PENCAHAYAAN PADA BANGUNAN TEST BED-INSTALASI UJI STATIK
|
|
- Budi Suparman Sumadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Berita Dirgantara Vol. 11 No. 1 Maret 2010:18-24 PENCAHAYAAN PADA BANGUNAN TEST BED-INSTALASI UJI STATIK Dany Setiawan Peneliti Bidang Teknologi Antariksa, Pustekwagan, LAPAN dansetia@gmail.com RINGKASAN Bangunan Test bed Instalasi Uji Statik merupakan bangunan tempat dimana roket diletakkan untuk dilakukan uji statik. Kebutuhan akan cahaya penerangan di dalam bangunan test bed sangat diperlukan karena pemasangan roket pada test bed memerlukan ketelitian yang tinggi agar roket terpasang dengan baik dan kuat. Penerangan bangunan/ ruangan terdiri dari 2 jenis yaitu penerangan buatan yang merupakan penerangan dari lampu listrik dan penerangan alami siang hari yang merupakan penerangan yang memanfaatkan terang langit yaitu cahaya Matahari yang terhamburkan oleh atmosfer sebagai sumber cahaya. Umumnya pemanfaatan terang langit ini sudah banyak diterapkan pada bangunan misalnya pembuatan pintu, jendela, dan lubang cahaya yang lainnya, hanya saja pemanfaatannya masih belum optimal. Suatu perencanaan penerangan yang baik akan mempertimbangkan penggunaan serta aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan dalam ruangan tersebut. Dalam makalah ini akan dihitung tingkat penerangan di beberapa titik dalam bangunan test bed serta saran saran yang diperlukan agar kualitas penerangan bangunan tersebut sesuai dengan aktivitas kerjanya yaitu pemasangan roket pada test bed. Kata kunci: Faktor Langit (FL), Faktor Titik Ukur Utama (TUU), Faktor Titik Ukur Samping (TUS), Titik Ukur Tambahan (TUT) 1 PENDAHULUAN Perencanaan penerangan suatu bangunan tidak terlepas dari pada penerangan alami siang hari. Hal ini selain untuk faktor keindahan yaitu dengan pemasangan jendela dan lubang cahaya lainnya, yang terutama adalah untuk penghematan energi. Penerangan alami siang hari ini didefinisikan sebagai penerangan yang memanfaatkan terang langit yaitu cahaya Matahari yang terhamburkan oleh atmosfer. Terang langit yang masuk pada bagian dalam bangunan akan menerangi bangunan tersebut. Perbandingan kuat penerangan langsung pada suatu titik dalam bangunan terhadap kuat penerangan pada bidang datar di tempat terbuka pada saat yang sama adalah definisi dari faktor langit. Adanya sedikit kesulitan dalam pemasangan roket yang lebih presisi pada test bed, menimbulkan ide untuk mencoba menghitung tingkat penerangan pada beberapa titik dalam bangunan test bed dengan menggunakan teori penerangan alami siang hari TEORI DASAR 2.1 Pengertian Ada beberapa pengertian dasar dan istilah yang perlu kita ketahui dalam memahami masalah penerangan alami siang hari dari bangunan yang telah dibakukan oleh Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan direktorat Cipta Karya. Pengertian dasar dan istilah itu meliputi: a. Terang langit adalah sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk penentuan syarat-syarat mengenai penerangan alami siang hari. b. Langit Perencanaan adalah langit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan dasar untuk perhitungan. c. Faktor Langit (fl) adalah angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran untuk keadaan penerangan alami siang hari di berbagai tempat dalam suatu ruangan. d. Titik Ukur adalah titik di dalam ruangan yang keadaan penerangannya dipilih sebagai indikator untuk keadaan penerangan seluruh ruangan.
2 Pencahayaan pada Bangunan Test Bed-Instalasi Uji Statik (Dany Setiawan) e. Bidang Lubang Cahaya Efektif adalah bidang vertikal sebelah dalam dari lubang cahaya. f. Lubang Cahaya Efektif Untuk Suatu titik Ukur adalah bagian dari bidang lubang cahaya efektif lewat mana titik ukur itu melihat langit. 2.2 Ketentuan Dasar a. Karena keadaan Terang Langit menunjukkan variabilitas yang besar sekali, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh keadaan langit untuk dipilih dan ditetapkan sebagai Langit Perencanaan adalah : Bahwa keadaan langit yang demikian sering dijumpai. Memberikan kekuatan penerangan pada bidang datar di lapangan terbuka, dengan nilai dekat minimum, sedemikian rendahnya sehingga frekuensi kegagalan untuk mencapai nilai penerangan ini cukup rendah dan tidak mengecewakan. Nilai penerangan tersebut dalam ad. b pasal ini tidak boleh terlampau rendah sehingga persyaratan teknokonstruktif menjadi terlampau tinggi. b. Sebagai Langit Perencanaan ditetapkan: Langit biru jernih tanpa awan, atau Langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu putih c. Langit perencanaan ini memberikan kekuatan penerangan pada titik-titik di bidang datar di lapangan terbuka sebesar lux. Untuk perhitungan diambil ketentuan bahwa kekuatan penerangan ini asalnya dari langit yang keadaannya dimana-mana merata terangnya (uniform brightness distribution). d. Faktor Langit (fl) dari suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu ruangan adalah angka perbandingan antara kekuatan penerangan langsung dari langit pada titik di bidang tersebut dan kekuatan penerangan oleh terang langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada saat yang sama. e. Titik Ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada ketinggian 0.75 meter di atas lantai. Bidang datar tersebut di sebut bidang kerja. f. Dalam perhitungan di gunakan dua jenis titik ukur: Titik Ukur Utama (TUU) diambil pada tengah-tengah antara kedua dinding samping, yang berada pada jarak 1/3 d dari bidang lubang cahaya efektif. Titik Ukur Samping (TUS) diambil pada jarak 0.50 meter dari dinding samping, yang juga berada pada jarak 1/3 d dari bidang lubang cahaya efektif. d adalah ukuran ke dalam yang diukur mulai dari bidang lubang cahaya efektif hingga pada dinding seberangnya dalam ruangan yang hendak dihitung penerangannya. g. Bila suatu ruangan mendapatkan penerangan dari langit melalui lubanglubang cahaya di beberapa dinding, maka masing-masing dinding ini mempunyai bidang lubang cahaya efektifnya sendiri. Umumnya lubang cahaya efektif dapat berbentuk dan berukuran lain dari lubang cahaya itu sendiri. Hal ini antara lain dapat disebabkan oleh penghalang cahaya dari bangunan lain dan atau pohon serta bagian-bagian dari bangunan itu sendiri yang karena menonjol seperti balkon dan lain lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2-1. BIDANG LUBANG CAHAYA EFFEKTIF TINGGI LUBANG CAHAYA EFEKTIF U IRISAN VERTIKAL TITIK UKUR 0.75 M SUDUT PENGHALANG CAHAYA BIDANG KERJA Gambar 2-1: Konstruksi lubang cahaya efektif 19
3 Berita Dirgantara Vol. 11 No. 1 Maret 2010: Kualitas Penerangan dan Klasifikasi Derajat Bangunan Untuk dapat memenuhi persyaratan umum mengenai penerangan alami siang hari dari ruangan-ruangan dalam bangunan, maka persyaratan perlu dihubungkan dengan kualitas penerangan yang diinginkan dan dihubungkan dengan klasifikasi derajat bangunannya. Kualitas penerangan yang harus dan layak disediakan ditentukan oleh: a. Penggunaan ruangan, khususnya ditinjau dari segi beratnya pembebanan pada mata oleh aktivitas yang harus dilakukan dalam ruangan itu. b. Lamanya waktu aktivitas dengan daya mata yang tinggi dan sifat aktivitasnya. Sifat aktivitas dapat secara terus menerus meminta perhatian dan penglihatan yang tepat, atau dapat pula secara periode-periode pendek dengan meminta daya mata yang amat tinggi tetapi sering diselingi dengan periode dimana mata dapat diistirahatkan. Penggolongan kualitas penerangan adalah sebagai berikut: Kualitas A : Kerja halus sekali, pekerjaan cermat terus menerus, seperti menggambar detail kecil, menggravir, menjahit kain warna gelap dan sebagainya. Kualitas B : Kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti menulis membaca, pembuatan alat atau perakitan komponenkomponen kecil, dan sebagainya. Kualitas C : Kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar dari si pelaku, seperti pekerjaan kayu, montage onderdil yang agak besar dan sebagainya. Kualitas D : Kerja kasar, pekerjaan dimana hanya detail-detail yang besar harus dikenal, seperti pada gudang, lorong lalu-lintas orang dan sebagainya. Sedangkan untuk klasifikasi derajat bangunan adalah sebagai berikut: Kelas I : Bangunan representatif, misalnya gedung MPR/DPR, kantor Gubernuran, dan sebagainya. Kelas II : Bangunan baik, misalnya hotel, gedung pertemuan, kantor, gedung olah raga, dan sebagainya. Kelas III : Bangunan biasa. 3 SYARAT-SYARAT TEKNIS Ada beberapa persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam masalah penerangan alami siang hari ini, yaitu: Faktor Langit (fl) dari titik ukur harus sekurang-kurangnya memenuhi nilainilai minimum (fl min) yang tertera dalam Tabel 3-1, satu dan lainnya dipilih menurut klasifikasi derajat bangunan dan kualitas penerangan yang dikehendaki dan direncanakan untuk bangunan tersebut. Nilai dari fl min dalam persentase untuk ruangan-ruangan dalam BANGUNAN UTILITAS untuk TUU: Tabel 3-1: FL min BERDASARKAN KLASIFI- KASI BANGUNAN Kualitas Penerangan Klasifikasi Bangunan I II III A 0.50 d 0.45 d 0.35 d B 0.40 d 0.35 d 0.30 d C 0.30 d 0.25 d 0.20 d D 0.20 d 0.15 d 0.10 d 20
4 Pencahayaan pada Bangunan Test Bed-Instalasi Uji Statik (Dany Setiawan) 4 FAKTOR LANGIT SEBAGAI FUNGSI DARI H/D DAN L/D Perhitungan besarnya faktor langit untuk titik ukur pada bidang kerja di dalam ruangan dilakukan dengan menggunakan metode analistis dimana nilai fl dinyatakan sebagai fungsi dari H/D dan L/D seperti tercantum dalam Tabel 4-1, dengan catatan: H adalah tinggi lubang cahaya efektif L adalah lebar lubang cahaya efektif, dan D adalah jarak titik ukur ke bidang lubang cahaya efektif. Posisi titik ukur U, yang jauhnya D dari lubang cahaya efektif, berbentuk persegi panjang OPQR (tinggi H dan lebar L) sebagaimana dilukiskan pada Gambar 4-1. Q R H O U D P L Gambar 4-1: Faktor langit sebagai fungsi dari H/D dan L/D Ukuran H dihitung dari O ke R. Ukuran L dihitung dari O ke P, atau sebaliknya. Angka angka faktor langit dinyatakan dalam %. Tabel 4-1: FAKTOR LANGIT SEBAGAI FUNGSI DARI H/D DAN L/D 21
5 Berita Dirgantara Vol. 11 No. 1 Maret 2010: PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dihitung besarnya faktor langit untuk setiap titik pada bangunan test bed. Bangunan test bed yang diteliti ada 4 buah yaitu bangunan test bed untuk roket RX 100, RX 150, RX 250 dan RX 320 dengan dimensi masing masing sebagai berikut: Test bed A untuk roket RX 100, RX 150 lebar 3.30 m, panjang 4.60 m dan tinggi 2.60 m. Test bed B untuk roket RX 150: lebar 3.30 m, panjang 3.20 m dan tinggi 2.60 m. Test bed C untuk roket RX 250: lebar 4.80 m, panjang 8.00 m dan tinggi 3.00 m. Test bed D untuk roket RX 320: lebar 4.80 m, panjang 8.00 m dan tinggi 3.00 m. Gambar 5-2: Bangunan Test Bed RX 250 dan RX 320 C I G E B J Lubang cahaya di sini merupakan pintu depan bangunan test bed seperti ditunjukkan pada Gambar 5-1 dan Gambar 5-2, dengan titik-titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5-3 s.d Gambar 5-6. D H A F 1/3 d TUS2 TU 0.75 m TUS1 U 5.75 m Gambar 5-3: Denah Lubang cahaya dan titik ukur 3.30 m 1.53 m TUS1 TUS2 TUU Gambar 5-1: Bangunan Test Bed RX 100 dan RX m 2.00 m TUT1 TUT2 TUT3 Gambar 5-4: Denah lantai dan titik ukur untuk bangunan test bed A 22
6 Pencahayaan pada Bangunan Test Bed-Instalasi Uji Statik (Dany Setiawan) 3.30 m FL Tus2 = FL ABIJ + FL ICDJ = = % (5-3) 3.2 m TUS 1 TUT m TUS 2 TUU 2.00 m TUT 2 TUT 3 FL Tut1 = FL ABEF + FL ECDF = = 2.48 % (5-4) FL Tut2 = FL ABGH + FL HGCD = = 2.82 % (5-5) Gambar 5-5: Denah lantai dan titik ukur untuk bangunan test bed B 8 m TUS 1 TUT m 4.80 m TUU TUT m 1.90 m 2.00 m 2.00 m Gambar 5-6: Denah lantai dan titik ukur untuk bangunan test bed C dan D Dimana: T uu = Titik ukur utama T us = Titik ukur samping T ut = Titik ukur tambahan Berdasarkan hasil perhitungan, maka faktor langit untuk masing-masing test bed, adalah sebagai berikut: Faktor Langit untuk Test bed roket A TUS 2 TUT 3 TUT 4 TUT 5 TUT 6 FL Tut3 = FL ABIJ + FL ICDJ = = 2.48 % (5-6) Faktor Langit untuk Test bed roket B FL Tuu = FL ABGH + FL HGCD = = % (5-7) FL Tus1 = FL ABEF + FL ECDF = = % (5-8) FL Tus2 = FL ABIJ + FL ICDJ = = % (5-9) FL Tut1 = FL ABEF + FL ECDF = = 3.38 % (5-10) FL Tut2 = FL ABGH + FL HGCD = = 8.78 % (5-11) FL Tut3 = FL ABIJ + FL ICDJ = = 3.38 % (5-12) Faktor Langit untuk Test bed roket C dan D FL Tuu = FL ABGH + FL HGCD = = 8.74 % (5-13) FL Tus1 = FL ABEF + FL ECDF = = 6.62 % (5-14) FL Tuu = FL ABGH + FL HGCD = = % (5-1) FL Tus2 = FL ABIJ + FL ICDJ = = 6.62 % (5-15) FL Tus1 = FL ABEF + FL ECDF = = % (5-2) 23
7 Berita Dirgantara Vol. 11 No. 1 Maret 2010:18-24 FL Tut1 = FL ABEF + FL ECDF = = 2.24 % (5-16) FL Tut2 = FL ABGH + FL HGCD = = 2.72 % (5-17) FL Tut3 = FL ABIJ + FL ICDJ = = 2.24 % (5-18) FL Tut4 = FL ABEF + FL ECDF = = 1.05 % (5-19) FL Tut5 = FL ABGH + FL HGCD = = 0.92 % (5-20) FL Tut6 = FL ABIJ + FL ICDJ = = 1.05 % (5-21) Dengan mengklasifikasikan bangunan test bed merupakan bangunan biasa (kelas 3) dan aktivitas kerja yang ada dimasukkan pada kualitas B (kerja halus, tidak terus menerus seperti perakitan komponenkomponen kecil, baut, sekrup dan lainlain), dari Tabel 3-1, kita dapatkan FL min yang masih diijinkan untuk masing-masing bangunan test bed sebagai berikut: Test bed A FL min = 0.30 d = 0.30 x 4.6 = 1.38 % (5-22) Test bed B FL min = 0.30 d = 0.30 x 3.2 = 0.96 % (5-23) Test bed C FL min = 0.30 d = 0.30 x 8.0 = 2.40 % (5-24) Test bed D FL min = 0.30 d = 0.30 x 8.0 = 2.40 % (5-25) Dari hasil perhitungan terhadap titik ukur utama dan samping serta titik ukur tambahan pada test bed A dan B terlihat bahwa titik-titik ukur tersebut telah mencapai harga fl min yang diijinkan sesuai dengan klasifikasi yang ditentukan sedangkan untuk test bed C dan D pada titik ukur tambahan nilai FL min nya berada di bawah nilai FL min yang diijinkan sehingga untuk aktivitas kerja pemasangan roket diperlukan penerangan tambahan berupa penerangan listrik atau senter. Catatan: Dalam teori Penerangan Alami Siang Hari, Suatu ruangan hanya mempunyai satu buah titik ukur utama T uu dan dua buah titik ukur samping T us. Untuk ruangan yang lebih luas dibutuhkan beberapa buah titik ukur tambahan T ut. 6 PENUTUP Bangunan test bed diklasifikasikan pada bangunan biasa (kelas 3) dan aktivitas kerja yang ada dimasukkan pada kualitas B (kerja halus, tidak terus menerus seperti perakitan komponen-komponen kecil, baut, sekrup dan lain-lain). Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa, bangunan test bed A dan B memenuhi standar penerangan yang diijinkan sedangkan untuk test bed C dan D diperlukan penerangan tambahan, ini dikarenakan pemasangan roket terletak pada titik ukur-titik ukur yang ada di bagian belakang. Dengan memanfaatkan penerangan alami siang hari, secara tidak langsung kita dapat menghemat energi dalam hal ini energi listrik. DAFTAR RUJUKAN Dept PU, Dirjen Cipta Karya, Penerangan Alami Siang Hari. Hopkinson, R.G Architectural Physics Lighting, Her Majesty s Stationery, London. Hopkinson, R.G. & Petherbridge, P & Longmore, J., Day Lighting, Heinemann. I.E.S. Lighting Handbook, Illumination Engineering Society, Fifth Edition. ITB. Catatan kuliah Fisika bangunan penerangan. Jurusan Teknik Fisika. Lynes, J.A, Principles of Natural Lighting. Elsevier. Walsh, J. W. T, The Science of Daylight, First Published, Mac Donald & Co, London. 24
8 Pencahayaan pada Bangunan Test Bed-Instalasi Uji Statik (Dany Setiawan) 25
Penerangan Alami Dan Bukaan Bangunan
Penerangan Alami Dan Bukaan Bangunan BASARIA TALAROSHA Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Sumatera Utara Pengantar Untuk menghemat energi, pemanfaatan cahaya alami pada bangunan sedapat
Lebih terperinciBab 13 Pergerakan Matahari dan Pemodelan Angkasa. Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T Pergerakan Matahari
Bab 13 Pergerakan Matahari dan Pemodelan Angkasa Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 140 Pergerakan Matahari 141 1 Pergerakan Matahari Proyeksi matahari 142 Model Angkasa (Sky
Lebih terperinciTata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung
Kembali RSNI 03-2396-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung 1 Ruang lingkup. 1.1 Standar tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung ini dimaksudkan
Lebih terperinciOleh : Heri Justiono
Oleh : Heri Justiono 2409201002 Pada umumnya pencahayaan di dalam ruang pada siang hari menggunakan : Cahaya Alami Cahaya Buatan Pencahayaan + Pencahayaan Pencahayaan dlm ruang alami buatan yg memenuhi
Lebih terperinciPENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB
PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB (ANALISA METODE PENGUKURAN MANUAL DAN METODE LUX-METER) PENULIS : HAJAR SUWANTORO, ST. NIP. 132 30 6868 DEPARTEMEN ARSITEKTUR
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN PUSTAKA Penerangan dalam ruang kelas Erwinsyah Hasibuan (1996) dalam penelitian Tugas Akhirnya : kualitas penerangan yang harus dan layak disediakan didalam suatu ruangan
Lebih terperinciRumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti
1. PENDAHULUAN Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti itu, maka kehidupan sosialnya pun berbeda dengan
Lebih terperinciAnalisis Tingkat Pencahayaan Ruang Kuliah Dengan Memanfaatkan Pencahayaan Alami Dan Pencahayaan Buatanklorofil Pada Beberapa Varietas Tanaman eum
JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (2) 108-112 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Analisis Tingkat Pencahayaan Ruang Kuliah Dengan Memanfaatkan Pencahayaan Alami Dan Pencahayaan
Lebih terperinciPENENTUAN KEBUTUHAN CAHAYA BUATAN PADA SISTEM PENCAHAYAAN TERPADU DALAM RUANG KULIAH DI TENIK FISIKA ITS DENGAN METODE LOGIKA FUZZY
PENENTUAN KEBUTUHAN CAHAYA BUATAN PADA SISTEM PENCAHAYAAN TERPADU DALAM RUANG KULIAH DI TENIK FISIKA ITS DENGAN METODE LOGIKA FUZZY Heri Joestiono, Aulia Siti Aisjah, Bambang L.W. Ringkasan- Pencahayaan
Lebih terperinciKonservasi energi pada sistem pencahayaan
Standar Nasional Indonesia Konservasi energi pada sistem pencahayaan ICS 91.160.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Pendahuluan... ii 1 Ruang Iingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Istilah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
7 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Petunjuk teknis sistem pencahayaan buatan dimaksudkan untuk digunakan sebagai pegangan bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung didalam
Lebih terperinciANALISA SISTEM PENCAHAYAAN BUATAN RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (1-8) 1 ANALISA SISTEM PENCAHAYAAN BUATAN RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) Hanang Rizki Ersa Fardana, Ir. Heri Joestiono, M.T. Jurusan Teknik Fisika,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian Kuantitatif dengan cara observasi simulasi, dimana di dalam penelitian akan dilakukan pengamatan, pengukuran,
Lebih terperinciTEKNIKA VOL. 2 NO
ANALISA KONSERVASI ENERGI PENCAHAYAAN PADA GEDUNG KULIAH DI UNIVERSITAS IBA Bahrul Ilmi, Reny Afriany Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang Email: bahrul.ilmii@yahoo.com
Lebih terperinciAnalisis Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Analisis Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Samsuddin Amin, Nurul Jamala, Jacklyn Luizjaya Lab.Sains Building, Fisika Bangunan, Pencahayaan,
Lebih terperinciTata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung
Standar Nasional Indonesia Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung ICS 91.160.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar isi..i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang
Lebih terperinciMAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO
MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB 14 420 040 TEKNIK ELEKTRO ILUMINASI (PENCAHAYAAN) Iluminasi disebut juga model refleksi atau model pencahayaan. Illuminasi menjelaskan tentang interaksi
Lebih terperinciIdentifikasi Sumber Pencahayaan di Kawasan Kampus ITB
Identifikasi Sumber Pencahayaan di Kawasan Kampus ITB Novia Ekawanti 1,a), Fera Gustina Purwati 1,b), dan Luthfiandari 1,c) 1 Program Studi Astronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kondisi pencahayaan yang terdapat di APRAS Industri Kecil Pakaian Olahraga dan Boria Hand Bags tidak
Lebih terperinciMODUL III INTENSITAS CAHAYA
MODUL III INTENSITAS CAHAYA Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang
Lebih terperinciKUAT PENERANGAN (ILUMINASI) RUANG KENDALI UTAMA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA PTRKN-BATAN
KUAT PENERANGAN (ILUMINASI) RUANG KENDALI UTAMA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA PTRKN-BATAN Oleh : Dedy Haryanto, Edy Karyanta, Paidjo Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN ABSTRAK KUAT PENERANGAN
Lebih terperinciNATURAL LIGHTING DESIGN CONSULTATION. Canisius College Sport Hall Jakarta
NATURAL LIGHTING DESIGN CONSULTATION Canisius College Sport Hall Jakarta OUTLINE Pendahuluan Teori Hasil Pengukuran Hipotesa dan Solusi Design Kesimpulan PENDAHULUAN Fungsi Ruang Kegiatan Waktu Kegiatan
Lebih terperinciPENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN PERMASALAHAN Intensitas penerangan yang kurang dapat
Lebih terperinciAnalisa Aspek Daya dan Ekonomis Perancangan Pencahayaan Ruang Kelas Menerapkan Konsep Bangunan Hijau
1 Analisa Aspek Daya dan Ekonomis Perancangan Pencahayaan Ruang Kelas Menerapkan Konsep Bangunan Hijau Nanang C Darmawan, Andi Rahmadiansah, Wiratno Argo A Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri,
Lebih terperinciPOLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG
POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah
Lebih terperinciKAJIAN KOORDINASI SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI DAN BUATAN PADA RUANG BACA PERPUSTAKAAN (STUDI KASUS: PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITAS HALUOLEO)
KAJIAN KOORDINASI SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI DAN BUATAN PADA RUANG BACA PERPUSTAKAAN (STUDI KASUS: PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITAS HALUOLEO) Kurniati Ornam Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur
Lebih terperinciAnalisis standar dan prosedur pengukuran intensitas cahaya pada gedung
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development (R&D) atau Penelitan dan Pengembangan. Sugiono mengemukakan bahwa
Lebih terperinciPENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5
EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 3 September 2017; 68-73 PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5 Supriyo, Ismin T. R. Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang
Lebih terperinciBab 11 Standar Pencahayaan
Bab 11 Standar Pencahayaan Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 114 Kebutuhan Iluminansi berdasarkan aktivitas visual No Kerja Visual Iluminansi (lux) 1 Penglihatan biasa 100
Lebih terperinciUnsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak
Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan Cut Putroe Yuliana Prodi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstrak Perpustakaan sebagai tempat untuk belajar membutuhkan intensitas
Lebih terperinciSeminar Nasional IENACO 2015 ISSN: PERANCANGAN NATURAL DAYLIGHTING PADA SUSTAINABLE PLANT BUILDING
PERANCANGAN NATURAL DAYLIGHTING PADA SUSTAINABLE PLANT BUILDING Vincent 1*, Indri Hapsari 2, Yunus Fransiscus 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Universitas Surabaya Raya Kalirungkut, Surabaya 60293, Indonesia
Lebih terperinciPENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat
PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat Ashadi 1, Nelfiyanthi 2, Anisa 3 1 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciSTUDI OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAM
JETri, Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372 STUDI OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAM Chairul Gagarin Irianto Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI,
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pencahayaan (Lighting) Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan
Lebih terperinciBAB 6 HASIL PERANCANGAN
BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR
LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Tugas akhir ini dilakukan di gedung rektorat Unila. Proses tugas akhir dilakukan dengan penyiapan alat dan bahan, pengumpulan data bangunan, hingga menyusun
Lebih terperinciSTUDI PEMANFAATAN CAHAYA ALAM SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN RUANG KULIAH GEDUNG E KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI DALAM RANGKA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK
JETri, Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 13-24, ISSN 1412-0372 STUDI PEMANFAATAN CAHAYA ALAM SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN RUANG KULIAH GEDUNG E KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI DALAM RANGKA PENGHEMATAN
Lebih terperinciBAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab 7 Kesimpulan dan Saran 7-1 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Fasilitas Fisik Sekarang 1. Meja Kasir Ukuran ketinggian meja kasir saat ini sudah ergonomis, namun tinggi monitor ke lantai
Lebih terperinciDESAIN PENCAHAYAAN LAPANGAN BULU TANGKIS INDOOR ITS
DESAIN PENCAHAYAAN LAPANGAN BULU TANGKIS INDOOR ITS FARID KHUSNUL MUJIB 2404100038 PEMBIMBING: ANDI RAHMADIANSAH Latar Belakang Intensitas pencahayaan (E) dan pemerataan intensitas pencahayaan (min/ave)
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. ruangan. Aktifitas yang dilakukan oleh siswa didalam ruang kelas merupakan
BAB IV ANALISA Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan seseorang di dalam ruangan. Aktifitas yang dilakukan oleh siswa didalam ruang kelas merupakan kegiatan yang sedikit banyak menuntut kenyamanan
Lebih terperinciTINGKAT PENCAHAYAAN ALAMI PADA TATA LETAK INTERIOR AREA BACA PERPUSTAKAAN
TINGKAT PENCAHAYAAN ALAMI PADA TATA LETAK INTERIOR AREA BACA PERPUSTAKAAN Studi Kasus : Ruang Layanan Referensi Perpustakaan DaerahProvinsi Jawa Tengah Sutrati Melissa Malik 1, Erni Setyowati 2 dan Wahyu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan
Lebih terperinciAKURASI PERHITUNGAN FAKTOR LANGIT DALAM SNI TENTANG PENCAHAYAAN ALAMI PADA BANGUNAN GEDUNG
Jurnal Permukiman Vol. 11 No. 2 November 2016 : 110-115 AKURASI PERHITUNGAN FAKTOR LANGIT DALAM SNI 03-2396-2001 TENTANG PENCAHAYAAN ALAMI PADA BANGUNAN GEDUNG The Accuracy of Sky Component Calculation
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : diakses tanggal 2 Oktober 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang pertumbuhan kotanya cenderung pesat. Sebagai ibu kota negara, Jakarta menjadi pusat dari berbagai kegiatan dibidang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Database audit energi menggunakan Program Visual Basic 6.0
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Database audit energi menggunakan Program Visual Basic 6.0 Implementasi sistem merupakan tahap untuk mengimplementasikan sistem. Tahap penggunaan sistem ini dilakukan
Lebih terperinciTUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK
TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK Oleh: FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring jaman
Lebih terperinciSISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA
Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA Abdul Syakur, Yuningtyastuti a_syakur@elektro.ft.undip.ac.id, yuningtyastuti@elektro.ft.undip.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dari latar belakang diatas, ada masalah-masalah terkait kenyamanan yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari sebuah aktivitas yaitu makan. Makan adalah sebuah aktivitas manusia
Lebih terperinciANALISIS CAHAYA ALAMI PADA GEDUNG PERBELANJAAN (STUDI KASUS : MALL DAYA GRAND SQUARE MAKASSAR)
ANALISIS CAHAYA ALAMI PADA GEDUNG PERBELANJAAN (STUDI KASUS : MALL DAYA GRAND SQUARE MAKASSAR) Nurul Jamala *1, Ramli Rahim 1, Baharuddin Hamzah 1, Rosady Mulyadi 1, Asniawaty Kusno 1, Husni Kuruseng 1,
Lebih terperinciCahaya sebagai media Fotografi. Syarat-syarat fotografi. Cahaya
Cahaya sebagai media Fotografi Pencahayaan merupakan unsur dasar dari fotografi. Tanpa pencahayaan yang optimal, suatu foto tidak dapat menjadi sebuah karya yang baik. Pengetahuan tentang cahaya mutlak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Pemecahan masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Apalagi dengan berkembangnya zaman dan tuntutan modernisasi. Kebutuhan akan pasokan energi
Lebih terperinciPengukuran intensitas penerangan di tempat kerja
Standar Nasional Indonesia Pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja ICS 17.180.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS MENGHITUNG TINGKAT PENCAHAYAAN DI LABTEK IXC
AR 3121 FISIKA BANGUNAN LAPORAN TUGAS MENGHITUNG TINGKAT PENCAHAYAAN DI LABTEK IXC KELOMPOK 2 Indra Rhamadhan 15213025 Raudina Rahmi 15213037 Shafira Anjani 15213027 Putri Isti Karimah 15213039 Estu Putri
Lebih terperinciBAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Tata Letak Gudang Bahan Baku Peletakan bahan baku pada kavling untuk saat ini belum ada peletakan yang tetap. Bahan baku yang datang diletakkan pada tempat
Lebih terperinciKAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI
KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
Lebih terperinciPENGARUH PENERANGAN ALAM PADA KINERJA RUANGAN KERJA DOSEN
PENGARUH PENERANGAN ALAM PADA KINERJA RUANGAN KERJA DOSEN Erwin Djuni Winarto Jurusan Teknik Arsitektur - FTSP UPN Veteran Jawa Timur E-mail: erwin_djuni@telkom.net ABSTRACT Using daylight is a way to
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Proyek Konstruksi Menurut Gould (2002), proyek konstruksi juga dapat didefenisikan sebagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proyek Konstruksi Menurut Gould (2002), proyek konstruksi juga dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan uan untuk mendirikan ikan suatu bangunan nan yang membutuhkan
Lebih terperinciBAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR
BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan
Lebih terperinciPola Fraktal sebagai Pemberi Bentuk Arsitektur Apartemen yang Menenangkan
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 319 Pola Fraktal sebagai Pemberi Bentuk Arsitektur Apartemen yang Menenangkan Sadida Aghnia dan I Gusti Ngurah Antaryama
Lebih terperinciPENGARUH PEMASANGAN ARMATURE PADA LAMPU LHE TERHADAP PENINGKATAN EFISIENSI PENCAHAYAAN.
PENGARUH PEMASANGAN ARMATURE PADA LAMPU LHE TERHADAP PENINGKATAN EFISIENSI PENCAHAYAAN. Oleh : Eko Widiarto Dosen Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Soedarto. SH, Tembalang Semarang
Lebih terperinciAnalisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh Nova Purnama Lisa (1), Nurhaiza (2) novapurnamalisa@gmail.com (1) Perencanaan dan
Lebih terperinciEVALUASI KONDISI AKUSTIK BANGUNAN KOST STUDI KASUS KOST DI JALAN CISITU LAMA NO. 95/152C
EVALUASI KONDISI AKUSTIK BANGUNAN KOST STUDI KASUS KOST DI JALAN CISITU LAMA NO. 95/152C MAKALAH AKUSTIK TF3204 Oleh : Rakhmat Luqman Ghifari 13305040 PROGRAM STUDI TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Lebih terperinciAPARTEMEN MENENGAH DI KAWASAN CENGKARENG DENGAN PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BUKAAN JENDELA
APARTEMEN MENENGAH DI KAWASAN CENGKARENG DENGAN PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BUKAAN JENDELA Augusta Chistopher, Sigit Wijaksono, Susilo Kusdiwanggo Universitas Bina Nusantara, Jakarta Chrizzt_13@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencahayaan merupakan hal penting bagi kehidupan manusia sehari-hari,.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pencahayaan merupakan hal penting bagi kehidupan manusia sehari-hari,. Tanpa pencahayaan yang baik dapat membuat suasana ruangan membosankan dan menghambat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan utama akibat pesatnya pertumbuhan penduduk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama akibat pesatnya pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya permintaan akan kebutuhan hunian. Masalah ini umumnya terjadi di negara berkembang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Desain Bukaan Ruang Terhadap Konsentrasi Belajar Mahasiswa, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa : 1. Intensitas
Lebih terperinciAbstrak. 2. Studi Pustaka. 54 DTE FT USU
ANALISIS AUDIT ENERGI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK (APLIKASI PADA GEDUNG J16 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS SUMATERA UTARA) Dewi Riska S. Barus (1), Surya Tarmizi
Lebih terperinciOPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR)
158 OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR) Maya Puspitasari, Nur Rahmawati Syamsiyah Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciSIDANG TUGAS AKHIR. Validita R. Nisa
SIDANG TUGAS AKHIR Validita R. Nisa 2105 100 045 Latar Belakang Semakin banyaknya gedung bertingkat Konsumsi energi listrik yang besar Persediaan energi dunia semakin menipis Penggunaan energi belum efisien
Lebih terperinciBAB IV PERANCANGAN GAMBAR
BAB IV PERANCANGAN GAMBAR 4.1. Definisi Gambar Sebelum masa pembangunan, sebuah bangunan gedung akan melalui tahap perencanaan. Sebagai alat komunikasinya digunakanlah gambar-gambar yang memberikan ilustrasi
Lebih terperinciPengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM Syavir Latif (1), Nurul Jamala (2), Syahriana (3) (1) Lab.Perancangan, Studio
Lebih terperinciKUALITAS PENERANGAN ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari
KUALITAS PENERANGAN ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Beberapa bangunan kuno peninggalan Kolonial Belanda, seringkali menunjukkan upaya pemanfaatan faktor faktor iklim
Lebih terperinciBAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin
BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah Di Sidoarjo dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin menurun.
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN
BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,
Lebih terperinciDOKUMENTASI GEDUNG SBM DAN BPI ITB
AR 3232 ARSITEKTUR INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN Dosen : Dr. Ir. Himasari Hanan, MAE DOKUMENTASI GEDUNG SBM DAN BPI ITB LAPORAN Oleh: Teresa Zefanya 15213035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEKOLAH ARSITEKTUR,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. ABSTRAK... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI LEMBAR PENGERAHAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL...... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB 1 PENDAHULUAN
Lebih terperinciSifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i
Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang
Lebih terperinciGambar 5.24 Titik Pengukuran Data Pencahayaan Auditorium Gambar 5.25 Pengukuran Data Pencahayaan Ruang Kelas P.7.3, P.7.2 dan P.7.4.
vi DAFTAR ISI PERNYATAAN BEBAS PLAGIATISME... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN TUGAS... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMBANG DAN ISTILAH...
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Angkutan Umum Sarana angkutan umum mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
Lebih terperinciANALISIS PENERANGAN PADA RUANGAN DI GEDUNG PROGRAM PASCASARJANA UNM MAKASSAR
87 ANALISIS PENERANGAN PADA RUANGAN DI GEDUNG PROGRAM PASCASARJANA UNM MAKASSAR Abdul Muis Mappalotteng 1 dan Syahrul 2 1 Program Pascasarjana UNM Makassar 2 Fakultas Teknik UNM Makassar abdulmuism@gmail.com
Lebih terperinciPERANCANGAN SISTEM PENERANGAN BANGUNAN IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 200 kci.
PERANCANGAN SISTEM PENERANGAN BANGUNAN IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 200 kci. Tukiman, Edy Karyanta, Budi Santoso PRFN-BATAN, Kawasan Puspiptek Gd 71, Tangerang Selatan - 15310 ABSTRAK PERANCANGAN SISTEM PENERANGAN
Lebih terperinciOPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR
OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR Studi Kasus : Rumah Susun Dinas Kepolisian Daerah Bali LATAR BELAKANG Krisis energi Isu Global
Lebih terperinciANALISIS UPAYA PENURUNAN BIAYA PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK PADA LAMPU PENERANGAN
SSN: 1693-6930 39 ANALSS UPAYA PENUUNAN BAYA PEMAKAAN ENEG LSTK PADA LAMPU PENEANGAN Slamet Suripto Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhamadiyah Yogyakarta Abstrak Keterbatasan sumber
Lebih terperinciPENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING
PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING John Victor Lewi S 1), Sri Nastiti N. Ekasiwi 2), dan Ima Defiana 3) 1)
Lebih terperinciREKAYASA TATA CAHAYA ALAMI PADA RUANG LABORATORIUM (Studi Kasus: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya)
REKAYASA TATA CAHAYA ALAMI PADA RUANG LABORATORIUM (Studi Kasus: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya) Fathimah 1, Jusuf Thojib 2, M. Satya Adhitama 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciWORKING PLAN SIMPLE WALL SHELF S001
A DESKRIPSI PRODUK Simple Wall Shelf berukuran jadi 1.200 x 200 x 50 mm. Ukuran panjang dan lebar bisa ditambah/dikurangi sesuai dengan rencana penempatan anda. Varian ukuran panjang adalah 1.000 1.400mm,
Lebih terperinciESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR
ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR Jolanda Srisusana Atmadjaja Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian karya arsitektur dapat dilakukan melalui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Kantor Menurut Moekijat (2008:2) Manajemen Perkantoran adalah penjurusan dan pengawasan sebuah kantor untuk mencapai tujuannya yang khusus dengan cara yang
Lebih terperinciDramatic Lighting. Pencahayaan menjadi kekuatan desain pada apartemen yang terinspirasi dari gaya Jepang ini.
APARTEMEN LU: 60 m² Dramatic Lighting Pencahayaan menjadi kekuatan desain pada apartemen yang terinspirasi dari gaya Jepang ini. TEKS FRANSISCA WUNGU PRASASTI FOTO ADELINE KRISANTI PROPERTI SUMARTONO TAN
Lebih terperinciBAB IV KONSEP PERANCANGAN
BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP TAPAK DAN RUANG LUAR IV.1.1 Pengolahan Tapak dan Ruang Luar Mempertahankan daerah tapak sebagai daerah resapan air. Mempertahankan pohon-pohon besar yang ada disekitar
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi
Lebih terperinciEfektivitas Pencahayaan Alami pada Bangunan 2 Tingkat dan Kaitannya dengan Kebutuhan Penghuni
TEMU ILMIAH IPLBI 201 Efektivitas Pencahayaan Alami pada Bangunan 2 Tingkat dan Kaitannya dengan Kebutuhan Penghuni Imaniar Sofia A Program Studi Magister Arsitekur, SAPPK, ITB Abstrak Bangunan yang dirancang
Lebih terperinciPerancangan Sistem Pencahayaan Untuk Penghematan Energi Listrik Di Ruang Kelas P- 105 Teknik Fisika-ITS Surabaya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perancangan Sistem Pencahayaan Untuk Penghematan Energi Listrik Di Ruang Kelas P- 105 Teknik Fisika-ITS Surabaya Herdian Ardianto dan Ir. Heri Justiono,
Lebih terperinciIGNITER ROKET LAPAN. Heru Supriyatno Peneliti Bidang Propelan, LAPAN
IGNITER ROKET LAPAN Heru Supriyatno Peneliti Bidang Propelan, LAPAN Berita Dirgantara Vol. 10 No. 1 Maret 2009:8-12 RINGKASAN Igniter merupakan komponen dari motor roket yang berfungsi sebagai penyala
Lebih terperinciFotografi 2. Lighting. Pendidikan Seni Rupa UNY
Fotografi 2 Lighting Pendidikan Seni Rupa UNY Lighting Pencahayaan merupakan unsur utama dalam fotografi. Tanpa cahaya maka fotografi tidak akan pernah ada. Cahaya dapat membentuk karakter pada sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi Wisma Atlet di Senayan saat ini dapat dikatakan cukup memrihatinkan. Wisma yang awalnya bernama Wisma Fajar ini didirikan tahun 1974 oleh perusahaan Singapura
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Lembar pengesahan Abstrak Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii Daftar Lampiran...
DAFTAR ISI Lembar pengesahan Abstrak Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii Daftar Lampiran... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah... 1 1.2. Identifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan manusia modern delapan puluh persennya dilakukan di dalam ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut biasanya
Lebih terperinciSEMINAR PROPOSAL TUGAS AKHIR OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING
SEMINAR PROPOSAL TUGAS AKHIR OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING Disusun Oleh : M. ROFIQI ATHOILLAH (2409 105 033) Pembimbing
Lebih terperinci