ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA DI INDONESIA SKRIPSI JAUHAR SAMUDERA NAYANTAKANINGTYAS H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 A

2 RINGKASAN JAUHAR SAMUDERA NAYANTAKANINGTYAS. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY K. DARYANTO) Minyak sawit merupakan produk utama pada perkebunan kelapa sawit. Dalam kurun waktu , pertumbuhan produksi minyak sawit Indonesia rata-rata per tahun adalah sebesar 10,13 persen. Indonesia dan Malaysia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2010, kedua negara ini memproduksi 46,7 juta ton minyak sawit atau 85,22 persen produksi minyak sawit dunia. Pada tahun 2010, 57,97 persen ekspor minyak sawit Indonesia masih berupa minyak sawit mentah (Crude Palm Oil), dan 42,03 persen dalam bentuk produk olahan sederhana yang berupa olein/minyak goreng dan oleokimia dasar. Pada tahun 2011, nilai ekspor produk hilir dari minyak sawit Indonesia adalah sebesar US$ dan masih kalah dengan Malaysia yang sudah sebesar US$ Indonesia saat ini baru menghasilkan 23 jenis produk hilir minyak sawit dari sekitar 100 produk hilir minyak sawit yang berupa pangan maupun nonpangan. Sebagian besar CPO yang diolah di dalam negeri masih berupa produk bernilai tambah rendah yakni minyak goreng, sehingga dengan semakin kompetitifnya persaingan di pasar global ini, penting untuk mengetahui dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia pada pasar internasional dan merumuskan strategi pengembangan minyak sawit dan turunannya di Indonesia. Penelitian ini mengkaji komoditi minyak sawit yang berupa Crude Palm Oil (CPO) dengan kode HS dan minyak sawit lainnya (Palm oil or fractions simply refined) dengan kode HS Lingkungan internal penelitian ini merupakan kegiatan dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pengolahan minyak sawit. Sementara itu, lingkungan eksternal merupakan kegiatan dan pihakpihak yang berada di luar kegiatan pengolahan minyak sawit. Data yang digunakan sebagian besar merupakan data sekunder, dan sisanya diperoleh dari wawancara. Alat yang digunakan adalah Sistem Berlian Porter, Revealed Comparative Advantage, Matriks SWOT dan Arsitektur Strategik. Hasil analisis dayasaing kompetitif menggunakan Sistem Berlian Porter menunjukkan dayasaing minyak sawit dan turunannya sudah kuat. Selain itu, hasil analisis dayasaing komparatif minyak sawit menggunakan Revealed Comparative Advantage menunjukan bahwa minyak sawit Indonesia sudah berdayasaing kuat. Hal ini ditunjukkan bahwa dalam kurun waktu , nilai indeks RCA CPO dan palm oil or fractions simply refined Indonesia selalu lebih dari satu. Namun untuk nilai indeks RCA dengan HS masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks RCA Malaysia. Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT antara lain: pengembangan sistem pemasaran produk industri CPO, pengembangan industri hilir serta peningkatan nilai tambah minyak sawit, pengembangan SDM pelaku industri minyak sawit dengan pelatihan dan kegiatan inovasi, menambah dan memperbaiki infrastruktur yang ada, meningkatkan B

3 ekspor produk hilir, memperhatikan isu nasional dan internasional dengan memperbaiki kebijakan pemerintah, memanfaatkan ekspor hulu ke negara yang lebih membutuhkan produk hulu, misalnya India, dan meningkatkan pola kerjasama dengan produsen negara lain melalui promosi penjualan. Kemudian, strategi yang telah dihasilkan dipetakan ke dalam rancangan arsitektur strategik, sehingga dihasilkan rancangan arsitektur strategik minyak sawit Indonesia. C

4 ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA DI INDONESIA JAUHAR SAMUDERA NAYANTAKANINGTYAS H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 D

5 Judul Skripsi : Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia Nama : Jauhar Samudera Nayantakaningtyas NIM : H Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : E

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Jauhar Samudera Nayantakaningtyas H F

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Jauhar Samudera Nayantakaningtyas, dilahirkan di kota Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayah Santosa dan Ibu Muhibah Azhar. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Catur Tunggal III Depok Sleman. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Yogyakarta dan pindah ke SMP Negeri 30 Padang pada tahun Pada tahun 2005, penulis berhasil menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah pertama lalu melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 4 Padang. Pada tahun 2008, penulis lulus dan melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor. Penulis berhasil diterima menjadi mahasiswa di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) pada tahun Selama masa pendidikan di IPB, penulis merupakan pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis, dan menjabat sebagai sekretaris pada Department of Public Relation and Information Media periode dan menjadi ketua Department of Public Relation and Information Media periode G

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dayasaing minyak sawit Indonesia di pasar internasional dan merumuskan strategi yang tepat dan dapat digunakan untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit tersebut. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pengambil kebijakan, instansi serta lembaga terkait sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait dengan dayasaing minyak sawit di era globalisasi. Selain itu, penulis juga berharap skripsi ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi yang membacanya dan juga dapat bermanfaat bagi semua pihak Bogor, Desember 2012 Jauhar Samudera Nayantakaningtyas H

9 UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kemudahankemudahan kepada penulis dari awal penyusunan hingga akhir penyelesaian skripsi ini. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec selaku pembimbing akademik dan juga dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan di IPB dan juga dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku penguji utama dan Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku dosen penguji perwakilan Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran serta masukan untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Ayah dan Ibu tercinta, Prof. Dr. Ir. Santosa, MP dan Muhibah Azhar atas segala doa, kasih sayang, bimbingan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Semoga ini bisa menjadi salah satu persembahan terbaik. 4. Adik tersayang, Fahmi Salam Ahmad atas segala doa dan dukungannya. 5. Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa id, MADev (Ketua Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia) sebagai pembimbing eksternal penulis yang telah memberikan banyak masukan, saran, informasi dan pengarahan mengenai industri minyak sawit di Indonesia. 6. Feryanto W. Karo-Karo, SP, M.Si yang telah memberikan banyak pencerahan bagi penulis dalam penyusunan skripsi, serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah menjadi keluarga bagi penulis di Bogor. 7. Nora Asfia atas segala doa dan dukungannya yang diberikan pada penulis. 8. Sahabat seperjuangan, Tubagus Fazlurrahman, Rendi Seftian, Vaudhan Fuady, Frandy Taqwa Subakhtiar, Firman Raditya, Agung Purwa Nugraha, Luky Rizki Nugraha, Yulius Randy Rumbayan, Putri Nursakinah, Herawati, Layra Nichi Sari, Nezi Hidayani, Afrisya Meizi, I

10 Gebry Ayu Diwandari, Fithria Rahmadhani, Aklima Dhiska Suwanda, Anisa Roseriza, dan teman-teman Agribisnis angkatan 45 atas semangat kekeluargaan dan doanya selama kuliah di Agribisnis IPB. 9. Serta seluruh pihak, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terima kasih atas bantuannya. Bogor, Desember 2012 Jauhar Samudera Nayantakaningtyas J

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman iii iv v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Industri Minyak Sawit dan Turunannya Pengembangan Industri Minyak Sawit di Indonesia Penelitian Terdahulu Dayasaing Komoditas Indonesia Strategi Pengembangan Komoditas. 11 III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Dayasaing Kerangka Pemikiran Operasional. 21 IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Instrumentasi Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Revealed Comparative Advantage Analisis Berlian Porter Analisis SWOT Arsitektur Strategik.. 29 V. DAYASAING MINYAK SAWIT INDONESIA Analisis Komponen Sistem Berlian Porter Kondisi Faktor Sumberdaya Kondisi Permintaan Domestik Industri Terkait dan Pendukung Persaingan, Struktur dan Strategi Industri CPO Peran Pemerintah Peran Kesempatan Keterkaitan Antar Komponen Utama Sistem Berlian Porter Keterkaitan Komponen Pendukung Sistem Berlian Porter Analisis Keunggulan Komparatif 75 i

12 VI. STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ARSITEKTUR STRATEGIK MINYAK SAWIT INDONESIA Analisis Strategi Pengembangan Minyak Sawit Indonesia Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Perumusan Matriks SWOT Minyak Sawit Indonesia Rancangan Arsitektur Strategik. 90 VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 97 DAFTAR PUSTAKA. 98 LAMPIRAN 101 ii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jenis Industri Berbasis Minyak sawit dan Nilai Tambahnya Luas Areal dan Produksi Minyak Sawit (CPO) pada Perkebunan Rakyat, Negara, dan Swasta Menurut Propinsi dan Keadaan Tanaman, Potensi Pengembangan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tingkat Produktivitas Lahan Kelapa Sawit Pada Perkebunan di Indonesia Tahun Penyerapan Tenaga Kerja Industri Minyak Sawit Indonesia Tahun Komposisi Ekspor dan Konsumsi CPO Domestik Tahun Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit (CPO) Menurut Negara Tujuan dan Asal, Distribusi Pabrik Minyak Goreng di Indonesia Kapasitas Produksi Industri Oleokimia di Indonesia Produsen Biodiesel di Indonesia dan Kapasitas Produksinya Produksi Minyak Nabati Dunia, Produksi Minyak Sawit Dunia, (dalam ton) Keterkaitan Antar Komponen Utama Keterkaitan Antar Komponen Penunjang dengan Komponen Utama Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Matriks SWOT Industri Minyak Sawit Nasional Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Minyak Sawit Indonesia 92 iii

14 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional The Complete System of National Competitive Advantage Matriks SWOT Persentase Penggunaan CPO di Indonesia Volume Ekspor CPO Indonesia Tahun Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun Harga Minyak Sawit Dunia, Januari 2000 s/d September Saluran Pemasaran Minyak Sawit Indonesia Pada Perkebunan Negara Saluran Pemasaran Minyak Sawit Indonesia Pada Perkebunan Swasta Keterkaitan Antar Komponen Sistem Berlian Porter Nilai Indeks RCA CPO Indonesia dan Malaysia, Nilai Indeks RCA Produk Turunan CPO Indonesia dan Malaysia Tahun Rancangan Arsitektur Strategik Industri Minyak Sawit Indonesia iv

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Neraca Perdagangan Pertanian Tahun (US$ 000) Volume Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia Tahun (Ton) Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia Tahun (000 US$) Luas Areal Kelapa Sawit Menurut Pengusahaan Tahun Produksi Minyak Sawit (CPO) Menurut Pengusahaan Tahun Grafik Total Produksi Minyak Sawit Dunia dan Negara Produsen Utama, Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun Pohon Industri Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil) Jumlah Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia dan Kapasitas Produksinya Standar Kualitas CPO Berdasarkan SNI Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Industri Minyak Goreng Sawit di Indonesia Perhitungan Nilai RCA CPO Indonesia dan Malaysia Tahun Perhitungan Nilai RCA Palm Oil or Fractions Simply Refined Indonesia dan Malaysia, v

16 sawit. 1 Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Dibandingkan dengan subsektor lain dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan merupakan kontributor devisa tertinggi. Dalam neraca perdagangan pertanian periode , menunjukkan bahwa subsektor perkebunan mengalami surplus perdagangan dengan pertumbuhan ratarata sebesar 22,43 persen per tahun (Lampiran 1). Subsektor perkebunan juga memainkan peranan penting melalui kontribusinya dalam PDB, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah di luar Jawa (Dirjenbun 2011). Pemerintah melalui Kementerian Pertanian periode menetapkan beberapa komoditas perkebunan sebagai komoditas unggulan nasional. Komoditas unggulan nasional ini merupakan komoditas yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam periode pembangunan pertanian di masa yang akan datang. Pengembangan komoditas ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, perolehan devisa atau ekspor, substitusi produk impor serta untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu komoditas perkebunan yang termasuk ke dalam komoditas unggulan nasional adalah kelapa peran penting bagi subsektor perkebunan. Pada tahun 2010, 75,65 persen dari volume ekspor komoditas perkebunan adalah kelapa sawit yaitu sebanyak ton disusul oleh karet sebanyak ton, dan kelapa sebanyak ton (Lampiran 2). Dilihat dari nilai ekspor komoditas perkebunan, kelapa sawit juga merupakan komoditas utama perkebunan. Pada tahun 2010, nilai ekspor kelapa sawit sebesar US$ , disusul oleh karet sebesar US$ dan kakao US$ (Lampiran 3). Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Di Indonesia terdapat 1 Komoditas unggulan nasional yang berasal dari subsektor perkebunan terdiri dari kelapa sawit, 1

17 tiga pelaku perkebunan kelapa sawit, yaitu Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR). Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menunjukkan pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit adalah ha dan pada tahun 2010 luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai ha dimana 52,07 persen dimiliki oleh PBS, 40,39 persen dimiliki oleh PR, dan 7,54 persen dimiliki oleh PBN (Lampiran 4). Dalam kurun waktu , pertumbuhan produksi minyak sawit rata-rata per tahun adalah sebesar 10,13 persen, dimana pada tahun 2006 merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 31,64 persen dan tahun 2009 merupakan pertumbuhan terendah yaitu sebesar -0,71 persen (Lampiran 5). Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia merupakan komoditi ekspor. Pangsa ekspor minyak sawit hingga tahun 2008 mencapai 60 persen total produksi. India adalah negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia, yaitu 47,09 persen dari total ekspor minyak sawit, kemudian diikuti oleh Malaysia sebesar 13,97 persen, dan Belanda 10,05 persen (Dirjenbun 2011). Pangsa produksi CPO Indonesia di pasar internasional senantiasa menunjukkan tren peningkatan. Total produksi minyak sawit dunia pada 2010 sebesar 46,7 juta ton, dimana Indonesia dan Malaysia menguasai 85,22 persen produksi minyak sawit dunia. Pangsa CPO Indonesia sebesar 22,1 juta ton sedangkan Malaysia sebesar 17,7 juta ton (Lampiran 6). Indonesia memang unggul dalam hal ekspor CPO dibandingkan dengan Malaysia. Namun, dalam hal industri hilir minyak sawit Indonesia kalah telak dibandingkan dengan Malaysia. Sejak tahun 1996, Malaysia telah mengembangkan industri hilir minyak sawit yang menghasilkan produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan melakukan ekspor minyak sawit mentah (CPO) (Rasiah 2006). Dengan mempertimbangkan kondisi persaingan, maka penting untuk mengetahui bagaimana dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia pada pasar internasional kemudian merumuskan strategi-strategi untuk mengembangkan industri minyak sawit Indonesia dalam rangka peningkatan dayasaing tersebut. 2

18 1.2. Perumusan Masalah Minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu hasil olahan tanaman kelapa sawit yang bernilai tinggi dan mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional. Perkembangan masa depan minyak sawit juga menjanjikan. Minyak sawit diperkirakan akan mampu memenuhi tuntutan pemenuhan kebutuhan global dan domestik, yaitu minyak sawit untuk pangan (food), makanan ternak (feed), bahan bakar nabati atau biodiesel (biofuel), dan serat (biofibre) atau 4-F. Tuntutan kebutuhan di atas muncul sejalan dengan pertumbuhan penduduk, kenaikan konsumsi per kapita, pergeseran dari konsumsi minyak jenuh hewan, pergeseran penggunaan bahan bakar dari minyak fosil berlatarbelakang tuntutan lingkungan, substitusi pakan ternak dan serat (Direktorat Pangan dan Pertanian 2010). Perubahan tren inilah yang mendorong adanya pengembangan industri hilir minyak sawit yang menghasilkan produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit mentah. Indonesia dan Malaysia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2010, kedua negara ini memproduksi 46,7 juta ton minyak sawit atau 85,22 persen produksi minyak sawit dunia (Lampiran 6). Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menunjukkan bahwa 57,97 persen ekspor minyak sawit Indonesia masih berupa CPO, dan 42,03 persen dalam bentuk produk olahan sederhana yang berupa olein/minyak goreng dan oleokimia dasar (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih mengandalkan ekspor minyak sawit yang masih belum diolah dan industri hilir atau industri turunan produk minyak sawit masih terbatas. Kondisi ini sangat berbeda dengan yang terjadi di Malaysia. Industri minyak sawit Malaysia berkembang lebih dahulu dibandingkan dengan Indonesia. Sejak tahun 1996, Malaysia sudah mulai melakukan klustering industri minyak sawit dan pengembangan industri hilir minyak sawit. (Rasiah 2006). Pada tahun 2011, nilai ekspor produk hilir dari minyak sawit Indonesia adalah sebesar US$ dan masih kalah dengan Malaysia yang sudah sebesar US$ (UNCOMTRADE 2012). 3

19 Indonesia saat ini baru menghasilkan 23 jenis produk hilir minyak sawit dari sekitar 100 produk hilir minyak sawit yang berupa pangan maupun nonpangan. Pemanfaatan CPO untuk produk olahan diantaranya yaitu oleh industri pangan (minyak goreng, margarin, shortening, cocoa butter substitutes, vegetable ghee) dan industri nonpangan seperti oleokimia (fatty acid, fatty alcohol, gliserin) dan biodiesel (Departemen Perindustrian 2009). Selain itu, sebagian besar CPO yang diolah di dalam negeri masih berupa produk bernilai tambah rendah yakni minyak goreng (Ramadhan 2011), sehingga dengan semakin kompetitifnya persaingan di pasar global dan juga sesuai dengan program peningkatan nilai tambah, dayasaing dan ekspor yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian , maka penting untuk mengetahui dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia dan rumusan strategi yang mampu meningkatkan dayasaing tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia pada pasar internasional? 2. Bagaimana rumusan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia pada pasar internasional. 2. Merumuskan strategi pengembangan minyak sawit Indonesia Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait, diantaranya : 1. Bagi pengambil kebijakan, instansi serta lembaga terkait lainnya diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait dengan dayasaing minyak sawit dan turunannya di era globalisasi. 4

20 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi, literatur, dan bahan bagi penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji komoditi minyak sawit yang berupa Crude Palm Oil (CPO) dengan kode HS dan minyak sawit lainnya (Palm oil or fractions simply refined) dengan kode HS Lingkungan internal pada penelitian ini merupakan industri pengolahan minyak sawit Indonesia dan lingkungan eksternal merupakan bagian lain di luar pengolahan minyak sawit ditambah dengan lingkungan global. Pada beberapa bahasan penulis sulit memberi batasan antara komoditi kelapa sawit, industri minyak sawit dan industri hilir minyak sawit dikarenakan ketiga hal ini saling mendukung dan terkait. Selain itu, untuk mengetahui sejauh apa keterkaitan tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan hal-hal tersebut maka akan dirumuskan strategi yang dapat diterapkan untuk pengembangan minyak sawit dan turunannya di Indonesia yang selanjutnya dipetakan ke dalam suatu arsitektur strategis. 5

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan usia produktif hingga tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. (Pahan 2011) Tetapi untuk perkebunan, umur ekonomis kelapa sawit adalah tahun, dengan tinggi pohon berkisar antara m. 2 Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomis tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS (tandan buah segar). Buah sawit dibagian sabut (daging buah) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak persen. Sementara itu, bagian inti kelapa sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO) sebanyak 3-4 persen (Sunarko 2008). Minyak sawit dan minyak inti sawit umumnya digunakan untuk pangan dan nonpangan. Dalam produksi pangan, minyak sawit dan minyak inti sawit digunakan sebagai bahan untuk membuat minyak goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus (substitusi cacao butter), kue, biskuit, dan es krim. Dalam produksi nonpangan, minyak sawit dan minyak inti sawit digunakan sebagai bahan untuk membuat sabun, detergen, surfakat, pelunak (plasticizer), pelapis (surface coating), pelunas, sabun metalik, bahan bakar mesin diesel, dan kosmetika (Sunarko 2008). Hingga saat ini terdapat sekitar 23 jenis produk turunan CPO yang telah diproduksi di Indonesia. Dengan pengolahan CPO ini menjadi berbagai produk turunan, maka akan memberikan nilai tambah lebih besar lagi bagi negara karena harga relatif mahal dan stabil. Penggunaan CPO untuk industri hilirnya di Indonesia saat ini masih relatif rendah yaitu baru sekitar 35% dari total produksi (Kementerian Perindustrian 2012). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sebagaimana dituangkan dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional menetapkan bahwa 2 Tim Dosen Mata Kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan Handout Mata Kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan). 6

22 industri berbasis CPO sebagai prioritas yang pengembangannya dapat dilakukan dengan pendekatan klaster. Berdasarkan road map pengembangan klaster industri prioritas Tahun dalam hal pengelompokan Industri Pengolahan Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian (2009) adalah sebagai berikut: 1. Kelompok Industri Hulu Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit / tandan buah segar (hulu) kemudian diolah menjadi minyak sawit mentah (hilir perkebunan sawit dan hulu bagi industri yang berbasiskan CPO). 2. Kelompok Industri Antara Dari minyak sawit (CPO) dapat diproduksi berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun nonpangan. Diantara kelompok industri antara sawit termasuk didalamnya industri olein, stearin, oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol) 3. Kelompok Industri Hilir Dari produk antara sawit dapat diproduksi berbagai jenis produk yang sebagian besar adalah produk yang memiliki pangsa pasar potensial, baik untuk pangsa pasar dalam negeri maupun pangsa pasar ekspor. Pengembangan industri hilir sawit perlu dilakukan mengingat nilai tambah produk hilir sawit yang tinggi. Jenis industri hilir minyak sawit spektrumnya sangat luas, hingga lebih dari 100 produk hilir yang telah dapat dihasilkan pada skala industri. Namun baru sekitar 23 jenis produk hilir (pangan dan nonpangan) yang sudah diproduksi secara komersial di Indonesia Pengembangan Industri Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia Departemen Pertanian (2007) menyatakan bahwa produksi CPO Indonesia yang diolah di dalam negeri sebagian besar masih dalam bentuk produk antara seperti RBD palm oil, stearin dan olein, yang nilai tambahnya tidak begitu besar dan baru sebagian kecil yang diolah menjadi produk-produk oleokimia dengan nilai tambah yang cukup tinggi. Industri olahan minyak sawit terbesar di 7

23 Indonesia adalah industri minyak goreng. Industri minyak goreng yang diproses lewat refineri membutuhkan bahan baku CPO sekitar 4 hingga 5 juta ton setiap tahunnya. Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94 refineri yang tersebar di 19 propinsi. Industri refinasi ini hanya menghasilkan nilai tambah yang relatif kecil tetapi kapasitas terpasang industri ini sudah terlalu besar (Kementerian Perindustrian 2011). Kondisi sebaliknya terjadi pada industri oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, methyl esther, dan glycerine) masih relatif kecil padahal nilai tambahnya cukup besar. Hingga saat ini, di Indonesia tercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine. Kapasitas terpasang fatty acid mencapai ton/tahun, fatty alohol mencapai ton/tahun dan glycerine mencapai ton/tahun. Industri biodiesel atau methyl esther di Indonesia dimiliki oleh 20 produsen dengan total kapasitas terpasang mencapai 3,07 juta ton/tahun (Dewan Minyak Sawit Indonesia 2010). Produk-produk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat luas. Hal ini terlihat dari pohon industri minyak sawit mentah (CPO) yang tersaji pada Lampiran 8. Selain itu, pada Tabel 1 dijabarkan tentang jenis industri dan nilai tambahnya. Tabel 1. Jenis Industri Berbasis Minyak sawit dan Nilai Tambahnya No Produk Bahan baku Tingkat Pertambahan Teknologi Nilai 1 Olein & Stearin CPO Menengah 20% 2 Fatty acids CPO, PKO,katalis Tinggi 50% 3 Ester Palmitat,Miristat Tinggi 150% 4 Surfactant/emulsifier Stearat, Tinggi 200% Oleat,sorbitol, gliserol 5 Sabun mandi CPO, PKO, Sederhana 300% NaOH, pewarna, parfum 6 Lilin Stearat Sederhana 300% 7 Kosmetik (lotion, cream), bedak, shampoo Surfaktan, ester, amida Sederhana 600% Sumber : Departemen Pertanian (2007) 8

24 2.3. Penelitian Terdahulu Dayasaing Komoditas Indonesia Febriyanthi (2008) melakukan penelitian tentang dayasaing ekspor komooditi teh Indonesia di pasar internasional. Alat yang digunakan untuk meneliti dayasaing teh adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), sementara Teori Berlian Porter digunakan untuk menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan komoditi suatu negara. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa struktur pasar yang dihadapi teh Indonesia dalam pasar teh internasional, adalah pasar persaingan oligopoli dan pasar persaingan monopoli. Posisi Indonesia di masing-masing pasar tersebut adalah market follower. Akibatnya Indonesia sangat rentan terhadap adanya kekuatan pesaingpesaing yang kuat, seperti Sri Langka, Kenya, Cina dan India. Berdasarkan analisis keunggulan komparatif, Indonesia memiliki dayasaing yang kuat. Namun dilihat dari keunggulan kompetitif, Indonesia masih berdayasaing lemah. Secara garis besar hal ini menunjukkan bahwa dayasaing Indonesia di pasar internasional masih lemah. Namun, dalam penelitiannya Febriyanthi (2008) belum melakukan analisis keterkaitan antar komponen yang menentukan dayasaing suatu negara (competitive advantage of nations). Analisis keunggulan komparatif dengan metode RCA menunjukkan bahwa komoditas teh Indonesia yang berdayasaing kuat adalah teh hijau kode HS dan teh hitam kode HS dikarenakan keunggulan komparatif yang dimiliki kedua produk itu dan nilai ekspor yang cukup tinggi, serta pangsa pasar yang luas. Sari (2008) melakukan penelitian tentang analisis dayasaing dan strategi ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia di pasar internasional. Dalam penelitiannya, analisis yang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pangsa pasar dan Revealed Comparative Advantage (RCA), sedangkan analisis kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT. Dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa pangsa pasar Indonesia berada pada posisi teratas kemudian disusul Malaysia dan Kolombia. Indonesia menguasai pangsa pasar dari tahun 2000 sampai dengan 2005, walaupun besarnya pangsa pasar Indonesia berfluktuasi tetapi cenderung tetap mengalami kenaikan. CPO Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini 9

25 ditunjukkan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) yang lebih dari satu. Kemudian, kendala dalam pemasaran dan produksi CPO Indonesia secara umum adalah kebijakan pemerintah yang menghambat, nilai (value) dan produktivitas yang rendah, tingginya biaya ekspor, penyelundupan CPO. Maka dari itu, strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan dayasaing ekspor CPO Indonesia adalah meningkatkan mutu, produksi hulu maupun hilir, penambahan dan perbaikan infrastruktur dan penataan kebijakan pemerintah mengenai pajak ekspor kelapa sawit. Cahya (2010) melakukan penelitian tentang dayasaing ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Metode pengolahan data yang digunakan antara lain Herfindahl Index (HI), Concertation Ratio (CR), Revealed Comparative Advantage (RCA), Teori Berlian Porter, dan Analisis SWOT. Hasil analisis kompetitif ikan tuna Indonesia melalui Teori Berlian Porter menunjukkan bahwa ikan tuna Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif. Keadaan sumberdaya faktor (alam, manusia, iptek, modal, dan infrastrukutur) masih mengalami banyak masalah, kondisi permintaan di dalam dan luar negeri cukup baik, keberadaan industri terkait dan pendukung belum cukup baik untuk menunjang keadaan ikan tuna nasional. Struktur persaingan ikan tuna di pasar internasional sangat ketat terkait munculnya pesaing baru terkait adanya teknologi budidaya, posisi tawar pembeli dan pemasok yang cukup tinggi, adanya produk substitusi seperti ikan salmon, dan negara pesaing yang terus meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya. Peran pemerintah sudah cukup baik namun masih perlu ditingkatkan terkait dengan perbaikan kondisi faktor sumberdaya yang menjadi masalah utama dalam pengembangan ikan tuna nasional. Peran kesempatan yang ada seperti penemuan teknologi budidaya dan adanya perdagangan bebas dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dayasaing ikan tuna nasional. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah dalam penelitian ini dilakukan penentuan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen minyak sawit dibandingkan negara lainnya dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage. Selain itu ada analisis komponen-komponen penentu dayasaing suatu komoditas serta keterkaitan antar komponen tersebut dengan menggunakan Porter s Diamond Theory. Ditambah lagi, penelitian ini juga dilengkapi dengan 10

26 analisis pengembangan industri minyak sawit di Indonesia dengan menggunakan analisis SWOT dan dipetakan dalam bentuk arsitektur strategi yang selanjutnya analisis tersebut dapat digunakan sebagai informasi dalam membuat strategi pengembangan industri minyak sawit di Indonesia untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit Indonesia Strategi Pengembangan Komoditas Cahyani (2008) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis gula Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa hasil peramalan menunjukkan konsumsi gula Indonesia sampai tahun 2025 terjadi peningkatan. Sedangkan produksi gula cenderung konstan. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi gula dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Selain itu, jika dilihat dari tiap komponen dayasaing agribisnis gula, terdapat keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung. Namun, keterkaitan yang tidak saling mendukung lebih dominan dalam penelitian ini. Hal ini menyebabkan dayasaing agribisnis gula Indonesia masih lemah. Beberapa strategi yang dirumuskan untuk meningkatkan dayasaing agribisnis gula diantaranya adalah mengoptimalkan sumberdaya yang ada, pengembangan produk hasil samping pengolahan gula, peningkatan kualitas dan efisiensi produksi gula, meningkatkan kinerja usahatani dengan penerapan teknologi on farm, penguatan kelembagaan, menjaga ketersediaan pasokan tebu, pengaturan produksi dan impor gula rafinasi, menciptakan lembaga permodalan bagi petani dan industri gula, rehabilitasi sarana prasarana penunjang pabrik gula, penataan varietas dan pembibitan, mengatur ketersediaan pupuk dan bibit dalam waktu, jumlah, jenis, dan harga yang tepat, pengembangan industri gula di luar Jawa, perbaikan manajemen tebang muat angkut (TMA), mencari teknik budidaya yang sesuai untuk lahan bukan sawah, rehabilitasi tanaman tebu keprasan (bongkar ratoon). Cahyani (2008) juga merumuskan rancangan arsitektur strategik agribisnis gula di Indonesia. Puspita (2009) melakukan penelitian mengenai dayasaing serta pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa dalam sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia, masing- 11

27 masing subsistem agribisnis belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hal ini terlihat pada subsistem agribisnis hulu yang belum terbentuk sehingga sarana produksi berupa benih masih sulit diperoleh. Selain itu, kegiatan usahatani juga belum mampu mendukung subsistem agribisnis hilir yang telah berkembang. Strategi yang digunakan untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal diantaranya adalah optimalisasi lahan gandum lokal, membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan, penguatan kelembagaan, melakukan bimbingan, pembinaan dan pendampingan bagi petani, membentuk kerjasama antara petani dengan industri makanan, menciptakan sumber permodalan bagi petani, mengatur ketersediaan benih, menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium, melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis gandum lokal, pembatasan volume impor, menciptakan produk olahan gandum lokal berkualitas tinggi untuk pasar tertentu serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal. Puspita (2009) juga merumuskan rancangan arsitektur strategik agribisnis gandum lokal di Indonesia. Nurunisa (2011) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis teh Indonesia. Analisis dayasaingnya menggunakan Sistem Berlian Porter menunjukan bahwa komponen faktor sumberdaya dan komponen komposisi permintaan domestik, serta komponen faktor sumberdaya dengan komponen industri terkait dan industri telah saling mendukung, sementara komponen lainnya belum saling mendukung. Selain itu, apabila dilihat dari komponen pendukungnya, komponen peranan pemerintah baru memiliki keterkaitan yang mendukung dengan komponen faktor sumberdaya saja, sementara komponen peranan kesempatan telah mampu mendukung semua komponen utama. Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh rakyat, yaitu dengan meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelompok tani dan dukungan dari adanya asosiasi dan Dewan Teh Indonesia. Sementara untuk perkebunan besar negara dan swasta strategi lebih mengarah kepada peningkatan produksi dan diversifikasi produk, khususnya untuk produk teh tujuan ekspor. Permasalahan lain yang menjadi fokus strategi adalah permasalahan yang terkait dengan konsumsi teh, strategi yang digunakan lebih 12

28 diutamakan kepada peningkatan upaya promosi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai teh dan manfaatnya. Kemudian, strategi yang telah dihasilkan dipetakan ke dalam rancangan arsitektur strategik, sehingga dihasilkan rancangan arsitektur strategik agribisnis teh Indonesia. Sari (2011) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan kedelai lokal di Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa dalam sistem agribisnis kedelai lokal di Indonesia, masing-masing subsistem agribisnis belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hasil analisis Sistem Berlian Porter menunjukkan bahwakomponen utama agribisnis kedelai lokal di Indonesia dayasaingnya lemah, namun dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia tersebut sangat didukung oleh komponen pendukungnya. Pada komponen peranan pemerintah ternyata kebijakan dan sikap yang diberikan pemerintah terhadap agribisnis kedelai lokal di Indonesia telah mendukung seluruh komponen dalam agribisnis kedelai di Indonesia. Begitu juga dengan komponen kesempatan yang memberikan dukungan terhadap seluruh komponen dalam agribisnis kedelai di Indonesia. Beberapa alternatif strategi digunakan untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Rancangan arsitektur strategik dibuat berdasarkan perumusan strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada metode yang digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitianpenelitian terdahulu adalah pada komoditi yang diteliti. Penelitian ini menganalisis dayasaing minyak sawit Indonesia dan juga berusaha untuk merumuskan strategi pengembangan industri minyak sawit Indonesia. 13

29 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu produk dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Simanjuntak 1992 diacu dalam Siregar 2009). Dayasaing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produknya yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain. 3 Konsep dayasaing pada tingkat nasional adalah produktivitas. Kemampuan untuk menghasilkan suatu standar kehidupan yang tinggi dan meningkat bagi para warga tergantung pada produktivitas dimana tenaga kerja dan modal suatu negara digunakan. Produktivitas adalah nilai output yang diproduksi oleh suatu unit tenaga kerja atau modal. Produktivitas tergantung baik pada kualitas dan penampilan produk (yang menentukan harga yang dapat mereka minta) maupun pada efisiensi di mana produk dihasilkan. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara yang berjangka panjang, produktivitas adalah akar penyebab pendapatan per kapita nasional. Produktivitas sumberdaya manusia menentukan upah karyawan, produktivitas dimana modal digunakan, dan return yang diperolehnya untuk para pemegang sahamnya (Cho dan Moon 2003). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter (1990). Menurut Porter (1990), terdapat empat faktor utama yang menentukan dayasaing suatu industri yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi 3 Bappenas Daya Saing. [Diakses pada 8 Juli 2012] 14

30 permintaan, kondisi industri pendukung dan industri terkait serta kondisi struktur, persaingan dan strategi perusahaan. Keempat faktor tersebut didukung oleh faktor kesempatan dan faktor pemerintah dalam meningkatkan keunggulan dayasaing industri. Faktor-faktor tersebut menghasilkan suatu lingkungan dimana suatu perusahaan lahir dan belajar bagaimana bersaing. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu sistem yaitu The Diamond of National Advantage. Setiap poin dalam berlian tersebut mempengaruhi keberhasilan suatu negara dalam mendapatkan keunggulan bersaing di pasar internasional. Komponen dalam Sistem Berlian Porter dijelaskan sebagai berikut: 1) Kondisi Faktor Sumberdaya Posisi Indonesia berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri CPO. Faktor produksi digolongkan ke dalam lima kelompok: a) Sumberdaya Fisik atau Alam Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing nasional mencakup biaya, aksestabilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral, dan energi sumberdaya perkebunan kelapa sawit. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis dan lain-lain. b) Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri CPO nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral). c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi CPO. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. 15

31 d) Sumberdaya Modal Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing CPO nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter, fiskal serta peraturan moneter dan fiskal. e) Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing CPO nasional terdiri dari ketersediaan, jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan. Termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos, giro, pembayaran transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain. 2) Kondisi Pemintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu dayasaing industri CPO Indonesia, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sasaran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persiapan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing industri nasional yaitu: a) Komposisi Permintaan Domestik Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi: i) Struktur segmen permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan struktur segmen yang sempit. ii) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features dan pelayanan. 16

32 iii)antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan bersaing. b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan melakukan penetrasi lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat dilakukan jika industri melakukannya dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas. c) Internasionalisasi Pemintaan Domestik Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong dayasaing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya dayasaing produk negeri yang dikunjungi tersebut. 3) Industri Terkait dan Industri Pendukung Keberadaan industri terkait dan industri pendukung pada industri CPO yang telah memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global. 17

33 4) Struktur, Persaingan, Strategi Perusahaan Struktur industri juga menentukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikanperbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan. a) Struktur Pasar Istilah struktur pasar digunakan untuk menunjukan tipe pasar. Derajat persaingan struktur pasar (degree of competition of market share) dipakai untuk menunjukan sejauhmana perusahaan-perusahaan individual mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga atau ketentuan-ketentuan lain dari produk yang dijual di pasar. Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat-sifat organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan. Jumlah penjual dan keadaan produk (nature of the product) adalah dimensidimensi yang penting dari struktur pasar. Adapula dimensi lainnya yaitu mudah atau sulitnya memasuki industri (hambatan masuk pasar), kemampuan perusahaan mempengaruhi permintaan melalui iklan dan lain-lain. Beberapa struktur pasar yang ada antara lain pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni dan pasar oligopsoni. Biasanya struktur pasar yang dihadapi suatu industri seperti monopoli dan oligopoli lebih ditentukan oleh kekuatan perusahaan dalam menguasai pangsa pasar yang ada, dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang bergerak dalam suatu industri. b) Persaingan Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada 18

34 perusahaan lain dalam meningkatkan dayasaingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki dayasaing yang tingkat persaingannya rendah. c) Strategi Perusahaan Dalam menjalankan suatu usaha, baik usaha yang berskala besar maupun perusahaan berskala kecil, dengan berjalannya waktu, pemilik atau manajer dipastikan mempunyai keinginan untuk mengembangkan usahanya ke dalam lingkup yang lebih besar. Untuk mengembangkan usaha, perlu strategi khusus yang terangkum dalam suatu strategi pengembangan usaha. Dalam penyusunan suatu strategi diperlukan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan semua faktor yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan tersebut. 5) Peran Pemerintah Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu dayasaing global. Perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu menciptakan dayasaing global secara langsung. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan dayasaingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi. Selain itu, Pemerintah juga dapat mempengaruhi tingkat dayasaing melalui kebijakan yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan dayasaing global namun memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu dayasaing, sehingga perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor-faktor penentu tersebut secara efektif dan efisien. 19

35 6) Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali industri atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan dayasaing global industri nasional. Beberapa kesempatan yang dapat mempengaruhi naiknya dayasaing industri global nasional adalah penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang), meningkatkan permintaan produk industri yang bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya Keunggulan Komparatif Konsep keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Konsep ini menyatakan bahwa suatu negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi ekspor pada komoditi yang mempunyai kerugian absolut kecil. Dari komoditi ini negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan akan mengimpor komoditi yang kerugian absolut lebih besar (Salvatore 1997). Intinya, suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut) Metode yang dapat digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif adalah dengan menggunakan Balassa s Revealed Comparative Advantage Index (RCA) - diciptakan oleh Ballasa pada tahun yang membandingkan pangsa pasar ekspor sektor tertentu suatu negara dalam pangsa pasar sektor tertentu tersebut di pasar dunia. Indeks RCA ini dapat digunakan untuk mengetahui posisi keunggulan bersaing dari suatu komoditas di pasar internasional dibandingkan dengan negara produsen lainnya. (Serin 2008). Keunggulan menggunakan indeks RCA adalah indeks ini mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditas ekspor tertentu dan konsisten dengan perubahan di dalam suatu ekonomi produktivitas dan faktor anugerah relatif (Bender & Li 2002). Kelemahan indeks RCA ini adalah indeks ini tidak dapat membedakan antara peningkatan di dalam faktor sumberdaya dan penerapan 20

36 kebijakan perdagangan yang sesuai. Selain itu indeks RCA ini memiliki kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja impor dan mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik dan perkembangannya (Batra & Khan 2005) Kerangka Pemikiran Operasional Minyak sawit merupakan salah satu produk primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa nonmigas bagi Indonesia. Industri minyak sawit di Indonesia memiliki peranan yang sangat signifikan dalam perkenomian Indonesia. Minyak sawit diperkirakan akan mampu memenuhi tuntutan pemenuhan kebutuhan global dan domestik, yaitu minyak sawit untuk pangan (food), makanan ternak (feed), bahan bakar nabati atau biodiesel (biofuel), dan serat (biofibre) atau 4-F. Pengembangan industri hilir minyak sawit memberi manfaat antara lain dalam menciptakan nilai tambah di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, pengembangan wilayah industri, proses alih teknologi, dan untuk ekspor sebagai penghasil devisa. Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menunjukkan bahwa 57,97 persen ekspor minyak sawit Indonesia masih berupa CPO, dan 42,03 persen dalam bentuk produk olahan sederhana yang berupa olein/minyak goreng dan oleokimia dasar. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia masih kalah bersaing dengan Malaysia yang juga merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Indonesia unggul dalam hal ekspor CPO dibandingkan dengan Malaysia, namun kalah dengan Malaysia dalam hal ekspor produk turunan CPO. Pada tahun 2011, nilai ekspor produk hilir dari minyak sawit Indonesia baru mencapai US$ dan masih kalah dengan Malaysia yang sudah mencapai US$ Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih mengandalkan ekspor minyak sawit yang masih belum diolah dan industri hilir atau industri turunan produk minyak sawit masih terbatas. Berbeda dengan Malaysia yang sejak tahun 1996 sudah mulai melakukan klustering industri minyak sawit dan pengembangan industri hilir minyak sawit. Indonesia saat ini baru menghasilkan 23 jenis produk hilir minyak sawit dari sekitar 100 produk hilir minyak sawit yang berupa pangan 21

37 maupun nonpangan. Selain itu, sebagian besar CPO yang diolah di dalam negeri masih berupa produk bernilai tambah rendah yakni minyak goreng. Gambaran di atas menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Untuk menjelaskan kekuatan dayasaing minyak sawit secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen minyak sawit dibandingkan negara lainnya menggunakan Revealed Comparative Advantage. Analisis dayasaing menggunakan Teori Berlian Porter dilakukan dengan tujuan mengetahui kesiapan industri minyak sawit Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Sementara perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan alat analisis Matriks SWOT dengan tujuan memperoleh strategi yang mampu mengoptimalkan kekuatan dan segala peluang yang ada sehingga kelemahan dan ancaman yang dihadapi dapat diminimalisir akibatnya. Kemudian strategi dirumuskan berdasarkan analisis SWOT dan selanjutnya dipetakan ke dalam suatu arsitektur strategis. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini digambarkan pada Gambar 1. 22

38 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 23

39 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini membahas tentang dayasaing minyak sawit dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal industri minyak sawit di Indonesia, serta strategi pengembangan yang dapat dihasilkan untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit dan turunannya. Lingkup penelitian ini meliputi analisis dayasaing dan strategi pengembangan minyak sawit dengan skala nasional (makro). Waktu pengambilan data berlangsung dari bulan Juni hingga September Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara mendalam dengan pihakpihak yang terkait dengan penelitian ini yaitu MAKSI, GAPKI, sedangkan data sekunder diperoleh dari Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Pusat Statistik, Kementerian Perindustrian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Direktorat Pangan dan Pertanian, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Pusat Data dan Informasi Pertanian, literatur-literatur penelitian terdahulu, buku dan internet. Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan berupa daftar pertanyaan/panduan wawancara yang telah disusun secara tertulis sesuai dengan masalah, alat pencatat, review dokumen dan alat penyimpanan data elektronik Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara khusus (Elite Interviewing). Wawancara khusus dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam melalui pakar dalam bidang tertentu dengan menganalisis pengaruh kebijakan dan strategi pemerintah serta menciptakan strategi alternatif pada sebuah penelitian (Hochschild 2009). Dalam penelitian ini wawancara khusus ditujukan kepada pakar dalam dunia perminyaksawitan di Indonesia dan studi literatur dari berbagai sumber dan buku serta dengan browsing internet. 24

40 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui dayasaing minyak sawit di Indonesia, serta untuk menganalisis strategi pengembangan minyak sawit di Indonesia. Untuk menjelaskan kekuatan dayasaing komoditi minyak sawit secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen minyak sawit dibandingkan negara lainnya menggunakan Revealed Comparative Advantage. Alat yang digunakan untuk menganalisis dayasaing minyak sawit secara kompetitif di Indonesia adalah Teori Berlian Porter, sedangkan untuk mengetahui strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit di Indonesia, digunakan metode SWOT. Kemudian, untuk menyusun dan memetakan strategi pengembangan minyak sawit di Indonesia yang telah diperoleh, digunakan Arsitektur Strategi Analisis Revealed Comparative Advantage Analisis Revealed Comparative Advantage Index (RCA) digunakan untuk untuk mengetahui posisi keunggulan komparatif komoditas minyak sawit Indonesia diantara negara-negara produsen lainnya di pasar internasional. Selain itu, indeks ini juga dapat mengukur dayasaing industri suatu negara, apakah industri tersebut cukup tangguh di pasar internasional atau tidak dapat diketahui secara kuantitatif dengan menggunakan indeks ini. Menurut Batra & Khan (2005) indeks RCA dirumuskan sebagai berikut : Dimana: X ij = Nilai ekspor sektor i negara j X j = Total ekspor dari negara j X iw = Total ekspor dunia dari sektor i X w = Total ekspor dunia. RCA didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor komoditi minyak sawit didalam total ekspor komoditi dari suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa 25

41 pasar ekspor komoditi minyak sawit didalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam produksi dan ekspor komoditi minyak sawit. Apabila nilai RCA lebih dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk komoditi minyak sawit dalam penelitian ini artinya minyak sawit Indonesia berdayasaing kuat. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditi minyak sawit rendah (di bawah rata-rata dunia) atau berdayasaing lemah Analisis Berlian Porter Dayasaing minyak sawit di Indonesia dapat diketahui dengan menggunakan Teori Berlian Porter. Analisis dilakukan dengan menggunakan tiap komponen dari Teori Berlian Porter (Porter s Diamond Theory). Sebelum melakukan analisis, dilakukan pengumpulan semua informasi yang berkaitan dengan industri minyak sawit di Indonesia dengan cara studi literatur dari berbagai sumber, wawancara khusus (Elite Interviewing) dengan kelompok elit tertentu dalam dunia perminyaksawitan di Indonesia Menurut Porter (1990) analisis komponen Teori Berlian Porter meliputi hal-hal berikut: 1) Kondisi Faktor Sumberdaya, berupa analisis sumberdaya fisik atau alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur. 2) Kondisi Pemintaan, berupa analisis komposisi permintaan domestik, jumlah permintaan dan pola pertumbuhan, serta internasionalisasi pemintaan domestik 3) Industri Terkait dan Industri Pendukung, berupa analisis industri hulu dan industri hilir. 4) Struktur, Persaingan, Strategi Perusahaan, berupa analisis struktur pasar, tingkat persaingan, dan strategi industri. 5) Peran Pemerintah, berupa analisis terhadap kebijakan yang dikeluarkan, penetapan standar produk nasional, dan berbagai kebijakan terkait lainnya. 6) Peran Kesempatan, berupa analisis faktor yang berada di luar kendali industri atau pemerintah. 26

42 Keterangan : Garis ( ) menunjukkan keterkaitan antara komponen utama yang saling mendukung Garis ( ) menunjukkan keterkaitan antara komponen penunjang yang mendukung komponen utama Gambar 2. The Complete System of National Competitive Advantage Sumber : Porter (1990), Hlm. 127 Melalui Porter s Diamond System dapat dilihat bagaimana keterkaitan antar komponen, sehingga akan tampak komponen-komponen yang saling mendukung atau tidak saling mendukung. Dayasaing dalam Sistem Berlian Porter dikatakan kuat apabila banyak keterkaitan antar komponen yang saling mendukung, sementara dayasaing dikatakan lemah apabila banyak keterkaitan antar komponen yang tidak saling mendukung (Porter 1990). Hasil keseluruhan interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan perkembangan yang dapat menjadi competitive advantage dari suatu industri Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui faktor internal dan eksternal industri minyak sawit di Indonesia. Faktor internal merupakan kegiatan dan pihakpihak yang terlibat dalam kegiatan pengolahan minyak sawit. Sedangkan faktor eksternal merupakan kegiatan dan pihak-pihak yang berada di luar kegiatan pengolahan minyak sawit, termasuk lingkungan global. Analisis SWOT yang 27

43 dilakukan menggunakan matriks SWOT akan menghasilkan empat alternatif strategi yang mampu menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dunia perminyaksawitan Indonesia serta kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Berikut ini merupakan matriks SWOT: Dst Dst Opportunity (O) Threats (T) Gambar 3. Matriks SWOT Dst Dst dst Sumber: David (2004) Strengths (S) Strategi SO Strategi ST dst dst dst Weaknesses (W) Strategi WO Strategi WT Tahap analisis dilakukan setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan industri minyak sawit melalui proses identifikasi terhadap peluang, ancaman, kelemahan dan kekuatan. Identifikasi kekuatan dalam analisis keunggulan kompetitif ditunjukan dengan keadaan suatu atribut yang mendukung. Sedangkan kelemahan ditunjukan dengan keadaan atribut yang kurang mendukung. Tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam perumusan strategi dengan menggunakan model SWOT. Dalam menyusun analisis strategi pengembangan minyak sawit Indonesia menggunakan matriks SWOT, penulis berkonsultasi kepada Prof. Dr. Ir. Endang Gumilar Sa id, MADev yang merupakan Ketua Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia. Menurut David (2004), terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT yaitu: 1. Menentukan faktor-faktor peluang eksternal industri minyak sawit di Indonesia. 2. Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal industri minyak sawit di Indonesia. 28

44 3. Menentukan faktor-faktor kekuatan internal kunci industri minyak sawit di Indonesia. 4. Menentukan faktor-faktor kelemahan internal kunci industri minyak sawit di Indonesia. 5. Menentukan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S-O. 6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W-O. 7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S-T. 8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W-O Arsitektur Strategik Strategi yang telah dirumuskan berdasarkan Analisis SWOT, selanjutnya dipetakan ke dalam suatu arsitektur strategik. Arsitektur strategik diciptakan untuk lebih adaptif dan lebih fleksibel di dalam menanggapi suatu perubahan, sehingga dengan diaplikasikannya arsitektur strategik ini, industri akan dengan leluasanya mengembangkan skenario yang diperkirakan akan memuluskan jalan menuju tercapainya visi dan misi industri tersebut. Strategi dengan skenarionya yang dirumuskan kemudian dipetakan ke dalam sebuah cetak biru atau yang lazim disebut sebagai blue print strategy. Blue print strategy ini sepenuhnya disusun guna mendukung tercapainya tujuan (visi) organisasi dalam waktu yang telah ditentukan (Yoshida 2006). Strategi yang akan disusun dengan pendekatan arsitektur strategik disajikan dalam bentuk gambar sehingga mudah untuk dipahami. Teknik penggambaran suatu arsitektur strategi tidak memiliki aturan baku yang menggambarkan susunan strategi. Gambar arsitektur strategi yang akan dibuat merupakan proses berfikir kreatif yang menggabungkan seni dengan hasil strategi yang diperoleh dari tahap pengambilan keputusan. Pendekatan dengan arsitektur strategik disusun dengan memperlihatkan beberapa unsur seperti : visi dan misi industri, analisis lingkungan internal dan eksternal industri, mengetahui dan memahami tantangan industri, dan sasaran yang ingin dicapai. 29

45 Arsitektur strategik menunjukkan adanya hubungan antara satu strategi dengan strategi lainnya, dimana implementasi satu strategi sangat mempengaruhi implementasi strategi lainnya. Pemetaan strategi ke dalam kanvas arsitektur strategik menjelaskan time-frame implementasi dari masing-masing strategi dalam periode waktu tertentu. Penetapan time-frame implementasi ini didasarkan pada penetapan pencapaian target pemerintah yang selalu dibagi menjadi tiga tahap yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam menyusun dan menetapkan arsitektur strategik pengembangan minyak sawit Indonesia, penulis berkonsultasi kepada Prof. Dr. Ir. Endang Gumilar Sa id, MADev. 30

46 V. DAYASAING MINYAK SAWIT INDONESIA Pada bagian ini, penulis akan membahas mengenai analisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia berdasarkan pada komponen penentu dayasaing Sistem Berlian Porter. Komponen-komponen tersebut adalah komponen kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dukungan industri terkait dan industri pendukung minyak sawit serta kondisi struktur, strategi dan persaingan yang dihadapi oleh industri minyak sawit dan turunannya di Indonesia. Selain itu ditinjau pula sejauh apa peranan pemerintah dan kesempatan-kesempatan yang ada dalam meningkatkan posisi dayasaing tersebut Analisis Komponen Sistem Berlian Porter Kondisi Faktor Sumberdaya Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap dayasaing minyak sawit Indonesia adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur. Kelima kondisi faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Sumberdaya Alam atau Fisik a) Kondisi dan Potensi Lahan Perkebunan kelapa sawit saat ini tersebar di 22 propinsi dari 33 propinsi di Indonesia. Dua pulau utama sentra perkebunan kelapa sawit yaitu Sumatera dan Kalimantan menyumbang 96,64 persen luas lahan perkebunan kelapa sawit. Kedua pulau tersebut menghasilkan sekitar 96,99 persen produksi CPO di Indonesia. Di Indonesia terdapat lima propinsi terbesar sebagai sentra usaha perkebunan kelapa sawit, antara lain Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat (Tabel 2). Penyebaran perkebunan kelapa sawit di 22 propinsi menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit memiliki toleransi yang luas pada keragaman agroklimat di daerah tropis. Hampir semua lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terletak pada ketinggian kurang dari 500 mdpl (di atas permukaan laut). 31

47 Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Minyak Sawit (CPO) pada Perkebunan Rakyat, Negara, dan Swasta Menurut Propinsi dan Keadaan Tanaman, 2010 No Luas Areal (Ha) Produksi Propinsi TBM TM TTM Jumlah (Ton) 1 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep Bangka Belitung Bengkulu Lampung Pulau Sumatera DKI Jaya Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Pulau Jawa Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Pulau Kalimantan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Pulau Sulawesi Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Maluku + Papua Indonesia Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) Seiring dengan permintaan CPO dunia yang terus meningkat, pemerintah pun berupaya untuk terus memacu produksi CPO dalam negeri. Salah satu langkah yang ditempuh oleh pemerintah adalah pembukaan lahan potensial untuk perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan data Departemen Perindustrian tahun 2007, terdapat 15 propinsi yang memiliki lahan potensial untuk dikembangkan menjadi perkebunan kelapa sawit. 32

48 Tabel 3. Potensi Pengembangan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia No Propinsi Potensi Lahan (ha) Status Lahan 1 Sumatera Utara Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 2 Sumatera Barat Tanah Ulayat 3 Riau Tanah Masyarakat 4 Jambi Tanah Masyarakat dan Tanah Negara yang Sudah Digarap Masyarakat 5 Sumatera Selatan Tanah Masyarakat 6 Kalimantan Barat Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 7 Kalimantan Tengah Tanah Negara 8 Kalimantan Selatan Tanah Negara 9 Kalimantan Timur Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 10 Sulawesi Selatan Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 11 Sulawesi Barat Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 12 Sulawesi Tenggara Tanah Negara 13 Maluku Utara Tanah Negara 14 Papua Tanah Negara dan Tanah Ulayat 15 Papua Barat Tanah Negara dan Tanah Ulayat Indonesia Sumber: Departemen Perindustrian (2007) b) Produktivitas Lahan Tingkat produktivitas lahan untuk tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut menghasilkan tandan buah segar (TBS) tiap hektar lahan. Produktivitas berkaitan dengan luas area tanam dan volume produksi yang dihasilkan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010, tingkat produktivitas lahan kelapa sawit nasional tertinggi terdapat pada perkebunan besar swasta, yaitu sebesar kg/ha disusul perkebunan rakyat sebesar kg/ha dan perkebunan besar negara sebesar kg/ha. Produktivitas tertinggi terdapat pada perkebunan besar swasta yang berada di Sulawesi Barat sebesar kg/ha dan produktivitas terendah terdapat pada perkebunan besar negara yang terletak di Bengkulu yaitu sebesar kg/ha. 33

49 Tabel 4. Tingkat Produktivitas Lahan Kelapa Sawit Pada Perkebunan di Indonesia Tahun 2010 No Propinsi Produktivitas (Kg/Ha) Perkebunan Perkebunan Perkebunan Rakyat Besar Negara Besar Swasta 1 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Papua Papua Barat Indonesia Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) c) Aksesibilitas Terhadap Input Aksesibilitas produsen terhadap input mencerminkan tingkat kemudahan dalam memperoleh input produksi yang dibutuhkan secara kontinu, tepat waktu, tepat jumlah serta tepat jenis. Kemudahan yang dimaksud umumnya menyangkut ketersediaan input di pasar, serta kondisi harga ideal yang dapat dijangkau oleh produsen, serta distribusi input dari pemasok kepada produsen. Aksesibilitas produsen minyak sawit terhadap input tersebut sangat mempengaruhi kinerja serta capaian hasil dalam produksi minyak sawit mereka. 34

50 i) Alat dan Mesin Perkebunan Karakteristik TBS yang umumnya bulky, volouminous dan perishable memerlukan alat transportasi yang cepat dan efisien agar TBS dari kebun untuk dikirim langsung ke PKS. Dengan transportasi yang cepat dan efisien maka akan terjamin kelancaran pengolahan TBS menjadi CPO pada PKS. Pahan (2011) menggolongkan alat transportasi yang umum digunakan pada perkebunan kelapa sawit menjadi tiga jenis, yaitu transportasi darat (wheel tractor, truk, dumptruk), transportasi railban, dan transportasi air. ii) Alat Pengolahan Minyak Sawit Tandan Buah Segar harus segera diproses dalam 24 jam sejak dipanen untuk menjaga kualitasnya agar tetap memenuhi syarat. Hal ini mengakibatkan perusahaan harus membangun pabrik pemrosesan CPO di sekitar areal perkebunan kelapa sawit. Pada perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta umumnya sudah memiliki pabrik kelapa sawit sendiri yang terintegrasi dengan perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menyatakan bahwa pabrik pengolahan CPO dapat dikatakan feasible apabila mampu memproses 30 ton TBS per jam. Kapasitas lebih kecil dapat beroperasi tetapi harus didukung pabrik lain dengan lokasi yang berdekatan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mengembangkan teknologi pabrik kelapa sawit berukuran mini guna membantu petani sawit pada perkebunan rakyat untuk dapat memproduksi CPO sendiri. Pabrik kelapa sawit (PKS) mini berkapasitas 5 ton dan 10 ton TBS per jam dibangun di lahan seluas ha ha. Investasi pada pembangunan PKS mini dengan kapasitas 5 ton TBS/jam sekitar Rp 17,6 miliar, sementara untuk kapasitas 10 ton TBS/ha sebesar Rp 28,15 miliar. Besarnya biaya investasi ini akan ditanggung bersama oleh pemerintah, perbankan, dan petani. BPPT saat ini sudah mendirikan PKS mini di Kabupaten Kampar, Riau dengan kapasitas 2 ton TBS/jam dan di Kabupaten Bengkalis, Riau dengan kapasitas 5 ton TBS/ha. 4 4 Rahmayuis Saleh Pabrik Sawit: BPPT Kembangkan Teknologi PKS Mini dalam [Diakses pada 25 September 2012] 35

51 d) Biaya-Biaya Terkait Umumnya perkebunan besar milik negara dan swasta akan memiliki komponen biaya yang lebih kompleks dibandingkan dengan komponen biaya petani di perkebunan rakyat. Perusahaan besar mengeluarkan biaya lebih untuk membayar jasa manajemen perkebunan, gaji dan tunjangan karyawan, biaya perawatan kebun, pemeliharaan gedung dan biaya lainya. Sedangkan pada perkebunan rakyat jenis biaya yang dikeluarkan umumnya hanya sebatas biaya perawatan kebun. Hal ini dikarenakan pada perkebunan rakyat pengolahan dan perawatan kebun dilakukan bersama keluarga karena keterbatasan dana dan luas areal perkebunan yang tidak luas (rata-rata lahan perkebunan masyarakat 2 hektar). 2) Sumberdaya Manusia Industri minyak sawit selama ini telah memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu melalui penciptaan lapangan kerja dan mempercepat pembangunan perekonomian di wilayah-wilayah terpencil. 5 Pada tahun 2010, sektor perkebunan kelapa sawit menyerap tenaga kerja sebanyak orang, sementara di sektor industri minyak sawit hanya menyerap tenaga kerja sebanyak orang. Tabel 5. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Minyak Sawit Indonesia, 2010 Sektor Jumlah Tenaga Kerja (orang) Agribisnis Hulu (Input Perkebunan Sawit) Perkebunan Kelapa Sawit Agribisnis Hilir (Industri Minyak Sawit) Penyedia Jasa Total Sumber: Sipayung (2012) Sumberdaya manusia dalam kegiatan industri minyak sawit Indonesia didukung oleh sumberdaya manusia ahli yang terlibat dalam proses pengolahan hingga pemasaran. Dalam proses pabrikasi, subsistem hilir minyak sawit disokong oleh tenaga ahli mesin, quality control, dan tenaga ahli lainnya. Pada bagian 5 Press Release World Palm Oil Summit & Exhibition (WPOSE). 25 Februari Pemerintah Terus Mendukung Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit yang Berkelanjutan. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). 36

52 pemasaran minyak sawit, didukung oleh sumberdaya manusia yang professional dalam marketing, pencarian info pasar (market intelligent), trader (agen) dan pembeli internasional yang berpengalaman dan menuntut produsen untuk terus meningkatkan kualitasnya, serta beberapa tenaga ahli lainnya. 3) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi a) Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Kemajuan suatu industri ditentukan juga oleh sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam rangka mendukung kemajuan sumberdaya IPTEK, industri minyak sawit di Indonesia didukung oleh keberadaan lembaga riset dan pengembangan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). PPKS merupakan gabungan dari tiga lembaga penelitian, yaitu Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Medan, Puslitbun Marihat, dan Puslitbun Bandar Kuala. PPKS yang secara terus-menerus melakukan riset untuk menemukan teknologi yang tepat dan sesuai bagi kondisi kelapa sawit di Indonesia saat ini dan perkembangannya dimasa yang akan datang. PPKS mempunyai tugas utama yaitu melakukan penelitian dan pengembangan dalam segala aspek industri minyak sawit, dan menyalurkan hasil penelitian tersebut dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat industri minyak sawit. Sebagai lembaga penelitian yang memiliki kewajiban dalam memajukan industri minyak sawit di Indonesia, PPKS merupakan pusat unggulan inovasi kelapa sawit. 6 Misi PPKS adalah menunjang industri minyak sawit di Indonesia melalui penelitian dan pengembangan, serta pelayanan. Melalui paket teknologi maupun pengembangan IPTEK yang dihasilkan, PPKS diharapkan dapat menjadi motor penggerak (prime mover) bagi pengembagan industri minyak sawit dan turunannya di Indonesia. 7 Penelitian PPKS yang berhubungan dengan dayasaing minyak sawit saat ini adalah melalui diversifikasi produk oleopangan dan oleokimia. Upaya menghasilkan beta karoten, vitamin E pharmaceutical dari minyak sawit yang mulai diteliti pada tahun 2007 dan hingga saat ini masih terus dilakukan. 6 Pernyataan Kementerian Riset dan Teknologi 2011/ Pusat Penelitian Kelapa Sawit Profil PPKS. [Diakses pada 8 Juli 2012]. 37

53 b) Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia (MAKSI) MAKSI (Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia) adalah organisasi yang dibentuk pada tahun 1998 oleh tujuh PAU Biosains (PAU Bioteknologi ITB, PAU Ilmu Hayati ITB, PAU Pangan dan Gizi UGM, PAU Bioteknologi UGM, PAU Pangan dan Gizi IPB, PAU Bioteknologi IPB, PAU Ilmu Hayati IPB), Pusat Studi Pembangunan IPB dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. MAKSI memiliki visi menjadi organisasi profesional terpercaya dalam bidang perkelapa-sawitan di dunia untuk membantu pencapaian industri kelapa sawit nasional yang berdayasaing tinggi dan berkelanjutan. Misi dari MAKSI adalah menjadi mitra terbaik pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, petani pekebun sawit, dan para pemangku kepentingan industri kelapa sawit lainnya dalam kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan serta advokasi pengembangan industri kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan, terutama demi kemakmuran dan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia dan berdayasaing tinggi secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. 8 Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan MAKSI antara lain: a. Melakukan kompilasi berbagai hasil penelitian dan pengembangan industri minyak sawit Indonesia yang tersebar di Universitas, Lembaga Litbang Pemerintah dan Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta lembagalembaga lainnya dan mendiseminasikan hasil kompilasi tersebut kepada para pemangku kepentingan litbang industri minyak sawit Indonesia sehingga meningkatkan koordinasi dan jejaring kerja yang akan meminimumkan dublikasi penelitian dan pemborosan sumberdaya. b. Melakukan analisis dan sintesis mengenai berbagai permasalahan dalam pengembagan industri minyak sawit Indonesia yang berkelanjutan, menggunakan materi publikasi tertulis (tercetak) baik dari dalam maupun luar negeri serta membuat road map pemecahan masalah dengan memfungsikan MAKSI sebagai bagian dari upaya pemecahan masalah tersebut. 8 [MAKSI] Profil Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia (MAKSI) 38

54 c) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) didirikan pada tanggal 28 Oktober 2000 di Palembang, oleh utusan-utusan petani kelapa sawit dari seluruh Indonesia. APKASINDO adalah satu-satunya organisasi profesi petani sebagai wadah pemersatu petani di Indonesia yang difasilitasi oleh Pemerintah c/q Departemen Pertanian. 9 Tujuan didirikannya APKASINDO adalah sebagai berikut : a. Mempersatukan masyarakat petani kelapa sawit di seluruh Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan yang merata bagi petani kelapa sawit. b. Membangun ekonomi kerakyatan di pedesaan dengan menumbuh kembangkan usaha petani kelapa sawit yang berwawasan lingkungan dan bermanfaat bagi seluruh komponen bangsa untuk mencapai masyarakat petani yang adil dan makmur. c. Meningkatkan dan memberdayakan SDM petani kelapa sawit agar menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pertanian modern. d) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) adalah wadah perusahaan produsen minyak sawit (CPO) yang terdiri dari perusahaan PT. Perkebunan Nusantara, perusahaan perkebunan swasta nasional dan asing serta peladang kelapa sawit yang tergabung dalam koperasi. GAPKI telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan perkelapasawitan Indonesia. GAPKI selaku mitra Pemerintah telah memberikan masukan-masukan sebagai bahan pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan tentang masalah perkelapasawitan, termasuk menetapkan kebijakan tataniaga minyak sawit yang memberikan harga jual yang menarik sehingga akan merangsang untuk melakukan investasi pada perkebunan kelapa sawit. 10 Selain bersumber dari lembaga penelitian seperti PPKS, APKASINDO, MAKSI, GAPKI, ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi juga 9 Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Sejarah Berdirinya APKASINDO. [Diakses pada 8 Juli 2012]. 10 GAPKI Introduction GAPKI [Diakses pada 8 Juli 2012]. 39

55 ditunjang oleh lembaga lain seperti perguruan tinggi, lembaga riset swasta, lembaga kelapa sawit internasional (Roundtable on Sustainable Palm Oil), literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. 4) Sumberdaya Modal Permodalan merupakan faktor kunci dalam industri minyak sawit. Pada perusahaan swasta sumber modal yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan perkebunan maupun pabrik kelapa sawit sudah tersedia karena didukung oleh perusahaannya sebagai investor utama dan tambahan modal dari modal perusahaan asing yang tertarik dengan prospek bisnis minyak sawit (CPO). Selain itu, dalam rangka menarik investor dalam mengembangkan sektor hilir industri minyak sawit, pemerintah pun menjanjikan tiga macam insentif kepada para pelaku usaha industri hilir minyak sawit (CPO). Ketiga insentif tersebut adalah subsidi bunga pinjaman untuk program peremajaan mesin-mesin produksi, pembebasan pajak (tax holiday), dan dukungan infrastruktur dasar. Pada insentif subsidi bunga, Kemenperin akan mengikuti pola program restrukturisasi mesin di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang artinya subsidi bunga kredit akan diberikan bagi sektor hilir CPO yang melakukan peremajaan mesin. 11 5) Sumberdaya Infrastruktur Kebutuhan prasarana industri CPO sangat penting guna membawanya kepada konsumen industri lain yang menggunakan bahan baku CPO. Adapun prasarana untuk mendukung industri CPO nasional antara lain jalan, jembatan, sarana air, listrik, jembatan, pelabuhan, transpotasi dan lain sebagainya. Salah satu infrastruktur yang berperan dalam menjamin kelancaran distribusi CPO ke luar negeri adalah pelabuhan. Fungsi pelabuhan pada industri minyak sawit meliputi jasa bongkar muat, jasa kepabeanan, dan jasa pergudangan termasuk jasa tangki timbun CPO. Jasa tangki timbun/pompa CPO terdapat di beberapa pelabuhan antara lain Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, dan Tanjung Priok. Sementara itu pelabuhan utama yang mengangkut minyak keluar negeri hanya terdapat di Belawan dan 11 Yusuf Waluyo Jati Industri Hilir CPO Dijanjikan Insentif dalam [Diakses pada 25 September 2012] 40

56 Dumai. Fasilitas pelabuhan yang ada pun masih minim dalam menampung kapal besar sehingga terjadi antrian apabila hendak masuk ke pelabuhan. Kondisi tersebut diperparah dengan masalah gelombang laut yang tinggi karena pertukaran musim, yang menyebabkan kapal tidak berlayar. Pemerintah sejak Mei 2011 melalui program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (M3PEI) pun merencanakan pembangunan Kawasan Industri Hilir Sei Mangkei. Pembangunan Kawasan Industri Hilir Sei Mangke tahap pertama menggangarkan investasi sebesar Rp 1,8 triliun dan tahap berikutnya Rp 20 triliun. Sumber pendanaan pembangunan kawasan ini berasal dari pemerintah pusat, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta serta kolaborasi ketiganya. Pada tahap pertama Kawasan Sei Mangke menempati area 64 ha dan tahap berikutnya menjadi 104 ha. Kawasan Industri Sei Mangke akan diintegrasikan dengan pembangunan rel kereta api dari kawasan tersebut menuju Pelabuhan Kuala Tanjung. Fasilitas pendukung Kawasan Industri Hilir Sei Mangke pun dibangun, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pesangan I dan 2 berkapasitas 88 megawatt (mw) di Takengon, Aceh dengan investasi Rp 3,5 triliun; pembangunan broadband sebanyak 2,42 juta homepage dengan investasi Rp 4,1 triliun yang dilaksanakan PT Telkom; peningkatan jalan dari Kota Tebing Tinggi menuju Kisaran (Kabupaten Asahan), Rantau Prapat (Labuhanbatu) hingga perbatasan Riau sepanjang 326,71 km dengan anggaran Rp365 miliar. Begitu juga dengan pembangunan jalan kereta api. Proyek ini mulai dilaksanakan 2012 dan sudah terjalin kesepakatan antara PTPN III dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Kementerian Perindustrian 2011) Kondisi Permintaan Domestik Kondisi permintaan merupakan faktor yang patut diperhitungkan dalam upaya peningkatan dayasaing minyak sawit di Indonesia. Kondisi permintaan akan dijelaskan melalui tiga faktor yaitu komposisi permintaan domestik, jumlah permintaan dan pola pertumbuhan, dan internasionalisasi permintaan domestik. 1) Komposisi Permintaan Domestik Produksi minyak sawit (CPO) di Indonesia sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri, lalu sisanya ditujukan untuk pasar domestik. Komposisi permintaan domestik untuk CPO digolongkan dalam bentuk 41

57 bahan pangan dan nonpangan. Pemanfaatan CPO untuk produk olahan diantaranya yaitu oleh industri pangan (minyak goreng, margarin, shortening, cocoa butter substitutes, vegetable ghee) dan industri nonpangan seperti oleokimia (fatty acid, fatty alcohol, gliserin) dan biodiesel. Produk utama dari olahan CPO yang penting di Indonesia adalah minyak goreng, margarin dan olein. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga konsultan Capricorn Indonesia Consult Inc pada tahun 2008, menunjukkan bahwa 60 persen hasil produksi CPO Indonesia diekspor keluar negeri, 29 persen diolah menjadi minyak goreng, 7 persen diolah menjadi oleochemical, 2 persen menjadi sabun dan 2 persen sisanya diolah menjadi margarin. Oleochemical 7% Margarin 2% Sabun 2% Minyak Goreng 29% Ekspor 60% Gambar 4. Persentase Penggunaan CPO di Indonesia Sumber : Capricorn Indonesia Consult Inc (2008) diacu dalam Ramadhan (2011) 2) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Dalam kurun waktu sebelas tahun terakhir, total produksi CPO dalam negeri telah meningkat tiga kali lipat. Hal ini diikuti juga dengan peningkatan jumlah konsumsi CPO domestik lebih dari dua kali lipat. Konsumsi CPO domestik cenderung mengalami peningkatan, namun sempat mengalami penurunan yaitu pada tahun dan meningkat lagi di tahun Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. 42

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini membahas tentang dayasaing minyak sawit dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal industri minyak sawit di Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI EKSPOR KELAPA SAWIT (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH DWITA MEGA SARI H14104083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang menimpa Indonesia di tahun 1998 menyebabkan terpuruknya beberapa sektor industri di Indonesia. Salah satu industri yang dapat bertahan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A14303077 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

Jauhar Samudera nayantakaningtyas *)1 dan heny k. daryanto *)

Jauhar Samudera nayantakaningtyas *)1 dan heny k. daryanto *) daya saing dan strategi pengembangan minyak sawit di indonesia Jauhar Samudera nayantakaningtyas *)1 dan heny k. daryanto *) *) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv

DAFTAR ISI. Halaman. DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.1.1. Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit... 3 1.1.2. Era Perdagangan Bebas... 7 1.1.3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, karena selain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, sektor ini juga menyumbang devisa, menyediakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PEMBERITAHUAN ATAS PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT ANUGERAH PALM INDONESIA OLEH PT USAHA AGRO INDONESIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Kelapa Sawit Kelapa sawit memainkan peranan penting bagi pembangunan sub sektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian terus diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tanaman sawit telah diperkenalkan sejak tahun 1848, baru diusahakan dalam skala ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci