Maklumat Perlawanan Kenaikan Harga BBM. Tolak Kenaikan Harga BBM! Nasionalisasi Industri Migas di Bawah Kontrol Rakyat! Ganti Rezim, Ganti Sistem!

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Maklumat Perlawanan Kenaikan Harga BBM. Tolak Kenaikan Harga BBM! Nasionalisasi Industri Migas di Bawah Kontrol Rakyat! Ganti Rezim, Ganti Sistem!"

Transkripsi

1 Maklumat Perlawanan Kenaikan Harga BBM Tolak Kenaikan Harga BBM! Nasionalisasi Industri Migas di Bawah Kontrol Rakyat! Ganti Rezim, Ganti Sistem! Pemerintah sudah bulat akan menaikkan harga BBM bersubsidi pada 1 April Mereka mengusulkan kenaikannya sebesar Rp1500 per liter. Apa artinya ini bagi kita, rakyat Indonesia? Dampak Kenaikan Harga BBM Kenaikan harga BBM hanya akan membuat kehidupan kita sebagai rakyat semakin menderita. Pengguna langsung BBM, seperti pengendara motor, akan langsung merasakan dampaknya. Transportasi umum juga sudah pasti akan menaikkan ongkos jasanya, sehingga pengguna transportasi umum juga akan segera merasakan dampaknya. Organda DKI Jakarta, misalnya, dalam pernyataannya di media, sudah berencana menaikkan tarif angkutan umum sebesar 35%. Lalu, untuk berhemat, para pengguna transportasi umum kemungkinan akan beralih ke sepeda motor, sehingga kenaikan harga BBM pun berpotensi membunuh transportasi umum. Semuanya jadi terjepit. Tapi tidak hanya sektor transportasi yang akan terkena dampaknya. Dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012 Tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu, disebutkan beberapa kategori pengguna BBM bersubsidi selain transportasi. Mereka adalah usaha perikanan yang terdiri dari nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil; usaha pertanian kecil dengan luas maksimal 2 hektar; usaha mikro; dan pelayanan umum seperti krematorium. Semua pengguna ini akan terkena dampak kenaikan harga BBM. Logikanya mirip dengan dampak di sektor transportasi. Harga produk pertanian para petani ini akan naik, karena ongkos produksi pertanian akan naik akibat kenaikan harga BBM. Para pembeli produk pertanian para petani pun akan terkena dampaknya. Lalu, dengan lumayan banyaknya tanaman pangan impor, ada kemungkinan para pembeli tanaman pangan si petani akan beralih ke tanaman pangan impor. Akibatnya, kenaikan

2 harga BBM akan membunuh usaha pertanian si petani kecil. Hal yang sama juga akan terjadi pada nelayan. Biaya produksi yang dikeluarkan nelayan akan meningkat, apalagi total biaya pembelian BBM nelayan mencapai 50-60% dalam sekali melaut. Bagaimana dengan industri sedang dan besar yang sudah tidak diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi? Apakah mereka juga akan terkena dampaknya? Meskipun untuk mesin-mesin, pabrik-pabrik mungkin sudah tidak menggunakan BBM bersubsidi, tapi tidak demikian dengan ongkos pengangkutan barang. Kendaraan pengangkut barang-barang ini kemungkinan besar masih menggunakan BBM bersubsidi. Artinya, kenaikan harga BBM juga akan berdampak pada industri secara umum. Kenaikan harga BBM ini akan memangkas daya saing industri nasional akibat ongkos transportasi barang yang meningkat. Tapi, tidak hanya itu. Dampak kenaikan harga BBM pada industri besar dan sedang akan mengakibatkan harga barang-barang secara umum naik. Singkatnya, kenaikan harga BBM akan berdampak pada inflasi. Para ekonom pun sudah memprediksinya, meski dengan angka yang beragam. Pengamat ekonomi Aviliani, misalnya, menyatakan, kenaikan harga BBM antara Rp1.500 sampai Rp2.000 akan mengakibatkan tingkat inflasi nasional tahun ini menjadi 6,5%. Akibat selanjutnya, daya beli masyarakat kelas menengah-bawah dan kelas bawah akan terpangkas. Lalu, pabrik-pabrik juga akan dipaksa melakukan efisiensi. Dampaknya adalah pada kaum buruh, bisa berupa PHK atau tekanan atas tingkat upah. Jadi, sudah dijepit oleh harga, kaum buruh juga akan dijepit dari sisi upah dan PHK. Dampaknya, upah riil buruh yaitu nilai upah berbanding harga-harga akan turun. Kalau kita lihat data upah riil buruh dari BPS, kita bisa lihat bahwa pada tahun di mana pemerintah menaikkan harga BBM, yaitu tahun 2008, upah riil buruh cenderung menurun. Dan upah riil ini naik kembali di saat pemerintah menurunkan harga BBM. Berikut datanya: Kenaikan BBM dan Upah Riil Buruh Industri di Bawah Mandor (IHK 2007 = 100) Bulan Tahun Harga Premium Harga Solar Harga Minyak Tanah Indeks Harga Konsumen Upah Nominal (000) Upah Riil (000) 2007 Rp4.500 Rp4.300 Rp

3 Maret Juni Rp6.000 Rp5.500 Rp2.500 September Rp5.500 Rp5.500 Rp2.500 Desember Rp5.000 Rp4.800 Rp2.500 Maret Juni September Desember Rp4.500 Rp4.500 Rp2.500 Maret Juni September Desember Sumber: data upah riil BPS dan Perpres serta Permen ESDM tentang harga eceran BBM. Berdasarkan data di atas, kita bisa lihat bahwa upah riil buruh mengalami penurunan dari Rp di tahun 2007 menjadi Rp di bulan Desember Upah riil ini turun bersamaan dengan naiknya harga BBM di tahun Pada Mei 2008, pemerintah menaikkan harga minyak tanah dari Rp2.000 menjadi Rp2.500, harga premium dinaikkan dari Rp4.500 menjadi Rp6.000, dan harga minyak solar dinaikkan dari Rp4.300 menjadi Rp Upah riil cenderung naik lagi pada akhir Tahun 2009 adalah tahun di mana pemerintah menurunkan harga BBM dengan premium dan solar turun menjadi Rp Dan kalau turunnya upah riil terjadi pada kenaikan harga BBM 2008, maka besar kemungkinan hal ini akan terjadi lagi apabila pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan April nanti. Subsidi BBM: Untuk Orang Kaya atau Miskin? Tapi, bukankah kata pemerintah, subsidi BBM hanya mengsubsidi orang kaya, bukan orang miskin? Pemerintah memang suka mengulang-ngulang di media massa bahwa 70% penikmat BBM bersubsidi adalah orang kaya, sementara orang miskin hanya 30%. Kemudian, diambil kesimpulan bahwa kenaikan harga BBM tidak akan berdampak banyak pada rakyat miskin. Jelas ini tidak benar. Berdasarkan data Susenas BPS, didapati bahwa 65% bensin ternyata dikonsumsi oleh rumah tangga miskin dan menengah ke

4 bawah, sementara hanya 35% yang dikonsumsi oleh rumah tangga menengah, menengah atas dan kaya. Lengkapnya bisa dilihat dalam grafik berikut: Konsumsi Bensin Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga

5 Selain itu, siapa yang akan paling banyak terkena dampak kenaikan harga BBM bisa kita prediksi dari data jumlah kendaraan bermotor di Indonesia menurut jenisnya. Asumsinya, pengguna terbesar BBM bersubsidi adalah sektor transportasi. Mari kita lihat datanya: Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan (unit), Jenis Kendaraan *) Jumlah % Jumlah % Jumlah % Mobil Penumpang , , ,45 Bus , , ,05 Truk , , ,25 Sepeda Motor , , ,26 Total , , ,00 *) Angka sementara Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2011 Dari data di atas, kita bisa lihat bahwa jumlah kendaraan bermotor yang terbanyak adalah sepeda motor dengan persentase rata-rata sekitar 77,95% dari seluruh kendaraan bermotor yang ada di Indonesia. Sementara, mobil penumpang, meski menempati urutan kedua, tapi jumlahnya jauh di bawah sepeda motor. Persentase rata-rata mobil penumpang dari keseluruhan kendaraan bermotor di Indonesia hanya sekitar 11,96%. Siapa pengguna sepeda motor? Kebanyakan adalah kelas bawah. Tapi, kita memang tidak bisa mengasumsikan bahwa semua pemilik sepeda motor itu kelas bawah, karena ada juga kelas menengah yang memiliki sepeda motor. Karena keterbatasan data, kita asumsikan saja bahwa semua pemilik mobil itu adalah kelas menengah. Dan bahwa 1 mobil dimiliki oleh 1 orang kelas menengah. Kemudian, tiap kelas menengah pemilik mobil juga memiliki 1 sepeda motor. Dengan demikian, di tahun 2010, kita dapati jumlah sepeda motor kelas bawah adalah = sepeda motor. Artinya, jumlah kelas bawah yang menggunakan BBM jauh lebih banyak dari jumlah kelas menengah yang menggunakan BBM. Jika kenaikan harga BBM terjadi, ada kelas bawah pengguna sepeda motor yang akan terkena dampaknya, sementara hanya kelas menengah pengguna mobil yang terkena dampaknya. Jadi, tidak benar jika kenaikan harga BBM hanya berdampak pada kelas menengah. Dari

6 data-data di atas, kita bisa lihat bahwa pengguna BBM terbesar adalah kelas bawah, sehingga mereka yang akan paling terkena dampak kenaikan harga BBM. Apakah Subsidi BBM Membebani APBN? Ini adalah alasan utama pemerintah untuk menaikkan harga BBM, bahwa harga minyak dunia naik, sehingga menekan anggaran untuk subsidi BBM. Betulkah demikian? Pertama-tama, harus kita sadari bahwa ekspor minyak mentah Indonesia masih lebih banyak dari impor minyak mentah Indonesia. Jadi, sekalipun kita adalah importir BBM olahan, tapi kita masih merupakan eksportir minyak mentah. Artinya, Indonesia sebenarnya masih surplus atau mendapatkan keuntungan dari ekspor minyak mentah. Demikian datanya: Ekspor dan Impor Minyak Mentah Indonesia (Barel) Tahun Ekspor Impor Ekspor Bersih *) *) Data sementara Sumber: diolah dari data Kementrian ESDM Dari data di atas, terlihat bahwa ekspor bersih yaitu ekspor dikurangi impor minyak mentah Indonesia selalu surplus atau untung. Artinya, kalau ada kenaikan harga minyak mentah internasional, maka Indonesia juga mendulang keuntungan dari situasi itu. Begitu pula, pajak dari sektor minyak akan meningkat jika keuntungan perusahaan minyak meningkat akibat kenaikan harga minyak internasional. Dan kalau kita bandingkan pendapatan dari sektor migas dengan pengeluaran sektor migas, pendapatan sektor migas kita cenderung lebih besar dari pengeluaran sektor migas kita. Berikut datanya:

7 Pendapatan dan Pengeluaran Migas (Subsidi Energi) dalam APBN (miliar rupiah) Uraian Pendapatan Migas , , , ,8 PPh Migas , , , ,8 SDA Minyak Bumi , , , ,0 SDA Gas Alam , , , ,0 Pengeluaran Migas , , , ,9 Subsidi BBM , , , ,7 Subsidi Listrik , , , ,2 Pendapatan Bersih Migas , , , ,9 Sumber: Kemenkeu RI, Data Pokok APBN Dari data di atas, kita bisa lihat bahwa pendatapan bersih migas pendapatan migas dikurangi pengeluaran migas (subsidi energi) kita selalu surplus. Bahkan, di tahun 2009 dan 2010, pendapatan dari SDA minyak bumi saja (tanpa diagregasi dengan yang lain) sudah cukup untuk menalangi subsidi BBM. Artinya, pemerintah sebenarnya tidak pernah kekurangan dana untuk subsidi BBM. Sekarang, mari kita coba prediksi pendapatan dan pengeluaran migas dengan memasukkan faktor kenaikan harga minyak dunia 2012, tetapi tanpa kenaikan harga BBM. Untuk ini, kita akan gunakan angka-angka yang dikeluarkan pemerintah. Untuk menghitung pendapatan SDA minyak, kita akan gunakan asumsi APBN-P 2012, yang sudah disepakati pemerintah dan DPR. Di situ, asumsi harga minyak mentah Indonesia berdasarkan kenaikan harga minyak internasional adalah $105 per barel. Lalu, nilai tukar Rupiah yang disepakati adalah antara Rp8.900 dan Rp9.100 per dolar, kita akan ambil nilai tengahnya yaitu Rp9.000 per dolar. Artinya, kalau dirupiahkan, harga minyak mentah Indonesia adalah $105 x Rp9.000 = Rp per barel. Kemudian, asumsi lifting atau produksi minyak Indonesia yang disepakati adalah 930 ribu barel per hari. Berarti dalam 1 tahun, produksi minyak Indonesia adalah barel. Dengan harga per barelnya Rp , maka kita dapati pendapatan SDA minyak

8 Indonesia adalah Rp x barel = Rp ,3 milyar rupiah. Tentunya tidak semua ini menjadi milik pemerintah, karena pemerintah harus membagi uang ini dengan pihak swasta, termasuk swasta asing, yang bermain di sektor minyak Indonesia. Berapa bagian swasta dalam pendapatan minyak Indonesia? Itu bisa kita prediksi dari angka APBN 2012 yang lama. Dalam APBN 2012, asumsi yang digunakan adalah harga minyak mentah Indonesia $90 per barel, nilai tukar rupiah Rp8.800 dan lifting minyak 950 ribu barel per hari. Kalau dirupiahkan, harga minyak mentah Indonesia adalah $90 x Rp8.800 = Rp , sementara produksi minyak setahun adalah x 365 = barel. Dengan demikian, total pendapatan minyak Indonesia seharusnya Rp x barel = Rp miliar. Tapi, di APBN 2012, kita bisa lihat, pendapatan SDA minyak kita hanya Rp miliar. Dari sini, kita bisa lihat bahwa bagian swasta dari pendapatan minyak Indonesia adalah Rp miliar - Rp miliar = Rp atau sekitar 59%. Di atas, kita sudah dapati bahwa total pendapatan minyak Indonesia kalau faktor kenaikan harga minyak dunia dimasukkan adalah Rp ,3 milyar. Tapi sekarang kita tahu bahwa 59%-nya atau Rp ,4 miliar adalah milik swasta. Berarti pendapatan SDA minyak untuk pemerintah adalah Rp ,3 milyar - Rp ,4 miliar = Rp ,9 miliar. Adapun angka subsidi BBM. kalau harga BBM tidak naik, pemerintah sering menyebut angka Rp178,6 triliun. Kalau angka lain kita biarkan sama dengan APBN 2012 yang lama, maka hasil akhirnya adalah: Perkiraan Pendapatan dan Pengeluaran Migas 2012 Dengan Kenaikan Harga Minyak Internasional dan Tanpa Kenaikan Harga BBM (miliar rupiah) Uraian 2012 Pendapatan Migas ,7 PPh Migas ,8 SDA Minyak Bumi ,9 SDA Gas Alam ,0 Pengeluaran Migas ,2 Subsidi BBM ,0

9 Subsidi Listrik ,2 Pendapatan Bersih Migas ,5 Dari data di atas, kita bisa lihat sekalipun pengeluaran migas (subsidi energi) meningkat dari Rp168,6 triliun menjadi Rp223,6 triliun, tetapi pendapatan migas juga meningkat dari Rp214,7 triliun menjadi Rp233,7 triliun. Pendapatan bersih migas pun masih ada sebesar Rp10.186,5 miliar. Jadi, sebenarnya pemerintah masih bisa menalangi subsidi BBM. Problemnya bukan di ketiadaan dana, tapi di penetapan alokasi anggaran. Memang pendapatan bersih migas kita berkurang, sehingga harus ada pos yang dipangkas untuk mempertahankan subsidi BBM. Tapi, subsidi BBM wajib dipertahankan, karena pos ini merupakan pos yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Ada pos lain yang sejatinya merupakan pemborosan, seperti pos utang luar negeri yang hanya menjadi mekanisme bagi para kreditor imperialis untuk menghisap dan membuat rakyat Indonesia terus bergantung pada mereka. Jumlah pembayaran bunga utang luar negeri di APBN 2012 itu Rp33.714,3 miliar. Pos inilah yang harusnya dikurangi atau dihapuskan sama sekali dari anggaran, karena pos ini hanya menguntungkan para kreditor imperialis. Selain itu, yang akan berdampak signifikan kepada anggaran sektor migas Indonesia adalah apabila sektor migas Indonesia dinasionalisasi di bawah kontrol rakyat. Tadi, kita dapati bahwa di tahun 2012, bagian swasta, termasuk swasta asing, di pendapatan minyak Indonesia adalah 59%. Sekarang, seandainya sektor migas Indonesia dinasionalisasi, sehingga 80% adalah bagian untuk pemerintah, sementara hanya 20% untuk swasta, maka pendapatan migas pada 2012 di anggaran adalah 80% x Rp ,3 milyar = Rp ,2 milyar. Kalau semua angka lainnya konstan, maka hasil akhirnya adalah: Perkiraan Pendapatan dan Pengeluaran Migas 2012 Jika 80% Pendapatan Minyak untuk Negara (miliar rupiah) Uraian 2012 Pendapatan Migas ,0 PPh Migas ,8 SDA Minyak Bumi ,2 SDA Gas Alam ,0

10 Pengeluaran Migas ,2 Subsidi BBM ,0 Subsidi Listrik ,2 Pendapatan Bersih Migas ,8 Begitulah kira-kira gambaran kasar angkanya jika sektor minyak Indonesia dinasionalisasi, sehingga 80% untuk negara dan 20% untuk swasta. Pendapatan bersih migas kita akan melonjak jadi Rp ,8 miliar, 13 kali lebih besar dari apa yang kita dapatkan sekarang. Nasionalisasi migas di bawah kontrol rakyat, dengan demikian, adalah salah satu solusi yang sejati bagi problematika BBM Indonesia. Kita tidak perlu terlalu pusing lagi memikirkan beban anggaran kalau sektor migas Indonesia dinasionalisasi, karena bebannya telah kita pindahkan ke pundak para pemodal swasta. Celakanya, pemerintah SBY saat ini lebih memilih memancung kepala rakyat dengan menaikkan harga BBM daripada mengorbankan kepentingan perusahaan-perusahaan minyak swasta. Bagaimana dengan Pemborosan BBM? Pemerintah dan para pendukung kenaikan BBM sering mengatakan bahwa konsumsi BBM kita boros, sehingga kenaikan harga BBM adalah sesuatu yang positif, karena akan berdampak pada penghematan BBM. Jelas ini tidak benar. Mari kita lihat data-data di bawah tentang konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia Di sini, yang saya masukkan sebagai BBM bersubsidi hanyalah mogas (motor gasoline atau bensin), solar dan minyak tanah, karena ketiga jenis BBM itulah yang sering disebutkan dalam berbagai peraturan negara tentang penetapan harga eceran BBM (subsidi). Begitu pula, di sini diasumsikan bahwa jumlah total dari ketiga jenis BBM ini disubsidi. Konsumsi BBM Bersubsidi di Indonesia (Barel) Tahun Mogas Solar Minyak BBM Jumlah BBM Bersubsidi Tanah Bersubsidi Penduduk Per Kepala , , , ,43

11 , ,42 Sumber: diolah dari data Kementrian ESDM dan Bank Dunia. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tahun 2008 adalah tahun di mana rezim SBY menaikkan harga BBM. Pada bulan Mei 2008, pemerintah menaikkan harga minyak tanah dari Rp2.000 menjadi Rp2.500, harga premium dinaikkan dari Rp4.500 menjadi Rp6.000, dan harga minyak solar dinaikkan dari Rp4.300 menjadi Rp Tapi dari data di atas, kita lihat, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam konsumsi BBM bersubsidi antara tahun 2008 dengan tahun-tahun lainnya. Bahkan konsumsi mogas dan solar di tahun 2008 lebih besar daripada tahun 2006 dan Padahal pada tahun 2006 dan 2007, harga premium masih Rp4.500, dan harga minyak solar masih Rp Jadi, tidak benar jika kenaikan harga BBM akan berdampak pada penghematan BBM. Meski demikian, ketergantungan umat manusia sekarang ini terhadap bahan bakar fosil memang mengkhawatirkan. Dari sudut pandang ekologis, ada ancaman peak oil dan kelangkaan di depan. Peralihan ke energi terbarukan memang merupakan tuntutan saat ini. Tapi, kita juga harus jernih melihat persoalannya. Modus konsumsi yang sekarang ini ada dikondisikan oleh modus produksi yang sekarang ini dominan, yaitu modus produksi kapital, yang memang hanya peduli dengan pengejaran keuntungan dan tidak peduli dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Ekspansi industri otomotif, misalnya, terkait erat dengan modus konsumsi BBM yang ada sekarang ini. Selain itu, peralihan ke energi terbarukan juga terhalangi oleh kapitalisme. Investasi ke sektor energi terbarukan, seperti energi hydro dan tenaga surya, itu kecil, karena energi terbarukan ini tidak menguntungkan seperti minyak. Antonia Juhaz, pengarang buku Tyranny of Oil, pernah mencatat bahwa perusahaan minyak terbesar yang melakukan investasi di energi terbarukan hanyalah BP dan itupun hanya 5%. Yang lainnya lebih rendah dari itu. Padahal dunia dan juga Indonesia penuh dengan sumber energi terbarukan. Produksi minyak Indonesia yang di APBN 2012 lama berjumlah 950 ribu barel per hari (setara dengan MW) masih lebih kecil dibandingkan dengan sumber energi hydro yang jumlahnya MW. Begitu pula, hanya diperlukan lahan seluas 1,3 juta Ha yang dipasangi instalasi tenaga surya untuk menyamai jumlah energi yang dihasilkan produksi minyak Indonesia itu. Luas lahan itu lebih kecil dibanding wilayah Kontrak Karya Freeport seluas 2 juta hektar.

12 Tetapi begitulah kapitalisme, mereka hanya peduli dengan akumulasi kapital, bukan dengan kemaslahatan manusia. Dan karena konsumsi BBM dan ketergantungan umat manusia terhadap bahan bakar fosil sekarang ini dikondisikan oleh modus produksi kapital, maka perjuangan untuk melepaskan ketergantungan manusia dari bahan bakar fosil dan penyelamatan ekologi mensyaratkan perjuangan untuk menghancurkan akar masalahnya, yaitu modus produksi kapital atau kapitalisme. Rezim SBY dan Liberalisasi Sektor Migas Di atas tadi sudah dipaparkan bahwa kenaikan harga BBM hanya akan menyengsarakan rakyat. Dan tidaklah benar kalau korban kenaikan harga BBM hanya kelas menengah. Justru rakyat miskin lah korban terbesarnya. Lalu, kita juga sudah buktikan bahwa karena Indonesia masih merupakan eksportir minyak mentah sekalipun importir BBM olahan, pemerintah sebenarnya masih memiliki dana untuk menalangi subsidi BBM. Memang betul bahwa harus ada pos lain yang dikorbankan, tapi memang ada pos lain yang harus dikorbankan seperti pos utang luar negeri yang tidak ada manfaatnya buat rakyat Indonesia, selain membuat kita terus-menerus bergantung kepada kreditor imperialis. Lalu, kita juga sudah berikan perhitungan kasar seandainya sektor migas Indonesia dinasionalisasi di bawah kontrol rakyat, di mana pendapatan minyak kita bisa naik 13 kali lipat dari sekarang. Pertanyaannya, kenapa rezim SBY tetap ngotot menaikkan harga BBM? Kenapa, misalnya, alih-alih mengorbankan para pemodal swasta di sektor migas untuk menyelamatkan anggaran, rezim SBY malah memilih mencekik leher rakyat sendiri dengan menaikkan harga BBM? Jawabannya sederhana, karena rezim SBY adalah rezim yang mewakili kepentingan modal. Dan begitulah watak rezim yang mewakili kepentingan modal, tidak akan segan-segan mencekik leher rakyatnya demi keuntungan tuan-tuan pemodal swasta dan imperialis. Liberalisasi sektor migas sendiri sebenarnya sudah berusaha didorong sejak lama. Kebijakan ini didorong terutama oleh para pemodal internasional agar bisa mendominasi sektor energi nasional dari hulu ke hilir. Aktor-aktornya, di antaranya adalah IMF, Bank Dunia, Asian Development Bank dan USAID. Dalam Letter of Intent (LoI) Indonesia dengan IMF, sudah tertera aturan untuk liberalisasi sektor energi melalui pembuatan UU Migas untuk mengganti UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dengan UU baru yang lebih berpihak pada investor. Pada 1999,

13 RUU Migas disodorkan oleh pemerintahan Habibie kepada DPR, melalui Menteri Pertambangannya, Kuntoro Mangkusubroto. Namun keberadaan RUU tersebut ditolak oleh DPR. Draft RUU Migas itu disebut sebagai RUU Migas Jilid I. Di masa Presiden Abdurahman Wahid, RUU Migas ini kembali ditawarkan kepada DPR, melalui Menteri ESDM, Susilo Bambang Yudhoyono, yang sekarang ini menjadi Presiden kita dan hendak menaikkan harga BBM. Kemudian, diteruskan oleh Purnomo Yusgiantoro untuk menyakinkan DPR agar mengesahkan RUU Migas Jilid II, hingga akhirnya resmi menjadi UU pada 2001, di masa kepemimpin Megawati Soekarno Putri. Beberapa ciri dari UU ini adalah: (1) pembagian yang lebih tegas antara fungsi pemerintah (pembuat kebijakan); pengatur (regulator); dan pelaku usaha; (2) pemecahan rantai usaha ke beberapa kegiatan usaha (unbundling); liberalisasi sektor hilir migas; (3) perubahan status Pertamina menjadi persero, dan (4) penentuan harga BBM sesuai dengan mekanisme pasar. Tapi, UU ini kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi. Keluarlah putusan MK tanggal 21 Desember 2004 mengenai perkara Nomor 002/PUU-I/2003, tentang pengajuan uji formil atas Undang-undang No.22 Tahun 2001 Tentang Migas, yang menyebutkan bahwa MK membatalkan pasal 12 ayat (3), pasal 22 ayat (1), dan pasal 28 Ayat (2). Pasal 28 ayat (2), yang dibatalkan ini adalah pasal yang menyebutkan, harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Dalam hal ini MK menilai, pasal ini bertentangan dengan UUD 1945 karena penetapan harga bahan bakar minyak dan gas tidak boleh diserahkan ke mekanisme pasar, tapi merupakan kewenangan pemerintah. Karena tidak bisa menggunakan pasal ini, maka cara yang kemudian digunakan oleh pemerintah yang merupakan antek pemodal, untuk melepas harga minyak ke pasar adalah dengan mengurangi subsidi BBM pelan-pelan. Siapa yang paling diuntungkan oleh pelepasan harga BBM ke harga pasar? Jelas industri migas swasta, termasuk swasta asing, di sektor hilir. Tahun 2004, setelah terbit Peraturan Pemerintah No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, sebanyak 105 perusahaan sudah mendapat izin untuk masuk di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU). Tapi, mereka mengalami kesulitan bersaing dengan BBM bersubsidi, karena harganya yang murah. Artinya, skenario untuk segera membawa harga BBM pada harga pasar sangat terkait dengan kepentingan beberapa perusahaan migas swasta, termasuk yang berasal dari Amerika. Perusahaan tersebut antara lain adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium

14 (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika). Sikap Kami Berdasarkan paparan di atas, kami dari Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) menyatakan: 1. Tolak kenaikan harga BBM! Kenaikan harga BBM hanya akan menyengsarakan rakyat Indonesia dan menguntungkan perusahaan-perusahaan minyak swasta, terutama swasta asing. 2. Tolak RAPBN-P 2012 yang sekarang sedang dibahas di DPR! RAPBN-P 2012 akan menjadi basis hukum dari kenaikan harga BBM. Kalau rakyat berhasil menggagalkan pembahasan RAPBN-P 2012 di DPR, pemerintah tidak akan memiliki basis hukum untuk menaikkan harga BBM. 3. Nasionalisasi industri minyak di bawah konrtol rakyat! Renegosiasi kontrakkontrak migas yang merugikan rakyat dan perekonomian nasional. 4. Renegosiasi penghapusan/pengurangan pembayaran utang luar negeri dengan pihak kreditor bilateral dan multilateral. 5. Revisi UU Migas dan UU energi agar sesuai dengan kepentingan rakyat. 6. Efisiensi belanja negara untuk kebutuhan birokrasi dalam APBN. Pemerintah dan DPR jangan memboroskan anggaran untuk hal-hal yang tidak perlu, seperti studi banding ke luar negeri yang tidak jelas manfaatnya, dan sebagainya. 7. Maksimalkan penggunaan energi yang merakyat, murah dan massal seperti tenaga air, angin, matahari, gelombang laut, biogas, dan lain-lain. 8. Benahi transportasi publik dan massal untuk mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi publik.

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

Bukan berarti rencana tersebut berhenti. Niat pemerintah membatasi pembelian atau menaikkan harga BBM subsidi tidak pernah berhenti.

Bukan berarti rencana tersebut berhenti. Niat pemerintah membatasi pembelian atau menaikkan harga BBM subsidi tidak pernah berhenti. Pengantar: Pemerintah kembali akan menaikkan harga BBM. Berbagai opsi dilempar ke masyarakat. Berbagai penolakan pun muncul. Kenaikan itu ditunda beberapa kali. Ada apa sebenarnya di balik rencana itu?

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

10JAWABAN BBM BERSUBSIDI HARGA TENTANG KENAIKAN

10JAWABAN BBM BERSUBSIDI HARGA TENTANG KENAIKAN TENTANG KENAIKAN 10JAWABAN HARGA BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA 2012 2 10 JAWABAN TENTANG KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a bahwa dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

Rezim Neolib Bergaya Merakyat Wednesday, 26 November :40

Rezim Neolib Bergaya Merakyat Wednesday, 26 November :40 Ini berarti pemerintah memberikan uang cuma-cuma kepada asing. Sudah mereka mengambil migas Indonesia, diberi pasar dalam negeri, ditambah diberi subsidi, dan dilindungi lagi. Sedikit demi sedikit, harga

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN PEMBELIAN DAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI

Lebih terperinci

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Kajian Kebijakan BBM Bersubsidi Oleh: Uka Wikarya Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas it Indonesia Yayasan Institut Indonesia untuk Ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah pasti mengundang protes. Ini adalah kebijakan yang sangat tidak populer. Banyak orang menilai, keputusan

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah pasti mengundang protes. Ini adalah kebijakan yang sangat tidak populer. Banyak orang menilai, keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro SIMULASI SEDERHANAA : PERHITUNGAN HARGA SUBSIDI BBM BERSUBSIDI Pendahuluan Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga subsidi. Harga keekonomian dipengaruhi oleh besaran ICP

Lebih terperinci

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia SEMINAR NASIONAL Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Rabu, 24 September 2014 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: Cecep Winata FEB Fakultas Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA Periode Reformasi Masa Orde Baru Orde Reformasi -Sejarah Perekonomian

Lebih terperinci

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

Mengapa Harga BBM Harus Naik? Mengapa Harga BBM Harus Naik? Pro dan kontra perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus menjadi hal yang panas dan memanaskan dalam pembahasan masyarakat Indonesia beberapa bulan belakangan

Lebih terperinci

Mayoritas masyarakat menolak kenaikan BBM, termasuk mayoritas para pemilih partai yang mendukung kebijakan kenaikan BBM.

Mayoritas masyarakat menolak kenaikan BBM, termasuk mayoritas para pemilih partai yang mendukung kebijakan kenaikan BBM. Mayoritas masyarakat menolak kenaikan BBM, termasuk mayoritas para pemilih partai yang mendukung kebijakan kenaikan BBM. Pemerintah dan wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengklaim bahwa kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

Subsidi BBM pada APBN. Komposisi Subsidi pada APBN 55% 50% 44% 44% 43% 35% 33% 33% APBN APBN LKPP LKPP LKPP APBN. Perkembangan Subsidi BBM ( )

Subsidi BBM pada APBN. Komposisi Subsidi pada APBN 55% 50% 44% 44% 43% 35% 33% 33% APBN APBN LKPP LKPP LKPP APBN. Perkembangan Subsidi BBM ( ) Subsidi BBM pada Komposisi Subsidi pada Subsidi BBM selalu menjadi issue yang menarik perhatian jika dikaitkan dengan total beban subsidi pada. Hal tersebut dikarenakan subsidi BBM memberikan kontribusi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Buku GRATIS ini dapat diperbanyak dengan tidak mengubah kaidah serta isinya

Buku GRATIS ini dapat diperbanyak dengan tidak mengubah kaidah serta isinya Edisi Tanya Jawab Bersama-sama Selamatkan Uang Bangsa Disusun oleh: Tim Sosialisasi Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak Sampul Depan oleh: Joko Sulistyo & @irfanamalee dkk. Ilustrator oleh: Benny Rachmadi

Lebih terperinci

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*) WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM Oleh: Nirwan Ristiyanto*) Abstrak Melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan memotong

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH BBM

ANALISIS MASALAH BBM 1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN economy.okezone.com Pemerintah berencana menambah anggaran i subsidi ii listrik sebesar Rp10 triliun dari rencana awal alokasi anggaran Rp 44,96 triliun. Luky

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 I. UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor termasuk krisis minyak dunia yang juga melibatkan Indonesia, dalam kasus ini semua

Lebih terperinci

[107] Akal-Akalan Cari Alasan Tuesday, 10 September :39

[107] Akal-Akalan Cari Alasan Tuesday, 10 September :39 Pemerintah beralasan kenaikan harga BBM yang berarti mencabut subsidi ini harus dilakukan mengingat subsidi terus bertambah sehingga membebani APBN. Benarkah? Syahwat pemerintah untuk mencabut subsidi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBELIAN DAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.399, 2014 BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. No.555, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014 Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014 Ringkasan Dengan menggunakan besaran harga MOPS yang bersumber dari perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi yang terjadi di dalam masyarakat yang memiliki angka tingkat mobilitas yang tinggi, kebutuhan transportasi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barang-barang, melemahnya nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barang-barang, melemahnya nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia pada saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Maret 2008 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Maret 2008, pertumbuhan tahunan dan bulanan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan niaga Sementara itu, kontraksi tertinggi secara tahunan terjadi pada penjualan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan makin berkembang kegiatan ekonomi dan makin bertambah jumlah penduduk. Di Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi No.1715, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Bahan Bakar Minyak. Harga. Jual Eceran. Perhitungan. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BukuGRATISinidapatdiperbanyakdengantidakmengubahkaidahsertaisinya.

BukuGRATISinidapatdiperbanyakdengantidakmengubahkaidahsertaisinya. EdisiBukuSaku Bersama-samaSelamatkanUangRakyat Disusunoleh: Tim SosialisasiPenyesuaianSubsidi BahanBakarMinyak JokoSulistyo(TataLetak) Komikoleh: @irfanamalee(creativedirector) ZahraSafirah(Naskah) Isnaeni(Ilustrator)

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN?

APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN? APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN? Niat pemerintah untuk mengurangi beban subdidi BBM didasari alasan bahwa subsidi BBM semakin memberatkan APBN. Untuk mendukung penyataan tersebut Pemerintah mengajukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN PENGANGKUTAN GAS BUMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu sumber daya energi dan mempunyai sifat sebagai barang publik yang mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci