Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. Latar Belakang Masalah perubahan iklim sebagai akibat dari pemanasan global dari tahun ke tahun semakin menunjukkan dampak negatif yang semakin meningkat. Sehubungan dengan itu, United Nations Environment Program (UNEP) dan World Meteorological Organization (WMO) mendirikan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun IPCC diberi mandat untuk mengkaji status pengetahuan (knowledge) tentang system iklim dan perubahan iklim, dampak lingkungan, ekonomi dan sosial dari perubahan iklim, dan strategi penanggulangan yang mungkin untuk dilakukan. IPCC yang terdiri dari pakar ini, menerbitkan Laporan Pengkajian Pertama(First Assessment Report) pada tahun 1990 yang isinya lebih merupakan latar belakang ilmiah dari perubahan iklim. Berdasarkan laporan tersebut, diperoleh beberapa temuan yang terjadi sejak tahun 1997 sebagai berikut: Emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) yang disebabkan oleh kegiatan manusia diperkirakan menyebabkan perubahan iklim yang cepat. Pemodelan Iklim memproyeksikan kenaikan temperatur global sekitar C antara tahun 1977 sampai 2100 Perubahan iklim sebesar itu dapat menimbulkan dampak yang serius pada lingkungan global. Masyarakat dunia akan menghadapi resiko dan tekanan baru. Manusia dan ekosistem harus menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim tersebut dimasa yang akan datang. Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir akan memerlukan upaya yang besar.

2 Pada tahun 1990, Konferensi Iklim Sedunia yang Kedua (The Second World Climate Conference) yang dihadiri oleh 137 negara, Masyarakat Eropa dan berbagai organisasi internasional, mengusulkan kerangka perjanjian mengenai perubahan iklim. Deklarasi akhir yang disepakati mendukung sejumlah prinsip yang dicantumkan dalam konvensi perubahan iklim (Climate Change Convention). Pada bulan Desember 1990 Mejelis Umum PBB menyetujui dibentuknya Intergornmental Negotiating Committee for a Framework Convention on Climate Change (INC/FCCC) yang telah mengadakan serangkaian pertemuan antara Februari 1991 dan Mei 1992 untuk menghasilkan konvensi perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change yang akhirnya diadopsi di New York pada tanggal 9 Mei 1992 d an ditanda tangani oleh 154 negara (ditambah Uni Eropa) beberapa minggu kemudian menjelang KTT Bumi (Earth Summit) pada bulan Juni 1992 di Rio de Janeiro. Dalam pertemuan-pertemuan setelah KTT Rio, INC/FCCC membahas komitmen, pengaturan mekanisme finansial, dukungan teknis dan finansial pada negara berkembang serta masalah prosedur dan kelembagaan. Tugas INC diselesaikan dalam pertemuannya yang ke-11 pada bulan Februari Otoritas konvensi dilanjutkan oleh Conference of the Parties (COP), yang menyelenggarakan pertemuan pertamanya di Berlin pada tanggal 28 Maret 7 April COP menyepakati perlunya komitmen baru untuk diterapkan setelah tahun 2000, dan membentuk Ad-hoc Group on Berlin Mandate (AGBM) untuk merumuskan suatu protokol atau sejenisnya untuk disepakati pada COP-3 pada bulan Desember 1997 di Kyoto. Pada sidang di Kyoto tersebut, COP menyepakati yang disebut Protokol Kyoto yaitu suatu kesepakatan yang mengharuskan negara-negara maju (Annex I) untuk

3 melaksanakan komitmennya dalam pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara bersama-sama paling sedikit 5 % di bawah tingkat emisi gabungan tahun 1990 dalam perioda komitmen pertama yaitu Emisi GRK yang diatur oleh Protokol Kyoto terdiri dari enam gas yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), hydrofluoro-karbon HFCs), perfluoro karbon (PFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6). Melalui Protokol Kyoto, negara-negara maju dimungkinkan untuk memenuhi target pengurangan emisinya GRK melalui tiga mekanisme fleksibel yang ditetapkan yaitu: Joint Implementation (JI) - upaya penurunan emisi GRK dapat dilakukan melalui kerja sama antara negara maju dengan negara maju lainnya termasuk negara-negara yang berada dalam transisi ekonomi. Clean Development Mechanisme (CDM) - mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan melalui kerja sama antara negara maju dengan negara-negara berkembang. Emission Trading (ET) - upaya / mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan melalui kerja sama di antara sesama negara maju dengan menjual penurunan emisinya, hal ini berlaku pula bagi negaranegara dalam transisi ekonomi. Dari ketiga mekanisme tersebut di atas, hanya melalui CDM negaranegara berkembang seperti Indonesia dapat berpartisipasi aktif dan mengambil manfaat Protokol Kyoto. Negara-negara maju yang melakukan investasi pada proyek-proyek yang dapat menurunkan atau menekan emisi GRK melalui CDM di negara

4 berkembang (host country) akan mendapatkan sertifikasi bagi penurunan emisinya yang dikenal sebagai Reduksi Emisi Tersertifikasi atau Certified Emission Reduction (CER s). CER s ini nantinya dapat digunakan sendiri oleh negara maju yang bersangkutan ataupun diperjual-belikan kepada pembeli yang membutuhkannya, guna memenuhi komitmennya dalam Protokol Kyoto serta kebijakan dalam negerinya. Syarat utama untuk dapat berpartisipasi dalam CDM adalah bahwa negara yang bersangkutan telah meratifikasi Protokol Kyoto dan bahwa Protokol Kyoto telah berbadan hukum sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam konvensi. Jika Indonesia ingin mendapatkan manfaat CDM, maka Indonesia harus meratifikasi Protokol Kyoto. Jika ini terjadi, maka sektor energi merupakan salah satu kandidat kuat untuk CDM. Bahkan proyek berskala kecil seperti energi terbarukan dengan kapasitas di bawah 15 MW atau proyek efisiensi energi dengan kapasitas di bawah 15 GWh/tahun dapat dilakukan dengan melewati jalur cepat (fast track) seperti telah ditetapkan oleh Konperensi Para Pihak (Conference of the Parties, COP). II. Clean Development Mechanism Clean Development Mechanism (CDM) sebagai salah satu mekanisme yang terdapat dalam Protokol Kyoto adalah salah satu bentuk kegiatan jual beli penurunan emisi GRK antara negara Annex I (negara maju dan ekonomi dalam transisi) dengan negara Non Annex I (negara berkembang). Tujuan CDM adalah untuk saling membantu di antara negara para pihak yaitu negara Non-Annex I membantu negara Annex I dalam memenuhi target penurunan emisinya seperti telah diatur dalam Protokol Kyoto,

5 sedangkan negara Annex I membantu negara Non-Annex I dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan. Kegiatan atau proyek yang dapat dimasukkan sebagai kegiatan atau proyek CDM adalah semua jenis kegiatan yang mempunyai nilai tambah dari aktivitas normal (adanya penurunan emisi GRK dari baseline yang telah disepakati. Sektor-sektor yang mungkin masuk menjadi CDM adalah energi, industri, transportasi, pertanian dan kehutanan. Persyaratan untuk berpartisipasi dalam Proyek CDM dan Kriteria Proyek CDM Dalam pelaksanaan proyek CDM ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh negara maju, sesuai dengan Protokol Kyoto. Ketentuanketentuan tersebut antara lain adalah : Proyek CDM yang dilaksanakan harus memenuhi kriteria sustainable development yang ditetapkan oleh negara berkembang tempat proyek dilaksanakan (host country). Host country harus memberikan pengakuan bahwa proyek yang dilaksanakan atau investasi atas suatu proyek akan menimbulkan penurunan emisi GRK dibandingkan dengan bila proyek tidak dilaksanakan. Prinsip suplementary, yaitu ketentuan yang menetapkan bahwa kredit penurunan emisi GRK yang diperoleh oleh negara maju melalui proyek di negara berkembang, bersifat tambahan, selain upaya penurunan yang dilakukan di dalam negerinya sendiri. Hal ini berarti negara maju wajib memenuhi target penurunan emisi GRK lebih banyak di dalam negerinya sendiri, dari pada melakukannya di negara berkembang. Prinsip additionality adalah suatu ketentuan yang menyatakan bahwa kegiatan CDM yang dilakukan oleh kedua belah pihak, benar-benar akan

6 memberikan manfaat tambahan (financial, lingkungan dan sosial) dibandingkan bila proyek CDM tersebut tidak dilaksanakan. Suatu negara dapat berpartisipasi dalam kegiatan/proyek CDM apabila : Partisipasi dalam kegiatan/proyek CDM bersifat sukarela Negara tersebut telah membentuk Designated National Authority (DNA) Telah meratifikasi Protokol Kyoto. Sedangkan kriteria CDM yang harus dipenuhi suatu proyek adalah : Memenuhi criteria pembangunan berkelanjutan di host country. Penurunan emisi GRK harus nyata dan terukur Penurunan emisi tersebut bersifat additional Menetapkan baseline Memberikan manfaat lingkungan Meningkatkan kemampuan house country (Capacity Building) dan alih teknologi Tahapan Proyek CDM Suatu kegiatan/proyek dapat dimasukkan manjadi proyek CDM setelah melewati beberapa tahapan seperti terlihat dalam diagram 1 berikut ini : Diagram 1 : Tahapan Proyek CDM Seleksi Proyek Pengembang Proyek (Developer) Desain Proyek Persetujuan Nasional Validasi Registrasi Operational Entity

7 Implementasi Monitoring Executive Board Verifikasi Sertifikasi Penerbitan CER Seleksi proyek oleh pengembang : - Menyeleksi proyek yang memenuhi persyaratan CDM. Desain proyek oleh pengembang : - Mengembangkan baseline dan Dokumen Rencana Proyek (Project Design Document PDD) - Melaksanakan konsultasi publik (ditingkat lokal) - Melakukan AMDAL untuk menentukan kelayakan proyek dari segi lingkungan sosio-ekonomi, dan sosio-budaya jika merupakan syarat di host country. Persetujuan Nasional : - Dilakukan oleh otoritas nasional (Designated National Authority - DNA) yang ditunjuk-untuk Indonesia, DNA masih dalam proses pembentukan. - DNA akan melakukan kajian apakah proyek tersebut sudah memenuhi kriteria atau kaidah pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan sebelumnya. - Apabila proyek sudah memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan nasional, badan nasional tersebut mengeluarkan surat persetujuannya Validasi oleh Operational Entity :

8 - Mengkaji PDD dan uji asumsi terhadap baseline dan penghitungan penurunan emisi GRK. - Melakukan Konsultasi Publik di tingkat internasional. - Membuat pernyataan validasi - Menyerahkan PDD yang telah divalidasi, beserta surat persetujuan dari DNA atau otoritas yang berwenang serta mengusulkan proyek untuk didaftar kepada CDM executive board. Registrasi oleh Operational Entity kepada Executive Board : - Mendaftarkan proyek paling lambat 8 minggu sesudah penyerahan berkas proyek oleh validator, apabila tidak ada permintaan kaji ulang. - Menyerahkan Dokumen Disain Proyek yang telah divalidasi kepada Executive Board untuk mendapatkan persetujuan. Monitoring oleh pengembang : - Melakukan monitoring dan pelaporan - Melakukan Pengumpulan dan analisa data - Melakukan Pengendalian internal dan jaminan mutu Verifikasi oleh operational Entity : - Melakukan verifikasi - Melakukan uji pengendalian internal melalui prosedur pengumpulan data dan pelaporan - Mengadakan Uji sample - Membuat pernyataan opini dan laporan verifikasi Penerbitan CERs oleh Executive Board : - Diterbitkan jika tidak ada permintaan kaji ulang 15 hari setelah permohonan CERs. - Sebagai Levy, diadakan pemotongan 2% dari total CERs.

9 Struktur Kelembagaan CDM Dalam proses pelaksanaan proyek CDM, dibutuhkan kelembagaan seperti terlihat dalam diagram 2 berikut ini : Diagram 2: Struktur Kelembagaan CDM UNFCCC Secretariate COP/MOP Executive Board National Focal Point National Climate Change Committee Investor Project Design Project Hosts Approval Validation Registration with Executive Board Monitoring Issuance of CERs with Executive Board Approval and Registration of Project Host Operational Entity/Third Party Qualifying and Registration of OEs Operational Entity/Third Party National CDM Board National Autority National CDM Clearinghouse National Focal Point adalah Kantor Kementerian Lingkungan Hidup National Climate Change Committee adalah Komite yg dipimpin oleh Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan anggota yang berasal dari instansi terkait seperti Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral, Dep. Kehutanan, Dep. Perhubungan, Dep. Keuangan dan lain-lain. National Authority terdiri dari : National CDM Board dan National CDM Clearinghouse. National CDM Board Fungsi :

10 - Melaksanakan evaluasi dan memberikan persetujuan terhadap proyek CDM - Merumuskan kebijakan nasional dan strategi mengenai CDM - Melaksanakan Capacity Building untuk CDM - Melaksanakan pemasaran proyek2 CDM Anggota : Instansi pemerintah, swasta, dan LSM. National CDM Clearinghouse Fungsi : - Merupakan sekretariat CDM Board - Membantu persiapan proyek-proyek CDM - Melakukan monitoring, pelaporan dan pendaftaran proyek-proyek CDM yang sedang berjalan. - Melakukan kehumasan (public relation, internet home pages, dll) Executive Board adalah Lembaga Penasehat (Supervisory Board) CDM Fungsi : - Melakukan akreditasi terhadap Operational Entity - Melakukan registrasi terhadap proyek-proyek CDM - Memberikan persetujuan terhadap metodologi untuk baseline dan monitoring proyek CDM - Menerbitkan sertifikat pengurangan emisi (Certificate Emission Reduction-CER) Operational Entity adalah Konsultan (Perusahaan) pihak ketiga akreditasi dari Executive Board untuk melakukan fungsi registrasi, verifikasi dan proses sertifikasi. Sumber dana untuk kelembagaan CDM

11 Sumber dana utama berasal dari iuran yang ditarik dari setiap proyek CDM yang besarnya belum ditetapkan sedangkan iuran untuk Executive Board ditentukan sebesar 2 % dari total penerimaan dari CER. III. Peluang Dan Potensi Proyek CDM Dari Energi Terbarukan Efisiensi Energi Di Indonesia Dan Berdasarkan hasil National Strategy Study on the CDM in Indonesia Indonesia mempunyai peluang yang relatif besar dalam pasar global CDM. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa total volume penurunan emisi CO2 Indonesia pada periode komitmen I ( ) diproyeksikan sebesar 125 juta ton atau 25 juta ton per tahun. Dengan harga keseimbangan yang berada pada US $ 1.83/ton CO2 maka selama periode komitmen I diperoleh penerimaan (revenue) sebesar US $ 228 juta. Biaya yang dibutuhkan antara lain untuk konsultan, validasi, verifikasi, dan lain-lain sebesar US $ 130 juta, maka penerimaan bersih dari proyek CDM sebesar US $ 98 juta. Sebagai

12 tambahan informasi PCF (Bank Dunia) dan CERUPT (Pemerintah Belanda), sebagai salah satu pembeli kredit CO2 menetapkan harga masing-masing US $ /ton dan US $ 2-3/ton. Hingga saat ini, pengembangan proyek-proyek energi terbarukan (renewable energy) di dunia masih dibayangi dan terhambat oleh harga bahan bakar fosil yang relatif rendah akibat adanya subsidi. Karenanya pertumbuhan penggunaan renewable energy diperkirakan tidak bertambah secara signifikan dari tahun ke tahun. Mengingat Indonesia mempunyai potensi sumber energi terbarukan yang cukup besar, peluang untuk memperoleh hasil dari penjualan kredit GRK dapat dimanfaatkan dengan mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan dan efisiensi energi antara lain panas bumi, mikro/minihydro, limbah kelapa sawit, biomassa lainnya dan efisiensi energi di berbagai industri antara lain industri tekstil. Pengembangan proyek CDM khususnya untuk kapasitas kecil baik untuk energi terbarukan dan efisiensi energi mempunyai peluang yang besar di Indonesia. Marrakesh Accord yang merupakan hasil kesepakatan pada COP 7, mengatakan bahwa pengembangan proyek CDM skala kecil merupakan fast - track dan proyek-proyek tersebut adalah : Proyek energi terbarukan dengan kapasitas maksimum 15 MW. Pengembangan efisiensi energi yang dapat menurunkan konsumsi energi pada sisi penyediaan dan pemanfaatan sampai 15 GWh per tahun Kegiatan proyek lainnya yang dapat menurunkan emisi CO2 sampai 15 kiloton per tahun. Beberapa proyek CDM di sektor energi (energi terbarukan dan efisiensi energi) telah diidentifikasi untuk layak masuk proyek CDM seperti tercantum

13 pada Laporan National Strategy Study On the CDM in Indonesia, antara lain sebagai berikut: 1. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu 2. Pembangkit Listrik Mini/Mikro Hydro di Jayapura, NTT, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan. 3. Pemanfaatan limbah padat dan cair dari pabrik kertas untuk pembangkit listrik di Jawa Barat. 4. Pembangkit listrik dengan menggunakan limbah kelapa sawit di Sumatera Utara. 5. Effisiensi energi pada industri tekstil di Jawa Barat, dll. Dengan melihat potensi energi terbarukan (panas bumi, mini/mikro hidro, surya, angin, biomassa, dll) yang relatif besar di Indonesia, maka peluang untuk proyek CDM pun relatif besar. Demikian pula halnya dengan potensi penerapan effisiensi energi pada berbagai industri (semen, tekstil, dll) yang relatif besar, maka potensi dari upaya peningkatan efisiensi energi untuk proyek CDM juga besar. Saat ini PLTP Wayang Windu di Jawa Tengah telah disetujui sebagai proyek CDM melalui program CERUPT yang dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda. Secara umum dalam pelaksanaan CDM, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: Proyek harus sesuai dengan prioritas pembangunan nasional. Diutamakan adanya peningkatan penggunaan teknologi yang tersedia. atau teknologi yang cocok untuk diterapkan di lingkungan setempat.

14 Pendanaan proyek harus merupakan dana khusus yang tidak termasuk dalam bagian dana GEF (Global Environment Facilities) dan dana ODA (Official Development Assistance). Secara teknis harus memperlihatkan adanya perbedaan antara kegiatan pembangunan yang normal (business as usual) dengan kegiatan CDM. Pengurangan emisi harus nyata, terukur dan transparan. Perlu adanya guideline/petunjuk umum dan prosedur mengenai pelaksanaan CDM. Perlu dibentuk kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan CDM Dihindarkan adanya relokasi teknologi (dumping of technology ). IV. Manfaat Dan Kerugian Dalam Penerapan CDM Pandangan dan tanggapan terhadap penerapan CDM masih beragam. Sebagian menyatakan bahwa dengan berpartisipasi dalam proyek CDM mengakibatkan "Hilangnya Hak Untuk Mempolusi" ( Right to Pollute ) dengan alasan antara lain :

15 Baseline emisi Indonesia akan diturunkan Indonesia akan menghadapi pembatasan emisi pada periode komitmen kedua Protokol Kyoto (setelah tahun 2012), dll. Namun, sebagaimana diketahui bahwa penyumbang emisi terbesar adalah negara-negara maju, sehingga sejak awal, United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menekankan bahwa negaranegara maju harus memimpin dalam menghindari terjadinya perubahan iklim dan dampak buruknya. Oleh karena itu, UNFCCC mengkategorikan negara maju sebagai Annex I yang wajib membuat langkah-langkah segera dalam menurunkan tingkat emisi GRKnya. Sedangkan negara-negara berkembang dikategorikan sebagai Non-Annex I dan tidak diwajibkan untuk menurunkan tingkat emisi dalam waktu segera namun dapat berpartisipasi secara sukarela. Dalam rangka pengurangan perubahan iklim (mitigate climate change) dan sekaligus melindungi kepentingan negara-negara berkembang, UNFCCC secara tegas menyatakan bahwa : Semua pihak (parties) harus melindungi sistem iklim sesuai dengan tanggung jawab mereka bersama tetapi berbeda dalam kemampuan mereka masing-masing. Para pihak harus mempunyai hak (dan kewajiban) dalam meningkatkan pembangunan berkelanjutan. Kegiatan yang ada harus di- integrasikan dengan program pembangunan nasional. Bagian dari emisi global yang berasal dari negara-negara berkembang akan tumbuh dan meningkat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan mereka.

16 Negara-negara maju harus menyediakan sumber pendanaan tambahan baru kepada nagara-negara berkembang untuk membantu peran mereka dalam menjaga sistem iklim. Sumber pendanaan baru ini akan dilakukan dalam bentuk investasi, untuk pelaporan maupun alih teknologi dalam penerapan langkah kegiatan untuk mengantisipasi perubahan iklim. Dengan demikian FCCC memperjelas bahwa negara berkembang termasuk Indonesia mempunyai hak untuk mengeluarkan emisi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, dalam Protokol Kyoto, negara berkembang termasuk Indonesia mempunyai hak untuk menjual pengurangan emisi GRK (right to sell GHG emission reduction) kepada negara-negara maju melalui CDM. Penjualan emisi tersebut tidak berpengaruh terhadap baseline emisi negara berkembang. Dengan mengacu kepada pengertian dan tujuan CDM, sebagian orang melihat manfaat dari penerapan CDM antara lain : Membantu promosi pengembangan proyek-proyek energi terbarukan dan proyek-proyek peningkatan efisiensi energi untuk mendukung energi berkelanjutan Adanya aliran dana dari negara maju ke negara berkembang Alih teknologi yang ramah lingkungan Membantu dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan Membantu Indonesia dalam mengembangkan teknologi energi yang canggih dan bersih Membantu kelayakan ekonomi suatu proyek sekaligus mendapatkan manfaat lingkungan

17 Meningkatkan kapasitas (capacity building), pembangunan masyarakat, perbaikan ekonomi setempat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Dilain pihak, pelaku di sektor energi fosil berpendapat bahwa penerapan CDM memberikan kerugian bagi masa depan energi fosil antara lain : Harga pokok produksi energi fosil akan naik Nilai energi fosil akan turun Daya saing energi fosil menurun Kegiatan penambangan energi fosil berkurang Investasi pemurnian energi fosil akan meningkat Hal-hal yang masih harus dicermati dalam menerapkan CDM antara lain adalah : Dalam perencanaan pembangunan proyek CDM, harus dipastikan adanya pembangunan yang berwawasan lingkungan, Kemungkinan CDM sebagai alternative investasi, masih akan tergantung pada faktor: pasar carbon, kapasitas proyek. dll. Dengan demikian, untuk menunjang pembangunan proyek-proyek energi terbarukan skala kecil dan penerapan proyek-proyek untuk peningkatan energi efisiensi diperlukan suatu pemikiran adanya program insentif untuk pelaksanaan CDM bila pasar karbon tidak menunjang. Perlu segera ditetapkan kerangka peraturan (regulatory framework) dan kelembagaan untuk penerapan CDM di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari masuknya proyek-proyek yang tidak memenuhi kriteria proyek CDM, dalam mendapatkan manfaat dari penjualan kredit karbon oooo

18 PERSPEKTIF CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM PADA PROYEK ENERGI TERBARUKAN DAN EFISIENSI ENERGI SUB DIREKTORAT PEMANFAATAN ENERGI DIREKTORAT ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI Agustus 2002

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung Dicky Edwin Hindarto Koordinator Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon Sosialisasi Skema Penilaian Kesesuaian Greenhouse Gases

Lebih terperinci

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 ONRIZAL Staf Pengajar Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian: Ekologi dan Rehabilitasi Hutan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA > MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2004 TENTANG TATA CARA AFORESTASI DAN REFORESTASI DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global telah menjadi isu politik dan bisnis yang semakin penting bagi sebagian besar negara. Ada panggilan yang kuat dari lingkungan, bisnis dan pemimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan

Lebih terperinci

PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI

PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI Rizaldi Boer Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB Penambatan karbon merupakan

Lebih terperinci

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *) Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim oleh: Erna Witoelar *) Pemanasan Bumi & Perubahan Iklim: tidak baru & sudah jadi kenyataan Kesadaran, pengetahuan & peringatan

Lebih terperinci

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR Dr. Armi Susandi, MT Program Studi Meteorologi Departemen

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu hal pokok yang dilakukan oleh setiap negara. Tiap-tiap negara melakukan pembangunan dalam berbagai bidang di daerah yuridiksinya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Peran Partisipan Proyek dalam JCM. Sekretariat JCM Indonesia

Peran Partisipan Proyek dalam JCM. Sekretariat JCM Indonesia Peran dalam JCM Sekretariat JCM Indonesia Konsep dasar JCM Jepang Digunakan untuk membantu memenuhi target penurunan emisi Jepang Teknologi, investasi, pendanaan dan pembangunan kapasitas Sistem pelaporan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu lingkungan yang paling banyak dibicarakan saat ini, baik pada tataran ilmiah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan kebutuhan utama pada semua sektor kehidupan. Seiring bertambahnya kebutuhan manusia, maka meningkat pula permintaan energi listrik. Suplai

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI

PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI Penanggulangan Pemanasan Global di Sektor. (Sugiyono) 15 PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI Agus Sugiyono Intisari Perubahan iklim dunia merupakan tantangan yang paling serius yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB)

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB) LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2004 TANGGAL : 5 Oktober 2004 PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB) Dokumen Rancangan

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM Disusun oleh: DANIEL AGA ARDIANTO NPM : 02 05 08058 PROGRAM STUDI : Ilmu Hukum PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran

Lebih terperinci

MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH KEHUTANAN, DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA. Clean Development Mechanism Forestry, and Its Prospect in Indonesia

MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH KEHUTANAN, DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA. Clean Development Mechanism Forestry, and Its Prospect in Indonesia MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH KEHUTANAN, DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA Clean Development Mechanism Forestry, and Its Prospect in Indonesia Kampus Balitbang Kehutanan, Pusat Litbang Hutan Tanaman Jl. Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memicu terjadinya pemanasan global. Padahal konsep mengenai green accounting

BAB I PENDAHULUAN. memicu terjadinya pemanasan global. Padahal konsep mengenai green accounting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahunterakhir ini terjadi perubahan yang signifikan pada ilmu ekonomi, aktivitas konsumsi yang dilakukan manusia secara sadar atau tidak telah memicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan sumber energi tak terbarukan berupa energi fosil yang semakin berkurang merupakan salah satu penyebab terjadinya krisis energi dunia. Fenomena ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERDAGANGAN SERTIFIKAT PENURUNAN EMISI KARBON HUTAN INDONESIA ATAU INDONESIA CERTIFIED EMISSION REDUCTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi secara global atau sering

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi secara global atau sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi baik dalam bidang politik maupun ekonomi yaitu perubahan iklim (Briand et al, 2014). Dampak perubahan iklim

Lebih terperinci

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN 11. Penanggulangan perubahan iklim merupakan tema inti agenda pembangunan dan pengentasan kemiskinan.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 1. Kondisi Industri I. LATAR BELAKANG Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah

Lebih terperinci

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara alami perusahaan memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimal untuk mempertahankan keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability). Keberlanjutan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO Jl. Raya Adipura Kel. Kima Atas Kec.Mapanget Kota Manado Telp : (0431) 3666683 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu perubahan iklim, banyak orang yang sepakat bahwa dampak yang ditimbulkan akan menjadi sangat serius apabila tidak diantisipasi, namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi membuat dunia seakan tanpa batas, arus informasi menjadi sangat bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai aspek dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pedekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah kuasi kualitatif, dimana penggunaan teori masih dimungkinkan sebagai alat penelitian sejak menemukan masalah, pengumpulan

Lebih terperinci

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada

Lebih terperinci

BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN

BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN Bab ini merupakan penjabaran substansial mengenai gambaran emisi karbon yang ditimbulkan oleh Jepang, serta

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Slide 1 Pada pertemuan G-20 di Pittsburg tahun 2009, Pemerintah

Lebih terperinci

Kata kunci: energi terbarukan, pengendalian, perubahan iklim. Keywords: renewable energy, control, climate change.

Kata kunci: energi terbarukan, pengendalian, perubahan iklim. Keywords: renewable energy, control, climate change. Pengaturan Terhadap Pemanfaatan Energi Terbarukan Geothermal Dalam Kerangka Pengendalian Perubahan Iklim (Climate Change) di Indonesia Oleh: Josua Hari M M 110120120053 ABSTRAK Pemanasan global akibat

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA

MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA Dadang Setiawan DISAMPAIKAN DALAM DIALOG PUBLIK & DEKLARASI BINA LINGKUNGAN HIDUP ANINDO Jakarta, 6 Oktober 2013 ISI PRESENTASI Perubahan iklim

Lebih terperinci

GAPEKSINDO GABUNGAN PERUSAHAAN KONSTRUKSI NASIONAL INDONESIA

GAPEKSINDO GABUNGAN PERUSAHAAN KONSTRUKSI NASIONAL INDONESIA halaman halaman PENGANTAR Buku saku PETUNJUK KERJA RAMAH LINGKUNGAN UNTUK TUKANG BANGUNAN Pembangunan, adalah sebuah upaya umat manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, dan dalam parameter global,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

National Planning Workshop

National Planning Workshop Strategi Nasional Untuk Meningkatkan Kapasitas SDM Dalam Menghadapi Perubahan Iklim National Planning Workshop Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Jakarta, 9 Oktober 2012 Outline Landasan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA Forest Rehabilitation and Forestry Climate Change Mitigation in North Sulawesi Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni BALAI PENELITIAN

Lebih terperinci

Clean Development Mechanism (CDM) dan Kaitannya Bagi Pengelolaan Energi dan Lingkungan Hidup Dalam Konteks Perubahan Iklim di Indonesia

Clean Development Mechanism (CDM) dan Kaitannya Bagi Pengelolaan Energi dan Lingkungan Hidup Dalam Konteks Perubahan Iklim di Indonesia Clean Development Mechanism (CDM) dan Kaitannya Bagi Pengelolaan Energi dan Lingkungan Hidup Dalam Konteks Perubahan Iklim di Indonesia Yusak Tanoto Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya. Peningkatan kualitas hidup ini berkaitan dengan masalah kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanasan global menjadi topik perbincangan dunia dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai peristiwa alam yang dianggap sebagai anomali melanda seluruh dunia dengan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO DAN LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2004

BAB II PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO DAN LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2004 BAB II PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO DAN LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2004 2.1 PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO Perjanjian Protokol Kyoto adalah sebuah instrumen hukum (legal instrument) yang dirancang untuk

Lebih terperinci

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Latar belakang Intended Nationally Determined Contribution (INDC) 2020: Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam

BAB I PENDAHULUAN. melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan menegenai latar belakang masalah yang melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam pendahuluan juga akan dijelaskan tujuan

Lebih terperinci

Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Sekretariat JCM Indonesia Pemerintah Jepang Pemerintah Indonesia Anggota Komite Bersama Jepang Komite Bersama JCM Anggota

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA Dr. Etti Ginoga Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan BADAN LITBANG

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6149 KEUANGAN OJK. Efek. Utang. Berwawasan Lingkungan. Penerbitan dan Persyaratan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 281) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

: PT P T PL P N N (P

: PT P T PL P N N (P PLTP Gunung Tangkuban Perahu dipegang oleh PT Geothermal Indonesia dengan konsorsium PT Indonesia Power bersama Leisser AS "Apabila semuanya berjalan lancar, target pada 2010 PLTP Tangkuban Perahu itu

Lebih terperinci

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia MRV dalam skema JCM Sekretariat JCM Indonesia 1 Memahami MRV Garis besar konsep MRV dalam skema mitigasi perubahan iklim M R V Measurement / Pengukuran Reporting / Pelaporan Verification / Verifikasi Registri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang turut aktif dalam menandatangani kesepakatan internasional tahun 1972 di Stockholm Swedia, terkait dengan penerapan konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMANASAN GLOBAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMANASAN GLOBAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMANASAN GLOBAL Pemanasan global (Global Warming) adalah kejadian meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan dataran bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENCEMARAN UDARA Udara adalah campuran beberapa macam gas dan berupa atmosfir yang mengelilingi bumi dan memiliki fungsi yang sangat penting untuk kelangsungan kehidupan di bumi.

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci