VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Persetujuan Alternative Fuel Project PT ITP. Proses persetujuan project pengurangan emisi ini memerlukan waktu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Persetujuan Alternative Fuel Project PT ITP. Proses persetujuan project pengurangan emisi ini memerlukan waktu"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Proses Alternative Fuel Project PT ITP Proses Persetujuan Alternative Fuel Project PT ITP Proses persetujuan project pengurangan emisi ini memerlukan waktu sekitar empat tahun sampai project dapat dilaksanakan. Project pengurangan emisi yang telah disetujui World Bank untuk PT Indocement Tunggal Prakarsa salah satunya yaitu alternative fuel project. Ada empat plant dari sembilan plant Citeureup yang menggunakan bahan bakar alternatif, salah satunya plant 8. Awal mula perusahaan ini menerapkan alternative fuel project berasal dari mempertahankan ISO Keikutsertaan perusahaan dalam carbon fund dimulai dengan pembuatan proposal project pada tahun Ada dua project carbon fund yang diusulkan, yaitu blended cement project dan alternative fuel project. Perjanjian ini berakhir pada tahun 2012 atau pada saat diserahkannya seluruh CERs yang dihasilkan. Blended cement project ini dilakukan di raw mill, sedangkan alternative fuel project dilakukan di rotary kiln. Proses persetujuan proyek dan pelaksanaan proyek ini membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar empat tahun (Gambar 3). Berdasarkan kondisi dan persyaratan yang tercantum dalam perjanjian, perusahaan harus menghasilkan reduksi gas rumah kaca dalam jumlah minimum dari proyek dan menyerahkan reduksi emisi sehubungan dengan reduksi GHG tersebut kepada trustee dengan jumlah volume 2,42 juta ton. Perjanjian ini dimulai sejak tahun 2005 dan akan berakhir pada tahun 2012 atau pada saat diserahkannya seluruh CERs yang dihasilkan dari proyek. 33

2 1. Proposal Review and Upstream Due Diligence Project Idea Note : Desember 2002 Project Concept Note : Maret 2003 Letter of Intent with World Bank : Agustus 2001 Host Country Endorsement : Desember Carbon Asset Due Diligence Environmental Monitoring Plan : Desember 2003 New Baseline and Methodology : Mei 2005 Project Design Document (PDD) : September Validation Process Validation Report : Juli Negotiation of Project Agreements Emission Reduction Purchase Agreement : Juni Project Registration Register Country list in UNFCCC : September Construction and start up Project entity monitors in accordance to the monitoring plan : 1 Januari Periodic verification Verification Report : Desember Certification Issuance CERs are issued by the CDM Executive Board : Maret Projecting Completion (maybe post in 2012) Crediting period either : 10 years fixed for Blended Cement Project 7 years renewable for Alternative Fuel Project (Max 21 years) Gambar 3. Alur Persetujuan CDM Project PT ITP 34

3 Lembaga-lembaga yang terkait dalam CDM Project tersebut yaitu CDM Executive Board, Designated National Authority (DNA), dsb (Gambar 4). Untuk DNA negara Indonesia yaitu Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (KomNas MPB). Tugas KomNas MPB terkait CDM Project yaitu: 1. Memberikan persetujuan atas usulan proyek MPB berdasarkan kriteria dan indikator pembangunan berkelanjutan, pendapat Tim Teknis, dan masukan pakar serta pemangku kepentingan lainnya. 2. Melakukan penelusuran status dokumen proyek yang telah disetujui KomNas MPB di CDM Executive Board. 3. Monitoring dan evaluasi kinerja kegiatan proyek CDM. 4. Menyampaikan laporan tahunan kegiatan proyek ke secretariat UNFCCC. Selain itu, kemitraan yang terkait dalam CDM ini adalah Prototype Carbon Fund (PCF). PCF ini adalah sebuah kemitraan antara tujuh belas perusahaan dan enam pemerintah, dan dikelola oleh World Bank. PCF menginvestasikan kontribusi yang diberikan oleh perusahaan dan pemerintah dalam proyek-proyek yang dirancang utuk menghasilkan pengurangan emisi yang sepenuhnya konsisten dengan Protokol Kyoto, khususnya dalam kerangka kerja Joint Implementation dan CDM. 35

4 Designated Operational Entity (DOE) Conference of Parties (COP) CDM Supervised by CDM Executive Board Designated National Authority (DNA) Supported by Methodologies Panel Accreditation Panel Registration And Issuance Team Small-Scale Working Group Afforestation and Reforestation Working Group UNFFCCC Secretariat Gambar 4. Struktur Organisasi CDM Penjelasan : 1. Conference of Parties (COP) COP bertugas menyiapkan pertemuan para pihak dalam Protokol Kyoto, memutuskan rekomendasi yang telah disepakati oleh CDM Executive Board, menunjuk DOE yang sementara telah terakreditasi oleh CDM Executive Board. Forum ini merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi dari para pihak UNFCCC. Forum ini juga bertanggung jawab untuk merancang upaya-upaya internasional terkait dengan adaptasi dan perubahan iklim., termasuk pula mengkaji ulang penerapan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam UNFCCC serta menguji komitmen para pihak dalam menjalankan kesepakatan-kesepakatan tersebut. 2. CDM Executive Board CDM Executive Board bertugas mengawasi jalannya kegiatan CDM dengan bimbingan dari COP. Dewan ini sepenuhnya bertanggung jawab kepada COP 36

5 dan dewan ini merupakan titik akhir kontak untuk para peserta proyek CDM, baik untuk pendaftaran proyek maupun penerbitan CER. 3. Designated Operational Entity (DOE) Private certifiers bertugas memvalidasi dan memverifikasi pengurangan emisi dan meminta CDM Executive Board untuk menerbitkan CER. DOE adalah sebuah organisasi internasional yang terakreditasi dan ditunjuk (bersifat sementara sampai dikonfirmasi oleh COP) yang ditetapkan oleh CDM Executive Board. 4. Designated National Authority (DNA) Sesuai dengan prosedur CDM, pihak yang berpartisipasi dalam CDM harus menunjuk otoritas nasional untuk CDM. Pendaftaran aktivitas CDM yang diusulkan hanya dapat berlangsung setelah adanya surat-surat persetujuan yang diperoleh dari otoritas nasional yang ditunjuk masing-masing pihak yang terlibat serta konfirmasi dari pihak proyek ini bahwa kegiatan tersebut membantu dalam mencapai sustainable development. 5. Methodologies Panel Methodologies Panel didirikan untuk mengembangkan rekomendasi untuk CDM Executive Board dalam pedoman untuk metodologi baseline dan monitoring plan serta mempersiapkan rekomendasi pada proposal yang diajukan untuk new baseline dan metodologi monitoring. 6. Accreditation Panel Accreditation panel didirikan untuk mempersiapkan keputusan dewan sesuai dengan prosedur untuk akreditasi operational entity. 7. Registration and Issuance Team 37

6 Didirikan untuk membantu Dewan Eksekutif dalam memberikan penilaian. 8. Small-scale Working Group Small-scale Working Group didirikan untuk mempersiapkan rekomendasi new baseline dan metodologi monitoring dalam pada proposal pengajuan kegiatan proyek CDM skala kecil. 9. Afforestation and Reforestation Working Group Afforestation and Reforestation Working Group didirikan untuk mempersiapkan rekomendasi pada proposal yang diajukan untuk new baseline dan metodologi monitoring untuk kegiatan proyek CDM aforestasi atau reforestasi. 10. UNFCCC Secretariat Sekretariat UNFCCC mendukung tindakan kooperatif oleh serikat untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya terhadap kemanusiaan serta ekosistem. Ini adalah kontribusi untuk dunia yang berkelanjutan dan untuk mewujudkan visi perdamaian, keamanan dan martabat manusia. Pelaksanaan proyek memang berjalan lambat akibat lamanya proses verifikasi yang diperlukan, namun hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa aktivitas pengurangan emisi CO 2 masih merupakan proyek perintis yang relatif baru diperkenalkan di Indonesia. PT Indocement berkomitmen mendukung lingkungan yang berkelanjutan dengan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil. Efisiensi penggunaan energi adalah strategi bisnis yang baik, dan menjadi landasan perseroan dalam upayanya memenuhi peningkatan permintaan pasar secara berkelanjutan. Pada tahun 2008 perusahaan mendapatkan first CER sebesar CERs dari reduksi emisi program alternatif fuel project atau setara dengan 38

7 pembayaran USD (setelah dikurangi biaya persiapan proyek). Sedangkan pada tanggal 7 Juli 2011, UNFCCC menerbitkan CER sehubungan blended cement project dan mendapat pembayaran sebesar USD (setelah dikurangi biaya persiapan proyek) Gambaran Umum Pemanfaatan Bahan Bakar Alternatif di Plant 8 Ada empat plant di PT Indocement Tunggal Prakarsa yang menggunakan bahan bakar alternatif, yaitu plant 3,4,7 dan 8. Bahan bakar alternatif yang digunakan yaitu sampah rumah tangga, ban bekas, limbah B3 seperti oil sludge, sekam padi, dan serbuk gergaji. Sebelum dimanfaatkan langsung dalam proses produksi semen bahan bakar alternatif dari limbah B3, serbuk gergaji, RDF serta sekam padi ini dikelola oleh supporting division yang dikenal dengan AFR Division. Di plant 8, bahan bakar alternatif yang digunakan yaitu mixing antara oil sludge, serbuk gergaji, dan sekam padi dengan proporsi mixing 45%:45%:10%. Komposisi ini pada umumnya ditetapkan oleh bagian Dept. Process Control Monitoring (PCM). Hasil mixing tersebut diumpankan ke unit kiln. Pada umumnya, pemakaian bahan bakar alternatif ini berperan sebagai pengganti batubara sebanyak 3-5% dari keseluruhan total pemakaian batubara. Maka dari itu, nilai kalori yang terkandung dalam material merupakan komponen yang penting dalam pemakaian bahan bakar alternatif. Selain nilai kalori, hal lain yang menentukan pemilihan bahan bakar alternatif yaitu kandungan air dari material tersebut. Mixing antara oil sludge, serbuk gergaji, dan sekam padi bertujuan untuk mendapatkan nilai kalori sebesar 3000 kkal dan nilai kandungan air sebesar 30%. 39

8 Pemanfaatan limbah B3 di industri semen ini menggunakan menerapkan prinsip co-processing 12. Oil sludge termasuk dalam kategori limbah B3 maka dari itu penanganan secara khusus sebelum dimanfaatkan sehingga pada tahun 2006, dibentuklah Alternative Fuel and Raw Material Division (AFRD) sebagai penanggung jawab pengelolaan limbah. Penerapan alternative fuel project di industri semen ini membutuhkan biaya investasi yang cukup besar dalam pembangunan instalasinya. Instalasi yang perlu dibangun terkait penggunaan bahan bakar alternatif ini adalah storage (tempat penyimpanan sementara bahan-bahan bakar alternatif), peralatan (seperti crusher, mixing pit, conveyor), sistem pembakaran untuk bahan bakar alternatif (kiln), dan pusat pengontrolan (untuk mengontrol apabila terjadi tumpahan atau kendala-kendala lainnya). Proyek penggunaan bahan bakar alternatif ini sesuai standar kualitas lingkungan nasional, baik udara, tanah maupun air. Jadi, emisi yang dikeluarkan perusahaan terkontrol emisinya dengan baik. Penilaian kontrol lingkungan yang dilakukan terkait proyek ini mencakup kontrol pada bahan bakar alternatif, terutama dalam memilih, mengangkut, dan menyimpan limbah B3. Pengukuran emisi dilakukan oleh laboratorium independen di Institut Teknologi Bandung dan European Cement Research Academy (ECRA). Untuk pemantauan dioksin dan furan, belum bisa dilakukan di laboratorium Indonesia, karena terkendala tersedianya alat pengukuran (parameter lengkap untuk co-processing). Pemantauan yang dilakukan oleh ECRA ini membutuhkan biaya sebanyak Rp 425 juta per sampel, kewajiban pemantauan tiga bulan sekali, kecuali untuk 12 Co-processing adalah pemanfaatan limbah dalam proses industri semen dengan memanfaatkan kembali (recovery) energi dan material yang terdapat di dalam limbah tersebut. 40

9 pemantauan dioksin dan furan hanya dilakukan setiap tahun sekali. Banyaknya parameter yang harus dipantau merupakan usaha untuk meminimalisasi unsurunsur emisi yang membahayakan lingkungan akibat penggunaan logam berat sebagai bahan bakar. Biaya yang dikeluarkan secara keseluruhan untuk pemantauan emisi Rp /tahun untuk setiap plant. 6.2 Dampak Apilkasi Alternative Fuel Project Sejak PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ikut serta dalam carbon fund, beberapa plant perusahaan di Citeureup mulai memanfaatkan ban bekas, sampah, limbah B3 dan biomasa sebagai bahan bakar alternatif. Penggunaan bahan bakar alternatif ini sebagai substitusi batubara sebanyak 5% dari total pemakaian batubara. Hal tersebut memberikan feed back positif baik untuk perusahaan maupun lingkungan sekitar Efisiensi Emisi CO2 dan Implikasinya Mulai September 2007 di plant 8 menggunakan bahan bakar alternatif dalam proses produksinya. Bahan bakar alternatif yang digunakan di plant 8 yaitu bahan bakar alternatif derivat dari bahan bakar fosil (hazardous waste as fuel) dan biomas (woods, rice husk, saw dust). Bahan bakar alternatif yang digunakan di plant ini berpengaruh positif terhadap lingkungan, yaitu pengurangan emisi CO2 yang dihasilkan. Penurunan jumlah CO2 ini berpotensial menghasilkan CER. Pada umumnya di negara berkembang, setiap CER dihargai sebanyak 5 USD. Sebelum alternative fuel project, di plant ini hanya menggunakan batubara dan HDO sebagai bahan bakar. Batubara sebagai bahan bakar utama dan HDO digunakan pada start up pada mesin. Pada periode Maret-Agustus 2007, konsumsi batubara tertinggi pada bulan Juni yaitu 9.312,35 ton dan konsumsi HDO tertinggi 41

10 pada bulan April sebesar 898 kiloliter (Lampiran 2). Konsumsi bahan bakar ini bervariasi per bulannya, tergantung kondisi mesin. Setelah pemakaian bahan bakar alternatif, terdapat perubahan konsumsi bahan bakar di plant 8. Bahan bakar alternatif yang digunakan di plant 8 yaitu bahan bakar alternatif derivat dari bahan bakar fosil (hazardous waste as fuel) dan biomas (woods, rice husk, saw dust). Hazardous waste as fuel atau limbah B3 yang dikonsumsi berasal dari limbah internal perusahaan dan limbah perusahaan perusahaan lain. Banyaknya konsumsi masing-masing bahan bakar menentukan emisi yang dikeluarkan. Pada tahun 2011, sebelum penerapan alternative fuel project terlihat emisi CO2 sebanyak 3.780,83 ton (Tabel 5). Setelah penerapan project emisi CO2 yang dihasilkan sebanyak ,39 ton. Banyaknya emisi CO2 yang dihasilkan setelah project dibandingkan emisi CO2 yang dihasilkan sebelum project disebabkan total produksi clinker pada tahun 2011 mencapai ton, sedangkan pada bulan Maret-Agustus 2007 hanya dihasilkan ,63 ton. Hal tersebut dikarenakan periode produksi yang lebih singkat dan berdasarkan ketersediaan data. Emisi CO2 yang dihasilkan dari biomassa dianggap netral. 42

11 Tabel 5. Emisi CO2 Sebelum dan Sesudah Alternative Fuel Project Emisi CO2 TAHUN BULAN Fosil (Ton) Biomassa(Ton) 2007 (Sebelum Alternative Fuel Project) 2011 (Setelah Alternative Fuel Project) Maret 149,08 - April 372,64 - Mei 761,56 - Juni 899,89 - Juli 826,45 - Agustus 771,21 - Total 3.780,83 - Januari 1.783,72 153,65 Februari 933,68 83,87 Maret 1.302,18 68,18 April 1.691,34 174,28 Mei 1.735,35 54,98 Juni 1.865,50 167,77 Juli 1.552,63 148,01 Agustus 1.403,51 135,34 September 1.494,99 147,82 Oktober 1.611,93 117,09 November 611,90 103,09 Desember 1.941,66 423,36 Total , ,44 Sumber : Data Sekunder (diolah), 2012 Pemakaian bahan bakar alternatif sebanyak 5% dari total konsumsi keseluruhan bahan bakar di unit kiln plant 8 berdampak pada penurunan rasio emisi CO2 per ton clinker yang dihasilkan. Rasio emisi CO2 terhadap produksi clinker yang dihasilkan berkurang sebesar 400 gram, yaitu dari 0,01369 CO2/ton menjadi 0,01329 CO2/ton (Tabel 6). Tabel 6. Perbandingan Rasio Emisi CO2 Sebelum dan Sesudah Alternative Fuel Project Sebelum Alternative Fuel Project Sesudah Alternative Fuel Project Total Emisi CO ,83 ton ,39 ton Total Produksi ,63 ton ,00 ton Rasio Emisi/Produksi 0, ,01329 Sumber : Data Sekunder (diolah),

12 Penurunan jumlah emisi CO2 setelah penggunaan bahan bakar alternatif memberikan peluang perusahaan untuk mendapatkan CER. Skenario perhitungan CER yang akan didapatkan selama tahun 2011 yaitu: 1. Baseline proyek diasumsikan dengan tanpa adanya pemakaian bahan bakar alternatif, jadi hanya pemakaian batubara dan IDO. Unit Emisi Baseline = Rasio Emisi CO2/Clinker sebelum alternative fuel project x Total Clinker 2011 Unit Emisi Baseline = 0,01369 x = ,33 ton CO2 2. Unit emisi aktual adalah emisi yang dikeluarkan dengan pemakaian bahan bakar alternatif. Unit Emisi Aktual = Rasio Emisi CO2/Clinker sesudah alternative fuel project x Total Clinker 2011 = 0,01329 x = ,39 ton CO2 3. Maka, unit reduksi emisi yang dihasilkan yaitu : Unit reduksi emisi (CER) = Unit Emisi Baseline - Unit Emisi Aktual = ,33 ton CO ,39 ton CO2 = 542,94 ton CO2 = 542 CER CER yang didapat selama tahun 2011 di plant 8 sebanyak 542 CER dan harga setiap CER yaitu 5 USD. Pembayaran yang didapat selama tahun 2011 atas penerimaan CER : Total Pembayaran CER = USD 44

13 = USD Jika setiap 1 USD setara dengan Rp 9.500, maka USD setara dengan Rp Jadi, total pembayaran dari CER selama tahun 2011 yaitu Rp Substitusi bahan bakar alternatif sebanyak 5% ini memberikan Rp pada plant 8. Adanya pasokan biomasa secara intensif untuk pemakaian bahan bakar alternatif ini perlu diperhatikan untuk menjamin tingkat substitusi yang ditargetkan akan terpenuhi. Pada tahun 2010, perusahaan mengalami kesulitan dalam pengadaan bahan-bahan bakar alternatif. Biaya bahan bakar alternatif seperti palm kernel shell dan ban bekas telah meningkat cukup tinggi karena industri lain yang beroperasi di sekitar pabrik Citeureup mulai bersaing untuk mendapatkannya. Jumlah bahan bakar alternatif yang digunakan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pun menurun cukup banyak pada tahun Walaupun perusahaan ini terus menggunakan produk samping dari industri minyak dan gas, petrokimia, serta tekstil, volume energi yang dihasilkan dari bahan bakar alternatif menurun secara signifikan pada tahun tersebut. Kontinuitas serbuk gergaji tergantung pada tersedianya industri yang memanfaatkan kayu gergajian. Saw dust termasuk jenis limbah dalam industri furnitur. Serbuk gergaji seharga Rp /ton dipasok dari daerah Sukabumi dan Bogor. Kondisi saat ini, banyak industri furnitur yang bangkrut, sedangkan peningkatan limbah industri terus terjadi. Hal tersebut akan mempengaruhi kebijakan perusahaan atas keberlanjutan penggunaan saw dust sebagai bahan bakar alternatif. Periode waktu , industri furnitur di Jawa Barat relatif sedikit peningkatannya yaitu dari 573 unit menjadi 575 unit (Gambar 5). 45

14 Jumlah Industri Sumber : Jabar dalam Angka 2010,BPS (2012) Gambar 5. Jumlah Industri Furnitur di Indonesia Tahun 2011 Pasokan sekam padi umumnya didapat dari daerah Jonggol dan Karawang dengan harga Rp /ton. Lahan pertanian Jawa Barat memang berpotensial tinggi dalam menghasilkan padi sehingga menjamin tersedianya pasokan sekam padi sebagai biomas. Pada tahun 2011, Jawa Barat memproduksi padi mencapai ton atau seperenam dari dari jumlah total produksi padi Indonesia (Gambar 6). Provinsi Jawa Barat menjadi penghasil padi kedua terbesar di Indonesia Produksi (Ton) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Sumber : Statistical Yearbook of Indonesia 2011, BPS (2012) Gambar 6. Produksi Padi di Indonesia Tahun

15 6.2.2 Efisiensi Biaya Pemanfaatan bahan bakar alternatif ini selain bertujuan mengurangi emisi yang dihasilkan, bertujuan juga untuk mengurangi biaya pengeluaran produksi. Di plant 8, konsumsi batubara dan IDO dapat dikurangi dengan pemakaian mixing limbah B3, sekam padi dan serbuk gergaji. Tujuan lain penggunaan bahan bakar alternatif pada proses produksi adalah sebagai langkah untuk mengantisipasi melonjaknya harga bahan bakar fosil akibat semakin sedikitnya cadangan bahan bakar fosil. Penerapan project ini, perlu memperhatikan harga bahan bakar alternatif itu sendiri, agar perusahaan tetap memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dalam produksinya. Pada periode tahun 2011, bahan bakar yang digunakan di plant 8 adalah, batubara, IDO, dan mixing antara oil sludge, sekam padi dan serbuk gergaji. Biaya pembelian bahan bakar oleh perusahaan yaitu batubara sebesar Rp /MT, IDO sebesar Rp /KL, oil sludge sebesar Rp /MT, sekam padi sebesar Rp /MT dan serbuk gergaji Rp /MT (Tabel 7) Tabel 7. Harga Pembelian Bahan Bakar Bahan Bakar IDO Batubara Oil Sludge Sekam Padi Serbuk Gergaji Data : PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (2012) Harga Pembelian Rp /KL Rp /ton Rp /ton Rp /ton Rp /ton Konsumsi bahan bakar alternatif ini cenderung berbeda-beda setiap harinya tergantung produksi clinker yang akan dihasilkan, kondisi kiln, atau pun karena ada masalah lainnya. Pada bulan Maret-Agustus 2007 atau periode sebelum adanya alternative fuel project dibutuhkan ,19 ton batubara dan 47

16 IDO sebanyak 3.201,65 kiloliter (Lampiran 2). Sedangkan setelah pemakaian bahan bakar alternatif pada tahun 2011, dibutuhkan sebanyak ,53 ton batubara, 1.618,35 kiloliter HDO, ,51 ton serbuk gergaji, 343,14 ton sekam padi, dan 7.502,05 ton oil sludge. Penggunaan biomasa serbuk gergaji yang relatif lebih banyak dibanding sekam padi karena proporsi mixing serbuk gergaji lebih besar daripada sekam padi yaitu 40%, sedangkan sekam padi hanya 10%. Hal tersebut disebabkan karena fungsi dari serbuk gergaji itu sebagai absorben dari oil sludge. Selama bulan Maret-Agustus 2007 dikeluarkan total biaya sebesar Rp untuk pembelian ,19 MT batubara dan 3.201,65 KL IDO (Tabel 8). Sedangkan sesudah adanya project atau ketika tahun 2011 dikeluarkan biaya sebesar Rp untuk pembelian bahan bakar utama dan bahan bakar alternatif. Tabel 8. Biaya Pembelian Bahan Bakar Maret- Konsumsi Harga (Rp) Biaya (Rp) Agustus Bahan Bakar 2007 Batubara ,19 MT (Sebelum IDO ,65 KL adanya AFP) Total Biaya Rp Konsumsi Harga (Rp) Biaya (Rp) Bahan Bakar 2011 (Sesudah adanya AFP) Batubara ,53 MT IDO ,35 KL Sekam Padi ,51 MT Serbuk Gergaji ,14 MT Oil Sludge ,05 MT Total Biaya Rp Sumber : Data Sekunder (diolah), 2012 Berdasarkan total produksi clinker sebesar ,63 ton selama periode Maret-Agustus 2007 dibutuhkan biaya bahan bakar sebesar Rp ,88/ton produksinya (Tabel 9). Tetapi, setelah adanya project atau selama tahun 2011, 48

17 terjadi penghematan biaya produksi yaitu menjadi Rp ,16/ton. Berdasarkan Tabel 9, diperoleh total biaya sebelum AFP lebih rendah dibandingkan setelah AFP dikarenakan total produksi yang dihasilkan PT ITP berbeda setiap periodenya. Tabel 9. Rasio Biaya Bahan Bakar/Produksi Sebelum AFP Sesudah AFP Total Biaya Rp Rp Total Produksi ,63 ton ton Rasio Biaya/Produksi Rp Rp Sumber : Data Sekunder (diolah), 2012 Penghematan biaya produksi atas penggunaan bahan bakar alternatif memberikan manfaat tambahan bagi perusahaan. Selama tahun 2011, perusahaan mendapat penghematan biaya sebesar : Penghematan biaya produksi = (biaya sesudah AFP biaya sebelum AFP) x produksi klinker tahun 2011 = (Rp Rp ) x ton = Rp Total Manfaat Aplikasi Alternative Fuel Project Sesuai dengan tujuan penelitian nomor dua, yaitu untuk melihat dampak aplikasi perusahaan dalam menerapkan alternative fuel project di plant 8, maka total manfaat keseluruhan yang didapat perusahaan dari perolehan CER dan penurunan biaya produksi selama tahun 2011 yaitu: Total manfaat perusahaan = pendapatan CER + penghematan biaya produksi = Rp Rp = Rp Penerapan alternative fuel project ini memberikan nilai tambah pada produk dikarenakan produk tersebut diproduksi dengan standardisasi ISO

18 yang environmental friendly sehingga meningkatkan harga jual produk. Peningkatan harga jual pada produk ini akan meningkatkan permintaan dan produksi barang tersebut, maka hal ini akan berpengaruh positif pada eksistensi perusahaan Estimasi Pendapatan dari Cost Project Biaya keseluruhan alternative fuel project di plant 8 membutuhkan biaya pembangunan instalasi sebesar Rp dan biaya registrasi sebesar Rp dengan jangka waktu proyek tujuh tahun setiap periodenya. Asumsi total penerimaan perusahaan dari plant 8 setiap tahun dianggap sama. Berdasarkan perhitungan NPV dari cost alternative fuel project di plant 8, nilai NPV yang diperoleh lebih dari nol (NPV>0), yaitu sebesar Rp (Lampiran 3). Artinya, jumlah nilai sekarang yang diterima atas cost project selama umur proyek tujuh tahun dengan tingkat diskonto 12% sebesar Rp , sehingga usaha tersebut layak dijalankan. NPV sama dengan Rp juga dapat menunjukkan bahwa nilai sekarang dari pendapatan selama tujuh tahun mendatang sebesar Rp pada tingkat diskonto 12%. Nilai tingkat diskonto 12% yang digunakan dalam perhitungan ini berasal dari nilai suku bunga pinjaman saat ini. 50

8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Kabupaten Bogor, Provinsi

8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Kabupaten Bogor, Provinsi IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2012, bertempat di plant 8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN ALTERNATIVE FUEL PROJECT DI INDUSTRI SEMEN (Studi Kasus Plant 8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Di Citeureup, Kabupaten Bogor)

ANALISIS PENERAPAN ALTERNATIVE FUEL PROJECT DI INDUSTRI SEMEN (Studi Kasus Plant 8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Di Citeureup, Kabupaten Bogor) ANALISIS PENERAPAN ALTERNATIVE FUEL PROJECT DI INDUSTRI SEMEN (Studi Kasus Plant 8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Di Citeureup, Kabupaten Bogor) DINI ADI CHAHYANTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN

Lebih terperinci

Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang

Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang I. Latar Belakang Masalah perubahan iklim sebagai akibat dari pemanasan global dari tahun ke tahun semakin menunjukkan dampak negatif yang semakin meningkat. Sehubungan dengan itu, United Nations Environment

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

Peran Partisipan Proyek dalam JCM. Sekretariat JCM Indonesia

Peran Partisipan Proyek dalam JCM. Sekretariat JCM Indonesia Peran dalam JCM Sekretariat JCM Indonesia Konsep dasar JCM Jepang Digunakan untuk membantu memenuhi target penurunan emisi Jepang Teknologi, investasi, pendanaan dan pembangunan kapasitas Sistem pelaporan,

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

2012, No BAB I PENDAHULUAN

2012, No BAB I PENDAHULUAN 5 2012, No.155 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M- IND/PER/1/2012 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGURANGAN EMISI CO 2INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA > MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2004 TENTANG TATA CARA AFORESTASI DAN REFORESTASI DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

Gambar 1.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit telah menjadi komoditas andalan sebagai sumber devisa negara non migas, penciptaan lapangan kerja dan pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan informasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor), Sapi ACEH 25055 25902 18002 23456 22172 19693 9931 27698 26239 35601 36014 36287 30145 11316 10986 13231 SUMATERA UTARA 22557 22578 17050 21686 20380 19275 20816 24077 19676 28901 31926 32163 21761 24434

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB)

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB) LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2004 TANGGAL : 5 Oktober 2004 PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB) Dokumen Rancangan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia MRV dalam skema JCM Sekretariat JCM Indonesia 1 Memahami MRV Garis besar konsep MRV dalam skema mitigasi perubahan iklim M R V Measurement / Pengukuran Reporting / Pelaporan Verification / Verifikasi Registri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1652, 2014 KEMENDIKBUD. Mutu Pendidikan. Aceh. Sumatera Utara. Riau. Jambi. Sumatera Selatan. Kepulauan Bangka Belitung. Bengkulu. Lampung. Banten. DKI Jakarta. Jawa

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP. Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP. Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012 LOGO KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012 UUD 1945 Dasar Hukum Perlindungan dan Pengelolaan LH Pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri INDUSTRI SEMEN PORTLAND Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...

Lebih terperinci

Perkembangan RAN/RAD - GRK

Perkembangan RAN/RAD - GRK Ministry of National Development Planning/ National Development Planning Agency (BAPPENAS) Perkembangan RAN/RAD - GRK Wahyuningsih Darajati Direktur Lingkungan Hidup/Ketua Tim Teknis ICCTF CSO Forum Jakarta,

Lebih terperinci

Ministry of National Development Planning/ National Development Planning Agency (BAPPENAS)

Ministry of National Development Planning/ National Development Planning Agency (BAPPENAS) RAD - GRK Ministry of National Development Planning/ National Development Planning Agency (BAPPENAS) Perkembangan RAN/RAD - GRK Wahyuningsih Darajati Direktur Lingkungan Hidup/Ketua Tim Teknis ICCTF CSO

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

Hasil Penilaian PROPER 2015

Hasil Penilaian PROPER 2015 22/0/206 DEKONSENTRASI PROPER 206 DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN Hasil Penilaian PROPER 20 2 2 08 2 2 406 0224 80 4 60 0 0 40 4 4 2 8

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pedekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah kuasi kualitatif, dimana penggunaan teori masih dimungkinkan sebagai alat penelitian sejak menemukan masalah, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA 2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA DAFTAR ISI BAB I PROSPEK INDUSTRI SEMEN 1 1.1. BERITA DAN ISU TERBARU 2 1.2. PELUANG INDUSTRI SEMEN 3 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2010-2016

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester I Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN NONFORMAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 TENTANG ALOKASI KUOTA AKREDITASI BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2018

Lebih terperinci

Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Sekretariat JCM Indonesia Pemerintah Jepang Pemerintah Indonesia Anggota Komite Bersama Jepang Komite Bersama JCM Anggota

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI ACEH, PROVINSI SUMATERA UTARA, PROVINSI RIAU,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Lampiran Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Berikut ini beberapa contoh perhitungan dari variabel riskesdas yang menyajikan Sampling errors estimation

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERDAGANGAN SERTIFIKAT PENURUNAN EMISI KARBON HUTAN INDONESIA ATAU INDONESIA CERTIFIED EMISSION REDUCTION

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *) Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim oleh: Erna Witoelar *) Pemanasan Bumi & Perubahan Iklim: tidak baru & sudah jadi kenyataan Kesadaran, pengetahuan & peringatan

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut: NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plh. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Maret 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto

Lebih terperinci

Manfaat limbah menjadi sumber energi bagi dunia usaha

Manfaat limbah menjadi sumber energi bagi dunia usaha Manfaat limbah menjadi sumber energi bagi dunia usaha Bayangkan jika limbah diubah menjadi sumber energi Masih banyak rumah tangga dan dunia usaha di Indonesia yang memiliki akses terbatas untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Indonesia sedang berkembang menjadi sebuah negara industri. Sebagai suatu negara industri, tentunya Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar. Dan saat

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013 Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS Semester I Tahun 2013 DAFTAR ISI Pertumbuhan Simpanan pada BPR/BPRS Grafik 1 10 Dsitribusi Simpanan pada BPR/BPRS Tabel 9 11 Pertumbuhan Simpanan Berdasarkan Kategori Grafik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Produktivitas merupakan satu hal yang sangat penting bagi perusahaan sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran produktivitas dilakukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif yang pemilihan lokasinya dilakukan secara purposif. Jenis penelitian ini tergolong deskriptif

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+ MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester II Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN PERTANIAN 2. Program : Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat 3.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH BIOMASS SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF DALAM KEGIATAN CO-PROCESSING DI SEMEN GRESIK

PEMANFAATAN LIMBAH BIOMASS SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF DALAM KEGIATAN CO-PROCESSING DI SEMEN GRESIK PEMANFAATAN LIMBAH BIOMASS SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF DALAM KEGIATAN CO-PROCESSING DI SEMEN GRESIK Gatot Mardiana dan Rahadi Mahardika Divisi Litbang & Jaminan Mutu PT Semen Gresik (Persero) Tbk.,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian TPA Sumur Batu, Bantar Gebang, Kota Bekasi adalah TPA milik Kota Bekasi yang terletak di sebelah tenggara Kota Bekasi dan berdekatan dengan TPA Bantar

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI

PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI Rizaldi Boer Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB Penambatan karbon merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA DAFTAR ISI BAB I PROSPEK INDUSTRI SEMEN 1 1.1. BERITA DAN ISU TERBARU 2 1.2. PELUANG INDUSTRI SEMEN 3 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2010-2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL INSTRUKSI KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1/Ins/II/2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM STRATEGIS BADAN PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2013 KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : April 2017 Bersama ini kami

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Industri semen merupakan salah satu penopang

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

ENERGi BERBASIS HASIL SAMPING PENGOLAHAN PAD/ UNTUK PENGERINGAN DAN PEMBANGKIT LlSTRlK

ENERGi BERBASIS HASIL SAMPING PENGOLAHAN PAD/ UNTUK PENGERINGAN DAN PEMBANGKIT LlSTRlK ENERGi BERBASIS HASIL SAMPING PENGOLAHAN PAD/ UNTUK PENGERINGAN DAN PEMBANGKIT LlSTRlK Yogi S. Gaoz *I, Totok Prasetysz) dan Kamaruddin Abdullah') ')Bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian, 2' Mahasiswa

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram blok penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan pada Gambar 3.1 sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram blok penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan pada Gambar 3.1 sebagai berikut : 56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Diagram blok penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan pada Gambar 3.1 sebagai berikut : Pengumpulan Data Karakteristik Trayek Pengumpulan

Lebih terperinci

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG)

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) PT. SEMEN PADANG 2013 0 KATEGORI: Gedung Industri Special Submission NAMA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI

KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/10/18/Th. X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung September 2016 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

ORIENTASI RAKORNAS BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2017

ORIENTASI RAKORNAS BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2017 ORIENTASI RAKORNAS BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2017 STRUKTUR ORGANISASI BAN & BAP PAUD dan PNF ADMIN KEU. BAN PAUD dan PNF - Ketua - Sekretaris - Anggota SEKRETARIAT KOMISI RENBANG KOMISI PENINGKATAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN FAKTOR PENYEBABNYA PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN FAKTOR PENYEBABNYA The Development of Total Poor Population and Its Causing Factor Sunaryo Urip Badan Pusat Statistik Jl. Sutomo, Jakarta Pusat ABSTRACT There is

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 48/05/Th. XVIII, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL MENCAPAI US$13,08 MILIAR Nilai ekspor Indonesia April mencapai US$13,08

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) No. 08/02/15/Th.IV, 1 Februari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI JAMBI SEBESAR 94,82 Pada bulan Desember 2009, NTP Provinsi Jambi untuk masing-masing

Lebih terperinci

V. PRODUKSI HASIL HUTAN

V. PRODUKSI HASIL HUTAN V. PRODUKSI HASIL HUTAN V.1. Produksi Kayu Bulat Produksi kayu bulat dapat berasal dari Hutan Alam dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK),

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU IV.1. Izin Usaha Industri Primer Hasil Kayu Industri Primer Hasil Kayu (IPHHK) adalah pengolahan kayu bulat dan/atau kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah

Lebih terperinci

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir yang berjudul Kajian Analisa Perhitungan Pemanfaatan Sekam Padi sebagai Bahan Bakar Tambahan di Calciner PT. Semen Baturaja

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci