PATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT REFLUKS GASTRO-ESOFAGEAL (GERD)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT REFLUKS GASTRO-ESOFAGEAL (GERD)"

Transkripsi

1 PATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT REFLUKS GASTRO-ESOFAGEAL (GERD) Hernomo Kusumobroto Divisi Gastroenterologi Laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Sutomo Surabaya Dikemukakan pada : SIMPOSIUM PERKEMBANGAN BARU PENGGUNAAN PENGHAMBAT POMPA PROTON DALAM KLINIK Surabaya, 10 Nopember 2001

2 PATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL (GERD) Hernomo Kusumobroto Divisi Gastro-hepatologi Laboratorium-SMF Penyakit Dalam FK Unair - RSUD Dr. Sutomo Surabaya BATASAN Refluks gastroesofageal (GER = gastroesophageal reflux) sebenarnya merupakan gerakan atau usaha tubuh untuk mengeluarkan isi lambung dari dalam lambung ke esofagus. Kejadian ini dapat terjadi setiap saat pada setiap orang, biasanya tanpa menimbulkan keluhan maupun gejala kerusakan organ. Karena itu, GER sebenarnya bukan suatu penyakit, tetapi lebih banyak merupakan proses fisiologis yang normal. Namun GER dapat bersifat patologik, bila peristiwa ini menimbulkan keluhan dan gejala kerusakan jaringan dalam esofagus, orofarings, larings, dan saluran napas. Bila hal ini terjadi, penderita yang mengalami kejadian ini disebut sebagai penderita Penyakit Refluks Gastroesofaggeal (GERD = gastro-esophageal reflux disease). Sebagai salah satu penyakit acid-peptic, GERD mempunyai arti ekonomis yang penting, karena dapat menghabiskan biaya sekitar 3 milliard dolar setahun, untuk pengobatannya (1-3). Esofagitis refluks merupakan salah satu bentuk GERD yang paling sering dijumpai. Penyakit ini paling sering dikenal, baik akibat keluhan rasa panas di dada ( heartburn ) yang berulang, atau akibat perubahan morfolgi epitel pada pemeriksaan radiologi, endoskopik, ataupun histologi (1,2). Dalam kesepakatan Genval (75), istilah "gastro-esophageal reflux disease" (GERD) juga dapat digunakan untuk setiap penderita yang mempunyai resiko komplikasi akibat refluks ini, atau bagi siapa saja yang mengalami gangguan kesehatan yang dapat menurunkan kualitas hidup penderita akibat keluhan refluks, meskipun telah diberi penjelasan bahwa penyakitnya sebenarnya adalah ringan (4-7). Komplikasi fisik tersebut dapat berupa esofagitis, asma, aspirasi pneumoni, dan laringitis akibat refluks. Istilah "endoscopy negative reflux disease" dapat dipakai untuk penderita yang memenuhi batasan GERD, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan adanya kelainan seperti : Barrett's oesophagus, maupun kerusakan mukosa (erosi atau ulserasi). Yang dimaksud dengan kerusakan mukosa adalah adanya esofagitis, bukan kelainan mukosa ringan seperti : eritema, edema, atau mukosa yang rapuh ( friability ) (8). 2

3 Klasifikasi esofagitis yang dipakai adalah Klasifikasi Endoskopi Los Angeles (tabel 1) (9,10). EPIDEMIOLOGI Prevalensi GERD berbeda tergantung dasar analisis yang dipakai, apakah berdasar keluhan atau berdasar gejala yang dijumpai. Bila berdasar keluhan utama heartburn, penyakit ini cukup banyak dijumpai di negara Barat. GERD dilaporkan paling sedikit timbul 1 kali dalam sebulan pada sekitar 40 % orang dewasa Amerika. Bila diperhitungkan setiap hari, ada sekitar 7 % yang mengeluh rasa panas di dada ( heartburn ), dan hampir 1 % di antaranya mempunyai esofagitis erosiva. Insidensi GERD meningkat secara dramatik setelah usia 40 tahun, dan biasanya lebih banyak ditemukan pada pria dibanding wanita. Penderita-penderita GERD ini, 5% di antaranya akan mengalami ulserasi, 4-20 % kemudian akan menderita striktura, dan 8-20 % akan menjadi esofagus Barrett (1-3). Di negera Timur, GERD ternyata jarang dijumpai. Laporan di kepustakaan sulit ditemukan, apalagi dari Indonesia. Dari pengalaman di praktek, GERD ternyata cukup banyak dijumpai. Dari data endoskopi penderita dengan dispepsia yang dapat dikumpulkan di praktek pribadi (tabel 2), dapat dilihat bahwa GERD merupakan kelainan ke dua terbanyak yang dijumpai setelah dispepsia nontukak (16 %). Perbandingan jenis kelamin menurut kelompok umur dapat dilihat dalam tabel 3.(95). PATOGENESIS Isi lambung yang ikut bertanggung jawab untuk timbulnya refluks antara lain adalah : asam lambung, pepsin, garam empedu, dan enzim-enzim pankreas. Dalam suasana ph yang normal, dekonjugasi garam empedu dan enzim pankreas akan menimbulkan kerusakan jaringan (1-3). Ada beberapa mekanisme yang dapat menimbulkan GERD, yaitu (1-3) : 1. Anti-reflux barrier Kontraksi tonik dari sfingter esophagus bagian bawah (LES = lower esophageal sphincter ), dapat mencgah terjadinya GERD. Bila tekanan LES menurun (hipotonik) akan terjadi refluks isi lambung ke dalam esophagus. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi menurunnya LES, yaitu antara lain : hormonal (secretin, glucagons, somatostatin dll.); obat-obat golongan alfa dan beta adrenergik (agonis beta, antagonis alfa, anti-kholinergik); makanan tertentu (lemak, coklat, alcohol, pepermin), dan lain-lain (teofilin, kafein, nikotin, kehamilan, oabt-obat depresan SSP) (1). 3

4 2. Klirens lumen esofagus Proses klirens (pembersihan) esophagus dari pengaruh isi lambung (pepsin, asam lambung, empedu, dll), terdiri dari 4 macam mekanisme, yaitu : gaya gravitasi, perilstatik, salvias, dan pembentukan bikarbonat intrinsic dari esophagus. Sebagian besar asam lambung yang masuk ke dalam esofagus akan turun kembali ke dalam lambung dengan cepat Karena gaya gravitasi dan perilstatik. Keluhan refluks lebih sering timbul sesudah makan, terutama bila makan terlalu banyak, atau ada keterlambatan pengosongan lambung. (1,2) Keluhan yang paling dominan pada penyakit refluks adalah akibat kontak mukosa esofagus dengan asam dan pepsin. (9-14). Pada sebagian besar penderita dengan pnyakit refluks, terdapat paparan abnormal dalam jangka panjang dari bagian distal esophagus dengan asam dan pepsin (10-16). Hanya pada sebagian kecil saja, yang paparannya masih dalam batas normal, yang dapat memacu keluhan refluks tersebut (17). Pemantauan ph esofagus menunjukkan bahwa paparan asam ditemukan lebih sedikit pada penderita refluks tanpa kelainan endoskopi dari pada mereka yang kelainannya positif, namun masih tetap lebih tinggi dibanding orang normal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa campuran banyak faktor patogenesis penderita dengan endoscopy negative reflux adalah sama dengan penderita esofagitis refluks, dengan faktor peningkatan sensitivitas esophagus yang lebih dominan pada penderita endoscopy negative reflux disease (18). 3. Daya tahan mukosa esofagus Asam pepsin, juga empedu yang ada dalam bahan refluks mempnyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa jenis makanan tertentu, seperti : asam, kopi, rokok, dapat menambah keluhan penderita dengan GERD (1-3). Dari pertemuan Gemsar, disimpulkan bahwa faktor gaya hidup ( lifestyle ) bukan merupakan faktor yang dominan dalam patogenesis esofagitis refluks (19-21), khususnya pada endoscopy negative reflux disease (19-24). Masih dibutuhkan penelitain lebih jauh untuk mengetahui pengaruh obesitas, asupan diit dengan lemak tinggi, dan factor gaya hidup yang lain, khususnya pada penderita dengan endoscopy negative reflux disease. Dalam pengamatan selama 10 tahun, endoscopy negative reflux disease ternyata tidak berkembang ke arah esofagitis (25-27). Namun pada keadaan tertentu, penderita dengan endoscopy negative secara periodic dapat menjadi esofagitis grade A (menurut pembagian LA). Apakah esofagitis dapat berkembang menjadi lebih buruk dalam pengamatan 10 tahun, sulit untuk dipastikan. Beberapa peneliti mengatakan tidak dapat, antara lain karena kebanyakan penelitian longitudinal umumnya kurang dari 10 tahun (25-29). Hampir semua mengatakan interpretasi sulit karena efek pengobatan, dan laporan yang kurang adekuat dan tidak konsisten. Pada sejumlah kasus kecil, memburuknya esofagitis pernah dilaporkan, namun ini biasanya karena pengobatan yang kurang adekuat. Tampaknya 4

5 perjalanan penyakit pada Los Angeles grades A and B oesophagitis mungkin berbeda dengan grades C dan D (30). DIAGNOSIS Gambaran Klinik Keluhan rasa panas di dada ( heartburn ). Bila keluhan heartburn merupakan satu-satunya keluhan utama penderita, maka gastro-oesophageal reflux dianggap merupakan penyebab paling sedikit pada 75% penderita (31). Dokumentasi yang menunjukkan bahwa adanya heartburn dapat dipakai sebagai predictive value yang positif untuk penyakit refluks masih belum ada, sebagian karena belum adanya kesepakatan gold standard mana yang dipakai untuk membuat diagnosis penyakit refluks tanpa adanya esofagitis. Heartburn merupakan keluhan terbanyak yang ditemukan pada penyakit refluks, dan terjadi pada 75 % penderita (32). Keluhan heartburn yang timbul pada penderita dengan tanpa esofagitis refluks pada pemeriksaan endoskopi, tampaknya disebabkan oleh refluks gastro-esofagus sendiri (17,33,34). Pemeriksaan pemantauan ph esophagus, pada penderita dengan endoscopy negative reflux disease akan sangat membantu kepastian diagnosis ini. Istilah "heartburn" sendiri sering sulit diinterpretasikan oleh penderita (35,36). Karena itu diperlukan kesabaran serta ketrampilan dokter dalam melakukan anamnesis, supaya keluhan ini dapat dipakai untuk membuat diagnosis adanya refluks, dan tidak disalah tafsirkan dengan keluhan akibat penyakit lain. Pengaruh budaya local, serta pengenalan istilah setempat perlu dipelajari, baik dengan cara formal maupun dari pengalaman klinik sehari-hari. Keluhan heartburn sebagai perasaan terbakar yang berasal dari lambung atau dada bagian bawah yang menjalar ke arah leher merupakan keluhan yang lebih banyak dikemukakan penderita dari pada istilah heartburn sendiri yang pada waktu ini merupakan istilah yang dipakai secara luas di dunia medik (36,37). Keluhan dyspepsia (sesuai dengan Kriteria Roma) dapat timbul pada penderita dengan gastro-oesophageal reflux (34,38). Kriteria Roma secara khusus tidak memasukkan keluhan heartburn dalam definisi dyspepsia. Pada penelitian dengan monitoring ph esophagus, menunjukkan bahwa sebagian kecil penderita dengan keluhan dyspepsia, ternyata berasal dari gastro-oesophageal reflux. Bila adany tukak peptic kronik dan esofagitis refluks tidak dapat ditemukan dengan jelas, pada penderita dengan keluhan nyeri di perut bagian atas/retrosternal bawah yang menghilang dengan pemberian antasida, umumnya ini disebabkan oleh penyakit refluks (31,32,39). Dispepsia dan/atau heartburn yang timbul pada pada penderita dengan pemeriksaan endoskopi yang normal bisa disebabkan oleh karena sensitivitas esofagus 5

6 terhadap asam, ulserasi, kelainan motilitas, akibat pengobatan, atau kelainan psikologis. Pada penderita-penderita ini, hanya endoscopy negative reflux disease yang menunjukkan respons yang lebih baik terhadap antasid disbanding plasebo Keluhan refluks terutama terjadi setelah penderita makan. Dari penelitian keluhan penderita yang dilakukan bersama-sama dengan monitoring ph esofagus, menunjukkan bahwa keluhan paling banyak timbul setelah makan pada saat refluks paling banyak terjadi (40-42). Keluhan refluks yang mengganggu tidur penderita, hanya terjadi pada sebagian kecil penderita dengan penyakit refluks (43). Refluks pada malam hari biasanya hanya timbul pada relatif sebagian kecil penderita, terutama pada penderita dengan esofagitis tingkat C dan D menurut pembagian LA (40,41). Intensitas dan frekuensi refluks yang menimbulkan keluhan, tidak dapat dipakai sebagai prediksi adanya atau beratnya kerusakan mukosa pada pemeriksaan endoskopi (erosi atau ulserasi) (32,33, 45,46). Pemeriksaan Endoskopi Kerusakan mukosa pada pemeriksaan endoskopi (erosi atau ulserasi) yang negatif ditemukan pada lebih dari 50 % penderita yang mempunyai keluhan heartburn sebanyak 2 kali atau lebih dalam seminggu selama 6 bulan (33,44). Data dari sejumlah besar penelitian klinik, menyokong pendapat ini. Karena itu penyakit refluks tidak boleh disingkirkan hanya atas dasar pemeriksaan endoskopi yang negatif (75). Dari penderita dengan penyakit refluks yang tidak mendapat pengobatan yang berkunjung di lini depan, hanya 5 % atau kurang yang mengalami esofagitis yang berat yang mempunyai resiko terjadi komplikasi local (47-50). Komplikasi lokal yang dimaksud adalah timbulnya striktur, esofagus Barrett, dan ulserasi yang dalam. Relatif tingginya prevalensi esofagitis berat (Los Angeles tingkat C dan D) pada salah satu pusat tersier, menunjukkan adanya filtrasi referral yang sangat baik. (16%) (50). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa esofagitis derajat A dan B LA, mempunyai resiko kecil untuk terjadinya komplikasi lokal (75). Adanya perubahan mukosa yang minimal pada pemeriksaan endoskopi (eritema, edema, friability ) tidak dapat dipakai sebagai temuan diagnosis adanya esofagitis refluks 8,51,52). Kelainan ini harus didiagnosis sebagai endoscopy negative disease. Karena sangat bervariasinya laporan endoskopi, maka Pertemuan Gemsal sepakat untuk mengelompokkan laporan seperti : mild oesophagitis atau minor endoscopic mucosal changes ke dalam kelompok Los Angeles grades A and B oesophagitis. Biopsi endoskopik pada mukosa esofagus tidap mempunyai peranan dalam diagnosis rutin pada penderita dengan endoscopy negative reflux disease (53-55). Pendapat ini didukung berdararkan pengalaman tiadanya korelasi antara hasil biopsi dengan 6

7 monitoring ph esophagus dan keluhan yang khas yang menunjukkan respons yang baik dengan pengobatan. Cara Diagnosis Lain Monitoring ph esophagus selama 24 jam tidak cukup sensitive untuk dipakai sebagai gold standard diagnosis untuk penyakit refluks 17,53,56-62). Adanya ph yang normal telah dilaporkan pada 25 % penderita dengan esofagitis refluks yang khas, dan pada sekitar sepertiga penderita dengan endoscopy negative reflux disease. Klasifikasi ph ( acid exposure ) yang normal/abnormal dapat berubah pada sebagian kecil penderita, bila penelitian ini diulangi (61,62). Hiatus hernia juga tidak dapat dipakai sebagai kriteria penyakit refluks, karena kelainan ini juga tidak selalu konsisten disertai kelainan ini 63-66). Demikian pula adanya refluks pada pemeriksaan fluoroskopi tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis penyakit refluks (67). PENGOBATAN Perubahan Gaya Hidup Penderita dengan penyakit refluks sering diberi tuntunan untuk percaya bahwa mereka harus mampu mengobati diri sendiri dengan cara mengubah gaya hidup yang lebih sesuai (76). Namun karena penelitian yang lebih luas belum pernah dilakukan, maka pendapat ini dianggap hanya sebagai opini saja. Dari hasil Pertemuan Genval, dapat di simpulkan bahwa terdapat overestimasi pengaruh perubahan gaya hidup yang dapat mempengaruhi penyembuhan keluhan penderita. Dari pola waktu paparan asam pada esofagus, menunjukkan bahwa peninggian bagian kepala tempat tidur merupakan terapi yang tidak logis pada sebagian besar penderita dengan penyakit refluks (40,41,77-99). Sebagian besar refluks terjadi setelah makan. Hanya pada sebagian kecil penderita, yang ditandai dengan keluhan utama nyeri malam hari ( nocturnal symptoms ), paparan asam terutama pada malam hari, dan pada esofagitis yang berat (40), mungkin dapat bermanfaat dengan posisi tempat tidur di atas. Dari beberapa penelitian dapat ditunjukkan bahwa pengaruh peninggian bagian kepala tempat tidur pada penderita dengan paparan asam pada malam hari, ternyata lebih kecil dibandingkan dengan pengobatan dengan PPP (74,77,78). Berhenti merokok mempunyai efek yang minimal, atau tidak sama sekali, baik dalam pengobatan esofagitis refluks, maupun pada endoscopy negative reflux disease 7

8 (22,23,74). Namun penelitian terhadap fisiologi dan monitoring ph menunjukkan hasil yang masih bertentangan satu dengan yang lain (22,23). Menghindari makanan tertentu, dan/atau alkohol, yang dapat memacu keluhan refluks, dapat dianjurkan sebagai salah satu cara pengobatan untuk mengurangi keluhan penderita (80-82). Namun tindakan ini tidak dapat menyembuhkan esofagitis. Perubahan gaya hidup dan pemakaian antasida, mempunyai efek minimal untuk pengobatan awal maupun jangka panjang pada penderita dengan esofagitis refluks (19,76,79,83-85).. Pada penderita dengan endoscopy negative reflux disease, perubahan gaya hidup dan penggunaan antasida, ternyata cukup efektif pada awal pengobatan (19,76,79,85). Juga pada pengobatan jangka panjang (19,76,79). Obat anti-sekretorik Obat-obat anti-sekretorik berguna untuk menekan produksi asam lambung. Ada beberapa jenis obat yang beredar di pasaran Indoensia, yaitu antara lain : obat anti reseptor H-2 (ARH-2 atau H-2 blocker ), obat antikholinergik (atropin, spasmolitik), dan penghambat pompa proton (PPI = proton pump inhibitor ) (tabel 4-6). Penghambat pompa proton (PPP) merupakan obat pilihan utama untuk diagnostic trial (33,68-71). Data terakhir menunjukkan bahwa percobaan dengan pemberian obat, berguna untuk melakukan uji coba diagnosis penyakit refluks, baik sebelum maupun sesudah pemeriksaan endoskopi bila hasilnya negatif (68). Pendapat ini terutama didukung oleh adanya keyakinan superioritas PPP dibanding obat lain, dalam hal menghilangkan keluhan penderita (72,75). Uji coba dengan pemberian obat PPP, merupakan cara yang paling peka untuk membuat diagnosis penyakit refluks, bila digunakan dosis tinggi (e.g. omeprazole 20 atau 40 mg 2 kali sehari) (68-70,73,74). Obat Prokinetik Obat-obat prokinetik digunakan untuk mempercepat pengosongan lambung. Ada beberapa obat yang waktu ini dipasarkan di Indoensia, yaitu : domperidone, metoklopramide, clebopride, dan cisapride. Metoklopramide dan clebopride, keduanya dapat menembus blood-brain barrier, sehingga dapat menimbulkan efek sistemik yang mengganggu konsentrasi penderita. Cisapride sebenarnya merupakan obat yang paling ideal, tetapi karena pernah dilaporkan dapat menimbulkan aritmia pada penderita tertentu, peredarannya saat ini asih dalam pengawasan Pemerintah (95). 8

9 Untuk pengobatan awal dan maintenance pada esofagitis refluks, beberapa obat telah dicoba, dari ARH-2, cisapride, sebagai monoterapi, sampai kombinasi, dan terakhir dengan PPP. Pada umumnya hasilnya makin ke kanan makin baik (72,86,87). Manfaat relatif penggunaan obat untuk esofagitis refluks telah dikenal dengan baik, khususnya kombinasi ARH-2 dengan cisapride, maupun PPP dengan cisapride (86). Hasil yang sama juga didapatkan pada penderita dengan endoscopy negative reflux disease (33,44,88). Dosis standard ARH-2 dan cisapride ternyata memberi efek yang sama, baik pada penderita dengan esofagitis maupun endoscopy negative reflux disease (89,90). Diduga cisapride mempunyai efek yang sangat bermanfaat pada penderita dengan pengosangan lambung yang lambat. Namun pada penderita dengan esofagitis tingkat C dan D LA memerlukan pengobatan yang lebih khusus. Peningkatan dosis ARH-2 ternyata mempunyai efek yang minimal atau bahkan tidak ada manfaatnya, khususnya pada penderita dengan esofagitis reflus (72,91-94). DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Orlando RC. Refflux esophagitis. In Textbook of Gastroenterology, Vol. II, 2nd. Ed., Edited by T. Yamada et al, JB Lippincott Co, Philadelphia, p Kahrilas PJ. Gastroesophageal reflux disease. In Gastrointestinal Pharmacology and Therapeutics, Ed. By G. Friedman et al. Lippincott-Raven Publ., Philadelphia, p Yamada T. Handbook of Gastroenterology. Lippincott Raven, Philadelphia New York, 1998, p Dimenäs E. Methodological aspects of evaluation of quality of life in upper gastrointestinal diseases. Scand J Gastroenterol 1993;28(suppl 199): Glise H, Hallerbäck B, Johansson B. Quality-of-life assessments in the evaluation of gastroesophageal reflux and peptic ulcer disease before, during and after treatment. Scand J Gastroenterol 1995;30(suppl 208): Rush DR, Stelmach WJ, Young TL, et al. Clinical effectiveness and quality of life with ranitidine vs placebo in gastroesophageal reflux disease patients: a clinical experience network (CEN) study. J Fam Pract 1995;41: Glise H, Wiklund I. Measurement of the impact of heartburn and dyspepsia on quality of life. Aliment Pharmacol Ther 1997;11(suppl 2):

10 8. Bytzer P, Havelund T, Møller Hansen J. Interobserver variation in the endoscopic diagnosis of reflux esophagitis. Scand J Gastroenterol 1993;28: Armstrong D, Bennett JR, Blum AL, et al. The endoscopic assessment of esophagitis: a progress report on observer agreement. Gastroenterology 1996;111: Lundell L, Dent J, Bennett JR, et al. Endoscopic assessment of esophagitis - clinical and functional correlates and further validation of the Los Angeles classification. Submitted. 11. Robertson DAF, Aldersley MA, Shepherd H, et al. H 2 antagonists in the treatment of reflux oesophagitis: can physiological studies predict the response? Gut 1987;28: Wiener GJ, Richter JE, Copper JB, et al. The symptom index: a clinically important parameter of ambulatory 24-hour esophageal ph monitoring. Am J Gastroenterol 1988;83: Breumelhof R, Smout AJPM. The symptom sensitivity index: a valuable additional parameter in 24-hour esophageal ph recording. Am J Gastroenterol 1991;86: Johnston BT, Collins JS, McFarland RJ, et al. Are esophageal symptoms refluxrelated? A study of different scoring systems in a cohort of patients with heartburn. Am J Gastroenterol 1994;89: Masclee AAM, de Best CAM, de Graaf R, et al. Ambulatory 24-hour ph-metry in the diagnosis of gastroesophageal reflux disease - determination of criteria and relation to endoscopy. Scand J Gastroenterol 1990;25: Schindlbeck NE, Heinrich C, Konig A, et al. Optimal thresholds, sensitivity, and specificity of long-term ph-metry for the detection of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterology 1987;93: Shi G, des Varannes SB, Scarpignato C, et al. Reflux related symptoms in patients with normal oesophageal exposure to acid. Gut 1995;37: Watson RG, Tham TC, Johnston BT, et al. Double-blind cross-over placebo controlled study of omeprazole in the treatment of patients with reflux symptoms and physiological levels of acid reflux - the "sensitive oesophagus." Gut 1997;40: Kjellin A, Ramel S, Rössner S, et al. Gastroesophageal reflux in obese patients is not reduced by weight reduction. Scand J Gastroenterol 1996;31: Boeckxstaens GY, Tytgat GNJ. Pathophysiology, diagnosis, and treatment of gastroesophageal reflux disease. Curr Opin Gastroenterol 1996;12:

11 21. Sontag SJ. Rolling review: gastro-oesophageal reflux disease. Aliment Pharmacol Ther 1993;7: Waring JP, Eastwood TF, Austin JM, et al. The immediate effects of cessation of cigarette smoking on gastroesophageal reflux. Am J Gastroenterol 1989;84: Kahrilas PJ. Cigarette smoking and gastroesophageal reflux disease. Dig Dis 1992;10: Becker DJ, Sinclair J, Castell DO, et al. A comparison of high and low fat meals on postprandial esophageal acid exposure. Am J Gastroenterol 1989;84: Schindlbeck NE, Klauser AG, Berghammer G, et al. Three year follow up of patients with gastro-oesophageal reflux disease. Gut 1992;33: Isolauri J, Luostarinen M, Isolauri E, et al. Natural course of gastroesophageal reflux disease: year follow-up of 60 patients. Am J Gastroenterol 1997;92: Ollyo JB, Monnier P, Fontolliet C, et al. The natural history, prevalence and incidence of reflux oesophagitis. Gullet 1993;3(suppl): Kuster E, Ros E, Toledo-Pimentel V, et al. Predictive factors of the long-term outcome in gastro-oesophageal reflux disease: six-year follow-up of 107 patients. Gut 1994;35: Ben Rejeb M, Bouché O, Zeitoun P. Study of 47 consecutive patients with peptic esophageal stricture compared with 3880 cases of reflux esophagitis. Dig Dis Sci 1992;37: Spechler SJ. Epidemiology and natural history of gastro-oesophageal reflux disease. Digestion 1992;51(suppl 1): Klauser AG, Schindlbeck NE, Müller-Lissner SA. Symptoms in gastro-oesophageal reflux disease. Lancet 1990;335: Carlsson R, Frison L, Lundell L, et al. Relationship between symptoms, endoscopic findings and treatment outcome in reflux esophagitis [abstract]. Gastroenterology 1996;110:A Lind T, Havelund T, Carlsson R, et al. Heartburn without oesophagitis: efficacy of omeprazole therapy and features determining therapeutic response. Scand J Gastroenterol 1997;32:

12 34. Small PK, Loudon MA, Waldron B, et al. Importance of reflux symptoms in functional dyspepsia. Gut 1995;36: Locke GR, Talley NJ, Weaver AL, et al. A new questionnaire for gastroesophageal reflux disease. Mayo Clin Proc 1994;69: Carlsson R, Dent J, Bolling-Sternevald E, et al. The usefulness of a structured questionnaire in the assessment of symptomatic gastroesophageal reflux disease. Scand J Gastroenterol 1998;33: Carlsson R, Bolling E, Jerndal P, et al. Factors predicting response to omeprazole treatment in patients with functional dyspepsia [abstract]. Gastroenterology 1996;110:A Talley NJ, Colin-Jones D, Koch KL, et al. Functional dyspepsia: a classification with guidelines for diagnosis and management. Gastroenterol Int 1991;4: Johnsson F, Roth Y, Damgaard-Pedersen N-E, et al. Cimetidine improves GERD symptoms in patients selected by a validated GERD questionnaire. Aliment Pharmacol Ther 1993;7: Robertson DAF, Aldersley MA, Shepherd H, et al. Patterns of acid reflux in complicated oesophagitis. Gut 1987;28: Johnsson L, Adloum W, Johnsson F, et al. Timing of reflux symptoms and esophageal acid exposure. Gullet 1992;2: Gudmundsson K, Johnsson F, Joelsson B. The time pattern of gastroesophageal reflux. Scand J Gastroenterol 1988;23: Mann SG, Murakami A, McCarroll K, et al. Low dose famotidine in the prevention of sleep disturbance caused by heartburn after an evening meal. Aliment Pharmacol Ther 1995;9: Venables T, Newland R, Patel AC, et al. Omeprazole 10 milligrams once daily, omeprazole 20 milligrams once daily, or ranitidine 150 milligrams twice daily, evaluated as initial therapy for the relief of symptoms of gastro-oesophageal reflux disease in general practice. Scand J Gastroenterol 1997;32: Green JRB. Is there such an entity as mild oesophagitis? Eur J Clin Res 1993;4: Smout AJPM. Endoscopy-negative acid reflux disese. Aliment Pharmacol Ther 1997;11(suppl 2):

13 47. Locke GR, Talley NJ, Fett SL, et al. Prevalence and clinical spectrum of gastroesophageal reflux: a population-based study in Olmsted Country, Minnesota. Gastroenterology 1997;112: Lööf L, Götell P, Elfberg B. The incidence of reflux oesophagitis. Scand J Gastroenterol 1993;28: Jones RH, Hungin APS, Phillips J, et al. Gastro-oesophageal reflux disease in primary care in Europe: clinical presentation and endoscopic findings. Eur J Gen Pract 1995;1: Robinson M, Earnest D, Maton PN, et al. Frequent heartburn symptoms should not be ignored in subjects who self-treat with antacids [abstract]. Gastroenterology 1996;110:A Gustavsson S, Bergström R, Erwall C, et al. Reflux esophagitis: assessment of therapy effects and observer variation by video documentation of endoscopy findings. Scand J Gastroenterol 1987;22: Johnsson F, Joelsson B, Gudmundsson K, et al. Symptoms and endoscopic findings in the diagnosis of gastroesophageal reflux disease. Scand J Gastroenterol 1987;22: Schindlbeck NE, Wiebecke B, Klauser AG, et al. Diagnostic value of histology in nonerosive gastro-oesophageal reflux disease. Gut 1996;39: Ismail-Beigi F, Horton PF, Pope CE. Histological consequences of gastroesophageal reflux in man. Gastroenterology 1970;58: Collins BJ, Elliott H, Sloan JM, et al. Oesophageal histology in reflux esophagitis. J Clin Pathol 1985;38: Ghillebert G, Demeyere AM, Janssens J, et al. How well can quantitative 24-hour intraesophageal ph monitoring distinguish various degrees of reflux disease? Dig Dis Sci 1995;40: Kahrilas PJ, Quigley EMM. Clinical esophageal ph recording: a technical review for practice guideline development. Gastroenterology 1996;110: Klauser AG, Heinrich C, Schindlbeck NE, et al. Is long-term esophageal ph monitoring of clinical value? Am J Gastroenterol 1989;84: Olden K, Triadafilopoulos G. Failure of initial 24-hour esophageal ph monitoring to predict refractoriness and intractability in reflux esophagitis. Am J Gastroenterol 1991;86:

14 60. Quigley EMM. 24-hour ph monitoring for gastroesophageal reflux disease: already standard but not yet gold? Am J Gastroenterol 1992;87: Johnsson F, Joelsson B. Reproducibility of ambulatory oesophageal ph monitoring. Gut 1988;29: Wiener GJ, Morgan TM, Copper JB, et al. Ambulatory 24-hour esophageal ph monitoring. Reproducibility and variability of ph parameters. Dig Dis Sci 1988;33: Cohen S, Harris LD. Does hiatal hernia affect competence of the gastresophageal sphincter? N Engl J Med 1971;284: Sloan S, Rademaker AW, Kahrilas PJ. Determinants of gastroesophageal junction incompetence: Hiatal hernia, lower esophageal sphincter, or both? Ann Intern Med 1992;117: Petersen H. The clinical significance of hiatus hernia. Scand J Gastroenterol 1995;(suppl 211): Ott DJ, Glauser SJ, Ledbetter MS, et al. Association of hiatal hernia and gastroesophageal reflux: correlation between presence and size of hiatal hernia and 24-hour ph monitoring of the esophagus. AJR Am J Roentgenol 1995;165: Johnston BT, Troshinsky MB, Castell JA, et al. Comparison of barium radiology with esophageal ph monitoring in the diagnosis of gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol 1996;91: Schindlbeck NE, Klauser AG, Voderholzer WA, et al. Empiric therapy for gastroesophageal reflux disease. Arch Intern Med 1995;155: Johnsson F, Weywadt L, Solhaug JH, et al. One week omeprazole treatment in the diagnosis of gastro-oesophageal reflux disease. Scand J Gastroenterol 1998;33: Brun J, Bengtsson L, Sörngärd H. Diagnostic test and treatment of acid related GERD in a general practice population [abstract]. Gut 1997;41(suppl 3):A Schenk BE, Kuipers EJ, Klinkenberg-Knol EC, et al. Omeprazole as a diagnostic tool in gastro-esophageal reflux disease. Am J Gastroenterol 1997;92: Chiba N, De Gara CJ, Wilkinson JM, et al. Speed of healing and symptom relief in grade II to IV gastroesophageal reflux disease: a meta-analysis. Gastroenterology 1997;112:

15 73. Fass R, Fennerty B, Yalam JM, et al. Evaluation of the "omeprazole test" in patients with typical symptoms of gastroesophageal reflux disease (GERD) [abstract]. Gastroenterology 1997;112:A Holloway RH, Dent J, Narielvala F, et al. Relation between oesophageal acid exposure and healing of oesophagitis with omeprazole in patients with severe reflux oesophagitis. Gut 1996;38: Dent J, Brun J, Fendrick AM et al. An evidence-based appraisal of reflux disease management the Genval Workshop Report. Gut 1998;44(Suppl 2):S1-S16 ( April ). 76. Kitchin LI, Castell DO. Rationale and efficacy of conservative therapy for gastroesophageal reflux disease. Arch Intern Med 1991;151: Shay SS, Conwell DL, Mehindru V, et al. The effect of posture on gastroesophageal reflux event frequency and composition during fasting. Am J Gastroenterol 1996;91: Johnson LF, DeMeester TR. Evaluation of elevation of the head of the bed, Bethanechol, and antacid foam tablets on gastroesophageal reflux. Dig Dis Sci 1981;26: Harvey RF, Gordon PC, Hadley N, et al. Effects of sleeping with the bed-head raised and of ranitidine in patients with severe peptic oesophagitis. Lancet 1987;ii: Pehl C, Pfeiffer A, Wendl B, et al. The effect of decaffeination of coffee on gastrooesophageal reflux in patients with reflux disease. Aliment Pharmacol Ther 1997;11: Murphy DW, Castell DO. Chocolate and heartburn: evidence of increased esophageal acid exposure after chocolate ingestion. Am J Gastroenterol 1988;83: Allen ML, Mellow MH, Robinson MG, et al. The effect of raw onions on acid reflux and reflux symptoms. Am J Gastroenterol 1990;85: Graham DY, Patterson DJ. Double-blind comparison of liquid antacid and placebo in the treatment of symptomatic reflux esophagitis. Dig Dis Sci 1983;28: Graham DY, Lanza F, Dorsch ER. Symptomatic reflux esophagitis: a double-blind controlled comparison of antacids and alginate. Curr Ther Res 1977;22: Dent J. Heartburn - lifting the veil of mythology. Med J Aust 1992;157: Vigneri S, Termini R, Leandro G, et al. A comparison of five maintenance therapies for reflux esophagitis. N Engl J Med 1995;333:

16 87. Gough AL, Long RG, Cooper BT, et al. Lansoprazole versus ranitidine in the maintenance treatment of reflux oesophagitis. Aliment Pharmacol Ther 1996;10: Bate CM, Griffin SM, Keeling PWN, et al. Reflux symptom relief with omeprazole in patients without unequivocal oesophagitis. Aliment Pharmacol Ther 1996;10: Armstrong D. The clinical usefulness of prokinetic agents in gastro-oesophageal reflux disease. In: Lundell L, ed. The management of gastroesophageal reflux disease. London: Science Press, 1997; Reynolds JC. Individualized acute treatment strategies for gastroesophageal reflux disease. Scand J Gastroenterol 1995;30(suppl 213): Wesdorp ICE, Dekker W, Festen HPM. Efficacy of famotidine 20 mg twice a day versus 40 mg twice a day in the treatment of erosive or ulcerative reflux esophagitis. Dig Dis Sci 1993;38: Simon TJ, Berenson MM, Berlin RG, et al. Randomized, placebo-controlled comparison of famotidine 20 mg b.d. or 40 mg b.d. in patients with erosive oesophagitis. Aliment Pharmacol Ther 1994;8: Tytgat GNJ, Nicolai JJ, Reman FC. Efficacy of different doses of cimetidine in the treatment of reflux esophagitis. A review of three large, double-blind, controlled trials. Gastroenterology 1990;99: Johnson N, Boyd E, Mills J, et al. Acute treatment of reflux oesophagitis: a multicentre trial to compare 150 mg ranitidine b.d with 300 gm ranitidine q.d.s. Aliment Pharmacol Ther 1989;3: Hernomo K. Dyspepsia in private practice. Unpublished data, oo0oo--- 16

17 Tabel 1. Los Angeles Classificasion System of Reflux Esophagitis (Dent, 1998) Grade A Grade B Grade C Grade D One (or more) mucosal break no longer than 5 mm, that does not extend between the tops of two mucosal folds. One (or more) mucosal break more than 5 mm long, that does not extend between the tops of two mucosal folds. One (or more) mucosal break that is continuous between the tops of two or more mucosal folds, but which involves less than 75 % of the circumference. One (or more) mucosal break which involves at least 75 % of the esophageal circumference. Tabel 2 Hasil Endoskopi Pada 532 Penderita dengan Dispepsia (Hernomo, 2000) Etiologi Jml. penderita Prosentase 1. Dispepsia nontukak (NUD) % 2. Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) % 3. Gastropati NSAID % 4. Gastropati kongestif (PHCG) % 5. Tukak lambung (GU) % 6. Tukak dudenum (DU) % 7. Gastropati korosif % 8. Keganasan % 9. Lain-lain % TOTAL % 17

18 Tabel 3. Perbandingan jenis kelamin menurut kelompok usia Pada penderita GERD (Hernomo, 2000) Kelompok usia Pria Wanita Total < > TOTAL Tabel 4. Daftar Obat Dispepsia Yang Beredar Di Indonesia Nama obat Jumlah obat Jumlah preparat 1. Antasida Antikholinergik H2 Blocker PPI Prokinetik Sitoprotektor 5 10 Total IIMS, May

19 Tabel 5. Jumlah Obat Golongan H2-Blocker Yang Beredar Di Indonesia Nama Obat Jumlah preparat Prosentase 1. Cimetidin % 2. Ranitidine % 3. Famotidine % 4. Roxatidine % 5. Nizatidine % TOTAL % IIMS, May 2000 Tabel 6. Jumlah Obat Golongan PPI Yang Beredar Di Indonesia Nama Obat Jumlah preparat Prosentase 1. Omeprazole % 2. Lanzoprazole % 3. Pantoprazole % 4. Rabeprazole % TOTAL % IIMS, May

ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI

ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI Sri Rahayu, 2006 Pembimbing: Sri Nadya, dr. MKes Refluks esofagitis menunjukkan reaksi inflamasi secara

Lebih terperinci

Konsensus Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD) Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI)

Konsensus Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD) Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) Konsensus Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD) Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) Dr. Tjahjadi Robert Tedjasaputra SpPD, KGEH, FINASIM Jakarta 10 Mei 2014 Masalah: Kasus & komplikasi meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal Disease (SRMD) pada pasien kritis pertama kali muncul lebih dari empat dekade lalu. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Disusun oleh: UMAR SYARIF (030.06.263) Fakultas kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 2009 Definisi Gastroesophageal Reflux Disease adalah suatu keadaan patologis

Lebih terperinci

Factors Associated with The Success of GERD Therapy

Factors Associated with The Success of GERD Therapy Artikel Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberhasilan Terapi GERD 1 Suzanna Ndraha, 2 Donny Oktavius, 2 Fransisca, 2 Julian Leonard Sumampouw, 2 Ni Nyoman Juli, 2 Ricco Marcel 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 6 No. AGUSTUS 017 ISSN 0-49 ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

Lebih terperinci

Obesity as Risk Factor of Gastroesophageal Reflux Disease

Obesity as Risk Factor of Gastroesophageal Reflux Disease [ARTIKEL REVIEW] Obesity as Risk Factor of Gastroesophageal Reflux Disease Diah Anis Naomi Faculty of Medicine, Lampung University Abstract Reflux disease is one of the dominant clinical problems in the

Lebih terperinci

Acupuncture in the Management of Functional Dyspepsia

Acupuncture in the Management of Functional Dyspepsia REVIEW ARTICLE Acupuncture in the Management of Functional Dyspepsia Anastasia Yoveline*, Murdani Abdullah**, Guntur Darmawan*, Hasan Mihardja***, Saleha Sungkar**** * Department of Internal Medicine,

Lebih terperinci

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN ANGKA KEJADIAN BATUK KRONIK PADA ANAK YANG BEROBAT KE SEORANG DOKTER PRAKTEK SWASTA PERIODE SEPTEMBER OKTOBER 2011 Devlin Alfiana, 2011. Pembimbing I :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP MUKOSA GASTER PADA MODEL MENCIT SWISS WEBSTER YANG DIINDUKSI ASETOSAL

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP MUKOSA GASTER PADA MODEL MENCIT SWISS WEBSTER YANG DIINDUKSI ASETOSAL ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP MUKOSA GASTER PADA MODEL MENCIT SWISS WEBSTER YANG DIINDUKSI ASETOSAL Yan Nie, 0810167 Pembimbing : 1. Laella Kinghua Liana,

Lebih terperinci

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD SINDROMA DISPEPSIA Dr.Hermadia SpPD Pendahuluan Dispepsia merupakan keluhan klinis yg sering dijumpai Menurut studi berbasis populasi tahun 2007 peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dr 1,9% pd th

Lebih terperinci

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dispepsia a. Definisi Dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan peptein (pencernaan) (Bonner, 2006). Dispepsia menggambarkan keluhan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DISPEPSIA YANG MENGGUNAKAN LANSOPRAZOL DENGAN INJEKSI RANITIDIN

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DISPEPSIA YANG MENGGUNAKAN LANSOPRAZOL DENGAN INJEKSI RANITIDIN p-issn : 2088-8139 e-issn : 2443-2946 Volume 4 Nomor 3 - September 2014 Submitted : 8 Juni 2014 Accepted : 1 Agustus 2014 Published : 30 September 2014 PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DISPEPSIA YANG

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DISPEPSIA DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

KARAKTERISTIK PENDERITA DISPEPSIA DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO KARAKTERISTIK PENDERITA DISPEPSIA DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Joko Setyono 1, Agus Prastowo 2, dan Saryono 3 1 )Lecturer of Medical study program, Soedirman University 2) Nutrisionis,

Lebih terperinci

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) di Indonesia

Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) di Indonesia PERKUMPULAN GASTROENTEROLOGI INDONESIA (PGI) Editor: Ari Fahrial Syam Chaidir Aulia Kaka Renaldi Marcellus Simadibrata Murdani Abdullah Tjahjadi Robert Tedjasaputra 2013 PERKUMPULAN GASTROENTEROLOGI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4, Maret 2007 Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4, Maret 2007:

Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4, Maret 2007 Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4, Maret 2007: Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4, Maret 2007: 305-309 Pemantauan ph Esofagus pada Bayi Tidak Mempengaruhi Aktivitas dan Pola Makan, Namun Mengkhawatirkan Persepsi Orangtua Badriul Hegar, Setia Budi, Muzal

Lebih terperinci

ABSTRAK ETIOPATOGENESIS ULKUS PEPTIKUM. Nita Amelia, 2006, Pembimbing utama : Freddy T Andries, dr., M.S.

ABSTRAK ETIOPATOGENESIS ULKUS PEPTIKUM. Nita Amelia, 2006, Pembimbing utama : Freddy T Andries, dr., M.S. ABSTRAK ETIOPATOGENESIS ULKUS PEPTIKUM Nita Amelia, 2006, Pembimbing utama : Freddy T Andries, dr., M.S. Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran pencernaan tersering. Lesi dari ulkus peptikum

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) OLEH : PUTU KRISNA SIANTARINI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) OLEH : PUTU KRISNA SIANTARINI LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) OLEH : PUTU KRISNA SIANTARINI 1102105004 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian studi penggunaan I, obat profilaksis Stress Ulcer pada kasus bedah plastik, orthopedi dan traumatolog dan syaraf di RSUD Dr Soetomo Surabaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena sifatnya yang subyektif, terutama pada pasien pasca operasi orthopedi yang merasakan nyeri sangat

Lebih terperinci

GAMBARAN ENDOSKOPI PADA PASIEN DISPEPSIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN

GAMBARAN ENDOSKOPI PADA PASIEN DISPEPSIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN ABSTRAK GAMBARAN ENDOSKOPI PADA PASIEN DISPEPSIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2015 Latar Belakang: Dispepsia adalah nyeri yang berulang dan persisten atau rasa tidak nyaman di daerah perut bagian

Lebih terperinci

Gambaran klinis dan endoskopi penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) pada pasien asma persisten sedang di RS Persahabatan, Jakarta

Gambaran klinis dan endoskopi penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) pada pasien asma persisten sedang di RS Persahabatan, Jakarta Gambaran klinis dan endoskopi penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) pada pasien asma persisten sedang di RS Persahabatan, Jakarta Agus Dwi Susanto *, Syafruddin ARL**, Neni Sawitri*, Wiwien Heru Wiyono*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut WHO merupakan masa transisi dalam pertumbuhan dan perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada periode

Lebih terperinci

Gambaran klinik Sindroma Kolon Iritabel : studi pendahuluan

Gambaran klinik Sindroma Kolon Iritabel : studi pendahuluan Universa Medicina Juli-September 2005, Vol.24 No.3 Gambaran klinik Sindroma Kolon Iritabel : studi pendahuluan A. Nurman Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRAK Sindroma

Lebih terperinci

Hubungan Depresi terhadap Tingkat Kepatuhan dan Kualitas Hidup Pasien Sindrom Dispepsia di RSUP Dr. M. Djamil Padang

Hubungan Depresi terhadap Tingkat Kepatuhan dan Kualitas Hidup Pasien Sindrom Dispepsia di RSUP Dr. M. Djamil Padang Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 3(2), 141-145 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (p- ISSN: 2407-7062 e-issn: 2442-5435) diterbitkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia - Sumatera Barat homepage: http://jsfkonline.org

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN UKDW. Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300

BAB. I PENDAHULUAN UKDW. Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300 BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300 juta orang di seluruh dunia menderita asma. Setiap tahunnya terjadi 180.000 kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Refluks Gastroesofageal RGE merupakan fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang sewaktu-waktu. Pada orang normal refluks ini biasanya terjadi pada posisi tegak

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Karakteristik Penderita Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Keluhan Utama di Poli Penyakit dalam Rumah Sakit Al Islam

Lebih terperinci

Refluks Gastroesofageal pada Anak

Refluks Gastroesofageal pada Anak Bambang Hernowo Rusli Bagian/KSM Ilmu Penyakit Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha-RS Immanuel, Jl. Kopo 161 Bandung 40234 Indonesia Abstract This article discusses Gastroesophageal

Lebih terperinci

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) merupakan kelainan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS DI RUMAH SAKIT PARU DR.H.A.ROTINSULU, BANDUNG TAHUN 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS DI RUMAH SAKIT PARU DR.H.A.ROTINSULU, BANDUNG TAHUN 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS DI RUMAH SAKIT PARU DR.H.A.ROTINSULU, BANDUNG TAHUN 2014 Ferdinand Dennis Kurniawan, 1210122 Pembimbing I : Dr.Jahja Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

EFEKTIVITY BURPING BABY AFTER FEEDING TO PREVENT GASTROESOPHAGEAL REFLUX IN INFANT AT PERINATOLOGI ROOM RSUD RUBINI MEMPAWAH

EFEKTIVITY BURPING BABY AFTER FEEDING TO PREVENT GASTROESOPHAGEAL REFLUX IN INFANT AT PERINATOLOGI ROOM RSUD RUBINI MEMPAWAH EFEKTIVITAS MENYENDAWAKAN BAYI SETELAH MENYUSUI UNTUK MENCEGAH REFLUKS GASTROESOFAGUS PADA BAYI DI RUANG PERINATOLOGI RSUD RUBINI MEMPAWAH Abstrak: Refluks Gastroesofagus (RGE) adalah aliran balik isi

Lebih terperinci

Refluks gastroesofagus adalah pasase isi lambung

Refluks gastroesofagus adalah pasase isi lambung Artikel Asli Derajat Kerusakan Mukosa Esofagus pada Anak dengan Penyakit Refluks Gastroesofagus Berlian Hasibuan,* Badriul Hegar,** Muzal Kadim** *Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rumah Sakit DR. Pirngadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN INFUSA Musa paradisiaca.linn (Musaceae) TERHADAP TUKAK LAMBUNG PADA TIKUS GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ASETOSAL

ABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN INFUSA Musa paradisiaca.linn (Musaceae) TERHADAP TUKAK LAMBUNG PADA TIKUS GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ASETOSAL ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN INFUSA Musa paradisiaca.linn (Musaceae) TERHADAP TUKAK LAMBUNG PADA TIKUS GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ASETOSAL Adi Suryadinata Krisetya, 2007, Pembimbing I : Endang Evacuasiany,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Stress ulcer merupakan ulser pada lambung dan atau duodenum yang biasanya muncul dalam konteks trauma atau penyakit sistemik atau SSP yang hebat. Ulcer secara

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nyeri merupakan pengalaman sensoris atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu gejala

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN

PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 1 PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Oleh : AGUS PRATAMA PONIJAN 080100396 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang sejalan dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari

Lebih terperinci

PREVALENSI OBESITAS PADA PASIEN YANG OSTEOARTHRITIS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN Oleh: Noormimi Khatijah Binti Kasim

PREVALENSI OBESITAS PADA PASIEN YANG OSTEOARTHRITIS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN Oleh: Noormimi Khatijah Binti Kasim PREVALENSI OBESITAS PADA PASIEN YANG OSTEOARTHRITIS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN 2009 Oleh: Noormimi Khatijah Binti Kasim 070100427 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERTAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH TERHADAP DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JUNI-AGUSTUS 2011

ABSTRAK FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH TERHADAP DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JUNI-AGUSTUS 2011 ABSTRAK FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH TERHADAP DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JUNI-AGUSTUS 2011 Hilman Ramdhani, 2011. Pembimbing I : H. Edwin Setiabudi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Perdarahan Subarakhnoid yang Disebabkan Ruptur Aneurisma Intrakranial

ABSTRAK. Perdarahan Subarakhnoid yang Disebabkan Ruptur Aneurisma Intrakranial ABSTRAK Perdarahan Subarakhnoid yang Disebabkan Ruptur Aneurisma Intrakranial Fanny Ardianti (0210161); Pembimbing I : Winsa Husin, dr, Msc. Mkes Pembimbing II : Dedeh Supantini, dr, SpS Perdarahan subarakhnoid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saluran pencernaan (digestive tract) adalah tabung pencernaan yang terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus kecil, usus besar, rektum dan anus. Lambung merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Stefany C.K, Pembimbing I : Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes. Pembimbing II: Endang Evacuasiany, Dra., MS., AFK.

ABSTRAK. Stefany C.K, Pembimbing I : Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes. Pembimbing II: Endang Evacuasiany, Dra., MS., AFK. ABSTRAK EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Linn. Var. rubrum) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER PADA MENCIT GALUR Swiss Webster JANTAN YANG DIINDUKSI ASETOSAL Stefany C.K,

Lebih terperinci

Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article

Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article Gestational Diabetes Mellitus : Challenges in diagnosis and management Bonaventura C. T. Mpondo, Alex Ernest and Hannah E. Dee Abstract Gestational

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN Herlyanie 1, Riza Alfian 1, Luluk Purwatini 2 Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Insidensi penyakit gagal ginjal kronik semakin. meningkat dengan sangat cepat. Hal ini tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Insidensi penyakit gagal ginjal kronik semakin. meningkat dengan sangat cepat. Hal ini tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Insidensi penyakit gagal ginjal kronik semakin meningkat dengan sangat cepat. Hal ini tidak hanya menimbulkan beban medis, tetapi juga sosial, dan ekonomi bagi pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran saat ini juga telah memanfatkan teknologi untuk membantu peningkatan pelayanan yang lebih

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Swamedikasi Pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu, termasuk

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Christine Nathalia, 2015; Pembimbing : Dani, dr., M.Kes. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Lebih terperinci

STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK

STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK Epidemiologi Studi yg mempelajari distribusi dan determinant status atau kejadian yg berhubungan dengan kesehatan pada

Lebih terperinci

ABSTRAK MANFAAT SENAM ASMA TERHADAP FREKUENSI SERANGAN ASMA PADA PESERTA SENAM ASMA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

ABSTRAK MANFAAT SENAM ASMA TERHADAP FREKUENSI SERANGAN ASMA PADA PESERTA SENAM ASMA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG ABSTRAK MANFAAT SENAM ASMA TERHADAP FREKUENSI SERANGAN ASMA PADA PESERTA SENAM ASMA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG Harry Kurniawan, 200 1. Pembimbing : Andre Suhendra, dr., SpP.; DR. Iwan Budiman, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Christina., Pembimbing: 1. Laella K. Liana, dr., Sp.PA, M.Kes 2. Endang Evacuasiany, Dra., MS., AFK., Apt

ABSTRAK. Christina., Pembimbing: 1. Laella K. Liana, dr., Sp.PA, M.Kes 2. Endang Evacuasiany, Dra., MS., AFK., Apt ABSTRAK EFEK EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI ASETOSAL Christina., 0810149. Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab utama BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia. Keganasan ini berkontribusi terhadap 9% seluruh kanker di dunia (World

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 Cory Primaturia, 2009, Pembimbing I : dr.freddy Tumewu A.,M.S Pembimbing II : dr. Hartini Tiono Karsinoma

Lebih terperinci

ABSTRAK PENILAIAN TINGKAT TERKONTROLNYA ASMA BERDASARKAN METODE ASTHMA CONTROL TEST TM PADA PENDERITA ASMA

ABSTRAK PENILAIAN TINGKAT TERKONTROLNYA ASMA BERDASARKAN METODE ASTHMA CONTROL TEST TM PADA PENDERITA ASMA ABSTRAK PENILAIAN TINGKAT TERKONTROLNYA ASMA BERDASARKAN METODE ASTHMA CONTROL TEST TM PADA PENDERITA ASMA Michael Setiawan P., 2010 Pembimbing I: J. Teguh Widjaja., dr., Sp. P., FCCP. Pembimbing II: Dr.

Lebih terperinci

INTISARI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PERILAKU PENGOBATAN DENGAN TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD DR.

INTISARI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PERILAKU PENGOBATAN DENGAN TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD DR. 1 INTISARI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PERILAKU PENGOBATAN DENGAN TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD DR. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN Jamalianti S 1 ; Riza Alfian 2 ; Hilda

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN DAN DIARE PADA MENCIT MODEL KOLITIS YANG DIINDUKSI DSS

TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN DAN DIARE PADA MENCIT MODEL KOLITIS YANG DIINDUKSI DSS ABSTRAK EFEK SARI KUKUSAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var italica) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN DAN DIARE PADA MENCIT MODEL KOLITIS YANG DIINDUKSI DSS Agnes Christiani, 2010. Pembimbing : Lusiana Darsono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2013 Indra Josua M. Tambunan, 2014 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, M.Kes, AIF.. Kanker serviks

Lebih terperinci

Diagnostic & Screening

Diagnostic & Screening Diagnostic & Screening Syahril Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TUJUAN: Untuk mengetahui Sensitifitas, Spesifisitas, Nilai duga positip, Nilai duga negatip, Prevalensi

Lebih terperinci

Mengetahui Hipertensi secara Umum

Mengetahui Hipertensi secara Umum Mengetahui Hipertensi secara Umum Eldiana Lepa Mahasiswa Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta, Indonesia Eldiana.minoz@yahoo.com Abstrak Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistole, yang tinggi

Lebih terperinci

UKURAN ASOSIASI DALAM EPIDEMIOLOGI. Putri Handayani, M. KKK

UKURAN ASOSIASI DALAM EPIDEMIOLOGI. Putri Handayani, M. KKK UKURAN ASOSIASI DALAM EPIDEMIOLOGI Putri Handayani, M. KKK Tipe ukuran yang digunakan dalam epidemiologi Ukuran asosiasi Merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara suatu eksposur/faktor risiko dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar dan tetap stabil selama beberapa dekade terakhir, yaitu >650.000 kasus baru didiagnosis setiap

Lebih terperinci

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;

Lebih terperinci

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Program Penatalaksanaan Asma 1. Edukasi 2. Monitor penyakit berkala (spirometri) 3. Identifikasi dan pengendalian pencetus 4. Merencanakan Terapi 5. Menetapkan pengobatan pada

Lebih terperinci

Telaah Kritis Penelitian Farmakoekonomi. Dra. Yulia Trisna, Apt., M.Pharm

Telaah Kritis Penelitian Farmakoekonomi. Dra. Yulia Trisna, Apt., M.Pharm Telaah Kritis Penelitian Farmakoekonomi Dra. Yulia Trisna, Apt., M.Pharm Tipe analisis Farmakoekonomi Cost Minimisation Analysis (CMA) Cost Effectiveness Analysis (CEA) Cost Utility Analysis (CUA) Cost

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG Anita Mayasari 1, Setyoko 2, Andra Novitasari 3 1 Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat bersifat jinak atau ganas. Neoplasma jinak sejati (lipoma, tumor karsinoid, dan leiomioma) jarang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsia 2.1.1. Definisi Dispepsia berasal dari Bahasa Yunani yaitu (Dys-) dan (Pepse) yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai pencernaan yang buruk (bad digestion)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas), edema dan tanda objektif adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diare masih merupakan penyebab kematian paling utama pada anak-anak, dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun 1978, saat World

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja. 1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,

Lebih terperinci

KARSINOMA LARING YANG DISEBABKAN OLEH LARINGOFARINGEAL REFLUKS

KARSINOMA LARING YANG DISEBABKAN OLEH LARINGOFARINGEAL REFLUKS KARSINOMA LARING YANG DISEBABKAN OLEH LARINGOFARINGEAL REFLUKS Inda Rizkia Oktaviani, Yussy Afriani Dewi, Agung Dinasti Permana, Nurakbar Aroeman, Dindy Samiadi Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hindung Tenggorok-Bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV & AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling tinggi

Lebih terperinci

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016 1 2 3 4 5 6 7 INISIASI DAN TITRASI INSULIN BASAL PADA DIABETES MELLITUS TIPE 2: FOKUS INSULIN GLARGINE Ketut Suastika Divisi Endokrinologi dan Metabolisme, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK UNUD/RSUP

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIFITAS (GPPH) TERHADAP STATUS GIZI ANAK DI KLINIK TUMBUH KEMBANG RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIFITAS (GPPH) TERHADAP STATUS GIZI ANAK DI KLINIK TUMBUH KEMBANG RSUP SANGLAH DENPASAR ABSTRAK HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIFITAS (GPPH) TERHADAP STATUS GIZI ANAK DI KLINIK TUMBUH KEMBANG RSUP SANGLAH DENPASAR Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) terdiri

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH NORMAL PADA PRIA DEWASA

ABSTRAK. PENGARUH RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH NORMAL PADA PRIA DEWASA ABSTRAK PENGARUH RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH NORMAL PADA PRIA DEWASA Willy Anthony, 2008, Pembimbing I : Diana Krisanti Jasaputra dr., M Kes Pembimbing II:Dr.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan gejalanya bervariasi pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Rasa tidak nyaman secara spesifik meliputi rasa cepat

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MUTU TABLET KUNYAH ANTASIDA YANG MENGANDUNG FAMOTIDIN YANG BEREDAR DI APOTEK KOTA MEDAN SKRIPSI

PEMERIKSAAN MUTU TABLET KUNYAH ANTASIDA YANG MENGANDUNG FAMOTIDIN YANG BEREDAR DI APOTEK KOTA MEDAN SKRIPSI PEMERIKSAAN MUTU TABLET KUNYAH ANTASIDA YANG MENGANDUNG FAMOTIDIN YANG BEREDAR DI APOTEK KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: FEBRIN BELINA MALAU NIM 111524089 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Maria Caroline Wojtyla P., Pembimbing : 1. Endang Evacuasiany, Dra., MS., AFK., Apt 2. Hartini Tiono, dr.

Maria Caroline Wojtyla P., Pembimbing : 1. Endang Evacuasiany, Dra., MS., AFK., Apt 2. Hartini Tiono, dr. ABSTRAK EFEK EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIK MUKOSA LAMBUNG MENCIT MODEL GASTRITIS YANG DI INDUKSI ASETOSAL Maria Caroline Wojtyla P., 0710110. Pembimbing

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015.

HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015. HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015 Oleh: FARIZKY 120100233 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci