EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK KANDANG YANG DIFERMENTASI PADA BUDIDAYA CACING SUTRA OLIGOCHAETA WILDAN JALALUDIN RAHMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK KANDANG YANG DIFERMENTASI PADA BUDIDAYA CACING SUTRA OLIGOCHAETA WILDAN JALALUDIN RAHMAN"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK KANDANG YANG DIFERMENTASI PADA BUDIDAYA CACING SUTRA OLIGOCHAETA WILDAN JALALUDIN RAHMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK KANDANG YANG DIFERMENTASI PADA BUDIDAYA CACING SUTRA OLIGOCHAETA WILDAN JALALUDIN RAHMAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK KANDANG YANG DIFERMENTASI PADA BUDIDAYA CACING SUTRA OLIGOCHAETA Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Wildan Jalaludin Rahman C

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Efektivitas Penggunaan Berbagai Pupuk Kandang yang Difermentasi pada Budidaya Cacing Sutra Oligochaeta. Nama Mahasiwa : Wildan Jalaludin Rahman Nomor Pokok : C Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Enang Harris Ir. Yani Hadiroseyani, MM NIP NIP Diketahui, Ketua Departemen Budidaya Perairan Dr. Odang Carman NIP Tanggal Pengesahan :

5 KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Percobaan ini dilaksanakan selama 40 hari mulai dari bulan Oktober 2011 sampai bulan November 2011 di Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Budidaya Perairan. Skripsi ini dapat diselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada bapak Prof. Enang Harris dan Ibu Ir. Yani Hadiroseyani, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada penulis. Ucapan terima kasih penulis ucapkan untuk kedua orang tua dan adik yang telah memberi dukungan dan semangat. Terima kasih juga kepada para teknisi dan laboran khususnya Dama, Bapak Abe dan Ibu Retno serta Bapak Wasjan yang sudah membantu dalam persiapan wadah dan analisis laboratorium, serta pada teman-teman BDP 44 antara lain Azis, Yunika, Wiwik, Mirna, Vira, Ridho, Fatah, dan Koi yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan skripsi dapat terselesaikan. Tak lupa pula Penulis ucapkan terima kasih kepada kawan-kawan BDP baik kakak kelas maupun adik kelas yang sudah banyak membantu. Bogor, agustus 2012 Penulis

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1989 di Cianjur, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tatan Sutarman dan Ibu Neni Nuraeni. Penulis melalui pendidikan formal di SMA Negeri 5 Bogor dan lulus tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti Perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Forum Keluarga Muslim-C (FKM-C), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan selama dua periode ( ) dan tergabung sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) selama dua periode ( ). Pada tahun 2009 penulis melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa yang didanai berjudul Peningkatan Laju Produksi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) Menggunakan Zeolit Dalam Formulasi Pakan. Selain itu, penulis pernah magang di Teaching Farm Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor; Balai Besar Pengembangan Budaya Air Payau Jepara; Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang; serta Balai Pengembangan Produksi Budidaya Air Tawar Singaparna, Tasikmalaya. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Efektivitas Penggunaan Berbagai Pupuk Kandang yang Difermentasi pada Budidaya Cacing Sutra Oligochaeta.

7 ABSTRAK WILDAN JALALUDIN RAHMAN. Efektivitas Penggunaan Berbagai Pupuk Kandang yang Difermentasi pada Budidaya Cacing Sutra Oligochaeta. Dibimbing oleh ENANG HARRIS dan YANI HADIROSEYANI. Ketersediaan cacing sutra masih belum dapat memenuhi permintaan cacing sutra untuk industri pembenihan ikan. Budidaya cacing sutra harus dilakukan untuk memenuhi permintaan tersebut. Setiap jenis pupuk kandang dapat memberikan hasil yang berbeda terhadap produktivitas budidaya cacing sutra oligochaeta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji efektivitas pupuk kotoran ayam fermentasi, pupuk kotoran sapi fermentasi dan pupuk kotoran puyuh fermentasi (PKPF) dalam budidaya cacing sutra oligochaeta pada sistem air mengalir. Aspek yang dikaji meliputi aspek bioteknis dan ekonomis. Media yang digunakan adalah campuran lumpur dan pupuk perlakuan dengan perbandingan 1:1. Pemupukan tambahan dilakukan setiap hari selama masa pemeliharaan cacing sutra dengan debit aliran air sebesar 126 ml/menit/wadah. Berdasarkan aspek bioteknis, pemberian PKPF menghasilkan biomassa cacing sutra tertinggi yakni sebesar 2547,19 g/m 2. PKPF juga merupakan perlakuan terbaik dari aspek ekonomis dengan nilai keuntungan sebesar Rp ,- ; rasio R/C sebesar 1,588; dan tingkat pengembalian modal (PP) selama 0,41 tahun pada luas lahan efektif sebesar 390 m 2. Kata Kunci: cacing sutra Oligochaeta, pupuk, biomassa, aspek ekonomi. ABSTRACT WILDAN JALALUDIN RAHMAN. Efectivity the use of various fermented manure in Oligochaeta Worm cultivation. Supervised by ENANG HARRIS and YANI HADIROSEYANI. The supply of tubifex worm which is usually used in fish hatchery is still insufficient since its demand is continously growing. Therefore, tubifex worm culture is importance to meet that demand. Every kind of manure can give to different result to oligochaeta worm cultivation. The purpose of this research was assessing effectiveness of fermented chicken manure, fermented quail manure (FQM), and fermented cow dung manure in oligochaeta worm cultivation in flow through system. The aspect that assessed was covering bio-technical and economical means. The medium that used were a mixture of mud and manure with weight ratio of 1 : 1. The addition of manure carried on every day during the maintenance of tubificid worm and the flow through debit was 126 ml/min/container. Based on bio-technical aspect, FQM addition produced highest biomass about 2547,19 g/m 2 and FQM also the best treatment in economical aspects with profit of about Rp ,-; ; R/C ratio about 1,588; Payback Periode for 0,41 year in an area of land effective at 390 m 2. Keyword : oligochaeta worm, manure, biomass, economical aspect

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv I. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1Error! Bookmar 1.2 Tujuan... 2 II. BAHAN DAN METODE Persiapan Wadah Budidaya Rancangan Percobaan Parameter Bioteknis Biomassa Laju Pertumbuhan Biomassa Spesifik (LPBS) Jumlah Pupuk (JP) Konversi Pupuk (KP) Parameter Fisika dan Kimia Parameter Ekonomis... 8 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Biomassa Cacing Laju Pertumbuhan Biomassa Spesifik (LPBS) Jumlah Pupuk (JP) dan Konversi Pupuk (KP) Parameter Kualitas Air (DO dan ph) Analisis Usaha Pembahasan IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil analisis bahan organik dan C/N pada pupuk yang digunakan dalam penelitian Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur Laju pertumbuhan biomassa spesifik (LPBS) Jumlah pupuk (JP) dan konversi pupuk (KP) Parameter kualitas air perlakuan selama pemeliharaan Analisis usaha budidaya cacing sutra dengan sistem air mengalir ii

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Desain wadah percobaan tampak samping Denah percobaan budidaya sistem air mengalir Grafik biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan Histogram biomassa cacing oligochaeta yang dipelihara dengan pemberian jenis pupuk fermentasi yang berbeda pada hari ke iii

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data proyeksi peningkatan produksi ikan patin nasional Metode analisis bahan organik, C-Organik, serta N-Organik Kandungan bahan organik dan C/N organik pada tiap pupuk perlakuan Biomassa selama pemeliharaan (g/m 2 ) Hasil analisis statistik biomassa cacing sutra Hasil analisis statistik laju pertumbuhan biomassa spesifik (LPBS) Hasil analisis statistik jumlah pupuk (JP) Hasil analisis statistik konversi pupuk (KP) Data kualitas air selama pemeliharaan Aspek usaha budidaya cacing sutra iv

12 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing sutra (oligochaeta) adalah salah satu pakan alami yang biasa digunakan dalam kegiatan budidaya ikan air tawar, khususnya pembenihan ikan konsumsi dan pembudidayaan ikan hias. Seiring berkembangnya industri budidaya, maka kebutuhan akan pakan alami seperti cacing sutra juga meningkat. Sebagai gambaran, untuk memenuhi kebutuhan produksi patin pada tahun 2012 dengan target produksi sebesar ton saja setidaknya memerlukan cacing sebanyak ,38 kg. Kebutuhan tersebut dihitung dengan asumsi bobot panen patin 0.7kg/ekor (Bisnis Jabar, 2010), laju kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) pembesaran patin 80% (SNI , 2002), SR pendederan 80%, dan SR pembenihan 65% (SNI , 2006). Pemberian cacing pada larva diasumsikan sebanyak 16,5 liter untuk ekor larva (SNI , 2006), dan bobot cacing 2 kg/liter (Lampiran 1). Berdasarkan hasil wawancara, dengan salah satu pengumpul cacing di Darmaga, Kab. Bogor, diketahui bahwa produksi cacing sutra dilakukan dengan cara menangkapnya dari alam. Produksi cacing sutra dengan cara tersebut relatif memiliki kelemahan yaitu ketersediaannya yang selalu berfluktuatif tergantung jumlahnya di alam. Selain itu, penangkapan di alam masih bergantung pada musim. Produksi menurun pada saat musim hujan karena pada saat hujan cacing sutra cenderung bersembunyi dalam lumpur sehingga menyulitkan pada saat penangkapan. Kelemahan tersebut perlu ditanggulangi dengan mengembangkan sistem budidaya pada cacing sutra tersebut melalui penelitian. Pemakaian pupuk dengan penambahan pupuk harian telah dilakukan pada penelitian Findy (2011). Pupuk yang digunakan adalah pupuk kotoran sapi segar dengan penggunaan substrat campuran antara pupuk dan pasir. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa pemberian pupuk terbaik sebanyak 1,0-2,5 x biomassa/ hari dengan hasil sebesar1346,36 g/m 2. Pemakaian pupuk kotoran ayam sebagai pupuk telah dilakukan oleh Febriyanti (2004) dan Fadillah (2004), keduanya menggunakan pupuk kotoran ayam dengan substrat campuran lumpur dan pupuk. Selain itu 1

13 keduanya juga melakukan pemupukan tambahan secara konstan sebanyak 1 kg/m 2. Teknologi fermentasi juga dapat digunakan sebagai cara untuk meningkatkan produktivitas cacing sutra. Penggunaan pupuk yang difermentasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kandang yang tidak difermentasi. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan hasil penelitian Fadillah (2004) yang menggunakan pupuk kotoran ayam yang difermentasi dengan Febriyanti (2004) yang menggunakan pupuk kotoran ayam kering tanpa difermentasi. Pada penelitian Fadillah (2004) diperoleh hasil hasil terbaik sebesar g/m 2, sedangkan Febriyanti (2004) memperoleh hasil terbaik 292 g/m 2. Pupuk yang dapat digunakan untuk budidaya cacing sutra bermacammacam, Findy menggunakan kotoran sapi, sedangkan Fadillah (2004) dan Febriyanti (2004) menggunakan kotoran ayam. Selain kedua pupuk tersebut, dapat juga digunakan pupuk lain seperti pupuk kotoran puyuh. Pupuk kotoran ayam, sapi maupun puyuh memiliki keunggulan tersendiri dalam aspek kemudahan untuk memperoleh, harga serta ketersediaan pupuk. Pupuk kotoran ayam dan pupuk kotoran sapi merupakan jenis pupuk yang umum digunakan dalam bidang pertanian, sehingga penyediaannya mudah diperoleh. Kotoran puyuh belum umum digunakan, tetapi hal tersebut menyebabkan ketersediaan terjamin karena tidak perlu bersaing dengan pengguna pupuk untuk keperluan pertanian. Dalam segi harga,pupuk kotoran ayam murni memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pupuk kotoran puyuh. Sebagai gambaran, pupuk kotoran puyuh yang dijual di pasaran seperti yang dijual di peternakan Fakultas Peternakan IPB Cilibende, pupuk kotoran yaitu Rp /karung (+ 20 kg), dan pupuk kotoran ayam murni seperti yang dijual di Peternakan Fakultas Peternakan, IPB di Darmaga juga memiliki harga Rp /karung. Pupuk kotoran sapi seperti yang dijual di Fakultas Peternakan, IPB di Darmaga dapat diperoleh dengan harga Rp.3.000/karung. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas pupuk kotoran ayam, puyuh dan sapi yang difermentasi dalam budidaya cacing oligochaeta pada sistem air mengalir. Aspek yang dikaji meliputi aspek bioteknis dan ekonomis. 2

14 II. BAHAN DAN METODE 2.1. Persiapan Wadah dan Media Budidaya Persiapan wadah dimulai dengan pembuatan wadah dan pemasangan sistem.wadah budidaya yang digunakan adalah ember dengan ketinggian 17 cm dan diameter 20 cm dengan saluran outlet berdiameter 2,2 cm. Sistem budidaya yang digunakan adalah sistem air mengalir dengan sumber air dari sumur bor yang ditampung dalam tandon berukuran 3 ton. Air dari tandon kemudian dialirkan menggunakan selang aerasi berdiameter 0,5 cm. Debit aliran yang digunakan adalah ml/menit untuk volume air pada wadah sebesar 100 cm x 25 cm x 2 cm atau sekitar ml (Chumaidi et al., 1988) atau sebesar 20%/menit dari volume air, karena volume air yang dipakai sebesar 628 ml (3,14x10 cm x10 cm x2 cm) maka debit dipertahankan pada kecepatan 125,6 ml/menit atau dibulatkan menjadi 126 ml/menit. Pengaturan debit dilakukan dengan mengatur klep saluran yang ada pada tiap wadah. Wadah percobaan dapat dilihat pada Gambar 1 dan desain sistem pada Gambar cm 2,2 cm 1 17cm 2 3 Keterangan : 1. Air dengan ketinggian 2 cm dari permukaan substrat 2. Substrat dengan ketinggian 6 cm dari dasar wadah 3. Saluran pembuangan Gambar 1. Desain wadah percobaan tampak samping. 3

15 S1 P1 A2 S2 P3 A1 S3 P2 A3 Keterangan : T : Tandon air : Inlet : Outlet A : Pupuk Kotoran Ayam Fermentasi (PKAF) P : Pupuk Kotoran Puyuh Fermentasi (PKPF) S : Pupuk Kotoran Sapi Fermentasi (PKSF) Gambar 2. Denah percobaan budidaya sistem air mengalir Media budidaya dibuat dengan mencampurkan pupuk perlakuan dan lumpur dengan perbandingan 1:1. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang fermentasi dari kotoran ayam, kotoran sapi dan kotoran burung puyuh.pupuk kotoran sapi dan pupuk kotoran ayam yang digunakan berasal dari peternakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor di Darmaga, sedangkan pupuk kotoran burung puyuh diperoleh dari peternakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor di Cilibende. Pembuatan pupuk fermentasi didahului dengan pembuatan larutan aktivator, yaitu gula pasir sebanyak ¼ sendok makan (3,75 g) dan EM 4 (Effective Microorganism 4 ) sebanyak 4 ml dicampur ke dalam 300 ml air. Larutan ini digunakan untuk 10 kg pupuk perlakuan. Larutan aktivator tersebut dicampurkan dengan Pupuk dan diaduk merata. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam plastik tertutup selama 5 hari. Setelah 5 hari, kotoran dijemur dengan bantuan cahaya matahari langsung hingga kering (Fadillah, 2004). Pupuk yang telah difermentasi selanjutnya dianalisis kandungan bahan organik, kadar C-Organik serta kadar N-Organiknya. Metode yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan hasil analisis laboratorium terhadap ketiga pupuk dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 3. 4

16 Tabel 1. Hasil analisis bahan organik dan C/N pada pupuk yang digunakan dalam penelitian No Bahan %TOM (Bobot Kering) C/N 1 Pupuk Kotoran Ayam Fermentasi (PKAF) 40,89 5,83 2 Pupuk Kotoran Puyuh Fermentasi (PKPF) 41,73 8,12 3 Pupuk Kotoran Sapi Fermentasi (PKSF) 38,21 14,42 Media budidaya yang sudah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam wadah setinggi 6 cm. Wadah kemudian dialiri dengan air, lalu diatur agar air yang dimasukkan setinggi 2 cm. Setelah air dimasukkan kemudian didiamkan selama 10 hari. Pada saat didiamkan selama 10 hari, wadah ditutup agar tidak ada hama pengganggu seperti lalat yang masuk. Setelah 10 hari didiamkan, kemudian cacing sutra ditebar. Cacing ini diperoleh dari pengumpul cacing yang ada di wilayah Pasar Cibeureum, Kab. Bogor. Cacing ditebar secara merata dengan kepadatan 150 g/ m 2 atau sebanyak 4,71 g/wadah. Pemeliharaan dilakukan selama 40 hari dengan pemberian pupuk secara harian. Pupuk yang diberikan adalah pupuk perlakuan yang telah difermentasi menggunakan aktivator EM 4. Pupuk perlakuan yang digunakan adalah pupuk kandang dari kotoran sapi, ayam dan puyuh. Pemberian pupuk berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Findi (2011) yakni setiap satu kali sehari dengan dosis pupuk yang diberikan yaitu sebanyak 2,5 x biomassa cacing /wadah untuk pupuk kotoran sapi fermentasi. Karena pupuk kotoran ayam fermentasi dan kotoran puyuh fermentasi memiliki kadar air yang berbeda maka jumlah yang diberikan harus disamakan berdasarkan bobot keringnya dengan pupuk kotoran sapi fermentasi sehingga pemberian pupuk kotoran ayam fermentasi sebanyak 1,43 x biomassa cacing /wadah dan pupuk kotoran burung puyuh sebanyak 1,15 x biomassa cacing /wadah. Pupuk diberikan dengan cara ditebar secara merata setelah aliran air dihentikan terlebih dahulu. Setelah penebaran pupuk, 10 menit kemudian air dapat dialirkan kembali ke dalam wadah. Pengambilan contoh (sampling) cacing sutra dan parameter lingkungan dilakukan setiap 10 hari sekali. Sampling cacing sutra dilakukan pada 3 tempat dalam setiap wadah, yaitu inlet (pemasukan), tengah, dan outlet (pengeluaran). 5

17 Sampling dilakukan dengan memasukkan pipa berdiameter 2,2 cm (luas permukaan lubang 4,9 cm 2 ) ke dalam substrat, lalu pipa diangkat dengan menutup lubang bagian bawah. Substrat yang telah diambil kemudian ditampung dalam seser lalu dicuci dengan air mengalir. Substrat yang telah dibersihkan kemudian disebarkan ke dalam baki, lalu kemudian cacing dipisahkan dari substrat dalam baki tersebut dengan menggunakan pipet. 2.2 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Adapun perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : Pemakaian pupuk kotoran ayam fermentasi (PKAF). Pemakaian pupuk kotoran puyuh fermentasi (PKPF). Pemakaian pupuk kotoran sapi fermentasi (PKSF). Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS Pengujian yang dilakukan meliputi uji normalitas Shapiro-Wink (P>0,05), analisis Ragam (ANOVA) (P>0,05). Bila Uji normalitas menunjukkan P>0,05 maka dilanjutkan dengan uji ANOVA dan bila ANOVA memiliki F hitung > F table (P>0,05), maka dapat dilanjutkan uji Tukey. Model statistik yang digunakan sesuai dengan Steel dan Torrie (1993) yaitu : Y ij = µ + σ i + є ij Keterangan : Y ij = Hasil pengamatan µ = Rata-rata umum σ i = Pengaruh perlakuan ke-i = Pengaruh galat akibat perlakuan ke-i ulangan ke-j є ij Hipotesis : H0 = perlakuan pemakaian pupuk kandang dari kotoran sapi, ayam dan puyuh yang difermentasi tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan populasi dan biomassa cacing oligochaeta H1 = perlakuan pemakaian pupuk kandang dari kotoran sapi, ayam dan puyuh yang difermentasi memberikan pengaruh terhadap peningkatan populasi dan biomassa cacing oligochaeta 6

18 2.3. Parameter Bioteknis Biomassa Biomassa dihitung dengan menggunakan rumus B= Keterangan : B : Biomassa (g/ m 2 ) s : Bobot Sampel (g) lw : Luasan substrat wadah (m 2 ) ls : Luasan substrat sampel (m 2 ) Laju Pertumbuhan Biomassa Spesifik (LPBS) rumus : Laju pertumbuhan biomasssa spesifik dapat dihitung dengan menggunakan LPBS = x 100% Keterangan : LPBS B t B 0 t : Laju pertumbuhan biomassa spesifik pada hari ke-t : Biomassa pada hari ke-t : Biomassa pada hari ke-0 : Waktu pengamatan pada hari ke-t Jumlah Pupuk (JP) Jumlah Pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan selama masa pemeliharaan. JP diketahui dengan menjumlahkan seluruh bobot pupuk yang digunakan setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Konversi Pupuk (KP) Konversi pupuk adalah sejumlah pupuk yang digunakan untuk meningkatkan biomassa cacing sutra sebanyak 1 kg. Rumus dari konversi pupuk ini dapat disamakan dengan rumus konversi pakan yaitu: Keterangan : KP JP B t B 0 : Konversi Pupuk : Jumlah Pupuk dari hari ke-0 sampai hari ke-t : Biomassa pada hari ke-t : Biomassa pada hari ke-0 7

19 2.3.5 Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, oksigen terlarut (DO), dan ph yang diukur setiap sepuluh hari. Pengambilan sampel air untuk mengamati nilai suhu, ph dan DO dilakukan pada bagian outlet menggunakan botol plastik. Tabel 2. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur Parameter Satuan Alat Ukur Suhu o C DO meter Oksigen terlarut Ppm DO meter ph - ph meter 2.4. Parameter Ekonomis Parameter ekonomis dikaji untuk menentukan kelayakan dan keberhasilan budidaya apabila dilakukan dalam skala usaha. Parameter ekonomis yang dikaji terdiri dari dua aspek yaitu analisis keuntungan dan analisis usaha dari budidaya cacing sutra. Analisis Keuntungan terdiri dari untung/rugi dan R/C ratio, sedangkan analisis usaha terdiri dari Harga Pokok Produksi (HPP), Payback Period (PP) dan Break Even Point (BEP). Penerimaan adalah jumlah produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga produk. Penerimaan dapat dihitung menggunakan rumus Martin et al., (2005): Keterangan : TR = Total Revenue (total penerimaan) Q = Quantity (Biomassa cacing sutra yang dijual) P = Price (Harga cacing sutra per kg) Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya. Keuntungan dapat dihitung menggunakan rumus Martin et al. (2005): - Keterangan : = Keuntungan TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total pengeluaran) 8

20 Analisis Revenue of Cost (R/C) merupakan alat analisis yang digunakan untuk melihat pendapatan relatif suatu usaha dalam 1 tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Suatu usaha dikatakan layak jika nilai R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi (Mahyuddin, 2007). Nilai R/C dapat dihitung menggunakan rumus menurut Mahyuddin (2007): R/C ratio = Keterangan : TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total pengeluaran) HPP merupakan nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi 1 unit produk (Rahardi et al., 1998). HPP dihitung menggunakan rumus berikut : HPP = Keterangan : Q = Total Cost (total pengeluaran) = Quantity (Nilai hasil produksi/biomassa cacing sutra) Analisis PP atau tingkat pengembalian investasi yaitu suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal yang ditanamkan dalam suatu usaha dapat kembali (Rangkuti, 2006). Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat pengembalian investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk dilaksanakan (Kasmir dan Jakfar, 2003). Payback Period dapat hitung menggunakan rumus menurut Rangkuti (2006): PP = 1 tahun Keterangan : I = Biaya Investasi = Keuntungan BEP merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas, yaitu tidak untung dan tidak rugi. Menurut Martin et al. (2005), BEP penerimaan (BEPp) menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika memperoleh penerimaan sebesar nominal tertentu, sedangkan BEP unit (BEPu) menunjukkan bahwa 9

21 produksi dikatakan impas jika telah melakukan penjualan sebesar jumlah tertentu. BEPp dan BEPu dapat dihitung menggunakan rumus berikut : BEP p (Rp) = - BEP u (kg) = - Keterangan : TFC = Total Fix Cost (Biaya Tetap) TVC = Total Variable Cost (Biaya Variabel) P = Price (Harga per kg) TR = Total Revenue (Penerimaan) Q = Quantity (Nilai hasil produksi/biomassa cacing sutra) 10

22 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Selama masa pemeliharaan cacing sutra dilakukan pengamatan terhadap peningkatan bobot biomassa dan kualitas air pada wadah pemeliharaan serta tandon Biomassa Cacing Biomassa diamati setiap 10 hari sekali selama masa pemeliharaan yaitu selama 40 hari. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3 dan Lampiran 4. Berdasarkan grafik peningkatan biomassa dapat diketahui bahwa pada akhir masa pemeliharaan, biomassa tertinggi diperoleh dari wadah dengan perlakuan Pupuk Kotoran Puyuh Fermentasi (PKPF) dengan biomassa sebesar 2.547,19 g/m 2, sedangkan yang terendah berada pada wadah dengan perlakuan Pupuk Kotoran Sapi Fermentasi) PKSF sebesar 1.301,38 g/m 2. Pada grafik juga, dapat diketahui bahwa peningkatan bobot paling tinggi pada masing-masing perlakuan mulai dari hari ke-20 sampai hari ke-30 yaitu dari 763,28 g/m 2 ke 1.415,43 g/m 2 untuk Pupuk Kotoran Ayam Fermentasi (PKAF), 1.105,44 g/m 2 ke 2.003,24 g/m 2 untuk PKPF dan 447,44 g/m 2 ke 938,74 g/m biomassa (gr/m 2 ) PKAF PKPF PKSF sampling hari ke- Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan. 11

23 Biomassa (gr/m2) , , , , , ,81 ab a b PKAF PKPF PKSF Jenis Pupuk Gambar 4. Histogram biomassa cacing oligochaeta yang dipelihara dengan pemberian jenis pupuk fermentasi yang berbeda pada hari ke-40. Huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Berdasarkan analisis stasistik, diketahui bahwa perlakuan PKPF memberikan hasil yang berbeda nyata (P < 0,05) pada PKSF begitu pula sebaliknya. Pada perlakuan PKAF diperoleh hasil bahwa tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap PKPF maupun PKSF. Analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran Laju Pertumbuhan Biomassa Spesifik (LPBS) Laju pertumbuhan biomassa spesifik adalah jumlah persentase pertambahan bobot setiap harinya selama masa pemeliharaan. Laju pertumbuhan biomassa dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa pada LPBS setiap perlakuan menurun seiring dengan lamanya waktu pemeliharaan. Perlakuan dengan LPBS terendah adalah pada perlakuan PKSF sebesar 1,19 pada akhir pemeliharaan, sedangkan yang tertinggi adalah pada PKPF sebesar 1,21 pada akhir pemeliharaan. Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa perlakuan PKPF berbeda nyata dengan PKSF (P<0,05), sedangkan PKAF tidak berbeda nyata (P<0,05) dengan PKSF maupun PKPF (Lampiran 6). 12

24 Tabel 3. Laju Pertumbuhan Biomassa Spesifik (LPBS) Laju pertumbuhan bobot biomassa spesifik rata-rata hari ke- Perlakuan 0-10 (%) 0-20 (%) 0-30 (%) 0-40 (%) PKAF 110,7 + 4,9 107,0 + 2,2 107,3 + 0,9 106,3 ab + 0,7 PKPF 115,8 + 1,0 109,6 + 1,5 108,7 + 0,6 107,1 a + 0,6 PKSF 097,9 + 13,1 103,3 + 2,0 105,7 + 0,6 105,2 b + 0,5 Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05) Jumlah Pupuk (JP) dan Konversi Pupuk (KP) Jumlah kebutuhan pupuk merupakan indikator banyaknya pupuk yang digunakan selama masa pemeliharaan, sedangkan konversi pupuk menunjukkan rasio jumlah pupuk yang digunakan untuk meningkatkan biomassa cacing sebesar 1kg. Tabel 4 menunjukkan jumlah kebutuhan pupuk sama (Lampiran 7) pada semua perlakuan. Pada data KP dapat diketahui bahwa KP terbaik berada pada perlakuan PKPF dengan jumlah pupuk yang digunakan sebesar 19,48 kg untuk memproduksi cacing sutra sebesar 1 kg. Dari analisis statistik diketahui bahwa KP pada PKPF dan PKAF berbeda nyata (P<0,05) dengan PKSF. Tabel 4. Jumlah pupuk (JP) dan konversi pupuk (KP) Perlakuan JP (kg/m 2 ) KP Pupuk Kotoran Ayam Fermentasi (PKAF) 41,59 a + 11,44 23,83 a + 2,75 Pupuk Kotoran Puyuh Fermentasi (PKPF) 46,70 a + 7,09 19,48 a + 1,83 Pupuk Kotoran Sapi Fermentasi (PKSF) 46,81 a + 9,09 40,66 b + 1,89 Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05) Parameter Kualitas Air (DO dan ph) Parameter kualitas air adalah parameter yang sangat penting untuk mengetahui kondisi lingkungan yang ada pada wadah perlakuan sehingga dapat diperoleh data mengenai kesesuaian kondisi lingkungan yang diperlukan oleh cacing. Data mengenai parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 9. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa kisaran ph pada setiap perlakuan berada di bawah titik optimum dengan kisaran yang paling mendekati kisaran optimum 6,63-7,00 pada perlakuan PKAF. Kisaran DO yang diperoleh selama pemeliharaan berada pada kisaran yang rendah, sedangkan pada parameter 13

25 suhu terlihat bahwa kisaran suhu yang diperoleh selama perlakuan di atas kisaran optimum. Tabel 5. Parameter Kualitas Air Perlakuan Selama Pemeliharaan Parameter uji Perlakuan Kisaran optimal PKAF PKPF PKSF Sumber ph 6,63-7,00 6,68-6,93 6,66-6,93 7,0-9,0 Witley (1967) DO (ppm) 2,65-3,21 2,29-3,13 2,51-3,24 2,0-7,0 Poddubnaya (1980) Suhu ( o C) 25,7-26,8 25,6-26,8 25,6-26, Nascimento dan Alves (2009) Analisis usaha Analisis usaha dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Analisis usaha budidaya cacing oligochaeta setiap perlakuan ditunjukkan pada Tabel 6 dengan asumsi yang digunakan dalam analisis usaha adalah sebagai berikut : 1. Selama 1 tahun dilakukan 9 kali siklus produksi dengan masa budidaya selama 40 hari. 2. Luas lahan budidaya cacing sutra pada setiap perlakuan yaitu 390 m Wadah yang digunakan berupa kolam terpal dengan dimensi 5x2x0,3 m. 4. Panen per siklus pada perlakuan PKAF sebesar 1,75 kg/m 2, perlakuan PKPF sebesar 2,4 kg/m 2, dan PKSF sebesar 1,15 kg/m Cacing sutra dihitung berdasarkan satuan takar dengan bobot 0,4 kg/takar. Dengan harga Rp /takar. 6. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kotoran ayam fermentasi pada perlakuan PKAF, pupuk kotoran puyuh fermentasi pada perlakuan PKPF dan pupuk kotoran sapi fermentasi pada perlakuan PKSF. 7. Kebutuhan pupuk dalam 1 siklus sebesar 41,59 kg/m 2, pada perlakuan PKAF, 46,7 kg/m 2, pada perlakuan PKPF dan 46,81 kg/m 2, pada perlakuan PKSF. 8. Harga kotoran ayam yang digunakan sebesar Rp /kg, sedangkan untuk kotoran sapi sebesar Rp. 150/kg dan kotoran puyuh sebesar Rp. 250/kg. Tabel 6 menunjukkan analisis usaha budidaya cacing oligochaeta yang menggunakan sistem terbuka meliputi : biaya investasi, biaya tetap, biaya variabel, penerimaan, keuntungan, R/C rasio, payback period (PP), dan Break Even Point (BEP). 14

26 Tabel 6. Analisis usaha budidaya cacing sutra dengan sistem air mengalir*. No Keterangan PKAF PKPF PKSF 1 Investasi (Rp) Biaya tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp) Biaya Total (Rp) Pemasukan (Rp) keuntungan/tahun (Rp) ( ) keuntungan/bulan (Rp) ( ) HPP (Rp) R/C ratio 0,450 1,588 1, Payback period - 0,41 33,62 11 BEP unit (3.900,09) 6.900, ,94 12 BEP harga (Rp) ( ) Keterangan : * Rincian biaya dapat dilihat pada Lampiran 10. Tanda kurung menunjukkan nilai negatif (-) Pembahasan Berdasarkan data peningkatan biomassa dapat diketahui bahwa peningkatan biomassa pada masing-masing perlakuan memiliki peningkatan biomassa paling rendah dari hari ke-10 sampai hari ke-20. Peningkatan biomassa dari hari ke-10 sampai hari ke-20 pada perlakuan PKAF sebesar 173,71 g/m 2, PKPF sebesar 302,97 g/m 2 dan PKSF sebesar 111,13 g/m 2. Peningkatan biomassa dari hari ke-10 sampai hari ke-20 lebih diakibatkan oleh peningkatan bobot cacing dewasa yang telah matang gonad dan telah menetasnya cacing-cacing muda yang teramati saat sampling. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kosiorek (1974) yang menyatakan bahwa perkembangan embrio dari telur sampai meninggalkan kokon lamanya antara hari. Sedangkan untuk rendahnya laju peningkatan biomassa pada hari ke-20 dikarenakan turunnya biomassa tubuh cacing yang telah mengeluarkan kokon. Hal ini didasari pada pernyataan Kosiorek (1974) yang menyatakan bahwa ketika matang gonad cacing akan bertambah bobot tubuhnya sampai mengeluarkan kokon dan bobot tubuhnya akan menurun drastis. Peningkatan biomassa dan laju peningkatan biomassa tertinggi pada masing-masing perlakuan dari hari ke-20 sampai hari ke-30. Peningkatan biomassa dari hari ke-20 sampai hari ke-30 pada perlakuan PKAF sebesar 652,15 15

27 g/m 2, PKPF sebesar 897,8 g/m 2 dan PKSF sebesar 491,31 g/m2. Peningkatan biomassa dan laju peningkatan biomassa yang tinggi disebabkan oleh tumbuhnya cacing-cacing muda yang telah menetas pada hari-hari sebelumnya. Biomassa yang diperoleh pada setiap perlakuan berbeda-beda dengan biomassa rata-rata tertinggi pada saat panen sebesar 2.547,19 g/m 2 pada perlakuan PKPF, disusul dengan perlakuan PKAF sebesar 1.895,04 g/m 2, sedangkan yang terendah sebesar pada perlakuan PKSF yaitu sebesar 1.301,38 g/m 2. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang terkandung dalam pupuk yang diberikan pada setiap wadah. Pupuk dengan bahan organik tertinggi adalah PKPF, kemudian PKAF dan yang terendah adalah PKSF (Lampiran 3). Bahan organik dalam media akan meningkatkan jumlah bakteri dan partikel organik hasil dekomposisi oleh bakteri sehingga dapat meningkatkan jumlah bahan makanan pada media yang dapat mempengaruhi populasi dan biomassa cacing (Syarip, 1988). C/N juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang menjadi makanan bagi cacing. Hubungan rasio C/N dengan mekanisme kerja bakteri yaitu bakteri memperoleh makanan melalui substrat karbon dan nitrogen dengan perbandingan tertentu sehingga jumlah bakteri dapat meningkat. Secara umum, rasio C/N yang dikehendaki dari suatu sistem perairan adalah rasio C/N lebih dari 15 (Avnimelech et al., 1994). Berdasarkan hasil uji laboratorium diketahui bahwa C/N yang tertinggi adalah PKSF sebesar 14,42, walaupun demikian berdasarkan pengamatan diketahui bahwa PKSF terdiri dari bahan berserat. Menurut Chamberlain et al. (2001) pemakaian bahan berserat untuk pertumbuhan bakteri harus dihindari sebab bahan berserat relatif tidak dapat terdekomposisi dengan baik, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan penelusuran pustaka, pemakaian PKSF dan PKAF sebagai pupuk yang digunakan untuk penelitian budidaya cacing sutra telah dilakukan, namun belum ada penelitian yang menggunakan PKPF sebagai pupuk yang digunakan. Findi (2011) juga menggunakan kotoran sapi segar sebagai pupuk dengan hasil biomassa tertinggi sebesar 1.346,36 g/m 2. Substrat yang digunakan adalah campuran pasir dan kotoran sapi segar dengan perbandingan 1:3. Padat tebar yang digunakan adalah 150 g/m 2. Pupuk diberikan setiap hari dengan jumlah 16

28 kebutuhan pupuk yang diperoleh sebesar g/m 2 dan KP terbaik sebesar 25,45. Pemakaian pupuk kotoran ayam telah digunakan oleh Febriyanti (2004) dengan hasil biomassa tertinggi sebesar 291,76 g/m 2. Sedangkan pemakaian pupuk kotoran ayam yang telah difermentasi digunakan oleh Fadillah (2004) dengan hasil biomassa yang diperoleh sekitar 1.719,59 g/m 2.Keduanya menggunakan substrat yang dari campuran pupuk kotoran ayam fermentasi dan lumpur dengan perbandingan 1:1. Pupuk yang diberikan keduanya sebesar 1 kg/m 2 / hari dengan lama pemeliharaan selama 60 hari. Kualitas air merupakan parameter untuk menunjukkan kandungan air yang dapat mempengaruhi organisme di dalamnya, selain itu juga kualitas air juga dipengaruhi oleh aktifitas organisme di dalamnya. Berdasarkan data kualitas air diketahui bahwa ph selama pemeliharaan berkisar antara 6,68-6,99 (Lampiran 9). Kisaran ph tersebut masih dapat ditolerir oleh cacing karena menurut Davis (1982) cacing sutra mampu beradaptasi terhadap ph air antara 6-8, namun ph bukanlah ph optimal untuk cacing sebab ph optimal untuk peningkatan cacing berada dalam kisaran 6-9 (Witley, 1967). Konsentrasi oksigen terlarut (DO) yang diperoleh tidak akan mempengaruhi tingkat kematian cacing sutra sebab menurut Gnaiger et al (1987) cacing sutra memiliki kemampuan untuk bertahan lama dalam keadaan anoxia ( kekurangan oksigen). Pada data DO yang diperoleh menunjukkan bahwa total DO selama pemeliharaan menurun seiring dengan meningkatnya biomassa cacing dalam wadah budidaya. Kondisi DO pada saat penebaran sampai hari ke-30 menunjukkan bahwa kandungan DO masih berada di atas 2,5 ppm sehingga tidak mengganggu peningkatan biomassa dari cacing sutra. Embrio cacing sutra akan berkembang normal pada kisaran konsentrasi DO 2,5 ppm 7 ppm (Poddubnaya, 1980). Pada hari ke-40 DO pada kotoran puyuh mengalami penurunan dibawah 2,5 ppm dengan DO terendah sebesar 2,29, hal ini dapat mengganggu perkembangan embrio namun tidak akan mengganggu nafsu makan cacing sutra sebab menurut McCall dan Fisher (1980) dalam Marian dan Pandian (1984 ) nafsu makan cacing sutra akan berkurang pada konsentrasi DO kurang dari 2 ppm. 17

29 Nascimento dan Alves (2009) menyatakan bahwa suhu optimal untuk cacing sutra Limnodrillus hoffmeisteri berada pada pada suhu 25 o C. Suhu yang diperoleh selama percobaan berada dalam kisaran antara 25,6-26,8 o C. Kisaran suhu ini diatas suhu optimal, namun cacing sutra masih mampu bertahan hidup sebab cacing sutra mampu bertahan hidup dalam kisaran suhu 2,5-33 o C dengan suhu minimum untuk bereproduksi sebesar 11 o C (Korotun 1959 dalam Kaster 1980). Analisis usaha diketahui bahwa bahwa modal investasi dan biaya tetap yang diperlukan untuk budidaya cacing sutra pada sistem air mengalir dengan pemakaian pupuk kotoran puyuh fermentasi (PKPF), pupuk kotoran ayam fermentasi (PKAF), maupun pupuk kotoran sapi fermentasi (PKSF) sama yaitu sebesar Rp ,- untuk biaya investasi dan Rp ,- untuk biaya tetap. Keuntungan tertinggi diperoleh pada perlakuan PKPF yaitu sebesar Rp. Rp /tahun kemudian perlakuan PKSF dengan keuntungan sebesar Rp /tahun, sedangkan pada perlakuan PKAF justru memperoleh kerugian sebesar Rp /tahun. Perlakuan PKAF memperoleh kerugian karena memiliki HPP yang melebihi harga jual yang sebesar Rp. 5000,- bila dibandingkan dengan PKSF dan PKPF yang memiliki HPP dibawah harga jual. HPP untuk PKAF adalah sebesar RP ,-, sedangkan HPP PKSF sebesar Rp dan HPP PKPF sebesar Rp ,-.Tingginya HPP perlakuan PKAF disebabkan oleh tingginya harga pupuk kotoran ayam yaitu sebesar Rp /karung, sedangkan pupuk kotoran puyuh memiliki harga sebesar Rp /karung dan pupuk kotoran sapi sebesar Rp /karung dengan asumsi bobot pupuk dalam 1 karung sebanyak 20 kg. Analisis R/C digunakan untuk melihat pendapatan relatif suatu usaha dalam 1 tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Hal ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan sejumlah pendapatan. Menurut Mahyuddin (2007), Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila nilai R/C lebih dari satu. Berdasarkan analisis R/C rasio maka perlakuan PKPF dengan R/C rasio 1,588 dan PKSF dengan R/C rasio 1,009 dapat dikatakan layak sebab memiliki R/C rasio di atas 1, sedangkan perlakuan PKAF tidak layak karena memiliki R/C rasio di bawah satu yaitu sebesar 0,

30 BEP (Break Even Point) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas, yaitu tidak untung dan tidak rugi (Rahardi et al., 1998). Nilai BEPp pada PKAF yaitu - Rp dan BEPu sebanyak ,09 takar. BEP pada PKAF bernilai negatif sebab biaya variabel yang dikeluarkan lebih besar daripada pemasukan yang diperoleh, dengan demikian perlakuan PKAF tidak akan pernah mencapai titik impas. Nilai BEPp pada perlakuan PKPF yaitu Rp dan BEPu sebanyak 6.900,96 takar, artinya titik impas dicapai pada saat penerimaan Rp dengan nilai produksi 6.900,96 takar, sedangkan pada perlakuan PKSF, titik impas dicapai pada saat penerimaan sebesar Rp dan produksi sebanyak 9.845,94 takar. 19

31 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Kotoran Puyuh Fermentasi merupakan perlakuan yang terbaik untuk meningkatkan biomassa dengan hasil panen cacing sutra sebesar 2547,19 g/m 2 dari padat tebar awal sebanyak 150 g/m 2 atau meningkat sebanyak 16,98 kali dari padat penebaran awal selama 40 hari masa pemeliharaan. Pupuk Kotoran Puyuh fermentasi juga merupakan perlakuan yang terbaik dari aspek ekonomis dengan nilai keuntungan sebesar Rp ,- ; R/C ratio sebesar 1,588; nilai BEPp yaitu Rp ,- ; BEPu yaitu 6.900,96 takar dan tingkat pengembalian modal (PP) selama 0,41 tahun pada luas lahan efektif sebesar 390 m Saran Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mengkaji komposisi pupuk kotoran puyuh yang difermentasi sehingga diketahui kandungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan cacing sutra. 20

32 DAFTAR PUSTAKA Avnimelech, Y., M. Kochva, Shaker, 1994, Development of Controlled Intensif Aquaculture Systems with A Limited Water Exchange and Adjusted Carbon to Nitrogen Ratio. Bamidgeh. 46 (3): Bisnis Jabar, Produksi Ikan Patin Jabar Diprediksi Naik 65,56%. http.//bisnis-jabar.com/berit/produksi-ikan-patin-jabar-diprediksi-naik html [2 Juni 2011] Chamberlain, G., Avnimelech, Y., McIntosh, R.P., Velasco M., Advantages of Aerated Microbial Reuse Systems with Balanced C/N : Nutrient tranformation and water quality benefits. Global Aquaculture Alliance : April 2001 Chumaidi, Zaenuddin, Fiastri, Pengaruh Debit Air yang Berbeda Terhadap Biomassa Cacing Rambut (Tubifisid). Buletin Perikanan Darat. 7(2): Davis, J. R., Nerw Record of Aquatic Oligochaeta From Texas With Observation on Their Ecological Characteristic. Hydrobiologia. 96: Eviati, Sulaeman, Petunjuk Teknis Edisi 2 : Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor : Balai Penelitian Tanah. Fadillah, R., Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra Limnodrillus Pada Media Yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi. [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Febriyanti, D., Pengaruh Pemupukan Harian dengan Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra. [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Findy, S., Pengaruh Tingkat Pemberian Pupuk kotoran sapi fermentasi Terhadap Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra (Tubificidae). [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Gnaiger, E., Kaufmann, R., Staudigl. I., Physiological Reaction of Aquatic Oligochaetes to Enviromental Anoxia. Hydrobiologia: 155. Kasmir, Jakfar Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Prenada Media. Kaster, J.L., The Reproductive Biology of Tubifex tubifex Muller (Annelida:Tubificidae). American Midland Naturalist. 104 :

33 Kosiorek, D., Development Cycle of Tubifex tubifex Muller in Experimental Culture. Pol. Arch. Hidrobiol. 21 (3/4): Mahyuddin, K., Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya. Marian, M.P., Pandian, T.J Culture and Harvesting Technique for Tubifex tubifex. Aquaculture. 42: Martin, J.D., Petty, J.W., Keown, A.J., Scott, D.F., Basic Financial Management 10 th Edition. New Jersey USA: Prentice Hall Inc. Nascimento, H., Alves, R.G., The Effect Of Temperature On The Reproduction Of Limnodrillus hoffmeisteri (Oligochaeta: Tubificidae). Zoologia 26 (1) : Poddubnaya, T.L., Life Cycles of Mass Species of Tubificidae. In RO Brinkhust and DG Cook (Editors), Aquatic Oligochaeta Biology. Plenum, New York, NY, pp Rahardi, F., Kristiawati, R., Nazarudin., Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. Rangkuti, F., Business Plan. Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis Kasus. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. SNI , Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal) Kelas Benih Pembesaran di Kolam. SNI , Produksi Benih Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal) Kelas Benih Sebar. Steel, G.D., J.H. Torrie, Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syarip Pengaruh Frekuensi Pemberian Pupuk Tambahan Terhadap Pertumbuhan Tubifex. Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Takeuchi, T Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrients, p In Fish Nutrition and Mariculture. Watanabe, T (ed.). Departement of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries. Witley, L. S The resistence of Tubificid worms to three common pollutans. Hydrobiologia. 32:

34 LAMPIRAN 23

35 Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional Tahun Keterangan Produksi patin (ton) Kebutuhan larva* (ribu ekor) kebutuhan cacing** (ribu liter) 75,13 127,48 217,02 368,87 627, ,95 Kebutuhan cacing*** (ton) 150,27 254,98 434,03 737, , ,89 Keterangan: (*) Ukuran patin konsumsi : 0.7 kg/ekor (bisnis Jabar, 2010) SR pembesaran (ukuran konsumsi) : 80% (SNI , 2002) SR pendederan : 80% (SNI ,2006) SR pemeliharaan larva : 65% (SNI ,2006) (**) ekor larva memerlukan 16.5 liter cacing (SNI ,2006) (***) Bobot cacing /liter : 2 kg 24

36 Lampiran 2. Metode analisis bahan organik, C-Organik, serta N-Organik. A. Metode analisis bahan organik Metode analisis bahan organik didasari pada metode analisis kadar abu (Takeuchi, 1988) Cawan dipanaskan pada suhu C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1) Bahan ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 600 o C, didinginkan dan ditimbang (X2) Kadar abu = (X2-X1) x 100% A Kadar bahan organik = 100%- kadar abu B. Metode analisis kadar C-Organik Metode analisa kadar C-Organik menggunakan metode Wilkley and Black (Eviati dan Sulaeman, 2009) Persiapan bahan uji 1. Timbang bahan 0,5 g yang sudah diayak sebelumnya (ukuran bahan <0,5 mm) kemudian masukkan dalam labu 100 ml 2. Tambahkan K 2 Cr 2 O 7 1 N kemudian kocok 3. Tambahkan 7,5 ml H 2 SO 4 pekat, kocok dan diamkan 30 menit 4. Diencerkan dengan air bebas ion, diarkan dingin dan impitkan 5. Keesokan harinya ukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 561 nm Persiapan standar 0 ppm dan 250 ppm pipet 5 ppm larutan standar 5000 ppm untuk standar 250 dan 0 ppm larutan standar 5000 ppm untuk standar 0 ppm Lalukan langkah 2 sampai 5 pada metode persiapan uji untuk pembuatan standar 0 ppm dan 250 ppm 25

37 Rumus = ppm kurva x 10/500 x fk Keterangan :ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari deret standar dengan pembacaan nya setelah dikoreksi blanko Fk = faktor koreksi kadar air (100/ (100-kadar air)) 100 = konversi 100% C. Metode analisis kadar N-Organik Metode analisis kadar N-Organik didasari dari metode Kjedahl (Takeuchi, 1988) Tahap Oksidasi Bahan ditimbang 0,5 g (A) Katalis ditimbang 3 gr H2SO4 pekat 10 ml Dimasukkan ke dalam labu Kjedhal dan dipanaskan hingga berwarna hijau bening, didinginkan, dan diencerkan hingga volume 100 ml Tahap Destruksi 10 ml H2SO4 0,05 N 2-3 tetes indikator phenopthalein 5 ml larutan hasil oksidasi dimasukkan ke dalam labu destilasi Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml Destruksi selama 10 menit dari tetesan pertama 26

38 Tahap Titrasi Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N Blanko Dititrasi hingga 1 tetes setelah larutan menjadi bening sampel ml titran dicatat (V) Kadar N-Organik (%) =0,0007* x (Vb-Vs) x 20 x 100% A Keterangan : Vs = ml 0,05 N nitran NaOH untuk sampel Vb = ml 0,05 N nitran NaOH untuk blanko F = faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH S = bobot sampel (gram) * = setiap ml 0,05 N NaOH ekuivalen dengan 0,0007 gram nitrogen 27

39 Lampiran 3. Kandungan bahan organik dan C/N organik pada tiap pupuk perlakuan Lampiran 3a. Kandungan Bahan Organik Pada Tiap Pupuk Perlakuan No Bahan %Air %TOM (BB) %TOM (BK) 1 Kotoran Ayam Segar 70,94 8,96 30,83 2 Kotoran Ayam Kering 48,56 20,21 39,29 3 Kotoran Ayam Fermentasi 44,97 22,5 40,89 4 Kotoran Sapi Segar 80,6 3,52 18,14 5 Kotoran Sapi Kering 70,6 7,67 26,09 6 Kotoran Sapi Fermentasi 68,65 11,98 38,21 7 Kotoran Puyuh Segar 54,3 14,12 30,90 8 Kotoran Puyuh Kering 48,91 16,21 31,73 9 Kotoran Puyuh Fermentasi 31,94 28,4 41,73 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium BDP Lampiran 3b. Rasio C/N Pada Tiap Pupuk Perlakuan No Bahan %C %N C/N 1 Kotoran Ayam Fermentasi 10,38 1,78 5,83 2 Kotoran Puyuh Fermentasi 16,33 2,01 8,12 3 Kotoran Sapi Fermentasi 11,39 0,79 14,42 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium BDP 28

40 Lampiran 4. Biomassa Selama Pemeliharaan (g/m 2 ) wadah ulangan Hari ke PKAF 1 500,08 579, , , , , , , ,93 631, ,9 1859,94 Rata-Rata 589, ,55 763,28+274, ,43+328, ,05+457,22 PKPF 1 842, , , , ,47 877, , , , , , ,50 Rata-Rata 802,47+54, ,44+270, ,24+305, ,19+507,44 PKSF 1 526,4 526,4 1087, , ,07 333,39 903, , ,47 482,53 824, ,44 Rata-Rata 336,31+177,28 447,44+101,18 938,74+135, ,38+234,81 Keterangan : padat tebar awal 150 gr/m 2 29

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Persiapan Wadah dan Media Budidaya Persiapan wadah dimulai dengan pembuatan wadah dan pemasangan sistem.wadah budidaya yang digunakan adalah ember dengan ketinggian 17 cm dan

Lebih terperinci

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan.

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Selama masa pemeliharaan cacing sutra dilakukan pengamatan terhadap peningkatan bobot biomassa dan kualitas air pada wadah pemeliharaan serta tandon. 3.1.1. Biomassa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional

Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional LAMPIRAN 23 Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional Tahun Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Produksi patin (ton) 132.600 225.000 383.000 651.000 1.107.000 1.883.000 Kebutuhan

Lebih terperinci

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij II. METODOLOGI 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT), Kecamatan Mempaya, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Waktu penelitian dimulai dari April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi 8 III. METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan September-Oktober

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009. Perlakuan dan pemeliharaan dilaksanakan di Cibanteng Farm, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN II. METOOLOGI PENELITIN. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 05, bertempat di Laboratorium udidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.. lat dan ahan lat yang

Lebih terperinci

BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM TERBUKA MIRNA FEBRIYANI

BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM TERBUKA MIRNA FEBRIYANI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM TERBUKA MIRNA FEBRIYANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian teknologi budidaya sepenuhnya meggunakan pakan komersil pada kolam air tenang (teknologi 1) dan teknlogi budidaya menggunakan pakan pengganti berupa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama LAMPIRAN 1 Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) perlakuan proksimat (% bobot kering) Protein Lemak Abu Serat kasar Kadar air BETN Pakan komersil 40,1376 1,4009 16,3450 7,4173

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ULANG LIMBAH ORGANIK DARI SUBSTRAK Tubifex sp. DI ALAM. Reusing of Organic Waste from Tubifex sp. Substrate in nature

PEMANFAATAN ULANG LIMBAH ORGANIK DARI SUBSTRAK Tubifex sp. DI ALAM. Reusing of Organic Waste from Tubifex sp. Substrate in nature Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 97 102 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PEMANFAATAN ULANG LIMBAH ORGANIK DARI SUBSTRAK Tubifex sp.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air (X 1 + A) A

Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air (X 1 + A) A Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air Panaskan cawan pada suhu 105-110 O C selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang (X 1 ) Timbang bahan 2-3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing sutra (Tubifex. sp) merupakan pakan alami yang rata-rata berukuran panjang 1-3 cm. Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya memilih cacing sutra sebagai pakan ikan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA (OLIGOCHAETA) DALAM SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT DAN SUMBER AIR YANG BERBEDA FIRAWATI SYLVIA SYAM

PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA (OLIGOCHAETA) DALAM SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT DAN SUMBER AIR YANG BERBEDA FIRAWATI SYLVIA SYAM PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA (OLIGOCHAETA) DALAM SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT DAN SUMBER AIR YANG BERBEDA FIRAWATI SYLVIA SYAM DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BUDIDAYA CACING RAMBUT (Tubifex sp.) DENGAN FERMENTASI LIMBAH ORGANIK SEBAGAI PAKAN ALAMI LARVA IKAN GURAMI

BUDIDAYA CACING RAMBUT (Tubifex sp.) DENGAN FERMENTASI LIMBAH ORGANIK SEBAGAI PAKAN ALAMI LARVA IKAN GURAMI (Tema: 8 (Pengabdian Kepada Masyarakat) BUDIDAYA CACING RAMBUT (Tubifex sp.) DENGAN FERMENTASI LIMBAH ORGANIK SEBAGAI PAKAN ALAMI LARVA IKAN GURAMI Oleh Nuning Setyaningrum, Sugiharto, dan Sri Sukmaningrum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, proses produksi biogas di Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM SIRKULASI DENGAN PERGANTIAN AIR WIWIK HILDAYANTI

BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM SIRKULASI DENGAN PERGANTIAN AIR WIWIK HILDAYANTI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM SIRKULASI DENGAN PERGANTIAN AIR WIWIK HILDAYANTI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl. Ditambahkan 5 ml HNO 3. Ditambahkan 3 ml HClO 4

Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl. Ditambahkan 5 ml HNO 3. Ditambahkan 3 ml HClO 4 LAMPIRAN 18 Lampiran 1. Prosedur analisis Cr 2 O 3 Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl Ditambahkan 5 ml HNO 3 Dipanaskan hingga larutan tersisa ± 1 ml Didinginkan Ditambahkan 3 ml HClO

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI IRFAN MUHAMMAD NUR

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI IRFAN MUHAMMAD NUR KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI IRFAN MUHAMMAD NUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di Laboratorium Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ADDITIONS OF MIXED ORGANIC WASTE ON Tubifex sp. CULTIVATION FOR IT`S POPULATION AND BIOMASS

ADDITIONS OF MIXED ORGANIC WASTE ON Tubifex sp. CULTIVATION FOR IT`S POPULATION AND BIOMASS ADDITIONS OF MIXED ORGANIC WASTE ON Tubifex sp. CULTIVATION FOR IT`S POPULATION AND BIOMASS PENAMBAHAN CAMPURAN BERBAGAI JENIS LIMBAH ORGANIK PADA MEDIA KULTUR BAGI KELIMPAHAN DAN BIOMASSA CACING SUTRA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga Maret 2013 bertempat di Panti Pembenihan, Komplek Kolam Percobaan Ciparanje Fakultas

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei 2015 di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Rupat Kelurahan Pergam Kecamatan Rupat Kabupaten

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon Proksimat protein lemak abu serat kasar air BETN A ( rebon 0%) 35,85 3,74 15,34 1,94 6,80

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: a. Lama pemberian pakan berkarotenoid

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Pembuatan Media Pembuatan air bersalinitas 4 menggunakan air laut bersalinitas 32. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air.

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Nitrogen - Distilasi dari 50 ml ke 25 ml - Tambahkan MnSO4 1 tetes - Tambahkan Clorox 0,5 ml - Tambahkan Phenat 0,6 ml - Diamkan ± 15 menit

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

THE EFFECTS OF STOCKING DENSITY AND THE GIVING TOFU WITH DIFFERENT DOSES ON THE POPULATION GROWTH SILK WORMS ( Tubifex sp)

THE EFFECTS OF STOCKING DENSITY AND THE GIVING TOFU WITH DIFFERENT DOSES ON THE POPULATION GROWTH SILK WORMS ( Tubifex sp) THE EFFECTS OF STOCKING DENSITY AND THE GIVING TOFU WITH DIFFERENT DOSES ON THE POPULATION GROWTH SILK WORMS ( Tubifex sp) Reza Ahmad 1 ). Nuraini 2 ). Sukendi 2 ) Fisheries and Marine Science Faculty,

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi 56 Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1), 56 60 (2010) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 26 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU 110302072 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DENGAN PEMBERIAN PAKAN CACING SUTERA (Tubifex sp.) YANG DIKULTUR DENGAN BEBERAPA JENIS PUPUK KANDANG ROMI PINDONTA TARIGAN

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 211 215 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 211 PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PERTUMBUHAN IKAN NILA BEST Oreochromis sp. DALAM BUDIDAYA SISTEM AKUAPONIK DENGAN WAKTU TINGGAL

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 2. Skema tata letak akuarium perlakuan T

Lampiran 2. Skema tata letak akuarium perlakuan T LAMPIRAN 17 Lampiran 1. Pembuatan perlakuan untuk 1000 gram 1. Pakan komersil dihaluskan hingga menjadi tepung (bubuk) 2. Bahan uji sebanyak 30% dari total (300 gram) dicampurkan ke dalam 680 gram komersil

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

Pertumbuhan Cacing Sutra (Tubifex sp.) Yang Dipelihara Pada Media Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Dan Lumpur Sawah

Pertumbuhan Cacing Sutra (Tubifex sp.) Yang Dipelihara Pada Media Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Dan Lumpur Sawah Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 520-525 Pertumbuhan Cacing Sutra (Tubifex sp.) Yang Dipelihara Pada Media Kulit Pisang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork) Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 4, No. 2, Agustus 2013 ISSN : 2086-3861 APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork) APPLICATION USE DIFFERENT

Lebih terperinci