Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo xii

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo xii"

Transkripsi

1 Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo xii

2

3 Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo xii

4 BPSPL Makassar Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan HIU PAUS DI PANTAI BOTUBARANI, GORONTALO Penanggung Jawab : Ir.R. Andry Indryasworo Sukmoputro,M.M. Penulis: Kris Handoko, Mahardika R. Himawan, Casandra Tania, Urif Syarifuddin, Munandar Jakasukmana, Hawis Maduppa, Beginer Subhan Buku ini tersusun atas inisiatif BPSPL Makassar dan didanai oleh COREMAP-CTI Desain sampul dan isi: Mahardika R. Himawan, Kris Handoko Editor: Sheyka N. Fadela, Nesha K. Ichida ISBN : Copyright 2017 Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Makassar Diterbitkan oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Makassar Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, bpsplmakassar@kkp.go.id Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini Dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin dari penerbit. Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo ii

5 BPSPL Makassar Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Photo by : Mahardika Rizqi HIMAWAN iii Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo BPSPL Makassar

6 KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT Perairan Indonesia merupakan jalur migrasi dan habitat beberapa jenis ikan langka dan terancam punah, diantaranya adalah hiu paus yang merupakan jenis biota laut terbesar di dunia. Sebagai respon terhadap upaya pelestarian dan untuk menjaga populasi hiu paus di perairan Indonesia, sejak 20 Mei 2013 hiu paus telah dilindungi penuh di seluruh wilayah perairan Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/Kepmen-KP/2013. Hal ini berarti segala bentuk pemanfaatan yang bersifat ekstraktif terhadap hiu tersebut termasuk pemanfaatan bagian-bagian tubuhnya telah dilarang secara hukum. Namun peluang pemanfaatan jasa dari aktivitas hiu paus masih dapat dilakukan sebagai aktivitas pariwisata berkelanjutan. Isu pemanfaatan atau eksploitasi hiu paus secara langsung masih tinggi karena belum tersosialisasinya tentang profil hiu paus tersebut. Oleh karenanya edukasi bagi masyarakat sangat penting, diantaranya dengan adanya Buku Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo ini, yang berisikan banyak hal terkait biologi dan aspek pemanfaatan yang bisa dijadikan model pengelolaan konservasinya ke depan di daerah lainnya. Penggunaan perangkat seperti yang digunakan oleh BPSPL Makassar berupa accoustic transmitter tag dan accoustic receiver sangat diapresiasi mengingat hal ini termasuk hal yang baru di Indonesia. Harapannya database yang dihasilkan bisa merepresentasikan keberadaan Hiu Paus yang ada di Botubarani, Gorontalo dengan kaidah keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan untuk pengambilan kebijakan konservasi dan wisata yang berkelanjutan ke depannya. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif terhadap konservasi Hiu Paus di Indonesia. Semoga Konservasi Hiu Paus bisa terus dilakukan oleh semua pihak. Jakarta, Desember 2016 Direktur Jenderal, Brahmantya Satyamurti Purwadi Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo iv

7 Puji dan syukur Kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga BUKU HIU PAUS DI PANTAI BOTUBARANI, DESA KABILA BONE, KABUPATEN BONE BOLANGO, PROVINSI GORONTALO ini berhasil diselesaikan. KATA SAMBUTAN KEPALA BPSPL Makassar Kegiatan ini dilakukan atas dasar berkembangnya kegiatan wisata minat khusus di Pantai Botubarani, akibat kemunculan Hiu Paus yang distimulasi oleh pemberian makanan. Makanan yang diberikan merupakan limbah dari perusahaan pengolahan Udang Vaname yang beroperasi tepat di Pantai Botubarani. Mudahnya akses menuju Pantai Botubarani, membuat wisata ini menjadi massal yang tidak dapat dihindari. Aktivitas wisata yang tidak ramah pun terjadi yang dapat berdampak luka pada tubuh Hiu Paus. Kurangnya informasi mengenai keberadaan Hiu Paus di Pantai Botubarani menjadi hambatan dalam arah kebijakan yang diaplikasikan. Informasi seberapa lama Hiu Paus tinggal, faktor apa yang mempengaruhi keberadaan Hiu Paus serta dampak dari aktivitas di Pantai Botubarani masih minim. Oleh karena itu, kegiatan ini dilakukan agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui pendekatan penelitian sebagai landasan penentuan regulasi dan kebijakan di Pantai Botubarani baik dari segi konservasi maupun wisata. Demikian buku ini dibuat sebagai langkah awal dalam upaya mengharmoniskan kegiatan konservasi dan wisata minat khusus di Pantai Botubarani. Perlu dukungan secara aktif oleh semua pihak agar kegiatan ini dapat terlaksana sesuai harapan. Makassar, Desember 2016 Kepala BPSPL Makassar, R. Andry Indryasworo Sukmoputro v Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo

8 SEKAPUR SIRIH KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI GORONTALO Alhamdulillah puji syukur Kami panjatkan ke Hadirat Allah Subhanalahu wa ta alaa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga buku Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo ini berhasil disusun melalui proses yang cukup panjang. Dimulai dari adanya booming berita dari sosial media yang memberitakan tentang obyek wisata Hiu Paus di bulan April sampai pertengahan Agustus 2016, maka kedatangan rombongan Hiu Paus ke Gorontalo dalam beberapa bulan membawa dampak yang luar biasa bagi segenap masyarakat dan aparatur pemerintah di Provinsi Gorontalo. Kedatangan Hiu Paus yang menjadi objek wisata, menjadikan magnet bagi turis lokal dan manca negara, pejabat dan masyarakat biasapun berbondong-bondong ingin menyaksikan langsung dari dekat ikan raksasa yang jinak ini. Jumlah pengunjung dari tanggal 1 Mei 2016 hingga minggu ke 3 bulan Mei 2016 yaitu orang yang tercatat. Lebih lengkap lagi hingga akhir Juli 2016, wisatawan lokal dan luar negeri yang datang berkunjung terdiri atas wisata watching di atas perahu orang, wisata snorkeling 573 orang, dan wisata diving 197 orang yang tercatat di buku Kelompok Sadar Wisata Botubarani. Angka yang fantastik untuk sebuat objek wisata baru. Dampak sangat terasa ketika Hiu Paus mulai menghilang dari Pantai Botubarani mulai tanggal 12 Agustus hingga awal Oktober Pemberitaan di media sosial dan media cetak / elektronik gencar karena kekecewaan masyarakat Botubarani dan wisatawan yang berkunjung tidak menjumpai lagi Hiu Paus. Sehingga muncullah banyak pertanyaan ke pemerintah dan para peneliti atau pakar terkait fenomena ini. Masih minimnya data terkait keberadaan Hiu Paus di Gorontalo sehingga pertanyaanpertanyaan berbagai pihak belum bisa terjawab. Semoga dengan adanya informasi seputar kegiatan dan keberadaan Hiu Paus di Buku ini, hasil kolaborasi Pemerintah Provinsi Gorontalo, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, WWF Indonesia dan Whale Shark Indonesia Project beserta stakeholder terkait lainnya bisa bermanfaat bagi para pembaca semuanya. Gorontalo, Desember 2016 Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo Sutrisno, A.Pi., M.Si. Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo vi

9 Kata Pengantar Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah Subhanalahu wa ta alaa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga buku Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo ini berhasil disusun melalui proses yang cukup panjang. Dimulai dari adanya boming berita dari sosial media yang memberitakan tentang obyek wisata Hiu Paus di bulan April sampai pertengahan Agustus 2016, maka kedatangan rombongan Hiu Paus ke Gorontalo dalam beberapa bulan membawa dampak yang luar biasa bagi segenap masyarakat dan aparatur pemerintah di Provinsi Gorontalo. Kedatangan Hiu Paus yang menjadi obyek wisata, menjadikan magnet bagi turis lokal dan manca negara, pejabat dan masyarakat biasapun berbondong-bondong ingin menyaksikan langsung dari dekat ikan raksasa yang jinak ini. Jumlah pengunjung dari tanggal 1 Mei 2016 hingga minggu ke 3 bulan Mei 2016 yaitu orang yang tercatat. Lebih lengkap lagi hingga akhir Juli 2016 data tercatat, wisatawan lokal dan luar negeri yang datang berkunjung terdiri atas wisata watching di atas perahu orang, wisata snorkeling 573 orang, dan wisata diving 197 orang yang tercatat di buku Kelompok Sadar Wisata Botubarani. Angka yang fantastik untuk sebuat obyek wisata baru. Bandingkan obyek wisata Hiu Paus di Teluk Cendrawasih, Provinsi Papua Barat, pada tahun 2015 tercatat pengunjung dengan PNBP Rp (Sumber : Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih, 2016). Dampak sangat terasa ketika Hiu Paus mulai menghilang dari Pantai Botubarani mulai tanggal 12 Agustus hingga awal Oktober Pemberitaan di media sosial dan media cetak / elektronik gencar karena kekecewaan masyarakat Botubarani dan wisatawan yang berkunjung tidak menjumpai lagi Hiu Paus. Sehingga muncullah banyak pertanyaan ke pemerintah dan para peneliti atau pakar terkait fenomena ini. Untungnya, Whale Shark Indonesia (WSID) yang dimotori oleh Sdr. Mahardika Rizki Himawan, selama kurang lebih 18 hari (12 30 April 2016) telah melakukan riset menggunakan metode Photo ID untuk mengetahui jumlah populasi dan melakukan identifikasi tiap individu Hiu Paus yang hadir beserta pola tingkah lakunya di Pantai Botubarani dan aspek lainnya. Dilanjutkan dengan kolaborasi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Unit Pelaksana Teknisnya Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, WSID, WWF Indonesia dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo bersama-sama melakukan Lokakarya Hiu Paus pada tanggal 26 Mei 2016, yang membahas terkait rencana pengelolaan Wisata Hiu Paus ke depan. Kegiatan lanjutan dari Lokakarya Hiu Paus tersebut, yaitu BPSPL Makassar melakukan kegiatan Bimbingan Teknis Pemandu Wisata Selam dan Sosialisasi Pengenalan Sistem Informasi Database Ikan Dilindungi (SIDIDI) Mei Selain itu pula, pada tanggal Agustus 2016 dilakukan Bimbingan Teknis Identifikasi dan Monitoring Populasi Hiu Paus untuk kelompok masyarakat dan aparatur pemerintah serta stake holder terkait agar ketika Hiu Paus ada di Gorontalo, para peserta Bimtek ini sudah bisa untuk melakukan pendataan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Semoga dengan adanya informasi seputar kegiatan dan keberadaan Hiu Paus di Buku ini, bisa bermanfaat bagi para pembaca semuanya. Makassar, Desember 2016 Tim Penulis vii Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo

10 Kolaborasi setting alat accoustic receiver, BPSPL Makassar, BP2KSDI Purwakarta dan Whale Shark Indonesia Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo viii Photo by : Wawan BPSPL Makassar

11 DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN DIRJEN PENGELOLAAN RUANG LAUT KATA SAMBUTAN KEPALA BPSPL MAKASSAR SEKAPUR SIRIH KEPALA DKP PROVINSI GORONTALO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL I. PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 II. FAKTA UMUM HIU PAUS 3 Awal Mula Nama Hiu Paus 3 Ciri-ciri Morfologi 4 Distribusi 5 Makanan dan Cara Makan 6 Reproduksi dan Siklus Hidup 7 Pergerakan dan Tingkah Laku 8 Status Konservasi 8 III. SEKILAS TENTANG BOTUBARANI 10 Sekilas Tentang Desa Botubarani 11 Struktur Biotik dan Abiotik Perairan Botubarani 12 IV. GORONTALO, BOTUBARANI DAN HIU PAUS 15 Cerita Lama Masyarakat Nelayan 16 Pertemuaan Penyelam dengan Hiu Paus 17 Hiu Paus & pabrik pengepakan udang Botubarani 18 V. RISET-RISET HIU PAUS DI BOTUBARANI 21 Mulainya Hiu Paus di Botubarani Diteliti 21 Sekilas Riset dari Hubbs-SeaWorld Research Institute 23 Beberapa Riset Hiu Paus di Botubarani 24 Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran serta Hubungan Kemunculannya terhadap Aktivitas Wisata 26 Monitoring Hiu Paus Di Perairan Botubarani Oleh Tim Monitoring Hiu Paus Gorontalo 34 Pola Tinggal Hiu Paus dalam Hubungannya dengan Aktivitas Pemberian Makan Melalui kegiatan Wisata 38 VI. DINAMIKA WISATA HIU PAUS DI PANTAI BOTUBARANI 49 Viralnya Wisata Hiu Paus Botubarani 50 Hiu Paus, Ikon Kuat Penarik Wisatawan 51 Ramainya Wisata Hiu Paus DI Botubarani 52 Tiga Jenis Wisata di Pantai Botubarani 53 iv v vi vii ix x xiii ix Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo

12 Padatnya Botubarani di Maret-Agustus Meningkatnya Ekonomi Masyarakat Setempat 55 Dampak Lain yang Muncul Akibat Wiata Massal 57 Menghilangnya Hiu Paus di Agustus-Oktober Kembalinya Hiu Paus di Oktober-November Pembelajaran dari Dinamika Wisata yang Terjadi 63 VII. STRATEGI PENGELOLAAN WISATA BOTUBARANI 65 Pembentukan Kelompok Sadar Wisata 66 Skenario Wisata Hiu Paus Botubarani 68 Bantuan Fasilitas Wisata 71 Pengawasan Kegiatan Wisata 73 VIII. STRATEGI KONSERVASI HIU PAUS BOTUBARANI 75 Bahu Membahu dalam Konservasi 76 Pengaturan Zona Interaksi Hiu Paus 76 Pembatasan Kegiatan di Zona Interaksi 77 Pengaturan Tata Cara Berinteraksi Wisata 78 Lokakarya Hiu Paus Gorontalo 80 Peningkatan Kapasitas Sdm Dibidang Konservasi 81 Pembentukan Tinelo Deheto Dan Tim Monitoring 84 Sosialisasi Upaya Konservasi di Pantai Botubarani 85 IX. REKOMENDASI PENATAAN ZONASI 87 Tujuan Penataan dan Penetapan Zonasi 88 Proses Penyusunan Desain Zonasi 89 Skema Zonasi Ekowisata Pemanfaatan Hiu Paus 91 Model Pengelolaan 93 Rencana Pengembangan 101 DAFTAR PUSTAKA 118 SUMBER BUKU NON PENULIS 119 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Hiu Paus dengan karakter tubuh keabu-abuan dan bertotol putih 4 Gambar 2. Distribusi Hiu Paus secara global 5 Gambar 3. Cara makan Hiu Paus 6 Gambar 4. Sebanyak 300 embrio Hiu Paus dari rahim seekor individu Hiu Paus yang tertangkap di Taiwan (Joung et al., 1996) 7 Gambar 5. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Botubarani adalah sebagai nelayan tradisional 11 Gambar 6. Kondisi dasar perairan Pantai Botubarani yang curam 12 Gambar 7. Terumbu karang dengan beberapa bentuk pertumbuhan yang masih cukup mudah untuk ditemukan 13 Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo x

13 Gambar 8. Nelayan menangkap ikan nike dengan menggunakan lampu petromaks 16 Gambar 9. Sungai Bone yang berada di Gorontalo 17 Gambar 10. Ikan Nike 17 Gambar 11. perusahan yang berdiri tepat di pinggir Pantai Botubarani 18 Gambar 12. PT Sinar Ponula Deheto 18 Gambar 13. Keberadaan pabrik dengan kulit dan kepala udang sebagai sisa yang dihasilkan 19 Gambar 14. Pemberian makan kepada Hiu Paus dilakukan dari atas kapal wisata 20 Gambar 15. Hasil yang didapatkan dari pemasangan penanda satelit pada hiu paus di Filipina 23 Gambar 16. Kolaborasi aktif dalam melakukan penelitian Hiu Paus di Pantai Botubarani 24 Gambar 17. Pola totol-totol pada tubuh Hiu Paus yang berbeda setiap individunya 26 Gambar 18. Hiu Paus jantan memiliki klasper pada sirip perut sedangkan betina tidak memilikinya (Himawan et al., 2015) 27 Gambar 19. Kemunculan beberapa individu yang menunjukkan bahwa terdapat keberadaan populasi Hiu Paus di Perairan Botubarani 28 Gambar 20. Panjang total individu Hiu Paus yang teridentifikasi di Pantai Botubarani (Himawan, 2017) 29 Gambar 21. Jumlah wisatawan yang cenderung meningkat akan mempengaruhi semakin banyaknya jumlah makanan yang diberikan 31 Gambar 22. Wisatawan yang berkunjung selama monitoring 36 Gambar 23. Peralatan yang digunakan dalam pemasangan penanda akustik pada tubuh Hiu Paus 39 Gambar 24. Lapisan kulit Hiu Paus pada daerah dibawah sirip punggung cukup tebal dan kuat 40 Gambar 25. Pemasangan alat VR2W Receiver 69 KHz pada kedalaman meter 41 Gambar 26. Pemasangan penerima akustik di Perairan Botubarani dan Leato 42 Gambar 27. Kemunculan Hiu Paus dengan karakteristik yang sama seperti riset dan monitoring sebelumnya 44 Gambar 28. Data hasil perekaman penerima akustik yang dipasang pada Perairan Botubarani 45 Gambar 29. Data hasil perekaman penerima akustik yang dipasang pada Perairan Leato 47 Gambar 30. ID GT_04 terdeteksi keluar dari Perairan Botubarani dan terekam di Perairan Leato 47 Gambar 31. Pantai Botubarani yang sebelumnya sepi, hanya ada aktifitas normal nelayan, berubah menjadi sangat ramai 50 xi Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo

14 Gambar 32. Foto mengenai aktivitas wisata Hiu Paus yang bertebaran di sosial media 51 Gambar 33. Faktor yang mempengaruhi ramainya wisata Hiu Paus di Pantai Botubarani 52 Gambar 34. Tiga jenis wisata di Pantai Botubarani: a. wisata melihat, b. berenang permukaan, c. menyelam 53 Gambar 35. Wisatawan baik dengan menggunakan kapal, berenang atau menyelam bercampur menjadi satu dalam satu waktu 54 Gambar 36. Wisata Hiu Paus Pantai Botubarani dikelola sepenuhnya oleh masyarakat setempat melalui Pemerintah Desa 55 Gambar 37. Masyarakat setempat menjual-belikan makanan Hiu Paus yang berupa kulit dan kepala udang 56 Gambar 38. Warung-warung di pinggir pantai mulai dibangun dengan menjajakan berbagai macam makanan 57 Gambar 39. Luka-luka tubuh Hiu Paus yang dihasilkan akibat aktifitas wisata terutama benturan dengan badan kapal 58 Gambar 40. Wisatawan yang berenang dan menyelam sangat bebas dalam memegang dan bahkan menunggangi Hiu Paus 59 Gambar 41. Cedera yang dapat timbul dari menyentuh atau menunggangi Hiu Paus paus 59 Gambar 42. Terjatuhnya beberapa barang milik wisatawan ke laut kerap terjadi melalui akvifitas wisata akibat tidak hati-hati 60 Gambar 43. Perairan Botubarani penuh sampah plastik 61 Gambar 44. Hingar bingar pantai dengan banyaknya pengunjung datang seketika berubah sepi seperti sedia kala 62 Gambar 45. Dengan jenis wisata yang hampir sama, jumlah wisatawan jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan sebelumnya 63 Gambar 46. Disetiap lorong terdapat tempat-tempat parkir kendaraan baik motor, mobil atau alat transportasi lain 69 Gambar 47. Bagi wisatawan dengan perahu, baju pelampung selanjutnya dibagikan dan diarahkan kepada pemandu perahu 70 Gambar 48. Dokumentasi pemberian bantuan Menteri Kelautan dan Perikanan berupa peralatan alat snorkling 71 Gambar 49. (a) Pelatihan Pemandu Wisata Selam; (b) Bantuan Alat Snorkeling; (c & d) Bantuan Kompresor dan Alat Scuba 72 Gambar 50. Pembangunan fasilitas wisata berupa pos pengawasan, tempat tunggu dan panggung oleh Dinas Pariwisata Kab. Bone Bolango 73 Gambar 51. DKP Provinsi Gorontalo menyusun pelampung secara persegi untuk zona interaksi Hiu Paus 76 Gambar 52. Kail dan tali pancing yang dapat menyangkut pada tubuh Hiu Paus 77 Gambar 53. Aturan umum berinteraksi dengan Hiu Paus 78 Gambar 54. Aturan berinteraksi dalam bentuk sticker yang diproduksi BPSPL Makassar 80 Gambar 55. Bimtek Pemandu Wisata Selam dan Sosialisasi Pengenalan Sistem Informasi Database Ikan Dilindungi (SIDIDI) di Provinsi Gorontalo 82 Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo xii

15 Gambar 56. Bimbingan Teknis Identifikasi dan Monitoring Populasi Hiu Paus 83 Gambar 57. Terbentuknya tim monitoring Hiu Paus gorontalo Hiu Paus 84 Gambar 58. Sosialisasi upaya-upaya konservasi yang telah dilakukan kepada masyarakat Desa Botubarani 85 Gambar 59. Kalender musim kemunculan Hiu Paus dalam bentuk spanduk yang dipasang pada panggung wisata di Pantai Botubarani 86 Gambar 60. Filosofi atau visi ke depan dibutuhkan untuk memandu skema zonasi Pantai Botubarani 89 Gambar 61. Ilustrasi ruang lingkup zonasi di Desa Botubarani 90 Gambar 62. Skema Rencana Zonasi Ekowisata Hiu Paus di Botubarani 91 Gambar 63. Pengaturan aktivitas pada setiap zona 93 Gambar 64. Model Pengelolaan Ekowisata Hiu Paus di Botubarani 99 Gambar 65. Skema tinjauan proses penyusunan rencana pengembangan kawasan ekowisata Hiu Paus di Botubarani 101 DAFTAR TABEL Tabel 1. Kemunculan individu Hiu Paus setiap harinya selama waktu riset (Himawan, 2017) 30 Tabel 2. Peningkatan jumlah makanan yang diberikan kepada Hiu Paus dari pagi hingga sore hari akibat peningkatan jumlah pengunjung 32 Tabel 3. Dua Individu Hiu Paus yang teridentifikasi selama monitoring 34 Tabel 4. Kemunculan individu Hiu Paus setiap harinya selama waktu monitoring 35 Tabel 5. Jumlah makanan yang diberikan kepada Hiu Paus dari pagi hingga sore dan jumlah pengunjung selama monitoring 36 Tabel 6. Identitias empat individu Hiu Paus yang telah terpasang alat penanda akustik 43 Tabel 7. Jumlah pemberian makan pada Hiu Paus dan jumlah wisatawan selama riset 46 Tabel 8. Hasil identifikasi pemangku kepentingan 95 Tabel 9. Tingkat ketergantungan dan kepentingan masing-masing pemangku 97 Tabel 10 Kebutuhan pengembangan prasarana dan pelayanan ekowisata di Botubarani 105 Tabel 11 Kebutuhan pengembangan permintaan pasar di kawasan ekowisata Botubarani 106 Tabel 12 Kebutuhan dalam pengembangan suplai dan daya saing di kawasan ekowisata Botubarani 107 Tabel 13 kebutuhan yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia di kawasan ekowisata Botubarani 108 Tabel 14 Keterkaitan Potensi Permasalahan dengan Rencana Pengembangan Model Pemanfaatan Ekowisata Hiu Paus 111 Tabel 15 Rencana Pengembangan Model Pemanfaatan Ekowisata Hiu Paus (Rhincodon typus) di Botubarani Provinsi Gorontalo 117 xiii Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo

16

17 I. PENDAHULUAN Hiu Paus (Rhincodon typus) adalah spesies ikan berukuran terbesar di dunia. Habitat Hiu Paus terbentang dari perairan tropis hingga subtropis, sehingga satwa ini mudah ditemukan di perairan Indonesia, termasuk di perairan desa Botubarani, Gorontalo. Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo xi1 Photo by : Mahardika Rizqi HIMAWAN BPSPL Makassar

18 LATAR BELAKANG Hiu Paus (Rhincodon typus) merupakan spesies ikan terbesar di dunia yang dilindungi secara penuh melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 18 Tahun Habitat Hiu Paus yang terbentang pada perairan tropis hingga subtropis (Compagno, 2001), membuat spesies ini cukup mudah ditemukan di perairan Indonesia. Beberapa daerah dengan kemunculan teratur setiap tahunnya adalah di Perairan Teluk Cenderawasih (Papua), Talisayan (Kalimantan Timur), Probolinggo (Jawa Timur) dan Botubarani (Gorontalo). Perairan Botubarani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, adalah salah satu kawasan perairan dimana Hiu Paus diduga muncul setiap hari. Menurut masyarakat nelayan, kemunculan Hiu Paus di perairan tersebut utamanya adalah saat mereka sedang menjaring ikan nike (Awaous melancephalus). Sementara itu, dugaan lain menyebutkan bahwa kemunculan Hiu Paus di perairan Botubarani adalah akibat dari pemberian makan secara sengaja berupa kepala dan kulit udang vaname (Litopenaeus vannamei) melalui aktivitas wisata. Perilaku beberapa individu Hiu Paus telah diamati dan didata secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah satwa tersebut memiliki kecenderungan bertahan di perairan Botubarani dalam waktu yang lama. Selain pengamatan terhadap perilaku, pemasangan penanda akustik (acoustic tag) pada beberapa Hiu Paus di perairan Botubarani juga telah dilakukan untuk mengetahui pola tinggal suatu individu dalam satuan waktu. Pada naluri alaminya, Hiu Paus berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari makan dan melanjutkan siklus hidupnya. Hasil dari penanda akustik dapat menunjukkan pengaruh dari pemberian makan secara sengaja di perairan Botubarani pada pola pergerakan alami dari Hiu Paus. Berbagai hasil penelitian yang dihimpun akan menjadi dasar dari pengaturan aktivitas wisata di perairan Botubarani dan upaya penerbitan kebijakan untuk penetapan kawasan perairan tersebut sebagai kawasan konservasi. Aktivitas wisata yang berkembang begitu cepat di perairan Botubarani dapat meningkatkan jumlah interaksi pengunjung dan operator kapal wisata dengan Hiu Paus yang dapat berdampak negatif atau merusak. Lalu lintas kapal wisata dan pemberian makan secara sengaja oleh para wisatawan dapat meningkatkan kemungkinan Hiu Paus terluka. Untuk meminimalisir dampak negatif dari aktivitas wisata terhadap Hiu Paus, keterlibatan secara aktif dari para pemangku kepentingan (stakeholders) di Perairan Botubarani telah terjalin melalui kegiatan-kegiatan yang berfokus pada konservasi, salah satunya pembentukan tim pemantau (monitoring). Dalam buku ini, dijabarkan hasil-hasil penelitian, upaya konservasi dan opini berupa rekomendasi terkait pelestarian Hiu Paus di Perairan Botubarani, Gorontalo. Dengan diterbitkannya buku ini, aktivitas wisata dan konservasi Hiu Paus di Perairan Botubarani diharapkan dapat menjadi barometer pengelolaan yang baik dan berkelanjutan di Indonesia. Hiu Paus di Pantai Botubarani, Gorontalo 2

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT BALAI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT MAKASSAR

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT BALAI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT MAKASSAR KARAKTERISTIK POPULASI HIU PAUS (Rhincodon typus) DAN POLA PERILAKU TINGGALNYA DI PANTAI BOTUBARANI, GORONTALO Population characteristic of Whale Shark (Rhincodon typus) and their pattern of residency

Lebih terperinci

VII. STRATEGI PENGELOLAAN WISATA BOTUBARANI

VII. STRATEGI PENGELOLAAN WISATA BOTUBARANI Photo by : Mahardika Rizqi HIMAWAN BPSPL Makassar VII. STRATEGI PENGELOLAAN WISATA BOTUBARANI Pembentukan kelompok sadar wisata dilakukan melalui pemerintah desa dan kabupaten, yang diharapkan dapat menjadi

Lebih terperinci

V. RISET-RISET HIU PAUS DI BOTUBARANI

V. RISET-RISET HIU PAUS DI BOTUBARANI V. RISET-RISET HIU PAUS DI BOTUBARANI Keberadaan Hiu Paus di perairan Pantai Botubarani, Gorontalo membuat beberapa peneliti dan institusi tertarik untuk melakukan penelitian secara terstruktur dan berkala.

Lebih terperinci

Hiu Paus di Botubarani. Oleh Verrianto Madjowa Wakil Sekjen ISKINDO

Hiu Paus di Botubarani. Oleh Verrianto Madjowa Wakil Sekjen ISKINDO Hiu Paus di Botubarani Oleh Verrianto Madjowa Wakil Sekjen ISKINDO Gorontalo, 11 Mei 2016 Hiu Paus Dilindungi Penuh Kep Menteri KP NO. 18/KEPMEN- KP/2013 Menetapkan Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus) sebagai

Lebih terperinci

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

REKOR TEMUAN INDIVIDU BARU HIU PAUS (Rhincodon typus S.) DI PERAIRAN KWATISORE, TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH, PAPUA

REKOR TEMUAN INDIVIDU BARU HIU PAUS (Rhincodon typus S.) DI PERAIRAN KWATISORE, TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH, PAPUA REKOR TEMUAN INDIVIDU BARU HIU PAUS (Rhincodon typus S.) DI PERAIRAN KWATISORE, TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH, PAPUA (1)* (1) (1) (1) Dhiyassalam Imam, M. Mukhlis Kamal, Sulistiono, *Coressponding

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) KUPANG Jl. Yos Sudarso, Jurusan Bolok, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

C. Waktu, Tempat Pelaksanaan dan Susunan Acara D. Narasumber dan Peserta

C. Waktu, Tempat Pelaksanaan dan Susunan Acara D. Narasumber dan Peserta Kerangka Acuan (Term of Reference) Lokakarya Hasil Studi dan Pemantauan, serta Upaya Konservasi Hiu Paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih dan Indonesia Jakarta, 27 Maret 2014 A. Latar Belakang Di Indonesia,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Nilai Ekonomi Taman Nasional Alam seisinya memiliki nilai ekonomi yang dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Nilai ekonomi ini dapat diperoleh jika alam dilestarikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata di TNTC tidak

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

Pemasangan Tag Satelit pada Manta di Nusa Penida (Manta Tagging)

Pemasangan Tag Satelit pada Manta di Nusa Penida (Manta Tagging) Pemasangan Tag Satelit pada Manta di Nusa Penida (Manta Tagging) PENDAHULUAN Pada bulan Februari 2014, KEPMEN- KP No. 4/2014 tentang penetapan status perlindungan ikan pari manta ditandatangai oleh Menteri,

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. 303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT

EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT Mujiyanto, Riswanto dan Adriani S. Nastiti Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan Jl. Cilalawi No. 01 Jatiluhur,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Permasalahan Sosial Budaya dalam Implementasi Peraturan tentang Perlindungan Spesies Hiu di Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN MAWALI KECAMATAN LEMBEH UTARA KOTA BITUNG

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN MAWALI KECAMATAN LEMBEH UTARA KOTA BITUNG DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN MAWALI KECAMATAN LEMBEH UTARA KOTA BITUNG 1. PENGELOLAAN DAERAH PERLINDUNGAN LAUT (DPL) 1. Menjaga dan memperbaiki kualitas ekosistem terumbu karang dan habitat yang berhubungan

Lebih terperinci

Lembaga Pelaksana. Dinas Pariwisata Prop/Kota, DKP Prop/Kota, Dusun Seri Desa Urimesseng CCDP-IFAD

Lembaga Pelaksana. Dinas Pariwisata Prop/Kota, DKP Prop/Kota, Dusun Seri Desa Urimesseng CCDP-IFAD Penataan pemanfaatan kawasan pantai 1. Perencanaan dan kesepakatan desa untuk pembagian kawasan pantai untuk multiguna yaitu untuk meliputi : a) Kawasan labuhan perahu b) Kawasan berenang dan mandi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

KAJIAN KONSTRUKSI DAN LOKASI JARING WARING TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TERPERANGKAP IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DI SELAT MADURA

KAJIAN KONSTRUKSI DAN LOKASI JARING WARING TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TERPERANGKAP IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DI SELAT MADURA KAJIAN KONSTRUKSI DAN LOKASI JARING WARING TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TERPERANGKAP IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DI SELAT MADURA Mochamad Arief Sofijanto 1, Dwi Ariyoga Gautama 2, Bagus Ramadhan 3, Fernandes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI DAN LAUT (Ekowisata Berbasis Masyarakat) Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Conventional vs Sustainable Tourisms

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG JENIS IKAN DAN WILAYAH PENEBARAN KEMBALI SERTA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS BUDIDAYA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA, PULAU HATTA, DAN PULAU AY

IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA, PULAU HATTA, DAN PULAU AY Disampaikan dalam Simposium Nasional Kawasan Konservasi Perairan Kementerian Kelautan dan Perikanan 9-10 Mei 2017 IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Pemangku Kebijakan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Pemangku Kebijakan LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Pemangku Kebijakan KUISIONER PENELITIAN PERENCANAAN LANSKAP HUTAN MANGROVE BERBASIS EKOWISATA DI BLANAKAN SUBANG JAWA BARAT A. Identitas Narasumber Kategori :

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK 1. Latar Belakang Tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap beberapa isu dan kecenderungan global seperti: Pelestarian alam dan lingkungan Perlindungan terhadap hak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

TAMAN PESISIR KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR

TAMAN PESISIR KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR TAMAN PESISIR KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN BERAU DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Kabupaten Berau termasuk dalam 10 (sepuluh)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018 LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018 Rapat Penyelerasan, Penyerasian dan Penyeimbangan antara RZWP3K Provinsi Riau dengan RTRW Provinsi Riau dan Penyepakatan Peta Rencana Alokasi Ruang RZWP3K

Lebih terperinci

vi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi dan segala isinya yang di ciptakan oleh Allah SWT merupakan suatu karunia yang sangat besar. Bumi diciptakan sangat sempurna diperuntukan untuk semua makhluk baik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI SUAKA ALAM PERAIRAN KEPULAUAN WAIGEO SEBELAH BARAT DAN LAUT SEKITARNYA DI PROVINSI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Karang Makassar, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, yang secara geografis terletak di koordinat 8

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN

PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA HUKUM TUA DESA BENTENAN, Menimbang: a. bahwa dengan adanya isu-isu

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa usaha penyediaan sarana wisata tirta

Lebih terperinci

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN PINTU KOTA KECAMATAN LEMBEH SELATAN KOTA BITUNG

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN PINTU KOTA KECAMATAN LEMBEH SELATAN KOTA BITUNG DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN PINTU KOTA KECAMATAN LEMBEH SELATAN KOTA BITUNG . PENGELOLAAN DAERAH PERLINDUNGAN LAUT. Menjaga dan memperbaiki kualitas ekosistem terumbu karang dan habitat yang berhubungan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN LOKAKARYA NASIONAL KONSERVASI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Melestarikan Laut Kita: Peran Pemangku Kepentingan mendorong Pengelolaan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Lebih terperinci

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008 1 Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008 2 3 Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab III. III. III. IV. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, obyek wisata yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

Program Bycatch: Pengembangan Teknologi Mitigasi

Program Bycatch: Pengembangan Teknologi Mitigasi Program Bycatch: Pengembangan Teknologi Mitigasi By : Gusti Kade Adiatmika Produktivitas sektor perikanan memiliki porsi tersendiri dalam industri bisnis di Indonesia. Berbagai alat tangkap dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (90%) hidup diperairan laut dan sisanya 300 spesies (10%) hidup di perairan air

BAB I PENDAHULUAN. (90%) hidup diperairan laut dan sisanya 300 spesies (10%) hidup di perairan air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Indonesia yang strategis menyebabkan hasil perikanan di Indonesia berkembang pesat. Letak Indonesia diantara Samudera Hindia dan Pasifik menyebabkan kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER 2010 Mandat Pengelolaan dan Konservasi SDI Dasar Hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN WISATA PERAIRAN KEPULAUAN ANAMBAS DAN LAUT SEKITARNYA DI PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah,

Lebih terperinci

MENJAWAB TANTANGAN KONSERVASI KELAUTAN,PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL ( MEMAHAMI MAKNA UNTUK MENGELOLA )

MENJAWAB TANTANGAN KONSERVASI KELAUTAN,PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL ( MEMAHAMI MAKNA UNTUK MENGELOLA ) MENJAWAB TANTANGAN KONSERVASI KELAUTAN,PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL ( MEMAHAMI MAKNA UNTUK MENGELOLA ) DISAMPAIKAN OLEH AGUS DERMAWAN DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN WISATA PERAIRAN PULAU GILI AYER, GILI MENO DAN GILI TRAWANGAN DI PROVINSI

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keaslian Penelitian...

1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keaslian Penelitian... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DEPAN JUDUL TESIS DAN PROGRAM STUDI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix INTISARI... xi

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KEPUTUSAN BUPATI NOMOR 16 TAHUN 2002 T E N T A N G PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI Menimbang

Lebih terperinci