RESISTENSI Salmonella spp. YANG DIISOLASI DARI FESES SAPI IMPOR ASAL AUSTRALIA TERHADAP ANTIBIOTIK ANINDYA KURNIAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESISTENSI Salmonella spp. YANG DIISOLASI DARI FESES SAPI IMPOR ASAL AUSTRALIA TERHADAP ANTIBIOTIK ANINDYA KURNIAWATI"

Transkripsi

1 RESISTENSI Salmonella spp. YANG DIISOLASI DARI FESES SAPI IMPOR ASAL AUSTRALIA TERHADAP ANTIBIOTIK ANINDYA KURNIAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Resistensi Salmonella spp. yang Diisolasi dari Feses Sapi Impor Asal Australia Terhadap Antibiotik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Anindya Kurniawati NIM B

3

4 RINGKASAN ANINDYA KURNIAWATI. Resistensi Salmonella spp. yang Diisolasi dari Feses Sapi Impor Asal Australia Terhadap Antibiotik. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan I WAYAN T WIBAWAN. Importasi sapi bakalan asal Australia berasal dari peternakan asal yang menggunakan antibiotik secara berlebihan sebagai pemacu pertumbuhan, dalam pakan membawa potensi terhadap terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Alasan ini yang mendasari bahwa untuk mengetahui tingkat resistensi pada bakteri komensal Salmonella spp. dipandang perlu dilakukan sebagai indikator untuk melihat tingkat penggunaan antibiotik dan resistensinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat resistensi antibiotik pada sapi potong dari Australia yang diimpor melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Isolat Salmonella spp. (n=50) yang dapat diisolasi dari total 100 sampel feses sapi impor bakalan diuji tingkat resistensinya terhadap 10 agen antibiotik (ampisilin, sefalotin, eritromisin, tetrasiklin, streptomisin, asam nalidiksid, trimetoprim, trimetoprim-sulfametoksasol, enrofloksasin dan kloramfenikol) menggunakan metode cakram difusi pada media Muller Hinton dan interpretasi hasil mengacu pada Clinical and Laboratory Standards Institute(CLSI). Hasil pengujian resistensi antibiotik menunjukkan isolat resisten terhadap eritromisin 98%, ampisillin 34%, streptomisin 22%, asam nalikdiksat 8%, sefalotin 6%, tetrasiklin 4%, and kloramfenikol 2%. Tidak ditemukan resistensi terhadap enrofloksasin, trimetoprim dan trimetoprim-sulfametoksasol. Salmonella spp. yang berasal dari sapi impor bakalan asal Australia dan telah resisten terhadap antibiotik berpeluang menyebarkan resistensi tersebut. Kemampuan Salmonella spp. memindahkan gen resisten tersebut harus diwaspadai terhadap penyebarannya di Indonesia. Konsumsi daging yang berasal dari sapi impor dari peternakan yang menggunakan antibiotik baik pada pakan maupun minumannya dapat berakibat terjadinya resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang berlebihan baik sebagai imbuhan pakan maupun pengobatan dan tanpa pengawasan akan sangat membahayakan konsumen. Kata kunci: feses sapi impor bakalan, resistensi antibiotik, Salmonella spp.

5 SUMMARY ANINDYA KURNIAWATI. Antibiotic Resistant of Salmonella spp. Isolated from Imported Australian Feeder cattles faeces. Supervised by DENNY WIDAYA LUKMAN AND I WAYAN T WIBAWAN. Importation of Australian feeder cattle from farms were constantly using antibiotics in feed would the result in the occurrence of antibiotic resistance. The aim of the study was to determine Salmonella spp. resistant against antibiotic isolated from feeder cattle in Australia imported through Tanjung Priok port, Jakarta. Salmonella spp. (n=50) isolates were collected from 100 samples of feeder cattles faeces. The study was designed using cross sectional study. Total of 50 Salmonella spp. isolates were subjected to Salmonella spp. examination and the isolated Salmonella spp. was tested for the antibiotic resistance using 10 antibiotics (ampicillin, cephalotin, erythromycin, tetracycline, streptomycin, chloramphenicol, trimethoprim, trimethoprim-sulfamethoxazole, nalidixic acid, and enrofloxacin) using disk diffusion method on Muller-Hinton agar following Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) guidelines for interpretation. The isolated Salmonella showed resistance towards erythromycin 98%, ampicillin 34%, streptomycin 22%, nalidixic acid 8%, cephalotin 6%, tetracycline 4%, and chloramphenicol 2%. There was no resistance against antibiotic of enrofloxacin, trimethoprim, and trimethoprim-sulfamethoxazole. Salmonella spp. derived from imported Australian feeder cattle and resistant to antibiotics have potential spread of antibiotic resistance. The ability of Salmonella spp. to transfer resistance gene should be aware of the spread in Indonesia and the antibiotic resistant of Salmonella spp. could be a potential threat for public health and animal health. Consumption of beef from farms that were constanly using antibiotics in feed and drink would the result in the occurrence of antibiotic resistance, addicted on the use of antibiotics in excess and without supervision were very dangerous to the consumers. Key words: antimicrobial resistance, feeder cattles faeses, Salmonella spp.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7

8

9 RESISTENSI Salmonella spp. YANG DIISOLASI DARI FESES SAPI IMPOR ASAL AUSTRALIA TERHADAP ANTIBIOTIK ANINDYA KURNIAWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr med vet Drh Mirnawati B Sudarmanto

11 Judul Tesis : Resistensi Salmonella spp yang Diisolasi dari Feses Sapi Impor Asal Australia Terhadap Antibiotik Nama : Anindya Kurniawati NIM : B Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi Ketua Prof Dr Drh I Wayan T Wibawan, MS Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Dekan Sekolah Pascasarjana Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 11 Februari 2015 Tanggal Lulus:

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini ialah resistensi antibiotik, dengan judul Resistensi Salmonella spp yang Diisolasi dari Feses Sapi Impor Asal Australia Terhadap Antibiotik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi dan Prof Dr Drh I Wayan T Wibawan, MS selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan pada Kantor Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok (BBKP Tanjung Priok) dan Drh RR Endang Ekowati sebagai Kepala Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH), dan kepada staf Laboraturium Kesehatan Mayarakat Veteriner (KESMAVET) Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak Yohanes Sukamto, ibu Tri Widiastuti, serta seluruh keluarga (Sukma,Dhanti, Mas Budi, Mas Ucok, Eckel dan Galen), dan seluruh teman-teman KMV 13 atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2015 Anindya Kurniawati

13 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penulisan Makalah 2 Manfaat Penelitian 2 Perumusan Masalah 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Resistensi Antibiotik 3 Penggunaan Antibiotik pada Peternakan 4 Resistensi Antibiotik pada Salmonella spp. 5 3 METODE 6 Bahan 6 Alat 6 Tempat Peneelitian 6 Waktu Penelitian 7 MetodePengambilan Sampel 7 Isolasi dan Identifikasi Bakteri 7 Uji Kepekaan Isolat Salmonella terhadap Antibiotik 9 Analisa Data 9 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Pengambilan dan Pengujian Feses 10 Uji Resistensi Antibiotik pada Mueller Hinton Agar 13 5 SIMPULAN 19 Simpulan 19 Saran 20 Ucapan Terima Kasih 20 DAFTAR PUSTAKA 20 RIWAYAT HIDUP 25 ix x DAFTAR TABEL 1 Jumlah dan frekuensi sapi potong bakalan, sapi potong dan kerbau bakalan yang diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan Laporan Tahunan Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok (2013) 1 2 Interpretasi hasil uji Salmonella spp. pada TSIA dan LIA 8 3 Standar interpretasi diameter zona hambat antibiotik 9 4 Hasil pengujian sensitivitas isolat Salmonella spp. terhadap antibiotik 14 5 Pola resistensi isolat Salmonella spp. terhadap golongan antibiotik 14

14 DAFTAR GAMBAR 1 Koloni Salmonella spp. berwarna kehitaman pada media XLD 11 2 Hasil positif Salmonella pada TSIA dan LIA 11 3 Salmonella spp. yang resisten terhadap antibiotik pada media agar Muller Hilton; A. Blank disc, B. Cakram antibiotik, C. Diameter zona hambat 15

15 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani ikut mendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani. Alokasi impor nasional daging sapi tahun 2013 sebesar ton, terdiri dari 60% impor dalam bentuk sapi bakalan ( ekor sapi atau setara ton daging) dan 40% impor dalam bentuk daging sapi (32000 ton) (Ditjen PKH 2013). Minimnya pasokan sapi di dalam negeri ditambah meningkatnya permintaan akan konsumsi daging menjadi pemicu tingginya permintaan daging sapi saat ini. Populasi ternak penghasil daging untuk konsumsi kemungkinan tidak mampu memenuhi kebutuhan daging di Indonesia. Rendahnya produktivitas dan kesehatan ternak merupakan penyebab rendahnya populasi ternak penghasil daging, disamping tingginya pemotongan ternak produktif dan belum berkembangnya pemanfaatan ternak penghasil daging lainnya seperti kerbau, kambing, domba dan lain-lain. Cara untuk memenuhi kekurangan pasokan daging tersebut melaui impor sapi potong dan bakalan dari Australia (Ditjen PKH 2012). Frekuensi dan jumlah sapi potong impor asal Australia yang melalui pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah dan frekuensi sapi potong bakalan, sapi potong dan kerbau bakalan yang diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan Laporan Tahunan Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok (2013) Jenis Jumlah (ekor) Frekuensi Sapi bakalan (Feeder) Sapi potong (Slaughter) Kerbau bakalan Tingginya frekuensi dan jumlah sapi potong impor dari Australia yang masuk ke dalam wilayah Indonesia membawa konsekuensi mengkhawatirkan di bidang kesehatan masyarakat veteriner. Impor sapi tersebut berpotensi membawa agen-agen penyakit yang penting untuk diwaspadai antara lain adalah adanya foodborne bakteri yang resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Pemakaian antibiotik dalam pakan ternak baik untuk pencegahan penyakit maupun pemacu pertumbuhan (growth promotor) dilaporkan mempunyai peranan untuk terjadinya resistensi foodborne patogen. Pemakaian antibiotik sebagai AGP walaupun dalam konsentrasi kecil, yaitu berkisar antara mg/kg (ppm), namun dapat mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik (Bradbury dan Munroe 1985; Noor et al. 2006). Resistensi dapat terjadi pada bakteri Salmonella spp. yang merupakan kelompok bakteri komensal pada pencernaan hewan dan hampir semua strain bersifat patogen. Pemakaian antibiotik yang kurang baik di peternakan asal akan dapat meningkatkan potensi resistensi bakteri tersebut terhadap antibiotik.

16 2 Berdasarkan laporan dari JETACAR (1999), bakteri patogen asal hewan yang telah resisten terhadap antibiotik dapat mentransfer gen yang resisten tersebut ke manusia. Salmonella, Campylobacter, Enterococci dan Escherichia coli merupakan contoh bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan dapat mentransfer gen yang resisten tersebut ke bakteri lain pada hewan dan dapat menginfeksi manusia melalui rantai makanan atau kontak langsung (Butaye et al. 2003; WHO 1997; Noor et al. 2006). Importasi sapi potong dapat berpotensi membawa bakteri Salmonella spp. yang resisten terhadap antibiotik tertentu. Keberadaan Salmonella spp. yang resisten terhadap antibiotik tertentu dapat mentransferkan gen resisten tersebut ke bakteri lain terutama yang tergolong dalam foodborne bakteri dan apabila menginfeksi manusia dapat menyebabkan kerugian bagi kesehatan manusia, diantaranya adalah kegagalan pengobatan dengan menggunakan antibiotik terhadap agen penyakit yang telah resisten. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak pemberian antibiotik di negara asal terhadap kemungkinan terjadinya resistensi terhadap antibiotik dan mendeterminasi kepekaan beberapa antibiotik terhadap isolat Salmonella spp. yang diisolasi dari sampel feses sapi impor bakalan (feeder cattle) yang dilalulintaskan melalui pelabuhan Tanjung Priok. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji kepekaan isolat Salmonella spp. yang diisolasi dari sampel feses sapi impor bakalan asal Australia yang dilalulintaskan melalui pelabuhan Tanjung Priok terhadap beberapa antibiotik, berdasarkan pada pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas secara in vitro dengan metode difusi kertas cakram (beurr kirby). Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah mengenai bakteri Salmonella spp. yang diisolasi dari feses sapi impor bakalan (feeder cattle) asal Australia yang dilalulintaskan melalui pelabuhan Tanjung Priok. Memberikan informasi ilmiah mengenai resistensi dan kepekaannya terhadap beberapa antibiotik sehingga dapat mencegah peluang penyebaran bakteri yang mengalami resistensi. Perumusan Masalah Penelitian Importasi sapi telah lama dilakukan di Indonesia, tetapi pemeriksaan terhadap keberadaan Salmonella spp. yang resisten terhadap beberapa antibiotik belum dilakukan secara optimal. Apabila sapi potong bakalan (feeder cattle) yang diimpor ternyata positif terinfeksi Salmonella spp. maka dapat berpotensi mentransferkan gen resisten tersebut ke bakteri lain yang terdapat pada hewan dan dapat menginfeksi manusia melalui rantai makanan atau kontak langsung dan apabila menginfeksi ke manusia sebagai konsumen dapat menyebabkan kerugian

17 bagi kesehatan manusia, diantaranya adalah kegagalan pengobatan dengan antibiotik tertentu terhadap agen penyakit yang telah resisten. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Resistensi Antibiotik Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain (Munaf dan Chaidir 1994). Secara garis besar antimikroba dibagi menjadi dua jenis yaitu yang membunuh kuman (bakterisid) dan yang hanya menghambat pertumbuhan kuman (bakteriostatik). Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antara lain penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik, dimana penggunaanya tergantung status imunologi pasien, antara lain sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain (Laurence dan Bennet 1987). Prinsip daya kerja antibiotik dapat dikategorikan menjadi 4 cara yaitu (1) hambatan sintesis dinding sel, obat-obat antibiotik yang mempunyai daya kerja menghambat sintesis dinding sel mikroba, adalah basitrasin, sefalosporin, penisillin, ristoferin, vankomisin. (2) hambatan fungsi dari selaput sel, diantaranya amfoterin B, kolistin, nistatin, polimiksin. (3) hambatan sintesis protein, diantaranya khloramfenikol, eritromisin, linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida, amikasin, neomisin, netilmisin, streptomisin, tobramisi, serta (4) hambatan sintesis asam nukleat, termasuk di dalamnya asam nalidiksat, novobiosin, primetamin, sulfonamid, trimetoprin, rifampin (Munaf dan Chaidir 1994). Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs resistance didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua atau lebih obat maupun klasifikasi obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu obat yang diikuti dengan obat lain yang belum pernah dipaparkan (Tripathi 2003). Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan perkembangan bakteri (Bari et al. 2009). Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotik terjadi berdasarkan salah satu atau lebih mekanisme berikut: 1. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotik, misalnya pada bakteri Staphylococcus spp. yang resisten terhadap penisilin

18 4 G karena bakteri tersebut dapat menghasilkan beta-laktamase, yang dapat merusak obat tersebut. Beta-laktamase lain dihasilkan oleh bakteri Gramnegatif. 2. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat, misalnya tetrasiklin, tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang resisten. 3. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat, misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan dengan hilangnya (atau perubahan) protein spesifik pada subunit 30s ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor pada organisme yang rentan. 4. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung dihambat oleh obat, misalnya beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak membutuhkan para 4-amino bensoic acid (PABA) ekstraseluler, tetapi seperti sel mamalia dapat menggunakan asam folat yang telah dibentuk. 5. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari pada enzim pada kuman yang rentan, misalnya beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamid, dihidropteroat sintetase, mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid dari pada PABA (Jawetz 1997; Utami 2012). Penggunaan Antibiotik pada Peternakan Menurut Murdiati (1997) penggunaan obat-obatan dalam usaha peternakan hampir tidak dapat dihindarkan, karena ternak diharapkan selalu berproduksi secara optimal yang berarti kesehatan ternak harus selalu terjaga. Upaya memenuhi tuntutan produksi ternak yang tinggi, maka ketersediaan obat hewan sangat diperlukan, disamping penggunaan bibit unggul dan pemuliaan yang memakan waktu yang relatif lama. Dalam bidang peternakan, pemakaian antibiotik selain untuk pengobatan penyakit, juga digunakan untuk memacu pertumbuhan ternak (growth promotor), yang umumnya ditambahkan dalam pakan sebagai imbuhan. Pada pemakaian antibiotik dalam bidang peternakan, faktor keamanan harus dipertimbangkan, diantaranya adalah keamanan produk peternakan dari residu antibiotik yang digunakan. Di Indonesia, kesadaran akan bahaya residu antibiotik dalam produk peternakan masih kurang mendapatkan perhatian, karena pengaruhnya memang tidak terlihat secara langsung. Residu antibiotik dalam produk ternak dapat membahayakan kesehatan manusia, apabila produk peternakan seperti susu, daging dan telur yang mengandung residu dikonsumsi secara terus menerus setiap hari (Kan 1993). Selain dapat menyebabkan resistensi, residu antibiotik juga dapat menimbulkan alergi dan kemungkinan keracunan. Timbulnya bakteri yang resisten tersebut disebabkan oleh pemakaian antibiotik yang tidak tepat dan tidak wajar baik dalam memilih jenis antibiotik maupun dosis serta lama pemakaian. Sifat resistensi dari bakteri ini dapat dipindahkan kepada bakteri lain melalui R- faktor (Sjamsuhidayat et al. 1990; Murdiati 1997). Adanya mikroba yang resisten dapat menjadi penyebab kegagalan pengobatan penyakit infeksi.

19 Penggunaan antibiotik di Indonesia yang cukup dominan adalah turunan tetrasiklin, penisillin, kloramfenikol, eritromisin dan streptomisin. Seperti juga di negara lain, pola penggunaan antibiotik tersebut telah mencapai tingkat yang berlebihan dan banyak diantaranya digunakan secara tidak tepat. Perkembangan resistensi kuman terhadap antibiotik sangat dipengaruhi oleh intensitas pemaparan antibiotik di suatu wilayah, tidak terkendalinya penggunaan antibiotik cenderung akan meningkatkan resistensi kuman yang semula sensitif (Refdanita et al. 2001). 5 Resistensi Antibiotik pada Salmonella spp. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Pan-American Health Organization (PAHO) menunjukkan bahwa wabah foodborne illness pada negara-negara berkembang dilaporkan sebanyak 9180 kasus dari tahun dari 22 negara di wilayah ini, dari wabah ini 69% disebabkan oleh bakteri, 9.7% oleh virus, 9.5% oleh marine toxins, 2.5% oleh kontaminan bahan kimia, 1.8% oleh parasit dan 0.5% oleh racun tumbuhan dan di antara beberapa penyebab foodborne bakteri Salmonella spp. adalah paling sering sebagai penyebab foodborne (Pires et al. 2012), yang bertanggung jawab untuk 58.1% dari wabah dan 66.2% dari kasus yang pernah dilaporkan (Franco et al. 2003). Salmonelosis merupakan salah satu penyakit enterik yang disebabkan oleh bakteri terpenting yang menyebabkan jutaan kasus penyakit pada manusia dan hewan, serta menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan di seluruh dunia (Nógrády et al. 2008). Salmonelosis pada manusia umumnya dikategorikan foodborne disease yang disebabkan oleh konsumsi makanan asal hewan yang tercemar (daging, susu, unggas, telur). Produk susu, termasuk keju dan es krim, juga pernah berkaitan dengan wabah salmonelosis (Bhunia 2008; Hugas et al. 2009). Salmonella dapat diisolasi dari berbagai spesies hewan dan dikenal sebagai bakteri penyebab zoonosis utama yang menyebabkan gejala seperti diare, demam, dan septikemia. Gejala-gejala ini dapat mematikan hewan, sehingga pengobatan yang cepat dengan agen antimikroba yang sesuai tetap dianggap penting secara ekonomis. Salmonella juga merupakan bakteri patogen penyebab utama foodborne diseases. Di Jepang, Salmonella adalah penyebab utama foodborne bakteri, dan pada tahun 2001 terjadi kasus Salmonellosis sebanyak 24.6% kasus yang dilaporkan pada National Institute of Infectious Diseases. Salmonelosis nontipoid pada manusia biasanya merupakan penyakit self-limiting dan terbatas pada saluran gastrointestinal, tetapi ketika infesksi ini menyebar keluar usus atau ketika orang sedang mengalami gangguan sistem imun, maka obat-obatan antimikroba yang sesuai tetap diperlukan (Esaki et al. 2003). Genus Salmonella merupakan anggota famili Enterobacteriaceae, Gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, motil (kecuali Salmonella Pullorum dan S. Gallinarum), memiliki flagela peritrikus, bersifat anaerob fakultatif, tumbuh pada suhu antara 5-45 C, dengan suhu optimum C. Salmonella mampu tumbuh pada ph rendah dan umumnya sensitif pada kadar garam yang meningkat. Salmonella membentuk rantai filamen yang panjang jika dibiakkan/ditumbuhkan pada suhu ekstrim 4-8 C atau 44 C, serta pada ph 4.4 atau 9.4. Semua Salmonella merupakan patogen intraselular fakultatif dan bersifat patogen, serta dapat menyerang makrofag, sel-sel dendrit, dan epitel (Bhunia 2008).

20 6 Salmonella dikelompokkan berdasarkan antigen somatik (O), flagela (H), dan kapsular (Vi) (Molbak et al. 2006; Bhunia 2008). Saat ini, terdapat 2500 serovar Salmonella yang ditempatkan di bawah dua spesies, yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori menurut The Center for Food Security and Public Health atau CFSPH (2005). Sekarang Salmonella enterica terdiri atas enam subspesies yang ditulis dengan angka romawi, yaitu I (enterica), II (salamae), IIIa (arizonae), IIIb (diarizonae), IV (houtenae), dan VI (indica). Informasi mengenai subspecies dalam system nomenklatur modern mulai diabaikan, sebagai contoh penulisan nama isolat Salmonella ditulis sebagai Salmonella enterica subspesies I serovar Enteritidis. Resistensi terhadap antibiotik juga digunakan sebagai pengklasifikasian Salmonella. Sebagai contoh, DT104 resisten terhadap berbagai antibiotik seperti ampisillin, kloramfenikol, streptomisin, spektinomisin, sulfonamid, florfenikol, tetrasiklin, asam nalidiksad dan siprofloksasin. Sekarang dilaporkan bahwa DT204 menjadi emerging strain yang resisten terhadap 8-9 antibiotik dan menjadi masalah penting bagi kesehatan manusia (Bhunia 2008). Infeksi Salmonella merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas pada sapi, dan kasus subklinis pada hewan sering ditemukan. Sapi mungkin merupakan reservoir penting untuk infeksi pada manusia (Wray dan Davies 2000). Banyak dari bakteri galur patogen yang dilaporkan telah menjadi resisten terhadap beberapa jenis antibiotik seperti ampisiin, amoksisilin, kloramfenikol, streptomisin, sulfonamid, dan tetrasiklin. Selain itu dilaporkan pula empat galur bakteri yang telah resisten terhadap beberapa antibiotik yaitu bakteri Salmonella sp., Campylobacter, Enterococci, dan Escherichia coli. Department of Health and Human Service's (HHS), Food and Drug Administration (FDA), dan Centers for Disease Control (CDC) melaporkan bahwa resistensi strain Salmonella, Campylobacter, dan E. coli pada manusia terhadap antibiotik yang menyebabkan terjadinya penyakit berhubungan dengan penggunaan antibiotik pada manusia (GAO REPORT 1999). 3 METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah feses sapi impor bakalan (feeder cattle), Buffer Peptone Water (BPW) 0.1%, Rappaport Vassiliadis, Xylose lysine Deoxycholate Agar (XLD) Agar (Oxoid), Triple Sugar Iron Agar (Oxoid), Lysin Iron Agar (Oxoid), brain heart infusion (Oxoid), McFarland Broth 0.5, Muller Hinton Agar (MHA), disk antibiotik, dan alkohol. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan digital, gunting steril, pinset steril, pisau steril, gelas Erlenmeyer, tabung reaksi (20 50 ml) steril, vortex atau pengocok mekanis, cawan petri steril (diameter 100 mm dan tinggi 15 mm), kapas, kantung plastik steril, refrigerator, penangas air, ose, stomacher,

21 autoklaf, label, spidol, tabung Durham, waterbath, inkubator C dan inkubator 42 C. Tempat Penelitian Pengambilan sampel feses dari sapi impor bakalan (feeder cattle) untuk penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Tanjung Priok. Pengujian sampel ini dilakukan di Laboraturium Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesemavet) Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH), Bogor. 7 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai dengan bulan November Metode Pengambilan Sampel Jumlah sampel untuk menduga prevalensi penyakit pada tingkat kepercayaan 95% dihitung menggunakan kajian lintas seksional dengan asumsi semua kedatangan sapi pada bulan yang ditetapkan dianggap sebagai satu populasi ternak. Penentuan sampel di kapal dilakukan secara acak (random) hingga jumlah sampel terpenuhi. Setiap anggota populasi di dalam kerangka penarikan contoh diberi nomor 1, 2, 3,, N, kemudian contoh dipilih secara acak dari N anggota populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana berdasarkan shipment. Menurut Budiharta (2002) berdasarkan perhitungan/rumus kajian lintas seksional dengan memperhatikan asumsi prevalensi sebesar 50%, tingkat kepercayaan 95 % dan galat yang diinginkan 10 % maka didapat besaran sampel sebanyak: n = 4 PQ ; n = 4 x 0.5 x 0.5 = 100 sampel L 2 (0.1) 2 Keterangan: n = besaran sampel P = asumsi prevalensi Q = 1 P L = galat yang diinginkan Data sekunder yang dipergunakan mencakup data pengiriman sapi potong bakalan (feeder cattle) impor, dan data alat angkut selama dalam proses pengangkutan dari negara asal.

22 8 Isolasi dan Identifikasi Bakteri Metode Isolasi Salmonella spp. Pengujian yang dilakukan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2897:2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu serta Hasil Olahannya (BSN 2008), dengan modifikasi metode berdasarkan Lukman dan Purnawarman (2008). Secara garis besar tahapan atau langkah pengujian adalah: Uji Pra-Pengayaan (Pre-enrichment) Salmonella diisolasi dari sampel feses sapi potong impor (feeder cattle) dari Australia sebanyak 25 gram secara aseptik dan dimasukkan dalam erlenmeyer steril yang berisi 225 buffered peptone water (BPW 0.1%). Sampel dihomogenkan dengan stomacher selama 1-2 menit di dalam plastik steril, kemudian sampel diinkubasi pada suhu C selama jam. Uji Pengayaan (Enrichment) Biakan pra-pengayaan kemudian diambil 0.1 ml inokulan dari BPW yang telah diinkubasi dan dimasukkan ke dalam 10 ml Rappaport-Vasiliadis Medium (RV Medium) dalam tabung reaksi. Media RV diinkubasi pada suhu 42 C ± 2 C selama 24 ± 2 jam. Uji Inokulasi (Isolasi) pada Media Selektif Dua atau lebih inokulum diambil dengan ose dari media RV dan dimasukkan di atas media selektif agar XLD, selanjutnya dengan metode strik digoreskan dengan batang ose baru. Cawan petri yang telah digores tersebut diinkubasi pada suhu C selama 24 ± 2 jam. Pada media XLD koloni terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam. Uji Biokimiawi Koloni yang diduga sebagai Salmonella diambil, kemudian diinokulasikan pada media triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine indol agar (LIA) dengan cara koloni yang diduga Salmonella ditusukkan ke dasar media agar, selanjutnya digores pada media agar miring. Media diinkubasikan pada suhu C selama 24 ± 2 jam. Amati koloni spesifik Salmonella dengan hasil reaksi seperti tercantum pada Tabel 2. Biakan yang menunjukkan positif pada uji TSIA dan LIA ditanam pada agar miring (nutrient agar) dan dikirim ke BPMSPH Bogor untuk konfirmasi Salmonella. Tabel 2 Interpretasi hasil uji Salmonella spp. pada TSIA dan LIA Media Agar miring/slant Dasar agar/bottom H 2 S Gas TSIA alkalin/k (merah) asam/a (kuning) Positif (hitam) negatif/ positif LIA alkalin/k (ungu) alkalin/k (ungu) Positif (hitam) negatif/ positif

23 Pembuatan Inokulum Bakteri Bakteri Salmonella spp. yang resisten diinokulasikan pada media padat dipindahkan 1 ose ke dalam brain heart infusion atau BHI (Oxoid), kemudian diinkubasi pada suhu 35 C selama 24 jam hingga menjadi keruh. Sebanyak 0.1 ml bakteri yang telah dimurnikan disuspensikan dalam buffered peptone water atau BPW (Oxoid) 0.1% 9 ml hingga kekeruhannya menyamai dengan 0.5 Mc Farland (1.5 x 10 8 sel/ml) dengan menggunakan vortex mixer dan dituang pada permukaan agar Muller Hinton sebanyak 0.1 ml, diratakan menggunakan hockey stick dan dibiarkan selama 15 menit kemudian sisa kultur dibuang. 9 Uji Kepekaan Isolat Salmonella terhadap Antibiotik Pengujian kepekaan bakteri Salmonella spp. terhadap antibiotik dilakukan menggunakan metode difusi cakram (disc diffusion method). Cakram antibiotik diletakkan secara individual memakai forsep steril pada permukaan cawan petri berisi agar Muller Hinton yang telah diinokulasi bakteri Salmonella. Tekan pelanpelan cakram antibiotik dan cakram tanpa antibiotik (blank disk) sampai kontak dengan permukaan agar dan kemudian cawan petri diinkubasikan pada suhu 37 C selama 24 jam. Setelah diinkubasikan semalam, diameter daerah hambat (DDH) pertumbuhan bakteri yang terbentuk di sekitar cakram antibiotik diukur dengan penggaris dalam millimeter. Isolat bakteri ditentukan kepekaannya terhadap antimikrobial dengan mengukur zona hambat yang terbentuk. Penentuan susceptible (S), intermediate (I), dan resistant ditentukan melalui ukuran zona hambat yang terbentuk berdasarkan standar CLSI yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Standar interpretasi diameter zona hambat antibiotik (CLSI 2012) Grup Antibiotik Antibiotik Isi disk (µg) Standar interpretasi zona diameter zona hambat (mm) S I R Β- Laktam Ampisilin Sefalosporin Sefalotin Fluoroquinolon Enrofloksasin Asam Nalidiksat Fenikol Kloramfenikol Potentiated Sulfonamides Trimethoprim Trimethoprim / Sulfametoksasol Aminoglikosida Streptomisin Tetrasiklin Tetrasiklin Makrolida Eritromisin a S: susceptible I: intermediate R: resistant

24 10 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menyajikan hasil uji adanya keberadaan Salmonella spp. pada feses sapi potong bakalan (feeder cattle) impor asal Australia dan isolat Salmonella spp. baik yang peka, intermediet maupun yang resisten terhadap berbagai antibiotik dalam bentuk tabel dan gambar. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan dan Pengujian Sampel Feses Penelitian ini didisain menggunakan kajian lintas seksional dan dilakukan melalui pengumpulan data dan pengujian laboratorium terhadap bakteri Salmonella spp. yang resisten dan peka terhadap beberapa antibiotik. Sebanyak 100 sampel feses sapi impor bakalan (feeder cattle) diperoleh dengan cara pengambilan sampel secara acak di atas kapal dengan asumsi semua kedatangan sapi pada pertengahan bulan Agustus sampai dengan pertengahan September dianggap sebagai satu populasi ternak. Penentuan sampel dikapal dilakukan secara acak (random) hingga diperoleh jumlah sampel 100. Sampel feses yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian isolasi dan identifikasi Salmonella spp. Hasil pengujian dari 100 sampel menunjukkan bahwa 25 sampel feses yng diuji menunjukkan bahwa positif terhadap Salmonella spp. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Fegan et al. (2004) terhadap sapi potong di Australia dari mulai bulan September 2002 sampai dengan Januari 2003 ditemukan adanya positif Salmonella spp. sebanyak 21 sampel (6.8%) dari 310 sampel feses sapi potong. Penelitian yang dilakukan oleh Wray et al. (2000) selama tiga tahun menunjukkan bahwa pada peternakan sapi potong terdeteksi adanya infeksi S. Dublin pada ternak dan lingkungan sekitar, walaupun tidak menunjukkan adanya gejala klinis. Hal serupa juga ditemukan pada peternakan sapi potong yang terdeteksi Salmonella spp. pada 38 feedlot dari total 100 feedlot dan pada 21 ekor dari 187 ekor sapi potong dan anak sapi yang diteliti (Fedorka et al. 1998; Dargatz et al. 2000). Hasil positif Salmonella ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan pada xylose lysine deoxycholate agar (XLD) dengan ciri koloni berwarna merah dengan tengah berwarna kehitaman atau keseluruhan koloni berwarna hitam. Pertumbuhan Salmonella spp. pada media XLD dapat dilihat pada Gambar 1.

25 11 A Gambar 1 Koloni Salmonella spp. berwarna kehitaman pada media XLD Koloni yang diduga sebagai Salmonella diambil, kemudian diinokulasikan pada media triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine indol agar (LIA). Menurut Food and Drug Administration (FDA) (2011), konfirmasi Salmonella dengan uji serologi dapat menggunakan media triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine iron agar (LIA). Berdasarkan reaksi biokimiawi Salmonella spp. bersifat tidak memfermentasikan laktosa tetapi menghasilkan gas H 2 S yang berwarna hitam. Pada media TSIA biakan Salmonella dicirikan dengan terlihatnya reaksi basa pada slant (merah) dan asam pada butt (kuning), dengan atau tanpa diproduksinya H 2 S (hitam). Pada media LIA, Salmonella ditandai dengan timbulnya reaksi basa pada butt (ungu) yang menunjukkan hasil positif, sedangkan reaksi asam (kuning terang) menunjukkan hasil negatif. Salmonella pada media LIA memproduksi H2S. Yildirim et al. (2011) menambahkan bahwa pengujian konfirmasi Salmonella berhubungan dengan faktor virulensi Salmonella, yaitu aglutinasi antisera O dan H. Seluruh uji biokimiawi yang dilakukan menunjukkan hasil sesuai dengan literatur yang ada, yaitu TSI menghasilkan H 2 S, media agar miring berwarna merah muda dan bagian tegak berwarna kuning. Dua koloni tunggal diambil dari setiap sampel sehingga diperoleh sebanyak 50 isolat Salmonella spp. untuk pengujian resistensi terhadap antibiotik. Hasil identifikasi dari uji biokimiawi pada media TSI dan LIA ditunjukkan pada Gambar Gambar 2 Hasil positif Salmonella pada media; (1). TSIA; (2).LIA

26 12 Bakteri Salmonella spp. berhasil diisolasi dari beberapa sampel yang diuji. Habitat bakteri Salmonella adalah di dalam alat pencernaan manusia, hewan, dan bangsa burung. Banyak dari serotipe Salmonella yang menginfeksi berbagai jenis mamalia, unggas dan reptil serta sering terekskresikan melalui feses. Saluran pencernaan diketahui sebagai jalur utama infeksi Salmonella spp. meskipun bakteri ini juga dapat ditemukan pada mukosa saluran pernafasan atas dan konjungtiva. Bakteri ini juga dapat ditemukan pada air, tanah, pakan ternak, serta pada bahan pangan antara lain daging dan sayuran (Quin et al. 2001). Salmonella spp. adalah bakteri yang bersifat patogen baik bagi manusia maupun hewan. Infeksi Salmonella merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas pada sapi, dan hewan yang terinfeksi secara subklinis sering ditemukan. Sapi adalah hewan yang diduga merupakan reservoir penting untuk infeksi manusia (Wray dan Davies 2000). Beberapa spesies Salmonella merupakan penyebab gastroenteritis akut di beberapa negara dan salmonellosis tetap menjadi masalah pada sebagian masyarakat di seluruh dunia khususnya negara-negara berkembang, meskipun tingkat insidensi bervariasi dari tiap negara. Kotoran dari hewan dan manusia yang terinfeksi adalah sumber kontaminasi bakteri dari lingkungan dan rantai makanan (Estoepangesti et al. 2014). Salmonella dapat bertahan hidup pada periode waktu yang lama pada feses hewan yang terinfeksi dan pada feses basah dengan tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi, terutama oleh pengaruh kondisi iklim. Pada kondisi lembab dan feses yang belum diolah menjadi kompos, Salmonella dapat bertahan hidup selama tiga sampai empat bulan pada kondisi iklim sedang dan dapat bertahan lebih lama pada kondisi iklim yang panas (Poppe 2000). Manusia yang terinfeksi oleh Salmonella spp. dapat bertindak sebagai karier setelah terinfeksi dan dapat menularkan pada manusia lainnya melalui feses dalam waktu yang lama. Salmonella spp. dapat diisolasi pada tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi oleh feses (Ray 2001). Dosis infektif dari Salmonella spp. bervariasi tergantung pada serovar Salmonella spp. yang teridentifikasi, tingkat dari imunitas individu yang mengkonsumsi makanan, dan jenis makanan yang dikonsumsi. Jumlah Salmonella ( sel bakteri) dapat menyebabkan penyakit jika dikonsumsi terutama oleh anak-anak, orang tua, dan orang yang memiliki system imun rendah (Lawley et al. 2008). Bakteri Salmonella spp. merupakan golongan bakteri Enterobacteriacceae, kelompok bakteri gram negatif dengan karakteristik motil dengan flagella peritricus, kecuali S. Pullorum dan S. Gallinarum serta tidak mampu untuk memfermentasikan laktosa (Quin et al. 2001, Songer dan Post 2005). Bakteri tersebut juga merupakan bakteri anaerobik fakultatif, non spora dan pertumbuhan optimal pada suhu 37 C (Songer dan Post 2005). Untuk dapat bertahan hidup pada lingkungan Salmonella dapat mengembangkan suatu mekanisme pertahanan yang memungkinkan terbentuknya koloni permanen dan dapat membentuk biofilm pada saat berada pada lingkungan yang keras. Selain itu, hewan dapat menjadi pembawa penyakit (carrier) yang persisten, sehingga prevalensi kejadian Salmonella tidak mudah dideteksi, kecuali melalui pengambilan dan pemeriksaan sampel yang rutin (Namata et al.2009). Banyak bakteri galur patogen yang dilaporkan telah menjadi resisten terhadap beberapa jenis antibiotik seperti ampisilin, amoksisilin, kloramfenikol, streptomisin, sulfonamid, dan tetrasiklin. Selain itu dilaporkan pula bakteri yang

27 telah resisten terhadap beberapa antibiotik yaitu salah satunya adalah bakteri Salmonella spp. Resistensi galur Salmonella, Campylobacter, dan E. coli pada manusia terhadap antibiotik yang menyebabkan terjadinya penyakit berhubungan dengan penggunaan antibiotik pada manusia (GAO REPORT 1999). Adanya kekhawatiran saat ini terhadap aspek kesehatan manusia adalah munculnya serovar dari bakteri Salmonella spp. yang mempunyai kemampuan resistensi terhadap beberapa antibiotik. Hal tersebut dapat terjadi karena pola penggunaan antibiotik di industri peternakan secara terus-menerus baik dalam proses pengobatan maupun penggunaannya sebagai bahan imbuhan pakan dan growth promotor. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan di luar batas pengawasan dapat berpotensi untuk dapat menyebabkan terjadinya resistensi antibiotik dan kemungkinan dapat menyebarkan gen resisten tersebut kepada mikroba lainnya. Sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi kegagalan pengobatan pada manusia. Dalam beberapa tahun terakhir isolat Salmonella spp. yang berhasil diisolasi baik pada produk hewan maupun dari hewan hidup telah mengalami adanya peningkatan pola resistensi terhadap beberapa antibiotik. 13 Uji Resistensi Antibiotik pada Mueller-Hinton Agar Sepuluh antibiotik yang digunakan pada penelitian ini diberikan dengan dosis standar antibiotik atau dapat dikatakan dosis efektifitas antibiotik secara umum, meliputi ampisillin 10 µg, sefalotin 30 µg, enrofloksasin 5 µg, asam nalidiksat 30 µg, kloramfenikol 30 µg, trimetoprim dosis tunggal 5 µg, trimethoprim 1.25 µg/ sulfametoksasol µg, streptomisin 10 µg, tetrasiklin 30 µg, eritromisin 15 µg. Hal ini didasarkan pada teori yang disampaikan Chambers (2006) bahwa dosis yang diberikan pada penggunaan antibiotik sangat mempengaruhi kemampuan antibiotik dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme, selain itu dapat mempengaruhi resistensi antibiotik tersebut. Hasil sensitif mengindikasikan bahwa antibiotik mampu menghambat mikroba pada konsentrasi antibiotik yang direkomendasikan sehingga dapat digunakan untuk penanganan infeksi mikroorganisme. Hasil resisten mengindikasikan bahwa isolat mikroorganisme tidak mampu terhambat oleh antibiotik pada dosis yang normal dan tidak lagi digunakan dalam pengobatan (CLSI 2012). Hasil pengujian resistensi isolat Salmonella spp. terhadap 10 jenis antibiotik menunjukkan adanya pola resistensi yang berbeda pada setiap isolat yang diuji. Pengujian resistensi antibiotik pada 50 isolat Salmonella spp. menunjukkan bahwa seluruh isolat mengalami resistensi terhadap setidaknya satu jenis antibiotik. Tingkat resistensi Salmonella spp. berturut-turut dari yang paling tinggi tingkat resistensinya terhadap antibiotik yaitu diketahui dari 50 isolat Salmonella spp. yang didapatkan, resisten terhadap eritromisin 98%, 34% resisten terhadap ampisilin, 22% resisten terhadap streptomisin, 6% resisten terhadap sefalotin dan 4% terhadap antibiotik tetrasiklin. Antibiotik yang paling baik adalah trimetoprim dosis tunggal yaitu dapat menghambat 100% isolat bakteri Salmonella spp. Hasil pola resistensi isolat Salmonella spp. disajikan pada Tabel 4, 5, dan Gambar 3. Hasil pengujian resistensi menunjukkan tidak adanya isolat yang masih peka terhadap semua antibiotik. Sebanyak 24 isolat mengalami resistensi terhadap satu jenis antibiotik yaitu terhadap antibiotik eritromisin dan ampisilin, 18 isolat

28 14 resisten terhadap dua jenis antibiotik, lima isolat resisten terhadap tiga jenis antibiotik dan tiga isolat resisten terhadap empat jenis antibiotik. Hasil pola resistensi isolat Salmonella spp. disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa isolat Salmonella spp. juga mengalami resistensi intermediet dan masih terdapat yang peka terhadap beberapa antibiotik. Tingkat resistensi intermediet tertinggi terjadi pada antibiotik streptomisin dengan jumlah sebanyak 18 isolat. Hasil uji yang menunjukkan hasil intermediet menunjukkan bahwa aktivitas dari antibiotik kurang optimal sehingga perlu dilakukan penambahan dosis antibiotik untuk hasil yang optimal. Interpretasi intermediet dapat menjadi penyebab berkembangnya sifat resistensi bakteri terhadap antibiotik (Kristaningsih et al. 2005). Tabel 4 Hasil pengujian sensitivitas isolat Salmonella spp. terhadap antibiotik Golongan antibiotik Β- Laktam Sefalosporin Fluoroquinolon Fenikol Potentiated Sulfonamides Aminoglikosida Tetrasiklin Makrolida Agen antibiotik (µg) Ampisilin (10) Sefalotin (30) Enrofloksasin (5) Asam nalidiksat (30) Kloramfenikol (30) Trimetoprim (5) Trimetoprim- Sulfametoksasol (1.25/23.75) Streptomisin (10) Tetrasiklin (30) Eritromisin (15) R a I S N % n % n % a R : resisten I: intermediet S: susceptible/peka Tabel 5 Pola resistensi isolat Salmonella spp. terhadap golongan antibiotik Pola resistensi terhadap agen antibiotik Jumlah (n) Jenis a dan jumlah isolat 0 E (23), AMP (1) E+AMP (10), E+S (8) E+AMP+KF (1), E+AMP+NA (1), E+KF+NA (1), E+KF+TE (1), E+AMP+S (1) E+AMP+NA+C (1), E+AMP+S+TE(1), E+AMP+NA+S (1) a AMP: ampisilin; KF: sefalotin; S: streptomisin; ENR: enrofloksasin; NA: asam nalidiksat; E: eritromisin; C: kloramfenikol; SXT: trimetoprim-sulfametoksasol; TE : tetrasiklin Semakin meningkatnya sifat resistensi Salmonella spp. terhadap berbagai antibiotik, perlu dilakukan evaluasi tentang penggunaan antibiotik pada hewan dan industri peternakan. Pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan dosis pemakaian dan lama waktu pemberian akan menimbulkan efek antara lain terjadinya resistensi bakteri. Bakteri yang resisten akan sulit diberantas dan akan berkembang cepat sehingga dapat menyebabkan terjadinya wabah infeksi

29 bakterial dalam suatu populasi. Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik merupakan cara penentuan antibiotik yang tepat untuk pengobatan. Uji resistensi antibiotik mempunyai fungsi, terutama dalam pemilihan pengobatan antimikrobial. Bakteri bisa mendapatkan resistensi antibiotik dari bakteri lainnya (Plumb 2005). 15 B B A B C C Gambar 3 Salmonella spp. yang resisten terhadap antibiotik pada media agar Muller Hilton; A. Blank disc, B. Cakram antibiotik, C. Diameter zona hambat Antibiotik ampisilin memiliki daya resisten 34% terhadap 17 isolat Salmonella spp. dan intermediet sebanyak 16 % terhadap 8 isolat Salmonella spp. Kondisi resistensi Salmonella spp. pada sapi di Negara Brazil juga ditemukan dalam penelitian Zhao et al. (2007) dari 129 isolat Salmonella asal sapi 66% isolat resisten terhadap ampisilin. Kejadian resistensi terhadap ampisilin juga terjadi pada isolat Salmonella spp. pada sapi perah di Texaz, Amerika Serikat yaitu resisten sebesar 88% dari 50 isolat yang diuji (Bischoff et al. 2004). Davis et al. (2007) melaporkan selama tahun di Negara Brazil dilaporkan bahwa 79.6% Salmonella Dublin yang diisolasi dari sapi mengalami resistensi terhadap ampisilin. Organisme patogen melalui proses enzimatik berperan mengurangi atau mengeliminasi antibiotik. Pada mikroorganisme yang telah mengalami mutasi, terjadi peningkatan aktifitas enzim atau terjadi mekanisme baru sehingga obat menjadi tidak aktif sehingga penggunaan ampisilin sudah tidak efektif lagi bagi Salmonella spp. (Estoepangestie et al. 2014). Ampisilin merupakan prototip golongan aminopenisilin dan antibiotik golongan laktam yang paling banyak beredar dan digunakan di Indonesia. Antibiotik beta laktam bekerja dengan menghambat sintesa dinding sel bakteri karena proses transpeptidase antar rantai peptidoglikan terganggu, yang kemudian akan mengaktivasi enzim proteolitik pada dinding sel bakteri. Ampisilin mempunyai aktivasi paling baik terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan bakteri gram negatif walaupun mempunyai spektrum antibiotik yang luas (Istiantoro dan Gan 2008). Resistensi bakteri terhadap ampisilin dan antibiotik β-laktam lainnya terjadi karena kemampuan bakteri menghasilkan enzim β-laktamase yang dapat merusak ampisillin (Brander et al. 1991). Ampisilin merupakan jenis antibiotik yang

30 16 diperbolehkan digunakan sebagai bahan campuran pakan di Australia sampai pada tahun 2012 (Schipp 2012). Resistensi terhadap ampisilin dapat menyebar pada populasi bakteri baik secara klonal dan dapat dilanjutkan dengan perubahan genetik secara horizontal sehingga dapat dihasilkan lebih banyak strain bakteri yang resisten daripada pada jenis antibiotik asam nalidiksat yang hanya dapat menyebarkan secara klonal dan tidak mampu memindahkan sifat resistensi (Bortolaia et al. 2010). Streptomisin merupakan yang efektif digunakan untuk melawan bakteri Pasteurella, Brucella, Hemophilus, Salmonella, Klebsiella, Shigella dan organisme Mycobacterium (Hubber 1977). Streptomisin termasuk golongan antibiotik aminoglikosida yang aktif terutama terhadap bakteri gram negatif dan resistensi silang parsial antar sesamanya (neomisin, gentamisin, dan spektinomisin). Jenis kerja streptomisin adalah bakterisid. Mekanisme kerja streptomisin adalah antibiotik ini berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mrna salah dibaca oleh trna pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal, nonfungsional bagi sel bakteri (Setiabudy dan Gan 2003). Resistensi terhadap streptomisin mungkin disebabkan oleh adanya mutasi yang terjadi secara kebetulan. Secara umum dikatakan bahwa makin lama terapi dengan streptomisin berlangsung, maka resistensinya juga akan semakin meningkat. Mutasi ini terjadi pada rrna, sebagai target obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis protein bakteri. Mutasi pada rrna telah terbukti dapat menimbulkan resistensi obat yang berhubungan dengan mekanisme sebab akibat, dan mempunyai hubungan dengan resistensi perolehan yang didapatkan secara in vivo dari organisme patogen lain yang resisten terhadap streptomisin. Resistensi terhadap streptomisin pada Salmonella disebabkan oleh adanya modifikasi enzim aminoglikosida adenil transferase yang dikode oleh suatu protein aada dan aadb yang berhubungan dengan resistensi streptomisin (Hur et al. 2012). Selain inaktivasi dari obat, mekanisme resistensi lain terkait adanya modifikasi target obat untuk mengikat dalam sel (Folley dan Lynne 2008). Antibiotik kloramfenikol memiliki daya sensitivitas 92% terhadap 46 sampel untuk Salmonella spp. Khloramfenikol bekerja dengan cara menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai peptida yang mulai timbul, sebagian besar karena kloramfenikol menghambat peptidil transferase. Khloramfenikol terutama bersifat bakteriostatik dan pertumbuhan mikroorganisme dimulai lagi bila pemberian obat dihentikan (Jawetz 1997). Kloramfenikol memiliki daya intermediet 6% terhadap 3 sampel untuk Salmonella spp., memiliki daya resisten 2% terhadap 1 sampel untuk Salmonella spp., itu artinya Salmonella spp. termasuk masih sensitif terhadap antibiotik kloramfenikol tetapi 1 isolat sudah menunjukkan adanya resistensi. Resistensi terhadap kloramfenikol terjadi karena adanya asetilasi yang membuat kloramfenikol tidak aktif (Brander et al. 1991). Antibiotik tetrasiklin memiliki daya sensitifitas 82% terhadap 41 isolat untuk Salmonella spp. memiliki daya resistensi 4% terhadap 2 isolat untuk Salmonella spp. dan intermediet 14% untuk 7 isolat Salmonella spp.. Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang bekerja secara bakteriostatik yakni mampu menghambat pertumbuhan dan replikasi bakteri dengan cara mengganggu fungsi unit ribosom 30S atau 50S serta menghambat sintesis protein secara reversible (Chambers 2006). Antibiotik berspektrum luas ini dapat melawan bakteri gram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

25 Universitas Indonesia

25 Universitas Indonesia 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap kloramfenikol, trimethoprim/ sulfametoksazol,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif. B. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat

Lebih terperinci

Resistensi Antibiotik pada Salmonella Isolat Sapi Bakalan Asal Australia yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta

Resistensi Antibiotik pada Salmonella Isolat Sapi Bakalan Asal Australia yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Jurnal Veteriner September 2016 Vol. 17 No. 3 : 449-456 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.3.449 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan metode difusi Kirby-Bauer (Triatmodjo, 2008). Hasil penelitian diperoleh dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4 27 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Rumah Sakit Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan bakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB pada bulan Desember 2009 hingga Februari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung Utara, berbatasan dengan Kecamatan Petang disebelah Utara, Kabupaten Gianyar disebelah

Lebih terperinci

Salmonella spp. YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI DAGING ITIK DI KABUPATEN BOGOR LOISA

Salmonella spp. YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI DAGING ITIK DI KABUPATEN BOGOR LOISA Salmonella spp. YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI DAGING ITIK DI KABUPATEN BOGOR LOISA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI SAPI POTONG YANG DIIMPOR MELALUI PELABUHAN TANJUNG PRIOK JAKARTA

Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI SAPI POTONG YANG DIIMPOR MELALUI PELABUHAN TANJUNG PRIOK JAKARTA Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI SAPI POTONG YANG DIIMPOR MELALUI PELABUHAN TANJUNG PRIOK JAKARTA GIGIH IKHTIARI ERFIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

Alat dan Bahan : Cara Kerja : No : 09 Judul : Uji kualitatif dan kuantitatif Bakteri Coli (Coliform) Tujuan : - Untuk menentukan kehadiran bakteri coliform dalam sampel air - Untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform dalam sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan asal hewan sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia sebagai sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia dini yang karena laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Dengan semakin luasnya penggunaan antibiotik ini, timbul masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. untuk mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi yolk sac merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan pada anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Infeksi yolk sac dapat ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flora Normal Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi, Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 4.2 Tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur Untuk mengetahui keberadaan bakteri patogen yang menginfeksi ovarium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat.

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat. 23 METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Pengambilan sampel daging sapi impor untuk penelitian ini dilakukan di Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH). Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Balai Besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease Foodborne disease adalah suatu penyakit ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

Lebih terperinci

Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI AYAM BROILER DAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR EKO SUSANTO

Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI AYAM BROILER DAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR EKO SUSANTO Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI AYAM BROILER DAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR EKO SUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu UJI-UJI ANTIMIKROBA KIMIA BIOESAI PS-S2 KIMIA IPB 2014 Uji Suseptibilitas Antimikrobial Metode Difusi Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu Metode Dilusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai

Lebih terperinci

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh: WULAN PRIATIWI K 100110108 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor penting agar ayam dalam suatu peternakan dapat tumbuh dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut harus dalam keadaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan September tahun 2008. Tempat penelitian di Laboratorium Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare terutama diare pada anak sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa

Lebih terperinci

KEPEKAAN ISOLAT SALMONELLA ENTERITIDIS DAN SALMONELLA HADAR YANG DIISOLASI DARI DAGING AYAM TERHADAP ANTIBIOTIKA

KEPEKAAN ISOLAT SALMONELLA ENTERITIDIS DAN SALMONELLA HADAR YANG DIISOLASI DARI DAGING AYAM TERHADAP ANTIBIOTIKA KEPEKAAN ISOLAT SALMONELLA ENTERITIDIS DAN SALMONELLA HADAR YANG DIISOLASI DARI DAGING AYAM TERHADAP ANTIBIOTIKA (The Sensitivity of Salmonella enteritidis and Salmonella hadar isolated from chicken meat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Yijk = + αi + βj + (αβ) ij + ijk

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Yijk = + αi + βj + (αβ) ij + ijk METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Mikrobiologi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes HASIL DAN PEMBAHASAN Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian. Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, sebanyak 7 sampel diambil dari pasar tradisional dan 7 sampel diambil dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh peternak ayam petelur adalah gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi meliputi manajemen,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik Pengujian residu antibiotik pada daging ayam dan sapi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode uji tapis (screening test) secara bioassay, sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumonia Taksonomi dari Klebsiella pneumonia : Domain Phylum Class Ordo Family Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Total Plate Count Tabel 5. Metoda Total Plate Covmt untuk perlakuan I Jenis Jumlah koloni Pengenceran (konsentrasi) K 125 10-'' T 74 10-' K 15 10' T 100 10"^ K

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat dan infeksi luka ditandai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Racangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial atau Completely Random Design pola faktorial.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan berbagai jenis penyakit infeksi sampai sekarang ini adalah dengan pemberian antibiotik. Antibiotik merupakan substansi atau zat yang dapat membunuh atau melemahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Campylobacter jejuni yang diuji dalam penelitian ini berasal dari wilayah Demak dan Kudus. Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terdapat perbedaan karakter pola resistensi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Sampel isolat lokal Campylobacter jejuni Hewan percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Sampel isolat lokal Campylobacter jejuni Hewan percobaan 26 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung dari bulan April 2010 sampai dengan Juli 2011 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi penderitaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di negara berkembang. Penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik adalah suatu substansi antimikrobia yang diperoleh dari atau dibentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik adalah suatu substansi antimikrobia yang diperoleh dari atau dibentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi antimikrobia yang diperoleh dari atau dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme yang umumnya adalah jamur maupun zat sintetik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji efektivitas pada antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

Uji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik

Uji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik MODUL 7 Uji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik POKOK BAHASAN : 1. Uji Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik 2. Uji potensi bakteri sebagai penghasil enzim ekstraseluler (proteolitik, celulase,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak dikembangkan penelitian tentang mikroorganisme penghasil antibiotik, salah satunya dari Actinomycetes. Actinomycetes berhabitat di dalam tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Makanan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Makanan manusia dapat bersumber dari produk hewani maupun nabati. Salah satu sumber protein hewani yang dikenal masyarakat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Komposisi Media. 1. MH (Mueler Hinton) 2. Sabouraud Dextrose Agar. Komposisi: Komposisi : Mycological peptone. Beef Dehidrate Infusion

Lampiran 1. Komposisi Media. 1. MH (Mueler Hinton) 2. Sabouraud Dextrose Agar. Komposisi: Komposisi : Mycological peptone. Beef Dehidrate Infusion 48 49 Lampiran 1. Komposisi Media 1. MH (Mueler Hinton) Komposisi : 2. Sabouraud Dextrose Agar Komposisi: Beef Dehidrate Infusion 300,0 g Mycological peptone 10,0 g Casein Hydrolysate 17,5 g Glukosa 40,0

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih dari 200ml perhari atau buang air besar (defekasi)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, mikroba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai April 2015. Analisis aspek mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Makanan dan Minuman Dinas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan (Widodo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode difusi Kirby bauer. Penelitian di lakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Dewasa ini berbagai jenis antimikroba telah tersedia untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat anti

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Susu Bubuk Skim Impor

MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Susu Bubuk Skim Impor MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Lebih terperinci