LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR Disusun Oleh: Imam Hafiz Rahayuda Data Pengamatan dan Perhitungan Dita Apriani Alat Bahan, Prosedur dan Kesimpulan Armydha Iga Pambudi Editor, Tujuan dan Prinsip Bimo Dwi Patra HS Pembahasan Gina Fajar Andinia Grafik dan Pembahasan Grafik Dilla Wulan Ningrum Teori Dasar Isni Meisya Adzani Teori Dasar Aryo Dwi Wicaksono Pembahasan Agam Maulana Pembahasan LABORATORIUM FARMAKOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

2 PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR I. TUJUAN Mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan percobaan yang dimasukkan ke dalam roda putar yang dimasukkan dalam roda putar (wheel cage),berdasarkan pengamatan jumlah putaran roda. II. PRINSIP Pemberian stimulant dan depresan yang mempengaruhi aktivitas lokomotor hewan percobaan. III. TEORI Sistem saraf pusat (SSP) adalah bagian dari sistem saraf yang mengkoordinasi kegiatan dari semua bagian tubuh hewan bilaterian yaitu semua hewan multiseluler kecuali simetris radial spons dan binatang seperti ubur-ubur. Pada vertebrata, sistem saraf pusat yang ditutupi dalam meninges ini berisi sebagian besar sistem saraf dan terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Bersama-sama dengan sistem saraf perifer memiliki peran fundamental dalam kontrol perilaku. Yang termasuk SSP adalah otak dan sumsum tulang belakang. Otak dilindungi oleh tengkorak, sedangkan sumsum tulang belakang dilindungi oleh tulang belakang(neal, 2005). Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih. Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu: 1. badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea) 2. serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba) 3. sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat(neal, 2005).

3 Dalam sel saraf, energi dialihkan dengan penghantaran saraf yang melibatkan proses elektrik murni. Proses hantaran sinaptik melibatkan pengalihan energi dari ujung cabang akson pada neuron yang satu ke neuron yang lain yang tidak saling berhubungan. Penghantaran impuls saraf melalui sambungan sinaptik adalah suatu proses kimia. Perubahan aktivitas listrik disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran sel pascasinaptik, dan ini disebabkan pula oleh pelepasan transmiter. Bila zat transmiter bereaksi dengan reseptor pascasinaptik, zat itu dapat menimbulkan eksitasi atau hambatan. Kerja transmiter itu meningkatkan atau menurunkan secara selektif penghantaran ion atau permeabilitas membran terhadap ion(sukandar, 2010). Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara spesifik atau secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan selektivitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain. Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP yang bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma. Pembagian obat dalam kelompok yang merangsang dan kelompok yang menghambat SSP tidak tepat, karena psokofarmaka misalnya menghambat fungsi bagian SSP tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain. Obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dapat bersifat merangsang atau mendepresi. Berdasarkan kegunaan terapeutiknya, obat SSP dapat dibagi dalam tiga golongan : 1. Depresi SSP umum Obat-obat ini menimbulkan efeknya dengan mendepresi secara tak selektif struktur sinaptik, termasuk jaringan prasinaptik, termasuk jaringan prasinaptik dan prasinaptik. Obat-obat ini menstabilkan membran neuron dengan mendepresi struktur pascasinaptik, disertai dengan pengurangan jumlah transmiter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaptik. 2. Perangsang DDP umum

4 Obat-obat ini melakukan kerjanya secara tak selektif dengan salah satu mekanisme berikut : merintangi hambatan pascasinaptik atau mengeksitasi neuron secara langsung. Eksitasi neuron secara langsung dapat dicapai dengan mendepolarisasi sel prasinaptik, meningkatkan pelepasan prasinaptik akan transmiter, melemahkan kerja transmiter, melabilkan membran neuron atau menurunkan waktu pulih sinaptik. 3. Obat-obat SSP selektif Obat golongan ini dapat berupa depresan atau perangsang. Kerja melalui berbagai mekanisme, dan mencakup obat antikejang, pelemas otot yang bekerja sentral, analgetika dan sedativa(tjay, 2002). Obat-obat depresi SSP umum dapat menimbulkan ketergantungan psikis maupun fisik. Taraf ketergantungan dan toleransinya berbeda-beda, karena masing-masing memiliki mekanisme kerja sendiri. Pada umumnya, ketergantungan sudah dapat timbul setelah 2 minggu penggunaan kontinu. Gejala withdrawal serius terutama timbul pada barbiturat dibandingkan senyawa benzodiazepam. Insidepresi penyalahgunaan senyawa barbiturat, benzodiazepin, dan sejenisnya melampaui daripada opioida(tjay, 2007). Secara kualitatif benzodiazepin mempunyai efek yang hampir sama, namun secara kuantitatif spektrum farmakodinamik serta data farmakokinetik yang berbeda. Hal ini yang menyebabkan aplikasi terapi golongan ini sangat luas. Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda(andrianto, 2008). Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama: sedasi, hiposis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Walaupun benzodiazepin mempengaruhi aktivitas saraf pada semua tingkatan, namun beberapa derivat yang lain pengaruhnya lebih besar dari derivatnya yang lain, sedangkan sebagian lagi memiliki efek yang tak langsung. Penggolongan benzodiazepin : Obat-obat long-acting antara lain klordiazepoksida, diazepam, nitrazepam, dan flurazepam. Obat-obat ini dirombak antara lain dengan jalan

5 demetilasi dan hodrolsilasi menjadi metabolit aktif desmetildiazepam dan hidroksidiazepam. Obat-obat short-acting : oksazepam, lorazepam, lormetazepam, temazepam, loprazolam dan zopiclon. Obat-obat ini dimetabolisasi tanpa menghasilkan metabolit aktif yang memiliki kerja panjang. Obat ini layak digunakan sebagai obat tidur karena tidak berkumulasi saat penggunaan berulang kali dan jarang menimbulkan efek sisa, sebaliknya risiko yang lebih besar akan reboundinsomnia dan lebih cepat menimbulkan gejala abstinensi. Obat-obat ultra-short acting : triazolam, midazolam, dan estazolam. Risiko akan efek abstinensi dan rebound-insomnia lebih besar lagi pada obatobat ini sehingga setidaknya jangan digunakan labih lama dari 2 minggu (Muchtaridi,2008). Barbiturat sejak lama digunakan sebagai hipnotika dan sedativa, tetapi penggunaannya dalam tehun-tahun terakhit sangat menurun karena adanya obatobat dari kelompok benzodiazepin yang lebih aman. Yang merupakan pengecualian adalah fenobarbital, yang memiliki sifat antikonvulsif dan tiopental yang masih banyak digunakan sebagai anestetikum i.v.(mutchler, 1991). Barbital digunakan sebagai obat pereda untuk siang hari dalam dosis yang lebih rendah dari dosisnya sebagai obat tidur. Faktor-faktor yang membatasi penggunaan barbiturat dan menyebabkan penggunaannya terdesak oleh benzodiazepin adalah : Toleransi dan ketergantungan cepat timbul menyangkut sifat menidurkannya pada dosis berulang laki dan lebih ringan mengenai khasiat anti-epilepsinya. Stadium REM (dengan mimpi) dipersingkat, yang berefek pasien mengalami tidur kurang nyaman. Efek paradoksal dapat terjadi dalam dosis rendah pada keadaan nyeri, yakni justru eksitasi dan kegelisahan. Overdise barbital menimbulkan depresi sentral, dengan penghambatan pernapasan berbahaya, koma, dan kematian(mutchler, 1991).

6 Ada indikasi kuat bahwa terjadinya toleransi dan ketergantunga berkaitan erat dengan aktivasi dari sistem dopaminerg di otak. Semua zat yang bersifat adiksi berkhasiat meningkatkan jumlah dopamin secara akut yang dihubungkan dengan efek eufori, labilitas emosional, kekacauan dan histeri. Lebih dari sepuluh neurotransmiter lain antaranya noradrenalin dan serotonin, memegang peranan pula pada adiksi tetapi pengaruhnya jauh lebih ringan. Kadar dopamin yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan halusinasi dan psikosis akut(dewoto, 2007). Kafein Khasiat : kafein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertingg,prestasi otak dan suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan dan singkat daripada amfetamin. Kafein juga berefek inotrop positif terhadap jantung, vasodilatasi perifer dan diuresis. Efek samping : bila diminum lebih dari 10 cangkir kopi dapat berupa debar jantung, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur. Dosis : pada rasa letih 1-3dd mg, sebagai adjuvans bersama analgetik 50 mg sekali, bersama ergotamin pada migrain 100 mg(depkes RI,1979). Obat barbiturat merupakan satu kumpulan obat yang seringkali dipreskripsikan oleh doctor untuk menciptakan rasa tenang dan membuat penderita merasa mengantuk agar mudah tidur. Sebanyak lebih kurang 2500 terbitan asid barbiturik telah dapat disintesiskan, tetapi hanya lebih kurang 15 sahaja yang berguna untuk tujuan pengubatan. Dosis terapeutik yang kecil dapat menenangkan perasaan resah, dan untuk dosis yang lebih besar dapat membantu sesorang untuk tidur selam 20 hingga 60 menit. Namun, apabila dosis ditingkatkan lagi, maka akan terjadi koma dan kemudian pernafasan akan terhenti (Mansjoer, 1999).

7 IV. ALAT DAN BAHAN A. Alat 1. Alat roda putar (wheel cage) 2. Kandang 3. Stopwatch 4. Sonde oral 5. Timbangan B. Bahan 1. Obat depresan dan stimulan yang diuji (Fenobarbital dan Kafein) 2. Suspensi PGA 2% C. Gambar Alat Alas Roda Putar Kandang Stopwatch Sonde Oral

8 Timbangan V. PROSEDUR Alat dan bahan untuk percobaan, larutan gom, dan larutan obat disiapkan. Tiga hewan percobaan (mencit) dipilih secara acak. Kemudian masing-masing hewan ditimbang dan diberi tanda pengenalnya. Hewan percobaan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok obat uji 1, dan kelompok obat uji 2. Kelompok kontrol diberi larutan gom arab 2%, kelompok 2 diberi obat uji kafein, dan kelompok 3 diberi obat uji fenobarbital secara oral dengan sonde oral. Setelah 30 menit, mencit dimasukkan ke dalam alat roda putar. Aktivitas mencit dicatat selama 30 menit dengan interval 5 menit. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok obat uji. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel dan dibuat grafiknya. VI. DATA PENGAMATAN Perlakuan BB Mencit (g) Volume Pemberian (ml) Jumlah Putaran Rata- Rata 5' 10' 15' 20' 25' 30' Kontrol (PGA 2%) Jumlah Rata-rata

9 Stimulan (Kafein) Jumlah Rata-rata (Depresan) Fenobarbit al Jumlah Rata-rata VII. PERHITUNGAN DAN GRAFIK 1. Perhitungan % aktivitas stimulan dan depresan a. Volume pemberian obat V = - Kelompok Kontrol Kelompok Kafein Kelompok Fenobarbital 1. 2.

10 3. b. Perhitungan % aktivitas lokomotor - % Aktivitas Kafein (Stimulan) = = 1,057 x 100% = 105.7% - % Aktivitas Fenobarbital = 2. Perhitungan anava = x 100% = 90.2% Perlakuan Jumlah Putaran n x x 2 PGA 2% Kafein (Stimulan) Fenobarbital (Depresan) Jumlah Tabel Anava Sumber Variasi Df SS MS F Obat

11 Error Total α = 5% Ho diterima Ho ditolak = tidak ada perbedaan efek yang ditimbulkan oleh kafein dan fenobarbital = terdapat perbedaan efek yang ditimbulkan dari kafein dan fenobarbital SSobat = + = = = SStotal = = = SSerror = = SStotal SSobat = = MSobat = = = MSerror = = = Fhitung = =

12 = Ftabel =(0,05)(1,10) = 4,96 Maka, F hitung > F tabel = > 4,96 Maka H0 ditolak, yang berarti ada perbedaan efek yang ditimbulkan dari kafein dan fenobarbital terhadap hewan percobaan. Grafik Pengaruh Bahan Uji Terhadap Jumlah Putaran pada Tiap Kelompok KEL 1 KEL 2 KEL 3 PGA KAFEIN Fenobarbital VIII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini yang berjudul Pengujian Aktivitas Lokomotor bertujuan untuk mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan percobaan yang dimasukkan ke dalam roda putar (wheel cage), berdasarkan pengamatan jumlah putaran roda. Digunakan hewan percobaan berupa mencit yang akan diberikan beberapa sediaan untuk menguji aktivitas lokomotor. Sediaan yang digunakan adalah PGA 1-2%, Fenobarbital dan Kafein. Kemudian digunakan wheel cage sebagai alat yang dapat menjadi acuan dari aktivitas lokomotor mencit yang telah diberi sediaan uji.

13 Terdapat tiga keterampilan motorik dasar seseorang, yaitu gerak lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif. Gerak lokomotor dapat diartikan sebagai gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain. Bentuk gerak lokomotor diantaranya berjalan, berlari, berjingkat melompat dan meloncat, berderap, merayap dan memanjat. Lokomotor sendiri berasal dari kata loko gerak, dan motor penggerak. Jadi, lokomotor adalah gerak yang dilakukan oleh penggerak. Organ-organ yang terlibat dalam lokomotor adalah tulang, otot, saraf, dan darah atau pembuluh. Tulang berfungsi sebagai pemberi bentuk tubuh, alat gerak, melindungi organ-organ tubuh, dan sebagai tempat pembuatan sel-sel darah terutama sel darah merah. Otot merupakan suatu organ yang memungkinkan tubuh dapat bergerak, gerak sel terjadi karena sitoplasma merubah bentuk. Saraf merupakan penghantar informasi, koordinasi dan pengaturan untuk mengontrol dan mengintegrasikan aktivitas tubuh. Fungsinya adalah menerima stimulus dari lingkungan, mengubah stimulus menjadi impuls, dan sebagai tempat berlangsungnya semua proses kejiwaan dan psikis. Darah merupakan suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang berwarna merah dan beredar di dalam tubuh karena adanya kerja jantung. Fungsi darah adalah sebagai alat pengangkut, pertahanan tubuh, dan menyebarkan panas ke seluruh tubuh. Untuk menguji aktivitas lokomotorik tersebut digunakanlah sediaan uji yang berupa obat yang bersifat sedative dan stimulan. Obat sedative atau yang sering disebut obat penenang adalah jenis obat-obatan yang memberikan efek tidur dengan cara memberikan rasa tenang kepada orang yang mengkonsumsinya. Sedangkan obat stimulan adalah obat-obatan yang menaikkan tingkat kewaspadaan di dalam rentang waktu singkat. Obat-obat sedative biasanya tidak dijual bebas diapotik, melainkan harus menggunakan resep dokter. Obat-obat sedative biasanya bekerja di sistem saraf pusat dengan berikatan pada reseptor GABA yang merupakan neurotransmiter bersifat inhibisi pada sistem saraf pusat manusia. Obat ini juga bekerja menghambat efek eksistasi pada reseptor glutamate sehingga pada dosis yang

14 tepat orang yang mengkonsumsinya akan merasa tenang dan dapat tertidur dengan nyaman. Contoh obat-obat sedative adalah sebagai berikut: 1. Barbiturat seperti: amobarbital, pentobarbital, secobarbital, Phenobarbitol 2. Benzodiazepin seperti : clonazepam, diazepam, estazolam, flunitrazepam, lorazepam,midazolam, nitrazepam, oxazepam, triazolam, temazepam, chlordiazepoxide, alprazolam 3. Herbal sedatif seperti : ashwagandha, catnip, kava, mandrake, valerian 4. Nonbenzodiazepin sedatif seperti : eszopiclone, zaleplon, zolpidem, zopiclone 5. Antihistamin seperti : Diphenhydramine dan Dimenhydrinate. Fenobarbital yang digunakan dalam praktikum ini termasuk golongan barbiturat, obat yang bersifat hipnotik sedatif, selain itu juga merupakan anestetik parenteral, pelemas otot, antiepilepsi dan anticemas (antiansietas). Obat sedative bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor barbiturat dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, barbiturat akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai barbiturat dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi barbiturat, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang. Sementara itu, untuk obat-obat stimulan biasanya bekerja merangsang susunan saraf pusat melalui 2 mekanisme yaitu mengadakan blokade sistem penghambatan dan meningkatkan perangsangan sinaps. Kafein dapat berfungsi sebagai stimulan (perangsang) karena kafein bekerja pada susunan saraf pusat dengan meningkatkan perangsangan sinaps yaitu terutama pada korteks serebri. Selain itu, kafein yang merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid ini juga dapat memberikan rangsangan pada medula oblongata sehingga

15 pusat vasomotor dan pusat pernapasan pun ikut terangsang. Akan tetapi tekanan darah tidak naik, hal ini terjadi karena pada saat bersamaan, terjadi juga dilatasi pembuluh kulit, ginjal dan koroner, akibat kerjanya di sistem saraf perifer. Rangsangan pada pusat vasomotor oleh kafein disebabkan adanya kostriksi pembuluh darah otak dan turunnya tekanan liquor. Meningkatnya perangsangan sinaps oleh kafein mengakibatkan kondisi tubuh menjadi siaga dan kemampuan psikis pun akan meningkat. Dengan pemberian secara per oral, kafein akan diabsorpsi dengan cepat dan sempurna sehingga efek kafein dapat dengan cepat dirasakan. Sebagai hewan percobaan mencit yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: bersifat homogen baik dari segi galur, berat, umur dan jenis kelaminnya karena akan mempengaruhi dosisnya. Jenis kelamin mencit yang digunakan pada percobaan ini adalah mencit jantan karena mencit betina tidak stabil. Mencit betina mengalami menstruasi dan pada saat menstruasi maka hormonnya akan meningkat sehingga mempengaruhi kondisi psikologisnya.kenaikan hormon ini juga akan berpengaruh pada efek obat. Dengan alasan inilah mencit betina jarang digunakan sebagai hewan percobaan. Prosedur yang dilakukan pertama kali dilakukan pada percobaan ini adalah membagi mencit menjadi tiga kelompok. Setelah dibagi, kemudian mencit tersebut ditimbang berat badannya menggunakan neraca lengan. Hal tersebut harus dilakukan agar dapat diketahui dosis pemberian obat pada masing-masing mencit. Kemudian mencit diberi tanda dengan spidol pada ekornya sesuai dengan kelompok mencit tersebut. Diketahui bahwa berat mencit adalah sebesar I 16,2 g, mencit II 19,5 g dan mencit III 18,2 g. Setelah ditimbang, dari data berat mencit kemudian dihitung dosis masing-masing sediaan yang akan diberikan kepada mencit. Dosis obat yang diberikan haruslah berbanding lurus terhadap bobot mencit agar obat memberikan efek yang sesuai. Pada kelompok yang pertama mencit hanya akan diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 1-2 % secara per oral, kelompok ini disebut kelompok kontrol. Kelompok yang kedua adalah kelompok mencit yang diberikan obat kaffein secara per oral. Kelompok ketiga adalah kelompok mencit yang diberi obat fenobarbital juga secara per oral. Semua

16 pemberian obat dilakukan pada t = 0. Kemudian setelah t = 30, mencit kemudian dimasukkan ke dalam wheel cage. Mencit baru dimasukkan setelah 30 menit pemberian sediaan dikarenakan untuk menunggu sediaan yang masuk telah diabsorbsi oleh tubuh, sehingga pengamatan dapat dilakukan dengan benar. Wheel cage kemudian dinyalakan, lalu selama 30 menit mulai dihitung putaran roda yang dilakukan oleh mencit dengan interval pengamatan tiap 5 menit. Pada kelompok pertama (I), yaitu kelompok kontrol, pada kelompok ini mencit hanya diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 2 % saja, sehingga mencit pada kelompok ini bekerja alami tanpa ada pengaruh obat, sehingga kelompok-kelompok yang lain dapat dibandingkan dengan kelompok kontrol ini. Aktivitas mencit (jumlah putarannya) yaitu: menit ke 5= 2, menit ke 10= 0, menit ke 15= 0, menit ke 20= 24, menit ke 25= 29 dan menit ke 30= 1. Hal ini menunjukkan aktivitas mencit berlangsung tidak normal (fluktuatif), respon saraf terhadap gerak pada otot yang di aplikasikan dalam bentuk gerak berlari dalam roda putar. Kelompok kontrol dibuat agar dapat dijadikan pembanding dengan kelompok lainnya dimana mencit tersebut tidak diberikan sediaan obat sehingga dapat diketahui efek obat mana yang dapat menimbulkan efek yang cukup kuat. Pada mencit kedua yang diberikan obat uji depresan yaitu kafein. Didapatkan jumlah putarannya yaitu: menit ke 5= 11, menit ke 10= 13, menit ke 15= 19, menit ke 20= 20, menit ke 25= 29 dan menit ke 30= 32. Sedangkan pada mencit ketiga yang diberi fenobarbital, menunjukkan aktivitas yang lebih rendah dibandingkan mencit kontrol negatif yang diberi PGA. Jumlah putaran yang dilakukan mencit pada roda putar yaitu: menit ke 5= 0, menit ke 10= 0, menit ke 15= 13, menit ke 20= 0, menit ke 25= 4 dan menit ke 30= 4. Jumlah putarannya menunjukkan aktivitas mencit menurun dengan pemberian fenobarbital. Setelah didapat hasil pengamatan percobaan, dilihat pengaruh pemberian obat fenobarbital maupun kaffein pada mencit dengan perhitungan persentasi aktivitas masing-masing obat. Setelah dilakukan perhitungan % aktivitas stimulan untuk mengukur efek dari kafein yang diberikan dengan rumus: % Aktivitas timulan =

17 Didapatkan hasil % aktivitas stimulan sebesar 113,87%. Kemudian dilakukan juga perhitungan % aktivitas depresan untuk mengukur efek dari fenobarbital yang diberikan dengan rumus : %Aktivitas epresan= Setelah dihitung, didapatkan hasil % aktivitas depresan sebesar 90,20%. Hal ini menunjukkan baik obat stimulan (kafein) maupun depresan (fenobarbital) memiliki efek yang cukup signifikan terhadap kontrol uji. Kemudian dilakukan pengujian dengan tudent s t-test. Berdasarkan pengujian data secara statistika, dapat dilihat bahwa pemberian fenobarbital ataupun kafein memberikan efek terhadap mencit apabila dibandingkan dengan kontrol sesuai dengan fungsinya. Pada percobaan kali ini, dilakukan pengamatan terhadap 3 kelompok uji, yaitu kelompok kontrol (I), dengan pemberian larutan suspensi gom arab (PGA) 2% sehingga mencit pada kelompok ini bekerja alami tanpa ada pengaruh obat. Pada kelompok kedua (II) adalah kelompok mencit yang telah diberikan obat kafein, sedangkan pada kelompok ketiga (III), mencit diberikan obat fenobarbital. Setelah diamati, mencit yang tidak diberikan obat uji (kelompok kontrol) memberikan efek atau pengaruh yang fluktuatif terhadap perubahan aktivitas yang ditunjukkan dengan peningkatan atau penurunan jumlah putaran roda putar yang seringkali tidak konstan, dimana aktivitas yang dilakukan mencit tiap selang waktu pengamatan tidak memberikan angka yang tetap (penurunan aktivitas seiring lamanya waktu pengamatan). Hal ini dapat disebabkan perbedaan perilaku dan sifat dari mencit uji saat ditempatkan ke dalam wheel cage sehingga dapat mempengaruhi jumlah perputaran roda yang diamati. Sedangkan untuk mencit yang diberikan obat uji berupa fenobarbital, seiring dengan berjalannya waktu pengamatan, ternyata aktivitas mencit perlahan mengalami penurunan. Hal tersebut di tunjukkan dengan berkurangnya jumlah putaran roda putarnya. Penurunan aktivitas pada mencit ini disebabkan karena fenobarbital termasuk golongan barbiturate dimana termasuk obat yang bersifat hipnotik sedatif sehingga mengakibatkan mencit perlahan mengalami rasa sedasi yang cukup kuat

18 dan apabila dosisnya ditingkatkan maka kemungkinan mencit tersebut akan tertidur atau tidak melakukan aktivitas apapun. Untuk mencit yang diberikan obat kafein ternyata mengalami peningkatan aktivitas yang cukup signifikan yang ditandai dengan peningkatan jumlah putaran rodanya. Kafein meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Dengan demikian maka mencit akan terus aktif bergerak selama efek obat tersebut masih ada namun seiring dengan berjalannya waktu pengamatan maka lama-lama efeknya akan menurun karena ketersediaan obat makin berkurang di dalam tubuh mencit karena terjadinya metabolisme obat dalam tubuh. Hal ini ditandai dengan berkurangnya jumlah putaran roda. Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi jumlah putaran selain pemberian obat uji. Salah satunya yang sangat mempengaruhi adalah keseragaman berat badan dari mencit uji yang digunakan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, adanya metabolisme obat dalam tubuh dapat menurunkan aktivitas obat. Kemampuan metabolisme obat dalam tubuh dipengaruhi oleh luas permukaan daerah absorpsi obat, yang berkaitan dengan berat badan mencit karena semakin berat mencit maka luas permukaan daerah absorpsi obat akan semakin besar. Hal tersebut mempengaruhi bagaimana ketersediaan obat dalam mencit. Semakin lama obat dalam mencit akan bekerja sampai puncaknya dan kemudian lama-lama efeknya akan menurun karena ketersediaan obat makin berkurang, sehingga efek obat uji yang diberikan baik berupa depresan (fenobarbital) maupun stimulan (kafein) dapat berkurang aktivitasnya. Maka dari itu mencit yang digunakan diusahakan memiliki keseragaman bobot antar mencit yang sama atau tidak terlalu berbeda agar efek dari obat uji yang diamati dapat diteliti lebih akurat. Selain itu, pemberian jeda waktu yang diperlukan obat untuk mencapai efek kerja setelah diberikan sebelum mencit dimasukkan dalam wheel cage dapat mempengaruhi. Hal ini disebabkan obat uji yang diberikan mencit yang memiliki bobot berat akan lebih mudah termetabolisme daripada mencit yang memiliki bobot yang lebih ringan, sehingga efek yang ditimbulkan pun lebih cepat.

19 Sehingga dikhawatirkan efek obat yang ditimbulkan dapat tidak sesuai dengan literatur. Berdasarkan hasil pengamatan yang dituangkan dalam penyajian data berupa grafik, dapat dilihat perbedaan yang signifikan antara ketiga bahan uji PGA, Kafein, dan Fenobarbital terhadap jumlah putaran roda. Pada kelompok mencit dengan pemberian PGA seharusnya aktivitas mencit dalam memutar roda akan berjalan normal. Sehingga, mencit akan bergerak tidak terlalu aktif namun juga tidak pasif. Pada kelompok 1, mencit memiliki aktivitas yang cukup tinggi, namun masih berada di kategori normal. Hal itu dapat dilihat ketika mencit pada kelompok 1 memiliki aktivitas lebih rendah dibandingakan mencit 2 pada kelompok yang sama yang diberi stimulan kafein dan lebih tinggi dibandingkan mencit ketiga pada kelompok 1 pula yang diberi obat depresan fenobarbital.pada mencit pertama kelompok 2 yang diberi PGA, yang seharusnya tidak memberi efek apa-apa dan aktivitas mencit seharusnya berjalan normal, mencit ini malah memiliki aktivitas yang cukup rendah dalam memutar roda atau dapat dikatakan cukup pasif. Ini terlihat dari jumlah putaran roda selama 30 menit yang rata-rata hanya berkisar 0,5 atau setengah putaran.sedangkan pada mencit pertama di kelompok 3, jumlah putaran roda tergolong normal. Pada ketiga kelompok, mencit yang diberi kafein sebagai stimulan, menunjukkan peningkatan aktivitas yang signifikan, ini menunjukkan bahwa aktivitas stimultan dari kafein tergolong baik. Begitu pula pada mencit yang diberikan fenobarbital pada ketiga kelompok, dari grafik dapat terlihat jumlah putaran rata-rata pada tiap kelompok memiliki jumlah yang rendah, bahkan pada mencit ketiga di kelompok 1 jumlah putaran rodanya sama sekali tidak ada atau dapat diakatakan selama 30 menit tikus tidak mealkukan aktivitas atau bergerak pasif. Sehingga ini menunjukkan aktivitas depresan fenobarbital tergolong baik pula. Sebenarnya, pengamatan dilakukan harusnya selama 90 menit untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dari setiap aktivitas bahan uji.

20 IX. KESIMPULAN Efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan percobaan yang dimasukkan ke dalam roda putar (wheel cage) dapat diketahui yang didasarkan pada persen aktivitas stimulan yaitu sebesar 113,873% pada kafein dan persen aktivitas depresan yaitu sebesar 90,20448% pada fenobarbital.

21 DAFTAR PUSTAKA Andrianto Sistem Saraf Pusat. Dapat diakses pada [diakses tanggal 20 April 2013]. Depkes RI Farmakope Indonesia Edisi ke 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Dewoto, Hedi R Analgesik Opiod dan Antagonis-Farmakologi dan Terapi edisi 5. Fakultas kedokteran-ui. Jakarta. Mansjoer, Arif Kapita Selekta Kedokteran. Media Aescullapius. Jakarta. Muchtaridi Lokomotor Mencit. Dapat diakses pada [diakses tanggal 20 April 2013]. Mutchler, Ernst Dinamika Obat. Edisi Kelima. Penerbit ITB. Bandung. Neal, M.J At A Glance Farmakologi Medis. Penerbit Buku EGC. Jakarta. Sukandar, Elin Yulinah, dkk ISO Farmakoterapi. PT. ISFI. Jakarta. Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja Obat-obat Penting edisi keenam. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya edisi kelima. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

BABf PENDAHULUAN Latar Belakang

BABf PENDAHULUAN Latar Belakang BABf PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidur merupakan fungsi fisiologis yang menarik, karena kebanyakan orang menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya untuk tidur. Namun demikian ditulis bahwa Rata-rata

Lebih terperinci

ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA

ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA Disusun Oleh : Nama Mahasiswa : Linus Seta Adi Nugraha Nomor Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 9 Mei 2011 Hari Praktikum : Senin Dosen Pembimbing : Margareta Retno Priamsari,

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas motorik atau pergerakan yang normal sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari (Miller, 2011). Gerak adalah suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lebih dari satu miliar orang di dunia menderita disabilitas. Disabilitas atau kecacatan dapat terjadi akibat kondisi kesehatan, kondisi lingkungan, dan faktor lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein dalam coklat di dapat dari biji cacao yang hanya tumbuh di daerah tropis, sedangkan kafein dalam kopi didapatkan dari biji coffe Arabica dan coffe Robusta. Kafein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan era modern seperti sekarang ini adalah gaya kehidupan yang sibuk dan membutuhkan konsentrasi tinggi. Pekerjaan manusia sebagian besar diharapkan dapat dikerjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas sehari-hari seorang individu sangat dipengaruhi oleh apa yang dirasakannya. Perasaan segar akan meningkatkan kualitas aktivitas, sedangkan rasa kantuk akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rasa nyeri, paralisis atau kerusakan jaringan dan kehilangan kontrol motorik dapat menyebabkan gangguan pergerakan, sedangkan aktivitas pergerakan yang normal sangat

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Pengujian aktivitas analgetika infusa daun alpukat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keracunan merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh bahan organik ataupun bahan anorganik yang masuk ke dalam tubuh sehingga menyebabkan tidak normalnya mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari proses belajar, mengingat dan mengenal sesuatu. Semua proses tersebut akan berjalan dengan baik apabila melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas pergerakan yang normal sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan, baik secara volunter maupun involunter dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan untuk menjaga proses homeostasis tubuh, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan fisiologis

Lebih terperinci

UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) ABSTRAK

UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) ABSTRAK UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) *) Program Studi DIII STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK Telah dilakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman herbal yang biasanya dijadikan sebagai menjadi tanaman hias. Tanaman patah tulang selain tanaman

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus)

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus) AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus) Novita Sari, Islamudin Ahmad, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Tinjauan Botani Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman lenglengan. Lenglengan dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan subtropis. Bagian tanaman yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 1. WAKTU DAN TEMPAT Praktikum dilakukan pada hari selasa, 15 November 2016 pada pukul 18:00-21:00 WIB, bertempat di Laboratorium

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN II DAN III PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN II DAN III PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF. LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN II DAN III PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF Disusun oleh : Golongan B-2 Kelompok 4 Reva Medina Nurul Annisa (I1C015104) (I1C015106)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling luhur memiliki daya ingat (memori) untuk menunjang kehidupannya. Memori membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewaspadaan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bekerja, belajar, berkendara, maupun aktivitas lainnya. Ketelitian juga dibutuhkan dalam aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. KEMUNING 1.1.1. Klasifikasi dan nama daerah Kerajaan Ordo Famili Genus Spesies :Plantae :Sapindales :Rutaceae :Murraya :Murraya paniculata (L.) Jack (Setiawan. 1999: 73-74)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau dengan rangsangan lain. Tidur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan manusia yang esensial, karena tidur dapat mengendalikan irama kehidupan manusia sehari-hari. Proses tidur mengikuti irama sirkadian atau biologic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgetika adalah zat-zat yang memiliki efek mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, sebagian besar penyakit seringkali menimbulkan rasa nyeri. Walaupun nyeri ini sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi serta memudahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental laboratorium dalam menguji aktivitas analgetik pada mencit putih jantan. B. Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Kegunaan dan manfaat yang dihasilkan tanaman obat beraneka macam. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Kegunaan dan manfaat yang dihasilkan tanaman obat beraneka macam. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Saat ini semakin banyak obat herbal yang beredar di dunia, khususnya Indonesia. Bahan baku utama dari obat herbal itu sendiri adalah tanaman obat. Tanaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, pekerjaan semakin sibuk dan berat. Kadang beberapa aktivitas dari pekerjaan memberikan resiko seperti rematik dan nyeri. Nyeri adalah mekanisme

Lebih terperinci

Giving Effect Tomato Fruit Juicer ( Solanum lycopersicum L) To Sedation Effect In Male Mice Strain BALB/C

Giving Effect Tomato Fruit Juicer ( Solanum lycopersicum L) To Sedation Effect In Male Mice Strain BALB/C Giving Effect Tomato Fruit Juicer ( Solanum lycopersicum L) To Sedation Effect In Male Mice Strain BALB/C Richa Yuswantina, Sikni Retno K, Yudi Hari Endar Purwana ABSTRACT Tomato fruit (Solanum lycopersicum

Lebih terperinci

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf BAB II Struktur dan Fungsi Syaraf A. SISTEM SARAF Unit terkecil dari system saraf adalah neuron. Neuron terdiri dari dendrit dan badan sel sebagai penerima pesan, dilanjutkan oleh bagian yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Konsentrasi berkaitan dengan kemampuan otak untuk mengikuti rangsang eksternal maupun internal. Konsentrasi didefinisikan sebagai suatu mekanisme pemilihan rangsang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Baku Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI 1 FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI Modul 2 Tobacco Education Program Peran Apoteker dalam Pengendalian Tembakau Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada This presentation was adapted from Rx for

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai BAB 1 PENDAHULUAN Kemajuan penelitian beberapa tahun terakhir dalam bidang farmasi maupun kedokteran telah banyak menghasilkan obat baru dengan efek terapi yang lebih baik dan efek samping yang minimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya.diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya

Lebih terperinci

WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4

WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4 WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4 DEFINISI Withdrawal syndrome, atau dikenal juga dengan discontinuation syndrome, merupakan kumpulan gejala yang dapat terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol

Lebih terperinci

Makalah Forensik Kematian Mendadak Karena Kerusakan Sistem Saraf Pusat

Makalah Forensik Kematian Mendadak Karena Kerusakan Sistem Saraf Pusat Makalah Forensik Kematian Mendadak Karena Kerusakan Sistem Saraf Pusat Disusun oleh : 1. Fauzan Rachman 2. Wela Jayanti 3. Luvita Senjawati 4. Rany Ramadhani KS 5. Monica Wulandari 6. Ratnah Aryanti 7.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein merupakan zat psikoaktif yang terdapat pada banyak sumber seperti kopi, teh, soda dan cokelat. Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar ke-4

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Secara umum nyeri dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat dari alam yang secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Pengobatan

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan

Lebih terperinci

Obat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt

Obat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Obat2 Sistem Saraf Otonom I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Pendahuluan Sistem Saraf Manusia Sistem Saraf Pusat (SSP) Sistem Saraf Tepi (perifer) Otak Medula Spinalis SS Somatik SS Otonum Simpatis Parasimpatis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian dan pengembangan tumbuhan obat saat ini berkembang pesat. Oleh karena bahannya yang mudah diperoleh dan diolah sehingga obat tradisional lebih banyak digunakan.

Lebih terperinci

Pengobatan Gangguan Ansietas di Klinik

Pengobatan Gangguan Ansietas di Klinik Pengobatan Gangguan Ansietas di Klinik Mustafa M. Amin Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran USU Kongres PW IDI SUMUT Medan, 11 April 2015 0 Pendahuluan 1 Epidemiologi 2 Etiologi 3 Diagnosis

Lebih terperinci

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 PENGERTIAN SISTEM SARAF Merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh Merupan

Lebih terperinci

KAFEIN DAN PERFORMA ATLETIK

KAFEIN DAN PERFORMA ATLETIK KAFEIN DAN PERFORMA ATLETIK Kafein adalah zat yang memberi tendangan dalam kopi Anda. Zat ini membuat Anda bangun dan siap beraktivitas di pagi hari, serta membantu membuat Anda tetap semangat ketika Anda

Lebih terperinci

DRUGS USED IN EPILEPSI

DRUGS USED IN EPILEPSI DRUGS USED IN EPILEPSI Dwi Bagas Legowo, dr Depart. Of Pharmacology & Therapy Medical School Malahayati University Benzodiazepine dan Barbiturate Farmakokinetik : A. Absorpsi : kecepatan absorbsi dari

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan, yang kemudian ditandai oleh perasaan-perasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan, yang kemudian ditandai oleh perasaan-perasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kecemasan Dental 1.1. Definisi Kecemasan memiliki pengertian sebagai kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang kemudian ditandai oleh perasaan-perasaan

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Toksikologi di Sekolah Tinggi Ilmu

B. Tujuan Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Toksikologi di Sekolah Tinggi Ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Selain itu, nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro et al.,2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Daya ingat atau memori adalah proses penyimpanan dan pengeluaran kembali informasi yang didapat dari proses belajar. 1 Berdasarkan durasi, memori dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memori disimpan di otak dengan mengubah sensitivitas dasar transmisi hipnotis antar neuron sebagai akibat dari aktivitas neuron sebelumnya. Jaras terbaru atau yang

Lebih terperinci

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu Reaksi Sederhana (WRS) dapat diasosiasikan dengan kewaspadaan (Ganong, 2008). Waktu reaksi adalah waktu di antara pemberian rangsang (stimulus) terhadap reseptor

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menyeleksi perhatian (Maramis, 2009). Tidak banyak orang yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menyeleksi perhatian (Maramis, 2009). Tidak banyak orang yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsentrasi adalah kemampuan untuk mengarahkan, mempertahankan, dan menyeleksi perhatian (Maramis, 2009). Tidak banyak orang yang dapat mempertahankan konsentrasinya

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu minuman paling populer di dunia yang posisinya berada pada urutan kedua setelah air putih. Teh juga merupakan minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, parasetamol sebagai antipiretik dan analgesik telah digunakan secara luas karena tersedia sebagai golongan obat bebas dan harganya yang relatif murah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. rancangan acak lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. rancangan acak lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan rancangan acak lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri dari 4

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA Bio Psikologi Modul ke: Konduksi Neural / Sinapsis: 1. Konsep sinapsis 2. Peristiwa kimiawi pada sinapsis 3. Obat-obatan dan sinapsis Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi Psikologi Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah-masalah tidur seperti insomnia kadang membuat kehidupan seharihari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah-masalah tidur seperti insomnia kadang membuat kehidupan seharihari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah tidur seperti insomnia kadang membuat kehidupan seharihari terasa lebih menekan atau menyebabkan seseorang menjadi kurang produktif. Kehilangan waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemakaian obat analgesik sudah merupakan hal yang tidak asing bagi masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan sering timbulnya rasa nyeri serta peredaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara penghasil utama minyak atsiri di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara penghasil utama minyak atsiri di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara penghasil utama minyak atsiri di dunia. Terdapat kurang lebih 45 jenis tanaman penghasil minyak atsiri tumbuh di Indonesia, namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun pelarut dan reagensia (Syabatini, 2008). Dalam dunia kesehatan

I. PENDAHULUAN. maupun pelarut dan reagensia (Syabatini, 2008). Dalam dunia kesehatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alkohol merupakan senyawa yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum dapat digunakan sebagai zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut dan reagensia (Syabatini,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6 LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6 UJI EFEKTIVITAS ANTELMINTIK Dosen Pembimbing Praktikum: Fadli, S.Farm, Apt Hari/tanggal praktikum : Senin, 29 Desember 2014 Disusun oleh: KELOMPOK 5 / GOLONGAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER ABSTRAK EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER Vanny Aprilyany, 2006, Pembimbing I : Jo.Suherman, dr., MS., AIF Pembimbing II : Rosnaeni,

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL

ABSTRAK. EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL ABSTRAK EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL Isept Setiawan, 2011, Pembimbing I : Dra. Endang Evacuasiany, MS., AFK.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar memerlukan proses memori (daya ingat), yang terdiri dari tiga tahap ; yaitu mendapatkan informasi (learning), menyimpannya (retention), dan mengingat

Lebih terperinci