasional yang juga merupakan salah satu subjek hukum internasional yang dapat menuntut dan dituntut dihadapan hukum. beriktut : Selain itu kiranya penelitian ini dapat memberikatan manfaat sebagaimana 1. Secara Teoritis. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum secara umum, khususnya bagi perkembangan hukum internasional. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat hukum

8 internasional khususnya pada bidang hukum organisasi internasional dalam hal pertanggung jawabannya dihadapan hukum selayaknya subjek hukum hukum internasional yang lain. 2. Secara Praktis Diharapkan juga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi organisasi-organisasi internasional manapun di dunia agar tidak hanya memahami hak-hak istimewa yang melekat padanya melainkan juga memahami tanggung jawab mereka dihadapan hukum internasional. D. Keaslian Penulisan. Bahwasanya penelitian ini merupakan karya tulis asli oleh penulis. Peneliti berupaya untuk menuangkan seluruh gagasannya melalui analisisanalisnya dengan berdasarkan sudut pandang dari segi hukum internasonal terhadap pertanggung jawaban suatu organisasi internasional yakni North Atlantic Treaty Organization ( NATO ) terhadap pelanggarannya terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa No pada konflik di negara Libya. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui peneliti di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penelitian yang berjudul PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO DALAM KONFLIK DI LIBYA belum pernah dibahas san diteliti sebelumnya.

9 Khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, keaslian penelitian ini ditunjukkan dengan adanya surat penegasan dari administrator jurusan Hukum Internasional serta pengesahan dari ketua jurusan Hukum Internasional. E. Tinjauan Pustaka Menurut Oppenheim, hukum internasional merupakan kumpulan kebiasaan dan perjanjian yang secara hukum dianggap mengikat oleh negaranegara dalam hubungan mereka satu dengan yang lain. Hal serupa juga dikemukakan oleh Breiery yang mengatakan, bahwa hukum internasional tersebut ialah seerangkat kaedah perilaku yang mengikat negara yang satu dengan negara yang lainnya. Kedua pendapat sarjana tersebut menyatakan bahwa yang menjadi subjek hukum internasional hanyalah negara saja, selain daripada itu bukanlah dianggap sebagai suatu subjek hukum internasional. 11 Pendapat kedua sarjana tersebut didasarkan pada kenyataan sejarah, dimana pada awalnya penggunaan istilah hukum yang mengatur hubungan antar negara ialah hukum antar negara atau hukum antar bangsa-bangsa dan praktik internasional yang berlaku pada masa itu pribadi negara lebih menonjol. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, hukum internasional adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang bersifat publik yang melintasi batas-batas negara antara negara 11 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Internasional, (Alumni, Bandung,1997), Yang dimaksud dengan subjek dari suatu sistem hukum adalah semua yang menurut ketentuan hukum diakui mempunyai kemampuan untuk bertindak di dalam hukum, yang mempunyai hak dan kewajiban.hal 45.

10 dengan negara; dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain. 12 Pada dasarnya setiap negara adalah pelakupelaku dalam hubungan internasional, setiap negara berupaya menjalin interaksi dengan negara lain, dengan membuka kerangka kerjasama baik itu berupa bentuk hubungan resmi yang membentuk kewajiban seperti keterlibatan dalam suatu organisasi internasional. Dalam hal ini organisasi internasional adalah NATO sebagai organisasi yang diberi mandat oleh PBB guna menangani konflik di Libya dengan menggunakan tindakan militer. Suatu organisasi bisa dinamakan organisasi internasional jika memiliki unsur-unsur: 1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara. 2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama 3. Baik antar-pemerintah maupun non-pemerintah 4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap 5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan. Clive Archer, dalam bukunya International Organization mengemukakan peranan organisasi international dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu: Sebagai Instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh negaranegara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya. 2. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-angotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah dalam negerinya, atapun masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional. 3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi. 12 Mochtar Kusumaatmadja, Etty.R.Agoe, Pengantar Hukum Internasional.cetakan ke- 2.( Alumni, Bandung,2003). hal Clive Archer, International Organization. (London : Allen & Unwin Ltd, 1983), hal. 130.

11 Organisasi Internasional, akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisikan sebagai berikut: Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda. 14 Penentuan dan interpretasi wewenang suatu organisasi internasional berasal dari campuran antara beberapa ketentuan hukum internasional umum dan ketentuan-ketentuan yang berasal dari organisasi itu sendiri. 15 Wewenang normatif adalah wewenang yang memperbolehkan organisasi internasional membuat norma-norma seperti ketentuan hukum dan keuangan. Organisasiorganisasi internasional banyak yang menggunakan wewenang normatif dengan tujuan untuk memperlancar kegiatan intern. Wewenang ini akan lebih luas lagi bila organisasi melakukan kegiatan operasional dan untuk itu diperlukan rezim yuridis dari kegiatan-kegiatan tersebut. Disamping wewenang normatif suatu organisasi internasional juga mencakup hak untuk ikut dalam konvensi-konvensi internasional. Pasal 6 Konvensi Wina tahun 1986 memberikan kepada organisasi internasional kapasitas 14 T. May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, (Bandung, PT.Refika Aditama,2005). hal Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Globa, Edisi ke-2, (Bandung: P.T.Alumni, 2005). hal. 440.

12 untuk membuat perjanjian internasional dengan subjek-subjek hukum lainnya. 16 Organisasi internasional juga memiliki hak pengawasan pada dirinya. Wewenang pengawasan adalah wewenang suatu organisasi internasional untuk mengawasi negara-negara anggota yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah disepakati sebelumnya. 17 Persoalan sumber hukum internasional merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam setiap pembahasan topik mengenai hukum internasional. Berdasarkan pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court Of Justice), dinyatakan bahwa yang menjadi sumber-sumber hukum internasional antara lain : 18 a. international convention,whether general or particular,estabilishing rules expressly recognized by the contesting states. b. international custom, as evidence of a general practice acctepted as law. c. the general principles of law recognized by civilized nations. d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various, as subsidiary means for the determination of rules of law. Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah yang telah disetujui melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional atau badan yang bersangkutan. Resolusi pada umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu paragraf yang bersifat mukadimah (preambule paragraph), dan paragraf yang bersifat operasional (operative paragraph ). 16 Ibid, hal Ibid, hal Pasal 38 (1) Statute of International Court of Justice.

13 North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan suatu organisasi internasional yang bergerak pada bidang pertahanan dan keamanan yang berkantor pusat di Brussel, Belgia. Pada dasarnya NATO merupakan aliansi militer regional yang dibentuk guna mencari dukungan dan solidaritas anggotaanggotanya apabila suatu waktu terjadi penyerangan terhadap anggotaanggotanya. Ppenyerangan terhadap salah satu atau lebih kepda negara-negara anggota NATO dianggap sebagai penyerangan terhadap semua anggota dan oleh karena itu baik secara individu maupun kolektif, para pihak dapat melakukan tindakan yang dianggap perlu termasuk penggunaan kekuatan bersenjata untuk mejaga keamanan wilayah Atlantik Utara. 19 Ditegaskan pula bahwa dalam pembukaan Piagam Atlantik Utara bahwa NATO menjalankan kegiatan organisasinya berdasarkan tujuan dan prinsip-prinsip piagam PBB dan untuk hidup dalam perdamaian terhadap semua bangsa dan semua pemerintahan. F. Metode Penelitian Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan manusia untuk memperkuat, membina, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Penelitian tidak bisa dipisahkan dari ilmu pengetahuan dan begitu pula sebaliknya. Metode merupakan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian, teknik yang umum dipergunakan dalam ilmu penggetahuan serta cara untuk melaksanakan prosedur. 19 Pasal 5 Piagam NATO

14 Skripsi ini, sebagai bentuk kegiatan ilmiah, mengguankan pula metode penelitian. Adapun pengertian daripada skripsi adalah : karya ilmiah yang mengemukanan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif., baik penelitian langsung (observasi lapangan) maupun penelitian tidak langsung (studi kepustakaan). Skripsi ditulis biasanya, untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana muda/diploma atau sarjana dan penyusunannya dibimbing oleh dosen atau tim yang ditunjuk oleh suatu lembaga pendidikan tinggi Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah yuridis normative dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBBNo. 1973, Piagam PBB, Statuta Mahkamah Internaional, dan Piagam NATO. Maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma hukum organisasi internasional. Hal ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Olehkarena penelitian yang digunakan adalah yuridis normative maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan yang berhubungan dengan tanggung jawab organisasi internasional. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data, penulis menelaah sejumlah literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berupa buku, jurnal, dokumen, artikel dalam berbagai media, baik internet maupun surat kabar harian. 20 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : P.T.Raja Grafindo Persada, 1994). hal. 108

15 Adapun bahan-bahan tersebut diperoleh dari beberapa tempat yang telah penulis kunjungi, yaitu: a. Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara. b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. c. Perpustakaan Daerah Sumatera Utara. 3. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder, dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum antara lain : a. Bahan hukum primer Berbagai dokumen tertulis, yang sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam skripsi ini antara lain adalah Resolusi Dewan Keamanan PBB, Piagam PBB, Piagam NATO, Statuta Mahkamah Internasional, dan Konvensi Wina b. Bahan hukum Sekunder Yakni bahan-bahan yang dipergunakan dalam penulisan skripsi yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, serta dapat dipergunakan untuk menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang berisikan informasi atau hasil kajian tentang pertanggungjawaban suatu organisasi internasional serta Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa khususnya resolusi Dewan Keamanan PBB misalnya tulisan para pakar hukum internasional, hasil seminar atau makalah, buku,

16 jurnal, artikel, majalah, media massa, serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan persoalan yang dibahas. c. Bahan Hukum Tersier Sumber yang memberikan pentunjuk maupun penjelasan terhdap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam hal ini mencakup Black s Law Dictionary. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif. Adapun dalam menganalisis permasalahan dengan cara mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan. G. Sistematika Penulisan. Dalam pembahsannya penulis telah menyusunnya secara sistematis dimana setiap bab saling berhubungan dengan bab lain. Adapaun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini berisikan latar belakang masalah penulisan skripsi, rumusan permasalahan,tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjaun pustaka,metode penelitian, serta sistematika penelitian.

17 BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP RESOLUSI PBB Bab ini menjelaskan mengenai resolusi yang dikeluarkan oleh PBB,khususnya resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamana PBB. Tidak hanya menjelaskan pengertian daripada resolusi itu sendiri, melainkan latar belakang serta tujuan suatu resolusi yang dikeluarkan PBB. Pemaparan mengenai bagaimana mekanisme penerbitan suatu resolusi yang dikeluarkan baik itu oleh Majelis Umum PBB maupun Dewan Keamanan PBB. Serta tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya resolusi PBB yang telah banyak dikeluarkan oleh PBB selama ini banyak memberikan kontribusi bagi hukum internasional. Oleh karena itu dalam bab ini juga menjelaskan bagaimana kekuatan hukum mengikat daripada resolusi itu sendiri. BAB III : INTERVENSI NATO DI NEGARA LIBYA Di dalam bab ini mengemukakan tentang latar belakang konflik di negara Libya. Selanjutnya membahas tinjuan umum NATO antara lain tentang sejarah dan perkembangan NATO serta Kedudukan NATO dalam hukum internasional. Pada sub bab selanjutnya membahas tentang intervensi NATO dalam konflik di negara Lilbya dan berusaha menjawab legalitas intervensinya. Lebih lanjut lagi, dalam bab ini membahas pelanggaran serta dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran resolusi yang dikeluarkan

18 oleh Dewan Kemanan PBB terkait situasi di Libya,dalam hal ini dilakukan oleh NATO. BAB IV: PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO Bab ini menjelasakan bagaimana pertanggungjawaban yang seharusnya suatu organisasi internasional terhadap pelanggaran yang dilakukannya. Dijelaskan juga apa yang menjadi sanksi terhadap pelanggaran resolusi yang dikeluarkan oleh PBB khususnya resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Dan terakhir, bab ini menjelaskan bentuk pertanggung jawaban seperti apa yang harus dilakukan oleh NATO dalam mempertanggung jawabkan tindakannya. BAB V: PENUTUP Dalam bab ini diuraikan apa yang menjadi kesimpulan daripada penelitian yang mencakup isi dari semua pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya. Disertai juga saran-saranyang mencakup gagasan-gagasan maupun pendapat daripada penulis terhadap permasalahn yang dianggkat serta dibahas dalam penulisan ini berdasarkan fakta-fakta serta pertimbangan hukum yang telah diuraikan sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi arab. Perang ini diawali oleh unjuk rasa di Benghazi pada 15 Februari 2011,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intervensi militer oleh pasukan koalisi Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Kanada dan

BAB I PENDAHULUAN. intervensi militer oleh pasukan koalisi Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Kanada dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1973 yang menghasilkan intervensi militer oleh pasukan koalisi Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Kanada dan Italia

Lebih terperinci

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER PAKTA PERTAHANAN ATLANTIK UTARA (THE NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION/NATO) TERHADAP LIBYA Oleh: Veronika Puteri Kangagung I Dewa Gede Palguna

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara antara Negara dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Dalam menjalankan perannya tersebut, negara

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah BAB IV PENUTUP Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah melalui bukti-bukti dari beberapa blue print, pidato dan peryataan-peryataan maupun penjelasan-penjelasan maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013 INTERVENSI PIHAK ASING DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL SUATU NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Ardiyah Leatemia 2 ABSTRAK Hukum adalah serangkaian peraturan yang hadir ditengah-tengah masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dalam urusan internal negara lain. Hal ini dikaitkan dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. negara di dalam urusan internal negara lain. Hal ini dikaitkan dengan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Internasional secara tegas melarang intervensi yang dilakukan suatu negara di dalam urusan internal negara lain. Hal ini dikaitkan dengan prinsip kedaulatan negara

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak awal kelahirannya, suatu negara tak lepas dari namanya sengketa, baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat dipicu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas wilayahnya baik darat, air, maupun udara, dimana hukum yang berlaku adalah hukum nasional negara masing-masing.

Lebih terperinci

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENGUJIAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DAN KONSULER AMERIKA SERIKAT BERDASARKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 673K/PDT.SUS/2012) Oleh Luh Putu

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja Lampiran Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Maret 2011 Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja membuat graffiti politik, puluhan orang tewas ketika pasukan keamanan menindak Demonstran Mei

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber hukum menempati kedudukan yang sangat penting dan merupakan faktor yang menentukan dalam penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit :

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : RESENSI BUKU Judul : Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : Bahasa : Inggris Jumlah halaman : x + 478 Tahun penerbitan : 2012 Pembuat resensi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif (normative legal research) 79 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional adalah hukum atau peraturan yang berlaku diluar dari wilayah suatu negara. Secara umum, hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN 3 SATUAN ACARA PERKULIAHAN A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH :KAPITA SELEKTA HUKUM INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : PRASYARAT : JUMLAH SKS : 2 SKS SEMESTER

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subjek hukum internasional yang paling utama, sebab negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI KEWENANGAN DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK NON-INTERNASIONAL DI LIBYA TAHUN 2011

JURNAL SKRIPSI KEWENANGAN DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK NON-INTERNASIONAL DI LIBYA TAHUN 2011 JURNAL SKRIPSI KEWENANGAN DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK NON-INTERNASIONAL DI LIBYA TAHUN 2011 Disusun oleh: SCHERTIAN TONY HADINATA NDOLU NPM : 100510458 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional yang ada pada saat ini memiliki peranan yang sangat efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. Berkembangnya hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya berita penembakan pada Airbus A-300 milik Iran Air yang telah diakui oleh Amerika Serikat menelan korban 290 orang tewas di teluk parsi hari minggu sore

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN Oleh: Sulbianti Pembimbing I : I Made Pasek Diantha Pembimbing II: Made Mahartayasa Program Kekhususan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan dan interaksi internasional berbagai bangsa memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi, politik dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konflik yang terjadi dalam suatu wilayah negara yang berbentuk konflik

BAB I PENDAHULUAN. konflik yang terjadi dalam suatu wilayah negara yang berbentuk konflik 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah berakhirnya Perang Dunia konflik baru semakin mengemuka. Konflik yang sering terjadi tidak lagi merupakan konflik antar negara melainkan konflik yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH A. Alasan Pemilihan Judul Liga Arab adalah organisasi yang beranggotakan dari negara-negara Arab. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang khas dalam struktur kenegaraan. Sebagai tulang punggung pertahanan negara, institusi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kebijakan isolasi untuk menutup negara Myanmar dari dunia internasional. Semua. aspek kehidupan mulai dari politik, ekonomi, hukum

BAB V PENUTUP. kebijakan isolasi untuk menutup negara Myanmar dari dunia internasional. Semua. aspek kehidupan mulai dari politik, ekonomi, hukum BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Negara Myanmar telah diperintah oleh junta militer sejak tahun 1962 melalui sebuah kudeta yang menggeser sistem demokrasi parlemen yang telah diterapkan sejak awal kemerdekaannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme di Afghanistan dan Hubungannya Dengan Prinsip Non Intervensi agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 A. Pendahuluan Organisasi Internasional adalah kolektivitas dari entitas-entitas yang independen, kerjasama yang terorganisasi (organized cooperation)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008. BAB V KESIMPULAN Krisis kemanusiaan yang terjadi di Darfur, Sudan telah menarik perhatian masyarakat internasional untuk berpartisipasi. Bentuk partisipasi tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada hukum internasional tidak ada badan-badan seperti legislatif, eksekutif dan

BAB I PENDAHULUAN. pada hukum internasional tidak ada badan-badan seperti legislatif, eksekutif dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Perbedaan utama hukum internasional dan hukum nasional adalah pada hukum nasional ada kekuasaan/organ yang berwenang memaksa hukum dan memberi sanksi kalau terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci