BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Refluks Gastroesofageal RGE merupakan fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang sewaktu-waktu. Pada orang normal refluks ini biasanya terjadi pada posisi tegak sewaktu makan atau pada posisi berbaring setelah makan. Pada saat terjadi refluks, esofagus akan berkontraksi untuk membersihkan lumen dari material refluks tersebut sehingga tidak terjadi suatu kontak yang lama antara isi lambung dan mukosa esofagus. Refluks yang sejenak seperti ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala oleh karena itu disebut refluks fisiologis.refluks dikatakan patologis bila terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama dan dapat menyebabkan inflamasi pada mukosa, keadaan ini disebut sebagai Penyakit Refluks Gastroesofageal (Djojoningrat, Manan, 2001). Penyakit Refluks Gastroesofagus (PRGE) didefenisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas. Istilah Esofagistis Refluks berarti kerusakan mukosa esofagus akibat refluks cairan lambung seperti erosi dan ulserasi epitel esofagus. Pada kondisi terdapat gejala refluks tanpa kelainan mukosa esofagus pad pemeriksaan endoskopi disebut Asymtomatic Gastro-Esophageal Reflux atau Non-Erosiv Reflux Disease (NERD). Kelainan ini timbul akibat hipersensitivitas mukosa

2 esofagus terhadap asam yang dihubungkan dengan peningkatan persepsi nyeri (Makmun, 2006). Keadaan ini umum ditemukan pada populasi di Negara-negara Barat,namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Negara Asia dan Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn dan atau regurgitasi ) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara dinegara-negara non-western prevalensinya lebih rendah (1.5% di China dan 2.75 di korea ). Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22.8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksan endoskopi atas indikasi dispepsia (Syafrudin 1999) (Makmun, 2006). 2.2 Patofisiologi RGE Esofagus yang biasa dikenal sebagai pipa saluran makanan, merupakan suatu saluran berotot yang sempit dengan panjang sekitar sembilan setengah inci. Esofagus tersebut dimulai dari di bawah lidah, dan berakhir pada lambung. Jika seseorang menelan makanan, esofagus akan menggerakkannya ke dalam lambung dengan kerja peristaltik, yang merupakan kontraksi otot yang bergelombang. Di dalam lambung, lemak dan protein di dalam makanan dipecah oleh asam dan berbagai jenis enzim, terutama asam hidroklorida dan pepsin. Lambung memiliki selapis mukus yang tipis yang melindunginya dari cairan lambung tersebut jika

3 asam dan enzim pencernaan tersebut naik kembali ke esofagus. Namun lapisan tersebut hanya memberikan perlindungan yang lemah. Esofagus dilindungi oleh otot-otot yang spesifik dan berbagai faktor lainnya. Struktur yang paling penting yang melindungi esofagus adalah sfingkter esofagus bawah (Lower Esophageal Sphincter = LES). LES merupakan otot yang melingkari bagian bawah di mana esofagus berhubungan dengan lambung. Jika tahanan barier tidak mencukupi untuk mencegah terjadinya regurgitasi, dan asam lambung naik kembali ke esofagus (refluks), maka kerja peristaltik esofagus berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tambahan dan mendorong kembali isi esofagus kembali ke dalam lambung (gambar 1)( Mittal, 1997). Gambar 1. Anatomi Esophagogastric Junction. (Devault, 2003) RGE terjadi bilamana tidak ada keseimbangan antara mekanisme antirefluks pada LES dan kondisi lambung. Gangguan mekanisme anti refluks pada LES dapat berupa tonus yang melemah dan adanya relaksasi sfingter yang abnormal. Melemahnya tonus LES akan berakibat refluksat mudah masuk ke esofagus secara berulang kali dan biasanya disertai berkurangnya peristaltik esofagus dengan akibat kontak antara refluksat dan mukosa esofagus akan

4 berlangsung lebih lama. Peran refluksat sebagai faktor agresif terutama dipengaruhi asam lambung. Makin rendah ph lambung, tingkat agresifitas refluks akan lebih meningkat.sehingga dalam kondisi motilitas yang cukup baik disertai LES normal dapat terjadi kelainan pada mukosa.pada pemeriksaan ph esofagus 24 jam didapatkan ph kurang dari 4. Dari fakta tersebut terbukti faktor refluksat lebih dominan dibandingkan faktor motilitas, hal tersebut sangat menentukan cara pemberian terapi pada kasus-kasus RGE (Manan, 2001.Tarigan, 2001). Sedangkan kondisi lambung yang berperan adalah sekresi asam lambung atau cairan lambung yang lainnya yang berlebihan, lambatnya pengosongan lambung, paska operasi lambung, peningkatan tekanan dalam lambung seperti pada obesitas, kehamilan, asites dan adanya hiatus hernia (Devault, Manan, Smout, Tarigan, 2001) 2.3 Gejala Klinis RGE Adanya gejala pada RGE didasari adanya kontak asam lambung pada dinding esofagus serta berat ringannya gejala berkorelasi dengan lamanya pajanan asam dan pepsin tersebut dengan dinding esophagus (Manan, 2001). Simtom RGE akan timbul bila sudah terdapat kelainan pada mukosa esofagus. Gejala yang ditimbulkan adalah bervariasi baik yang khas maupun yang tidak khas. Gejala yang khas dan yang paling sering dijumpai yaitu heart burn dan regurgitasi. Bila kedua simtom ini paling dominan dikeluhkan penderita maka diagnosa PRGE memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95% (Kahrilas, Lodi, Tarigan, 2001). Sedangkan yang tidak khas yaitu nyeri dada non kardiak, mengi, batuk pada malam hari, aspirasi pneumoni, bronkitis, suara

5 serak, disfagia, sendawa dan gangguan pada gigi (Devault, Manan, Smout, Tarigan, 2001) Manifestasi klinis dijumpai berupa: Erosive Reflux Esophagitis dimana secara endoskopi ditemukan lesi mukosa esofagus, Non Erosive Reflux Disease (NERD) jika tidak adanya refluks esofagitis secara endoskopi dan Extra Esophageal Reflux Disease yaitu adanya manifestasi diluar saluran cerna (Devault, Manan, 2001.Tarigan, 2001) Karena pentingnya gejala klinis ini guna mendukung atau bahkan dapat menegakkan diagnosa maka berikut ini akan dipaparkan hanya gejala khas dari RGE yaitu Heartburn dan regurgitasi : Heartburn Heartburn merupakan gejala khas dari RGE yang paling sering dikeluhkan oleh penderita. Gejala ini merupakan gejala primer pada RGE dan paling kurang terjadi pada 75% kasus (Djojoningrat, Tarigan, 2001). Kualitas hidup setiap individual akan merasa terganggu bila frekwensi heartburn minimal 3 kali seminggu (Manan, 2001). Heartburn adalah sensasi rasa nyeri esofagus yang sifatnya panas membakar atau mengiris dan umumnya timbul dibelakang bawah ujung sternum. Penjalaran umumnya keatas hingga kerahang bawah dan ke epigastrium, punggung belakang dan bahkan kelengan kiri yang menyerupai keluhan angina pektoris. Timbulnya keluhan ini akibat rangsangan kemoreseptor pada mukosa. Rasa terbakar tersebut disertai dengan sendawa, mulut terasa masam dan pahit serta merasa cepat kenyang. Bila simtom heartburn & regurgitasi yang paling

6 dominan dikeluhkan penderita maka diagnosa PRGE memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95% (Kahrilas, Lodi, Mittal, 1995). Bahan makanan yang sifatnya mengiritasi dianggap sebagai pencetus heartburn misalnya : anggur merah, bawang putih, makanan berlemak, coklat, jeruk sitrum, bumbu kari. Keluhan heartburn dapat diperburuk oleh posisi membungkuk kedepan, berbaring terlentang dan berbaring setelah makan. Jika rasa terbakar didada yang timbul sewaktu berolah raga, perlu pemeriksaan yang cermat untuk memastikan apakah gejalanya berasal dari iskemia koroner (Smout, 1998) Regurgitasi (Devault, Djojoningrat, Roussos, 2003) Refluks yang sangat kuat dapat memunculkan regurgitasi yang berupa bahan yang terkandung dari esofagus atau lambung yang sampai kerongga mulut. Obstruksi dari esofagus bagian distal dan keadan stasis seperti pada akalasia atau divertikulitis dapat sebagai penyebabnya. Bahan regurgitasi yang terasa asam atau sengit dimulut merupakan gambaran sudah terjadinya GERD yang berat dan dihubungkan dengan inkompetensi sfingter bagian atas dan LES. Regurgitasi dapat mengakibatkann aspirasi laringeal, batuk yang terus menerus, keadaan tercekik waktu bangun dari tidur dan aspirasi pnemonia. Peningkatan tekanan intra abdominal yang

7 imbul karena posisi membungkuk, cekukan dan bergerak cepat dapat memprovokasi terjadinya regurgitasi. Regurgitasi yang berat dapat dihubungkan dengan gejala berupa serangan tercekik, batuk kering, mengi, suara serak, mulut bau pada pagi hari, sesak nafas, karies gigi dan aspirasi hidung. Beberapa pasien mengeluh sering terbangun dari tidur karena rasa tercekik, batuk yang kuat tapi jarang menghasilkan sputum. 2.4 Faktor Predisposisi RGE Pada Asma Walaupun hubungan yang kuat antara RGE dengan asma telah dilaporkan berulang kali, namun hubungan di antaranya masih belum jelas. Berbagai data yang telah dipublikasikan mendukung dan menentang hipotesa yang menyatakan bahwa RGE menyebabkan asma, asma menyebabkan RGE, dan pengobatan dengan bronkodilator menyebabkan RGE. Walaupun adanya data yang saling bertentangan, namun minat mengenai hubungan antara kedua keadaan tersebut semakin meningkat. Penelusuran melalui PubMed dengan menggabungkan kata asma dan RGE menghasilkan > 500 kutipan dari literatur medis, dengan rata-rata 2 kutipan per tahun antara tahun 1966 dan 1980, dua puluh kutipan per tahun antara 1991 hingga 1995, dan 79 kutipan hanya pada tahun 2000 saja. Hubungan yang kuat antara RGE dan asma, dan juga laporan-laporan yang menyebutkan bahwa RGE menyebabkan timbulnya gejala-gejala pernafasan pada penderita asma telah membawa banyak peneliti untuk menduga bahwa hubungan tersebut merupakan yang disebabkan karena RGE menyebabkan asma (Tanjung, 2003).

8 Faktor-faktor yang berperan menimbulkan RGE pada penderita asma meliputi disregulasi otonom, peningkatan tekanan gradien antara esofagus dan lambung,gangguan fungsi krural diafragma, dan penggunaan obat-obat bronkodilator. Penderita asma memiliki bukti adanya suatu disregulasi otonom. Pada uji fungsi otonomik terhadap 73 penderita asma dengan RGE (Lodi dkk 1997), didapat 20 orang dengan respon yang normal, respon hipervagal pada 37 orang, respon hiperadrenergik pada 6 orang, dan respon campuran pada 10 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa penderita asma dengan RGE memiliki respon vagal yang tinggi. Disregulasi otonomik akan menurunkan tekanan LES dan relaksasi sementara LES, suatu mekanisme utama yang berperan pada RGE (Lodi, 1997). Faktor penyebab kedua adalah peningkatan tekanan gradien antara esofagus dan lambung. Pada saat akhir ekspirasi tekanan gradien antara lambung dan esofagus 4-5 mmhg. Untuk itu suatu tekanan LES yang normal mmhg pada akhir ekspirasi adalah cukup untuk menetralkan tekanan gradien walaupun dengan obstruksi aliran udara, suatu tekanan pleura yang lebih negatif dapat meningkatkan tekanan gradien lalu mengakibatkan refluks (Lodi, 1997). Faktor ketiga adalah perubahan pada fungsi krural diafragma. Diafragma krural mempengaruhi tekanan LES (Lodi, 1997). Para peneliti telah mendapatkan bahwa relaksasi sementara LES dan diafragma krural bertanggung jawab terhadap terjadinya RGE. Hiperinflasi sehubungan dengan bronkospasme menempatkan diafragma krural menjadi merugikan oleh karena pendataran geometrik (Mittal, 1995). Faktor terakhir adalah pemberian bronkodilator.sebenarnya banyak obat yang menurunkan tekanan LES (tabel 1) (Devault, 2002). Suatu penelitian,

9 pemberian infus isoproterenol menurunkan tekanan LES pada binatang ataupun manusia (Goyal dkk 1973, Zfass dkk 1970). Namun pada penelitian lain ternyata inhalasi β agonis tidak menyebabkan perubahan prevalensi RGE atau motilitas esofagus yang signifikan (Michoud, 1991.Schindlbeck, 1988). Tabel 1. Daftar obat yang menurunkan tekanan LES (Susanto, 2005) Aminofilin Antikolinergik β-agonis adrenergik α-antagonis adrenergik Benzodiazepin Klorpromazin Kalsium channel blockers Derivat Nikotin Nitrogliserin Teofilin meningkatkan sekresi a sam lambung dan menurunkan tekanan LES, namun ada perdebatan mengenai kepentingan klinis dari hasil tersebut. Pada suatu penelitian acak tersamar ganda pada 16 penderita asma (Hubert, 1988) malah tidak mendapatkan adanya perbedaan signifikan pada hasil pemeriksaan ph esofagus 24 jam baik terhadap penderita asma yang mendapat Teofilin oral atau plasebo, dan tak ada perbedaan episode refluks atau waktu keterpaparan asam total, dan saat bersamaan fungsi paru membaik. Namun demikian Ekstrom dan Tibling pada tahun 1988 meneliti 25 penderita asma ringan - sedang dengan riwayat RGE pada uji single-blind plasebo terkontrol.pasien lalu menjalani 2 kali pemeriksaan ph esofagus 24 jam, satu dengan dan satu lagi tidak dengan dosis teofilin biasa mereka. Didapati peningkatan refluks 24% pada siang hari selama terapi teofilin sementara gejala refluks meningkat 170% dimana gejala respiratorik dan fungsi

10 paru membaik dengan terapi teofilin tersebut (Ekström, 1998). Sontag dkk malah mendapatkan tidak ada perbedaan prevalensi esofagitis (Sontag, 1992) dan ph esofagus yang signifikan baik pada penderita yang mendapat atau tidak pengobatan bronkodilator (Sontag, 1992). Sementara Field dkk menemukan tidak ada obat-obatan asma yang berhubungan dengan suatu peningkatan kemungkinan mengalami heartburn atau regurgitasi (Field, 1996). Ini menimbulkan suatu kontroversi yang berkepanjangan tentang pengaruh obat bronkodilator terhadap terjadinya RGE pada penderita asma. 2.5 Faktor RGE Sebagai Pencetus Asma Refleks vagal Trakeobronkial dan esofagus sama-sama berasal dari embrionik foregut dan dipersarafi secara otonom melalui nervus vagus. Pada studi terhadap hewan didapati bahwa asam esofagus menyebabkan suatu peningkatan resistensi pernafasan yang menghilang bila dilakukan vagotomi (gambar 2) (Harding, 1999). Juga didapati bahwa asam esofagus menyebabkan suatu penurunan nilai PEF tanpa bukti terjadinya mikroaspirasi dan inflamasi mukosa esofagus yang diperiksa dengan tes Bersntein yang positif (Harding, 1995). Pada 136 subjek tersebut didapati asam esofagus menyebabkan penurunan denyut jantung, FEV1, dan saturasi oksigen (Harding, 1999). Kemudian respon tersebut menghilang dengan pemberian atropin sehingga disimpulkan bahwa nervus vagus memegang peranan.

11 2.5.2 Peningkatan reaktifitas bronkus (Harding, 1999). Pada pemeriksaan uji tantangan metakolin terhadap 105 penderita asma didapati suatu korelasi signifikan (R = 0.56; P = 0.05) antara jumlah dosis metakolin yang dibutuhkan untuk penurunan FEV1 20% dengan jumlah episode refluks. Ini menunjukkan bahwa asam esofagus memegang peranan utama sehingga jika penderita asma terpapar faktor pencetus lain maka mereka akan mengalami peningkatan reaktifitas bronkus Mikroaspirasi (Harding, 1999). Pada penelitian terhadap hewan, sejumlah asam trakea menyebabkan peningkatan lima kali lipat resistensi paru, dimana 10 ml asam esofagus hanya menyebabkan peningkatan kali lipat saja. Menariknya bronkokonstriksi yang disebabkan mikroaspirasi menghilang dengan vagotomi ini. menunjukkan bahwa nervus vagus memiliki peranan yang utama pada mikroaspirasi. Selanjutnya hasil studi pada manusia mendapatkan bahwa episode refluks berhubungan dengan terjadinya penurunan ph esofagus dan trakea yang ditunjukkan dengan perubahan yang nyata pada nilai PEF.

12 Gambar 2 : Mekanisme patofisiologi asam esofagus menginduksi bronkokonstriksi (Harding, 1999) Inflamasi Neurogenik (Harding, 1999) Pada percobaan hewan didapati asam esofagus menyebabkan pelepasan substansi P yang menyebabkan terjadinya edema aliran nafas pada paru. Edema jalan nafas tersebut diinhibisi oleh suatu reseptor antagonis substansi P. Asam esofagus menyebabkan pelepasan takikinin dan substansi P dari saraf sensorik melalui jalur akson & vagal (gambar 2). 2.6 Gejala Klinis PRGE Pada Penderita Asma Gejala yang sangat spesifik untuk RGE adalah heartburn, regurgitasi atau keduanya dan sering timbul setelah makan (terutama dalam jumlah besar atau yang berlemak ). Asma malam atau timbul batuk malam hari, rasa tercekik, mengi pada saat bangun tidur perlu dipikirkan terdapat episode RGE pada saat tidur (Devault, Manan, 2001.Sontag, 1990). Pasien asma dengan RGE sering mengeluh sesak nafas, nafas pendek, mengi dan batuk setelah episode refluks,

13 setelah makan makanan tinggi lemak, kopi, coklat, alkohol serta pada posisi terlentang. RGE sebagai pencetus asma perlu dipikirkan jika gejala asma yang timbul mungkin sulit dikontrol dengan obat-obat asma yang biasa dipakai (Devault, Harding, 1999) Karakteristik asma yang dicetuskan oleh refluks antara lain timbul pada usia dewasa, bukan perokok, bukan tipe alergenik, gejala batuk menetap, lebih dominan pada malam hari, memburuk setelah makan, tidak respon dengan pengobatan asma dan respons dengan pengobatan anti sekretori asam Devault, 2003). Gejala klinis PRGE pada asma dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Gejala klinis PRGE pada Asma Gejala Khas Heartburn Regurgitasi Water Brash Disfagia/sulit menelan Gejala Tidak Khas Suara Parau Sakit Tenggorokan Nyeri Leher Nyeri telinga Nyeri Dada Rasa Tercekik Perburukan Asma pada Saat Tidur Makan Minum Alkohol Posisi terlentang/bernaring Penggunaan obat Bronkodilator Teofilin Agonis β2 adrenergik sistemik Asma Yang Timbul Usia dewasa Reflux Associated Resp. Symtoms Silent Reflux 2.7 Pendekatan Diagnosa PRGE Pada Penderita Asma. Semua penderita asma harus dianamnese secara teliti mengenai manifestasi esofagus dan ekstraesofagus dari PRGE. Pertanyaan-pertanyaan yang spesifik harus menyertakan apakah gejala asma muncul setelah makan dalam porsi yang banyak atau makan makanan yang berlemak, atau dengan makanan yang diketahui dapat menurunkan tekanan LES. Juga akan bermanfaat untuk

14 mengetahui apakah batuk, sesak nafas, atau apakah penderita menggunakan inhaler saat mengalami gejala-gejala PRGE. Field dkk telah menerbitkan suatu kwesioner mengenai asma dan PRGE yang dapat disertakan dalam penatalaksanaan penderita (Field, 1996). Jika riwayat penderita sejalan dengan PRGE, tidak diperlukan penjajakan diagnostik tambahan lainnya, dan pemberian terapi antirefluks yang agresif harus segera dimulai. Penjajakan diagnostik tambahan lainnya direkomendasikan pada penderita yang dengan terapi empiris untuk PRGE tidak menunjukkan hasil atau pada mereka yang memiliki gejala yang menunjukkan adanya PRGE yang mengalami komplikasi seperti esofagitis, striktur esofagus, Barrett s esofagus atau neoplasma. Pada mereka yang dicurigai adanya komplikasi PRGE, penjajakan yang seharusnya dilakukan adalah dengan endoskopi, karena dapat memberikan visualisasi secara langsung pada mukosa esofagus, dapat mengambil spesimen biopsi, dan lebih sensitif dibandingkan dengan esofagogram Barium dalam mendeteksi esophagus (Harding, 1997). Pemeriksaan ph esofagus 24 jam memainkan peranan penting dalam menegakkan diagnosa PRGE, terutama pada penderita asma tanpa gejala-gejala klasik refluks atau pada mereka yang sulit untuk diobati. Irwin et al meneliti sekelompok penderita asma yang sulit dikontrol, yang didefinisikan sebagai mereka yang memerlukan > 10 mg prednisone setiap selang sehari selama minimal 3 bulan dalam setahun, menemukan bahwa PRGE didapati silent secara klinis pada 24%. Mereka menemukan bahwa pengobatan dosis tinggi terhadap PRGE bermanfaat dalam mengubah penderita yang asmanya tadinya sulit dikontrol menjadi penderita yang asmanya tidak lagi sulit ditangani Devault, 1995). Para peneliti tersebut akhirnya menganjurkan dilakukannya pemeriksaan

15 ph esofagus 24 jam pada seluruh penderita asma yang dengan keadaan sulit dikontrol atau yang mendapatkan terapi prednisone jangka panjang. American Gastroenterological Association sendiri merekomendasikan pemeriksaan ph esofagus hanya untuk penderita asma yang dicurigai menderita asma yang dicetuskan oleh refluks (Irwin, 1993). 2.8 Penanganan Penderita Asma Dengan PRGE. PRGE merupakan suatu penyakit yang kronis. Pengobatan PRGE yang agresif dapat merupakan suatu komitmen yang seumur hidup dan mahal biayanya. Seluruh penderita harus di-edukasi mengenai terapi gaya hidup, termasuk penghentian merokok, peninggian bagian kepala dari tempat tidur, menghindari makanan dengan porsi besar, dan penurunan berat badan jika diperlukan. Penderita seharusnya makan makanan rendah lemak, dan menghindari makanan yang menurunkan tekanan LES, termasuk kafein, coklat, pepermint dan alkohol. Jika memungkinkan, pengobatan yang menurunkan tekanan LES harus dihindari. Jika PRGE mencetuskan asma, maka seharusnya pengontrolan refluks akan memperbaiki hasil akhir asma pada sekelompok penderita Terapi medis Terapi medis temasuk yang berikut ini: antasida, yang dapat digunakan untuk menghilangkan keluhan simptomatis, antagonis H2 yang secara parsial menghambat sekresi asam lambung, penghambat pompa proton (PPI) yang dapat secara langsung menghambat sekresi asam lambung pada jalur akhir bersama, dan obat prokinetik yang memperbaiki kontraktilitas esofagus, meningkatkan tekanan LES dan meningkatkan

16 pengosongan lambung. Intervensi bedah menurunkan waktu perawatan dan pemulihan; namun tindakan ini mungkin lebih mahal dan keefektifan jangka panjangnya tidak diketahui (Kahrilas, 1996). Banyak penelitian menggunakan regimen obat (antasida, simetidin, ranitidin dan omeprazole) yang hingga saat ini hanya sedikit menolong mengontrol keluhan PRGE. Kebanyakan penelitian-penelitian tersebut memiliki dua kesalahan rancangan penelitian. Yang pertama adalah kurangnya pencatatan penekanan asam yang adekuat dengan terapi medis. Hal ini terutama penting karena kebanyakan obat-obat tersebut menekan refluks asam sebesar 50%. Yang kedua, lamanya pengobatan mungkin tidak mencukupi untuk memperbaiki asma (Ekstrom, Goodall, Harper, Kjellen, Nagel, 1988). Penghambat pompa proton adalah obat yang paling baik yang ada untuk mengobati PRGE karena dapat menurunkan refluks asam sebesar > 80%, dan dapat menyembuhkan esofagitis pada 80-85% penderita (Maton, 1996). Depla dkk melaporkan seorang penderita asma dengan PRGE yang menunjukkan perbaikan yang bermakna pada bronkospasme jika diobati dengan omeprazole 20 mg / hari setelah gagal untuk memberikan respon dengan regimen medis antirefluks lainnya, termasuk ranitidin 750 mg / hari (Depla, 1998). Meier dkk meneliti 15 subjek dengan plasebo dan omeprazole 20 mg dua kali sehari selama masing-masing 6 minggu. Dengan menggunakan perubahan FEV1 yang > 20% dari baseline terhadap akhir dari setiap periode pengobatan, empat (29%) dari 14 penderita merupakan penderita asma yang responsif terhadap omeprazole (Meier, 1994). Ford et al memeriksa 11 penderita dengan asma nokturnal

17 dan PRGE, membandingkan pemberian omeprazole 20 mg selama 4 minggu terhadap plasebo pada suatu penelitian cross over yang meneliti gejala asma dan APE. Mereka tidak mendapatkan adanya perbedaan yang bermakna (Ford, Harding, 1996). Kedua penelitian tersebut memiliki kekurangan karena penekanan asam yang tidak adekuat dengan omeprazole dosis tetap dan juga lamanya penelitian yang terlalu singkat. Masih ada banyak pertanyaan mengenai hubungan dan penangan yang sesuai terhadap PRGE yang sehubungan dengan asma. Suatu penelitian yang besar dan multisentra diperlukan untuk menjawab permasalahan tersebut. Harding menganjurkan penggunaan penghambat pompa proton (omeprazole 40 mg bid, atau lansoprazole 60 mg bid), dan mungkin dengan menambahkan antagonis H2 pada saat hendak tidur malam untuk menghasilkan kontrol sekresi asam nokturnal yang lebih baik. Cara ini akan menghindarkan titrasi individual dengan serangkaian pemeriksaan ph yang akan tidak mungkin dilakukan pada suatu penelitian yang besar. Lamanya penelitian tersebut seharusnya paling tidak selama 6 bulan. Akhirnya penelitian mengenai analisa biaya dan kualitas hidup diperlukan untuk menjajaki untung ruginya dari segi biaya (mahalnya pengobatan antirefluks dibandingkan lebih sedikitnya obat-obat asma yang digunakan), perbaikan dalam kualitas hidup, dan penggunaan sarana kesehatan pada penderita-penderita tersebut (Harding, 1996) Terapi pembedahan Sontag dkk melakukan pembedahan antirefluks pada 13 penderita dengan PRGE dan asma, menemukan bahwa enam penderita menunjukkan

18 perbaikan yang sempurna dari asmanya. Dari 11 penderita yang memerlukan terapi bronkodilator jangka panjang sebelum pembedahan, ternyata empat penderita mampu untuk menghentikan pengobatannya, enam orang dapat menurunkan penggunaan obat-obatan, dan seorang tidak menunjukkan perubahan penggunaan obat-obatan. Dari tujuh penderita asma yang tergantung steroid, dua orang tidak lagi memerlukan steroid, dan tiga orang di-tappered off steroid-nya (Sontag, 1987). Perrin-Fayole dkk melaporkan follow up selama 5 tahun dari pembedahan antirefluks pada 44 orang penderita asma, di mana 20 orang di antaranya tergantung pada steroid. Dua puluh lima persen menunjukkan resolusi total dari gejala asmanya, 16% menunjukkan perbaikan yang bermakna, 25% menunjukkan perbaikan yang sedang, dan 34% menunjukkan tak adanya perbaikan. Penderita yang paling menunjukkan perbaikan adalah mereka yang dengan asma intrinsik dan PRGE yang berat, dan mereka dengan onset refluks sebelum gejala asma (Perrin, 1989). Tardif dkk melakukan pembedahan pada 10 orang penderita asma dengan PRGE, menemukan bahwa 5 orang menunjukkan perbaikan pada status parunya. Hasil gabungan secara keseluruhan dari penelitianpenelitian pembedahan menunjukkan bahwa 34% penderita bebas dari gejala asma setelah pembedahan, 42% menunjukkan perbaikan, dan 24% tidak menunjukkan perubahan. Banyak penderita mampu untuk menurunkan atau menghentikan terapi kortikosteroid oral (Perrin, Sontag, Tardiff, 1989).

19 2.8.3 Pendekatan Terapi PRGE Pada Penderita Asma Harding et al mengajukan prosedur pendekatan terapi PRGE pada penderita asma dengan gejala refluks (gambar 2). Kuncinya adalah perubahan gaya hidup dan percobaan pengobatan selama 3 bulan dengan omeprazole 20 mg dua kali sehari sementara dilakukan penilaian terhadap gejala pernafasan, fungsi paru dan APE. Mereka merekomendasikan dosis tersebut karena sekitar 30% penderita asma dengan refluks tidak memiliki supresi asam yang adekuat dengan omeprazole 20 mg per hari (Harding, 1996). Selama percobaan pengobatan, penderita harus memonitor APE dan gejala asma. Jika kondisi pasien tidak menunjukkan perbaikan, maka Penderita asma tanpa simptom GER Penderita asma dengan simptom GER ph Esofagus 24 jam Monitor Preterapi: variabilitas,simptom, penggunaan obat, spirometri ph (-): GER tdk berhub asma ph (+): Silent GER Uji 3 bulan OMZ 20 mg BID atau lansoprazole 30 mg BID, teruskan monitor Asma membaik Mulai terapi maintenans antirefluks spt; PPI, H2 bloker Prokinetik, Evaluasi bedah Asma tdk membaik Lakukan tes ph 24 jam esofagus sementara anti refluks diteruskan ph (+) : Tingkatkan terapi anti refluks atau rujuk ke gastroenterologis ph (-): GER tdk berhub asma Gambar 3. Pendekatan penanganan RGE pada penderita asma (Harding, 1999).

20 kemungkinannya bahwa asma penderita tersebut tidak berhubungan dengan PRGE. Jika APE dan gejala asma menunjukkan perbaikan dengan penekanan asam, terapi harus dipertimbangkan. Terapi maintenans dapat menyertakan PPI seperti omeprazole atau lansoprazole,sedangkan dosis tinggi antagonis H2 atau obat prokinetik seperti metoclopramide atau cisapride biasanya digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat lainnya. Semua pasien yang memerlukan PPI untuk mengontrol PRGE -nya harus ditanyakan mengenai pilihan pembedahan, terutama pada penderita dengan usia muda, karena masih didapatinya pertanyaan-pertanyaan yang belum dijawab mengenai keamanan jangka panjang dari PPI (Depla, Klinkenberg, 1994). Yang penting dalam keberhasilan pembedahan antirefluks adalah preservasi fungsi esofagus dan ahli bedah yang berpengalaman. Keuntungan utama dari terapi pembedahan adalah kemampuannya untuk menyembuhkan penyakit tersebut, walaupun biaya sekali waktunya cukup mahal. Keterbatasan tindakan pembedahan meliputi kemungkinan mortalitas (<1%), miditas dan angka rekurensi yang diperkirakan antara 10 dan 20% (Kahrilas, 1996).

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Disusun oleh: UMAR SYARIF (030.06.263) Fakultas kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 2009 Definisi Gastroesophageal Reflux Disease adalah suatu keadaan patologis

Lebih terperinci

ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI

ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI Sri Rahayu, 2006 Pembimbing: Sri Nadya, dr. MKes Refluks esofagitis menunjukkan reaksi inflamasi secara

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma 2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI Dr. Taufik SpP(K) Bagian Pulmonologi FKUA/RSUP Dr.M.Djamil Padang PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan global saat ini. Kekerapannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Pengertian Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5. L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

Definisi. Kelainan ini tidak diturunkan dan memerlukan waktu bertahuntahun hingga menimbulkan gejala

Definisi. Kelainan ini tidak diturunkan dan memerlukan waktu bertahuntahun hingga menimbulkan gejala Definisi Ketiadaan peristaltik korpus esofagus bagian bawah dan hipertonisitas sfingter esofagus bagian bawah (SEB/ cincin otot antara esophagus bagian bawah dan lambung) akibat degenerasi ganglia pleksus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma

Lebih terperinci

Factors Associated with The Success of GERD Therapy

Factors Associated with The Success of GERD Therapy Artikel Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberhasilan Terapi GERD 1 Suzanna Ndraha, 2 Donny Oktavius, 2 Fransisca, 2 Julian Leonard Sumampouw, 2 Ni Nyoman Juli, 2 Ricco Marcel 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) merupakan kelainan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA PENGERTIAN Suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. (Mizieviez). ETIOLOGI 1. Faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Program Penatalaksanaan Asma 1. Edukasi 2. Monitor penyakit berkala (spirometri) 3. Identifikasi dan pengendalian pencetus 4. Merencanakan Terapi 5. Menetapkan pengobatan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG Pendahuluan asma merupakan proses inflamasi kronik dimana yang berperan adalah sel-sel inflamasi maupun struktural dari bronkus GINA 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal Disease (SRMD) pada pasien kritis pertama kali muncul lebih dari empat dekade lalu. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

Askep GERD Gastroesophageal Reflux Disease

Askep GERD Gastroesophageal Reflux Disease Askep GERD Gastroesophageal Reflux Disease BAB I Latar Belakang GERD Gastroesofageal Reflux Disease adalah suatu penyakit yang jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) OLEH : PUTU KRISNA SIANTARINI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) OLEH : PUTU KRISNA SIANTARINI LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) OLEH : PUTU KRISNA SIANTARINI 1102105004 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN UKDW. Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300

BAB. I PENDAHULUAN UKDW. Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300 BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300 juta orang di seluruh dunia menderita asma. Setiap tahunnya terjadi 180.000 kematian

Lebih terperinci

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan. A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan

Lebih terperinci

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014 TUGAS NEONATUS Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014 Anggota Kelompok 2 Aprilia Amalia Candra (P27224012 171) Aprilia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyakit Lambung Lambung adalah salah satu organ dalam sistem percernaan pada manusia yang berfungsi untuk mencerna makan dan menyerap beberapa sari-sari makanan. Asam pada lambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

Keluhan-keluhan Selama Kehamilan

Keluhan-keluhan Selama Kehamilan Keluhan-keluhan Selama Kehamilan Keluhan-keluhan pada umumnya terjadi selama masa kehamilan. Keluhan tersebut umum didapatkan pada kondisi hamil dan merupakan kejadian yang normal. Keluhan tersebut diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan secara klinis ditandai oleh adanya episode batuk rekuren, napas pendek, rasa sesak di dada dan mengi

Lebih terperinci

154 Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

154 Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) 154 Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Waktu Pencapaian kompetensi : Sesi di dalam kelas : 2 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronik yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma telah di kenal sejak ribuan tahun lalu, para ahli mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang memberikan gejalagejala batuk,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM A.PENGERTIAN Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit dan gangguan saluran napas masih merupakan masalah terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran napas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran bahan yang digunakan semua makhluk hidup untuk bagian dalam maupun bagian luar dalam menetapkan diagnosis, mencegah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN Oleh: DARU KUMORO CIPTO JATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran saat ini juga telah memanfatkan teknologi untuk membantu peningkatan pelayanan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan, tetapi masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum peduli dengan

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengarah modern ditandai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung, seperti:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dispepsia a. Definisi Dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan peptein (pencernaan) (Bonner, 2006). Dispepsia menggambarkan keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis yang merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia dapat bertahan hidup. Juga menurut Maslow

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan gold standard untuk penanganan jalan nafas. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan

Lebih terperinci