BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan potensi-potensi politik untuk orang luar. Maraknya politik yang menyentuh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan potensi-potensi politik untuk orang luar. Maraknya politik yang menyentuh"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Di tengah kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besarnya adalah masyarakat tradisional, membangkitkan adanya gerakan masyarakat berbasis adat. Karena sifatnya yang terbuka, adat dimanfaatkan oleh elit lokal dengan memberi jalan potensi-potensi politik untuk orang luar. Maraknya politik yang menyentuh adat semakin diperbincangkan dimana tokoh adat sering muncul sebagai sarana perantara untuk memperoleh eksistensi dalam masyarakat adat. Hal ini ditandai dengan masuknya elit politik ke ranah adat melalui mobilisasi yang terlaksana dengan cara adat. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anak Agung Gede Oka Wisnumurti (2011) mengenai Dinamika Politik Lokal dalam pemilihan kepala daerah langsung 2005 di Kabupaten Badung, dimana praktik-praktik kampanye yang dikemas dengan bungkusan adat dan agama seperti simakrama yang dilakukan di pura serta balai banjar menjadi pemanfaatan kekuatan tradisi melalui organisasi tradisional di satu sisi memudahkan calon untuk memobilisasi dukungan sedangkan di sisi lain menjadi arena tawar menawar bagi masyarakat dalam pemberikan dukungan politik. Penelitian yang dilakukan oleh Risky (2011) dengan judul Evaluasi Pengaruh Tokoh Masyarakat Terhadap Partisipasi Politik Pada Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Minahasa Selatan, menyatakan Pengaruh tokoh masyarakat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan atau bertujuan dengan

2 proses adaptasi dan pelaksanaan untuk menjadikan masyarakat lebih baik dalam menanggapi setiap proses pembuatan dan keputusan politik. Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa kesadaran dalam pemungutan suara sangat tinggi, kesadaran masyarakat dalam menanggapi keterlibatan tokoh masyarakat dalam berkampanye sangat tinggi, sedangkan pengaruh tokoh masyarakat terhadap sikap masyarakat dalam menjaga kejujuran dalam proses perhitungan suara juga menunjukkan angka yang sangat tinggi. Laporan studi pustaka yang dilakukan oleh Triana Winni Astuty (2014) tentang Pengaruh Elit Berkuasa Terhadap Pembangunan Desa, menyatakan bahwa Elit berkuasa dapat memberikan pengaruh yang besar dan signifikan terhadap pembangunan desa melalui tiga hal, yaitu: 1) faktor pengambilan keputusan dalam membuat kebijakan yang dipengaruhi oleh tekanan-tekanan dari luar, kebiasaan lama, sifat-sifat pribadi, kelompok luar, atau keadaan masa lalu; 2) gaya kepemimpinan yang terdiri dari: gaya kepemimpinan instruksi, konsultasi, partisipasi atau delegasi; 3) perilaku pemimpin, yaitu pembuatan visi yang inovatif, perilaku yang tidak konvensional, manajemen kesan, pengorbanan diri dan risiko pribadi, perilaku tokoh panutan yang patut dicontoh, memperlihatkan keyakinan pada pengikut, memperkuat identitas tim, berbagi kekuasaan untuk keputusan penting, dan menganalisis lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti mengenai pengaruh tokoh-tokoh adat dalam elit politik memberikan sebuar gambaran tentang bagaimana pengaruh tokoh elit dalam keterlibatan berkampanye sangat penting sebagai proses menentukan kecenderungan suara pemilih. Eratnya

3 hubungan tokoh elit lokal dengan masyarakat lokal memperoleh daya tarik yang besar dalam pemilukada. 2.2 Kerangka Konsep Kontestasi Ahsan (2010) menyebutkan bahwa kontestasi berasal dari kata dasar kontest. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan artinya sebagai kata benda, yaitu perlombaan. Kamus Oxford 2005 menyebutkan makna kata contest sebagai kata benda yang artinya an event in which people compelete supremacy. Apabila jika diterjemahkan adalah suatu ajang atau perlombaan dimana terjadinya adu kekuatan atau keunggulan. Istilah kontestasi yang lazim muncul pada isu kekuasaan, dipahami sebagai suatu cerminan beragam hubungan kekuatan yang saling mendukung, berjuang, bersaing dan menghancurkan. Nivada (2014) menyebutkan dalam kalimat sederhana, kontestasi merupakan pertarungan berbagai macam kelompok, masing-masing memperjuangkan ideologi, nilai, solusi, dan lain sebagainya. Wacana, atau diskursus akan selalu dibuka, bermunculan pula berbagai perbandingan yang mengundang debat, maupun konflik. Menurut Fahrizal (2007), kontestasi politik sebagai bentuk yang diranah kontestasi wacana. Sedangkan Syakir dan Fadmi Ridwan menilai kontestasi dari sudut pandang interaksi kepentingan aktor. Maksudnya kontestasi politik terjebak dalam kepentingan politis dan mengabaikan kepentingan teknokratis. Dalam tahapan kompetisi berlangsung antar aktor, untuk mengagendakan dan memasukkan kepentingan

4 masing-masing aktor. Disanalah agenda setting sampai formulasi sebagai satu kesatuan yang terjadi dibuat. Pada prosesnya, pembentukan sebuah institusi yang bekerja dalam interaksi dan kontestasi politik ditinjau dari kepentingan antara aktor akan sangat berpotensi untuk berkonflik antar suku, atau pun beberapa aktor dengan aktor lainnya. Selain konflik, kerjasama pun seringkali berlangsung antar aktor, apalagi pembentukan lembaga atau institusi akan menghasilkan kesepakatan dalam keputusan akhirnya. Di sinilah memunculkan tanda tanya, apa yang melatarbekalangi kontestasi persaingan dan pertarungan di antara yang berpihak dan tidak berpihak. Aktor-aktor yang terlibat dalam kontestasi sangat ditentukan dari kekuatan modal di masing-masing aktor. Sejalan dengan pemikiran Bourdieu, modal merupakan hubungan sosial, artinya suatu energi sosial yang hanya ada dan membuahkan hasil-hasil dalam arena perjuangan dimana ia memproduksi dan mereproduksi (Bourdieu, 1979 : 127). Lebih jauh lagi Bourdieu membagi modal menjadi tiga modal sosial, budaya, dan simbolik. Sedangkan penulis menambahkan kekuatan kontestasi tidak hanya dilihat dari tiga modal tersebut. Akan tetap modal jaringan (investasi jaringan) dan investasi jabatan menjadi modal tambahan yang harus dimiliki aktor dalam pertarungan kepentingan. Pemilukada merupakan arena kontestasi politik bukan hanya kompetisi antar pasangan kandidat, namun persaingan Kelian Adat dalam memobilisasi krama Banjar Adat. Untuk memenangkan kandidat yang didukungnya haruslah ditentukan suara terbanyak oleh pemilih. Tetapi kompetisi yang terjadi dalam

5 penelitian ini bukan persaingan antar partai namun yang lebih menonjolkan figur dari Kelian Adat tersebut seperti ketokohan, popularitas dan moralitas, latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Hal ini dapat menjadi sangat penting dalam suatu kontestasi, dimana seseorang hanya dengan mengandalkan popularitas dan figur mampu bersaing untuk memobilisasi krama Banjar Adat dalam pemilukada. Modal ini adalah bangunan relasi dan kepercayaan (trust) yang dimiliki oleh Kelian Adat dengan masyarakat Banjar Adat dalam memilih kandidat politik Kelian Adat Istilah Kelihan Adat berasal dari kata Kelih yang berarti tua, Kelihan artinya lebih tua dan kelian adat diartikan sebagai orang yang dituakan di Banjar Adat. Dengan demikian Kelian Adat adalah orang yang dituakan dalam suatu Banjar Adat serta dijadikan panutan dan tempat krama Banjar meminta petunjuk, petuah, nasehat maupun bimbingan-bimbingan mengenai tata cara kehidupan Banjar Adat. Kelian Adat adalah ketua dari organisasi Banjar Adat di Bali, yang kedudukanya dibawah Bendesa Adat. Kelian Adat pada umumnya dipilih dari, oleh dan untuk Banjar Adat melalui sangkepan krama Banjar adat. Pemilihan Kelian Adat di Kota Denpasar bervariasi, tergantung dari masing-masing Banjar Adat yang membuat khusus awig-awig atau peraturanya sendiri. Awig-awig tersebut selain mengatur kehidupan organisasi Banjar Adat juga berisikan tentang tata cara pemilihan Kelian Adat. Kelian Adat pada umumnya dipilih secara musyawarah mufakat dimana pemilihan itu dilaksanakan pada paruman (rapat) Adat yang dihadiri oleh krama Banjar Adat. Pada saat Bali masih dijajah oleh orang asing, pemilihan Kelian Adat hanya dipilih oleh berkasta

6 dan memilih orang yang terpandang di lingkungan Banjar Adat, namun ketika berkembangnya demokrasi di Indonesia banyak Banjar adat yang memakai sistem pemilihan langsung. Pemilihan Kelian Adat Banjar terbagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak langsung. Pemilihan langsung terlaksana jika krama Banjar memiliki rekomendasi beberapa calon untuk di pilih, kemudian dilakukan pemilihan oleh seluruh krama Banjar Adat. Pemilihan tidak langsung dapat terjadi ketika Banjar itu hanya memiliki calon tunggal, dan terpilihnya calon tunggal tersebut atas rekomendasi tim formatur melihat dari cocok atau tidaknya seseorang menjadi kelian adat. Arti dan makna yang ada didalam istilah Kelian Adat ini menyebabkan pada saat pemilihan Kelian adat berusaha dipilih dari perilaku dan kepribadinya, karena tingkah lakunya yang menyebabkan ia patut dijadikan pemimpin adat yang teladan dan menjadi panutan di Banjar Adat tersebut. Menjadi seorang Kelian Adat harus disegani oleh semua krama Banjar Adat dan dipercaya mampu menangani permasalahan bidang adat istiadat dan mempunyai pengetahuan mengenai pelaksanaan upacara adat agama Hindu yakni Panca Yadnya, dimana upacara tersebut wajib dilakukan oleh krama Banjar Adat. Uniknya di Bali, sebuah Banjar memiliki dua Kelian namun memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Kelian Dinas mengurus Banjar secara administrasi dibagian kepemerintahan, bertugas untuk mendata krama Banjar Adat, mengurusi KTP, akta kelahiran dan kartu KK serta keperluan administrasi kepemerintahan lainya. Lain halnya dengan Kelian Adat yang bertugas mengkoordinir krama Banjar Adat di ranah adat. Kedua posisi Kelian di Banjar saling mengcover antara satu dengan lainya. Tugas seorang Kelian Adat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

7 prahyangan, pelemahan, pawongan. Prahyangan merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widi Wasa / Brahman sang pencipta / Tuhan Yang Maha Esa, tugas tersebut terlaksana dengan mengkoordinir krama Banjar Adat untuk melaksanakan upacara-upacara keagamaan agama Hindu di Banjar Adat. Bagian palemahan menciptakan hubungan harmonis antara umat manusia dengan alam lingkungannya, tugas ini terlaksana dengan adanya kegiatan suka duka, kerja bakti dan gotong royong untuk memelihara kebersihan, kelestarian dan keseimbangan kehidupan krama Banjar Adat. Bagian terakhir yaitu Pawongan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara sesama umat manusia. Dalam hal ini tugas Kelian Adat sebagai pengurus urusan sosial kemasyarakatan seperti saat ada kematian atau upacara perkawinan, mengurus iuran Banjar Adat dan mengurus struktur Banjar Adat. Secara garis besarnya dimana tugas tugas tersebut dipandang dari sisi spiritual dari sisi kemanusiaan dan lingkungan, dimana kepentingan-kepentingan krama Banjar Adat bisa dikoordinir dengan baik oleh Kelian Adat. Masing-masing Banjar Adat di Kota Denpasar memiliki struktur organisasinya sendiri, seperti contoh struktur di Banjar Adat Abian Timbul, Sanur yang sudah tercantum dalam awig-awig Banjar, dimana struktur tersebut digambarkan bahwa Kelian Adat dibantu oleh tiga orang yang masing-masing menangani bagian prahyangan, palemahan, dan pawongan. Lalu dibawahnya ada posisi sekretaris dan bendahara. Struktur ini merupakan gambaran umum dari beberapa struktur Banjar Adat di Kota, namun belakangan ini sejalan dengan

8 perkembangan masyarakat, muncul berbagai variasi nama dan fungsi, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing Banjar Adat di Kota Denpasar. Bertugas sebagai Kelian Adat pada umumnya bersifat ngayah atau mengabdi untuk menyejahterahkan Banjar Adat, biasanya Kelian Adat tidak mendapat gaji bulanan dari pemerintah, namun semakin berkembangnya peraturan dan kebijakan baru Kelian Adat mendapatkan upah dimana upah tersebut disebut ensentif dari pemerintah langsung melalui Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Jaman dulu Kelian Adat mengelola pelaba pura, untuk menunjang finansial pelaba pura itu berupa sawah dan tegalan, Kelian Adat dapat mengelola pelaba pura tersebut untuk menghasilkan uang. Hasil dari pelaba pura tersebut bisa menjadi dagangan, untuk alat-alat upakara dan kegiatan di pura atau dikonsumsi oleh para Kelian Adat. Kelian Adat juga menerima bebas ayah-ayahan, bebas ayah-ayahan tersebut membebaskan kelian adat hanya untuk mengatur segala kegiatan adat dan tidak ikut repot dalam kegiatan Banjar. Selain itu Kelian Adat juga menerima semacam tunjangan dari warga desa berupa bahan bahan atau perlengkapaann untuk membuat kelengkapan upakara, seperti bambu, janur, kelapa dll, sesuai dengan kesepakatan bersama. Mengemban tugas sebagai Kelian Adat terlihat gampang-gampang susah, perananya dituntut harus memiliki wibawa dan kharisma yang tinggi agar mampu memimpin krama Banjar Adat ke arah yang aman tentram dan damai. Sikap ini pun diuji ketika Kelian Adat dihadapkan oleh persoalan masalah-masalah politik. Jaman sekarang banyak figur Kelian Adat yang dicari untuk menjembatani proses mobilisasi massa agar memperlancar tujuan dan kepentingan kampanye politik.

9 Kampanye politik tersebut dikemas dengan cara adat seperti simakrama di Banjar, membantu keuangan dan inventaris Banjar, mengahadiri dan menghaturkan dana punia dalam acara piodalan di Pura, serta kegiatan lainya yang termasuk dalam kegiatan adat. Strategi ini terlaksana dengan perantara Kelian Adat, karena Kelian Adat dalam tugasnya sebagai pengkoordinir kegiatan adat di Banjar. Maka dari itu, bisa dilihat Kelian Adat digunakan sebagai jalan untuk masuknya kepentingan politik di Banjar Adat. Dengan maraknya kampanye politik yang langsung menyasar ke Banjar Adat, Kelian Adat diminta mampu menanggapi hal-hal berbau politik dengan cara yang bijaksana Pemilukada Serentak Semenjak disahkanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemilihan kepala daerah adalah bagian dari Otonomi Daerah dan Kepala Daerah diselenggarakan dan dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 mengenai Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada menjadi bagian dari pemilu, sehingga secara resmi berganti nama menjadi Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada, dimana penyelenggaraannya sudah diselenggarakan langsung di bawah tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum. Daerah yang pertama kali melaksanakan pemilihan kepala daerah berdasarkan undang-undang ini adalah daerah DKI Jakarta yang dilaksanakan pada tahun 2007.

10 Pada tahun 2011, disusul dengan terbitnya undang-undang baru tentang penyelenggaran pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, bukan pemilihan kepala daerah. Pada tahun 2014, DPR-RI meninjau kembali tentang permasalahan terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI dilaksanakan pada tanggal 24 September 2014 dengan memutuskan opsi bahwa Pemilihan Kepala Daerah diselenggarakan secara tidak langsung dengan kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang. Rapat Paripurna DPR RI yang dilaksanakan pada tanggal 25 September 2014 dengan agenda pengesahan RUU Pilkada, berakhir dengan disahkannya RUU Pilkada yang diselenggarakan dan dipilih melalui DPRD. Hasil rapat ini pun menimbulkan reaksi dari publik berupa penolakan terhadap Rancangan Undang - Undang Pilkada, yang dianggap mencederai demokrasi. Pilkada melalui DPRD bukan menjadi jaminan untuk mengakhiri praktik korupsi dan money politics, tapi justru akan menciptakan money politics yang tertutup dan tidak bisa diawasi oleh masyarakat. Selain itu, pilkada yang dipilih melalui DPRD justru menjadi tidak transaparan dan dikhawatirkan adanya lobi-lobi yang di lakukan oleh anggota dewan tidak mewakilkan pilihan rakyat.

11 Perdebatan yang terjadi di kalangan elit politik dengan isu dikalangan masyarakat agar Pemilukada tetap dilaksanakan dan dipilih oleh rakyat berakhir dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Dengan ditetapkannya Perppu No. 1 Tahun 2014 menjadi undang-undang, masyarakat dapat kembali memilih kepala daerahnya secara langsung. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang- Undang selanjutnya diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa Pilkada langsung oleh rakyat haruslah dilaksanakan dengan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini. Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang sudah berjalan di seluruh daerah Indonesia memerlukan anggaran dan biaya yang sangat besar, menyebabkan pemborosan anggaran pada setiap daerah. Bagi daerah yang memiliki anggaran dan pendapatan yang rendah, pengeluaran untuk membiayai pemilukada ini ternyata mengurangi jatah anggaran belanja pelayanan publik seperti urusan pendidikan dan kesehatan. Karena itu, untuk menghemat dan agar penyelenggaraan lebih efisien maka pemilukada diselenggarakan serentak untuk seluruh daerah di Indonesia. Jumlah daerah yang akan menggelar Pemilukada serentak ini sebanyak 269. Namun, pelaksanaan Pemilukada serentak dilakukan

12 dengan tiga gelombang. Gelombang pertama dilaksanakan pada tahun Gelombang kedua akan digelar pada Februari 2017 diberlakukan bagi mereka pejabat kepala daerah yang habis masanya pada Juli hingga Desember Sedangkan gelombang ketiga akan dilaksanakan pada bulan Juni 2018 bagi pejabat yang habis masa tugasnya pada 2018 dan Pemilukada serentak sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota di Pasal 201. Dalam terlaksananya peraturan tersebut, KPU Kota Denpasar melaksanakan Pemilukada pada akhir tahun 2015 tepatnya tanggal 9 Desember lalu, karena masa jabatan Walikota dan Wakil Walikota Denpasar berakhir pada tahun Kota Denpasar merupakan salah satu dari 269 daerah yang menyelenggarakan Pemilukada pada Tahun Pemilihan umum kepala daerah Kota Denpasar diikuti oleh 3 pasang calon walikota dan wakil walikota. Ketiganya telah resmi ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Kota Denpasar pada Jumat, 11 September Pasangan itu adalah Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan I Gst Ngr Jaya Negara (Dharma-Negara) dari partai PDIP yang telah dinyatakan sah pada pendaftaran tahap pertama mendapat nomor urut 1. Adapun dua pasangan lain dinyatakan sah pada pendaftaran gelombang kedua yaitu, Ketut Resmiayasa-Batu Agung dari koalisi partai Gerindra-Hanura,dan Made Arajaya-A.A Rai Sunasri dari koalisi partai Demokrat-PKS. Sebelumnya pada pendaftaran pertama ada dua pasangan calon yang mendaftar yakni pasangan pertama Dharma-Negara dan I Ketut Suwandhi I

13 Made Arjaya (SUAR) namun paket SUAR gugur karena Suwandhi tidak memenuhi syarat. Karena menyisakan paslon tunggal (Dharma-Negara), Komisi Pemilihan Umum Kota Denpasar membuka Kembali pendaftaran kedua pada tanggal 1 3 September (www. metrobali.com) Pasca Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Denpasar, KPUD Denpasar telah menetapkan SK Penetapan Hasil Pilkada Kota Denpasar pada tanggal 17 Desember Dari total suara dimana total suara sah suara dan total suara tidak sah 4.908, pasangan calon Walikota dan Walikota Nomor urut 1, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, S.E.,M.Si dan I Gst Ngr Jaya Negara, S.E memperoleh suara sebanyak suara atau sekitar (82%), hasil dari pasangan nomor urut dua I Ketut Resmiayasa, S.T dan Ida Bagus Batuagung Antara dengan perolehan suara sebanyak suara atau sekitar (6%), dan hasil dari pasangan nomor urut tiga I Made Arjaya,S.E.,M.Si dan A.A Ayu Rai Sunasri, S.Sos.,M.Si dengan perolehan suara sebanyak atau sekitar (12%). ( Dari hasil perhitungan hasil suara tersebut telah ditetapakan pasangan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan I Gst Ngr Jaya Negara menang dalam pemilukada Kota Denpasar 2015, dan ditetapkan sebagai Walikota dan Wakil Walikota Denpasar periode 2016 sampai dengan 2021 yang dilantik langsung oleh Gubernur Bali, Made Mangku Pastika pada tanggal 17 Ferbruari 2016.

14 2.3 Landasan Teori Elit Politik Dari konsep yang telah tertera diatas maka penelitian ini menggunakan Teori Elit Politik yang lahir dari diskusi seru para ilmuwan sosial Amerika tahun 1950-an, antara Schumpeter seorang ekonom, Laswell seorang ilmuwan politik dan Wright Mills seorang Sosiolog yang melacak tulisan dari pemikir eropa pada awal munculnya fasisme. Menurut Pareto dalam buku yang berjudul Studi Ilmu Politik karangan Jurdi (2014) mengatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh, mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai elit. Elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tiggi dan dalam lapisan masyarakat. Pareto juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan dan lapisan masyarakat yang berbeda itu umumnya dari kelas yang sama yaitu orang-orang yang kaya dan pandai yang mempunyai kelebihan dalam matematika, bidang musik, karakter moral dan sebagainya. Karena itu Pareto lebih lanjut lagi membagi masyarakat terdiri dari dua kelas, yaitu pertama lapisan atas disebut elit yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing elit) dan elit tidak memerintah (non governing elit), kedua lapisan yang lebih rendah disebut nonelit. Sejalan dengan hal itu menurut Mosca dalam S.P Varma (2013) dalam semua masyarakat, selalu muncul dua kelas dalam masyarakat yaitu, kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang pertama yang biasanya

15 jumlahnya sedikit memegang semua fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari kekuasaan. Sementara kelas yang kedua yang jumlahnya lebih besar diatur dan dikontrol oleh yang pertama. Istilah lain tentang elit (elitee) lazimnya dalam studi sosiologi didefinisi sebagai anggota suatu kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong disegani, dihormati, kaya serta berkuasa. Kelompok elit adalah kelompok minoritas superior yang posisinya berada pada puncak strata, memiliki kemampuan mengendalikan kegiatan ekonomi dan politik, serta sangat dominan mempengaruhi proses pengambilan keputusan-keputusan krusial. Itulah sebabnya mudah dimengerti apabila dalam banyak hal kelompok elit tidak hanya ditempatkan sebagai pemberi legitimasi, akan tetapi dari pada itu mereka adalah panutan sikap dan acuan berbagai tindakan, serta oleh masyarakat senantiasa diharapkan dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama. (Haryanto, 2005:125) Para elit politik dalam hal ini merupakan sekelompok kecil orang yang berada ditengah-tengah lapisan masyarakat, mereka memiliki kualitas-kualitas yang sangat baik di dalam masyarakat sehingga dengan kualitas-kualitas tersebut masyarakat memilih mereka sebagai orang yang dituakan serta dipanuti perilaku dan kecapakanya. Menurut Harold Laswell, elit adalah individu-individu yang berhasil memiliki sebagian terbanyak dari nilai-nilai yang ada karena kecakapankecakapan yang dimiliki serta sifat-sifat kepribadian mereka. Dengan keunggulan yang melekat pada dirinya, elit terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. (Haryanto, 2005: 126)

16 Dalam persepektif elitis terdapat dua macam pendekatan teoritis yang berlainan dalam menerangkan kelahiran dan keberadaan kelompok elite. Teori pertama, kelompok elite dianggap lahir dari proses yang alami. Mereka adalah orang-orang yang terilih yang memang di karuniai kepandandaian, kemampuan dan keteramilan lebih tinggi dalam mengatasi atau memecahkan berbagai persoalan hidup. Di dalam diri anggota kelompok ini melekat karakteristik individual tertentu yang sangat berbeda dengan orang-orang biasa (massa). Dengan demikian kelompok elite lahir bukan karena mereka menempati posisiposisi strategis dalam masyarakat tetapi lebih karena mereka memiliki kapasitas personal yang lebih potensial untuk menempati posisi itu. (Surbakti,74) Pemikir klasik juga banyak membahas masalah elit dan struktur kekuasaan adalah seorang sosiolog Jerman bernama Robert Michel (1959) yang populer dengan hukum besi oligarki. Menurutnya kelompok minoritas yang kemudian dominan dalam pengambilan keputusan adalah akibat dari struktur organisasi sosial modern. Dalam mengatur roda organisasi sosial modern dibutuhkan pembagian kerja yang jelas. Orang-orang yang menempati jabatan penting dan melakukan fungsi perencanaan, mobilisasi, inplementasi, dan kontrol akan menjadi kelompok elit. Dalam struktur sosial masyarakat Indonesia terdapat kelompok elite yang memiliki kedudukan dan pengaruh yang menentukan terdapat kaum bangsawan atau priyayi dan elit agama seperti ulama atau kyai yang keduanya sering disebut elit tradisional, yang berbeda dari elit baru yaitu elit birokrasi dan kaum intelegensi. Jurdi (2014) mengatakan bahwa, elit politik merupakan konsep yang

17 paling sentral dalam politik. Perilaku politik akan ditentukan oleh elit politik yang sedang berkuasa, sehingga baik buruknya politik sangat tergantung pada perilaku elitnya. Tidak hanya pelaku politik yang berkedudukan di pemerintahan dan partai politik disebut elit, namun para kelian adat juga merupakan elit adat yang mempunyai kharisma dan wibawa serta dijadikan panutan oleh masyarakat adat. Kelian adat dikategorikan sebagai elit politik yang memiliki peranan di dalam struktur masyarakat adat, dimana peranan itu membantu masyarakat adat untuk memberikan jalan keluar dalam permasalahan sosial masyarakat. Peran elit ini memiliki kelebihan dan mempunyai peran-peran strategis dalam mengatur dan menentukan masa depan masyarakat yang dipimpinya. Petuah dan nasehat dari kelian adat biasanya akan diikuti oleh masyarakat adat, karena peran kelian adat sebagai elit politik memiliki tugas dan tanggung jawab yang baik dan cukup dipercaya secara moral maupun secara hukum Strategi Budaya Kebudayaan dekat kaitanya dengan ilmu-ilmu seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi, terutama karena membicarakan tentang fenomena masyarakat, tetapi dalam membicarakan tentang politik secara luas, kebudayaan merupakan fatkor yang sangat penting karena mengkaji berbagai pola perilaku seseorang ataupun sekelompok orang (suku) yang orientasinya berkisar tentang kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi Negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat dan norma kebiasaan yang berjalan, dipikir, dikerjakan, dan

18 dihayati, oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya, serta dicampurbaurkan dengan prestasi di bidang peradaban. (Syafiie dan Azhari, 2010 : 88) Kebudayaan Indonesia merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang diwarisi nilai-nilai luhur nenek moyang. Tercermin dari budaya kedaerahanya yang mempengaruhi berbagai macam suku yang ada di Indonesia salah satunya kebudayaan di daerah Bali. Kehidupan masyarakat di Bali tidak jauh dari perkembangan kebudayaanya yang unsur-unsurnya berasal dari budaya agama Hindu Jawa. Dalam pemikiran masyarakat Bali cenderung masih fanatik terhadap halhal yang bersangkutan dengan adat dan budaya. Mereka menggunakan adat dan budaya untuk dijadikan sebagai senjata atau alat untuk menghakimi orang lain. Penghakiman tersebut dilakukan serentak dan secara bersama-sama dalam istilah bahasa Balinya suryak siu hal ini juga dilandasi dengan unsur adat dan budaya. Konsep suryak siu merupakan kebersamaan masyarakat Bali dalam mengambil sebuah tindakan dan harus seragam tidak ada perbedaan. Suryak siu ini pun membawa dampak yang sangat besar dan biasanya fenomena suryak siu tidak mempertimbangkan baik dan buruk. Dari kekuatan kebudayaan suryak siu inilah para pelaku politik biasanya lebih menyasar dan mendekatkan diri ke ranah adat, dan biasanya menggunakan orang yang sangat disantuni di lingkungan adat seperti Kelian Adat sebagai jembatan memperoleh dukungan dari masyarakat adat. Kelian Adat dipercaya mampu mempengaruhi perilaku pemilih dengan menggunakan latar belakang sebagai figur yang dipanuti menyebabkan apapun yang dikatakan dan direkomendasi akan menghasilkan kekompakan suara pemilih

19 di Banjar Adat. Kekompakan suara pemilih juga dapat menghindari konflik yang terjadi di Banjar Adat. Dwipayana (2004), dalam gagasan status quo, desa adat diletakan dalam rangka pencapaian stabilitas sosial dan konsesus normatif (laras, rukun, patut). Desa adat rentan dengan adanya konflik. Konflik adalah sesuatu yang harus dihindari, karena konflik menjadi salah satu sumber perpecahan terhadap kerukunan, keseimbangan dan keajegan. Dalam lingkar kerukunan, perbedaan pendapat merupakan penyimpangan sehingga diharuskan untuk dihindari dalam kehidupan adat. Akhirnya, untuk menghindari konflik dan penyimpangan tersebut. Organisasi adat salah satunya desa adat dan banjar adat mengambil tindakan represif, dengan melalui cara kesepekang (pengucilan), kekerasan sampai dengan pengusiran dari tempat tinggal. Perbedaan pendapat yang terjadi dalam setiap pengambilan keputusan tersebut mengakibatkan timbulnya kegagapan di desa adat. Tidak ada toleransi pada yang berbeda pendapat dan yang berbeda harus dihancurkan sampai ke akarakarnya. Masyarakat banjar adat biasanya tidak berani mengambil sikap politik yang berbeda dengan sikap politik komunitasnya. Mereka lebih memilih jalur untuk mengikuti arus agar aman dari konflik. Kondisi ini menyebabkan banjar adat sangat rapuh dan mudah dimasuki campur tangan kepentingan politik kekuatan supra lokal. Karena bagaimanapun yang menjadi faktor utama dari sebuah kepentingan partai politik adalah massa dan suara. Banjar adat sangat mudah untuk digerakan, baik dalam mobilisasi massa dan suara, dengan cara mengambil hati warga masyarakat adat melalui kampanye yang dikemas dengan

20 konsep adat. Kampanye tersebut juga menggunakan akses para prajuru dan tokoh adat, sebagai strategi untuk lebih mudah mencapai kepentingan dan tujuan politik.

21 2.4 Kerangka Pemikiran Calon Kandidat Kelian Adat Kontestasi Teori Elit Politik Strategi Budaya Pemilih Pemilukada Kota Denpasar

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi sebagai pilar penting dalam sistem politik sebuah Negara, termasuk Indonesia yang sudah diterapkan dalam pemilihan secara langsung seperti legislatif, Presiden

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang BAB IV Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang Tahapan Pilkada menurut Peraturan KPU No.13 Th 2010 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partai politik merupakan sarana ataupun wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dalam kekuasaan atau pemerintahan di suatu negara. Di dalam bukunya Miriam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah kebutuhan manusia dengan berkomunikasi manusia dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga maupun bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di daerah-daerah semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gelombang Demokrasi abad 21 melanda berbagai Negara dibelahan dunia termasuk Indonesia. Diambilnya prinsip demokrasi oleh Indonesia sebagai sebuah konsep suci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ).

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pilkada merupakan pesta demokrasi rakyat dalam memilih kepala daerah beserta wakilnya yang berasal dari usulan partai politik tertentu, gabungan partai politik

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di Studi Kasus: Kontestasi Andi Pada Pilkada Kabupaten Pinrang 1 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan yang menyajikan interpretasi saya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum Pengertian Budaya Politik adalah pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA, RUKUN WARGA, LEMBAGA KEMASYARAKATAN LAINNYA DAN DUSUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika dan India menjadikan Pemilihan Kepala Daerah sebagai salah satu indikator pelaksanaan demokrasi berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara

BAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum kepala daerah merupakan sarana pelaksana kedaulatan rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara republik Indonesia tahun

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria) ------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan

BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan Studi ini mengkaji dinamika terbentuknya pemerintahan divided atau unified yang dikaitkan dengan pembuatan kebijakan APBD pada satu periode pemerintahan. Argumen yang dikembangkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Abdulkarim (2007:15), pemerintah yang berpegang pada demokrasi merupakan pemerintah yang

I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Abdulkarim (2007:15), pemerintah yang berpegang pada demokrasi merupakan pemerintah yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem demokrasi rakyat memberikan kesempatan yang sama dalam proses penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Partai politik diberikan posisi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik Bab ini menjelaskan tentang: A. Ketahui Visi, Misi dan Program Peserta Pemilu. B. Kenali Riwayat Hidup Calon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisionalnya. Tidak jarang tradisi serta kebudayaan dan kesenian yang

BAB I PENDAHULUAN. tradisionalnya. Tidak jarang tradisi serta kebudayaan dan kesenian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan wisata bagi wisatawan domestik maupun internasional, hal tersebut didukung dengan kebudayaan, tradisi, dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015

TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015 TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015 Oleh : Tedi Erviantono (Dosen Prodi Ilmu Politik FISIP Universitas Udayana) Disampaikan dalam Munas Forum Dekan FISIP se Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2008 DAFTAR

Lebih terperinci

PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

Terpelajar itu harusnya setia dalam mendidik (Tawakkal Baharuddin) Untuk: Keluarga, Saudara dan Sahabat

Terpelajar itu harusnya setia dalam mendidik (Tawakkal Baharuddin) Untuk: Keluarga, Saudara dan Sahabat Terpelajar itu harusnya setia dalam mendidik (Tawakkal Baharuddin) Untuk: Keluarga, Saudara dan Sahabat vii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan

Lebih terperinci

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 DEFINISI UMUM Partisipasi politik dipahami sebagai berbagai aktivitas warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pengisian lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pengisian lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pengisian lembaga perwakilan dalam praktek ketatanegaraan lazimnya dilaksanakan melalui Pemilihan Umum. Pasca perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN STRATEGI PARPOL DALAM PILKADA SERENTAK

TANTANGAN DAN STRATEGI PARPOL DALAM PILKADA SERENTAK Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pedesaan di masa demokrasi saat ini, terutama bagi pihak-pihak yang. motor penggerak bagi kesejahteraan masyarakatnya.

I. PENDAHULUAN. pedesaan di masa demokrasi saat ini, terutama bagi pihak-pihak yang. motor penggerak bagi kesejahteraan masyarakatnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan kepala desa atau pilkades adalah sebuah kata yang sudah tidak asing lagi dan diperbincangkan oleh sebagian besar masyarakat khususnya masyarakat pedesaan di masa

Lebih terperinci

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orde Baru telah mengalami keruntuhan seiring jatuhnya Soeharto sebagai presiden yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun, setelah sebelumnya krisis ekonomi menghancurkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, DAN PELANTIKAN KEPALA LEMBANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 151 TAHUN 2000 (151/2000) TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara demokrasi pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

Kinerja rendah, DPRA harus berbenah!

Kinerja rendah, DPRA harus berbenah! Kinerja rendah, DPRA harus berbenah! (Pandangan Komponen Masyarakat Sipil Untuk Parlemen yang lebih baik terhadap Kinerja DPRA) DPRA merupakan lembaga legislatif di Aceh. Berdasarkan UU No. 11 tahun 2011

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.907, 2012 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Penyelenggara Pemilu. Pedoman. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KECAMATAN SE-KABUPATEN KULONPROGO. Wates, 17 Maret 2011

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KECAMATAN SE-KABUPATEN KULONPROGO. Wates, 17 Maret 2011 BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KECAMATAN SE-KABUPATEN KULONPROGO Wates, 17 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh sekitar 11, 98 persen suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 april 2014 tidak mampu mengajukan

Lebih terperinci

H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI

H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Ceramah Disampaikan pada Forum Konsolidasi Pimpinan Pemerintah Daerah Bupati, Walikota, dan Ketua DPRD kabupaten/kota Angkatan III 2010 di Lembaga Ketahanan Nasional(Lemhannas-RI).

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS - 2 - DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DI WILAYAH KOTA BANJARMASIN DENGAN

Lebih terperinci