Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan Memperhitungkan Initial Model Untuk Mendelineasi Sistem Panasbumi
|
|
- Verawati Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan Memperhitungkan Initial Model Untuk Mendelineasi Sistem Panasbumi Yunus Daud 1 dan Gidson Andriano Siahaan 2 1. Laboratorium Geotermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok ydaud@sci.ui.ac.id, gidson2811@yahoo.co.id Abstrak Lapangan X merupakan salah satu lapangan panasbumi di Indonesia yang terbentuk pada lingkungan magma basaltik. Fluida panas satu fasa bertemperatur tinggi terbentuk pada zona resevoir yang memiliki permeabilitas tinggi sebagai fasa cair. Fluida ini dapat tersimpan dengan baik di reservoir dikarenakan ditutupi lapisan penudung berupa batuan ubahan yang bersifat inpermeable. Zona upflow terbentuk di dalam kaldera komplek Telong tepatnya di puncak Gunung Telong seperti batuan alterasi. Sedangkan zona outflow terbentuk di daerah sekitar manifestasi air panas Mapane, Masaingi dan Buayana bertipe klorida-bikarbonat dan berada pada zona immature water dengan suhu berkisar antara C. Inversi 3-D dari data magnetotellurik dilakukan untuk mengetahui distribusi resitivitas bawah permukaan. Inversi 3-D ini dilakukan dengan menggunakan initial model yang berbeda, yaitu initial model heterogen (inversi 2-D) dan initial model homogen (100 Ωm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa inversi 3-D dengan model awal heterogen mampu menggambarkan distribusi resistivitas bawah permukaan dengan lebih baik dibandingkan dengan inversi 3-D dengan model awal homogen. Zona clay cap dengan nilai resistivitas <10 Ωm memiliki ketebalan hingga 1,5 km dari permukaan. Zona reservoir yang berada di bawah clay cap dengan range nilai resistivitas Ωm berada pada kedalaman 1,5 2,5 km dari permukaan. Sumber panasbumi (heat source) yang ditandai dengan nilai resistivitas tinggi >100 Ωm berada pada kedalaman >2,5 km. Kata Kunci : Magnetotellurik, Inversi 3-D, Initial Model 3-Dimensional Inversion of Magnetotelluric Data with "Initial Model" Calculation to Delineating Geothermal System Abstract Field X is one of the Indonesia geothermal field that formed in basaltic magma environment. Single phase high temperature thermal fluids formed in the resevoir zone that has a high permeability as liquid phase. This fluid can be stored in the reservoir due to the covering of alteration as cap rocks. Upflow zone formed within the caldera of Telong complex, exactly at the top of Mount Telong such as altered rock. While its outflow zone formed at around of the manifestations of Mapane, Masaingi and Buayana that categorized as chloridebicarbonate type and include on immature water zone with temperature range between C. The 3-D inversion of magnetotelluric data was performed to determine the subsurface resistivity distribution. The 3-D inversion using different initial model, a model compiled from 2-D inversion and a homogeneous earth of resistivity 100 Ωm. The results of inversion show that 3-D inversion with a model compiled from 2-D inversion can delineate subsurface resistivity distribution more clearly than 3-D inversion with 100 Ωm homogeneous initial model. Clay cap zone with resistivity value <10 Ωm has a thickness of about 1500 m b.s.l. Reservoir zone is discovered below the clay cap has resistivity value about Ωm at elevation m b.s.l. And heat source with high resistivity (>100 Ωm) seen at >2500 m b.s.l. Keywords : Magnetotelluric, 3-D inversion, Initial Model
2 PENDAHULUAN Kebutuhan akan energi selama ini sebagian besar ditopang oleh minyak dan gas yang merupakan bahan bakar fosil. Selain jumlahnya yang semakin sedikit dan menjadikannya barang yang mahal, penggunaan bahan bakar fosil ini juga mempunyai beberapa kelemahan, salah satunya adalah menyebabkan terjadinya polusi. Hal ini memaksa kita untuk menemukan sumber energi baru yang ramah lingkungan. Dan sumber energi yang paling cocok adalah energi panasbumi (geothermal). Dalam pencarian sumber energi panasbumi dibutuhkan eksplorasi dalam proses untuk bisa mendapatkan sumber energi tersebut. Panasbumi (geothermal) merupakan salah satu bentukan uap yang menghasilkan energi yang terangkat ke permukaan sebagai hasil proses konduksi dan konveksi. Energi ini merupakan sumber energi alternatif terbarukan yang sangat potensial. Salah satu metode geofisika yang cukup efektif digunakan untuk eksplorasi energi panasbumi adalah metode magnetotellurik. Metode ini merupakan metode pasif yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang berasal dari alam. Gelombang elektromagnetik ini muncul akibat adanya gangguan medan magnet dari luar, seperti solar wind dan ligthning terhadap medan magnet bumi yang konstan (Simpson dan Bahr, 2005). Frekuensi yang terekam dari gelombang elektromagnetik ini bervariasi dari Hz (Simpson dan Bahr, 2005). Karena frekuensi yang terekam sangat rendah, maka metode ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi bawah permukaan bumi pada penetrasi yang cukup dalam hingga mencapai 3 km (Simpson dan Bahr, 2005). Gbr 1. Persebaran Panasbumi di Indonesia (ESDM, Modifikasi Daud, 2012)
3 Kondisi bawah permukaan bumi dapat diketahui melalui metode magnetotellurik dengan menganalisis nilai resistivitas dan phasenya. Dari distribusi nilai resistivitas batuan inilah kemudian dimodelkan lapisan dibawah permukaan bumi dengan cara inversi. Inversi ini sendiri menggunakan teknik statistik dan matematis untuk memodelkan distribusi nilai resistivitas yang didapatkan dari data hasil pengukuran (Supriyanto, 2007). Dari hasil inversi ini kemudian dapat diinterpretasikan komponen-kompenen pada sistem geothermal seperti lapisan clay cap, reservoir dan heat source. Sebelum dilakukan inversi diperlukan data dari survey MT yang sudah diolah sehingga faktor noise dapat diminamalisir. Data nilai resistivitas dan phase ini kemudian menjadi input pada proses inversi 3-D. Tetapi sebelum dilakukan inversi diperlukan initial model untuk masingmasing titik pengukuran MT. Pemilihan nilai initial model yang berbeda dapat mempengaruhi hasil akhir dari inversi (Hersir dkk, 2013). Pemasukan nilai initial model pada proses inversi membuat penampang resistivitas lebih terlihat smooth (Hersir dkk, 2013). Kemudian dibuat model konseptual yang mengintegrasikan data geologi, geokimia dan geofisika. GEOLOGI DAN GEOKIMIA Daerah panas bumi X terletak pada lingkungan geologi vulkanik Kuarter. Bentuk morfologinya terdiri dari pedataran dan deretan perbukitan yang disusun oleh batuan sedimen, dan batuan vulkanik produk Telong, Andes, Unta,dan Meruya. Batuan tertua yang adalah batuan sedimen berumur Miosen Tengah yang merupakan batuan sedimen turbidit dan diendapkan di lingkungan neritik. Struktur geologi yang berkembang berupa struktur-struktur vulkanik dan tektonik. Struktur vulkanik ini terbentuk karena adanya aktivitas vulkanik dari Gunung Telong sehingga membentuk struktur rim kaldera dan sesar-sesar normal berarah baratdaya-timurlaut. Struktur ini juga memfasilitasi kemunculan manifestasi panas bumi Masaingi dan Buayana. Struktur tektonik berupa sesar-sesar mendatar berarah relatif utara-selatan dan baratlaut-tenggara yang merupakan struktur regional dan sebagian sudah ditutupi oleh produk batuan yang lebih muda. Sebagian dari struktur ini teraktifkan kembali sehingga bisa memfasilitasi kemunculan manifestasi panas bumi Mapane.
4 Gbr 2. Peta Geologi Daerah Panasbumi X (PSDG, 2010, Modifikasi oleh penulis) Manifestasi panas bumi di daerah Masaingi Telong berupa mata air panas dan batuan ubahan yang pemunculannya tersebar di tiga lokasi. Secara umum pemunculan mata air panas terletak pada dua kelompok, yaitu kelompok mata air panas Mapane 1 dan 2 yang muncul di daerah pinggiran telaga Rawa Pening - Banyu Biru serta kelompok mata air panas Masaingi dan Buayana yang muncul di daerah persawahan di dusun Masaingi dan Buayana dengan temperatur berkisar C. Batuan ubahan tersebar di tiga lokasi yang cukup luas yaitu di daerah Pakung, Pangar dan Kendal Duwur. Secara megaskopis batuan telah terubah menjadi mineral lempung (montmorilonit, haloysit dan kaolinit). Hasil analisis dan interpretasi PIMA menunjukkan batuan telah mengalami ubahan hidrotermal menjadi kelompok alunit-kaolinit dan mineral lempung (montmorilonit) serta halloysit sehingga dapat dikelompokkan ke dalam tipe ubahan argillic-advance argillic. METODE PENELITIAN Inversi 3-Dimensi Dalam pengolahan inversi 3-D sangat bergantung ke dalam 2 hal, yaitu jumlah data (N) dan model (M). Secara garis besar, yang dimaksudkan dengan data (N) pada inversi 3-D meliputi jumlah titik pengukuran (Ns), jumlah periode (Np) dan jumlah respon impedansi (Nr). Sementara itu, yang dimaksudkan dengan model (M) pada inversi 3-D meliputi jumlah blok pada arah x (Mx), jumlah blok pada arah y (My) dan jumlah blok pada arah z (Mz).
5 Respon impedansi yang dimaksudkan dalam inversi 3-D ini adalah jumlah impedansi yang digunakan. Sesuai dengan studi pustaka, di dalam inversi 3-D dipergunakan keseluruhan impedansi yakni Z xx, Z xy, Z yx dan Z yy. Dalam pengolahan inversi kali ini, dipergunakan nilai real dan imaginer dari keempat nilai impedansi tersebut. Hal ini menyebabkan, total respon impedansi (N r ) yang digunakan berjumlah 8. Umumnya, permasalahan inversi 3-D pada data magnetotellurik adalah underdetermined dimana jumlah data (N) lebih kecil dibandiingkan jumlah model (M). Untuk kasus underdetermined ini, banyak model yang dapat sesuai dengan data yang ada. Persoalan ini dapat diselesaikan dengan model yang parameternya berbentuk fungsi kontinyu terhadap posisi. Proses inversi 3-D dilakukan dengan menggunakan software MT3Dinv-X yang dikembangkan oleh PT. NewQuest Geotechnology berkolaborasi dengan Laboratorium Geofisika Universitas Indonesia. Software ini mengaplikasikan algoritma data space occam s inversion yang dikembangkan oleh Siripunvaraporn dan Egbert (2005). Ada 3 hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan proses inversi 3-D yaitu input data, pembuatan initial model dan data file dan pendefinisian file (start up) yang akan digunakan untuk proses inversi.pada kasus ini jumlah data (N) adalah 1216 (19 data sounding x 8 periode x 8 elemen tensor real dan imajiner full impedance). Dalam inversi 3-D ini juga diperlukan initial model sebagai model awal dalam proses iterasi. Nilai dari initial model ini mempengaruhi hasil akhir dari proses inversi 3-D (Hersir dkk, 2013). Untuk melihat pengaruh nilai initial model terhadap hasil inversi 3-D, maka nilai initial model divariasikan yaitu model heterogen dari hasil inversi 2-D dan model homogen dengan resistivitas 100 Ωm. Model Grid Model 3-D dibuat dalam bentuk kotak yang terisi oleh blok-blok dengan nilai resistivitas tertentu. Ukuran dari blok ini akan sangat mempengaruhi hasil inversi 3-D karena merupakan representasi dari bentuk batuan di bawah permukaan. Pemilihan ukuran blok yang sangat besar akan membuat jumlah blok semakinsedikit dan kurang representatif dalam menggambarkan keadaan bawah tanah. Dalam inversi 3-D ini, ukuran blok untuk arah x adalah 30 (20 di tengah dan 10 di pinggir), arah y sebanyak 30 (22 di tengah dan 8 di pinggir)
6 dan arah z sebanyak 22 blok hingga kedalaman 250 km. Kedalaman untuk blok yang dangkal adalah 50, 75, 113, 168, 253, 380, 570 m. Gbr 3 adalah bentuk model grid yang dibuat untuk inversi 3-D. Gbr 3. Model Grid Inversi 3-D HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Initial Model Inversi 3-D dilakukan menggunakan komputer dengan processor intel Core i7dan RAM 16 GB. Untuk setiap iterasi memerlukan waktu sekitar 2 jam dan total waktu yang dibutuhkan adalah 100 jam untuk inversi 3-D. Perbedaan antara nilai data (observed) dengan nilai hasil perhitungan (calculated) didefinisikan sebagai RMS (Root-Mean-Square). Nilai RMS untuk hasil inversi 3-D menggunakan initial model heterogen dari inversi 2-D adalah 9,4 dan diambil pada iterasi ke-9. Sedangkan nilai RMS untuk hasil inversi 3-D dengan menggunakan initial model homogen (100 Ωm) adalah 9,9 dan diambil pada iterasi ke-7. Dari nilai RMS, hasil inversi 3-D menggunakan initial model heterogen dari hasil inversi inversi 2-D lebih akurat dibandingkan dengan initial model homogen (100 Ωm). Perbandingan hasil inversi untuk initial model model heterogen (inversi 2-D) dan homogen (100 Ωm) dapat dilihat pada Gbr 4.
7 (a) (b) (c) (d) Gbr 4. Hasil Inversi 2-D dan 3-D (a) Lintasan Pengukuran MT (b) Hasil Inversi 2-D (c) Hasil Inversi 3-D Dengan Initial Model Heterogen (Inversi 2-D) (d) Hasil Inversi 3-D Dengan Initial Model Homogen (100 Ωm) Dari kurva matching antara data observed dan calculated juga menunjukkan bahwa inversi 3D dengan menggunakan initial model heterogen lebih baik dibandingkan dengan initial model homogen seperti terlihat pada Gbr. 5. Hampir setiap data observed sesuai dengan data calculated pada initial model heterogen. Gbr 5. Perbandingan antara kurva observed dan calculated antara model heterogen dan homogen Penampang Lintasan 1 Pada lintasan 1 seperti terlihat pada Gbr 6, terdiri dari 5 titik pengukuran MT yaitu MTUT11, MTUT-12, MTUT-13, MTUT-14 dan MTUT-15 yang berarah barat daya-timur laut. Lintasan ini berada di dekat puncak Gunung Telong yang merupakan lintasan yang paling
8 merepresentasikan sistem panasbumi daerah X. Zona clay cap (resistivitas rendah) pada range 1 10 Ωm terlihat di bawah puncak Gunung Telong hingga kedalaman 500 m di bawah permukaan laut dengan ketebalan sekitar 1,5 km. Clay cap ini terlihat sampai dipermukaan dan ini sesuai dengan data geologi dengan ditemukannya batuan alterasi di puncak Gunung Telong. Clay cap/batuan alterasi ini diduga sebagai batuan penudung dari reservoir panasbumi sehingga fluida tidak bocor/keluar ke atas. Gbr 6. Hasil Inversi 3-D Pada Penampang Lintasan 1 Dibawah zona clay cap terdapat nilai resistivitas antara Ωm yang diduga adalah zona reservoir panasbumi dengan kedalaman hingga 2500 m di bawah permukaan laut dan ketebalan sekitar 2 km. Sumber panasbumi (heat source) terdeteksi dengan nilai resistivitas yang tinggi (>100 Ωm) pada kedalaman 2500 m. Hasil inversi 3-D juga memperlihatkan adanya struktur patahan yang merepresentasikan batas kaldera dan sesar BL-TG. Sesar BL- TG ini merupakan suatu struktur tektonik yang memanjang pada arah barat laut-tenggara. Struktur ini terlihat dengan adanya kontras nilai resistivitas yang cukup tinggi dan juga telah dikaitkan dengan geologi pada daerah penelitian. Lintasan 1 ini juga memotong salah satu manifestasi panasbumi daerah X yaitu mata air panas Mapane yang berada di dekat titik MTUT-11. Adanya manifestasi ini diduga merupakan zona outflow yang dikontrol oleh struktur seperti terlihat pada Gbr 6. Penampang Lintasan 2 Pada lintasan yang kedua ini mencakup 6 titik pengukuran MT yaitu MTUT-19, MTUT-20, MTUT-21, MTUT-22, MTUT-23 dan MTUT-24 pada arah barat daya-timur laut. Panjang lintasan sekitar 12 km dan kedalaman hingga 4000 m dibawah permukaan laut seperti terlihat
9 pada Gbr 7. Lintasan ini berada sejajar ke arah barat laut dengan lintasan 1 yang masih menunjukkan kemenerusan dari sistem panasbumi daerah X. Zona clay cap yang merupakan batuan penudung zona reservoir dengan range nilai resistivitas 1 10 Ωm terlihat hingga kedalaman 800 m di bawah permukaan laut. Zona clay cap pada lintasan ini terlihat lebih dalam dibandingkan dengan di lintasan 1 dikarenakan efek topografi pada daerah penelitian. Zona reservoir juga terdeteksi di bawah zona clay cap dengan resistivitas Ωm hingga kedalaman 3000 m lebih dalam dibandingkan pada lintasan 1. Zona heat source pada lintasan 2 ini terdeteksi pada kedalaman 3000 m walaupun kurang terlihat jelas. Kemenerusan struktur pada lintasan 1 juga terlihat padan lintasan ini seperti terlihat di Gbr 7. Batas kaldera dan struktur patahan terlihat jelas dengan adanya kontras nilai resistivitas. Struktur ini merupakan produk dari aktivitas tektonik dan vulkanik pada daerah penelitian berdasarkan data geologi. Gbr 7. Hasil Inversi 3-D Pada Penampang Lintasan 2 Interpretasi Terpadu Hasil inversi 3-D dari survei geofisika kemudian diintegrasikan dengan data geologi dan geokimia sehingga didaptkan gambaran umum mengenai bagaimana proses terbentuknya sistem panasbumi dan beberapa kemunculan manifestasi panas bumi. Adanya sistem panasbumi di daerah X merupakan indikasi dari kemunculan manifestasi panasbumi di sekitar daerah tersebut. Manifestasi yang muncul di permukaan berupa mata air panas di kaki sebelah barat dan timur komplek Gunung Telong serta batuan alterasi yang terdapat di puncak komplek Gunung Telong berdasarkan data geokimia dan geologi.
10 Dari data geologi mengatakan bahwa daerah panasbumi X berhubungan erat dengan lingkungan geologi vulkanik kuarter dan manifestasi panasbumi yang muncul diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik terakhir dari komplek Telong. Pada Kala Pliosen Atas terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pemunculan aktivitas vulkanik Gunung Unta Tua pada Kala Plistosen Awal yang didaerah survei diindikasikan dengan terbentuknya satuan vulkanik Gunung Unta-1. Aktivitas vulkanik juga terjadi di sebelah tenggara Gunung Unta yaitu aktivitas vulkanik Gunung Telong-1 yang menghasilkan produk lava dan batuan piroklastik. Letusan Gunung Telong-1 menyebabkan terjadinya kekosongan di perut bumi sehingga akibat gaya gravitasi terjadi collapse di bagian tengah daerah survei yang dicirikan dengan adanya struktur rim kaldera depresi. Di bagian depresi yang merupakan zona lemah ini kemudian muncul kembali aktivitas vulkanik Gunung Telong-2 yang menghasilkan produk lava dan batuan piroklastik. Aktivitas vulkanik ini terus berlanjut hingga membentuk kerucut Gunung Telong sekarang dan kerucut Gunung Andes. Pada akhir aktivitas vulkanik Gunung Telong terjadi erupsi setempat pada zona sesar yang membentuk satuan kerucut piroklastik yang berupa scoria cone. Pembentukan sistem panasbumi di daerah X diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik termuda komplek Telomoyo yang masih menyimpan sisa panas dari dapur magma. Sisa panas tersebut berperan sebagai sumber panas yang memanasi air bawah permukaan yang kemudian naik melalui struktur patahan dan muncul sebagai manifestasi panasbumi. Ada beberapa struktur patahan yang merupakan produk dari aktivitas tektonik dan vulkanik yang mengontrol naiknya fluida ke permukaan. Gbr 8. Diagram Segitiga Cl-SO 4 -HCO 3 (PSDG, 2010, Modifikasi oleh penulis) Hasil analisis kimia juga memperkuat data geologi yang ada dengan memplot mata air panas ke dalam diagram segitiga Cl-SO 4 -HCO 3 (Gbr 8). Dari diagram memperlihatkan bahwa mata air panas Mapane termasuk ke dalam tipe air bikarbonat, sedangkan mata air panas Masaingi
11 dan Buayana termasuk ke dalam tipe air klorida. Berdasarkan dari diagram segitiga Na/1000- K/100- Mg (Gbr 9) menunjukkan bahwa ketiga mata air panas tersebut berada pada zona immature waters dan mengindikasikan adanya pengaruh air permukaan yang cukup dominan pada fluida air panas manifestasi. Karena pengaruh air meteorik ini yang cukup dominan maka dapat diduga bahwa ketiga mata air panas tersebut merupakan zona outflow karena jauh dari reservoir panasbumi daerah X dan sesuai dengan data geologi dimana terdapat struktur patahan terletak di titik-titik daerah mata air panas yang memfasilitasi kemunculannya. Gbr 9. Diagram Segitiga Na/1000-K/100-!" (PSDG, 2010, Modifikasi oleh penulis) Survei geofisika yang menggunakan metode MT memperkuat hasil analisis data geologi dan geokimia. Dari hasil inversi 3-D pada lintasan 1 dapat diidentifikasi keberadaan struktur patahan yang merupakan jalur naiknya air panas ke permukaan. Namun struktur patahan ini kurang terlihat jelas jika menggunkanan initial model yang homogen. Inversi 3-D model heterogen dapat dikatakan lebih baik dalam mengidentifikasi struktur patahan ini dimana terlihat kontras nilai resistivitas yang jelas seperti terlihat pada perbandingan hasil inversi pada Gbr 4. Sistem panasbumi juga dapat terlihat dengan jelas dari survei MT dimana terdapat clay cap sebagai batuan penudung, zona reservoir dan sumber panasbumi (heat source). Dari hasil survei geofisika ini juga menunjukkan dengan jelas luasan dari reservoir dan batas-batas top resevoir. Model Konseptual Dari hasil integrasi ketiga data geologi, geokimia dan geofisika, dibuatlah suatu model konseptual yang menggambarkan sistem panasbumi daerah X seperti terlihat pada Gbr 10. Dari hasil integrasi ketiga data tersebut dapat diperkirakan bahwa daerah panasbumi X berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik termuda komplek Telong yang masih menyimpan
12 sisa panas dari dapur magma. Sisa panas tersebut berperan sebagai sumber panas yang memanasi air bawah permukaan yang kemudian naik melalui celah-celah/rekahan dan terperangkap dalam reservoir panas bumi. Interaksi antara fluida panas yang tersimpan di reservoir dengan batuan di atasnya (sekitarnya) menghasilkan batuan penudung (clay cap) yang bersifat kedap air (impermeable). Batuan penudung inilah yang menyebabkan pergerakan fluida panas yang terdapat di lapisan reservoir tertahan untuk sampai ke permukaan. Batuan penudung ini diperkirakan terdapat pada batuan vulkanik Telong dan Unta yang diduga telah mengalami alterasi menjadi jenis batuan argilik dan berbentuk updome di dalam kaldera Telong. Top reservoir diperkirakan terdapat pada kedalaman > 1500 meter pada satuan batuan vulkanik Unta dan batuan sedimen yang kaya akan rekahan atau yang bersifat permeabel. Sumber panas (heat source) merupakan komponen utama dalam suatu sistem panas bumi. Sumber panas dari sistem panasbumi daerah X diperkirakan berasal dari sisa panas dari dapur magma yang berasosiasi dengan aktivitas vulkanik terakhir komplek Telong. Fluida panas termasuk ke dalam tipe klorida-bikarbonat pada zona immature water yang memberikan gambaran bahwa kondisi air panas kemungkinan berasal langsung dari kedalaman, tetapi selama dalam pencapaian ke permukaan kemungkinan telah mengalami kontaminasi oleh air permukaan atau pengaruh pengenceran air permukaannya cukup dominan. Mata air panas Masaingi, Buayana dan Mapane diperkirakan merupakan outflow dari sistem panas bumi daerah X karena mempunyai tipe klorida bikarbonat. Gbr 10. Model Konseptual Daerah Panasbumi X
13 KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut: 1. Hasil inversi 3-D dengan menggunakan initial model homogen (100 Ωm) dan heterogen (inversi 2-D) menunjukkan trend yang hampir sama dalam distribusi nilai resistivitas di bawah permukaan bumi. 2. Nilai RMS dari hasil inversi 3-D dengan menggunakan initial model heterogen (inversi 2- D) adalah 9,4 pada iterasi ke 9. Sedangkan nilai RMS dari hasil inversi 3-D dengan initial model homogen (100 Ωm) adalah 9,9 pada iterasi ke Distribusi nilai resistivitas dari hasil inversi 3-D dengan initial model heterogen (inversi 2- D) lebih baik dibandingkan dengan initial model homogen (100 Ωm) dilihat dari nilai RMS, kurva matching dan data geologi. 4. Dari hasil inversi 3-D didapatkan beberapa zona sebagai berikut: a. Zona clay cap dengan nilai resistivitas <10 Ωm memiliki ketebalan hingga 1,5 km dari permukaan. b. Zona reservoir dengan range nilai resistivitas Ωm berada pada kedalaman 1,5 2,5 km dari permukaan tepat di bawah puncak Gunung Telong. c. Sumber panasbumi (heat source) yang ditandai dengan nilai resistivitas tinggi >100 Ωm berada pada kedalaman >2,5 km. SARAN Untuk lebih mengembangkan penelitian ini maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Distribusi titik pengukuran MT sebaiknya lebih luas ke arah mata air panas Masaingi dan Buayana agar interpretasi sistem panasbumi daerah X dapat lebih baik. 2. Sebaiknya dilihat juga pengaruh untuk hasil inversi 3-D jika diberikan initial model heterogen dari hasil 1-D dan initial model homogen dengan nilai resistivitas yang bervariasi seperti 10 Ωm dan 50 Ωm.
14 DAFTAR REFERENSI [1] Daud, Yunus. 2012, Diktat Kuliah : Geothermal, Potensi,dan Eksplorasi Panasbumi Indonesia untuk Mengurangi Risiko Bisnis Panasbumi. Laboratorium Geofisika, FMIPA Universitas Indonesia. [2] Hersir, G. P., Árnason, K. dan Vilhjálmsson, A. M. 2013, 3D inversion of magnetotelluric (MT) resistivity data from Krýsuvík high temperature geothermal area in SW Iceland. Iceland GeoSurvey, report, ÍSOR [3] PSDG. 2010, Laporan Terpadu Daerah Panas Bumi X, Bandung [4] Simpson, F. dan Bahr, K. 2005, Pratical Magnetotelluric. United Kingdom : Cambridge University Press. [5] Siripunvaraporn, W., Egbert, G., Lenbury, Y. dan Uyeshima, M. 2005, Threedimensional magnetotelluric inversion: data-space method Phys. Earth Planet. Int., 150, [6] Supriyanto. 2007, Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inversi. Departemen Fisika. Universitas Indonesia
Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik
Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik Zulimatul Safa ah Praromadani 1, Yunus Daud 1, Edi Suhanto 2, Syamsu Rosid 1, Supriyanto 1 1 Laboratorium Geothermal,
Lebih terperinci3-D Inversion of Magnetotelluric Data in Kepahiang Geothermal System, Bengkulu
3-D Inversion of Magnetotelluric Data in Kepahiang Geothermal System, Bengkulu Fikri Fahmi 1, Yunus Daud 1,2, Boko Nurdiyanto Suwardi 3, Ahmad Zarkasyi 4, Asep Sugiyanto 4 and Edi Suhanto 4 1 PT. NewQuest
Lebih terperinciSURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN
SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas
Lebih terperinciInversi 3D Data Magnetotellurik Menggunakan Data Inversi 1D Magnetotellurik Sebagai Model Awal
Inversi 3D Data Magnetotellurik Menggunakan Data Inversi 1D Magnetotellurik Sebagai Model Awal Wahyu Noor Ichwan Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-Mail: wahyu.noor@ui.ac.id
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT
SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Sri Widodo Kelompok Program Penelitian Panas
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT
SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT Ahmad Zarkasyi,Nizar Muhamad, Yuanno Rezky Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geoogi SARI Riset tentang sistem
Lebih terperinciPotensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR
SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR Oleh: Asep Sugianto 1), Edi Suhanto 2), dan Harapan Marpaung 1) 1) Kelompok Penyelidikan Panas Bumi 2) Bidang Program dan Kerjasama
Lebih terperinciSurvei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara
Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi,
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi
Lebih terperinciSURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung
SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Survei magnetotellurik (MT) telah dilakukan didaerah
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan energi di Indonesia khususnya energi listrik semakin berkembang. Energi listrik sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di Indonesia yang bertambah
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB
PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB Mochamad Nur Hadi, Anna Yushantarti, Edi Suhanto, Herry Sundhoro Kelompok Program Penelitian Panas Bumi SARI
Lebih terperinciPemodelan Sistem Geotermal Arjuno Welirang, Jawa Timur Dengan Menggunakan Inversi Data Magnetotellurik 3-Dimensi
Pemodelan Sistem Geotermal Arjuno Welirang, Jawa Timur Dengan Menggunakan Inversi Data Magnetotellurik 3-Dimensi Yunus Daud 1, Fikri Fahmi 2, 1 Laboratorium Geotermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)
SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan 2) Bidang Sarana Teknik SARI Pada tahun
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.
BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1. Struktur Geologi Proses terjadinya sumber panas bumi di Indonesia merupakan hasil dari interaksi tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN
BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN 6. 1 Hilang Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas bumi disuatu daerah diperlukan perhitungan kehilangan panas alamiah. Hal ini perlu dilakukan
Lebih terperinciBAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI
Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI IV.1 Kehilangan Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga
Lebih terperinciINVERSI 2-D MAGNETOTELLURIK DENGAN MENGGUNAKAN INITIAL MODEL 1-D UNTUK PEMODELAN SISTEM PANAS BUMI CUBADAK
INVERSI 2-D MAGNETOTELLURIK DENGAN MENGGUNAKAN INITIAL MODEL 1-D UNTUK PEMODELAN SISTEM PANAS BUMI CUBADAK Adilla Armando 1 1 Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 adillaahlulquro@gmail.com
Lebih terperinciSurvei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara
Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara Ahmad Zarkasyi*, Sri Widodo** Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM *zarkasyiahmad@gmail.com,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.
Lebih terperinciBAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA
BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA 3.1 Data Geokimia Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi
BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan
Lebih terperinciSURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT
SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT Oleh : Edy Purwoto, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng yang besar, yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudra Hindia- Australia, dan Lempeng
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Kholid, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang melimpah. Anugrah ini merupakan hal yang harus termanfaatkan secara baik demi kebaikan kehidupan
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN
SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN Tony Rahadinata, dan Asep Sugianto Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Geokimia 5.1.1. Hasil Penelitian Sampel Air dan Gas Berdasarkan hasil pengambilan sampel air dan gas yang telah dilakukan oleh Tim Survey Geokimia Pusat Sumber Daya Geologi
Lebih terperinciSURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA
SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA Asep Sugianto, Tony Rahadinata, dan Yadi Supriyadi Kelompok Penyelidikan
Lebih terperinciSURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung
SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Pengukuran Magnetotelurik (MT) telah
Lebih terperinciModeling of Geothermal Reservoir in Lawu field Using 2-D Inversion of Magnetotelluric Data
Proceedings Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition 2015 Jakarta Convention Center, Indonesia August 19 th 21 st, 2015 Modeling of Geothermal Reservoir in Lawu field Using 2-D Inversion
Lebih terperinciSurvei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan
Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM Abstrak Penelitian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Luas
Lebih terperinciBAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA
BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal.
Lebih terperinciPuji Suharmanto 1,Fikri Fahmi 2, Yunus Daud 1, Ahmad Zarkasyi 3, Asep Sugiyanto 3, and Edi Suhanto 3
Delineation of Geothermal System at Prospect Area P by Using Multi-Dimensional Modeling of Magnetotelluric Data Integrated Geological and Geochemistry Data Puji Suharmanto 1,Fikri Fahmi 2, Yunus Daud 1,
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI
SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA Oleh: Asep Sugianto 1), Ahmad Zarkasyi 1), Dadan Dani Wardhana 2), dan Iwan Setiawan 2) 1) Pusat Sumber Daya Geologi
Lebih terperinciIdentifikasi Sistem Geothermal Menggunakan Metode Magnetotellurik 2-Dimensi di Daerah Suwawa, Gorontalo
Identifikasi Sistem Geothermal Menggunakan Metode Magnetotellurik 2-Dimensi di Daerah Suwawa, Gorontalo Yunus Daud dan Maryadi Laboratorium Geofisika, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS
BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan
Lebih terperinciBAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR
BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume
Lebih terperinciSURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH
SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH Oleh: Asep Sugianto, Yadi Supriyadi, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas
Lebih terperinciPEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU
PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU M. Imron Rosyid *), Siti Zulaikah **), Samsul Hidayat **) E-mail: imronpoenya@yahoo.com
Lebih terperinciBAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI
BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI 4.1 Hilang Panas Alamiah Besar potensi panas bumi dapat diperkirakan melalui perhitungan panas alamiah yang hilang melalui keluaran manifestasi panas bumi (natural heat
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT
SURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT Muhammad Kholid, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber
Lebih terperinciINVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING
Inversi 1-D... INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING R. Aldi Kurnia Wijaya 1), Ayi Syaeful Bahri 1), Dwa Desa Warnana 1), Arif Darmawan 2)
Lebih terperinciANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA
ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA Muh. Taufik Dwi Putra ˡ, Syamsuddin ˡ, Sabrianto Aswad ˡ. Program
Lebih terperinci, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PEMODELAN STRUKTUR GEOLOGI DAN ANALISIS SUMBER PANAS MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI, MAGNETIK DAN FAULT FRACTURE DENSITY (FFD) PADA DAERAH PANAS BUMI BITTUANG, SULAWESI SELATAN Adhitya Mangala * Yobel Muhammad
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya
Lebih terperinciPENGGUNAAN CITRA SATELIT LANDSAT 8 UNTUK ANALISA PATAHAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI ARJUNO WELIRANG PROVINSI JAWA TIMUR
PENGGUNAAN CITRA SATELIT LANDSAT 8 UNTUK ANALISA PATAHAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI ARJUNO WELIRANG PROVINSI JAWA TIMUR Bakruddin, Widya Utama, Dwa Desa Warnana Jurusan Teknik Geomatika FTSP ITS, Surabaya
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk
Lebih terperinciMODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA
MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA Oleh: Ahmad Zarkasyi dan Yuanno Rezky Pusat Sumber Daya Geologi Jln. Soekarno - Hatta No. 444 Bandung
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LIMBONG KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN. Oleh: Wiwid Joni 1), Muhammad Kholid 1)
SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LIMBONG KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN Oleh: Wiwid Joni 1), Muhammad Kholid 1) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Pengukuran magnetotellurik
Lebih terperinciEKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH.
EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Tugas Akhir Disusun sebagai syarat menyelesaikan tahap sarjana S-1 Program
Lebih terperinciSURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI MARITAING, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI MARITAING, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Yadi Supriyadi, Iqbal Takodama, Nizar Muhammad Nurdin Kelompok Penyelidikan
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin
SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Secara geologi daerah
Lebih terperinciSURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC
SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI POHON BATU, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT DAN KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Arif Munandar
Lebih terperinciSURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHN 7 PSAT SMBER DAYA GEOLOGI SRVEY GEOLISTRIK DI SLAWESI SELATAN Bakrun 1, Sri Widodo 2 Kelompok Kerja Panas Bumi SARI Pengukuran geolistrik
Lebih terperinciBAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik
Lebih terperinciPENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS.
PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS Putri Hardini 1, Dr. Ahmad Zaenudin, M.T 1., Royo Handoyo
Lebih terperinciEKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT
EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT TUGAS AKHIR B Diajukan sebagai syarat kelulusan tingkat Sarjana Strata Satu di Program Studi
Lebih terperinciPEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak
PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO Eko Minarto* * Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga
Lebih terperinciSurvei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah
Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah Oleh : Tony Rahadinata, dan Nizar Muhamad Nurdin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH
SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH Oleh : Ahmad Zarkasyi dan Nizar Muhamad Nurdin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat
Lebih terperinciPENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI G. KAPUR KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI G. KAPUR KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuanno Rezky, Andri Eko Ari. W, Anna Y. Kelompok Program Peneylidikan Panas Bumi SARI Daerah panas
Lebih terperinciSURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PANTAR, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PANTAR, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Tony Rahadinata, Iqbal Takodama Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan aspek tektoniknya, Indonesia berada pada jalur tumbukan tiga lempeng besar dengan intensitas tumbukan yang cukup intensif. Tumbukan antar lempeng menyebabkan
Lebih terperinciGEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT
GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT Dudi Hermawan, Sri Widodo, Robertus S, Dedi K, M.Kholid, A.Zarkasyi, Wiwid J Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem panas bumi umumnya berkembang pada daerah vulkanik dan non vulkanik. Seting tektonik Indonesia yang dilalui oleh jalur pegunungan aktif menjadikan Indonesia
Lebih terperinciBAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi
BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi Metode geologi yang dipakai adalah analisis peta geologi regional dan lokal dari daerah penelitian. Untuk peta geologi regional, peta yang dipakai adalah peta geologi
Lebih terperinciBAB IV GEOKIMIA AIR PANAS
4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan
Lebih terperinciIdentifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik
Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Dewa Putu Budi Arnata 1*, Moh. Dahlan Th. Musa 1, Sabhan 1 1 Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako ABSTRACT
Lebih terperinciSurvei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara
Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara Oleh : Tony Rahadinata, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengembangan energi alternatif perlu dilakukan, karena merupakan sumber energi yang berkelanjutan, lebih ramah lingkungan, dan berpotensi tinggi di Indonesia.
Lebih terperinciMetode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi
1 Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi Pendahuluan 2 Pendahuluan (1) Metoda geofisika menyelidiki gejala fisika bumi dengan mengukur parameter-parameter fisik yang berkaitan. Beberapa metode geofisika
Lebih terperinciANALISIS KARAKTERISTIK PANASBUMI DAERAH OUTFLOW GUNUNG ARJUNO-WELIRANG BERDASARKAN DATA GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA (3G)
ANALISIS KARAKTERISTIK PANASBUMI DAERAH OUTFLOW GUNUNG ARJUNO-WELIRANG BERDASARKAN DATA GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA (3G) Ferra Nidya 1, Prof. Dr. Suharno, MS., M.Sc., Ph.D 1, Ahmad Zarkasyi, S.Si,
Lebih terperinciDELINEASI DAERAH PROSPEK PANAS BUMI BERDASARKAN ANALISIS KELURUSAN CITRA LANDSAT DI CANDI UMBUL - TELOMOYO, PROVINSI JAWA TENGAH.
DELINEASI DAERAH PROSPEK PANAS BUMI BERDASARKAN ANALISIS KELURUSAN CITRA LANDSAT DI CANDI UMBUL - TELOMOYO, PROVINSI JAWA TENGAH Oleh: Dudi Hermawan, Yuanno Rezky Pusat Sumber Daya Geologi Jln. Soekarno
Lebih terperinciBab IV Pemodelan dan Pembahasan
Bab IV Pemodelan dan Pembahasan 4.1. Pemodelan Self-potential Aliran fluida tunak, panas, listrik, dan kimia disimbolkan oleh J dapat dideskripsikan sebagai potensial gradient sebagai berikut : (3) Di
Lebih terperinciBAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA
BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Tujuan metode geokimia digunakan dalam penelitian eksplorasi energi panasbumi adalah untuk mengkaji kemungkinan pengembangan sumber daya panasbumi. Parameter
Lebih terperinciPENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI
PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI I Gusti Agung Hevy Julia Umbara 1*, Pri Utami 1, Imam Baru Raharjo 2 M2P-02 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciSISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]
SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari
Lebih terperinciYoungster Physics Journal ISSN : Vol. 6, No. 3, Juli 2017, Hal
Youngster Physics Journal ISSN : 2302 7371 Vol. 6, No. 3, Juli 2017, Hal. 205-212 Pemodelan 2 dimensi data magnetotellurik berdasarkan analisis phase tensor dalam penentuan geoelectrical strike dan dimensionalitas
Lebih terperinciPemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko
JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 3, NOMOR JUNI 007 Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko Eko Minarto Laboratorium Geofisika
Lebih terperinciPEMODELAN 2D RESERVOAR GEOTERMAL MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA KASIMBAR BARAT ABSTRAK ABSTRACT
PEMODELAN 2D RESERVOAR GEOTERMAL MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA KASIMBAR BARAT Rustan Efendi 1, Fajrah Lamangkona 1, Sandra 1 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lebih terperinciPEMODELAN 2D SEBARAN TAHANAN JENIS TERHADAP KEDALAMAN DAERAH PANASBUMI GARUT BAGIAN SELATAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK
Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal. 451-456 PEMODELAN 2D SEBARAN TAHANAN JENIS TERHADAP KEDALAMAN DAERAH PANASBUMI GARUT BAGIAN SELATAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lokasi penelitian adalah Ranu Segaran, terletak di sebelah timur Gunung Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah
Lebih terperinciGambar 3.1 Lintasan Pengukuran
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung
Lebih terperinciBAB II METODE PENELITIAN
BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas (Au) telah dimanfaatkan sejak era prasejarah sebagai mineral ekonomis yang bernilai tinggi. Mineral emas dianggap berharga karena kilauan cahaya yang dipantulkan
Lebih terperinci