BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM SIRKULASI DENGAN PERGANTIAN AIR WIWIK HILDAYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM SIRKULASI DENGAN PERGANTIAN AIR WIWIK HILDAYANTI"

Transkripsi

1 BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM SIRKULASI DENGAN PERGANTIAN AIR WIWIK HILDAYANTI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM SIRKULASI DENGAN PERGANTIAN AIR adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2012 WIWIK HILDAYANTI C

3 ABSTRAK WIWIK HILDAYANTI. Budidaya cacing oligochaeta dengan padat penebaran berbeda pada sistem sirkulasi dengan pergantian air. Dibimbing oleh IIS DIATIN dan YANI HADIROSEYANI Cacing oligocaheta mengandung protein sebesar 65%, lemak 15% dan karbohidrat 14%, oleh karena itu sangat baik bila diberikan pada larva ikan pada saat pemeliharaan. Namun ketersediaan cacing oligochaeta sangat terbatas di daerah Belitung yang mempunyai 10 hatchery. Oleh karena itu perlu dilakukan pembudidayaan cacing oligochaeta untuk memenuhi permintaan. Penelitian ini menggunakan sistem sirkulasi yang bearti air buangan dari bak pemeliharaan dipakai kembali, supaya kokon bisa masuk kembali ke bak pemeliharaan. Penelitian ini bertujuan menentukan padat penebaran cacing oligochaeta yang terbaik antara 2600 individu/m 2, 3600 individu/m 2 dan 4600 individu/m 2 dengan sistem sirkulasi berdasarkan biomassa, laju pertambahan biomassa harian dan analisis usaha. Penelitian dilaksanakan April hingga Agustus 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Air Tawar Belitung Timur. Media yang digunakan adalah campuran lumpur halus dan kotoran ayam. Cacing ditebar dan diberi pupuk kotoran ayam hasil fermentasi setiap hari sebesar 1 kg/m 2 /hari. Cacing dipelihara selama 60 hari dan dilakukan pengambilan contoh setiap 10 hari sekali. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemeliharaan cacing oligochaeta dengan sistem sirkulasi menghasilkan nilai TAN yang lebih tinggi sedangkan kandungan oksigen terlarut yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem terbuka. Pada kondisi tadi cacing masih mampu bertahan hidup meskipun aktivitas makan dan reproduksi terhambat. Puncak populasi dan biomassa tertinggi dicapai pada hari ke-50 dengan padat penebaran 4600 individu/m 2 sebanyak individu/m 2 dan g/m 2. Laju pertambahan biomassa harian tertinggi diperoleh pada perlakuan 4600 individu/m 2 sebesar g/m 2 /hari. Perlakuan padat penebaran 4600 individu/m 2 memperoleh keuntungan sebesar Rp , R/C rasio sebesar 1.04, PP selama 6.13 tahun, BEP (Rp) sebesar Rp dan BEP (unit) sebesar 937 kg, serta HPP sebesar Rp Kata kunci: cacing oligochaeta, padat penebaran, budidaya sistem sirkulasi

4 ABSTRACT WIWIK HILDAYANTI. Oligochaeta worm cultivation with stocking density in closed system.supervised by IIS DIATIN and YANI HADIROSEYANI Oligochaeta worm contain protein of 65%, fat 15%, and carbohydrate 14%, therefore very well when given to the fish larvae during nursery period. But, the availability of oligochaeta worm are very limited especially in Belitung which has 10 hatchery. So that, it needs oligocheta worm cultivation to meet the demand. The research used closed system which mean wasted water from. The purpose of this research to determine the best stocking denstiy of oligochaeta worm between 2600,3600, and 4600 indvidual/m 2 with the system based on the biomass, growth rate,and economic efficiency. The research was perfomed in April until August 2011 at the Balai Benih Ikan Air Tawar Belitung Timur. The medium used are a mixture of fine mud and chicken manure. The worm was spread and fermentation manure chicken fertilized added every day about 1 kg/m 2. The worm was cultured during 60 days and took as samples every 10 days. The observation indicated that the maintanence of oligocaeta worm with closed system produced the level of ammonia contain was higher and dissolve oxygen contai was lower than using opened system. In this condition, the worm was able to survived even thought feeding habit and reproduction is inhibited. Highest population and biomass occured on 50 th day with stocking density 4600 individual/m 2 as much as individual/m 2 and g/m 2. Highest biomass growth rate occured in 4600 individual/m 2 as much as g/m 2 /day. Stocking density 4600 individual/m 2 got the profit as much as Rp , R/C ratio 1.04, PP for 6.13 years, BEP (Rupiah) Rp and BEP (units) 937 kg, and HPP Rp Key word: oligochaeta worm, stocking density, closed sytem culture

5 BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM SIRKULASI DENGAN PERGANTIAN AIR WIWIK HILDAYANTI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 Judul Skripsi : Budidaya Cacing Oligochaeta dengan Padat Penebaran Berbeda pada Sistem Sirkulasi dengan Pergantian Air Nama Mahasiwa : Wiwik Hildayanti Nomor Pokok : C Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Ir. Iis Diatin, MM Ir. Yani Hadiroseyani, MM NIP NIP Diketahui Ketua Departemen Budidaya Perairan Dr. Odang Carman NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Budidaya Cacing Oligochaeta dengan Padat Penebaran Berbeda pada Sistem Sirkulasi dengan Pergantian Air ini sebagai salah satu prasyarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai bulan Agustus 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT) Manggar, Belitung Timur. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing skripsi Ir. Iis Diatin, MM dan Ir. Yani Hadiroseyani, MM, atas bimbingan yang diberikan kepada penulis. Di samping itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Mustofa, S.Pt selaku pimpinan BBIAT Belitung Timur yang telah memperkenankan penulis untuk penelitian di BBIAT Belitung Timur. Rasa terima kasih juga disampailan kepada Ayahanda, Ibunda dan Abang (Riyo Qomar Hasan, S.Kep), atas doa serta dukungannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Kukuh Nirmala selaku dosen penguji skripsi atasan arahan dan masukkannya untuk penyelesaian skripsi ini. Disamping itu, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Pri Handoko S.STP, Bapak Basran, bang Jo, Ibu Rukini, rekan sepenelitian Mirna Febriani, teman satu bimbingan (Tika, Lora, Koi, Dimas), Ima, Wiwit, Miftah, Dewi, Desi, Fredi, teman-teman Asrama Tanjong Tinggi, COMB44T dan SISTEK ers yang sudah menjadi sahabat terbaik penulis, serta yang terkasih Muhammad Fendi yang selalu ada dan mendukung terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Bogor, Maret 2012 Penulis

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Manggar, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada tanggal 22 Februari Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Hamdani dan Ibu Dra. Yusnidar. Penulis menempuh pendidikan TK pada tahun 1992 hingga tahun 1995 di TK PGRI, dilanjutkan pendidikan dasar pada tahun 1995 di SDN 4 Manggar dan lulus pada tahun Menamatkan pendidikan menengah pertama pada tahun 2001 hingga tahun 2004 di SMPN 2 Manggar serta menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Manggar pada tahun 2004 hingga tahun Kemudian pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis tergabung dalam Ikatan Keluarga Pelajar Belitung (IKPB) dari tahun 2007 hingga sekarang. Selain itu, penulis pernah magang di Balai Benih Ikan Air tawar (BBIAT) Belitung Timur. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Budidaya Cacing Oligochaeta dengan Padat Penebaran Berbeda pada Sistem Sirkulasi dengan Pergantian Air dibimbing oleh Ir. Iis Diatin, MM dan Ir. Yani Hadiroseyani, MM.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GAMBAR... 3 DAFTAR LAMPIRAN... 4 I. PENDAHULUAN... 1 II. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Rancangan Penelitian Tahapan Penelitian Persiapan Bak Pemeliharaan Media Pemeliharaan Cacing Uji Fermentasi Pupuk Metode Budidaya Persiapan Penebaran Pemberian Pupuk Pengelolaan Air Pengambilan Data Pertambahan Populasi (individu/m 2 /) dan Biomassa (g/m 2 ) Laju Pertambahan Biomassa Harian (g/m 2 /hari) Parameter Kualitas Air Analisis Usaha III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertambahan Biomassa Cacing Oligochaeta Pertambahan Populasi Cacing Oligochaeta Laju Pertambahan Biomassa Kondisi Lingkungan Budidaya Analisis Usaha Pembahasan IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 36

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur Kisaran nilai beberapa parameter kualitas air pada bak pemeliharaan Analisis usaha budidaya cacing oligochaeta pada sistem sirkulasi air... 21

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bak pemeliharaan cacing oligochaeta Tubifex tubifex (Anonim 2010) a), Tubifex tubifex (Anonim 2007) b), Branchiura sowerbyi (Anonim 2006) c) dan Limnodrilus hoffmeisteri (Anonim 2009) d) Konstruksi bak pemeliharaan cacing oligochaeta 9 4. Pertambahan biomassa (g/m 2 ) selama 60 hari pemeliharaan dengan padat penebaran berbeda Pertambahan biomassa (log g/m 2 ) cacing oligochaeta pada hari ke-40 dan ke Pertambahan populasi cacing oligochaeta selama 60 hari pemeliharaan dengan padat penebaran berbeda Pertambahan populasi (log individu/m 2 ) cacing oligochaeta pada hari ke-40 dan ke Laju pertambahan biomassa cacing oligochaeta (g/m 2 /hari) selama 60 hari pemeliharaan dengan padat penebaran berbeda Perubahan kandungan oksigen terlarut selama 60 hari pemeliharaan Perubahan nilai suhu selama 60 hari masa pemeliharaan Perubahan kandungan nilai ph selama 60 hari masa pemeliharaan Perubahan kandungan TAN selama 60 hari masa pemeliharaan Kokon Limnodrilus hoffmeisteri... 24

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Konstruksi budidaya cacing oligochaeta sistem tertutup Data biomassa cacing oligochaeta selama pemeliharaan (g/m 2 ) Analisis statistik tingkat pertambahan biomassa cacing oligochaeta pada hari ke-40 dan ke Data populasi cacing oligochaeta selama pemeliharaan (individu/m 2 ) Analisis statistik tingkat pertambahan populasi cacing oligochaeta pada hari ke-40 dan ke Laju pertambahan biomassa harian (g/m 2 /hari) cacing oligochaeta selama pemeliharaan Data kualitas air selama pemeliharan Penjadwalan budidaya cacing oligochaeta dalam 1 tahun Data analisis usaha... 47

13 I. PENDAHULUAN Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2012 mematok target produksi perikanan budidaya sebesar 9,4 juta ton. Target itu mengalami kenaikan 38 persen dari total capaian produksi tahun 2011 sebesar 6,8 juta ton (Bahermansyah 2012). Seiring dengan kenaikan target produksi, permintaan terhadap pakan pun ikut meningkat. Pemberian pakan dalam pemeliharaan larva merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia paling kritis dalam siklus hidup ikan, sehingga pemeliharaan larva merupakan kegiatan yang paling sulit. Beberapa faktor yang menyebabkan pemeliharaan larva memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dalam pembenihan ikan antara lain tubuh dan bukaan mulut larva kecil sehingga pemberian pakan larva dan pengelolaan lingkungan relatif sulit, kemudian larva membutuhkan pakan alami dan belum ada pakan buatan yang bisa menandingi pakan alami (Effendi 2004). Salah satu jenis pakan alami yang diberikan adalah cacing oligochaeta atau yang biasa disebut cacing sutra. Cacing oligochaeta menurut Pennak (1978) termasuk ke dalam filum Annelida dan subkelas Oligochaeta. Cacing oligochaeta diberikan pada larva maupun ikan hias karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 65%, lemak 15% dan karbohidrat sebesar 14%. Kelebihan cacing oligochaeta selain proteinnya yang tinggi, juga memiliki tingkat kelangsungan hidup yang reatif tinggi, siklus hidup yang relatif pendek, tahan terhadap lingkungan yang beroksigen terlarut rendah dan bisa dikembangbiakkan dalam subsrat organik (Marian dan Pandian 1984). Selama ini, sebagian besar cacing oligochaeta diperoleh dari hasil tangkapan alam. Hal tersebut cukup beresiko dikarenakan berpotensi membawa parasit ataupun penyakit ke dalam lingkungan budidaya dan ketersediaannya pun menjadi berfluktuasi tergantung musim, sedangkan kegiatan pembenihan harus berlangsung setiap saat. Begitu pula dengan ketersediaan cacing oligochaeta di Belitung yang relatif terbatas. Penyebab dari rendahnya ketersediaan tersebut diantaranya yaitu jumlah cacing yang tersedia di alam relatif sedikit, relatif sulit 1

14 dalam hal transportasi untuk jarak yang sangat jauh bila dikirim dari luar pulau, masih minimnya pengetahuan masyarakat Belitung dalam membudidayakan cacing dan manfaat dari cacing oligochaeta tersebut. Permintaan terhadap pakan alami cukup tinggi dilihat dari jumlah hatchery yang ada di Belitung yaitu sebanyak 10 buah baik milik rumah tangga perikanan, perusahahaan perikanan maupun milik pemerintah (BPS 2010). Selain untuk memenuhi tingginya permintaan, budidaya cacing oligocaheta juga merupakan peluang usaha yang cukup menjanjikan dikarenakan pesaing yang belum ada dan tingginya harga jual yaitu berkisar antara Rp Rp per kg. Harga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga dari daerah lain, seperti di Jakarta yang harganya Rp per kilo, Yogyakarta harganya Rp per kilo dan Rp per kilo untuk daerah Bogor (Masturo 2011). Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dilakukan penelitian penentuan padat penebaran cacing oligochaeta. Padat penebaran cacing adalah jumlah cacing yang ditebarkan per satuan luas atau volume. Menurut Effendi (2004), padat penebaran akan menentukan tingkat intensitas pemeliharaan. Semakin tinggi padat penebaran yang bearti semakin banyak jumlah atau biomassa per satuan luas maka semakin intens tingkat pemeliharaannya. Pada padat penebaran yang tinggi, kebutuhan oksigen dan pakan juga besar, serta buangan metabolisme seperti feses, NH 3 dan CO 2 juga banyak. Sistem budidaya yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan sistem sirkulasi yang artinya air yang keluar dari bak pemeliharaan ditampung di bak penampungan air, kemudan air tersebut dialirkan kembali ke bak pemeliharaan. Tujuan dari penggunaan sistem sirkulasi pada penelitian ini adalah agar kokon cacing oligocaheta yang terhanyut keluar bak pemeliharaan bisa masuk kembali ke bak pemeliharaan, begitu pula dengan pupuk yang belum sempat termanfaatkan bisa dimanfaatkan kembali dengan adanya sistem sirkulasi. Oleh karena itu, pada penelitian ini tidak menggunakan filtrasi yang berfungsi sebagai penyerap dan perombak senyawa nitrogenus yang bersifat racun (ammonia dan nitrit) menjadi senyawa tidak beracun (nitrat) dengan bantuan mikroorganisme. Air yang berada di bak penampungan akan diganti setiap dua hari sekali sebanyak 2

15 2/3 dari volume air yang ada, hal tersebut berfungsi untuk menjaga kualitas air yang masuk ke bak pemeliharaan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat penebaran cacing oligochaeta yang terbaik antara 2600 individu/m 2, 3600 individu/m 2 dan 4600 individu/m 2 dengan sistem sirkulasi berdasarkan biomassa, laju pertambahan biomassa harian dan efesiensi ekonomi. 3

16 II. METODOLOGI 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT), Kecamatan Mempaya, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Waktu penelitian dimulai dari April hingga Agustus Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian antara lain : bak pemeliharaan berukuran 100 cm 25 cm 20 cm sebanyak 9 unit, plastik hitam untuk melapisi bak, termometer, DO meter, ph meter, spektrofotometer, timbangan dan terpal. Bahan yang digunakan adalah lumpur halus, kotoran ayam kering, Effective Microorganisms (EM 4 ), gula dan bibit cacing oligochaeta. 2.3 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan padat penebaran yaitu padat penebaran 2600 individu/m 2, 3600 individu/m 2 dan 4600 individu/m 2, masingmasing diulang sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS yang meliputi Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% digunakan untuk menentukan ada tidaknya pengaruh perlakuan padat penebaran terhadap pertambahan biomassa dan populasi cacing oligochaeta. Apabila hasil berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Tukey. Model statistik yang digunakan sesuai dengan Steel dan Torrie (1993) yaitu : Y ij = µ + σ i + ε ij Keterangan : Y ij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij = Pengaruh aditif perlakuan ke-i = Pengaruh galat akibat perlakuan ke-i ulangan ke-j 4

17 Pengujian perlakuan dapat dilakukan dengan kriteria uji sebagai berikut : Jika F hitung F tabel tolak H 0 F hitung < F tabel terima H 0 Hipotesis yang digunakan dalam pengujian tersebut adalah: H 0 : perlakuan berupa padat penebaran berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap biomassa dan populasi cacing oligochaeta. H 1 : perlakuan berupa padat penebaran berbeda memberikan pengaruh terhadap biomassa dan populasi cacing oligochaeta. Parameter yang di ukur selama penelitian adalah biomassa dan populasi, sedangkan parameter penunjang yang di amati adalah kualitas air yang terdiri atas oksigen terlarut, ph, Total Ammonia Nitrogen (TAN) dan suhu. 2.4 Tahapan Penelitian Pada penelitian ini terdapat sembilan unit percobaan yang berupa bak. Tiga bak ditebar cacing oligochaeta sebanyak 2600 individu/m2, tiga bak ditebar cacing oligochaeta sebanyak 3600 individu/m 2 dan tiga bak lainnya ditebar cacing oligochaeta sebanyak 4600 individu/m 2. Adapun tahapan kerjanya sebagai berikut: Persiapan Bak Pemeliharaan Bak pemeliharaan yang digunakan berupa kotak kayu berukuran 100 cm 25 cm 20 cm sebanyak 9 unit. Bak dilapisi plastik berwarna hitam untuk mencegah terjadinya kebocoran dan memberikan suasana lingkungan yang mendukung bagi budidaya cacing oligochaeta seperti yang dilakukan oleh Chumaidi et al. (1988). Bentuk bak pemeliharaan cacing oligochaeta yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. 5

18 Gambar 1 Bak pemeliharaan cacing oligochaeta Media Pemeliharaan Media pemeliharaan yang digunakan adalah campuran kotoran ayam kering (50%) dan lumpur halus (50%) sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuherman (1987). Lumpur yang digunakan sebagai media diambil dari kolam budidaya ikan, selanjutnya lumpur dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Kemudian lumpur dihaluskan dan disaring menggunakan saringan dengan ukuran mata jaring 0,8 mm Cacing Uji Bibit cacing oligochaeta yang digunakan pada penelitian di dominasi oleh subkelas oligochaeta, bibit tersebut berasal dari pertani ikan lele dumbo di daerah Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung. Cacing yang digunakan berukuran 2-3 cm dengan bobot rata-rata 4-5 mg. Adapun dugaan cacing yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. a 1-3 cm 1-3 cm b 6

19 c d 2-3 cm 2-4 cm Gambar 2 Tubifex tubifex (Anonim 2010) a), Tubifex tubifex (Anonim 2007) b), Branchiura sowerbyi (Anonim 2006) c) dan Limnodrilus hoffmeisteri (Anonim 2009) d) Fermentasi Pupuk Pupuk yang digunakan adalah kotoran ayam yang berasal dari peternakan ayam pedaging, Manggar. Kotoran ayam tersebut difermentasi dengan menggunakan Effective Microorganisms (EM 4 ) yang berfungsi sebagai aktivator fermentasi gula pasir dan air. Proses pembuatan fermentasi pupuk yaitu kotoran ayam sebanyak 10 kg dikeringkan selama 6 jam, kemudian dicampur dengan larutan aktivator yang terbuat dari ¼ sendok makan gula pasir, 4 ml EM 4 dan 300 ml air. Campuran kotoran ayam dan larutan aktivator yang telah dibuat didiamkan di dalam wadah tertutup selama 5 hari. Setelah 5 hari, kotoran ayam yang sudah terfermentasi dijemur dengan bantuan sinar matahari hingga kering (Fadillah 2004) Metode Budidaya Persiapan Persiapan awal yang dilakukan sebelum dilakuakan penebaran adalah disiapkan media budidaya berupa kotoran ayam kering dan lumpur halus kering dengan perbandingan 1:1, lalu dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan sambil diaduk supaya tercampur merata hingga mencapai ketinggian 6 cm. Selanjutnya, dilakukan pengisian air setinggi 2 cm dan dibiarkan selama 10 hari supaya pupuk awal pada media dapat terurai oleh bakteri sehingga bakteri tersebut dapat menjadi makanan awal bagi cacing oligochaeta. 7

20 Penebaran Cacing ditebar ke dalam bak pemeliharaan setelah 10 hari penggenangan. Perlakuan padat penebaran pada penelitian ini diambil berdasarkan penelitian Oplinger et al., (2011) yang melakukan budidaya cacing oligochaeta dengan padat penebaran 2600 individu/m 2 dan padat penebaran 3600 individu/m2 yang dilakukan oleh Simamora (1992), sehingga diperoleh interval perlakuan padat penebaran 2600 individu/m 2, 3600 individu/m 2 dan 4600 individu/m Pemberian Pupuk Pupuk kotoran ayam hasil fermentasi diberikan setiap hari sebanyak satu kali dengan dosis 1 kg/m 2 /hari selama 60 hari pemeliharaan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fadillah (2004) Pengelolaan Air Air yang digunakan selama penelitian bersumber dari air pegunungan. Sebelum dialirkan ke bak pemeliharaan air ditampung terlebih dahulu di tandon penampungan air untuk mengendapkan lumpur dan kotoran lain. Kemudian, pada setiap bak pemeliharaan dialirkan air dengan debit 1000 ml/menit untuk bak seluas 0,25 m 2 sesuai yang dilakukan oleh Chumaidi et al. (1988). Air yang masuk ke dalam bak pemeliharaan diatur dengan menggunakan klep pada selang pemasukan, selanjutnya air yang keluar dari bak pemeliharaan akan ditampung di bak penampungan dan dialirkan kembali ke bak pemeliharaan (Lampiran 1). Supaya kualitas air terjaga maka setiap dua hari sekali air di bak penampungan diganti sebanyak ⅔ dari volume air bak penampungan tersebut. Konstruksi bak pemeliharaan budidaya cacing oligochaeta pada penelitian ini yang menggunakan sistem sirkulasi dengan pergantian air dapat dilihat pada Gambar 3. 8

21 Gambar 3 Konstruksi bak pemeliharaan cacing oligochaeta 2.5 Pengambilan Data Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah populasi, biomassa dan kualitas air. Pengambilan data dilakukan setiap 10 hari sekali selama 60 hari pemeliharaan. Hal ini dikarenakan dari telur hingga meninggalkan kokon lamanya hari dan cacing yang keluar dari kokon tersebut menghasilkan kokon untuk pertama kalinya setelah hari (Kasiorek 1974) Pertambahan Populasi (individu/m 2 /) dan Biomassa (g/m 2 ) Pengambilan data dilakukan dengan cara pipa paralon berdiameter 3 cm dengan luas permukaan lubang 7.07 cm 2 dibenamkan ke dalam substrat lalu diangkat. Substrat yang terambil ditampung di serok dan dicuci di air mengalir sampai airnya tidak keruh, kemudian disebar di atas kaca yang berukuran 25 cm 20 cm. Cacing kemudian dipisahkan dari substrat dengan menggunakan jarum bedah. Cacing yang terkumpul ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 2 digit di belakang koma dalam satuan gram Laju Pertambahan Biomassa Harian (g/m 2 /hari) Laju pertambahan biomassa harian (Yield) menurut Hepher (1978) dihitung dengan menggunakan rumus : 9

22 Yield = Keterangan : Yield = Laju pertambahan biomassa harian (g/m 2 /hari) B t = Biomassa pada hari ke-t (g/m 2 ) B 0 = Biomassa pada hari ke-0 (g/m 2 ) t = Waktu pengamatan pada hari ke-t (hari) Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur adalah parameter fisika dan kimia. Parameter fisika yang diukur adalah suhu yang dilakukan setiap pagi, sedangkan parameter kimia yang diukur adalah oksigen terlarut, ph dan TAN (Total Ammonia Nitrogen) yang diukur setiap 10 hari sekali selama 60 hari pemeliharaan. Pengambilan sampel air untuk mengamati nilai oksigen terlarut, ph, dan TAN diambil dari tiga titik yaitu inlet, tengah dan outlet pada setiap bak pemeliharaan. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kualitas air disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur Parameter Satuan Alat Ukur Suhu o C Termometer Oksigen terlarut Ppm DO meter ph - ph meter TAN Ppm Spektrofotometer 2.6 Analisis Usaha Analisis usaha dilakukan untuk mengukur apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan. Perhitungan meliputi biaya-biaya yang harus dikeluarkan serta keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan produk berdasarkan skala usaha serta teknologi yang digunakan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan dalam satu tahun. Penerimaan adalah hasil kali antara produk yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut. Penerimaan bergantung pada harga cacing dan jumlah 10

23 cacing yang terjual. Penerimaan dapat dihitung dengan rumus Nurmalina et al., (2009) : TR = Q x P Keterangan : TR = Total Revenue (total penerimaan) Q P = Quantity (bobot biomassa cacing oligochaeta yang dijual) = Price (harga cacing oligochaeta per kg) Keuntungan diperoleh pada saat penerimaan dikurangi dengan biaya pengeluaran yang dilakukan selama masa pemeliharaan, dihitung dengan menggunakan rumus Nurmalina et al., (2009) : π = TR TC Keterangan : π = Keuntungan TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total pengeluaran) Analisis Revenue of Cost (R/C) merupakan salah satu kriteria kelayakan yang biasa digunakan dalam analisis bisnis. Baik manfaat maupun biaya adalah nilai kotor, penggunaan kriteria ini akan lebih menggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima. Secara matematis rasio R/C dapat dirumuskan sebagai berikut Nurmalina et al., (2009) : R/C ratio = Keterangan : TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total pengeluaran) Analisis Payback period (PP) merupakan metode yang berguna untuk mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis dengan payback period yang singkat atau cepat pengembaliannya termasuk kemungkinan besar yang akan dipilih. Payback period dapat dirumuskan sebagai berikut Nurmalina et al., (2009): Keterangan : PP I Ab PP = = Payback periodi (tahun) = Besar biaya investasi = manfaat bersih yang diperoleh pada setiap tahunnya Analisis Break Even Point (BEP) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume produksi suatu usaha 11

24 mencapai titik impas, yaitu tidak untung dan tidak rugi. Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP lebih rendah daripada harga yang berlaku saat ini. BEP Rp dan BEP kg dapat dihitung menggunakan rumus menurut Martin et al., (1991): BEP (Rp) = BEP (kg) = Keterangan : TFC = Total Fix Cost (biaya tetap) TVC = Total Variable Cost (biaya variabel) P TR = Price (harga per kg) = Total Revenue (penerimaan) P = Harga jual (Rp ) Harga Pokok Produksi (HPP) merupakan nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi 1 unit produk (Rahardi et al., 1998). HPP dihitung menggunakan rumus berikut : HPP = Keterangan : TC = Total Cost (total pengeluaran) Q = Quantity (nilai hasil produksi/populasi cacing oligochaeta) 12

25 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertambahan biomassa, pertambahan populasi, laju pertumbuhan biomassa, kualitas air dan analisis usaha Pertambahan Biomassa Cacing Oligochaeta Biomassa (g) Data hasil pengamatan pertambahan biomassa cacing oligochaeta selama 60 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 2 yang diplotkan pada grafik seperti terlihat pada Gambar Masa pemeliharaan (hari) 2600 ind/m ind/m ind/m2 Gambar 4 Pertambahan biomassa (g/m 2 ) selama 60 hari pemeliharaan dengan padat penebaran berbeda Berdasarkan Gambar 2 di atas puncak biomassa yang diperoleh perlakuan 2600 individu/m 2 adalah g/m 2 dan puncak biomassa yang diperoleh perlakuan 3600 individu/m 2 adalah g/m 2, keduanya dicapai pada hari ke- 40 masa pemeliharaan. Kemudian puncak biomassa yang diperoleh perlakuan 4600 individu/m 2 adalah g/m 2 yang dicapai pada hari ke-50 masa pemeliharaan. Hasil analisis sidik ragam biomassa cacing oligochaeta pada hari ke-40 dan ke-50 dari ketiga perlakuan padat penebaran yang berbeda dengan selang 13

26 kepercayaan 95% (p<0.05) dapat dilihat pada lampiran 3 yang diplotkan pada histogram seperti pada Gambar 5. Biomassa (log g/m 2 ) 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 2.55± ± ± ± ±0.036 a a ab a b b 3.10±0.092 Hari ke-40 Hari ke-50 0, ind/m ind/m ind/m2 Perlakuan Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Gambar 5 Histogram pertambahan biomassa (log g/m 2 ) cacing oligochaeta pada hari ke-40 dan ke-50 Hasil analisis sidik ragam ANOVA yang dilakukan pada hari ke-40, menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan biomassa cacing oligochaeta. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey yang dilakukan dapat diketahui bahwa padat penebaran 2600 individu/m 2 signifikan dengan padat penebaran 4600 individu/m 2. Begitu pula dengan hasil analisis sidik ragam ANOVA pada hari ke-50 yang menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan biomassa cacing oligochaeta. Uji lanjut Tukey membuktikan bahwa padat penebaran 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 signifikan dengan padat penebaran 4600 individu/m Pertambahan Populasi Cacing Oligochaeta Hasil perhitungan populasi cacing oligochaeta selama 60 hari pemeliharaan dapat dilihat pada lampiran 4 dan diplotkan pada grafik seperti terlihat pada Gambar 6. 14

27 Populasi (individu/m 2 ) Populasi (log individu/m 2 ) Masa pemeliharaan (hari) 5,17±0,179 5,26±0,063 5,41±0,092 4,92±0,0574,85±0,076 4,96±0, ind/m ind/m ind/m2 Perlakuan 2600 ind/m ind/m ind/m2 Gambar 6 Pertambahan populasi cacing oligochaeta selama 60 hari pemeliharaan dengan padat penebaran berbeda Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa pola pertambahan populasi dan biomassa cacing oligochaeta sama yaitu puncak populasi tertinggi diperoleh di hari ke-50 pada perlakuan 4600 individu/m 2 yakni sebesar individu/m 2 dan puncak populasi terendah diperoleh pada padat tebar 2600 individu/m 2 sebesar individu/m 2 yang dicapai pada hari ke-40. Hasil analisis sidik ragam populasi cacing oligochaeta pada hari ke-40 dan ke-50 dengan selang kepercayaan 95% (p<0.05) dapat dilihat pada lampiran 5 yang diplotkan pada histogram seperti terlihat pada Gambar 7. a a ab a b b Hari ke-40 Hari ke-50 Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Gambar 7 Histogram pertambahan populasi (log individu/m 2 ) cacing oligochaeta pada hari ke-40 dan ke-50 15

28 Hasil analisis sidik ragam ANOVA yang dilakuakan pada hari ke-40 menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan populasi cacing oligochaeta. Hasil uji lanjut Tukey yang dilakukan membuktikan bahwa padat penebaran 2600 individu/m 2 signifikan dengan padat penebaran 4600 individu/m 2. Kemudian, hasil analisis sidik ragam ANOVA pada hari ke-50 juga menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan populasi cacing oligochaeta. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey terbukti bahwa padat penebaran 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 signifikan dengan padat penebaran 4600 individu/m Laju Pertambahan Biomassa Harian Perhitungan laju pertambahan biomassa harian cacing oligochaeta selama 60 hari pemeliharaan dapat dilihat di Lampiran 6 dan diplotkan pada grafik seperti terlihat pada Gambar 8. Biomassa (g/m 2 /hari) Masa pemeliharaan (hari) 2600 ind/m ind/m ind/m2 Gambar 8 Laju pertambahan biomassa cacing oligochaeta (g/m 2 /hari) selama 60 hari pemeliharaan dengan padat penebaran berbeda Berdasarkan Gambar 6 di atas terlihat laju pertambahan biomassa harian cacing oligochaeta pada padat penebaran 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 mengalami peningkatan di hari ke-40 masing-masing bernilai 9.96 g/m 2 /hari dan g/m 2 /hari, kemudian mengalami penurunan pada hari ke-50. Peningkatan 16

29 yang paling tinggi terjadi pada perlakuan padat tebar 4600 individu/m 2 yaitu sebesar g/m 2 /hari di hari ke Kondisi Lingkungan Budidaya Parameter kualitas air yang diamati selama 60 hari pemeliharaan meliputi DO, suhu, ph dan TAN. Kisaran nilai kualitas air yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kisaran nilai beberapa parameter kualitas air pada bak pemeliharaan Parameter uji Padat tebar (individu/m 2 ) Kisaran optimal Sumber DO (ppm) Poddubnaya (1980) Suhu ( o C) Nascimento dan Alves (2009) ph Witley (1967) TAN (ppm) <3.8 Angel dan Pilar (2004) Berdasarkan Tabel 2 di atas, terlihat bahwa kisaran kandungan oksigen terlarut dari ketiga perlakuan berada di bawah kisaran optimal, namun kadar oksigen terlarut tersebut masih di atas 2 ppm sehingga cacing oligochaeta masih dapat bertahan hidup. Nilai suhu, ph dan TAN untuk semua perlakuan padat tebar yang dipelihara selama 60 hari berada di kisaran optimal untuk pertumbuhan cacing oligochaeta. Data hasil pengamatan kandungan oksigen terlarut dapat dilihat di Lampiran 7a dan diplotkan pada grafik seperti terlihat pada gambar 9. Oksigen terlarut (ppm) 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0, Masa pemeliharaan (hari) Padat tebar 2600 ind/m2 Padat tebar 3600 ind/m2 Padat tebar 4600 ind/m2 Gambar 9 Perubahan kandungan oksigen terlarut selama 60 hari pemeliharaan 17

30 Berdasarkan Gambar 9 di atas, terlihat bahwa konsentrasi oksigen terlarut berfluktuasi per satuan waktu. Nilai oksigen terlarut pada awal pemeliharaan berada di atas 3 ppm, sedangkan nilai kandungan oksigen terlarut pada akhir pemeliharaan menurun dengan tingkat kepadatan 2600, 3600 dan 4600 individu/m 2 berturut-turut sebesar 2.74 ppm, 2.70 ppm dan 2.77 ppm. Data hasil pengamatan nilai suhu selama 60 hari masa pemeliharaan cacing oligochaeta dapat dilihat pada Lampiran 7b yang diplotkan pada grafik seperti terlihat pada Gambar 10. Suhu (ºC) Padat tebar 2600 ind/m2 10 Padat tebar 3600 ind/m2 5 0 Padat tebar 4600 ind/m Masa pemeliharaan (hari) Gambar 10 Perubahan nilai suhu selama 60 hari masa pemeliharaan Gambar 10 di atas menunjukkan bahwa nilai suhu berfluktuasi per satuan waktu. Nilai suhu pada awal pemeliharaan berkisar 24.5 o C, sedangkan nilai akhir selama masa pemeliharaan pada tingkat kepadatan 2600, 3600 dan 4600 individu/m 2 berturut-turut sebesar 25.5 o C, 25.5 o C dan 25.6 o C. Data hasil pengamatan nilai ph selama 60 hari masa pemeliharaan cacing oligochaeta dapat dilihat pada Lampiran 7c dan diplotkan pada grafik seperti terlihat pada Gambar 11. ph Masa pemeliharaan (hari) Padat tebar 2600 ind/m2 Padat tebar 3600 ind/m2 Padat tebar 4600 ind/m2 Gambar 11 Perubahan kandungan nilai ph selama 60 hari masa pemeliharaan 18

31 Berdasarkan Gambar 11 di atas, selama 60 hari pemeliharaan nilai ph yang diperoleh berfluktuasi per satuan waktu. Nilai pada awal pemeliharaan berkisar 6.7 dan pada akhir pemeliharaan diperoleh nilai ph pada setiap tingkat kepadatan 2600, 3600 dan 4600 individu/m 2 berturut-turut sebesar 6.56, 6.70 dan Data hasil pengamatan kandungan Totan Ammonia Nitrogen (TAN) selama 60 hari masa pemeliharaan cacing oligochaeta dapat dilihat pada Lampiran 7d dan diplotkan pada grafik seperti terlihat pada Gambar ,5 TAN (ppm) 2 1,5 1 0, Padat tebar 2600 ind/m2 Padat tebar 3600 ind/m2 Padat tebar 4600 ind/m2 Masa pemeliharaan (hari) Gambar 12 Perubahan kandungan TAN selama 60 hari masa pemeliharaan Berdasarkan gambar 12 terlihat bahwa konsentrasi TAN pada awal pemeliharaan bernilai 0.9 ppm dan meningkat pada hari ke-10 dan ke-20. Namun pada akhir pemeliharaan nilai kandungan TAN menurun untuk padat tebar 2600, 3600 dan 4600 individu/m 2 berturut-turut sebesar ppm, ppm dan ppm Analisis Usaha Analisis usaha budidaya cacing oligochaeta dari ketiga perlakuan yang dihitung dalam jangka waktu satu tahun ditunjukkan pada Tabel 3, dengan asumsi yang digunakan sebagai berikut : a. Biaya yang dikeluarkan terdiri atas biaya investasi dan biaya operasional yang dikeluarkan pada tahun pertama. Biaya operasional terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan antara lain teknisi, 19

32 papan, plastik hitam, paku 2 dim, pemeliharaan alat, BBM dan lahan, sedangkan yang termasuk biaya variabel yaitu kotoran ayam, lumpur halus, EM 4, gula pasir, kantong plastik, bahan bakar bensin dan bibit cacing oligochaeta, b. Budidaya dengan padat penebaran individu/m 2 dan individu/m 2 terdiri atas 9 siklus dalam jangka waktu satu tahun, siklus pertama waktu yang dibutuhkan adalah 55 hari (15 hari persiapan dan 40 hari pemeliharaan) dan siklus selanjutnya hanya 40 hari (pemeliharaan). Budidaya dengan padat penebaran 4600 individu/m 2 terdiri atas 7 siklus dalam jangka waktu satu tahun, siklus pertama waktu yang dibutuhkan adalah 65 hari (15 hari persiapan dan 50 hari pemeliharaan) dan siklus selanjutnya hanya 50 hari (pemeliharaan) (Lamiran 8), c. Bak pemeliharaan cacing oligochaeta berupa kotak kayu berukuran 100 cm 25 cm 20 cm sehingga luas dari satu bak pemeliharaan adalah 0,25 m 2, d. Bak pemeliharaan yang digunakan pada analisis usaha penelitian ini sebanyak 1000 unit. Asumsi tersebut diambil dari nilai perhitungan BEP pada perlakuan padat penebaran 4600 individu/m 2. Perlakuan padat penebaran 4600 individu/m 2 dijadikan acuan karena pada padat penebaran 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 menghasilkan biomassa yang sangat rendah sehingga untuk mendapatkan keuntungan membutuhkan biaya yang sangat besar namun keuntungan yang diperoleh sangat kecil. Perhitungan penentuan jumlah bak pemeliharaan yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 9. e. Lahan yang digunakan seluas 3900 m 2 dengan luas efektif 3000 m 2, f. Bobot rata-rata cacing oligochaeta untuk setiap perlakuan adalah g, g. Jumlah cacing yang ditebar untuk perlakuan padat penebaran 2600 individu/m 2 adalah 13 g/m 2 atau sebanyak 3.25 g/bak pemeliharaan. Jumlah cacing yang ditebar untuk perlakuan padat penebaran 3600 individu/m 2 adalah 18 g/m 2 atau sebanyak 4.5 g/bak pemeliharaan. Jumlah cacing yang ditebar untuk perlakuan padat penebaran 2600 individu/m 2 adalah 23 g/m 2 atau sebanyak 5.75 g/bak pemeliharaan. 20

33 h. Pada siklus kedua dan berikutnya cacing oligochaeta yang dipanen sebanyak 90 % dari biomassa yang diproduksi dan 10 % lagi digunakan sebagai bibit untuk siklus berikutnya. i. Biaya tenaga kerja untuk teknsi sebesar Rp per bulan dengan pertimbangan pengerjaan yang dilakukan yaitu memelihara cacing, memberi pupuk, dan panen, j. Keuntungan yang diperoleh menjadi hak dari pemilik dan pemilik juga terjun langsung pada saat kegiatan berlangsung, k. Harga bibit cacing oligochaeta per kilo yaitu Rp /kg, dan l. Harga jual cacing oligochaeta per kilo yaitu Rp /kg. Biaya yang dikeluarkan untuk budidaya daya cacing oligochaeta dengan kepadatan yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 9 dan hasil perhitungan dari biaya investasi, biaya tetap, biaya variabel, penerimaan, keuntungan, R/C ratio, payback period (PP), harga pokok produksi (HPP) dan break even point (BEP) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis usaha budidaya cacing oligochaeta pada sistem sirkulasi air Uraian Padat penebaran (individu/m 2 ) Biaya investasi (Rp) Biaya Tetap (Rp) Biaya variabel (Rp) Biaya total (Rp) Penerimaan/tahun (Rp) Keuntungan (Rp) R/C rasio PP (tahun) BEP (Rp) BEP (kg) HPP (Rp/kg) Berdasarkan data hasil perhitungan analisis usaha dengan asumsi 1000 unit bak pemeliharaan terlihat bahwa pada perlakuan padat penebaran 2600 individu/m 2 mengalami kerugian sebesar Rp Berdasarkan perhitungan R/C ratio nilai yang diperoleh sebesar 0.40, bearti setiap pengeluaran biaya produksi sebesar Rp 1 maka akan diperoleh penerimaan sebesar Rp Sedangkan nilai BEP produksi sebesar 940 kg, menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi tidak untung dan tidak rugi dicapai pada saat produksi usaha sebesar 21

34 940 kg. Apabila ingin mendapatkan keuntungan maka harus memproduksi lebih dari 940 kg. Nilai HPP yang diperoleh sebesar Rp yang artinya agar usaha tidak rugi maka harus menjual cacing oligochaeta dengan harga lebih dari Rp per kg. Perlakuan padat penebaran 3600 individu/m 2 juga mengalami kerugian, sama halnya dengan perlakuan padat penebaran 2600 individu/m 2, kerugian yang diperoleh sebesar Rp Nilai R/C ratio yang dihasilkan sebesar 0.72, yang bearti setiap 1 rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp Nilai BEP yang diperoleh sebesar Rp dan 940 kg, apabila ingin mendapatkan keuntungan maka penerimaan yang diperoleh harus lebih dari Rp dan 940 kg. Nilai HPP yang diperoleh dari hasil perhitungan sebesar Rp , sehingga cacing harus dijual dengan harga lebih dari harga tersebut supaya usaha yang dijalankan tidak rugi. Perlakuan padat penebaran 4600 individu/m 2 dengan asumsi 1000 unit bak pemeliharaan memperoleh keuntungan sebesar Rp per tahun. Nilai R/C ratio yang dihasilkan sebesar 1.04, yang bearti setiap 1 rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp Waktu yang dibutuhkan oleh perlakuan 4600 individu/m 2 untuk pengembalian modal yang sudah ditanam adalah selama 6.13 tahun. Nilai BEP (Rp) atau batas nilai produksi dalam suatu usaha untuk mencapai titik impas dari perlakuan padat penebaran 4600 individu/m 2 adalah sebesar Rp dan BEP (kg) sebesar 937 kg, oleh karena itu apabila ingin mendapatkan keuntungan maka penerimaan dan jumlah produksi yang dihasilkan harus lebih dari Rp dan 937 kg. Nilai HPP yang diperoleh dari perlakuan 4600 individu/m 2 adalah sebesar Rp per kg, sehingga bisa dikatakan bahwa pada perlakuan padat penebaran 4600 individu/m 2 layak untuk dijalankan karena nilai HHP yang diperoleh lebih rendah dari harga jual yang ditetapkan yaitu sebesar Rp per kg. 3.2 Pembahasan Cacing oligochaeta termasuk ke dalam filum Annelida, kelas Clitellata, kemudian dibagi lagi menjadi tiga subkelas, yaitu Oligochaeta, Branchiobdella dan Hirudinoidea. Cacing oligochaeta terdapat lebih dari 3100 spesies, 22

35 kebanyakan terdapat di air tawar, beberapa di laut, air payau dan darat. Jenis akuatik umumnya terdapat pada daerah dangkal yang kurang dari 1 meter, beberapa membuat lubang dalam lumpur, ada pula yang membuat selubung menetap atau berpindah-pindah. Melimpahnya jenis oligochaeta tertentu dapat dipakai sebagai petunjuk adanya pencemaran organik di perairan (Widigdo et al. 2005). Secara fungsional dan ekologi, oligochaeta dibagi menjadi 2 tipe, yaitu microdrile dan megadrile. Microdrile merupakan spesies akuatik, berukuran 1-30 mm, dinding tubuh tipis dan agak transparan. Megadrile merupakan spesies darat, dinding tubuh tebal, umumnya panjang antara 5-30 cm, bahkan Megascolides di Australia dapat mencapai 3 meter. Pada umumnya jumlah ruas cacing oligochaeta tidak tetap, bervariasi sekitar 25%. Jumlah ruas atau somit pada cacing dewasa antara buah, dan pada spesies dari famili Haplotaxidae sampai 500 buah. Ruas pertama adalah peristomium yang mengandung mulut dan ruas terakhir terdapat anus (Widigdo et al. 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 60 hari pemeliharaan, pola pertambahan biomassa dan populasi cacing oligochaeta pada perlakuan padat penebaran 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 mencapai puncak yang sama yaitu pada hari ke-40 masing-masing sebesar g/m 2 dan individu/m 2 untuk padat tebar 2600 individu/m 2 dan g/m 2 dan individu/m 2 untuk padat tebar 3600 individu/m 2. Puncak populasi terjadi pada hari ke-40 dikarenakan cacing oligochaeta yang ditebar merupakan cacing dewasa yang siap kawin, dilihat dari panjang dan berat cacing yang ditebar. Hal ini didukung oleh Pophenco (1967) yang menyatakan bahwa cacing Tubifex sp. dewasa yang siap kawin berukuran sekitar 3 cm dengan bobot tubuh antara 2-5 mg. Kasiorek (1970) juga mengemukakan bahwa telur Tubifex sp. meninggalkan kokonnya selama hari dan setelah menetas akan tumbuh secara intensif selama 30 hari, sehingga diperoleh puncak di hari ke-40. Cacing oligochaeta yang mengeluarkan kokon akan mengeluarkan kokon kembali setiap dua minggu sekali. Anak cacing akan menghasilkan kokon untuk pertama kali pada usia sekitar hari (Kasiorek 1974). Gambar 13 di bawah ini merupakan contoh kokon dari Limnodrilus hoffmeisteri. 23

36 1 mm Gambar 13 Kokon Limnodrilus hoffmeisteri (Anonim 2009) Penurunan populasi terjadi pada hari ke-50 dikarenakan tingginya populasi pada hari ke-40, menyebabkan adanya persaingan mendapatkan makanan. Hal tersebut diduga karena dosis pupuk yang diberikan setiap harinya sama yaitu 1 kg/m 2 /hari, sedangkan populasi bertambah setiap minggunya. Pemupukan yang dilakukan dalam pemeliharaan cacing oligochaeta bertujuan untuk menambah kandungan nutrien. Unsur nutrien terpenting di dalam pemupukan adalah N- organik berbentuk partikel di perairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Penelitian ini menggunakan pupuk yang difermentasi menggunakan aktifator EM 4 yang berfungsi meningkatkan kandungan N dan C yang terkandung dalam bahan organik, hal ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Fadillah (2004). Penelitian yang dilakukan Fadillah (2004) menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri yang didapat lebih rendah daripada Febriati (2004) yang melakukan pemupukan dengan kotoran ayam kering tanpa fermentasi. Kelimpahan bakteri rata-rata yang diperoleh Fadillah (2004) mencapai sedangkan Febrianti (2004) mencapai Perbedaan kelimpahan tersebut terkait dengan populasi cacing yang dicapai pada masing-masing penelitian. Rendahnya kelimpahan bakteri Fadillah (2004) diikuti dengan tingginya populasi dan biomassa yang dicapai yakni sebesar individu/m 2 dan g/m 2. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar cacing memanfaatkan bakteri sebagai sumber makanannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Widigdo et al. (2005), yang menyatakan bahwa cacing oligochaeta memakan bakteri, ganggang filamen, diatom dan detritus, sehingga populasi bakteri yang ada pada meia pemeliharaan akan mempengaruhi pertambahan cacing oligochaeta. 24

37 Penurunan pupulasi pada pemeliharaan juga disebabkan karena induk yang sudah dewasa tidak lagi menghasilkan individu baru, cacing yang masih muda belum mampu bereproduksi dan adanya kematian cacing yang sudah mencapai usia tua. Hal ini dibuktikan berdasarkan pengamatan secara visual, dimana cacing dewasa sudah tidak terlihat pada bak pemeliharaan dan pada saat sampling hari ke-50 tidak ditemukan adanya cacing dewasa. Penurunan biomassa berkaitan dengan penurunan populasi, dimana setelah populasi tertinggi dicapai jumlah individu dewasa mulai berkurang karena adanya kematian sedangkan individu muda belum mampu bereproduksi sehingga setelah titik tertinggi tercapai individu yang terdapat dalam wadah pemeliharaan sebagian besar adalah individu baru. Pada pemeliharaan dengan perlakuan padat penebaran 4600 individu/m 2 puncak populasi dan biomassa terjadi pada hari ke-50 sebesar g/m 2 dan individu/m 2 dan menurun pada hari ke-60. Perbedaan tinggi puncak populasi dan biomassa antar perlakuan dikarenakan pada padat penebaran 4600 individu/m 2 memiliki nilai rata-rata kandungan oksigen terlarut yang rendah pada awal pemeliharaan (Lampiran 7a). Rendahnya oksigen terlarut tersebut dikarenakan jumlah dari padat penebaran 4600 individu/m 2 lebih tinggi dibandingkan kedua perlakuan yang lain sehingga persaingan untuk mendapatkan oksigen juga lebih besar. Persaingan mendapatkan oksigen tersebut juga tidak hanya antar cacing yang dipelihara tetapi juga bersaing dengan bakteri karena proses dekomposisi membutuhkan oksigen. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hariyadi dkk (1992) yang menyatakan bahwa proses dekomposisi tidak terjadi secara sekaligus tetapi bertahap bergantung kepada kadar bahan organik yang diuraikan, hanya % bahan organik yang dapat diuraikan pada setiap tahap. Proses untuk mencapai sekitar 96 % bahan organik terurai diperlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 20 hari dan pada hari ke-5 diperkirakan 75 % bahan organik telah terurai. Pada temperatur 20 C proses dekomposisi berjalan optimum dan sekitar 75 % bahan organik telah terdekomposisi. Rendahnya kandungan oksigen terlarut tersebut mempengaruhi aktivitas makan dan reproduksi dari cacing oligochaeta, yang diikuti dengan tingginya kandungan TAN. 25

38 Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian yang menggunakan padat penebaran yang sama tetapi menggunakan sistem yang berbeda yaitu sistem terbuka, penelitian ini memperoleh biomassa dan populasi lebih rendah. Penelitian dengan sistem terbuka memperoleh puncak populasi dan biomassa tertinggi pada perlakuan 4600 individu/m 2 yaitu sebesar individu/m 2 dan g/m 2, yang terjadi pada hari ke-40 (Febriani 24 Oktober 2011, komunikasi pribadi). Perbedaan pertambahan populasi, pertambahan biomassa dan puncak dari populasi dan biomassa tersebut terjadi diduga karena pada sistem terbuka, faktor lain seperti kualitas air yang terdiri atas kandungan oksigen terlarut dan kandungan TAN lebih mendukung untuk reproduksi dan aktivitas makan. Laju pertambahan biomassa tertinggi pada penelitian ini sebesar g/m 2 /hari pada perlakuan padat tebar 4600 individu/m 2 yang dicapai pada hari ke- 50. Nilai ini lebih kecil bila dibandingkan pada penelitian dengan menggunakan sistem terbuka yaitu sebesar g/m 2 /hari, begitu pula halnya dengan penelitian Fadillah (2004) yaitu sebesar gr/m 2 /hari yang sama-sama memberikan pupuk kotoran ayam hasil fermentasi namun sistem yang digunakan berbeda. Perbedaan laju pertambahan biomassa harian dipengaruhi oleh biomassa yang dapat dicapai pada setiap penelitian. Hal ini membuktikan bahwa budidaya cacing oligochaeta pada sistem sirkulasi dengan pergantian air menghasilkan laju pertambahan biomassa yang lebih rendah dibandingkan dengan budidaya cacing oligochaeta dengan sistem terbuka. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey yang dilakukan pada hari ke-40 untuk pertambahan biomassa dan populasi, perlakuan 2600 individu/m 2 signifikan dengan perlakuan 4600 individu/m 2, hal ini dikarenakan biomassa dan populasi yang diperoleh dari kedua perlakuan tersebut memiliki nilai yang berbeda jauh. Begitu pula dengan hasil uji lanjut Tukey pada hari ke-50 untuk pertambahan biomassa dan populasi, yang menunjukkan perlakuan 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 signifikan dengan perlakuan 4600 individu/m 2. Hasil tersebut terjadi dikarenakan pada perlakuan 4600 memiliki padat penebaran awal yang lebih tinggi sehingga peluang untuk kawinnya cacing oligochaeta lebih tinggi sehingga menghasilkan populasi dan biomassa yang tinggi pula bila dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. 26

39 Pada awal pemeliharaan kandungan oksigen terlarut untuk ketiga perlakuan berada di atas 3 ppm, namun pada hari ke-10 terjadi penurunan dan nilai rata-rata yang paling rendah terjadi pada padat tebar 4600 individu/m 2 yaitu 2.15 ppm (Lampiran 7a). Nilai kandungan oksigen terlarut pada awal pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan hari selanjutnya, diduga karena populasi cacing oligochaeta masih rendah sehingga pemanfaatan terhadap oksigen terlarut juga masih rendah, begitu pula dengan proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme yang juga masih rendah. Penurunan kandungan oksigen terlarut yang terjadi pada ke-10 disebabkan oleh adanya aktifitas bakteri dalam merombak bahan makanan organik karena proses dekomposisi membutuhkan oksigen selain itu oksigen yang rendah juga disebabkan oleh respirasi cacing oligochaeta yang dipelihara akibat peningkatan populasi cacing tersebut. Kandungan oksigen terlarut rata-rata yang didapatkan pada hari ke-10 nilainya kurang dari 2.5 ppm. Kondisi tersebut bisa menyebabkan menurunnya aktivitas makan maupun reproduksi cacing oligochaeta sehingga proses pembentukan zat-zat gizi di dalam tubuh jadi ikut menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marian dan Pandian (1984), yang menyatakan bahwa kebutuhan oksigen terlarut Tubifex tubifex bagi perkembangan embrio berkisar antara ppm dan apabila oksigen terlarut kurang dari 2 ppm akan mengakibatkan aktivitas makan dan reproduksinya menurun. Meskipun oksigen terlarut selama penelitian berkisar antara ppm, namun kisaran tersebut masih mampu mendukung kehidupan tubifisid, hal ini dikarenakan cacing masih dapat bertahan hidup pada kondisi yang anaerob (tanpa oksigen). Akan tetapi kondisi tersebut dapat menghambat aktivitas makan dan reproduksi cacing yang dipelihara, karena cacing tubifisid akan menggunakan energinya untuk menggoyang-goyangkan bagian posterior tubuhnya agar memperoleh oksigen untuk pernapasan (Pennak 1978). Hal ini juga didukung oleh pernyataan Vincentius (1992), yang menyatakan bahwa tubifisid memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap kandungan oksigen terlarut dalam air. Kondisi tersebut dibuktikan dengan adanya perbedaan puncak populasi dari ketiga perlakuan yaitu pada perlakuan 4600 individu/m 2 yang terjadi pada hari ke-50 sedangkan dua perlakuan lainnya mencapai puncak populasi pada hari ke-40. Pada peneitian ini tidak menggunakan 27

40 aerasi yang berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi oksigen terlarut, dikarenakan tempat melakukan penelitian tidak tersedia pembangkit listrik. Oleh karena itu untuk mempertahankan kualitas air, air yang ada di bak penampungan diganti setiap dua hari sekali sebanyak 2/3 dari volume air yang ada. Suhu air selama penelitian berkisar antara 24.3 o C 26.7 o C, dengan rincian pada padat tebar 2600 individu/m 2 suhu berkisar antara 24.5 o C 26.6 o C, pada padat tebar 3600 individu/m 2 suhu berkisar antara 24.4 o C 26.6 o C dan pada padat tebar 4600 individu/m 2 antara 24.3 o C 26.7 o C (Lampiran 7b). Perubahan suhu pada media budidaya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan pada saat penelitian dilakukan. Secara keseluruhan, perubahan suhu terjadi secara seragam untuk ketiga perlakuan selama 60 hari pemeliharaan dan berada dalam kisaran yang layak bagi pertumbuhan cacing oligochaeta. Kondisi suhu air selama penelitian masih berada dalam batas kelayakan bagi produksi cacing oligochaeta, hal ini sesuai dengan Kosiorek (1974) yang menyatakan bahwa Tubifex tubifex menghasilkan kokon pada kisaran suhu 0 o C 30 o C dengan suhu optimum berkisar antara 20 o C 25 o C yang diperkuat juga oleh pernyataan Marian dan Pandian (1984) bahwa Tubifex sp. dapat bereproduksi pada kisaran suhu 0.5 o C 30 o C. Walaupun kisaran suhu selama penelitian ada yang berada di luar kisaran optimum bagi tubifisid, tetapi secara umum kisaran suhu masih dapat mendukung bagi kehidupan cacing oligochaeta. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Pennak (1978) yang menyatakan bahwa suhu bukan merupakan faktor pembatas bagi oligochaeta akuatik. Terlihat juga dari Gambar 10 di atas, suhu saat pengambilan contoh menunjukkan bahwa pada hari pengamatan ke-10 dan ke-50 terjadi sedikit peningkatan suhu untuk ketiga perlakuan. Perubahan suhu yang terjadi dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing sutra. Hal ini sesuai dengan pendapat Aston (1968) bahwa peningkatan suhu dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan terutama pertumbuhan cacing dewasa dan pertumbuhan jumlah kokon yang dikeluarkan oleh Tubifisid. Kisaran nilai ph yang diperoleh selama 60 hari penelitian dari ketiga perlakuan adalah , dengan rincian pada padat tebar 2600 ind/m 2 suhu berkisar antara , pada padat tebar 3600 ind/m 2 suhu berkisar antara 28

41 dan pada padat tebar 4600 ind/m 2 antara (Lampiran 7c). Kisaran nilai ph tersebut masih dalam batas kelayakan hidup cacing oligochaeta. Hal ini didasarkan pada pendapat Whitley (1968), bahwa batas nilai ph untuk kelayakan hidup Tubifisid adalah ,5. Nilai ph air pada media budidaya selama masa pemeliharaan tersebut bisa berada di atas maupun di bawah nilai ph air pada awal pemeliharaan yang bernilai Hal ini disebabkan nilai ph air yang diperoleh tergantung dari reaksireaksi kimia yang ada di air, sesuai dengan pernyataan Spotte (1970) yang menyatakan bahwa reaksi kimia yang menghasilkan [H + ] akan menurunkan ph dan reaksi yang menghasilkan [OH + ] akan meningkatkan ph. Kisaran ph yang diperoleh selama penelitian berlangsung masih dapat mendukung kehidupan cacing oligochaeta, diperkuat oleh pernyataan Whitley (1968) yang mengemukakan bahwa kisaran ph yang baik untuk tubifisid adalah dan pada kisaran tubifisid masih dapat bertahan hidup. Total Ammonia Nitrogen merupakan jumlah ammonia tidak terionisasi dan ion ammonium. Ammonia yang tidak terionisasi sangat toksik dan tetapi ion ammonium relatif tidak toksik. Kisaran kandungan TAN selama penelitian berlangsung dari ketiga perlakuan adalah ppm. Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa pada padat tebar 4600 individu/m 2 mempunyai nilai kandungan paling tinggi dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. Kandungan TAN pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fadillah (2004) yaitu < , yang juga sama-sama memberikan pupuk harian kotoran ayam hasil fermentasi. Akan tetapi sistem yang digunakan selama penelitian berlangsung berbeda, yaitu pada penelitian Fadillah (2004) menggunakan sistem terbuka sedangkan penelitian ini menggunakan sistem sirkulasi. Oleh karena itu meskipun dilakukan pengaliran air secara kontinu, air tersebut tidak mampu mencuci substrat dan menghanyutkan unsur-unsur toksik air yang keluar dari wadah budidaya karena air yang keluar tersebut akan masuk kembali. Akan tetapi, seiring dengan lamanya masa pemeliharaan kandungan TAN semakin menurun. Hal ini dikarenakan adanya pergantian air setiap dua hari sekali pada bak penampungan air meskipun 29

42 kandungan TAN tersebut masih tetap tinggi yaitu berkisar ppm pada akhir masa pemeliharaan. Fiastri (1987) menyatakan bahwa kehidupan Tubifex tubifex akan terganggu bila kandungan TAN lebih dari 2.70 ppm. Chumaidi (1989) juga menambahkan bahwa Tubifex tidak ditemukan pada media dengan kandungan TAN lebih dari 3.80 ppm. Sehingga kisaran TAN yang dihasilkan selama masa pemeliharaan berlangsung yang berkisar ppm masih mampu mendukung kehidupan cacing oligochaeta. Keuntungan terbesar diperoleh pada perlakuan 4600 individu/m 2, karena total penerimaannya lebih besar dari biaya total yang dikeluarkan. Besarnya penerimaan yang didapatkan dari hasil penjualan cacing oligochaeta ditentukan oleh padat penebaran. Semakin tinggi padat penebaran, maka penerimaan meningkat karena jumlah cacing yang dihasilkan semakin banyak. Sedangkan pada perlakuan 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 memperoleh kerugian, hal tersebut dikarenakan total penerimaannya lebih kecil dibandingkan dengan biaya total yang dikeluarkan. Kerugian yang terjadi pada perlakuan 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 tidak hanya disebabkan oleh total penerimaan yang rendah karena jumlah cacing yang dihasilkan sedikit, tetapi juga disebabkan oleh biaya variabel yang dikeluarkan berbeda dari ketiga perlakuan tersebut. Perbedaan biaya variabel yang dikeluarkan dari ketiga perlakuan disebabkan oleh jumlah siklus yang dilakukan berbeda setiap tahunnya dan jumlah bibit yang ditebar juga berbeda. Perbedaan jumlah siklus dipengaruhi oleh lamanya puncak biomassa yang terjadi pada setiap perlakuan. Perlakuan 4600 individu/m 2 memperoleh nilai R/C ratio lebih dari satu, hal tersebut dikarenakan perbandingan total penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total biaya total yang dikeluarkan, sehingga bisa menghasilkan keuntungan. Sedangkan pada perlakuan 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 total penerimaan lebih kecil dari total biaya yang dikeluarkan sehingga nilai R/C ratio yang dihasilkan kurang dari satu dan tidak mendapatkan keuntungan. Periode pengembalian modal investasi yang ditanam pada perlakuan 4600 individu/m 2 ditentukan oleh keuntungan yang didapat. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka modal investasi yang sudah ditanam akan semakin cepat kembali. 30

43 Pada perlakuan 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 periode pengembalian modal investasi tidak bisa diketahui, hal tersebut dikarenakan pada kedua perlakuan mengalami kerugian. Nilai BEP yang diperoleh lebih rendah dari nilai penerimaan yang diperoleh pada perlakuan 4600 individu/m 2 sehingga bisa menghasilkan keuntungan. Sedangkan pada perlakuan 3600 individu/m 2 nilai BEP yang diperoleh lebih tinggi dari nilai penerimaan sehingga tidak mendapatkan keuntungan, begitu pula dengan perlakuan 2600 individu/m 2 nilai BEP nya yang bernilai negatif. Nilai HPP yang diperoleh pada perlakuan 4600 individu/m 2 bernilai lebih rendah dari nilai jual yang ditetapkan sehingga menghasilkan keuntungan, hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah cacing yang dihasilkan. Sedangkan pada perlakuan 2600 individu/m 2 dan 3600 individu/m 2 nilai HPP lebih besar dari nilai jual yang ditetapkan, hal tersebut dikarenakan jumlah cacing yang dihasilkan sedikit. Hasil perhitungan analisis usaha dari ketiga perlakuan dengan asumsi 1000 bak, yang paling layak untuk diajalankan adalah pada perlakuan padat penebaran 4600 individu/m 2. Hal ini dilihat dari nilai keuntungan yang besar, nilai R/C rasio yang tinggi, waktu pengembalian investasi yang lebih cepat, nilai BEP (Rp) dan BEP (Kg) yang lebih rendah serta nilai HPP yang lebih rendah dari harga jual yang ditetapkan. 31

44 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan biomassa yang diperoleh selama penelitian, maka padat penebaran cacing oligocaheta yang terbaik adalah 4600 individu/m 2, diikuti dengan padat tebar 3600 individu/m 2 dan terakhir 2600 individu/m 2. Padat penebaran cacing oligocaheta yang terbaik berdasarkan indikator laju pertambahannya berturut-turut adalah 4600 individu/m 2, 3600 individu/m 2 dan 2600 individu/m 2. Padat penebaran berdasarkan analisis usaha padat tebar 4600 individu/m 2 lebih layak dijalankan dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. 4.2 Saran Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menambahkan aerasi yang berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi oksigen terlarut dan filtrasi yang berfungsi sebagai penyerap dan perombak senyawa nitrogenus yang bersifat racun (ammonia dan nitrit) menjadi senyawa tidak beracun (nitrat) dengan bantuan mikroorganisme agar bisa memperbaiki kualiatas air sehingga bisa meningkatkan jumlah produksi cacing oligochaeta. 32

45 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kepulauan Bangka Belitung dalam angka Kepulauan Bangka Belitung: BPS Kepulauan Bangka Belitung. Ajiningsih, D Peranan tinggi substrat terhadap kualitas tubifisid pada ketinggian air budidaya 2 cm. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Anonim Neozoen in bodensee und rhein (Auswahl, wird ständig aktualisiert). Aquatische%20Neozoen_Steckbriefe.php. [21 Maret 2012]. Anonim Tubifex (Tubifex tubifex). lebendfutter.php. [21 Maret 2012]. Anonim Limnodrilus hoffmeisteri Claparede. w.nhn?blogid=nstdaily&logno= [21 Maret 2012]. Anonim Tubifex tubifex. [21 Maret 2012]. Aston, R. J The effect of temperature on the life cycle, growth and fekundity of Branchiura sowebyi (Oligochaeta: Tubificidae). J. Zool. London. 154: 29: 40. Bahermansyah Target produksi perikanan budidaya naik 38%. ub=36. [14 Februari 2012]. Chumaidi, Zaenuddin, Fiastri Pengaruh debit air yang berbeda terhadap biomassa cacing rambut (Tubifisid). Buletin Perikanan Darat. 7 (2): Effendi Pengantar akuakultur. Jakarta : Penebar Swadaya. Fadillah, R Pertumbuhan populasi dan biomassa cacing sutra Limnodrillus pada media yang dipupuk kotoran ayam hasil fermentasi. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Fiastri Pengaruh debit air dengan modifikasi sistem pembilasan terhadap pertumbuhan Tubifex sp. [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hepher, B Ecological aspects of warm-water fishpond management. Hal Dalam Gerking S.D. (Ed). Ecology of Freshwater Fish Production Blackwell Sci.Publ., Oxford. 33

46 Kosiorek, D Development cycle of Tubifex tubifex muller in experimental culture. Pol. Arch. Hidrobiol. 21 (3/4/0 : ). Mahyuddin, K Panduan lengkap agribisnis lele. Jakarta: Penebar Swadaya. Marian, M.P dan Pandian, T.J Culture and harvesting tehnique for Tubifex tubifex. Aquaculture. 42 : Martin, J.D, Petty J.W, Keown A.J, Scott D.F Basic financial management 10 th edition. New Jersey USA: Prentice Hall Inc. Masturo Cacing sutra/cacing rambut/cacing tubifex Jabodetabek. x_jabodetabek. [14 Februari 2012]. Nurmalina, R, Sarianti T, Karyadi, A Studi kelayakan bisnis. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Oplinger, R.W, Bartley, M, Wagner, E.J Culture of Tubifex tubifex : Effec of feed type, ration, temperature and density on juvenile recruitment, production and adult survival. Utah Divison of Wildlife Resources, Fisheries Experiment Station, 1465 West 200 North, Logan, Utah 84321,USA. Pennak, R.W Freshwater invertebrates of the United Stated. 2 nd ed. The Ronald Press company. New York. Pophenco, V.I Oligochaeta fauna of te lake of the solovets archipelago. In aquatic oligochaeta. Amerind Publishing Co. New York. 45p. Rahardi, F, Kristiawati R, dan Nazarudin Agribisnis perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. Robinson, D.L Info about tubifex. Discus breeders web site. [14 Februari 2005]. Simamora, I.E Pengaruh substrat dengan ketinggian 2, 4, dan 6 cm terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa tubifisid pada ketinggian air 4 cm beserta beberapa aspek kualitas air media. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Spotte, S.H Fish and invertebrate culture water management in closed systems. John Willey and Sons, inc. New York. 135 p. Steel, R.G.D and Torrie, J.H Principles and procedures of statistics a biometrical approah. Second Edition. McGraw-Hill International Book Company, Tokyo.633 p. 34

47 Syafiuddin Kinerja budidaya udang windu (Penaeus monodon Fabricus) yang dipelihara bertingkat dalam sistem resirkulasi. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Witley, L.S The resistence of tubifex worms to three common pollutans. hydrobiologia. 32 : Widigdo, B., Wardiatmo, Y., Kristanti, M Avertebrata Air Jilid II. Jakarta Penebar Swadaya, Yuherman Pengaruh dosis penambahan pupuk pada hari ke sepuluh setelah inokulasi terhadap pertumbuhan populasi Tubifex sp. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 35

48 LAMPIRAN 36

49 Lampiran 1 Konstruksi budidaya cacing oligochaeta sistem sirkulasi 1

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij II. METODOLOGI 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT), Kecamatan Mempaya, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Waktu penelitian dimulai dari April

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Persiapan Wadah dan Media Budidaya Persiapan wadah dimulai dengan pembuatan wadah dan pemasangan sistem.wadah budidaya yang digunakan adalah ember dengan ketinggian 17 cm dan

Lebih terperinci

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan.

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Selama masa pemeliharaan cacing sutra dilakukan pengamatan terhadap peningkatan bobot biomassa dan kualitas air pada wadah pemeliharaan serta tandon. 3.1.1. Biomassa

Lebih terperinci

BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM TERBUKA MIRNA FEBRIYANI

BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM TERBUKA MIRNA FEBRIYANI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA PADA SISTEM TERBUKA MIRNA FEBRIYANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi 8 III. METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan September-Oktober

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009. Perlakuan dan pemeliharaan dilaksanakan di Cibanteng Farm, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian teknologi budidaya sepenuhnya meggunakan pakan komersil pada kolam air tenang (teknologi 1) dan teknlogi budidaya menggunakan pakan pengganti berupa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN II. METOOLOGI PENELITIN. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 05, bertempat di Laboratorium udidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.. lat dan ahan lat yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

BUDIDAYA CACING RAMBUT (Tubifex sp.) DENGAN FERMENTASI LIMBAH ORGANIK SEBAGAI PAKAN ALAMI LARVA IKAN GURAMI

BUDIDAYA CACING RAMBUT (Tubifex sp.) DENGAN FERMENTASI LIMBAH ORGANIK SEBAGAI PAKAN ALAMI LARVA IKAN GURAMI (Tema: 8 (Pengabdian Kepada Masyarakat) BUDIDAYA CACING RAMBUT (Tubifex sp.) DENGAN FERMENTASI LIMBAH ORGANIK SEBAGAI PAKAN ALAMI LARVA IKAN GURAMI Oleh Nuning Setyaningrum, Sugiharto, dan Sri Sukmaningrum

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI IRFAN MUHAMMAD NUR

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI IRFAN MUHAMMAD NUR KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI IRFAN MUHAMMAD NUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ULANG LIMBAH ORGANIK DARI SUBSTRAK Tubifex sp. DI ALAM. Reusing of Organic Waste from Tubifex sp. Substrate in nature

PEMANFAATAN ULANG LIMBAH ORGANIK DARI SUBSTRAK Tubifex sp. DI ALAM. Reusing of Organic Waste from Tubifex sp. Substrate in nature Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 97 102 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PEMANFAATAN ULANG LIMBAH ORGANIK DARI SUBSTRAK Tubifex sp.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing sutra (Tubifex. sp) merupakan pakan alami yang rata-rata berukuran panjang 1-3 cm. Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya memilih cacing sutra sebagai pakan ikan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: a. Lama pemberian pakan berkarotenoid

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

ADDITIONS OF MIXED ORGANIC WASTE ON Tubifex sp. CULTIVATION FOR IT`S POPULATION AND BIOMASS

ADDITIONS OF MIXED ORGANIC WASTE ON Tubifex sp. CULTIVATION FOR IT`S POPULATION AND BIOMASS ADDITIONS OF MIXED ORGANIC WASTE ON Tubifex sp. CULTIVATION FOR IT`S POPULATION AND BIOMASS PENAMBAHAN CAMPURAN BERBAGAI JENIS LIMBAH ORGANIK PADA MEDIA KULTUR BAGI KELIMPAHAN DAN BIOMASSA CACING SUTRA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di Laboratorium Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelititan Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DENGAN PEMBERIAN PAKAN CACING SUTERA (Tubifex sp.) YANG DIKULTUR DENGAN BEBERAPA JENIS PUPUK KANDANG ROMI PINDONTA TARIGAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2013 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2013 bertempat di 15 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional

Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional LAMPIRAN 23 Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional Tahun Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Produksi patin (ton) 132.600 225.000 383.000 651.000 1.107.000 1.883.000 Kebutuhan

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU 110302072 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga Maret 2013 bertempat di Panti Pembenihan, Komplek Kolam Percobaan Ciparanje Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset Ikan Hias Depok. Penelitian berlangsung pada tanggal 15 Agustus hingga 5 Oktober 2012. Penelitian diawali

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi cacing sutra menurut Healy, (2001) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi cacing sutra menurut Healy, (2001) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Cacing Sutra Klasifikasi cacing sutra menurut Healy, (2001) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Annelida

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

THE EFFECTS OF STOCKING DENSITY AND THE GIVING TOFU WITH DIFFERENT DOSES ON THE POPULATION GROWTH SILK WORMS ( Tubifex sp)

THE EFFECTS OF STOCKING DENSITY AND THE GIVING TOFU WITH DIFFERENT DOSES ON THE POPULATION GROWTH SILK WORMS ( Tubifex sp) THE EFFECTS OF STOCKING DENSITY AND THE GIVING TOFU WITH DIFFERENT DOSES ON THE POPULATION GROWTH SILK WORMS ( Tubifex sp) Reza Ahmad 1 ). Nuraini 2 ). Sukendi 2 ) Fisheries and Marine Science Faculty,

Lebih terperinci

Pertumbuhan Cacing Sutra (Tubifex sp.) Yang Dipelihara Pada Media Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Dan Lumpur Sawah

Pertumbuhan Cacing Sutra (Tubifex sp.) Yang Dipelihara Pada Media Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Dan Lumpur Sawah Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 520-525 Pertumbuhan Cacing Sutra (Tubifex sp.) Yang Dipelihara Pada Media Kulit Pisang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata rata Pertambahan Jumlah Moina sp. (Ind/200ml) Rata rata pertambahan jumlah populasi Moina sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata rata Pertambahan Jumlah Moina sp. (Ind/200ml) Rata rata pertambahan jumlah populasi Moina sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata rata Pertambahan Jumlah Moina sp. (Ind/200ml) Rata rata pertambahan jumlah populasi Moina sp. dengan pemberian pupuk kandang, jerami padi dan daun kol dengan padat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Alat dan Bahan Bahan yang akan digunakan pada persiapan penelitian adalah kaporit, sodium thiosulfat, detergen, dan air tawar. Bahan yang digunakan pada

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak terpal dengan ukuran 2 m x1m x 0,5 m sebanyak 12 buah (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak terpal dicuci

Lebih terperinci

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi 56 Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1), 56 60 (2010) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011 bertempat di BBPBL(Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut) Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kegiatan observasi awal (pendahuluan) dan penelitian utama. Observasi awal dilakukan pada

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

Pengaruh Media Budidaya yang Berbeda Terhadap Kepadatan Populasi Cacing Tubifex (Tubifex sp.)

Pengaruh Media Budidaya yang Berbeda Terhadap Kepadatan Populasi Cacing Tubifex (Tubifex sp.) Pengaruh Media Budidaya yang Berbeda Terhadap Kepadatan Populasi Cacing Tubifex (Tubifex sp.) The Effect of Different Culture Media on Population Density of Tubifex Worms (Tubifex sp) Frid Agustinus Program

Lebih terperinci