STBP. Survei Terpadu Biologis dan Perilaku STBP 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STBP. Survei Terpadu Biologis dan Perilaku STBP 2013"

Transkripsi

1

2 STBP 2013 Survei Terpadu Biologis dan Perilaku STBP 2013 ii

3 Kata Pengantar Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) merupakan bagian dari kegiatan surveilans HIV- AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1996, dan dilakukan secara rutin 2-3 tahun sekali. Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013 ini dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran besaran masalah, faktor risiko, pengetahuan dan cakupan program HIV sehingga dapat diketahui dinamika epidemi HIV di Indonesia. Survei ini dilakukan di sembilan kota/kabupaten di sembilan provinsi, di mana sebagian besar kota/kabupaten terpilih sama dengan kabupaten/kota (lokasi) STBP 2009, yaitu Palembang, Tangerang, Yogyakarta, Pontianak, Samarinda, Bitung, Makassar, Bengkulu dan Mimika. Populasi survei adalah populasi paling berisiko, terdiri dari Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL) dan tidak langsung (WPSTL), Pria Potensial Berisiko Tinggi (sopir truk, pelaut, Tenaga Bongkar Muat/TKBM, tukang ojek, dan buruh), Waria, Lelaki yang Seks dengan Lelaki (LSL), dan Pengguna Napza Suntik (Penasun), serta Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan/WBP), dan populasi rawan, yaitu remaja. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, khususnya pada Badan Libangkes, Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK), Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA) Dinas Kesehatan dan instansi terkait di tingkat provinsi serta mitra kerja internasional antara lain WHO, HCPI yang telah berkontribusi pada pelaksanaan STBP 2013 ini mulai dari tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan penulisan laporan. Berbagai upaya telah dilakukan secara maksimal dalam pelaksanaan STBP 2013 ini, namun kami menyadari bahwa masih ada keterbatasan. Oleh karena itu, saran perbaikan sangat kami harapkan untuk penyempurnaan di masa yang akan datang. Semoga hasil STBP 2013 ini dapat bermanfaat dalam peningkatan upaya pengendalian HIV dan AIDS dan IMS di Indonesia. STBP 2013 iii

4 Kata Sambutan STBP 2013 iv

5 Daftar Kontributor Kementrian Kesehatan dr. H. M. Subuh, MPPM Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H dr. Slamet, MHP dr. Siti Nadia Tamizi, M.Epid dr. Fatcha Nurhaliyah, M.Epid dr. Endang Budi Hastuti Rizky Hasby, SKM Viny Sutriani, S.Psi, MPH Victoria Indrawati, SKM, M.Sc dr.nies Andekayani, MS, Sp.OK dr.trijoko Yudopuspito, M.ScPH Eva Muzdalifah, SKM Bayu Taruno, SKM Imam Maulana, SKM Yulia Rachma, SKM Sujai, Amd Universitas Indonesia Prof. Dr. Sudijanto Kamso, SKM dr. Ratna Djuwita Hatma, MPH Milla Herdayati, SKM, M.Si Dr. Besral, SKM, M.Sc R. Sutiawan, S.Kom, M.Si Popy Yuniar, SKM, MM Dian Anandari, SKM, MKM Rahmi Dwi Kartika, SKM Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) dr. Kemal N Siregar, Ph.D Wenita Indrasari, MPH Arif Iryawan, M.Epid Seongeun Chun, MPH Subhan H. Panjaitan, SH STBP 2013 v

6 Tim Laboratorium Sri Supryati Rahayu (BBLK Jakarta) dr. Sondang Maryutka Sirait, SpPK (BBLK Jakarta) Subangkit, M.Biomed (Balitbangkes, Kemenkes RI) John Master Saragih (Balitbangkes, Kemenkes RI) Sekretariat dr. Saiful Jazan, MSc dr. Eddy Lamanepa, MPH Abdur Rachim, SKM, M.Kes J. Richard Panjaitan, SE.Ak, MM Merry Delwita, Amd Sofie Yunita Rahayu, S.Sos Ekhoris Novarif Fahla Suarjana Sigit Wibowo Koordinator Lapangan Provinsi dan Kabupaten Deddy Ismail, SE, MM (Sumatera Selatan) Ica Pitria Aprianti, SKM, MM (Bengkulu) Asmawati dan Hilda Mardhotillah (Banten) Dr. Akhmad Akhadi, S, MPH (DI Yogyakarta) Juniati Rahmadani (DI Yogyakarta) Rudi Anshari, M. Kes (Kalimantan Barat) Ronny Setiawati (Kalimantan Timur) Oksye Umboh (Sulawesi Utara) Rasmah, SKM, M.Kes (Sulawesi Selatan) Reynold Ubra (Papua) HIV Cooperation Program for Indonesia (HCPI) Suzanne Blogg, MPH Ratna Soehoed, MBA dr. James Blogg, MPH Venus Eleonora Bram Marantika Risa Alexander, B.A, Prof.Comm STBP 2013 vi

7 Family Health International (FHI) Rizky Syafitri Dimas Wicaksono, SKM World Health Organisation (WHO) dr. Oscar Barreneche, M.Sc Fetty Wijayanti, M.Kes drg. Martha Akila, M.Sc Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) OPSI GWL-INA Karisma STBP 2013 vii

8 Daftar Istilah ABK AIDS BSS CRS HIV IBBS IMS ISR Kab KIE LASS LSL LSM MARP MDGs MSM NAPZA ODHA PCR Penasun Pria Risti Prov PSU RDS Risti RPJMN RTI SD Seed SMA SMP Snowball SSP STBP Anak Buah Kapal Acquired Immuno Deficiency Syndrome Behavioural Sentinel Surveillance Chain Referral Sampling Human Immuno-deficiency Virus Integrated Biological and Behaviour Survey Infeksi Menular Seksual (lihat juga STI) Infeksi Saluran Reproduksi Kabupaten Komunikasi, Informasi dan Edukasi Layanan Alat Suntik Steril Lelaki yang berhubungan Seks dengan Lelaki Lembaga Swadaya Masyarakat Most at Risk Population Millenium Develepment Goals Men who have sex with men Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain Orang dengan HIV dan AIDS Polimerase Chain Recation Pengguna Napza Suntik Kelompok pria yang cenderung berperilaku berisiko Provinsi Primary Sampling Unit Respondent Driven Sampling Risiko tinggi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Reproductive Tract Infection Sekolah Dasar Sekelompok kecil responden yang dipilih secara khusus dan dari mereka diharapkan dapat menjaring lebih banyak responden Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Pertama Teknik pengambilan sampel jemput bola Survei Surveilans Perilaku Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku STBP 2013 viii

9 STHP STI Tanah Papua TKBM Waria WPS WPSL WPSTL Surveilans Terpadu HIV dan Perilaku Sexually Transmitted Infection Daerah yang meliputi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Tenaga Kerja Bongkar Muat Pria yang bersifat dan bertingkah laku seperti wanita Wanita Pekerja Seks Wanita Pekerja Seks Langsung Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung STBP 2013 ix

10 Daftar Isi Kata Pengantar... iii Kata Sambutan... iv Daftar Kontributor... v Daftar Istilah... viii Daftar Tabel...xvi Daftar Gambar dan Grafik... xviii Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Pelaksanaan STBP Metodologi Wilayah Survei Ukuran Sampel Kerangka Sampel Kerangka Sampel WPS Langsung Kerangka Sampel WPS Tidak Langsung Kerangka sampel Waria Kerangka sampel Sopir Truk Kerangka sampel ABK Kerangka sampel TKBM Kerangka sampel Tukang Ojek Kerangka sampel Buruh Kerangka sampel Remaja (pelajar SMA) Kerangka sampel Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Pembentukan Kerangka Sampel Metode Sampling Sistematika Penyajian Kaji Etik dan Informed Consent Hasil Penelitian Pelaksanaan Survei Karakteristik Populasi Umur Pendidikan STBP 2013 x

11 2.2.3 Status Pernikahan Sumber Pendapatan Utama Status Tempat Tinggal Pengguna Narkoba Suntik (Penasun) Jumlah Sampel Karakteristik Penasun Prevalensi HIV dan IMS Tingkat Pengetahuan Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Kondom Perilaku Berbagi Jarum Suntik Jenis Napza Suntik Frekuensi Menyuntik Cakupan Program Tes HIV Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan IMS Akses ke Layanan TB Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Sumber Jarum Suntik Steril Akses Terapi Rumatan Metadon Penasun yang pernah dipenjarakan Lelaki yang Seks dengan Lelaki (LSL) Jumlah Sampel Karakteristik LSL Prevalensi HIV dan IMS Tingkat Pengetahuan Perilaku Berisiko dan Pencegahan Jenis Pasangan Seks Penggunaan Napza Suntik Seks Komersial Penggunaan Kondom dengan Pasangan Tidak Tetap Penggunaan Pelicin Pesta Seks STBP 2013 xi

12 4.6 Cakupan Program Tes HIV Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan IMS Akses ke Layanan TB Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Kondom Gratis Wanita Pria (Waria) Jumlah Sampel Karakteristik Waria Prevalensi HIV dan IMS Tingkat Pengetahuan Perilaku Berisiko dan Pencegahan Jenis Pasangan Seks Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Penggunaan Pelicin Pesta Seks Cakupan Program Tes HIV Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan (Layanan ART) Akses ke Layanan IMS Akses ke Layanan TB Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Kondom Gratis Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL) Jumlah Sampel Karakteristik WPSL Prevalensi HIV dan IMS Tingkat Pengetahuan Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Mobilisasi WPSL Jumlah Pelanggan Cakupan Program STBP 2013 xii

13 6.6.1 Tes HIV Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan IMS Akses ke Layanan TB Pertemuan dengan Petugas Lapangan/petugas Penjangkau Kondom Gratis Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) Jumlah Sampel Karakteristik WPSTL Prevalensi HIV dan IMS Tingkat Pengetahuan Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Jumlah Pelanggan Cakupan Program Tes HIV Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan IMS Akses ke Layanan TB Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Kondom Gratis Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Jumlah Sampel Karakteristik WBP Prevalensi HIV dan IMS Tingkat Pengetahuan Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Napza Suntik Seks di Lapas Cakupan Program Tes HIV Penyuluhan HIV dan AIDS Pria Berisiko Tinggi (Pria Risti) Jumlah Sampel STBP 2013 xiii

14 9.2 Karakteristik Pria Risti Prevalensi HIV dan IMS Tingkat Pengetahuan Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Kondom pada Seks Komersial menurut Kota Penggunaan Kondom pada Seks Komersial menurut Jenis Profesi Perilaku Membeli Seks Cakupan Program Tes HIV Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan dan TB Akses ke Layanan IMS Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Kondom Gratis Remaja Jumlah Sampel Karakteristik Remaja Persepsi dan Pengetahuan Persepsi mengenai HIV dan AIDS Tingkat Pengetahuan Perlakuan terhadap ODHA Perilaku Berisiko dan Pencegahan Perilaku Seks Penggunaan Kondom Penggunaan Napza Cakupan Program Pembahasan Keterbatasan Penelitian Pembahasan Simpulan dan Rekomendasi Simpulan Rekomendasi Daftar Pustaka Lampiran Lampiran Penasun STBP 2013 xiv

15 Lampiran LSL Lampiran Waria Lampiran WPSL Lampiran WPSTL Lampiran WBP Lampiran Pria Risti Lampiran Remaja STBP 2013 xv

16 Daftar Tabel Tabel 1. Perencanaan Jumlah Sampel Berdasarkan Populasi Sasaran Tabel 2. Persentase Pencapaian Target Jumlah Sampel Berdasarkan Populasi Sasaran Tabel 3. Metode sampling berdasarkan kelompok sasaran Tabel 4. Perencanaan dan Realisasi Responden WPSL, WPSTL, dan Pria Risti Tabel 5. Perencanaan dan Realisasi Responden Waria, LSL, dan Penasun Tabel 6. Perencanaan dan Realisasi Responden WBP Tabel 7. Perencanaan dan Realisasi Responden Remaja Tabel 8. Jenis Pelaksanaan Survei Berdasarkan Jumlah Responden Tabel 9. Jenis Obat yang disuntikkan menurut kota tahun Tabel 10. Frekuensi Menyuntik Penasun Seminggu Terakhir menurut Kota tahun Tabel 11. Frekuensi Menyuntik Penasun per Hari menurut Kota tahun Tabel 12. Penasun HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Tabel 13. Layanan IMS yang diakses Penasun menurut Kota tahun Tabel 14. Penasun yang Mengakses Layanan TB Tabel 15. Prevalensi HIV pada LSL yang Menjual Seks menurut Kota tahun Tabel 16. Distribusi LSL yang Melakukan Pesta Seks Setahun Terakhir menurut Kota tahun Tabel 17. Prevalensi HIV pada LSL yang melakukan Pesta Seks menurut Kota tahun Tabel 18. LSL HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Tabel 19. Layanan IMS yang diakses oleh LSL menurut Kota tahun Tabel 20. LSL yang Mengakses Layanan TB Tabel 21. Distribusi Waria yang Melakukan Pesta Seks Setahun Terakhir menurut Kota tahun Tabel 22. Prevalensi HIV pada Waria yang melakukan Pesta Seks menurut Kota tahun Tabel 23. Waria HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Tabel 24. Layanan IMS yang diakses oleh Waria menurut Kota tahun Tabel 25. Waria yang Mengakses Layanan TB Tabel 26. Rata-rata Jumlah Pelanggan WPSL dalam 1 Minggu Menjual Seks tahun 2009 & Tabel 27. WPSL HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Tabel 28. Layanan IMS yang diakses WPSL menurut Kota tahun Tabel 29. WPSL yang Mengakses Layanan TB Tabel 30. Rata-rata Jumlah Pelanggan WPSTL dalam 1 Minggu Menjual Seks Tahun 2009 & Tabel 31. WPSTL HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Tabel 32. Layanan IMS yang diakses WPSTL menurut Kota tahun Tabel 33. WPSTL yang Mengakses Layanan TB Tabel 34. WBP berdasarkan Jenis Kelamin menurut Kota tahun Tabel 35. Perilaku Menyuntik WBP dalam 3 bulan terakhir menurut Kota tahun Tabel 36. Perilaku Seks WBP di Lapas menurut Kota tahun Tabel 37. Perilaku Penggunaan Kondom WBP di Lapas menurut Kota tahun Tabel 38. Pria Risti berdasarkan Kelompok Sasaran Responden tahun Tabel 39. Pria Risti yang Mengakses Layanan TB Tabel 40. Layanan IMS yang diakses Pria Risti menurutkota tahun Tabel 41. Remaja berdasarkan Jenis Kelamin menurut Kota tahun Tabel 42. Pengetahuan Remaja berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun Tabel 43. Umur Pertama Remaja Melakukan Hubungan Seks menurut Kota tahun Tabel 44. Perilaku Menjual dan Membeli Seks pada Remaja menurut Kota tahun Tabel 45. Proporsi Remaja yang pernah Melakukan Seks Anal dan Jenis Pasangannya menurut Kota tahun Tabel 46. Jumlah Pasangan Seks pada Remaja menurut Kota tahun STBP 2013 xvi

17 Tabel 47. Proporsi Remaja yang Pernah dipaksa Berhubungan Seksual menurut Kota tahun Tabel 48. Frekuensi Penggunaan Kondom Remaja menurut Kota tahun Tabel 49. Tingkat Sekolah Pertama Kali Pemakaian Napza pada Remaja menurut Kota tahun Tabel 50. Proporsi Remaja berdasarkan Jenis Napza yang Dikonsumsi Pertama kali di tiap kota tahun Tabel 51. Proporsi Remaja yang Pernah Menyuntik atau Memiliki Teman Sepergaulan yang Menyuntik Napza di tiap kota tahun Tabel 52. Sumber Informasi yang diterima Remaja terkait HIV dan AIDS tahun Tabel 53. Hasil STHP pada Penasun menurut Kota Tabel 54. Hasil STBP LSL menurut Kota Tabel 55. Hasil STBP pada Waria menurut Kota Tabel 56. Hasil STBP pada WPSL menurut Kota Tabel 57. Hasil STBP pada WPSTL menurut Kota Tabel 58. Hasil STHP pada WBP menurut Lokasi Tabel 59. Hasil STBP pada Pria Risti menurut Kota Tabel 60. Hasil SSP pada Remaja menurut Kota STBP 2013 xvii

18 Daftar Gambar dan Grafik Gambar 6.1 Peta Mobilisasi WPSL Tahun Grafik 1. Kelompok Umur Menurut Kelompok Berisiko tahun Grafik 2. Tingkat Pendidikan Menurut Kelompok Berisiko tahun Grafik 3. Status Pernikahan menurut Kelompok Berisiko tahun Grafik 4. Sumber Pendapatan Utama menurut Kelompok Berisiko tahun Grafik 5. Status Tempat Tinggal menurut Kelompok Berisiko tahun Grafik 6. Umur Penasun menurut Kota tahun Grafik 7. Pendidikan Penasun menurut Kota tahun Grafik 8. Status Tempat Tinggal Penasun menurut Kota tahun Grafik 9. Sumber Pendapatan Utama Penasun menurut Kota tahun Grafik 10. Prevalensi HIV Penasun menurut Kota tahun 2009 & Grafik 11. Prevalensi HIV pada Penasun yang menyuntik dua tahun terakhir Grafik 12. Prevalensi Sifilis Penasun menurut Kota tahun 2009 & Grafik 13. Pengetahuan Penasun berdasarkan indikator MDGs menurut Kota tahun Grafik 14. Pengetahuan Komprehensif Penasun menurut Kota tahun 2009 & Grafik 15. Penggunaan Kondom Penasun dengan Pasangan Seks Tetap menurut Kota tahun 2009 dan Grafik 16. Penggunaan Kondom Penasun dengan Pasangan Seks Tidak Tetap menurut Kota tahun 2009 & Grafik 17. Penggunaan Kondom Penasun pada Hubungan Seks Komersial menurut Kota tahun 2009 & Grafik 18. Perilaku Berbagi Jarum Suntik Terakhir saat Terakhir Menyuntik menurut Kota tahun 2009 & Grafik 19. Perilaku Berbagi Jarum Suntik Seminggu Terakhir Penasun menurut Kota tahun 2009 & Grafik 20. Tes HIV pada Penasun menurut Kota tahun 2009 & Grafik 21. Penasun Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Grafik 22. Pertemuan Penasun dengan Petugas dalam 3 bulan terakhir menurut Kota tahun 2009 & Grafik 23. Sumber Jarum Suntik yang diterima Penasun Seminggu Terakhir menurut Kota tahun 2009 & Grafik 24. Layanan Alat Suntik Steril yang diterima Penasun menurut Kota tahun Grafik 25. Pemanfaatan Layanan PTRM dalam setahun terakhir menurut kota tahun Grafik 26. Umur LSL menurut Kota tahun Grafik 27. Pendidikan LSL menurut Kota tahun Grafik 28. Sumber Pendapatan Utama LSL menurut Kota tahun Grafik 29. Status Tempat Tinggal LSL menurut Kota tahun Grafik 30. Status Pernikahan LSL menurut Kota tahun Grafik 31. Prevalensi HIV LSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 32. Prevalensi HIV pada LSL yang berumur di bawah 25 tahun Grafik 33 Prevalensi HIV LSL berdasarkan kelompok umur menurut Kota tahun Grafik 34. Prevalensi Sifilis LSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 35. Prevalensi Gonore LSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 36. Prevalensi Klamidia LSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 37. Pengetahuan LSL berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2009 & STBP 2013 xviii

19 Grafik 38. Pengetahuan Komprehensif LSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 39. Jenis Pasangan Tetap LSL menurut Kota tahun Grafik 40. Jenis Pasangan Tidak Tetap LSL menurut Kota tahun Grafik 41. Perilaku Penggunaan Napza Suntik pada LSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 42. Perilaku Menjual Seks pada LSL Muda (< 25 tahun) menurut Kota tahun 2009 & Grafik 43. Penggunaan Kondom pada Seks Komersial terakhir tahun 2009 & Grafik 44. Konsistensi Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Seminggu terakhir tahun Grafik 45. Penggunaan Kondom LSL dengan Pasangan Tidak Tetap tahun 2009 & Grafik 46. Konsistensi Penggunaan Kondom LSL dengan Pasangan Tidak Tetap tahun Grafik 47. Penggunaan Pelicin pada LSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 48. Penggunaan Kondom dan Pelicin pada Pesta Seks 1 Tahun Terakhir menurut Kota tahun Grafik 49. Tes HIV pada LSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 50. LSL yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Grafik 51. Pertemuan/Diskusi dengan Petugas Lapangan menurut Kota tahun 2009 & Grafik 52. Penerimaan Kondom Gratis menurut Kota tahun 2009 & Grafik 53. Sumber Kondom Gratis menurut Kota tahun Grafik 54. Umur Waria menurut Kota tahun Grafik 55. Pendidikan Waria menurut Kota tahun Grafik 56. Sumber Pendapatan Utama Waria menurut Kota tahun Grafik 57. Status Tempat Tinggal Waria menurut Kota tahun Grafik 58. Prevalensi HIV Waria menurut Kota Tahun Grafik 59. Prevalensi HIV Waria di Kota yang Sama pada tahun 2009 & Grafik 60. Prevalensi HIV pada Waria yang berumur di bawah 25 tahun (Proxy Incidence) tahun 2009 & Grafik 61. Prevalensi Sifilis Waria menurut Kota tahun 2009 & Grafik 62. Prevalensi Gonore menurut Kota tahun 2009 & Grafik 63. Prevalensi Klamidia menurut Kota tahun 2009 & Grafik 64. Pengetahuan Waria berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2009 & Grafik 65. Pengetahuan Komprehensif Waria menurut Kota tahun 2009 & Grafik 66. Jenis Pasangan Tetap Waria menurut Kota tahun Grafik 67. Penggunaan Kondom Waria saat Seks Komersial Terakhir menurut Kota tahun 2009 & Grafik 68. Konsistensi Penggunaan Kondom Waria saat Seks Komersial menurut Kota tahun 2009 & Grafik 69. Penggunaan Pelicin Berbahan Dasar Air pada Waria menurut Kota tahun 2009 & Grafik 70. Penggunaan Kondom dan Pelicin pada Pesta Seks 1 Tahun Terakhir menurut Kota tahun Grafik 71. Tes HIV pada Waria menurut Kota tahun 2009 & Grafik 72. Waria yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Grafik 73. Pertemuan/Diskusi Waria dengan Petugas Lapangan menurut Kota tahun 2009 & Grafik 74. Penerimaan Kondom Gratis Waria menurut Kota tahun 2009 & Grafik 75. Sumber Kondom Gratis Waria menurut Kota tahun Grafik 76. Umur WPSL menurut Kota tahun Grafik 77. Pendidikan WPSL menurut Kota tahun Grafik 78. Status Tempat Tinggal WPSL menurut Kota tahun Grafik 79. Prevalensi HIV WPSL menurut Kota Grafik 80. Prevalensi HIV WPSL di Kota yang Sama pada tahun 2009 & Grafik 81. Prevalensi HIV WPSL yang Menjual Seks dalam 24 bulan terakhir Grafik 82. Prevalensi Sifilis WPSL menurut Kota tahun 2009 & STBP 2013 xix

20 Grafik 83. Prevalensi Gonore WPSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 84. Prevalensi Klamidia WPSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 85. Pengetahuan WPSL berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun Grafik 86. Pengetahuan Komprehensif WPSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 87. Penggunaan kondom WPSL saat Seks Komersial Terakhir tahun 2009 & Grafik 88. Konsistensi Penggunaan Kondom WPSL saat Seks Komersial Seminggu Terakhir tahun 2009 & Grafik 89. Tes HIV pada WPSL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 90. WPSL yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Grafik 91. Pertemuan WPSL dengan Petugas LSM menurut Kota tahun 2009 & Grafik 92. WPSL yang menerima Kondom Gratis dari Petugas Lapangan menurut Kota tahun 2009 & Grafik 93. Sumber Kondom Gratis WPSL menurut Kota tahun Grafik 94. Umur WPSTL menurut Kota tahun Grafik 95. Pendidikan WPSTL menurut Kota tahun Grafik 96. Status Tempat Tinggal WPSTL menurut Kota tahun Grafik 97. Prevalensi HIV pada WPSTL menurut Kota tahun Grafik 98. Prevalensi HIV WPSTL di Kota yang Sama pada tahun 2009 & Grafik 99. Prevalensi HIV WPSTL yang Menjual Seks dalam 24 bulan terakhir tahun 2009 & Grafik 100. Prevalensi Sifilis pada WPSTL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 101. Prevalensi Gonore pada WPSTL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 102. Prevalensi Klamidia pada WPSTL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 103. Pengetahuan WPSTL berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun Grafik 104. Pengetahuan Komprehensif WPSTL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 105. Penggunaan kondom WPSTL saat Seks Komersial Terakhir tahun 2009 & Grafik 106. Konsistensi Penggunaan Kondom WPSTL saat Seks Komersial tahun 2009 & Grafik 107. Tes HIV pada WPSTL menurut Kota tahun 2009 & Grafik 108. WPSTL yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Grafik 109. Pertemuan WPSTL dengan Petugas LSM menurut Kota tahun 2009 & Grafik 110. WPSTL yang menerima Kondom Gratis menurut Kota tahun 2009 & Grafik 111. Sumber Kondom Gratis menurut Kota tahun Grafik 112. Umur WBP menurut Kota tahun Grafik 113. Pendidikan WBP menurut Kota tahun Grafik 114. Masa Hukuman WBP menurut Kota tahun Grafik 115. Prevalensi HIV pada WBP menurut Kota tahun Grafik 116. Prevalensi Sifilis pada WBP menurut Kota tahun Grafik 117. Pengetahuan WBP berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun Grafik 118. Pengetahuan Komprehensif WBP menurut Kota tahun Grafik 119. Perilaku Penggunaan Napza Suntik WBP menurut Kota tahun Grafik 120. Tes HIV pada WBP menurut Kota tahun Grafik 121. WBP yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun Grafik 122. WBP yang Mengikuti Penyuluhan HIV dan AIDS dan Napza Setahun Terakhir menurut Kota tahun Grafik 123. Umur Pria Risti menurut Kota tahun Grafik 124. Pendidikan Pria Risti menurut Kota tahun Grafik 125. Status Tempat Tinggal Pria Risti menurut Kota tahun Grafik 126. Prevalensi HIV Pria Risti menurut Kota tahun 2009 & Grafik 127. Prevalensi Sifilis Pria Risti menurut Kota tahun 2009 & Grafik 128. Prevalensi Gonore Pria Risti di Pontianak tahun 2009 & Grafik 129. Prevalensi Klamidia Pria Risti di Pontianak tahun 2009 & STBP 2013 xx

21 Grafik 130. Pengetahuan Pria Risti berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun Grafik 131. Pengetahuan Komprehensif Pria Risti menurut Kota tahun Grafik 132. Penggunaan Kondom Pria Risti saat Seks Komersial menurut Kota tahun 2009 & Grafik 133. Konsistensi Penggunaan Kondom Pria Risti saat Seks Komersial menurut Kota tahun 2009 & Grafik 134. Penggunaan Kondom Pria Risti saat Seks Komersial Terakhir menurut Jenis Profesi tahun 2009 & Grafik 135. Konsistensi Penggunaan Kondom Pria Risti saat Seks Komersial 1 tahun terakhir menurut Jenis Profesi tahun 2009 & Grafik 136. Persentase Membeli Seks Pria Risti kepada WPS menurut Kota tahun Grafik 137. Tes HIV pada Pria Risti menurut Kota tahun 2009 & Grafik 138. Pria Risti yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Grafik 139. Pertemuan Pria Risti dengan Petugas LSM menurut Kota tahun 2009 & Grafik 140. Pria Risti yang Menerima Kondom Gratis menurut Kota tahun 2009 & Grafik 141. Sumber Kondom Gratis menurut Kota tahun Grafik 142. Status Tinggal Remaja menurut Kota tahun Grafik 143. Persepsi Remaja mengenai HIV dan AIDS menurut Kota tahun Grafik 144. Pengetahuan Remaja Laki-laki dan Perempuan berdasarkan Indikator MDGs tahun Grafik 145. Pengetahuan Komprehensif Remaja Laki-laki dan Perempuan di tiap Kota tahun Grafik 146. Pengetahuan Komprehensif Remaja menurut Kota tahun 2009 & Grafik 147. Perlakuan Remaja terhadap ODHA tahun 2009 & Grafik 148. Riwayat berhubungan Seks pada Remaja menurut Kota tahun 2009 & Grafik 149. Perilaku Seks Berisiko pada Remaja menurut Kota tahun Grafik 150. Penggunaan Kondom pada Seks Terakhir tahun 2009 & Grafik 151. Perilaku Penggunaan Napza pada Remaja menurut Kota tahun Grafik 152. Remaja yang menerima Program Pengendalian HIV di Sekolah tahun 2009 & Grafik 153. Remaja yang Menerima Program Pengendalian HIV di Sekolah menurut Kota tahun STBP 2013 xxi

22 Ringkasan Eksekutif Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013 ini dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran besaran masalah, faktor risiko, pengetahuan dan cakupan program HIV sehingga dapat diketahui dinamika epidemi HIV di Indonesia. Survei ini dilakukan di sembilan kota/kabupaten di sembilan provinsi, di mana sebagian besar kota/kabupaten terpilih sama dengan kabupaten/kota (lokasi) STBP 2009, yaitu Palembang, Tangerang, Yogyakarta, Pontianak, Samarinda, Bitung, Makassar, Bengkulu dan Mimika. Kecuali Bengkulu yang menggantikan Sorong. STBP 2013 bertujuan untuk mengetahui prevalensi HIV dan IMS (sifilis, gonore, dan klamidia) pada populasi paling berisiko (berisiko tinggi) dan mengetahui tingkat pengetahuan tentang HIV dan AIDS, perilaku berisiko tertular atau menularkan HIV, dan cakupan intervensi program pada populasi paling berisiko dan populasi rawan. Desain STBP 2013 menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan sasaran populasi sebagai berikut: 1) Populasi paling berisiko, terdiri dari Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL) dan tidak langsung (WPSTL), Pria Potensial Berisiko Tinggi (sopir truk, pelaut, Tenaga Bongkar Muat/TKBM, tukang ojek, dan buruh), Waria, Lelaki Seks Lelaki (LSL), dan Pengguna Napza Suntik (Penasun), serta Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan/WBP), dan; 2) Populasi rawan, yaitu remaja. STBP 2013 menggunakan desain survei cross-sectional pada 8 kelompok risiko, yaitu WPSL, WPSTL, Pria Berisiko Tinggi berdasarkan pekerjaan (Sopir Truk, ABK, TKBM, Tukang Ojek, dan Buruh), LSL, Penasun, WBP dan Remaja. Metode pengambilan sampel terdiri dari: (1) Probabilitas proporsional sampling (PPS) dua tahap untuk WPSL, WPSTL, Waria, Buruh, WBP dan Remaja, (2) Time Location Sampling (TLS) untuk Sopir Truk, dan Anak Buah Kapal (ABK), dan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) (3) Respondent Driven Sampling (RDS) untuk Penasun dan LSL. Data biologis dikumpulkan dari populasi paling berisiko meliputi: 1) pengambilan sampel darah vena pada WPSL, WPSTL dan Waria. Untuk pengujian HIV dan sifilis dilakukan pengambilan sampel darah perifer pada buruh, WBP dan LSL (2) Untuk pengujian gonore dan klamidia dilakukan apusan vagina pada WPSL dan WPSTL dan apusan anal untuk Waria dan LSL. STBP

23 Selain pengumpulan data kuantitatif, dilaksanakan juga kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pada kelompok Penasun di Pontianak, Tangerang, dan Makassar. Kegiatan FGD ini dilaksanakan untuk menjawab kondisi khusus yang berkontribusi meningkatkan prevalensi HIV. Terdapat responden yang terdiri dari WPSL dan WPSTL (Palembang, Tangerang; Yogyakarta, Pontianak, Samarinda, Bitung, Makassar, Bengkulu, Mimika); Pria Risti (ABK di Palembang, Pontianak dan Bitung, TKBM di Pontianak, Samarinda dan Bitung, sopir truk di Palembang, tukang ojek di Yogyakarta dan Samarinda dan buruh di Tangerang; 827 Penasun (Tangerang, Yogyakarta, Pontianak dan Makassar); 813 Waria (Palembang, Pontianak, Samarinda dan Makassar); 670 LSL (Tangerang, Yokyakarta dan Makassar); WBP (Lapas di Pontianak, Samarinda, dan Bengkulu); dan Remaja (Tangerang, Yogyakarta, Pontianak, Samarinda, dan Makassar). Sebagian besar WPSL, WPSTL, Pria Risti, Penasun, dan WBP berumur di atas 30 tahun, sedangkan sebagian besar LSL berumur tahun. Rata-rata WPSL berpendidikan rendah yaitu hanya SD atau SMP, sedangkan rata-rata WPSTL memiliki jenjang pendidikan minimal SMP. Kelompok lainnya seperti Pria Risti, Waria, LSL, dan Penasun berpendidikan minimal SMA atau Akademi/PT. Secara keseluruhan, prevalensi HIV paling tinggi pada kelompok Penasun diikuti LSL, Waria, WPSL, WPSTL, WBP, dan Pria Risti. Prevalensi HIV pada kelompok Penasun sebesar 39,2% dengan rincian 60,7% di Pontianak, 53,5% di Tangerang, 30% di Makassar, dan 16,1% di Yogyakarta. Prevalensi HIV pada LSL sebesar 12,8% dengan rincian 20,3% di Yogyakarta, 18,8% di Tangerang, dan 1,6% di Makassar. Prevalensi HIV pada LSL di Makassar paling rendah dan sebagian besar LSL yang menjadi responden di kota tersebut berumur lebih muda serta berperilaku biseksual dibandingkan kota lainnya. Prevalensi HIV secara keseluruhan cenderung sama pada tahun 2013 untuk WPSL sebesar 7,5% namun lebih rendah dibandingkan dengan 2009 sebesar 1,5% pada WPSTL dan 7,4% pada Waria. Prevalensi HIV cenderung rendah pada kelompok WBP sebesar 1,2% dan Pria Risti sebesar 0,2%. Prevalensi sifilis tertinggi pada kelompok LSL (11,3%), diikuti Waria (9,7%), WPSL (4%), WBP (3,5%), Pria Risti (3,4%), Penasun (2,9%), dan WPSTL (1,8%). Prevalensi gonore tertinggi pada WPSL (32,4%), diikuti LSL (21,2%), Waria (19,6%), WPSTL (17,7%), dan Pria Risti (8,5%). Kelompok yang memiliki prevalensi klamidia tertinggi pada WPSL (40,4%) dan terendah pada Pria Risti (11,5%). Peningkatan prevalensi HIV pada Penasun berkaitan dengan tingginya proporsi berbagi jarum suntik dalam 1 minggu terakhir. Proporsi perilaku berbagi jarum suntik terakhir kali mengalami penurunan dari 35% di tahun 2009 menjadi 22% di tahun Selain itu,proporsi berbagi jarum suntik satu STBP

24 minggu terakhir juga menurun dari 33% di tahun 2009 menjadi 25% di tahun Proporsi Penasun yang melaporkan berbagi jarum suntik seminggu terakhir menurun di semua kota kecuali Makkasar dengan proporsi tertinggi di Tangerang (40%), diikuti Pontianak (35%), Makassar (19%) dan Yogyakarta (3%). Penggunaan kondom pada Penasun dengan pasangan tetap sebesar 41% dengan konsistensi hanya 17% selama satu bulan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan seks Penasun berisiko tertular HIV karena penggunaan kondom konsisten yang rendah. Secara keseluruhan, pada kelompok LSL penggunaan kondom pada seks komersial terakhir meningkat dari 52% di tahun 2009 menjadi 74% di tahun Namun, konsistensi penggunaan kondom pada LSL saat seks komersial seminggu terakhir hanya sebesar 42%. Pada saat LSL melakukan seks anal dengan pasangan tidak tetap, sebagian besar LSL menggunakan kondom dengan rincian 72% di Yogyakarta, 75% di Tangerang, dan 56% di Makassar. Penggunaan kondom yang konsisten dengan pasangan tidak tetap masih rendah yaitu sebesar 38%, proporsi tersebut meningkat dari 28% pada tahun Selain menggunakan kondom, sebagian besar LSL menggunakan pelicin berbahan dasar air saat berhubungan seks. Secara keseluruhan, penggunaan pelicin ini meningkat di tiap kota kecuali di Tangerang yang mengalami penurunan dari 31% di tahun 2009 menjadi 19% di tahun Secara keseluruhan, pada kelompok Waria penggunaan kondom pada seks komersial terakhir meningkat dari 58% di tahun 2009 menjadi 78% di tahun Selain itu, konsistensi penggunaan kondom pada Waria saat seks komersial seminggu terakhir juga meningkat dari 34% di tahun 2009 menjadi 42% di tahun Selain menggunakan kondom, sebagian besar Waria menggunakan pelicin berbahan dasar air saat berhubungan seks. Secara keseluruhan, penggunaan pelicin ini meningkat di semua kota bila dibandingkan dengan tahun Penggunaan pelicin paling tinggi di Palembang sebesar 41% diikuti Makassar 40%, Samarinda dan Pontianak masing-masing 28% dan 20%. Konsistensi penggunaan kondom saat seks komersial seminggu terakhir sebesar 36% pada WPSL dan WPSTL. Proporsi ini sedikit meningkat dari tahun Apabila dilihat dari penggunaan kondomnya, penggunaan kondom pada kelompok WPSL meningkat di tiap kota kecuali Pontianak dan Makassar. Penggunaan kondom pada WPSL tertinggi di Mimika sebesar 98% dan terendah di Pontianak sebesar 51%. Pada kelompok WPSTL, penggunaan kondom tertinggi di Mimika sebesar 83% dan terendah di Yogyakarta sebesar 40%. Persentase pelanggan WPS terbesar di kelompok Pria Risti ialah para sopir truk di Palembang sebesar 48% dibandingkan dengan jenis profesi lain di tiap kota. Penggunaan kondom saat seks komersial terakhir dengan WPS paling tinggi oleh buruh pabrik sebesar 61%, diikuti 44% pada ABK, 42% pada tukang ojek, 32% pada sopir truk, dan 20% pada TKBM. Apabila dilihat dari konsistensi penggunaan STBP

25 kondomnya, proporsi ini meningkat dari tahun 2009 dengan rincian 27% menjadi 43% pada buruh, 7% menjadi 33% pada tukang ojek, 13% menjadi 22% pada ABK, 2% menjadi 14% pada sopir truk, dan 10% menjadi 13% pada TKBM. Pada kelompok remaja, remaja laki-laki yang mengakui pernah berhubungan seks bervariasi di tiap kota dengan proporsi berkisar antara 5%-11%, lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan yang berkisar antara 2%-4%. Perilaku berisiko lainnya seperti penggunaan napza/narkoba paling banyak oleh Remaja laki-laki sebesar 8% dengan proporsi tertinggi di Yogyakarta sebesar 18% dan terendah di Pontianak sebesar 2%. Sedangkan remaja perempuan yang menggunakan napza/narkoba hanya 2% dari 5 kota yang disurvei. Pengetahuan komprehensif yaitu pengetahuan responden terhadap 5 komponen yaitu tidak dapat mendeteksi ODHA dari melihatnya saja, mengurangi risiko tertular HIV dengan menggunakan kondom, saling setia pada pasangan, tidak tertular HIV melalui gigitan nyamuk/ serangga, dan tidak tertular HIV dengan menggunakan alat makan/minum secara bersama. Pengetahuan komprehensif tertinggi dimiliki oleh Penasun dan LSL dengan proporsi masing-masing 42% dan 29%, proporsi ini meningkat dibandingkan dengan tahun Namun, pengetahuan komprehensif pada kelompok lainnya mengalami penurunan seperti WPSTL (16%), Waria (23%), dan remaja (17%). Sedangkan pengetahuan komprehensif Pria Risti (18%) dan WPSL (20%) cenderung sama dengan tahun Kelompok WBP memiliki proporsi pengetahuan komprehensif terendah yaitu 15%. STBP

26 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immuno-deficiency Virus (HIV) secara global masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Di dunia ini, diperkirakan ada 35,3 juta (32,2-38,8 juta) orang yang telah terinfeksi HIV (UNAIDS, 2013). Upaya penanggulangan HIV masih memerlukan kerja keras terutama untuk menekan penularan baru. Di kawasan Asia sebagian besar angka prevalensi HIV pada masyarakat umum sebesar < 1%. Di Indonesia hanya Tanah Papua yang memiliki prevalensi 2,3% (STBP Papua 2013). Secara umum prevalensi di wilayah Indonesia masih berkisar 0,43%, namun pada beberapa kelompok populasi berisiko tinggi telah terlihat peningkatan prevalensi yang signifikan sejak tahun 1990-an, terutama pada kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS), Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL), dan Waria (Estimasi dan Proyeksi HIV-AIDS, 2013) Pelaksanaan Surveilans HIV generasi kedua di Indonesia telah dimulai dengan pelaksanaan Sero Surveilans HIV tahun 1988 dan Surveilans Perilaku mulai dilaksanakan tahun Sistem surveilans generasi kedua mengalami evolusi, yaitu dengan mengintegrasikan surveilans biologis pada surveilans perilaku, kemudian dikenalkan konsep populasi sentinel, sehingga diharapkan adanya hasil yang lebih representatif atau mewakili sub-populasi berisiko yang ada. Seperti kita ketahui untuk lebih memahami dinamika epidemi dan faktor faktor utama yang mengubahnya terutama tingkat penularan HIV, tahun 2006 mulai dilaksanakan Surveilans Terpadu HIV dan Perilaku (STHP). Dengan tersedianya data tersebut kita mendapatkan gambaran yang lengkap tentang besaran masalah yang ada, faktor faktor penyebab, pengetahuan dan seberapa jauh respon yang telah ada dan diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat memberikan gambaran epidemi yang terjadi pada Kelompok Populasi paling berisiko dalam terjadinya epidemi HIV di Indonesia, maka perlu dilakukan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) yang berkesinambungan. Keberhasilan upaya pencegahan infeksi HIV bergantung pada perubahan perilaku berisiko, dari risiko tinggi ke risiko yang lebih rendah. Perubahan ini antara lain mencakup peningkatan penggunaan kondom dan pengurangan jumlah pasangan seksual di antara mereka yang aktif secara seksual, penurunan pemakaian bergantian alat suntik pada kelompok pemakai narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza Suntik), peningkatan akses terapi rumatan metadon, dan penundaan hubungan seksual pertama kali pada kalangan remaja. STBP

27 Upaya pencegahan tergantung pada upaya perubahan perilaku. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang perubahan perilaku yang dapat dijadikan dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan keberhasilan program intervensi. STBP mulai dilaksanakan pada tahun 2007 dan dilanjutkan pada tahun 2011 di lokasi yang berbeda. Sebagian besar lokasi STBP Tahun 2013 ini merupakan pengulangan dari STBP 2009 yang terdiri sembilan kota di sembilan provinsi yaitu Palembang, Bengkulu, Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Samarinda, Bitung, Makassar, dan Mimika. Bengkulu menggantikan kota Sorong yang disurvei tahun Kelompok Populasi paling berisiko yang akan dicakup dalam STBP ini adalah Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL), Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL), Pria Berisiko Tinggi (Pria Risti), Penasun, Waria, dan Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL). Sedangkan kelompok remaja dilakukan survei untuk mendapatkan informasi pengetahuan dan sikap mereka tentang pencegahan HIV dan AIDS. 1.2 Tujuan Pelaksanaan STBP 1. Menentukan kecenderungan prevalensi Gonore, Klamidia, Sifilis, dan HIV di antara populasi paling berisiko di sembilan kota di Indonesia yang dibandingkan dengan hasil STBP Menentukan kecenderungan tingkat pengetahuan dan persepsi tentang penularan dan pencegahan HIV pada populasi paling berisiko dan populasi rawan (remaja) di sembilan kota di Indonesia yang dibandingkan dengan hasil STBP Menentukan kecenderungan tingkat perilaku berisiko tertular/menularkan HIV di antara Populasi paling berisiko di sembilan kota di Indonesia. 4. Mengukur cakupan intervensi pengendalian HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) serta dampaknya pada kelompok sasaran program-program Kementerian Kesehatan. 1.3 Metodologi Populasi sasaran STBP 2013 adalah populasi pria dan wanita dewasa yang berisiko tinggi tertular HIV. Hal ini dikarenakan kelompok tersebut memungkinkan memiliki kontribusi lebih besar terhadap penyebaran HIV dibanding kelompok masyarakat lainnya. Kelompok pria dewasa yang berisiko tinggi tertular HIV pada umumnya adalah pria yang berpotensi sebagai pelanggan pekerja seks (termasuk tukang ojek, TKBM di pelabuhan laut, dan buruh, serta mereka yang bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dalam jangka waktu yang relatif lama karena bidang pekerjaan, seperti pelaut dan sopir truk), sedangkan kelompok wanita dewasa adalah mereka yang bekerja sebagai wanita pekerja seks (WPS). Di samping kelompok sasaran tersebut, dalam STBP 2013 akan dicakup kelompok lainnya seperti Penasun, Waria, LSL, WBP dan remaja sekolah, yang sampelnya diwakili oleh murid kelas 2 SMA. STBP

28 Secara garis besar, kegiatan STBP tahun 2013 dibedakan menjadi 3, yaitu: a) Wawancara perilaku: Survei Surveilans Perilaku (SSP), b) Wawancara perilaku dilanjutkan dengan pengambilan darah melalui vena atau perifer: Survei Terpadu HIV dan Perilaku (STHP), dan c) Wawancara perilaku dilanjutkan dengan pengambilan darah melalui vena atau perifer serta pemeriksaan urin dan atau apusan vagina atau anus: Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP). Berdasarkan kontribusinya terhadap epidemi HIV, populasi sasaran STBP 2013 tersebut dikelompokkan menjadi: a) Wanita Pekerja Seks (WPS) Langsung adalah wanita yang beroperasi secara terbuka sebagai pekerja seks komersial. b) WPS Tidak Langsung adalah wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai pekerja seks komersial, yang biasanya bekerja pada bidang-bidang pekerjaan tertentu seperti wanita penghibur di karaoke atau bar, wanita yang bekerja di panti pijat, dan sebagainya. c) Pria Potensial Risti, ditentukan dengan pendekatan jenis pekerjaan dengan rincian sebagai berikut. i. Sopir truk adalah mereka yang bekerja sebagai sopir truk antar kota. ii. Tukang ojek adalah mereka yang bekerja sebagai tukang ojek dan bekerja dekat dengan lokasi transaksi seks. iii. Pelaut adalah mereka yang bekerja sebagai anak buah kapal barang atau muatan. iv. Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah mereka yang bekerja sebagai pekerja bongkar muat barang di pelabuhan laut. v. Buruh adalah mereka yang bekerja sebagai buruh/karyawan pada perusahaan industri/manufaktur. d) Waria adalah kependekan dari wanita-pria, yang berarti pria yang berjiwa dan bertingkah laku, serta mempunyai perasaan seperti wanita. Waria yang dicakup dalam STBP 2013 ini tidak hanya Waria yang menjajakan seks saja tetapi seluruh Waria termasuk para Waria yang bekerja di salon. e) Lelaki yang Seks dengan Lelaki (LSL) adalah pria yang mengakui dirinya sebagai orang yang biseksual/homoseksual. f) Pengguna Napza Suntik (Penasun) adalah mereka yang adiksi napza yang disuntikan. g) Warga Binaan Pemasyarakatan adalah pria dan wanita yang sudah divonis menjalani hukuman berada di lapas/rutan yang ada di Indonesia. h) Remaja sekolah yang dicakup dalam survei ini adalah murid Sekolah Menengah Atas (SMA) baik yang dikelola pemerintah (SMA Negeri) maupun SMA yang dikelola oleh swasta. Konsep ini sebagai pendekatan konsep remaja yaitu penduduk yang berusia tahun dan belum kawin. STBP

29 Untuk mendalami hasil temuan dilakukan Focus Group Discussion (FGD). Kelompok sasaran FGD adalah kelompok risiko dengan prevalensi HIV tertinggi yaitu Penasun di Pontianak, Tangerang, dan Makassar. Kriteria responden pada kegiatan STBP adalah sebagai berikut: a) Wanita Pekerja Seks (WPS) Langsung adalah wanita berumur 15 tahun atau lebih yang telah berhubungan seks komersial dengan paling tidak satu pelanggan dalam satu bulan terakhir, dan ada di lokasi survei pada saat kunjungan tim survei. b) WPS Tidak Langsung adalah wanita yang berumur 15 tahun atau lebih yang merupakan pekerja dari tempat usaha terpilih dan menjual seks dalam sebulan terakhir paling tidak kepada seorang pelanggan serta ada di lokasi survei (bar/panti pijat, dsb) pada saat kunjungan tim survei. c) Pria Potensial Risti adalah seorang yang secara biologis laki-laki, berumur 15 tahun ke atas, dan saat ini bekerja pada perusahaan terpilih atau didapatkan pada titik-titik kumpulan (misalnya pemberhentian truk, pelabuhan laut, dan sebagainya). d) Waria yang dicakup dalam survei ini adalah seorang secara biologis laki-laki yang berumur 15 tahun atau lebih dan telah tinggal di kota survei selama paling tidak satu bulan, serta dikenali oleh teman seprofesi, mami, atau para pekerja LSM sebagai seorang Waria. e) LSL adalah seorang secara biologis laki-laki, berumur 15 tahun atau lebih dan telah tinggal di kota survei paling tidak selama satu bulan, serta telah berhubungan seks dengan seorang laki-laki dalam setahun terakhir. f) Pengguna Napza Suntik (Penasun) adalah pria atau wanita berumur 15 tahun atau lebih yang telah tinggal di kota lokasi survei selama paling tidak satu bulan, menyuntikkan napza dalam satu bulan terakhir dan tidak terdaftar dalam survei ini di kab/kota /lokasi lain. g) Warga Binaan Pemasyarakatan adalah pria dan wanita yang sudah divonis menjalani hukuman dan berada di Lapas yang ada di Indonesia. h) Remaja sekolah yang dicakup dalam survei ini adalah murid Sekolah Menengah Atas (SMA) baik yang dikelola pemerintah (SMA Negeri) maupun SMA yang dikelola oleh swasta yang saat ini duduk di kelas 11 (kelas 2). 1.4 Wilayah Survei Kegiatan STBP 2013 ini dilakukan di sembilan provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Banten, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Bengkulu, dan Papua. Lokasi survei adalah kabupaten/kota terpilih dan daerah sekitarnya. Pemilihan kabupaten/kota didasarkan pada situasi epidemi HIV pada subpopulasi berisiko. Kabupaten/kota terpilih adalah kabupaten/kota dengan situasi epidemi HIV yang diperkirakan lebih tinggi dibanding kabupaten/kota lain di provinsi tersebut. Responden survei merupakan sampel acak dari kelompok-kelompok sasaran yang tinggal dan bekerja di lokasi survei, yang dipilih melalui lokasi tempat biasa mereka bekerja atau mangkal. Hasil survei diharapkan dapat mewakili kondisi di lokasi survei tersebut. STBP

30 1.5 Ukuran Sampel Ukuran sampel pada setiap kelompok sasaran dirancang untuk menggambarkan ciri-ciri perilaku setiap kelompok sasaran dan diharapkan dapat mengukur perubahan perilaku pada survei berikutnya. Pada kelompok berisiko tinggi, besarnya sampel yang memadai untuk interpretasi perubahan adalah sebesar 250 responden. Pada kelompok pria berisiko, dengan asumsi bahwa tidak semua orang pada kelompok tersebut berisiko, maka jumlah sampel ditetapkan sebesar 400 responden. Tabel 1 merupakan perencanaan jumlah sampel berdasarkan populasi sasaran dan kabupaten dan kota terpilih dari 9 propinsi. Tabel 2 merupakan persentase pencapaian sampel yang merupakan perbandingan antara jumlah sampel yang direncanakan dibandingkan dengan realisasi jumlah sampel yang diperoleh. Terlihat persentase pencapaian jumlah sampel terendah yaitu pada kelompok Waria sebesar 81% dan diantara Penasun sebesar 83%. Persentase pencapaian jumlah sampel tertinggi yaitu terlihat pada kelompok WPSL dan WBP sebesar 99%. Kabupaten/kota terpilih, kelompok sasaran, dan ukuran sampel pada masing-masing kelompok sasaran kabupaten /kota terpilih adalah: Tabel 1. Perencanaan Jumlah Sampel Berdasarkan Populasi Sasaran WPS Pria Pelanggan Remaja SMA Penasun Waria LSL WBP Buruh (Kelas 2/11) Langsung Provinsi Kota Multistage cluster Tidak Tukang Ojek, ABK TKBM Sopir Langsung Angkutan Umun Multistage TLS TLS TLS TLS TLS TLS TLS RDS cluster Multistage Multi-stage RDS PPS cluster cluster STBP STBP SSP STHP STHP SSP SSP STHP SSP STHP STBP STBP STHP SSP South Palembang Sumatra Banten Tangerang DIY Yogyakarta West Pontianak Kalimantan East Samarinda Kalimantan North Bitung Sulawesi South Makassar Sulawesi Bengkulu Bengkulu Papua Mimika Jumlah Ket: STBP: Survei Terpadu Biologis & Perilaku (Pemeriksaan Biologis: HIV, Sifilis, Klamidia, dan Gonore) STHP: Survei Terpadu HIV & Perilaku (Pemeriksaan Biologis: HIV, Sifilis) SSP: Survei Surveilans Perilaku TLS: Time Location Sampling RDS: Respondent Driven Sampling PPS: Probabilitas proporsional sampling STBP

31 Tabel 2. Persentase Pencapaian Target Jumlah Sampel Berdasarkan Populasi Sasaran No. KELOMPOK PERENCANAAN REALISASI % RISIKO SAMPEL JUMLAH SAMPEL* PENCAPAIAN 1 WPSL % 2 WPSTL % 3 Pria Risti % 4 Penasun % 5 Waria % 6 LSL % 7 WBP % 8 Remaja % Keterangan * : Data Perilaku dan Biologis yang lengkap Dalam STBP 2013, sebelum pemilihan sampel lokasi dilakukan, populasi yang akan disurvei harus diketahui terlebih dahulu. Populasi merupakan agregat individu yang diteliti dan dapat dibentuk sebagai kerangka sampel untuk menentukan kelompok sasaran survei. Kelompok sasaran STBP seperti yang dijelaskan di atas pada umumnya merupakan kelompok populasi yang tidak mudah dijangkau. Kesulitan menjangkau kelompok populasi antara lain disebabkan oleh aspek aksesibilitas dan mobilitas kelompok tersebut sehingga tidak semua orang dapat dengan mudah menjangkau populasi tersebut apalagi dalam kaitannya dengan kegiatan survei. 1.6 Kerangka Sampel Kerangka Sampel WPS Langsung Kerangka sampel untuk WPS Langsung adalah daftar lokasi WPS Langsung yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi dalam setiap lokasi, nama orang kunci yang bisa dihubungi beserta nomor telepon atau handphone, dan informasi waktu yang tepat untuk kunjungan wawancara. Semua informasi ini diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan yang merupakan kegiatan pendaftaran lokasi. Kegiatan ini digunakan untuk membuat daftar rumah bordil atau lokalisasi dan jalanan di mana WPS bertransaksi dengan pelanggan dan mencatat jumlah WPS yang bekerja pada masing-masing lokasi tersebut. Hasilnya adalah kerangka sampel lokasi WPS Langsung, yaitu berupa daftar nama dan alamat jalanan lokasi tempat mereka mangkal, rumah bordil, hotel, atau panti pijat di mana WPS Langsung menjajakan seks. STBP

32 1.6.2 Kerangka Sampel WPS Tidak Langsung Kerangka sampel untuk WPS Tidak Langsung adalah daftar lokasi WPS Tidak Langsung yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi dalam setiap lokasi, nama orang kunci yang bisa dihubungi beserta nomor telepon atau handphone, dan informasi waktu yang tepat untuk kunjungan wawancara. Informasi ini diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat kegiatan pendaftaran lokasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membuat daftar panti pijat, bar karaoke, bar, restoran dan hotel di mana para pekerja wanita menyediakan pelayanan seks sebagai bagian dari pekerjaan mereka yang selanjutnya akan menghasilkan kerangka penarikan sampel lokasi WPS Tidak Langsung, yaitu berupa daftar nama dan alamat panti pijat, bar-karaoke, bar, restoran dan hotel di mana para WPS Tidak Langsung melakukan transaksi seks sebagai bagian dari pekerjaan mereka Kerangka sampel Waria Kerangka sampel untuk Waria (pekerja seks) adalah daftar lokasi para Waria, baik yang menjadi pekerja seks maupun yang bekerja di salon, yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi Waria dalam setiap lokasi, informasi orang kunci yang bisa dihubungi di setiap lokasi tersebut, baik nama maupun nomor telepon atau handphone, dan informasi tentang waktu kunjungan yang tepat untuk wawancara. Data Waria tersebut diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran lokasi Kerangka sampel Sopir Truk Kerangka sampel untuk sopir truk adalah daftar lokasi para sopir truk antar kota yang memiliki SIM-B yang mangkal yang dilengkapi dengan rentang waktu para sopir tersebut biasanya mangkal dalam setiap lokasi. Data tersebut diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran lokasi. Dengan pendaftaran ini akan dibuat daftar lokasi perparkiran di mana truk-truk antar kota berhenti di lokasi tertentu sehingga akan dihasilkan sebuah kerangka sampel lokasi yang berupa daftar alamat lokasi di mana truk-truk antar kota parkir, yang dilengkapi dengan informasi rentang waktu para sopir biasanya mangkal dan perkiraan banyaknya sopir biasa mangkal pada setiap rentang waktu tersebut. Data tempat pangkalan truk dari berbagai sumber non-formal atau LSM pendamping. Datadata atau informasi lain baik dari sumber formal maupun non formal yang dapat digunakan dalam pembentukan kerangka sampel, seperti dari media elektronik dan media cetak, serta dari kelompok masyarakat pemerhati masalah HIV dan AIDS seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau yayasan yang berkecimpung dalam intervensi masalah HIV dan AIDS. STBP

33 1.6.5 Kerangka sampel ABK Kerangka sampel untuk ABK adalah daftar lokasi para ABK di pelabuhan laut yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi ABK dalam setiap lokasi. Data ABK diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran lokasi. ABK yang di pilih adalah ABK yang berkewarganegaraan Indonesia. Data ABK didapatkan dari Administrator Pelabuhan atau LSM pendamping. Data atau informasi lain baik dari sumber formal maupun non formal yang dapat digunakan dalam pembentukan kerangka sampel, seperti dari media elektronik dan media cetak, serta dari kelompok masyarakat pemerhati masalah HIV dan AIDS seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau yayasan yang berkecimpung dalam intervensi masalah HIV dan AIDS Kerangka sampel TKBM Kerangka sampel untuk TKBM adalah daftar lokasi para tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan laut (di tempat pendaratan perahu/kapal) yang dilengkapi dengan perkiraan banyaknya populasi TKBM dalam setiap lokasi. Data TKBM diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran lokasi Kerangka sampel Tukang Ojek Kerangka sampel untuk tukang ojek adalah daftar lokasi para tukang ojek biasa mangkal, menunggu penumpang, yang dilengkapi dengan banyaknya populasinya dalam setiap lokasi. Data jumlah tukang ojek diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat kegiatan pendaftaran lokasi tersebut Kerangka sampel Buruh Kerangka sampel untuk buruh adalah daftar perusahaan industry/manufaktur dari Dinas Perindustrian atau dari berbagai sumber non formal atau LSM pendamping. Data buruh diperoleh dari hasil inventarisasi dan penelusuran lapangan pada saat pendaftaran lokasi Kerangka sampel Remaja (pelajar SMA) Kerangka sampel untuk remaja (pelajar SMA) adalah daftar nama SMA beserta alamatnya yang berada di kota terpilih. Dalam daftar SMA ini, setiap sekolah dirinci menurut banyaknya murid di setiap kelas dua yang dibedakan menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Daftar tersebut diperoleh dari Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi di setiap kota terpilih. Pengumpulan informasi di lokasi kelompok sasaran dan populasinya. Dari hasil SSP/STBP sebelumnya telah diperoleh informasi lokasi dan populasi untuk setiap kelompok sasaran. Informasi ini dapat digunakan sebagai informasi awal dan perlu diperbaharui dengan informasi dari Kantor Dinas terkait di setiap Kabupaten/Kota terpilih. STBP

34 Data yang dibutuhkan antara lain jumlah pelajar laki-laki dan perempuan dari Dinas Pendidikan Kerangka sampel Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Kerangka sampel untuk WBP adalah daftar Lapas beserta alamatnya yang berada di kota terpilih. Daftar Lapas dilengkapi dengan jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan di setiap Lapas tersebut, yang diperoleh dari Kementerian Hukum dan HAM di setiap kota terpilih. 1.7 Pembentukan Kerangka Sampel Dari hasil SSP/STBP sebelumnya telah diperoleh informasi lokasi dan populasi untuk setiap kelompok sasaran di setiap kabupaten/kota lokasi STBP 2013 yang pernah dilakukan kegiatan SSP/STBP sebelumnya. Informasi ini dapat digunakan sebagai informasi awal dan perlu diperbaharui dengan informasi dari Kantor Dinas terkait di setiap Kabupaten/Kota terpilih. Data yang dibutuhkan antara lain: Data lokalisasi, bordil atau data lain yang berkaitan dengan wanita pekerja seks dari Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, ataupun LSM setempat. Selain itu bisa juga digunakan informasi RTI (Reproductive Tract Infection) studi yang dilaksanakan pada tahun Data panti pijat, bar, karaoke, hotel, losmen, wisma dan sejenisnya dari Dinas Pariwisata setempat dan sumber non-formal. Selain itu bisa juga digunakan informasi RTI (Reproductive Tract Infection) studi yang dilaksanakan pada tahun Data tempat pangkalan truk dari berbagai sumber non-formal atau LSM pendamping. Data dari Administrator Pelabuhan. Data perusahaan industri/manufaktur dari Dinas Perindustrian atau dari berbagai sumber non-formal atau LSM pendamping. Data dari sumber formal dan informal atau LSM pendamping. Data atau informasi lain baik dari sumber formal maupun non formal yang dapat digunakan dalam pembentukan kerangka sampel, seperti dari media elektronik dan media cetak, serta dari kelompok masyarakat pemerhati masalah HIV dan AIDS seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau yayasan yang berkecimpung dalam intervensi masalah HIV dan AIDS. Daftar Lapas dilengkapi dengan jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan di setiap Lapas dari Kementerian Hukum dan HAM. Daftar Sekolah Menengah Umum dari Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi di setiap kota terpilih. STBP

35 1.8 Metode Sampling Tabel 3. Metode sampling berdasarkan kelompok sasaran No. Metode Sasaran 1. SRS (Simple Random Sampling) WBP dan Tukang ojek 2. Cluster Sampling WPSL, WPSTL, Waria, Buruh 3. RDS (Respondent Driven Sampling) Penasun dan LSL 4. TLS (Time-Location Sampling) Sopir Truk, ABK, TKBM 5. Multistage Random Sampling Remaja Sekolah (SMA/sederajat) 1. Simple Random Sampling (SRS) Simple Random Sampling merupakan sistem pengambilan sampel secara acak dari kerangka sampel yang tersedia. Metode ini digunakan untuk populasi kunci WBP dan tukang ojek. 2. Cluster Sampling Rancangan sampling yang digunakan adalah rancangan sampling dua tahap, tahap pertama memilih sampel lokasi dan tahap kedua memilih responden yang memenuhi persyaratan (eligible) sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi pada setiap lokasi terpilih. Rancangan sampling tersebut digunakan untuk kelompok responden WPS Langsung dan Tidak Langsung, dan Waria. Pada tahap pemilihan sampel lokasi, kerangka sampel yang digunakan berupa Daftar Lokasi Hasil Pengolahan. Lokasi sebagai Primary Sampling Unit (PSU) dipilih dengan secara Probability Proportional to Size (PPS) dengan size adalah banyaknya populasi dalam setiap lokasi. Metode ini digunakan untuk populasi kunci WPSL, WPSTL, Waria, dan Buruh. 3. Respondent Driven Sampling (RDS) Respondent Driven Sampling (RDS) adalah sebuah teknik sampling secara bola salju (snowball) berdasarkan pada kuota perekrutan (yang menghindari perekrutan keseluruhan sampel dari sejumlah individu yang terbatas) dan insentif rangkap untuk memotivasi perekrut dan yang direkrut. RDS berawal dari sejumlah kecil peserta yang dipilih secara purposif yang biasanya disebut seed, yang seharusnya dipilih seheterogen mungkin untuk memastikan bahwa sembarang anggota kelompok kemungkinan besar untuk direkrut. Seed yang mendasari gelombang nol akan merekrut mereka yang membentuk gelombang perekrutan pertama (dan seterusnya). Dalam teori, kehomogenan sampel bisa dicapai sesudah paling tidak 3 gelombang perekrutan. Untuk memberikan akses kepada seluruh peserta, penting untuk dipastikan bahwa klinik akan tetap buka pada akhir pekan. Waktu buka adalah dari pukul 12 siang sampai dengan pukul 9 malam bagi LSL untuk menjamin akses kepada LSL yang bekerja. STBP

36 3.1. Pemilihan Seed Target Penasun dan LSL yang diberikan kupon pertama kali (selanjutnya disebut seed) adalah sekitar 8 orang. Seed yang direkrut adalah orang yang dapat memotivasi orang lain untuk ikut dalam program dan mereka harus mendukung tujuan dari program ini. Di samping itu seed ini diusahakan berasal dari orang dengan karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut misalnya umur, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, status sosial dan ekonomi, dan sebagainya. Pada awalnya dipilih sebanyak 8 seed namun bila dalam tenggat waktu survei sampel size belum terpenuhi bisa ditambahkan beberapa seed lagi. Seed dipilih oleh staf LSM yang menyediakan pelayanan kepada kelompok sasaran. Seed tersebut seharusnya dikenal baik dan diterima luas oleh kalangan mereka. Umumnya diusulkan kepada para anggota pekerja dari target populasi untuk bertindak sebagai seed. Dalam survei ini, 8 seed yang diberi kupon pertama kali dipilih di masing-masing lokasi. Setiap seed diminta untuk merekrut 3 Penasun dan LSL sehingga para seed ini diberikan 3 kupon untuk diberikan kepada teman-teman sekomunitasnya sesama Penasun dan LSL yang berkenan untuk direkrut. 4. Time Location Sampling (TLS) TLS adalah sebuah metode yang telah digunakan secara luas untuk mengambil sampel dari suatu populasi yang bersifat floating (yaitu kemungkinan kecil bisa ditemukan oleh pencacah di tempat yang tetap). Selain itu, TLS ini juga diterapkan untuk jenis populasi seperti sopir truk. TLS juga disebut dengan venue-based sampling yang didasarkan pada cluster-cluster. Di dalam TLS, primary sampling unit (PSU)-nya adalah kombinasi antara lokasi dan waktu, dan lokasi yang sama bisa dimasukkan ke dalam kerangka sampel lebih dari sekali tetapi dengan slot waktu yang berbeda Pemilihan sampel lokasi Sebelum melakukan pemilihan sampel lokasi dengan metode TLS ini perlu dilakukan pendaftaran lokasi yang sekaligus untuk mengetahui waktu biasanya truk berhenti untuk beristirahat. Setelah mendapatkan hasil pendaftaran ini, kemudian baru bisa ditentukan beberapa alokasi waktu. Alokasi waktu ini akan mendasari pemilihan sampel PSU (lokasiwaktu). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam TLS ini, satu lokasi akan ada kemungkinan terpilih lebih dari sekali, jika di lokasi tersebut waktu berkumpulnya kelompok sasaran berada di lebih dari satu slot waktu yang ditentukan. 5. Multistage Random Sampling Metode Multistage Random Sampling digunakan untuk remaja sekolah. Pada tahap pertama dibuat daftar sekolah beserta data jumlah siswa serta alamat sekolah sebagai pendaftaran PSU STBP

37 (Primary Sampling Unit). Kemudian PSU diacak dengan metoda PPS sesuai kebutuhan (Jumlah PSU = jumlah responden/10 responden per cluster). Pada tahap ke dua pada masing-masing sekolah dibuat pendaftaran kelas II SMA. Bila jumlah kelas II lebih dari 10 kelas, dipilih dengan metoda SRS (Simple Random Sampling) 10 kelas. 1.9 Sistematika Penyajian Laporan ini dibuat berdasarkan petunjuk pelaksanaan survei tahun 2013, hasil survei perilaku, dan hasil biologis. Pembahasan dibagi berdasarkan kelompok risti dan distribusi kelompok risti menurut kota. Penjelasan kelompok risti di setiap kota dilihat berdasarkan karakteristik, pengetahuan, perilaku risiko, perilaku pencegahan, dan cakupan program. Kemudian pada setiap pembahasan dibuat juga perbandingan dengan hasil survei sebelumnya STBP Selain itu, pada bagian simpulan dan rekomendasi dipaparkan hasil FGD pada kelompok Penasun. Pada lampiran disampaikan pula indikator-indikator yang penting per populasi dan per wilayah. Beberapa indikator dibahas di dalam pembahasan. Sesuai rekomendasi dari WHO dan MDGs, proxy HIV incidence dihitung untuk kelompok berisiko berikut ini: LSL dan Waria muda (berumur < 25 tahun), Penasun yang menyuntik dalam 24 bulan terakhir, dan WPSL dan WPSTL yang mulai menjajakan seks dalam 24 bulan terakhir Kaji Etik dan Informed Consent Proses kaji etik STBP 2013 dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Surat persetujuan etik dikeluarkan oleh tim kaji etik FKM UI setelah dilakukan proses pengajuan dan presentasi dari ketua tim peneliti. Informed consent merupakan persetujuan dari pihak responden untuk diwawancarai. Pada survei ini informed consent terdapat pada bagian awal kuesioner yang harus dibacakan oleh pewawancara sebelum memulai proses wawancara. Pada intinya pewawancara harus menyampaikan nama, asal instansi, tujuan dan terakhir meminta persetujuan responden untuk melakukan wawancara. Wawancara dimulai setelah responden memberikan persetujuan wawancara. STBP

38 2. Hasil Penelitian 2.1 Pelaksanaan Survei Survei ini melibatkan sembilan provinsi dan sembilan kabupaten/kota yang melibatkan responden dari WPSL, WPSTL, Pria Risti, Waria, LSL, Penasun, WBP, dan Remaja. Realisasi target responden dari tiap kelompok risti dapat dilihat pada beberapa tabel berikut. Tabel 4. Perencanaan dan Realisasi Responden WPSL, WPSTL, dan Pria Risti Kabupaten/Kota WPSL WPSTL Pria Risti Rencana Real Rencana Real Rencana Real Palembang Bengkulu Tangerang Yogyakarta Pontianak Samarinda Bitung Makassar Mimika Total Pelaksanaan survei pada WPSL dan WPSTL berjalan sesuai perencanaan. Tabel 5. Perencanaan dan Realisasi Responden Waria, LSL, dan Penasun Kabupaten/Kota Waria LSL Penasun Rencana Real Rencana Real Rencana Real Palembang Tangerang Yogyakarta Pontianak Samarinda Makassar Total Pada kelompok Waria, terjadi kekurangan banyak sampel di Samarinda karena permasalahan teknis di lapangan. Pada Penasun dan LSL mengalami kekurangan sampel karena responden yang menjadi target menolak untuk datang ke tempat wawancara atau DIC (Drop in Centre). STBP

39 Tabel 6. Perencanaan dan Realisasi Responden WBP Kabupaten/Kota Rencana WBP Real Bengkulu Pontianak Samarinda Total Jumlah sampel WBP memenuhi target di semua kota terpilih. Tabel 7. Perencanaan dan Realisasi Responden Remaja Kabupaten/Kota Rencana Remaja Real Yogyakarta Tangerang Pontianak Samarinda Makassar Total Jumlah sampel remaja paling sedikit di Yogyakarta, hal ini disebabkan pembatalan perizinan untuk mengambil sampel remaja di sekolah yang terpilih. Pelaksanaan survei remaja di kota lainnya dapat memenuhi target sampel. Pada metode dijelaskan dalam pelaksanaan terdapat 3 jenis survei yaitu Survei Surveilans Perilaku (SSP), Survei Terpadu HIV dan Perilaku dan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku. Berikut adalah tabel jenis survei pada tiap kelompok risti. Tabel 8. Jenis Pelaksanaan Survei Berdasarkan Jumlah Responden WPSL WPSTL Pria Risti Waria LSL Penasun WBP Remaja Total SSP STHP STBP Terdapat 6 kelompok yang dilakukan STBP yaitu WPSL, WPSTL, Pria Risti, Waria, dan LSL. STBP menggabungkan survei perilaku dan pengambilan spesimen melalui vagina untuk WPS, anal dan uretra pada Pria Risti, Waria, dan LSL. Pada Pria Risti pengambilan biologis lengkap hanya dilakukan di Pontianak. STBP

40 2.2 Karakteristik Populasi Karakteristik kelompok berisiko yang dibahas pada bagian ini adalah umur responden, pendidikan, status pernikahan, sumber pendapatan utama, dan status tempat tinggal Umur Lebih dari setengah Pria Risti (74%), WBP (58%), dan WPSL (51%) berumur 30 tahun atau lebih dibandingkan dengan 49% Waria dan Penasun, 35% WPSTL, dan 26% LSL. Lebih dari setengah LSL berumur di bawah 25 tahun dan sepertiga dari LSL berumur tahun. Karakteristik umur paling banyak terdistribusi pada kelompok umur di atas 30 tahun di kelompok WPSL (51%), WPSTL (35%), Pria Risti (74%), Waria (49%), Penasun (49%), dan WBP (58%) kecuali pada kelompok LSL yang respondennya paling banyak pada umur tahun (36%). Grafik 1. Kelompok Umur Menurut Kelompok Berisiko tahun Pendidikan Tingkat pendidikan dapat dijadikan indikator untuk melakukan pendekatan intervensi kepada tiap kelompok berisiko. Pada WPSL, mayoritas berpendidikan SMP dan SD, sedangkan pada WPSTL mayoritas berpendidikan SMA dan SMP. Mayoritas kelompok berisiko berpendidkan SMA yaitu pada Pria Risti, Waria, LSL, Penasun, dan WBP. Pendidikan tinggi berupa Akademi/PT tertinggi pada LSL, Penasun, dan Pria Risti. STBP

41 Grafik 2. Tingkat Pendidikan Menurut Kelompok Berisiko tahun Status Pernikahan Status pernikahan bervariasi pada tiap kelompok risiko. Sebagian besar kelompok LSL, Waria, dan Penasun berstatus belum menikah. Kelompok Pria Risti dan WBP berstatus menikah. Sedangkan sebagian besar kelompok WPSL dan WPSTL berstatus cerai atau pernah menikah. Grafik 3. Status Pernikahan menurut Kelompok Berisiko tahun Sumber Pendapatan Utama Pada kelompok Waria, pekerjaan terbanyak adalah pekerja di salon dan panti pijat (49%) diikuti pekerja bebas (17%). Pada kelompok LSL, pekerjaan terbanyak yaitu karyawan (43%) diikuti pekerja bebas (22%). Pada kelompok Penasun, pekerja bebas adalah pekerjaan terbanyak (39%) diikuti pekerjaan sebagai karyawan. STBP

42 Grafik 4. Sumber Pendapatan Utama menurut Kelompok Berisiko tahun Status Tempat Tinggal Pada kelompok Penasun, sebagian besar tinggal dengan keluarga (55%) dan istri (32%). Sama halnya dengan Penasun, kelompok LSL banyak yang tinggal dengan keluarga (50%) dan seperempat dari mereka tinggal sendiri (27%). Pada kelompok Waria, tempat tinggalnya bervariasi. Sebagian besar Waria dengan keluarga (32%), diikuti tinggal sendiri (32%), dan teman (25%). Sedangkan pada kelompok Pria Risti sebagian besar tinggal dengan istri (66%). Grafik 5. Status Tempat Tinggal menurut Kelompok Berisiko tahun 2013 STBP

43 3. Pengguna Narkoba Suntik (Penasun) 3.1 Jumlah Sampel Penasun yang menjadi responden berjumlah 827 orang yang berasal dari Provinsi Yogyakarta, Banten, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Dari masing-masing provinsi tersebut terpilih satu kota dengan rincian respondennya adalah 193 dari Yogyakarta, 201 dari Tangerang, 183 dari Pontianak, dan 250 dari Makassar. 3.2 Karakteristik Penasun Pada tahun 2013, sebagian besar Penasun di semua kota berusia di atas 30 tahun. Penasun yang berumur 30 tahun ke atas paling banyak berada di Pontianak (66%) dan paling sedikit di Makassar (33%). Grafik 6. Umur Penasun menurut Kota tahun 2013 Mayoritas Penasun berpendidikan SMA yang tersebar di semua kota yang disurvei. Penasun yang berpendidikan SMA paling banyak berada di Pontianak dan paling sedikit di Tangerang (Grafik 7). STBP

44 Grafik 7. Pendidikan Penasun menurut Kota tahun 2013 Sebagian besar Penasun di semua kota bertempat tinggal dengan saudara/keluarga, istri/pasangan tetap serta hanya sebagian kecil yang tinggal sendiri ataupun dengan teman. Grafik 8. Status Tempat Tinggal Penasun menurut Kota tahun 2013 Sumber pendapatan utama Penasun hampir di semua kota berasal dari gaji sebagai pekerja bebas dan sebagai pekerja tetap. Tetapi, di semua kota kecuali Yogyakarta sekitar 17-23% di semua Penasun tidak mempunyai penghasilan utama dikarenakan tidak bekerja. Selain itu, ada juga dari mereka yang penghasilan utamanya berasal dari menjual/kurir napza sekitar 1-5% (Grafik 9). STBP

45 Grafik 9. Sumber Pendapatan Utama Penasun menurut Kota tahun Prevalensi HIV dan IMS Prevalensi HIV pada Penasun di empat kota mengalami kenaikan dari 27,0% pada tahun 2009 menjadi 39,2% pada tahun Jika dibandingkan dengan tahun 2009, prevalensi HIV tahun 2013 mengalami kenaikan di semua kota bahkan dua kali lipat terjadi di Pontianak dan Yogyakarta. Namun di Makassar cenderung sama jika dibandingkan tahun Pontianak memiliki prevalensi HIV tertinggi dibandingkan keempat kota lainnya, yaitu sebesar 60,7%. Grafik 10. Prevalensi HIV Penasun menurut Kota tahun 2009 & 2013 Untuk memprediksi kasus baru HIV pada Penasun maka dapat dilihat dengan indikator proxy yaitu prevalensi HIV pada Penasun yang menyuntik kurang dari 2 tahun. Didapatkan hasil bahwa kasus baru HIV pada Penasun sebesar 12%. Kasus baru HIV Penasun tertinggi di Pontianak 56% dan STBP

46 terendah di Makassar hanya 6%. Jika dilihat dari indikator tersebut, maka HIV pada Penasun di Pontianak hampir seluruhnya diperkirakan kasus baru sedangkan di Tangerang separuhnya. Grafik 11. Prevalensi HIV pada Penasun yang menyuntik dua tahun terakhir tahun 2009 & 2013 Pada tahun 2013, prevalensi sifilis Penasun di semua kota berkisar antara 0-6% dengan prevalensi tertinggi di Pontianak (6%) dan terendah di Makassar (0%). Jika dibandingkan tahun 2009, prevalesi sifilis mengalami peningkatan di semua kota, sementara di Makassar tidak didapatkan kasus sifilis pada survei tahun Grafik 12. Prevalensi Sifilis Penasun menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

47 3.4 Tingkat Pengetahuan Pada tahun 2013, pengetahuan bahwa HIV dapat dicegah dengan setia pada pasangan dan dengan menggunakan kondom merupakan pengetahuan yang sudah banyak diketahui Penasun di semua kota, yaitu di atas 70%. Namun, jika dibandingkan tahun 2009, semua pengetahuan HIV menurut indikator MDGs mengalami peningkatan terutama untuk pengetahuan ODHA tidak dapat dideteksi dengan melihat, HIV tidak menular melalui alat makan/minum, dan HIV tidak menular lewat gigitan nyamuk/serangga. Grafik 13. Pengetahuan Penasun berdasarkan indikator MDGs menurut Kota tahun 2013 Kelima indikator Pengetahuan HIV dan AIDS menurut MDGs dikenal dengan pengetahuan komprehensif. Jika dilihat dari pengetahuan komprehensif, tahun 2013 baru mencapai 42% meskipun ini mengalami kenaikan dari 31% pada tahun Pontianak memiliki pengetahuan komprehensif tertinggi yaitu 56% dan terendah di Tangerang hanya 29%. Grafik 14. Pengetahuan Komprehensif Penasun menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

48 3.5 Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Kondom Penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir dengan pasangan tetap di semua kota mencapai 41%. Jika dibandingkan tahun 2009 dengan 2013, meningkat sekitar 8%. Peningkatan tertinggi di Tangerang yaitu meningkat sekitar 22%. Meskipun pemakaian kondom tahun 2013 di empat kota tersebut mencapai 41%, namun konsistensi pemakaiannya masih kurang yaitu hanya 17% saja. Namun jika dibandingkan tahun 2009, angka ini meningkat sekitar 4% bahkan di Tangerang mencapai 15% dibandingkan 4% di tahun Hanya di Yogyakarta yang mengalami penurunan konsistensi pemakaian kondom sebesar 2%. Grafik 15. Penggunaan Kondom Penasun dengan Pasangan Seks Tetap menurut Kota tahun 2009 dan 2013 Dari 24% Penasun yang memiliki pasangan tidak tetap di 2013, 44% dilaporkan menggunakan kondom pada seks terakhir. Secara keseluruhan, konsistensi penggunaan kondom mengalami penurunan dari tahun 2009 kecuali di Tangerang. Konsistensi penggunaan kondom selama sebulan maupun setahun terakhir di Tangerang meningkat tiga kali lipat atau lebih. Konsistensi penggunaan kondom tahun 2013 selama sebulan terakhir dengan pasangan tidak tetap sebesar 17% dan selama setahun terakhir sebesar 16%. STBP

49 Grafik 16. Penggunaan Kondom Penasun dengan Pasangan Seks Tidak Tetap menurut Kota tahun 2009 & 2013 Penggunaan kondom pada seks komersial terakhir mengalami peningkatan sebesar 8%. Terjadi peningkatan penggunaan kondom di tiap kota. Walaupun persentase penggunaan kondom secara keseluruhan mencapai 54%, konsistensi penggunaan kondom hanya 16% selama sebulan terakhir dan 25% selama setahun terakhir. Grafik 17. Penggunaan Kondom Penasun pada Hubungan Seks Komersial menurut Kota tahun 2009 & Perilaku Berbagi Jarum Suntik Perilaku berbagi jarum suntik pada menyuntik terakhir mengalami penurunan dari 35% (2009) menjadi 22% (2013). Turunnya perilaku berbagi jarum suntik ini paling besar terjadi di Tangerang sebesar 35% diikuti Yogyakarta sebesar 22% dan Pontianak sebesar 8% dibandingkan tahun Perilaku berbagi jarum suntik paling rendah terjadi di Makassar (17%) dan tidak mengalami STBP

50 perubahan. Lebih dari sepertiga penasun di Yogyakarta (37%) tidak menyuntik selama lebih dari 3 bulan terakhir dibandingkan dengan penasun di Tangerang (8%), Pontianak (15%), dan Makassar (2%). Hal ini mungkin disebabkan oleh responden yang tidak ingat apakah pada saat terakhir menyuntik mereka berbagi jarum suntik. Grafik 18. Perilaku Berbagi Jarum Suntik Terakhir saat Terakhir Menyuntik menurut Kota tahun 2009 & 2013 Perilaku berbagi jarum suntik pada menyuntik seminggu terakhir mengalami penurunan sebesar 8% dari survei sebelumnya. Penurunan proporsi berbagi jarum suntik seminggu terakhir paling signifikan di Yogyakarta sebesar 30% dan Tangerang sebesar 24% dari tahun Peningkatan hanya terjadi di Pontianak sebesar 2% dari tahun Grafik 19. Perilaku Berbagi Jarum Suntik Seminggu Terakhir Penasun menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

51 3.5.3 Jenis Napza Suntik Jenis napza yang paling banyak disuntikkan adalah heroin khususnya di Pontianak (94%), Tangerang (93%), dan Yogyakarta (91%). Sedangkan di Makassar, Suboxone adalah napza yang paling banyak disuntikkan (65%). Tabel 9. Jenis Obat yang disuntikkan menurut kota tahun 2013 Jenis Napza Yogyakarta Tangerang Pontianak Makassar Total Heroin 91% 93% 94% 59% 82% Diazepam 13% 5% 20% 15% 13% Amphetamine 7% 11% 28% 9% 13% Subutex 11% 20% 11% 13% 14% Suboxone 7% 19% 8% 65% 29% Metadon 4% 4% 31% 1% 9% Kodein 2% 3% 9% 0% 3% Ketamine 0% 0% 7% 0% 2% Ekstasi 1% 9% 17% 0% 6% Benzodiazepin 11% 3% 11% 0% 6% Frekuensi Menyuntik Sebagian besar Penasun di semua kota mulai menyuntik pada usia tahun, kecuali di Pontianak pada usia 25 tahun ke atas. Sedangkan secara umum median lama menjadi Penasun yaitu lima tahun, terlama delapan tahun di Pontianak dan terpendek di Makassar empat tahun. Secara keseluruhan, frekuensi menyuntik dalam seminggu terakhir rata-rata sebanyak 1 kali. Frekuensi menyuntik perhari di Makassar sebagian besar satu kali, sedangkan di kota lainya mencapai 2-3 kali/hari. Secara keseluruhan, Penasun di tiap kota menyuntik satu kali tiap harinya. Penasun yang paling banyak menyuntik satu kali per hari terdapat di Makassar sebesar 75% dan paling sedikit di Pontianak sebesar 38%. Proporsi Penasun di Pontianak yang menyuntik minimal dua kali per hari cenderung sama dengan yang menyuntik satu kali per hari yaitu 35%. Tingginya frekuensi menyuntik di Pontianak dan dikombinasikan dengan perilaku berbagi berkontribusi meningkatkan prevalensi HIV sejak Tabel 10. Frekuensi Menyuntik Penasun Seminggu Terakhir menurut Kota tahun 2013 Frekuensi Menyuntik Makassar (n=245) Pontianak (n=101) Tangerang (n=147) Yogyakarta (n=186) Total (N=679) 0 kali 31% 5% 30% 87% 42% 1-10 kali 63% 77% 64% 13% 52% kali 4% 10% 3% 0% 4% > 20 kali 2% 8% 3% 0% 3% STBP

52 Tabel 11. Frekuensi Menyuntik Penasun per Hari menurut Kota tahun 2013 Frekuensi Menyuntik per Hari Makassar (n=168) Pontianak (n=97) Tangerang (n=92) Yogyakarta (n=20) Total (N=377) 1 75% 38% 48% 45% 57% 2 19% 35% 32% 35% 27% 3 5% 16% 14% 20% 11% 4 1% 6% 3% 3% 5 2% 2% 1% 7 2% 1% 9 1% 3.6 Cakupan Program Tes HIV Penasun yang melakukan tes HIV paling banyak di Pontianak (86%) dan paling sedikit di Makassar (37%). Peningkatan proporsi Penasun yang melakukan tes HIV terjadi di semua kota dengan pencapaian 14% dibandingkan survei sebelumnya kecuali Makassar. Grafik 20. Tes HIV pada Penasun menurut Kota tahun 2009 & 2013 Terdapat 78% Penasun yang mendapatkan hasil tes dari total 54% Penasun yang melakukan tes HIV (Grafik 20). Peningkatan penerimaan hasil tes terjadi di semua kota bila dibandingkan dengan survei sebelumnya. Walaupun proporsi Penasun yang tes HIV di Makassar menempati posisi terendah (37%), terdapat 92% yang menerima hasil tes HIV dari 37% Penasun yang melakukan tes HIV. STBP

53 Grafik 21. Penasun Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Sebesar 84% Penasun dengan HIV positif telah mengakses layanan pengobatan HIV Lanjutan, paling tinggi di Yogyakarta (94%) dan paling rendah di Tangerang (78%). Tabel 12. Penasun HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Yogyakarta Tangerang Pontianak Makassar Total HIV Positif Menerima Layanan HIV Lanjutan Persentase 94% 78% 90% 81% 84% Akses ke Layanan IMS Secara keseluruhan, Penasun yang memiliki salah satu gejala IMS sebanyak 19% untuk semua kota. Dari semua yang mengalami gejala IMS tersebut, sebagian besar pernah berobat ke puskesmas atau rumah sakit. Apabila tidak pernah berobat, maka sebagian besar penasun tidak melakukan pengobatan atau melakukan pengobatan sendiri. Tabel 13. Layanan IMS yang diakses Penasun menurut Kota tahun 2013 Penasun Yogyakarta Tangerang Pontianak Makassar Total n % n % n % n % n % Pernah Berobat ke Puskesmas/Rumah Sakit 9 53% 13 76% 24 80% 2 100% 48 73% Dokter 7 41% 4 24% 5 17% 0 0% 16 24% Lainnya 1 6% 0 0% 1 3% 0 0% 2 3% Yang dilakukan jika tidak berobat Tidak diobati 9 47% 14 58% 5 50% 12 60% 40 55% Pengobatan sendiri 6 32% 8 33% 4 40% 7 35% 25 34% Berobat ke dukun atau tabib 1 5% 1 4% 0 0% 0 0% 2 3% Lainnya 3 16% 1 4% 1 10% 1 5% 6 8% STBP

54 3.6.4 Akses ke Layanan TB Sebagian besar Penasun tidak pernah mengakses layanan TB (83%) namun pada Penasun dengan HIV positif yang mengakses layanan mencapai 34%. Hampir setengah dari Penasun dengan HIV positif di Yogyakarta (47%) sudah mengakses layanan TB, persentase ini lebih baik dibandingkan kota lainnya. Tabel 14. Penasun yang Mengakses Layanan TB Akses ke Pelayanan TB Yogyakarta Tangerang Pontianak Makassar Total Semua Responden yang Menjawab Tidak Pernah Persentase 89% 71% 75% 91% 83% HIV Positif Tidak Pernah Persentase HIV Positif yang Tidak Pernah mengakses Layanan TB 53% 62% 70% 73% 66% Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Frekuensi diskusi Penasun dengan petugas cukup sering dalam tiga bulan terakhir yaitu lebih dari tiga kali sebanyak 32%. Persentase Penasun yang paling sering berdiskusi dengan petugas LSM berada di Tangerang. Grafik 22. Pertemuan Penasun dengan Petugas dalam 3 bulan terakhir menurut Kota tahun 2009 & Sumber Jarum Suntik Steril Berdasarkan Penasun yang menyuntik seminggu terakhir, toko/apotek menjadi sumber utama Penasun memperoleh jarum suntik. Namun, jika dilihat menurut kota, separuh Penasun di Pontianak STBP

55 memperoleh dari penjual napza, di Tangerang bersumber pada toko/apotek dan layanan alat suntik steril (LASS), sedangkan di Makassar dari toko/apotek. Grafik 23. Sumber Jarum Suntik yang diterima Penasun Seminggu Terakhir menurut Kota tahun 2013 Dari Penasun yang mendapatkan jarum suntik dari program LASS, ternyata sumbernya di semua kota bervariasi. Di Makassar sebagian besar LASS berasal dari puskesmas, di Pontianak dari puskesmas dan petugas LSM/penjangkau, di Tangerang sumber LASS yang diakses Penasun sangat bervariasi. Grafik 24. Layanan Alat Suntik Steril yang diterima Penasun menurut Kota tahun Akses Terapi Rumatan Metadon Berdasarkan seluruh responden, sebesar 27% Penasun pada saat survei sedang mengikuti layanan PTRM. Lebih dari setengah Penasun di Pontianak mengikuti PTRM, sedangkan di Yogyakarta hanya 12% saja. STBP

56 Grafik 25. Pemanfaatan Layanan PTRM dalam setahun terakhir menurut kota tahun Penasun yang pernah dipenjarakan Secara keseluruhan, 28% Penasun pernah dipenjarakan karena perilakunya dengan rincian 15% Penasun pernah dipenjara minimal sekali dan 13% lainnya pernah dipenjara lebih dari satu kali. Dari semua Penasun yang pernah dipenjara, terdapat 23% Penasun yang dipenjara karena napza dalam setahun terakhir. STBP

57 4. Lelaki yang Seks dengan Lelaki (LSL) 4.1 Jumlah Sampel Jumlah LSL yang menjadi sampel adalah 670 orang yang berasal dari Provinsi Yogyakarta, Banten, dan Sulawesi Selatan. Dari masing-masing kota tersebut terpilih satu kota dengan rincian respondennya adalah 171 orang dari Yogyakarta, 249 orang dari Tangerang, dan 250 orang dari Makassar. 4.2 Karakteristik LSL LSL di Yogyakarta dan Makassar, mayoritas berusia tahun yaitu di Yogyakarta sebanyak 40% dan di Makassar 39%. Sementara itu, di Tangerang lebih banyak LSL yang berusia di atas 30 tahun (37%). Usia LSL termuda adalah 15 tahun di Yogyakarta, 16 tahun di Tangerang, dan 15 tahun di Makassar. Grafik 26. Umur LSL menurut Kota tahun 2013 Di Yogyakarta, mayoritas LSL berpendidikan tinggi di mana sebanyak 42% lulusan akademi/perguruan tinggi. Di Tangerang, sebanyak 72% berpendidikan SMA. LSL yang lulusan SD berkisar antara 1-2% di Tangerang dan Yogyakarta, sementara di Makassar terdapat 15%, persentase tersebut lebih banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan akademi/perguruan tinggi yang hanya 8%. Pendidikan yang cenderung homogen di antara responden LSL disebabkan oleh cara pengambilan sampel secara RDS (Grafik 27). STBP

58 Grafik 27. Pendidikan LSL menurut Kota tahun 2013 LSL yang persentasenya paling tinggi terkait sumber penghasilan utama dari menjual seks berada di Tangerang (4%). Secara keseluruhan, mayoritas LSL mendapatkan penghasilan dari gaji karyawan (43%), demikian pula jika dilihat berdasarkan kota. Akan tetapi, pola yang berbeda terlihat di Makassar, mayoritas LSL merupakan pekerja bebas (36%). Grafik 28. Sumber Pendapatan Utama LSL menurut Kota tahun 2013 Di Yogyakarta dan Tangerang, kebanyakan LSL tinggal sendiri (39% dan 36%) atau tinggal bersama keluarga atau saudara kandung (36%), sedangkan di Makassar persentase LSL yang tinggal sendiri hanya sebanyak 9%, sementara yang tinggal bersama keluarga atau saudara kandung sebanyak 73%. STBP

59 Grafik 29. Status Tempat Tinggal LSL menurut Kota tahun 2013 Secara keseluruhan, sebagian besar LSL berstatus belum menikah (80%). Sebesar 15% LSL berstatus menikah dengan perempuan (15%), LSL yang berstatus menikah paling banyak berada di Makassar (24%). Grafik 30. Status Pernikahan LSL menurut Kota tahun Prevalensi HIV dan IMS Prevalensi HIV mengalami kenaikan di Tangerang dan Yogyakarta, sementara di Makassar prevalensinya menurun jika dibandingkan dengan prevalensi HIV di tahun Di Yogyakarta, pada tahun 2009 prevalensi HIV adalah sebesar 7%, tahun ini meningkat hampir tiga kali lipatnya yaitu sebesar 20%; di Tangerang yang sebelumnya 9% meningkat menjadi 18,8%, sementara di Makassar menurun menjadi 1,6%, tahun 2009 prevalensinya adalah 3%. STBP

60 Grafik 31. Prevalensi HIV LSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 Apabila dilihat dari umur LSL di bawah 25 tahun, kasus baru HIV meningkat signifikan di Yogyakarta dan Tangerang, 7 kali lipat di Yogyakarta dan 2 kali lipat di Tangerang. Sedangkan tidak ditemukan kasus baru HIV pada LSL muda di Makassar. Grafik 32. Prevalensi HIV pada LSL yang berumur di bawah 25 tahun di tahun 2009 & 2013 STBP

61 Prevalensi HIV pada LSL berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa kasus baru HIV pada usia muda paling banyak di Tangerang sebesar 21%. Sebagian besar LSL di 3 kota yang mengidap HIV berada pada umur tahun (19.9%). Grafik 33 Prevalensi HIV LSL berdasarkan kelompok umur menurut Kota tahun 2013 Secara keseluruhan, prevalensi HIV pada LSL yang menjual seks di 3 kota sebesar 14,4%. Prevalensi HIV pada LSL yang menjual seks lebih rendah dibandingkan dengan LSL yang tidak menjual seks di tiap kota walaupun tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik. Prevalensi HIV tertinggi dari LSL yang menjual seks berada di Yogyakarta (25,5%) dan terendah di Makassar (2,7%). Tabel 15. Prevalensi HIV pada LSL yang Menjual Seks menurut Kota tahun 2013 Kota Yogyakarta Tangerang Makassar Total Indikator Jumlah LSL yang HIV positif Prevalensi HIV Menjual Seks % Tidak Menjual Seks % Menjual Seks % Tidak Menjual Seks % Menjual Seks 3 2.7% Tidak Menjual Seks 0 0.0% Menjual Seks % Tidak Menjual Seks % STBP

62 Prevalensi IMS, antara lain sifilis, gonore, dan klamidia mengalami kenaikan di Yogyakarta dan Tangerang pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan prevalensi pada tahun Di Yogyakarta, prevalens IMS tertinggi adalah klamidia, yaitu sebesar 32%. Di Tangerang selain klamidia, prevalensi gonore juga tinggi, yaitu sebesar 32,8%. Di Makassar, prevalensi sifilis mengalami kenaikan menjadi 2,4%, sedangkan gonore mengalami penurunan dari yang sebelumnya pada tahun 2009 sebesar 12,5% menjadi 6,8%. Grafik 34. Prevalensi Sifilis LSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 Grafik 35. Prevalensi Gonore LSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

63 Grafik 36. Prevalensi Klamidia LSL menurut Kota tahun 2009 & Tingkat Pengetahuan Dari kelima indikator MDGs, mayoritas responden di Yogyakarta (92%) dan Tangerang (85%) tahu bahwa menggunakan kondom dapat mencegah penularan HIV. Sementara di Makassar, paling banyak LSL mengetahui bahwa tidak bisa mendeteksi ODHA hanya dengan melihatnya (77%). Hal ini berbeda dengan tahun 2009, di mana LSL Yogyakarta (86%) dan Tangerang (81%) paling banyak mengetahui bahwa saling setia dapat mencegah penularan HIV. Secara keseluruhan, pengetahuan yang masih rendah adalah terkait HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk dan penggunaan alat makan bersama ODHA, baik di tahun 2009 (52% dan 55%), maupun 2013 (58% dan 57%). Grafik 37. Pengetahuan LSL berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

64 Secara keseluruhan, ada peningkatan pengetahuan komprehensif pada LSL sebesar 5% dari survei sebelumnya. Peningkatan LSL yang memiliki pengetahuan komprehensif terjadi di Yogyakarta dan Tangerang, sedangkan di Makassar terjadi penurunan. Grafik 38. Pengetahuan Komprehensif LSL menurut Kota tahun 2009 & Perilaku Berisiko dan Pencegahan Jenis Pasangan Seks Mayoritas LSL di Yogyakarta (88%) dan Tangerang (77%) memiliki pasangan tetap laki-laki, sementara di Makassar LSL yang memiliki pasangan tetap perempuan justru paling banyak (78%). Hal ini menunjukkan proporsi responden LSL yang biseksual lebih banyak di Makassar dibandingkan dengan kota lain dan LSL di Makassar memiliki persentasenya paling besar dalam melakukan hubungan seksual dengan Waria. Grafik 39. Jenis Pasangan Tetap LSL menurut Kota tahun 2013 STBP

65 LSL di Makassar memiliki jenis pasangan tidak tetap lebih banyak dibandingkan kota lainnya. Jenis pasangan tidak tetap LSL di Makassar didominasi oleh waria. Grafik 40. Jenis Pasangan Tidak Tetap LSL menurut Kota tahun Penggunaan Napza Suntik Dari keseluruhan LSL, hanya sedikit yang menggunakan napza suntik. Penggunaan napza suntik pada LSL mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2009, baik di Yogyakarta, Tangerang, maupun Makassar. Grafik 41. Perilaku Penggunaan Napza Suntik pada LSL menurut Kota tahun 2009 & Seks Komersial Sebagian besar LSL menjual seks kepada laki-laki dalam setahun terakhir dengan proporsi 61% di Yogyakarta, 79% di Tangerang, dan 66% di Makassar. Perilaku menjual seks cenderung meningkat di STBP

66 tiap kota kecuali di Makassar. LSL muda yang menjual seks kepada laki-laki paling banyak di Tangerang sebesar 79%. Perilaku menjual seks tersebut dapat berkontribusi pada meningkatnya prevalensi HIV pada LSL muda di Tangerang. Grafik 42. Perilaku Menjual Seks pada LSL Muda (< 25 tahun) menurut Kota tahun 2009 & 2013 Terkait dengan penggunaan kondom, jika dilihat dari penggunaannya ketika hubungan menjual seks terakhir, terjadi peningkatan di tiap kota. Peningkatan persentase LSL yang menggunakan kondom paling tinggi terjadi di Tangerang (82%) dan paling rendah di Makassar (63%). Grafik 43. Penggunaan Kondom pada Seks Komersial terakhir tahun 2009 & 2013 STBP

67 Secara keseluruhan, penggunaan kondom konsisten pada LSL sebear 42%. Penggunaan kondom konsisten paling tinggi di Yogyakarta (50%) dan paling rendah di Tangerang (17%). Grafik 44. Konsistensi Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Seminggu terakhir tahun Penggunaan Kondom dengan Pasangan Tidak Tetap Saat terakhir berhubungan seks anal dengan pasangan tidak tetap, mayoritas LSL menggunakan kondom, yaitu sebanyak 72% di Yogyakarta, 75% di Tangerang dan 56% di Makassar. Persentase tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun Grafik 45. Penggunaan Kondom LSL dengan Pasangan Tidak Tetap tahun 2009 & 2013 STBP

68 Penggunaan kondom secara konsisten dengan pasangan tidak tetap dalam 1 bulan terakhir mengalami peningkatan kecuali di Makassar menurun dari 19% (2009) menjadi 17% (2013). Grafik 46. Konsistensi Penggunaan Kondom LSL dengan Pasangan Tidak Tetap tahun 2009 & Penggunaan Pelicin Saat terakhir berhubungan seksual, terutama seks anal, mayoritas LSL menggunakan pelicin berbahan dasar air. Jika dibandingkan dengan tahun 2009, persentase tersebut meningkat di semua kota kecuali Tangerang. Grafik 47. Penggunaan Pelicin pada LSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

69 4.5.6 Pesta Seks Pada kelompok LSL, kegiatan pesta seks paling banyak dilakukan oleh LSL di Yogyakarta (24,9%) dan paling sedikit di Tangerang (8,4%). Tabel 16. Distribusi LSL yang Melakukan Pesta Seks Setahun Terakhir menurut Kota tahun 2013 Kota n % Yogyakarta 42 24,9% Tangerang 21 8,4% Makassar 46 18,4% Total ,3% Dari seluruh LSL yang melakukan pesta seks di Yogyakarta, hanya sepertiganya yang menggunakan kondom dan pelicin terhadap pasangannya. Sebagian besar LSL tidak semuanya menggunakan kondom dan pelicin saat melakukan pesta seks. Grafik 48. Penggunaan Kondom dan Pelicin pada Pesta Seks 1 Tahun Terakhir menurut Kota tahun 2013 LSL di Yogyakarta yang melakukan pesta seks memiliki prevalensi HIV lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak melakukan pesta seks. Hal tersebut menunjukkan bahwa kasus HIV pada LSL di Yogyakarta berasosiasi dengan perilaku pesta seks (Tabel 16). STBP

70 Tabel 17. Prevalensi HIV pada LSL yang melakukan Pesta Seks menurut Kota tahun 2013 Kota Indikator Jumlah LSL yang HIV positif Prevalensi HIV Yogyakarta Tangerang Makassar Total Melakukan Pesta Seks % Tidak Melakukan Pesta Seks % Melakukan Pesta Seks 2 9.5% Tidak Melakukan Pesta Seks % Melakukan Pesta Seks 0 0% Tidak Melakukan Pesta Seks 4 2% Melakukan Pesta Seks % Tidak Melakukan Pesta Seks % 4.6 Cakupan Program Tes HIV Proporsi LSL yang melakukan tes HIV meningkat di tiap kota. LSL di Yogyakarta memiliki proporsi tertinggi diikuti Tangerang dan Makassar. Grafik 49. Tes HIV pada LSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 Peningkatan proporsi penerimaan hasil tes HIV dari LSL yang pernah tes HIV terdapat di Yogyakarta dan Makassar, sedangkan di Tangerang mengalami penurunan. Secara keseluruhan, terjadi peningkatan penerimaan hasil tes HIV sebesar 5% dari tahun STBP

71 Grafik 50. LSL yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Hanya 7% LSL dengan HIV positif telah mengakses layanan pengobatan HIV lanjutan, paling tinggi di Tangerang (9%) dan paling rendah di Makassar (0%). Tabel 18. LSL HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Yogyakarta Tangerang Makassar Total HIV Positif Menerima Layanan ART Persentase 6% 9% 0% 7% Akses ke Layanan IMS Secara keseluruhan, LSL yang mengalami gejala IMS sebanyak 27% untuk semua kota. Dari mereka yang mengalami gejala IMS, sebagian besar pernah berobat ke puskesmas atau rumah sakit. apabila tidak berobat maka sebagian besar melakukan pengobatan sendiri. Tabel 19. Layanan IMS yang diakses oleh LSL menurut Kota tahun 2013 LSL Yogyakarta Tangerang Makassar Total n % n % n % n % Pernah berobat ke Puskesmas/rumah 14 67% 13 57% 10 71% 37 64% sakit Dokter praktik 5 24% 10 43% 2 14% 17 29% Lainnya 2 10% 0 0% 2 14% 4 7% Yang dilakukan jika tidak berobat Tidak diobati 4 33% 6 43% 3 12% 13 25% Pengobatan sendiri 8 67% 7 50% 20 77% 35 67% Lainnya 0 0% 1 7% 3 12% 4 8% STBP

72 4.6.4 Akses ke Layanan TB Hanya 3% LSL yang pernah mengakses layanan TB di tiap kota, sama halnya LSL dengan HIV positif. Dari 4 LSL dengan HIV positif di Makassar tidak ada yang pernah mengakses layanan TB. Tabel 20. LSL yang Mengakses Layanan TB Akses ke Pelayanan TB Yogyakarta Tangerang Makassar Total Semua Responden yang Menjawab Tidak Pernah Persentase 96% 97% 97% 97% HIV Positif Tidak Pernah Persentase HIV Positif yang Tidak Pernah mengakses Layanan TB 97% 96% 100% 97% Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Pertemuan diskusi LSL dengan petugas LSM mengalami peningkatan dari yang tidak pernah pada tahun 2009 menjadi 1-3 kali pertemuan di tahun Pertemuan 1 kali paling banyak terjadi di Makassar. LSL di Yogyakarta bertemu petugas paling sering dibandingkan dengan kota lainnya yaitu 2-3 kali dan lebih dari 3 kali pada tahun Grafik 51. Pertemuan/Diskusi dengan Petugas Lapangan menurut Kota tahun 2009 & 2013 Diskusi LSL dengan petugas lapangan juga berimplikasi pada peningkatan penerimaan kondom gratis. Sebagian besar LSL menerima kondom gratis sebanyak 2-3 kali dalam 3 bulan terakhir. LSL di Yogyakarta paling banyak menerima kondom gratis sebanyak 2-3 kali dan paling sedikit di Makassar. STBP

73 Grafik 52. Penerimaan Kondom Gratis menurut Kota tahun 2009 & Kondom Gratis Sebagian besar LSL menerima kondom gratis dari LSM (53%) dan teman sesama LSL (39%). LSL di Makassar dan Tangerang menerima kondom gratis paling banyak dari teman (64%), sedangkan LSL dari Yogyakarta paling banyak menerima kondom gratis dari LSM (79%). Grafik 53. Sumber Kondom Gratis menurut Kota tahun 2013 STBP

74 5. Wanita Pria (Waria) 5.1 Jumlah Sampel Jumlah Waria yang menjadi sampel adalah 813 orang yang berasal dari empat provinsi yaitu Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Dari masing-masing kota tersebut terpilih satu kota dengan rincian respondennya adalah 200 dari Palembang, 249 dari Pontianak, 113 dari Samarinda, dan 251 dari Makassar. 5.2 Karakteristik Waria Sebagian besar Waria di 4 Kota berusia di atas 30 tahun dengan rentang usia responden tahun. Proporsi pada kelompok umur tersebut masing-masing sebesar 63% di Palembang, 46% di Pontianak, 48% di Samarinda, dan 37% di Makassar. Grafik 54. Umur Waria menurut Kota tahun 2013 Mayoritas Waria berpendidikan SMA (56%) dan SMP (26%). Waria yang berpendidikan SMA paling banyak di Makassar dan paling sedikit di Palembang. STBP

75 Grafik 55. Pendidikan Waria menurut Kota tahun 2013 Sebagian besar Waria menyatakan sumber pendapatan utamanya dari bekerja di salon/panti pijat, diikuti pekerja bebas, dan gaji karyawan. Waria di Samarinda paling banyak bekerja di salon/panti (80%) pijat diikuti Palembang (63%) dan Makassar (44%). Sedangkan Waria di Pontianak paling banyak bekerja sebagai pekerja bebas (30%). Grafik 56. Sumber Pendapatan Utama Waria menurut Kota tahun 2013 Di Samarinda, kebanyakan Waria tinggal bersama teman-teman (44%), sementara di Palembang dan Pontianak mayoritas Waria tinggal sendiri (35% dan 39%), sedangkan di Makassar persentase Waria terbanyak adalah yang tinggal dengan keluarga atau saudara kandung yaitu sebanyak 36%. STBP

76 Grafik 57. Status Tempat Tinggal Waria menurut Kota tahun Prevalensi HIV dan IMS Apabila dibandingkan dengan kota survei yang sama, prevalensi HIV pada Waria cenderung mengalami penurunan dari survei tahun Dari 4 kota yang disurvei pada tahun 2013, prevalensi HIV tertinggi pada Waria di Makassar (10,8%) dan terendah di Palembang (4,5%). Grafik 58. Prevalensi HIV Waria menurut Kota Tahun 2013 STBP

77 Grafik 59. Prevalensi HIV Waria di Kota yang Sama pada tahun 2009 & 2013 Apabila dilihat dari umur Waria di bawah 25 tahun, kasus baru HIV meningkat di semua kota dibandingkan tahun Peningkatan prevalensi HIV Waria di bawah 25 tahun hampir 2 kali lipat terutama di Pontianak yang meningkat tajam hingga 5 kali lipat dibandingkan tahun Grafik 60. Prevalensi HIV pada Waria yang berumur di bawah 25 tahun (Proxy Incidence) tahun 2009 & 2013 Prevalensi Sifilis Waria tertinggi terjadi di Kota Palembang (16,0%) dan terendah terjadi di Kota Pontianak (4,8%). Prevalensi Sifilis pada Waria di Kota Pontianak dan Makassar mengalami penurunan dari tahun 2009 hingga tahun Akan tetapi, prevalensi Sifilis Waria mengalami peningkatan di Palembang. STBP

78 Grafik 61. Prevalensi Sifilis Waria menurut Kota tahun 2009 & 2013 Prevalensi gonore di tiap kota berkisar dari 16,4%-21,9%. Prevalensi gonore tertinggi terjadi pada Waria di Palembang (21,9%) diikuti Makassar (21,1%), Samarinda (17,7%), dan Pontianak (16,4%). Prevalensi gonore mengalami penurunan di tiap kota dibandingkan survei sebelumnya. Grafik 62. Prevalensi Gonore menurut Kota tahun 2009 & 2013 Prevalensi klamidia tertinggi terjadi pada Waria di Makassar (27,5%) dan terendah di Pontianak (12%). Prevalensi klamidia mengalami penurunan di tiap kota dibandingkan survei sebelumnya. STBP

79 Grafik 63. Prevalensi Klamidia menurut Kota tahun 2009 & Tingkat Pengetahuan Pada tahun 2013, pengetahuan Waria mengenai pencegahan dan penularan HIV mengalami penurunan. Sebagian besar Waria mengetahui bahwa penggunaan kondom dapat mencegah penularan HIV walaupun jawaban terbanyak di tiap kota berbeda satu dengan yang lainnya. Di Palembang, Waria paling banyak tahu bahwa kondom dapat mencegah penularan HIV. Waria di Pontianak paling banyak tahu bahwa gigitan nyamuk tidak dapat menularkan HIV. Waria di Samarinda paling banyak tahu bahwa setia pada 1 pasangan dapat mencegah penularan HIV. Sedangkan Waria di Makassar paling banyak tahu bahwa ODHA tidak dapat dideteksi dengan melihatnya saja. Grafik 64. Pengetahuan Waria berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

80 Sama halnya dengan tingkat pengetahuan Waria berdasarkan 5 pertanyaan MDGs, pengetahuan komprehensif juga mengalami penurunan dari 28% menjadi 23% di tahun Persentase Waria yang memiliki pengetahuan komprehensif mengalami penurunan di tiap kota kecuali Waria di Makassar. Walaupun penurunan persentase pengetahuan komprehensif paling signifikan di Pontianak, persentase pengetahuan komprehensif di Pontianak juga tertinggi dibandingkan kota lainnya pada tahun Grafik 65. Pengetahuan Komprehensif Waria menurut Kota tahun 2009 & Perilaku Berisiko dan Pencegahan Jenis Pasangan Seks Sebagian besar Waria memiliki pasangan tetap berjenis kelamin pria. Waria yang pasangan tetapnya pria paling banyak terdapat di Kota Makassar sebesar 97%. Sedangkan Waria yang pasangan tetapnya berjenis kelamin wanita dan Waria juga paling banyak terdapat di Kota Pontianak. Grafik 66. Jenis Pasangan Tetap Waria menurut Kota tahun 2013 STBP

81 5.5.2 Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Secara keseluruhan, penggunaan kondom oleh Waria saat menjual seks terakhir mengalami peningkatan dari tahun Penggunaan kondom paling tinggi pada Waria di Makassar (93%) dan terendah di Samarinda (52%). Grafik 67. Penggunaan Kondom Waria saat Seks Komersial Terakhir menurut Kota tahun 2009 & 2013 Penggunaan kondom konsisten pada Waria/pasangan Waria saat melakukan hubungan seks komersial seminggu terakhir tertinggi di Makassar (65%) dan terendah di Samarinda (14%). Secara keseluruhan, penggunaan kondom meningkat di setiap kota kecuali di Pontianak. Grafik 68. Konsistensi Penggunaan Kondom Waria saat Seks Komersial menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

82 5.5.3 Penggunaan Pelicin Penggunaan pelicin berbahan dasar air meningkat hingga 3 kali lipat dibandingkan survei tahun Waria di Palembang dan Makassar menggunakan pelicin berbahan dasar air paling banyak dibandingkan kota lainnya. Grafik 69. Penggunaan Pelicin Berbahan Dasar Air pada Waria menurut Kota tahun 2009 & Pesta Seks Sama halnya dengan kelompok LSL, Waria juga melakukan pesta seks. Secara keseluruhan, terdapat 96 (22,4%) waria yang melakukan pesta seks di 4 kota. Waria yang paling banyak melakukan pesta seks terdapat di Samarinda (35,9%) dan paling sedikit di Pontianak (6,2%). Tabel 21. Distribusi Waria yang Melakukan Pesta Seks Setahun Terakhir menurut Kota tahun 2013 Kota n % Palembang % Pontianak 4 6.2% Samarinda % Makassar % Total % Pada saat pesta seks, sebagian besar Waria mengakui menggunakan kondom dan pelicin dengan proporsi tertinggi di Pontianak (75%) dan terendah di Samarinda (34%). STBP

83 Grafik 70. Penggunaan Kondom dan Pelicin pada Pesta Seks 1 Tahun Terakhir menurut Kota tahun 2013 Pada kelompok Waria, perilaku pesta seks bukan salah satu faktor utama yang berkontribusi meningkatkan prevalensi HIV karena prevalensi HIV lebih tinggi pada Waria yang tidak melakukan pesta seks. Akan tetapi, pada Waria di Makassar yang melakukan pesta seks ataupun tidak memiliki prevalensi yang hampir sama. Tabel 22. Prevalensi HIV pada Waria yang melakukan Pesta Seks menurut Kota tahun Kota Palembang Pontianak Samarinda Makassar Total Indikator 2013 Jumlah Waria yang HIV positif Prevalensi HIV Melakukan Pesta Seks 0 0% Tidak Melakukan Pesta Seks 2 3% Melakukan Pesta Seks 0 0% Tidak Melakukan Pesta Seks % Melakukan Pesta Seks 1 3% Tidak Melakukan Pesta Seks % Melakukan Pesta Seks % Tidak Melakukan Pesta Seks 20 14% Melakukan Pesta Seks 6 6.3% Tidak Melakukan Pesta Seks % STBP

84 5.6 Cakupan Program Tes HIV Setengah dari responden menyatakan pernah melakukan tes HIV. Waria di Makassar lebih banyak yang telah melakukan tes tersebut dibandingkan kota lainnya. Secara keseluruhan, persentase Waria yang pernah tes HIV meningkat dari tahun 2009 kecuali di Pontianak. Grafik 71. Tes HIV pada Waria menurut Kota tahun 2009 & 2013 Dari Waria yang pernah tes HIV, ada peningkatan penerimaan hasil tes dibandingkan survei tahun Persentase Waria yang menerima hasil tes tertinggi ada di Samarinda dan terendah di Pontianak. Grafik 72. Waria yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

85 5.6.2 Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan (Layanan ART) Hanya sedikit waria dengan HIV positif yang menerima layanan ART (5%). Waria yang menerima layanan ART hanya di Makassar. Tabel 23. Waria HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Palembang Pontianak Samarinda Makassar Total HIV Positif Menerima Layanan ART Persentase 0% 0% 0% 11% 5% Akses ke Layanan IMS Secara keseluruhan, Waria yang mengalami gejala IMS pernah berobat ke puskesmas atau rumah sakit. apabila tidak berobat maka Waria lebih banyak yang melakukan pengobatan sendiri. Tabel 24. Layanan IMS yang diakses oleh Waria menurut Kota tahun 2013 Waria Palembang Pontianak Samarinda Makassar Total n % n % n % n % n % Pernah berobat ke Puskesmas/rumah sakit 7 54% 7 50% 1 50% 19 73% 34 62% Dokter praktik 4 31% 7 50% 1 50% 6 23% 18 33% Lainnya 2 15% 0 0% 0 0% 1 4% 3 5% Yang dilakukan jika tidak berobat Tidak diobati 3 13% 0 0% 0 0% 6 25% 9 17% Melakukan pengobatan % 3 sendiri % 3 75% 16 67% 42 78% Berobat ke dukun/tabib 0 0% 0 0% 0 0% 1 4% 1 2% Lainnya 0 0% 0 0% 1 25% 1 4% 2 4% Akses ke Layanan TB Hanya 3% Waria yang pernah mengakses layanan TB untuk semua kota, sedangkan hanya 1 Waria dengan HIV positif yang mengakses layanan TB yaitu di Makassar. Tabel 25. Waria yang Mengakses Layanan TB Akses ke Pelayanan TB Palembang Pontianak Samarinda Makassar Total Semua Responden yang Menjawab Tidak Pernah Persentase 97% 99% 99% 94% 97% HIV Positif Tidak Pernah Persentase HIV Positif yang Tidak Pernah mengakses Layanan TB 100% 100% 100% 96% 98% STBP

86 5.6.5 Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Lebih dari setengah responden menyatakan pernah bertemu petugas dalam 3 bulan terkahir. Kebanyakan Waria bertemu dengan petugas sebanyak 1 kali. Bila dibandingkan dengan hasil STBP sebelumnya, persentase Waria yang pernah bertemu dengan petugas meningkat dari tahun Grafik 73. Pertemuan/Diskusi Waria dengan Petugas Lapangan menurut Kota tahun 2009 & 2013 Sebagian besar Waria menyatakan pernah menerima kondom gratis dalam 3 bulan terakhir. Waria di Kota Pontianak dan Makassar paling banyak mendapatkan kondom gratis. Secara keseluruhan, banyaknya Waria yang pernah menerima kondom gratis meningkat dari tahun Grafik 74. Penerimaan Kondom Gratis Waria menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

87 5.6.6 Kondom Gratis Sebagian besar Waria mendapat kondom gratis dari LSM dan teman. Waria yang banyak mendapat kondom gratis dari LSM dan teman berada di Makassar. Waria di Pontianak dan Samarinda paling banyak menerima kondom gratis dari fasilitas kesehatan. Grafik 75. Sumber Kondom Gratis Waria menurut Kota tahun 2013 STBP

88 6. Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL) 6.1 Jumlah Sampel Jumlah sampel yang menjadi responden adalah sebesar WPSL dari sembilan kota dengan rincian 250 dari Palembang, 250 dari Bengkulu, 250 dari Tangerang, 250 dari Yogyakarta, 250 dari Pontianak, 252 dari Samarinda, 252 dari Bitung, 252 dari Makassar, dan 243 dari Mimika. 6.2 Karakteristik WPSL Dari sembilan kota yang disurvei, WPSL yang berumur tahun paling banyak di Tangerang. WPSL yang berumur tahun paling banyak di Bengkulu, Tangerang, dan Palembang. WPSL yang berumur tahun paling banyak di Tangerang dan Samarinda. WPSL yang berumur di atas 30 tahun mendominasi hampir di tiap kota khususnya Mimika dan Yogyakarta. Secara keseluruhan WPSL paling banyak yang berumur di atas 30 tahun (51%) dan paling sedikit berumur tahun (6%). Grafik 76. Umur WPSL menurut Kota tahun 2013 Sebagian besar tingkat pendidikan akhir WPSL adalah SMP (39%) dan SD (35%). WPSL yang berpendidikan SMP paling banyak di Tangerang (58%), sedangkan yang berpendidikan SD paling banyak di Mimika (54%). STBP

89 Grafik 77. Pendidikan WPSL menurut Kota tahun 2013 Tempat tinggal WPSL bervariasi antar kota, walaupun sebagian besar WPSL tinggal di lokalisasi (50%). WPSL yang paling banyak tinggal di lokalisasi terdapat di Mimika dan paling sedikit di Pontianak. Hal ini disebabkan oleh WPSL di Pontianak lebih banyak yang tinggal bersama suami/pasangan. Selain itu, masih banyak WPSL yang tinggal sendiri khususnya di Yogyakarta dan Makassar. WPSL yang tinggal dengan keluarga paling banyak di Bitung dan Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal WPSL tidak identik dengan lokalisasi. Grafik 78. Status Tempat Tinggal WPSL menurut Kota tahun 2013 STBP

90 6.3 Prevalensi HIV dan IMS Apabila dibandingkan dengan kota yang sama pada tahun 2009, prevalensi HIV WPSL mengalami peningkatan sekitar 1%. Prevalensi HIV mengalami peningkatan di tiap kota kecuali di Tangerang, Samarinda dan Bitung sedangkan di Pontianak prevalensinya stabil. Prevalensi HIV paling tinggi di Mimika diikuti Makassar dan Yogyakarta. Prevalensi HIV terendah berada di Bitung. Grafik 79. Prevalensi HIV WPSL menurut Kota 2013 Grafik 80. Prevalensi HIV WPSL di Kota yang Sama pada tahun 2009 & 2013 Prevalensi HIV pada WPSL yang bekerja sebagai pekerja seks selama 1-24 bulan dijadikan sebagai indikator proxy untuk insiden HIV. Insiden HIV tersebut pada tahun 2013 cenderung sama dengan tahun 2009 walaupun terjadi penurunan di semua kota. Peningkatan insiden HIV hanya terjadi di Palembang, Yogyakarta, dan Makassar. STBP

91 Grafik 81. Prevalensi HIV WPSL yang Menjual Seks dalam 24 bulan terakhir tahun 2009 & 2013 Prevalensi sifilis pada tahun 2013 cenderung mengalami penurunan di tiap kota kecuali di Samarinda. Prevalensi sifilis di Palembang mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 10,7% menjadi 5,2%. Prevalensi sifilis paling tinggi di Makassar dan paling rendah di Yogyakarta dan Tangerang. Grafik 82. Prevalensi Sifilis WPSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 Prevalensi gonore cenderung menurun di tiap kota kecuali di Bitung. Prevalensi gonore berkisar dari 11%-48%. Prevalensi gonore tertinggi pada WPSL di Tangerang (48%) dan terendah di Pontianak (11%). STBP

92 Grafik 83. Prevalensi Gonore WPSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 Prevalensi klamidia pada WPSL lebih tinggi dibandingkan prevalensi gonore di tiap kota. Sama halnya dengan prevalensi gonore, prevalensi klamidia tertinggi pada WPSL di Tangerang dan Palembang (56%). Sedangkan prevalensi klamidia terendah pada WPSL di Bitung (24%). Grafik 84. Prevalensi Klamidia WPSL menurut Kota tahun 2009 & Tingkat Pengetahuan Sebagian WPSL mengetahui bahwa penggunaan kondom dapat mencegah penularan HIV khususnya di Palembang, Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar, dan Mimika. Jawaban lain seperti ODHA tidak dapat dideteksi dengan melihatnya paling banyak dijawab oleh WPSL di Bengkulu. Jawaban STBP

93 setia pada pasangan paling banyak dijawab pada WPSL di Bitung. Sedangkan jawaban gigitan nyamuk dan alat makan tidak menularkan HIV masih banyak yang belum menjawab dengan benar. Grafik 85. Pengetahuan WPSL berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2013 Secara keseluruhan, pengetahuan komprehensif WPSL relatif sama dengan survei tahun 2009 yaitu 21% menjadi 20%. Penurunan pengetahuan komprehensif cukup signifikan di Pontianak walaupun proporsi pengetahuan komprehensif WPSL di kota tersebut masih paling tinggi dibandingkan dengan 8 kota lainnya tahun Pengetahuan komprehensif paling rendah terdapat pada WPSL di Bengkulu (8%). Grafik 86. Pengetahuan Komprehensif WPSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

94 6.5 Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Secara keseluruhan, terjadi peningkatan penggunaan kondom pada seks komersial terakhir sebesar 4%. Persentase penggunaan kondom meningkat di tiap kota kecuali Pontianak dan Makassar. Penggunaan kondom paling tinggi di Mimika (98%) dan paling rendah di Pontianak (51%). Grafik 87. Penggunaan kondom WPSL saat Seks Komersial Terakhir tahun 2009 & 2013 Konsistensi penggunaan kondom saat seks komersial dalam 1 minggu terakhir menunjukkan ada peningkatan 8% dari survei tahun Konsistensi meningkat di tiap kota kecuali Pontianak yang menurun tajam dan Makassar yang mengalami penurunan 1%. Konsistensi penggunaan kondom tertinggi di Mimika (89%) dan terendah di Pontianak (5%). Grafik 88. Konsistensi Penggunaan Kondom WPSL saat Seks Komersial Seminggu Terakhir tahun 2009 & 2013 STBP

95 6.5.2 Mobilisasi WPSL Dampak penularan HIV dan IMS dari perilaku seks komersial dapat semakin meluas akibat adanya perpindahan atau mobilisasi WPSL ke berbagai kota. Gambar di bawah ini menunjukkan perpindahan WPSL dari berbagai kota di Indonesia. WPSL dari Surabaya dan sekitarnya menjadi kelompok paling banyak yang menyebar ke berbagai kota yaitu Samarinda, Makassar, dan Mimika. Selain itu, Samarinda juga menjadi kota tujuan terbanyak dari Pulau Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan. Garis di peta menunjukkan bahwa sebagian besar WPSL yang melakukan mobilisasi berasal dari Pulau Jawa. Gambar 6.1 Peta Mobilisasi WPSL Tahun 2013 Keterangan Asal Tujuan Jumlah Pelanggan Rata-rata jumlah pelanggan WPSL dalam seminggu terakhir cenderung tidak meningkat dari tahun 2009, kecuali ada peningkatan kecil di Samarinda dan Mimika. Tabel 26. Rata-rata Jumlah Pelanggan WPSL dalam 1 Minggu Menjual Seks tahun 2009 & 2013 Kota Rata-rata Jumlah Pelanggan Palembang 8 8 Bengkulu 4 Yogyakarta 9 8 Tangerang 5 3 Pontianak 14 7 Samarinda 7 8 Bitung 2 2 Makassar 12 9 Mimika 3 4 STBP

96 6.6 Cakupan Program Tes HIV WPSL yang melakukan tes HIV mengalami peningkatan di tiap kota kecuali di Pontianak. Proporsi WPSL yang melakukan tes HIV paling banyak di Mimika (100%) dan paling sedikit di Bengkulu (44%). Kenaikan persentase WPSL yang melakukan tes HIV paling besar di Tangerang hingga 44%, sedangkan di Makassar relatif sama dengan kenaikan hanya 3%. Grafik 89. Tes HIV pada WPSL menurut Kota tahun 2009 & 2013 Dari WPSL yang melakukan tes HIV, WPSL yang menerima hasil HIV meningkat di tiap kota dibandingkan survei sebelumnya. Walaupun WPSL di Mimika sudah tes HIV hingga 100%, baru 91% yang menerima hasilnya. Sama halnya dengan persentase pernah tes HIV, WPSL di Bengkulu memiliki persentase paling sedikit menerima hasil tes di tahun Grafik 90. WPSL yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

97 6.6.2 Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan WPSL dengan HIV positif yang telah mengakses layanan pengobatan HIV lanjutan baru mencapai berkisar 0%-42%. Proporsi tertinggi pada WPSL di Tangerang (42%) dan tidak ada yang mengakses layanan pengobatan HIV lanjutan pada WPSL di Bengkulu, Pontianak, dan Bitung. Tabel 27. WPSL HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Palem bang Beng kulu Yogya karta Tange rang Ponti anak Sama rinda Bi tung Maka ssar HIV Positif Menerima Layanan HIV Lanjutan Persentase 6% 0% 12% 42% 0% 11% 0% 6% 22% 13% Mimi ka To tal Akses ke Layanan IMS Secara keseluruhan, WPSL yang memiliki salah satu gejala IMS sebanyak 30% untuk semua kota. Dari semua WPSL yang memiliki gejala IMS tersebut terdapat 42% yang pernah berobat di puskesmas atau rumah sakit. apabila tidak pernah berobat, maka WPSL tersebut banyak yang melakukan pengobatan sendiri. Tabel 28. Layanan IMS yang diakses WPSL menurut Kota tahun 2013 Palem bang Beng kulu Yogya karta Tange rang Ponti anak Sama rinda Bi tung Maka ssar Mimika Pernah Diobati Diobati ke Puskesmas/RS 22% 35% 56% 18% 58% 65% 31% 61% 21% 42% Diobati ke dokter 43% 54% 33% 53% 18% 15% 14% 25% 11% 32% Lainnya 35% 11% 11% 29% 24% 20% 54% 14% 68% 27% Tidak Pernah Berobat Tidak diobati 9% 12% 21% 27% 11% 15% 14% 13% 0% 14% Diobati sendiri 76% 84% 63% 73% 88% 73% 82% 80% 100% 81% Pengobatan tradisional 3% 0% 0% 0% 1% 0% 2% 0% 0% 1% Lainnya 12% 4% 16% 0% 0% 12% 2% 8% 0% 5% To tal Akses ke Layanan TB Hanya 3% WPSL yang pernah mengakses layanan TB dan 6% WPSL dengan HIV positif yang pernah mengakses layanan tersebut untuk semua kota. WPSL dengan HIV positif yang pernah mengakses layanan terdapat di Yogyakarta (12%), Samarinda (11%), Mimika (10%), dan Makassar (3%). STBP

98 Akses ke Pelayanan TB Semua Responden yang Menjawab Tidak Pernah Palem bang Tabel 29. WPSL yang Mengakses Layanan TB Bengk ulu Yogya karta Tangera ng Pontia nak Sama rinda Bitung Makas sar Mimi ka Total Persentase 97% 98% 88% 100% 96% 96% 99% 99% 97% 97% HIV Positif Tidak Pernah Persentase HIV Positif yang Tidak Pernah mengakses Layanan TB % 100% 88% 100% 100% 89% 100% 97% 90% 94% Pertemuan dengan Petugas Lapangan/petugas Penjangkau Sebagian besar WPSL tidak pernah bertemu/berdiskusi dengan petugas LSM dalam 3 bulan terakhir. WPSL yang pernah bertemu petugas minimal satu kali dalam 3 bulan terakhir paling banyak di Bitung (29%), Mimika (21%), dan Tangerang (16%). WPSL yang telah bertemu petugas LSM 2-3 kali dan lebih dari 3 kali paling banyak di Samarinda. Grafik 91. Pertemuan WPSL dengan Petugas LSM menurut Kota tahun 2009 & 2013 Penerimaan kondom gratis bervariasi antar kota dan mengalami peningkatan pada frekuensi 2-3 kali dalam 3 bulan terakhir di tahun 2013 khususnya di Mimika (50%), Samarinda (38%), dan Tangerang STBP

99 (31%). Sedangkan WPSL di Pontianak paling sedikit menerima kondom gratis pada frekuensi 2-3 kali dalam 3 bulan terakhir di tahun Grafik 92. WPSL yang menerima Kondom Gratis dari Petugas Lapangan menurut Kota tahun 2009 & Kondom Gratis Sebagian besar WPSL menerima kondom gratis dari fasilitas kesehatan, Mami/mucikari, dan LSM. WPSL yang paling banyak menerima kondom gratis dari fasilitas kesehatan berada di Samarinda (64%) dan Mimika (57%). Grafik 93. Sumber Kondom Gratis WPSL menurut Kota tahun 2013 STBP

100 7. Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) 7.1 Jumlah Sampel Jumlah sampel yang menjadi responden adalah sebesar WPSTL dari sembilan kota dengan rincian 250 dari Palembang, 248 dari Bengkulu, 250 dari Tangerang, 216 dari Yogyakarta, 250 dari Pontianak, 250 dari Samarinda, 242 dari Bitung, 250 dari Makassar, dan 217 dari Mimika. 7.2 Karakteristik WPSTL Sebagian besar WPSTL di sembilan kota berumur 30 tahun ke atas (35%). Bitung memiliki WPSL dengan umur 30 tahun ke atas terbanyak, sedangkan Tangerang memiliki WPSTL dengan umur 30 tahun ke atas paling sedikit. Grafik 94. Umur WPSTL menurut Kota tahun 2013 Hasil survei menunjukkan bahwa WPSTL yang memiliki tingkat pendidikan SMA dan Akademi/PT lebih banyak daripada WPSTL yang berpendidikan rendah. Sebagian besar WPSTL memiliki tingkat pendidikan SMA (48%). STBP

101 Grafik 95. Pendidikan WPSTL menurut Kota tahun 2013 Sebagian besar WPSTL di sembilan kota survei menyatakan tinggal bersama wanita lain di lokasi kerjanya (26%) dan tinggal sendiri (24%). WPSTL yang tinggal bersama wanita lain di lokasi kerjanya paling banyak berada di Mimika (87%) dan WPSTL yang tinggal sendirian paling banyak di Makassar (41%). Grafik 96. Status Tempat Tinggal WPSTL menurut Kota tahun 2013 STBP

102 7.3 Prevalensi HIV dan IMS Prevalensi HIV total pada WPSTL mengalami penurunan dari 3,2% (2009) menjadi 1,6% (2013). Prevalensi tertinggi terdapat pada WPSTL di Mimika dan yang terendah di Palembang. Grafik 97. Prevalensi HIV pada WPSTL menurut Kota tahun 2013 Grafik 98. Prevalensi HIV WPSTL di Kota yang Sama pada tahun 2009 & 2013 Prevalensi HIV pada WPSTL yang bekerja sebagai pekerja seks selama 1-24 bulan dijadikan sebagai indikator proxy untuk insiden HIV. Insiden HIV tersebut menurun dari 3,6% di tahun 2009 menjadi 1,2% di tahun 2013 dengan Mimika sebagai kota tanpa perubahan insiden. STBP

103 Grafik 99. Prevalensi HIV WPSTL yang Menjual Seks dalam 24 bulan terakhir tahun 2009 & 2013 Prevalensi sifilis di sembilan kota berkisar dari 0,9-2,8. Sifilis paling banyak terdapat pada WPSTL di Palembang dan paling rendah di Yogyakarta. Grafik 100. Prevalensi Sifilis pada WPSTL menurut Kota tahun 2009 & 2013 Prevalensi gonore mengalami penurunan di tiap kota kecuali di Pontianak dan Bitung. Prevalensi gonore paling tinggi terdapat di Bengkulu (23%) dan paling rendah di Samarinda (10%). STBP

104 Grafik 101. Prevalensi Gonore pada WPSTL menurut Kota tahun 2009 & 2013 Sebagian besar prevalensi klamidia mengalami penurunan kecuali di Makassar. Prevalensi klamidia tertinggi juga berada di Makassar (38%) dan terendah di Bitung (20%). Grafik 102. Prevalensi Klamidia pada WPSTL menurut Kota tahun 2009 & Tingkat Pengetahuan Sebagian besar WPSTL mengetahui bahwa HIV dapat dicegah dengan saling setia pada satu pasangan. Di Palembang, Yogyakarta, Tangerang, dan Samarinda, WPSTL paling banyak mengetahui bahwa HIV dapat dicegah dengan saling setia pada satu pasangan. WPSTL di Bengkulu dan Bitung paling banyak mengetahui bahwa ODHA tidak dapat dideteksi dengan melihatnya saja. Sedangkan WPSTL di Pontianak dan Mimika paling banyak mengetahui bahwa kondom dapat mencegah HIV. STBP

105 Grafik 103. Pengetahuan WPSTL berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2013 Banyaknya WPSTL dengan pengetahuan komprehensif menurun dari 21% pada tahun 2009 menjadi 16% di tahun Persentase WPSTL dengan pengetahuan komprehensif tertinggi di Kota Bitung dan terendah di Palembang. Grafik 104. Pengetahuan Komprehensif WPSTL menurut Kota tahun 2009 & Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Penggunaan kondom WPSTL pada seks komersial terakhir mengalami penurunan 7% dari survei sebelumnya. Penggunaan kondom cenderung menurun di tiap kota kecuali pada WPSTL di Bitung dan Makassar. Penggunaan kondom paling tinggi pada WPSTL di Mimika (83%) dan paling rendah di Samarinda (39%). STBP

106 Grafik 105. Penggunaan kondom WPSTL saat Seks Komersial Terakhir tahun 2009 & 2013 Konsistensi penggunaan kondom WPSTL pada seks komersial 1 minggu terakhir mengalami kenaikan 5% dari tahun Konsistensi penggunaan kondom tertinggi berada di Mimika (69%) dan terendah di Samarinda (19%). Grafik 106. Konsistensi Penggunaan Kondom WPSTL saat Seks Komersial tahun 2009 & 2013 STBP

107 7.5.2 Jumlah Pelanggan Rata-rata pelanggan WPSTL dalam seminggu terakhir hampir sama dengan survei tahun Kenaikan jumlah pelanggan terbanyak ada di Mimika, sedangkan penurunan pelanggan terbanyak di Yogyakarta. Tabel 30. Rata-rata Jumlah Pelanggan WPSTL dalam 1 Minggu Menjual Seks Tahun 2009 & 2013 Kota Rata-rata Jumlah Pelanggan Palembang 7 6 Bengkulu 4 Yogyakarta 6 3 Tangerang 3 4 Pontianak 4 4 Samarinda 3 3 Bitung 2 2 Makassar 4 5 Mimika Cakupan Program Tes HIV Hampir setengah dari WPSTL sudah melakukan tes HIV di tiap kota. WPSTL di Kota Mimika paling banyak yang telah melakukan tes HIV dan paling sedikit di Kota Tangerang. Grafik 107. Tes HIV pada WPSTL menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

108 Sebagian besar WPSTL yang pernah melakukan tes HIV telah menerima hasil tesnya. Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2009, hampir seluruh kota survei mengalami peningkatan persentase WPSTL yang menerima hasil tes HIV kecuali Tangerang. Grafik 108. WPSTL yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Dari 35 WPSTL dengan HIV positif hanya 1 WPSTL dari Bitung yang mengakses layanan pengobatan HIV lanjutan (3%). Tabel 31. WPSTL HIV Positif yang Mengakses Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan Palem bang Bengk ulu Yogya karta Tange rang Pontia nak Sama rinda Bitung Maka ssar HIV Positif Menerima Layanan HIV Lanjutan Persentase 0% 0% 0% 0% 0% 0% 33% 0% 0% 3% Mimi ka Total Akses ke Layanan IMS Secara keseluruhan, WPSTL yang memiliki gejala IMS sebanyak 26% untuk semua kota. Dari semua WPSTL yang mengalami gejala IMS tersebut, sebagian besar pernah berobat ke dokter. Apabila tidak pernah berobat maka sebagian besar melakukan pengobatan sendiri. STBP

109 Tabel 32. Layanan IMS yang diakses WPSTL menurut Kota tahun 2013 Palemb ang Beng kulu Yogyak arta Tanger ang Pontia nak Samar inda Bitu ng Makas sar Mimik a Pernah Diobati Diobati ke Puskesmas 24% 21% 33% 17% 38% 29% 41% 29% 100% 32% /RS Diobati ke dokter 67% 68% 58% 71% 56% 47% 33% 57% 0% 56% Lainnya 9% 11% 9% 13% 6% 24% 26% 14% 0% 12% Tidak Pernah Berobat Tidak diobati 27% 24% 21% 28% 6% 15% 8% 36% 0% 20% Diobati sendiri 61% 63% 79% 61% 90% 77% 69% 59% 100% 72% Pengobata n 0% 5% 0% 0% 2% 0% 0% 3% 0% 2% tradisional Lainnya 12% 7% 0% 11% 2% 8% 23% 3% 0% 7% Total Akses ke Layanan TB Hanya 2% WPSTL yang pernah mengakses layanan TB dan 6% WPSTL dengan HIV positif yang pernah mengakses layanan tersebut untuk semua kota. WPSTL dengan HIV positif yang pernah mengakses layanan yaitu masing-masing 1 dari Palembang dan Tangerang. Akses ke Pelayanan TB Semua Responden yang Menjawab Tidak Pernah Palem bang Tabel 33. WPSTL yang Mengakses Layanan TB Beng kulu Yogya karta Tange rang Pontia nak Samar inda Bitung Makas sar Mimi ka Total Persentase 99% 96% 99% 98% 98% 98% 99% 100% 98% 98% HIV Positif Tidak Pernah Persentase HIV Positif yang Tidak Pernah mengakses Layanan TB % 0% 100% 75% 100% 100% 100% 100% 100% 94% STBP

110 7.6.5 Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Sebagian besar WPSTL tidak pernah bertemu petugas dalam 3 bulan terakhir. Jika dibandingkan dengan hasil survei 2009, jumlah WPSTL yang tidak pernah bertemu petugas semakin meningkat. Grafik 109. Pertemuan WPSTL dengan Petugas LSM menurut Kota tahun 2009 & 2013 Sebagian besar WPSTL menyatakan tidak pernah mendapat kondom gratis dalam 3 bulan terakhir. Jika dibandingkan dengan hasil STBP 2009, WPSTL yang tidak pernah mendapat kondom gratis semakin meningkat. Grafik 110. WPSTL yang menerima Kondom Gratis menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

111 7.6.6 Kondom Gratis Sama halnya dengan WPSL, WPSTL paling sering menerima kondom gratis dari fasilitas kesehatan dan LSM. WPSTL di Mimika dan Palembang paling banyak menerima kondom gratis dari fasilitas kesehatan. Sedangkan WPSTL yang menerima kondom gratis dari LSM paling banyak di Makassar. Sumber lain seperti kondom dari mami/mucikari paling banyak diterima oleh WPSTL di Bitung dan Bengkulu. Semua WPSTL di Samarinda mendapatkan kondom gratis dari teman. Grafik 111. Sumber Kondom Gratis menurut Kota tahun 2013 STBP

112 8. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) 8.1 Jumlah Sampel Jumlah sampel yang menjadi responden adalah sebesar dari 3 kota dengan rincian 400 dari Bengkulu, 397 dari Pontianak, dan 400 dari Samarinda. 8.2 Karakteristik WBP Secara keseluruhan, WBP terdistribusi paling banyak pada kelompok umur lebih dari 30 tahun. WBP umur lebih dari 30 tahun paling banyak di Kota Pontianak. Pada kelompok umur tahun, WBP di setiap kota hampir sama jumlahnya dan WBP berumur tahun paling banyak di Kota Bengkulu. Grafik 112. Umur WBP menurut Kota tahun 2013 Sebagian WBP yang menjadi responden ialah laki-laki sebanyak 93% dan hanya 7% wanita. Tabel 34. WBP berdasarkan Jenis Kelamin menurut Kota tahun 2013 Kota Laki-laki Perempuan Total Bengkulu 100% 0% 100% Pontianak 83% 17% 100% Samarinda 97% 3% 100% Total 93% 7% 100% Mayoritas WBP memiliki tingkat pendidikan rendah, yaitu tidak sekolah sampai SMP. Sedangkan WBP yang berpendidikan tinggi (SMA sampai dengan PT) paling banyak terdistribusi di Bengkulu (39% dan 11%) dan paling sedikit di Pontianak (28% dan 4%). STBP

113 Grafik 113. Pendidikan WBP menurut Kota tahun 2013 Secara keseluruhan, sebagian besar WBP menjalani hukuman selama 1-4 tahun (45%) dan 5-9 tahun (41%). Di Bengkulu paling banyak tahanan yang masa hukumannya 1-4 tahun, sedangkan di Pontianak dan Samarinda masa hukuman tahanan paling banyak 5-9 tahun. Grafik 114. Masa Hukuman WBP menurut Kota tahun Prevalensi HIV dan IMS HIV paling banyak terjadi di Pontianak sebesar 2,8% (9 Laki-laki dan 2 Perempuan), di Samarinda terdapat 0,8% (3 Laki-laki). Sedangkan di Kota Bengkulu tercatat tidak ada WBP yang positif HIV. STBP

114 Grafik 115. Prevalensi HIV pada WBP menurut Kota tahun 2013 Prevalensi sifilis paling tinggi pada WBP di Pontianak (5,8%) dan paling rendah di Samarinda (1,5%). Grafik 116. Prevalensi Sifilis pada WBP menurut Kota tahun Tingkat Pengetahuan Berdasarkan 5 indikator MDGs mengenai pencegahan dan penularan HIV, secara keseluruhan, WBP paling banyak mengetahui bahwa HIV dapat dicegah dengan saling setia pada satu pasangan. Di Kota Samarinda, WBP paling banyak mengetahui pencegahan HIV dapat dilakukan dengan saling setia pada satu pasangan. Di Bengkulu, WBP paling banyak menegtahui bahwa mendeteksi ODHA tidak hanya dengan melihatnya saja. Sedangkan di Pontianak, WBP paling banyak adalah dengan saling setia pada satu pasangan dan tahu mendeteksi ODHA tidak hanya dengan melihatnya saja. STBP

115 Grafik 117. Pengetahuan WBP berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2013 WBP dengan pengetahuan komprehensif paling tinggi di Samarinda (25 %) dan paling rendah pada WBP di Bengkulu (6 %). Grafik 118. Pengetahuan Komprehensif WBP menurut Kota tahun 2013 STBP

116 8.5 Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Napza Suntik Secara keseluruhan, 8% WBP pernah menggunakan napza suntik sebelum menjadi tahanan. Namun, penggunaan napza di lapas juga masih terjadi pada sebagian kecil WBP dengan persentase hanya 2%. Di Samarinda, WBP yang pernah menggunakan napza suntik dan yang menggunakan napza di lapas paling banyak dibandingkan dengan WBP di Bengkulu dan Pontianak. Sedangkan di Bengkulu, WBP yang pernah menggunakan napza suntik dan yang menggunakan napza di lapas paling sedikit dibandingkan dengan WBP di kota lainnya. Grafik 119. Perilaku Penggunaan Napza Suntik WBP menurut Kota tahun 2013 Berdasarkan tabel 35, diketahui bahwa di setiap kota tidak ada WBP yang menyuntik lebih dari 30 kali dalam 3 bulan terakhir. Namun, di Bengkulu, 2 WBP yang menyuntik sebanyak kali dalam 3 bulan terakhir paling banyak dibandingkan dengan kota lainnya. Sedangkan WBP yang menyuntik 1-10 kali paling banyak di Pontianak. Tabel 35. Perilaku Menyuntik WBP dalam 3 bulan terakhir menurut Kota tahun 2013 Frekuensi menyuntik 3 bulan terakhir Bengkulu Pontianak Samarinda Tidak Pernah kali kali > 30 kali STBP

117 8.5.2 Seks di Lapas Secara keseluruhan, perilaku seks di lapas sangat rendah. WBP paling banyak melakukan hubungan seks di lapas secara vaginal (1,4%) diikuti oral (0,8%), dan anal (0,6%). Di Pontianak dan Bengkulu, 1-2% WBP melakukan seks di lapas secara vaginal dan oral. Sedangkan 1% WBP melakukan hubungan seks secara anal di Bengkulu dan Samarinda. Perilaku Hubungan Seks di Lapas Tabel 36. Perilaku Seks WBP di Lapas menurut Kota tahun 2013 Bengkulu Pontianak Samarinda Total n % n % n % n % Vaginal 6 1,5% 8 2,1% 2 0,5% 16 1,4% Anal 3 0,8% 1 0,3% 3 0,8% 7 0,6% Oral 2 0,5% 6 1,6% 1 0,3% 9 0,8% Dari keseluruhan WBP, hanya 1% WBP yang menggunakan kondom saat seks terakhir. Di antara WBP yang menggunakan kondom saat seks terkahir ada 5% yang selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks dalam 1 bulan terakhir. WBP yang menggunakan kondom saat seks terakhir dan di antaranya selalu menggunakan kondom dalam 1 bulan terakhir paling banyak di Kota Bengkulu (9%). Tabel 37. Perilaku Penggunaan Kondom WBP di Lapas menurut Kota tahun 2013 Perilaku Penggunaan Kondom di Lapas Menggunakan Kondom Saat Seks Terakhir Selalu Menggunakan Kondom Saat Seks 1 Bulan Terakhir Bengkulu Pontianak Samarinda Total n % n % n % n % 7 2% 3 1% 1 0% 11 1% 3 9% 1 3% 1 3% 5 5% STBP

118 8.6 Cakupan Program Tes HIV WBP di Samarinda (44%) paling banyak yang pernah melakukan tes HIV dan paling sedikit pada WBP di Bengkulu (23%). Sebagian besar WBP melakukan tes HIV di dalam lapas. Grafik 120. Tes HIV pada WBP menurut Kota tahun 2013 Di antara WBP yang pernah melakukan tes HIV di Lapas, terdapat 45% WBP yang menerima hasil tes. Di Samarinda, ada sebanyak 67% yang pernah menerima hasil tes. Sedangkan di Bengkulu, hanya 15% yang pernah menerima hasil tes. Grafik 121. WBP yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2013 STBP

119 8.6.2 Penyuluhan HIV dan AIDS Secara keseluruhan, sebesar 38% WBP pernah mengikuti penyuluhan HIV dan AIDS dan napza dalam setahun terakhir. Rata-rata frekuensi penyuluhan yang diikuti sebanyak 2-3 kali di tiap kota. WBP yang pernah mengikuti penyuluhan HIV paling banyak di Samarinda (58%) dan paling sedikit di Bengkulu (25%). Grafik 122. WBP yang Mengikuti Penyuluhan HIV dan AIDS dan Napza Setahun Terakhir menurut Kota tahun 2013 STBP

120 9. Pria Berisiko Tinggi (Pria Risti) 9.1 Jumlah Sampel Pada STBP 2013, terdapat 7 kota yang disurvei untuk melihat perilaku dan prevalensi HIV dan IMS pada kelompok Pria Risti yaitu Palembang, Yogyakarta, Pontianak, Samarinda, Bitung, dan Mimika. Di samping itu, terdapat 5 kelompok pria yang disurvei yaitu 600 orang Anak Buah Kapal (ABK) di Palembang, Pontianak dan Bitung; 602 orang tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di Pontianak, Samarinda, dan Bitung; 971 orang Tukang Ojek di Yogyakarta, Samarinda dan Mimika; 200 orang sopir truk di Palembang, dan 400 orang Buruh di Tangerang. Dari 7 kota yang disurvei, kota yang terpilih untuk dites status HIV dan sifilis hanya Pontianak, Samarinda, Bitung, dan Mimika. Sedangkan gonore dan klamidia hanya dites di Pontianak. Tabel 38. Pria Risti berdasarkan Kelompok Sasaran Responden tahun 2013 Sasaran Responden Palembang Yogyakarta Tangerang Pontianak Samarinda Bitung Mimika Total Sopir truk Tukang ojek Pelaut/ABK TKBM Buruh Karakteristik Pria Risti Sebagian besar Pria Risti yang menjadi responden berumur 30 tahun ke atas (74%) dan paling sedikit berumur tahun (2%). Responden yang berumur 30 tahun ke atas paling banyak terdapat di Yogyakarta dan paling sedikit di Tangerang. Grafik 123. Umur Pria Risti menurut Kota tahun 2013 STBP

121 Di 7 kota survei, Pria Risti paling banyak yang berpendidikan SMA (43%) dan paling sedikit tidak pernah sekolah (2%). Di Tangerang, Pria Risti dengan tingkat pendidikan SMA paling tinggi dibandingkan kota-kota lainnya. Grafik 124. Pendidikan Pria Risti menurut Kota tahun 2013 Sebagian besar Pria Risti di 7 kota survei menyatakan tinggal bersama istri dan anaknya (66%). Pria Risti yang tinggal bersama istri dan anaknya paling banyak di Yogyakarta (90%). Grafik 125. Status Tempat Tinggal Pria Risti menurut Kota tahun 2013 STBP

122 9.3 Prevalensi HIV dan IMS Pria Risti yang terinfeksi HIV hanya terdapat di Kota Pontianak yakni pada 3 orang ABK (0,8%). Bila dibandingkan dengan STBP 2009, proporsi prevalensi HIV mengalami penurunan. Grafik 126. Prevalensi HIV Pria Risti menurut Kota tahun 2009 & 2013 Sifilis pada Pria Risti paling banyak terjadi di Pontianak dan paling sedikit di Mimika. Prevalensi sifilis di Pontianak dan Mimika mengalami penurunan dari tahun Sedangkan prevalensi sifilis di Samarinda dan Bitung mengalami kenaikan dari tahun Grafik 127. Prevalensi Sifilis Pria Risti menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

123 Gonore hanya dites pada Pria Risti yang berada di Pontianak saja. Terjadi peningkatan yang tinggi untuk prevalensi gonore yaitu 0,8% (2009) menjadi 9,0% (2013). Grafik 128. Prevalensi Gonore Pria Risti di Pontianak tahun 2009 & 2013 Klamidia hanya dites pada Pria Risti yang berada di Pontianak saja. Terjadi peningkatan yang tinggi untuk prevalensi klamidia yaitu 3,3% (2009) menjadi 12% (2013). Grafik 129. Prevalensi Klamidia Pria Risti di Pontianak tahun 2009 & Tingkat Pengetahuan Berdasarkan 5 indikator MDGs mengenai pencegahan dan penularan HIV, di 7 kota survei, Pria Risti paling banyak mengetahui bahwa HIV dapat dicegah dengan saling setia pada satu pasangan. Selain itu, Pria Risti di Yogyakarta dan Mimika juga paling banyak mengetahui bahwa kondom dapat mencegah HIV serta Pria Risti di Bitung paling banyak yang mengetahui bahwa ODHA tidak dapat dideteksi hanya dengan melihat saja. STBP

124 Grafik 130. Pengetahuan Pria Risti berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2013 Pria Risti dengan pengetahuan komprehensif paling tinggi di Tangerang (36%) dan paling rendah di Samarinda (9%). Bila dibandingkan dengan STBP 2009, secara umum tidak ada perubahan pengetahuan komprehensif diantara Pria Risti. Grafik 131. Pengetahuan Komprehensif Pria Risti menurut Kota tahun Perilaku Berisiko dan Pencegahan Penggunaan Kondom pada Seks Komersial menurut Kota Penggunaan kondom saat seks komersial terakhir tertinggi pada Pria Risti di Tangerang (65%) dan terendah di Bitung (19%). Persentase penggunaan kondom pada Pria Risti sebagian besar meningkat di setiap kota kecuali Bitung. STBP

125 Grafik 132. Penggunaan Kondom Pria Risti saat Seks Komersial menurut Kota tahun 2009 & 2013 Konsistensi penggunaan kondom saat membeli seks dalam 1 tahun terakhir paling tinggi dilakukan oleh Pria Risti di Mimika (49%) dan paling rendah di Pontianak (3%). Konsistensi penggunaan kondom ini meningkat dari tahun 2009 seperti penggunaan kondom oleh WPSL dan WPSTL di setiap kota kecuali Pontianak. Grafik 133. Konsistensi Penggunaan Kondom Pria Risti saat Seks Komersial menurut Kota tahun 2009 & Penggunaan Kondom pada Seks Komersial menurut Jenis Profesi Pada tahun 2013, penggunaan kondom tertinggi saat seks komersial terakhir oleh kelompok buruh (61%) dan terendah oleh kelompok TKBM (20%). Terjadi peningkatan penggunaan kondom untuk semua kelompok kecuali TKBM bila dibandingkan dengan tahun STBP

126 Grafik 134. Penggunaan Kondom Pria Risti saat Seks Komersial Terakhir menurut Jenis Profesi tahun 2009 & 2013 Penggunaan kondom saat membeli seks dalam 1 tahun terakhir paling banyak dilakukan oleh buruh dan paling rendah oleh sopir truk dan TKBM. Persentase penggunaan kondom tahun 2013 meningkat di setiap kelompok Pria Risti dari tahun Grafik 135. Konsistensi Penggunaan Kondom Pria Risti saat Seks Komersial 1 tahun terakhir menurut Jenis Profesi tahun 2009 & Perilaku Membeli Seks Secara keseluruhan, pembelian seks kepada WPS paling banyak dilakukan oleh sopir truk. Di Palembang, sopir truk lebih banyak yang melakukan pembelian seks. Sedangkan tukang ojek di Yogyakarta, Samarinda, dan Mimika melakukan seks komersial masing-masing 36%, 29%, dan STBP

127 26%. Di Tangerang, ada 10% buruh yang pernah membeli seks kepada WPS dan di Bitung yang paling banyak adalah ABK. Grafik 136. Persentase Membeli Seks Pria Risti kepada WPS menurut Kota tahun Cakupan Program Tes HIV Pria Risti yang pernah melakukan tes HIV paling banyak di Yogyakarta (32%) dan paling sedikit di Samarinda (6%). Persentase Pria Risti yang melakukan tes HIV meningkat dari tahun Grafik 137. Tes HIV pada Pria Risti menurut Kota tahun 2009 & 2013 STBP

128 Secara keseluruhan, setengah dari Pria Risti yang melakukan tes HIV telah menerima hasil tesnya. Pria Risti yang pernah menerima hasil tes HIV paling banyak di Yogyakarta (74%) dan paling sedikit di Mimika (15%). Banyaknya Pria Risti yang pernah menerima hasil tes di setiap kota menurun dari tahun 2009 kecuali Samarinda. Grafik 138. Pria Risti yang Menerima Hasil Tes HIV menurut Kota tahun 2009 & Akses ke Layanan Pengobatan HIV Lanjutan dan TB Dari 3 Pria Risti dengan HIV positif tidak ada yang pernah mengakses layanan pengobatan HIV lanjutan dan TB. Dari keseluruhan Pria Risti, hanya 3% yang pernah mengakses layanan TB untuk semua kota. Tabel 39. Pria Risti yang Mengakses Layanan TB Akses ke Palemba Yogyakar Tangera Pontian Samarin Pelayanan TB ng ta ng ak da Bitung Mimika Total Semua Responden yang Menjawab Tidak Pernah Persentase 95% 96% 96% 97% 98% 97% 98% 97% Akses ke Layanan IMS Secara keseluruhan, Pria Risti yang memiliki gejala IMS pernah berobat ke puskesmas/rumah sakit dan dokter. Apabila tidak berobat maka sebagian besar Pria Risti melakukan pengobatan sendiri. STBP

129 Tabel 40. Layanan IMS yang diakses Pria Risti menurutkota tahun 2013 Palemb ang Yogya karta Tange rang Ponti anak Sama rinda Bitu ng Mimi ka Total Pernah berobat ke Puskesmas/rum ah sakit 35% 40% 57% 20% 33% 48% 60% 43% Dokter praktik 53% 47% 29% 80% 33% 33% 40% 43% Lainnya 12% 13% 14% 0% 33% 19% 0% 15% Yang dilakukan jika tidak berobat Tidak diobati 13% 38% 40% 56% 18% 22% 38% 28% Melakukan pengobatan 73% 63% 20% 44% 71% 67% 63% 63% sendiri Berobat ke dukun/tabib 0% 0% 20% 0% 0% 6% 0% 3% Lainnya 13% 0% 20% 0% 12% 6% 0% 8% Pertemuan dengan Petugas Lapangan/Petugas Penjangkau Sebagian besar Pria Risti tidak pernah bertemu petugas dalam 3 bulan terakhir. Jika dibandingkan dengan hasil survei 2009, persentase Pria Risti yang tidak pernah bertemu petugas semakin meningkat di setiap kota kecuali Yogyakarta. Grafik 139. Pertemuan Pria Risti dengan Petugas LSM menurut Kota tahun 2009 & 2013 Sebagian besar Pria Risti menyatakan tidak pernah mendapat kondom gratis dalam 3 bulan terakhir. Pria Risti yang pernah menerima kondom gratis paling banyak di Yogyakarta. Jika dibandingkan dengan hasil STBP 2009, Pria Risti yang tidak pernah mendapat kondom gratis semakin meningkat kecuali di Yogyakarta. STBP

130 Grafik 140. Pria Risti yang Menerima Kondom Gratis menurut Kota tahun 2009 & Kondom Gratis Dari seluruh Pria Risti yang mendapat kondom gratis, sebagian besar pria risti mendapat kondom gratis dari LSM. Pria Risti di Yogyakarta paling banyak menerima kondom dari LSM (93%). Mayoritas Pria Risti di Mimika, Bitung, dan Pontianak menerima kondom dari fasilitas kesehatan. Sedangkan Pria Risti di Tangerang dan Palembang menerima kondom paling banyak dari teman. Grafik 141. Sumber Kondom Gratis menurut Kota tahun 2013 STBP

131 10. Remaja 10.1 Jumlah Sampel Jumlah remaja yang menjadi sampel adalah orang dengan rincian 375 dari Yogyakarta, 597 dari Tangerang, 600 dari Potianak, 600 Makassar, dan 599 dari Samarinda Karakteristik Remaja Responden remaja berumur rata-rata 17 tahun dengan umur terendah 14 tahun dan tertua 23 tahun. Sebagian besar responden ialah remaja perempuan (52%) diikuti remaja laki-laki (48%). Tabel 41. Remaja berdasarkan Jenis Kelamin menurut Kota tahun 2013 Kota Laki-laki Perempuan Yogyakarta 51% 49% Tangerang 46% 54% Pontianak 47% 53% Samarinda 49% 51% Makassar 51% 50% Total 48% 52% Sebagian besar remaja di seluruh kota survei baik laki-laki maupun perempuan tinggal bersama dengan orang tua kandung. Remaja yang tinggal bersama orang tua kandung paling banyak di Kota Tangerang dan paling sedikit di Kota Samarinda. Grafik 142. Status Tinggal Remaja menurut Kota tahun 2013 STBP

132 10.3 Persepsi dan Pengetahuan Persepsi mengenai HIV dan AIDS Mayoritas remaja baik laki-laki maupun perempuan di seluruh kota survei beranggapan bahwa HIV dan AIDS merupakan penyakit yang ditularkan melalui kontak darah/jarum suntik/seksual. Grafik 143. Persepsi Remaja mengenai HIV dan AIDS menurut Kota tahun Tingkat Pengetahuan Sebagian besar remaja baik laki-laki maupun perempuan mengetahui bahwa HIV dapat dicegah dengan saling setia dengan satu pasangan. Proporsi pengetahuan remaja laki-laki dan perempuan cenderung sama untuk tiap indikator kecuali pengetahuan remaja perempuan mengenai kondom dapat mencegah HIV yang tergolong rendah. Grafik 144. Pengetahuan Remaja Laki-laki dan Perempuan berdasarkan Indikator MDGs tahun 2013 STBP

133 Pengetahuan berdasarkan indikator MDGs relatif sama antar kota. Remaja laki-laki paling banyak mengetahui bahwa alat makan tidak menularkan HIV dan remaja perempuan paling banyak mengetahui bahwa gigitan nyamuk tidak menularkan HIV. Tabel 42. Pengetahuan Remaja berdasarkan Indikator MDGs menurut Kota tahun 2013 Indikator MDGs Tahu tidak bisa mendeteksi ODHA hanya dengan melihatnya. Tahu pakai kondom bisa cegah HIV. Tahu gigitan nyamuk tidak menularkan HIV. Tahu menggunakan pakaian atau alat makan/minum bersama ODHA tidak menularkan HIV. Tahu saling setia dengan 1 pasangan bisa mencegah HIV. Yogyakarta Tangerang Pontianak Samarinda Makassar L P L P L P L P L P Remaja baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai HIV tertinggi di Pontianak (37%;31%) dan terendah di Tangerang (9%;8%). Grafik 145. Pengetahuan Komprehensif Remaja Laki-laki dan Perempuan di tiap Kota tahun 2013 STBP

134 Pada STBP 2013, proporsi pengetahuan komprehensif pada remaja sebesar 17%. Proporsi tersebut menurun dari tahun Pengetahuan komprehensif tertinggi masih di kota yang sama yaitu Pontianak dengan proporsi 34%. Grafik 146. Pengetahuan Komprehensif Remaja menurut Kota tahun 2009 & Perlakuan terhadap ODHA Remaja laki-laki maupun perempuan lebih banyak yang memilih untuk bersikap seperti biasa terhadap ODHA. Begitu pula pada STBP 2009, namun banyaknya remaja yang memilih untuk menjaga jarak meningkat 5% pada remaja laki-laki dan turun 1 % pada remaja perempuan. Grafik 147. Perlakuan Remaja terhadap ODHA tahun 2009 & 2013 STBP

135 10.4 Perilaku Berisiko dan Pencegahan Perilaku Seks Secara keseluruhan, remaja laki-laki lebih banyak yang pernah melakukan hubungan seks daripada remaja perempuan. Remaja laki-laki yang pernah melakukan hubungan seks paling banyak di Yogyakarta (11%) dan Samarinda (11%). Begitu pula pada STBP 2009, remaja laki-laki lebih banyak yang pernah melakukan hubungan seks daripada remaja perempuan. Namun, persentase tersebut menurun pada tahun Dari 46 remaja perempuan yang pernah melakukan hubungan seks, 2 remaja perempuan pernah hamil dan melakukan aborsi pada kehamilannya. Grafik 148. Riwayat berhubungan Seks pada Remaja menurut Kota tahun 2009 & 2013 Dari keseluruhan responden remaja yang aktif secara seksual, rata-rata umur pertama melakukan hubungan seks ialah pada umur 16 tahun. Umur pertama remaja yang melakukan seks dimulai dari 9 hingga 20 tahun. Walaupun rata-rata umur remaja ialah 17 tahun, terdapat 5,8% remaja yang melakukan hubungan seks pertama kali pada umur tahun (Tabel 26). Tabel 43. Umur Pertama Remaja Melakukan Hubungan Seks menurut Kota tahun 2013 Umur Pertama Yogyakarta Tangerang Pontianak Samarinda Makassar Berhubungan Seks Rata-rata Umur minimal Umur Maksimal Secara keseluruhan, sedikit remaja yang menjadi responden pernah membeli dan menjual seks. Remaja laki-laki lebih banyak yang membeli dan menjual seks (1,6%;1,5%) dibandingkan remaja STBP

136 perempuan (0,1%;0,4%). Pada remaja perempuan, perilaku menjual seks lebih banyak dibandingkan dengan membeli seks (Tabel 27). Tabel 44. Perilaku Menjual dan Membeli Seks pada Remaja menurut Kota tahun 2013 Kota Membeli Seks Menjual Seks Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Yogyakarta 5 (2.6%) 0 2 (1.1%) 0.0% Tangerang 2 (0.7%) 0 4 (1.5%) 2 (0.6%) Pontianak 0 1 (0.3%) 1 (0.4%) 3 (0.9%) Samarinda 7 (2.4%) 1 (0.3%) 5 (1.7%) 1 (0.3%) Makassar 7 (2.3%) 0 8 (2.6%) 0.0% Total 21 (1.6%) 2 (0.1%) 20 (1.5%) 6 (0.4%) Dari seluruh responden, sebagian kecil remaja pernah melakukan hubungan seks anal. Mereka yang pernah melakukan hubungan seks anal melaporkan sudah menggunakan kondom. Dari remaja yang melakukan hubungan seks anal terutama di Samarinda, 3% dilakukan oleh remaja laki-laki kepada remaja perempuan. Sedangkan seks anal antara remaja laki-laki hanya dilakukan oleh 3 remaja masing-masing dari Yogyakarta, Samarinda, dan Makassar (Tabel 28). Tabel 45. Proporsi Remaja yang pernah Melakukan Seks Anal dan Jenis Pasangannya Kota dan Jenis Kelamin Pacar Laki-laki Pacar Perempuan menurut Kota tahun 2013 Jenis Pasangan Seks Perkerja Seks Lakilaki WPS Waria Lainnya Penggunaan Kondom pada Seks Anal Terakhir Yogyakarta 0.8% 0.5% 0.3% 93% Laki-laki 0.5% 1.1% 0.5% 88% Perempuan 1.1% 97% Tangerang 0.3% 0.7% 0.5% 0.2% 85% Laki-laki 1.5% 1.1% 0.4% 81% Perempuan 0.6% 89% Pontianak 0.3% 1.2% 0.2% 90% Laki-laki 2.1% 88% Perempuan 0.6% 0.3% 0.3% 92% Samarinda 0.7% 1.7% 0.7% 86% Laki-laki 0.3% 3.4% 1.4% 81% Perempuan 1.0% 92% Makassar 0.5% 0.8% 0.2% 0.2% 0.3% 0.2% 89% Laki-laki 0.3% 1.7% 0.3% 0.3% 0.3% 83% Perempuan 0.7% 0.3% 0.3% 94% Total 0.5% 1.0% 0.0% 0.3% 0.1% 0.1% 88% STBP

137 Di seluruh kota survei, perilaku seks berisiko pada remaja baik laki-laki maupun perempuan yang paling banyak adalah hubungan seks dengan pacar. Grafik 149. Perilaku Seks Berisiko pada Remaja menurut Kota tahun 2013 Tabel 46. Jumlah Pasangan Seks pada Remaja menurut Kota tahun 2013 Kota Pacar Laki-laki Pacar Perempuan WPS Waria Lainnya Yogyakarta 6 19 Laki-laki 2 19 Perempuan 4 Tangerang Laki-laki Perempuan 13 2 Pontianak Laki-laki Perempuan Samarinda Laki-laki Perempuan 15 1 Makassar Laki-laki Perempuan Total Dari semua responden remaja, terdapat 201 remaja yang melaporkan pernah dipaksa untuk berhubungan seksual dengan rincian 8% perempuan dan 6% laki-laki. Pemaksaan hubungan seksual STBP

138 paling banyak terjadi pada remaja perempuan di Tangerang (10%), sedangkan pada remaja laki-laki pemaksaan hubungan seksual paling banyak terjadi di Samarinda (9%). Tabel 47. Proporsi Remaja yang Pernah dipaksa Berhubungan Seksual menurut Kota tahun 2013 Kota Laki-laki Perempuan Yogyakarta 5% 9% Tangerang 6% 10% Pontianak 5% 8% Samarinda 9% 9% Makassar 5% 6% Total 6% 8% Penggunaan Kondom Sebagian besar remaja laki-laki lebih banyak menggunakan kondom pada seks terakhir daripada remaja perempuan. Penggunaan kondom oleh remaja laki-laki tertinggi di Pontianak (75%) dan terendah di Yogyakarta (57%). Sedangkan penggunaan kondom oleh remaja perempuan tertinggi di Pontianak (46%) dan terendah di Makassar (0%). Bila dibandingkan dengan STBP 2009, penggunaan kondom pada remaja laki-laki meningkat sedangkan pada remaja perempuan mengalami penurunan. Grafik 150. Penggunaan Kondom pada Seks Terakhir tahun 2009 & 2013 Sebagian besar remaja jarang menggunakan kondom secara konsisten saat melakukan hubungan seks. Hanya 9% remaja yang selalu menggunakan kondom saat hubungan seks setahun terakhir (Tabel 31). STBP

139 Kota Tabel 48. Frekuensi Penggunaan Kondom Remaja menurut Kota tahun 2013 Frekuensi Penggunaan Kondom Setahun Terakhir Selalu Sering Jarang Tidak Pernah Total Yogyakarta 1 (4%) 2 (9%) 12 (52%) 8 (35%) 23 (100%) Laki-laki 1 (5%) 2 (11%) 10 (53%) 6 (32%) 19 (100%) Perempuan 2 (50%) 2 (50%) 4 (100%) Tangerang 2 (9%) 3 (14%) 8 (36%) 9 (41%) 22 (100%) Laki-laki 3 (20%) 5 (33%) 7 (47%) 15 (100%) Perempuan 2 (29%) 3 (43%) 2 (29%) 7 (100%) Pontianak 13 (65%) 7 (35%) 20 (100%) Laki-laki 10 (83%) 2 (17%) 12 (100%) Perempuan 3 (38%) 5 (63%) 8 (100%) Samarinda 7 (17%) 22 (52%) 13 (31%) 42 (100%) Laki-laki 5 (16%) 19 (59%) 8 (25%) 32 (100%) Perempuan 2 (20%) 3 (30%) 5 (50%) 10 (100%) Makassar 2 (8%) 5 (19%) 8 (31%) 11 (42%) 26 (100%) Laki-laki 2 (9%) 5 (23%) 8 (36%) 7 (32%) 22 (100%) Perempuan 4 (100%) 4 (100%) Total 12 (9%) 10 (8%) 63 (47%) 48 (36%) 133 (100%) Penggunaan Napza Perilaku penggunaan napza paling banyak dilakukan oleh remaja laki-laki di Yogyakarta. Sedangkan perilaku penggunaan napza pada remaja perempuan paling banyak di Tangerang. Shabu-shabu ialah jenis napza terbanyak yang pertama kali dicoba oleh 43,5% remaja yang pernah menggunakan napza. Grafik 151. Perilaku Penggunaan Napza pada Remaja menurut Kota tahun 2013 STBP

140 Sebagian besar remaja laki-laki di Yogyakarta, Tangerang, dan Makassar menggunakan napza pertama kali saat SMA. Sedangkan di Pontianak dan Samarinda, penggunaan napza pertama kali oleh remaja laki-laki saat SD dan SMA. Sebagian besar remaja perempuan di Tangerang dan Pontianak mulai menggunakan napza saat mereka SD. Sedangkan di Yogyakarta dan Makassar, penggunaan napza pertama kali oleh remaja perempuan saat SMA serta di Samarinda, remaja perempuan mulai menggunakan napza saat SD dan SMA. Tabel 49. Tingkat Sekolah Pertama Kali Pemakaian Napza pada Remaja menurut Kota tahun 2013 Tingkat Yogyakarta Tangerang Pontianak Samarinda Makassar Total L P L P L P L P L P L P SD 7 (4%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (0%) 2 (1%) 0 (0%) 0 (0%) SMP (12%) (2%) (5%) (0%) (2%) (0%) (1%) SMA (5%) (1%) (8%) (1%) (1%) (1%) (1%) Denominator: Total remaja laki-laki dan perempuan di tiap kota 0 (0%) 1 (0%) 2 (1%) 1 (0%) 9 (3%) 8 (3%) 2 (1%) 1 (0%) 2 (1%) 10 (1%) 52 (4%) 44 (3%) 3 (0.2%) 7 (0.5%) 11 (0.8%) Jenis napza yang paling sering dikonsumsi pertama kali oleh remaja adalah jenis Ganja dibandingkan jenis napza lainnya. Ganja paling banyak dikonsumsi oleh remaja di Tangerang (9%) diikuti Makassar (3%). Selain itu, jenis napza Pil Koplo juga sering dikonsumsi pertama kali terutama oleh remaja di Yogyakarta (2%). Jenis napza Amphetamine jarang dikonsumsi namun termasuk tinggi di Yogyakarta dan Makassar dibandingkan dengan kota lainnya. Tabel 50. Proporsi Remaja berdasarkan Jenis Napza yang Dikonsumsi Pertama kali di tiap kota tahun 2013 Kota Ganja Amphetamine Benzodiazapine (Pil Koplo) Ekstasi Kokain Heroin Yogyakarta 1.6% 0.8% 2.1% 0.8% Tangerang 8.7% 0.2% 0.8% 0.5% 0.2% Pontianak 1.2% 0.5% 0.3% 0.2% Samarinda 0.7% 0.2% 0.2% Makassar 3.3% 0.8% 0.7% 0.3% 1.0% 0.5% Total 3.2% 0.5% 0.6% 0.3% 0.3% 0.2% Meskipun 5% remaja memiliki teman sepergaulan yang pernah menyuntikkan napza, hanya 6 remaja (0,2%) yang pernah menyuntik. Tidak ada remaja perempuan yang pernah menggunakan napza suntik walaupun 64 (4%) dari mereka memiliki teman sepergaulan yang menyuntik napza. Sedangkan pada remaja laki-laki terdapat 6 (0,4%) yang pernah menggunakan napza suntik. Selain itu, 87 (6%) dari remaja laki-laki juga memiliki teman sepergaulan yang menyuntik napza (Tabel 34). STBP

141 Tabel 51. Proporsi Remaja yang Pernah Menyuntik atau Memiliki Teman Sepergaulan Kota yang Menyuntik Napza di tiap kota tahun 2013 Teman Sepergaulan Menggunakan Napza Suntik Pernah Menggunakan Napza Suntik Yogyakarta 1% 0.3% Laki-laki 2% 0.5% Perempuan 0 0 Tangerang 7% 0.5% Laki-laki 10% 1.1% Perempuan 5% 0 Pontianak 5% 0 Laki-laki 4% 0 Perempuan 5% 0 Samarinda 6% 0.2% Laki-laki 7% 0.3% Perempuan 5% 0 Makassar 7% 0.2% Laki-laki 9% 0.3% Perempuan 5% 0 Total 5% 0.2% 10.5 Cakupan Program Sebagian besar remaja di seluruh kota survei menerima informasi HIV dan AIDS dari televisi dan guru. Tabel 52. Sumber Informasi yang diterima Remaja terkait HIV dan AIDS tahun 2013 Sumber Informasi Yogyakarta Tangerang Pontianak Samarinda Makassar Total Radio 32% 23% 28% 27% 36% 29% Televisi 81% 87% 91% 86% 95% 88% Surat kabar/majalah/ 64% 53% 64% 57% 77% 63% Tabloid Selebaran/ Poster 61% 37% 58% 54% 59% 53% Petugas kesehatan 67% 62% 77% 64% 66% 67% Guru 78% 86% 89% 77% 89% 84% Teman 71% 69% 71% 59% 80% 70% Keluarga 50% 54% 62% 42% 69% 56% Spanduk/Baliho/ bilboard 58% 33% 54% 46% 51% 47% Petugas non kesehatan/ LSM 40% 42% 52% 42% 49% 45% STBP

142 Sebagian besar remaja pernah mendapatkan penyuluhan narkoba/napza. Namun, bila dibandingkan dengan STBP 2009, remaja yang mendapatkan Life Skill Education dan Penyuluhan Napza menurun. Grafik 152. Remaja yang menerima Program Pengendalian HIV di Sekolah tahun 2009 & 2013 Secara keseluruhan, remaja paling banyak mendapatkan penyuluhan napza di sekolahnya, terutama di Yogyakarta dan Tangerang. Di Pontianak, remaja paling banyak mendapatkan penyuluhan terkait HIV dan AIDS. Sedangkan di Samarinda dan Makassar, remaja paling banyak mendapatkan penyuluhan HIV dan AIDS dan penyuluhan napza. Grafik 153. Remaja yang Menerima Program Pengendalian HIV di Sekolah menurut Kota tahun 2013 STBP

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan PENDAHULUAN Secara umum Indonesia adalah negara dengan epidemi rendah, tetapi terkonsentrasi

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU 1 Tujuan Menentukan kecenderungan prevalensi HIV, Sifilis, Gonore, dan Klamidia di antara Populasi Paling Berisiko di beberapa kota di Indonesia. Menentukan kecenderungan

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN 2011 i Kata Pengantar Pandemi HIV merupakan masalah dan tantangan serius terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

Situasi HIV & AIDS di Indonesia Situasi HIV & AIDS di Indonesia 2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila

Lebih terperinci

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Oleh GWL-INA FORUM NASIONAL IV JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN Kupang, 6 September 2013 Apa itu GWL dan GWL-INA GWL adalah gay,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga hasil STBP 2011 ini bermanfaat dalam peningkatan upaya pengendalian HIV-AIDS dan IMS di Indonesia. Jakarta, Desember 2011

KATA PENGANTAR. Semoga hasil STBP 2011 ini bermanfaat dalam peningkatan upaya pengendalian HIV-AIDS dan IMS di Indonesia. Jakarta, Desember 2011 i iii iv KATA PENGANTAR Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) ini merupakan bagian dari kegiatan surveilans HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1996,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan

Lebih terperinci

Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP), 2009

Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP), 2009 BADAN PUSAT STATISTIK Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP), 2009 ABSTRAKSI Untuk dapat memberikan gambaran epidemi yang terjadi pada kelompok populasi paling berisiko dalam terjadinya epidemi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua dasa warsa lebih sudah, sejak dilaporkannya kasus AIDS yang pertama di Indonesia tahun 1987 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Bali, respon reaktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

Daftar Isi Buku 1 - Pedoman Koordinator Lapangan dan Pengawas

Daftar Isi Buku 1 - Pedoman Koordinator Lapangan dan Pengawas Daftar Isi Buku 1 - Pedoman Koordinator Lapangan dan Pengawas DAFTAR ISI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 2 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 3 1.3 Ruang Lingkup 4 BAB 2 METODOLOGI UMUM 5 2.1 Umum 5 2.2 Lokasi Studi

Lebih terperinci

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 1 Outline Paparan Bagaimana Transmisi HIV Terjadi Situasi HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang. Dua pertiganya

Lebih terperinci

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Satiti Retno Pudjiati Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Layanan HIV PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

komisi penanggulangan aids nasional

komisi penanggulangan aids nasional 1 komisi penanggulangan aids nasional Pendahuluan: Isi strategi dan rencana aksi nasional penanggulangan HIV dan AIDS ini telah mengacu ke arah kebijakan yang terdapat dalam RPJMN 2010-2014. Strategi dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERTA KESIAPAN MENTAL MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Per 1 September 2015

SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Per 1 September 2015 SRAN 2015-2019 Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia Per 1 September 2015 Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS Nasional Tahun 2015 Bab 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan HIV dan AIDS di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Infeksi menular seksual merupakan infeksi yang rute transmisinya terutama adalah melalui hubungan seksual. Infeksi menular seksual dapat disebabkan oleh bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1238, 2015 KEMENKES. Pengguna Napza Suntik. Dampak. Pengurangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PENGURANGAN DAMPAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS), merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan karena menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh human immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin lama semakin mengkhawatirkan, baik dari sisi kuantitatif maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan utama dan menjadi beban ekonomi bagi negara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan menyerang sel darah putih CD4 yang berada pada permukaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

Laporan Survei Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV di Nanggroe Aceh Darussalam 2008

Laporan Survei Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV di Nanggroe Aceh Darussalam 2008 Laporan Survei Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV di Nanggroe Aceh Darussalam 2008 ISBN: 978-979-19889-0-2 Ukuran Buku: 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman: 70 halaman Tim Penyusun: Dr. Pandu Riono, MPH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.

Lebih terperinci

ESTIMASI POPULASI DEWASA RAWAN TERINFEKSI HIV 2009

ESTIMASI POPULASI DEWASA RAWAN TERINFEKSI HIV 2009 ESTIMASI POPULASI DEWASA RAWAN TERINFEKSI HIV 2009 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2009 Kata Pengantar Epidemi HIV di Indonesia dalam 5 tahun terakhir telah terjadi perubahan dari Low Level Epidemic

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jenis kelamin ada perempuan, laki laki, dan intereseks (seseorang yang terlahir dengan dua jenis kelamin.tanpa memandang jenis kelamin seseorang akan merasa tertarik

Lebih terperinci

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS B A K T I S H U A D A KOMISI PENANGGULANGAN AIDS L A P O R A N N A S I O N A L B A K T I S H U A D A KOMISI PENANGGULANGAN AIDS L A P O R A N N A S I O N A L KEGIATAN ESTIMASI POPULASI DEWASA RAWAN TERINFEKSI

Lebih terperinci

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai penanggulangannya, merupakan masalah yang sangat kompleks. Penularan HIV- AIDS saat ini tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012 Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012 Priscillia Anastasia Koordinator PMTS 1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan IMS seperti perubahan demografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 30 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk terbanyak keempat di dunia yaitu sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 diproyeksikan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan

Lebih terperinci

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014 LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014 1. Hari AIDS Sedunia diperingati setiap tahun, dengan puncak peringatan pada tanggal 1 Desember. 2. Panitia peringatan Hari AIDS

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN PRGRAM HIV AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL I. PENDAHULUAN Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired

Lebih terperinci

Penyebaran HIV/AIDS Pada Pasangan Tetap ODHA di Indonesia

Penyebaran HIV/AIDS Pada Pasangan Tetap ODHA di Indonesia Penyebaran HIV/AIDS Pada Pasangan Tetap ODHA di Indonesia Noviyani Sugiarto Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka penambahan kasus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta orang menjadi sakit dengan salah satu dari 4 PMS yaitu

Lebih terperinci

Ind e. Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun

Ind e. Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 616.979 2 Ind e Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2011-2016 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2014 Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2011-2016 Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Sedangkan AIDS adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan sering disebut sebagai Veneral Disease (VD) yang berasal dari kata Venus (dewi cinta) dan yang termasuk ke dalam Veneral Disease

Lebih terperinci

Pokok Bahasan Latar Belakang Tujuan Peta Distribusi Penasun dan Lokasi SCP Metodologi Temuan: Kesimpulan Rekomendasi Lampiran

Pokok Bahasan Latar Belakang Tujuan Peta Distribusi Penasun dan Lokasi SCP Metodologi Temuan: Kesimpulan Rekomendasi Lampiran SCP Penasun 2010 1 Pokok Bahasan Latar Belakang Tujuan Peta Distribusi Penasun dan Lokasi SCP Metodologi Temuan: 1. Karakteristik Responden 2. Perilaku Akses ASS dan Perilaku Menyuntik 3. Perilaku Seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan mengaktualisasikan dirinya. Kesehatan juga berarti keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014 ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014 Mia Maya Ulpha, 2014. Pembimbing I : Penny S. Martioso, dr., SpPK, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum mendapat pengakuan dari masyarakat. Karena dalam hukum negara Indonesia hanya mengakui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa

Lebih terperinci

Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS: Masa Lalu, Saat ini dan Masa Mendatang. Dr. Kemal N. Siregar, Sekretaris KPAN 2012

Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS: Masa Lalu, Saat ini dan Masa Mendatang. Dr. Kemal N. Siregar, Sekretaris KPAN 2012 Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS: Masa Lalu, Saat ini dan Masa Mendatang Dr. Kemal N. Siregar, Sekretaris KPAN 2012 Pokok bahasan Situasi epidemi: Tren kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan dan kebijakan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA

RENCANA AKSI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA RENCANA AKSI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA 2007 2010 KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL 2 0 0 7 Ringkasan Eksekutif Dokumen ini berisi Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanggulangan AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) yang disebut juga penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang menular lewat hubungan seksual baik dengan pasangan yang sudah tertular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, dunia sedang mengalami perubahan pola penyakit yang dikenal sebagai transisi epidemiologi, yaitu perubahan pola penyakit dan penyebab kematian. Pada awalnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) yang bermarkas besar di United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang melaporkan bahwa

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2003 Sumatera Selatan. iii. iii

Laporan Hasil SSP 2003 Sumatera Selatan. iii. iii iii iii Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen Kesehatan dan Proyek Aksi Stop

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Nasional

Strategi dan Rencana Aksi Nasional Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2015-2019 Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2015-2019 PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kasus HIV/AIDS di Indonesia saat ini tergolong tinggi. Banyak ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

Laporan Hasil SSP 2002 Merauke (Papua)

Laporan Hasil SSP 2002 Merauke (Papua) Laporan Hasil SSP 2002 Merauke (Papua) i i Kata Pengantar Badan Pusat Statistik (BPS) dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 positif, makrofag, dan komponen komponen

Lebih terperinci

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007 ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007 1800000 1600000 Proyeksi Kasus HIV/AIDS di Indonesia 1400000 1200000 Jumlah Infeksi 1000000 800000 600000 400000 200000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

Call for Proposal SUB-RECIPIENT NASIONAL ADVOKASI & TECHNICAL ASISTANCE PROGRAM PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS)

Call for Proposal SUB-RECIPIENT NASIONAL ADVOKASI & TECHNICAL ASISTANCE PROGRAM PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) Call for Proposal SUB-RECIPIENT NASIONAL ADVOKASI & TECHNICAL ASISTANCE PROGRAM PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) A. LATAR BELAKANG Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkirakan pada tahun 2012 di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci