EKSISTENSI AGAMA KHONGHUCU DI KABUPATEN MAJALENGKA (Studi Kasus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin dan Penganut Agama Khonghucu)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSISTENSI AGAMA KHONGHUCU DI KABUPATEN MAJALENGKA (Studi Kasus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin dan Penganut Agama Khonghucu)"

Transkripsi

1 EKSISTENSI AGAMA KHONGHUCU DI KABUPATEN MAJALENGKA (Studi Kasus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin dan Penganut Agama Khonghucu) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh YUSUF ANBAR FIRDAUSI NIM: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

2

3

4

5 ABSTRAK YUSUF ANBAR FIRDAUSI Eksistensi Agama Khonghucu di Kabupaten Majalengka (Studi Kasus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin dan Penganut Agama Khonghucu) Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian tentang bagaimana eksistensi atau keberadaan Agama Khonghucu di Kabupaten Majalengka. Mengapa eksistensi menjadi suatu masalah? Seperti yang kita ketahui, Agama Khonghucu di Indonesia adalah salah satu agama minoritas yang memiliki masa lalu kelam di Indonesia. Pada masa Orde Baru, pelarangan terhadap segala hal yang berhubungan dengan agama ini menjadikan berkurangnya penganut atau bahkan fungsi rumah ibadahnya, yaitu klenteng. Klenteng adalah bukti adanya Agama Khonghucu di suatu daerah, atau setidaknya pernah ada. Keberlangsungan kegiatan penganut agama Khonghucu di klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang berada di Kabupaten Majalengka menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Disamping fakta bahwa klenteng ini adalah satu-satunya klenteng yang masih hidup di Kabupaten Majalengka, bagaimana usaha pengurus klenteng dan para penganut Agama Khonghucu untuk mempertahankan keberlangsungan klenteng pun menarik untuk diikuti. Penelitian ini bercorak penelitian lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan, mewawancarai dan mengamati objek penelitian. Oleh karenanya penulis turun langsung ke lapangan, termasuk ke Klenteng Hok Tek Tjeng Sin, Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, masjid dan gereja yang berada di sekitar klenteng, hingga rumah-rumah narasumber. Penelitian ini juga didukung dengan penelitian perpustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelusuri dokumen-dokumen, jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan Agama Khonghucu di Indonesia. Di dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa salah satu faktor yang paling penting mengapa klenteng ini masih ada dan berfungsi adalah seorang dokter, yaitu Dr. Iwan Satibi. Beliau adalah seorang dokter sekaligus rohaniwan agama Khonghucu yang selalu mengusahakan agar klenteng Hok Tek Tjeng Sin ini tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan hampir dirubuhkannya klenteng ini pada masa Orde Baru, dan mengingat sedikitnya jumlah penganut agama Khonghucu di Kabupaten Majalengka, Dr. Iwan Satibi adalah orang yang sangat layak diapresiasi tinggi. Faktor lainnya ialah penganut agama Khonghucu yang berasal dari luar Kabupaten Majalengka yang sampai penulisan skripsi ini masih rutin berdatangan untuk beribadah pada hari-hari tertentu. v

6 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan kenikmatan baik jasmani maupun rohani yang tak terhingga kepada kita. Puji syukur kepada Allah SWT atas kasih serta sayang-nya yang selalu tercurah hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul EKSISTENSI AGAMA KHONGHUCU DI KABUPATEN MAJALENGKA (STUDI KASUS KLENTENG HOK TEK TJENG SIN DAN PENGANUT AGAMA KHONGHUCU) ini dengan baik. Shalawat serta salam, selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, serta pengikutnya yang tercerahkan di jalan Allah. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Penulis mengakui bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka sebagai tanda syukur dan penghargaan yang tulus, penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak dan Ibu kedua Orangtua tercinta, yang telah mendidik, memberikan dukungan baik secara moril maupun materil serta do a demi lancarnya studi dan penulisan skripsi ini. 2. Ibu Hj. Siti Nadroh, MA, sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga pikiran dan kesabaran dalam memberi arahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof. Dr. Masri Mansoer, MA; Ketua Jurusan Perbandingan Agama, Dr. Media Zainul Bahri; Sekretaris Jurusan vi

7 Perbandingan agama, Ibu Halimah SM, MAg; serta seluruh Civitas Akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Segenap dosen pengajar di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bersedia membekali pengetahuan selama penulis belajar di Fakultas Ushuluddin. 5. Petugas Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin yang telah menyediakan referensi dalam bentuk buku yang penulis butuhkan. 6. Pengurus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin, Bapak Edhi Subhari selaku narasumber yang selalu menyambut kedatangan penulis dan tidak segan-segan memberikan apapun yang penulis butuhkan dalam skripsi ini. 7. Para narasumber, baik dari jemaat klenteng maupun masyarakat sekitar Klenteng Hok Tek Tjeng Sin di Kabupaten Majalengka yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan informasi yang penulis butuhkan untuk penulisan skripsi ini. 8. Saudara dan keluarga besar penulis yang telah banyak memberi dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Sahabat-sahabat terdekat (Imam Mufakkir, Faiz Ramadhan, Iman Abdurrahman, Laila Nihayati, Firdaus, Haikal Rahmatullah, Kurniawan Nugraha) yang selalu saling mendukung dan mengingatkan dalam pengerjaan skripsi ini. Akhirnya penulis hanya bisa berdo a semoga dukungan, bimbingan, perhatian, motivasi dari semua pihak dari awal perkuliahan sampai skripsi ini dapat diselesaikan menjadi amal ibadah dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca karya ini. Amin. vii

8 DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SIDANG... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... ii iii iv v vi viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7 D. Tinjauan Pustaka... 7 E. Metodologi Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II SEJARAH AGAMA KHONGHUCU DI KABUPATEN MAJALENGKA 17 A. Sekilas Pandang Agama Khonghucu di Indonesia dan Ajaran-ajarannya B. Masuk dan Berkembangnya Agama Khonghucu di Majalengka C. Klenteng sebagai Tempat Ibadah Penganut Khonghucu BAB III DINAMIKA EKSISTENSI KLENTENG HOK TEK TJENG SIN DAN PENGANUT KHONGHUCU DI KABUPATEN MAJALENGKA A. Eksistensi Penganut Agama Khonghucu Pada Masa Orde Baru B. Agama Khonghucu dan Konversi Agama C. Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Pasca Orde Baru BAB IV EKSISTENSI KLENTENG HOK TEK TJENG SIN MASA SEKARANG 58 A. Peran Iwan Satibi Mempertahankan Klenteng Hok Tek Tjeng Sin B. Pengaruh Abdurrahman Wahid Terhadap Klenteng C. Hubungan Masyarakat Sekitar dengan Klenteng Hok Tek Tjeng Sin D. Fungsi Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Masa Sekarang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA viii

9 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Khonghucu di negeri asalnya diakui sebagai agama resmi sejak tahun 136 SM (Sebelum Masehi). Agama Khonghucu yang dibawa oleh orang-orang Tiongkok yang datang ke Indonesia menyebar ke beberapa daerah, tumbuh dan berkembang mengikuti pola kedaerahan dimana ia tumbuh dan membaur dengan masyarakat asli daerah itu. 1 Kehadiran orang Tionghoa di Indonesia tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan bahwa sejak zaman prasejarah telah terjadi penyebaran orang Tionghoa dalam jumlah besar. Kedatangan orang-orang Tionghoa tersebut membawa tradisi-tradisi yang dianggap penting, dan tata kehidupan yang berlaku di daerah asalnya, serta sikap memelihara dan mempertahankan nilai-nilai leluhurnya. 2 Dalam perkembangannya, kehidupan masyarakat Tionghoa pun ikut berkembang, seperti tumbuh dan berkembangnya agama dan budaya-budaya baru lainnya. Dalam perjalanannya, banyak masyarakat Tionghoa Indonesia yang memeluk agama Khonghucu. 3 Masyarakat Tionghoa ini mempelopori timbulnya agama Khonghucu dengan jalan menformulasikan ajaran-ajaran dan praktik-praktik agama dan kepercayaan serta tradisi yang dilakukan oleh 1 Gunawan Saidi, Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia, (Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h Charles A. Coppel, Tionghoa Indonesia Dalam Krisis (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h Sulaiman. Agama Khonghucu: Sejarah, Ajaran, dan Keorganisasiannya di Pontianak Kalimantan Barat. Jurnal Analisa. Volume XVI, No. 01, Januari-Juni 2009.

10 2 masyarakat Tionghoa di berbagai pelosok tanah air Indonesia. Pada masa pemerintahan orde baru, agama Khonghucu dilarang oleh pemerintah, sehingga aktivitas keagamaan penganut agama Khonghucu menjadi terhambat. Diskriminasi umat Khonghucu mulai dirasakan dengan diterbitkannya instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina yang melarang segala aktivitas berbau Tionghoa. Kemudian disusul pada tahun 1978 diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/BA.01.2/4683/95 tanggal 18 November 1978 antara lain menyatakan bahwa agama yang diakui oleh pemerintah yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, sehingga mulailah keberadaan penganut agama Khonghucu dipinggirkan. 4 Secara sistematis dan masif dilakukan oleh para menteri dan pejabat terkait serta penguasa setempat oleh para pelaku dan penerus kekuasaan pusat di setiap provinsi, kota dan kabupaten melancarkan praktik diskriminasi tersebut di atas 5. Tantangan terhadap hak warga bangsa di bidang sosial budaya ini diikuti oleh berbagai peraturan yang mendiskriminasi kehidupan budaya keagamaan yang dipeluk bangsa Indonesia keturunan Tionghoa sehingga berdampak termarginalnya budaya religius Khonghucu bagi masyarakat Indonesia Tionghoa selama 32 tahun lebih. 6 4 Sabar Sukarno. Dampak Perkembangan Agama Khonghucu Pasca Reformasi (Studi Kasus pindah agama umat Buddha di Tangerang). Penelitian Dosen. Tangerang, Sekolah Tingi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, h Buanajaya, B.S, Penelitian Historis Keberadaan Budaya Keagamaan Khonghucu Di Indonesia (Surakarta: Matakin-Dewan Rohaniawan Agama Khonghucu Indonesia, 2009), h M. Ikhsan Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 105.

11 3 Diskriminasi hak-hak sipil bagi etnis Tionghoa di berbagai bidang kehidupan budaya keagamaannya: antara lain dianulirnya pencatatan perkawinan secara agama Khonghucu di kantor Catatan Sipil, dihentikan pendidikan agama bagi siswa/mahasiswa beragama Khonghucu, secara sistematis ditiadakannya kolom agama Khonghucu pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Hal ini adalah salah satu peristiwa pengebirian hak sipil untuk mereka. 7 Begitu pula yang terjadi di kabupaten Majalengka, tidak jauh berbeda dengan kondisi penganut Khonghucu di daerah lain, keberadaan penganut agama Khonghucu di Majalengka pada akhirnya terpinggirkan. Efek dari keluarnya kebijakan dari pemerintah tentang pelarangan agama Khonghucu ternyata tidak sebatas pada ritual agama saja, namun merembet pada hal lain di luar agama. Terjadi disparitas yang ekstrim dari pengetahuan yang bukan hanya dalam bidang keagamaan dalam pengertian sempit, melainkan dalam bidang yang lebih luas meliputi hal-hal yang terkait dengan Tionghoa termasuk adat, tradisi dan filsafat 8. Klenteng, sebagai tempat ibadah agama Khonghucu, juga tidak memiliki nasib yang lebih baik. Rumah ibadah harus menyesuaikan mengikuti agama yang menjadi legal sesuai aturan Negara. Oleh karenanya, muncullah ajaran Tridharma (Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme) 9 7 Buanajaya, B.S, Penelitian Historis Keberadaan Budaya Keagamaan Khonghucu Di Indonesia (Surakarta: Matakin-Dewan Rohaniawan Agama Khonghucu Indonesia, 2009), h Wawancara dengan Bratayana Ongkowijaya, SE, XDS, Ketua Bidang Organisasi dan Lintas Agama Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) pada tanggal 19 November 2016 di Khongcu Bio Tangerang. 9 Tridharma kadang-kadang dieja dalam dua kata sebagai Tri Dharma. Sebagaimana akan diterangkan kemudian, organisasi yang ikut dalam jajaran Sam Kauw Hwee, dan yang akan memperluas

12 4 untuk adaptasi peraturan pemerintah. 10 Langkah ini diambil cukup kompromis dari sisi politis dan juga keberlangsungan klenteng sebagai sarana ibadah secara bersama-sama penganut agama sejenis, termasuk sebagai upaya menjaga eksistensi bangunan budaya klenteng yang berumur ratusan tahun 11. Merujuk pada sumber yang ada dalam prasasti yang tertulis di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin, bangunan ini didirikan sejak 1803, sejak itu klenteng ini mengalami dua kali perubahan, pemugaran pertama kali dilakukan tahun 1903 dan pemugaran kedua tahun Melihat umur bangunan yang sudah dua abad lebih ini masih berdiri kokoh dan masih terjaga keberadaannya, bahkan bangunan ini saat ini menjadi cagar budaya yang tentu saja dilindungi maka tidak heran kita patut mengapresiasi upaya penganut agama Khonghucu di kabupaten Majalengka menjaga eksistensi klenteng Hok Tek Tjeng Sin sampai sekarang ini, mengingat selama 32 tahun orde baru keberadaannya tidak diakui. Fungsi utama klenteng-klenteng agama Khonghucu, adalah sebagai tempat peribadatan. Di klenteng orang-orang mengangkat dupa, menangkupkan telapak tangan saat berdoa, dan membakar kertas untuk menyembah dewa-dewa yang terkenal dalam basisnya di Jawa Barat menggunakan Tridharma untuk menekankan kesatuan dari elemen-elemen ketiga ajaran, sementera organisasi yang berkembang kemudian di Jawa Timur telah menggunakan kata Tri Dharma. lihat dalam Tsuda Koji. 2012b. The Legal and Cultural Status of Chinese Temples in Contemporary Java. Asian Ethnicity 13(4): Instruksi Menteri Dalam Negeri No tahun 1988 tentang Penataan Klenteng yang menyatakan bahwa unsur-unsur yang terkait dengan klenteng-klenteng harus dihindarkan karena tatabudaya asing itu tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia. Lihat dalam I. Wibowo. dkk Setelah Air Mata Kering. Jakarta: Kompas Wawancara dengan Edi Subhari, pengurus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin pada tanggal 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka. 12 Observasi awal ke Klenteng Hok Tek Tjeng Sin pada tanggal 12 September Prasasti yang berupa tulisan penanggalan awal berdiri, pemugaran terdapat dalam tembok di salah satu sudut di Klenteng Hok Tjeng Sin.

13 5 kepercayaan Tionghoa. Sekilas pemandangan biasa ini membangkitkan sensasi tradisi, dari praktek-praktek upacara yang diturunkan dari generasi ke generasi di antara orang-orang Tionghoa, melebihi batasan-batasan waktu dan geografi. 13 Namun, bidang ini, meskipun secara umum dimengerti sebagai kepercayaan etnik Tionghoa, sama sekali tidak mempertahankan keberadaannya secara tradisional. 14 Sebaliknya, demi mengadaptasi ke kondisi sosial dan politik, tradisi ini telah melewati perubahan-perubahan berarti. Perubahan yang paling nyata terjadi pada pergantian abad ke 20 di bawah struktur kolonial Hindia Belanda Timur, ketika para cendekiawan Peranakan Tionghoa mencari dan secara sangat sadar mendukung konsep Agama Tionghoa yang jelas sebagai tonggak spiritual untuk memodernisasi orang-orang Tionghoa. 15 Maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk menelusuri keberadaan agama Khoghucu di Jawa Barat, khususnya kabupaten Majalengka mengenai keberadaan Klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang berdiri sejak tahun 1803, bahkan secara historis keberadaan klenteng ini lebih tua dari pendirian kabupaten Majalengka sendiri yaitu tanggal 11 Februari 1840 berdasarkan Staatsblad nomer 7: Besluit (Surat Keputusan) Gubernur Jendral 13 Wawancara dengan Bratayana Ongkowijaya, SE, XDS, Ketua Bidang Organisasi dan Lintas Agama Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) pada tanggal 19 November 2016 di Khongcu Bio Tangerang. 14 Tsuda Koji. 2012b. The Legal and Cultural Status of Chinese Temples in Contemporary Java. Asian Ethnicity 13(4): Wawancara dengan Bratayana Ongkowijaya, SE, XDS, Ketua Bidang Organisasi dan Lintas Agama Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) pada tanggal 19 November 2016 di Khongcu Bio Tangerang.

14 6 Hindia Belanda nomer Tidak banyak peninggalan fisik peninggalan agama Khonghucu di kabupaten Majalengka. Dari ketiga bangunan klenteng di kabupaten Majalengka, hanya klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang masih memiliki fungsi sebagai rumah ibadah penganut agama Khonghucu. Dengan data tersebut menunjukkan keberadaan klenteng yang cukup lama dan tentu saja para penganutnya yang ada pada masa itu lebih dulu membaur dengan masyarakat pada masanya merupakan kajian yang cukup menarik 17. Berdasarkan paparan di atas maka peneliti tertarik mengembangkan kajian yang lebih mendalam melalui sebuah penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: Eksistensi Agama Khonghucu di Kabupaten Majalengka (Studi Kasus Penganut Khonghucu dan Klenteng Hok Tek Tjeng Sin). B. Rumusan Masalah Adapun masalah yang dirumuskan oleh peneliti dalam skripsi ini adalah bagaimana cara penganut Agama Khonghucu di Kabupaten Majalengka mempertahankan eksistensi dan fungsi klenteng Hok Tek Tjeng Sin dari mulai masa pemerintahan Orde Baru hingga masa sekarang. 16 Menurut penelusuran sejarah ada dua hal penting dalam proses pendirian kabupaten majalengka pada masa itu, pertama pada tanggal 5 Januari 1819 pada saat itu terjadi Pembentukan Karesidenan Cirebon, terdiri atas Keregenan (Kabupaten) Cirebon, Maja, Bengawan Wetan, Kuningan, dan Galuh (Ciamis Pen.)[PENDIRIAN KABUPATEN MAJA] data ini berdasarkan Besluit (Surat Keputusan) Komisaris Jendral Hindia Belanda No. 23. Selanjutnya pada 11 Februari 1840 terjadi peristiwa (1) Perpindahan ibu kota Kabupaten Maja ke daerah Sindangkasih (2) Perubahan nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka (sama makna dengan majapahit).(3) Perubahan nama tempat kedudukan (ibu kota) baru Kabupaten Maja yang yang semula bernama daerah Sindangkasih menjadi kota Majalengka [Pendirian Kota Majalengka]. lihat tulisan Tatang M. Amirin, Kabupaten Majalengka: Melacak Jejak Hindia Belanda, diakses tanggal 4 September Wawancara dengan Edi Subhari, pengurus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin pada tanggal 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka.

15 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara penganut Agama Khonghucu di Kabupaten Majalengka mempertahankan eksistensi dan fungsi klenteng Hok Tek Tjeng Sin dari mulai masa pemerintahan Orde Baru hingga masa sekarang. Sedangkan manfaat penelitian yang diharapkan adalah: a. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dan akademisi lainnya tentang eksistensi Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Majalengka dari mulai dibangun hingga masa sekarang. b. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat menjadi pengetahuan bagi masyarakat tentang rumah ibadah bagi agama Khonghucu yaitu Klenteng Hok Tek Tjeng Sin. c. Manfaat Akademis Untuk memenuhi tugas akhir dan untuk memenuhi syarat mencapai gelar S1 (strata satu) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin berupa penelitian karya ilmiah/skripsi. D. Tinjauan Pustaka Peneliti telah melakukan tinjauan terhadap penelitian penelitian terdahulu dan belum menemukan penelitian yang membahas mengenai eksistensi agama Khonghucu di Majalengka (Studi Kasus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin), akan tetapi peneliti menemukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini namun memiliki fokus pembahasan yang berbeda, diantaranya

16 8 adalah: 1. Perkembangan agama Khonghucu di Indonesia Pada Masa Reformasi (Studi Kasus di Masyarakat Cina Penganut agama Khonghucu di Tangerang) yang ditulis oleh Gunawan Saidi, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Skripsi ini membahas perkembangan agama Khonghucu di Tangerang pada masa reformasi. Skripsi menarik kesimpulan bahwa perkembangan agama Khonghucu di Tangerang pada masa reformasi tidak terlepas dari peranan umat dan misi ajaran Khonghucu. Beberapa pelarangan dan pembatasan beragama bagi umat Khonghucu hanya akan memicu diskriminasi terhadap agama. Namun untungnya Presiden Abdurrahman Wahid dan presiden-presiden setelahnya selalu menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi, sehingga umat Khonghucu di Tangerang bisa berkembang. 2. Dampak Perkembangan agama Khonghucu Pasca Reformasi (Studi kasus pindah agama umat Buddha di Tangerang) yang ditulis oleh Sabar Sukarno, dosen Sekolah Tinggi agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang Banten. Penelitian ini membahas dampak perkembangan agama Khonghucu terhadap agama Buddha pasca reformasi di wilayah Tangerang. Agama Khonghucu pernah dilarang keberadaannya pada masa orde baru. Setelah terjadi reformasi, agama Khonghucu diizinkan berkembang lagi. Ini merupakan hal positif bagi agama Khonghucu dan warga Tionghoa pada umumnya, tetapi di sisi lain memberikan dampak tersendiri terhadap agama Buddha dalam aspek pemeluk agama, tempat ibadah, organisasi dan aspek sosial.

17 9 3. Ratio Legis Presiden Abdurrahman Wahid Menjadikan Khonghucu Sebagai Agama Resmi Negara (Analisis Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina). Skripsi ini ditulis oleh Airin Liemanto, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. Skripsi ini membahas kebijakan Abdurrahman Wahid di era reformasi yang mendukung kebebasan beragama. Diawali dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 200 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Fakta kesejarahan yang terjadi di Indonesia terbalik dengan fakta yang terjadi di negeri Tiongkok. Masyarakat Tiongkok lebih melihat Konfusius sebagai pendidikan filsafat dan bukan agama. 18 Sedangkan di Indonesia, dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000, menjadikan Khonghucu kembali lagi diakui sebagai agama resmi negara. Penelitian yang disebutkan di atas memiliki beberapa persamaan dengan skripsi peneliti yaitu meneliti tentang agama Khonghucu di Indonesia. Namun memiliki perbedaan dalam fokus pembahasan yaitu pada penelitian pertama adalah tentang perkembangan pada masa reformasi, penelitian kedua membahas tentang hubungan agama Khonghucu dan agama Buddha pasca Orde Baru, dan penelitian ketiga fokus membahas Keputusan Presiden Abdurrahman Wahid yang kembali menetapkan Khonghucu sebagai agama 18 Ongkoham. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina - Sejarah Etnis Cina di Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008), h. 120.

18 10 resmi Negara. Ketiga penelitian di atas memiliki signifikansi dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu bagaimana agama Khonghucu tidak serta-merta mati atau hilang begitu saja setelah adanya pelarangan, namun bisa bertahan dengan berbagai cara yang ditempuh. E. Metodologi Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan, mewawancarai dan mengamati objek penelitian 19. Peneliti mulai mengumpulkan data ke lapangan pada tanggal 12 September 2016 hingga 20 Desember 2016 dengan total 14 kali turun ke lapangan, termasuk ke Klenteng Hok Tek Tjeng Sin, Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, masjid dan gereja yang berada di sekitar klenteng, Sekolah Alkitab Penyebaran Injil (SEAPIN) Majalengka, hingga rumah-rumah narasumber. Dengan begitu, peneliti dapat melihat langsung antusiasme masyarakat Kabupaten Majalengka dan di luar Majalengka terhadap keberadaan klenteng. Penelitian ini juga didukung dengan penelitian perpustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelusuri dokumen-dokumen, jurnal, buku-buku. 20 Karena dalam penelitian ini, peneliti mempelajari sejarah Khonghucu di Indonesia, peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan dengan klenteng, serta pengaruh Abdurrahman 19 Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h Sjamsudin, Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Ombak, 2007), h. 76.

19 11 Wahid terhadap klenteng. Data-data tersebut peneliti dapatkan dari penelusuran kepustakaan. b. Sumber Data 1. Data primer dalam penelitian ini adalah data-data yang diambil dari lapangan langsung baik melalui wawancara pengurus dan jemaat klenteng, masyarakat sekitar klenteng di kabupaten Majalengka maupun observasi langsung, serta dokumen-dokumen klenteng Hok Tek Tjeng Sin. Wawancara yang dilakukan terdiri dari 1 orang pengurus klenteng yang sangat memahami agama Khonghucu, 8 orang jemaat klenteng yang datang setiap dua minggunya ke klenteng Hok Tek Tjeng Sin, beberapa orang warga sekitar klenteng yang memiliki hubungan dengan masyarakat penganut agama Khonghucu, dan beberapa penganut agama Khonghucu yang pernah rutin beribadah ke klenteng Hok Tek Tjeng Sin namun telah konversi ke agama lain. 2. Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau literatur-literatur yang membahas agama Khonghucu, baik sejarah masuk maupun ajaran-ajarannya serta peneletian sebelumnya yang membahas agama Khonghucu, baik upacara, ajaran-ajaran maupun perkembangannya di Indonesia. c. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis, yaitu kajian ilmu tentang kemasyarakatan yang ingin mengetahui secara mendalam tentang gejala dan struktur sosial yang ada di dalam masyarakat, yang dimana akan

20 12 membentuk suatu pola pikir dan tindakan pola pikir. 21 Dalam ilmu sosiologi dikenal istilah institusi sosial. Institusi merupakan satuan norma khusus yang menata serangkaian tindakan yang berpola untuk keperluan khusus manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Koentjaraningrat, aktivitas manusia atau kemasyarakatan harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar bisa dikategorikan sebagai institusi sosial. Salah satunya adalah jika kelompok manusia tersebut menjalankan aktivitas bersama dan saling berhubungan menurut sistem norma-norma tersebut. 22 Itu artinya klenteng merupakan salah satu institusi sosial. Peneliti menggunakan pendekatan ini karena objek pada penelitian ini adalah manusia, yang merupakan makhluk sosial, dan gejala keberagamaan yang timbul dari manusia itu sendiri. Oleh karena itu pendekatan ini digunakan untuk meneliti gejala sosial dan keberagamaan yang timbul di klenteng Hok Tek Tjeng Sin dan masyarakat Tionghoa yang berada di Kabupaten Majalengka. d. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kepustakaan Menurut M. Nazir dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian, studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan 21 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1987), h

21 13 masalah yang dipecahkan, dalam hal ini adalah mengenai Klenteng sebagai rumah ibadah, dan Agama Khonghucu pada umumnya. 23 Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku agama Khonghucu, jurnal, dokumen dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik. Peneliti menggunakan data kepustakaan terutama untuk data-data sekunder yang terkait dengan sejarah masuknya Agama Khonghucu di Indonesia secara umum, ataupun khususnya di Kabupaten Majalengka, juga dengan ajaran-ajarannya. Peneliti menggunakan studi kepustakaan ini karena penelitian yang bersangkutan tidak cukup hanya dengan observasi dan wawancara, namun juga butuh pijakan teoritis yang melandasi penelitian lapangan. 2. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. 24 Wawancara ini dilakukan dengan tujuan menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi tingkat dan bentuk keterlibatan 25 pengurus dan para penganut agama Khonghucu pada klenteng Hok Tek Tjeng Sin dan masyarakat Tionghoa yang berada di kabupaten Majalengka. Wawancara ini juga dilakukan terhadap masyarakat kabupaten Majalengka yang berada di sekitar klenteng. 23 M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 79.

22 14 3. Observasi langsung Teknik observasi langsung dipergunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda, gambar atau rekaman keberadaan klenteng Hok Tek Tjeng Sin. Observasi langsung ini dilaksanakan secara formal dan informal. Observasi dalam penelitian kualitatif sering disebut observasi yang berperan pasif. 26 Peneliti tertarik terhadap Klenteng Hok Tek Tjeng Sin di Kabupaten Majalengka sudah sekian lama, karena Kabupaten Majalengka adalah kampung halaman peneliti. Peneliti sering melintasi lewat Klenteng Hok Tek Tjeng Sin sebelumnya, tetapi tidak pernah masuk ke dalamnya. Peneliti mulai tertarik dengan Klenteng Hok Tek Tjeng Sin sejak mendapatkan mata kuliah Tao dan Konfusianisme, dan baru memulai observasi langsung di klenteng ini sejak ada tugas penelitian skripsi untuk syarat kelulusan Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sana peneliti menemui pengurus klenteng dan penganut agama Khonghucu yang sedang datang untuk beribadah. 4. Mencatat Dokumen/Arsip Teknik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang bersumber dari dokumen dan arsip 27 yang berkaitan dengan agama Khonghucu di Majalengka dan juga keberadaan klenteng Hok Tek Tjeng Sin Majalengka, dari mulai sertifikat Klenteng, maupun dokumen yang 26 Sutopo, H.B, Metodologi Penelitian Kualitatif - Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2002), h Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 45.

23 15 berhubungan dengan Dr. Iwan Satibi, tokoh Agama Khonghucu yang paling besar perannya dalam mempertahankan eksistensi Klenteng Hok Tek Tjeng Sin. e. Analisa Data Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif, yaitu mendalami tentang eksistensi Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Majalengka dari masa ke masa, dalam penelitian ini dipersempit hanya dari masa Orde Baru hingga masa sekarang ini. Metode anlisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian deskriptif yaitu metode kajian yang meneliti suatu keadaan dengan tujuan membuat deskripsi dan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta di lapangan pengkajian serta hubungan antar fenomena yang sedang diteliti. F. Sistematika Penelitian Pembahasan penelitian ini disusun dalam lima bab. Bab I adalah pendahulian. Di dalamnya menjelaskan tentang latar belakang masalah dan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Di dalam bagian ini juga akan diuraikan tujuan, manfaat dan metode penelitian. Pada bab II, akan dikemukakan secara umum masuknya agama Khonghucu di Indonesia dan khususnya di Majalengka. Dari mulai berdirinya Klenteng Hok Tek Tjeng Sin, Masuk dan berkembangnya agama Khonghucu di Majalengka, hingga profil klenteng Hok Tek Tjeng Sin. Pada bab III, akan diuraikan tentang dinamika eksistensi Klenteng Hok Tek Tjeng Sin dan penganut Khonghucu di Majalengka. Di dalamnya

24 16 terdapat eksistensi penganut Khonghucu dan klenteng pada masa Orde Baru, masuknya masyarakat luar Majalengka di klenteng, hingga eksistensi Penganut Khonghucu dan klenteng pasca Orde Baru. Pada bab IV, akan diuraikan Eksistensi Klenteng Hok Tek Tjeng Sin masa sekarang, dari mulai peran Iwan Satibi dalam mempertahankan klenteng, masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, hubungan masyarakat sekitar dengan klenteng, hingga fungsi klenteng pada masa sekarang. Pada bab V, merupakan bab terakhir dari penelitian skripsi ini yang terdiri dari dua sub bab, yakni sub bab pertama yang berisikan Kesimpulan dan sub bab kedua yang berisikan Saran.

25 17 BAB II SEJARAH AGAMA KHONGHUCU DI KABUPATEN MAJALENGKA A. Sekilas Pandang Agama Khonghucu di Indonesia dan Ajarannya Sudah hampir satu abad agama Khonghucu berkembang di tengahtengah masyarakat Indonesia. Namun ada kalangan yang mengatakan bahwa agama Khonghucu sudah ada di Indonesia sejak orang Tiongkok pertama kali datang ke Indonesia. Orang-orang Tiongkok sudah datang ke Jawa jauh sebelum kedatangan orang Barat. Pada abad ke-4, Fa Hsien seorang pendeta Buddha yang berasal dari Tiongkok melakukan perjalanan ke India. Saat perjalanan pulang, ia singgah di Jawa selama lima bulan. Berdasarkan catatan yang dibuatnya, saat itu belum ada orang Tionghoa yang menetap di Jawa. Pada abad ke-7, pendeta Buddha lainnya bernama I Tsing ingin mempelajari agama Buddha dan singgah di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta. 1 Pada abad ke-9 yaitu masa Dinasti Tang, banyak orang Tionghoa yang berdatangan ke Nusantara untuk berdagang dengan tujuan mencari kehidupan yang baru. Dan pada masa kerajaan Airlangga ditemukan koloni orang Tionghoa di Tuban, Gresik, Jepara, Lasem dan Banten. Kondisi inilah yang menggambarkan bahwa orang Tionghoa mampu mempertahankan kedudukannya dan dapat diterima masyarakat setempat. 2 Sama halnya seperti agama Islam, agama Khonghucu bukanlah misi utama para pendatang dari Negeri Tiongkok. Agama hanyalah salah satu warisan turun-temurun yang dibawa, disamping misi utama, yaitu perdagangan. 1 Poerwanto Hari, Orang Cina Khek Dari Singkawang (Depok: Komunitas Baru, 2005), h Setiono Benny, Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Jakarta: Trans Media, 2008), h. 20.

26 18 Di negaranya sendiri, ajaran-ajaran klasik Tiongkok bukan dikenal sebagai agama. Karena konsep keberagamaan, dari mulai Tuhan, kitab suci, rumah ibadah serta ajaran-ajaannya tidak bisa disamakan dengan agama Islam, Kristen maupun Yahudi. Menurut Ongkoham, Konfusianisme bukanlah agama. Konfusius sama sekali tidak memikirkan akhirat. Beliau mengajarkan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan setelah mati, seperti hubungan harmonis antar manusia. Konfusianisme mewariskan satu tradisi yang menjadi identitas kehidupan spiritual masyarakat Tionghoa secara umum, yakni fokus pada keluarga, baik yang masih ada maupun yang sudah wafat. Konfusianisme biasanya dihayati oleh para mandarin elit politik atau birokrasi. Sedangkan kaum pendatang di Indonesia bukan dari kalangan itu. Jadi bisa dikatakan peran Konfusianisme hanyalah sedikit, kecuali dalam hal pemujaan nenek moyang. 3 Di Indonesia, agama yang dianut oleh penduduknya adalah hal yang sangat penting, berbeda dengan beberapa negara lainnya. Agama yang dianut pun harus jelas asal-usulnya, termasuk agama Khonghucu. Walaupun agama Khonghucu diyakini sudah lama tersebar di tanah air, berdirinya Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) dan Khong Kauw Hwee adalah simbol berkembangnya agama Khonghucu di Indonesia. 4 Pada awalnya, berdirinya THHK adalah gerakan menterjemahkan kitab Tai Hak (Ajaran Besar) dan Tiong Yong (Yang Sempurna) ke dalam Bahasa Melayu oleh Tan Ging Tiong. 3 Ongkoham. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina - Sejarah Etnis Cina di Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008), h M. Ikhsan Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 87.

27 19 Penerjemahan kitab Tai Hak dan Tiong Yong yang ditulis pada tahun 1900 ini secara langsung telah mempromosikan ajaran Khonghucu di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Masyarakat keturunan Tionghoa memang sebagian sudah tidak bisa berbahasa Mandarin. 5 Oleh karena itu mereka mendirikan sekolah-sekolah yang di dalamnya diajarkan ajaran-ajaran etika dari Khonghucu. 6 Konfusius atau Khonghucu mulai dikenal di Cina melalui pemikiranpemikirannya yang cemerlang yang dilontarkan pada zaman Chou Timur ( SM). Konfusius lahir pada tahun 551 SM berasal dari kota Lu, provinsi Shandong. Konfusius dibesarkan oleh ibunya karena ia sudah kehilangan ayahnya ketika masih berusia tiga tahun. Ketika dewasa dan bekerja sebagai pegawai pada kuil bangsawan Zhou, ia mengikuti semua detail-detail yang terdapat dalam perayaan yang akhirnya menjadikannya sebagai seorang yang ahli dalam ritual agama kuno. Hal ini membuatnya mempunyai banya pengikut yang hendak berguru kepadanya. 7 Ajaran Konfusianisme atau Khonghucu atau Konfusius dalam bahasa Mandarin, istilah aslinya adalah Ru Jiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Dalam agama Khonghucu terdapat ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut Ren Dao dan bagaimana cara melakukan hubungan 5 Aimee Dawis, Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h. 16.

28 20 dengan Sang Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah Thian atau Shang Di. 8 Sedangkan iman menurut ajaran Khonghucu harus dipahami sebagai perasaan dan kebatinan yang melibatkan hati nurani, pengalaman spiritual, keyakinan, pencarian, tindakan dan perbuatan nyata untuk menggapai suatu kebahagiaan yang amat indah. Murid nabi Khonghucu pun selalu merabaraba dalam memahami iman. Ada ajaran nabi Khonghucu yang tidak bisa diterima dengan indra pendengaran, tidak bisa dinalar dengan pikiran manusia, dan sulit dijelaskan dengan kata-kata. Semuanya hanya bisa diterima oleh kepercayaan dan keyakinan. Di dalam iman juga ada peribadatan, suatu rasa syukur dan satya kepada Thian YME atau dalam bahasa Khonghucu disebut Zhong. 9 Selain pemujaan terhadap Tuhan (Thian), pemujaan terhadap leluhur juga menjadi salah satu pokok dalam ajaran Konfusius. Pemujaan terhadap leluhur adalah menolong seseorang untuk mengingat kembali asal-usulnya. Disini asal mula manusia adalah dari leluhurnya. Upacara pemujaan terhadap leluhur disini diperlukan sesaji. Sebagian aktivitas rumah tangga dalam keluarga Cina selalu berhubungan dengan roh leluhur. Salah satu fungsi utama keluarga adalah melaksanakan pemujaan terhadap leluhur. Pemujaan leluhur dipandang sebagai perwujudan dari bakti anak terhadap orangtua dan leluhurnya (Xiao) Pokok Ajaran Agama Khonghucu. diakses pada tanggal 15 Desember Ongky Setio Kuncono, Tomorrow Spirit (Jakarta: Gerbang Kebijakan Ru, 2015), h Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h. 17.

29 21 Bagi orang Cina, merupakan kewajiban mereka untuk menghormati Konfusius yang mereka anggap sebagai guru besar seperti halnya penghormatan terhadap orang tua. Konfusius dianggap telah berjasa dalam mengajarkan dasar-dasar ajaran moral yang sampai sekarang masih terus diterapkan. Filsafatnya yang pada akhirnya menyatu dengan kehidupan masyarakat Cina membuat secara keseluruhan ajaran Konfusius lebih banyak ditujukan kepada manusia sebagai makhluk hidup. Sebagai bukti akan kebesaran konfusius, tahun pertama dari penanggalan Imlek dihitung sejak tahun kelahirannya. 11 Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajarkan agar tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajarkan bagaimana manusia bertingkah laku. 12 Konfusianisme juga lebih mengutamakan kebaikan di dunia, dan jarang membahas kehidupan setelah kematian. Menurut Konfusius, lebih baik jalani hidup dengan berbuat baik terhadap sesama, karena apa yang dilakukan oleh manusia, baik atau buruknya, akan kembali kepadanya. 13 Salah satu religi dan tradisi Konfucian (Rujiao/Kongjiao) adalah Imlek. 14 Di Tiongkok terdapat dua jenis kalender: kalender tradisional yang 11 Pokok Ajaran Agama Khonghucu. diakses pada tanggal 15 Desember Sabar Sukarno. Dampak Perkembangan Agama Khonghucu Pasca Reformasi (Studi Kasus pindah agama umat Buddha di Tangerang). Penelitian Dosen. Tangerang, Sekolah Tingi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, h Konfusius, Analek Konfusius Kitab Kearifan Konfusius (Yogyakarta: New Diglossia, 2010), h Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta:

30 22 biasa disebut agricultural calendar dan kalender Gregorian yang biasa disebut kalender umum atau kalender Barat. Nama lain dari kalender Tionghoa adalah kalender "Yin, yang dihitung atas dasar perhitungan bulan. Sedangkan kalender Gregorian disebut kalender "Yang, yang dikaitkan pada perhitungan matahari. Kalender Tionghoa disebut kalender lama sedangkan kalender Gregorian disebut kalender baru. Kalender Imlek (Yinli) adalah kalender yang dihitung mulai dari tahun lahirnya Nabi Kongzi tahun 551 SM. Jadi tahun 2017 ini berarti tahun = 2568 Imlek. Karena awal tahunnya dimulai dari awal kelahiran Sang Nabi, maka kalender Imlek juga disebut Khongcu-lek. 15 Kalender Imlek pertama kali diciptakan oleh Huang Di, seorang Nabi/Raja agung dalam agama Ru jiao / Khonghucu. Lalu kalender ini diteruskan oleh Xia Yu, sorang raja suci/nabi dalam agama Khonghucu pada Dinasti Xia ( SM). Dengan jatuhnya dinasti Xia dan diganti oleh Dinasti Shang ( SM), maka sistem kalendernya juga berganti. Tahun barunya dimulai tahun 1 dan bulannya maju 1 bulan sehingga kalau kalender yang dipakai Xia tahun baru jatuh pada awal musim semi, maka pada Shang tahun barunya jatuh pada akhir musim dingin. Dinasti Shang lalu diganti oleh Dinasti Zhou ( SM), dan bergantilah sistem penanggalannya juga. Tahun barunya jatuh pada saat matahari berada di garis 23,5 derajat Lintang Selatan yaitu tanggal 22 Desember saat puncak musim Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h Sabar Sukarno. Dampak Perkembangan Agama Khonghucu Pasca Reformasi (Studi Kasus pindah agama umat Buddha di Tangerang). Penelitian Dosen. Tangerang, Sekolah Tingi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, h

31 23 dingin. Dinasti Zhou lalu diganti Dinasti Qin ( SM). Berganti pula sistemnya. Begitu pula ketika Dinasti Qin diganti oleh Dinasti Han (202 SM 206 M). Pada zaman Dinasti Han, Kaisar Han Wu Di yang memerintah pada tahun SM lalu mengganti sistem kalendarnya dan mengikuti anjuran Nabi Kongzi untuk memakai sistem Dinasti Xia. Sebagai penghormatan atas Nabi Kongzi, maka tahun kelahiran Nabi Kongzi 551 SM ditetapkan sebagai tahun pertama. Dengan demikian penanggalan Imlek adalah perayaan umat Khonghucu. 16 Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia ditandai pula oleh berdirinya lembaga-lembaga agama tersebut. Berdirinya lembaga Agama Khonghucu dimulai pada Tahun 1918 dengan rincian seperti di bawah ini: diresmikan Khong Kauw Hwee (Kong Jiao Hui) di kota Surakarta, yang kemudian disusul pula oleh kota-kota lainnya. Tahun 1920an Kong Jiao Hui Surabaya menerbitkan majalah Djiep Tek Tjie Boen (Ru De Zhi Men) mulai dilakukan musyawarah untuk membentuk badan pusat yang dinamakan Khong Kauw Tjong Hwee (Kong Jiao Zong Hui) di Yogyakarta. Bandung dipilih sebagai kedudukan pusat organisasi dan Poei Kok Gwan terpilih sebagai ketua umum. Keputusan ini didukung oleh Khong Kauw Hwee dari kota Surabaya, Sumenep, Kediri, Surakarta, Semarang, Blora, Purbolinggo, Cicalengka, Wonogiri, Yogyakarta, 16 Ongky Setio Kuncono, Penanggalan Imlek dan Kongzi li (Penanggalan Khonghucu), artikel diakses pada 21 Maret 2017 dari 17 Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h. 98.

32 24 Kartasura, dan Pekalongan. Pada tahun itu pula, diterbitkan majalah Khong Kauw Gwat Poo atau Kong Jiao Yue Bao. 25 September 1924 diadakan Kongres di Bandung yang tujuan utamanya membahas lebih lanjut penyeragaman tata ibadah di seluruh tanah air Desember 1938 diadakan konferensi di Surakarta dan kedudukan pusat dialihkan ke kota Surakarta, dengan ketua umum Tio Tjien Ik, sekretaris Auw Ing Kiong dan diterbitkan majalah bulanan Bok Tok Gwat Po (Mu Duo Yue Bao). 20 Februari 1939 diadakan perayaan Tahun Baru Imlek bersama di Surakarta. 24 April 1940 diadakan konferensi Kong Jiao Zong Hui di Surabaya yang hasil antara lain: (1) Konferensi tahun 1941 akan diselenggarakan di Cirebon; (2) Semua sekolah Khong Kauw Hwee diberi pelajaran agama Khonghucu; (3) Upacara pernikahan dan kematian supaya diselidiki dan disesuaikan dengan keadaan zaman, tapi tetap berpatokan pada nilai-nilai Ru Jiao. 19 Pada tahun 1942, karena imbas perang dunia II dan masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, Khong Kauw Tjong Hwee yang dianggap anti- Jepang dibekukan. Masa Penjajahan Jepang ( ). Pada masa itu, Litang (tempat ibadah umat Khonghucu) banyak menampung pengungsi tanpa 18 Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h. 99.

33 25 memandang ras. Hal ini sesuai dengan prinsip Di Empat Penjuru Samudera Semua Umat Bersaudara. Masa Kemerdekaan - Pada awal-awal kemerdekaan NKRI, kegiatan Khong Kauw Hwee lebih banyak bersifat lokal. Pada bulan Desember 1954, di Solo, diselenggarakan konferensi tokoh-tokoh agama Khonghucu untuk persiapan membangun kembali Khong Kauw Tjong Hwee. Pada tgl 16 April 1955 dibentuk PKCHI (Perserikatan Khong Chiao Hwee Indonesia / Perserikatan Kong Jiao Hui Indonesia) sebagai penjelmaan kembali Khong Kauw Tjong Hwee dengan kedudukan pusat di Solo dengan Ketua umum: Dr. Kwik Tjie Tiok. Sekretaris: Oei Kok Dhan. 20 B. Masuk dan Berkembangnya Agama Khonghucu di Majalengka Sejarah perjalanan dan perkembangan agama Khonghucu (Kong jiao) sangatlah panjang. Tidak seperti agama-agama lain yang bersifat agresif dalam usahanya mendapatkan banyak pemeluk, agama Khonghucu lebih menekankan pada sikap membina diri sendiri (dan menghindari sikap menuntut orang lain). Karena itulah perkembangan agama Khonghucu (terutama perihal penyebaran ajaran maupun perkembangan jumlah penganutnya) agak sulit dilacak dengan pasti. 21 Dalam agama lain seperti Islam, Kristen, Buddha dan lain-lain yang umatnya gampang dikenali hanya dengan suatu sumpah masuk agama misalnya pembaptisan di agama Kristen dan pembacaan kalimat syahadat di 20 Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h Ongkoham. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina - Sejarah Etnis Cina di Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008), h. 120.

34 26 agama Islam, maka seorang penganut agama Khonghucu tulen sangat sulit untuk dikenali karena Kekhonghucuan mereka diukur dalam perbuatan dan tingkah laku mereka sepanjang hidupnya. Karena itulah seorang penganut agama Khonghucu semasa hidupnya tidak berani menyebut dirinya sebagai penganut agama Khonghucu karena hal ini akan dinilai sendiri oleh generasigenerasi sesudahnya. 22 Sulit untuk menyebutkan secara pasti kapan agama Khonghucu pertama kali dibawa dari Tiongkok ke Indonesia. Seperti diuraikan di atas, ajaran agama Khonghucu tidak disebarkan secara agresif. Ajaran agama Khonghucu diwariskan dari generasi ke generasi melalui bimbingan keluarga dimana seorang ayah akan memberikan teladan perbuatan kepada anaknya dan begitu seterusnya sang anak mewariskannya kepada cucunya. Karena alasan inilah agama Khonghucu yang terbawa ke Indonesia sudah bercampur baur dengan ajaran agama Buddha dan agama Tao. 23 Masuk dan berkembangnya agama Khonghucu di Kabupaten Majalengka diperkirakan terjadi pada akhir Abad 18 atau awal Abad 19. Sebagai buktinya adalah adanya Klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang berdiri pada Tahun 1803 (lihat Gambar 1). Bagi sebagian masyarakat pendatang Tionghoa yang mulai masuk ke Kabupaten Majalengka pada akhir abad 19, keberadaan Klenteng Hok Tek Tjeng Sin bukan merupakan daya tarik utama bagi mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena faktor yang 22 Ongkoham. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina - Sejarah Etnis Cina di Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008), h Junzigroup s Weblog. Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia (1) Diambil dari perkembangan-agama-khonghucu-di-indonesia-1/. Diakses pada Tanggal 22 Maret 2017.

35 27 membuat mereka datang ke Majalengka adalah perniagaan. 24 Gambar 1: Waktu Berdirinya Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Generasi pertama dari keluarga besar masyarakat Tionghoa yang ada di Kabupaten Majalengka saat ini adalah para kontraktor. Jadi, agama Khonghucu hanya merupakan salah satu aspek yang mereka bawa, namun bukan menjadi alasan utama mereka datang ke Kabupaten Majalengka. Pada masa-masa berikutnya, barulah Klenteng Hok Tek Tjeng Sin digunakan sebagai tempat belajar mengajar, disamping fungsi utamanya yang merupakan rumah ibadah bagi para penganut Agama Khonghucu. 25 Namun, walaupun sejarah telah mencatat bahwa Khonghucu adalah salah satu agama yang sudah terikat dengan tanah nusantara sejak lama, hal tersebut tidak serta merta membuat agama ini diakui secara legal. Tahun 1967 adalah tahun keterpurukan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Tidak 24 Wawancara dengan Koh Aung, penganut Agama Khonghucu yang konversi ke Agama Budha, pada 29 November 2016 di kediaman beliau di JL Abdul Halim Kabupaten Majalengka. 25 Wawancara dengan Edi Subhari, Pengurus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin tanggal 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Majalengka.

36 28 ubahnya dengan penganut agama Khonghucu. Dilarangnya aktivitas peribadatan agama Khonghucu di Indonesia tentunya menyebabkan kesulitan bagi penganut agama Khonghucu di Indonesia, khususnya di Majalengka untuk mengekspresikan kebebasan beragamanya. Pada tahun ini juga aktivitas klenteng Hok Tek Tjeng Sin bubar, karena ketakutan akan tekanan yang terjadi. Aktivitas di klenteng dicap sebagai salah satu gerakan Baperki oleh para tentara. Semuanya digeneralisasi ketika itu. Segala sesuatu yang ada hubungannya dengan klenteng dianggap Baperki. 26 Masyarakat Tionghoa Majalengka tidak bisa berbuat banyak. Karena sumber daya manusia yang rendah, dan juga masyarakat Tionghoa Majalengka memang sedikit yang berpolitik ketika itu, jadi mereka tidak bisa menyuarakan hak-haknya. Dikarenakan sarana yang terbatas, pembelajaran dan peribadatan Agama Khonghucu makin sulit berkembang. Ini berimbas kepada anak-anak muda pada masa itu tidak mendapatkan pelajaran yang cukup mengenai agama Khonghucu. Makin hari, keluhuran anak-anak terhadap leluhurpun makin terkikis. Pada akhirnya, banyak yang konversi ke agama lain. Ada yang konversi ke agama Buddha, Katholik atau Protestan. Salah satu alasannya ialah ajaran Katholik ataupun Protestan yang dinilai lebih mudah dicerna ketimbang agama Khonghucu itu sendiri, yang dinilai lebih rumit Wawancara dengan Edi Subhari, Pengurus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin tanggal 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Majalengka. 27 Wawancara dengan Koh Aung, penganut Agama Khonghucu yang konversi ke Agama Budha, pada 29 November 2016 di kediaman beliau di JL Abdul Halim Kabupaten Majalengka.

37 29 Dalam Buku Kabupaten Majalengka dalam Angka Tahun 2016, penduduk Kabupaten Majalengka yang menganut agama Khonghucu pada Tahun 2015 hanya berjumlah 8 orang yang tersebar di 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Lemahsugih, Kecamatan Maja, Kecamatan Majalengka, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Panyingkiran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel Walaupun demikian, penduduk Kabupaten Majalengka yang beragama Khonghucu diduga lebih dari 8 orang, tetapi karena mereka tidak mengubah kembali nama agama di KTP nya, dan tetap menggunakan nama agama sebelumnya ketika mereka dilarang menulis agama Khonghucu di KTP tersebut. 28 Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka. Kabupaten Majalengka dalam Angka Tahun Majalengka: BPS Kabupaten Majalengka. 2016

38 30 Tabel 1 Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Majalengka, Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, C. Klenteng sebagai Tempat Ibadah Penganut Khonghucu 1. Pengertian Klenteng Menurut Suryanto (2006), pada jaman dahulu, dari jaman Nabi Fu Xie ( SM), Nabi Di Yao ( SM), Nabi Shun dari Negeri Yu ( SM), Nabi Gao Yao, Nabi Yi Yin, Nabi Zhou Gong dan dan lain-lain sampai pada Nabi Agung Kong Zi ( SM), belum dikenal istilah Klenteng, dahulu yang dikenal adalah Miao (Altar Kuil Leluhur), She (Altar Malaikat Bumi). Sekarang disebut Du Di Gong atau Hok Tek Zheng

39 31 Shen dan Jiao (Bangunan Ibadah untuk bersujud kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa). 29 Ketiga istilah ini, seiring perjalanan zaman telah mengalami derivatif makna dan fungsi, namun demikian asal muasal dan pengertian dasarnya tetap eksis, agar tidak bergeser pada kebenaran yang sebenarnya. Secara fisik dari sejak dulu telah ada sebutan untuk membedakan kuil-kuil yang ada, diantaranya; GONG artinya bangunannya megah (besar), dibangun oleh Raja/Pejabat (Pembesar), dengan makna dan fungsi yang lebih luas; Ci artinya Dibangun oleh masyarakat (kaum/marga) lebih untuk menghormati leluhur; Sementara MIAO tetap dipergunakan sebagai tempat ibadah/sembahyang yang baku. 30 Seiring perkembangan zaman, makna dan fungsi mengalami perubahan, dan nama kuilpun mengikuti perkembangan sesuai dengan macam dan jenis, diantaranya: YUAN :Bangunan yang bila ada pelajaran/taman baca/taman komunikasi sosial. TANG :Bangunan yang bila ada fungsi pelayanan rohani/keagamaan, upacara/ritual. TING : Bangunan yang bila berfungsi sebagai pendopo/kediaman tempat pemujaan. 29 Suryanto Sejarah Kelenteng dan Asal Mula Istilah Kelenteng. Diakses pada Tanggal 25 Maret 2017 dari 30 Bratayana Ongkowijaya, Permasalahan Kelenteng di Bumi Indonesia: Selayang Pandang Permasalahan Kelenteng Dewasa Ini.Medio Februari 2013.

40 32 AN :Bangunan yang bila berfungsi sebagai tempat pengasingan, menenangkan, hening. GUAN :Bangunan yang bila lebih sebagai sarana umum/kemasyarakatan. 31 Pada zaman Dinasty TANG ( M), saat itu ada klasifikasi yang lebih terarah yaitu: - Bagi Ru Jiao (Agama Khonghucu), yang berdasarkan Di dan Zu (Leluhur), maka sebutan tempat ibadahnya adalah MIAO dan CI. - Bagi Dao Jiao (Agama Dao), yang lebih tinggi derajat bangunannya dinamakan GONG dan yang lebih rendah/dibawahnya dinamakan GUAN. - Bagi Shi Jiao (Agama Budha) yaitu untuk Paderi Laki (Hwe Sio) disebut Si dan untuk pendeta wanita (Ni Khu) disebut AN. 32 Melalui perkembangan sejarah yang cukup lama akhirnya semua istilah ini bercampur baur menjadi satu yaitu Kelenteng. Padahal masingmasing istilah mempunyai makna tersendiri seperti yang telah dijelaskan di atas. Istilah klenteng sesungguhnya berasal dari istilah asli Indonesia. Timbulnya istilah klenteng erat sekali hubungannya dengan kebiasaan sebutan-sebutan dalam bahasa di pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya yang sering menyebutkan sesuatu yang berhubungan dengan bunyi. Istilah klenteng ini diambil dari suara yang terdengar dari bangunan 31 Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h Edi Suprapto, Atribut Dalam Kelenteng. Artikel diakses pada 27 Maret 2017 dari

41 33 suci tersebut ketika sedang menyelenggarakan upacara sembahyang yang berbunyi klinting-klinting atau jika genta besar, maka berbunyi klontengklonteng menurut pendengaran masyarakat sekitar. Kemudian untuk memudahkan penamaan bangunan suci ini maka disebutlah dengan istilah klenteng. 33 Dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer terdapat dua bentuk penulisan, yaitu klenteng dan kelenteng, tetapi keduanya memiliki makna yang sama yaitu bangunan tempat memuja, berdo a, bersembahyang dan melakukan upacara-upacara keagamaan bagi umat Khonghucu. Istilah yang digunakan dalam tulisan ini adalah kelenteng. Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kelenteng berasal dari Bahasa Cina Kwan Im Ting yang artinya bangunan kecil tempat pemujaan Dewi Kwan In Arsitektur Klenteng Arsitektur sebagai hasil karya manusia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor georafi, geologi, dan ilkim. Secara fisik, ketiga hal tersebut sangat berpengaruh terhadap penjelmaan bentuk arsitektur bangunan, termasuk pada bentuk arsitektur bangunan klenteng. Untuk memahami bentuk arsitektur bangunan klenteng, sebaiknya kita melihat arsitektur bangunan Tiongkok secara umum, terutam terhadap pola penataan ruang, langgam dan gaya, serta struktur dan konstruksi Bratayana Ongkowijaya, Permasalahan Kelenteng di Bumi Indonesia: Selayang Pandang Permasalahan Kelenteng Dewasa Ini.Medio Februari Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h. 26.

42 34 Untuk pola penataan ruang, bangunan arsitektur Tiongkok dikenal tata ruang dalam yang disebut dengan istilah Inner Court. Rumah Tiongkok ditandai dengan adanya empluvium (Court Yard sebagai suatu catatan dari pemikiran etnik Konfusius. Disamping itu cara hidup masyarakat yang diwujudkan dalam wujud fisik dan spiritual kehidupan juga ikut mewarnai bentuk dan penataan ruangnya. Kemudian untuk langgam dan gaya bangunan berarsitektur Tiongkok dapat dijumpai pada bagian atap bangunan. Umumnya dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agar besar pada bagian ujung atapnya. Hal ini yang disebabkan oleh struktur kayu dan teknik pada pembentukan atap sopi-sopi. 36 Lalu untuk struktur dan konstruksinya, bangunan berarsitektur Tiongkok tampak jelas pada sistem struktur dan konstruksinya. Lengkungan atapnya menonjol sebagai suatu akibat dari sistem struktur langka yang umumnya terbuat dari kayu. Bagi masyarakat awam klenteng kadang kadang disebut sebagai vihara, padahal klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Cina Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h Cokpraa, Arsitektur Kelenteng. Artikel diakses pada 27 Mei 2017 dari

43 35 Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama Sansekerta atau Pali, mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan klenteng dengan vihara. Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng daripada vihara. 38 Klenteng senantiasa memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan tempat ibadah yang lain, atribut-atribut unik tersebut senantiasa memiliki arti/makna tertentu, baik tulisan, relief, hiasan, warna, serta gambar-gambar tertentu yang memiliki arti tersendiri bagi umatnya (Edi Suprapto, 2014). 39 Hal utama yang pertama kali kita dapat lihat bahwa bangunan tersebut adalah kelenteng adalah warna dinding bangunan utama yang khas biasanya berwarna merah dan kuning bertuliskan hitam, dipintu paling luar biasanya terdapat prasasti / papan nama, prasasti wordpress.com/2015/05/09/arsitektur-kelenteng Sabar Sukarno. Dampak Perkembangan Agama Khonghucu Pasca Reformasi (Studi Kasus pindah agama umat Buddha di Tangerang). Penelitian Dosen. Tangerang, Sekolah Tingi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, h Edi Suprapto, Atribut Dalam Kelenteng. Artikel diakses pada 27 Maret 2017 dari

44 36 modern biasanya terbuat dari ukiran batu, sedang kelenteng lama biasa mengunakan papan Duilan. Warna merah biasanya mendominasi setiap bangunan klenteng karena dipercaya melambangkan kegembiraan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Warna kuning (keemasan) adalah warna kemuliaan, kerajaan, kemakmuran dan kekayaan. Sementara warna hitam melambangkan energi positif (Yang). Seperti klenteng-klenteng lainnya, bangunan klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang ada di Kabupaten Majalengka juga didominasi warna merah. Foto-foto di bawah ini menunjukkan dominasi warna merah baik ketika dilihat dari luar lingkungan klenteng, maupun setelah masuk ke dalam lingkungan klenteng. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2: Foto Klenteng Hok Tek Tjeng Sin di Kabupaten Majalengka

45 37 Gambar 3: Tampak Depan Bangunan Utama Klenteng Atribut yang lainnya adalah patung atau relief sepasang naga, harimau, kura-kura, burung hong, singa (ciok say / kilin), biasanya menghias di atas atap, di pilar-pilar penyangga, depan altar dan di pintu. Naga adalah mahkluk suci berkepala onta, bermata kelinci, berleher ular, bersisik ikan, bercakar elang, berperut katak, berjengot kambing, berkumis kucing, bertanduk menjangan, bertelinga sapi, dan bertaring harimau. Hal ini menandakan naga adalah wakil dari seluruh mahkluk hidup di dunia, dipercaya melambangkan keselamatan, bahkan pada jaman dulu dipercaya ukiran naga adalah symbol seorang raja. Secara kosmologi Naga adalah pelindung arah timur (lambang musim semi, penghidupan baru). Harimau diangap sebagai sosok penguasa yang ditakuti, dimana harimau sendiri adalah raja hutan / penguasa gunung,

46 38 meskipun harimau sangat berbahaya tetapi tidak dibenci, karena keberaniannya harimau malah dikagumi. Harimau melambangkan keberanian dan ditakuti oleh roh-roh jahat. Seorang ksatria atau jendral perang sering memakai atribut harimau baik di jubahnya ataupun di rumahnya. Harimau adalah pelindung arah barat (lambang musim gugur). 40 Kura-kura adalah hewan yang besar, kuat dan memiliki umur yang panjang, tetapi memiliki gerakan yang lambat, hal ini melambangkan sesuatu akan tercapai bukan karena sesuatu yang instan melainkan dengan memiliki niat yang kuat seperti kura-kura apapun dapat tercapai hingga memiliki umur yang panjang, (keseimbangan dan umur panjang) tempurung kura-kura memiliki guratan yang dipercaya mengandung rahasia langit. Kura-kura adalah pelindung bawah bumi (tempurung kurakura seperti setengah dari bumi), ada sebuah relief yang mengambarkan kura-kura bergulat dengan ular sebagai lambang utara, dan lambang musim dingin. Burung Hong adalah burung gaib, dimana dia adalah rajanya burung, ia melambangkan keindahan dan kedamaian, sebab itu dia menjaga arah atas (langit). Burung Hong juga banyak dikiaskan dengan permaisuri, jadi pasangan suami istri yang baru melangsungkan pernikahan biasanya memakai simbol liong dan hong (naga dan burung hong) Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h Edi Suprapto, Atribut Dalam Kelenteng. Artikel diakses pada 27 Maret 2017 dari

47 39 Sepasang singa Ciok say (singa kilin), adalah hewan penjaga pintu kelenteng, Sebagai binatang dewa, Kie Lin sendiri bentuknya sepintas mirip singa. Tetapi, bila dilihat secara agak mendetail maka terlihat kalau sebagian tubuh Kie Lin ini mewakili ke-18 binatang yang ada di bumi. Seperti badannya yang merupakan badan kuda tetapi memiliki sisik ular dan sisik ikan. Buntutnya pun dari kura-kura. Keempat kakinya juga berbeda semuanya. Ada yang berupa kaki burung hong (rajawali), kaki macan, kaki kerbau, dan kaki menjangan. Kedua matanya yakni mata kepiting, dengan telinga mewakili telinga kelinci serta bertaring macan. Sedangkan jenggot dan mulutnya merupakan mulut singa, sepasang singa dipercaya dapat menghalau keinginan jahat makhluk sebelum memasuki kelenteng. Ciok say biasanya ditempilkan sepasang kanan kiri dimana sebelah kiri laki-laki (memegang bola)dan sebelah kanan perempuan (memegang anak singga). Ciok say atau kilin dipercaya sebagai pelindung tengah(bumi). 42 Burung Vermilion (burung merah) adalah salah satu dari empat simbol dari rasi Cina. Sistem lima unsur Tao, itu merupakan elemen api, dan melambangkan arah selatan, dan musim panas. Jadi kadang-kadang disebut Vermilion burung dari Selatan. Hal ini dikenal sebagai Zhu Que dalam bahasa Cina, Suzaku di Jepang, Jujak di Korea dan Chu Tuoc di Vietnam, digambarkan sebagai burung merah yang menyerupai burung dengan bulu lima warna dan terus-menerus tertutup api, hampir mirip dengan mitologi barat dimana terdapat phoenix (burung api) tetapi 42 Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h. 28.

48 40 penampakan burung phoenix yang besar menjadikan tidak sama dengan Zhu Que Fengshui Dalam Masyarakat Tiongkok masih banyak terdapat kepercayaan tradisional yang turut menentukan jalan kehidupan mereka. Kepercayaankepercayaan ini tidak saja dipakai dalam upacara-upacara daur kehidupan manusia, seperti kelahiran, pernikahan dan kematian. Tetapi juga dalam berbagai bidang, misalnya dalam menentukan letak makam seseorang, dalam pembangunan tempat usaha, gedung-gedung maupun tempat tinggal. Kepercayaan tradisional yang dipakai dalam hal ini disebut Fengshui atau disebut juga geomancy, yaitu ilmu pengetahuan yang mengolah bagaimana cara memanfaatkan suatu lingkungan. Sedangkan dalam ensiklopedia sincia, Fengshui didefinisikan sebagai hal-hal yang timbul dan dapat dilihat dari keindraan Yin dan Yang. Istilah Fengshui secara harfiah diterjemahkan sebagai angin dan air, yaitu sesuatu istilah tentang aturan penempatan letak gedung dan bangunan buatan manusiab agar seimbang dan menguntungkan dengan lingkungan fisik disekitarnya, dalam bahasa klasik Tiongkok, istilah Fengshui disebut Kan Yu. 44 Berdasarkan fungsinya, istilah angin dan air adalah untuk mengatur penempatan letak gedung dan bangunan buatan manusia agar 43 Edi Suprapto, Atribut Dalam Kelenteng. Artikel diakses pada 27 Maret 2017 dari 44 Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h. 23.

49 41 seimbang dengan lingkungan di sekitarnya selain juga mengungtungkan manusianya. Kata Feng (angin) dan Shui (air) menggambarkan kekuatan unsur-unsur yang mengalir di alam; kekuatan ini tidak hanya berada di permukaan bumi, seperti yang telah ditimbulkan oleh angin dan air, tetapi juga yang ada di bagian dalam bumi. Tata letak aturan Fengshui bertujuan mengelola dan membina sumber energi vital atai Qi yang ada di dalam tanah. Fungsi Fengshui di sini adalah mengatur letak dari suatu bangunan beserta isinya agar serasi dengan Qi yang ada pada alam. 45 Dalam pembangunan sebuah klenteng yang mempunyai hubungan erat dengan ahli fengshui adalah penata klenteng, pemborong bangunan dan perencanaan bangunan. Mereka percaya bahwa faktor keberuntungan dalam fengshui diwujudkan dalam ukuran ruang, pemberian warna dan urutan rangkaian pembangunan akan membawa berkah. Ada beberapa peraturan dasar dalam fengshui yang digunakan untuk pembangunan klenteng, yaitu: a. Dalam konstruksi atap, rancangan atau dekorasi di bubungan sangat penting. Misalnya: Naga, burung Hong, dan binatang berkaki empat lainnya mempunyai tanda yang baik, bila digabungkan dalam bentuk desain hubungan. Orang yang menggunakan gedung tersebut akan mendapat keberuntungan dan kebahagiaan. b. Pemberian warna dalam pembangunan klenteng mempunyai arti yang penting karena warna-warna tertentu mempunyai arti tersendiri, 45 Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h. 25.

50 42 misalnya warna kuning, hijau, dan biru digunakan sebagai simbol kekuatan, panjang umur, dan rahmat Tuhan. c. Penomoran ruang secara tepat juga memegang peranan yang besar, sebab ada anggapan bahwa nomor 1, 5, dan 9 adalah nomor-nomor yang baik, sedangkan nomor-nomor yang merupakan kelipatan 4 (4, 8, 12, dan seterusnya) harus dihindarkan. 46 Selain hal-hal tersebut adap beberapa aspek lain yang mendapat perhatian khusus dalam pembangunan klenteng, seperti diantaranya lokasi memiliki karakter tanah bergelombang dan memiliki banyak warna, berdekatan atau menghadap jalur air (sungai, danau yang tenang, dan laut), serta ditanami tumbuhan terutama yang dapat bertahan pada berbagai cuaca. 46 Departemen Pendidikan Nasional, Klenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 2000), h. 24.

51 43 BAB III DINAMIKA EKSISTENSI KLENTENG HOK TEK TJENG SIN DAN PENGANUT AGAMA KHONGHUCU DI KABUPATEN MAJALENGKA A. Eksistensi Penganut Agama Khonghucu Masa Orde Baru Etnis Tionghoa di Indonesia sudah mengalami diskriminasi rasial sejak masa Kolonial Belanda. Bahkan pada tahun 1740 di bawah perintah Gubernur Jendral Valckenier terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap etnis Tionghoa di Batavia. Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa tidak berhenti hanya pada masa Kolonial Belanda, namun terus berlanjut hingga Orde Lama dan Orde Baru. 1 Jatuhnya rezim Orde Lama tidak serta merta membawa angin segar terhadap hilangnya diskriminasi rasial yang dialami oleh etnis Tionghoa di Indonesia. Nyatanya diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa masih saja berlanjut pada masa Orde Baru. Diskriminasi terhadap orang Tionghoa oleh pemerintahan Orde Baru dilakukan dengan cara, diantaranya: mengeluarkan kebijakan penandaan khusus pada Kartu Tanda Penduduk; warga etnis Tionghoa dilarang menjadi pegawai negeri dan tentara; warga etnis Tionghoa dilarang memiliki tanah di daerah pedesaan, dan masih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang bersifat mendiskreditkan serta mendiskriminasi dimana hal itu secara otomatis merenggut hak asasi mereka sebagai warga negara Indonesia dan sebagai manusia. 2 1 Ongkoham. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina - Sejarah Etnis Cina di Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008), h Ni Nyoman Ayu Nikki Avalokitesvari, Diskriminasi Etnis Tionghoa di Indonesia Pada Masa Orde Lama dan Orde Baru artikel diakses pada 9 April 2017 dari

52 44 Tionghoa: Beberapa kerusuhan rasial yang terjadi menimpa warga etnis Pada tanggal 10 Mei 1963 terjadi di Bandung, kerusuhan anti suku peranakan Tionghoa terbesar di Jawa Barat, awalnya terjadi di kampus ITB, antara mahasiswa pribumi dengan mahasiswa non pribumi, menjadi kerusuhan yang menjalar kemana-mana bahkan ke kota-kota lain seperti Jogyakarta, Malang, Surabaya dan Medan. Tahun sekolah-sekolah Tionghoa di Indonesia ditutup dan koran berbahasa Tionghoa juga ditutup. Pada tanggal 27 Juni 1973, sekelompok pemuda menghancurkan toko-toko Tionghoa berawal dari pemilik toko memakai kertas yang bertuliskan arab sebagai pembungkus. Tahun 1978, pelarangan menggunakan karakter-karakter huruf Tionghoa di setiap barang dan media cetak. Tanggal 14 Januari 1996, massa mengamuk usai pertunjukkan musik Iwan Fals, mereka melempari toko-toko Tionghoa, mereka kecewa tidak bisa masuk karena tidak punya karcis. ( warga etnis Tionghoa seringkali jadi sasaran amuk massa, apapun masalahnya, terkadang tidak ada hubungan dan sangkut paut dengan ke etnisan ). Mei 1998, kerusuhan rasial yang paling dikenang masyarakat Tionghoa Indonesia. Toko-toko dan perusahaan milik Tionghoa dihancurkan massa,

53 45 konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung dan Solo. Sebagian wanita Tionghoa diperlakukan kasar dan tidak manusiawi, mereka menderita fisik dan pasti bathin nya juga, namun pada waktu itu pemerintah terkesan menutupi kejadian tersebut, hal ini menjadi lembaran hitam sejaran di Indonesia. 3 Memeluk suatu agama adalah salah satu bentuk Hak Asasi Manusia. Di Indonesia, hal tersebut dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28 E ayat (1) menjelaskan bahwa setiap orang bebas memeluk dan beribadat menurut agamanya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 menyatakan adanya enam agama di Indonesia yaitu: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. 4 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksistensi adalah hal berada, atau keberadaan 5. Keberadaan menjadi hal yang menarik kali ini, karena disaat jumlah penganut Khonghucu yang memang sedikit dan minoritas, kembali dikurangi dengan adanya larangan beragama Khonghucu, karena Khonghucu tidak dianggap agama oleh pemerintah pada masa Orde Baru. Perwujudan diskriminasi yang sangat dirasakan golongan etnis Tionghoa adalah mengenai agama dan kehidupan beragama, khususnya bagi yang beragama Khonghucu. Sejarah Khonghucu di Indonesia pada umumnya memiliki banyak lika-liku. Dari mulai zaman kolonial, hingga perdebatan pro 3 Aimee Dawis, Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h http: // /klinik/ detail/ cl6556/ ham-dan-kebebasan- beragama-di-indonesia, diakses pada tanggal 26 Desember diakses pada tanggal 26 Desember 2016.

54 46 dan kontra Khonghucuisme antara orang-orang etnis Tionghoa sendiri. 6 Agama Khonghucu, walaupun kehadirannya tersendat-sendat, tidak mempunyai lembaga terorganisasi maupun cara-cara upacara keagamaan yang baku, tetapi dapat bertahan sampai enam kongres. Hal yang penting dalam Kongres keenam tersebut adalah bahwa pada pertemuan itulah ditetapkan struktur organisasi dan pola ritualnya. Dari mulai menggunakan lithang atau klenteng untuk upacara-upacara keagamaan; nama organisasi menjadi Majelis Tinggi Agama Khonghucu di Indonesia atau MATAKIN pada tingkat nasional dan Majelis Agama Khonghucu Indonesia atau MAKIN pada tingkat daerah; menunjuk tiga macam pejabat keagamaan; serta adanya kitab suci terjemahan bahasa Indonesia, yaitu Empat Kitab (Susi) dan Lima Karya Klasik Gouw Khing (Wujing). 7 Namun keadaan berubah ketika akan diadakan kongres kesembilan pada Februari Kongres ini dibatalkan dan sejak itu MATAKIN tidak boleh mengadakan kongres lagi. Pada tanggal 5 April 1979, pengurus MATAKIN diandang Menteri Agama, yang mengumumkan bahwa agama Khonghucu akan dikelola di bawah Dirjen Hindu dan Buddha. Akibatnya, kedudukan agama Khonghucu menjadi tidak jelas. Khonghucu diberlakukan sebagai bukan agama. Mereka mengandalkan Instruksi Presiden Soeharto setelah sidang kabinet tanggal 27 Januari 1979 yang jelas-jelas menyatakan bahwa Khonghucu bukan agama. Khonghucu dianggap hanya sebagai ajaran 6 M. Ihsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia (Jakarta: Penerbit Pelita Kebajikan, 2003), h Melly G. Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 201.

55 47 filsafat, sebagaimana keberadaan Khonghucu di negeri asalnya, yaitu Cina. 8 Pada saat yang sama, rezim Soeharto menerapkan kebijakan pemaksaan asimilasi yang mewajibkan masyarakat Indonesia Tionghoa untuk melepas kebudayaan dan Bahasa Mandarin. Dari mulai sekolah, pengimporan barang cetakan berbasaha Mandarin, hingga perayaan Tahun Baru Imlek, semuanya dilarang. 9 Di Kabupaten Majalengka pun demikian. Pelarangan atas segala hal yang berhubungan dengan kebudayaan Cina mulai terjadi. Pada pelajaran PMP di sekolah, hanya dicantumkan 5 agama, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Buddha. Pertunjukan barongsai yang biasa muncul ketika datang Tahun Baru Imlekpun dihilangkan. Tentu bisa dibayangkan betapa mencemaskannya kejadian ini bagi pemimpin dan penganut agama Khonghucu di Indonesia. Anak-anak keturunan selanjutnya tidak bisa lagi memilih Khonghucu sebagai agama pilihan dalam pelajaran agama di sekolah. Bagi mereka yang mau menikah pun harus memilih salah satu dari agama yang diakui pemerintah. Di KTP dilarang dicantumkan agama Khonghucu. Jadi solusinya ketika itu ialah tetap beragama Khonghucu dan menjalankan ibadahnya sesuai ajaran Khonghucu, tetapi mengubah kolom agama di KTP, atau solusi lainnya adalah konversi atau pindah agama Ongkoham, Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina: Sejarah Etnis Cina di Indonesia (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), h Aimee Dawis, Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h Melly G. Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 203.

56 48 B. Agama Khonghucu dan Konversi Agama Meskipun konversi merupakan istilah Yahudi dan Kristen, tapi kata konversi bisa juga digunakan secara umum. Konversi adalah fenomena yang berkaitan dengan metamorfosis atau perubahan keyakinan seseorang atau kelompok. Perubahan ini bisa dikarenakan pengalaman atau hal yang lainnya. Hampir semua agama memiliki bentuk inisiasi atau ritual peralihan agama, baik itu masuk ke dalam agama tersebut, maupun keluar dari agama tersebut 11. Penyebab konversi ini bisa macam-macam. Bisa karena pengalaman, atau bahkan perkawinan. Tapi yang akan dibahas di sini adalah konversi karena krisis. Beberapa jenis krisis dapat menyebabkan konversi agama. Bisa jadi krisis politik, agama, psikologis, budaya, atau mungkin situasi yang memungkinkan penganut suatu agama tertentu mencari opsi baru dalam beragama. Selama krisis berlangsung, segala aspek keberagamaan, seperti ritual dan lainnya tidak berfungsi dengan baik sehingga individu si penganut agama pun terganggu. Menurut para ilmuwan sosial, konversi dalam situasi ini dapat disebut dengan coping mechanism atau mekanisme bertahan 12. Inilah tepatnya yang terjadi dengan penganut agama Khonghucu di kabupaten Majalengka. Ada beberapa keluarga keturunan Tionghoa di kabupaten Majalengka. Mereka datang ke Kabupaten Majalengka lebih dari satu abad yang lalu dengan agama asli Khonghucu. Ketika muncul larangan 11 Mircea Eliade, The Encyclopedia of Religion (New York: Macmillan Publishing Company, 1987), h Coping Mechanism adalah reaksi, cara atau mekanisme individu dalam menyelesaikan suatu masalah. Cara individu bereaksi dengan lain kepribadian dan sikap yang tampak. Ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau mental manusia yang dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, keturunan dan situasi.

57 49 terhadap agama Khonghucu, reaksi penganut agama Khonghucu di kabupaten Majalengka beragam, bisa dikategorikan sesuai dengan usia atau generasinya. Bagi generasi keempat keturunan Tionghoa, yang pada saat itu berusia sekitar 30 hingga 40, mencantumkan agama Buddha di KTP menjadi salah satu solusinya. Hal ini dikarenakan klenteng dan vihara dianggap sama ketika itu, jadi tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal ibadah. Generasi keempat lainnya ada juga yang konversi ke agama Katholik atau Protestan. Hal ini pun dilakukan semata mata hanya untuk mengisi kolom Kartu Tanda Penduduk yang tidak boleh mencantumkan agama Khonghucu. Sebagian dari mereka hanya mencantumkan Katholik dan Protestan pada kolom agama di Kartu Tanda Penduduk, sebagian lainnya benar-benar konversi bahkan menjadi pastor di salah satu gereja di Kabupaten Majalengka. Kebetulan ketika saat itu agama Katolik dan Protestan sedang berkembang di Kabupaten Majalengka. 13 Pada tahun 1970, Tanuwijaya mendirikan Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil, atau yang dikenal dengan SEAPIN dan Gereja Penyebaran Injil di Kabupaten Majalengka. 14 Ini adalah cikal bakal berdirinya Gereja-gereja Kharismatik di Kabupaten Majalengka. Hingga hari ini, tercatat ada 12 bangunan gereja di Kabupaten Majalengka Wawancara dengan Koh Aung, Penganut Agama Khonghucu yang konversi ke Agama Buddha, pada 29 November 2016 dikediaman beliau di JL Abdul Halim Kabupaten Majalengka. 14 Wawancara dengan Robert Purba, Dosen Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Kabupaten Majalengka pada 19 Desember 2016 di Asrama Mahasiswa Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Kabupaten Majalengka. 15 Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, Kabupaten Majalengka Dalam Angka (Majalengka: BPS Majalengka, 2016), h. 106.

58 50 Klenteng Hok Tek Tjeng Sin, yang memang fungsinya adalah rumah ibadah bagi penganut agama Khonghucu di dalam dan luar Kabupaten Majalengka, juga dikunjungi oleh masyarakat Tionghoa beragama lain. Masyarakat Tionghoa berkunjung ke klenteng untuk menghormati leluhur mereka, terlepas dari agama yang mereka anut. Karena menghormati leluhur sudah menjadi budaya, dan bukan hanya ritual dalam agama Khonghucu. 16 Bagi penganut agama Khonghucu di Majalengka yang sudah konversi ke agama lain pun, sebagian masih mengunjungi klenteng untuk menghormati leluhurnya. Semangat ini yang belum hilang dari sebagian masyarakat Tionghoa Majalengka. Seperti diungkapkan Hendra, 40, yang berpindah agama dari Khonghucu ke Protestan, masih mengunjungi Klenteng Hok Tek Tjeng Sin karena masih ingin menghormati ajaran ayahnya, yang masih beragama Khonghucu. Beliau adalah salah satu pengurus Gereja Penginjilan di Majalengka. Menurutnya, tidak ada masalah dengan penghormatan terhadap leluhur, dan beliau tidak merasa hal itu mengganggu keyakinannya sebagai penganut Kristen Protestan. Meskipun beliau menyayangkan adanya larangan untuk menganut agama Khonghucu, agama yang diyakininya sekarang tidak menghalanginya untuk tetap menghormati leluhur-leluhurnya. 17 Hendra bukan masyarakat Tionghoa satu-satunya penganut Kristen Protestan di Majalengka. Namun tidak semuanya masih datang ke Klenteng 16 Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama I (Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1981), h Wawancara dengan Hendra, Pengurus Gereja Penginjilan Kabupaten Majalengka, pada 19 Desember 2016 di Gereja Penginjilan Kabupaten Majalengka

59 51 Hok Tek Tjeng Sin. Di asrama SEAPIN Majalengka saja ada lebih dari 20 mahasiswa keturunan Tionghoa, namun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, banyak dari anak muda yang sudah tidak tertarik dengan ajaran Khonghucu. 18 Lain halnya dengan H. Otong Junaedi, 61. Beliau adalah salah satu penganut agama Khonghucu yang pindah ke Agama Islam. Beliau pindah agama sejak Sekolah Menengah Pertama. Menurut pendapat beliau, konversi agama memang bisa banyak penyebabnya, apalagi pada masa Orde Baru. Tapi beliau sendiri pindah agama setelah mendapat ajaran agama Islam di sekolahnya. Sejak saat itu Beliau beranggapan bahwa agama harus resmi, harus lengkap dari Tuhan, Nabi dan kitab sucinya. Meskipun beliau mengagumi filsafat Khonghucu, namun filsafat Islam menurutnya lebih menarik. Salah satunya adalah ajaran Konfusius yang mengajarkan manusia untuk tidak melawan arus, tidak beda dengan filsafat Thawaf dalam ibadah Haji. 19 Bagi Christina, 63, pindah ke Agama Buddha menjadi solusi ketika Agama Khonghucu dilarang pada masa Orde Baru. Karena menurutnya Agama Buddha adalah yang paling dekat ajarannya dengan Agama Khonghucu, juga tempat ibadah yang terletak pada satu lokasi. Sudah turun temurun keluarganya menganut Agama Khonghucu, dan pada akhirnya beliau harus konversi ke Agama Buddha, agama yang dipeluk hingga hari ini. 18 Wawancara dengan Robert Purba, Dosen Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Kabupaten Majalengka pada 19 Desember 2016 di Asrama Mahasiswa Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Kabupaten Majalengka. 19 Wawancara dengan H. Otong Junaedi, penganut Agama Khonghucu yang konversi ke Agama Islam, pada 20 Desember 2016 di kediaman beliau di JL Abdul Halim Kabupaten Majalengka.

60 52 Anak-anaknya yang tinggal di luar kota pun semuanya menganut agama Katolik. 20 Beberapa contoh di atas bisa dikatakan mewakili peristiwa konversi agama Khonghucu di Majalengka sejak dilarangnya pada masa Orde Baru. Kebebasan beragama yang ketika itu dikekang memang menjadi alasan utama mereka pindah agama, walaupun setiap orang memiliki alasannya masing-masing. Hampir semua keturunan Tionghoa Majalengka generasi ke lima menganut agama Kristen Katholik, atau Protestan. Hal ini dikarenakan minimnya sarana untuk belajar agama Khonghucu, dan juga agama Kristen Katholik dan Protestan dinilai lebih mudah dan menarik untuk dipelajari. Tidak seperti pendahulunya, yang masih bisa menerima ajaran Konfusius yang memang lebih kompleks dan butuh pembelajaran lebih. Masalah ini sebenarnya masih menjadi cerminan atas apa yang terjadi di seluruh Indonesia pada hari ini. Sulitnya belajar agama Khonghucu salah satunya dikarenakan belum adanya universitas agama Khonghucu di Indonesia. Hal ini terjadi karena salah satu syarat untuk mendirikan universitas agama Khonghucu adalah para pengajar yang harus memiliki gelar sarjana di bidang agama Khonghucu. Syarat yang jelas tidak masuk akal, mengingat mustahilnya syarat tersebut akan terpenuhi jika peraturan yang ada seperti sekarang ini Wawancara pribadi dengan Christina, penganut Agama Khonghucu yang konversi ke Agama Buddha, pada 20 Desember 2016 di kediaman beliau di JL Abdul Halim Kabupaten Majalengka. 21 Wawancara dengan Bratayana Ongkowijaya, SE, XDS, Ketua Bidang Organisasi dan Lintas Agama Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) pada tanggal 19 November 2016 di Khongcu Bio Tangerang.

61 53 C. Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Pasca Orde Baru Di masa pasca Orde Baru, partisipasi sosial kalangan etnis Tionghoa sangat menonjol. Pada umumnya, mereka aktif bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan. Banyak sekali diantara mereka memilih profesi sebagai guru, dokter, hakim, polisi dan tentara. Mereka mendirikan berbagai sekolah dari TK sampai universitas. Demikian juga, puluhan rumah sakit didirkan oleh kalangan etnis Tionghoa dengan tujuan sosial semata yaitu memberikan bantuan medis bagi yang membutuhkan tanpa memandang kemampuan ekonomi pasien. Selaras dengan berlangsungnya reformasi, berbagai kegiatan sosial dilakukan oleh organisasi-organisasi Tionghoa antara lain membantu bencana alam. Di bidang pendidikan mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari kursus Bahasa Inggris, Mandarin, komputer sampai akademi dan universitas. Kalangan muda Tionghoa mulai aktif memasuki bidang-bidang profesi di luar wilayah bisnis semata. Mereka sekarang secara terbuka menjadi artis, penyiar TV, model, wartawan, politikus dan sebagainya. Di dalam kehidupan sosial mereka mulai membuka diri, mau peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Dalam hubungan mereka dengan negara leluhur (Republik Rakyat Cina) pada umumnya mereka mengambil sikap bahwa hubungan tersebut hanya bersifat kekerabatan semata. Mereka sudah sepenuhnya merasa menjadi bangsa Indonesia karena lahir, besar dan meninggal serta dikuburkan di Indonesia. Filsafat mereka sekarang adalah Luo di Sheng Gen yang berarti berakar di bumi tempat berpijak, dapat diartikan menetap di Indonesia selama-lamanya

62 54 menggantikan filsafat sebelumnya Ye Luo Gui Gen yang berarti ibarat daun rontok kembali ke bumi. 22 Di Indonesia, penganut Agama Khonghucu kembali mendapatkan hak kebebasan beragamanya setelah rezim Orde Baru berakhir. Agama Khonghucu sekarang ini bebas untuk dianut oleh warga negara Indonesia. Banyak kebijakan pemerintah pasca reformasi yang mengakomodasi kepentingan umat Khonghucu dan etnis Tionghoa. 23 Berkembangnya kembali agama Khonghucu di Indonesia memberikan dampak positif bagi warga keturunan Tionghoa karena tidak hanya mendapatkan kembali hak kebebasan beragamanya tetapi juga kebebasan untuk mengekspresikan budaya aslinya. Sebagian besar warga Tionghoa apapun agama resminya tetap melaksanakan tradisi yang dipelihara sejak dulu. Dapat dikatakan tradisi lebih penting dari agama. Sehingga ketika terjadi perubahan dalam Agama Khonghucu dari kondisi tidak berkembang kemudian muncul lagi sebagai agama resmi, maka hal ini tidak begitu berpengaruh pada kehidupan umat. Hubungan antar umat tetap harmonis, bahkan banyak yang tidak tahu atau tidak peduli akan munculnya kembali Agama Khonghucu. yang penting bagi umat adalah melaksanakan agama sesuai yang dianutnya. Tradisi Tionghoa tetap dilaksanakan dengan bebas oleh siapapun Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa sejak Reformasi, Majalah Tempo Edisi Etnis Cina di Zaman yang Berubah (2004), h Ongky Setio Kuncono, budaya/ 85-gus-dur- di-mata-orang-tionghoakhonghucu-html diakses pada 14 Januari Sabar Sukarno. Dampak Perkembangan Agama Khonghucu Pasca Reformasi (Studi Kasus pindah agama umat Buddha di Tangerang). Penelitian Dosen. Tangerang, Sekolah Tingi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, h. 37.

63 55 Di kabupaten Majalengka, masyarakat Tionghoa pun mengalami hal yang sama. Mereka kembali mendapatkan kebebasan untuk melakukan kegiatan keberagamaan secara bebas, tanpa tekanan dari manapun. Bagi yang beragama Khonghucu, tentu kembali beraktivitas di klenteng bukan lagi menjadi masalah. Namun ternyata tidak semudah itu agama Khonghucu menjadi kembali hidup di kabupaten Majalengka. Ada beberapa hal yang menjadikan agama Khonghucu tidak lagi banyak seperti sebelum masa Orde Baru. Selain tentunya konversi agama seperti yang sudah dibahas sebelumya, ada beberapa gesekan yang menyebabkan tidak mulusnya perkembangan agama Khonghucu pasca Orde Baru. 25 Apabila kita melihat kasus yang terjadi di Tangerang, biasanya penganut agama Khonghucu memilih agama Buddha untuk dicantumkan dalam Kartu Tanda Penduduk mereka. Dan Klenteng adalah tempat ibadah dimana umat agama Buddha, Khonghucu, dan Taoisme dapat melaksanakan ibadah. Kepemilikan klenteng adalah milik yayasan. Klenteng ada yang mandiri dan ada juga yang milik suatu yayasan dimana yayasan itu juga memiliki vihara dalam binaan agama Buddha. Pihak Khonghucu beranggapan bahwa klenteng cenderung ke agama Buddha dengan memberi nama vihara. Pihak Khonghucu mengklaim bahwa seharusnya klenteng adalah milik agama Khonghucu. Minimal klenteng dikembalikan pada fungsi aslinya sebagai tempat ibadah umat agama Buddha, Khonghucu, dan Taoisme. Namun untuk selanjutnya diharapkan bahwa klenteng dapat beralih 25 Wawancara pribadi dengan Horgen, penganut agama Khonghucu, pada tanggal 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka.

64 56 fungsi sebagai Lithang yaitu tempat ibadah umat beragama Khonghucu. Dari kepentingan yang berbeda tersebut maka terjadi sengketa dalam kepemilikan klenteng. Hal ini disebabkan karena umat yang beribadah di klenteng diantaranya adalah penganut Khonghucu, tetapi pemilik klenteng belum tentu penganut Khonghucu. Ketika klenteng akan dijadikan sebagai tempat ibadah Khonghucu maka ditolak oleh pemilik klenteng. Sehingga yang terjadi adalah perebutan aset klenteng, bukan perebutan umat. 26 Yang terjadi di Kabupaten Majalengka bukanlah gesekan antara penganut agama Khonghucu dan Buddha. Hubungan antara keduanya sangat baik hingga hari ini. Yang terjadi adalah gesekan penganut agama Khonghucu dengan pihak gereja. Di Kabupaten Majalengka, Gereja Katolik dan Protestan adalah yang paling banyak dikunjungi penganut agama Khonghucu pada masa Orde Baru. Pada masa itu kegiatan di gereja-gereja sedang berkembang pesat. Ibadah setiap hari Minggu pun menjadi kegiatan rutin. Ketika larangan beragama Khonghucu telah dicabut, sebagian besar penganut agama Khonghucu telah resmi beragama Katolik dan Protestan. Sebagian lagi tidak melanjutkan ibadahnya di gereja, karena memang ibadah yang dilakukan hanyalah kamuflase. karena mereka merasa jemaat yang beribadah di gereja setiap hari Minggu menjadi berkurang, pihak gereja pun mempertanyakan status beberapa anggota gereja. Mereka mengira bahwa penganut agama Khonghucu yang beribadah di gereja telah konversi, tapi 26 Sabar Sukarno. Dampak Perkembangan Agama Khonghucu Pasca Reformasi (Studi Kasus pindah agama umat Buddha di Tangerang). Penelitian Dosen. Tangerang, Sekolah Tingi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, h. 36.

65 57 nyatanya tidak semua. 27 Meskipun ada yang kembali ke agama Khonghucu, statistik tetap menunjukkan bahwa jumlah penganut Khonghucu di Majalengka tetaplah sangat sedikit, jauh bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum Orde Baru. Ini dikarenakan selain konversi agama, sebagian penganut agama Khonghucu telah merantau ke luar kota. 27 Wawancara pribadi dengan Li-Na, Penganut Agama Khonghucu, di kediaman beliau di Babakan Jawa Kabupaten Majalengka.

66 58 BAB IV EKSISTENSI KLENTENG HOK TEK TJENG SIN PADA MASA SEKARANG A. Peran Iwan Satibi Mempertahankan Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Pada tahun 1967, Dr. Iwan Satibi datang ke Majalengka. Beliau adalah orang yang sangat berjasa atas usahanya mempertahankan klenteng Hok Tek Tjeng Sin, karena memang beberapa kali bangunan ini ingin dirubuhkan oleh pemerintah setempat kala itu. Dr. Iwan Satibi, lahir di Probolinggo tanggal 16 September Beliau mengenyam pendidikan kedokteran di Universitas Airlangga Surabaya. Setelah lulus dari kuliah kedokteran, beliau pernah ditugaskan di Jakarta, di RS Angkatan Laut. Tidak lama tinggal di Jakarta, setelah itu pindah ke Cideres menjadi kepala dinas kesehatan Kabupaten Majalengka merangkap kepala Rumah Sakit Cideres. Beliau tidak mau tinggal di kota besar karena menurutnya, kebutuhan kampung ataupun kota terhadap dokter sama besarnya. Dr. Iwan Satibi tidak mematok harga kepada pasiennya. Banyak dari pasien yang membayar dengan ayam, ikan atau bahkan sayuran. Banyak pula pasien yang berobat gratis, atau bahkan diberi ongkos pulang oleh beliau. Menyumbang masjid, panti asuhan pun sudah menjadi kebiasaannya. Jiwa sosial yang sangat tinggi inilah yang juga menjadi gambaran betapa pedulinya seorang Iwan Satibi terhadap kepentingan umat. 1 Beliau juga sangat menghormati ajaran Konfusius. 2 1 Ardian Zhang. Dr Iwan Satibi, Dokter yang Berdedikasi Tinggi tionghoa.net/ index.php/item/3704-dr-iwan-satibi-dokter-yang-berdedikasi-tinggi diakses tanggal 15 November Zakiah Darajat, Perbandingan Agama I (Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982), h. 42.

67 59 Klenteng Hok Tek Tjeng Sin sempat hampir diambil alih oleh pemerintah daerah. Bukan untuk dirawat, tapi dimaksudkan untuk dirubuhkan. Namun Dr. Iwan Satibi mengusahakan dengan cara mengirim surat kepada Kemendikbud agar Klenteng ini tidak diambil alih, atau bahkan dirubuhkan. 3 Karena bagaimanapun juga rumah ibadah harus tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Setelah berhasil mendapatkan surat dari Kemendikbud, klenteng Hok Tek Tjeng Sin pun bisa digunakan sebagaimana fungsinya. Klenteng ini sudah menjadi tempat peribadatan penganut Khonghucu sejak saat itu. Klenteng ini pun menjadi cagar budaya, meskipun sempat kurang diperhatikan. Dengan dilarangnya agama Khonghucu, jemaat yang aktif beribadah di Klenteng ada sekitar 8 sampai 10 orang. Iwan Satibi, dengan wataknya yang saklek, tetap mengajarkan ajaran Konfusius walaupun yang mau belajar tidak banyak. Menurutnya, jumlah murid, sebanyak apapun tidak masalah, walaupun hanya satu orang yang penting mau belajar. Dengan kemampuannya, Iwan Satibi tidak kesulitan mengajarkan isi kitab Agama Khonghucu yang memang berbahasa Mandarin. Tentu saja ketika itu kebaktian di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin menggunakan Bahasa Sunda, karena jemaat di sana tidak ada yang bisa berbahasa Mandarin, dan tidak ada pembelajaran Bahasa Mandarin. 4 Begitupun yang terjadi pada tahun-tahun setelahnya. Dilarangnya agama Khonghucu di Indonesia, khususnya di Majalengka, walaupun 3 Wawancara dengan Edhy Subarhi, Pengurus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin tanggal 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Majalengka. 4 Wawancara dengan Horgen, penganut agam Khonghucu, pada tanggal 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka.

68 60 menyebabkan konversi penganut agama Khonghucu ke agama lain, tidak membuat surut para jemaat klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang hanya sedikit untuk terus beribadah di klenteng, dan juga mempelajari ajaran nabi Khonghucu. Yang paling ditekankan oleh Iwan Satibi ialah tentang menghormati yang lebih tua. Orang tua, kakek nenek, dan juga leluhur diatasnya. Karena dalam ajaran agama Khonghucu memang penting sekali untuk menghormati yang lebih tua, dan tidak durhaka kepada mereka. Ajaran ini dinamakan bakti. 5 Menurut ajaran Khonghucu, manusia harus seimbang lahir dan batinnya, karena jika tidak, hidupnya bisa hancur. Manusia juga harus pandai membaca kehendak alam. Setiap kejadian, setiap gejala alam yang muncul, haruslah ditafakuri karena pasti ada pelajaran yang bisa diambil darinya. Juga setiap kejadian yang menyenangkan atau bahkan musibah, pasti ada hubungannya dengan perbuatan manusia, sebagai bentuk keseimbangan. 6 Klenteng Hok Tek Tjeng Sin memiliki Sien Bing Tio Hok Tek. Selama hidupnya, Tio Hok Tek ini adalah orang yang baik dan memiliki sifat lemah lembut. Setelah menjadi dewa, barulah bernama Hok Tek Tjeng Sin, yang berarti guru dari segala ilmu. Leluhur, yang sangat dihormati di dalam Agama Khonghucu, adalah sesama manusia juga semasa hidupnya. Begitulah ajaran Agama Khonghucu yang diajarkan oleh Iwan Satibi selama mengurus dan mempertahankan klenteng ini. Beliau juga selalu memperingatkan bahwa manusia memang memiliki banyak hawa nafsu, oleh Berbakti Kepada Orang Tua dan Agama, Kedaulatan Rakyat, 7 Mei 2006, h Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama Bagian I (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), h.

69 61 karenanya hati-hati dan kendalikan hawa nafsu jika tidak ingin menderita di kemudian hari. 7 Pada tahun 1997, jemaat klenteng Hok Tek Tjeng Sin mulai bertambah, makin banyak yang beribadah di klenteng. Tapi sayangnya ini bukan pertanda bagus karena ternyata, masalah yang ditimbulkan beberapa oknum pengurus mengakibatkan perpecahan di tubuh kepengurusan klenteng. Puncaknya terjadi pada tahun Iwan Satibi yang menganggap aktivitas klenteng sudah melenceng dari apa yang diperjuangkan sebelumnya, menggunakan hak vetonya sebagai dewan pembina untuk mengganti kepengurusan di tubuh klenteng. Sejak saat itu, masyarakat yang aktif beribadah di klenteng kembali berkurang. Hal ini tidak menjadi masalah menurut Iwan Satibi, karena seperti apa yang pernah beliau sampaikan, angka tidaklah menjadi kendala untuk keberlangsungan aktivitas di klenteng Hok Tek Tjeng Sin. 8 B. Pengaruh Abdurrahman Wahid Terhadap Klenteng Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang dihuni oleh berbagai macam suku, ras, dan agama. Di Indonesia, setiap warga negaranya diberikan kesempatan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD Wahyu Wibisono, Selamat Jalan Ie Tiong Bie, Dr. Iwan Satibi, artikel diakses pada 15 November 2016 dari webe/selamat-jalan-ie-tiong-bie-dokter-iwan-satibi_ 568bb4df af7a5d7 8 Wawancara dengan Ade Susilo, Penganut Agama Khonghucu pada 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka.

70 62 Pasal 29 Ayat (2) bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. 9 Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid memberikan ruang atau tempat bagi masyarakat Tionghoa yang hidup di Indonesia. Pemikirannya tentang konsep bangsa Indonesia merupakan konsep pemikiran baru yang berbeda dari sebelumnya. Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan Indonesia tidak hanya dimiliki oleh orang penduduk asli Indonesia, tetapi dimiliki oleh penduduk bukan asli Indonesia. Oleh karena itu, etnis Tionghoa juga merupakan bagian dari warga negara Indonesia. 10 Keberadaan etnis Tionghoa di Nusantara telah mengalami sejarah yang panjang, termasuk terjadinya asimilasi dan akulturasi nilai-nilai budaya dan agama. Salah satu nilai yang paling utama yakni mengenai ajaran Konfusius. Sampai saat ini, ajaran Konfusius terus berkembang dan memiliki banyak penganut di Indonesia. Meskipun agama Khonghucu merupakan agama minoritas, namun kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing menjadi bagian prinsipil dari kehidupan setiap manusia Ham dan Kebebasan Beragama di Indonesia artikel diakses pada 26 Desember 2016 dari http: // klinik/ detail/ l6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-indonesia 10 Ongky Setio Kuncono, Gus Dur di Mata Orang Tionghoa Khonghucu, artikel diakses pada 26 Desember 2016 dari http: // www. spocjournal. com/ budaya/85-gus-dur-di-mata- orang- tionghoakhonghucu.html 11 Airin Liemanto, Ratio Legis Presiden Abdurrahman Wahid Menjadikan Khonghucu Sebagai Agama Resmi Negara (Analisis Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina). Artikel Ilmiah Universitas Brawijaya, Malang, 2014, h. 2.

71 63 Pada tahun 2000, negara memberikan pengakuan resmi terhadap agama Khonghucu melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres No. 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Pencabutan Inpres tersebut juga diikuti dengan perayaan Tahun Baru Imlek yang dirayakan secara nasional. Setiap perayaan Hari Raya Khonghucu kemudian ditetapkan sebagai hari libur nasional guna menghormati penganut agama Konghuchu merayakan hari raya. Walaupun sejak keluarnya Keppres RI No.6 Tahun 2000 masyarakat Khonghucu mendapatkan kebebasan beragama, tetapi permasalahan mengenai status administrasi kependudukan masih belum terselesaikan. Meskipun demikian, masyarakat Khonghucu terus mengupayakan pemenuhan hak-hak sipil mereka kepada pemerintah. 12 Proses pengakuan Khonghucu menjadi agama tentu tidak secara tiba-tiba dilakukan di era Presiden Abdurahman Wahid. Namun proses Khonghucu menjadi agama yang diakui dan diterima di Indonesia mengalami masa yang tidak mudah. Mengingat sebelumnya, Indonesia hanya mengakui 5 Agama yaitu Islam, Katolik, Kristen, Hindu, dan Buddha. Sebagai negara yang multikultural dan pluralis, Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku, ras, budaya, bahasa, etnik, dan agama. Di negara ini banyak berkembang aliran-aliran kepercayaan. Tidak dapat dipungkiri, aliran kepercayaan yang ada di Indonesia sangat beragam dan sikap toleransi harus menjadi bagian dari masyarakat Indonesia untuk saling menghormati ), h Melly G. Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h Budhy Munawar-Rachman, Membela Kebebasan Beragama. (Jakarta: Democracy Project,

72 64 Pada pemerintahan Abdurrahman Wahid yang berlangsung terhitung singkat menjabat menjadi Presiden, yaitu pada tahun 1999 sampai tahun 2001 terdapat berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Pada tahun 2000, beliau memberikan keputusan presiden untuk mencabut Inpres No. 14 Tahun Pemikiran Abdurrahman Wahid dan kebijakan yang dikeluarkan tidak mudah ditebak. Ketika Abdurrahman Wahid mempelopori penghapusan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa merupakan suatu langkah untuk melakukan perubahan sosial dan persamaan hak-hak minoritas. 14 Melalui kebijakan-kebijakannya, tentunya ini secara tidak langsung memberi pengaruh yang positif terhadap para penganut agama Khonghucu yang beribadah di klenteng Hok Tek Tjeng Sin. C. Hubungan Masyarakat Sekitar dengan Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Klenteng Hok Tek Tjeng Sin adalah satu-satunya tempat ibadah agama Khonghucu di Kecamatan Majalengka, disamping 4 bangunan gereja dan 293 tempat ibadah untuk agama Islam. 15 Sedangkan dari 3 klenteng di Kabupaten Majalengka, Klenteng Hok Tek Tjeng Sin adalah satu-satunya yang masih digunakan sebagai tempat ibadah, dan bukan hanya sebagai cagar budaya. 2 klenteng lainnya, yang masing-masing berada di Kecamatan Jatiwangi dan Kadipaten, sudah lama tidak berfungsi sebagai tempat ibadah. Hanya rutin dibersihkan, itu pun oleh petugas kebersihan yang beragama Islam. Ini berarti segala hal yang mewakili agama Khonghucu di Kabupaten 14 Ongky Setio Kuncono, Gus Dur di Mata Orang Tionghoa Khonghucu, artikel diakses pada 26 Desember 2016 dari http: // www. spocjournal. com/ budaya/85-gus-dur-di-mata- orang- tionghoakhonghucu.html 15 Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, Kabupaten Majalengka Dalam Angka (Majalengka: BPS Majalengka, 2016), h. 106.

73 65 Majalengka ada di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin. Klenteng Hok Tek Tjeng Sin berada di tengah Kabupaten Majalengka 200 meter sebelah barat pendopo Kabupaten Majalengka. Masyarakat sekitar mengakui keberadaan klenteng sebagai bagian dari budaya yang harus dilestarikan. Karenanya mereka berkomunikasi baik dengan masyarakat Tionghoa yang menjalankan peribadatan di klenteng. Bahkan mereka menjadikan klenteng sebagai tempat wisata dan hiburan karena sangat minimnya tempat wisata di Kabupaten Majalengka. Masyarakat Kabupaten Majalengka berbagai agama dan yang lebih dominan Muslim sering bahkan terbiasa datang ke Klenteng Hok Tek Tjeng Sin hanya untuk menikmati suasana klenteng yang secara kasat mata terlihat sangat menarik, apalagi untuk anak-anak karena ciri khas klenteng yang warna catnya mencolok dan menarik perhatian. 16 Di balik itu masyarakat Tionghoa penghuni dan pengurus klenteng tersebut secara terbuka menerima warga Kabupaten Majalengka yang datang ke tempat itu, walaupun bukan untuk beribadah. Oleh karenanya ini menjadi pemasukan bagi klenteng dengan dibukanya pemotretan berbayar yang bersahabat bagi kalangan menengah kebawah. Bisnis pemotretan klenteng pada masa itu berkembang pesat bahkan sampai menyaingi bisnis foto satu-satunya yang ada di Kabupaten Majalengka saat itu, karena di klenteng disediakan foto dalam dan luar ruangan. Pemotretan luar ruangan pada masa itu belum menjadi hal yang lumrah. Hal ini mempererat hubungan warga 16 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nenden, warga sekitar Klenteng Hok Tek Tjeng Sin pada 23 Februari 2017 di kediaman beliau di Babakan Jawa, Kabupaten Majalengka.

74 66 Tionghoa dengan pribumi dan karenanya terjalinlah rasa saling memiliki. Klenteng Hok Tek Tjeng Sin terbuka untuk umum setiap harinya, kecuali hari-hari tertentu yang merupakan hari peribadatannya, termasuk Chee It dan Cap Go. Walaupun tidak menerima kunjungan pada hari-hari besar, warga Majalengka masih bisa datang untuk menyaksikan peribadatan di dalam klenteng. Bagi warga kurang mampu Kabupaten Majalengka, hari-hari besar menjadi hari yang ditunggu-tunggu karena akan mendapatkan angpao pada akhir peribadatan. Itu artinya warga Klenteng Hok Tek Tjeng Sin memang sangat dekat kepada masyarakat kecil yang kurang mampu di Kabupaten Majalengka. Bahkan ketika ada warga Tionghoa yang meninggal pun menjadi momen untuk membagikan angpao kepada masyarakat kecil, karena tradisi Tionghoa ketika ada yang meninggal, mereka memberikan angpao kepada siapa saja yang datang dan memberikan dua kali lipat kepada siapapun yang menunjukan rasa haru dan duka. 17 D. Fungsi Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Masa Sekarang Permasalahan Klenteng di Indonesia pada hari ini ialah semakin terpinggirkannya penganut agama Khonghucu oleh penganut agama Buddha yang beribadah di tempat yang sama. Sebutan klenteng pun semakin rancu, Klenteng diganti nama menjadi Vihara, padahal kita sama-sama tahu bahwa fisik Klenteng dengan Vihara baik makna maupun fungsi secara prinsip sangat berbeda. Vihara adalah tempat ibadah para umat Buddha. Sedangkan 17 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nenden, warga sekitar Klenteng Hok Tek Tjeng Sin pada 23 Februari 2017 di kediaman beliau di Babakan Jawa, Kabupaten Majalengka.

75 67 fungsi vihara adalah sebagai tempat ibadah umat Buddha, tempat tinggal para biksu dan biksuni, pusat latihan meditasi, tempat edukasi, dan sarana wisata spiritual. 18 Dengan munculnya istilah Tempat Ibadah Tri Dharma, klenteng pun banyak yang berganti nama menjadi T.I.T.D yang menginduk pada Walubi. 19 Pada awalnya, guna menyelamatkan keberadaan klenteng dari dampak Inpres No. 14 tahun 1967, klenteng yang semula menggunakan nama sesuai dengan maksud dibangunnya klenteng tersebut, diganti menjadi Vihara / T.I.T.D. Hal ini berjalan berpuluh-puluh tahun (sejak terbitnya Inpres No. 14 tahun 1967 sampai sekarang). Namun kalau diperhatikan, peribadahan umatnya tidak berubah sama sekali, masih menggunakan tata cara peribadahan Agama Khonghucu sampai sekarang. Secara politis, memang ada upaya pemerintah pada masa Orde Baru untuk melenyapkan klenteng dari bumi Indonesia. Pada tanggal 29 Februari 1984, Walubi menyelenggarakan pertemuan untuk membahas masalah klenteng, dengan tujuan mengubah klenteng menjadi Vihara. Walau Sam Kauw Hwee menolak usulan itu, pemerintah memutuskan untuk mengimplementasikan rencana tersebut. 20 Permasalahan klenteng yang sedang terjadi di Indonesia, yang memang masih belum selesai ini, nampaknya bukan menjadi masalah yang berarti di Kabupaten Majalengka. Antara penganut Khonghucu dan Buddha 18 Sasanasena Seng Hansen, ed., Kumpulan Wihara dan Candi Buddhis Indonesia (Yogyakarta: Vidyasena Production, 2013), h Bratayana Ongkowijaya, Permasalahan Kelenteng di Bumi Indonesia: Selayang Pandang Permasalahan Kelenteng Dewasa Ini.Medio Februari I. Wibowo. dkk, Setelah Air Mata Kering (Jakarta: Kompas, 2010), h

76 68 yang sama-sama datang ke Klenteng tidak ada pergesekan masalah. Iwan Satibi yang sengaja membangun Vihara pada tahun 1990, tidak sedikitpun merasa terjajah oleh penganut Agama Buddha. Klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang sudah berusia 200 tahun lebih masih berjalan sebagaimana fungsinya hingga hari ini. Pengurusnya pun beragama Khonghucu. Masalah yang terjadi bukan timbul disitu. 21 Penganut yang datang dari luar kota pun beragam. Ada yang beragama Khonghucu dan Buddha, yang memang datang untuk beribadah, ada pula penganut Agama Kristen dan Islam yang datang untuk menghormati arwah leluhur. Dengan alasan beragam, mereka datang ke Kabupaten Majalengka rutin setiap Chee It dan Cap Go untuk beribadah di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin. Salah satu alasan mereka untuk datang ke Klenteng Hok Tek Tjeng Sin, padahal ada banyak klenteng di sekitar tempat tinggal mereka, adalah di sana adalah tempat yang tenang dan berkesan untuk beribadah 22. Ada pula yang menganalogikan Klenteng dengan masjid, dimanapun beribadah sebenarnya bisa, namun bisa diputuskan dengan perasaan, mau beribadah dimana. Semua itu persepsi dan logika. Tidak masuk akal, tapi itulah agama. 23 Pendatang lain, berpendapat bahwa ziarah bukan masalah tempat, tapi apa yang dilakukan, dan di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin lebih memberikan kenyamanan. Ada pula yang sudah pindah dari Kabupaten Majalengka, tapi tetap rutin beribadah di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin untuk 21 Wawancara dengan Edhy Subarhi, pengurus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin pada tanggal 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka. 22 Wawancara dengan Cahyadi, penganut Agama Khonghucu pada 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka. 23 Wawancara dengan Ade Chandra, penganut Agama Khonghucu pada 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka.

77 69 menjaga silaturahim dengan jemaat lainnya. 24 Bisa dikatakan semua yang datang ke Majalengka dari luar kota untuk beribadah sebenarnya memiliki tempat ibadah yang jauh lebih dekat ke rumahnya masing-masing. Namun karena Klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang terletak di luar kota lebih dianggap lebih memberikan ketenangan, dan juga ada nuansa ziarah dan silaturahim setiap dua minggunya, karena masing-masing dari mereka sudah saling mengenal satu sama lain. 24 Wawancara dengan Andi, penganut Agama Khonghucu pada 29 November 2016 di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka.

78 70 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bangunan klenteng Hok Tek Tjeng Sin yang ada di Kabupaten Majalengka ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada Tahun 1968 sehingga dapat terhindar dari upaya pembongkaran dan penghentian kegiatan yang akan dilakukan oleh Pemda setempat. Dr. Iwan Satibi adalah sosok yang paling berperan atas masih bertahannya fungsi klenteng Hok Tek Tjeng Sin sampai hari ini. Beliau adalah seorang dokter yang berhasil mencegah klenteng agar tidak dirubuhkan atau diberhentikan kegiatannya. Beliau juga orang yang semangat mengajarkan ilmu-ilmunya kepada para penganut Agama Khonghucu yang memang tidak banyak. Jumlah yang sedikit ini tidak pernah menjadi masalah bagi beliau untuk berbagi. Dengan hampir tidak adanya penganut agama Khonghucu di Kabupaten Majalengka, klenteng Hok Tek Tjeng Sin masih berfungsi sebagaimana mestinya dengan andil dari penganut agama Khonghucu yang datang dari luar Kabupaten Majalengka. Mereka rela pergi dari rumah masing-masing ke tempat lain, tepatnya Kabupaten Majalengka rutin setiap Chee It dan Cap Go hanya untuk beribadah, karena merasakan kenyamanan yang tidak didapat di tempat lain. Hanya saja keadaan ini tidak bisa dipastikan sampai kapan, mengingat hampir tidak adanya generasi muda yang melanjutkan kegiatan religius mereka di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin.

79 71 Selain dipergunakan oleh penganut agama Khonghucu, Klenteng Hok Tek Tjeng Sin dipergunakan oleh penganut agama lainnya untuk beribadah di klenteng tersebut. Penganut agama Budha adalah jemaat yang paling banyak mendatangi klenteng tersebut, sehingga di klenteng tersebut ada bangunan vihara yang khusus untuk penganut Agama Budha yang dibangun pada Tahun Penggunaan klenteng oleh penganut agama lain, khususnya Budha, tidak menimbulkan masalah bagi pengurus klenteng.

80 72 B. Saran-Saran Seluruh warga negara Republik Indonesia memiliki hak yang sama dalam beragama dan mendapatkan pendidikan beragama. Tidak terkecuali penganut Agama Khonghucu di Indonesia. Mereka layak untuk mendapatkan pendidikan agama mereka sendiri. Belum adanya universitas yang beragama Khonghucu di Indonesia menjadi penyebab tersendatnya pendidikan Agama Khonghucu di Indonesia. Saran penulis terhadap pemuka Agama Khonghucu, khususnya MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) agar memberikan perhatian lebih terhadap Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Kabupaten Majalengka, dengan fasilitas seperti buku, atau kunjungan rohaniwan ke Kabupaten Majalengka, karena meskipun klenteng ini masih aktif sebagaimana mestinya, tetap membutuhkan perhatian khusus.

81 73 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Benny, Setiono. Tionghoa Dalam Pusaran Politik. Jakarta: Trans Media, Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka. Kabupaten Majalengka Dalam Angka Majalengka: BPS Kabupaten Majalengka, Buanadjaya, Sidarnanto. Penelitian Historis Keberadaan Budaya Keagamaan Khonghucu di Indonesia. Surakarta: Matakin-Dewan Rohaniawan Agama Khonghucu Indonesia,2009. Cokpraa Arsitektur Kelenteng. Diambil dari wordpress.com/2015/05/09/arsitektur-kelenteng-2/. Diakses pada Tanggal 27 Maret 2017 Coppel, Charles. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Daradjat, Zakiah. Perbandingan Agama I. Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Edi Suprapto. Atribut dalam Klenteng. Diambil dari blogspot.co.id/2014/11/atribut-dalam-klenteng.html Diakses pada Tanggal 25 Maret Eliade, Mircea. The Encyclopedia of Religion. New York: Macmillan Publishing Company, Hadikusuma, Hilman. Antropologi Agama Bagian I. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hari, Poerwanto. Orang Cina Khek Dari Singkawang. Depok: Komunitas Baru, Junzigroup s Weblog. Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia (1). Diakses pada Tanggal 22 Maret 2017 dari wordpress.com/2008/05/11/perkembangan-agama-khonghucu-di Indonesia -1/ Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1987.

82 74 Koji, Tsuda. 2012b. The Legal and Cultural Status of Chinese Temples in Contemporary Java. Asian Ethnicity 13(4): 392. Konfusius. Analek Konfusius Kitab Kearifan Konfusius. Yogyakarta: New Diglossia. Krippendorff, Klaus. Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Rajawali Press, Kuncono, Ongky Setio. Gus Dur di Mata Orang Tionghoa Khonghucu. Diambil dari: Kuncono, Ongky Setio. Tomorrow Spirit. Jakarta: Gerbang Kebijakan Ru, Lan, Mely Tan Giok. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Lan, Thung Ju, dan Wibowo. Setelah Air Mata Kering. Jakarta: Kompas, Liemanto, Airin. Ratio Legis Presiden Abdurrahman Wahid Menjadikan Khonghucu Sebagai Agama Resmi Negara (Analisisb Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina). Artikel Ilmiah Universitas Brawijaya, Malang, Mulyana, Dedi. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, Nazir, Muhammad. Metode Penelitian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Ongkoham. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina (Sejarah Etnis Cina di Indonesia). Depok: Komunitas Bambu, Ongkowijaya, Bratayana. Permasalahan Kelenteng di Bumi Indonesia: Selayang Pandang Permasalahan Kelenteng Dewasa Ini Rachman, Budhy Munawar. Membela Kebebasan Agama. Jakarta: Democracy Project, Saidi,Gunawan. Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2009. Sjamsudin. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak, Sou yb, Joesoef. Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: Al Husna Zikra, 1996.

83 75 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, Sukarno, Sabar. Dampak Perkembangan Agama Khonghucu Pasca Reformasi (Studi Kasus Pindah Agama Umat Buddha di Tangerang). Penelitian Dosen. Tangerang, Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya. Sulaiman. Agama Khonghucu: Sejarah, Ajaran, dan Keorganisasiannya di Pontianak Kalimantan Barat. Jurnal Analisa. Volume XVI, No. 01, Januari-Juni Suryanto. Sejarah Kelenteng dan Asal Mula Istilah Kelenteng. Diambil dari Diakses pada Tanggal 25 Maret Sutopo, H.B. Metodologi Penelitian Kualitatif - Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press Tanggok, Ihsan. Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tanggok, Ihsan. Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia. Jakarta: Penerbit Pelita Kebajikan Wikipedia Ensiklopedia Bebas. Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia. Diambil dari Konghucu_Indonesia. Diakses pada Tanggal 25 Maret Zhang, Ardian. Dr. Iwan Satibi, Dokter yang Berdedikasi Tinggi. Diakses pada tanggal 15 November 2016 dari index.php/item/3704-dr-iwan-satibi-dokter-yang-berdedikasi-tinggi

84 LAMPIRAN-LAMPIRAN

85 KEN{ENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGEzu (UIN) S YA RTF HTD AYATULLAH JAKARTA F'AKULTAS USHULUDDIN 'l Juanda No. 95 Ciputat 15412, lndonesia 'reb.: (c21) , 7 4a 1925, Fax: (02 1 ) website:wwv/.uinjkt.ac.id; fu-uinjkt@yahoo. com Nomor Lampiran Perihal : Un.0l,f3ll/-M.O1.3/1oo\ Jakarta. 08 November 2016 : Penelit ian / rvnvancara Kepada Yih. di Tempat Dengan hormat, Bersamd ini disampaikan bahwa mahasiswa kami dari Fakultas Ushuluddin UIN Syalif Hidayatullah Jakarta: Naina NIP Fak./ Jurusan Semester : YusufAnbar Firdausi : : Perbandingan Agama : XIII (iiga Belas ) Tahun Akademik : I 2Ol7 Program ' : Strata 1(Sl) sedang dalam penulisan skipsi dengan judul: Eksistensi Agama lftonghucu di Majalengka ( Studi Kasus Klenteng Hok Tek 'leng Sin dan Masyarakat Tionghoa Majalengka Sehubungan dengan itu, kami mohon mahasiswa kami dapat diterima melakukan penelitian / lvalrrancara guna penulisan skripsi dimaksud. Demikian, atas perhatian dan bantuannya kami ucapkan teriha kasih. Akademik, Tanggok, M.Si / Tembusan : Dekan Fakultas Ushuluddin UJN $yarif Hidayahrllah Jakarta

86 Lampiran 2: Foto-Foto di Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Gambar L.2.1: Kura-kura yang mewakili arah mata angin utara. Kura-kura juga sebagai simbol panjang umur Sumber: Hasil Observasi Peneliti Gambar L.2.2: Foto Macan Putih yang Mewakili Arah Mata Angin Barat Sumber: Hasil Observasi Penulis

87 Gambar L.2.3: Naga Hijau yang Mewakili Arah Mata Angin Timur Sumber: Hasil Observasi Peneliti Gambar L.2.4: Burung Merak Merah yang Berada di Belakang Klenteng, Mewakili Arah Mata Angin Selatan Sumber: Hasil Observasi Peneliti

88 Gambar L.2.5: Lengkungan Pada Bangunan dan Pagar Besi Menunjukkan Gabungan Eropa dan Tiongkok Pada Bangunan Klenteng Sumber: Hasil Observasi Peneliti Gambar L.2.6: Tulisan San Chai Yi Shu yang Berada di Bagian Depan Klenteng, yang Mempunyai Arti Tiga Unsur Terbaik Sumber: Hasil Observasi Peneliti

89 Gambar L.2.7: Patung Chai Shen, Dewa Panglima Perang Sumber: Hasil Observasi Peneliti Gambar L.2.8: Patung Dewa Bumi atau Hok Tek Tjeng Sin Sumber: Hasil Observasi Peneliti

90 Gambar L.2.9: Mainan Ikan yang Mewakili Ikan Bandeng. Ikan Bandeng Adalah Simbol Kesuburan dalam Agama Khonghucu Sumber: Hasil Observasi Peneliti Gambar L.2.10: Setiap Buah-buahan mewakili masing-masing lima unsur, yaitu Air, Api, Tanah, Logam dan Kayu Sumber: Hasil Observasi Peneliti

91 Gambar L.2.11: Lonceng yang Menjadi Asal Mula Penyebutan Klenteng Karena Bunyinya Sumber: Hasil Observasi Peneliti Gambar L.2.12: Persembahan dari Jemaat Klenteng Hok Tek Tjeng Sin Sumber: Hasil Observasi Peneliti

92 Gambar L.2.13: Ucapan Terima Kasih dari Universitas California untuk Dr. Iwan Satibi atas Sumbangan Karya Beliau tentang Khonghucu Sumber: Hasil Observasi Peneliti Gambar L.2.14: Pengurus Klenteng Hok Tek Tjeng Sin dan Salah Satu Murid Iwan Satibi, Bp. Edi Subarhi Sumber: Hasil Observasi Peneliti

93 Gambar L.2.15: Bukti Didirikannya Klenteng Hok Tek Tjeng Sin pada Tahun Perbaikan Dilakukan Sebanyak Dua Kali. Sumber: Hasil Observasi Peneliti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman etnis, budaya, adat-istiadat serta agama. Diantara banyaknya agama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, dan memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, negara

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen,

BAB 5 RINGKASAN. keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen, BAB 5 RINGKASAN Negara Indonesia adalah negara yang memiliki beragam agama, selain 80% keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan negara yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa, karena

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan negara yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia bukanlah negara yang berdasarkan hanya kepada satu agama saja, melainkan negara yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa, karena terdapat banyak bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya.

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya. BAB IV PENUTUP 1.1. Simpulan Agama Tao masuk dan berkembang di Indonesia sejak abad 6 SM seiring dengan masuknya etnik Cina di wilayah Nusantara. Agama Tao diyakini berasal dari Kaisar Kuning (Huang Di)

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

KEBERADAAN DAN KEGIATAN TAO SEBAGAI AGAMA TESIS. Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

KEBERADAAN DAN KEGIATAN TAO SEBAGAI AGAMA TESIS. Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains KEBERADAAN DAN KEGIATAN TAO SEBAGAI AGAMA TESIS Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Oleh: ARNIS RACHMADHANI NIM: 752011001 MAGISTER SOSIOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan luas 5.193.250 kilometer persegi 1 sudah pasti menyebabkan munculnya keanekaragaman dan kemajemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mayoritas masyarakat Tiongkok memiliki tiga kepercayaan, yaitu ajaran Taoisme, Konghucu dan Buddhisme. Gabungan dari ketiga kepercayaan tersebut mereka sebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Stabat memiiliki luas daerah 90.46 km², merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus penduduk terpadat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua negara majemuk termasuk Indonesia mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasionalnya. Kelompok minoritas diartikan sebagai kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA. A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA. A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta Pada jaman presiden Soekarno, agama bukan sebuah persoalan. Artinya, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS AKTIVITAS KOMUNITAS KHONGHUCU DI KELENTENG HWIE ING KIONG KOTA MADIUN

BAB IV ANALISIS AKTIVITAS KOMUNITAS KHONGHUCU DI KELENTENG HWIE ING KIONG KOTA MADIUN BAB IV ANALISIS AKTIVITAS KOMUNITAS KHONGHUCU DI KELENTENG HWIE ING KIONG KOTA MADIUN A. Aktivitas Keagamaan di Kelenteng Hwie Ing Kiong Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-nya. Dan

BAB I PENDAHULUAN. Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-nya. Dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, maka sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyebaran agama Islam di Yogyakarta khususnya untuk kalangan etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim di Jawa adalah orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Agama Buddha tidak pernah bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian kehidupan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral?

Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral? Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral? Ringkasan buku dengan judul KEBUDAYAAN MINORITAS TIONGHOA DI INDONESIA Penulis : Leo Suryadinata Diterjemahkan oleh : Dede Oetomo Penerbit P T Gramedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok memiliki sejarah panjang tentang kemasyuran masa lalunya dari

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok memiliki sejarah panjang tentang kemasyuran masa lalunya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok memiliki sejarah panjang tentang kemasyuran masa lalunya dari masa kerajaan hingga komunisme. Kemasyuran peradaban masa lalu Tiongkok, dapat dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33).

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33). BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok

Lebih terperinci

PRAKTIKIBADAHUMATKHONGHUCUDI KELENTENG SOETJI NURANI KOTA BANJARMASIN DAN KEPERCAYAANYANG MENDASARINYA

PRAKTIKIBADAHUMATKHONGHUCUDI KELENTENG SOETJI NURANI KOTA BANJARMASIN DAN KEPERCAYAANYANG MENDASARINYA PRAKTIKIBADAHUMATKHONGHUCUDI KELENTENG SOETJI NURANI KOTA BANJARMASIN DAN KEPERCAYAANYANG MENDASARINYA SKRIPSI Oleh: Rahmadani Nim: 1201411310 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS USHULUDDIN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Jember merupakan percampuran dari berbagai suku. Pada umumnya masyarakat Jember disebut dengan masyarakat Pandhalungan. 1 Wilayah kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dengan memiliki berbagai suku, bahasa, dan agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial, 8 (PIS) adalah : barongsai, wayang orang dan wayang potehi yang bercerita tentang kerajaan cina kuno dan atraksi tersebut akan terus dikembangkan agar tetap menarik bagi pengunjung. BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. islam, kristen, hindu, budha, tapi juga konghucu. 3. kepada Tian, para Nabi, orang-orang suci, leluhur dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. islam, kristen, hindu, budha, tapi juga konghucu. 3. kepada Tian, para Nabi, orang-orang suci, leluhur dan lain-lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara majemuk yang memiliki beraneka ragam bahasa, budaya, etnis atau suku, agama. 2 Agama di Indonesia tidak hanya islam, kristen, hindu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Luasnya wilayah Indonesia yang terdiri atas beribu pulau tersebar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh wilayahnya. Berbagai suku bangsa ini ada yang dipandang sebagai penduduk asal Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama Khonghucu dalam dialek Hokkian memiliki nama asli Ru Jiao. Agama Khonghucu (Ru Jiao), maka Nabi Khonghucu merupakan nabi yang

BAB I PENDAHULUAN. Agama Khonghucu dalam dialek Hokkian memiliki nama asli Ru Jiao. Agama Khonghucu (Ru Jiao), maka Nabi Khonghucu merupakan nabi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Khonghucu dalam dialek Hokkian memiliki nama asli Ru Jiao atau Ji Kauw yang berarti agama bagi umat yang lembut hati adalah bimbingan hidup karunia Thian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jiwanya, yaitu thabiat ingin beragama, keinginan kepada hidup beragama

BAB I PENDAHULUAN. dalam jiwanya, yaitu thabiat ingin beragama, keinginan kepada hidup beragama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiap-tiap manusia yang lahir ke muka bumi, membawa suatu thabiat dalam jiwanya, yaitu thabiat ingin beragama, keinginan kepada hidup beragama adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR ISI MATA PELAJARAN AGAMA KHONGHUCU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR ISI MATA PELAJARAN AGAMA KHONGHUCU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR ISI MATA PELAJARAN AGAMA KHONGHUCU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam etnis suku dan bangsa. Keanekaragaman ini membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang kaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. i. HALAMAN PERSETUJUAN HARDCOVER.. ii. HALAMAN PERNYATAAN DEWAN PENGUJI. iii. ABSTRAKSI. iv. UCAPAN TERIMA KASIH v

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. i. HALAMAN PERSETUJUAN HARDCOVER.. ii. HALAMAN PERNYATAAN DEWAN PENGUJI. iii. ABSTRAKSI. iv. UCAPAN TERIMA KASIH v ABSTRAKSI Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agama Khonghucu secara resmi diakui kembali sebagai salah satu agama yang dianut oleh penduduk Indonesia. Meskipun agama Khonghucu sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga.

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan lalu lintas pelayaran antara Tionghoa dari Tiongkok dengan Nusantara telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dengan judul Perayaan Tahun Baru Imlek 2015 di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur yang patut dilestarikan oleh

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya Indonesia, namun tradisi-tradisi dari tanah asal masih tetap diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. budaya Indonesia, namun tradisi-tradisi dari tanah asal masih tetap diterapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, masyarakat Tionghoa memiliki keunikan adat dan tradisi. Walaupun masyarakat Tionghoa sudah menetap lama di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selalu tetap berada dalam kebenaran dan kebaikan. adalah makhluk homo religious. Sebutan bahwa manusia adalah homo

BAB I PENDAHULUAN. untuk selalu tetap berada dalam kebenaran dan kebaikan. adalah makhluk homo religious. Sebutan bahwa manusia adalah homo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama adalah kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan manusia, dengan agama manusia mendapatkan petunjuk dan arah dalam hidup untuk selalu tetap berada dalam

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. Orang-orang Tionghoa asli sudah datang ke pulau Jawa jauh sebelum kedatangan orang Barat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan dipandang sebagai sarana bagi manusia dalam beradaptasi terhadap

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan dipandang sebagai sarana bagi manusia dalam beradaptasi terhadap I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dipandang sebagai sarana bagi manusia dalam beradaptasi terhadap lingkungan alam dan sosial budayanya. Kebudayaan juga berfungsi untuk membantu manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Dalam semua kebudayaan, manusia mempunyai kepercayaan atau

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Dalam semua kebudayaan, manusia mempunyai kepercayaan atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat memiliki kebudayaan, kebudayaan ini tersusun karena adanya tingkat pengetahuan dan sebuah ide, keduanya akan menghasilkan sebuah perwujudan budaya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Sejarah Singkat Ilmu Feng Shui

LAMPIRAN. Sejarah Singkat Ilmu Feng Shui LAMPIRAN Sejarah Singkat Ilmu Feng Shui Ilmu Feng Shui yang kita kenal saat ini merupakan sebuah metamorfosis yang telah ada sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu. Tampaknya ilmu ini telah mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan tradisi Tionghoa pada awalnya sempat ditentang selama 32 tahun dan kurang diakui baik secara langsung maupun tidak langsung akibat terjadinya gonjang-ganjing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi paling utama di dunia. Tanpa adanya bahasa, tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi paling utama di dunia. Tanpa adanya bahasa, tidak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, kemajuan komunikasi semakin meningkat seiring dengan kemajuan di berbagai bidang. Dalam bidang komunikasi bahasa merupakan sarana komunikasi paling utama

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai halhal yang

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) dan diajukan pada Jurusan Filsafat Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu kelebihan bangsa Indonesia adalah adanya keanekaragaman penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat dan tentu masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, terdiri dari banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara

BAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dengan kebebasan untuk memilih agama yang ingin dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai merantau ke Indonesia pada masa akhir pemerintahan dinasti Tang. Dalam masyarakat Cina dikenal tiga

Lebih terperinci

UPACARA KIDUNG DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA TIMUR DI KELURAHAN PEKAPURAN RAYA KOTA BANJARMASIN

UPACARA KIDUNG DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA TIMUR DI KELURAHAN PEKAPURAN RAYA KOTA BANJARMASIN UPACARA KIDUNG DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA TIMUR DI KELURAHAN PEKAPURAN RAYA KOTA BANJARMASIN SKRIPSI Oleh: DESSY RABIATUL KURNIA NIM: 1201411296 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS USHULUDDIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang dapat diartikan berbeda-beda. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis primata dari golongan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama

Lebih terperinci

PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QURAN TINGKAT NASIONAL XXII, 17 JUNI 2008, DI SERANG, PROPINSI BANTEN Selasa, 17 Juni 2008

PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QURAN TINGKAT NASIONAL XXII, 17 JUNI 2008, DI SERANG, PROPINSI BANTEN Selasa, 17 Juni 2008 PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QURAN TINGKAT NASIONAL XXII, 17 JUNI 2008, DI SERANG, PROPINSI BANTEN Selasa, 17 Juni 2008 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Tionghoa adalah kelompok masyarakat yang sudah. berbudaya lebih lama dari rata-rata bangsa yang ada di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Tionghoa adalah kelompok masyarakat yang sudah. berbudaya lebih lama dari rata-rata bangsa yang ada di dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masyarakat Tionghoa adalah kelompok masyarakat yang sudah berbudaya lebih lama dari rata-rata bangsa yang ada di dunia. 1 Kelompok masyarakat ini juga merupakan kelompok

Lebih terperinci

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional lahir dari budaya masyarakat terdahulu di suatu daerah tertentu yang terus berkembang secara turun temurun, dan terus dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Singarimbun, 1989: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Singarimbun, 1989: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian

Lebih terperinci

, 2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA ETNIS TIONGHOA DALAM ANTOLOGI CERPEN SULAIMAN PERGI KE TANJUNG CINA KARYA HANNA FRANSISCA

, 2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA ETNIS TIONGHOA DALAM ANTOLOGI CERPEN SULAIMAN PERGI KE TANJUNG CINA KARYA HANNA FRANSISCA 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemunculan sastra Indonesia-Tionghoa tiba pada suatu batas ikatan yang agak erat dengan penerjemahan hasil karya sastra Tiongkok ke dalam bahasa Melayu-Rendah.

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAKNYA (Studi di SMP Annindlomiyah Desa Wonorejo, Kec. Kaliwungu, Kab.

PERAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAKNYA (Studi di SMP Annindlomiyah Desa Wonorejo, Kec. Kaliwungu, Kab. PERAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAKNYA (Studi di SMP Annindlomiyah Desa Wonorejo, Kec. Kaliwungu, Kab. Kendal) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan kedatangan perantau dari Tiongkok dalam kurun waktu yang panjang, mereka pun membawa serta kebudayaan Tionghoa ke Indonesia. Orang Tionghoa sudah terdapat

Lebih terperinci

TRADISI MEMBANGUN RUMAH DI DESA SUNGAI RANGAS ULU KECAMATAN MARTAPURA BARAT KABUPATEN BANJAR

TRADISI MEMBANGUN RUMAH DI DESA SUNGAI RANGAS ULU KECAMATAN MARTAPURA BARAT KABUPATEN BANJAR TRADISI MEMBANGUN RUMAH DI DESA SUNGAI RANGAS ULU KECAMATAN MARTAPURA BARAT KABUPATEN BANJAR SKRIPSI Oleh: SITI NAJIROH NIM: 1201411300 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum Islam masuk ke Indonesia khususnya di Kalimantan Selatan masyarakatnya sudah menganut agama dan kepercayaan tertentu, seperti memeluk agama Budha, Hindu

Lebih terperinci

@UKDW BAB I. Latar Belakang Masalah. Tradisi sebagai Pembimbing Manusia

@UKDW BAB I. Latar Belakang Masalah. Tradisi sebagai Pembimbing Manusia BAB I Latar Belakang Masalah Tradisi sebagai Pembimbing Manusia Tradisi merupakan kebiasaan turun-temurun dalam suatu masyarakat 1, hal ini berarti dalam tradisi terdapat informasi yang diwariskan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Kemajemukan dari Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa dan agama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik sudah dikenal sekitar abad ke-13, yang pada saat itu masih ditulis dan dilukis pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM. A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu

BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM. A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu Khonghucu merupakan salah satu agama yang sangat menekankan etika moral, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan memunculkan sebuah budaya dan musik baru. Walaupun biasanya terkadang

BAB I PENDAHULUAN. akan memunculkan sebuah budaya dan musik baru. Walaupun biasanya terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, karya seni yang didalamnya mencakup bidang musik memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya untuk hiburan, untuk upacara-upacara besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digital seperti sekarang ini dirasa semakin berkurang kualitas penyajian dan

BAB I PENDAHULUAN. digital seperti sekarang ini dirasa semakin berkurang kualitas penyajian dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kajian pembelajaran terhadap nilai-nilai budaya adiluhung di era digital seperti sekarang ini dirasa semakin berkurang kualitas penyajian dan penerapannya di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan penyebaran agama-agama di Indonesia selalu meningkat, baik itu agama Kristen Katholik, Protestan, Islam, dan sebagainya. Tidak hanya menyebarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dikembangkan sejak tahun lalu. Feng Shui ditulis pada periode kekaisaran Huang

BAB I PENDAHULUAN. telah dikembangkan sejak tahun lalu. Feng Shui ditulis pada periode kekaisaran Huang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Feng Shui adalah pengetahuan arsitektural yang berasal dari budaya Tiongkok, dan telah dikembangkan sejak 4.700 tahun lalu. Feng Shui ditulis pada periode kekaisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. 1 Masyarakat Kalimantan

BAB I PENDAHULUAN. yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. 1 Masyarakat Kalimantan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kalimantan Selatan, merupakan salah satu Provinsi yang ada di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. 1 Masyarakat Kalimantan Selatan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai upacara ritual yang bersifat magis, adat istiadat maupun hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai upacara ritual yang bersifat magis, adat istiadat maupun hiburan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu sarana bagi manusia untuk berkreasi dan berkarya. Manusia berkarya melalui cara dan media yang berbeda-beda sesuai dengan bakat dan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Sarana dan Prasarana DDII, Bekasi, 27 Juni 2011 Senin, 27 Juni 2011

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Sarana dan Prasarana DDII, Bekasi, 27 Juni 2011 Senin, 27 Juni 2011 Sambutan Presiden RI pada Peresmian Sarana dan Prasarana DDII, Bekasi, 27 Juni 2011 Senin, 27 Juni 2011 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN SARANA DAN PRASARANA DEWAN DAKWAH ISLAMIYAH INDONESIA

Lebih terperinci