STUDI TOKSISITAS AIR YANG MENGANDUNG PESTISIDA DARI MEREK AKODANI 200 EC DAN MAGU 420 EC TERHADAP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI TOKSISITAS AIR YANG MENGANDUNG PESTISIDA DARI MEREK AKODANI 200 EC DAN MAGU 420 EC TERHADAP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh :"

Transkripsi

1 STUDI TOKSISITAS AIR YANG MENGANDUNG PESTISIDA DARI MEREK AKODANI 200 EC DAN MAGU 420 EC TERHADAP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh : SYAIFUL BAHRY NIM PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015

2 STUDI TOKSISITAS AIR YANG MENGANDUNG PESTISIDA DARI MEREK AKODANI 200 EC DAN MAGU 420 EC TERHADAP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh : SYAIFUL BAHRY NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015

3 STUDI TOKSISITAS AIR YANG MENGANDUNG PESTISIDA DARI MEREK AKODANI 200 EC DAN MAGU 420 EC TERHADAP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh : SYAIFUL BAHRY NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015

4 HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah Nama : Studi Toksisitas Air yang Mengandung Pestisida dari Merek Akodani 200 EC dan Magu 420 EC Terhadap Benih Ikan Nila : Syaiful Bahry NIM : Program Studi Jurusan : Manajemen Lingkungan : Manajemen Pertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Taufiq Rinda A., S.Si, M.Pd. NIP Ir. Dadang Suprapto, MP. NIP Haryatie Sarie, SP., MP. NIP Menyetujui, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Mengesahkan, Ketua Program Studi Manajemen Lingkungan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Ir. M. Masrudy, MP NIP Ir. Dadang Suprapto, MP NIP Lulus ujian pada tanggal :...

5 ABSTRAK SYAIFUL BAHRY. Studi Toksisitas Air yang Mengandung Pestisida dari Merek Akodani 200 EC dan Magu 420 EC Terhadap Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (di bawah bimbingan TAUFIQ RINDA ALKAS). Tujuan dari penelitian ini membandingkan tingkat toksisitas air yang mengandung pestisida dari dua merek pestisida Akodani 200 EC dan Magu 420 EC dengan konsentrasi yang berbeda dan pengaruh air pestisida terhadap ikan nila. Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan terhitung sejak 15 Januari sampai 17 Maret Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Kualitas Udara dan Cuaca. Pengukuran terhadap dua parameter uji yaitu ph dan suhu dilakukan di Laboratorium Tanah dan Air Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Penelitian ini dilakukan dengan 4 perlakuan yaitu tanpa air pestisida yang berfungsi sebagai Kontrol (A0 dan M0), konsentrasi 12,5 ppm (A1 dan M1), konsentrasi 25 ppm (A2 dan M2), konsentrasi 37,5 ppm (A3 dan M3). Dari hasil penelitian pestisida Akodani menunjukkan bahwa 10 menit setelah pemberian pestisida baik pada konsentrasi 12,5 ppm maupun pada konsentrasi 25 ppm dan 37,5 ppm semua ikan nila masih bertahan hidup. Toksisitas Akodani 200 EC mulai mengakibatkan kematian benih ikan nila setelah 14 menit pemberian pestisida Akodani 200 EC. Pada konsentrasi 37,5 ppm, yaitu kematian ikan nila sebanyak 3 ekor. Pada konsentrasi 25 ppm kematian ikan nila sebanyak 1 ekor. Demikian halnya setelah menit ke-30 pada konsentrasi 37,5 ppm semua ikan mati, sedangkan pada konsentrasi 25 ppm setelah 44 menit setelah pemberian pestisida. Pada pemberian pestisida Magu 420 EC pada semua konsentrasi (M0,M1, M2, M3) tidak mengalami kematian. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pestisida Akodani 200 EC memiliki tingkat toksisitas yang lebih tinggi dari pada merek Magu 420 EC karena dapat menyebabkan kematian pada benih ikan nila dengan waktu kematian 100% populasi benih ikan nila untuk A 2 adalah 44 menit, A 3 adalah 30 menit. Sedangkan untuk A 1 tidak mengalami kematian, semua benih ikan nila hidup Rata-rata ph dan suhu air yang mengandung pestisida Akodani 200 EC dan Magu 420 EC adalah 8,60 serta nilai Suhu 26,8 C tidak berpengaruh pada kehidupan benih ikan nila Kata Kunci: Toksisitas, Akodani 200 EC, Magu 420 EC, Benih Ikan nila ii

6 RIWAYAT HIDUP Syaiful Bahry, lahir pada tanggal 30 November 1992 di Pandeglang, Banten, merupakan anak pertama dari pasangan suami istri Bapak Entus Komaruddin dan Ibu Siti Marfuah. Pendidikan dimulai di Sekolah Dasar Negeri 027 di Samarinda pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 16 Samarinda pada tahun 2005 dan lulus pada tahun Selanjutnya Pendidikan menengah atasnya dilakukan di SMA Negeri 14 Samarinda pada tahun 2008 dan lulus pada tahun Pendidikan tingginya dimulai pada tahun 2012 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian pada Program Studi Manajemen Lingkungan. Selama menempuh pendidikan tinggi di Manajemen Pertanian penulis telah mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) kurang lebih selama dua bulan terhitung sejak tanggal 2 Maret sampai dengan 30 April 2015 di PT. Khaleda Agroprima Malindo desa Puan Cepak Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Penulisan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar dengan sebutan Ahli Madya pada program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Penulis menyusun Karya Ilmiah yang berjudul Studi Toksisitas Air yang Mengandung Pestisida dari Studi Toksisitas Air yang Mengandung Pestisida Dari Merek Akodani 200 EC dan Magu 420 EC Terhadap Benih Ikan Nila

7 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah dengan judul Studi Toksisitas Air Yang Mengandung Pestisida Dari Merek Akodani 200 EC Dan Magu 420 Terhadap Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan oleh penulis selama kurang lebih tiga bulan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh sebutan Ahli Madya Manajemen Lingkungan pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Dalam penyusunan Karya Ilmiah ini, Penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk ini dengan segala Kerendahaan Hati, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebenar-benarnya kepada: 1. Keluarga tercinta, Ayah, Ibu dan Saudara untuk doa nya dan telah memberikan dukungan baik Materi maupun moril kepada penulis. 2. Bapak Taufiq Rinda A. S.Si., M.Pd., Selaku Dosen Pembimbing 3. Bapak Ir Dadang Suprapto. MP., selaku Dosen Penguji Satu dan juga selaku Ketua Program Studi Manajemen Lingkungan 4. Ibu Haryatie Sarie. SP., MP., Dosen Penguji Dua. 5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Program Studi Manajemen Lingkungan. 6. Rekan-rekan mahasiswa/mahasiswi angkatan 2012 yang telah banyak membantu penulis dalam Karya Ilmiah ini hingga selesai. 7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir. 8. Bapak Ir. Hasanudin, MP., selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 9. Bapak Ir. M. Masrudy, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. Sebaik apapun penulis menyusun Karya Ilmiah ini, Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu Penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi lebih baiknya Karya Ilmiah ini. Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca hingga dapat memberikan wawasan tambahan bagi para pembaca. Syaiful Bahry Kampus Sei Keledang, 2015

8 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... Halaman I. PENDAHULUAN... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Tinjauan Umum Pestisida... 3 B. Tinjauan Umum Toksisitas C. Tinjauan Umum Tentang Ikan Nila III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Alat dan Bahan Penelitian C. Prosedur Penelitian D. Pengelolahan Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil B. Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i ii iii iv v vi vii

9 DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Anatomi Ikan Nila Lampiran 2. Penentuan Konsentrasi Pestisida Menggunakan Pipet Persiapan Media Uji Masa Adaptasi dan Aklimatisasi Benih Ikan Nila Bahan Uji Dalam Parameter Kalibrasi Alat Uji Pengukuran ph dan Suhu... 31

10 DAFTAR TABEL Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Jumlah dan Waktu Kematian Benih Ikan Nila dengan Konsentrasi yang Berbeda Menggunakan Pestisida Akodani 200 EC dan Magu 420 EC Hasil Pengukuran ph pada Konsentrasi yang Berbeda Pestisida Menggunakan Pestisida Akodani 200 EC dan Magu 420 EC Hasil Pengukuran Suhu pada Konsentrasi yang Berbeda Menggunakan pestisida Akodani 200 EC dan Magu 420 EC Lampiran 4. Hasil Pengamatan Waktu Kematian Benih Ikan Nila dengan Konsentrasi yang Berbeda Menggunaka Pestisida Akodani 200 EC... 32

11 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu bidang yang perannya tidak kalah penting dalam kehidupan ini adalah pertanian. Dalam upaya meningkatkan mutu dan produktivitas hasil pertanian, penggunaan pestisida untuk membasmi hama tanaman sering tak terhindarkan. Pestisida yang digunakan diharapkan dapat membantu petani dalam mendapatkan keuntungan yang maksimal. Salah satu penyebab penurunan kualitas lingkungan adalah pencemaran lingkungan, dimana air yang kita pergunakan sehari-harinya tidak lepas dari pengaruh pencemaran air yang diakibatkan oleh ulah manusia juga. Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologi (bakteri, virus, parasit), bahan organik (pestisida, deterjen), beberapa bahan anorganik (garam, asam, logam) serta bahan kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan (Mason, 1991 dalam Haling, 2004). Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan serta juga merusak ekosistem. Karena pestisida merupakan racun yang dapat membunuh organisme dan bahkan nyawa pengguna juga dapat terancam jika penggunaannya tidak sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan. Masalah itu dapat timbul karena bahan kimia beracun yang terkandung dalam pestisida tersebut mencemari air,makanan, dan udara di sekitar penggunannya, Pestisida yang digunakan petani untuk membunuh serangga dapat mencemari perairan di sekitarnya dan dapat mengganggu pertumbuhan ikan bahkan dapat menimbulkan kematian. Kemampuan pestisida dalam meracuni

12 2 (toksisitas) jaringan tubuh ikan dipengaruhi oleh konsentrasi pestisida yang larut dalam air. Akodani 200 EC dan Magu 420 EC adalah merek pestisida yang biasa digunakan oleh petani dalam membunuh serangga di lahan pertaniannya. Dalam pelaksanaan di lapangan besar kemungkinan terbawa angin dan mencemari air sungai yang ada ikan di dalamnya. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti toksisitas dari kedua pestisida (Akodani 200 EC dan Magu 420 EC) terhadap benih ikan nila. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari toksisitas pestisida merek Akodani 200 EC dan Magu 420 EC dari beberapa konsentrasi terhadap kematian benih ikan nila dan kondisi lingkungan (ph dan suhu).

13 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pestisida Menurut Mukhlis (2001) dalam Sudarmo (1990), pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai macam hama dan gulma. Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida dapat di artikan sebagai pembunuh hampa. Yang dimaksud hama bagi petani adalah sangat luas yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang di sebabkan oleh fungi (jamur), bakteri, dan virus. Kemudian nematode (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung, dan hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut Juju (2012), pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja namun diperlukan juga bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu serta hasil hutan lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga lainnya. Penggunaan pestisida yang tinggi dalam penanganan hama dan penyakit pada umumnya tidak lepas dari paradigma lama yang memandang keberhasilan pertanian atau peningkatan produksi sebagai wujud peran pestisida. Penggunaan pestisida dalam mengatasi organisme pengganggu tanaman telah membudaya dikalangan petani. Hal yang sangat memprihatinkan menurut Pimentel dan Khan (1997) adalah penampilan

14 4 produk Cosmetic Appearance yang masih merupakan faktor utama bagi konsumen dalam menilai kualitas produk pertanian. Sementara itu konsumen tidak banyak diberikan penerangan tentang ukuran kualitas yang lebih mendasar seperti nilai gizi dan residu pestisida. Hingga saat ini konsumen menilai kualitas produk-produk hortikultura didasarkan pada penampakan akan kemolekkannya. Jika dikaji lebih lanjut, keutuhan dan kesegaran produk hortikultura di pasar yang disediakan oleh produsen masih harus dipertanyakan lagi. Pestisida sebagai alternatif utama untuk mewujudkan impiannya, produknya cepat terjual dengan harga yang dapat bersaing sehingga keuntungan maksimal dapat dicapai. Pestisida dapat digolongkan dengan beberapa cara mengglongkan pestisida berdasarkan faktor-faktor berikut, yaitu: 1. Bentuk bahan yang digunakan: a. Bahan aktif; yang merupakan bagian dari bahan teknis atau formulasi pestisida yang mempunyai daya kerja secara biologis seperti yang direncanakan b. Bahan teknis; yaitu bahan yang dihasilkan dari suatu proses pembuatan bahan aktif yang mengandung bahan aktif dan bahan pengotor ikutan atau dapat juga mengandung bahan tambahan tertentu yang diperlukan. Bahan teknis digunakan sebagai bahan baku pembuatan formulasi c. Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya yang mempunyai daya kerja sebagai pestisida sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

15 5 2. Berdasarkan formulasinya: a. Cairan emulsi. Pestisida ini ditandai dengan singkatan ES (Emulsiable Solution), WSC (Water Soluble Concentrate), E (Emulsifiable), dan S (Solution) dibelakang nama dagangnya. Biasanya dimuka singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri atas tiga komponen yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata, contohnya Dursban 155 E. b. Butiran (Granular). Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan G (Granular) atau WDG (Water Dispersible Granule). Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri dari atas kuarsa serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25%, dengan ukuran butiran mesh, contohnya Furadan 3G. c. Debu (Dust). Pestisida formulasi debu di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan D (dust). Komposisi pestisida debu biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek. Akan tetapi pestisida jenis ini kurang efektif karena hanya sekitar 10-40% yang mengenai sasaran, contohnya Sevin 5 D. d. Tepung (Powder). Pestisida formulasi tepung di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan WP (Wettable Powder) atau WSP (Water Soluble Powder). Komposisi pestisida tepung biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas tanah liat atau talek (biasanya 50-75%), contohnya Antracol 70 WP.

16 6 e. Oli (Oil) Pestisida formulasi oli dibelakang nama dagang biasanya tercantum singkatan SCO (Soluble Concentrate in Oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen, atau aminoser, contohnya Basudin 90 SCO. Pestisida dapat di golongkan menjadi bermacam-macam fungsinya. Penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut: 1. Akarisida, yang berfungsi untuh membunuh tungau. a. Algasida, yang berfungsi melawan alga. b. Avisida, yang berfungsi sebagai pembunuh dan penolak burung serta mengontrol populasi burung. c. Bakterisida, berfungsi sebagai pembunuh gulma. d. Insektisida, berfungsi untuk membunuh serangga. e. Larvasida, berfungsi untuk membunuh ulat dan larva. f. Molluskisida, berfungsi untuk membunuh siput. g. Nematisida, berfungsi untuk membunuh nematode. h. Ovisida, berfungsi untuk membunuh telur. i. Picisida, berfungsi membunuh ikan. j. Rodentisida, yang berfungsi membunuh binatang pengerat seperti tikus. k. Predisida, berfungsi membunuh pemangsa (predator). l. Silvisida, berfungsi membunuh pohon. m. Termisida, berfungsi membunuh rayap.

17 7 1. Pestisida Akodani 200 EC (Emulsiable Concentrate) Pestisida ini ditandai dengan singkatan EC (emulsiable Concentrate), E (Elmusiable), dan C (Concentrate) dibelakangn nama dagangnya. Biasanya dimuka singkatan tersebut tercantum besarnya presentase bahan aktif. Komposisi pestisida cair terdiri atas tiga komponen yaitu bahan aktif pelarut, serta bahan perata. Bahan aktif yang digunakan yaitu Endosulfan. Endosulfan merupakan turunan dari hexachlorocyclopentadiene, dan secara kimiawi serupa dengan aldrin, chlordane, dan heptaklor. Endosulfan merupakan bahan aktif insektisida golongan Organoklor yang di peruntukan tanaman, Endosulfan ini juga adalah golongan orgonoklorin insektisida. Sulfat Endosulfan adalah produk oksidasi yang mengandung satu atom ekstra O terikat dengan atom S. Bersifat non-sistemik, serta bertindak sebagai racun kontak dan racun perut. Endosulfan efektif untuk mengendalikan serangga dan tungau penusuk-penghisap, pengunyah, dan pengebor pada berbagai tanaman (Djojosumarto. 2008). Karena modus unik tindakan, hal ini berguna dalam pengelolaan resistensi. Namun karena tidak spesifik, hal itu dapat berdampak negatif terhadap populasi serangga yang menguntungkan. Hal ini, bagaimanapun dianggap cukup beracun untuk lebah madu, dan kurang beracun untuk lebah dari pada insektisida organofosfat. Endosulfan merupakan senyawa kimia dari golongan organoklorin yang banyak dipergunakan di Indonesia sebagai bahan aktif dalam berbagai formulasi insektisida dan diperdagangkan dengan beberapa nama dagang, antara lain: Thiodan,

18 8 Fanodan, Akodan, dan Termisidan (Pusat dan Investasi Sekjen Deptan, 2007). Seperti pestisida golongan organoklorin pada umumnya, endosulfan bersifat toksik terhadap organisme perairan termasuk ikan dan sangat persisten sehingga akan meningggalkan residu dalam waktu lama yang dapat mencemari lingkungan perairan. Salah satu komoditas perikanan yang berpotensi terkontaminasi endosulfan adalah ikan nila (oreochromis niloticus) karena jenis ikan ini pada umumnya dipelihara dalam kolam atau Karamba Jaring Apung (KJA) di waduk, dengan sumber air berasal dari aliran sungai yang berhubungan langsung dengan berbagai aktifitas pertanian yang banyak menggunakan pestisida. 2. Pestisida Magu 420 EC (Emulsiable Concentrate) Pestisida ini ditandai dengan singkatan EC (emulsiable Concentrate), E (Elmusiable), dan C (Concentrate) dibelakangn nama dagangnya. Biasanya dimuka singkatan tersebut tercantum besarnya presentase bahan aktif. Komposisi pestisida cair terdiri atas tiga komponen yaitu bahan aktif pelarut, serta bahan perata. Bahan aktif yang digunakan yaitu Klorpirifos. Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan target organisme yang menjadi sasarannya, struktur senyawanya bahan bakunya (misalnya organik, inorganik, biopestisida). adapun bahan aktif yang ada dalam pestisida (Aris, 2011). Klorpirifos adalah kristal putih yang memiliki bau yang tajam, yang tidak baik dengan air tapi bercampur baik dengan Liquid berminyak sebelum diaplikasikan terhadap pertanian dan binatang. Klorpirifos juga

19 9 merupakan salah satu insektisida dari 100 jenis pestisida.organofosfat. Klorpirifos digunakan untuk membunuh hama serangga dengan menyerang sistem sarafnya. Klorfirifos juga digunakan untuk mengontrol lebih dari 250 non serangga non pertanian dari hama antropoda yaitu rayap bawah tanah, kecoa, kutu, dan sebagainya. Toksisitas yang disebabkan oleh Klorpirifos berupa toksisitas akut dan toksisitas kronik akut oral LD50 untuk tikus (dosis yang dibutuhkan untuk membunuh sebagian dari populasi pada hewan yang di tes di laboratorium) untuk Klorpirifos adalah antara mg/kg. Klorpirifos dan dan insektisida organofosfat lainnya adalah penghambat antikolinesterase, enzim vital untuk sistem jaringan saraf bagi manusia dan hewan. Berdasarkan U.S. Environmental Protection Agency (EPA), Klorpirifos merupakan salah satu insektisida yang menimbulkan akut insektisida. Gejala yang ditimbulkan oleh racun akut Klorpirifos berupa sakit kepala, mual, pusing, kejang otot, lemah, berkeringat dan mengeluarkan air liur, dan semua itu terjadi ketika aktivitas Kolinesterase menurun sekitar 50%. Jika Klorpirifos yang terpapar pada konsentrasi tinggi maka akibat yang dapat ditimbulkan berupa paralisis, serangan jantung, pingsan, dan menyebabkan kematian. Efek pada sistem saraf pusat mencakup kebingungan, mengantuk, depresi, susah berkonsentrasi, gagap dalam berbicara, insomnia, mimpi buruk, dan menjadi gila. Klorpirifos juga dapat membuat iritasi pada mata dan kulit. Gejala tersebut akan berbeda untuk setiap yang terpapar tergantung pada dosis terpapar, lamanya terpapar, dan bagaimana ia

20 10 terpapar. Kloripirifos juga relatif tidak persisten terhadap lingkungan. Meskipun demikian, invertebrata akuatik, khususnya kelompok crustacea dan larva serangga sangat sensitif untuk terpapar. LC 50 untuk spesies tersebut pada umumnya kurang, memasuki lingkungan melalui aplikasi langsung terhadap tanah pertanian, rumput, binatang domestik,dan di rumah atau tempat kerja. Klorpirifos juga dapat memasuki lingkungan dengan volatilisasi, tertumpah, dan pembuangan limbah klorpirifos. Klorpirifos yang telah diaplikasikan terhadap tanah pada umumnya akan tinggal didalam area tersebut karena ia melekat dengan erat pada partikel tanah. Fakta tersebut menunjukkan bahwa sangat kecil kemungkinannya bahwa Klorpirifos akan mampu dihilangkan dari tanah dan ia akan memasuki sistem perairan lokal. Juga, karena Klorpirifos tidak bercampur baik dengan air maka ketika ia memasuki badan air, Klorpirifos akan berada dalam jumlah kecil dan akan tertinggal pada permukaan dan akhirnya akan mengalami proses evaporasi. Volatilisasi adalah cara utama ketika klorpirifos menyebar setelah diaplikasikan. Dalam lingkungan (tanah, air, dan udara), klorpirifos akan rusak oleh sinar matahari, bakteri, atau proses kimia lainnya. B. Tinjauan Umum Toksisitas Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies

21 11 biota penerima. Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya) yang dapat di hasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian. Dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis.toksikan dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam perubahan struktur maupun fungsional, baik secara akut maupun kronis/sub kronis. Efek tersebut dapat bersifat irreversible yang tidak mungkin untuk pulih kembali (Halang, 2004). Penelitian pengujian tingkat toksik suatu bahan biasannya di nyatakan dengan Lethal Dosage (LD50) untuk bahan yang bersifat padat sedang uji toksisitas dengan menggunakan bahan toksik cair yang mengukur besarnya dosis atau konsentrasi sehingga dapat membunuh 50% hewan uji Lethal Concentration-50 (LC50). Bila semua zat mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi di berikan pada organisme dalam waktu yang lama dengan sendirinya dapat terjadi akumulasi dalam organisme dalam konsentrasi yang rendah, ini terjadi terutama pada zat lipofil dan sulit dibiotransformasi seperti: DDT, aldrin, dieldrin atau turunan difenil terkloronasi. Pelaksanaan uji toksisitas suatu bahan uji dapat di lakukan dengan menggunakan salah satu dari empat cara berikut: 1. Teknik statik: larutan atau media uji ditempatkan pada suatu bejana uji dan digunakan selama waktu uji tanpa diganti. 2. Teknik resirkulasi: larutan atau media uji tidak diganti selama waktu uji namun diresirkulasi dari suatu bejana uji ke benjana lain kembali ke

22 12 bejana uji dengan maksud member aerasi, filtirasi dan strerilisasi. 3. Teknik diperbarui: setiap 24 jam hewan uji di pindahkan ke larutan uji yang baru dan sama serta tetap konsentrasinya denagan larutan sebelumnya. 4. Teknik mengalir, larutan uji dialirkan masuk maupun keluar dari bejana uji selama masa uji. C. Tinjauan Umum Tentang Ikan Nila Ikan nila berasal dari afrika bagian timur.ikan nila memiliki bentuk tubuh yang pipih kearah vertikal (compress). Pada umumnya ikan-ikan yang masuk dalam kelas Osteichthyes mempunyai ciri-ciri khusus yaitu: kulit banyak mengandung banyak kelenjar mucosa, biasanya di liputi sisik (sisik ganoid, cycloid atau ctenoid). Mulut terletak di ujung dan bergigi, rahang tumbuh dengan baik dan bersendi pada tulang tempurung kelapa pernapasan di lakukan dengan beberapa pasang insang dan memiliki sepasang gonad (Suyanto, 2003 dalam Tampubolon, 2012). Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling banyak dibudi dayakan di Indonesia. Ikan Nila menduduki urutan kedua setelah ikan Mas (Cyprinces carpio) dalam produksi budidaya air tawar di Indonesia. Menurut Suyanto (2003), ikan nila hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, waduk dan rawa. Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal dengan kisaran kadar garam 0-35 permil. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya. Suhu optimal untuk ikan nila antara 25-30? dan Nilai keasaman air (ph) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan keasaman air (ph) yang optimal adalah antara 7-8.

23 13 Ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Anonim. 2011b) : Filum Subfilum Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies : Chordata : Vertebrata : Osteichtyes : Acanthopterygii : Percomorphi : Percoidea : Cichilidae : Oreochromis : Oreochromis niloticus Gambar 1. Anatomi ikan nila (Oreachromis niloticus) Ikan nila memiliki ciri morfologi, yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan bentuk meruncing.selain itu, tanda

24 14 lainnya dapat di lihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila local, putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik nila besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis Line lateris yang terputus bagian atas dan bawahnya.line lateris bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukurannya kepala relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al, 1993 dalam Tampubolon S.S.M., 2012). Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah. Untuk keperluan penelitian hewan uji, pemilihan hewan uji dalam penelitian toksisitas dilakukan berdasarkan tingkat trofis masing-masing hewan uji pada piramida rantai makanan. Dan ikan nila termasuk dalam organisme trofis tingkat 4 yang dijadikan sebagai hewan uji dalam penelitian toksisitas (Kottelat et al, 1993 dalam Tampubolon S.S.M., 2012).

25 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Udara dan Cuaca Prodi Manajamen Lingkungan Politani Samarinda. Analisa ph dan Suhu air dilaksanakan di Laboratorium Tanah dan Air Prodi Manajemen Hutan Politani Samarinda. Waktu pelaksanaan pada penelitian ini dimulai dari bulan Januari sampai Maret 2015 atau selama 3 bulan, yang meliputi kegiatan studi literatur, persiapan penelitian, perlakuan penelitian, pengamatan dan penulisan karya ilmiah. B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. ph probe,digunakan untuk mengukur ph dan suhu air sampel b. Jerigen,digunakan untuk mengambil sampel air. c. ATK digunakan untuk penulisan pada proses penelitian. d. Kamera digunakan untuk mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting selama proses penelitian. e. Aquarium, digunakan sebagai media tempat hidup sampel ikan nila. f. Aerator, digunakan sebagai sumber oksigen pada akuarium dengan merek Boyu Submersible Filter Model FP-28E. g. Pipet, digunakan untuk mengambil bahan pestisida sesuai ukuran konsentrasi yang diperlukan.

26 17 2. Bahan Adapun bahan penelitian yang digunakan meliputi: a. Ikan nila umur 8 minggu, digunakan sebagai hewan uji toksisitas. b. Akodani 200 EC dan Magu 420 EC, digunakan sebagai pestisida (perlakuan penelitian) yang mencemari air dalam akuarium. c. Tisu, digunakan untuk membersihkan ujung elektroda (ph probe). d. Kertas penanda (label), digunakan menamai sampel. e. Aquades, digunakan untuk membersihkan ujung alat elektroda (ph probe) peralatan akibat pengaruh dari air sampel. f. Air PDAM, digunakan untuk media ikan nila di akuarium. g. Buffer ph 4 dan ph 7, digunakan untuk kalibrasi alat ph probe. C. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan urutan kegiatan sebagai berikut: 1. Studi literatur Kegiatan ini meliputi kegiatan penelusuran referensi yang berhubungan dengan pestisida, toksisitas dan ikan nila, baik melalui buku, internet dan hasil penelitian sejenis. 2. Persiapan penelitian Persiapan penelitian ini meliputi persiapan akuarium, yaitu memanfaatkan fasiitas yang ada di Laboratorium Kualitas Cuaca dan Udara Prodi Manajemen Lingkungan, sebanyak empat buah masingmasing berukuran panjang x lebar x tinggi= 80 cm x 59,5 cm x 41,5 cm. Pada masing-masing akuarium ini diisi dengan air PDAM sebanyak 20 liter. Selain itu menyediakan pestisida sebagai perlakuan penelitian ini

27 18 juga mempersiapkan benih ikan nila umur 8 minggu sebagai sampel uji yang berasal dari pembudidaya ikan di Jalan Perjiwa, RT.11, Kelurahan Teluk Dalam, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. benih ikan nila umur 8 minggu dilakukan aklimatisasi dengan cara tanpa pemberian makan dan tanpa pemberian oksigen (udara) selama satu hari masing-masing akuarium yang telah diberi perlakuan, dimasukkan ikan nila sebanyak 10 (sepuluh) ekor. Sehingga total ikan nila yang dijadikan hewan uji sebanyak 180 ekor 3. Perlakuan Penelitian Perlakuan penelitian yang akan diberikan dua pestisida kepada benih ikan nila adalah: a. Pestisida Akodani 200 EC A0: Tanpa adanya perlakuan. A1: Konsentrasi pestisida 12,5 ppm. A2: Konsentrasi pestisida 25 ppm. A3: Konsentrasi pestisida 37,5 ppm. b. Pestisida Magu 420 EC M0: Tanpa adanya perlakuan. M1: Konsentrasi pestisida 12,5 ppm. M2: Konsentrasi pestisida 25 ppm. M3: Konsentrasi pestisida 37,5 ppm. Pestisida yang digunakan, sebelum diambahkan ke dalam akuarium terlebih dahulu dilarutkan dengan air secukupnya yang berasal dari air akuarium tersebut.

28 19 4. Aklimitisasi Aklimatisasi adalah Proses penyesuaian diri dari individu terhadap perubahan kondisi lingkungan, proses penyesuain disini lebih ditekankan pada perubahan fenotif penyesuaianya bertujuan untuk bertahan pada kondisi lingkungan yang berbeda dari tempat asalnya. Adapun proses aklimitisasi meliputi; a. Benih ikan terlebih dahulu di aklimatisasi selama 1 hari tanpa diberi makan dan aerasi. b. Sebelum benih ikan nila digunakan sebagai hewan uji, di setiap akuarium, benih ikan nila didiamkan selama kurang lebih 30 menit sebelum dilakukan penelitian. Masing-masing akuarium yang telah diberi perlakuan, dimasukkan ikan nila sebanyak 10 (sepuluh) ekor. Sehingga total ikan yang dijadikan hewan uji sebanyak Pengukuran dan Pengamatan a. Akuarium yang telah berisi air dan benih ikan nila diukur ph dan suhunya. b. ditambahkan 12,5 ppm pestisida (A1 dan M1), 25 ppm pestisida (A2 dan M2 ), dan 37,5 ppm pestisida (A3 dan M3 ), c. Mengamati perilaku atau kematian benih ikan nila. d. Mengukur ph dan suhu dengan menggunakan ph meter. e. satu perlakuan pestisida diulang 3 kali karena jumlah akuarium terbatas maka setiap ulangan dilakukan pencucian menggunakan sabun cair agar bersih dari setiap ulangan yang dilakukan. Akuarium

29 20 digunakan, dianggap bersih setelah bau hilang untuk menghilangkan kontaminan. f. Melakukan pengukuran ph dan Suhu pada benih ikan nila sebagai berikut: (a) Kalibrasi alat ph meter dengan larutan buffer 4 dan 7. (b) Kocok sampel sampai homogen (c) Masukkan elektroda ke dalam air dan catat ph-nya g. Suhu Pengukuran suhu sampel air dilakukan bersamaan saat melakukan pengukuran ph, dimana pada alat pengukuran ph, terdapat nilai suhu dan temperatur. D. Pengolahan Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan kecepatan kematian (stopwatch) di tampilkan dalam bentuk tabel serta nilai rata-rata ph dan suhu dengan rumus sebagai berikut (Anonim, 2013) : Keterangan : = Rata-rata hitung Xi = Nilai sampel-i n = Jumlah sampel

30 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Berdasarkan pengamatan setelah 70 menit pemberian pestisida dengan beberapa konsentrasi, kematian ikan nila yang terkontaminasi ditampilkan pada Tabel 1. berikut: Tabel 1.Jumlah dan Waktu Kematian Benih Ikan Nila dengan Konsentrasi yang Berbeda Menggunakan Pestisida Akodani 200 EC (A) dan Magu 420 EC (M) Perlakuan Jumlah Ikan yang mati menit ke- Total Kematian A A A A M M M M Keterangan: A0 dan M0 A1 dan M1 A2 dan M2 A3 dan M3 = Tanpa perlakuan. = Konsentrasi Pestisida 12,5 ppm. = Konsentrasi Pestisida 25 ppm = Konsentrasi Pestisida 37,5 ppm Pada Tabel 1. terlihat bahwa 10 menit setelah pemberian pestisida Akodani 200 EC baik pada konsentrasi 12,5 ppm maupun pada konsentrasi 25 ppm dan 37,5 ppm liter air semua ikan nila masih bertahan hidup. Toksisitas Akodani 200 EC mulai mengakibatkan kematian ikan nila setelah 14 menit pemberian pestisida Akodani 200 EC. Pada konsentrasi 37,5 ppm, yaitu kematian ikan nila sebanyak 3 ekor. Pada konsentrasi 25 ppm liter air kematian ikan nila sebanyak 1 ekor. Demikian halnya setelah menit ke-30

31 pada konsentrasi 37,5 ppm semua ikan mati, sedangkan pada konsentrasi 25 ppm setelah 44 menit setelah pemberian pestisida. Pada Tabel 1. Terlihat bahwa pemberian pestisida Magu 420 EC pada semua konsentrasi (M0, M1, M2, M3) tidak mengalami kematian. 1. Pengukuran ph Dari hasil pengukuran ph sampel air pada konsentrasi yang berbeda dengan menggunakan pestisida Akodani dan pestisida Magu dapat dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Pengukuran Nilai ph pada Konsentrasi yang Berbeda Menggunakan Pestisida Akodani 200 EC (A) dan Magu 420 EC (M). Perlakuan Pengukuran ke Rataan A0 6,61 6,63 6,60 6,61 A1 8,27 8,29 8,34 8,30 A2 8,29 8, ,29 A3 8,59 8,60 8,60 8,60 M0 6,57 6,60 6,60 6,59 M1 8,48 8,53 8,59 8,48 M2 8,47 8,53 8,60 8,53 M3 8,48 8,53 8,60 8, Pengukuran Suhu Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter suhu pada setiap aquarium dengan konsentrasi pestisida dan merek pestisida yang berbeda dengan perlakuan yang sama ditampilkan pada Tabel 3. Sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Pengukuran Suhu pada Konsentrasi yang Berbeda Menggunakan Pestisida Akodani 200 EC (A) dan Magu (M). Perlakuan Pengukuran ke Rataan A0 26,0 C 26,0 C 26,0 C 26,0 C A1 26,0 C 26,0 C 26,0 C 26,0 C A2 26,0 C 26,0 C 26,0 C 26,0 C A3 26,8 C 26,8 C 26,8 C 26,8 C

32 23 Tabel 3. lanjutan M0 26,0 C 26,0 C 26,0 C 26,0 C M1 25,3 C 25,3 C 25,3 C 25,3 C M2 25,3 C 25,3 C 25,3 C 25,3 C M3 26,8 C 26,8 C 26,8 C 26,8 C B. Pembahasan 1. Pestisida Akodani 200 EC Berdasarkan Tabel 1 dan 4. telah diketahui bahwa 10 (sepuluh) menit setelah pemberian pestisida Akodani 200 EC tidak terjadi kematian ikan nila baik pada konsentrasi 12,5 ppm maupun 25 ppm dan 37,5 ppm. Kematian ikan nila terjadi paling cepat 14 menit setelah pemberian Akodani 200 EC pada konsentrasi 25 ppm dan 37,5 ppm namun pada konsentrasi 37,5 ppm lebih banyak jumlah ikan yang mati. Pada konsentrasi 25 ppm pada menit ke-14 terjadi 1 ekor ikan yang mati, tetapi pada menit yang sama (14 menit) terjadi kematian ikan nila yang lebih besar yaitu sebanyak 3 ekor pada konsentrasi 37,5 ppm. selanjutnya pada konsentrasi 37,5 ppm pada menit ke-30 semua ikan mati sedangkan pada konsentrasi 25 ppm semua ikan mati pada menit ke-44. Dari Tabel 1 dan 4. di atas dapat dikatakan bahwa ikan nila masih mampu bertahan hidup pada media air yang tercemari pestisida Akodani 200 EC selama kurun waktu 10 menit baik pada konsentrasi 12,5 ppm liter air, 25 ppm maupun 37,5 ppm. Memasuki menit ke-14 setelah media air tercemari oleh Akodani 200 EC, ternyata konsentrasi 37,5 ppm toksisitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 25 ppm maupun 12,5 ppm. Sampai dengan pengamatan selama 70 menit setelah air dicemari Akodani 200 EC dengan konsentrasi 12,5 ppm

33 24 tidak ada ikan nila yang mati. Secara umum terbukti bahwa semakin tinggi konsentrasi Akodani 200 EC semakin tinggi pula toksisitas terhadap kematian ikan nila dan memiliki ph rata-rata tertinggi yaitu 8, Pestisida Magu 420 EC Berdasarkan Tabel 1 dan 4. telah diketahui bahwa pemberian pestisida Magu 420 EC tidak memberikan efek kematian ikan nila selama 70 menit, baik pada konsentrasi 12,5 ppm, 25 ppm maupun 37,5 ppm. Dan memiliki nilai ph rata-rata tertinggi yaitu 8,60. Pada Tabel 1. di atas menunjukkan bahwa pestisida Akodani 200 EC toksisitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan pestisida Magu 420 EC. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya kematian ikan nila setelah media air dicemari dengan Akodani 200 EC (seperti Tabel 1.) dan tidak adanya kematian setelah media air dicemari dengan pestisida Magu 420 EC (seperti pada Tabel 1 dan 4.). Berdasarkan data ph dan suhu air sampel dari beberapa perlakuan pestisida menunjukkan pengaruh sebelum dan sesudah perlakuan. Artinya bahwa kedua pestisida tidak pengaruh terhadap nilai ph dan suhu yang relatif sama pada media air yang dicemari.

34 26 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disampaikan di atas, dapat dikemukakan beberapa poin kesimpulan sebagai berikut: 1. Jumlah dan waktu kematian benih ikan nila pestisida Akodani lebih tinggi dari pada pestisida Magu 420 EC. 2. Semakin tinggi konsentrasi pestisida Akodani 200 EC yang diberikan ke media pertumbuhan benih ikan nila, maka semakin tinggi pula tingkat toksisitasnya dalam mengakibatkan kematian ikan nila. 3. Pestisida Akodani 200 EC dan Magu 420 EC tidak berpengaruh terhadap nilai ph dan Suhu. 4. Bahan aktif endosulfan pestisida Akodani 200 EC memiliki tingkat toksisitas lebih tinggi dari pada bahan aktif klorpirifos dari pestisida Magu. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan karena kurangnya pengamatan dalam menentukan parameter lain dan tidak adanya kelengkapan peralatan dalam penelitian.

35 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011a. Anatomi Ikan. +nila&safe=active&tbm=isch&imgil=92b2ifpmlclvzm%253a%253bsboj vg_gvwjaam (Diakses pada tanggal 23 September 2014). Anonim. 2011b. Budidaya Ikan Nila. (Diakses 7 juli 2015). Aris Pengertian dan penggolongan Pestisida. /orx3myrwh0i/tem747or9ii/aaaaaaaacay/i4po_dl_8ck/s1600/mak alah%2bpestisida.png ( Diakses pada tanggal 7 Juli 2015). Anonim (Diakses pada tanggal 20 agustus 2015). Djojosumarto, P Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka Jakarta Selatan. Juju Pestisida. jujubandung.wordpress.com/2012/06/07/pestisida. (Diakses pada tanggal 24 September 2014). Justitia, M Analisis surfaktan anionik (Deterjen) pada limbah cair Domestic Spektrofotometer Metode MBAS. Universitas Sumatera Utara. Sudarmo, S Pestisida. Kanisius. Yogyakarta. Tampubolon,R. S Penerapan Teknik Imotilisasi Menggunakan Acepromazine Dalam Transportasi Kering Ikan Nila (oreochromis niloticus) dengan pembedaan jenis kelamin. Fakulitas perikanan dan ilmu kelautan institute pertanian bogor. Yasin Karbofuran dan Endosulfan. Yasinlucky. Wordpress. Com/2013/04/07/karboufran-endosulfan. (Diakses pada tanggal 23 september 2014).

36 LAMPIRAN 28

37 Tabel 4. Hasil Pengamatan Waktu Kematian Benih Ikan Nila dengan Konsentrasi yang berbeda Menggunakan Pestisida Akodani 200 EC Perlakuan Keterangan: A A2 A3 A2 A3 = Pestisida Akodani 200 EC. = Konsentrasi Pestisida 25 ppm. = Konsentrasi Pestisida 37,5 ppm. Jumlah Ikan yang mati menit Ke

38 29 Gambar 2. Penentuan Konsentrasi Pestisida Menggunakan Pipet Gambar 3. Persiapan Media uji

39 30 Gambar 4. Masa Adaptasi dan Aklimatisasi Benih Ikan Nila Gambar 5. Bahan Uji Dalam Parameter

40 31 Gambar 6. Kalibrasi Alat uji Gambar 7. Pengukuran ph dan Suhu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan sektor pertanian di wilayah Sumatera Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya, terbukti pada tahun 2012 meningkat 4,14%, lebih tinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

F. Pengendalian Kimiawi

F. Pengendalian Kimiawi PENGENDALIAN HAMA F. Pengendalian Kimiawi Yaitu penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama agar hama tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang diusahakan. Kelebihannya : 1. Cepat menurunkan populasi

Lebih terperinci

STUDI TOKSISITAS AIR DETERJEN SERBUK DARI BEBERAPA MEREK DAN KONSENTRASI TERHADAP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

STUDI TOKSISITAS AIR DETERJEN SERBUK DARI BEBERAPA MEREK DAN KONSENTRASI TERHADAP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STUDI TOKSISITAS AIR DETERJEN SERBUK DARI BEBERAPA MEREK DAN KONSENTRASI TERHADAP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh : RANI OCTAVIANI PUTRI NIM. 110500144 PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair ( Tilapia missambicus ) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus )

Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair ( Tilapia missambicus ) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus ) Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair ( Tilapia missambicus ) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus ) Oleh : Shabrina Raedy Adlina 3310100047 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelompok hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat - sifat aslinya. Cara

TINJAUAN PUSTAKA. kelompok hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat - sifat aslinya. Cara TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Klasifikasi ikan mas dimaksudkan untuk memasukkan ikan mas dalam kelompok hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat - sifat aslinya. Cara pengelompokan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

DAMPAK SOSIAL PENGGUNAAN PESTISIDA BAGI PETANI Persfektif Sosiologi Pedesaan. Mansur

DAMPAK SOSIAL PENGGUNAAN PESTISIDA BAGI PETANI Persfektif Sosiologi Pedesaan. Mansur DAMPAK SOSIAL PENGGUNAAN PESTISIDA BAGI PETANI Persfektif Sosiologi Pedesaan Mansur Abstrak: Tulisan ini menitik beratkan kajiannya pada dampak penggunaan pestisida bagi petani dampak sosial sebagai efek

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : KAJIAN UJI HAYATI AIR LIMBAH HASIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DR. RAMELAN SURABAYA Candra Putra Prokoso 1 Agus Romadhon 2 Apri Arisandi 2 1 Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN KOTORAN AYAM DENGAN AKTIVATOR EM-4. Oleh : SUKARNO NIM.

PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN KOTORAN AYAM DENGAN AKTIVATOR EM-4. Oleh : SUKARNO NIM. PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN KOTORAN AYAM DENGAN AKTIVATOR EM-4 Oleh : SUKARNO NIM. 120500064 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan makhluk hidup yang utama. Dewasa ini air

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan makhluk hidup yang utama. Dewasa ini air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan makhluk hidup yang utama. Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat, karena hampir di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri kertas merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia dengan menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN I. MENCEGAH HAMA DAN PENYAKIT IKAN Hama dan penyakit ikan dapat dibedakan berdasarkan penyerangan yaitu hama umumnya jenis organisme pemangsa (predator) dengan ukuran tubuh lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu yang merugikan kegiatan petani. Menurut Lodang (1994), penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan bekas sawah yang sudah tidak produktif lagi merupakan salah satu alternatif sebagai tempat untuk membudidayakan ikan. Penggunaan lahan bekas sawah sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang kesejahteraan perekonomian keluarga dan daerah. Industri ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang kesejahteraan perekonomian keluarga dan daerah. Industri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri laundry merupakan salah satu peluang bisnis yang menjanjikan dalam menunjang kesejahteraan perekonomian keluarga dan daerah. Industri ini kian marak di kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil metsulfuron merupakan senyawa aktif yang terkandung dalam herbisida.

I. PENDAHULUAN. Metil metsulfuron merupakan senyawa aktif yang terkandung dalam herbisida. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metil metsulfuron merupakan senyawa aktif yang terkandung dalam herbisida. Senyawa aktif tersebut umum digunakan oleh para petani untuk mengendalikan gulma yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Pestisida Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan perkembangan/pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma (Sofia, 2001). Menurut Yuantari (2009)

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Penggunaan pestisida pada usaha pertanian khususnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

KERACUNAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH BAHAN PENGAWET KAYU

KERACUNAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH BAHAN PENGAWET KAYU KERACUNAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH BAHAN PENGAWET KAYU 8 Untuk mengawetkan kayu di samping dengan cara-cara tradisional yang tidak menggunakan racun seperti perendaman dalam air dan pengeringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dari makhluk hidup. Air mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satunya yaitu berhubungan

Lebih terperinci

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan PESTISIDA 1. Pengertian Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut: Semua zat kimia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Resistensi OPT terhadap Pestisida

Resistensi OPT terhadap Pestisida Resistensi OPT terhadap Pestisida Kelebihan Pestisida Untuk menghindari dampak negatif pestisida maka dalam penggunaannya harus didasarkan pada prinsip-prinsip : 1. Pestisida digunakan bila populasi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI 1 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI Oleh NUR AYSAH NIM. 080500129 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian

Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian Oleh Asep Nugraha Ardiwinata Pestisida telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pertanian di Indonesia.

Lebih terperinci

PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KOPI (Coffea sp) Oleh : DONNY SETIAWAN NIM

PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KOPI (Coffea sp) Oleh : DONNY SETIAWAN NIM PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KOPI (Coffea sp) Oleh : DONNY SETIAWAN NIM. 100 500 103 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing. Peta Konsep Hama Tikus Mengidentifikasi hama dan penyakit pada tumbuhan Penyakit Ulat Kutu loncat Lalat Cacing Wereng Burung Virus Bakteri Jamur Pengendalian Hama Gulma Biologis Mekanis Kimia Pola tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L)

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L) UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L) Yuli Pratiwi 1*, Sri Hastutiningrum 2, Dwi Kurniati Suyadi 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN BIOTA UJI IKAN NILA (oreochromis Niloticus) dan TUMBUHAN KAYU APU (PISTA STRATIOTES)

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN BIOTA UJI IKAN NILA (oreochromis Niloticus) dan TUMBUHAN KAYU APU (PISTA STRATIOTES) UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN BIOTA UJI IKAN NILA (oreochromis Niloticus) dan TUMBUHAN KAYU APU (PISTA STRATIOTES) BRIAN PRAMUDITA 3310100032 DOSEN PEMBIMBING: BIEBY VOIJANT TANGAHU

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) Liquid Detergent Toxycity Test Againts of Cyprinus carpio L.

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) Liquid Detergent Toxycity Test Againts of Cyprinus carpio L. 69 UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) Liquid Detergent Toxycity Test Againts of Cyprinus carpio L. Siti Devi Permata Sari Lubis 1, Budi Utomo 2, Riri Ezraneti 3 1. Alumni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies Pangasius hypophthalmus yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi dan Taksonomi Ikan Nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh pipih dan berwarna kehitaman. Spesies tersebut mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan (1991) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

METODE Persiapan tempat

METODE Persiapan tempat Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair (Tilapia missambicus) Acute Toxicity Test At the Car Wash Waste Towards Tilapia Shabrina Raedy Adlina 1), Didik Bambang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

TEKNIK LINGKUNGAN FTSP- ITS 2014

TEKNIK LINGKUNGAN FTSP- ITS 2014 TEKNIK LINGKUNGAN FTSP- ITS 2014 Uji Toksisitas Akut Insektisida Sipermetrin dan Lamda Sihalotrin dengan Biota Uji Ikan Guppy (Poecilia reticulata ) dan Tumbuhan Kayu Apu (Pistia stratiotes) OLEH: Dika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) di Indonesia merupakan tanaman pangan terpenting karena lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang dihasilkan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain terjadinya pencemaran di lingkungan perairan yang dapat mengakibatkan kerusakan

I. PENDAHULUAN. lain terjadinya pencemaran di lingkungan perairan yang dapat mengakibatkan kerusakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida pada bidang pertanian dapat menimbulkan masalah lingkungan, antara lain terjadinya pencemaran di lingkungan perairan yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PESTISIDA Pestisida asal kata dari pesticide (pest = hama dan penyakit; cide = membunuh) Jadi pestisida = bahan untuk membunuh hama dan penyakit

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman P. guajava var. pomifera Sumber: Parimin (2007)

Gambar 1 Tanaman P. guajava var. pomifera Sumber: Parimin (2007) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Kimia dan Aplikasi Daun P. guajava var. pomifera Jambu biji (Psidium guajava) merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari

Lebih terperinci

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA Penjelasan gambar Zat aktif + pencampur Pestisida Sebagian besar pestisida digunakan di pertanian,perkebunan tetapi bisa digunakan di rumah tangga Kegunaan : - Mencegah

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT SURFAKTAN DETERJEN DAN LAMA PENDEDAHAN TERHADAP KEPITING SUNGAI SKRIPSI OLEH : ESTININGTYAS NIM :

UJI TOKSISITAS AKUT SURFAKTAN DETERJEN DAN LAMA PENDEDAHAN TERHADAP KEPITING SUNGAI SKRIPSI OLEH : ESTININGTYAS NIM : UJI TOKSISITAS AKUT SURFAKTAN DETERJEN DAN LAMA PENDEDAHAN TERHADAP KEPITING SUNGAI SKRIPSI OLEH : ESTININGTYAS NIM : 99330083 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) Oleh: Ani Nihayah 1), Asep Ginanjar 2), Taufik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae) 15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae) Menurut Kalshoven (1981), S. asigna diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Dampak Perubahan Iklim

Dampak Perubahan Iklim Pemanasan Global, Perubahan Iklim, pencemaran lingkungan Bab Pemanasan III Dampak Global, Perubahan Perubahan Iklim Iklim, & pencemaran lingkungan Dampak Perubahan Iklim Menteri Negara Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

STUDI FENOMENA AIR HITAM DAN AIR PUTIH

STUDI FENOMENA AIR HITAM DAN AIR PUTIH STUDI FENOMENA AIR HITAM DAN AIR PUTIH Rika Aziima Anugrawati dan Sri Widya Ningsih * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sumber daya alam yang sangat mudah kita dapatkan. Air adalah sumber mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50)

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) 1. Tujuan percobaan Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah : a. Untuk mengetahui dosis suatu obat yang menimbulkan kematian 50% dari hewan percobaan. b. Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012 1. Identifikasi produk dan perusahaan Nama Produk: Maxforce Forte Gel0,05 Alamat Perusahaan: Environmental Science Division Mid Plaza I lt. 14 Jl. Jend. Sudirman Kav.10-11, Jakarta 10220 P.O. Box 2507

Lebih terperinci