PENGARUH TEKANAN KEMPA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK BAMBU LAMINASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH TEKANAN KEMPA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK BAMBU LAMINASI"

Transkripsi

1 Media Teknik Sipil, Volume XI, Juli 2011 ISSN PENGARUH TEKANAN KEMPA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK BAMBU LAMINASI Agus Setiya Budi 1) 1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS, Jl. Ir Sutami 36 A Solo ashetya@yahoo.com Abstrak Pesatnya pertumbuhan perumahan telah mengakibatkan penggunaan kayu secara besar-besaran yang dapat membahayakan kelestarian hutan. Sehingga perlu bahan alternatif lain sebagai pengganti kayu, salah satunya adalah bambu. Bambu dapat digunakan sebagai material pengganti kayu karena bambu memiliki beberapa keunggulan bila dibanding dengan kayu, terutama mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Agar supaya diperoleh ukuran balok bambu yang sesuai dengan kebutuhan struktural, diperlukan teknik pengolahan bambu yaitu teknik bambu laminasi. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tekanan kempa terhadap kapasitas lentur balok laminasi bambu Peting. Balok laminasi dibuat dari bambu Peting dengan dimensi 60x120x2600 mm.; jenis perekat yang digunakan Urea Formaldehyde (UF) dan Melamine Formaldehyde (MF), dimensi bilah yang digunakan 15x5 mm dan 25x5 mm; dan tekanan pengempaan yang digunakan 1,5 MPa dan 2,5 MPa. Pengujian balok laminasi dilakukan dengan sistem pembebanan four point pada bentang 2400 mm, diatas tumpuan sendi-rol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemakaian tekanan kempa 2,5 MPa, mempunyai kekuatan menahan beban maksimum dan tegangan lentur masing-masing 6,33% dan 6,45% lebih besar daripada pemakaian tekanan kempa 1,5 MPa. Kata kunci: Bambu laminasi, tekanan kempa, MOR, MOE Abstract The rapid growth in housing has led to the use of large timber that could endanger the sustainability of forest. So need another alternative materials instead of timber, one of them is bamboo. Bamboo can be used as a timber substitute materials because bamboo has several advantages when compared with timber, especially a tensile strength of a very high. In order to obtain the bamboo beam size in accordance with structural requirements, bamboo processing techniques are required the technique of laminated bamboo. This research is to determine the effect of clamp pressure on the bending capacity of Peting laminated bamboo beams. Laminated beams made from bamboo Peting with 60x120x2600 mm dimensions; the type of adhesive used Urea Formaldehyde (UF) and Melamine Formaldehyde (MF); the dimension of stripped bamboo used 15x5 mm and 25x5 mm; and used clamp pressure 1,5 MPa and 2,5 MPa. Laminate beam test carried out by a four-point loading system on the 2400 mm span, above the support hinge-rollers. Results showed that the use of clamp pressure 2.5 MPa, has a maximum load strength and bending stress respectively 6.33% and 6.45% higher than the use of clamp pressure 1.5 MPa Keywords: Laminated bamboo, clamp pressure, MOR, MOE 1. PENDAHULUAN Sebagian besar wilayah Indonesia termasuk dalam wilayah rawan gempa bumi. Gempa bumi yang berkekuatan cukup besar merupakan salahsatu potensi bencana alam yang dapat merusakan sarana dan prasarana kebutuhan manusia, terutama seperti terjadinya kerusakan struktur pada suatu bangunan rumah yang secara langsung dapat mengancam jiwa penghuninya. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah penggunaan material struktur yang kuat dalam merespon beban gempa, terutama pada material yang bersifat organik seperti penggunaan kayu. Hampir pada setiap bangunan rumah maupun gedung menggunakan bahan kayu. Hal tersebut dapat dijumpai antara lain pada pemakaian struktur tiang/kolom, struktur kuda-kuda, struktur atap, plafon, kusen pintu dan jendela [1]. Seiring dengan meningkatnya perkembangan jumlah penduduk, kebutuhan akan perumahan meningkat pula, yang juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan kayu, apalagi kalau dilihat bahwa kayu dalam bentuk kayu lapis juga dipakai sebagai sumber devisa negara. Kebutuhan kayu yang berlebihan akan dapat mengakibatkan penebangan kayu hutan dalam jumlah banyak dan membahayakan kelestarian hutan. Untuk menjaga kelestarian hutan, kiranya perlu dicari bahan bangunan lain sebagai pengganti kayu hutan, diantaranya adalah bambu [2]. Untuk keperluan struktur bangunan, utamanya balok, kekuatan elemen balok struktur merupakan unsur utama yang harus diperhatikan, sehingga pemakaian 70

2 secara langsung batang bambu sebagai balok struktur dirasa masih belum cukup mampu. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkanlah teknik pengolahan balok bambu dengan cara laminasi, yaitu menggabungkan sejumlah lapisan-lapisan bilah bambu yang direkatkan menjadi satu kesatuan menjadi suatu elemen balok dengan panjang bentang dan dimensi penampang yang dibutuhkan [1]. Teknik perekatan dengan bahan porus memerlukan alat pengempaan. Proses pengempaan dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe pengempaan dingin dan tipe pengempaan panas. Pengempaan tipe dingin lebih unggul dibandingkan tipe pengempaan panas karena lebih murah pada ongkos dan dapat dilaksanakan pada pembuatan produk laminasi struktural [3]. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan membahas besar tekanan kempa yang dipakai yang dapat menghasilkan kekuatan lentur yang paling tinggi sehingga dapat direkomendasikan sebagai bahan utama dalam pembuatan balok bambu laminasi. Berdasar permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini membahas tentang pengaruh tekanan kempa terhadap kapasitas lentur pada balok bambu laminasi. Pada penelitian ini, tinjauan bahasan dibatasi pada tekanan kempa yang digunakan, yaitu tekanan kempa 1,5 MPa dan 2,5 MPa. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu peting dengan dimensi penampang bilah penyusun balok laminasi ukuran 15x5 mm dan 25x5 mm, bahan perekat yang digunakan adalah Urea Formaldehyda (UF) dan Melamine Formaldehyda (MF) dengan jumlah perekat terlabur menggunakan 50/MDGL serta dimensi penampang balok laminasi 6x12 cm. 2. TINJAUAN PUSTAKA Bambu Peting termasuk jenis dengan nama botani Gigantochloa Species, mempunyai rumpun yang tidak terlalu rapat. Warna kulit batang kehijauan, tinggi batang berkisar antara m, panjang ruas cm, diameter 8-12 cm, dan ketebalan dinding antara 0,3-1,5 cm [1]. Penelitian oleh Morisco ( ) [2], memperlihatkan kekuatan tarik bambu dapat mencapai sekitar dua kali kekuatan tarik baja tulangan. Sebagai pembanding dipakai baja tulangan beton dengan tegangan luluh sekitar 240 MPa yang mewakili baja beton yang banyak terdapat dipasaran. Dari penelitian diperoleh bahwa kuat tarik kulit bambu ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 500 MPa, sedang kuat tarik rata-rata bambu petung juga lebih tinggi dari tegangan luluh baja, hanya satu spesimen yang mempunyai kuat tarik lebih rendah dari tegangan luluh baja. Pengempaan bertujuan untuk menempelkan lebih rapat sehingga garis perekat yang terbentuk dapat berbentuk serata, setipis dan sepejal mungkin dengan ketebalan garis [3]. Semakin tebal garis perekat ternyata kekuatan rekat yang dihasilkan justru semakin rendah [3]. Oleh karenanya penekanan rakitan yang cukup kuat dan seragam serta homogen pada semua permukaan bahan direkat sangat penting dan diharuskan. Pengempaan ini mengakibatkan pula penekanan perekat agar mengalir ke sisi atau rneresap ke dalam bahan direkat (penetration) dengan meninggalkan sebagian perekat yang tetap berada di permukaan bahan direkat dalam bentuk film perekat yang kontinyu dan dilanjutkan dengan pengerasan perekat untuk menahan ikatan permukaan agar tetap kuat [4]. Besar pengempaan yang sering direkomendasikan untuk perekatan kayu adalah sebesar psi dan tebal garis perekat untuk perekat UF setebal 0,002 in sedang untuk RF 0,010 in [3]. Besar tekanan yang diberikan menurut Tsoumis (1991) adalah sebesar 0,7 MPa untuk kayu lunak dan 1 MPa untuk kayu keras. Teknik perekatan dengan bahan porus memerlukan alat pengempaan. Proses pengempaan dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe pengempaan dingin dan tipe pengempaan panas. Pengempaan tipe dingin lebih unggul dibandingkan tipe pengempaan panas karena lebih murah pada ongkos dan dapat dilaksanakan pada pembuatan produk laminasi struktural) [3]. Menurut Masrizal (2004: 53-54) [5], pada variasi tekanan pengempaan 0,5 MPa, 1 MPa, 1,5 MPa dan 2 MPa yang diberikan pada balok laminasi dengan dimensi yang sama didapat hasil bahwa beban maksimum yang mampu ditahan balok sebesar N pada tekanan kempa 1,5 MPa. Rerata beban maksimum memiliki kecenderungan naik dari tekanan pengempaan 0,5 MPa sampai 1,5 MPa dan memiliki kecenderungan turun dari tekanan pengempaan 1,5 MPa sampai 2 MPa. Pemberian tekanan pengempaan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan menurunnya kekuatan rekatan, hal ini akibat dari penekanan itu terdesaknya molekulmolekul pada garis perekat dan berpindah dari permukaan bahan ke dalam bahan direkat (penetrasi) dan perpindahan ke samping dan ke luar dari rakitan perekatan (squeeze out). Oleh sebab itu besarnya tekanan harus diperhitungkan terhadap kejadian ini dan dipilih tekanan yang nilainya sesuai dan tepat agar perekat tidak berlebihan masuk ke bahan direkat (penetrasi berlebih) dan perekat keluar berlebihan ke samping atau sisi rakitan (over penetration and squeeze out). [3]. 71

3 Struktur glulam (glue laminated) memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan kayu gergajian yang solid. Yakni ukuran dapat dibuat lebih tinggi dan lebih lebar, bentangan lebih panjang dan konfigurasi bentuk difabrikasi dengan mudah. Karakteristik penting balok glulam menghasilkan kekuatan yang lebih dibandingkan lapisan tunggal serta deformasi yang terjadi lebih kecil [6]. Tipe perekat yang digunakan pada pembuatan produk Canadian Timber ada dua jenis, yaitu urea formaldehyde (UF) yang hanya cocok untuk produk dalam ruangan (interior use) dan phenol formaldehyde (PF) yang digunakan untuk aplikasi di luar ruang (external use). Perekat UF sangat ekonomis dan mudah perawatannya, tetapi tidak cocok pada kondisi udara yang lembab. Untuk alasan inilah perekat UF digunakan untuk panel yang non struktural seperti particleboard dan hardtimber plytimber [7]. Brown dkk (1952) dalam Setyadi (2002:8) [4], menyatakan perekatan kayu tidak mungkin mengabaikan perekatan mekanik, karena kayu adalah bahan porus sehingga menyokong terjadinya perekatan mekanik. Dengan kata lain teori perekatan mekanik tetap mempunyai kontribusi tertentu walaupun seringkali tidak menentukan pada perekatan yang dibahas dengan spesifik. Selanjutnya dapat disimpulkan untuk perekatan kayu spesifik dan perekatan mekanik berjalan beriringan atau bahkan berinteraksi sehingga kekuatan perekatan merupakan resultante kedua proses. Mc. Bain (1922, 1926, 1932) dalam Kollmann dkk. (1975:3) [7], menerangkan bahwa perekatan mekanik dapat terjadi karena gaya pengempaan yang disebabkan oleh suatu mekanisme meresapnya perekat kedalam tubuh substrat, mengeras dan mengakibatkan suatu kondisi pencekeraman (interlocking) perekat dalam tubuh bahan yang direkat. Perekat spesifik disebabkan oleh kekuatan tarik menarik atau kekuatan adhesi antara molekul-molekul perekat dengan molekul substrat. Kekuatan perekat spesifik ditentukan oleh kesesuaian dan kecocokan antara molekul-molekul di permukaan bahan direkat dengan molekul-molekul perekat. Perekat UF jenis kempa panas (hot press) hanya sesuai untuk penggunaan non struktural (plytimber, papan chip dan lainnya). Perekat UF setting dingin (cold press) cocok untuk keperluan struktural. Penggunaan UF pada kayu sangat cocok untuk kandungan kadar air antara 7 sampai 15% [8]. UF merupakan bahan berwama putih dan encer. Perekat ini mempunyai sifat hanya tahan terhadap pengaruh cuaca di dalam rumah dan segera menampakan kegagalan apabila digunakan di luar rumah, tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban yang ekstrim, tidak bersifat meracun, tidak mudah terbakar. Bentuk dari perekat ini berupa larutan atau cairan yang mempunyai sifat tidak stabil dalam penyimpanannya karena sangat terpengaruh dengan keadaan luar sehingga dalam penyimpanannya harus pada tempat yang mempunyai pengatur suhu atau dengan suhu dan kelembaban rumah [3]. Dalam penelitian ini menggunakan teknik perekatan dengan pelaburan dua sisi bidang permukaan yang disebut MDGL (Multilayer Double Glue Line). Di laboratorium, satuan perekat dikonversikan menjadi lebih sederhana yang disebut GPU (gram pick up): S.A GPU = (1) 317,5 dengan GPU adalah Gram Pick Up (gram), S adalah perekat yang dilaburkan (pound/msgl atau pound/mdgl), A adalah luas bidang yang akan direkatkan (inch 2 ). Apabila bidang rekat dihitung dalam satuan centimeter persegi, Persamaan 1 menjadi Persamaan 2: S.A GPU = (2) 2048,3 Menurut Gere (2000) [9], besar tegangan lentur pada balok dapat dicari menggunakan persamaan: P. a Pa.. y σ = = (3) S I dengan P adalah beban yang bekerja (kg), a adalah jarak pembebanan 1/3 L (cm), y adalah jarak dari sumbu netral (cm), S adalah modulus penampang (cm 3 ) dan I adalah momen inersia (cm 4 ). Tegangan geser pada balok bambu kosong adalah: VQ τ = (4) I. b dengan V adalah gaya geser yang bekerja di penampang, Q adalah momen pertama (statis momen) bagian penampang di luar lokasi tegangan yang dihitung, I adalah momen inersia penampang, b adalah lebar balok di lokasi tegangan geser dihitung. Panjang kritis balok glulam adalah panjang balok dimana terjadi kegagalan lentur dan geser secara bersamaan. Untuk kondisi dua beban pada sepertiga bentang: 72

4 L cr = 6. σ. h 8. τ dengan σ adalah tegangan lentur (N/mm 2 ), h adalah tinggi balok (mm), τ adalah tegangan geser balok glulam (N/mm 2 ), L cr adalah panjang kritis terjadi lentur dan geser bersamaan (mm). Sebagai komponen struktur, maka kapasitas lentur balok kayu laminasi ditentukan berdasarkan harga modulus of rupture yang merupakan tegangan lentur maksimum balok. Untuk tingkat kekakuan balok, yang menjadi tolok ukur adalah besaran modulus elastisitas. Untuk memperoleh harga modulus of rupture (MOR) dan modulus of elasticity (MOE), digunakan hubunganhubungan yang disajikan dalam Persamaan 6 dan Persamaan 7 dengan tipe pembebanan empat titik seperti yang terlihat pada Gambar 2. (5) 6P. MOR = ult a 2 (6) bh Pprop. a 2 2 MOE = (3L 4a ) 24δ. I prop dengan P ult adalah beban ultimit (N), a adalah jarak tumpuan dan beban (mm), P prop adalah beban proporsional (N), δ adalah lendutan proporsional (mm), I adalah momen inersia (mm 4 ), MOR adalah tegangan lentur maksimum balok, L adalah panjang bentang (mm), MOE modulus elastisitas balok. Bekerjanya momen pada elemen lentur akan menimbulkan kelengkungan di sepanjang bentang balok (Persamaan 6). M ϕ = EI Kelengkungan balok laminasi didekati dengan metode beda hingga (finite difference) yaitu central difference, kelengkungan didapat berdasarkan besaran lendutan yang terjadi pada titik yang ditinjau yang bersebelahan pada jarak yang sama. ϕ i = y i 1 2yi + yi+ 1 2 x (7) (8) (9) dengan ϕ adalah kelengkungan balok, M adalah momen lentur yang bekerja, EI adalah faktor kekakuan balok, y i adalah lendutan pada titik tinjauan, y i+1 adalah lendutan di titik sejauh x setelah titik i, y i-1 adalah lendutan di titik sejauh x sebelum titik i, x adalah jarak titik tinjauan. Selanjutnya berdasarkan data beban dan lendutan, dapat ditentukan nilai kekakuan balok. Dalam hal ini terdapat hubungan antara lendutan dan faktor kekakuan untuk tipe pembebanan empat titik seperti ditunjukkan dalam Persamaan 10 berikut: K = δ P (10) dengan P adalah beban yang bekerja (N), δ adalah defleksi balok (mm), K adalah nilai kekakuan balok (N/mm), a adalah jarak beban terhadap tumpuan (mm), EI adalah faktor kekakuan balok (konstanta), L adalah bentang balok (mm). 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian Bambu yang digunakan adalah jenis bambu Peting yang didatangkan dari daerah Salaman, Kabupaten Magelang dalam bentuk lonjoran dengan panjang 12 m dalam kondisi yang masih segar. Bambu yang digunakan untuk bahan balok laminasi ini diambil pada bagian 6 m dari pangkal dengan diameter ratarata antara cm, ketebalan rata-rata antara 0,3-1,5 cm. Bahan perekat yang digunakan adalah jenis perekat thermoset tipe setting dingin atau dapat mengeras dalam suhu ruang. Bahan perekat berupa adonan perekat yang terdiri dari Resin Urea Formaldehyde (UF merk dagang UA-104) dan Melamine Formaldehyde (MF merk dagang MA-204), berupa perekat cair warna putih mendekati warna susu. Bahan pengeras (hardener), adalah jenis garam NH 4Cl berbentuk bubuk berwarna putih, kode HU-12. Bahan pengembang (extender) yang dipergunakan untuk campuran bahan perekat dan pengeras berupa tepung terigu dengan merk dagang Gunung Bromo. 73

5 3.2. Alur Penelitian Pengadaan Bahan Baku 6 25-U-2,5 2, M-2,5 2, M-2,5 2,5 2 Pembuatan benda uji pendahuluan Pengujian benda uji pendahuluan Data Uji Pengolahan Bambu Persiapan Perekat Pembuatan Balok Uji 3.5. Pengujian Balok Laminasi Pengujian balok laminasi dilakukan pada tumpuan sederhana (sendi-rol) dengan dua buah titik pembebanan yang ditumpu secara sederhana dengan sistem four point loading pada jarak sepertiga bentang bebas. Pengekangan lateral disediakan untuk mencegah adanya kontribusi pengaruh tekuk torsi lateral. Dari seting ini diharapkan terjadi keruntuhan lentur pada benda uji. Kumpulan Data Pengujian Pengujian Balok Selanjutnya pembebanan dilakukan secara bertahap dimana beban ditambah dengan penambahan beban dan dilakukan pencatatan lendutan yang terjadi. Selama pembebanan berlangsung diamati kerusakan yang terjadi pada benda uji. Gambar 1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian 3.3. Peralatan Alat-alat yang dipergunakan dalam pengujian fisik dan mekanik bambu adalah: kaliper, oven, mesin gergaji kayu (Circular Panel Saw), timbangan meja, mesin pengujian mekanik TTM (Tokyo Testing Machine). Sedang peralatan untuk pembuatan balok laminasi menggunakan mesin penyerut (planner), mesin perata sisi balok, alat kempa hidrolis, alat cetak balok laminasi yang terbuat dari balok kayu dan pengikat dengan mur baut Benda Uji Balok Laminasi Berikut disajikan tipe benda uji balok laminasi: Tabel 1. Benda uji balok laminasi No. Kode Balok Laminasi Analisis Data Pembahasan Kesimpulan Tekanan Pengempaan (Mpa) Jumlah Benda Uji 1 15-U-1,5 1, U-1,5 1, M-1,5 1, M-1,5 1, U-2,5 2, Gambar 2. Setting up pengujian (sumber, Setiyabudi, A, 2006). Keterangan: 1. Loading Frame 7. Beban Titik 2. Frame 8. Tumpuan Sendi 3. Load Cell 9. Pengekang Lateral 4. Hydraulic Jack 10. Benda Uji 5. Transducer Indikator 11. Tumpuan Rol 6. Balok Pembagi Beban 12. Dial Gauge 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Uji Pendahuluan mm 800 mm Kadar air awal pada sampel benda uji bambu Peting yang diamati berkisar antara 10,53% sampai 21,05% dengan kadar air rata-rata 15,79%. Berdasarkan ketentuan dari pabrik PT. Pamolite Adhesive Industry, persyaratan kadar air untuk perekatan sebesar 6%-12%. Untuk mendapatkan kadar air yang

6 disyaratkan, bambu dijemur terlebih dahulu hingga didapat kadar air berkisar 6% - 12%. Kerapatan pada sampel benda uji bambu Peting yang diamati berkisar antara 0,7 g/cm 3 sampai dengan 0,75 g/cm 3 dengan nilai rata-rata 0,73 g/cm 3. Kerapatan bambu Peting ini dapat diklasifikasikan menurut PKKI-1961 kedalam kelas kuat II dengan rentang berat jenis 0,6-0,9. Hasil pengujian sifat mekanika bambu Peting pada kadar air rerata 10% berupa nilai rata-rata kuat tekan sejajar serat sebesar 58,63 MPa, kuat tekan tegak lurus serat sebesar 6,04 MPa, kuat tarik sejajar serat sebesar 163,42 MPa, kuat geser sebesar 11,67 MPa, kuat lentur (MOR) sebesar 99,58 MPa dan modulus elastisitas (MOE) sebesar 12884,53 MPa. Dari hasil pengujian pendahuluan berupa uji sifat mekanik bambu Peting, dapat dihitung panjang L kritis sesuai Persamaan (5) yaitu 76,7 cm. Agar keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan lentur, maka panjang bentang balok laminasi direncanakan sepanjang 2,4 m Hasil Uji Balok Laminasi Sebelum dilakukan pengujian balok laminasi, terlebih dahulu diukur berapa kadar air balok laminasi tersebut. Dari pemeriksaan diketahui bahwa kadar air rata-rata pada balok uji laminasi adalah 15,1%. Pada proses pengujian pembebanan, beban maksimum yang diperoleh menunjukkan kekuatan atau beban keruntuhan yang mampu ditahan oleh balok laminasi. Dari pengujian yang telah dilakukan, berikut ini dalam Tabel 2 ditampilkan besar rata-rata beban maksimum, dan besar rata-rata tegangan lentur dari balok laminasi. Tabel 2. Beban maksimum dan tegangan lentur ratarata No. Kode Balok Beban Maksimum (N) Tegangan Lentur (MPa) 1 (15-U-1,5) ,20 2 (25-U-1,5) ,57 3 (15-M-1,5) ,14 4 (25-M-1,5) ,37 5 (15-U-2,5) ,57 6 (25-U-2,5) ,03 7 (15-M-2,5) ,40 8 (25-M-2,5) ,52 Selama pengujian direkam besar data-data lendutan dan beban maksimum serta diamati bentuk dan lokasi kerusakan yang terjadi pada balok uji. Berikut ini disajikan contoh grafik hubungan antara besar beban dan besar lendutan yang terjadi pada salah satu balok uji, seperti yang tertera pada Gambar 3 dan Gambar 4. Beban (N) Kurva Beban-Lendutan Balok (25-M-1,5) Lendutan (mm) (25-M-1,5)-1 (25-M-1,5)-2 Gambar 3. Kurva hubungan beban-lendutan balok 25-M-1,5 Beban (N) Kurva Beban-Lendutan Balok (25-U-2,5) Lendutan (mm) (25-U-2,5)-1 (25-U-2,5)-2 Gambar 4. Kurva hubungan beban-lendutan balok 25-U-2,5 Momen (KN-mm) Kurva Momen-Kelengkungan Balok (15-M-1,5) Kelengkungan (1/mm x 10^6) (15-M-1,5)-1 (15-M-1,5)-2 Gambar 5. Kurva momen-kelengkungan balok 15- M-1,5 75

7 Kurva Momen-Kelengkungan Balok (15-M-2,5) Perbandingan Tegangan Lentur terhadap Keruntuhan Balok Momen (KN-mm) Kelengkungan (1/mm x 10^6) (15-M-2,5)-1 (15-M-2,5)-2 Gambar 6. Kurva momen-kelengkungan balok 15- M-2,5 Tegangan Lentur Rerata (MPa) ,5 2,5 Tekanan Kempa (MPa) Dari hasil proses analisis yang telah dilakukan, diperoleh bahwa antara gaya eksternal dan gaya internal pada beban maksimum balok laminasi, relatif telah memenuhi syarat kesetimbangan struktur. Demikian pula diketahui bahwa garis netral balok laminasi tidak berada pada setengah tinggi balok. Hal ini dapat terjadi karena bambu merupakan bahan/material organik sehingga mempunyai sifat tampang yang tidak homogen Pembahasan Berikut disajikan data kekuatan dari hasil uji balok laminasi dalam grafik Gambar 7, 8 dan 9. Beban Maks Rerata (N) Perbandingan Beban Maksimum terhadap Keruntuhan Balok 1,5 2,5 Tekanan Kempa (MPa) Gambar 7. Diagram besar tekanan kempa terhadap beban maksimum Gambar 8. Diagram besar tekanan kempa terhadap tegangan lentur Prosentase (%) Prosentase Selisih Kekuatan pada Tekanan Kempa 2,5 MPa dan 1,5 MPa Beban Maks Kategori Tinjauan Teg. Lentur Gambar 9. Diagram prosentase selisih pada tekanan kempa 1,5 dan 2,5 MPa Dari grafik diagram pada Gambar 9 di atas, terlihat bahwa pemakaian tekanan kempa 2,5 MPa mampu menahan beban maksimum rata-rata dan kekuatan tegangan lentur rata-rata masing-masing 6,33% dan 6,45% lebih besar daripada pemakaian tekanan kempa 1,5 MPa. Hal tersebut dapat terjadi karena ketebalan perekat antar sisi bilah pada tekanan kempa 2,5 MPa relatif lebih kecil daripada tekanan kempa 1,5 MPa. 76

8 5. SIMPULAN Dari hasil pengujian balok laminasi dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan bahwa pada pemakaian 2 variasi jenis tekanan kempa yang digunakan yaitu tekanan kempa 1,5 MPa dan 2,5 MPa, didapat hasil bahwa pemakaian tekanan kempa 2,5 MPa, mempunyai kekuatan menahan beban maksimum dan tegangan lentur masing-masing 6,33% dan 6,45% lebih besar daripada pemakaian tekanan kempa 1,5 MPa. 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Setiyabudi, A, 2006, Pengaruh Dimensi Bilah, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa Terhadap Keruntuhan Lentur Balok Laminasi Bambu Peting, Tesis S2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan). [2] Morisco, 1999, Rekayasa Bambu, Nafiri Offset, Yogyakarta. [10] Anonim, 2005, Adhesives Used for Laminated Products, Canadian Timber Council, dhesives/types.php (Akses tanggal 18 Mei 2006). [3] Prayitno, T.A., 1996, Perekatan Kayu, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. [4] Setyadi, A., 2002, Pengaruh Perekat Labur dan Tekanan Pengempaan Terhadap Sifat Fisika dan Mekanika Balok Laminasi Bambu Petung, Skripsi S1, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan) [5] Masrizal, 2004, Pengaruh Gaya Pengempaan terhadap Kuat Lentur Balok Laminasi Vertikal Bambu Petung, Tesis S2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan). [6] Blass, H.J., Aune, P., Choo, B.S., Gorlacher, R., Griffiths, D.R., Hilso, B.O., Raacher, P. dan Steek, G., 1995, Timber Engineering Step 1, First Edition. Centrum Hout, The Nedherlands. [7] Kollmann, F.F.P., Kuenzi, E.W. dan Stamm, A.J., 1975, Principles of Timber Science and Technology, Vol II, Timber Base Materials, Springer-Verlag, Berlin. [8] Fakhri, 2001, Pengaruh Jumlah Kayu Pengisi Balok Komposit Kayu Keruing-Sengon Terhadap Kekuatan dan Kekakuan Balok Kayu Laminasi (Glulam Beams), Tesis S2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan). [9] Gere, J.M. dan Timoshenko, S.P., 2000, Mekanika Bahan, Jilid 1, Edisi Keempat, alihbahasa Bambang Suryoatmono, Penerbit Erlangga, Jakarta. 77

PENGARUH DIMENSI BILAH TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK LAMINASI BAMBU PETING

PENGARUH DIMENSI BILAH TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK LAMINASI BAMBU PETING PENGARUH DIMENSI BILAH TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK LAMINASI BAMBU PETING Agus Setiya Budi Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil UNS, Jln Ir. Sutami No.36A Surakarta 57126 Email : ashetya@yahoo.com

Lebih terperinci

KAPASITAS LENTUR BALOK BAMBU WULUNG DENGAN BAHAN PENGISI MORTAR

KAPASITAS LENTUR BALOK BAMBU WULUNG DENGAN BAHAN PENGISI MORTAR Media Teknik Sipil, Volume IX, Juli 9 ISSN 141-976 KAPASITAS LENTUR BALOK BAMBU WULUNG DENGAN BAHAN PENGISI MORTAR Agus Setiya Budi 1) 1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS, jl. Ir. Sutami, 36A Surakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan dan model struktur masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih terus dicari dan diusahakan

Lebih terperinci

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA Nor Intang Setyo H. 1, Gathot H. Sudibyo dan Yanuar Haryanto 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Lebih terperinci

Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan

Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan Abstrak Kayu akasia (acacia mangium) merupakan salah satu

Lebih terperinci

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL Ade Lisantono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kayu merupakan produk hasil alam yang berasal dari tumbuhan atau pepohonan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kebutuhan seperti digunakan

Lebih terperinci

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 190 Vol. 2, No. 2 : 190-203, September 2015 KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various

Lebih terperinci

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 61 Vol. 2, No. 1 : 61-70, Maret 2015 INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber Aryani Rofaida*,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN Devi Nuralinah Dosen / Teknik Sipil / Fakultas Teknik / Universitas Brawijaya Malang Jl. MT Haryono 167, Malang 65145, Indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING

PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING Civil Engineering Dimension, Vol. 8, No. 1, 25 33, March 2006 ISSN 1410-9530 PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING Buan Anshari Dosen Fakultas

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo Abstraksi Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat fisika kayu keruing dan

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY Abdul Rochman 1, Warsono 2 1 Pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

KAPASITAS GESER BALOK BAMBU LAMINASI TERHADAP VARIASI PEREKAT LABUR DAN KULIT LUAR BAMBU

KAPASITAS GESER BALOK BAMBU LAMINASI TERHADAP VARIASI PEREKAT LABUR DAN KULIT LUAR BAMBU Media Teknik Sipil, Volume X, Januari 2010 ISSN 1412-0976 KAPASITAS GESER BALOK BAMBU LAMINASI TERHADAP VARIASI PEREKAT LABUR DAN KULIT LUAR BAMBU Zulmahdi Darwis 1) 1) Fakultas Teknik, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Jurnal Fondasi, Volume 6 No Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Jurnal Fondasi, Volume 6 No Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa PENGARUH TIGA VARIASI TIPE PEREKAT LABUR DAN PENGGUNAAN PASAK VERTIKAL PADA JARAK 15 CM TERHADAP KUAT GESER BALOK BAMBU LAMINASI Zulmahdi Darwis 1, Hendrian Budi Bagus K 2, Muhammad Afiff Isnaini. 3 Jurusan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI Balai Litbang Perumahan Wilayah II Denpasar Puslitbang Perumahan & Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M)

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M) KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M) Johannes Adhijoso Tjondro 1 dan Benny Kusumo 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c)

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c) BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu dan bambu merupakan bahan bangunan yang digunakan sejak jaman dahulu sampai sekarang. Kayu berkualitas saat ini sulit didapatkan, kalaupun ada harganya sangat

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO PERILAKU LENTUR BALOK GLULAM DENGAN VARIASI GAYA KEMPA Kusnindar A.C * Abstract Flexure behaviour of the glulam beam with different pressing force could be known by the

Lebih terperinci

Pengaruh Dimensi dan Bentuk Lamina Zig-zag pada Kekuatan Geser dan Lentur Balok Laminasi-Vertikal Bambu Petung

Pengaruh Dimensi dan Bentuk Lamina Zig-zag pada Kekuatan Geser dan Lentur Balok Laminasi-Vertikal Bambu Petung Mujiman, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Pengaruh Dimensi dan Bentuk Lamina Zig-zag pada Kekuatan Geser dan Lentur Balok Laminasi-Vertikal Bambu Petung Mujiman Program

Lebih terperinci

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL Suci Indah Suryani 1), Agus Setiya Budi 2), Sunarmasto 3) 1) Mahasiswa Program S1 Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret 2) 3) Pengajar Program Studi

Lebih terperinci

MODEL SUSUNAN BILAH BAMBU VERTIKAL ANTAR SISI BILAH YANG SAMA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR

MODEL SUSUNAN BILAH BAMBU VERTIKAL ANTAR SISI BILAH YANG SAMA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR MODEL SUSUNAN BILAH BAMBU VERTIKAL ANTAR SISI BILAH YANG SAMA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR the vertical bamboo-lath series model the same layer over bending collapes SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bambu merupakan tanaman rumpun yang tumbuh hampir di seluruh belahan dunia, dan dari keseluruhan yang ada di dunia Asia Selatan dan Asia Tenggara menyediakan kira-kira

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO BAMBU PETUNG DAN KAYU SENGON TERHADAP KAPASITAS TEKAN KOLOM LAMINASI

PENGARUH RASIO BAMBU PETUNG DAN KAYU SENGON TERHADAP KAPASITAS TEKAN KOLOM LAMINASI TEKNOLOGI DAN KEJURUAN, VOL. 32, NO. 1, PEBRUARI 2009: 71 78 PENGARUH RASIO BAMBU PETUNG DAN KAYU SENGON TERHADAP KAPASITAS TEKAN KOLOM LAMINASI Lezian Arsina Karyadi Sutrisno Abstract: The effect of the

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi bambu dalam menopang keberlanjutan hutan dinilai ekonomis di masa depan. Hutan sebagai sumber utama penghasil kayu dari waktu ke waktu kondisinya sudah sangat

Lebih terperinci

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN http://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal KAPAL 1829-8370 (p) 2301-9069 (e) JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN Pengaruh Suhu Kempa Terhadap Kualitas Balok Laminasi Kombinasi Bambu Petung Dengan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU Ristinah S., Retno Anggraini, Wawan Satryawan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan kayu yang digunakan sebagai bahan baku konstruksi telah lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu gergajian sangat

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

KUAT LENTUR BALOK TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 15 CM

KUAT LENTUR BALOK TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 15 CM KUAT LENTUR BALOK TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 5 CM Alsenda Kemal Pasa ), Agus Setiya Budi 2), Edy Purwanto 3) ) Mahasiswa Program S Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Jurnal aintis Volume 13 Nomor 1, April 2013, 83-87 ISSN: 1410-7783 Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Sri Hartati Dewi Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima

Lebih terperinci

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M)

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M) KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M) Johannes Adhijoso Tjondro 1, Altho Sagara 2 dan Stephanus Marco 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Kapasitas Lentur Balok Beton Tulangan Bambu Ori Takikan Jarak 20 dan 30 mm

Kapasitas Lentur Balok Beton Tulangan Bambu Ori Takikan Jarak 20 dan 30 mm VOLUME 22, NO. 2, DESEMBER 2016 Kapasitas Lentur Balok Beton Tulangan Bambu Ori Takikan Jarak 20 dan 30 mm Agus Setiya Budi E-mail: asb.asb09@yahoo.co.id Endang Rismunarsi E-mail: rismunarsi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi

Lebih terperinci

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ANALISIS ARAH LAMINASI VERTIKAL DAN HORISONTAL TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK BAMBU LAMINASI Gusti Made OKa * Abstract Glued-laminated bamboo beam can be utilized as an

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN EKSPERIMEN PELAT BETON BERTULANG BAMBU LAPIS STYROFOAM

ANALISIS DAN EKSPERIMEN PELAT BETON BERTULANG BAMBU LAPIS STYROFOAM ANALISIS DAN EKSPERIMEN PELAT BETON BERTULANG BAMBU LAPIS STYROFOAM Desinta Nur Lailasari *1, Sri Murni Dewi 2, Devi Nuralinah 2 1 Mahasiswa / Program Studi Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ANALISIS RASIO ANTARA LEBAR DAN TINI BALOK TERHADAP PERILAKU LENTUR KAYU KAMPER usti Made Oka * Abstract Wood use in civil engineering building has shown increasing demand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui. ---- -~ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui. pemanfaatannya sebagai bahan konstruksi sudah sangat lama, jauh sebelwn berkembangnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG Arusmalem Ginting 1 Rio Masriyanto 2 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta 2 Alumni Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG DENGAN LUBANG PADA BADAN BALOK

ANALISIS KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG DENGAN LUBANG PADA BADAN BALOK ANALISIS KAPASITAS BETON BERTULANG DENGAN LUBANG PADA BADAN Yacob Yonadab Manuhua Steenie E. Wallah, Servie O. Dapas Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email : jacobmanuhua@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON Vivi Angraini 1 dan Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1

Lebih terperinci

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENGARUH LUAS TAMPANG DAN POSISI LAPISAN KAYU TERHADAP KEKUATAN BALOK LAMINASI

PENGARUH LUAS TAMPANG DAN POSISI LAPISAN KAYU TERHADAP KEKUATAN BALOK LAMINASI PENGARUH LUAS TAMPANG DAN POSISI LAPISAN KAYU TERHADAP KEKUATAN BALOK LAMINASI Arusmalem Ginting Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta Jurnal Diagonal Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 3, No. 1, November 2011 21 Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana Hery Suroso & Aris widodo Jurusan

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ANALISIS PEREKAT TERLABUR PADA PEMBUATAN BALOK LAMINASI BAMBU PETUNG Gusti Made Oka * Abstract Wood use in civil buildings has shown increasing demand whether for structural

Lebih terperinci

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK Ratna Widyawati 1 Abstrak Dasar perencanaan struktur beton bertulang adalah under-reinforced structure

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

Tegangan Dalam Balok

Tegangan Dalam Balok Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR Rizfan Hermanto 1* 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M)

KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M) KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M) Johannes Adhijoso Tjondro 1, Fina Hafnika 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung E-mail:

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam

Studi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.3 Vol.3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Studi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam DESINTA NUR LAILASARI 1, SRI

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan bahan kebutuhan untuk masyarakat modern masa kini. Beton adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam struktur bangunan. Di Indonesia hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton SNI 03-1974-1990 memberikan pengertian kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK VOLUME 12 NO. 2, OKTOBER 2016 PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU Fengky Satria Yoresta 1, Muhammad Irsyad Sidiq 2 ABSTRAK Tulangan besi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menampilkan hasil pengujian karakteristik material bata dan elemen dinding bata yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Pusat Rekayasa Industri ITB. 4.1. Uji

Lebih terperinci

Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon

Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.3 Vol.3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon ERMA DESMALIANA Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan selain dari pada aspek keamanan. Untuk mempertahankan aspek tersebut maka perlu adanya solusi

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PEREKAT TERHADAP KERUNTUHAN GESER BALOK LAMINASI GALAR DAN BILAH VERTIKAL BAMBU PETUNG

PENGARUH JENIS PEREKAT TERHADAP KERUNTUHAN GESER BALOK LAMINASI GALAR DAN BILAH VERTIKAL BAMBU PETUNG PENGARUH JENIS PEREKAT TERHADAP KERUNTUHAN GESER BALOK LAMINASI GALAR DAN BILAH VERTIKAL BAMBU PETUNG Purnawan Gunawan 1 Abstract Adhesion technology in the form of laminating technique is the technique

Lebih terperinci

KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN

KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN Nor Intang Setyo H. 1, Bagyo Mulyono 2 dan Yanuar

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN Disusun oleh : Yohanes Edo Wicaksono (4108.100.048) Dosen Pembimbing : Ir. Heri Supomo, M.Sc Sri Rejeki

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK Ratna Prasetyowati Putri Alumni Dept. Teknologi Hasil Hutan, IPB ratnathh@gmail.com Fengky Satria Yoresta Divisi Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

UJI KUAT GESER MENGGUNAKAN BAHAN FILLER PADA LAMINASI KAYU AKASIA. Arifal Hidayat

UJI KUAT GESER MENGGUNAKAN BAHAN FILLER PADA LAMINASI KAYU AKASIA. Arifal Hidayat UJI KUAT GESER MENGGUNAKAN BAHAN FILLER PADA LAMINASI KAYU AKASIA Arifal Hidayat Uji Kuat Geser Menggunakan Bahan Filler Abstrak Kayu di Indonesia saat ini sangat sulit ditemui di pasaran, namun kayu Akasia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kuat Tekan Beton Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kayu merupakan material struktural dan banyak disediakan oleh alam dan diminati di beberapa daerah di Indonesia. Material utama pada bangunan tradisional Indonesia

Lebih terperinci

8. Sahabat-sahabat saya dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah membantu dalam menyelesaikan dan menyusun Tugas Akhir ini.

8. Sahabat-sahabat saya dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah membantu dalam menyelesaikan dan menyusun Tugas Akhir ini. KATA HANTAR Puji dan syukur yang melimpah kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala cinta kasih, berkat, bimbingan, rahmat, penyertaan dan perlindungan-nya yang selalu menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sambungan dalam struktur gedung merupakan bagian terlemah sehingga perlu perhatian secara khusus. Seluruh elemen struktur mengalami pembebanan sesuai dengan bagian dan

Lebih terperinci

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL TAKIKAN TIPE U LEBAR 3 CM TIAP JARAK 10 CM DENGAN POSISI KULIT DI SISI DALAM

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL TAKIKAN TIPE U LEBAR 3 CM TIAP JARAK 10 CM DENGAN POSISI KULIT DI SISI DALAM KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL TAKIKAN TIPE U LEBAR 3 CM TIAP JARAK 10 CM DENGAN POSISI KULIT DI SISI DALAM Hapsari Octa Safira 1), Agus Setiya Budi 2), Sugiyarto 3) 1)Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Bambu. Peralatan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Bambu. Peralatan Bangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian tentang bambu sebagai bahan bangunan dalam bentuk utuh/solid maupun dalam bentuk rekayasa bambu laminasi telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS Diajukan Kepada Program Magister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB 1 PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR PERSAMAAN...xiv INTISARI...xv ABSTRACT...xvi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

KAPASITAS LENTUR PLAT BETON BERTULANG BAMBU PETUNG POLOS

KAPASITAS LENTUR PLAT BETON BERTULANG BAMBU PETUNG POLOS ISSN 2354-8630 KAPASITAS LENTUR PLAT BETON BERTULANG BAMBU PETUNG POLOS Hana Hantara 1), Agus Setiya Budi 2), Achmad Basuki 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret 2) 3) Pengajar

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

KAJI NUMERIK DAN EKSPERIMENTAL LENDUTAN BALOK BAJA KARBON ST 60 DENGAN TUMPUAN ENGSEL - ROL

KAJI NUMERIK DAN EKSPERIMENTAL LENDUTAN BALOK BAJA KARBON ST 60 DENGAN TUMPUAN ENGSEL - ROL Jurnal Mekanikal, Vol. 3 No. 1: Januari 01: 1-30 ISSN 086-3403 KAJI NUMERIK DAN EKSPERIMENTAL LENDUTAN BALOK BAJA KARBON ST 60 DENGAN TUMPUAN ENGSEL - ROL Mustafa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG TULANGAN GANDA ABSTRAK

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG TULANGAN GANDA ABSTRAK PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG TULANGAN GANDA David Marteen Tumbur Sinaga NRP: 0321008 Pembimbing: Yosafat aji Pranata, ST., MT. ABSTRAK Salah satu bagian struktural suatu konstruksi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga

Lebih terperinci

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S)

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S) PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S) Astuti Masdar 1, Zufrimar 3, Noviarti 2 dan Desi Putri 3 1 Jurusan Teknik Sipil, STT-Payakumbuh, Jl.Khatib

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAKSI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci