UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorizza Roxb.) ELSAMILA ARITESTY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorizza Roxb.) ELSAMILA ARITESTY"

Transkripsi

1 UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorizza Roxb.) ELSAMILA ARITESTY DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Elsamila Aritesty NIM F

4 ABSTRAK ELSAMILA ARITESTY. Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.). Dibimbing oleh DYAH WULANDANI. Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) merupakan salah satu tumbuhan asli Indonesia yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional (ramuan jamu) untuk menambah nafsu makan dan mengobati gangguan hati dan malaria. Tujuan penelitian ini adalah menguji performansi alat pengering efek rumah kaca untuk pengeringan temulawak dan menganalisis sebaran suhu pada ruang pengering. Pengujian menggunakan temulawak dengan massa kg, kadar air % bb menjadi % bb membutuhkan waktu 27.5 jam dengan suhu pengeringan o C, efisiensi pengeringan % dan konsumsi energi spesifik MJ/kg uap air. Pengujian dengan massa kg, kadar air % bb menjadi 8.55 % bb membutuhkan waktu 30.5 jam, suhu pengeringan o C, efisiensi pengeringan % dan konsumsi energi spesifik MJ/kg uap air. Efisiensi termal rata-rata dari semua percobaan adalah % dengan keragaman 5.37 %. Penggunaan alat pengering pada kapasitas penuh lebih disarankan untuk pengehematan energi Kata kunci : alat pengering efek rumah kaca, sebaran suhu, temulawak, ABSTRACT ELSAMILA ARITESTY. Dryer Performance Testing of Rack Type Hybrid Greenhouse Effect Dryer for Drying of Wild Ginger (Curcuma xanthorizza Roxb.). Supervised by DYAH WULANDANI. Wild ginger (Curcuma xanthorizza Roxb.) is one of Indonesian native plants that can be used as herbal medicine to increase the appetite and to treat liver disorder and malaria. The objectives of this study are to test the dryer performance of the rack type hybrid green house effect dryer for drying of wild ginger and to analyze the temperature distribution in the drying chamber. The drying of kgs slice wild ginger at % wb to % wb need 27.5 hours with temperature drying at o C, drying efficiency of % and total specific energy consumption of MJ/kgs vapor. The drying of kgs slice wild ginger at % wb to 8.55 % wb need 30.5 hours with temperature drying at o C, drying efficiency of % and total specific energy consumption of MJ/kgs vapor. The average of thermal efficiency of all experiments is %, with variety of 5.37 %. The use of dryer for full capacity is more suggested for energy saving. Keywords: greenhouse effect dryer, temperature distribution, wild ginger

5 UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorizza Roxb.) ELSAMILA ARITESTY Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) Nama : Elsamila Aritesty NIM : F Disetujui oleh Dr.Ir Dyah Wulandani, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah pengeringan, dengan judul Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.). Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Dr.Ir Dyah Wulandani, MSi selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan nasihat kepada penulis dalam penelitian hingga penyelesaian tugas akhir skripsi ini. 2. Dr. M. Yulianto, ST. MT dan Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga bagi penulis. 3. Nur Elli, S.Pd.I dan Nurdison (Almarhum) selaku orang tua serta Kurnia Dwilyand adik penulis, dan keluarga besar bunda Nurlela (Alm), Adang Sarjalil, Oom Azwarli, Bunda Sajarina, Mama Nuraini, Bapak Okto Verisman, Uncu Arlius, Ante Risnawati, dan adik-adikku (Iya, Sidiq, Arul, Rahmah, Fadil, Nayla, Ifa) yang telah memberikan banyak dorongan, motivasi, semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Stephani, Aditya, Andreas, Desi, Endah, Rizky, Gumilar, Kala, Ivan, Nafis, Nopri, Amajida, Angela, Tika, Alfredo, Adytia, Jarwo, Jeni, Aynal, Sandi, dan teman-teman Orion TMB 46 yang membantu selama penulis melakukan penelitian. 5. Nita, Fefi, Fiona, Amirah, Istikhamah, Kak Riri dan Kak Neni yang telah memberikan dukungan penulis selama penelitian. 6. Pak Harto, Pak Darma dan Mas Firman yang telah membantu penulis dalam penelitian, serta seluruh staff UPT TMB IPB yang telah membantu dalam proses administrasi. 7. Pak Yunus dan staff Balitro yang telah membantu penulis dalam menyediakan bahan penelitian. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Bogor, September 2013 Elsamila Aritesty

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 11 Latar Belakang 11 Perumusan Masalah 11 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Temulawak 2 Pengolahan Temulawak 4 Pengeringan Rempah-rempah 5 Teori pengeringan 6 Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Tipe Rak 7 Pindah Panas Sistem 9 METODE 10 Lokasi dan Waktu Penelitian 10 Bahan Penelitian 10 Peralatan Penelitian 11 Tahap Kegiatan Penelitian 11 Parameter Pengukuran 12 Parameter Unjuk Kerja Alat Pengering 14 Analisis Data 14 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Pengujian Tanpa Beban 19 Pengujian dengan Bahan Temulawak 22 Simulasi Keseimbangan Panas pada Ruang Pengering 38 SIMPULAN DAN SARAN 44 Simpulan 44

10 Saran 44 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN 47 RIWAYAT HIDUP 69

11 DAFTAR TABEL 1. Syarat mutu temulawak 4 2. Hasil penelitian oleh Rokhani (1989) 6 3. Studi-studi yang dilakukan pada pengering efek rumah kaca tipe rak 9 4. Nilai rata-rata suhu, RH, kecepatan angin, iradiasi surya dan biomassa Profil sebaran suhu, RH, kecepatan angin rata-rata pada rak, lingkungan dan outlet Nilai radiasi yang diterima selama percobaan Energi yang diterima selama proses pengeringan Penggunaan energi untuk peningkatan suhu ruang pengering Jumlah dan laju pembakaran biomassa pada percobaan Hasil performansi alat pengering ERK Panas yang hilang pada tungku Nilai efisiensi sistem tungku Panas efektif dan efisiensi sistem tungku dan heat exchanger Kehilangan panas yang terjadi pada dinding pengering Kandungan minyak atsiri dan kadar air akhir temulawak Suhu rata-rata, nilai keragaman dan error hasil validasi Parameter yang digunakan dalam simulasi 43 DAFTAR GAMBAR 1. Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) 2 2. Kurva laju pengeringan (Henderson dan Perry 1976) 7 3. Proses pindah panas pada alat pengering (Leopold 1997) Alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Diagram alir kegiatan penelitian Software Psycometric Chart yang digunakan Sebaran suhu pada ruang pengering P Sebaran suhu pada ruang pengering P Sebaran suhu ruang pengering dengan beban (P3) Sebaran suhu ruang pengering dengan beban (P4) Perbandingan RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering P Perbandingan RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering P Penurunan kadar air selama proses pengeringan P Penurunan kadar air selama proses pengeringan P Laju pengeringan pada P Laju pengeringan pada P Laju pemasukan biomassa dan pengaruhnya terhadap sebaran suhu ruang pengering pada percobaan 1 (a), percobaan 2 (b), percobaan 3 (c), dan percobaan 4 (d) Temulawak sebelum (a) dan sesudah dikeringkan P3 dengan alat pengering (b) dan kontrol (c) 37

12 19. Temulawak sebelum (a) dan sesudah dikeringkan P4 dengan alat pengering (b) dan kontrol (c) Sebaran suhu ruang pengering hasil simulasi dan data pengukuran Sebaran suhu absorber hasil simulasi dan data pengukuran Sebaran suhu heat exchanger hasil simulasi dan data pengukuran 42 DAFTAR LAMPIRAN 1. Titik pengukuran pada alat pengering Sebaran suhu pada P Sebaran suhu pada P Sebaran suhu pada P Sebaran suhu pada P Hasil performansi alat pengering efek rumah kaca (ERK) Perhitungan performansi alat pengering ERK Kehilangan panas pada dinding tegak tungku (Q L1 ) Kehilangan panas pada lantai dasar tungku (Q L2 ) Kehilangan panas pada lubang udara masuk tungku (Q L3 ) Contoh perhitungan kehilangan panas pada dinding tungku Panas efektif heat exchanger yang diterima oleh ruang pengering Perhitungan parameter pada simulasi 66

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) merupakan salah satu tumbuhan asli Indonesia. Rimpang ini banyak digunakan sebagai obat tradisional, paling umum digunakan sebagai ramuan jamu untuk menambah nafsu makan, air rebusan atau perasan untuk mengobati gangguan hati, penyakit kuning malaria, dan pegal-pegal, atau bisa juga dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bumbu masakan (Afifah 2005). Proses pemanenan pada temulawak dilakukan dengan menggali tanah disekitar rumpun dan diangkat bersama akar dan rimpangnya lalu dibersihkan dari kotoran dengan melakukan pencucian pada temulawak. Temulawak yang akan digunakan untuk jamu, dilakukan perajangan dengan ketebalan tertentu dan dikeringkan. Pada proses pengeringan ini, bisa dilakukan dengan cara menjemur langsung dibawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering seperti oven. Pada saat ini, pengeringan temulawak masih menggunakan pengeringan secara langsung dibawah sinar matahari. Hal ini sangat mudah dan murah untuk dilakukan, tetapi pengeringan dengan cara ini membutuhkan waktu yang lama dan tempat yang luas karena temulawak tidak bisa dikeringkan dengan cara ditumpuk. Penggunaan alat pengering mekanis untuk mengeringkan temulawak merupakan salah satu alternatif yang bisa digunakan dan tidak bergantung dengan kondisi cuaca serta tidak membutuhkan tempat yang terlalu luas. Salah satu alat pengering mekanis yang menggunakan energi surya adalah pengering Efek Rumah Kaca (ERK) tipe rak dengan penambahan tungku biomassa, sehingga bisa digunakan pada kondisi apapun. Penggunaan alat pengering ini diharapkan bisa mempercepat proses pengeringan pada temulawak dengan mutu yang baik dan menjaga produktivitas produk kering secara kontinyu. Perumusan Masalah Performa alat pengering efek rumah kaca hybrid tipe rak ini belum pernah diuji coba pada temulawak. Tujuan uji coba adalah untuk mengetahui kemampuan alat dalam menghasilkan temulawak kering dengan mutu yang baik dan hemat energi. Dalam rangka penghematan energi, percobaan trial dan error operasi pengeringan akan membutuhkan biaya percobaan, oleh karena itu diperlukan analisis pemodelan pindah panas untuk mempercepat dan memudahkan kajian untuk menentukan kondisi operasi pengeringan terbaik dan rekomendasi desain pengering yang hemat energi dan efisien.

14 2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan uji performansi alat pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid untuk pengeringan temulawak. 2. Melakukan analisis sebaran suhu pada ruang pengering Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi dan rekomendasi dalam melakukan proses pengeringan temulawak menggunakan pengering efek rumah kaca hybrid tipe rak sehingga menghasilkan mutu produk kering yang tinggi (kadar air seragam). TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang menyukai lingkungan lembab dan terlindung, sehingga sering tumbuh di hutan jati atau hutan bambu. Selain dapat tumbuh di hutan, temulawak dapat pula tumbuh ditempat yang agak cerah. Tumbuhan ini menyebar luas di beberapa wilayah Indonesia, seperti di pulau Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kalimantan dan Sulawesi. Di daerah Jawa Barat rimpang ini dapat dijumpai di beberapa daerah, seperti di Kecamatan Jatiluhur, Darangdan, Plered, dan Sukatani di Kabupaten Purwakarta; Kecamatan Mande, Cipeundey, Cililin, Cipongkor, Rancangpanggung, Cikalong Kulon, Batujajar Kabupaten Bandung; Kecamatan Wado, Situraja, dan Tanjungsari di Kabupaten Sumedang. Di daerah Jawa Tengah, temulawak banyak ditemukan di daerah Purworejo, Blora dan Wonogiri (Afifah 2005). Gambar 1 Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) Temulawak merupakan tanaman tahunan, berbatang semu, berwarna hijau dan cokelat gelap. Tinggi batangnya antara 15 cm sampai 20 cm, paling tinggi

15 dibanding kerabat-kerabat semarganya. Batangnya tersusun atas upih-upih daun, seperti halnya upih-upih daun yang ada pada pisang, tumbuh tegak lurus dan berumpun. Daunnya berbentuk seperti lembing jorong agak melonjong (oblong elliptic). Telapak daunnya berwarna hijau tua, bergaris-garis cokelat, lebarnya antara 1 cm sampai 2.5 cm, dan berbintik-bintik jernih hijau muda. Di sisi kiri kanan tulang daun biasanya ada tanda semacam pita memanjang yang warnanya merah keunguan. Punggung daunnya berwarna pudar dan berkilat. Akar temulawak terdiri dari umbi akar yang berbentuk telur (silinder pusat berwarna kuning-tua dan kulit berwarna kuning muda) (Afifah 2005). Rimpang temulawak banyak digunakan sebagai komponen utama dalam sediaan jamu atau obat tradisional dan dimanfaatkan dalam bentuk kering. Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa dan mineral. Di antara komponen tersebut, komponen yang paling banyak digunakan adalah pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Ketiganya banyak digunakan, baik dalam industri maupun dalam rumah tangga. Pati pada temulawak mudah dicerna, sehingga cocok digunakan sebagai makanan bayi atau makanan orang yang baru sembuh dari sakit dan sebagai campuran bahan makanan atau sumber karbohidrat. Minyak atsiri pada temulawak diperoleh dari hasil penyulingan. Minyak atsiri temulawak mempunyai khasiat sebagai kolagoga (peluruh empedu). Minyak ini digunakan sebagai campuran obat rematik. Kurkuminoid mempunyai aroma khas, tidak toksik (tidak beracun), dan berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit. Dalam suasana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau jingga dan dalam suasana basa berwarna merah. Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai obat, sumber karbohidrat, bahan penyedap masakan dan minuman, serta pewarna alami untuk masakan dan kosmetik. Berdasarkan penelitian dan pengalaman, temulawak telah terbukti berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Misalnya dapat digunakan untuk pengobatan gangguan fungsi hati (lever), baik pada hepatitis maupun pada perlemakan hati. Sebagai obat gangguan hati, temulawak bekerja sebagai kolagoga, yakni meningkatkan produksi dan sekresi empedu, menurunkan kadar kolestrol hati dan mengaktifkan enzim pemecah lemak di hati. Dalam bentuk rebusan dan ekstrak, temulawak dipakai untuk pengobatan kolelitiasis, kolesistitis, dan kerusakan pada parenkim hati. Temulawak dapat digunakan sebagai obat anti-inflamasi atau antiradang (Afifah 2005). Melalui aktivitas anti-inflamasinya, temulawak efektif untuk mengobati penyakit radang sendi, rematik, atau arthritis rematik. Melalui aktivitas hipolesterolemiknya, temulawak dapat menurunkan kadar kolestrol total dan mempunyai indikasi menurunkan kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL) kolestrol. Temulawak juga mempunyai sifat fungistatik atau antijamur terhadap beberapa jamur golongan dermatophyta. Selain bersifat fungistatik, temulawak juga bersifat bakteriostatik atau antibakteri pada mikroba jenis Staphylococcus dan Salmonella. Temulawak telah dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan, seperti menambah nafsu makan, menyembuhkan sakit maag, batuk, asma, sariawan, panas, malaria, ambient, sembelit, dan diare. Di samping itu, memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati gangguan saat nifas dan menstruasi, eksim, kencing nanah atau sifilis, kembung dan mulas, asam urat, sakit pinggang, pegal linu, hipertensi, kencing batu, membersihkan darah, kutu air, muntah-muntah, muntaber, serta mengatasi gangguan cacing pita. Pemakaian 3

16 4 temulawak untuk pengobatan umumnya dilakukan dalam bentuk ramuan, baik tunggal maupun campuran (Afifah 2005). Pengolahan Temulawak Temulawak ini dipanen dalam bentuk rimpang. Pada umumnya rimpang yang dipergunakan sebagai bahan baku industri jamu dan obat adalah rimpang induk, sedangkan rimpang cabang (anak rimpang) dipergunakan sebagai benih. Rimpang yang digunakan sebagai bahan baku jamu dan obat, dijaga kebersihannya, dicuci dengan air bersih, dirajang tipis-tipis kemudian dijemur. Perajangan dilakukan dengan ketebalan ± 4-7 mm. Hasil rajangan (simplisia) tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahari ditutupi dengan kain hitam, diusahakan tidak terkena langsung sinar matahari. Sedangkan suhu untuk dikeringkan didalam oven diusahakan suhunya 40 o C (Rahardjo 2010). Proses pengeringan rimpang ini, harus memperhatikan tentang kondisi suhu. Suhu yang terlalu tinggi, bisa menyebabkan kehilangan zat-zat aktif yang terkandung di dalamnya. Kandungan zat aktif pada bahan dipengaruhi oleh suhu pengeringan. Suhu pengeringan yang melebihi 60 o C dapat mengurangi kandungan atsiri pada bahan. Karena bahan aktif yang terkandung pada bahan, pengeringan pada suhu tinggi lebih mudah menguap dibandingkan dengan pengeringan pada suhu rendah. Untuk mendapatkan produk dengan kandungan atsiri yang lebih baik, suhu pengeringan harus bisa dipertahankan berkisar 40 o C sampai 60 o C. Rimpang kering ini memiliki standar mutu untuk pasaran luar negeri dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 Syarat mutu temulawak No. Uraian Persyaratan 1. Warna kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga 2. Aroma Khas wangi aromatis 3. Rasa Mirip rempah dan agak pahit 4. Kadar air maksimum 12 % 5. Kadar abu 3-7 % 6. Kadar pasir (kotoran) 1 % 7. Kadar minyak astiri minimal 5 % Sumber : Temulawak merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan jamu. Pengolahan temulawak menjadi jamu melalui tahapan yaitu: proses pengolahan bahan dasar dan produksi bahan baku menjadi jamu (Fauziah 2010). Tahapan dalam proses pengolahan bahan dasar adalah : - Setelah temulawak dipanen dilakukan penyortiran. Penyortiran ini untuk memisahkan rimpang temulawak yang busuk atau rusak dan memisahkan kotoran. - Pencucian atau pembersihan dilakukan untuk menghilangkan tanah dan cemaran lain yang masih menempel pada rimpang temulawak. - Pengecilan ukuran dilakukan dengan cara perajangan pada ketebalan 3 sampai 5 mm.

17 - Pengeringan dilakukan supaya bahan tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan temulawak biasanya dengan pengeringan alami dan buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari melalui penjemuran. Pada penjemuran ini harus selalu dibolak-balik supaya bahan tidak terlalu kering dan pengeringannya merata. Sedangkan dengan pengeringan buatan, menggunakan oven dengan suhu 60 o C. Pengeringan secara lebih terperinci dijelaskan pada sub bab pengeringan dan pengeringan rempahrempah dibawah ini. - Sortasi kering dilakukan untuk menghilangkan cemaran-cemaran benda asing pada saat pengeringan. - Penimbangan bahan baku dilakukan setelah bahan baku kering dan bersih, setelah itu dilakukan penyimpanan. Tahapan selanjutnya adalah produksi bahan baku menjadi jamu dalam bentuk serbuk, yaitu : - Bahan baku kering dan bersih diambil dari tempat penyimpanan, lalu dilakukan peracikan. Peracikan dilakukan sesuai dengan formula yang dibutuhkan. - Pengeringan singkat dilakukan bersamaan dengan peracikan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kadar air yang dimungkinkan bertambah pada saat penyimpanan. - Penggilingan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam pembuatan jamu. - Tahapan selanjutnya adalah pengayakan sampai dengan proses pengemasan sesuai dengan kebutuhan. Pengeringan Rempah-rempah Penelitian yang terkait dengan pengeringan tanaman obat seperti temulawak, temu putih, kunyit, jahe telah banyak dilakukan. Tetapi untuk pengeringan temulawak dengan alat pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid tipe rak ini, masih belum dilakukan. Beberapa penelitian yang terkait: - Karakteristik pengeringan temu putih oleh Nursani (2008). Penelitian ini tentang karakteristik pengeringan rimpang temu putih yang meliputi penurunan kadar air dan laju pengeringan, mendapatkan model matematis pengeringan lapisan tipis yang sesuai dengan beberapa metode. Hasil yang didapatkan adalah : Perhitungan nilai kadar air keseimbangan dugaan dihitung berdasarkan metode regresi linear dan menghasilkan persamaan : Me = T, untuk 313 K T 333 K Perhitungan nilai konstanta pengeringan dugaan dihitung berdasarkan metode regresi linear dan menghasilkan persamaan : k = T RH T RH untuk 313 K T 333 K dan 20 % RH 80 % Perhitungan nilai konstanta n dugaan dihitung berdasarkan metode regresi linear dan menghasilkan persamaan : n = RH RH 2, untuk 20 % RH 80 %. 5

18 6 - Pengeringan jahe dan kunyit oleh Rokhani (1989). Penelitian ini melakukan uji performansi pengering tipe rak pada pengeringan jahe dan kunyit serta pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap mutu yang dihasilkan. Dengan hasil yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2 Hasil penelitian oleh Rokhani (1989) Hasil pengamatan Jahe Kunyit Irisan 2 lapis 3 lapis RH (%) Kapasitas alat (kg) Kadar air awal (%) Suhu plenum ( o C) Kadar air akhir ( %) Waktu pengeringan (jam) Laju pengeringan (kg air/jam atau ( % bb/jam) 5.44 / / 4.02 Efisiensi pemanasan (%) Efsiensi penggunaan panas (%) Efisiensi pengeringan total (%) Optimasi pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak berdasarkan analisis eksergi oleh Manulu (2011). Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah : Pengeringan temu putih dan temulawak berlangsung pada laju periode menurun dimana difusi merupakan mekanisme pengontrol pergerakan air di dalam bahan. Pada suhu pengeringan 40 o C kadar air akhir temu putih tidak dapat mencapai standar 10 % bb. Untuk dapat mencapai kadar air tersebut temu putih dan temulawak harus dikeringkan pada suhu 50 o C dengan RH dibawah 30 % atau pada suhu 60 o C dan 70 o C. Model Page adalah model yang paling sesuai untuk mewakili karakteristik pengeringan temu putih dan temulawak dengan nilai rata-rata koefisien determinasi (R 2 ) dan standard error (SE) masing-masing sebesar dan untuk temu putih serta dan untuk temulawak. Persamaan dari model Page adalah MR = exp( -kt n ). Konstanta pengeringan temu putih dan temulawak bervariasi menurut suhu pengeringan pada selang dan menit -1 serta dan menit -1. Semakin tinggi suhu pengeringan maka nilai konstanta pengeringan temu putih dan temulawak semakin tinggi pula. Teori pengeringan Menurut Henderson dan Perry (1976), pengeringan adalah pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air keseimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dijaga dari serangan jamur, aktivitas serangga dan enzim. Keuntungan utama dari proses pengeringan adalah bahan lebih tahan lama disimpan pada suhu ruang karena

19 mikroba dan enzim pada bahan pangan dapat diatasi akibat berkurangnya kadar air dalam bahan. Proses pengeringan terdiri dari dua periode yaitu periode pengeringan dengan laju tetap atau konstan dan periode dengan laju menurun. Periode pengeringan dengan laju tetap merupakan proses perpindahan massa air yang berasal dari permukaan bahan. Proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan bahan dengan udara pengering. Proses ini akan terus berlangsung sampai air bebas pada permukaan telah hilang. Sedangkan pengeringan dengan laju menurun akan berlangsung setelah pengeringan laju konstan selesai. Kadar air diantara kedua periode tersebut disebut dengan kadar air kritis. Pengeringan dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air keseimbangan. Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air terendah yang dapat dicapai pada suhu dan kelembaban tertentu ( Henderson dan Perry 1976). Kurva laju pengeringan oleh Henderson dan Perry (1976) dapat dilihat pada Gambar 2. 7 Gambar 2 Kurva laju pengeringan (Henderson dan Perry 1976) Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Tipe Rak Pengering efek rumah kaca (ERK) adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan energi surya yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan, serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikan suhu udara pengering di dalamnya (Kamaruddin et al. 1994). Alat pengering ERK tipe rak memiliki dua bagian utama yaitu bangunan rumah kaca dan rak. Bangunan rumah kaca berfungsi sebagai pengumpul panas sedangkan rak digunakan sebagai tempat untuk meletakan bahan yang akan

20 8 dikeringkan. Bangunan rumah kaca yang berfungsi sebagai kolektor panas terdiri dari plat hitam dan lantai (absorber) serta atap dan dinding transparan (Manulu dan Kamaruddin 2001). Energi matahari berupa gelombang pendek yang ditransmisikan lewat atap dan dinding diserap oleh absorber dan sebagian dipantulkan. Pantulan dalam bentuk gelombang panjang ini terperangkap dalam ruangan sehingga terjadi akumulasi panas yang menyebabkan peningkatan suhu di dalam rumah kaca sekaligus ruang plenum (Manulu dan Kamaruddin 2001). Radiasi surya akan diteruskan oleh bahan transparan menuju ke pelat absorber yang dicat hitam. Penyerapan akan dilakukan oleh absorber, bergantung pada nilai absorbtivitasnya, sehingga suhu absorber akan naik. Absorber ini sebagaimana sifat permukaan seluruh benda akan memancarkan radiasi (emisi) panas, akan tetapi karena sifat bahan transparan yang akan mengabsorbsi radiasi gelombang panjang, maka radiasi ini tidak keluar. Selain itu bahan transparan juga berfungsi untuk menghambat terjadinya konveksi dengan udara luar. Terjadinya perbedaan suhu antara absorber dengan suhu udara diatasnya (dibawah bahan transparan) membuat pindah panas berlangsung ke udara tersebut. Untuk tipe pengering tanpa pelat, lantai digunakan sebagai absorber (Kamaruddin 2007). Daya serap radiasi (absorptivitas) dari suatu bahan bergantung pada jenis permukaannya. Akan tetapi, suatu permukaan yang mempunyai absorptivitas yang tinggi juga mempunyai nilai emisivitas yang tinggi (daya pancar radiasi) pula. Pada suatu keseimbangan termal keduanya mempunyai nilai yang sama, akan tetapi karena sumber penerimaan radiasi adalah matahari maka kedua nilai ini akan berbeda. Nilai absorptivitas ini dinamakan dengan absorptivitas surya (solar absorptivity) (Kamaruddin 2007). Untuk mendapatkan panas yang besar maka pemilihan bahan diusahakan agar mempunyai nilai absorpsi yang tinggi dan nilai emisivitas yang rendah. Pemilihan bahan dengan bahan yang ringan dapat mempercepat perubahan suhu yang berarti suhu akan cepat naik tetapi suhu juga cepat turun. Penggunaan cat hitam dapat mempertinggi nilai absorptivitas, karena pada umumnya wana hitam mempunyai nilai absorptivitas yang tinggi (Kamaruddin 2007). Energi panas ini dengan bantuan kipas dipakai untuk mengeringkan bahan yang ada dalam rak pengering. Pengeringan dengan energi surya mempunyai kelemahan yaitu tidak kontinyu dan sewaktu-waktu dapat terhalang oleh hujan atau awan. Salah satu upaya melakukan pengeringan lanjutan pada saat cuaca tidak mendukung atau pada malam hari adalah dengan memberikan pemanas tambahan (Manulu dan Kamaruddin 2001). Pemanas tambahan yang digunakan adalah tungku biomassa yang mempunyai nilai ekonomis rendah namun memiliki nilai kalor yang tinggi, murah dan mudah didapat. Keuntungan pengering ERK antara lain : disain tidak rumit, pengoperasian sederhana, bahan konstruksi mudah diperoleh, dan performansi cukup baik. Studi-studi yang menunjukkan performansi ERK (Sari 2012) dapat dilihat pada Tabel 3.

21 9 Tabel 3 Studi-studi yang dilakukan pada pengering efek rumah kaca tipe rak Komoditas Suhu Pengeringan Waktu Penge ringan (jam) Kapa sitas (kg) η (%) KES (MJ / kg) Sumber Kakao Uji lab Nelwan (1997) Uji lab Manalu (1998) Uji Lapang Kamaruddin (1998) Kopi robusta Wulandani (1997) Panili Mursali (1994) Cabai Kamaruddin (1995) Ketimun Pepaya Tahir (1998) Pisang Mirza (1997) Cengkeh , Wulandani (2005) Pala Hatini (2010) Pindah Panas Sistem Pindah panas yaitu proses perpindahan dari media pengering ke bahan untuk mengatasi panas laten penguapan. Proses pindah panas yang terjadi di dalam sistem pengering secara konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi adalah pindah panas di dalam bahan atau dari suatu bahan ke dalam yang lain dengan saling menukarkan energi kinetik antara molekul tanpa ada pergerakan dari molekul tersebut. Konveksi adalah transfer energi yang disebabkan oleh adanya pergerakan fluida panas (Singh dan Heldman 1984). Pindah panas konveksi dinyatakan oleh Singh dan Heldman (1984) sebagai laju panas dari panas yang berubah pada interfase antara fluida dan bahan bakar padat tempat dimana panas akan dialirkan. Laju pindah panas konveksi sebanding dengan perbedaan suhu. Koefisien pindah panas konveksi merupakan salah satu sifat termofisik yang sangat berpengaruh terhadap proses pindah panas antara udara pengering dengan bahan tetapi tidak mencirikan karakteristik dari produk tersebut. Dengan mengetahui nilai dan simulasi koefisien pindah panas konveksi (h) maka dapat ditentukan tingkat suhu dan kecepatan udara yang sesuai untuk pengeringan pada komiditi tertentu. Proses pindah panas secara radiasi berasal dari radiasi surya diterima permukaan penutup bangunan transparan dalam bentuk gelombang pendek, kemudian menembus penutup transparan dan masuk ke dalam bangunan pengering mengenai seluruh komponen. Energi yang dipancarkan dari seluruh komponen ini berupa gelombang panjang. Pada saat mencapai dinding bangunan, energi dengan gelombang panjang tidak dapat menembus, tetapi dipantulkan kembali ke dalam bangunan, pantulan-pantulan energi ini akhirnya mengakibatkan peningkatan suhu udara di dalam ruang pengering. Peningkatan suhu udara di dalam ruang bangunan dapat ditingkatkan lagi dengan penambahan plat besi

22 10 hitam (legam atau tidak mengkilat), yang berfungsi sebagai pengumpul panas. Radiasi matahari yang masuk melalui dinding bangunan dan panas yang berasal dari penukar panas dapat diserap dengan baik oleh plat besi hitam, selanjutnya diemisikan ke udara didalam bangunan. Plat besi hitam dipilih karena memiliki daya serap (absorpsivitas) dan daya pancar (emisivitas) yang tinggi. Akhirnya udara panas ini digunakan untuk memanaskan produk di dalam rak dan untuk menguapkan air dari dalam produk (Wulandani 2005). Skema proses pindah panas oleh Leopold (1997) pada ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 3. Iradiasi surya Absorber Plate Produk Udara pengering Dinding Inlet dan outlet Kipas Udara lingkungan Gambar 3 Proses pindah panas pada alat pengering (Leopold 1997) Keterangan : Pindah panas radiasi Pindah panas konduksi dan konveksi Pindah panas konveksi Pindah massa (uap air) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian dan Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo Leuwikopo Departemen Teknik Pertanian, FATETA IPB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juni Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah temulawak sebanyak 110 kg yang didapatkan dari Balai Penelitian Obat dan Rempah (Balitro Cimanggu), dan kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pengeringan.

23 11 Peralatan Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid yang dilengkapi dengan tungku sebagai pemanas tambahan hasil rancangan Wulandani et al. (2009). Alat pengering ini terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bangunan rumah kaca dengan dimensi : p =4.45 m, l =1.855 m, t =3.065 m yang dapat dilihat pada Gambar 4. Dinding dan atap terbuat dari bahan tembus cahaya (policarbonat) dengan tebal m. Plat penutup pada bagian bawah terbuat dari plat besi (esser) dicat hitam berfungsi sebagai absorber. Produk yang akan dikeringkan ditempatkan pada rak bersusun vertikal dengan dimensi p=0.5 m, l=0.6 m, berjumlah 144 buah terbagi kedalam 8 (delapan) kolom susunan rak. Masing-masing kolom terdiri dari 18 level tersebar ke dalam 2 (dua) segmen kiri (ruang 1) dan kanan (ruang 2). Tungku biomassa yang digunakan berdimensi (0.176 m 2 x 1 m). Penggunaan tungku ditempatkan ditengah bangunan yang bertujuan untuk menghasilkan energi panas yang dapat menjangkau kedua segmen ruang pengering. Untuk mentransfer energi panas dari tungku digunakan heat exchanger (HE) yang terletak diatas tungku. Untuk mensirkulasikan udara panas diruang pengering digunakan 4 buah kipas dengan daya kipas sebesar 80 Watt. Alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4. Atap Dinding Transparan Heat exchanger Lantai absorber Tungku Gambar 4 Alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Instrumen yang dibutuhkan sebagai berikut termokopel tipe CC dan hybrid recorder, Pyranometer model MS-401, timbangan digital dengan ketelitian 0.1 g, timbangan pegas, termometer alkohol, anemometer kanomax tipe 6011, drying oven SS-204 D Ikeda Scientific, pisau stainless steel, alat ukur waktu, alat ukur panjang dan alat tulis. Tahap Kegiatan Penelitian Pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yang dapat dilihat pada diagram alir penelitian pada Gambar 5. Kegiatan penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : - Persiapan alat dan bahan : Persiapan alat dilakukan untuk menentukan titiktitik pengukuran pada alat. Untuk persiapan bahan, temulawak dicuci terlebih Rak

24 12 dahulu, setelah itu dibersihkan dan dibuang kulitnya lalu dirajang dengan ketebalan 3-5 mm. - Simulasi keseimbangan panas pada alat pengering : dilakukan melalui pendekatan-pendekatan dari distribusi suhu yang dihasilkan pada pengujian tanpa beban, sehingga didapatkan model yang sesuai. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui sebaran suhu setiap menitnya yang dipengaruhi oleh parameter-parameter yang ada dan hasilnya dapat digunakan untuk memperkirakan suhu ruang pengering dan suhu-suhu komponen lainnya dalam ruang pengering sepanjang proses pengeringan. - Pengujian tanpa beban : pengujian tanpa beban ini dilakukan untuk mengetahui distribusi suhu pada ruang pengering. Pengujian tanpa beban dilakukan dua kali percobaan yaitu P1 dan P2 selama 24 jam dengan pengambilan data setiap 30 menit - Percobaan pengeringan dengan beban : dilakukan dengan dua kali percobaan, yaitu percobaan dengan kondisi alat diisi bahan sebagian pengisian pada ruang dua (P3) dengan massa bahan 30 kg dan percobaan dengan pengisian bahan penuh (P4) dengan massa bahan 70 kg. Pada saat percobaan dilakukan pengeringan dengan penjemuran (kontrol). Penjemuran ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan waktu pengeringan dan produk yang dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Pengujian dengan beban bertujuan untuk mengetahui kemampuan alat pengering dengan menggunakan bahan temulawak. - Pengujian mutu : dilakukan berdasarkan kadar air akhir pengeringan, warna dari produk yang dikeringkan dan minyak atsiri yang terkandung dalam temulawak kering. - Uji performa alat : Setelah percobaan selesai, maka dilakukan analisis unjuk kerja dari alat tersebut. Analisis dilakukan terhadap tingkat keragaman kadar air produk kering, efisiensi pengeringan dan konsumsi energi spesifik. Parameter Pengukuran Parameter pengukuran yang dibutuhkan pada saat analisis data adalah : 1. Suhu ruang pengering dan sebarannya Diukur menggunakan termokopel CC dengan selang pengukuran 30 menit. Titik-titik pengukuran pada alat pengering dapat dilihat pada Lampiran Kadar air bahan Kadar air bahan yang diukur meliputi kadar air awal, kadar air akhir, dan penurunan kadar air selama proses pengeringan. Kadar air selama proses pengeringan diperoleh dari perubahan massa bahan selama proses pengeringan. Sedangkan kadar air awal dan akhir dihitung menggunakan metode oven. Sampel diambil dari rak bawah, tengah dan rak atas.

25 13 Mulai Pengujian pengering tanpa beban (P1 dan P2) Pemodelan pindah panas Pengujian pengering dengan beban (P3 dan P4) dan Uji mutu produk kering Analisis performansi pengering Valid? Ya Tidak Rekomendasi Selesai Gambar 5 Diagram alir kegiatan penelitian 3. Lama pengeringan Waktu yang dibutuhkan sejak temulawak dikeringkan pada kadar air tertentu hingga kadar air yang dikehendaki. 4. Laju aliran udara pengering Diukur menggunakan anemometer Model 6011 Kanomax, dengan ketelitian alat 0.01 m/s. Bagian yang di ukur meliputi kecepatan aliran udara lingkungan dan kecepatan udara keluar pengering (outlet). Pembacaan data dilakukan setiap 30 menit sekali. 5. Kelembaban udara (RH) Meliputi RH lingkungan, RH ruang pengering dan RH outlet. Diukur menggunakan termometer bola basah dan bola kering, dengan ketelitian termometer alkoholnya 2 o C. Setelah didapatkan nilai dari termometer bola basah dan bola kering, maka didapatkan nilai RH dengan menggunakan psychometric chart. Psychometric chart yang digunakan berupa software psychometric chart, yang dapat dilihat pada Gambar 6.

26 14 Nilai RH yang diperoleh Termometer Bola Kering Termometer Bola Basah Gambar 6 Software Psycometric Chart yang digunakan 6. Iradiasi surya global Pengukuran menggunakan pyranometer dan diletakan ditempat yang tidak terhalang cahaya matahari. 7. Kebutuhan biomassa Jumlah biomassa yang dibutuhkan selama proses pengeringan merupakan penggunaan biomassa yang terbakar. 8. Kebutuhan energi listrik Energi yang digunakan sebagai daya penggerak kipas. Parameter Unjuk Kerja Alat Pengering Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap unjuk kerja sistem pengering adalah : - Efisiensi penggunaan energi - Kebutuhan energi selama proses pengeringan - Tingkat keragaman kadar air produk - Mutu temulawak yang dihasilkan berupa kadar air akhir, warna, dan kandungan minyak atsiri. Analisis Data Analisis untuk Uji Performansi Alat Pengering Analisis yang dilakukan pada proses pengeringan untuk uji performansi adalah:

27 15 - Perubahan kadar air bahan Perhitungan kadar air bahan menggunakan persamaan :.. (1).. (2) Keterangan : m = kadar air basis basah ( % bb) M = kadar air basis kering ( % bk) m w = massa air dalam produk (kg) = massa produk (kg) m s - Rendemen Rendemen pengeringan merupakan rasio antara total bobot awal (sebelum pengeringan, m o ) dengan total bobot akhir (setelah pengeringan,m f )... (3) - Standar deviasi Standar deviasi adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat (derajat) variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari meannya (Riduwan 2011). Persamaan yang digunakan untuk mencari SD :... (4) Keterangan : SD X n = Standar deviasi = data yang diketahui = jumlah data - Error Pencarian nilai error pada validasi simulasi menggunakan rumus :.. (5) - Laju pengeringan dapat diukur dengan rumus :... (6) Keterangan : dm/dt = laju pengeringan ( % bk/jam)

28 16 M t M t+ t t = kadar air pada waktu t ( % bk) = kadar air pada waktu t + t ( % bk) = selang waktu (jam) - Kebutuhan energi untuk proses pengeringan Energi untuk proses pengeringan (Q T ) Q T = Q 1 + Q 2... (7) Q 1 = m o x C pb x (T 2 T 1 ) (8) Nilai C pb ditentukan dengan persamaan Siebel (Helman dan Singh, 1981) sebagai berikut, C pb = x M o Q 2 = m u x H fg... (9)... (10)... (11) Keterangan : Q 1 = panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu bahan (kj) Q 2 = panas yang digunakan untuk menguapkan air pada temulawak (kj) m o = massa awal temulawak (kg) m u = massa air yang diuapkan (kg) C pb = panas jenis temulawak ((kj/kg o C) M o = kadar air awal temulawak ( % bb) M f = kadar air akhir temulawak ( % bb) H fg = panas laten penguapan temulawak (kj/kg), diperoleh dari tabel pindah panas berdasarkan suhu ruang pengering T 1 = suhu temulawak sebelum dipanaskan ( o C) T 2 = suhu temulawak setelah dipanaskan ( o C) - Efisiensi termal. (12). (13) - Efisiensi Pengeringan... (14)... (15). (16)... (17)

29 17 Keterangan : Q b = energi biomassa (kj) Q surya = energi surya yang diterima oleh model pengering (kj) m b = massa biomassa (kg) Q kb = nilai kalor biomassa (kj/kg) I g = iradiasi surya (W/m 2 ) A p = luas permukaan model pengering (m 2 ) τ = transmisivitas bahan model pengering (-) α = absorpsivitas bahan penyerap (-) t = lamanya penyinaran matahari (jam) Q listrik = energi listrik untuk menggerakkan kipas (kj) P k = daya listrik (Watt) t = waktu pengeringan (jam) - Konsumsi energi spesifik. (18) Keterangan : KES = konsumsi energi spesifik (kj/kg uap air) Q b = energi biomassa (kj) Q surya = energi surya yang diterima oleh model pengering (kj) Q listrik = energi listrik untuk menggerakkan kipas (kj) = massa air yang diuapkan dari kerupuk (kg) m uap Pindah Panas pada Sistem Pengering Analisis proses pindah panas pada tungku dan dinding pengering transparan adalah sebagai berikut : 1. Tungku Pada tungku terjadi kehilangan panas dari sistem yaitu kehilangan panas pada dinding tegak tungku (Watt), kehilangan panas pada lantai dasar tungku (Watt), kehilangan panas pada lubang udara masuk tungku (Watt). Kehilangan panas pada dinding tegak tungku didekati dengan persamaan : Q L1 = (ha (T dt T a )) + (σ A ε (T 4 dt - T 4 a)). (19) h = Nu (ku/l)... (20) dimana : Q L1 = kehilangan panas pada dinding tegak tungku (Watt) A = luas dinding tegak (m 2 ) L = dimensi karakteristik, L = tinggi/panjang T dt = Suhu dinding tegak tungku ( o C) Perhitungan nilai h untuk dinding tegak dipengaruhi oleh bilangan Nusselt seperti pada persamaan berikut Holman (1997) :

30 18 Nu = C (Ra) m. (21) Nilai konstanta C dan m dapat diketahui nilainya berdasarkan geometri (Holman 1997). Ra = Gr Pr (22). (23). (24). (25) Keterangan : Nu = bilangan Nusselt Ra = bilangan Rayleigh Gr = nilai Grasshorf Pr = bilangan Prandtl g = gravitasi bumi (9.8 m/s 2 ) t = beda suhu dengan lingkungan ( o C) v = kinematik viskosity (m 2 /s) k = konduktivitas termal udara (W/m o C) Nilai v, Pr dan k diperoleh dari Tabel pindah panas berdasarkan suhu film (T f ) pada Tabel pindah panas Holman (1997). Kehilangan panas pada lantai dasar tungku (QL 2 ) dapat didekati dengan persamaan : Q L2 = (ha (T l -T a )) + (σ A ε (T 4 lt - T 4 a)). (26) dimana : Q L2 = kehilangan panas pada lantai dasar tungku (Watt) A = luas permukaan pada lantai tungku (m 2 ) T l = suhu pada lantai tungku ( o C) Kehilangan panas pada lubang udara masuk tungku (QL 3 ) dapat didekati dengan persamaan : Q L3 = σa m ε ((T m +273) 4 - (T a +273) 4 ). (27) (Watt) dimana : Q L3 = kehilangan panas pada saluran udara masuk tungku T m = suhu udara masuk tungku ( o C) Untuk menghitung nilai efisiensi sistem tungku ke HE menggunakan rumus:

31 19 (28) Q L = Q L1 + Q L2 + Q L3... (29) Q L = total kehilangan panas pada sistem tungku (Watt) Panas efektif yang diterima oleh ruang pengering dari HE dapat didekati dengan persaman : Q HE = h he A he (T he -T r )... (30) Keterangan : Q he = panas efektif heat exchanger yang diterima oleh ruang pengering (Watt) A he = luas permukaan heat exchanger (m 2 ) h he = koefisien pindah panas konveksi (kw/m 2 o C) T r = suhu udara dalam pengering ( o C) T r = suhu heat exchanger ( o C) Efisiensi sistem pemanas tambahan didapatkan dengan persamaan :. (31) 2. Dinding pengering transparan Pada dinding transparan terjadi kehilangan panas, yang dapat didekati dengan persamaan : Q L4 = A d U d (T r -T a )... (32) dimana : Q L4 = kehilangan panas pada dinding pengering transparan (Watt) A d = luasan dinding pengering transparan (m 2 ) U d = koefisien pindah panas keseluruhan (kw/m 2 o C) T r = suhu udara dalam pengering ( o C) HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tanpa Beban Pengujian tanpa beban dilakukan untuk mengetahui sebaran suhu didalam alat pengering ERK. Pengujian ini dilakukan dua kali percobaan selama 24 jam, dengan pengambilan data setiap 30 menit. Data yang diambil yaitu sebaran suhu pada setiap rak di ruang pengering, RH lingkungan, ruang pengering dan outlet, kecepatan angin lingkungan dan outlet, iradiasi surya, dan jumlah bahan bakar

32 20 yang digunakan. Titik-titik pengukuran di dalam ruang pengering diletakkan di rak atas, rak tengah dan rak bawah pada kedua bagian ruang pengering, yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Alat pengering ERK ini memanfaatkan energi surya pada siang hari, dan sedikit penambahan bahan bakar (kayu bakar) untuk mencapai suhu pengeringan yaitu 40 o C sampai 60 o C. Sedangkan pada malam hari, alat ini menggunakan kayu bakar. Sebaran suhu pada rak secara keseluruhan pada percobaan I, yaitu suhu rata-rata rak 44.5 o C, dengan suhu maksimum 69 o C, dan suhu minimum 29.2 o C, serta RH ruang pengering %. Sebaran suhu rata-rata pada rak, dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Sebaran suhu pada ruang pengering P1 Dari Gambar 7 pada malam hari, suhu rak bawah lebih rendah dibandingkan rak atas dan rak tengah. Padahal malam hari menggunakan kayu bakar untuk meningkatkan suhu ruang pengering. Hanya saja, panas dari tungku yang mengalir melalui HE, langsung bergerak ke atas dan tidak menyebar pada bagian bawah. Penggunaan kipas pada inlet juga tidak berfungsi dengan baik untuk menyebarkan panas. Nilai keragaman suhu pada malam hari 5.48 o C. Suhu ruang pengering bisa seragam dengan menggunakan kipas, sehingga dibutuhkan penentuan posisi kipas dengan tepat. Pada siang hari, suhu rak cenderung seragam dengan nilai keragamannya 2.36 o C. Hal ini diakibatkan oleh pemanasan dari energi surya dan penambahan kayu bakar, kondisi cuaca saat percobaan mendung, sehingga suhu pada ruang pengering terutama rak atas tidak terlalu tinggi. Selain itu penambahan kayu bakar, meningkatkan suhu pada rak, sehingga suhunya seragam. Nilai radiasi surya maksimum yaitu W/m 2 pada pukul 11.30, dengan suhu lingkungan 46 o C. Pada percobaan dua, sebaran suhu pada rak secara keseluruhan, yaitu suhu rata-rata rak o C, dengan suhu maksimum 71.2 o C, suhu minimum 31.6 o C, dan RH ruang pengering %. Nilai keragaman suhu pada siang hari 2.66 o C

33 dan pada malam hari 0.97 o C. Sebaran suhu rata-rata pada rak, dapat dilihat pada Gambar Gambar 8 Sebaran suhu pada ruang pengering P2 Sebaran suhu pada siang hari tidak merata. Sebaran suhu pada rak atas tinggi, sedangkan rak bawah dan tengah lebih merata. Hal ini disebabkan radiasi matahari yang tinggi pada jam yaitu W/m 2, sehingga suhu rak atas 71.1 o C dan suhu lingkungan 44 o C. Sedangkan pada malam hari, sebaran suhu cenderung lebih rata, meskipun suhu rak atas masih lebih tinggi dibandingkan suhu rak tengah dan bawah. Hal ini disebabkan, panas yang dihasilkan dari tungku bahan bakar, tidak menyebar sempurna. Sebaran suhu diruang pengering pada siang hari dipengaruhi oleh penerimaan radiasi surya dan suhu lingkungan. Makin tinggi radiasi surya yang diterima, menyebabkan suhu lingkungan tinggi sehingga suhu udara ruang pengering tinggi, terutama suhu dirak atas. Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai ratarata suhu ruang pengering, lingkungan, RH, kecepatan angin, penggunaan kayu bakar dan nilai radiasi selama percobaan tanpa beban. Dari Tabel 4 dapat dilihat, penggunaan kayu bakar pada P2 lebih sedikit dibandingkan pada P1. Hal ini disebabkan suhu pada ruang pengering P2 pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan P1, sehingga penggunaan kayu bakar di siang hari lebih sedikit. Dan juga, rata-rata penerimaan radiasi matahari pada P2 lebih tinggi, karena pada saat pengambilan data lebih cerah sedangkan pada saat pengambilan data P1, cuaca mendung, matahari yang tertutup awan dan gerimis. Sebaran suhu pada ruang pengering dapat dilihat pada Lampiran 2 untuk P1 dan Lampiran 3 untuk P2

34 22 Tabel 4 Nilai rata-rata suhu, RH, kecepatan angin, iradiasi surya dan biomassa Keterangan Satuan Nilai rata-rata P1 P2 Suhu ruang pengering o C RH Ruang Pengering % Suhu Lingkungan o C RH lingkungan % Kecepatan angin lingkungan m/s Suhu outlet o C RH outlet % Kecepatan angin outlet m/s Radiasi surya W/m Penggunaan kayu bakar kg Masukan kayu bakar rata-rata kg/jam Pengujian dengan Bahan Temulawak Suhu ruang pengering dan sebarannya Pengujian alat pengering ERK menggunakan temulawak dilakukan dua kali percobaan, yaitu beban setengah penuh (P3) pada ruang 2 dan beban penuh (P4). Pada P3, suhu ruang pengering berkisar antara 32.2 o C sampai 65.5 o C, dengan rata-rata suhu ruang pengering o C dan RH ruang pengering %. Pada percobaan kedua, suhu ruang pengering berkisar antar 30.3 o C sampai dengan 66.4 o C dengan suhu rata-rata o C dan RH ruangan %. Sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 9 untuk P3 dan Gambar 10 untuk P4. Gambar 9 Sebaran suhu ruang pengering dengan beban (P3)

35 23 Gambar 10 Sebaran suhu ruang pengering dengan beban (P4) Dari Gambar 9 dan 10, dapat dilihat bahwa suhu ruang pengering pada siang hari lebih berfluktuasi dibandingkan pada malam hari. Suhu pada siang hari dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu lingkungan, terlihat dari sebaran suhu pada rak mengikuti pola suhu lingkungan. Sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Lampiran 4 untuk P3 dan Lampiran 5 untuk P4. Profil sebaran suhu, RH, dan kecepatan angin rata-rata disetiap rak, lingkungan dan outlet dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Profil sebaran suhu, RH, kecepatan angin rata-rata pada rak, lingkungan dan outlet Keterangan Satuan Nilai rata-rata P3 P4 Rak Atas 1 o C Rak Tengah 1 o C Rak Bawah 1 o C Rak Atas 2 o C Rak Tengah 2 o C Rak Bawah 2 o C RH Ruang Pengering % Lingkungan o C RH lingkungan % Kecepatan angin lingkungan m/s Suhu outlet o C RH outlet % Kecepatan angin outlet m/s

36 24 Dari sebaran suhu pada ruang pengering, pada P3 didapatkan keragaman suhu pada siang hari 5.61 o C dan pada malam hari 4.17 o C. Pada P4 didapatkan keragaman suhu pada siang hari siang hari 6.63 o C dan pada malam hari 4.41 o C. Keragaman suhu yang besar pada siang hari dibandingkan malam hari, disebabkan pada siang hari suhu ruang pengering dipengaruhi oleh iradiasi matahari dan bahan bakar, sedangkan pada malam hari suhu ruang pengering hanya dipengaruhi oleh bahan bakar. Penerimaan radiasi surya mempengaruhi suhu lingkungan dan suhu ruang pengering. Semakin tinggi nilai radiasi surya, semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin tinggi suhu ruang pengering. Dari grafik bisa dilihat pola suhu lingkungan, mengikuti nilai radiasi matahari. Kisaran suhu lingkungan pada siang hari 24.5 o C sampai dengan 43 o C. Berbeda dengan malam hari, suhu lingkungan lebih seragam pada kisaran suhu 23 o C sampai 27 o C. Nilai radiasi yang diterima selama percobaan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai radiasi yang diterima selama percobaan Keterangan P3 P4 H1 H2 H1 H2 Lama Pengeringan (Jam) Lama Penyinaran (Jam) Rata-rata penerimaan radiasi surya (W/m2) Nilai maksimum (W/m2) Nilai Minimum (W/m2) Nilai rataan RH pada P3 pada RH ruang pengering, lingkungan, dan outlet secara berturut-turut %, % dan %. Dan rataan RH pada P4 secara berturut-turut %, % dan %. Perbandingan RH ruang pengering, lingkungan, dan outlet bisa dilihat pada Gambar 11 untuk P3, dan Gambar 12 untuk P4. Gambar 11 Perbandingan RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering P3

37 25 Gambar 12 Perbandingan RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering P4 Dari Gambar 11 dan 12 dapat dilihat nilai RH lingkungan, outlet dan ruang pengering. Nilai RH ruang pengering lebih kecil daripada RH lingkungan, sehingga potensi udara dalam ruang pengering untuk mengeringkan bahan lebih besar. RH outlet juga lebih besar dibandingkan dengan RH ruang pengering, hal ini disebabkan oleh jumlah kandungan uap air hasil penguapan bahan yang dikeringkan. Ketika RH ruang pengering lebih tinggi dibandingkan lingkungan, laju pengeringan kadar air sedikit lambat dan ketika RH outlet masih tinggi dibandingkan RH ruang pengering, maka masih terjadi penguapan air dari bahan. Ketika RH lingkungan, outlet dan ruang pengering sama, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya panas yang hilang pada ruang pengering saat membuka tutup ruang pengering untuk pembacaan data. Pada kondisi ini air yang diuapkan pada bahan sedikit. Kelembaban udara mempunyai pengaruh terhadap penurunan kandungan air dalam bahan ke permukaan. Semakin rendah RH ruang pengering, maka semakin cepat terjadi penguapan bahan. Saat nilai RH ruang pengering lebih tinggi, kemungkinan terjadi kebocoran-kebocoran kecil pada alat pengering, atau masuknya udara pada saat membuka alat pengering. Kadar Air Bahan dan Laju Pengeringan Laju pengeringan bahan merupakan jumlah air yang diuapkan per satuan waktu atau perubahan kadar air bahan dalam satu satuan waktu. Laju pengeringan bahan, dilihat dari perubahan massa dari produk yang dikeringkan dan perubahan kadar air. Pada P3, didapat nilai kadar air awalnya % bb, dengan massa bahan kg dikeringkan sampai kadar air akhir rata-rata % bb (11.68 % bk) selama 27.5 jam. Penurunan kadar air bahan selama proses pengeringan dapat dilihat pada Gambar 13.

38 26 Gambar 13 Penurunan kadar air selama proses pengeringan P3 Pada P4, kadar air awal bahan % bb dengan massa bahan kg dikeringkan sampai kadar air akhir bahan 8.55 % bb (9.35 % bk) dengan waktu pengeringan 30.5 jam. Penurunan kadar air bahan dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Penurunan kadar air selama proses pengeringan P4 Pada P3, penurunan kadar air lebih cepat terjadi pada rak paling atas, tengah dan terakhir rak bagian bawah. Penurunan kadar air pada P4 terlihat lebih seragam pada rak tengah dan bawah, sedangkan rak atas bahan lebih cepat mencapai kadar air minimal. Terjadinya perbedaan penurunan kadar air karena sebaran suhu pada saat percobaan tidak seragam. Perbedaan suhu berpengaruh terhadap lamanya waktu pengeringan dan hasil dari pengeringan. Nilai keragaman

39 penurunan kadar air pada P % bk/jam dan pada P4 didapatkan 10.1 % bk/jam. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh RH ruang pengering. Pada Gambar 11 kondisi RH pada P3 dan Gambar 12 kondisi RH pada P4, menunjukkan adanya kondisi RH yang sama antara RH lingkungan, outlet dan ruang pengering. Kondisi ini menyebabkan penguapan air pada bahan menurun, sehingga dibutuhkan pengkondisian alat pengering dalam keadaan tertutup atau tidak ada kebocoran pada alat pengering. Perbedaan kadar air akhir dan waktu pengeringan pada setiap rak terjadi karena perbedaan suhu pada setiap posisi rak diruang pengering. Sebaran suhu yang tidak merata pada ruang pengering bisa diatasi dengan penggunaan dan posisi kipas pada ruang pengering. Sehingga kadar air akhir dan waktu pengeringan pada setiap posisi rak seragam dan sama. Laju pengeringan rata-rata pada P3 dan P4 adalah % bk/jam dan % bk/jam, dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 15 Laju pengeringan pada P3 Dari Gambar 15, dapat dilihat bahwa laju pengeringan menurun cepat pada 0.5 jam pertama dan jam berikutnya laju pengeringan menurun lambat. Pada Gambar 16, laju pengeringan menurun cepat pada 1.5 jam pertama dan laju pengeringan menurun lambat pada jam berikutnya. Hal ini terjadi karena kondisi awal bahan sebelum pengeringan berbeda. Pada saat P3, bahan yang dikeringkan dalam kondisi segar dan air yang terkandung di dalamnya masih banyak. Hal ini terlihat dari kadar air awal bahan tinggi. Sedangkan pada saat P4, bahan yang dikeringkan telah didiamkan selama satu malam dalam kondisi dihamparkan, sehingga kandungan air sudah mulai berkurang.

40 28 Gambar 16 Laju pengeringan pada P4 Dari gambar dapat dilihat bahwa laju pengeringan temulawak berfluktuasi yang disebabkan oleh suhu ruang pengering, nilai iradiasi surya, dan RH ruang pengering yang berfluktuasi. Laju pengeringan terbesar terjadi di awal pengeringan dan mulai menurun pada akhir pengeringan karena kandungan air pada bahan sudah mulai sulit untuk diuapkan. Begitu juga dengan laju pengeringan pada kontrol. Laju pengeringan kontrol berfluktuasi yang disebabkan oleh suhu lingkungan dan iradiasi matahari. Penggunaan Energi Selama Proses Pengeringan Sumber energi yang digunakan pada proses pengeringan adalah iradiasi surya dan kayu bakar, serta listrik yang digunakan untuk menggerakkan kipas. Iradiasi surya dan kayu bakar merupakan sumber energi termal yang dimanfaatkan sebagai supply panas pada alat pengering. Energi yang diterima selama proses pengeringan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Energi yang diterima selama proses pengeringan Sumber energi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4 Siang Malam Siang Malam Siang Malam Siang Malam Surya Biomassa Listrik Dari Tabel 7 diatas, sumber energi terbesar yang diterima oleh alat pengering berasal dari biomassa pada pemanas tambahan. Biomassa yang digunakan adalah kayu bakar. Penggunaan kayu bakar tergantung kondisi sebaran suhu pada ruang pengering. Ketika sebaran suhu ruang pengering pada siang hari rendah, maka pemanas tambahan digunakan. Sedangkan pada malam hari, pemanas tambahan diberikan terus menerus.

41 Penggunaan pemanas tambahan pada siang hari lebih sedikit dibandingkan malam hari. Hal ini dipengaruhi oleh siang hari energi yang diperoleh untuk meningkatkan suhu pada ruang pengering, diperoleh dari energi surya. Meskipun energi surya yang diterima tidak sebesar energi dari pemanas tambahan, tetapi memberikan kontribusi yang besar terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. Energi surya yang diperoleh, meningkatkan suhu lingkungan sehingga suhu ruang pengering juga meningkat, sehingga penggunaan pemanas tambahan pada siang hari bergantung terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. Peningkatan suhu yang terjadi pada siang hari dan malam hari dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Penggunaan energi untuk peningkatan suhu ruang pengering Percobaan Keterangan Peningkatan suhu pada malam hari ( C ) Penggunaan energi Biomassa (MJ) Peningkatan suhu pada siang hari ( C ) Penggunaan energi Biomassa dan Surya (MJ) Dari Tabel 8 dapat dilihat, pada P1 peningkatan suhu pada malam hari dua kali lebih besar dibandingkan siang hari, tetapi membutuhkan tiga kali energi lebih banyak dibandingkan siang hari. Begitu juga dengan percobaan lainnya. Peningkatan suhu yang lebih besar pada malam hari membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan pada siang hari. Jika dibandingkan antara P1 dan P2, suhu rata-rata ruang pengering adalah 44.5 o C dan o C. Penggunaan energi biomassa pada P1 lebih banyak dibandingkan dengan P2, dan terjadi peningkatan energi surya yang diterima pada P1 sebesar MJ. Peningkatan energi surya ini dapat mengurangi penggunaan energi biomassa sebesar MJ. Dari hasil ini menunjukkan peningkatan energi surya yang diterima mempengaruhi jumlah biomassa yang digunakan untuk mendapatkan nilai rataan suhu yang sama. Hal ini menunjukkan terjadi kehilangan panas yang besar pada tungku, sehingga dapat mempengaruhi nilai efisiensi pengeringan. Energi surya memberikan kontribusi yang besar pada siang hari terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. Penggunaan pemanas tambahan selama percobaan bergantung terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. untuk mempertahankan suhu ruang pengering pada sebaran 40 o C sampai 60 o C, dengan energi surya yang diperoleh dan penambahan biomassa dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan laju pembakaran biomassa pada percobaan Satuan P1 P2 P3 P4 Jumlah kayu bakar kg Laju pembakaran kg/jam Nilai kalor kayu bakar kj/kg Energi yang dihasilkan MJ

42 30 Laju pemasukan biomassa dan pengaruhnya terhadap sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 17. ( a ) Percobaan 1 ( b ) Percobaan 2 Dari Gambar 17 dapat dilihat, sebaran suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh panas yang diterima oleh alat pengering yang berasal dari energi surya dan pemanas tambahan. Pada siang hari, suhu ruang pengering dipengaruhi oleh energi surya dan pemanas tambahan. Pemanas tambahan digunakan ketika suhu rata-rata ruang pengering belum mencapai sebaran suhu yang diinginkan yaitu 40 o C sampai 60 o C, dan akan diberhentikan ketika sebaran suhu melebihi 60 o C.

43 31 ( c ) Percobaan 3 ( d ) Percobaan 4 Gambar 17 Laju pemasukan biomassa dan pengaruhnya terhadap sebaran suhu ruang pengering pada percobaan 1 (a), percobaan 2 (b), percobaan 3 (c), dan percobaan 4 (d) P1 dan P2 merupakan pengujian alat pengering tanpa beban, perbedaan sebaran suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh perbedaan penerimaan energi surya di siang hari dan energi dari pemanas tambahan pada malam hari. P1 menggunakan pemanas tambahan lebih banyak dibandingkan P2, karena suhu lingkungan yang rendah dan RH lingkungan yang tinggi, menyebabkan suhu ruang pengering menjadi rendah. Sehingga untuk mempertahankan sebaran suhu 40 o C sampai 60 o C membutuhkan energi panas yang lebih besar. P3 dan P4 merupakan pengujian menggunakan beban. P3 menggunakan beban setengah penuh dan P4 menggunakan beban penuh. Sebaran suhu pada

44 32 ruang pengering dipertahankan berkisar antara 40 o C sampai 60 o C. Pada P3 penggunaan energi dari pemanas tambahan lebih sedikit dari P4. Karena pengaruh dari beban yang digunakan pada saat pengeringan. Beban penuh dari alat pengering, menyebabkan RH ruang pengering lebih tinggi dibandingkan dengan beban setengah penuh. Sehingga untuk mempertahankan suhu membutuhkan energi yang lebih besar. Selain energi dari iradiasi surya dan pemanas tambahan, alat pengering ERK juga menggunakan energi listrik untuk menggerakkan kipas. Kipas ini diletakan di bagian tengah alat pengering yang bertujuan untuk menyebarkan panas ke setiap bagian pengering. Hanya saja kipas ini tidak berfungsi dengan baik untuk menyebarkan suhu, tetapi pernah digunakan untuk melihat pengaruh kipas pada saat percobaan. Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca Uji performansi alat adalah salah satu cara untuk melihat kinerja atau kemampuan alat tersebut dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Uji performansi dilakukan pada alat pengering ERK ini, untuk melihat kemampuan alat pengering ERK dalam mengeringkan bahan yaitu temulawak, yang dapat dilihat dari efisiensi pengeringan, konsumsi energi dan mutu produk yang dihasilkan. Dasar yang menentukan performansi dari alat ini menggunakaan persamaan 7 sampai dengan persamaan 18. Penentuan keberhasilan dari uji performansi ERK dilihat dari hasil efisiensi pengeringan dan konsumsi energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan temulawak. Efisiensi pengeringan yang besar menunjukkan energi yang dibutuhkan selama pengeringan digunakan dengan efisien. Sedangkan efisiensi pengeringan yang kecil, menunjukkan adanya masalah pada saat pengeringan. Sebaran suhu pada ruang pengering untuk pengeringan temulawak yaitu 40 o C sampai 60 o C tercapai dari penerimaan energi surya dan penggunaan bahan bakar. Tetapi sebaran suhu yang terjadi pada rak atas, tengah dan bawah belum seragam, karena penggunaan kipas yang bertujuan untuk menyebarkan suhu ke semua bagian pengering belum optimal. Sehingga suhu ruang pengering bagian atas lebih tinggi dari pada bagian tengah dan bawah. Kondisi ini mempengaruhi lama pengeringan dan keseragaman kadar air akhir pada produk yang dikeringkan. Produk yang berada pada rak atas akan lebih cepat mencapai kadar air minimum dari pada produk yang dikeringkan di rak bawah dan tengah. Laju pengeringan yang terjadi pada produk berbeda. Produk yang dikeringkan pada rak atas memiliki laju pengeringan tinggi dibandingkan dengan rak tengah dan bawah. Hal ini merupakan pengaruh dari sebaran suhu yang belum seragam pada setiap rak yang disebabkan oleh posisi kipas yang belum tepat untuk menyebarkan panas. Efisiensi pengeringan yang dihasilkan dari pengujian P3 dan P4, masih rendah dari yang diharapkan yaitu % dan %. Nilai efisiensi yang besar menghasilkan konsumsi energi yang dibutuhkan untuk menguapkan 1 kg uap air semakin kecil, yang menunjukkan bahwa energi input digunakan dengan efisien untuk mengeringkan bahan. Perbedaan efisiensi pengeringan pada P3 dan

45 P4 merupakan pengaruh dari kondisi beban optimum pada alat pengering. P3 menggunakan beban setengah penuh dan P4 menggunakan beban penuh. Beban penuh menunjukkan konsumsi energi spesifik lebih kecil dibandingkan dengan beban setengah penuh, sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih besar. Beban penuh membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan beban setengah penuh tetapi penggunaan energinya lebih efisien. Dari hasil ini menunjukkan bahwa, alat pengering ini digunakan untuk kapasitas yang besar sehingga penggunaan energinya lebih efisien. Dari kedua percobaan, efisiensi pengeringan masih kecil. Nilai efisiensi yang diperoleh sama dengan pengujian yang dilakukan oleh Hartini (2010) menggunakan biji pala dengan massa 150 kg, waktu pengeringan 52 jam dan kadar air akhir produk 9.7 % bb. Efisiensi pengeringan yang didapatkan 8.63 % dengan konsumsi energi spesifik MJ / kg uap air. Alat pengering tipe rak lainnya dengan menggunakan pemanas tambahan, efisiensi pengeringan berkisar antara 7.5 % sampai 19 %. Efisiensi yang kecil pada pengujian ini, disebabkan oleh banyaknya energi yang belum termanfaatkan dengan baik. Seperti kehilangan panas yang besar dari pemanas tambahan, panas yang dihasilkan dari tungku masih belum menyebar sempurna pada ruang pengering, dan pada saat percobaan bahan bakar yang digunakan masih ada dalam keadaan basah. Hasil ini dapat dilihat juga dari energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu pengering pada Tabel 8, bahwa penggunaan pemanas tambahan belum berfungsi dengan baik, sehingga mempengaruhi nilai efisiensi pengeringan dan konsumsi energi spesifik. Perhitungan performansi alat pengering dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada saat melakukan pengujian pemeriksaan kondisi alat sangat penting, seperti bangunan pengering yang harus tertutup rapat sehingga tidak terjadi kehilangan panas dari celah bangunan, pengumpanan bahan bakar, kondisi bahan bakar dalam keadaan kering dan tidak lembab. Energi yang dihasilkan dari pembakaran biomassa dapat menyebar dengan baik dengan adanya kipas. Posisi kipas ini berpengaruh terhadap penyebaran energi panas pada ruang pengering. Hasil uji performansi alat dapat dilihat pada Tabel 10, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6 dan cara perhitungan pada Lampiran 7. Pada saat melakukan pengujian, bahan juga dikeringkan dengan penjemuran langsung di bawah sinar matahari. Untuk P3, waktu pengeringan sama dengan pengeringan menggunakan alat pengering ERK yaitu 27.5 jam dengan kadar air akhir % bk. Jumlah bahan yang dikeringkan persatuan luas dengan penjemuran 1 kg/m 2. Pada P4 bisa dilihat pada Gambar 14, bahan kontrol dijemur terlebih dahulu, dan waktu untuk mencapai kadar air minimal sama dengan bahan yang dikeringkan menggunakan alat pengering. Waktu pengeringan untuk penjemuran langsung pada P4 adalah 32 jam dengan kadar air akhirnya % bk. Jumlah bahan yang dikeringkan persatuan luas dengan penjemuran pada P4 adalah 1.7 kg/m 2. Jumlah bahan yang dikeringkan persatuan luas dengan alat pengering pada P3 dan P4 adalah 2.52 kg/m 2 dan 7.36 kg/m 2. Jumlah bahan yang dikeringkan dengan saat penjemuran tidak sama dengan jumlah bahan yang dikeringkan dengan alat pengering tetapi bisa mewakili lama waktu pengeringan. Perbedaan yang terjadi pada saat pengeringan dengan alat pengering dan penjemuran adalah luasan yang dibutuhkan untuk mengeringkan. Jumlah bahan yang banyak, membutuhkan tempat yang luas, sehingga untuk kapasitas pengeringan yang besar, penggunaan alat pengering 33

46 34 menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi kebutuhan luasan tempat untuk pengeringan. Tabel 10 Hasil performansi alat pengering ERK No Keterangan Simbol Satuan Hasil Percobaan 1 Massa awal temulawak m o kg Massa akhir temulawak m f kg Kadar air awal temulawak M o % bb Kadar air akhir temulawak M f % bk Lama pengeringan t jam Suhu ruang pengering T r o C Efisiensi termal % Efisiensi pengeringan % Kebutuhan energi spesifik (KES) KES MJ/kg uap air Pindah Panas pada Tungku Berdasarkan hasil pengujian performansi alat ada beberapa permasalahan, yaitu panas yang didapatkan dari input tidak termanfaatkan dengan baik yang menyebabkan nilai efisiensi pengeringan yang diperoleh kecil. Diduga komponenkomponen penyebab kehilangan panas yang besar ada di bagian tungku, heat exchanger dan dinding pengering. Sehingga perlu analisis pindah panas untuk mengetahui kehilangan panas tersebut. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk melihat bagian alat yang perlu perbaikan atau modifikasi untuk perbaikan pengujian alat selanjutnya. Analisis pindah panas yang terjadi pada tungku dan heat exchanger didalam ruang pengering pada dasarnya merupakan gabungan dari proses pindah panas secara konveksi, konduksi dan radiasi. Pada percobaan tanpa beban (percobaan 1 dan 2) dan percobaan dengan beban (percobaan 3 dan 4), panas yang hilang melalui tungku dibagi menjadi : panas yang hilang pada dinding tegak tungku (Q L1 ), panas yang hilang pada lantai dasar tungku (Q L2 ) dan panas yang hilang pada lubang udara masuk (Q L3 ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11. Cara perhitungan kehilangan panas yang terjadi dapat dilihat pada Lampiran 8 untuk Q L1, Lampiran 9 untuk Q L2, Lampiran 10 untuk Q L3, dan Lampiran 11 contoh perhitungan. Tabel 11 Panas yang hilang pada tungku Percobaan Panas yang hilang dari tungku (Watt) Q L1 Q L2 Q L3 Total Rata-rata P3 P4

47 35 Dari Tabel 11 diatas dapat dilihat, nilai kehilangan panas terbesar pada dinding tegak tungku. Hal ini disebabkan oleh dinding tegak tungku merupakan bagian yang paling dekat dengan ruang pembakaran dan terbuat dari baja yang mempunyai nilai konduktivitas yang tinggi. Namun, nilai kehilangan panas pada dinding tungku pada percobaan kali ini, lebih kecil dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan oleh Hartini (2010) dengan nilai kehilangan panas pada dinding tegak tungku rata-rata Watt. Nilai yang diperoleh semakin kecil karena dinding tungku bagian kiri atau kanan tungku diisolasi menggunakan bata merah. Pada analisis pindah panas yang dilakukan, tidak semua kehilangan panas pada seluruh komponen tungku yang diperhitungkan. Kemungkinan efisiensi tungku yang dihasilkan dalam perhitungan ini masih lebih besar daripada efisiensi tungku aktual. Efisiensi yang didapatkan dari nilai kehilangan panas pada sistem tungku dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Nilai efisiensi sistem tungku Nilai Kalor biomassa (kj/kg) Laju Pembakaran (kg/jam) Panas pembakaran (Watt) Q L Efisiensi sistem tungku ( % ) P (Watt) Rata-rata Nilai efisiensi tungku yang diperoleh merupakan panas yang diterima oleh heat exchanger yang akan disebarkan pada ruang pengering. Hal ini juga berpengaruh terhadap nilai efisiensi pengeringan. Peningkatan efisiensi tungku dapat dilakukan dengan cara mengurangi kehilangan panas pada tungku, sehingga penggunaan energi biomassa lebih efisien. Panas yang diterima oleh heat exchanger akan disebarkan ke ruang pengering. Panas yang diterima oleh ruang pengering merupakan panas efektif dari HE yang berasal dari pembakaran. Dari panas efektif yang diterima oleh ruang pengering, maka didapatkan nilai efisiensi sistem tungku dan HE secara keseluruhan yang dapat dilihat pada Tabel 13. Perhitungan panas yang diterima oleh ruang pengering dari HE dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari nilai efisiensi sistem tungku dan HE secara keseluruhan sangat kecil. Hal ini menunjukkan banyaknya kehilangan panas yang terjadi dari ruang pembakaran menuju HE, sehingga panas yang dihasilkan oleh HE ke ruang pengering sedikit dan hal ini mengakibatkan efisiensi sistem pengeringan kecil. Biomassa yang digunakan untuk menaikan suhu ruang pengering sangat besar, tetapi yang digunakan dengan efektif hanya sedikit, sehingga menyebabkan efisiensi pengeringan kecil. Untuk memperbaiki efisiensi pengeringan, dibutuhkan alat untuk menyebarkan panas sehingga panasnya efektif.

48 36 Tabel 13 Panas efektif dan efisiensi sistem tungku dan heat exchanger Panas pembakaran (Watt) Panas efektif HE (Watt) Efisiensi sistem tungku (%) Efisiensi sistem (%) Panas efektif P tungku (Watt) Rata-rata Kehilangan panas yang terjadi pada dinding pengering rata-rata sebesar Watt. Jumlah kehilangan panas yang terjadi pada dinding pengering, mempengaruhi nilai efisiensi pengeringan. Jumlah kehilangan panas pada setiap percobaan dapat dilihat pada Tabel 14 dan perhitungan kehilangan panas ada pada Lampiran 11. Tabel 14 Kehilangan panas yang terjadi pada dinding pengering P Suhu lingkungan T a ( o C ) Suhu ruang pengering T r ( o C) Q L4 (Watt) Rata-rata Banyaknya kehilangan panas yang terjadi pada tungku, heat exchanger dan dinding pengering mempengaruhi nilai efisiensi pengering. Agar efisiensi pengeringan yang diperoleh lebih besar, maka penggunaan energi dari pemanas tambahan dapat ditingkat efisiensinya dengan memperbesar luasan pindah panas heat exchanger. Kondisi alat pengering pada saat ini, luasan pindah panas heat exchanger masih kecil, sehingga panas tungku yang dihasilkan lebih banyak keluar dibandingkan ke heat exchanger. Penempatan posisi kipas untuk menyebarkan panas dari heat exchanger ke ruang pengering yang belum tepat, sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan untuk penentuan posisi kipas pada ruang pengering. Kualitas Produk yang Dihasilkan Kualitas produk akhir dari pengeringan menggunakan alat pengering ini diharapkan lebih baik dibandingkan dengan penjemuran secara langsung (kontrol). Pengamatan yang dilakukan untuk menentukan kualitas produk yang dihasilkan adalah kondisi fisik produk (warna, dan berjamur atau tidak), kadar air akhir dan kandungan minyak atsiri dari hasil akhir produk. Kondisi temulawak sebelum pengeringan P3 dan P4 memiliki perbedaan. Pada P3 kondisi temulawak masih dalam keadaan segar dengan warna asli temulawak yaitu kekuningan, sedangkan pada saat percobaan P4 warna

49 37 temulawak sudah mulai berubah menjadi kuning kecoklatan. Hal ini disebabkan, pada saat P4 temulawak yang sudah dikupas dibiarkan selama 1 hari 1 malam, karena jumlah yang banyak menjadi kesulitan pada saat pengupasan. Sedangkan pada P3, temulawak hanya dibiarkan selama 1 malam. Berdasarkan pengamatan pada hasil produk yang dikeringkan, warna pada produk hasil pengeringan percobaan pertama lebih bagus dibandingkan yang kedua. Warnanya tidak terlalu berubah dan warna kuning temulawak, sedangkan pada percobaan kedua, warna temulawak sudah mulai menghitam. Warna hasil pengeringan yang baik kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga. Pada P3, warna produk yang dihasilkan coklat kuning, sedangkan pada P4 coklat kehitaman. Hasil produk yang dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 18 dan 19. (a) (b) (c) Gambar 18 Temulawak sebelum (a) dan sesudah dikeringkan P3 dengan alat pengering (b) dan kontrol (c) (a) (b) (c) Gambar 19 Temulawak sebelum (a) dan sesudah dikeringkan P4 dengan alat pengering (b) dan kontrol (c) Pada saat penyimpanan setelah pengeringan, produk P3 tidak berjamur dan produk P4 yang berada di posisi rak atas tidak berjamur, sedangkan produk pada rak bawah sudah mulai berjamur. Produk pada P4 memiliki kadar air akhir antara 15 % bk sampai 20 % bk, hal ini terjadi karena pengaruh dari sebaran suhu pada ruang pengering yang tidak seragam. Kadar air akhir dari produk yang dihasilkan sudah dibawah 12 % bk. Produk yang dikeringkan dengan alat pengering, mempunyai rata-rata kadar air akhir pada P3 dan P4 secara berturut-turut % bk dan 8.55 % bk. Sedangkan dengan penjemuran langsung dengan matahari kadar air akhirnya % bk dan % bk. Hal ini menunjukkan bahwa, pengeringan dengan alat pengering memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan penjemuran langsung. Kadar air akhir

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (Ipomoea batatas L.

UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (Ipomoea batatas L. UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) STEPHANI UTARI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10) RANCANG BANGUN DAN KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING SURYA TERINTEGRASI DENGAN TUNGKU BIOMASSA UNTUK MENGERINGKAN HASIL-HASIL PERTANIAN Muhammad Yahya Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Cengkeh termasuk ke dalam famili Myrtaceae yang berasal dari Maluku. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang cukup potensial dalam upaya memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN

SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN Sholahuddin 1), Leopold O Nelwan 2), Abdul Roni Angkat 3) 1) Staf Pengajar pada Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT Oleh : M. Yahya Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Padang Abstrak Provinsi Sumatera Barat memiliki luas

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA 3.1. PENDAHULUAN 3.1.1. Latar Belakang Rancang bangun pengering diperlukan untuk mendapatkan performansi pengeringan yang sesuai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada III. METODOLOGI PENELITIAN Alat pengering ini menggunakan sistem hibrida yang mempunyai dua sumber panas yaitu kolektor surya dan radiator. Saat cuaca cerah pengeringan menggunakan sumber panas dari kolektor

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK BIJI PALA (Myristica sp.) SELAMA PROSES PENGERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN ERK HYBRID

KARAKTERISASI FISIK BIJI PALA (Myristica sp.) SELAMA PROSES PENGERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN ERK HYBRID 167 KARAKTERISASI FISIK BIJI PALA (Myristica sp.) SELAMA PROSES PENGERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN ERK HYBRID PHYSICAL CHARACTERISATION OF NUTMEG SEED (Myristica sp.) DURING DRYING PROCESS USING ERK HYBRID

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Azridjal Aziz Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

TEST OF PERFOMANCE ERK HYBRID DRYER WITH BIOMASS FURNACE AS ADDITIONAL HEATING SYSTEM FOR NUTMEG SEED (Myristica sp.) DRYING

TEST OF PERFOMANCE ERK HYBRID DRYER WITH BIOMASS FURNACE AS ADDITIONAL HEATING SYSTEM FOR NUTMEG SEED (Myristica sp.) DRYING Jurnal Teknik Pertanian LampungVol.3, No. 2: 183-194 UJI KINERJA ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) HYBRID DENGAN TUNGKU BIOMASSA SEBAGAI SISTEM PEMANAS TAMBAHAN UNTUK PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica

Lebih terperinci

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu Technical Paper Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu Performance of Cassava Chip Drying Sandi Asmara 1 dan Warji 2 Abstract Lampung Province is the largest producer of cassava in Indonesia. Cassava has a

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Perancangan 4.1.1. Identifikasi Kebutuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Singkong atau ketela pohon pada umumnya dijual dalam bentuk umbi segar oleh petani. Petani jarang mengeringkan singkongnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 4 No.1. April 2010 (7-15) Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap I Gst.Ketut Sukadana, Made Sucipta & I Made Dhanu

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA Tekad Sitepu Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Pengembangan mesin-mesin pengering tenaga surya dapat membantu untuk

Lebih terperinci

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Ketut Astawa1, Nengah Suarnadwipa2, Widya Putra3 1.2,3

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING DEHUMIDIFIKASI TERINTEGRASI DENGAN PEMANAS UDARA SURYA UNTUK MENGERINGKAN TEMULAWAK

KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING DEHUMIDIFIKASI TERINTEGRASI DENGAN PEMANAS UDARA SURYA UNTUK MENGERINGKAN TEMULAWAK KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING DEHUMIDIFIKASI TERINTEGRASI DENGAN PEMANAS UDARA SURYA UNTUK MENGERINGKAN TEMULAAK Oleh M. Yahya Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Padang, Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-30 Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca Indriyati Fanani Putri, Ridho Hantoro,

Lebih terperinci

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET ABSTRAK Diini Fithriani *), Luthfi Assadad dan Zaenal Arifin **) Telah dilakukan uji perfomansi terhadap

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN KULIT MANGGIS DENGAN ALAT PENGERING HIBRID TIPE RAK. (Mangosteen Peel Drying Characteristics by Hybrid Rack Dryer)

KARAKTERISTIK PENGERINGAN KULIT MANGGIS DENGAN ALAT PENGERING HIBRID TIPE RAK. (Mangosteen Peel Drying Characteristics by Hybrid Rack Dryer) KARAKTERISTIK PENGERINGAN KULIT MANGGIS DENGAN ALAT PENGERING HIBRID TIPE RAK (Mangosteen Peel Drying Characteristics by Hybrid Rack Dryer) Rofandi Hartanto 1), Warji 1) dan Wahyu Rusdiyanto 2) 1) Dosen

Lebih terperinci

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Pemberitahuan Pelaksanaan IbM kepada Mitra Pelaksanaan kegiatan ipteks IbM Kelompok Tani Kopi Pemanfaatan Energi Surya dan Limbah Biomassa untuk Pengeringan dimulai setelah

Lebih terperinci

ANALISIS PINDAH PANAS PADA SISTEM PEMANAS TAMBAHAN ALAT PENGERING SURYA HIBRID-TIPE RAK BERPUTAR UNTUK SAWUT UBI JALAR ADITYA NUGRAHA

ANALISIS PINDAH PANAS PADA SISTEM PEMANAS TAMBAHAN ALAT PENGERING SURYA HIBRID-TIPE RAK BERPUTAR UNTUK SAWUT UBI JALAR ADITYA NUGRAHA ANALISIS PINDAH PANAS PADA SISTEM PEMANAS TAMBAHAN ALAT PENGERING SURYA HIBRID-TIPE RAK BERPUTAR UNTUK SAWUT UBI JALAR ADITYA NUGRAHA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS]

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS] Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol.3, No. 1: 59-68 UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS]

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA Data hasil pengukuran temperatur pada alat pemanas air dengan menggabungkan ke-8 buah kolektor plat datar dengan 2 buah kolektor parabolic dengan judul Analisa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan metode pengawetan alami yang sudah dilakukan dari zaman nenek moyang. Pengeringan tradisional dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk

Lebih terperinci

PEMODELAN PEMANASAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR DATAR UNTUK PENGERINGAN GABAH

PEMODELAN PEMANASAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR DATAR UNTUK PENGERINGAN GABAH Seminar Nasional PERTETA, Bandung 6-8 Desember 2011 PEMODELAN PEMANASAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR DATAR UNTUK PENGERINGAN GABAH Frima Agung Nitipraja dan Leopold O. Nelwan Alumni Departemen Teknik Pertanian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penurunan Kadar Air Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu ruang pengeringan sekitar 32,30 o C, suhu ruang hasil pembakaran 51,21 0 C dan

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN Oleh : FARIZ HIDAYAT 2107 030 011 Pembimbing : Ir. Joko Sarsetyanto, MT.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci