HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG"

Transkripsi

1 759 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PEMASANGAN INFUS DENGAN KEPATUHAN PELAKSANAAN PROTAP PEMASANGAN INFUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS TK II PELAMONIA MAKASSAR Suprapto Dosen Tetap Akademi Keperawatan Sandi Karsa Makassar ABSTRAK Pemasangan infus merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di Rumah Sakit terutama di Unit Gawat Darurat. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas bila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Perawat harus memiliki dasar pengetahuan dan kompetensi mengenal protokol pelaksanaan dan implementasi untuk mencegah terjadinya komplikasi.diketahui hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang pemasangan infus dengan kepatuhan melaksanakan protap pemasangan infus. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif korelasi dengan pendekatan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli Tehnik analisis yang dipakai adalah korelasi Spearman Rank. Subjek penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat RS TK II Pelamonia Makassar. Jumlah subjek yang diteliti sebanyak 22 orang perawat. Pengumpulan data diperoleh melalui observasi dan kuesioner. Berdasarkan penelitian diperoleh data responden yang memiliki pengetahuan baik dan kepatuhan patuh terdapat 20 responden (90,9%), pengetahuan baik dan kepatuhan kurang patuh terdapat 1 responden (4,5%), dan pengetahuan kurang dan kepatuhan patuh terdapat 1 responden (4,5%) dan pengetahuan kurang dan kepatuhan kurang patuh terdapat 0 responden (0,0%). Berdasarkan data tersebut didapatkan sebagian besar perawat di IGD RS TK II Pelamonia Makassar memiliki pengetahuan baik dan kepatuhan patuh. Kata Kunci: Pengetahuan, Kepatuhan dan Pemasangan Infus Pendahuluan A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di Rumah Sakit terutama di Unit Gawat Darurat. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas bila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Perawat harus memiliki dasar pengetahuan dan kompetensi mengenal protokol pelaksanaan dan implementasi untuk mencegah terjadinya komplikasi. Salah satu parameter yang penting pada mutu pelayanan rumah sakit adalah terkendalinya infeksi. Perawat profesional yang bertugas di Rumah Sakit semakin hari semakin diakui eksistensinya dalam setiap tatanan pelayanan sehingga dalam melakukan tindakan interdependen tidak terlepas dari tindakan prosedural yang bersifat invansif tersebut. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu patuh pada standar prosedur operasional yang telah ditetapkan demi terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu (Notoatmojo 2010:127) Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Tetapi, rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan tempat bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun

2 760 dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis. Adanya infeksi karena terapi intravena disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : faktor hospes, faktor alat dan larutan, serta faktor orang ke orang yaitu petugas perawatan kesehatan dan pasien. Keberhasilan pengendalian infeksi nasokomial, baik itu pada tindakan pemasangan infus maupun tindakan invansif lainnya, bukannlah ditentukan dari canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar ( the proper nursing care). Dalam penelitiannya ditemukan beberapa faktor yang berhubungan dengan penerapan standar pemasangan infs antara lain: latar belakang pendidikan, pengetahuan, fasilitas, lingkungan dan motivasi. Untuk memaksimalkan tujuan terapi intravena dan meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan, perawat diharapkan memiliki pengetahuan tentang volume dan komposisi kompartemen cairan, jenis-jenis cairan intravena dan pencegahan terhadap komplikasi. Sering kali biaya untuk infeksi nasokomial tidak diganti, oleh karena itu pencegahan memiliki pengaruh finansial yang menguntungkan dan merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan perawatan (Sunatrio, 2013). Instalasi Gawat Darurat RS TK II Pelamonia Makassar merupakan pintu gerbang awal masuknya pasien. Selain menangani kasuskasus emergency, sebelum pasien diputuskan untuk rawat inap atau rawat jalan pasien di periksa di Instalasi Gawat Darurat. Perawat yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat RS TK II Pelamonia Makassar sebanyak 22 orang dengan latar belakang pendidikan yang beragam. Perawat di rumah sakit ini rata-rata telah bekerja dari lebih dari 3 bulan. Biasanya pemasangan infus dilakukan oleh setiap perawat jaga. Jadi semua perawat dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai pemasangan infus. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pelaksanaan standar asuhan keperawatan dalam tindakan pemasangan infus merupakan masalah yang serius dan perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan kompetensi dalam penatalaksanaan pemasangan infus maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang prosedur pemasangan infus dengan kepatuhan perawat melaksanakan standar kegiatan pemasangan infus yang biasanya di rumah sakit disebut protap. Berdasarkan kondisi diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Infus Dengan Kepatuhan Melaksanakan Protap Pemasangan Infus di Instalasi Gawat Darurat RS Pelamonia Makassar. Menurut data surveilans World Health Organisation (WHO) dinyatakan bahwa angka kejadian pemasangan infus di Instalasi Gawat Darurat cukup tinggi yaitu 85% per tahun, 120 juta orang dari 190 juta pasien yang di rawat di rumah sakit dengan menggunakan infus. Dan didapatkan juga 70% perawat tidak patuh dalam melaksanakan standar pemasangan infus berdasarkan sop yang telah ditetapkan. Hasil penelitian didapatkan data bahwa terdapat beberapa pasien yang di infus di instalasi gawat darurat sebelum masuk ke ruang rawat inap. Menurut Depkes RI Tahun 2006 dikutip Wijayasari jumlah pemasangan infus di rumah sakit di Indonesia sebanyak (17,11%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan di IGD RS TK II Pelamonia Makassar, sebanyak 60% pasien yang mendapat cairan intravena. Dan didapatkan juga 50% perawat tidak patuh dalam melaksanakan standar pemasangan infus berdasarkan sop yang telah ditetapkan Angka tersebut memang tidak terlalu besar namun masih di atas standard yang ditetapkan oleh Intravenous Nurses Society (INS) 5%. Data dinas kesehatan kota Makassar tahun 2012 menyebutkan pemasangan infus yang sesuai dengan standar sop hanya dilakukan oleh 50% dari 89% perawat yang ada di rumah sakit. Berdasarkan latar belakang di atas dan dikarenakan Banyaknya perawat yang kurang pengetahuan tentang pemasangan infus dan tidak patuh dalam pelaksanaan protap pemasangan infus, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Infus Dengan Kepatuhan Melaksanakan Protap Pemasangan Infus Di IGD RS TK II Pelamonia Makassar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan permasalahan Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Infus Dengan Kepatuhan Perawat Melaksanakan Protap Pemasangan Infus di Instalasi Gawat Darurat RS TK II Pelamonia Makassar?

3 761 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang pemasangan infus terhadap kepatuhan melaksanakan prosedur tetap pemasangan infus. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang pemasangan infus di IGD RS TK II Pelamonia Makassar b. Mengetahui tingkat kepatuhan perawat dalam melaksanakan protap pemasangan infus di IGD RS TK II Pelamonia Makassar c. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang pemasangan infus dengan kepatuhan melaksanakan protap di IGD RS TK II Pelamonia Makassar. D. Manfaat Penelitian 1. Institusi Pendidikan a. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar. b. Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan. 2. Rumah Sakit a. Memberikan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan sehubungan dengan peningkatan mutu pelayanan keperawatan b. Sebagai masukan dalam menentukan kebijakan operasional yang berkaitan dengan pelaksanaan infus sesuai dengan standar asuhan keperawatan. 3. Masyarakat Sebagai bahan untuk memberikan informasi dan pengetahuan serta bagi masyarakat. 4. Peniliti Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi peneliti, serta hasil penelitian dapat dijadikan bahan pembelajaran di tempat praktek. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pemasangan Infus 1. Pengertian Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Astaqauliyah, 2006). Terapi intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien (biasanya glukosa), vitamin atau obat (Ester, 2007). Terapi cairan parenteral atau infus intravena adalah memasukkan jarum atau kanula ke dalam pembuluh darah vena untuk dilewati cairan infus atau sebagai pengobatan dengan tujuan untuk menyediakan air, elektrolit, nutrisi guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk menggantikan air, memperbaiki kekurangan elektrolit dan untuk pemberian obat secara intravena (Brunner & Suddarth (2012:281). 2. Tujuan dan Indikasi Pemasangan Infus Pasien yang memiliki indikasi pemasangan infus antara lain pasien dengan kekurangan cairan dan elektrolit, pasien pra dan pasca bedah, pasien yang memerlukan pengobatan yang pemberiannya melalui infus, pasien yang tidak bisa makan atau minum melalui mulut, dan pasien yang mengalami kekurangan nutrisi berat. Menurut Potter & Perry (2010:146), tujuan dari pemasangan infus adalah untuk mengoreksi atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit. Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation) antara lain : pemberian cairan intravena (intravenous fluids), pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas, pemberian kantong darah dan produk darah, pemberian obat yang terusmenerus (continue), upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan

4 762 jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat), dan upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus. b. Alat Pemasang Infus Alat pemasangan infus terdiri dari tiang infus, botol atau cairan infus, selang infus, kanula atau jarum infus, penutup kanula infus, alkohol, torniket, sarung tangan, pengalas. 1) Tiang Infus Biasanya berupa kayu atau mungkin terbuat dari besi yang dipergunakan untuk menggantung botol infus. 2) Cairan Infus Ada beberapa jenis cairan infus yang digunakan sesuai keperluan dengan berupa berbagai komponen yang diperlukan oleh tubuh (Brunner & Suddrath, 2006:282) diantaranya : a) Cairan isotonik merupakan cairan yang mempunyai osmolitas total mendekati cairan ekstra seluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut atau bengkak (seperti : sodium isotonik, normasalin atau NaCL 0,9 %, Riger L aktat atau normasalin R). Cairan isotonik banyak dipergunakan untuk pengobatan perdarahan, hipovolemik, kekurangan cairan ekstra seluler (penatalaksanaan dehidrasi). b) Cairan Hipotonik merupakan cairan yang mempunyai osmolitas lebih rendah dibandingkan dengan cairan tubuh (normasalin atau NaCl 0,45%) gunanya untuk mengganti cairan seluler karena cairan ini bersifat hipotonik dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainnya untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. c) Cairan Hipertonik merupakan cairan yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi dari cairan tubuh yang berguna untuk menggantikan cairan intraseluler (dekstrosa 5% di tambahkan pada normasalin atau larutan ringer). 3) Selang Infus Selang infus adalah selang plastik yang dibuat secara khusus untuk bergabung dengan jarum plastik atau dimasukkan kepembuluh darah vena dengan perantara kanula atau jarum infus. 4) Kanula (Jarum Infus) Sebagian besar infus intravena sering menggunakan ukuran 20 atau 22 untuk ukuran dewasa. Runcingan jarum yang pendek mengurangi tingkat kerusakan pembuluh darah vena. Jarum suntik kupukupu pemakaiannya lebih mudah. 5) Balutan Infus, desinfektan dan tourniquet. Penutup kanula infus terdiri dari : kassa steril, plester dan verban. Sedang kapas alkohol digunakan untuk mengusap daerah yang akan ditusuk jarum atau kanula infus dan tourniquet untuk membendung aliran darah vena yang akan dipasang infus. a. Komplikasi Pemasangan infus Terdapat 2 komplikasi yang berhubungan dengan terapi cairan parenteral di antaranya: b. Komplikasi Sistemik 1. Kelebihan Beban Cairan Membebani sistem sirkulatori dengan cairan intravena yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dispnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk dan kelopak mata membengkak. Penyebab yang mungkin muncul termasuk infus larutan IV yang cepat atau penyakit hati, jantung, atau ginjal. 2. Emboli Udara. Emboli udara paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-vena sentral. Adanya embolisme udara mungkin dimanisfestasikan dengan dispnea dan sianosis. Hipotensi ; nadi yang lemah, cepat, hilangnya kesadaran dan nyeri dada, bahu, dan punggung bawah. 3. Septikemia Adanya subtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian dapat mecetuskan terjadinya reaksi demam dan septikemia. Dengan reaksi semacam ini, perawat dapat melihat kenaikan suhu tubuh mendadak segera setelah infus dimulai, sakit punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernapasan, mual, muntah, diare, demam dan mengigil, malaise umum dan jika parah, kolaps vaskuler. 4. Infeksi Infeksi beragam dalam keparahannya mulai dari keterlibatan lokal dan tempat penusukan sampai penyebaran sistemik organisme melalui aliran darah, seperti

5 763 pada septikemia. Tindakan untuk mencegah infeksi merupakan hal yang penting pada saat melakukan pemasangan jalur IV dan sepanjang periode pemberian infus. B. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo: 2007; Wawan dan Dwi: 2010). Faktor-faktor yang ada hubungannya dengan pengetahuan adalah tingkat pendidikan, umur, tempat tinggal, status ekonomi, status pekerjaan, dan status sosial. 1. Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan. a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek. b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang posistif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. 2. Tingkat pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam membubuhkan kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimuli terhadap tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah yang dimulai ketika seseorang mengalami suatu kejadian. b. Memahami (comprehension) Diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat meginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (application) Merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). d. Analisis (analysis) Adalah suatu kemampuan untuk menggunakan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (syinthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada. f. Evaluasi ( evaluation ) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Dalam memperoleh pengetahuan diperlukan adanya proses belajar. Belajar antara lain berusaha mengetahui hal-hal baru, teknik baru, metode baru, cara berfikir baru bahkan perilaku baru. Salah satu bentuk nyata dari telah seseorang adalah perubahan

6 764 dalam persepsi, perubahan dalam kemauan dan perubahan dalam perilaku. C. Perawat Upaya keperawatan kesehatan masyarakat adalah pelayanan profesional yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan di puskesmas yang dilaksanakan oleh perawat. Perawat puskesmas mempunyai tugas pokok memberikan keperawatan dalam bentuk asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Peran dapat diartikan sebagai seperangkat prilaku yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Jika seorang perawat, peran yang dijalankannya harus sesuai dengan lingkup kewenangan perawat. Peran menggambarkan otoritas seseorang dalam memiliki peran yang sama. Kesamaan peran bukan berarti sama dalam segala hal. Peran boleh sama tetapi ruang lingkup atau kewenangan masing- masing profesi tentu berbeda (Asmadi, 2008). Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik professional (Mubarak, 2009). 1. Elemen Peran Perawat Menurut pendapat Doheny (dalam Mubarak, 2009) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : Pemberi Perawatan (Care Giver)Pada peran ini perawat harus mampu memberikan pelayanan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai masalah yang kompleks. Memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis (Mubarak, 2009). b. Pembela Klien (Client Advocate) Sebagai pembela klien tugas perawat disini adalah bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterprestasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberi informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien yang sakit dan dirawat akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan (Mubarak, 2009). Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan tersebut termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien. Hak- hak klien antara lain, hak atas pelayanan yang sebaikbaiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sediri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan. Hak-hak tenaga kesehatan antara lain, hak atas informasi yang benar, hak untuk bekerja sesuai standar, hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien, hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok, hak atas rahasia pribadi dan hak atas balas jasa (Disparty, dalam Mubarak, 2009). D. Kepatuhan Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur, dan displin. Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang professional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Setiadi, 2010). Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi (Sarwono, 2011) Ketidakpatuhan adalah perilaku yang dapat menimbulkan konflik yang dapat menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ditujukan. Perilaku ini dapat berbentuk verbal dan nonverbal. Perilaku ini terbagi menjadi tiga jenis menurut Murphy dalam Swansburg (2010), yaitu: (1) Competitive Bomber yang

7 765 mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam dan dengan wajah yang cemberut dapat pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. (2) Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Orang tipe ini dapat bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan, hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang lainnya. (3) Advoider yang bekerja dengan menghindarkan kesepakatan, berpartisipasi dan tidak berespon terhadap manajer perawat. 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Setiadi, 2013), terbagi atas dua yaitu: a. Faktor Internal 1) Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting membentuk tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010). Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo (2010), yang mengutip pendapat (Rogers, 2009), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan. Tingkatan pengetahuan mencakup enam pengetahuan, yaitu: a) Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. b) Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan meyimpulkan. c) Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukumhukum, rumus, metode dalam situasi nyata. d) Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. e) Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f) Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri. 2) Sikap Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadiaan, perasaan, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan. Sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap pekerjaan dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi (Ivancevich et al, 2013). Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yang menurut Notoatmodjo (2009), terdiri dari menerima, menanggapi, menghargai, bertanggung jawab. Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional. 3) Kemampuan

8 766 Kemampun adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil. Kemampuan merupakan faktor yang dapat membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah. Kemampuan individu mempengaruhi karateristik pekerjaan, perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki hubungan secara nyata terhadap kinerja pekerjaan (Ivancevich et al, 2010). Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan dan keterampilan seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses penyesuaian ini penting karena tidak ada kepemimpinan, motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat mengatasi kekurangan kemampuan dan keterampilan meskipun beberapa keterampilan dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancevich et al, 2009). 4) Motivasi Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Respon instrinsik ditopang oleh sumber energi, yang disebut motif yang dapat diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau dorongan. Motivasi dapat mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Maslow menyatakan bahwa motivasi didasarkan pada teori holistik dinamis yang berdasarkan tingkat kebutuhan manusia. Individu akan lebih puas bila kebutuhan fisiologis telah terpenuhi dan apabila kebutuhan tersebut tercapai maka individu tersebut tidak perlu dimotivasi. Tingkat kebutuhan yang paling mempengaruhi motivasi adalah tingkat kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan upaya individu tersebut untuk menjadi seseorang yang seharussnya (Ivancevich et al, 2011). dapat menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan (Swansburg, 2012). Metode Penelitian A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penilitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang pemasangan infus dan kepatuhan melaksanakan prosedur tetap pemasangan infus di Unit Gawat Darurat RS TK II Pelamonia Makassar. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan dari suatu variable yang menyangkut masalah yang diteliti (Suyanto 2011). Populasi pada penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat RS Pelamonia Makassar. Jumlah perawat di IGD sebanyak 22 orang. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga mewakili populasinya. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh populasi penelitian yang berjumlah 22 orang perawat. Jadi bisa dikatakan pada penelitian ini adalah penelitian populasi. Tehnik Sampling dalam penelitian ini, menggunakan Sampling Jenuh. Tehnik sampling jenuh adalah tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. C. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2006). Dilihat dari sumber datanya pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah secara langsung diambil dari objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi dan sumber sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian (Handoko Riwidikdo, 2006:12).

9 767 Dalam penelitian ini digunakan data primer yaitu data secara lansung diambil dari objek penelitian yaitu perawat Instalasi Gawat Darurat RS TK II Pelamonia Makassar. Pembahasan A. Hasil Penilitian Penilitian ini dilakukan di IGD RS TK II Pelamonia Makassar yang dilaksanakan mulai tanggal juli 2015 dengan jumlah sampel 22 responden. Data yang diperoleh dengan cara observasi kepatuhan responden dan membagikan kuisioner kepada responden untuk dijawab kemudian kuisioner dikembalikan kepada peneliti untuk diolah, dan untuk memperoleh Hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang pemasangan infus dengan kepatuhan pelaksanaan protap pemasangan infus di IGD RS TK II Pelamonia Makassar. Setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan kemudian data diolah dan berikut ini peneliti akan menyajikan frekuensi dan persentase dalam bentuk tabel yang dilengkapi dengan penjelasannya. 1. Data Tingkat Pengetahuan Responden Pengetahuan perawat tentang pemasangan infus diukur melalui pengisian kuesioner dan dihitung jawaban yang benar kemudian diprosentasekan dan dikategorikan. Pengetahuan yang diukur adalah kemampuan kognitif yang dimiliki perawat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tindakan pemasangan infus meliputi pengertian, tujuan dan indikasi, peralatan, prosedur, monitoring dan komplikasi dari tindakan pemasangan infus. Dapat kita lihat bahwa dari 22 responden, sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan Baik yaitu sebanyak 21 responden (95,5%). terdapat 1 (4,5%) responden yang memiliki pengetahuan kurang baik. Adanya variasi pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : tingkat pendidikan, umur, tempat tinggal, status ekonomi, status pekerjaan, dan status sosial. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam menumbuhkan kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimuli terhadap tindakan seseorang (Notoatmojo, 2003). Disebutkan juga oleh Notoatmojo (2003) bahwa tingkat pengetahuan juga dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman dapat dikaitkan dengan lamanya masa kerja. Didapatkan data pada responden yang berlatar belakang pendidikan DIII dengan pengetahuan kurang memiliki pengalaman kerja 6 tahun. Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan kedepan (Forward linkage) dan kaitan kebelakang (Backward linkage). Forward linkage berupa bahwa pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsabangsa yang memiliki sistem pendidikan yang bermutu. Backward linkage berupa bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang berkualitas, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat (Jogja diknas.com). Menurut Lubis dan Juwono (1993), dalam Mintarsih (2001), terbatasnya pengetahuan pada latar belakang pendidikan tinggi dapat juga disebabkan karena berbagai kendala yang dihadapi, baik dari pemberi informasi maupun berasal dari sasaran informasi yang menyebabkan informasi tersebut tidak sampai ke sasaran sebagaimana yang diharapkan. Faktor lain yang dapat menyebabkan kurangnya nilai pengetahuan responden juga dapat disebabkan karena faktor situasional dan kesungguhan responden saat mengisi kusioner karena terlihat adanya jawaban yang tidak di isi atau dikosongkan. 2. Data Kepatuhan Responden Kepatuhan responden terhadap protap pemasangan infus diukur melalui observasi pada saat responden melakukan tindakan pemasangan infus. Peneliti mengobservasi responden dari tahap persiapan alat, tahap pre interaksi, tahap interaksi, tahap kerja dan tahap terminasi dengan

10 768 berpedoman pada cheklist yang telah disiapkan. Kategori diperoleh dari penjumlahan skor dari tiap item yang telah ditentukan sebelumnya kemudian diprosentasekan dan dikategorikan. Dapat kita lihat bahwa dari 22 responden, terdapat 21 responden (95,5%) termasuk kategori patuh dan 1 responden (4,5%) termasuk kategori kurang patuh. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan antara lain kemampuan, motivasi, pengetahuan, masa kerja, latar belakang pendidikan, fasilitas atau peralatan, bahan serta kejelasan prosedur. 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Pemasangan Infus dengan Kepatuhan Perawat Melaksanakan Protap Pemasangan Infus Berdasarkan tersebut dapat diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik dan patuh terhadap pelaksanaan protap pemasangan infus terdapat 20 responden (90,9%), responden yang memiliki pengetahuan baik dan kurang patuh terhadap pelaksanaan protap pemasangan infus terdapat 1 responden (4,5%). Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang dan kurang patuh terhadap pelaksanaan protap pemasangan infus terdapat 1 responden (4,5%). Hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,001. Nilai p < α (0,05) yang artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan protap pemasangan infus di IGD RS TK II Pelamonia Makassar. Dari hasil penelitian ini peneliti berpendapat bahwa perawat yang memiliki pengetahuan baik tentang pemasangan infus tentu akan patuh dalam melaksanaan prosedur tetap (protap) pada saat memasang infus. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, karena dengan pengetahuan, perawat mengerti hal-hal yang harusnya dipatuhi, agar tidak terjadi resiko yang tidak diinginkan. Keberhasilan pengendalian infeksi nasokomial, baik itu pada tindakan pemasangan infus maupun tindakan invansif lainnya, bukanlah ditentukan dari canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar. Adapun dalam penelitian ini ditemukan responden yang kurang patuh itu disebabkan karena beberapa faktor yang berhubungan dengan penerapan standar pemasangan infus antara lain: latar belakang pendidikan, pengetahuan, fasilitas, dan lingkungan. Untuk memaksimalkan tujuan terapi intravena dan meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan, perawat diharapkan memiliki pengetahuan yang tinggi dan patuh terhadap prosedur yang telah ditetapkan, dan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada klien. Perawat yang memiliki pengetahuan baik belum tentu memiliki kepatuhan baik pula, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan antara lain kemampuan, motivasi, pengetahuan, masa kerja, latar belakang pendidikan, fasilitas atau peralatan, bahan serta kejelasan prosedur. Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan berbeda dengan seseorang yang lain, meskipun pendidikan dan pengalamannya sama, dan bekerja pada suatu pekerjaan atau tugas yang sama. Artinya kemampuan tersebut dapat berkembang karena pendidikan atau pengalaman tetapi sampai pada batasbatas tertentu saja. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku (Sbortell & Kaluzny, 2009:59). Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan kepatuhan perawat dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.

11 769 Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah : 1. Sebagian besar perawat di Instalasi Gawat Darurat RS TK II Pelamonia Makassar memiliki pengetahuan yang baik tentang pemasangan infus. 2. Sebagian besar perawat di Instalasi Gawat Darurat RS TK II Pelamonia Makassar patuh terhadap prosedur pemasangan infus. 3. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang pemasangan infus dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakn protap pemasangan infus di instalasi gawat darurat RS TK II Pelamonia Makassar. B. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Institusi Perlu terus dilakukannya peningkatan dan mempertahankan kepatuhan perawat melaksanakan protap pemasangan infus untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan protap dan memperhatikan aspek-aspek yang terkait dengan pelaksanaan protap. 2. Perawat a. Diharapkan terus meningkatkan kepatuhannya dalam pelaksanaan protap pemasangan infus untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. b. Diharapkan lebih memperhatikan tiap point pada tindakan pemasangan infus seperti pada penggunaan pengalas atau modifikasinya dan mencuci tangan dengan desinfektan sebelum dan sesudah melakukan tindakan untuk mencegah transmisi mikroorganisme. 3. Peneliti Menambah wawasan peneliti dan memperkaya ilmu Pengetahuan dibidang kesehatan khususnya yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat dalam melaksanakan prosedur pemasangan infus. Dan peneliti ikut serta dalam mematuhi pelaksanaan prosedur pemasangan infus yang telah ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA Akrodhana, (2007). Kepatuhan Petugas Dalam Melaksanakan Prosedur Tetap Menjahit Luka di Unit Gawat Darurat RSUD Kabupaten Sleman, Skripsi, Falkutas Kedokteran UGM, Yogyakarta. (Unpublished). Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur PeneIltian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : PT Rineka Cipta. Brunner & Suddarth, (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8, Jakarta: EGC. Mubarok. B., (2009). Perawat Sebagai Pendidik, Jakarta: EGC. Notoatmojo. (2010).Teori pengetahuan kepatuhan perawat Elly. N & Ratna S.S, (2013). Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal- Bedah, Jakarta: EGC. Handayani, (2006). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Protap Pemasangan dan Dressing Kateter Uretra di Bangsal Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi, Falkutas Kedokteran UGM. Yogyakarta. (Unpublished). Lestari (2001). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Proses Pendokumentasian di Rawat Inap RSU Tidar Magelang. Skripsi, Falkutas Kedokteran UGM, Yogyakarta. (Unpublished). Perry & Potter, (2013). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktek Edisi 4, Jakarta: EGC. Sudarwati. (Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pada Kepatuhan (Compliance) Petugas Imunisasi di Kodya Semarang. Tesis, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. (Unpublished). Setyaningsih, (2006). Perilaku Perawat Dalam Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Kasus Bedah di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Tesis, Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. (Unplished). Sugiono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta.

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Di Indonesia, infeksi merupakan salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS Wiwin Hindriyawati 1, Rosalina 2,Wahyuni 2 INTISARI Latar Belakang: Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar praktik keperawatan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN SIKAP MENCEGAH INFEKSI NOSOKOMIAL PADA KELUARGA PASIEN DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak-anak usia sekolah adalah kelompok usia yang sangat rentan terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan, kebersihan, gizi yang buruk ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah sakit Islam Kendal adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh amal usaha muhammadiyah. Rumah sakit tipe C yang sudah terakreditasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN STRES KERJA DI INSTALASI RAWAT INAP RSU ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN STRES KERJA DI INSTALASI RAWAT INAP RSU ISLAM SURAKARTA SKRIPSI 0 HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN STRES KERJA DI INSTALASI RAWAT INAP RSU ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Di ajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan Disusun Oleh: NAMA : JAZA

Lebih terperinci

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI 1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena

Lebih terperinci

Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan

Lebih terperinci

Oleh : Rahayu Setyowati

Oleh : Rahayu Setyowati FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT DAN INSTALASI RAWAT INAP RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN INFUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP PROF.DR.R.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN INFUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP PROF.DR.R. HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN INFUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP PROF.DR.R.D.KANDOU MANADO Tirsa Yuniske Kaloa Lucky T.Kumaat Mulyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemasangan infus adalah suatu prosedur pemberian cairan, elektrolit ataupun obat secara langsung kedalam pembuluh darah vena yang banyak dalam waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN METODE PENUGASAN DALAM MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP) DI RSUD WATES

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN METODE PENUGASAN DALAM MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP) DI RSUD WATES HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN METODE PENUGASAN DALAM MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP) DI RSUD WATES Annisa Nur Erawan INTISARI Latar Belakang : Perawat merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 1. Pengetahuan 1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan urin.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan urin. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Kepatuhan Dalam Pelaksanaan Standar Operating Prosedur (SOP) Pemasangan Kateter Urin Di Bangsal Rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Mohamad Judha INTISARI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho Prodi S1 Keperawatan STIKES.......ABSTRAK.....

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini kondisi persaingan antar rumah sakit di Indonesia semakin tinggi, setiap rumah sakit saling berpacu untuk memperbaiki standar mutu pelayanannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus berhubungan dengan klien dan keluarganya sejak kelahiran sampai kematian. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT DENGAN TINDAKAN TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ATAS PRIVASI KLIEN TAHUN 2015

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT DENGAN TINDAKAN TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ATAS PRIVASI KLIEN TAHUN 2015 HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT DENGAN TINDAKAN TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ATAS PRIVASI KLIEN TAHUN 2015 Fras Hinang Hawirami¹ Chrisnawati² Sr.Imelda Ingir Ladjar³ SekolahTinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cuci Tangan 2.1.1 Pengertian cuci tangan Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan pasien dan peran perawat dalam upaya penyembuhan pasien menjadi sangat penting. Seorang perawat dituntut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PENANGANAN FAJR DAN AL-HAJJI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PENANGANAN FAJR DAN AL-HAJJI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PENANGANAN PASIEN PASCA BEDAH DENGAN GENERAL ANESTESI DIRUANG AL- FAJR DAN AL-HAJJI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keselamatan Pasien (Patient Safety) a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO). Keselamatan

Lebih terperinci

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai penyakit diantaranya adalah penyakit infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat. Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka akibat benda tajam yang terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan di rumah

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Dede Dwi Lestari Amatus Yudi Ismanto Reginus T. Malara Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode (Udjianti,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) mengatakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi merupakan penyembuhan penyakit dengan jalan memotong dan mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi, dirawat inap dan jenis operasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MELAKSANAKAN PENDOKUMENTASIAN ASKEP DI RUANG RAWAT INAP RS JIH YOGYAKARTA ABSTRACT

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MELAKSANAKAN PENDOKUMENTASIAN ASKEP DI RUANG RAWAT INAP RS JIH YOGYAKARTA ABSTRACT Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat (Widuri) HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MELAKSANAKAN PENDOKUMENTASIAN ASKEP DI RUANG RAWAT INAP RS JIH YOGYAKARTA Widuri 1, Maryadi 2, Lestari

Lebih terperinci

INTISARI HUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERAWATAN PASCA HOSPITALISASI DI DESA GEDANGAN GROGOL SUKOHARJO

INTISARI HUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERAWATAN PASCA HOSPITALISASI DI DESA GEDANGAN GROGOL SUKOHARJO INTISARI HUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERAWATAN PASCA HOSPITALISASI DI DESA GEDANGAN GROGOL SUKOHARJO Dina Risnawati¹, Idris Yani Pamungkas ², Anik suwarni ³ Latar belakang:

Lebih terperinci

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Sastriani STIKES MARENDENG ABSTRAK Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua manusia selama menjalankan kehidupan menghendaki dirinya selalu dalam kondisi sehat. Sehat bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang Kesehatan Republik

Lebih terperinci

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPDA PASIEN DI RS AISYIYAH BOJONEGORO. Abstrak

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPDA PASIEN DI RS AISYIYAH BOJONEGORO. Abstrak HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPDA PASIEN DI RS AISYIYAH BOJONEGORO 1 Megarista Aisyana, 2 Iin Rahayu Abstrak Hubungan yang harmonis antara perawat rumah sakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kohort deskriptif dengan metode pendekatan kuantitatif yang diarahkan untuk mengetahui kejadian phlebitis pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN Oleh : Esti Ratnasari dan Muhammad Khadziq Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan keperawatan (Depkes

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan keperawatan (Depkes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan zaman, banyak perubahan yang terjadi di dunia dengan adanya perkembangan, baik dibidang teknologi maupun dalam peningkatan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petugas kesehatan yang paling sering berinteraksi dan paling lama kontak dengan pasien dalam memberikan asuhan salah satunya adalah perawat (Nursalam, 2011). Perawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah penyakit neurologis terbanyak yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan sensorik. Kelemahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jenis korelasi dan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah dengan menggunakan metode deskriptif study korelasi (Correlation Study ) dengan pendekatan belah lintang (cross

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 Fransisca Imelda Ice¹ Imelda Ingir Ladjar² Mahpolah³ SekolahTinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di bawah tiga tahun rata-rata mengalami 3 episode diare setiap tahun (Kosek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di bawah tiga tahun rata-rata mengalami 3 episode diare setiap tahun (Kosek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan penyebab kematian dan kesakitan di negara berkembang, dan penyebab penting dari malnutrisi. Pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anakanak di bawah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. sosial dan medis berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap

BAB I PENDAHULUAN. pada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. sosial dan medis berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang berkembang di Indonesia sangat beragam macamnya, diantaranya ada rumah sakit, Puskesmas, dokter keluarga. Rumah sakit memberikan pelayanan

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL 3 Yunita Puspasari ABSTRAK Infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini tidak hanya berkaitan dengan rumah sakit sebagai tempat pelayanan medis namun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore.

BAB I PENDAHULUAN. yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat tekanan dari luar yang berlebihan. Umumnya

Lebih terperinci

Dwi Sulistyowati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan. Keywords: Knowledge, Attitudes, Behaviors, Inos, Nurse.

Dwi Sulistyowati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan. Keywords: Knowledge, Attitudes, Behaviors, Inos, Nurse. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG INFEKSI NOSOKOMIAL (INOS) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN INOS DI RUANG BEDAH RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Dwi Sulistyowati Kementerian Kesehatan Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus

BAB I PENDAHULUAN. Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) dan Center Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus meningkat. Data pasien hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO Hajar Nur Fathur Rohmah, Zulaikha Abiyah Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SPO PEMASANGAN INFUS OLEH PERAWAT PELAKSANA DI IRNA C NON BEDAH (PENYAKIT DALAM) RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2010

HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SPO PEMASANGAN INFUS OLEH PERAWAT PELAKSANA DI IRNA C NON BEDAH (PENYAKIT DALAM) RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2010 HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SPO PEMASANGAN INFUS OLEH PERAWAT PELAKSANA DI IRNA C NON BEDAH (PENYAKIT DALAM) RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2010 M. Ilhamdi Rusydi*, Nova Fridalni**, Yani Nurman ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah Institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat

Lebih terperinci