BAB I PENDAHULUAN. Ruwatan anak gembel di Dataran Tinggi Dieng juga didasarkan pada mitologi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Ruwatan anak gembel di Dataran Tinggi Dieng juga didasarkan pada mitologi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mitos dapat mempunyai peranan yang fundamental bagi kehidupan masyarakat. Peranan mitospun kadang-kadang dapat menentukan ataupun dapat mengubah nasib seseorang. Kepercayaan terhadap mitos membuat masyarakat taat melakukan kegiatan-kegiatan ritual yang menyertainya (Twikromo,2006:13). Ruwatan anak gembel di Dataran Tinggi Dieng juga didasarkan pada mitologi anak gembel yang konon katanya adalah anak titipan Dewa. Pada awalnya, semua anak berambut gembel terlahir dengan rambut normal. Mereka semua terkena gejala penyakit yang sama, di suatu waktu yang masing-masing orang dapat berbeda. Waktu tersebut antara umur 6 bulan sampai 3 tahun.anak akan menderita demam tinggi disertai kejang dan mengigau. Setelah sembuh dari sakit, rambut mereka perlahan-lahan menjadi gembel, jarak antar rambut menjadi rapat seperti tidak pernah dibersihkan. Jika orang tuanya menyisir atau bahkan memotong rambutnya, mereka akan kembali sakit panas. Bahkan setelah dipotong, rambut gembelnya akan tumbuh lagi. Dalam kesehariannya, anak gembel sama saja dengan anak lainnya, hanya saja mereka cenderung lebih aktif, kuat dan agak nakal. Apabila mereka bermain dengan sesama anak gembel, pertengkaran cenderung sering terjadi antara mereka. Masyarakat Dieng percaya bahwa anak gembel adalah keturunan dari pepunden atau leluhur pendiri Dieng, Tumenggung Kolodete. Masyarakat juga percaya bahwa ada makhluk gaib yang "menghuni" dan "menjaga" rambut gembel 1

2 ini. Gembel bukanlah genetik yang dapat diwariskan secara turun temurun. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang tahu kapan dan siapa anak yang akan menerima anugerah ini. Ruwatan rambut gembel merupakan ritual pemotongan untuk menghentikan tumbuhnya rambut gembel pada anak. Prosesi pemotongan tidak dilakukan sembarangan. Waktu pemotongan ditentukan oleh anak gembel sendiri. Jika dia belum meminta, maka gembel akan terus tumbuh walaupun dipotong berkali-kali. Ritual ini dipimpin oleh seorang pemangku adat setempat dan dilaksanakan pribadi di desa. Selain prosesi ritual yang harus dilakukan,hal penting yang harus dipenuhi adalah permintaan si anak gembel. Anak gembel biasanya meminta sesuatu sebagai syarat yang harus dituruti sebelum rambutnya dipotong. Orang tua juga harus memenuhi apapun permintaan anaknya. Kalau permintaan belum dituruti upacara tidak akan dapat dilaksanakan. Sejak tahun 2006, Dinas Pariwisata Wonosobo dan Banjarnegara bekerjasama menggelar upacara ruwatan massal anak gembel yang diberi nama Pekan Budaya Dieng. Pada tahun 2010 Pekan Budaya Dieng berubah nama menjadi Dieng Culture Festival (DCF), yang dikelola oleh POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata) Dieng Kulon, Banjarnegara. Dalam festival ini digelar berbagai acara antaralain: seni tradisional, festival lampion, wayang kulit, pesta kembang api, festival film Dieng, pegelaran Jazz di atas awan dan ruwatan anak gembel sebagai acara utama. Ruwatan anak gembel yang menjadi ikon Dieng dikelola oleh POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata), dibawah naungan Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Ruwatan diadakan besar- 2

3 besaran setiap tahunnya untuk menarik minat pariwisata. Campur tangan pemerintah oleh dinas pariwisata dalam menyelenggarakan ritual ruwatan rambut gembel menyebabkan perubahan sosio-kultural masyarakat. Ruwatan yang sekarang dilakukan rutin dan besar-besaran ini kemudian menjadi sebuah festival ikon pariwisata Dieng. Penelitian ini ingin melihat bagaimana mitos rambut gembel diproduksi dan direproduksi dengan kemasan yang berbeda antara yang dulu dan yang sekarang. Hipotesis yang penulis ajukan yaitu mitos-mitos yang ada dan berkembang di Dieng, yang dipelihara dan dilestarikan bahkan direproduksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu. B. Rumusan Masalah Fenomena anak gembel di Dataran Tinggi Dieng kini berhasil menarik ribuan wisatawan setiap tahunnya. Ritual ruwatan ini diselenggarakan oleh pemerintah melalui dinas pariwisata setiap tahun dalam rangkaian acara Dieng Culture Festival (DCF). Prosesi ruwatan anak gembel kini dipertontonkan secara umum kepada khalayak ramai. Banyaknya campur tangan pemerintah dalam pelaksanaan ritual ini akan memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Dieng. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah : perubahan-perubahan apa dalam masyarakat Dieng yang terefleksi dalam pelaksanaan ritual ruwatan anak gembel? untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini difokuskan pada tiga persoalan: (1) Apakah yang dimaksud dengan ritual ruwatan anak gembel dan bagaimana konteks sosial kultural ritual tersebut? Pertanyaan pertama ini akan menjadi fokus 3

4 kajian pada bab II, (2) Bagaimana ritual ruwatan anak gembel dilaksanakan dan dinamikanya? Pertanyaan kedua ini akan menjadi fokus kajian pada bab III, dan (3) perubahan-perubahan apa yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat Dieng. pertanyaan ketiga ini akan menjadi fokus kajian pada bab IV. C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyumbangkan pemikiran dalam diskusi atau studi tentang ritual, khususnya tentang ritual-ritual pedesaan. Dalam banyak buku dideskripsikan bahwa ritual-ritual pedesaan sudah mengalami modernisasi. Penelitian ini satu langkah lebih jauh karena akan mengupas apa yang ada di balik perubahan-perubahan ritual pedesaan tersebut. Informasi ini akan sangat membantu para antropolog untuk mengembangkan lebih jauh studi tentang ritual di pedesaan Jawa. D. Studi Pustaka Penelitian-penelitian terkait dengan anak gembel di Dieng diantaranya adalah skripsi Heri Cahyono,mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Ruwatan Cukur Rambut Gimbal di Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo (2008, Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Dalam penelitian ini Cahyono menerangkan bagaimana asal mula tradisi ruwatan cukur anak gimbal di Desa Dieng. Dijelaskan juga bagaimana prosesi ruwatan serta makna upacara ruwatan bagi masyarakat. Dalam penelitian ini, Cahyono hanya menjelaskan asal-usul dan prosesi dan makna ritual secara umum. Adapun perbedaan penelitian ini adalah lebih fokus kepada perubahan 4

5 makna anak gembel sebagai simbol. Makna yang dibahas dalam penelitian ini lebih mendalam disertai makna sesaji sebagai simbol-simbol dalam ritual. Tulisan Nuke Martiarini dalam Psikohumanika, Vol. IV, No. 1. Agustus 2011 ISSN yang berjudul Studi Pustaka Ruwatan Cukur Rambut Gembel sebagai Symbolic Healing di Dataran Tinggi Dieng Wonosobo. Dalam artikel ini menjelaskan posisi Ritual Ruwatan sebagai Simbolic healing (Psikoterapi Budaya Lokal) dalam kasus anak gembel. Dalam artikel ini dijelaskan bahwa prosesi pemotongan rambut gembel (ruwatan cukur rambut gembel) secara hakikat sama dengan pengobatan supranatural atau alternatif, yaitu meyakini simbol-simbol yang menyatakan bahwa manusia tidak hanya hidup di dunia fisik saja, melainkan juga berhubungan dengan dunia non fisik yang dimediasi oleh simbol-simbol bermakna sesuai dengan keyakinan yang dianut. Tulisan ini sangat berbeda dimana sudut pandang fokus peneliti adalah pada perubahan makna anak gembel dalam masyarakat. Penelitian lain yang juga membahas ruwatan anak gembel adalah skripsi Septian Eka Fajrin, mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang berjudul Identitas Sosial dalam Pelestarian Tradisi Ruwatan Anak Gimbal Dieng sebagai Peningkatan Potensi Pariwisata Budaya (2009). Dalam penelitian ini Fajrin menjelaskan latarbelakang tumbuhnya rambut gembel, motif masyarakat mengadakan ritual, dan bagaimana pemanfaatan potensi pariwisata budaya sebagai cara masyarakat mempertahankan identitas budaya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah fokus peneliti tentang perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat oleh adanya komodifikasi ritual. 5

6 Penelitian lain adalah Tesis yang ditulis Dhyah Ayu Retno Widyastuti mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret (2008) yang berjudul Upacara Religi dalam Komunikasi Pemasaran Pariwisata: Studi Kasus mengenai Komodifikasi Upacara Religi Saraswatidalam Komunikasi Pemasaran Pariwisata Candi Ceto Kabupaten Karanganyar. Dalam penelitian menjelaskan bahwa kebijakan pariwisata terkait dengan pengembangan candi mengarah pada kegiatan politik ekonomi berupa komodifikasi upacara religi dengan melibatkan masyarakat dalam kesadaran palsu. Analisis menunjukkan bahwa perspektif politik ekonomi dalam komodifikasi dapat dilihat melalui keterlibatan masyarakat yang seolah hanya menjadi objek atas pelaksanaan program kebijakan pariwisata. Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian ini dimana adanya peran pemerintah melalui kebijakan pariwisata berupa komodifikasi upacara religi. Selain lokasi penelitan dan upacara ritual yang berbeda, fokus penelitian terhadap anak juga merupakan perbedaan dalam penelitian ini. Menurut analisis penulis,dalam ritual anak gembel tidak hanya terjadi komodifikasi ritual, tetapi juga memungkinkan adanya komodifikasi anak, dimana beberapa aktor memanfaatkan keistimewaan anak untuk kepentingan masing-masing. Penelitian yang hampir sama juga telah dilakukan Moh. Soehadha dalam Walisongo, Volume 21, Nomor 2, November 2013 yang berjudul Rambut Gembel dalam Arus Ekspansi Pasar Pariwisata. Dalam penelitian ini Soehadha fokus pada agama dan perubahan sosial akibat ekspansi pasar pariwisata di Dataran Tinggi Dieng, dan hubungannya dengan kapitalisme negara. Pemerintah telah mengusahakan ritual rambut gembel sebagai komoditas pariwisata di 6

7 Dataran Tinggi Dieng. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada dua varian respon sosial terhadap perubahan akibat ekspansi pasar pariwisata, yaitu masyarakat yang menerima dan masyarakat yang menolak. Adapun perbedaan dengan penelitian tersebut, penelitian penulis lebih terfokus pada perubahan makna.pergeseran makna anak gembel dalam masyarakat yang akhirnya terjadi komodifikasi terhadap anak untuk berbagai kepentingan aktor. E. Kerangka Teori Menurut Summer-Effler (dalam Haryanto 2013: 15), ritual merupakan jantung dari semua dinamika sosial. Ritual meningkatkan emosi kelompok yang berhubungan dengan simbol, pembentukan basis kepercayaan, pemikiran moralitas dan budaya. Orang menggunakan kapasitas pemikiran, kepercayaan, dan strategi untuk meningkatkan emosi dan interaksi di masa depan. Beattie (dalam Haryanto, 2013:16), menyatakan bahwa banyak ritual dan upacara keagamaan menerjemahkan kekuatan alam yang tidak terkontrol ke dalam entitas simbolik, melalui ritual kekuatan alam dapat dimanipulasi dan dihadapi. Pada masyarakat tersebut tidak terdapat pengetahuan empirik yang secara tepat memungkinkan manusia dapat mengatasi keanehan-keanehan alam melalui praktik yang terbukti secara ilmiah, oleh karena itu mengatasinya kemudian secara simbolik dan ekspresif. Kondisi inilah yang terjadi pada masyarakat Dieng. Masyarakat tidak tahu dan tidak dapat menjelaskan fenomena dan kondisi apa yang terjadi pada anak gembel secara ilmiah. Satu-satunya pengetahuan yang mereka terima berasal dari orang tua, kakek, dan sesepuh desa yang diceritakan 7

8 secara turun temurun. Mengikuti cara dan anjuran orang tua (leluhur), masyarakat Dieng melakukan Ruwatan terhadap anak gembel. Fajrin (2009:23) mengatakan: Upacara ruwatan merupakan suatu pengingat melalui pesan-pesan simbolik bahwa kehidupan manusia berlaku hukum adi kodrati yang bersifat mutlak dan langgeng. Siapa yang patuh pada hukum akan selamat hidupnya dan sebaliknya, bagi yang melanggar akan mengalami petaka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya ruwatan berfungsi sebagai ungkapan hasil penghayatan hidup bermasyarakat beserta lingkungan alamnya yang dialami oleh para leluhur yang dilakukan secara turun temurun sehingga hal tersebut merupakan sarana untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang hakiki sebagai bekal hidup untuk mencapai ketentraman. Menurut Geertz (1992:74), kebudayaan merupakan sistem makna dan sistem simbol yang teratur, yang didalamnya interaksi sosial berlangsung. Senada dengan Geertz, Elliot (2006:618) menyatakan bahwa simbol merupakan jantungnya sistem budaya dan terkait dengan semua produksi dan reproduksi makna (Haryanto, 2013:2). Simbol-simbol religius merumuskan sebuah kesesuaian dasariah antara sebuah gaya kehidupan tertentu dan sebuah metafisika khusus (jika, paling sering, implisit) dan dengan melakukan itu mendukung masing-masing dengan otoritas yang dipinjam dari yang lain (Geertz 1992:4). Menurut Turner (1967), simbol memiliki ciri-ciri yang dapat diterima secara sensorik yang berhubungan dengan apa yang dikomunikasikan. Simbol dapat menstimulasi pandangan seseorang dengan memperhatikan referensinya. Sejak lahir manusia sudah membawa atau terlekat simbol-simbol yang menandai identitas kelompok darimana ia berasal. Tanda-tanda fisik seperti warna kulit, tekstur rambut, bentuk raut muka dan sebagainya merupakan tanda bawaan atau sering pula disebut natural symbols. Sementara tanda-tanda buatan meliputi 8

9 misalnya gaya pakaian, perhiasan, model rambut, tato, dan sebagainya (Haryanto, 2013: 5). Anak gembel mempunyai natural symbol dan identitas sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain, yaitu pada rambutnya. Simbol yang melekat pada anak gembel ini tentu mempunyai makna dan dimaknai orang lain. Makna (meaning) simbol merupakan pesan atau maksud yang ingin disampaikan atau diungkapkan oleh creator simbol. Sebagai komunikasi ide, simbol merupakan media atau alat bagi sang creator untuk menyampaikan ide-ide batin agar dapat dipahami atau bahkan dapat menjadi pedoman perilaku (code of conduct) bagi orang lain (Haryanto, 2013: 7). Menurut Cohen (dalam Haryanto, 2013: 7) masalah makna suatu simbol lebih merupakan masalah intrepretasi daripada sebagai satu ketetapan (stipulation). Artinya, makna suatu simbol sangat tergantung pada interpretasi orang. Dengan demikian sangat dimungkinkan terjadi variabilitas makna dan hal itu tidak sepenuhnya dapat ditangkap dalam dokumentasi etnografi. Sama halnya dengan kasus anak gembel di Dieng, setiap orang mempunyai interpretasinya sendiri terhadap anak gembel. Dalam kasus ruwatan anak gembel, orang-orang tersebut merupakan aktor-aktor yang berhubungan dan mempunyai kepentingan. Aktor-aktor tersebut adalah orang tua anak gembel, masyarakat sekitar, pemangku adat, dan pemerintah melalui panitia penyelenggara acara. Turner (1967) menyatakan bahwa jelas, simbol bersifat multi-vocal, multi referensial, multi-dimensi atau polysemic (memiliki lapisan makna). Kualitas multi-vocal simbol menunjukkan bahwa orang tidak dapat mengkomunikasikan sesuatu dalam proposisi tunggal, melainkan lebih pada koleksi makna dan makna- 9

10 makna tersebut tidaklah statis. Adanya Dieng Culture Festival sebagai acara yang mempertontonkan prosesi ritual akan membuat perubahan makna-makna simbolis baik secara prosesi atau makna anak tersebut. Akan tetapi sebuah ritus bukan hanya sebuah pola makna. Ritus juga merupakan suatu bentuk interaksi sosial. Demikianlah, disamping menghasilkan ambiguitas kultural, usaha untuk mebawa pola religius dari latarbelakang pedesaan yang relatif kurang terdiferensiasi kedalam sebuah konteks kota juga menimbulkan konflik sosial, justru karena macam integrasi sosial yang ditunjukan oleh pola itu tidak sesuai dengan polapola integrasi utama dalam masyarakat pada umumnya (Geertz 1992: 103) Pierre Bourdieu (dalam Haryanto, 2013: 13), menyatakan bahwa semua praktik dan simbol kultural, mulai dari selera artistik, gaya busana, gaya makan, ritual agama, ilmu pengetahuan dan filsafat, bahkan bahasa itu sendiri, memiliki kepentingan dan fungsi meningkatkan perbedaan sosial. Teori Bourdieu ini dikenal sebagai sosiologi kekuasaan simbolik yang merujuk pentingnya topik hubungan antara budaya, struktur sosial dan tindakan. Sztompka (2004) mengatakan bahwa perubahan sosial itu adalah proses perubahan yang terjadi dalam sistem sosial masyarakat dalam jangka waktu yang berbeda yang kemudian mempengaruhi unsur-unsur dalam sistem, entah keluarga, politik, ekonomi dan sebagainya yang kemudian membawa masyarakat pada keadaan yang baru. Sztompka menaruh penekanan pada peran agen manusia, entah aktor individual dan agen kolektif, dengan bentuk perubahan sosial evolusi (proses yang berjalan lambat), revolusi (proses yang berjalan cepat), dan sumber perubahan exogenous (luar) dan endogenous (dalam). 10

11 Gumilar (2006) dalam Bahan Ajar Sosiologi juga mengatakan bahwa perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Struktur suatu sistem terdiri dari berbagai status individu dan status kelompok-kelompok yang teratur. Berfungsinya struktur status-status itu merupakan seperangkat peranan atau perilaku nyata seseorang dalam status tertentu. Status dan peranan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam kasus ini, kita dapat menganggap ritual ruwatan rambut gembel sebagai sebuah sistem sosial. Didalam sebuah sistem sosial terdapat relasi-relasi sosial yang menghubungkan antar individu. Relasi yang terjadi dalam ritual rambut gembel adalah relasi makna. Bagaimana orang-orang dalam struktur sistem tersebut memaknai rambut gembel. Struktur yang membentuk sistem sosial disini adalah invidu dan kelompok antaralain, orang tua anak gembel, pemangku adat, dan masyarakat setempat. Ruwatan rambut gembel yang diselenggarakan dalam sebuah festival membuat struktur sistem dalam ritual berubah. Dalam kasus ini pemerintah oleh dinas pariwisata masuk ke dalam struktur berperan sebagai aktor atau agen perubahan. Dalam sistem sosial ini ada perubahan relasi-relasi, yaitu antara anak dengan orang tua, anak dengan masyarakat, dan anak dengan pemangku adat yang disebabkan oleh pemerintah sebagai aktor. Anak gembel yang dulunya mempunyai kuasa penuh untuk menentukan kapan dia akan diruwat, dimana, dan oleh siapa menjadi dibatasi dan menyesuaikan dengan jadwal acara yang ditetapkan pemerintah. Anak gembel yangpermintaannya biasanya harus dituruti oleh orangtua bahkan terkadang oleh tetangganya, kini harus meminta kepada 11

12 pemerintah. Orang tua yang harus berusaha menuruti permintaan anaknya kini tak perlu bingung, bahkan dapat memberikan pengaruh dalam permintaan anak. Pemangku adat yang biasanya berasal dari desa setempat kini dipilih oleh pemerintah. Banyaknya campur tangan pemerintah dalam pelaksanaan ritual ini akan memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dieng. Sistem relasi makna yang ada dalam sistem akan berubah dengan sendirinya. Adanya kepentingan aktor-aktor dalam struktur akan membuat berubahnya pandangan aktor tersebut dalam memaknai anak gembel. Perubahan makna terhadap anak gembel bahkan terhadap prosesi ritual ruwatannya diakibatkan oleh perubahan sistem oleh aktor-aktor yang berkepentingan. Perubahan ini juga memungkinkan terjadinya komodifikasi anak gembel. Menurut Mosco (Wahyunigsih, 2010:25): Komodifikasi (commodification) merujuk pada proses transformasi nilai guna ke dalam nilai tukar (the process of transforming use values into exchange values). Ada dua dimensi utama yang menjadikan komodifikasi ini penting dalam kajian komunikasi, yakni:(a) proses komunikasi dan teknologi memberikan sumbangan penting pada proses komodifikasi secara umum dalam bidang ekonomi secara keseluruhan,(b) proses komodifikasi bekerja dalam masyarakat secara keseluruhan dengan melakukan penetrasi pada proses komunikasi dan institusi sehingga kemajuan dan kontradiksi dalam proses komodifikasi kemasyarakatan mempengaruhi komunikasi sebagai sebuah praktek sosial. Perubahan pemaknaan, dan nilai anak dalam kasus ruwatan anak gembel ini dapat dikatakan komodifikasi. Nilai guna anak yaitu keistimewaan yang dimiliknya dimaknai berbeda dengan adanya festival ruwatan yang melibatkan orang banyak. Aktor aktor yang terkait dalam acara ini memanfaatkan keistimewaan tersebut untuk berbagai kepentingan. 12

13 F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Dataran Tinggi Dieng, mencakup dua desa yaitu, Desa Dieng Kulon yang berada di wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Desa Dieng Wetan, yang berada di Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih karena kedua desa tersebut merupakan pusat dari kegiatan ruwatan massal rambut gembel, serta menjadi pusat pariwisata di Dataran Tinggi Dieng. 2. TPL (Tim Penelitian Lapangan) Mahasiswa Antropologi Budaya Ide awal penelitian ini muncul ketika diadakannya RisetEtnografikerjasamajurusanAntropologiUGM dengan University of Toronto dengantema Producing Wealth and Poverty in New Rural Economics (Dieng Expedition) padabulan 9 Juli- 6 Agustus 2012 di KawasanDieng (Wonosobo-Banjarnegara). Pada saat penelitian tersebut, penulis mengumpulkan data tentang mitos-mitos yang beredar di masyarakat Dieng. Berdasarkan data-data tersebut kemudian penulis mengembangkan dan melakukan penelitian lanjutan pada bulan Mei-Juli Wawancara Mendalam dan Observasi Partisipasi Bagi seorang peneliti antropologi, melakukan riset dengan metode observasi partisipasi di tengah kehidupan masyarakat yang diteliti merupakan sebuah kelebihan. Hal ini sangat berguna untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dan valid berdasarkan pandangan masyarakat 13

14 dan pengalaman yang didapat tentang informasi riset. Untuk itulah, penelitian lapangan ini akan menggunakan metode penelitian observasi partisipasi sebagai dasar utama pengumpulan data. Teknik pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung dan berbincang dengan masyarakat. Di sini, peneliti akan mengumpulkan informasi-informasi tentang bagaimana perubahan sosial yang terjadi dalam ritual rambut gembel. Dengan metode ini, diharapkan para peneliti mendapatkan data dan informasi secara mendalam tanpa kehilangan sisi antropologis yang nantinya diolah menjadi tulisan etnografi. G. Sistematika Penulisan Pembahasan skripsi ini dibagi dalam lima bab yang saling berkaitan dan disusun secara kronoligis. Secara keseluruhan hasil penelitian ini dibagi dalam beberapa bab sebagai berikut: Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan kerangka teori, serta metode penelitian yang dijalankan dan juga sistematika pembahasan. Isi pokok ini merupakan gambaran seluruh penelitian secara garis besar, sedangkan untuk uraian lebih rinci akan diuraikan dalam bab-bab selanjutnya. Bab kedua membahas mengenai gambaran umum wilayah penelitian dan anak gembel. Pada bab ini terdiri dari sub-sub bab yang meliputi gambaran umum Dataran Tinggi Dieng, konsepsi lokal terhadap anak gembel, definisi gembel dari sisi medis, fenomena gembel: pemaknaan secara kulutural dan medis, dan konstruksi lokal terhadap keistimewaan anak gembel. Di dalam bab ini 14

15 dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai konteks sosial-kultural masyarakat Dieng dan anak gembel. Bab ketiga membahas mengenai prosesi dalam ruwatan rambut gembel. dalam bab ini juga terdiri dari sub-sub bab yang meliputi ruwatan pribadi (keluarga), ruwatan festival, perbandingan ruwatan pribadi (keluarga) dan ruwatan festival, dan permintaan yang harus dituruti. Pada bab ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang ruwatan rambut gimbal yaitu ruwatan pribadi dan festival dan memberikan perbandingan antara kedua ruwatan tersebut. Bab keempat membahas mengenai komodifikasi dan perubahan sosial. Pada bab ini terdiri dai sub-sub bab yang meliputi ritual dan perubahan sosial, komodifikasi ritual ruwatan anak gembel, komodifikasi anak dan komodifikasi dan perubahan sosial. Pada bab ini ingin menggambarkan bagaimana terjadinya komodifikasi dalam ruwatan anak gembel dan bagaimana pengaruhnya terhadap perubahan sosial masyarakat Dieng. Bab kelima merupakan bab penutup, yang berisi kesimpulan dari seluruh masalah yang telah dikemukakan dalam skripsi ini 15

23. URUSAN KEBUDAYAAN

23. URUSAN KEBUDAYAAN 23. URUSAN KEBUDAYAAN Pemerintah daerah memiliki peran yang cukup strategis dalam melestarikan dan mengembangkan nilai- nilai budaya yang ada di masyarakat. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman juga telah membawa perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman juga telah membawa perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman juga telah membawa perubahan pada kebudayaan-kebudayaan yang ada disuatu daerah. Kebudayaankebudayaan yang dulu dipegang teguh oleh para leluhur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. 1 Salah satu usaha dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. 1 Salah satu usaha dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau yang penuh dengan aneka ragam suku bangsa dan kebudayaan. Setiap suku bangsa di Indonesia menciptakan, menyebarluaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

TRADISI RUWATAN ANAK GIMBAL DI DIENG Eki Satria Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta

TRADISI RUWATAN ANAK GIMBAL DI DIENG Eki Satria Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta TRADISI RUWATAN ANAK GIMBAL DI DIENG Eki Satria Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta ABSTRAK Saat ini rambut gimbal merupakan salah satu tren gaya rambut semata. Namun siapa sangka dalam

Lebih terperinci

Interview Guide. A. Alif Faozi (Ketua Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandwa)

Interview Guide. A. Alif Faozi (Ketua Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandwa) Interview Guide A. Alif Faozi (Ketua Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandwa) 1. Apa yang melatarbelakangi diadakanya event Dieng Culture Festival? 2. Sejak kapan event Dieng Culture Festival diadakan? 3. Apa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Latar Belakang dan Sejarah terbentuknya Dieng culture festival

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Latar Belakang dan Sejarah terbentuknya Dieng culture festival BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Latar Belakang dan Sejarah terbentuknya Dieng culture festival Dieng Culture Festival (DCF) merupakan sebuah acara tahunan yang digagas oleh Kelompok Sadar Wisata

Lebih terperinci

RUWAT RAMBUT GEMBEL. Eugenius Eko Yuliyanto, Zaenal Abidin

RUWAT RAMBUT GEMBEL. Eugenius Eko Yuliyanto, Zaenal Abidin RUWAT RAMBUT GEMBEL Eugenius Eko Yuliyanto, Zaenal Abidin Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 eugenius.one25@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan kekhasannya masing-masing,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa tentunya kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Situasi

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

DIENG CULTURE FESTIVAL

DIENG CULTURE FESTIVAL DIENG CULTURE FESTIVAL : Kegiatan festival budaya yang akrab disebut DCF ini diselengggarakan setiap tahun dengan ritual adat pemotongan anak berambut gimbal yang menjadi legenda di Dieng. Tak hanya itu,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I hingga V penulis menyimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, bahwa tidur tanpa kasur di dusun Kasuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu menciptakan pola bagi kehidupannya berupa kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai banyak kelebihan. Inilah yang disebut potensi positif, yakni suatu potensi yang menentukan eksistensinya,

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh 180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Manusia adalah makhluk budaya, dan penuh simbol-simbol. Dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai simbolisme, yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan 7 sub bab antara lain latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat tema JFC, Identitas Kota Jember dan diskursus masyarakat jaringan. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan diwariskan manusia dari generasi ke generasi. Setiap bangsa memiliki kebudayaan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir utara Jawa Barat atau dikenal dengan Pantura yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pengobatan modern telah berkembang pesat di masa sekarang ini dan telah menyentuh hampir semua lapisan masyarakat seiring dengan majunya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Elemen-eleman sosial budaya masyarakat Desa Gamtala yang berpotensi sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elemen geografi (geographical elements), dan industri pariwisata (tourism

BAB I PENDAHULUAN. elemen geografi (geographical elements), dan industri pariwisata (tourism BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pariwisata merupakan suatu fenomena global yang dewasa ini mampu memberi dampak yang besar terhadap bidang ekonomi, sosial, dan budaya.pariwisata terdiri atas tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya cara berfikir masyarakat pada masa sekarang ini. Ternyata tak jarang juga dapat menyebabkan berubahnya pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan baik secara jasmani maupun rohani dimana kita lahir secara turun-temurun, membawa

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penggunaan teknologi sederhana telah diterapkan di desa-desa salah satunya Desa

BAB V PENUTUP. Penggunaan teknologi sederhana telah diterapkan di desa-desa salah satunya Desa BAB V PENUTUP Kesimpulan Modernisasi telah mempengaruhi perilaku dan kehidupan masyarakat. Pedesaan yang notabene masih tergolong tradisional tidak luput mengalami perubahan. Adapun proses modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi di dalam masyarakat. Sebuah siklus kehidupan yang tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. tradisi di dalam masyarakat. Sebuah siklus kehidupan yang tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peninggalan kebudayaan tidak sama halnya dengan warisan, yang secara sengaja diwariskan dan jelas pula kepada siapa diwariskan. Kebudayaan merupakan suatu rekaman kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sebuah ciri dari masyarakat di suatu daerah. Contoh nyata dari kebudayaan di masyarakat adalah adanya berbagai macam pakaian adat, tradisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

EDITORIAL. Kontak Redaksi

EDITORIAL. Kontak Redaksi Features EDITORIAL Yang Kedua, Dieng, Telaga Warna Rambut Gembel Dieng 7 1 Candi Arjuna Bukan baru lagi ketika kelir zine ini ada untuk yang kedua kalinya berupa e-book atau e-zine ini. Dalam e-zine sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tato adalah gambar atau simbol pada kulit yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Dulu, orang-orang menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1 Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial (social communication), proses komunikasi yang terjadi dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sosial (social communication), proses komunikasi yang terjadi dalam komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap budaya memiliki sebuah upacara maupun ritual sesuai dengan aktivitas religi dan sistem kepercayaan yang dianutnya. Kelompok masyarakat adat menjaga tradisinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Keraton Surakarta sebagai simbol obyek dan daya tarik wisata memiliki simbol fisik dan non fisik yang menarik bagi wisatawan. Simbol-simbol ini berupa arsitektur bangunan keraton,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN DEPAN HALAMAN DALAM PERNYATAAN KEASLIAN PERSETUJUAN PERNYATAAN KESEDIAAN PERBAIKAN DISERTASI UCAPAN TERIMA KASIH TRANSLITERASI

DAFTAR ISI HALAMAN DEPAN HALAMAN DALAM PERNYATAAN KEASLIAN PERSETUJUAN PERNYATAAN KESEDIAAN PERBAIKAN DISERTASI UCAPAN TERIMA KASIH TRANSLITERASI DAFTAR ISI Halaman HALAMAN DEPAN HALAMAN DALAM PERNYATAAN KEASLIAN PERSETUJUAN PENGESAHAN TIM PENGUJI PERNYATAAN KESEDIAAN PERBAIKAN DISERTASI UCAPAN TERIMA KASIH TRANSLITERASI ABSTRAKSI DAFTAR TABEL DAFTAR

Lebih terperinci

MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI

MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN

BAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN BAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN Pada bab-bab terdahulu telah dijelaskan bahwa ritual cingcowong merupakan tradisi masyarakat Desa Luragung Landeuh. Cingcowong merupakan ritual masyarakat

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi BAB VI KESIMPULAN Kajian media dan gaya hidup tampak bahwa pengaruh media sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi masyarakat tidak lain merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian sebagai salah satu unsur dari perwujudan kebudayaan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian sebagai salah satu unsur dari perwujudan kebudayaan bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian sebagai salah satu unsur dari perwujudan kebudayaan bangsa, memiliki nilai-nilai dan prinsip-prinsip luhur yang harus di junjung tinggi keberadaannya. Nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN. luar mendalang. Kemampuannya mendalang diawali dari hal-hal yang terasa

BAB V SIMPULAN. luar mendalang. Kemampuannya mendalang diawali dari hal-hal yang terasa BAB V SIMPULAN Dari paparan pada bab-bab sebelumnya, dapat kita lihat bahwa Thio Tiong Gie memiliki suatu dinamika cerita kehidupan dalam menjalani kehidupannya sebagai dalang wayang potehi di Semarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO Oleh: Wahyu Purwiyastuti, S.S., M.Hum Dra. Emy Wuryani, M.Hum Disampaikan dalam Seminar Hasil Pengabdian Masyarakat (IbM) Bekerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki

Lebih terperinci

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Ruwatan Potong Rambut Gimbal di Dieng

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Ruwatan Potong Rambut Gimbal di Dieng BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Ruwatan Potong Rambut Gimbal di Dieng Bagi masyarakat Indonesia, ritual budaya merupakan salah satu warisan leluhur yang masih dilakukan hingga saat ini. Ritual budaya tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena upacara ini masih tetap berlangsung hingga kini meskipun perkembangan budaya semakin canggih.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut.

Lebih terperinci