KUALITAS PENERANGAN ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KUALITAS PENERANGAN ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari"

Transkripsi

1 KUALITAS PENERANGAN ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Beberapa bangunan kuno peninggalan Kolonial Belanda, seringkali menunjukkan upaya pemanfaatan faktor faktor iklim seperti matahari dan angin dalam konteks iklim tropis lembab di Indonesia dengan baik, meskipun arsiteknya berasal dari negara beriklim empat musim. Seperti dalam tata letak membujur utaraselatan beserta selasar depannya untuk mengurangi panas matahari. Namun, tak jarang, membawa kebiasaan mereka, membuat bukaan dinding (pintu dan jendela) yang berukuran lubang tinggi vertikal hampir ke plafondnya yang tinggi pula dalam rangka mendapatkan penerangan alami cukup. Mengingat seumumnya kavling di negaranya berlebar sempit, sangat panjang ke dalam, dan berpenataan close-plan. Melalui kasus bangunan kuno peribadahan umat Katolik berlantai dua Gereja Blendhuk di Semarang penelitian ini dilakukan; bertujuan untuk mengungkapkan kualitas penerangan alaminya. Metode penelitian berpendekatan kombinasi antara kualitatif (menggunakan teori) dan kuantitatif (menggunakan alat pengukur penerangan lux meter). Jendela lantai bawahnya berkaca timah, dan pada lantai atas: jendela jungkit. Hasil penelitian, luas bukaan untuk penerangan sudah memenuhi persyaratan, kekuatan penerangan alami pada ruang dalampun memenuhi, serta kedalaman ruang yang dapat dijangkau penerangan alami juga terpenuhi. Dengan demikian desain penerangan alami pada bangunan Gereja Blenduk, sesuai dengan kriteria penerangan alami. Kata kunci: penerangan alami, luas bukaan, kekuatan penerangan, dan kedalaman ruang. 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan faktor faktor iklim seperti matahari dan angin bagi penerangan alami, penghawaan alami dan kenyaman thermal, sangat membantu dalam upaya terwujudnya arsitektur hemat enerji. Terkait dengan hal itu, karya arsitektur dari berbagai bangsa-bangsa, menunjukkan desain penerangan alami, penghawaan alami dan kenyamanan thermal dalam konteks iklim dalam wilayah geografis negaranya. Tulisan ini, hanya akan membahas aspek penerangan alami saja. Dalam fenomena berkarya arsitektural yang merespon atau mengantisipasi iklim setempat, beberapa bangunan kuno peninggalan Kolonial Belanda, telah banyak menunjukkan upaya pemanfaatan faktor faktor iklim seperti matahari dan angin dalam konteks iklim tropis lembab di Indonesia dengan baik. Meskipun, arsiteknya berasal dari negara beriklim empat musim. Antisipasi mereka dulu, antara lain dalam pemilihan tata letak bangunan membujur utara-selatan dan pengadaan selasar depan dan belakang untuk mengurangi panas matahari. Namun, tak jarang tak lepas dari kebiasaan mereka, membuat bukaan dinding (pintu dan jendela) yang berukuran lubang tinggi vertikal hampir ke plafondnya yang tinggi pula dalam rangka mendapatkan penerangan alami cukup. Hal itu disebabkan seumumnya

2 kavling di negaranya berlebar sempit, sangat panjang ke dalam, dan berpenataan close-plan. Dalam penerangan alami, terdapat beberapa macam, antara lain menggunakan bukaan untuk masuknya terang/cahaya pada dinding, dan bukaan pada bagian atas seperti atap (sky light). Terkait hal itu, melalui kasus bangunan kuno bagi peribadahan umat Kristen Protestan berlantai dua Gereja Blendhuk di Semarang penelitian ini dilakukan; bertujuan untuk mengungkapkan kondisi penerangan alaminya, ditinjau dari luas bukaan untuk masuknya terang langit/sinar matahari, besarnya kekuatan penerangan alami pada interior bangunan, serta kedalaman ruang yang dapat dijangkau dengan penerangan alami. 2. TINJAUAN DATA DAN PUSTAKA 2.1. Kota Semarang Kota Semarang di pantai utara Jawa, selain merupakan sebuah kota besar di antara keseluruhan 12 besar kota di Indonesia, juga merupakan ibukota daerah Provinsi Jawa tengah. Terkait untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor iklim yang berpengaruh, dikemukakan data geografisnya sebagai berikut. Tentang batas-batas fisik wilayah administrasinya; sebelah utara: Laut Jawa, sebalah selatan: wilayah Kabupaten Demak, sebelah barat: wilayah Kabupaten Kendal, dan sebelah timur: wilayah Kabupaten Semarang. Tentang batas-batas fisik geografisnya sebagai berikut. Wilayah fisik utara: 6º 50' garis Lintang Selatan (LS); wilayah fisik selatan: 7º 50' garis Lintang Selatan (LS), wilayah fisik barat: 109º 45' garis bujur timur (BT), dan wilayah fisik timur: 110º 30' garis bujur timur (BT). Untuk kondisi geografisnya, secara garis besar kota Semarang, sebagian merupakan bukit-bukit disebut Zona Kota Atas-, sebagian lainnya merupakan dataran rendah disebut Zona Kota Bawah-, serta daerah pantai yang disebut Zona Pantai Bangunan Gereja Blenduk Bangunan kuno Gereja Blenduk, berlokasi di jalan Letjend Suprapto no. 32, Semarang. Kawasan tempat keberadannya adalah kota lama (kolonial) Semarang, dan gereja ini merupakan tetenger (landmark) kawasan ini yang sudah sangat dikenal. Bangunan yang merupakan salah satu peninggalan Belanda ini, dibangun pada abad XVIII. Kawasan kota lama Semarang, awalnya adalah daerah permukiman terawal bagi orang-orang Belanda di Indonesia. Dalam perkembangannya, lingkungan ini merupakan asal mula pembentukan kota Semarang. Sejak dibangun, gereja ini merupakan tempat peribadatan umat Kristen Protestan, hal ini berkaitan dengan mayoritas bangsa Belanda yang datang ke Indonesia (Nusantara) pada awalnya tak terkecuali anggota Persekutuan Dagang Hindia Belanda/Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)- ketika itu, adalah pemeluk agama Kristen Protestan. Hingga kini, gereja ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umatnya. Visualisasi tata letak dalam lokasinya, disajikan dalam gambar 2.1. berikut

3 Bangunan Gereja Blenduk Jalan Letjend Suprapto Kawasan Kota Lama Semarang Gambar 2.1. Situasi Gereja Blenduk Semarang Bangunan dua lantai berpenataan close plan ini, lantai satu/dasarnya diperuntukkan bagi Ruang Jemaat, sedangkan lantai dua/atas berupa balkon. Visualisasinya disajikan dalam gambar-gambar berikut ini. Gambar 2.2. Denah lantai satu/dasar Gambar 2.3. Denah lantai dua/balkon Gambar 2.4. Tampak depan bangunan Gereja Blenduk Semarang 2.3. Penerangan Alami untuk Bangunan Kecerlangan dan kesilauan. Silau (glare) terjadi, jika penerangan, jendela dan sumber

4 cahaya lainnya yang terlihat secara langsung atau refleksi, terlalu terang jika dibandingkan dengan kecerlangan (brigntness) rata-rata dalam suatu ruang. Dalam hal ini silau diakibatkan adanya penggunaan sinar matahari, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk penerangan di dalam ruangan, khususnya pada siang hari. Sebagai pembanding dapat dicatat, bahwa kecerlangan adalah: a. matahari dilihat dari bumi, memiliki kecerlangan sb (stilb), b. bulan purnama dilihat dari bumi, memiliki kecerlangan 0,25 sb, dan c. langit berawan sedikit, memiliki kecerlangan 0,50 sb. Manusia memandang bulan, masih terasa tidak silau. Secara praktis dapat selalu diukur kesilauan terhadap bulan purnama yang berkecerlangan 0,25 sb., sedangkan kecerlangan maksimum untuk ruang dalam adalah 0,30 sb Penerangan dengan terang langit. Penerangan dengan terang langit (day lighting) yaitu penerangan alami yang mendayagunakan terang langit, yang biasa dipakai untuk menghemat energy (pemakaian listrik). Masalah utama yang umum terdapat pada day lighting sebagai berikut: a. kualitas penerangan yang ada di luar (out door), b. kuat terang yang dikehendaki dalam ruang (indoor), dan c. kelengkapan ruang dalam mengefektifkan terang dari ruang luar (outdoor); misalnya ukuran, bentuk dan letak jendela. Namun terdapat pula masalah lain yaitu variasi terang langit, yang disebabkan karena: a. posisi matahari yang berpindahpindah, dan b. aspek-aspek lain, antara lain seperti lapisan awan, lapisan butiran uap air, dan butir polusi udara. Khususnya untuk daerah tropis, perencanaan terang langit ini sangat memerlukan perhatian; disebabkan terlalu kuatnya terang langit. Untuk menghindari terang berlebihan, kontras kuat antara view lewat jendela dan lingkungan sekeliling jendela dapat dikurangi dengan: a. dinding yang berdekatan dengan jendela dicat warna terang, b. kerangka jendela sebelah dalam dicat putih, dan c. jendela yang lain, sebaiknya diletakkan pada sisi berlainan agar dapat memberikan keseimbangan terang. Di daerah tropis lembab, pembukaan luas diperlukan untuk suksesnya sistem ventilasi, namun di lain pihak akan menyebabkan silau akibat terang langit berlebihan. Guna mendapatkan view baik tanpa silau, maka sebaiknya: a. diupayakan agar bebas dari kecerlangan tanah, kecerlangan dari tirai penahan sinar matahari, dan b. terang langit yang jatuh pada permukaan tanah atau tirai matahari dapat direfleksikan ke atas, guna lebih mendayagunakan terang langit. Dalam perhitungan ini, titik tolak didasarkan pada refleksi benda-benda luar dan dalam, begitu pula refleksi pada permukaan kaca dan penyerapan, dianggap saling menghapuskan. Secara praktis, penyebaran sinar dari langit dianggap merata sempurna (homogen). Maka ditetapkan ketentuan yang disebut: langit perencanaan. Kekuatan penerangan yang diberikan oleh langit perencanaan dimaksud pada titik-titik dalam bidang datar suatu lapangan terbuka,

5 ditetapkan sebesar lux. Demikian maka setiap terang di dalam ruangan menerima patokan dasar dari langit perencanaan sebesar lux yang diperhitungkan dengan angka yang disebut faktor langit, dinyatakan dengan prosentase (%), dihitung terhadap lux Daerah terang dan daerah gelap. Masalah lain yang timbul dalam pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber daya bagi pencahayaan bangunan, adalah terciptanya daerah terang, daerah kurang terang dan daerah relatif gelap dari ruanganruangan yang dirancang. Lebih-lebih jika sinar matahari hanya masuk lewat salah satu sisi ruangan. Oleh karenanya, di dalam rancangan harus diperhatikan faktor-faktor antara lain sebagai berikut: a. dari sisi mana sinar matahari masuk ke dalam ruangan; apakah dari satu sisi, dari dua sisi, dari atap, atau dari arah lain, b. perhatikan dimensi ketinggian dari lubang cahaya pada sisi-sisi ruangan dan daerah atap ruangan, dan c. perhatikan dimensi kedalaman ruangan; jika lubang cahaya hanya berada pada satu sisi dari ruangan, maka pada daerah yang paling jauh dari sisi dimaksud akan terjadi daerah yang relative paling gelap. Untuk mengatasi hal demikian, maka dimensi kedalaman ruangan sebaiknya tidak terlalu besar, artinya ruangan harus lebih pendek pada arah sejajar datangnya sinar matahari. Untuk mengatasi kelemahan pencahayaan dari satu sisi, dapat diciptakan pencahayaan multi sisi, yaitu dari sisi-sisi lain bahkan dari sisi atas ruangan. Dengan pencahayaan multi sisi, dapat dikurangi daerah gelap pada ruangan. Untuk mengetahui kedalaman ruang yang diijinkan pada sebuah ruangan yang diterangi pada salah satu sisinya, dapat digunakan grafik sebagaimana disajikan dalam gambar 2.5. berikut. Keterangan : : Panjang ruangan 33 kaki : Panjang ruangan kaki Kedalaman ruangan maksimum = 2 2,5 kali tinggi jendela, guna menjaga suatu tingkat iluminasi minimum dan distribusi cahaya yang merata (penerangan siang hari). Gambar 2.5. Grafik untuk menentukan kedalaman ruang yang diijinkan dari suatu ruang yang diterangi dari satu sisinya.

6 Pada grafik di atas, dianggap kacanya jernih, tidak ada hambatan luar, daya pantulan 70 % di langit-langit, 50 % di dinding, dan 15 % pada lantai. Kemudian faktor cahaya siang yang dianjurkan seperti pada tabel 2.1. berikut. NO Tabel 2.1. Faktor cahaya siang yang dianjurkan TIPE BANGUNAN FAKTOR CAHAYA SIANG YANG DIANJURKAN 1 Hunian a. Dapur 2 b. Ruang keluarga 1 c. Ruang tidur 0,5 2 Sekolah 1 3 Kantor a. Umum 1-2 b. Studio gambar 2 c. Mengetik dan 4 menghitung d. Laboratorium Pabrik 5 5 Galeri seni 6 6 Gereja Bangunan Umum 1 Kemudian untuk menentukan luas bidang kaca yang dibutuhkan pada suatu ruang untuk mencapai suatu faktor cahaya siang rata-rata tertentu untuk suatu luas lantai tertentu, atau untuk menentukan faktor cahaya siang rata-rata untuk luas lantai dan bidang kaca rata-rata pada kondisi langit mendung, lihat grafik dalam gambar 2.6. di bawah ini. Gambar 2.6. Grafik untuk menentukan luas bidang kaca yang dibutuhkan

7 Faktor cahaya siang pada penerangan dari samping berlaku bagi sebuah zona dengan kedalaman dalam ruang tiga kali tinggi dinding jendela. Jika lebih dari satu tipe pembukaan yang dipakai untuk daerah yang sama, faktor-faktor cahaya siang dapat ditambahkan Kualifikasi Derajat Bangunan dan Persyaratan Penerangan Kualitas penerangan yang harus dan layak di sediakan di dalam suatu ruangan ditentukan oleh: a. penggunaan ruangan, khususnya ditinjau dari segi beratnya pembebanan pada mata oleh aktivitas yang harus dilakukan dalam ruangan, dan b. lamanya waktu aktivitas dengan daya mata tinggi dan sifat aktivitasnya. Sifat aktivitas dapat secara terus menerus meminta perhatian dan penglihatan yang tepat, atau dapat pula meminta daya mata yang amat tinggi secara periode-periode pendek, tetapi sering diselingi dengan periodeperiode panjang yang memungkinkan mata istirahat, dan sebagainya. Penggolongan kualitas penerangan bangunan sebagaimana dalam tabel 2.2. berikut. Tabel 2.2. Penggolongan kelas bangunan untuk kualitas penerangan alami. KELAS BANGUNAN I KELAS BANGUNAN II KELAS BANGUNAN III Bangunan representatif, antara Bangunan baik, antara lain: Bangunan biasa. lain: - gedung MPR - gedung DPR, - kantor gubernur, dan lainnya. - hotel, - gedung pertemuan, - kantor, - gedung olah raga, dan lainnya. Untuk penggolongan menurut penggunaan ruang, sebagaimana dalam tabel 2.3. berikut. Tabel 2.3. Penggolongan penggunaan ruang untuk kualitas penerangan alami. KERJA HALUS SEKALI KERJA SEDANG KERJA KASAR Pekerjaan cermat terus menerus, antara lain: - menggambar detail kecil, - dan sebagainya. Pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar dari pelaku, antara lain: - pekerjaan kayu, - dan sebagainya. Seperti pekerjaan pada: - gudang, - lorong lalu lintas orang, - dan sebagainya. Sebagai bahan pembanding, dapat mempelajari ukuran penerangan yang disyaratkan seperti pada tabel 2.4. di bawah ini. Tabel 2.4. Kebutuhan Penerangan NO KERJA VISUAL PENERANGAN (LUX) 1 Penglihatan biasa Kerja kasar dengan detail besar Kerja umum dengan detail wajar Kerja yang lumayan keras dengan detail kecil ( 600

8 NO KERJA VISUAL PENERANGAN (LUX) studio gambar, menjahit) 5 Kerja keras, lama, detail (peradin barang halus, menjahit dengan tangan) 6 Kerja sangat keras, lama, detail sangat kecil (pemotongan batu mulia, tisik halus, mengukur benda-benda sangat kecil ) 7 Kerja luar biasa keras dengan detail sangat kecil ( arloji, dan pembuatan instrument) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Luas Bukaan Untuk Penerangan Alami Desain penerangan alami pada bangunan gereja Blenduk dengan prinsip sebagai berikut: a. Ruang utama ruang Jemaat, penerangan diperoleh dari jendelajendela: 1) Jendela glass in lood, yang berada pada dinding bagian (Sumber : Prasasto Satwiko, 2005 :98) bawah, berjumlah 4 (empat) buah. 2) Jendela jungkit, yang terletak pada bagian atas dinding, berjumlah 8 (delapan) buah. b. Ruang Bilik, penerangan alamiah diperoleh dari jendela glass in lood. Desain penerangan alami pada bangunan Gereja Blenduk, sebagaimana disajikan dalam gambar 3.1, dan denah arah penyinaran jendela jungkitnya dalam gambar 3.2. berikut. Gambar 3.1. Denah arah penyinaran dari jendela glass in lood Gambar 3.2. Denah arah penyinaran dari jendela jungkit yang terletak di atas. Untuk visualisasi potongan arah penyinaran jendela glass in lood serta jendela jungkitnya masingmasing disajikan dalam gambar 3.3 dan 3.4. berikut.

9 Gambar 3.3. Potongan arah penyinaran dari jendela glass in lood. Gambar 3.4. Potongan arah penyinaran dari jendela jungkit. Adapun besaran luas lantai untuk masing-masing ruang, serta luas bukaan/ kaca untuk penerangan alami dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Ruang Utama/ ruang Jemaat 1) luas lantai = 384 m2, 2) luas bukaan untuk penerangan alami, terdiri dari: a) luas kaca glass in lood = 4 (2,4 x 4,8 ) = 46,08 m2 b) luas jendela jungkit = 8 ( 1,8 x 1,8 ) = 25,92 m2 + jumlah luas bukaan = 72 m2, dan b. Ruang Bilik (terdapat 3 buah), masing-masing: 1) luas lantai = 25 m2 2) luas kaca penerangan = 2 ( 1,4 x 3,6 ) = 10,08 m2 Untuk mengetahui luas bukaan/kaca yang dibutuhkan untuk penerangan alami, dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Ruang utama/ ruang Jemaat Untuk ruang ini digunakan grafik sebagaimana disajikan dalam gambar 3.5. berikut ini.

10 Gambar 3.5. Grafik untuk menentukan luas bukaan/kaca yang dibutuhkan pada penerangan alami ruang utama. Karena luas lantai Ruang Utama/Jemaat sebesar 384 m2 atau 4108,8 sq.ft, sedangkan pada grafik luas yang ada maksimum sebesar 1000 sq.ft, maka agar dapat menggunakan luas lantai pada grafik dimaksud, luas lantai diambil 1/5 luas dari Ruang Utama, yaitu sebesar = 4108,8 : 5 = 821,76 sq.ft. Kemudian hasilnya dikalikan dengan 5. Selanjutnya dilakukan menggunakan grafik untuk menentukan luas bukaan yang dibutuhkan, dengan cara sebagai berikut: 1. menentukan faktor cahaya siang untuk bangunan Gereja, seperti pada pembahasan sebelumnya sebesar 1-2 %. 2. kekuatan penerangan yang diberikan oleh langit yang disebut faktor langit sebesar lux. 3. dengan menggunakan grafik di atas, dapat dihitung luas bukaan /kaca yang dibutuhkan sebagai berikut: a) untuk luas minimum, dengan faktor terang langit 1 % akan dibutuhkan luas bukaan/kaca sebesar = 40 x 5 = 200 sq.ft ( 18,6 m2 ). b) luas bukaan/kaca maksimum dengan faktor terang langit 2 %, akan dibutuhkan luas bukaan/kaca sebesar = 80 x 5 = 400 sq.ft (37,2 m2). c) Sedangkan luas bukaan/kaca pada Gereja Blenduk sebesar 72 m2, berasal dari jendela glass in lood = 46,08 m2 + jendela jungkit = 25,92 m2 Dengan demikian luas bukaan/kaca yang dibutuhkan untuk penerangan alami sudah memenuhi syarat, bahkan lebih luas dari yang dibutuhkan, yaitu kelebihan sebesar = 72 37,2 = 34,8 m2. Perlu dijelaskan, bahwa kaca yang digunakan pada bangunan Gereja Blenduk adalah kaca berwarna (kaca glass in lood), sehingga lebih banyak menahan sinar matahari jika dibandingkan dengan kaca bening. Walaupun terang yang masuk dalam ruang cukup kuat, tetapi tidak menyilaukan. b. Ruang Bilik Untuk mengetahui luas bukaan yang dibutuhkan pada ruang bilik digunakan grafik seperti dalam gambar 3.6. berikut.

11 Gambar 3.6. Grafik untuk menentukan luas bukaan/kaca yang dibutuhkan pada penerangan alami untuk ruang bilik Menentukan luas bukaan yang dibutuhkan dengan menggunakan grafik untuk, dengan cara sebagai berikut. 1. Luas lantai = 25 m2 2. Menentukan faktor cahaya siang untuk bangunan Gereja, seperti pada pembahasan sebelumnya sebesar 1-2 %. 3. Kekuatan penerangan yang diberikan oleh langit yang disebut faktor langit sebesar lux. 4. Dengan menggunakan grafik di atas, dapat dihitung luas bukaan /kaca yang dibutuhkan sebagai berikut. a) Untuk luas minimum, dengan faktor terang langit 1 % dibutuhkan luas bukaan/ kaca sebesar = 13 sq.ft ( 1,2 m2 ) b) Luas bukaan/ kaca maksimum dengan faktor terang langit 2 %, dibutuhkan luas bukaan/ kaca sebesar = 26 sq.ft ( 2,4 m2) c) Luas bukaan/ kaca yang ada sebesar = 10,08 m2 Dengan demikian luas bukaan/ kaca yang dibutuhkan untuk penerangan alami sudah memenuhi syarat, bahkan lebih luas dari yang dibutuhkan, yaitu kelebihan sebesar = 10,08 2,4 = 8,4 m2. Untuk mengetahui kondisi penerangan alami bangunan Gereja Blenduk, dilakukan pengukuran langsung di lapangan dengan langkahlangkah sebagai berikut: a. pengukuran kekuatan penerangan, menggunakan alat lux meter, b. waktu pengukuran: pagi jam WIB, siang jam WIB., dan sore jam WIB., c. tinggi titik pengukuran diambil setinggi bidang kerja: 80 cm dari atas lantai, d. titik-titik ukur yang diambil dapat dilihat pada gambar pengukuran, e. berdasarkan pembahasan sebelumnya, penerangan ruang dalam gereja diasumsikan termasuk kerja umum, dengan persyaratan kekuatan penerangan 400 lux, dan f. faktor langit diambil sebesar 1 2 %, dan standar terang langit lux. Tentang hasil pengukuran penerangan alami pada pagi hari, siang hari dan sore hari, masing-masing disajikan dalam gambar-gambar 3.7., 3.8. dan 3.9., dengan penjelasan masing-masing sebagaimana dalam tabel 3.1. berikut Kekuatan Penerangan Alami

12 Gambar 3.7. Hasil pengukuran penerangan alami pada pagi hari jam WIB. Gambar 3.8. Hasil pengukuran penerangan alami pada siang hari jam WIB. Gambar 3.9. Hasil pengukuran penerangan alami pada sore hari jam WIB. NO. WAKTU PENG- UKUR- AN 1 Pagi hari (gambar 4.6.) 2. Siang hari (gambar Tabel 3.1. Hasil-hasil penerangan alami Gereja Blenduk pada pagi hari, siang hari dan sore hari. KEKUATAN PENERANGAN TENGAH PADA RUANG RUANG (JARAK BILIK 10M) JARAK 4 M DARI DINDING/ JENDELA 400 lux 430 lux. 400 lux 420 lux 700 lux lux 670 x. KUALITAS PENERANGAN ALAMI GEREJA BLENDUK BERDASARKAN PERBANDING-AN ANTARA KEBUTUHAN PENERANGAN RUANG DENGAN HASIL PENGUKURAN a) Kebutuhan penerangan: 400 lux, b) Hasil pengukuran 400 lux 700 lux, c) Dengan demikian kekuatan penerang-an pada pagi hari telah memenuhi persya-ratan. 300 lux. a) Kebutuhan penerangan: 400 lux, b) Hasil pengukuran 400 lux 700 lux, c) Dengan demikian kekuatan

13 4.7.) penerang-an pada siang hari telah memenuhi persyaratan lux 700 lux lux. 320 lux. 3. Sore hari (gambar 4.8.) a) Kebutuhan penerangan: 400 lux, b) Hasil pengukuran 400 lux 700 lux, c) Dengan demikian kekuatan penerang-an pada sore hari telah memenuhi persya-ratan Kedalaman Ruang yang Dapat Dijangkau Penerangan Alami. Berdasarkan pembahasan bab sebelumnya, kedalaman ruang yang dapat dipenuhi untuk penerangan alami adalah sebesar 2,5 H ( H= tinggi bukaan). Dengan demikian ruang yang dapat dijangkau untuk penerangan alami dalam Gereja Blenduk = 2,5 x 5,8 = 14,8 m. Mengingat ruang Jemaat denahnya berbentuk segi delapan, dengan penyinaran sebagai berikut: a) penerangan dari jendela glass in lood dari 4 sisi, dan b) penerangan dari jendela jungkit pada arah 8 sisi. Maka titik tengah ruang jika diukur dari jendela adalah berjarak 10 m, jadi masih di bawah atau lebih kecil dari 14,8 m. Dari hasil pengukuran dengan alat lux meter, kekuatan penerangan pada bangian tengah sebesar lux, sedangkan kebutuhan kekuatan penerangan berdasarkan standar sebesar 400 lux. Dengan demikian kedalaman ruang yang ada adalah memenuhi syarat yang dibutuhkan untuk penerangan alami. Perlu dijelaskan, bahwa denah gereja bagian bawah berbentuk segi delapan berbukaan penerangan pada empat sisinya, berupa jendela glass in lood. Untuk dinding bagian atas berbentuk lingkaran, berbukaan berupa jendela jungkit berjumlah 8 buah, dengan tinggi 12 m dari permukaan lantai. Dengan demikian jendela jungkit yang berada di atas, dapat menjangkau penerangan keseluruh permukaan lantai utama, sehingga bagian tengah lebih terang dari pada bagian pinggir, yaitu dengan kekuatan penerangan lux. Ilustrasi jangkauan penerangan alami terhadap kedalaman ruang, disajikan dalam gambar 3.10., 3.11 dan berikut ini. Gambar Kedalaman ruang yang dapat dijangkau penerangan alami

14 Garis batas luar kedalaman ruang yang dihasilkan jendela glass in lood sebelah kanan/timur Garis batas luar kedalaman ruang yang dihasilkan jendela glass in lood sebelah kiri/barat Gambar Kedalaman ruang yang dapat dijangkau jendela glass in lood Garis batas luar kedalaman ruang yang dihasilkan jendela jungkit sebelah kanan/timur Garis batas luar kedalaman ruang yang dihasilkan jendela jungkit sebelah kiri/barat Gambar Kedalaman ruang yang dapat dijangkau jendela jungkit 4. KESIMPULAN Dari pembahasan yang telah dilakukan, disimpulkan sebagai berikut. a. Luas bukaan untuk penerangan alami ruang utama/ jemaat sebesar 72 m2 sudah memenuhi syarat, karena luas yang dibutuhkan sebesar 37,2 m2, sehingga kelebihan luas sebesar 34,2 m2. b. Luas bukaan ruang bilik sebesar 10,08 m2 sudah memenuhi syarat, karena luas yang dibutuhkan sebesar 2,4 m2, sehingga kelebihan luas sebesar 8,4 m2. c. Kebutuhan penerangan untuk ruang utama/ jemaat sebesar 400 lux, sedangkan hasil pengukuran berkisar lux, dengan demikian kekuatan penerangan alami pada ruang utama/ jemaat memenuhi persyaratan. d. Kekuatan penerangan ruang utama pada bagian tengahnya sebesar lux, berarti lebih terang bilamana dibandingkan gengan bagian pinggirnya yaitu sebesar lux. e. Kedalaman ruang yang dapat dijangkau penerangan alami berjarak 2,5 H pada ruang tengah berjarak 10 m dari dinding, jadi masih di bawah atau lebih kecil dari 14,8 m. Dari hasil pengukuran dengan alat lux meter, kekuatan penerangan pada bagian tengah sebesar lux, sedangkan kebutuhan kekuatan penerangan

15 berdasarkan standar sebesar 400 lux, berarti lebih terang dari yang dipersyaratkan. Dengan demikian kedalaman ruang gereja Blenduk, telah memenuhi syarat yang dibutuhkan untuk penerangan alami. f. Meskipun kekuatan penerangan telah memenuhi persyaratan, bahkan lebih; tidak menyilaukan, berkat penggunaan kaca glass in lood yang menahan sebagian penerangan alami. g. Dengan demikian, dalam bangunan kolonial Gereja Blenduk yang dirancang oleh arsitek asing dari negara beriklim empat musim, upaya pemanfaatan faktor faktor iklim seperti matahari dalam konteks iklim tropis lembab di Indonesia untuk penerangan alami, telah diupayakan dengan baik. Hal ini antara lain melalui luas bukaan, kedalaman ruang dan bahan bangunan yang tepat. 5. DAFTAR PUSTAKA Amirudin, Saleh. (1969). Iklim dan Arsitektur di Indonesia, Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan Bandung dan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Aronim, Jeffrey Ellis. (1953). Climate & Architecture. Penerbit Progressive Architecture Book, Reinhold Publishing Coorporation, USA. Brown,G.Z. (1987). Matahari, Angin dan Cahaya, alih bahasa dari buku Sun, Wind and Light, oleh Ir. Aris K. Onggodiputro. Penerbit Intermatra.Bandung, Evans, Martin. (1980). Housing, Climate and Comfort. Penerbit The Architectural Press Ltd, London. Fry, Maxwell and Jane Drew, Tropical Architecture In The Humid Zone, B.T. Batsfort, London, Kukreya, CP, Tropical Architecture, Mc. Graw Hill, New Delhitata. Lippsmeier, George. (1980). Tropenbau Building In The Tropic, Penerbit Callwey Verlay, Munchen. Mangunwijaya, Y.B, (1988), Pengantar Fisika Bangunan. Penerbit Djambatan, Jakarta. Prasasto Satwiko. (2005). Fisika Bangunan 1. Edisi 2, Penerbit Andi, Yogyakarta, Biodata Penulis: Dwi Suci Sri Lestari, alumnus S-1 Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (FT. UNDIP) Semarang (1985), S-2 Teknik Arsitektur pada alur Sejarah dan Teori Arsitektur Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung (1994), dan pengajar Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan (FT. UTP) Surakarta (1987- sekarang). Egan, M.D. (1975). Concepts In Thermal Comfort. Penerbit Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Djumiko. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan.

Djumiko. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan. KONDISI VENTILASI ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG Djumiko Abstrak Salah satu faktor pertimbangan perancangan bangunan dalam konteks hemat energi adalah pemanfaatan faktor faktor iklim seperti matahari

Lebih terperinci

KONDISI KENYAMANAN THERMAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari. Abstrak

KONDISI KENYAMANAN THERMAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari. Abstrak KONDISI KENYAMANAN THERMAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Dalam perancangan arsitektur, pengaruh iklim merupakan salah satu faktor pertimbangan. Antara lain meliputi pengaruh-pengaruh:

Lebih terperinci

Penerangan Alami Dan Bukaan Bangunan

Penerangan Alami Dan Bukaan Bangunan Penerangan Alami Dan Bukaan Bangunan BASARIA TALAROSHA Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Sumatera Utara Pengantar Untuk menghemat energi, pemanfaatan cahaya alami pada bangunan sedapat

Lebih terperinci

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR)

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR) 158 OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR) Maya Puspitasari, Nur Rahmawati Syamsiyah Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah

Lebih terperinci

PENCAHAYAAN PADA BANGUNAN TEST BED-INSTALASI UJI STATIK

PENCAHAYAAN PADA BANGUNAN TEST BED-INSTALASI UJI STATIK Berita Dirgantara Vol. 11 No. 1 Maret 2010:18-24 PENCAHAYAAN PADA BANGUNAN TEST BED-INSTALASI UJI STATIK Dany Setiawan Peneliti Bidang Teknologi Antariksa, Pustekwagan, LAPAN dansetia@gmail.com RINGKASAN

Lebih terperinci

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti 1. PENDAHULUAN Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti itu, maka kehidupan sosialnya pun berbeda dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB (ANALISA METODE PENGUKURAN MANUAL DAN METODE LUX-METER) PENULIS : HAJAR SUWANTORO, ST. NIP. 132 30 6868 DEPARTEMEN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING

PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING John Victor Lewi S 1), Sri Nastiti N. Ekasiwi 2), dan Ima Defiana 3) 1)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN PUSTAKA Penerangan dalam ruang kelas Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas penerangan yang harus dan layak disediakan didalam suatu ruangan

Lebih terperinci

PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat

PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat Ashadi 1, Nelfiyanthi 2, Anisa 3 1 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Desain Bukaan Ruang Terhadap Konsentrasi Belajar Mahasiswa, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa : 1. Intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dengan populasi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dengan populasi penduduk BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dengan populasi penduduk melebihi 200 juta penduduk, bangsa Indonesia terdiri dari multi ras, etnis, kultur, dan agama.

Lebih terperinci

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM Syavir Latif (1), Nurul Jamala (2), Syahriana (3) (1) Lab.Perancangan, Studio

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

KARAKTER KENYAMANAN THERMAL PADA BANGUNAN IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG

KARAKTER KENYAMANAN THERMAL PADA BANGUNAN IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG KARAKTER KENYAMANAN THERMAL PADA BANGUNAN IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG Adela Carera * dan Eddy Prianto Laboratorium Teknologi Bangunan, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal Studi Kasus: Campus Center Barat ITB Rizki Fitria Madina (1), Annisa Nurrizka (2), Dea Ratna

Lebih terperinci

ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak

ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak Perencanaan serta tata letak suatu bangunan harus disesuaikan dengan keadaan iklim sesuai

Lebih terperinci

PENGARUH PENERANGAN ALAM PADA KINERJA RUANGAN KERJA DOSEN

PENGARUH PENERANGAN ALAM PADA KINERJA RUANGAN KERJA DOSEN PENGARUH PENERANGAN ALAM PADA KINERJA RUANGAN KERJA DOSEN Erwin Djuni Winarto Jurusan Teknik Arsitektur - FTSP UPN Veteran Jawa Timur E-mail: erwin_djuni@telkom.net ABSTRACT Using daylight is a way to

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Katerina 1), Hari Purnomo 2), dan Sri Nastiti N. Ekasiwi

Lebih terperinci

Bab 13 Pergerakan Matahari dan Pemodelan Angkasa. Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T Pergerakan Matahari

Bab 13 Pergerakan Matahari dan Pemodelan Angkasa. Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T   Pergerakan Matahari Bab 13 Pergerakan Matahari dan Pemodelan Angkasa Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 140 Pergerakan Matahari 141 1 Pergerakan Matahari Proyeksi matahari 142 Model Angkasa (Sky

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelayakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelayakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan Dengan adanya perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang cepat seperti pada saat sekarang ini, mengakibatkan manusia berlomba-lomba dalam mempertahankan

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN CAHAYA ALAM SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN RUANG KULIAH GEDUNG E KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI DALAM RANGKA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK

STUDI PEMANFAATAN CAHAYA ALAM SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN RUANG KULIAH GEDUNG E KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI DALAM RANGKA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK JETri, Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 13-24, ISSN 1412-0372 STUDI PEMANFAATAN CAHAYA ALAM SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN RUANG KULIAH GEDUNG E KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI DALAM RANGKA PENGHEMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar-mengajar merupakan bagian dari proses pendidikan yang berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN PERMASALAHAN Intensitas penerangan yang kurang dapat

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI ABSTRAK PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, ketersediaan tempat tinggal menjadi perhatian utama bagi semua pihak bagi pemerintah maupun

Lebih terperinci

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR Studi Kasus : Rumah Susun Dinas Kepolisian Daerah Bali LATAR BELAKANG Krisis energi Isu Global

Lebih terperinci

SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN

SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN FX Teddy Badai Samodra Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail: franxatebas@yahoo.com Abstrak Aplikasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pencahayaan (Lighting) Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( )

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( ) SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS Di susun oleh : ROMI RIZALI (0951010018) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Tema Tema Green Architecture dipilih karena mengurangi penggunaan energi dan polusi, serta menciptakan hunian dengan saluran, penyekatan, ventilasi, dan material

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS III.1 TROPIS Iklim tropis merupakan iklim yang terjadi pada daerah yang berada pada 23,5 lintang utara hingga 23,5 lintang selatan.

Lebih terperinci

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB H.1 STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB Mufidah *, Farida Murti, Benny Bintarjo DH, Hanny Chandra Pratama, Yunantyo Tri Putranto Prodi Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

[2] PENCAHAYAAN (LIGHTING)

[2] PENCAHAYAAN (LIGHTING) [2] PENCAHAYAAN (LIGHTING) Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan

Lebih terperinci

REKAYASA TATA CAHAYA ALAMI PADA RUANG LABORATORIUM (Studi Kasus: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya)

REKAYASA TATA CAHAYA ALAMI PADA RUANG LABORATORIUM (Studi Kasus: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya) REKAYASA TATA CAHAYA ALAMI PADA RUANG LABORATORIUM (Studi Kasus: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya) Fathimah 1, Jusuf Thojib 2, M. Satya Adhitama 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Analisis Kenyamanan Ruang Publik Dalam Persepsi Pengguna Dengan Metode Triangulasi (Studi Kasus Kenyamanan Visual Dalam Toko Buku Shopping Yogyakarta)

Analisis Kenyamanan Ruang Publik Dalam Persepsi Pengguna Dengan Metode Triangulasi (Studi Kasus Kenyamanan Visual Dalam Toko Buku Shopping Yogyakarta) Jurnal Vokasi 2011, Vol.7. No.2 137-146 Analisis Kenyamanan Ruang Publik Dalam Persepsi Pengguna Dengan Metode Triangulasi (Studi Kasus Kenyamanan Visual Dalam Toko Buku Shopping Yogyakarta) R. PUSPITO

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik OPTIMALISASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI PADA INTERIOR KANTOR JASA DI JAKARTA SELATAN ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : RIZKY AMALIA ACHSANI

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung

Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung Kembali RSNI 03-2396-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung 1 Ruang lingkup. 1.1 Standar tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung ini dimaksudkan

Lebih terperinci

INTENSITAS PENCAHAYAAN ALAMI RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR

INTENSITAS PENCAHAYAAN ALAMI RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR INTENSITAS PENCAHAYAAN ALAMI RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR Irnawaty Idrus 1 *, Baharuddin Hamzah 2, Rosady Mulyadi 3 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Arsitektur, Fak.Teknik, Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

ANALISIS CAHAYA ALAMI PADA GEDUNG PERBELANJAAN (STUDI KASUS : MALL DAYA GRAND SQUARE MAKASSAR)

ANALISIS CAHAYA ALAMI PADA GEDUNG PERBELANJAAN (STUDI KASUS : MALL DAYA GRAND SQUARE MAKASSAR) ANALISIS CAHAYA ALAMI PADA GEDUNG PERBELANJAAN (STUDI KASUS : MALL DAYA GRAND SQUARE MAKASSAR) Nurul Jamala *1, Ramli Rahim 1, Baharuddin Hamzah 1, Rosady Mulyadi 1, Asniawaty Kusno 1, Husni Kuruseng 1,

Lebih terperinci

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney Moch Fathoni Setiawan (1), Eko Budi Santoso (1), Husni Dermawan (1)

Lebih terperinci

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi ABSTRAK Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar pengesahan Abstrak Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Lembar pengesahan Abstrak Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Lembar pengesahan Abstrak Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii Daftar Lampiran... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

MODUL III INTENSITAS CAHAYA

MODUL III INTENSITAS CAHAYA MODUL III INTENSITAS CAHAYA Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A. SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS Di susun oleh : FERIA ETIKA.A. (0951010024) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN VETERAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

Daylighting Ilumination. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT

Daylighting Ilumination. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT Daylighting Ilumination By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT Definisi Energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380 750 nm. didefinisikan sebagai dualisme

Lebih terperinci

Bab 11 Standar Pencahayaan

Bab 11 Standar Pencahayaan Bab 11 Standar Pencahayaan Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 114 Kebutuhan Iluminansi berdasarkan aktivitas visual No Kerja Visual Iluminansi (lux) 1 Penglihatan biasa 100

Lebih terperinci

Optimalisasi Kinerja Pencahayaan Alami pada Kantor (Studi Kasus: Plasa Telkom Blimbing Malang)

Optimalisasi Kinerja Pencahayaan Alami pada Kantor (Studi Kasus: Plasa Telkom Blimbing Malang) Optimalisasi Pencahayaan Alami pada Kantor (Studi Kasus: Plasa Telkom Blimbing Malang) Fitri Rahmadiina 1, M. Satya Adhitama 2, Jusuf Thojib 2 1 Jurusan Arsitektur/Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS

PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS Muhammad Siam Priyono Nugroho 1 1 Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.

Lebih terperinci

Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak

Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan Cut Putroe Yuliana Prodi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstrak Perpustakaan sebagai tempat untuk belajar membutuhkan intensitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xvii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pentingnya Pengadaan Kantor Sewa di Yogyakarta 1 A. Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. Pengertian Tema 3.1.1. Green Architecture (Arsitektur Hijau) Banyak orang memiliki pemahaman berbeda-beda tentang Green Architecture, ada yang beranggapan besaran volume bangunan

Lebih terperinci

NATURAL LIGHTING DESIGN CONSULTATION. Canisius College Sport Hall Jakarta

NATURAL LIGHTING DESIGN CONSULTATION. Canisius College Sport Hall Jakarta NATURAL LIGHTING DESIGN CONSULTATION Canisius College Sport Hall Jakarta OUTLINE Pendahuluan Teori Hasil Pengukuran Hipotesa dan Solusi Design Kesimpulan PENDAHULUAN Fungsi Ruang Kegiatan Waktu Kegiatan

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PENCAHAYAAN BUATAN RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

ANALISA SISTEM PENCAHAYAAN BUATAN RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (1-8) 1 ANALISA SISTEM PENCAHAYAAN BUATAN RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) Hanang Rizki Ersa Fardana, Ir. Heri Joestiono, M.T. Jurusan Teknik Fisika,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 2, Agustus 2012 ISSN

Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 2, Agustus 2012 ISSN KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HUNIAN TRADISIONAL TORAJA (Studi kasus Tongkonan dengan material atap Seng) Muchlis Alahudin E-mail: muchlisalahudin@yahoo.co.id Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Perpustakaan Umum di Yogyakarta dengan Pendalaman Desain Pencahayaan

Perpustakaan Umum di Yogyakarta dengan Pendalaman Desain Pencahayaan JURNAL edimensi ARSITEKTUR, No. 1 (2012) 1-5 1 Perpustakaan Umum di Yogyakarta dengan Pendalaman Desain Pencahayaan Daniel Adrianto Saputra, Esti Asih Nurdiah. Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Kristen

Lebih terperinci

K153 - TEKNIK OPTIMASI PENCAHAYAAN ALAMI DALAM INTERIOR RUMAH TINGGAL

K153 - TEKNIK OPTIMASI PENCAHAYAAN ALAMI DALAM INTERIOR RUMAH TINGGAL K153 - TEKNIK OPTIMASI PENCAHAYAAN ALAMI DALAM INTERIOR RUMAH TINGGAL Ignatius Ivan Wijaya Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Kristen Petra Surabaya Jalan Siwalankerto 121-131,

Lebih terperinci

DOKUMENTASI GEDUNG SBM DAN BPI ITB

DOKUMENTASI GEDUNG SBM DAN BPI ITB AR 3232 ARSITEKTUR INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN Dosen : Dr. Ir. Himasari Hanan, MAE DOKUMENTASI GEDUNG SBM DAN BPI ITB LAPORAN Oleh: Teresa Zefanya 15213035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEKOLAH ARSITEKTUR,

Lebih terperinci

INTERIOR PERPUSTAKAAN TK DESIGNED BY. HOLME scompany

INTERIOR PERPUSTAKAAN TK DESIGNED BY. HOLME scompany INTERIOR PERPUSTAKAAN TK DESIGNED BY HOLME scompany R U A N G STANDAR D P ERANCANGAN... Ruang yang baik untuk perkembangan anak-anak TK, yaitu ruangan yang menyediakan area-area aktivitas tersendiri yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari. KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM PEMBAYANGAN MATAHARI

INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM PEMBAYANGAN MATAHARI INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM PEMBAYANGAN MATAHARI PROGRAM STUDI S1 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM PEMBAYANGAN MATAHARI PROGRAM STUDI S1

Lebih terperinci

Analisis Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Analisis Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Analisis Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Samsuddin Amin, Nurul Jamala, Jacklyn Luizjaya Lab.Sains Building, Fisika Bangunan, Pencahayaan,

Lebih terperinci

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN AR-3121: SISTEM BANGUNAN & UTILITAS Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN 12 Oktober 2009 Dr. Sugeng Triyadi PENDAHULUAN Penghawaan pada bangunan berfungsi untuk mencapai kenyamanan thermal. Dipengaruhi:

Lebih terperinci

Sri Kurniasih Teknologi Bangunan Departemen Arsitektur Universitas Indonesia, Depok Abstrak

Sri Kurniasih Teknologi Bangunan Departemen Arsitektur Universitas Indonesia, Depok Abstrak PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SKYLIGHT DAN VENTILASI ATAP TERHADAP KENYAMANAN PADA PENGEMBANGAN RUMAH SEDERHANA TANPA BUKAAN SAMPING Studi Kasus : Perumahan Pamulang Permai II tipe 21 di Tangerang Sri

Lebih terperinci

BAB V K O N S E P P E R A N C A N G A N

BAB V K O N S E P P E R A N C A N G A N BAB V K O N S E P P E R A N C A N G A N V.1 Perancangan Siteplan Siteplan massa bangunan berorientasi kepada pantai Selat Sunda dan Gunung Krakatau. Pada siteplan ini jalan utama untuk memasuki kawasan

Lebih terperinci

BAB III: TAHAP FINALISASI METODE PENELITIAN

BAB III: TAHAP FINALISASI METODE PENELITIAN BAB III: TAHAP FINALISASI METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Pendekatan dengan menggunakan metode komparatif mengenai ergonomi sebagai landasan dalam penelitian yang telah banyak dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA ZONIFIKASI Dasar pertimbngan Potensi site Kemungkinan pengelohan Tuntutan kegiatan UTILITAS Konsep utilitas pada kawasan perencanaan meliputi : 1. Terjadinya

Lebih terperinci

PENEMPATAN POSISI JENDELA PADA RSS DAN RS TERHADAP SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI. Vippy Dharmawan, Zuraida, Rofi i

PENEMPATAN POSISI JENDELA PADA RSS DAN RS TERHADAP SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI. Vippy Dharmawan, Zuraida, Rofi i PENEMPATAN POSISI JENDELA PADA RSS DAN RS TERHADAP SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI Vippy Dharmawan, Zuraida, Rofi i Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No.

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik.

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik. BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar 4.1.1. Arsitektur Bioklimatik Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan arsitek untuk mendapatkan penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. ruangan. Aktifitas yang dilakukan oleh siswa didalam ruang kelas merupakan

BAB IV ANALISA. ruangan. Aktifitas yang dilakukan oleh siswa didalam ruang kelas merupakan BAB IV ANALISA Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan seseorang di dalam ruangan. Aktifitas yang dilakukan oleh siswa didalam ruang kelas merupakan kegiatan yang sedikit banyak menuntut kenyamanan

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5

PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 3 September 2017; 68-73 PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5 Supriyo, Ismin T. R. Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cahaya matahari sebagai sumber pencahayaan alami merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang sangat berlimpah di Indonesia. Sebagai negara yang melintang

Lebih terperinci

TATA RUANG DALAM RUMAH SEDERHANA T-54 PERUMAHAN KEDUNG BADAK BARU BOGOR DITINJAU DARI PENCAHAYAAN

TATA RUANG DALAM RUMAH SEDERHANA T-54 PERUMAHAN KEDUNG BADAK BARU BOGOR DITINJAU DARI PENCAHAYAAN TATA RUANG DALAM RUMAH SEDERHANA T-54 PERUMAHAN KEDUNG BADAK BARU BOGOR DITINJAU DARI PENCAHAYAAN Mochammad Ardi Prayoga 1, Hartanto Budiyuwono 2, Rahadian Prajudi 3 Magister Arsitektur, Program Pascasarjana,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam kenyamanan penggunaan bangunan tersebut oleh penghuni. Peletakan ventilasi yang baik dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : diakses tanggal 2 Oktober 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber :  diakses tanggal 2 Oktober 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang pertumbuhan kotanya cenderung pesat. Sebagai ibu kota negara, Jakarta menjadi pusat dari berbagai kegiatan dibidang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KENYAMANAN TERMAL. psiko,ogis «* cen^ kepada kesan P= a ^ P^ objek. Kenyamanan psikologrs «lebih bersrft pers

BAB III TINJAUAN KENYAMANAN TERMAL. psiko,ogis «* cen^ kepada kesan P= a ^ P^ objek. Kenyamanan psikologrs «lebih bersrft pers BAB III TINJAUAN KENYAMANAN TERMAL KenyCvanmTanray r, dirasakan o,eh pen3guna bangunan digolongkan psiko,ogis «* cen^ kepada kesan P= a ^ P^ objek. Kenyamanan psikologrs «lebih bersrft pers aipengaruni

Lebih terperinci

PERANCANGAN BANGUNAN TRADISIONAL SUNDA SEBAGAI PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL, RAMAH LINGKUNGAN DAN HEMAT ENERGI

PERANCANGAN BANGUNAN TRADISIONAL SUNDA SEBAGAI PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL, RAMAH LINGKUNGAN DAN HEMAT ENERGI PERANCANGAN BANGUNAN TRADISIONAL SUNDA SEBAGAI PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL, RAMAH LINGKUNGAN DAN HEMAT ENERGI Agung Wahyudi. 1 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas

Lebih terperinci

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh Nova Purnama Lisa (1), Nurhaiza (2) novapurnamalisa@gmail.com (1) Perencanaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari latar belakang diatas, ada masalah-masalah terkait kenyamanan yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Dari latar belakang diatas, ada masalah-masalah terkait kenyamanan yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari sebuah aktivitas yaitu makan. Makan adalah sebuah aktivitas manusia

Lebih terperinci

TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN

TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN Disusun Oleh: Cindy Stasia Sri Kartika NIM : 105401480 PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi Wisma Atlet di Senayan saat ini dapat dikatakan cukup memrihatinkan. Wisma yang awalnya bernama Wisma Fajar ini didirikan tahun 1974 oleh perusahaan Singapura

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASAILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB V KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep dasar perancanagan. 5.2 Konsep perancangan

RESORT DENGAN FASAILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB V KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep dasar perancanagan. 5.2 Konsep perancangan BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep dasar perancanagan Konsep dasar perancangan Resort dengan Fasilitas Meditasi ialah untuk mendukung potensi wisata pantai di Anyer. Memaksimalkan pengolahan ruang dalam

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Topik dan Tema Proyek Hotel Kapsul ini menggunakan pendekatan sustainable design sebagai dasar perencanaan dan perancangan.

Lebih terperinci