RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT

Transkripsi

1 RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT A. UMUM Surat : 968/SJ/HK.02.01/06/2016, 22 Juni 2016 Undangan Hari/Tanggal : Jumat s.d. Sabtu, 24 s.d. 25 Juni 2016 P u k u l : s.d. Selesai Tempat : Pusat TIK Nasional Kemenkominfo Ciputat Tangerang Selatan Pimpinan : Kepala Biro Hukum Rapat Peserta Rapat : Perwakilan Direktorat Pengembangan Pita Lebar Ditjen PPI, Perwakilan Direktorat Telekomunikasi Ditjen PPI, Perwakilan Bagian Hukum dan Kerja Sama Sesditjen IKP, Perwakilan Bagian Hukum dan Kerja Sama Sesditjen PPI, Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum, Kasubbag PUU II, Kasubbag PUU III, dan staf Biro Hukum. B. PENDAHULUAN Rapat membahas tentang finalisasi materi muatan dan legal drafting dari Rancangan Peraturan Menteri Tentang Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat.

2 C. PEMBAHASAN Pembahasan terhadap substansi dan materi muatan dari Rancangan Peraturan Menteri Tentang Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat sebagai berikut: 1. Latar Belakang: a. Operasional Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat dilaksanakan pada level Pemerintah Daerah yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilakukan dengan 2 metode yakni dilakukan di 1 (satu) unit atau tersebar di beberapa perangkat daerah (dinas kesehatan, dinas pencegahan dan penanggulangan kebakaran). b. Di Indonesia terdapat banyak nomor layanan nomor darurat yang belum terintegrasi sehingga perlu mencontoh negara-negara lain yang telah menerapkan layanan nomor tunggal panggilan darurat. c. Disebutkan dalam RPM ini bahwa semua layanan nomor darurat akan diintegrasikan dalam nomor tunggal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. d. Operasional Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat akan dilaksanakan melalui 3 cara yakni: a. Agen akan disiapkan oleh Pemerintah Pusat untuk membantu operasional di daerah; b. Hibah pemerintah; c. Beberapa daerah seperti DKI Jakarta dan Surabaya hanya membutuhkan nomor saja tunggalnya saja. e. Pada intinya urusan call center melekat kepada urusan kegawat daruratan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah sementara Kominfo tidak terlibat dalam hal pengoperasiannya. f. Pusat Panggilan Darurat telah dilaksanakan oleh beberapa Pemerintah Daerah melalui perangkat yang nantinya akan dikoneksikan ke nomor tunggal 112. Nomor tunggal 112 akan terkoneksi ke tiap-tiap daerah.

3 g. Jangan sampai ada tumpang tindih antara Peraturan Menteri Tentang Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat dengan Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) utamanya tentang pengintegrasian Nomor untuk pelayanan darurat. h. Untuk menghindari penyadapan dengan perangkat keras ataupun perangkat lunak, Nomor dan lokasi pemanggil dapat dilakukan pemotongan agar dapat mencegah terjadinya penyadapan. 2. Perubahan pada materi muatan antara lain sebagai berikut: a. Penghilangan kata Penyelenggaraan pada judul agar tidak menimbulkan kerancuan. b. Penambahan Pasal 5 ayat (4) yang berbunyi: Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk perencanaan dan antisipasi penanganan keadaan darurat. c. Penambahan pada Pasal 7 ayat (3) frasa dapat berperan serta dalam untuk menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi juga berperan serta dalam mengawasi, membina dan melakukan koordinasi layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. d. Pasal 16 ayat (2), penambahan 1 (satu) ayat yakni: Mekanisme sewa atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan evaluasi. e. Perubahan pada Pasal 22 ayat (2) yang semula berbunyi: Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan proses penilaian terhadap kinerja Pusat Panggilan Darurat dan/atau Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam penanganan keadaan darurat di daerah diubah sehingga menjadi Evaluasi dan monitoring, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meningkatkan kinerja Pusat Panggilan Darurat dan/atau

4 Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam menangani keadaan darurat di daerah. f. Perubahan pada Pasal 24 yang semula berbunyi: Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Diubah sehingga menjadi Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. D. KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT Rancangan Peraturan Menteri Tentang Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat telah dilakukan harmonisasi dan finalisasi dan disepakati oleh peserta rapat untuk tidak diproses melalui Rapim Regulasi melainkan diteruskan dalam proses Rapim secara sirkuler dan segera untuk ditetapkan oleh Menteri. Jakarta, 27 Juni 2016 Pembuat Risalah, Mengetahui Hanifan Niffari, Staf PUU: Ibrahim Jamal Hukum Kabag PUU, Biro

5