TEORI DASAR PEMBORAN BERARAH. yaitu; Pemboran Vertikal, Pemboran Berarah, dan Pemboran Horizontal.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEORI DASAR PEMBORAN BERARAH. yaitu; Pemboran Vertikal, Pemboran Berarah, dan Pemboran Horizontal."

Transkripsi

1 TEORI DASAR PEMBORAN BERARAH Kegiatan pemboran merupakan hal pertama yang dilakukan sebelum minyak bumi atau gas dapat diproduksikan. Pemboran dilakukan dengan tujuan untuk membuat saluran antara reservoir dan permukaan agar minyak bumi atau gas bumi dapat mengalir, karena adanya perbedaan tekanan di permukaan. Terdapat beberapa macam teknik operasi pemboran yang umumnya dilakukan yaitu; Pemboran Vertikal, Pemboran Berarah, dan Pemboran Horizontal. Saat ini terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penentuan teknik pemboran yang tepat pada suatu lapangan. Cadangan minyak bumi atau gas alam biasanya ditemukan dalam formasi batuan endapan yang mempunyai karakteristik lapisan yang bertingkat atau berbeda diantara lapisan yang satu dengan yang lainnya, terdiri dari lapisan keras, lunak, dan berbentuk kemiringan patahan. Kondisi lain yang perlu diperhatikan adalah pengaruh tekanan dan kekerasan lapisan batuan yang akan ditembus karena dengan bertambahnya kedalaman kemungkinan akan semakin meningkat tekanan yang dialami. Berdasarkan lintasan lubang bor terdapat tiga macam jenis pemboran, antara lain yaitu; a. Pemboran Vertikal ( Vertical Drilling ) Pemboran yang memiliki lintasan bor yang menembus secara tegak lurus terhadap tempat dan kedudukan menara bor. 15

2 16 b. Pemboran Berarah ( Directional Drilling ) Teknik pemboran di mana arah pemboran dibelokan mengikuti lintasan yang telah direncanakan untuk mencapai target yang telah ditentukan. c. Pemboran Horizontal ( Horizontal Drilling ) Jenis pemboran ini adalah pengembangan dari teknologi directional drilling dengan kemiringan mendekati 90 derajat, atau sejajar formasi, dan memiliki inklinasi derajat. 3.1 Pemboran Berarah ( Directional Drilling ) Pemboran berarah adalah salah satu seni membelokan lubang sumur untuk kemudian diarahkan ke suatu sasaran tertentu di dalam formasi yang tidak terletak vertikal di bawah mulut sumur. Di dalam melakukan pemboran pada suatu formasi, sebenarnya selalu diinginkan lubang vertikal, karena lubang vertikal operasinya lebih mudah, dan juga umumnya biayanya lebih murah daripada pemboran berarah. Jadi pemboran berarah hanya dilakukan karena alesan-alasan dan keadaan khusus saja. 3.2 Tujuan dan Alasan Penggunaan Pemboran Berarah Pemboraan berarah dilakukan dengan tujuan memudahkan kita mencapai formasi yang dituju tanpa harus menembus formasi yang tidak ingin kita lewati. Dimana mengatasi keadaan disaat sasaran atau target tidak mungkin dicapai dengan pemboran vertikal, sehingga diharapkan produksi hidrokarbon akan

3 3.2.2 Alasan Geologis Pemboraan berarah pada kondisi ini dilakukan untuk menghindari kesulitan apa yang dihadapi apabila dibor secara vertikal, seperti ; a. Adanya Saltdome atau kubah garam Penggunaan metode Directional Drilling karena adanya kubah garam, dapat di lihat pada Gambar 3.3.

4 Gambar 3.5 Pertimbangan Alasan Pembebasan Lahan 10 b. Mengatasi semburan liar (Blow Out) dengan relief well, seperti pada Gambar 3.7.

5 Gambar 3.7 Pertimbangan Alasan Blow Out 10 c. Menghindari garis batas pantai di permukaan, seperti pada Gambar 3.8. Gambar 3.8 Pertimbangan Alasan Garis Batas Pantai 10

6 Gambar 3.9 Pertimbangan Alasan Pemboran Menyimpang Tipe-Tipe Pemboran Sumur Berarah Di dalam perencanaan suatu pemboran berarah, lubang bor yang direncanakan dibuat pada suatu bidang datar dengan sudut arah dan perubahan sudut kemiringan tertentu. Namun lubang bor tidak akan terletak pada satu bidang disebabkan pengaruh banyak faktor. Baik sudut kemiringan maupun sudut arah lubang bor akan selalu berubah-ubah menyimpang dari yang telah direncanakan. Pada praktek suatu pemboran berarah, setelah dicapai kedalaman-kedalaman tertentu (biasanya setiap ft pertambahan kedalaman), dilakukan pengukuran sudut kemiringan dan sudut arah (dilakukan survey). Apabila terjadi penyimpangan, lubang bor tadi diarahkan kembal ke arah yang ditetapkan semula.

7 Build and Hold Trajectory Pada tipe ini merupakan profil sumur yang umum dan paling sederhana. Titik belok pada (Kick Off Point) terletak di kedalaman yang tidak terlalu jauh dari permukaan tanah (dangkal). Bila sudut kemiringan dan arah kemiringan yang diinginkan didapat, maka sudut ini perlu dipertahankan sampai titik sasaran. Pembelokan lubang dilakukan dengan cara memperbesar sudut kemiringan dan sesuai BUR (Build Up Rate) yang telah direncanakan. Pembesaran sudut inklinasi ini dilakukan dengan menggunakan alat pembelok. Tipe ini juga umum dikenal dengan istilah Slant Type atau menaikkan dan mempertahankan sudut (Build and Hold). Bentuk dari Build and Hold Trajectory 11 dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.10 Build and Hold Trajectory Dari Gambar 3.10 tersebut dapat diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut: 1. Radius of curvacture R = %'#!...(3.1)

8 25 2. Maximum inclination angle a. Mencari jarak displacement dari jarak vertikal titik bor sampai dengan titik target X3 = (!! )"!(!!!! )"...(3.2) b. Menentukan Inklinasi maksimal (jika X3 < R) I max = arcsin ( (!! ")!!(#"!# ) ) arctan (!!"#"!# )...(3.3) c. Menentukan Inklinasi maksimal (jika X3 > R) I max = arctan(!!"#"!# )!![(!!"#"!# )! ( " (!!"#"!# ))\.(3.4) 3. Panjang lintasan sepanjang bagian pertambahan sudut (L Build Up Section). L build up section =!!!!!...(3.5) 4. Panjang TVD dari titik awal mulai bor sampai dengan L build up section. _TVD = R (sin maximum inclination angle sin KOP angle)...(3.6) 5. Panjang displacement dari jarak vertikal titik bor sampai dengan titik akhir L build up section. _D = R (cos maximum inclination angle cos KOP angle)...(3.7) 6. Measured depth pada akhir build up section. MD build up = TVD KOP + L Build up Section...(3.8) 7. TVD akhir build up section. TVD build up section = TVD KOP + R sin I max...(3.9) 8. Horizontal depature pada akhir build up section. Horizontal depatured build up section = R (1-cos I max)...(3.10) 9. Panjang lintasan sepanjang hold section (setelah build up section). L tan section = #"!#!"#!!!...(3.11) 10. Total measured depth dari titik mulai bor hingga target. Total MD = TVD KOP + L build up section + L tan section...(3.12) Dimana : R = Radius of Curvacture. I = Inclination, deg.

9 26 BUR = Build Up Rate, /100 feet. KOP = Kick Of Point, feet. TVD = True Vertical Depth, feet. MD = Measured Depth, feet Build Hold and Drop ( S ) Trajectory Profil ini dilaksanakan pada kondisi tertentu, seperti kasus kubah garam atau side tracking. Pembelokan lubang dilakukan jauh di bawah surface casing, kemudian sudut kemiringannya dipertahankan sampai ke sasaran. Sumur dengan titik belok KOP (Kick Off Point) yang dalam mempunyai kelemahan antara lain: 1. Kemungkinan formasi lebih keras dan sulit dibelokan. 2. Operasi tripping lebih banyak dilakukan untuk mengganti peralatan bawah tanah BHA (Bottom Hole Assembly) selama pembelokan. 3. Laju Build Up lebih sulit dikontrol, pada jenis ini sering disebut dengan S type. Pada Gambar 3.11 menunjukan tipe Build Hold and Drop ( S ) Trajectory. Gambar 3.11 Build Hold and Drop ( S ) Trajectory

10 27 Dari Gambar 3.11 tersebut yang dapat diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut: 1. Maximum inclination angle (kondisi r1 + r2 > X4) _=arctan(##!#!!!# )-arccos[(! " ##!# )! [ " (##!#!!!#)\]...(3.13) 2. Maximum inclination angle (kondisi r1 + r2 < X4) _=180-arctan(##!#!!!# )-arccos[(! " ##!# )! [ " (##!#!!!#)\].(3.14) 3. Perhitungan yang lainnya sama seperti tipe Build and Hold, yang membedakan hanyalah sudut lintasan pemboran Build Hold Partial Drop and Hold (Modified S ) Trajectory Mula-mula sama seperti tipe belok di tempat dangkal, tetapi kemudian dibelokan kembali ke vertikal. Pada tipe ini sering disebut dengan Modified S Type. Adapun pemilihan tipe pemboran ini didasarkan pada lokasi koordinat di permukaan dan jarak antar lokasi permukaan dengan sasaran atau formasi produktif. Misalnya apabila jarak sasaran tidak begitu jauh dari sumbu vertikal yang melalui mulut sumur, maka dipilih tipe belok di tempat dalam. Lain halnya apabila jarak sasarannya jauh dari sumbu vertikal tadi, maka dipilih tipe pembelok di tempat dangkal. Pada Gambar 3.12 menunjukan gambaran tipe Build Hold Partial Dropand Hold (Modified S ) Trajectory.

11 28 Gambar 3.12 Build Hold Partial Dropand Hold (Modified S ) Trajectory 3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiringan Dan Arah Lubang Bor Lubang bor yang terbentuk pada kenyataannya sering mengalami perbedaan dengan yang direncanakan pada awalnya, di mana kemiringan lubang bor dapat terjadi karena adanya lapisan yang dilalui sepanjang lintasan pemboran memiliki ketebalan dan kekerasan yang berbeda-beda. Hal lain dapat mempengaruhi terbentuknya kemiringan sumur. Dari kedua alasan tersebut, maka secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kemiringan lubang bor bisa disebabkan oleh faktor mekanis dan faktor formasi dari lapisan yang dilalui jalur lintasan Faktor Formasi Pada formasi yang berlapis-lapis dengan bidang perlapisan yang miring maka lubang bor akan cenderung untuk tegak lurus pada bidang perlapisan. Penembusan pahat bor pada formasi akan meninggalkan sebuah baji kecil yang

12 29 dapat bertindak sebagai baji kecil (Miniature of Whipstock) yang dapat membelokkan lubang sumur. Teori ini dinamakan Miniature Whipstock Theory. Formasi dengan perlapisan yang berganti-ganti dari lunak ke keras atau sebaliknya akan menyebabkan bit ditahan dengan berat sebelah pada kedua sisinya, sehingga pahat akan terperosot ke salah satu sisi dan mengakibatkan bengkoknya lubang bor. Pada kasus ini disebut Formation Drillability Theory. Saat kemiringan lapisan (dip) kurang dari 45_, maka bit akan tegak lurus (up dip) dan saat kemiringan bidang perlapisan (dip) lebih dari 45_, maka bit akan cenderung mengikuti sejajar bidang perlapisan (down dip), seperti pada Gambar Lapisan lunak lebih mudah di bor daripada lapisan keras sehingga dapat menghasilkan lubang yang tidak satu garis lurus dengan lapisan lunak dan kemungkinan menghasilkan Dogleg yang tajam. Gambar 3.13 Miniature Whipstock dan Formation Drillability 10

13 30 Rock drillability menyatakan tingkat kemudahan batuan untuk di bor. Pada umumnya batuan akan semakin mudah untuk di bor dengan bertambahnya kedalaman, karena batuan semakin dalam cenderung semakin kompak (tapi tidak selalu). Rock drillability tergantung beberapa parameter, antara lain; sifat batuan, lumpur, hidrolika, dan jenis pahat yang digunakan Faktor Mekanis Bit walk adalah kecenderungan bit untuk bergeser atau menyimpang dari arah lintasan yang telah direncanakan dan mengikuti suatu bentuk lintasan yang berputar. Untuk menentukan arah bit walk, perlu dipertimbangkan putaran drill string dan perpindahan BHA (Bottom Hole Assembly). Faktor-faktor yang mengakibatkan hal tersebut di atas adalah dikarenakan drill collar yang tidak cukup kekar sehingga bisa mengakibatkan kelengkungan. Beban pada pahat (WOB) yang berlebihan sehingga drill collar melengkung, dan perubahan BHA (Bottom Hole Assembly) yang akan memberikan bentuk lubang yang berlainan. Faktor-faktor tersebut akan mengakibatkan perubahan sudut yang tidak diinginkan dan pada akhirnya menyebabkan kegiatan pemboran tidak dapat berjalan dengan optimal. Nilai Weight On Bit Maximum 11 dari suatu rangkaian dapat dituliskan dalam persamaan berikut : Untuk Straight Hole WOBmax = ( Weight of DC + HWDP ) x BF...(3.15) Untuk Directional Hole WOBmax = ( Weight of DC + HWDP ) x BF x cos I...(3.16)

14 31 di mana : WOBmax = Weight on bit maksimum (klbs). BF = Buoyancy factor. I = Inclination (deg). Berat di atas pahat atau Weight On Bit (WOB) merupakan beban yang diberikan pada mata bor yang arahnya vertikal ke bawah. Apabila WOB itu telah melampaui kekuatan batuan (Compressive Strength), maka batuan akan pecah dan pahat menembus formasi. Semakin besar WOB tidak selalu laju pemboran yang diperoleh ikut semakin besar. Akan tetapi penambahan WOB yang tidak diimbangi dengan pembersihan lubang bor yang baik justru akan menurunkan laju pemboran. Hal ini karena pahat menghancurkan serbuk bor berulang kali dan bahkan mungkin serbuk bor ini termampatkan pada gigi pahat yang dapat menimbulkan efek Balling. Besarnya WOB maksimum yang diijinkan 75 % sampai 80 % dari berat DC di dalam lumpur. Besar WOB tergantung pada ukuran dan tipe pahat, karakteristik batuan formasi, dan kapasitas peralatan pemborannya. Untuk mengetahui WOB yang diberikan pada pahat selama operasi pemboran berlangsung digunakan Weight Indicator yang mencatat beban yang diderita oleh Hook. Besarnya WOB dapat ditambah dengan memasang HWDP (Heavy Weight Drill Pipe). HWDP ini mempunyai ukuran yang lebih tebal dibandingkan dengan drill pipe konvensional dan umumnya mempuyai berat 2-3 kali daripada Drill Pipe. Dalam menentukan jumlah rangkain DC (Drill Collar) yang sesuai dengan besarnya WOB sangat tergantung pada ukuran DC-nya.

15 32 Selain itu, penggunaan WOB yang terlalu besar juga akan merusak gigi pahat, karena Stress yang diijinkan pada gigi-gigi pahat maksimum berkisar lbs/in, sedangkan Stress yang melebihi batasan itu dapat mematahkan gigi pahat. Putaran pahat bertujuan untuk memberikan gaya horizontal terhadap permukaan batuan dan apabila gaya ini telah melampaui shear strength batuan, maka batuan itu akan hancur. Pada kenyataannya peningkatan perputaran tidak selalu meningkatkan laju pemboran. Untuk formasi yang lunak memang meningkatkan RPM akan meningkatkan laju pemboran asalkan kemampuan membersihkan Cutting di dasar lubang ditingkatkan pula. Namun untuk formasi keras, peningkatan RPM yang melewati batas tertentu, sebaliknya akan menurunkan laju pemboran. Hal ini disebabkan karena pada formasi yang lunak dengan putaran yang tinggi hanya mengakibatkan getaran yang kecil, sehingga getaran tersebut tidak mempengaruhi kontak gigi per satuan waktu terhadap permukaan batuan. Oleh sebab itu pada formasi lunak dapat digunakan RPM tinggi dengan WOB yang kecil. Dalam praktek, bila harga W dan N terlalu besar, maka bisa menyebabkan gigi pahat dan bearingnya cepat aus, sehingga harga W sangat dipengaruhi oleh Stress yang diijinkan untuk gigi pahat sendiri Dalam pemboran disarankan agar W dan N konstan dalam arti bila W naik, maka N turun. Untuk itu perlu dicari beberapa besar harga W dan N yang optimum yang didasarkan pada rekomendasi pabrik pembuatan pahat. Data ini dapat dipegang sebagai pertimbangan optimum WOB dan RPM-nya.

16 Peralatan Pemboran Berarah Untuk membuat suatu lubang pemboran berarah maka diperlukan peralatan pemboran khusus untuk menunjang kegiatan ini. Peralatan ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : Peralatan Defleksi (Deflection Tools) dan Bottom Hole Assembly (BHA) Peralatan Defleksi Peralatan- peralatan ini digunakan ketika akan mulai membuat Build Up Section pada titik belok (KOP). Deflection Tools akan mengarahkan rangkaian bor dengan kemiringan beberapa derajat sesuai dengan arah yang telah direncanakan. Alat- alat pembelok ini adalah : a. Whipstock Whipstock (Gambar 3.14) merupakan peralatan pembelok lubang paling tua dan digunakan pertama kali secara luas untuk membuat sudut. Peralatan ini terbuat dari baja tuang dan berbentuk baji konkaf yang melengkung ke dalam sebagai tempat pergerakan pahat. Whipstock harus ditempatkan pada dasar yang keras agar tidak ikut berputar selama Drill String berputar. Cara kerja alat ini adalah Bit yang ukurannya lebih kecil dipasang bersama dengan Whipstock. Kemudian alat ini diturunkan sampai kedalaman Kickoff-nya. Setelah itu berat rangkaian pipa bor digunakan untuk mematahkan Shear Pin yang menahan Whipstock, sehingga pahat tadi membelok sesuai dengan kemiringan Whipstock. Alat ini bisa diaplikasikan pada kondisi Open Hole ataupun Cased Hole. Casing

17 Whipstock biasanya digunakan untuk melakukan Sidetrack.

18 34 Gambar 3.14 Whipstock 12 b. Bent sub Rangkaian pipa yang menggunakan Bent Sub (Gambar 3.15) akan diturunkan sampai dasar lubang tempat defleksi tersebut dibutuhkan. Defleksi dari lubang dapat ditingkatkan dan dikontrol dengan menggunakan Bent Sub yang berbeda- beda sudutnya, berkisar antara 1,5 sampai 3 derajat. Gambar 3.15 Bent Sub 12

19 Bottom Hole Assembly (BHA) Bottom Hole Assembly (BHA) mempunyai fungsi utama untuk mengarahkan lubang bor pada operasi pemboran berarah sesuai dengan arah yang dikehendaki, sehingga diperoleh performa yang baik dalam membentuk kemiringan atau arah lintasan lubang bor. Susunan Bottom Hole Assembly yang baik digunakan pada suatu sumur belum tentu baik pula digunakan pada sumur lain, hal ini dikarenakan pengaruh perbedaan dari formasi yang dibor. Bottom Hole Assembly terletak di antara Drill Pipe dan Bit dengan pola susunan tertentu mengikuti prinsip fulcrum, stabilisasi, dan pendulum. Berikut ini diuraikan mengenai prinsip susunan rangkaian Bottom Hole Assembly yang pada umumnya digunakan sebagai dasar di dalam pemilihan posisi Bottom Hole Assembly. a. Prinsip Fulcrum Prinsip fulcrum adalah proses menaikkan inklinasi dari Trajectory yang dibentuk, maka stabilizer yang digunakan harus diletakkan dekat dengan pahat. Pembentukan Trajectory untuk menaikan sudut inklinasi dapat dilihat pada Gambar 3.16.

20 36 Gambar 3.16 Prinsip Fulcrum 11 b. Prinsip Pendulum Prinsip pendulum adalah proses menurunkan inklinasi dari Trajectory yang dibentuk. Jika ingin menurunkan sudut inklinasi yang dibentuk, maka stabilizer yang digunakan harus diletakkan jauh dengan pahat. Pembentukan trajectory untuk menurunkan sudut inklinasi dapat dilihat pada Gambar 3.17.

21 37 Gambar 3.17 Prinsip Pendulum 11 c. Prinsip Stabilisasi Prinsip stabilisasi adalah proses mempertahankan sudut inklinasi dari Trajectory yang dibentuk. Jika ingin mempertahankan inklinasi yang dibentuk, maka rangkaian Bottom Hole Assembly harus dibuat kaku dan pemasangan stabilizer serapat mungkin. Pembentukan Trajectory untuk mempertahankan sudut inklinasi dapat dilihat pada Gambar 3.18.

22 38 Gambar 3.18 Prinsip Stabilisasi Vertical Hole Assembly Rangkaian ini umumnya disusun untuk membor secara tegak lurus dari menara bor di permukaan sebelum dicapainya titik KOP (Kick Off Point), atau bagian setelah Drop Off (pada saat kembali vertikal lagi) pada pemboran berarah. Rangkaian BHA yang umum digunakan pada lubang vertikal ialah sebagai berikut: Circulating Sub - Drill Pipe - Bit Sub - Bit (Gambar 3.19).

23 39 Gambar 3.19 Vertical Hole Assembly Build Up Assembly Susunan rangkaian ini menggunakan Stabilizer sebagai titik tumpu yang memberikan gaya pada sisi pahat bor. Pada lubang bor yang mempunyai sudut inklinasi lebih dari 3_ di atas titik pengungkit akan bersandar pada bagian bawah dari lubang bor, keadaan ini akan mendorong pahat bor bergerak ke atas dari lubang bor dan memiliki kecenderungan untuk menaikkan sudut. Rangkaian BHA yang umum digunakan pada lubang ini ialah sebagai berikut: HWDP Jar - HWDP -Cross Over NMDC - Slim Pulse NMDC Stabilizer - Float Sub Drill Motor - Bit (Gambar 3.20).

24 40 Gambar 3.20 Built Up Assembly Tangent Assembly Pada bagian Tangent Assembly, rangkaian ini mengkombinasikan Stabilizer dan Drill Collar pada susunan rangkaian pemboran, yang mengakibatkan pembelokan pada pipa menjadi sangat minim, sehingga mengurangi efek fulcrum dan efek pendulum. Rangkaian BHA yang umum digunakan pada lubang ini ialah sebagai berikut: HWDP - Jar- NMDC - Slim Pulse NMDC Stabilizer - Float Sub - Drill Motor - Bit (Gambar 3.21).

25 41 Gambar 3.21 Tangent Assembly 4 Bottom Hole Assembly merupakan sebuah rangkaian yang terdiri dari beberapa peralatan, antara lain sebagai berikut : Heavy Weight Drill Pipe Heavy weight drill pipe adalah sejenis dengan Drill Pipe (Gambar 3.22) tetapi lebih berat dan mempunyai bagian yang lebih tebal yang membuatnya lebih berat 2,5 kali daripada DP standar, seperti Tool Joint yang berfungsi untuk menahan beban tegangan (Stress Loading) atau beban puntir (Torsional Load). Berat HWDP berada diantara DP standar dan DC, sehingga alat ini dapat berfungsi sebagai pengganti DC pada

26 42 daerah kelengkungan pemboran horizontal untuk memberikan beban pada pahat. HWDP mempunyai panjang rata-rata 30 ft, memiliki Central Up Set yang bersifat seperti Wear Knot. Wear Knot berfungsi untuk menjaga DP jauh dari dinding lubang bor pada daerah kurva. Hal ini akan mengurangi Friksi Rotasi dan Friksi Longitudinal yang akan menghasilkan Less Sticking. Selain itu, Wear Knot membantu menjaga Cutting tetap dalam suspensi. Gambar 3.22 Drill Pipe 12

27 43 Drill Collar Drill collar merupakan pipa penyambung antara Bit dengan Drill Pipe. Selain itu, Drill Collar (Gambar 3.23) berfungsi sebagai pemberi beban pada Bit. Beberapa jenis Drill Collar biasa dipakai dalam pemboran adalah : Non Magnetic Drill Collar berfungsi untuk menangkal gaya magnetik bumi dan biasanya dikombinasikan dengan alat survey, agar alat survei tersebut dapat membaca survei dengan baik. Spiral Drill Collar berfungsi untuk membantu sirkulasi pengangkatan Cutting dalam lubang bor. Gambar 3.23 Drill Collar 12

28 44 Float Sub Float Sub (Gambar 3.24) biasa dipasang di atas motor dan berfungsi untuk mengantisipasi terjadinya aliran balik dari dalam formasi yang melewati Drill Pipe. Gambar 3.24 Float Sub 12 Stabilizer Stabilizer lubang dipasang pada BHA untuk mengontrol lintasan bor dan mencegah BHA di atas bit untuk menyentuh dinding lubang bor, memperbesar kecepatan penembusan, meluruskan lubang, mengurangi resiko untuk terjepit. Stabilizer digunakan untuk mengontrol sudut inklinasi dan arah lubang, untuk menghindari Differential Sticking, untuk mencegah Dogleg yang berlebihan dan key seat, untuk melepaskan Cyclic Streesing pada tooljoint atau sambungan DC. Stabilizer dibuat dalam

29 45 berbagai desain (Gambar 3.25) seperti; Integral Blade, Welded Blade, Shunk on Sleeve Strabilizer, Replace Bladed Stabilizer, dan Non-Rotating Integral Blade. Non-rotating sleeve stabilizer dipakai untuk mengurangi torsi dan kerusakan lubang bor pada pemboran lubang yang sangat miring. Gambar 3.25 Stabilizer 12 Drilling Jar Peralatan mekanis ini umumnya dipasang pada BHA untuk membebaskan rangkaian yang terjepit. Ketika suatu tension yang diset sebelumnya tercapai, maka jar secara otomatis akan melepaskan mekanisme palu (Hammer). Pengaruh balik (Impak) akan memberikan gaya pukulan (jar up, jar down) agar rangkaian tersebut bisa bebas. Jar dapat dipasang untuk mendorong rangkaian lepas ke atas atau ke bawah.

30 46 Sperry sun mengeluarkan produk mekanikal jar (Gambar 3.26) yang dipakai untuk menghindari pipa terjepit, sehingga menghindari operasi pemancingan (Fishing). Jar ini dapat dioperasikan dengan arah atas maupun bawah, dimana mengaktifkan proses pelepasan dengan cara memberikan beban tensional untuk ke arah atas dan memberikan beban kompresif ke arah bawah. Mekanikal Jar12 Cross Over (XO Sub) Gambar 3.26 Alat ini berfungsi untuk menghubungkan dua rangkaian pipa yang memiliki diameter dan ukuran Tool Joint yang berbeda.

31 47 Bit Sub Panjang alat ini berkisar antara 4 11 feet dan berupa pipa dengan Head dan Tail yang berbentuk Box. Alat ini biasa digunakan untuk menghubungkan Bit dengan Drill Collar Down Hole Mud Motor Down Hole Mud Motor merupakan alat pemutar pahat bor. Down Hole Motor berfungsi untuk menggerakkan pahat tanpa harus memutar rangkaian pipa pemboran. Penggerak utama dari motor adalah fluida pemboran atau lumpur pemboran yang dipompakan dari permukaan menuju motor melalui Drill String. Fluida tersebut menggerakkan mekanisme motor, untuk dapat membelokkan lintasan sumur maka suatu motor dilengkapi dengan Bent Sub atau Bent Housing yang dipasang di atas Down Hole Mud Motor. Adanya Bent Sub ini menghasilkan lengkungan yang halus dan Smooth. Penggunaan Down Hole Mud Motor mempunyai keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya adalah sebagai berikut : a. Mengurangi penggunaan daya di permukaan. b. Penggunaannya relatif ekonomis dibandingkan dengan peralatan pemboran konvensional. c. Mengurangi laju kerusakan Drill Pipe, karena berkurangnya puntiran yang dialami oleh Drill Pipe. WOB yang kecil ini mengakibatkan laju kerusakan pahat semakin kecil. d. Memudahkan pengontrolan terhadap arah dan kemiringan lubang.

32 48 e. Dapat membuat lengkungan lubang yang halus pada daerah Build Up dan daerah Drop Off. f. Desain Drill Pipe hanya menekan pada perhitungan besarnya tegangan saat dilakukannya pengangkatan Drill String. Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut : a. Pemakaian fluida dibatasi oleh beberapa kriteria, seperti : lumpur harus sangat bersih dari material kasar (pasir, clay, dan barite) karena material ini akan mengikis bagian dalam motor. b. Pompa lumpur harus bertekanan tinggi untuk dapat memutar pahat dengan kehilangan tekanan besar. c. Pahat harus tahan terhadap abrasi, untuk itu sangat dianjurkan memakai Diamond Bit dan PDC. d. Pemakaian Down Hole Drilling Motor tidak diizinkan untuk formasi bertekanan dan temperatur abnormal. Ada 2 (dua) macam Down Hole Motor yang umumnya dikenal, yaitu : 1. Turbine Motor Turbine Motor (Gambar 3.27a) adalah motor hidrolik dengan Multi Stage (Berjumlah ) yang terdiri dari rotor dan stator. Metode yang digunakan Turbine Motor untuk menciptakan kekuatan putaran pada pahat adalah dengan menggunakan momentum fluida. Stator dihubungkan dengan bagian luar motor dan berfungsi sebagai pengaruh aliran fluida pemboran ke rotor. Akibat adanya aliran fluida pemboran yang

33 menumbuk

34 49 rotor, maka rotor akan berputar, dan perputaran ini akan diteruskan ke pahat melalui batang penggerak. Jumlah tingkat tergantung pada besarnya torsi atau kekuatan yang diinginkan. Turbine motor mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : baik digunakan pada temperatur tinggi (di atas 300_F), dan Oil Base Mud. Sedangkan kelemahannya adalah pemeliharaan alat cukup sulit dan mahal. 2. Positive Displacement Motor (PDM) Positive Displacement Motor (Gambar 3.27b) digerakkan oleh pompa dengan rotor berbentuk helisiodal yang berperan sebagai rotor tersekat di dalam stator. Jika fluida dialirkan, maka rotor akan berputar untuk memberikan jalan kepada fluida untuk mengalir. RPM dan torsi yang dihasilkan pada PDM sangat ditentukan dari kombinasi rotor dan statornya, di mana semakin banyak jumlah Lobe akan menghasilkan torsi yang makin tinggi, namun RPM yang rendah. PDM ini mempunyai beberapa keuntungan dan kelemahan. Keuntungan dari pemakaian PDM ini adalah : a. Memusatkan tenaga putarannya pada Bit sehingga menghasilkan RPM tinggi. b. Mengurangi beban torsi pada Drill String. c. Perawatan sederhana. d. Dapat mengontrol deviasi pada pemboran lurus dan mudah dikendalikan pada saat pemboran sumur miring atau horisontal.

35 e. Bentuk kelengkungan yang dibuat tidak patah- patah.

36 50 Sedangkan kelemahan dari pemakaian PDM ini adalah : a. Tidak dapat digunakan pada temperatur tinggi. b. Tidak dapat dioperasikan pada lumpur yang mengandung pasir yang tinggi. Gambar 3.27 Down Hole Mud Motor 12 Salah satu fungsi dari BHA adalah untuk menyediakan tekanan atau berat secukupnya pada pahat bor agar proses pemboran dapat berjalan dengan baik. Analisa mendemonstrasikan bahwa panjang panjang dan berat BHA dilakukan minimum BHA yang untuk dibutuhkan seringkali lebih pendek dari yang digunakan di lapangan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Non Rotating Case 10 L = DF!...(3.17)! ("#!!! " )

37 51 Rotating Case 10 L = DF!! ("#! )...(3.18) di mana : WOB = Weight on bit (klbs). DF = Design factor (DF = 1,2-1,3). ß = Buoyancy factor. w = Unit weight (lb/ft). = Inclination (deg). L = Panjang rangkaian BHA (ft) 3.6 Lumpur Pemboran Pemilihan sistem lumpur berkenaan dengan sifat sifat lumpur yang cocok dengan penanggulangan problem yang ditemui dalam pemboran berarah. Syarat yang harus dipenuhi sistem fluida pemboran vertikal dapat berjalan dengan baik tidak berbeda dengan fluida untuk pemboran berarah (Directional). Dalam hal ini, lumpur yang dipilih diharapkan memenuhi fungsi lumpur pemboran. Dengan memenuhi fungsi fungsi sebagai berikut: Pembersihan lubang yang optimum. Membentuk Mud Cake yang tipis dan licin. Menahan Cutting saat sirkulasi terhenti. Mendinginkan dan melumasi Bit serta rangkaian pipa. Sebagai media logging dan mengimbangi tekanan formasi.

38 Peralatan Survey Pemboran Berarah Ada beberapa macam peralatan survey yang digunakan pada operasi pemboran berarah, seperti : Gyroscope, MWD, dan LWD. Dengan alat survey bisa didapatkan parameter-parameter pemboran secara Real Time, sehingga dari setiap titik pengukuran ini dapat mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama pemboran berlangsung. Penyimpangan arah dan kemiringan yang terjadi, harus diarahkan kembali ke jalur lintasan semula Gyroscope Instrument Sudut antara magnet (Azimuth) yang sebagian besar dicatat oleh peralatan survey banyak mengalami kesalahan akibat dari gangguan magnetis yang disebabkan oleh casing- casing pada sumur sekitarnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi gangguan tersebut maka dipakai Gyroscope, di mana alat ini mempunyai kemampuan untuk mempertahankan arahnya, dan tidak terpengaruh oleh medan magnet. Bagian dasar dari Gyroscope (Gambar 3.28) adalah sebuah roda berat (Weight Wheel) yang dapat berputar secara cepat dan dipasang pada dua buah gimbal yang saling tegak lurus, sehingga memungkinkan Gyro tersebut mempertahankan arahnya tanpa dipengaruhi oleh medan magnet.

39 53 Gambar 3.28 Gyroscope Instrument Measurement While Drilling (MWD) Measurement While Drilling merupakan suatu teknik pencatatan variasi pengukuran dalam lubang bor dan hasil pengukuran ditransmisikan ke permukaan dengan memanfaatkan sirkulasi lumpur saat pemboran berlangsung. Alat ini digunakan untuk mengontrol sudut kemiringan dan sudut arah. Selain itu, MWD juga digunakan Logging, untuk mendeteksi zona bertekanan abnormal, korelasi memonitoring WOB serta Torque di pahat bor. Survei ini dapat dilakukan pada setiap saat yang dikehendaki. Ada 3 (tiga) jenis sistem transmisi MWD, yaitu : a. Negative Pulse Negative pulse ini bekerja dengan suatu actuator yang membuka dan menutup sebuah Valve kecil, dan akan menghasilkan gelombang tekanan

40 54 dalam fluida ke Drill Pipe dengan membebaskan sejumlah kecil fluida pemboran ke annulus, hingga menyebabkan turunnya tekanan ke Drill Pipe dan menghasilkan pulsa-pulsa tekanan yang negatif. Waktu yang diperlukan untuk mentransmisikan sekelompok data, menjalankan rangkaian, dan untuk mengecek keseimbangan dari sudut kemiringan (inklinasi) dan sudut arah (Azimuth) adalah 3 sampai 5 menit. b. Positive Pulse Positive Pulse dan Actuator Valve bekerja dengan membatasi aliran dari fluida pemboran yang menuju ke Drill String, menghasilkan gelembung positif yang lebih besar dari Negative Pulse hingga mudah dideteksi. Waktu yang diperlukan untuk mentransmisikan data kurang lebih sama dengan waktu yang diperlukan pada Negative Pulse. c. Continuous Pulse Digunakan stator dan rotor yang berputar secara berulang- ulang menghalangi aliran lumpur dan akan menghasilkan suatu fluktuasi tekanan yang kontinu dalam tekanan di Stand Pipe. Prinsip kerja dari MWD adalah dengan mentransmisikan data ke permukaan melalui aliran lumpur dalam rangkaian pipa pada saat pemboran, yang mana tekanan pompa sedang diaktifkan. Aliran lumpur yang melalui pipa bor digunakan untuk membentuk signal tekanan dengan memasang suatu mekanisme yang dapat atau tidak memberikan tekanan terhadap aliran lumpur. Informasi yang sampai ke permukaan berupa ada tidaknya signal tekanan yang disusun dalam kode

41 55 biner, kemudian diterima oleh Pressure Tranducer di Stand Pipe dan selanjutnya diproses oleh komputer Logging While Drilling (LWD) Logging While Drilling adalah suatu peralatan yang diletakkan pada rangkaian di dekat pahat bor yang digunakan untuk mengukur data dari formasi yang akan dibor dan mengirimkannya ke permukaan secara langsung, ketika proses pemboran sedang berjalan. Prinsip LWD sama dengan prinsip kerja dari alat Wireline Logging lainnya, yang menggunakan emisi sinar gamma untuk mengevaluasi formasi. Sedangkan jenis log yang mendasari alat ini adalah : GR Log, Density Log, dan Resistivity Log. Peralatan LWD mempunyai serangkaian alat yang dapat menunjang interpretasi dari formasi. Alat- alat tersebut yaitu : Compensated Dual Resistivity (CDR), Compensated Density Neutron (CDN), perangkat keras yang dipasang di permukaan sumur dan rangkaian peralatan elektronik. Pada dasarnya peralatan CDR dan CDN dapat dikombinasikan dengan rangkaian peralatan MWD dan Geosteering, karena MWD akan menginterpretasikan data dasar lubang seperti WOB, inklinasi, Azimuth, dan data pemboran lainnya. Sedangkan LWD akan menghasilkan data formasi yang akurat dan secara langsung dapat mengkorelasikan data yang berasal dari alat perekam yang dipasang di dasar lubang apabila interpretasi dari penetrasi pahat bor terdapat kekeliruan.

42 Metode Perhitungan Survey Lintasan Sumur Pada saat operasi pemboran dilaksanakan di setiap kedalaman- kedalaman tertentu maka dilakukan pengukuran sudut kemiringan dan arah lubang bor atau yang biasa disebut survei pemboran. Peralatan survey yang biasa digunakan pada operasi pemboran adalah Gyroscope, MWD, dan LWD. Dengan alat survei tersebut bisa didapatkan parameter- parameter pemboran secara Real time sehingga dari setiap titik pengukuran ini dapat dikoreksi penyimpanganpenyimpangan yang terjadi selama pemboran berlangsung. Survei tersebut dilakukan untuk mengarahkan kembali penyimpangan lubang bor ke arah yang telah dibuat sesuai dengan yang telah direncanakan. Metode perhitungan lintasan sumur bermacam- macam, diantaranya metode Tangential, Balance Tangential, Average Angle, Radius of Curvature, dan Minimum of Curvature. Namun pada perhitungan yang digunakan dalam operasi pemboran berarah di sumur BIN-01 dan BIN-02 di lapangan BINTANG adalah dengan menggunakan metode Minimum of Curvature. Pada perencanaannya, metode yang digunakan adalah Radius of Curvature dan Minimum of Curvature. Metode ini dipakai karena memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik dibandingkan dengan metode yang lainnya Metode Radius of Curvature Pada metode Radius of Curvature, segmen lubang bor dianggap sebagai busur suatu lingkaran yang bersifat menyinggung di titik awal dan akhir suatu interval lubang bor yang memiliki sudut kemiringan dan sudut arah tertentu.

43 57 Di dalam perencanaannya pemboran berjalan pada suatu bidang datar yang memiliki sudut arah tetap. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam perhitungan rencana lintasan pemboran berarah dengan metode Radius of Curvature 10adalah : Penambahan panjang antara dua titik, ΔMD (Measured Depth) :! (3.19) Penambahan sudut pada Build Up Section, ΔIb :!!!!...(3.20)! %" Penurunan sudut pada Drop off Section, ΔId :!#! #...(3.21)! %" Penambahan kedalaman vertikal setelah awal titik lengkungan, ΔTVD : Untuk In I(n-1) = 0 : "!...(3.22) Untuk In I(n-1) 0 : " #! (!!!!!) " (!!!!!)...(3.23) Penambahan jarak penyimpangan arah, ΔHD (Horizontal Departure) : Untuk In I(n-1) 0 : #& "# (!!! ) " (! ) Untuk In I(n-1) = 0, dan I 0 :! ( "...(3.24) )...(3.25) Penambahan arah koordinat Timur (ΔE) dan koordinat Utara (ΔN) diperoleh dari persamaan sebagai berikut : Untuk In I(n-1) 0 dan An A(n-1) 0 :! (#& )!"# (!!! )(!!! ) $!(! )(! )...(3.26)

44 58 " (#& )!"# (!!! )(! )...(3.27) $!(! )(! ) Untuk In I(n-1) 0 dan An A(n-1) = 0 :! (#& ) "# (!!! )( )...(3.28) "(! ) " (#& ) "# (!!! )(! )...(3.29) "(! ) Untuk In I(n-1) = 0 dan An A(n-1) 0 :! (#& ) "# (!!! )( )...(3.30) "(! ) " (#& ) "# (! )( )...(3.31) "(! ) Untuk In I(n-1) = 0 dan An A(n-1) = 0 :!! ( )(!")...(3.32) " "! (! ")(!")...(3.33) Dogleg Severity (DLS) pada setiap penambahan panjang :!$ "$!" " "! Dimana DL : ##&! $& "& $ "#! #" (! #")...(3.34)!$ "$ $ "!!!(! (!"!!"!!)!!!"!!!" (!!! ( "! "!! ))....(3.35) Dimana : DL = Dogleg Angle, derajat. _ TVD = Selisih Vertikal Depth saat di kedalaman (n dan n-1), feet. _ HD = Selisih Displacement Horizontal saat di kedalaman (n dan n-1), feet.

45 59 _ E = Selisih Displacement arah Timur saat kedalaman (n dan n-1), feet. _ N = Selisih Displacement arah Utara saat kedalaman (n dan n-1), feet. In = Sudut Inklinasi saat kedalamaan n, derajat. In-1 = Sudut Inklinasi saat kedalaman di atas kedalaman n, derajat Metode Minimum of Curvature Pada metode Minimum of Curvature 10, data survey yang dihitung dikalikan dengan faktor RF yaitu rasio faktor yang ditentukan dari dog leg pada interval lubang bor yang disurvei. " "#!( #)" (#!(#$&)")...(3.36) di mana : (!" )!!!(! (!"!!!!")!!!"!!!" (!!! ( "! "!!)) (!) (" #& )... (3.37) Penambahan kedalaman vertikal pada setiap penambahan panjang lintasan, ΔTVD: " "# (!!"!!!!") "...(3.38) " Penambahan jarak penyimpangan arah, ΔHD : "#!"!!!!") "...(3.39) "( Penambahan arah koordinat Timur (ΔE) dan koordinat Utara (ΔN) diperoleh dari persamaan sebagai berikut :! "#"(!"!! "!!!" ") "...(3.40) " "#"(!"!!! "!!!"! ") "...(3.41) Perhitungan vertical section : Closure direction = tan-1( East / North )...(3.42) Closure distance = ((North)2 + (East)2)0.5...(3.43) Vertical section = closure distance x cos ( target direction closure direction )...(3.44) Dimana : DL = Dogleg Angle, derajat. _ TVD = Selisih Vertikal Depth saat di kedalaman (n dan n-1), feet. _ HD = Selisih Displacement Horizontal saat di kedalaman (n dan n-1), feet. _ E = Selisih Displacement arah Timur saat kedalaman (n dan n-1), feet. _ N = Selisih Displacement arah Utara saat kedalaman (n dan n-1), feet. = Sudut Inklinasi saat kedalamaan n, derajat. n In-1 = Sudut Inklinasi saat kedalaman di atas kedalaman n, derajat.

BAB I. PENDAHULUAN...1 BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN...9

BAB I. PENDAHULUAN...1 BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN...9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR...v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH KICK OFF POINT TERHADAP PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR W, X, Y, Z

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH KICK OFF POINT TERHADAP PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR W, X, Y, Z PENGARUH KICK OFF POINT TERHADAP PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR W, X, Y, Z Fernandi Kesuma Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Email

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pemboran berarah, directional drilling, evaluasi pemboran

Kata Kunci : Pemboran berarah, directional drilling, evaluasi pemboran Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 EVALUASI PEMBORAN BERARAH SUMUR X PT MEDCO E&P INDONESIA Mugita Ayu Andriareza dan Hanibal Nuril Hakim

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR Z LAPANGAN XYY PETROCHINA INTERNATIONAL

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR Z LAPANGAN XYY PETROCHINA INTERNATIONAL EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR Z LAPANGAN XYY PETROCHINA INTERNATIONAL Varian Erwansa, Faisal E Yazid, Abdul Hamid Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Email: varian_lab@yahoo.com

Lebih terperinci

1. Reservoir berada di bawah perkotaan, lalu lintas yang ramai, tempat-tempat bersejarah ataupun lahan perkebunan (pertanian).

1. Reservoir berada di bawah perkotaan, lalu lintas yang ramai, tempat-tempat bersejarah ataupun lahan perkebunan (pertanian). Pemboran berarah (directional drilling) adalah metode pemboran yang mengarahkan lubang bor menurut suatu lintasan tertentu ke sebuah titik target yang terletak tidak vertikal di bawah mulut sumur. Untuk

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERBANDINGAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH DENGAN BERBAGAI METODE PERHITUNGAN PADA SUMUR G-12 LAPANGAN G

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERBANDINGAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH DENGAN BERBAGAI METODE PERHITUNGAN PADA SUMUR G-12 LAPANGAN G PERBANDINGAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH DENGAN BERBAGAI METODE PERHITUNGAN PADA SUMUR G-12 LAPANGAN G Grace BS, Widrajat AK, Harin Widiyatni Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH SUMUR F PADA LAPANGAN PANAS BUMI DARAJAT

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH SUMUR F PADA LAPANGAN PANAS BUMI DARAJAT PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH SUMUR F PADA LAPANGAN PANAS BUMI DARAJAT Ferianto Frans Wibowo Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi Universitas Trisakti E-mail :feri.ffw@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAHDENGAN METODE MINIMUM OF CURVATURE PADASUMUR X LAPANGAN Y PETROCHINA INTERNATIONAL Abdul Hamid,Aan Setiawan Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti E-mail:

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI METODE CASING DRILLING PADA TRAYEK CASING 13-3/8 DI SUMUR SP-23

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI METODE CASING DRILLING PADA TRAYEK CASING 13-3/8 DI SUMUR SP-23 EVALUASI METODE CASING DRILLING PADA TRAYEK CASING 13-3/8 DI SUMUR SP-23 Syandi Putra, Widradjat Aboekasan Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Dalam upaya meningkatkan perolehan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN LINTASAN DAN ANALISIS PEMBEBANAN PADA LUBANG 8-1/2, SUMUR FA-12, LAPANGAN A

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN LINTASAN DAN ANALISIS PEMBEBANAN PADA LUBANG 8-1/2, SUMUR FA-12, LAPANGAN A PERENCANAAN LINTASAN DAN ANALISIS PEMBEBANAN PADA LUBANG 8-1/2, SUMUR FA-12, LAPANGAN A Maruti Tiffany Adila, Widrajdat Aboekasan Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak Dalam pemboran

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI BEBAN TORSI DAN DRAG PADA SUMUR BERARAH MILA DI LAPANGAN LEPAS PANTAI LAUT JAWA BAGIAN BARAT DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE DSWE Albreta Emilia, Mumin, Simorangkit Program Studi Teknik Perminyakan

Lebih terperinci

Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y

Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y Ryan Raharja, Faisal E.Yazid, Abdul Hamid Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Pada operasi pemboran

Lebih terperinci

Teknik Pemboran. Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc.

Teknik Pemboran. Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc. Teknik Pemboran Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc. TEKNIK PEMBORAN Mengenal operasi pemboran dalam dunia minyak dan gas bumi Mengenal 5 komponen peralatan pemboran dunia minyak dan gas bumi, yaitu : Power

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERSEMBAHAN...vii RINGKASAN...viii DAFTAR ISI...ix DAFTAR GAMBAR...xiii DAFTAR TABEL...xv

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...v RINGKASAN...vi DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii

Lebih terperinci

DAFTAR ISI (lanjutan) Hal

DAFTAR ISI (lanjutan) Hal HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv KATA PENGANTAR... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI DAN OPTIMASI PERENCANAAN CASING PADA OPERASI PEMBORAN SUMUR X-9, PRABUMULIH PT. PERTAMINA EP Feldy Noviandy Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti

Lebih terperinci

PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN FT DENGAN DEBIT 500 GPM

PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN FT DENGAN DEBIT 500 GPM PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN 10000 FT DENGAN DEBIT 500 GPM Setiadi 2110106002 Tugas Akhir Pembimbing Prof. Dr. Ir. I Made Arya Djoni, M.Sc Latar Belakang Duplex double

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGEBORAN MINYAK DAN GAS

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGEBORAN MINYAK DAN GAS KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGEBORAN MINYAK DAN GAS No Standar Guru (SKG) Inti Guru Guru Mata Indikator Pencapaian (IPK) 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

Dina Silvi Noviana ( ) 1

Dina Silvi Noviana ( ) 1 KATA PENGANTAR Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Shalawat serta salam atas Nabi Muhammad SAW. Salam keselamatan atas kita semua dan rahmat serta barokahnya untuk kita. Segala puji

Lebih terperinci

Desain Sumur Directional dan Hasil Evaluasi Trajectory Pemboran Sumur Geothermal Field X

Desain Sumur Directional dan Hasil Evaluasi Trajectory Pemboran Sumur Geothermal Field X Desain Sumur Directional dan Hasil Evaluasi Trajectory Pemboran Sumur Geothermal Field X Bambang Yudho Suranta, Faishal Hafizh 2,2 STEM Akamigas, Jl.Gajah Mada No.38, Cepu Email: yudho_bys@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

digunakan. Selain itu, vibrasi dapat dikurangi dengan mengatur drilling parameter. Pendahuluan

digunakan. Selain itu, vibrasi dapat dikurangi dengan mengatur drilling parameter. Pendahuluan Pendahuluan Salah satu permasalahan pemboran yang terjadi pada sumur X-1 ini adalah pemboran pada zona total lost circulation. Zona ini terletak pada formasi Limestone B dan didominasi oleh limestone yang

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Penyebab Pipa Terjepit Pada Sumur M di Lapangan X di Pertamina EP

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Penyebab Pipa Terjepit Pada Sumur M di Lapangan X di Pertamina EP Evaluasi Penyebab Pipa Terjepit Pada Sumur M di Lapangan X di Pertamina EP Astia Akrimah, Bayu Satyawira, Ali Sundja Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Pada operasi pemboran

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI 2014-1 Yopy Agung Prabowo, Widrajdat Aboekasan Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Operasi pemboran yang dilakukan tidak selalu

Lebih terperinci

MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN

MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN Oleh: EDI SETIAWAN NIM. 1102405 Dosen Mata Kuliah: Mulya Gusman, S.T, M.T PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI (Lanjutan)

DAFTAR ISI (Lanjutan) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PENGESAHAN... IV HALAMAN PERSEMBAHAN.... V KATA PENGANTAR... VI RINGKASAN...VIII DAFTAR ISI... IX DAFTAR GAMBAR...XIII DAFTAR TABEL... XV DAFTAR LAMPIRAN... XVI BAB

Lebih terperinci

UPAYA ATASI JEPITAN DI ZONA LOSS DENGAN METODE PEMOMPAAN RATE TINGGI DI SUMUR-SUMUR PANASBUMI KAMOJANG

UPAYA ATASI JEPITAN DI ZONA LOSS DENGAN METODE PEMOMPAAN RATE TINGGI DI SUMUR-SUMUR PANASBUMI KAMOJANG ASOSIASI PANASBUM I INDONESIA PROCEEDING OF THE 5 th INAGA ANNUAL SCIENTIFIC CONFERENCE & EXHIBITIONS Yogyakarta, March 7 10, 2001 UPAYA ATASI JEPITAN DI ZONA LOSS DENGAN METODE PEMOMPAAN RATE TINGGI DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada industri minyak dan gas di sektor hulu terdapat beberapa tahap yang dilakukan dalam proses eksplorasi hingga produksi sumber minyak dan gas. Berawal dari pencarian

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong Hendri Kurniantoro, Mu min Prijono Tamsil Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Perencanaan casing merupakan

Lebih terperinci

Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2017

Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2017 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Operasi pemboran merupakan proses kelanjutan dari eksplorasi untuk menginformasikan ada tidaknya kandungan minyak atau gas bumi di dalam suatu lapisan di bawah permukaan.

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGESETAN LINER DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5

MODIFIKASI PENGESETAN LINER DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5 PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 MODIFIKASI PENGESETAN DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5 PERTAMINA DOH Rantau Kata Kunci :

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM PENYEMENAN (CEMENTING SYSTEM)

BAB VII SISTEM PENYEMENAN (CEMENTING SYSTEM) BAB VII SISTEM PENYEMENAN (CEMENTING SYSTEM) 7.1. DASAR TEORI Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu factor yang tidak kalah pentingnya dalam suatu operasi pemboran. Berhasil atau tidaknya suatu pemboran,

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PERENCANAAN CASING PEMBORAN SECARA TEKNIS DAN EKONOMIS PADA SUMUR NP 03-X DI LAPANGAN NP PERTAMINA UTC Abstrak Novi Pahlamalidie Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Email: novipahlamalidie@yahoo.com

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PENGGUNAAN LUMPUR PEMBORAN PADA FORMASI GUMAI SHALE SUMUR K-13, S-14 DAN Y-6 TRAYEK 12 ¼ CNOOC SES Ltd. Abstrak Fadillah Widiatna, Bayu Satyawira, Ali Sundja Program Studi Teknik Perminyakan,

Lebih terperinci

Acara Well Log Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi II

Acara Well Log Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi II WELL LOG 1. Maksud dan Tujuan Maksud : agar praktikan mengetahui konsep dasar mengenai rekaman sumur pemboran Tujuan : agar praktikan mampu menginterpretasi geologi bawah permukaaan dengan metode rekaman

Lebih terperinci

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump)

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) Diklat Teknis Kedelai Bagi Penyuluh Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Kedelai Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

Kelas TentangActivity Kelas BantuanActivity BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran...

Kelas TentangActivity Kelas BantuanActivity BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran... ABSTRAK Well Kick adalah peristiwa masuknya fluida formasi (air, minyak, atau gas) menuju lubang bor. Apabila kick ini tidak bisa dikontrol atau tidak bisa ditanggulangi, akan mengakibatkan fluida formasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

PRESSUREMETER TEST (PMT)

PRESSUREMETER TEST (PMT) PRESSUREMETER TEST (PMT) Uji pressuremeter (PMT) adalah uji lapangan yang terdiri atas probe silinder panjang yang dikembangkan secara radial di dalam tanah sekelilingnya, dengan menggunakan sejumlah cairan

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL... i. KATA PENGANTAR... iv. RINGKASAN... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR TABEL... xii BAB I PENDAHULUAN...

HALAMAN JUDUL... i. KATA PENGANTAR... iv. RINGKASAN... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR TABEL... xii BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN SURAT KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi

Lebih terperinci

FAKTOR KOREKSI TERHADAP PERHITUNGAN d EKSPONEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN TIPE BIT DAN UKURAN BIT

FAKTOR KOREKSI TERHADAP PERHITUNGAN d EKSPONEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN TIPE BIT DAN UKURAN BIT PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 FAKTOR KOREKSI TERHADAP PERHITUNGAN d EKSPONEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN TIPE BIT DAN UKURAN BIT Rudi Rubiandini R.S., Tumpal Ebenhaezar

Lebih terperinci

ISSN JEEE Vol. 4 No. 2 Khalid, Musnal, Sari. Evaluasi Masalah Bottom Hole Assembly Lepas Pada Pemboran Berarah Di Sumur X Lapangan Y

ISSN JEEE Vol. 4 No. 2 Khalid, Musnal, Sari. Evaluasi Masalah Bottom Hole Assembly Lepas Pada Pemboran Berarah Di Sumur X Lapangan Y ISSN 2540-9352 JEEE Vol. 4 No. 2 Khalid, Musnal, Sari Evaluasi Masalah Bottom Hole Assembly Lepas Pada Pemboran Berarah Di Sumur X Lapangan Y Idham Khalid 1, Ali Musnal 1, Bella Puspita Sari 1 1 Program

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. fluida incompressible (fluida yang tidak mampu mampat) dari tempat yang rendah

BAB II PEMBAHASAN MATERI. fluida incompressible (fluida yang tidak mampu mampat) dari tempat yang rendah 11 BAB II PEMBAHASAN MATERI Pompa adalah suatu jenis mesin yang digunakan untuk memindahkan fluida incompressible (fluida yang tidak mampu mampat) dari tempat yang rendah ke tempat lebih tinggi alau dari

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENGANTAR TEKNIK PERMINYAKAN 1 MATERI : PENGENALAN PERALATAN DI OPERASI PEMBORAN. 07 Desember 2012

MATA KULIAH PENGANTAR TEKNIK PERMINYAKAN 1 MATERI : PENGENALAN PERALATAN DI OPERASI PEMBORAN. 07 Desember 2012 MATA KULIAH PENGANTAR TEKNIK PERMINYAKAN 1 MATERI : PENGENALAN PERALATAN DI OPERASI PEMBORAN 07 Desember 2012 12/9/2012 PTP 1 1 Tujuan utama dari operasi pemboran adalah membuat lubang secara cepat, murah

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Perpipaan Dalam pembuatan suatu sistem sirkulasi harus memiliki sistem perpipaan yang baik. Sistem perpipaan yang dipakai mulai dari sistem pipa tunggal yang sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah berkaitan dengan kondisi sistem pengeboran yang telah berkembang di dunia, khususnya penggunaan fluida dalam industri minyak

Lebih terperinci

PEMBORAN EXPLORASI MANCARI DAN MENGGAMBARKAN BAGAIMANA PROSES PEMBORAN EXPLORASI

PEMBORAN EXPLORASI MANCARI DAN MENGGAMBARKAN BAGAIMANA PROSES PEMBORAN EXPLORASI PEMBORAN EXPLORASI MANCARI DAN MENGGAMBARKAN BAGAIMANA PROSES PEMBORAN EXPLORASI Pemboran Eksplorasi Suatu aktivitas vital baik dalam pengambilan sample maupun pemboran produksi. Tujuan dari kegiatan pemboran

Lebih terperinci

Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid

Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid EVALUASI HILANG SIRKULASI PADA SUMUR M LAPANGAN B AKIBAT BEDA BESAR TEKANAN HIDROSTATIS LUMPUR DENGAN TEKANAN DASAR LUBANG SUMUR Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid Teknik Perminyakan-FTKE, Universitas

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011 TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Mampu meneruskan daya besar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang dipakai pada bangunan di atas tanah yang lembek. Pondasi ini umumnya dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar, salah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI P =...(2.1)

BAB II DASAR TEORI P =...(2.1) 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Motor adalah suatu komponen utama dari sebuah kontruksi permesinan yang berfungsi sebagai penggerak. Gerakan yang dihasilkan oleh motor adalah sebuah putaran poros. Komponen

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL

TRANSMISI RANTAI ROL TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Keuntungan: Mampu meneruskan

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran BAB III DASAR TEORI 3.1 Prinsip Pengeboran Hampir dalam semua bentuk penambangan, batuan keras diberai dengan pengeboran dan peledakan. Pengeboran dan peledakan dibutuhkan di sebagian besar tambang terbuka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pompa Pompa adalah peralatan mekanis yang digunakan untuk menaikkan cairan dari dataran rendah ke dataran tinggi atau untuk mengalirkan cairan dari daerah bertekanan

Lebih terperinci

Trajektori Sumur ERD- Horizontal ERD-Horizontal Well trajectori

Trajektori Sumur ERD- Horizontal ERD-Horizontal Well trajectori Trajektori Sumur ERD- Horizontal ERD-Horizontal Well trajectori Oleh: Hasan Jamil Sari ERD adalah sebuah trajektori pengeboran dimana Horizontal displacement minimum dua kali lebih besar dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) B-197

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) B-197 JURNL SINS DN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) B-197 Perancangan Pompa Torak 3 Silinder untuk Injeksi Lumpur Kedalaman 10000 FT dengan Debit 500 GPM (Studi Kasus Sumur Pemboran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Teknologi dispenser semakin meningkat seiring perkembangan jaman. Awalnya hanya menggunakan pemanas agar didapat air dengan temperatur hanya hangat dan panas menggunakan heater, kemudian

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM PEMINDAH TENAGA PROPELLER SHAFT. Rian Alif Prabu ( ) Septian Dwi Saputra ( )

MAKALAH SISTEM PEMINDAH TENAGA PROPELLER SHAFT. Rian Alif Prabu ( ) Septian Dwi Saputra ( ) MAKALAH SISTEM PEMINDAH TENAGA PROPELLER SHAFT Rian Alif Prabu (12504244022) Septian Dwi Saputra (12504244032) Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2016 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation dan kick sering terjadi saat pemboran dilakukan oleh PT. Pertamina EP Asset 3 di Lapangan MRFP

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PERHITUNGAN PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR K LAPANGAN N PT.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PERHITUNGAN PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR K LAPANGAN N PT. ANALISIS PERHITUNGAN PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR K LAPANGAN N PT. PERTAMINA UTC Kevin Editha Jodi, Mulia Ginting, Widya Petroleum Dept. Trisakti University Abstrak Pada operasi pemboran sumur K lapangan

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Fluida Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial fluida, atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pompa Pompa adalah suatu mesin yang digunakan untuk memindahkan fluida dari satu tempat ketempat lainnya, melalui suatu media aluran pipa dengan cara menambahkan energi

Lebih terperinci

JENIS DAN SIFAT FLUIDA BOR. Kelompok I

JENIS DAN SIFAT FLUIDA BOR. Kelompok I JENIS DAN SIFAT FLUIDA BOR Kelompok I FUNGSI FLUIDA BOR 1. Fungsi Pembuatan Lubang (Mendinginkan Mata bor, membersihkan mata bor dan dasar lubang, melumasi stangbor dan mata bor, menghambat proses korosi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Rotating Disk

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Rotating Disk BAB II DASAR TEORI.1 Konsep Dasar Rotating Disk Rotating disk adalah istilah lain dari piringan bertingkat yang mempunyai kemampuan untuk berputar. Namun dalam aplikasinya, penggunaan elemen ini dapat

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Pondasi Tiang digunakan untuk mendukung bangunan yang lapisan tanah kuatnya terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1 I.1. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lapangan Reira telah diproduksi sejak 30 tahun yang lalu. Hingga saat ini telah lebih dari 90 sumur diproduksi di Reira. Pada awal masa eksploitasi, sumursumur

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ALAT UJI DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III DESKRIPSI ALAT UJI DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III DESKRIPSI ALAT UJI DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1. Rancangan Alat Uji Pada penelitian ini alat uji dirancang sendiri berdasarkan dasar teori dan pengalaman dari penulis. Alat uji ini dirancang sebagai

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN 3.1. Gaya-gaya Pada Kawat Baja Karbon 0,125 inch Pada dasarnya gaya-gaya yang mempengaruhi umur pemakaian dari kawat baja karbon 0,125 inch dikategorikan menjadi dua jenis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagian-bagian Utama Pada Truck Crane a) Kabin Operator Seperti yang telah kita ketahui pada crane jenis ini memiliki dua buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah

Lebih terperinci

Oleh : Fadli Satrio Fadjri* Prof. Dr. Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S.

Oleh : Fadli Satrio Fadjri* Prof. Dr. Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S. STUDI KELAYAKAN PEMBORAN BERARAH UNTUK PEMINDAHAN WELLHEAD DI LAPANGAN MILIK PT ADARO FEASIBILITY STUDY OF DIRECTIONAL DRILLING OPERATION FOR WELLHEAD RELOCATION ON PT ADARO S OILFIED Oleh : Fadli Satrio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM SUMUR

BAB II TINJAUAN UMUM SUMUR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Dasar-dasar Pompa Sentrifugal Pada industri minyak bumi, sebagian besar pompa yang digunakan ialah pompa bertipe sentrifugal. Gaya sentrifugal ialah sebuah gaya yang timbul akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan atau pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variable, parameter) sehingga berada pada suatu harga

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perakitan kamera gyroscope, diawali dengan pembentukan rangka dengan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perakitan kamera gyroscope, diawali dengan pembentukan rangka dengan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Dasar Kamera Gyroscope Perakitan kamera gyroscope, diawali dengan pembentukan rangka dengan menggunakan pipa paralon 4 inchi dan keping CD sebagai gyroscope. Di bagian

Lebih terperinci

BAB 5 DASAR POMPA. pompa

BAB 5 DASAR POMPA. pompa BAB 5 DASAR POMPA Pompa merupakan salah satu jenis mesin yang berfungsi untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Zat cair tersebut contohnya adalah air, oli atau minyak pelumas,

Lebih terperinci

DESAIN CASING PADA SUMUR BERARAH DENGAN MEMPERHITUNGKAN FRIKSI. Oleh Marcel* Prof. Dr.-Ing. Ir.Rudi Rubiandini R. S.**

DESAIN CASING PADA SUMUR BERARAH DENGAN MEMPERHITUNGKAN FRIKSI. Oleh Marcel* Prof. Dr.-Ing. Ir.Rudi Rubiandini R. S.** DESAIN CASING PADA SUMUR BERARAH DENGAN MEMPERHITUNGKAN FRIKSI Oleh Marcel* Prof. Dr.-Ing. Ir.Rudi Rubiandini R. S.** Sari Desain casing pada pemboran berarah berbeda dari pemboran sumur vertikal, meskipun

Lebih terperinci

STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN

STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN Cangkang adalah bentuk struktural berdimensi tiga yang kaku dan tipis serta yang mempunyai permukaan lengkung. Permukaan cangkang dapat mempunyai bentuk sembarang. Bentuk

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

GEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK )

GEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK ) GEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK ) Kuncoro bbkuncoro_sda@yahoo.com 08122953788 Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Apa itu geophysical well

Lebih terperinci

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) 1. 1. SISTEM TENAGA LISTRIK 1.1. Elemen Sistem Tenaga Salah satu cara yang paling ekonomis, mudah dan aman untuk mengirimkan energi adalah melalui

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN STICK-SLIPS DI SUMUR X CONOCOPHILLIPS INDONESIA, INC. LTD. SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN STICK-SLIPS DI SUMUR X CONOCOPHILLIPS INDONESIA, INC. LTD. SKRIPSI 1 UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN STICK-SLIPS DI SUMUR X CONOCOPHILLIPS INDONESIA, INC. LTD. SKRIPSI RAMONALDI NPM : 0806368824 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DEPOK DESEMBER 2011 1 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Perencanaan Rancang Bangun Dalam merencanakan suatu alat bantu, terlebih dahulu kita harus memperhatikan faktor-faktor yang mendasari terlaksananya perencanaan alat bantu

Lebih terperinci

EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO

EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO Marinna Ayudinni Nakasa Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi E-mail: marinnaayud@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengenalan Alat Ukur Permukaan Cairan / Level

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengenalan Alat Ukur Permukaan Cairan / Level BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengenalan Alat Ukur Permukaan Cairan / Level Setiap alat instrument yang dipergunakan untuk mengukur dan menunjukan tinggi permukaan cairan disebut sebagai alat ukur level, baik

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : BAB I PENDAHULUAN Pemboran produksi (eksploitasi) merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan peledakan, karena dengan melakukan kegiatan peledakan tersebut terlebih dahulu batuan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : REKAYASA TANAH & BATUAN 1 SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sifat fisik batuan

Lebih terperinci

FLOWLINE, MANIFOLD DAN SEPARATOR (1)

FLOWLINE, MANIFOLD DAN SEPARATOR (1) FLOWLINE, MANIFOLD DAN SEPARATOR (1) HP: 085269878796 Email: fadhlist_ui@yahoo.com A. FLOWLINE & MANIFOLD Fluida dari sumur dialirkan melalui flowline, manifold dan header selantjutnya menuju ke stasiun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Laju Aliran Fluida dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya berasal dari hukum kekekalan massa seperti yang terlihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pompa Sentrifugal Pompa sentrifugal adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memindahkan cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui suatu media perpipaan

Lebih terperinci

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan Di dalam merencanakan suatu alat perlu sekali memperhitungkan dan memilih bahan-bahan yang akan digunakan, apakah bahan tersebut sudah sesuai dengan

Lebih terperinci

Sistem transmisinya lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan daya yang besar. Sistem yang kompak sehingga konstruksinya sederhana.

Sistem transmisinya lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan daya yang besar. Sistem yang kompak sehingga konstruksinya sederhana. Teori Dasar Rodagigi Rodagigi digunakan untuk mentransmisikan daya besar dan putaran yang tepat. Rodagigi memiliki gigi di sekelilingnya, sehingga penerusan daya dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang

Lebih terperinci