BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Transkripsi

1 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Disiplin Belajar Berkaitan dengan disiplin belajar, akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan pengertian disiplin belajar, macam-macam disiplin belajar, unsur dan aspek disiplin belajar, faktor yang mempengaruhi disiplin belajar, dan cara pembinaan disiplin belajar. a. Pengertian Disiplin Belajar Belajar merupakan salah satu kewajiban bagi setiap peserta didik dimana setiap peserta didik dituntut untuk belajar teratur. Dibutuhkan adanya kesungguhan dan disiplin di dalam kegiatan belajar. Disiplin merupakan suatu kondisi yang harus di jalankan apa bila seorang peserta didik mengharapkan kelancaran dalam belajarnya. Disiplin dalam belajar dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pentingnya belajar. Perilaku disiplin merupakan salah satu cara guru untuk menjadikan peserta didik untuk tertib dan taat pada aturan sekolah yang ada. Aturan dan tata tertib yang sudah menjadi ketetapan sekolah tidak hanya ditujukan kepada satu atau dua orang saja, akan tetapi peraturan tersebut ditujukan kepada semua pihak yang berada di sekolah. Disiplin belajar terdiri dari dua kata yaitu, kata disiplin dan belajar. Kata disiplin adalah kata yang sudah tidak asing lagi di dengar baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Menurut Ametembum dalam Soedomo Hadi (2005: 58) menyebutkan asal mula pengertian disiplin yaitu suatu keadaan tertib di mana para pengikut tunduk dengan senang hati pada ajaran pemimpinnya. Dalam keadaan tersebut setiap individu dapat mengontrol perilakunya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1999: 82) menyatakan bahwa Disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple, yakni seorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Pendapat di atas dapat dimaknai bahwa disiplin merupakan keadaan dimana orang-orang mau mengikuti apa yang 8

2 9 di perintah oleh pemimpinnya. Disiplin berarti individu dengan senang hati patuh dan taat terhadap suatu peraturan yang telah ditetapkan, misalnya sebuah organisasi dipimpin oleh seorang ketua dan anggotanya akan patuh terhadap aturan yang berlaku. Ariesandi (2008: 231) mengatakan bahwa disiplin merupakan proses melatih fikiran dan karakter secara bertahap sehingga menjadi seorang yang memiliki kontrol diri dan berguna bagi masyarakat. Peserta didik dalam hal ini menyadari bahwa proses pendisiplinan adalah proses yang berjalan seiring dengan waktu dan pengulangan serta pematangan kesadaran dari dalam diri individu. Pendapat lain dijelaskan oleh Gordon (dalam Dian Fawzia 2014: 4) menyatakan bahwa disiplin adalah sebuah perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan seperti disiplin didalam kelas atau disiplin dalam belajar. Peserta didik yang memiliki perilaku baik dengan membiasakan diri patuh terhadap tata tertib dan guru akan menjadi peserta didik yang memiliki disiplin tinggi. Sementara Daryanto dan Darmiatun (2013: 49) mengemukakan bahwa disiplin adalah perilaku sosial yang bertanggung jawab dan fungsi kemandirian yang optimal dalam suatu relasi sosial yang berkembang atas dasar kemampuan mengelola atau mengendalikan, memotivasi dan idependensi diri. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa disiplin akan tercipta pada diri individu berdasarkan kemampuannya mengelola diri serta kesadaran individu untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Selain itu Soegeng Prijodarminto (1992: 23) menyatakan bahwa disiplin merupakan keadaan atau suatu kondisi yang tercipta karena adanya proses dari serangkaian perilaku taat dan patuh pada peraturan dan ketetapan yang ada. Pendapat tersebut dapat dimaknai keadaan tertib dan teratur dapat tercipta karena adanya perilaku taat dan patuh pada aturan yang ada. Ketetapan tersebut dibuat atas kesepakatan bersama untuk dilaksanakan secara bersama-sama sehingga adanya peraturan yang telah ditetapkan bersama, membuat individu mengendalikan diri dalam berbuat dan berperilaku dalam kehidupannya. Aturan yang ada dalam kehidupan individu secara pribadi maupun kelompok menjadikan

3 10 individu dapat mengendalikan diri dalam bersikap maupun berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan sekitar. Pengendalian pada diri individu menjadikannya taat dan menghormati serta melaksanakan apa yang sudah menjadi ketetapan bersama. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan perilaku taat dan patuh pada peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan secara bersama untuk menciptakan keadaan yang tertib dan teratur dalam bertingkah laku karena adanya proses pengendalian diri dalam diri individu. Selanjutnya kehidupan manusia tidak terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri maupun dalam suatu kelompok tertentu. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri, baik dalam bentuk pengetahuan maupun berupa keterampilan baru. Kegiatan belajar dilakukan oleh semua orang tanpa mengenal batas usia dan berlangsung seumur hidup. Segala aktivitas dalam kehidupan kita sehari-hari merupakan kegiatan belajar oleh karena itu Slameto (2003: 2) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa belajar ialah proses perubahan tingkah laku akibat dari aktivitas sehari-hari yang dilakukan individu yang kemudian menghasilkan suatu perubahan tingkah laku. Menurut Gagne (dalam Syamsuri dan Chadijah 2011: 4) menyatakan bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas, setelah belajar orang akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Selain itu Abdillah dalam Aunurrahman (2013: 35) menyatakan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Pendapat

4 11 tersebut dapat dimaknai bahwa belajar merupakan usaha seseorang dalam merubah tingkah lakunya menjadi lebih baik melalui proses latihan yang dilakukan dalam aktifitasnya sehari-hari. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha sadar dari diri seseorang untuk mengubah tingkah lakunya menjadi baik melalui proses latihan dan interaksi dengan lingkungan, sehingga individu akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Disiplin tidak hanya diterapkan dikehidupan sehari-hari dan dilingkungan saja akan tetapi disiplin juga harus diterapkan dalam kegiatan belajar. Hal ini karena perilaku disiplin merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh setiap individu agar tercipta kehidupan yang tertib dan teratur. Selain itu untuk peserta didik disiplin juga sangat penting diterapkan di sekolah. Karena untuk mencapai tujuan belajar peserta didik perlu suasana sekolah yang tertib teratur dan aman, sehingga peserta didik akan lebih konsentrasi dalam mengikuti kegiatan belajar. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin belajar merupakan usaha sadar dalam berperilaku taat dan patuh pada peraturan dan ketetapan yang telah di tetapkan guna mencapai perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik melalui proses latihan dan interaksi dengan lingkungan. b. Macam-Macam Disiplin belajar Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. Dalam belajar peserta didik tidak bisa melepaskan diri dari beberapa hal yang dapat menghantarkan peserta didik berhasil dalam belajar. Seperti yang akan dikemukakan Imron (2012: 173) terdapat tiga macam disiplin belajar diantaranya adalah otoritarian, permissive, dan konvergensi. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing macam-macam disiplin belajar : 1) Otoritarian Menurut kacamata konsep ini, peserta didik di sekolah dikatakan mempunyai disiplin tinggi manakala mau duduk tenang sambil memperhatikan uraian guru ketika sedang mengajar. Peserta didik diharuskan untuk mengikuti apa saja yang

5 12 dikehendaki oleh guru dan tidak boleh membantah. Guru bebas memberikan tekanan kepada peserta didik, sehingga siswa takut dan terpaksa mengikuti apa yang diinginkan oleh guru. 2) Permissive Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep ini adalah peserta didik haruslah diberikan kebebasan seluas-luasnya di dalam kelas dan sekolah. Aturan-aturan di sekolah dilonggarkan dan tidak perlu mengikat. Peserta didik dibiarkan berbuat apa saja sepanjang perilaku yang di buatnya masih dalam perilaku yang baik menurutnya. 3) Konvergensi Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep kebebasan yang terkendali atau kebebasan yang bertanggung jawab. Disiplin yang demikian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk berbuat apa saja, tetapi konsekuensi dari perbuatan itu merupakan tanggung jawabnya. Selanjutnya hal yang sama juga dikemukakan oleh Hadisubrata (dalam Tu u, 2004: 44) menyatakan bahwa teknik disiplin dibagi menjadi tiga macam yaitu : 1) Disiplin Otoritarian Dalam disiplin ini peraturan dibuat sangat ketat dan rinci. Orang yang berada dalam lingkungan disiplin ini diminta menaati dan mematuhi peraturan yang telah disusun yang berlaku ditempat itu. Apabila gagal menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, akan menerima sanksi atau hukuman berat. Sebaliknya bila berhasil memenuhi peraturan, tidak mendapat penghargaan atau hal itu sudah dianggap sebagai kewajiban. Disiplin otoritarian selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan tekanan, dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman selalu dipakai untuk memaksa, menekan, mendorong seseorang mematuhi dan menaati peraturan. 2) Disiplin Primitif Dalam disiplin ini seseorang dibiarkan bertindak menurut keinginannya. Kemudian dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang diambil itu. Seseorang berbuat sesuatu dan ternyata

6 13 membawa akibat melanggar norma atau aturan yang berlaku, tidak diberi sanksi atau hukuman. Dampak teknik primitif berupa kebingungan dan kebingungan. 3) Disiplin demokratis Disiplin demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan aspek edukatif bukan aspek hukuman. Sanksi atau hukuman dapat diberikan kepada yang menolak atau melanggar tata tertib. Akan tetapi, hukuman yang dimaksud sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin belajar yang sesuai untuk diterapkan kepada peserta didik adalah disiplin demokratis dimana dalam disiplin demokratis ini peserta didik diberikan pengetahuan tentang apa yang baik dilakukan dan apa yang tidak baik dilakukan,sehingga peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. c. Unsur-Unsur dan Aspek Disiplin Belajar Kedisiplinan diharapkan mampu mengubah perilaku individu dalam menciptakan suatu keselarasan dengan peraturan dan norma yang berlaku di sekolah. Kedisiplinan memiliki unsur-unsur agar tercipta kehidupan yang teratur, Soegeng Prijodarminto (2004: 24) menjelaskan bahwa terdapat unsur pokok yang membentuk disiplin, yaitu sikap yang telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada di masyarakat. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa unsur dalam membentuk disiplin adalah sikap dan nilai budaya. Sikap merupakan unsur yang hidup didalam jiwa manusia yang harus mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat berupa tingkah laku atau pemikiran. Sistem nilai budaya merupakan bagian dari budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi kelakuan manusia. Perpaduan antara sikap dan sistem nilai budaya yang menjadi pengaruh dan pedoman untuk mewujudkan sikap mental berupa perbuatan atau tingkah laku.

7 14 Penegakan kedisiplinan pada individu mempertimbangkan beberapa unsur, Hurlock (1999: 84) mengemukakan unsur-unsur pokok dalam kedisiplinan, yaitu peraturan, konsistensi, hukuman dan penghargaan. Pengertian tersebut dalam dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut : 1). Peraturan merupakan tatanan ketertiban yang ditetapkan di suatu tempat agar individu tidak berprilaku yang melanggar peraturan. Peraturan mempunyai nilai pendidikan dalam membentuk pola perilaku individu dari yang belum terarah menjadi terarah. Peraturan tersebut dibuat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai agar dapat diterima di lingkungan masyarakat. 2). Konsistensi merupakan suatu tingkat keseragaman dan tidak ada perubahan yang dilakukan secara berulang-ulang. Suatu peraturan dibuat sekali untuk selamanya, untuk menghadapi kebutuhan perkembangan yang berubah. Konsistensi harus ada dalam kedisiplinan, karena dengan adanya konsistensi maka kedisiplinan akan terus ditegakkan, sehingga pelanggaran yang dilakukan akan berkurang. 3). Hukuman atau sanksi merupakan suatu balasan atas tindakan kesalahan yang dilakukan karena melanggar peraturan yang telah dibuat. Hukuman sangat penting dalam penerapan kedisiplinan di sekolah hal ini bertujuan untuk menghindari pengulangan tindakan pelanggaran yang dilakukan siswa di lingkungan sekolah. 4). Penghargaan diberikan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Penghargaan tidak harus berupa materi, tetapi dapat berupa pujian, senyuman atau tepukan dipunggung. Berdasarkan uraian di atas dapat dimaknai bahwa unsur-unsur kedisiplinan merupakan segala sesuatu yang membentuk atau terdapat dalam kedisiplinan. Peraturan merupakan pedoman dalam bertingkah laku sesuai dengan norma, agar dapat hidup dengan tenang dan damai. Hukuman merupakan balasan akan tindakan yang telah dilakukan oleh individu yang memiliki efek jera. Penghargaan merupakan imbalan atas perbuatan yang telah dilakukannya, sedangkan konsistensi merupakan stabilitas yang berguna untuk berperilaku sesuai dengan aturan. Selain itu Tu u (2004:33) mengemukakan unsur-unsur disiplin belajar yaitu sebagai berikut : 1) Mengikuti dan menaati peraturan, nilai yang berlaku

8 15 disekolah. 2) Pengikutan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya kesadaran diri bahwa hal ini berguna bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan, paksaan dan dorongan dari luar dirinya. 3) Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan. 4) Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah laku. 5) peraturan-peraturan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran perilaku. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa unsur disiplin menuntut seorang peserta didik dengan sadar mau mengikuti dan mematuhi aturan yang telah dibuat oleh sekolah sebagai bentuk dari suatu pembinaan perilaku agar sesuai dengan ketentuan yang ada, dan sebagai pedoman dalam berperilaku. Perilaku disiplin dapat tercipta karena adanya proses pembinaan dan pembimbingan dari lingkungan. Soegeng Prijodarminto (2004: 23) menyatakan disiplin dibentuk oleh beberapa aspek, berikut adalah aspek-aspek disiplin : 1). Sikap mental, yang merupakan sikap tata tertib sebagai hasil atau pengembangan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak. 2). Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma kriteria dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman tersebut membutuhkan pengertian yang mendalam/kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan, norma, kriteria dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan. 3). Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek disiplin berupa adanya ketaatan, pemahaman atau kesadaran, konsistensi dan hukuman serta penghargaan (konsekuen) d. Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Belajar Kegiatan belajar peserta didik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor tersebut meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Seperti halnya

9 16 dikemukakan oleh Slameto (2010: 60) menyebutkan bahwa dalam kegiatan belajar ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi disiplin belajar sebagai berikut : 1) Keluarga Penyebab disiplin belajar rendah pada peserta didik di pengaruhi oleh beberapa hal antara lain adalah lingkungan keluarga yang tidak mendukung, seperti kurangnya perhatian dari orang tua, tidak adanya komunikasi dengan orang tua, suasana rumah yang tidak mendukung, keadaan ekonomi keluarga yang berantakan. Keadaan yang demikian ini berpengaruh terhadap kedisiplinan peserta didik. Peserta didik yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tua akan mencari kesenangan di luar rumah, karena individu merasa orang tua acuh terhadap dirinya sehingga timbul perasaan tidak peduli dan malas untuk belajar. Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misal acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan dan kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak peduli terhadap kemajuan belajar anaknya, tidak mengatur waktu belajarnya, dapat menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam belajar. (Slameto,2010: 61) Perilaku orang tua yang acuh terhadap pendidikan anaknya ini yang membuat peserta didik juga merasa acuh terhadap dirinya sendiri sehingga untuk belajar pun peserta didik akan acuh. Mendidik merawat serta memberikan kasih sayang kepada anak merupakan kewajiban orang tua, sehingga perhatian orang tua merupakan kebutuhan penting untuk anak. 2) Sekolah Lingkungan sekolah memiliki pengaruh yang besar terhadap disiplin belajar peserta didik karena didalam sekolah peserta didik mendapatkan pendidikan. Salah satunya adalah peran guru dalam membimbing peserta didik untuk menjadi disiplin. Gaya mengajar guru akan berpengaruh terhadap ketertarikan dan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran. Selain itu kurikulum, hubungan antara peserta didik dengan guru, sarana dan prasarana sekolah juga berpengaruh terhadap disiplin belajar peserta didik.

10 17 Lingkungan sekolah menentukan bagaimana peserta didik itu disiplin atau tidak disiplin, karena di lingkungan ini peserta didik di bentuk karakternya dan di ajarkan berperilaku sesuai dengan aturan. Apabila dalam proses pembentukan karakter dan perilaku peserta didik mengalami masalah maka akan mengakibatkan adanya peserta didik yang berperilaku tidak sesuai aturan atau dengan kata lain munculah perilaku disiplin yang rendah/ tidak disiplin. 3) Masyarakat Lingkungan pergaulan antar teman merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku disiplin belajar peserta didik. Baik buruknya teman akan berpengaruh sekali terhadap kehidupan peserta didik. Seperti yang dikemukakan Slameto (2010: 71) menyatakan bahwa teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu sebaliknya, teman gaul yang jelek akan berpengaruh buruk. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa baik buruk teman dan lingkungan belajar akan mempengaruhi sifat peserta didik. Peserta didik yang lingkungan teman-temannya rajin belajar, akan memiliki semangat belajar yang tinggi. Akan tetapi sebaliknya jika lingkungan teman yang buruk seperti malas belajar dan suka membolos, maka peserta didik akan memiliki semangat belajar yang rendah. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi munculnya peserta didik yang memiliki disiplin belajar rendah/ tidak disiplin adalah adanya peran keluarga yang tidak berjalan sesuai dengan semestinya, peran sekolah yang tidak berhasil dalam mendidik dan membentuk karakter dan perilaku baik peserta didik, serta lingkungan masyarakat/ teman yang mengajarkan perilaku tidak baik terhadap peserta didik. e. Cara Meningkatkan Disiplin Belajar Tugas utama peserta didik adalah belajar, dengan belajar diharapkan peserta didik dapat mencapai prestasi yang optimal. Peserta didik harus membiasakan diri untuk berdisiplin dalam belajar agar dalam melaksanakan kegiatan belajar nantinya tidak terasa berat. Cara yang ditempuh untuk berdisiplin adalah dengan melaksanakan pembinaan belajar, baik di rumah maupun di sekolah.

11 18 1) Pembinaan Disiplin Belajar di Sekolah Guru mempunyai peran yang sangat besar dalam penanaman disiplin belajar peserta didik. Salah satu peran guru yang sangat penting dalam upaya menciptakan disiplin adalah menciptakan kelas yang teratur. Menurut Soedomo Hadi (2005: 59-60) teknik pembinaan disiplin di kelas dapat dilakukan dengan cara : a) Teknik Inner Control Kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan berkembang dari dalam diri peserta didik itu sendiri (self discipline) dengan kesadaran akan norma-norma peraturan tata tertib yang diterapkan, mereka dapat mengendalikan dirinya. Pengendalian diri terhadap perilaku dan perbuatan akan peraturan dan norma yang berlaku, mendorong peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan aturan. Contohnya adalah seperti penggunaan seragam sekolah sesuai dengan aturan hari Senin menggunakan baju warna putih biru. Hal ini dilakukan peserta didik karena merupakan aturan yang telah ditetapkan oleh sekolah dan peserta didik secara sadar telah mengikuti aturan tersebut. Kombinasi antara pengendalian diri dengan kesadaran akan norma dan tata tertib akan menghasilkan sebuah perilaku disiplin. Peserta didik yang memiliki kesadaran diri dan pengendalian diri akan mengetahui gaya belajar yang disukainya, dan mampu mengatasi masalah-masalah belajarnya dengan baik. Seperti pada self regulated learning yang mana menjelaskan bahwa suatu proses pengaturan diri akan melibatkan kognisi, perilaku dan motivasi dalam mencapai tujuan belajarnya. b) Teknik External Control Pengendalian diri itu berasal dari luar peserta didik dan hal itu dapat berupa bimbingan (guidance) dan penyuluhan (conseling), kadang pengendalian ini dapat berupa pengawasan tetapi yang bersifat hukuman. Teknik pengendalian ini harus sesuai dengan perkembangan. Untuk pendidikan rendah external control, sedangkan untuk pendidikan menengah dan tinggi lebih dikembangkan inner control. Contohnya seperti pemberian bimbingan yang dilakukan oleh guru BK terhadap peserta didik yang terlambat datang ke sekolah. Peserta didik yang

12 19 terlambat dilarang untuk masuk kelas sampai jam pertama pelajaran selesai, hal ini merupakan hukuman untuk peserta didik agar tidak mengulangi perbuatan tidak disiplin di kemudian hari. c) Teknik Cooperative Control Disiplin kelas yang baik mengandung pula kesadaran kerjasama secara harmonis, respektif (terhormat), efektif dan produktif, oleh karena itu dalam pengendalian atau pembinaan disiplin harus ada kerjasama guru dengan peserta didik. Contohnya adalah guru membuat aturan untuk mendisiplinkan peserta didik, maka peserta didik secara sadar mau mengikuti aturan yang telah di tetapkan oleh guru. Misalnya dalam sebuah kelas guru memberikan aturan bahwa pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran peserta didik secara sadar harus konsentrasi dan bersikap tenang didalam kelas. Hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembinaan disiplin di kelas ini adalah adanya perbedaan individu peserta didik dalam kesanggupan pengendalian dirinya. Perbedaan-perbedaan individu tersebut yang menjadi tantangan setiap guru untuk dapat menciptakan kondisi belajar di dalam kelas. Penciptaan kondisi belajar yang teratur di dalam kelas selain peran dari guru, juga tidak lepas dari individu atau peserta didik itu sendiri dalam mengikuti peraturan tata tertib selama mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Peran kombinasi yang apik antara guru dan peserta didik dalam penciptaan kondisi belajar di kelas ini lah yang akan menjadikan keberhasilan didalam pembinaan disiplin di dalam kelas. 2) Pembinaan Disiplin Belajar di Rumah Disiplin belajar tidak hanya diterapkan di sekolah tetapi juga perlu diterapkan di rumah, karena waktu belajar siswa lebih banyak di rumah dibandingkan di sekolah. Orang tua bertanggung jawab dalam melaksanakan pendidikan selama peserta didik berada di rumah, sehingga orang tua berkewajiban untuk menciptakan suasana keakraban antara masing-masing anggota keluarga dan memberikan perhatian yang paling cukup dalam kegiatan belajar anaknya seperti mengawasi anak dalam belajar dan menyediakan sarana belajar yang dibutuhkan.

13 20 Orang tua memegang kontrol yang sangat besar terhadap anak-anaknya saat berada di rumah, namun kontrol ini diharapkan tidak berlebihan. Kontrol yang berlebihan akan mengakibatkan anak merasa bosan, sehingga akan membuat anak menjadi menurun semangat belajarnya. Pengawasan yang diberikan orang tua tidak hanya mengenai belajarnya di rumah akan tetapi bagaimana orang tua dapat menciptakan keadaan nyaman di rumah sehingga peserta didik selama di rumah merasa senang dan nyaman. Keadaan senang dan nyaman yang dirasakan peserta didik ini menjadi salah satu pendukung yang dapat membuat individu memiliki semangat tinggi dalam belajar. Proses pembinaan disiplin belajar peserta didik yang dilakukan di sekolah maupun di rumah, harus disertai juga dengan cara mendidik peserta didik untuk sadar dan mau berusaha untuk meningkatkan disiplin belajarnya. Peserta didik yang sadar akan disiplin belajar maka akan memiliki semangat belajar tinggi, dan akan memiliki prestasi akademik yang bagus. Kesadaran ini dibentuk dengan melalui proses yang dilakukan oleh orang tua dan guru dengan cara memberikan motivasi dan bimbingan agar peserta didik memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya disiplin belajar. 2. Self Regulated Learning Berkaitan dengan self regulated learning, akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan pengertian self regulated learning, faktor-faktor self regulated learning, komponen self regulated learning, dan strategi self regulated learning. a. Pengertian Self Regulated Learning Self regulated learning mengintegrasikan banyak hal tentang belajar efektif. Pengetahuan, motivasi dan disiplin diri adalah faktor-faktor terpenting yang dapat mempengaruhi self regulated learning. Pengetahuan dalam hal ini adalah pengetahuan tentang dirinya, tugasnya, dan strategi yang digunakan untuk belajar. Peserta didik yang memiliki kesadaran diri dan pengendalian diri akan mampu mengetahui gaya belajar yang disukainya, bagaimana mengatasi masalah-masalah belajarnya dan mampu belajar dengan baik. Seperti pada self regulated learning peserta didik dituntun untuk mampu mengendalikan diri dan memiliki disiplin

14 21 diri. Menurut (Zimmerman & Martinez-Pons, 1990: 51) Self Regulated Learning adalah suatu proses pengaturan diri dan strategi yang melibatkan metakognisi, motivasi dan perilaku didalam proses belajar. Secara metakognisi, peserta didik membuat perencanaan, mengatur, mengorganisir, mengontrol dan mengevaluasi diri pada setiap apa yang mereka pelajari. Secara motivasi, peserta didik merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan atau keahlian dan memiliki kemandirian didalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Serta secara perilaku peserta didik mampu untuk memilih, menyusun dan membuat lingkungan belajar yang optimal. Self Regulated Learning menurut Glynn, Aultman dan Ownes (2005: 155) merupakan Kombinasi keterampilan belajar akademik dan pengendalian diri yang membuat pembelajaran terasa lebih mudah, sehingga peserta didik lebih termotivasi. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa Self Regulated Learning membantu peserta didik untuk mampu mengendalikan diri dan memotivasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan belajar. Menurut Zumburnn, Tadlock & Robert, (2011: 4) Self-regulated learning is a process that assists students in managing their thoughts, behaviors, and emotions in order to successfully navigate their learning experiences. This process occurs when a student s purposeful actions and processes are directed towards the acquisition of information or skills. Terjemahan dari pernyataan tersebut bahwa Self-regulated learning adalah sebuah proses yang membantu peserta didik dalam memanajemen pikiran, tingkahlaku, dan emosi dalam rangka mensukseskan navigasi belajar mereka. Proses ini terjadi ketika peserta didik bertindak dengan maksud tertentu dan prosesnya diarahkan untuk mencapai kemahiran informasi dan keterampilan. Bandura (dalam Schunk Terj. Hamidah, 2013: 554) berpendapat bahwa dinamika proses beroperasinya self regulated learning antara lain: (1) observasi diri(self observation), individu melihat dirinya sendiri, menjaga perilaku, (2) penilaian (self judgment), membandingkan apa yang dilihat dengan suatu standart, (3) reaksi diri (self reaction), reaksi diri akan muncul ketika peserta didik menilai kemajuan belajarnya, kemudian melakukan perbaikan. Salah satu konsep utama dalam teori pembelajaran konstruktivis ialah visi siswa yang ideal sebagai pelajar yang mandiri. Pelajar yang mandiri (self

15 22 regulated learner) adalah siswa yang mempunyai pengetahuan tentang strategi pembelajaran yang efektif dan bagaimana serta kapan menggunakannya (Slavin Terj. Samosir, 2009: 13). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa peserta didik yang mandiri merupakan peserta didik yang mampu mengetahui tentang bagaimana strategi pembelajaran yang sesuai dengan dirinya sendiri, sehingga dapat memperoleh pembelajaran yang efektif. Peserta didik dapat menyesuaikan strategi apa yang perlu dilakukan untuk mendukung proses pembelajarannya, akan tetapi dalam pemilihan strategi peserta didik harus memperhatikan dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga strategi yang akan dijalankan sesuai dengan dirinya. Menurut teori sosial kognitif, penggunaan strategi pengaturan diri dipengaruhi oleh sistem keyakinan siswa. Siswa yang mengatur dirinya secara metakognisi menyadari hubungan strategis antara proses pengaturan diri dan hasil pembelajaran, merasa yakin dengan penggunaan strategi, memiliki tujuan pembelajaran akademik, memiliki kendali atas pikiran yang melemahkan dan kecemasan, dan meyakini bahwa penggunaan strategi akan membantu mereka mencapai tujuan pada tingkatan yang lebih tinggi (Schunk Terj. Eva, Rachmat, 2013: 563). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa self regulated learning merupakan suatu proses yang membantu peserta didik untuk dapat mengaturan dirinya yang melibatkan metakognisi, perilaku dan motivasi dalam mencapai tujuan belajar. b. Proses- Proses Kognitif Self Regulated Learning Self regulated learning adalah metode belajar yang menempatkan peserta didik untuk mampu mengendalikan diri, membuat keputusan sendiri dan menerima tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Proses-proses kognitif yang menyangkut self-regulated learning peserta didik kebanyakan adalah proses metakognitif. Bandura menyatakan bahwa proses kognitif sosial terdiri atas tiga sub proses: Observasi diri, penilaian diri, dan reaksi diri. Menururt Bandura (dalam Schunk Terj. Eva, Rachmat, 2013: 554) proses-proses tersebut tidak terpisahkan tetapi berkaitan satu sama lain. Berikut adalah penjelasannya:

16 23 1) Observasi Diri Observasi diri dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap aspek diri individu yang diobservasi dengan menggunakan standar tertentu. Setelah melakukan penilaian berdasarkan standar tertentu akan muncul reaksi dari diri individu sebagai hasil penilaian, baik reaksi positif atau negatif. Proses ini juga berlangsung secara terpisah dari lingkungan karena dilakukan oleh diri individu itu sendiri. Contohnya adalah peserta didik menilai dirinya sendiri apakah dirinya sudah disiplin dalam belajar, apabila individu tersebut merasa bahwa hasil belajarnya belum sesuai karena kurang dalam disiplin belajar, maka peserta didik akan mencoba untuk meningkatkan disiplin belajarnya. 2) Self Judgement (Penilaian Diri) Penilaian diri memiliki arti membandingkan tingkat kinerja terkini dengan tujuan. Penilaian diri tegantung pada jenis standar evaluasi diri yang digunakan, sifat-sifat tujuan, pentingnya pencapaian tujuan, dan atribusi. Standar evaluasi diri terdiri atas dua jenis, standar absolut dan standar normatif. Standar absolut bersifat tetap, misalnya berupa nilai atau uikuran kemajuan belajar tertentu, sedangkan standar normatif berdasarkan kinerja serta dengan mengobservasi model. Contohnya peserta didik merasa nilai-nilai pelajarnnya masih dibawah teman-temanya dikelas, padahal peserta didik memiliki cita-cita ingin sekolah di SMA favorit. 3) Self Reaction (Reaksi Diri) Reaksi diri muncul setelah peserta didik melakukan penilaian diri. Reaksi diri peserta didik akan memperbaiki disiplin belajar peserta didik sehingga peserta didik dapat mencapai tujuan belajar. Peserta didik yang menilai kemajuan disiplin belajar mereka tidaklah cukup bisa bereaksi untuk melakukan perbaikan kegiatan belajar, misalnya dengan meminta bantuan dari guru, teman sebayanya atau mengubah lingkungan belajarnya. Sedangkan peserta didik yang memiliki keyakinan ia mengalami kemajuan disiplin belajar akan mendapatkan kepuasan. Evaluasi negatif tidak akan berdampak buruk jika seseorang meyakini seseorang bahwa dirinya mampu terus berkembang. Hasil evaluasi disiplin belajar yang negatif tidak akan menimbulkan keputusasaan dan kekecewaan apabila peserta

17 24 didik memandang dirinya mampu terus berkembang. Peserta didik akan bereaksi dengan melakukan usaha perbaikan disiplin belajar secara mandiri untuk mencapai tujuan belajar. Contohnya peserta didik akan secara sadar meningkatkan disiplin belajarnya agar dapat mencapai tujuan belajarnya sesuai dengan keinginan peserta didik tersebut, misalnya peserta didik menginginkan masuk ke sekolah lanjutan yang favorit, maka peserta didik akan berusaha untuk meningkatkan hasil belajarnya dengan cara meningkatkan disiplin belajarnya. Bedasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses kognitif dalam self-regulated learning terdiri atas tiga proses yaitu, observasi diri, self judgment, dan self reaction. Pada tahap self observasi peserta didik melakukan observasi tentang keadaan dirinya. Setelah peserta didik melakukan observasi hasil observasi tersebut dibandingkan dengan tujuan disiplin belajarnya. Hasil perbandingan inilah yang disebut self judgment. Selanjutnya self judgment menjadi dasar dari munculnya self reaction. Reaksi peserta didik ini sesuai dengan self jugmentnya. Self reaction bertujuan untuk mencapai tujuan belajar. Contohnya adalah peserta didik merasa hasil belajarnya tidak sesuai dengan yang diharapkannya, padahal peserta didik memiliki cita-cita menjadi juara kelas. Karena mengetahui bahwa untuk menjadi juara kelas harus memiliki nilai yang baik, maka peserta didik tersebut dengan sadar berusaha untuk meningkatkan nilai-nilainya dengan lebih giat dalam belajar. Sedangkan menurut Pintrich & Zusho (dalam Zumburnn, Tadlock & Robert, 2011: 4) umumnya fase self-regulated learning terdiri atas 3 fase yaitu : Forethought and planning phase, performance monitoring phase, dan Refleksi performance. Berikut adalah penjelasannya: 1) Forethought and Planning Phase ( Fase pemikiran kedepan dan perencanaan) Pada fase ini peserta didik menganalisa disiplin belajarnya dan menyusun tujuan-tujuan belajar yang spesifik. Guru memiliki peran pada fase ini, yaitu ketika peserta didik menghadapi masalah untuk memilih strategi meningkatkan disiplin belajarnya dan merasa kesulitan guru memberikan instuksi untuk membantu peserta didik menyusun rencana. Contohnya peserta didik merasa bahwa disiplin belajarnya masih sangat rendah terbukti dengan pencapaian hasil

18 25 belajarnya. oleh karena itu peserta didik berusaha untuk menyusun strategi untuk meningkatkan disiplin belajarnya dengan meminta bantuan kepada guru BK. Guru BK membantu peserta didik untuk membuat susunan jadwal belajar yang dapat dilakukan oleh peserta didik selama satu hari. 2) Performance Monitoring Phase (Fase monitoring performa) Peserta didik mengunakan strategi untuk membuat kemajuan dalam disiplin belajar dan memonitor keektifan dari strategi yang dipilihnya. Monitor dari guru serta feedback yang spesifik membantu peserta didik menghadapi frustasi saat peserta didik mengalami kesulitan dalam meningkatkan disiplin belajar. Contohnya setelah peserta didik memiliki jadwal belajar harian, guru mengontrol dan mengawasi peserta didik apakah strategi yang di buat dilakukan oleh peserta didik dan apakah sesuai dengan kebutuhan peserta didik. 3) Reflection on Performance Phase ( Refleksi performa) Peserta didik menilai diri sendiri dalam menggunakan strategi yang telah dipilih. Pada tahap ini peserta didik memanagemen emosi mereka tentang bagaimana untuk selalu disiplin. Self reflection ini akan berpengaruh terhadap rencana dan tujuan masa depan peserta didik sehingga siklus dimulai dari fase awal. Contohnya peserta didik menilai apakah startegi yang diplihnya efektif untuk meningkatkan disiplin belajarnya, apabila peserta didik merasa bahwa strategi tersebut berhasil maka peserta didik akan menjalankan strategi tersebut untuk mencapai tujuan belajarnya. Performance Monitoring Phase 1. Menerapkan startegi untuk membuat kemajuan disiplin belajar 2. Memonitor keefektifan strategi disiplin belajar Forethought and Planning Phase 1. Menganalisa tujuan belajar 2. Menyusun tujuan untuk meningkatkan disiplin belajar Memonitor motivasi Reflection on Performance Phase 1. Mengevaluasi disiplin belajar 2. Memanajemen respon emosional yang berkaitan dengan Gambar 2.1. Fase self-regulated learning

19 26 Berasarkan kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam self regulad learning terdapat tiga fase yaitu: forethought and planning phase, performance monitoring phase, dan refleksi performance. Pada fase pertama peserta didik melakukan analisis tujuan belajar dan menyusun tujuan meningkatkan disiplin belajar. Pada fase kedua peserta didik memonitor strategi disiplin belajarnya dan terakhir peserta didik merefleksi disiplin belajarnya. c. Faktor- Faktor Self Regulated Learning Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri peserta didik maupun dari luar diri peserta didik. Faktor-faktor dari luar diri peserta didik akan mempengaruhi self-regulated learning karena dalam kegiatan belajarnya peserta didik banyak dipengaruhi pengamatannya terhadap lingkungan. Sedangkan dari dalam diri peserta didik, pengamatan peserta didik terhadap keadaan dirinya akan menimbulkan penilaian diri. Penilaian diri tersebut akan memunculkan reaksi yang mempengaruhi perilaku peserta didik. Menurut Zimmerman (1989: 330) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi self regulated learning yaitu faktor personal, perilaku dan lingkungan : 1) Faktor Personal Self regulated learning terjadi dimana peserta didik dapat mengatur perilaku dan lingkungan belajar disekitarnya secara strategis. Faktor personal melibatkan self efficacy yang mengacu kepada penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar. Proses ini dipengaruhi oleh empat tipe pribadi seseorang yaitu pengetahuan peserta didik, proses metakognisi, tujuan dan afeksi. Pertama, pengetahuan peserta didik, yaitu bagaimana menggunakan strategi dan mengetahui tentang kapan kemudian mengapa strategi tersebut berjalan efektif. Kedua, proses metakognisi juga berfungsi untuk mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar, pengambilan keputusan metakognisi tergantung kepada tujuan jangka panjang peserta didik dalam belajar. Ketiga, tujuan merupakan kriteria yang digunakan peserta didik untuk memonitor mereka dalam belajar. Kemudian

20 27 keempat adalah afeksi, tujuan dan pengambilan keputusan metakognisi dipengaruhi oleh afeksi yang dalam hal ini merupakan kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri seperti kecemasan dan perasaan deperesi yang menghalangi tercapainya tujuan. Contohnya adalah peserta didik mengetahui strategi apa yang sesuai dengan dirinya, kemudian setelah diketahui strategi yang sesuai peserta didik menilai dan mengontrol strategi yang digunakan apakah berjalan sesuai dengan harapan peserta didik, selanjutnya peserta didik berusaha untuk dapat mengontrol emosinya agar peserta didik mampu menjalankan strateginya secara baik. 2) Faktor Perilaku Faktor perilaku yang berkaitan dengan self regulated learning yaitu observasi diri (self observation) pada tahap ini peserta didik melakukan observasi tentang keadaan dirinya, penilain diri (self judgment) peserta didik membandingkan dengan tujuan belajarnya, dan reaksi diri (self reaction) peserta didik akan berusaha mencapai tujuan belajarnya. Ketiga komponen tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi self regulated learning. Contohnya peserta didik ingin mendapatkan nilai bagus pada saat ulangan harian, maka peserta didik akan berusaha untuk belajar secara giat untuk dapat mencapai nilai terbaik pada saat ulangan harian. 3) Faktor Lingkungan Sikap proaktif peserta didik untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan dan pencarian sumber belajar yang relevan. Contohnya peserta didik yang menginginkan kemajuan dalam prestasi belajarnya akan berusaha mengindari halhal yang dapat mencapai tujuan belajarnya. Seperti peserta didik yang menginginkan prestasi belajar yang tinggi, ia akan mencari lingkungan belajar yang kondusif misalnya di perpustakan, dan ia juga akan mencari buku-buku yang dapat menjadi sumber belajarnya, sehingga keinginan dapat tercapai.

21 28 Person (self) COVERT SELF-REGULATION BEHAVIORAL SELF- REGULATION Environment Behavior ENVIRONMENTAL SELF-REGULATION Gambar 2.2. Analysis of Self-regulated Functioning Sedangkan menurut Printrich & Schunk ( dalam Santrock terjemahan Diana, 2013: 298) perkembangan self regulated learning dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah modeling dan self efficacy. 1) Modeling Model adalah sumber penting untuk menyampaikan keterampilan regulasi diri. Beberapa keterampilan modeling yang dapat dicontohkan oleh model adalah perencanaan, pengelolaan waktu secara efektif, memperhatikan dan konsentrasi, mengorganisasi dan menyimpan informasi secara strategis, membangun lingkungan belajar yang efektif dan menggunakan sumber daya sosial. Contohnya pengelolaan waktu secara efektif, peserta didik membuat jadwal harian untuk mengatur kegiatannya sehari-hari. Peserta didik yang memiliki jadwal harian akan dapat mengelola kegiatan sehari-harinya. 2) Self efficacy Self efficacy dapat mempengaruhi peserta didik dalam memilih suatu tugas, usahanya, ketekunan dan prestasinya. Contohnya peserta didik memilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat matematika, karena peserta didik memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu dan menguasai mata pelajaran matematika. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan self regulated learning adalah adanya model

22 29 sebagai salah satu cara untuk dapat mengembangkan keterampilan self regulated learning dan self efficacy sebagai acuan peserta didik untuk menentukan tujuan belajarnya. d. Komponen Self Regulated Learning Self regulated learning merupakan kegiatan memonitoring dan mengontrol belajar pada diri peserta didik itu sendiri. Menurut (Mukhid, 2008: Vol 3 (2) ) pengaturan belajar memiliki beberapa komponen didalamnya seperti, motivasi, kepercayaan diri, metakognisi, strategi belajar dan pengetahuan yang telah dimiliki. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa komponen self regulated learning seperti, motivasi digunakan untuk membantu peserta didik mengambil keputusan yang diperlukan untuk mengontrol dan memonitoring belajar peserta didik. Kepercayaan digunakan untuk membantu peserta didik mengetahui tentang sifat dasar dalam belajar. Metakognisi digunakan untuk membantu peserta didik memahami apa yang perlu dilakukan dan yang tidak perlu dilakukan. Kemudian strategi belajar digunakan oleh peserta didik ketika mereka belajar agar mereka mampu memperoleh dan menangkap pengetahuan yang baru didapatnya. Komponen-komponen tersebut digunakan untuk membantu peserta didik dalam mengontrol dan memonitoring belajarnya, sehingga diharapkan peserta didik mampu mengontrol dirinya dalam belajar dan mendapatkan prestasi yang baik. Komponen-komponen tersebut akan bermanfaat baik terhadap peserta didik apabila dibantu dengan adanya strategi dalam penerapan self regulated learning terhadap peserta didik. e. Strategi Self Regulated Learning Penerapan model pembelajaran teknik self regulated learning dibutuhkan beberapa strategi, seperti pada Zumbrunn, Tadlock, Elizabeth (2011: 9-13) terdapat 8 strategi self regulated learning yang meliputi goal setting, planning, self motivation, attention control, flexibel use of strategies, self evaluation, seeking information, and self monitoring. Adapun penjelasanya adalah sebagai berikut :

23 30 1) Goal Setting Tujuan dianggap sebagai standar yang mengatur tindakan individu. Tujuan jangka pendek sering digunakan untuk mencapai aspirasi jangka panjang, sebagai contoh jika seorang peserta didik menetapkan tujuan jangka panjang untuk mengerjakan ujian dengan baik, maka dia menetapkan tujuan jangka pendeknya seperti menetapkan waktu belajar dan menggunakan strategi khusus untuk keberhasilan ujiannya. Begitu pula apabila peserta didik menginginkan keberhasilan mencapai peringkat pertama di kelasnya, maka peserta didik harus belajar secara rutin dan menambah intensitas waktu belajarnya. 2) Planning Planning mirip dengan goal setting, planning dapat membantu peserta didik mengatur diri sebelum terlibat dalam tugas-tugas belajar. Peserta didik menyusun rencana bagaimana akan mencapai tujuan yang sudah ditentukannya. Perencanaan kegaiatan belajar dapat membantu peserta didik dalam memprioritaskan cara untuk mencapai tujuan belajar mereka. Contohnya peserta didik menyusun jadwal belajar harian, sehingga dengan peserta didik memiliki jadwal harian tidak ada lagi mata pelajaran/ tugas belajar yang terlewat untuk dipelajari. 3) Self Motivation Motivasi diri peserta didik self regulated learning terjadi ketika mereka menggunakan satu atau lebih strategi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan menetapkan tujuan pembelajaran mereka sendiri peserta didik akan termotivasi untuk membuat kemajuan menuju tujuan tersebut, peserta didik akan lebih bertahan melalui tugas yang sulit dan berusaha menemukan jalan keluarnya. Contohnya peserta didik yang memilih sendiri menggunakan strategi belajar penentuan prioritas, maka dengan peserta didik tersebut memilih sendiri bagaimana strategi yang akan dilakukan, peserta didik akan termotivasi untuk selalu meningkatkan disiplin belajarnya. 4) Attention Control Peserta didik dapat mengendalikan atau mengatur diri sendiri dengan cara menghindari hal-hal yang mengganggu pikiran serta mampu mengkondisikan lingkungan belajar yang kondusif. Contohnya peserta didik yang memiliki

24 31 keinginan untuk dapat mencapai prestasi belajar yang baik, akan secara sadar berusaha untuk mengkondisikan dirinya selalu fokus terhadap tujuan yang ingin dicapainya. 5) Flexibel Use of Strategis Peserta didik menggunakan strategi-strategi belajar untuk memfasilitasi kemajaun mereka untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi tersebut di pilihnya sendiri sesuai dengan yang ingin mereka capai. Contohnya peserta didik memiliki keinginan menjadi juara kelas, maka peserta didik memilih untuk meningkatkan prestasi belajarnya dengan menambah waktu belajarnya dari yang 1 jam menjadi 2 jam setiap kali peserta didik belajar dalam sehari-harinya. 6) Self Monitoring Peserta didik memantau kemajuan yang diperolehnya secara mandiri untuk pencapaian tujuan pembelajarannya. Peserta didik akan menilai apakah terdapat kemajuan terhadap diri mereka untuk mencapai tujuan belajarnya. Contohnya peserta didik menilai dirinya sendiri apakah setelah peserta didik menggunakan strategi dalam belajar, prestasi belajarnya berkembang kearah yang baik atau tidak. 7) Help Seeking Pembelajar yang benar-benar mengatur diri sendiri tidak selalu harus berusaha sendiri. Sebaliknya mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan bantuan orang lain dan mencari bantuan ketika mereka membutuhkannya. Mereka khususnya mungkin meminta bantuan yang akan memudahkan mereka bekerja secara mandiri di kemudian hari. Contohnya peserta didik telah berusaha untuk meningkatkan prestasi belajarnya dengan menggunakan strategi yang dipilihnya, akan tetapi belum dapat sesuai dengan pencapaian keinginannya, maka peserta didik meminta bantuan kepada guru. Dalam hal ini peran guru BK sangat dibutuhkan oleh peserta didik. 8) Self Evaluation Peserta didik mengevaluasi strategi-strategi pembelajaran mereka sendiri, dan dapat menjadi acuan untuk tugas-tugas yang sama di masa yang akan datang.

25 32 Contohnya peserta didik mengevaluasi dirinya sendiri apakah dengan menggunakan strategi yang dilakukannya sekarang sudah mampu untuk meningkatkan prestasi/ disiplin belajarnya. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk dapat memiliki kemampuan self regulated learning peserta didik harus menerapkan beberapa strategi. Pertama peserta didik harus menyusun tujuan belajarnya baik itu tujuan jangka panjang maupun tujuan jangka pendek, kemudian peserta didik menyusun rencana untuk mencapai tujuan belajarnya. Self motivation dan attention control digunakan oleh peserta didik untuk dapat bertahan dalam proses belajar. Untuk mengembangkan self-regulated learning peserta didik memilih strategi belajar serta menerapkannya dalam kegiatan belajar. Dalam proses belajar peserta didik melakukan self monitoring, self evaluation, self reflection sehingga kegiatan belajar selalu terkontrol dan terus menerus diperbaiki. 3. Peserta Didik SMP Masa usia sekolah menengah masuk dalam kategori masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Menurut Yusuf (2002 : 26-27) masa remaja di bagi menjadi tiga, yaitu masa pra remaja (remaja awal), masa remaja (remaja madya) dan masa remaja akhir. Secara lebih rinci dapat di paparkan sebagai berikut : a. Masa pra remaja (remaja awal) Pada masa ini berlangsung singkat dan di tandai sifat-sifat negatif remaja sehingga sering kali pada masa ini di sebut masa negatif dengan gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, pesimistik dan sebagainya. Pada masa ini terjadi pada rentang usia tahun. b. Masa remaja (remaja madya) Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan di Indonesia secara tidak langsung menuntut guru atau dosen untuk selalu mengembangkan keterampilan dan pola pikir.

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, yang memerlukan perhatian agar dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara demi kelangsungan kesejahteraan rakyatnya, dan untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanakkanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kedisiplinan A. 1. Pengertian Kedisiplinan Menurut Hurlock (2000) kedisiplinan berasal dari disciple yang berarti bahwa seseorang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Disiplin BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari aktivitas atau kegiatan, kadang kegiatan itu kita lakukan dengan tepat waktu tapi kadang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Koneksi Matematis Dalam pembelajaran matematika, materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi materi lainnya, atau konsep yang satu diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini lebih spesifik dibanding tingkat SMA. Disiplin ilmu yang disediakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Tertib Sistim Poin 1. Pengertian Tata Tertib Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga (2007) tata tertib berasal dari dua kata yaitu tata dan tertib, tata adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kemampuan Penalaran Logis Menurut Wahyudi (2008,h.3) mengungkapkan bahwa penalaran merupakan proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu bentuk dari organisasi adalah perusahaan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa di Indonesia semakin meningkat. Menurut Amril Muhammad, Sekretaris

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang terpenting dalam suatu perusahaan maupun instansi pemerintah, hal ini disebabkan semua aktivitas dari suatu instansi

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA 70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dan berpotensi tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena seorang manusia tanpa disiplin yang kuat akan merusak sendisendi

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena seorang manusia tanpa disiplin yang kuat akan merusak sendisendi A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Disiplin merupakan suatu hal yang sangat mutlak dalam kehidupan manusia, karena seorang manusia tanpa disiplin yang kuat akan merusak sendisendi kehidupannya, membahayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan modern, persaingan untuk mendapatkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang handal semakin ketat. Setiap perusahaan, membutuhkan tenaga-tenaga

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Penelitian ini membuktikan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisiplinan anak dalam melaksanakan norma-norma sekolah, dalam hal ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan primer. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah komponen dalam hidup yang sangat penting, tanpa kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan ataupun untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan manusia yang berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan mengenai studi tentang Faktor-Faktor Determinan Dalam Pembinaan Disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan sehari-hari yang semakin sibuk, padat dan menguras tenaga. Terutama bagi orang dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS. kewajiban belajar secara sadar dan menaati peraturan yang ada di lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS. kewajiban belajar secara sadar dan menaati peraturan yang ada di lingkungan II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Disiplin Belajar Disiplin belajar adalah pernyataan sikap dan perbuatan siswa dalam melaksanakan kewajiban belajar secara sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan,

BAB I PENDAHULUAN. yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah pembelajaran pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses hidup yang sadar atau tidak sadar atau tidak harus dijalani semua manusia untuk mencapai berbagai macam kompetisi, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam setiap dunia pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Disiplin Disiplin kerja sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan diri suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut keagamaan sangat besar. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya masalah yang timbul di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah merupakan suatu gambaran keadaan dengan hubungan dua atau lebih informasi yang diketahui dan informasi lainnya yang dibutuhkan yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat menuntut sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik permasalahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prestasi yang didapatkan siswa di sekolah tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor IQ saja, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang berkaitan dengan pencapaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tanggung jawab. 1. Pengertian tanggung jawab. Menurut Abu dan Munawar (2007) tanggung jawab merupakan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tanggung jawab. 1. Pengertian tanggung jawab. Menurut Abu dan Munawar (2007) tanggung jawab merupakan BAB II KAJIAN TEORI A. Tanggung jawab 1. Pengertian tanggung jawab Menurut Abu dan Munawar (2007) tanggung jawab merupakan perbedaan antara benar dan yang salah, yang boleh dan yang di larang, yang dianjurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh seseorang menjadi bekal untuk masa depannya. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas akan mewujudkan manusia yang bermutu tinggi, berbudi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas akan mewujudkan manusia yang bermutu tinggi, berbudi pekerti 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan hal-hal yang mengarah pada penelitian. Pokok pembahasan dalam bab ini antara lain: (a) latar belakang masalah; (b) rumusan masalah; (c) tujuan penelitian; (d)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh pihak rumah sakit untuk memberikan perawatan kepada pasien yang berada di ruang rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makin pesat mengikuti arus globalisasi yang semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan pelajaran pokok tiap jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan pelajaran pokok tiap jenjang pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran pokok tiap jenjang pendidikan disekolah. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang mendapatkan jam pelajaran yang lebih

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERILAKU DISIPLIN BELAJAR SISWAMELALUI TEKNIK REINFORCEMENT POSITIF DALAM PEMBELAJARAN IPS

PENINGKATAN PERILAKU DISIPLIN BELAJAR SISWAMELALUI TEKNIK REINFORCEMENT POSITIF DALAM PEMBELAJARAN IPS 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini peneliti memaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. A. Latar Belakang Penelitian Hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat belajar mengenai banyak hal, mulai dari hal yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Menurut Tata Sutabri. S. Kom, MM (2006), setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci