Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data Magnetotellurik untuk Memetakan Sistem Panas Bumi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data Magnetotellurik untuk Memetakan Sistem Panas Bumi"

Transkripsi

1 Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data Magnetotellurik untuk Memetakan Sistem Panas Bumi Yunus Daud 1 dan Anugrah Indah Lestari 2 1. Laboratorium Geothermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok ydaud@sci.ui.ac.id, anugrahlestari23@gmail.com Abstrak Data magnetotellurik biasanya masih dihimpun dan ditampilkan dalam bentuk profil dan diinterpretasi menggunakan inversi 1-dimensi (1-D) atau 2-dimensi (2-D). Asumsi yang digunakan dalam inversi 1-D dan 2-D dapat menyebabkan kesalahan interpretasi dikarenakan kondisi riil di bawah permukaan adalah 3-D. Oleh karena itu dilakukan pengujian inversi 1-D, 2-D, dan 3-D (full tensor impedance dan off diagonal elements) profil data sintetik 3D untuk menganalisis pengaruh efek 3D dan efek tepi. Hasil dari inversi 1D dan 2D memperlihatkan ketidakmampuan dalam mempertahankan geometri model sintetik 3D terutama dalam memperlihatkan batas tepi model sintetik 3D. Dengan menggunakan inversi 3-D, terlihat memberikan hasil yang lebih baik dalam memperlihatkan geometri model sintetik 3D. Pentingnya penggunaan on diagonal elements (Z xx dan Z yy ) dalam proses inversi diperlihatkan melalui hasil data sintetik yakni menambah keakuratan dalam hasil inversi terutama pada profil bagian tepi dari benda konduktif dan resistif. Hal ini diperlihatkan melalui hasil plot nilai impedansi Z xx dan Z yy. Oleh karena itu penggunaan seluruh komponen tensor impedansi penting digunakan dalam inversi 3- D untuk menginterpretasi profil data. Arah strike juga terlihat sangat mempengaruhi hasil inversi 2-D. Analisis terhadap inversi multidimensi profil data dilakukan terhadap data riil magnetotelurik daerah prospek panas bumi Tawau, Malaysia. Dari hasil inversi1-d, 2-D, dan 3-D pada data riil didapatkan kemiripan pola distribusi zona resistivitas rendah dan tinggi pada hasil inversi 1-D dan 3-D dikarenakan hasil kedua inversi tidak dipengaruhi oleh arah strike serta hasil ini mendukung kesesuaian pada hasil model sintetik di mana hasil inversi 1-D dapat mencitrakan resistivitas bawah permukaan dengan baik pada kedalaman dangkal. Kata kunci : efek tepi; inversi 3D; inversi 2D; inversi 1D; magnetotellurik; profil data Forward Modeling and Multidimension Inversion of Magnetotelluric Data for Delineating Geothermal System Abstract Magnetotelluric data is usually still collected and displayed in profile data and interpreted by using 1- dimensional inversion (1-D) or 2-dimensional inversion (2-D). The assumption that is used in 1-D and 2-D may lead potential pitfall during interpretation because real condition beneath the surface is 3-D. Therefore, inversion 1-D, 2-D, and 3-D (full tensor impedance and off diagonal elements) is tested in 3D synthetic profile data for analyzing the influence of 3D effect and edge effect. 1-D and 2-D inversion result shows an inability to maintain the geometry of 3D synthetic model, mainly in imaging edge border of 3D synthetic model. By using 3-D inversion profile synthetic data MT, it is proven that the use of 3-D inversion gives better result in showing the geometry of 3D synthetic model. The importance of on diagonal elements (Z xx and Z yy ) in the inversion result is shown by the result of synthetic data which increase the accuracy of inversion result, particularly at edge of conductive and resistive feature. This is shown by the result of impedance value (Z xx and Z yy ) ploting. Therefore, using all components of tensor impedance is important in 3D inversion to interpret profile data. Strike direction is also seen affect the result of 2D inversion. Analysis of multidimension inversion of profile data is then performed on real magnetotelluric data in Tawau geothermal prospect area. From 1-D, 2-D, and 3-D inversion result, it is obtained that there is similarity in distribution pattern of low and high resistivity zone because both of

2 the inversion are not influenced by strike direction and this result supports the suitability of synthetic model result where 1-D inversion can image subsurface resistivity at shallow depth well. Keywords : edge effect; 3D inversion; 2D inversion; 1D inversion; magnetotelluric; profile data 1. PENDAHULUAN Sistem panas bumi memiliki struktur kompleks yang mengontrol aliran fluida dalam sistem tersebut. Metode geofisika yang mengukur resistivitas listrik telah terbukti efektif digunakan untuk eksplorasi panas bumi, salah satunya yakni metode magnetotellurik (MT). Hal ini dikarenakan metode magnetotellurik merupakan metode geofisika pasif yang mampu memetakan nilai resistivitas bawah permukaan bumi hingga kedalaman 600 km (Simpson dan Bahr, 2005). Pemetaan nilai resistivitas bawah permukaan akan didapatkan melalui pengolahan data MT. Pengolahan data MT bertujuan untuk mendapatkan tensor impedansi. Melalui nilai tensor impedansi ini nantinya dapat dilakukan inversi baik secara 1D, 2D, maupun 3D sehingga didapatkan pemodelan distribusi resistivitas bawah permukaan. Pemodelan inversi 1D, 2D, dan 3D MT didasarkan pada asumsi teori 1D, 2D, dan 3D model MT dengan konsekuensi pada perbedaan asumsi tensor impedansi (Simpson dan Bahr, 2005). Dalam dunia industri saat ini, umumnya data riil MT masih dihimpun dalam bentuk profil atau lintasan dan interpretasi pun dilakukan dari hasil inversi 2D. Asumsi pada inversi 1D dan 2D dapat menyebabkan kesalahan interpretasi dikarenakan kondisi riil bawah permukaan bumi adalah 3D. Inversi 2D dan 3D telah dilakukan terhadap profil data MT 2D menggunakan data sintetik disertai dengan analisis tensor impedansi menghasilkan inversi 3D menggunakan empat komponen impedansi memberikan pemodelan yang lebih baik dibandingkan dengan inversi 2D. Hal ini dapat terjadi dikarenakan asumsi yang digunakan untuk model 2D jarang terdapat di lapangan diantaranya perlu diketahuinya arah strike. (Chang-Hong et al., 2011). Pada penelitian ini akan dilakukan inversi 1D, 2D, dan 3D profil MT dari data sintetik 3D. Variasi terhadap inversi 3D dilakukan dengan hanya menginversi bagian off diagonal elements dan seluruh tensor impedansi. Hasil dari inversi ini kemudian dibandingkan dengan model sintetik. Pengaruh arah strike juga diuji terhadap hasil inversi 1D, 2D, dan 3D model

3 sintetik 3D. Inversi 1D, 2D, dan 3D dilakukan terhadap data magnetotellurik di lapangan dengan didukung hasil analisis model sintetik. Plot impedansi digunakan untuk menunjukan kesesuaian pada pemodelan hasil inversi 3D profil data sintetik. 2. TINJAUAN TEORITIS Metode magnetotellurik merupakan metode geofisika pasif yang melibatkan pengukuran fluktuasi medan listrik dan medan magnet alami yang saling tegak lurus di permukaan bumi dengan tujuan untuk menentukan resistivitas struktur di bawah permukaan bumi. Secara independen Tikhonov (1950) dan Cagniard (1953) mengembangkan metode magnetotellurik. Tikhonov pertama kali menunjukan turunan terhadap waktu dari medan magnet (H) pada frekuensi rendah sebanding dengan komponen tegak lurus medan listrik (E). Sedangkan Cagniard mengembangkan rumus berkaitan dengan Ex dan Hy pada permukan dari medium berlapis dengan sumber gelombang bidang. Metode magnetotellurik didasari oleh konsep gelombang elektromagnetik pada medium konduktif dengan memanfaatkan persamaan Maxwell, yakni : B E = t E B = µσ E + µε t dimana persamaan pertama merupakan persamaan Faraday dan persamaan kedua adalah persamaan Ampere. Arus listrik dapat dihasilkan dengan cara menggerak-gerakan kutub magnet dalam penghantar atau mengerak-gerakan penghantar dalam kutub magnet yang mengakibatkan perubahan fluks magnet. Kecepatan perubahan fluks magnet inilah, menurut Faraday dapat memunculkan arus listrik. Dalam metode MT, medan magnet yang dibutuhkan adalah medan magnet yang berubah-ubah terhadap waktu sehingga dapat menghasilkan medan listrik. Pada penerapannya, medan elektromagnetik yang bervariasi terhadap waktu menginduksi batuan di bawah permukaan bumi sehingga batuan tersebut menghasilkan arus telurik. Arus telurik inilah yang kemudian menghasilkan medan magnet yang akan diterima oleh receiver di permukaan. Pengolahan data MT bertujuan untuk mendapatkan fungsi transfer yang direpresentasikan melalui tensor impedansi yang terdiri dari empat komponen impedansi (Simpson and Bahr, 2005). Karakteristik umum dari fungsi transfer MT, bergantung pada

4 dimensi dari model MT yang dapat diklasifikasi sebagai 1D, 2D, dan 3D (Berdichevsky and Dmitriev, 2008). Dalam model 1D, konduktivitas σ (z) hanya bervariasi terhadap kedalaman, z. Oleh karena itu fungsi transfer MT tidak bergantung pada orientasi dari sumbu pengukuran dan tidak memiliki nilai medan magnet vertikal. Tensor impedansi dapat dituliskan sebagai berikut :!!!! = 0!!"!!" 0!!!! (2. 1) Dalam model 2D, konduktivitas bervariasi sepanjang sumbu z (kedalaman) dan salah satu dari sumbu x atau y. Arah sepanjang konduktivitas bernilai konstan disebut dengan geoelectric strike. Konsekuensi tensor impedansi menjadi : Z xx = -Z yy Z xy -Z yx Jika saat pengukuran MT, arah x dan y sejajar dan saling tegak lurus terhadap strike, maka nilai on diagonal elements akan menjadi nol, sehingga tensor impedansi menjadi :!!! = 0!!"!!" 0 (2. 2) dimana!!" =!!" =!!!! dan!!" =!!" =!!!! Data MT riil tidak pernah tepat 2D, meskipun arah strike telah diperhitungkan, rotasi pada tensor impedansi akan menghasilkan nilai on diagonal elements yang tidak nol. Penyimpangan dari karakteristik 2D yang ideal terjadi ketika terdapat struktur 3D di bawah permukaan, data MT terdistorsi oleh struktur dekat permukaan, dan noise. Model 3D merupakan jenis yang paling umum untuk struktur geoelektrik dimana konduktivitas dapat berubah pada semua arah. Fungsi transfer MT memiliki bentuk umum dimana semua komponen impedansi tidak ada yang memiliki nilai nol.!!! =!!!!!"!!"!!! (2. 3) Forward modeling merupakan kebalikan dari proses inversi, adalah proses matematis yang digunakan untuk memperoleh data prediksi hasil pengukuran (data observasi) berdasarkan parameter fisis yang yang telah diberikan. Forward modeling digunakan untuk

5 memprediksi data simulasi atau data pengukuran berdasarkan hipotesis kondisi bawah permukaan. Data simulasi tersebut disebut dengan data teoritik atau data sintetik. Dalam istilah geofisika, inversi merupakan proses matematis dan statistik untuk memprediksi atau mengestimasikan nilai parameter fisis di bawah permukaan berdasarkan data lapangan (observasi di lapangan). Inversi data MT dapat dijelaskan bahwa untuk mengetahui nilai apparent resistivity dan fase diperlukan model matematika yang digunakan untuk menghubungkan antara data medan listrik dan medan magnet sebagai data lapangan dengan parameter fisis yang ingin diestimasi besarannya. Sistem panas bumi merupakan istilah untuk menjelaskan kesatuan sumber energi berupa fluida panas (baik air maupun gas) yang berasal dari fluida meteorik atau magmatik, terbentuk dalam reservoir di bawah permukaan bumi melalui pemanasan yang dilakukan oleh hot rock (pembekuan magma) sebagai sumber panas. Energi panas yang dimiliki oleh fluida tersebut berasal dari hot rock yang merambatkan panasnya secara konduksi memanaskan air bawah permukaan sehingga membentuk sistem konveksi yang menghasilkan air panas ataupun uap. Sistem panas bumi terdiri dari tiga elemen utama yakni batuan reservoir yang permeabel, fluida yang dapat membawa panas dari reservoir ke permukaan bumi, dan hot rock sebagai medium yang digunakan untuk menghantarkan panas ke fluida. Sistem panas bumi umumnya menghasilkan mata air panas dan fumarol sebagai manifestasi utama yang muncul dari bawah permukaan bumi. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pembuatan Model Sintetik Model sintetik 3D dibuat menggunakan dua software yakni MT3DFor-X dan WinGlink. Model sintetik dari dua software tersebut dibuat identik baik dari bentuk grid, model, dan nilai resistivitas model sintetik. Untuk melakukan kalkulasi forward terhadap data sintetik, struktur resistivitas harus didiskritisasi ke dalam elemen sel kerangka pemodelan atau disebut dengan mesh. Luas area interest dalam penelitian ini adalah 36 km 2 dengan jarak antar kolom sel 400 meter. Jumlah stasiun yang digunakan berjumlah 36 stasiun dengan jarak antar stasiun adalah 1.2 km. Untuk di luar daerah interest ( x-padding dan y-padding), menggunakan 3 kolom (padding) dengan peningkatan setiap kolomnya menggunakan faktor pengali 1.5.

6 Untuk kedalamannya terdiri dari 10 lapisan dengan lapisan pertama setebal 50 meter dan mengalami peningkatan dengan faktor pengali sebesar 1.5 sampai kedalamannya sekitar 5666 meter. Periode maksimum yang digunakan 100 s dan periode minimum yang digunakan sebesar 0.01 s dengan jumlah frekuensi yang terekam adalah sebanyak 10. Model sintetik pertama berbentuk balok konduktif dengan nilai resistivitas 1 Ωm berdimensi sekitar 3.6 km x 8.85 km x 3 km. Balok konduktif tersebut dikelilingi oleh benda dengan resistivitas 100 Ωm. Model ini didiskritisasi dengan dengan jumlah blok sebanyak 30 blok pada arah x (N-S), 28 blok pada arah y (E-W), dan 10 blok pada arah z. Deskripsi model sintetik pertama yakni pada lapisan 1-5 dan 10 memiliki resistivitas homogen 100 Ωm dan pada lapisan 6-9 terdapat balok konduktif senilai 1 Ωm yang dikelilingi oleh benda resistif 100 Ωm. Inversi 1D, 2D, dan 3D dilakukan terhadap profil A dan B. Full Tensor Impedansi (Z xx, Z xy, Z yx, dan Z yy ) dan off diagonal elements (Z xy dan Z yx ) dihasilkan menggunakan perhitungan forward dari 36 titik stasiun dan pada 10 periode (0.01, 0.028, 0.077, 0.22, 0.6, 1.67, 4.64, 12.92, s). Model sintetik kedua dan ketiga identik dengan model sintetik pertama dalam hal bentuk geometri balok, diskritisasi, dan ketebalan lapisan. Yang membedakan adalah resistivitas balok model sintetik kedua sebesar 10 Ωm dan 500 Ωm untuk balok pada model sintetik ketiga. Gambar Model sintetik 2 memotong sumbu z dengan benda konduktor berada pada kedalaman meter (kiri); Cross section model sintetik 2 arah y dengan benda konduktor berada pada kedalaman meter (kanan) Inversi Inversi 1D dilakukan memanfaatkan software WinGlink dengan algoritma Occam menggunakan kurva TE, TM, atau Invariant. Inversi 2D dilakukan dengan memanfaatkan software WinGlink. Proses inversi 2D dalam penelitian ini menggunakan smooth model inversion routine yang dikembangkan oleh Randy Mackie dengan menggunakan solusi aturan

7 Tikhonov untuk menyelesaikan masalah inversi dua dimensi memanfaatkan metode nonlinear conjugate gradient. Inversi 2D memanfaatkan kurva TE dan TM. Inversi 3D dilakukan dengan memanfaatkan software MT3Dinv-X yang berbasis algoritma data space Occam (Siripunvaraporn et. al., 2005). Dengan memanfaatkan inversi 3D, berbagai asumsi arah strike pada inversi 2D tidak diperlukan. Parameter yang dilibatkan dalam inversi 3D adalah jumlah stasiun (N s ), jumlah periode (N p ), jumlah respon impedansi (N r ), serta jumlah blok pada arah x, y, dan z. Jumlah respon impedansi maksimum sebanyak 8 yang terdiri dari nilai riil dan imajiner dari setiap respon impedansi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil inversi 1D, 2D, dan 3D meliputi kemampuan hasil inversi untuk memperlihatkan bentuk geometri model sintetik 3D serta pengaruh arah strike terhadap hasil inversi. Analisis hasil inversi pada data riil dilakukan dengan didukung kesesuaian hasil data sintetik Hasil Inversi Hasil inversi untuk model sintetik pertama hingga ketiga diwakili oleh profil A dan B dimana pada profil A terdapat 6 titik stasiun yang terdiri dari F19, F20, F21, F22, F23, dan F24 serta profil B juga terdiri dari 6 titik stasiun yakni F01, F02, F03, F04, F05, dan F06. Pada pembahasan ini diwakili oleh hasil inversi multidimensi model sintetik Hasil Inversi 1D Gambar 4. 1 merupakan hasil inversi 1D dari profil A yang berada di tengah benda konduktif dan profil B yang berada di tepi benda konduktif dengan RMS didapatkan kurang dari 0.98.

8 Gambar Hasil inversi 1D profil A (baris pertama) dan profil B (baris kedua) Hasil inversi 1D pada profil A dapat memperlihatkan jarak lateral (panjang) dari benda konduktif cukup tepat karena menggunakan TM Mode dimana TM Mode sensitif terhadap kontras resistivitas lateral. Hasil inversi 1D tidak mampu memperlihatkan batas bawah benda konduktif. Hal ini terlihat dari hasil inversi pada profil A dan B dimana benda konduktif menerus hingga kedalaman tak terhingga. Selain itu pada hasil inversi profil B, nilai resistivitas tidak dapat sesuai bernilai 10 Ωm dikarenakan pengaruh efek tepi. Hasil inversi TM Mode model sintetik 2 memiliki trend yang sama dengan model sintetik 1 dan 3 dimana batas geometri secara lateral dapat dicitrakan dengan benar, namun tidak untuk batas kedalaman. Ketidakmampuan hasil inversi 1D pada profil A dan B untuk memperlihatkan batas bawah benda konduktif dengan benar diindikasikan sebagai cara inversi 1D dalam mengatasi pengaruh efek 3D Hasil Inversi 2D Hasil inversi 2D yang didapatkan dalam penelitian ini menggunakan initial model homogen 100 Ωm. Hasil inversi yang diperoleh pada kedua profil memiliki nilai RMS kurang dari 1.

9 Gambar 4.2. Hasil inversi 2D profil A (kolom kedua) dan profil B (kolom ketiga) Untuk hasil inversi pada profil A (kolom kedua) menunjukan batas bawah tidak dapat diketahui karena adanya struktur palsu hingga kedalaman 5500 meter karena pengaruh efek 3D. Hasil inversi 2D profil B memperlihatkan nilai resistivitas benda naik menjadi sekitar 40 Ωm. Hal ini terjadi dikarenakan oleh pengaruh efek tepi pada bagian profil tepi yang kuat. Di samping itu, profil B tidak mampu memperlihatkan geometri balok dengan benar disebabkan pengaruh efek tepi Hasil Inversi 3D Hasil inversi 3D yang didapatkan dalam penelitian ini menggunakan initial model homogen 100 Ωm Profil A Gambar 4.3 merupakan hasil inversi 3D pada profil A dimana pada kolom pertama merupakan model sintetik awal. Hasil inversi 3D full tensor impedansi ditunjukan pada baris pertama dan hasil inversi 3D off diagonal elements terdapat pada baris kedua. Nilai RMS didapatkan dibawah 19% untuk hasil inversi full tensor impedansi dan dibawah 1% untuk hasil inversi 3D diagonal elements.

10 Gambar Hasil inversi 3D profil A full tensor impedansi (atas) dan off diagonal elements (bawah) Gambar Hasil inversi 3D profil A full tensor impedansi (atas) dan off diagonal elements (bawah) pada kedalaman 1500 meter Berdasarkan Gambar 4. 4, terdapat perbedaan dari hasil inversi 3D antara full tensor impedansi dan off diagonal elements. Hal tersebut terlihat dari hasil inversi 3D off diagonal elements dimana benda konduktif yang menerus pada jarak (U-S) terlihat asimetris (bergeser ke arah kiri). Berbeda dengan hasil inversi yang dihasilkan oleh full tensor impedansi dimana benda konduktif tersebut menerus secara simetris dan mempertahankan geometrinya. Hal ini

11 membuktikan bahwa dalam melakukan inversi 3D, penting untuk menyertakan on diagonal elements dikarenakan pada nilai impedansi on diagonal elements terdapat informasi struktur Profil B Hasil inversi 3D full tensor impedansi terdapat pada baris pertama dan hasil inversi 3D off diagonal elements terdapat pada baris kedua. Nilai RMS didapatkan dibawah 1% untuk hasil inversi 3D full tensor impedansi dan hasil inversi 3D off diagonal elements. Gambar Hasil inversi 3D profil B full tensor impedansi (atas) dan off diagonal elements (bawah) Gambar Hasil inversi3d profil Bfull tensor impedansi (atas) dan off diagonal elements (bawah) pada kedalaman 1500 meter

12 Pada hasil inversi 3D full tensor impedansi dan off diagonal elements terdapat perbedaan dari hasil inversi 3D antara full tensor impedansi dan off diagonal elements yakni hasil inversi 3D menggunakan off diagonal elements tidak mampu memperlihatkan perbatasan antara benda konduktif tersebut dengan benda yang melingkupinya (benda beresistivitas 100 Ωm). Berbeda dengan hasil inversi yang dihasilkan oleh full tensor impedansi dimana terlihat batasan pada jarak (U-S) sekitar meter yang mengindikasikan sebagai pertemuan antara benda konduktif dengan benda sekitar yang melingkupinya. Oleh karena itu, menyertakan on diagonal elements dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah efek tepi Plot Tensor Impedansi 0 Re Z xx ohm 0 Im Z xx ohm Northing (m) A B Northing (m) B A Easting (m) Easting (m) 0 Re Z yy ohm 0 Im Z yy ohm Northing (m) A B Northing (m) A B Easting (m) Easting (m) Gambar Tensor Impedansi on diagonal elements model sintetik 2 Gambar 4. 7 merupakan plot dari nilai impedansi on diagonal elements baik riil dan imajiner pada periode 4.6 s. Melalui Gambar impedansi tersebut, terlihat bahwa terdapat abnormitas terbesar terlihat pada bagian profil B yakni di bagian tepi dan abnormitas semakin berkurang seiring menuju bagian tengah dari benda konduktif. Hal ini menunjukan bahwa on diagonal elements mampu memperlihatkan efek tepi dengan jelas, terlihat dari hasil inversi 3D full tensor impedansi mampu memperlihatkan batas antara dua resistivitas yang berbeda.

13 Untuk itu penting untuk melibatkan on diagonal elements dalam proses inversi 3D dikarenakan pada kenyataan dalam melakukan survei di lapangan, tidak pernah diketahui batasan antar benda yang berbeda resistivitasnya sehingga penggunaan full tensor impedansi diperlukan dalam proses inversi Pengaruh Arah Strike terhadap Hasil Inversi Subbab ini akan membahas mengenai pengaruh arah strike dan penggunaan titik proyeksi pada hasil inversi 1D, 2D, dan 3D dari model sintetik 2 yakni benda konduktif sebesar 10 Ωm dan lingkungan sekitar sebesar 100 Ωm. Profil D Profil C Gambar Profil C dan D data sintetik MT Hasil inversi yang dibahas yakni profil C dan D di mana pada profil C terdapat 5 titik stasiun yang terdiri dari F1, F8, F15, F22, dan F29 serta profil D terdiri dari 5 titik stasiun yakni F05, F10, F15, F20, dan 25.

14 Gam Gambar Hasil inversi multidimensi profil sejajar arah strike (kolom pertama); Hasil inversi multidimensi profil C (kolom kedua); Hasil inversi multidimensi profil D (kolom ketiga) Hasil inversi 3D terlihat mampu mempertahankan geometri benda konduktif dibandingkan hasil inversi 1D dan 2D. Hasil inversi 3D menunjukan bahwa baik inversi profil searah strike dan tidak, hasil inversi 3D tetap dapat memperlihatkan geometri model sintetik 3D dengan baik dan tidak dipengaruhi arah strike.

15 Sama seperti profil C yang tidak searah dengan strike, hasil inversi 1D pada profil D menunjukan batas lateral benda konduktif yang tepat, namun tetap tidak dapat memperlihatkan batas bawah benda konduktif dengan tepat. Hasil ini menunjukan bahwa baik pada profil yang sejajar dengan strike atau tidak, inversi 1D menunjukan batas lateral benda konduktif yang tepat, namun tetap tidak dapat memperlihatkan batas bawah benda konduktif dengan tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa inversi 1D tidak dipengaruhi oleh arah strike. Melihat hasil inversi 2D antara profil C dan D yang merupakan sama-sama profil yang tidak sejajar dengan strike terlihat adanya inkonsistensi pola hasil inversi 2D dibandingkan hasil inversi 1D dan 3D. Di samping itu jika dibandingkan dengan hasil inversi pada profil yang searah dengan strike, kualitas hasil inversi sangat jauh berbeda. Hal ini membuktikan bahwa inversi 2D sangat dipengaruhi oleh arah strike Inversi Multidimensi Profil Data Riil MT Dengan menggunakan kesimpulan penelitian pada profil data sintetik sebelumnya dimana telah dilakukan pengujian inversi multidimensi terhadap tiga model sintetik yang bersifat konduktif dan resistif. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa inversi 3D yang melibatkan seluruh komponen impedansi dapat meminimalisir masalah efek 3D dan efek tepi serta kemampuan dalam mempertahankan geometri model sintetik. Oleh karena itu dilakukan pemodelan 3D full tensor impedansi terhadap profil data riil MT daerah Tawau, Malaysia. Namun sebagai pembanding, dilakukan pula inversi 1D dan 2D. Inversi 1D, 2D, dan 3D dilakukan pada profil T pada arah tenggara dari Gunung Maria. Pemilihan profil tersebut didasarkan pada adanya manifestasi mata air panas A5 dan A1-A4 yang menunjukan adanya sistem panas bumi di bawah permukaan. Mata air panas A5 merupakan mata air yang mengandung chloride dan boron serta memiliki ph yang lebih tinggi relatif terhadap mata air A1-A4 sehingga diindikasikan berkorelasi langsung dengan reservoir. Sedangkan mata air panas A1-A4 berpotensi menjadi outflow dalam inversi panas bumi tersebut. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa pusat reservoir berada di pada arah tenggara Gunung Maria dimana diindikasikan heat source berasal dari Gunung Maria.

16 T Gambar Profil area penelitian Tawau Hasil Inversi Multidimensi Profil Data Riil MT Pada subbab ini akan dibahas hasil inversi 1D, 2D, dan 3D pada profil T. Inversi 1D, 2D, dan 3D dilakukan pada profil A dimana dalam profil tersebut terdiri dari stasiun A2, B2, C3, D4, E4, F5, dan G5 dengan nilai RMS sebesar kurang dari 7. Gambar Cross section profil T dengan inversi 1D, 2D, dan 3D

17 Gambar merupakan hasil inversi 1D, 2D, dan 3D profil T. Berdasarkan pola persebaran zona resistivitas rendah, menengah, dan tinggi pada penampang profil T, terlihat bahwa hasil inversi 1D dan 3D memiliki kemiripan pola distribusi resistivitas bawah permukaan dimana terdapat penipisan zona resistivitas rendah pada titik C3 dan E4 serta pola dome antara titik C3 hingga E4. Temuan ini serupa dengan penelitian pada area Glass Mountain, California dimana hasil inversi 1D dan 3D dapat memperlihatkan resistivitas bawah permukaan yang inversi lebih sesuai ketika dikorelasikan terhadap data sumur, terutama pada zona resistivitas rendah (Cumming and Randall, 2010). Hasil inversi 2D yang kurang sesuai pada distribusi resistivitas rendah dan tinggi dapat dikarenakan asumsi yang digunakan pada inversi 2D dimana setiap profil pengukuran MT harus dibuat sejajar atau tegak lurus arah strike. Hal ini dibuktikan melalui hasil inversi 2D pada model sintetik 3D yang dilakukan dalam penelitian ini di mana arah strike memberikan pengaruh besar pada hasil inversi 2D melalui adanya struktur palsu (spurious structure) yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam interpretasi data riil MT. Pola distribusi resistivitas hasil inversi 1D dan 3D yang mirip dibuktikan oleh pengujian data sintetik dimana baik hasil inversi 1D dan 3D mampu mencitrakan variasi resistivitas model sintetik dengan baik secara lateral pada kedalaman dangkal (± 1000 meter). Namun dalam model sintetik, hasil inversi 1D tidak mampu memperlihatkan batas bawah model sintetik 3D pada kedalaman dalam dengan benar. Hal ini yang kemudian menjadi kendala dalam menginterpretasi hasil inversi 1D pada zona di bawah zona resistivitas rendah (di bawah base of conductor) serta pada zona tepi benda konduktif dan resistif. Kesesuaian hasil iversi 3D dengan representasi bawah permukaan dibuktikan melalui adanya heat source di kedalaman dangkal pada stasiun antara titik C3 hingga E4 pada hasil inversi 3D didukung oleh adanya mata air panas A5 di dekat titik D4 dengan kandungan choride dan boron yang tinggi mengindikasikan mata air panas A5 berlokasi dekat dengan heat source (Javino et al., 2010). Kandungan ph pada mata air panas A1 yang lebih tinggi dibandingkan A5 yakni sebesar 7.4 (Javino et al., 2010) mengindikasikan bahwa mata air panas A1-A4 berlokasi lebih jauh dari zona reservoir dibandingkan mata air panas A5. Garis struktur patahan yang berada pada area Tawau menunjukan adanya kesesuaian pada hasil inversi 3D. Hasil inversi 3D menunjukan adanya struktur patahan pada titik pengukuran C3 dan mata air panas A1-A4. Peta garis struktur kemudian menunjukan arah struktur yang sama dengan arah struktur patahan yang dicitrakan oleh hasil inversi 3D.

18 Gambar Garis struktur pada area sekitar manifestasi A1-A5 (Javino et al., 2010) Selain itu melalui perbandingan antara data riil MT (observed data) dengan nilai apparent resistivity (calculated data) di setiap stasiun pada profil T ditunjukan pada Gambar Melalui Gambar 4. 13, terlihat bahwa nilai apparent resistivity (ρxy dan ρyx) dan fase hasil inversi (calculated data) sudah cukup mendekati nilai observed data (match) dengan nilai RMS kurang dari 7. Dengan demikian, pemodelan hasil inversi 3D dapat merefleksikan kondisi riil lapangan. Gambar Hasil fitting antara observed data dan calculated data profil T

19 5. KESIMPULAN Telah dilakukan inversi 1D, 2D, 3D terhadap profil data MT. Inversi 3D yang dilakukan terbagi atas dua jenis yakni inversi 3D yang melibatkan seluruh komponen impedansi (gabungan on diagonal elements dan off diagonal elements) dan inversi 3D yang melibatkan off diagonal elements. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan yakni : 1. Hasil inversi 1D dan 2D profil data sintetik MT menunjukan ketidakmampuan untuk mempertahankan geometri model sintetik 3D, teutama pada profil bagian tepi benda konduktif dan resistif. 2. Adanya struktur palsu (spurious structure) pada hasil inversi 1D dan 2D terhadap profil data sintetik MT diakibatkan oleh efek 3D atau efek tepi. 3. Hasil inversi 3D pada profil data MT yang melibatkan seluruh komponen impedansi memperlihatkan geometri model sintetik 3D lebih baik dibandingkan hasil inversi 3D melibatkan off diagonal elements. 4. Dengan tidak melibatkan on diagonal elements dalam inversi 3D profil data MT, mengakibatkan ketidaksimetrisan secara geometri pada model sintetik 3D dan ketidakmampuan dalam mengatasi efek tepi. 5. Informasi struktur 3D terdapat dalam on diagonal elements (Z xx dan Z yy ) dimana efek tepi dapat terlihat jelas dalam plot on diagonal elements, sehingga inversi 3D memerlukan seluruh komponen tensor impedansi. 6. Arah strike mempengaruhi hasil inversi 2D dan tidak mempengaruhi hasil inversi 1D dan 3D. DAFTAR ACUAN Berdichevsky, M. N. and Dmitriev, V. I Model and Methods of Magnetotellurics. Springer. Chang-Hong, Lin, Tan Han-Dong, and Tong Tuo The Possibility of Obtaining Nearby 3D Resistivity Structure From Magnetotelluric 2D Profile Data Using 3D Inversion. Chinese Journal of Geophysics. Cumming, William and Randall Mackie Resistivity Imaging of Geothermal Resources Using 1D, 2D, and 3D MT Inversion and TDEM Static Shift Correction Illustrated by a Glass Mountain Case History. World Geothermal Congress 2010.

20 Javino, Fredolin, Saim Suratman, Zhonghe Pang, and Manzoor Ahmed Choudhry Isotope and Geochemical Investigations on Tawau Hot Springs in Sabah, Malaysia. World Geothermal Congress Rosenkjaer, Gudni K. and Douglas W. Oldenburg D Inversion of MT Data in Geothermal Exploration : A workflow and Application to Hengill, Iceland. Thirty- Seventh Workshop on Geothermal Reservoir Engineering Stanford University Simpson, F., and Bahr, K Practical Magnetotellurics. Cambridge University Press. Siripunvaraporn, Weerachai, Gary Egbert, and Makoto Uyeshima Interpretation of Two Dimensional Magnetotelluric Profile Data with Three Dimensional Inversion : Synthetic Examples. Geophys J Int,

Exploration Geophysics Laboratory, Departement of Physics, The University of Indonesia. PT. NewQuest Geotechnology, Indonesia

Exploration Geophysics Laboratory, Departement of Physics, The University of Indonesia. PT. NewQuest Geotechnology, Indonesia Study of Static Shift Correction for Magnetotelluric (MT) Data using Averaging and CoKriging Methods upon 3-Dimensional Forward Model of Geothermal Field Diajeng Liati 1, Agus Sulistyo 2, Wambra Aswo Nuqramadha

Lebih terperinci

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF Youngster Physics Journal ISSN: 2302-7371 Vol. 6, No. 2, April 2017, Hal. 115-122 Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan

Lebih terperinci

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI -D Hendra Grandis Kelompok Keilmuan Geofisika Terapan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Jalan Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING

INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING Inversi 1-D... INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING R. Aldi Kurnia Wijaya 1), Ayi Syaeful Bahri 1), Dwa Desa Warnana 1), Arif Darmawan 2)

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi,

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik

Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik Zulimatul Safa ah Praromadani 1, Yunus Daud 1, Edi Suhanto 2, Syamsu Rosid 1, Supriyanto 1 1 Laboratorium Geothermal,

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

Inversi 3D Data Magnetotellurik Menggunakan Data Inversi 1D Magnetotellurik Sebagai Model Awal

Inversi 3D Data Magnetotellurik Menggunakan Data Inversi 1D Magnetotellurik Sebagai Model Awal Inversi 3D Data Magnetotellurik Menggunakan Data Inversi 1D Magnetotellurik Sebagai Model Awal Wahyu Noor Ichwan Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-Mail: wahyu.noor@ui.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi panas bumi di sekitar daerah Tegal dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Data sekunder yang

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT Ahmad Zarkasyi,Nizar Muhamad, Yuanno Rezky Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geoogi SARI Riset tentang sistem

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung

Lebih terperinci

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 6, No. 3, Juli 2017, Hal

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 6, No. 3, Juli 2017, Hal Youngster Physics Journal ISSN : 2302 7371 Vol. 6, No. 3, Juli 2017, Hal. 205-212 Pemodelan 2 dimensi data magnetotellurik berdasarkan analisis phase tensor dalam penentuan geoelectrical strike dan dimensionalitas

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara Ahmad Zarkasyi*, Sri Widodo** Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM *zarkasyiahmad@gmail.com,

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Kholid, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS.

PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS. PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS Putri Hardini 1, Dr. Ahmad Zaenudin, M.T 1., Royo Handoyo

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN : Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Metode Magnetotellurik di Kawasan Panas Bumi Wapsalit Kabupaten Buru Provinsi Maluku Siti Masyitah Fitrida 1*), Joko Sampurno 1), Okto Ivansyah 2), Muhammad

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT) BAB III METODE PENELITIAN A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT) Pengukuran audio magnetotellurik (AMT) dilakukan pada 13 titik yang berarah dari timur ke barat. Titik pengukuran pertama

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH Oleh: Asep Sugianto, Yadi Supriyadi, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di Indonesia yang bertambah

Lebih terperinci

ANALISIS INVERSI 2D METODE OCCAM UNTUK MEMODELKAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DATA MAGNETOTELLURIK

ANALISIS INVERSI 2D METODE OCCAM UNTUK MEMODELKAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DATA MAGNETOTELLURIK Analisis Inversi 2D ANALISIS INVERSI 2D METODE OCCAM UNTUK MEMODELKAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DATA MAGNETOTELLURIK Satrio Budiraharjo 1), Widya Utama 1), Dwa Desa Warnana 1), Arif Darmawan 2) 1 Teknik

Lebih terperinci

STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK

STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK Muhammad Syukri Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Syiah Kuala m.syukri@gmail.com ABSTRAK Struktur bawah

Lebih terperinci

Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan Memperhitungkan Initial Model Untuk Mendelineasi Sistem Panasbumi

Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan Memperhitungkan Initial Model Untuk Mendelineasi Sistem Panasbumi Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan Memperhitungkan Initial Model Untuk Mendelineasi Sistem Panasbumi Yunus Daud 1 dan Gidson Andriano Siahaan 2 1. Laboratorium Geotermal, Departemen Fisika,

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR Oleh: Asep Sugianto 1), Edi Suhanto 2), dan Harapan Marpaung 1) 1) Kelompok Penyelidikan Panas Bumi 2) Bidang Program dan Kerjasama

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI

PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI I Gusti Agung Hevy Julia Umbara 1*, Pri Utami 1, Imam Baru Raharjo 2 M2P-02 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Sri Widodo Kelompok Program Penelitian Panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng yang besar, yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudra Hindia- Australia, dan Lempeng

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Geotermal Arjuno Welirang, Jawa Timur Dengan Menggunakan Inversi Data Magnetotellurik 3-Dimensi

Pemodelan Sistem Geotermal Arjuno Welirang, Jawa Timur Dengan Menggunakan Inversi Data Magnetotellurik 3-Dimensi Pemodelan Sistem Geotermal Arjuno Welirang, Jawa Timur Dengan Menggunakan Inversi Data Magnetotellurik 3-Dimensi Yunus Daud 1, Fikri Fahmi 2, 1 Laboratorium Geotermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus

Lebih terperinci

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi 1 Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi Pendahuluan 2 Pendahuluan (1) Metoda geofisika menyelidiki gejala fisika bumi dengan mengukur parameter-parameter fisik yang berkaitan. Beberapa metode geofisika

Lebih terperinci

PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN)

PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN) 132 E. W. Sugiyo et al., Pemodelan Resistivitas Bawah Permukaan PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN) Endar Widi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakasanakn pada bulan Februari 2015 hingga Maret 2015 dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakasanakn pada bulan Februari 2015 hingga Maret 2015 dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakasanakn pada bulan Februari 2015 hingga Maret 2015 dan bertempat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang melimpah. Anugrah ini merupakan hal yang harus termanfaatkan secara baik demi kebaikan kehidupan

Lebih terperinci

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D Makhrani* * ) Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin E-mail : rani_anshar@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan Garut-Pangalengan, Jawa Barat ini menggunakan metode deskriptif analitik, hal

Lebih terperinci

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN Syamsuddin1, Lantu1, Sabrianto Aswad1, dan Sulfian1 1 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK MODUL METODE MAGNETOTELLURIK Asnin Nur Salamah, Rizandi Gemal Parnadi, Heldi Alfiadi, Zamzam Multazam, Mukhlis Ahmad Zaelani, Nanda Tumangger, Surya Wiranto Jati, Andromeda Shidiq 10210045, 10210001, 10210004,

Lebih terperinci

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Pengukuran Magnetotelurik (MT) telah

Lebih terperinci

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO Eko Minarto* * Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep ilmu fisika untuk mempelajari bumi. Selain untuk keilmuan, studi geofisika juga bermanfaat untuk eksplorasi

Lebih terperinci

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Survei magnetotellurik (MT) telah dilakukan didaerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,

Lebih terperinci

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan 2) Bidang Sarana Teknik SARI Pada tahun

Lebih terperinci

Skrip GNU Octave sederhana untuk menghitung respon Magnetotellurik dengan algoritma rekursif

Skrip GNU Octave sederhana untuk menghitung respon Magnetotellurik dengan algoritma rekursif Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 Skrip GNU Octave sederhana untuk menghitung respon Magnetotellurik dengan

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

Dimensionality Analysis of Magnetotelluric Data Crossing the Sumatran Fault System at Aceh Segment

Dimensionality Analysis of Magnetotelluric Data Crossing the Sumatran Fault System at Aceh Segment Jurnal Natural Vol. 13, No. 2 September 2013 Dimensionality Analysis of Magnetotelluric Data Crossing the Sumatran Fault System at Aceh Segment Khumaidi, Fadhli, Nazli Ismail Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR

INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR Skripsi Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 diajukan oleh: Saidatul Fitriany J2D 006 041 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2015 hingga bulan November 2015 di PT.Elnusa.Tbk dan FMIPA UNS Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA Muh. Taufik Dwi Putra ˡ, Syamsuddin ˡ, Sabrianto Aswad ˡ. Program

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DATA MAGNETOTELLURIK MULTIDIMENSI UNTUK MENDELINEASI SISTEM GEOTERMAL DAERAH TAWAU, MALAYSIA SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DATA MAGNETOTELLURIK MULTIDIMENSI UNTUK MENDELINEASI SISTEM GEOTERMAL DAERAH TAWAU, MALAYSIA SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DATA MAGNETOTELLURIK MULTIDIMENSI UNTUK MENDELINEASI SISTEM GEOTERMAL DAERAH TAWAU, MALAYSIA SKRIPSI QONITA AMRIYAH 0806326286 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

INVERSI 2-D MAGNETOTELLURIK DENGAN MENGGUNAKAN INITIAL MODEL 1-D UNTUK PEMODELAN SISTEM PANAS BUMI CUBADAK

INVERSI 2-D MAGNETOTELLURIK DENGAN MENGGUNAKAN INITIAL MODEL 1-D UNTUK PEMODELAN SISTEM PANAS BUMI CUBADAK INVERSI 2-D MAGNETOTELLURIK DENGAN MENGGUNAKAN INITIAL MODEL 1-D UNTUK PEMODELAN SISTEM PANAS BUMI CUBADAK Adilla Armando 1 1 Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 adillaahlulquro@gmail.com

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA Asep Sugianto, Tony Rahadinata, dan Yadi Supriyadi Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK

PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Fisika, Institut Teknologi

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN Tony Rahadinata, dan Asep Sugianto Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika STUDI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Study kasus Stadion Universitas Brawijaya, Malang) ABSTRAK: Arif Rahman Hakim 1, Hairunisa 2 STKIP

Lebih terperinci

Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko

Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 3, NOMOR JUNI 007 Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko Eko Minarto Laboratorium Geofisika

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Kholid, Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan energi di Indonesia khususnya energi listrik semakin berkembang. Energi listrik sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Aplikasi Metode Magnetotellurik Untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus: Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat) Hezliana Syahwanti 1), Yudha Arman 1), Okto Ivansyah 2) dan Muhammad Kholid

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH Oleh : Ahmad Zarkasyi dan Nizar Muhamad Nurdin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat

Lebih terperinci

Puji Suharmanto 1,Fikri Fahmi 2, Yunus Daud 1, Ahmad Zarkasyi 3, Asep Sugiyanto 3, and Edi Suhanto 3

Puji Suharmanto 1,Fikri Fahmi 2, Yunus Daud 1, Ahmad Zarkasyi 3, Asep Sugiyanto 3, and Edi Suhanto 3 Delineation of Geothermal System at Prospect Area P by Using Multi-Dimensional Modeling of Magnetotelluric Data Integrated Geological and Geochemistry Data Puji Suharmanto 1,Fikri Fahmi 2, Yunus Daud 1,

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI POHON BATU, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT DAN KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Arif Munandar

Lebih terperinci

Modeling of Geothermal Reservoir in Lawu field Using 2-D Inversion of Magnetotelluric Data

Modeling of Geothermal Reservoir in Lawu field Using 2-D Inversion of Magnetotelluric Data Proceedings Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition 2015 Jakarta Convention Center, Indonesia August 19 th 21 st, 2015 Modeling of Geothermal Reservoir in Lawu field Using 2-D Inversion

Lebih terperinci

Karakterisasi Struktur Dangkal pada Lapangan Panas Bumi Seulawah Agam Menggunakan Metode Very Low Frequency (VLF)

Karakterisasi Struktur Dangkal pada Lapangan Panas Bumi Seulawah Agam Menggunakan Metode Very Low Frequency (VLF) Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Karakterisasi Struktur Dangkal pada Lapangan Panas Bumi Seulawah Agam Menggunakan Metode Very Low Frequency (VLF) Nazli Ismail dan Syahrul Ramadhan Jurusan

Lebih terperinci

PEMODELAN 2D SEBARAN TAHANAN JENIS TERHADAP KEDALAMAN DAERAH PANASBUMI GARUT BAGIAN SELATAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK

PEMODELAN 2D SEBARAN TAHANAN JENIS TERHADAP KEDALAMAN DAERAH PANASBUMI GARUT BAGIAN SELATAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal. 451-456 PEMODELAN 2D SEBARAN TAHANAN JENIS TERHADAP KEDALAMAN DAERAH PANASBUMI GARUT BAGIAN SELATAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode Magnetotellurik (MT) adalah metode geofisika pasif yang digunakan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan dengan menggunakan induksi elektromagnetik di bawah

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat BAB III TEORI DASAR 3.1 Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa cebakan mineral dari daerah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENENTUAN LAPISAN PEMBAWA AIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS DI DAERAH ATAS TEBING LEBONG ATAS BENGKULU

PENENTUAN LAPISAN PEMBAWA AIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS DI DAERAH ATAS TEBING LEBONG ATAS BENGKULU PENENTUAN LAPISAN PEMBAWA AIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS DI DAERAH ATAS TEBING LEBONG ATAS BENGKULU Andik Purwanto Program Studi Fisika J PMIPA FKIP Universitas Bengkulu ABSTRACT This research was conducted

Lebih terperinci

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN: Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 111 119 ISSN: 2085 1227 Penyebaran Batuan Situs Purbakala Candi Palgading di Dusun Palgading, Desa Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik,

Lebih terperinci

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.1, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) B-6 Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

Lebih terperinci

Pemodelan Akuifer Air Tanah dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-dipole

Pemodelan Akuifer Air Tanah dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-dipole Pemodelan Akuifer Air Tanah dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-dipole Sari Dewi Tarigan 1,a), Alamta Singarimbum 2,b) Laboratorium Fisika Bumi, Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENYEBARAN LIMBAH CAIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS 3D (MODEL LABORATORIUM)

IDENTIFIKASI PENYEBARAN LIMBAH CAIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS 3D (MODEL LABORATORIUM) IDENTIFIKASI PENYEBARAN LIMBAH CAIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS 3D (MODEL LABORATORIUM) ABSTRACT Karyanto Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung 35145

Lebih terperinci

Pemodelan Sebaran Sistem Hidrotermal dan Identifikasi Jenis Batuannya dengan Metode CSAMT (Studi Kasus Gunungapi Ungaran)

Pemodelan Sebaran Sistem Hidrotermal dan Identifikasi Jenis Batuannya dengan Metode CSAMT (Studi Kasus Gunungapi Ungaran) Pemodelan Sebaran Sistem Hidrotermal dan Identifikasi Jenis Batuannya dengan Metode CSAMT (Studi Kasus Gunungapi Ungaran) Arif Ismul Hadi, Kirbani Sri Brotopuspito dan Wahyudi Abstract: The investigation

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KOREKSI PERGESERAN STATIK DATA MAGNETOTELLURIC (MT) MENGGUNAKAN METODE GEOSTATISTIK, PERATA-RATAAN, DAN TIME DOMAIN ELECTROMAGNETIC AGUS SULISTYO 0606067976 FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAHANAN JENIS BERDASARKAN PEMODELAN 2D MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANAS BUMI

ANALISIS NILAI TAHANAN JENIS BERDASARKAN PEMODELAN 2D MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANAS BUMI ANALISIS NILAI TAHANAN JENIS BERDASARKAN PEMODELAN 2D MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANAS BUMI Disusun Oleh: RIFA AZHAR HANIFA M0211065 SKRIPSI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN. Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau

BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN. Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau pengasumsian bentuk dan kedalaman benda yang tertimbun. Berbagai macam metode

Lebih terperinci

PENGGAMBARAN PSEUDOSECTION BAWAH PERMUKAAN DARI SUATU PROSES EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN JAGUNG MENGGUNAKAN PROGRAM RES2DINV

PENGGAMBARAN PSEUDOSECTION BAWAH PERMUKAAN DARI SUATU PROSES EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN JAGUNG MENGGUNAKAN PROGRAM RES2DINV PENGGAMBARAN PSEUDOSECTION BAWAH PERMUKAAN DARI SUATU PROSES EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN JAGUNG MENGGUNAKAN PROGRAM RES2DINV Teguh Suroso, Tony Yulianto, Gatot Yuliyanto Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM GEOTHERMAL DAERAH SIBAYAK MENGGUNAKAN DATA MAGNETOTELLURIK DAN GRAVITASI SKRIPSI

PEMODELAN SISTEM GEOTHERMAL DAERAH SIBAYAK MENGGUNAKAN DATA MAGNETOTELLURIK DAN GRAVITASI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN SISTEM GEOTHERMAL DAERAH SIBAYAK MENGGUNAKAN DATA MAGNETOTELLURIK DAN GRAVITASI SKRIPSI RIRI OKTOBIYANTI 0606040066 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan ABSTRAK SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Aliran panas pada pelat

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima BAB III TEORI DASAR 3.1. Konsep Refleksi Gelombang Seismik Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima getaran pada lokasi penelitian. Sumber getaran dapat ditimbulkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-15 Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi Fransiskha W. Prameswari, A. Syaeful

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK

BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK 2.1 Konsep Awal Metode Magnetotelurik Metode magnetotellurik merupakan teknik sounding induktif pasif

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Secara geologi daerah

Lebih terperinci

PEMODELAN TOMOGRAFI CROSS-HOLE METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS (Bentuk Anomali Silindris)

PEMODELAN TOMOGRAFI CROSS-HOLE METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS (Bentuk Anomali Silindris) PEMODELAN TOMOGRAFI CROSS-HOLE METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS (Bentuk Anomali Silindris) Riza Eka Prabowo, Gatot Yuliyanto, M. Irham Nurwidyanto Laboratorium Geofisika Undip ABSTRACT Cross-hole method

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

SURVAI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER DI DESA BANJAR SARI, KEC. ENGGANO, KAB.

SURVAI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER DI DESA BANJAR SARI, KEC. ENGGANO, KAB. SURVAI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER DI DESA BANJAR SARI, KEC. ENGGANO, KAB. BENGKULU UTARA Oleh: Arif Ismul Hadi, Suhendra, Robinson Alpabet Jurusan Fisika

Lebih terperinci

PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY

PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY 20 ISSN 0854-2554 PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY Wrego Seno Giamboro 1, Wahyu Hidayat 1 1 Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknologi Mineral, UPN

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami

BAB III TEORI DASAR. Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami BAB III TEORI DASAR 3.1. Metode Magnetotellurik Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami dalam bumi, yang dihasilkan oleh induksi magnetik dari arus listrik di ionosfer.

Lebih terperinci

Analisis Hasil Filtering Karous-Hjelt Berdasarkan Beda Spasi Dalam Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Tanah

Analisis Hasil Filtering Karous-Hjelt Berdasarkan Beda Spasi Dalam Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Tanah Analisis Hasil Filtering Karous-Hjelt Berdasarkan Beda Spasi Dalam Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Tanah Miftakhul Maulidina Universitas Nusantara PGRI Kediri Email : dhin.na_fisika@yahoo.com Received

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA Oleh: Asep Sugianto 1), Ahmad Zarkasyi 1), Dadan Dani Wardhana 2), dan Iwan Setiawan 2) 1) Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci